MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 3 KURIKULUM MERDEKA.pdf
PENDIDIKAN AKIDAH DI KELUARGA.pdf
1. “Penanaman Pendidikan Aqidah di Rumah”
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Aqidah Akhlak Tasawuf:
Dosen Pengampu;
Assoc. Prof. Dr. Makhful, M.Ag.
Oleh:
DHI’FA AULIA RAHMAN
2120601017
PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2. A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan zaman terus berlangsung, dan seiring dengan berjalannya
waktu, tuntutan terhadap kemajuan juga semakin meningkat. Era ini
menempatkan manusia dalam posisi yang mengharuskan mereka untuk memiliki
kecerdasan yang kompeten, sehingga mereka dapat bersaing dan beradaptasi
dengan perubahan yang terjadi di sekitar mereka. Namun, dalam perjuangan
menuju kesuksesan, kecerdasan saja tidaklah cukup. Akhlak juga memegang
peranan penting dalam perjalanan hidup seseorang (Wicaksonowati 2022).
Kecerdasan intelektual mungkin memberikan alat yang kuat, tetapi akhlak yang
baik adalah fondasi yang dibutuhkan untuk memanfaatkan potensi tersebut
dengan benar. Kecerdasan tanpa akhlak yang baik hanyalah sebatas keterampilan
kognitif belaka, tanpa etika dan moral yang kuat (Utami 2019).
Penting untuk diingat, bahwa akhlak yang baik tidak muncul begitu saja,
tetapi dapat dibentuk sejak dini. Penanaman nilai-nilai akidah dan moralitas
kepada anak-anak adalah langkah awal yang sangat penting dalam membentuk
akhlak yang baik. Pola asuh yang diterapkan oleh keluarga memiliki peran kunci
dalam proses ini. Keluarga adalah lingkungan pertama dan paling berpengaruh
bagi perkembangan seorang anak, mulai dari saat lahir hingga ia menjadi dewasa.
Nilai-nilai akidah dan prinsip-prinsip kehidupan ditanamkan oleh orang tua sejak
awal, bahkan sebelum anak lahir. Dengan demikian, keluarga memiliki peran
besar dalam mengawali proses belajar dan perkembangan akhlak anak. Oleh
karena itu, penting untuk memberikan perhatian yang cukup pada pembentukan
akhlak anak melalui nilai-nilai yang diwariskan melalui keluarga (Ngulwiyah et
al. 2021).
Akhlak memegang kedudukan yang istimewa dan sangat penting dalam
agama Islam. Telah banyak firman Allah SWT termaktub di dalam Al-Qur’an
yang membahas tentang akhlak, urgensi akhlak semakin diperkuat dengan hadist-
hadist yang disampaikan oleh Rasulullah SAW sebagai pembawa risalah dakwah
bagi manusia. Seperti yang sudah kita ketahui bersama, bahwa misi utama
3. kerasulan Muhammad SAW adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia
bagi manusia, dan sejarah mencatat bahwa keberhasilan dakwah beliau didasari
oleh akhlak yang luhur.
Akhlak Islam bukanlah sesuatu yang bersifat situasional atau kondisional,
namun akhlak manusia merupakan suatu alat pembeda yang akan senantiasa
melekat pada diri manusia. Hal itu didasari atas Aqidah yang kuat, sehingga akan
menghantarkan manusia mengetahui segala yang baik dan buruk, dan akan
membimbing manusia menjalankan yang baik serta menjauhi yang buruk (Habib
Mustof, Fika Wahyu Nurita, Fatihah Al Mutamaddinah 2022).
Aqidah adalah keyakinan fundamental yang dimiliki oleh manusia, dan
keyakinan ini menjadi landasan penting dalam mengarahkan tujuan hidupnya.
Aqidah tidak hanya berfungsi sebagai panduan, tetapi juga sebagai pondasi untuk
semua aktivitas manusia. Dalam Islam, aqidah menduduki posisi yang sangat
signifikan. Dapat diibaratkan layaknya pondasi dalam suatu bangunan, dimana
aqidah adalah pondasinya, sedangkan ajaran Islam lainnya seperti ibadah dan
akhlak adalah bagian dari struktur yang dibangun di atas pondasi tersebut. Sama
halnya dengan bangunan yang membutuhkan pondasi yang kuat, rumah yang
dibangun tanpa pondasi akan menjadi struktur yang rapuh. Dengan demikian,
aqidah memegang peran kunci dalam membangun pondasi kuat untuk kehidupan
seorang manusia, dari mulai awal kelahirannya hingga datang waktu
kematiannya.
Nilai-nilai Aqidah memiliki peran penting dalam membentuk karakter anak
sejak usia dini. Pembinaan dan penerapan nilai-nilai aqidah ini menjadi landasan
fundamental bagi perkembangan anak hingga dewasa. Aqidah, atau keyakinan
agama, memiliki urgensi yang tidak dapat diabaikan, karena hal ini
memungkinkan anak untuk mengenali Tuhannya. Dengan memiliki aqidah yang
kuat, anak-anak dapat tumbuh dengan kesadaran hidup beragama dan akhlak
mulia yang tercermin dalam perilaku mereka sepanjang kehidupan mereka.
4. Di era modern seperti sekarang, anak-anak berada dalam risiko tinggi
terpengaruh oleh pergaulan yang cenderung amoral. Oleh karena itu, penting
untuk membentengi mereka dengan nilai-nilai aqidah yang kokoh. Aqidah
berfungsi sebagai payung spiritual yang melindungi mereka dari godaan dan
tekanan sosial yang tidak sejalan dengan prinsip-prinsip agama. Dalam konteks
ini, keluarga memiliki peran utama dalam memastikan pembentukan dan
penguatan aqidah anak-anak. Mereka adalah aktor kunci dalam memberikan pola
asuh yang memadai dan mendukung pengembangan nilai-nilai aqidah. Kesadaran
akan pentingnya peran keluarga dalam melaksanakan tugas ini menjadi sangat
vital, karena keluarga adalah lingkungan pertama dan terdekat di mana anak-anak
mulai belajar tentang keyakinan dan nilai-nilai yang akan membimbing mereka
sepanjang kehidupan (Ngulwiyah et al. 2021).
Dari pemaparan permasalahan di atas, peneliti ingin mencoba untuk meneliti
salah satu keluarga terkait dengan metode pendidikan aqidah yang dilakukan.
Nantinya metode tersebut akan peneliti jelaskan dalam bentuk deskriptif,
kemudian akan dilihat relevansi dengan metode yang telah peneliti susun dalam
pembahasan. Diharapkan dari penelitian ini, dapat bermanfaat dan menjadi
perbandingan bagi beberapa keluarga dalam pola penddidikan aqidah anak di
rumah.
B. Metode Penelitian
Penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk
memahami dan menganalisis fenomena sosial dari perspektif yang lebih
mendalam. Pendekatan ini lebih menekankan pada pemahaman, interpretasi, dan
konteks dari suatu fenomena, bukan sekadar pengukuran kuantitatif. Penelitian
kualitatif mengumpulkan data dalam bentuk kata-kata, narasi, gambar, atau
konteks, dan berfokus pada eksplorasi makna, pola, dan hubungan yang muncul
dalam data. Biasanya, penelitian kualitatif melibatkan pengamatan partisipatif,
wawancara mendalam, analisis isi, atau analisis teks, serta pendekatan lain yang
5. mendukung pemahaman kontekstual. Salah satu karakteristik utama penelitian
kualitatif adalah fleksibilitasnya dalam merumuskan pertanyaan penelitian yang
lebih terbuka dan menggali aspek-aspek subjektif (Creswell, J. W., & Poth 2018).
C. Pembahasan
1. Pendidikan
Pendidikan memiliki asal-usul yang kaya dalam berbagai budaya dan bahasa.
Kata "pendidikan" berasal dari kata dasar "didik", yang memiliki arti pelihara dan
latih. Dalam konteks praktik, pendidikan dianggap sebagai suatu "proses". Selain
itu, jika kita melihat sejarahnya, kata "pendidikan" memiliki akar dalam bahasa
Yunani, yaitu "paedagogie", yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak
(Ramayulis 1994).
Dalam bahasa Arab, istilah pendidikan merujuk pada kata "tarbiyatan", yang
mencakup arti mendidik, mengasuh, dan memelihara (Munawwir 1989). Di dalam
bahasa Arab, terdapat dua kata, yaitu "allama" dan "addaba", yang digunakan
untuk menggambarkan aspek-aspek pendidikan. Kata "allama" yang mengacu
pada kata mengajar, memberikan pengetahuan, dan mendidik, sementara
"addaba" menekankan pada melatih, memperbaiki, dan penyempurnaan akhlak
serta berbudi baik. Namun, keduanya jarang digunakan sebagai representasi
penuh dari konsep pendidikan, karena pendidikan seharusnya mencakup aspek
intelektual, moralitas, serta psikomotorik dan afektif.
Dalam konteks Islam, terdapat tiga istilah yang digunakan untuk
menggambarkan pendidikan, yaitu "tarbiyah," "ta‟lim," dan "ta‟dib." Di antara
ketiganya, kata "tarbiyah" dianggap paling sesuai untuk mewakili konsep
pendidikan, karena mencakup arti memelihara, mengasuh, mendidik, mengajar,
dan menanamkan budi pekerti (addaba). Dengan demikian, pendidikan dalam
Islam harus mencakup keseluruhan aspek, termasuk intelektual, moral, dan emosi
(Halim 2002).
6. 2. Aqidah
Aqidah, secara etimologis, berasal dari kata ‘aqdun yang berarti ikatan, dan
dapat dijabarkan sebagai "ma 'uqida 'alaihi al-qalb wa al-dhamir." Ini merujuk
kepada sesuatu yang ditetapkan atau diyakini oleh hati, perasaan, dan hati nurani
seseorang. Aqidah juga berarti sesuatu yang dipercayai dan diyakini
(kebenarannya) oleh manusia. Menurut A. Hasan, aqidah adalah simpulan, yaitu
kepercayaan yang tertanam kuat di dalam hati. Secara istilah, aqidah dapat
diartikan sebagai konsep dasar yang harus diyakini, mengikat (‘aqada), dan
menentukan ekspresi lain dalam penghayatan agama (Teungku Muhammad Hasbi
Ash-Shiddieqy 2009). Oleh karena itu, aqidah berarti kepercayaan atau keyakinan
yang benar-benar menetap dan melekat dalam hati manusia. Syaikh Mahmoud
Syaltout juga mendefinisikan aqidah sebagai aspek teoritis yang harus dipercayai
pertama-tama dan tidak boleh dicampuri oleh syak atau keragu-raguan (Syaltout
1967).
A) Dasar Pendidikan Aqidah
Dasar terpenting dalam pendidikan Aqidah adalah Al-Qur’an dan As-
sunnah, yang memiliki maksud bahwa apa saja yang berasal dari Allah SWT
dan Rasulullah SAW berupa sunnahnya wajib diimani dan diyakini akan
kebenarannya:
1) Al-Qur'an
Al-Qur’an sebagai sumber pendidikan yang pertama dan utama
karena mempunyai nilai absolut yang berasal dari Tuhan. Al-Qur'an
menguraikan penciptaan manusia oleh Tuhan dan juga proses
pendidikan manusia, yang seluruhnya terdapat dalam wahyu-Nya. Al-
Qur'an bukanlah hasil rekayasa manusia, melainkan firman Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang mencakup seluruh
bidang ilmu pengetahuan. Al-Qur'an adalah sumber keilmuan yang
hanya dapat dipahami oleh individu yang memiliki kejiwaan suci dan
7. akal cerdas. Nilai-nilai esensial dalam Al-Qur'an bersifat abadi dan
selalu relevan dalam setiap era, tanpa mengalami perubahan
substansial. Perubahan mungkin hanya terkait dengan interpretasi
nilai-nilai instrumental dan metode pelaksanaannya. Pendidikan Islam
yang ideal harus sepenuhnya mengikuti prinsip-prinsip dasar yang
terdapat dalam Al-Qur'an, tanpa menguranginya (Abdul Mujib dan
Yusuf Mudzakir 2006).
Al-Qur'an adalah panduan yang, jika dipelajari, akan
membantu kita menemukan nilai-nilai yang dapat menjadi pedoman
dalam mengatasi berbagai tantangan kehidupan. Ketika nilai-nilai ini
dipahami dan diterapkan, mereka akan membentuk pikiran, perasaan,
dan tindakan kita, membawa kita lebih dekat kepada realitas iman
yang diperlukan untuk stabilitas dan kedamaian pribadi dan sosial.
Pada dasarnya, ayat-ayat Al-Qur'an membentuk dasar dari seluruh
sistem pendidikan. Meskipun demikian, Abdurrahman Shalih
Abdullah mencatat bahwa banyak orang tidak memahami sepenuhnya
kontribusi pendidikan yang terdapat dalam Al-Qur'an. Hal ini terjadi
karena kesulitan mereka dalam menghubungkan isi Al-Qur'an dengan
konsep pendidikan modern, serta ketiadaan istilah-istilah umum dalam
dunia pendidikan yang eksplisit disebutkan dalam Al-Qur'an.
Sehingga, mereka mungkin salah kaprah dengan menganggap bahwa
Al-Qur'an tidak memiliki pandangan yang jelas tentang pendidikan
(Abdullah 1992).
2) As-Sunnah
Al-Qur'an sebagai sumber utama hukum Islam hanya
mengandung prinsip-prinsip dasar ajaran Islam. Beberapa ayatnya
yang menjelaskan prinsip-prinsip dasar ini secara lebih rinci hanya
berfungsi sebagai contoh dan panduan, menunjukkan bahwa seluruh
isi Al-Qur'an masih memerlukan penjelasan tambahan. Penjelasan
8. lebih lanjut mengenai Al-Qur'an dapat ditemukan dalam Sunnah
Rasul. Sunnah Rasul adalah refleksi dari tindakan dan perilaku Nabi
Muhammad SAW yang harus dijadikan teladan. Ini merupakan alat
pendidikan yang sangat efektif dalam membentuk karakter. Karena Al-
Qur'an bersifat umum dan memerlukan interpretasi, sumber kedua
yang penting setelah Al-Qur'an adalah Sunnah Rasul(Rusn 1998).
B) Metode Pendidikan Aqidah
Metode memiliki peran yang sangat penting dalam segala proses pendidikan
terutama proses pendidikan Islam. Metode merupakan sebuah seni dalam
mentransfer ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh seorang pendidik kepada
peserta didik, dan kesuksesan transfer ilmu sangat bergantung pada metode yang
digunakan. Sudah menjadi realitas bahwa metode penyampaian yang komunikatif
lebih disukai, bahkan jika materi yang disampaikan sederhana, dibandingkan
dengan materi yang menarik tetapi disampaikan dengan metode yang kurang
menarik. Oleh karena itu, pemilihan metode yang tepat sangat memengaruhi
keberhasilan dalam proses pendidikan (Arif 2002).
Hal yang sama berlaku dalam penyampaian pendidikan akidah dalam
keluarga. Orang tua harus menggunakan metode atau cara yang dapat membuat
anak mudah dalam menerima dan sesuai dengan lingkungan keluarga. Dengan
menciptakan suasana dan lingkungan keluarga yang kondusif, pendidikan akidah
bagi anak-anak dapat disampaikan dengan lebih efektif. Dengan demikian,
metode pendidikan akidah dalam keluarga mengacu pada cara untuk mencapai
tujuan pendidikan akidah dalam konteks keluarga (Jeklin 2016). Adapun metode
yang dapat digunakan orang tua dalam menerapkan pendidikan aqidah untuk anak
adalah sebagaik berikut;
9. 1) Keteladanan
Al-Quran sebagai sumber pendidikan Islam dan akidah dalam keluarga
telah mengemukakan konsep keteladanan sebanyak tiga kali, yaitu dalam
surat Al-Mumtahanah ayat 4, ayat 6, dan surat Al-Ahzab ayat 21. Nabi
Ibrahim AS dan Nabi Muhammad SAW diangkat sebagai profil keteladanan.
Keteladanan adalah sesuatu yang patut untuk diikuti dan dijadikan contoh
dalam perilaku, sikap, dan kepribadian (Arif 2002).
Namun, dalam ketiga ayat tersebut, keteladanan selalu dikaitkan dengan
kata "hasanah" yang berarti kebaikan. Sejarah menunjukkan bahwa salah satu
kunci keberhasilan dakwah Nabi Ibrahim dan Nabi Muhammad SAW adalah
keteladanan mereka dalam memberikan pelajaran langsung kepada umat
mereka. Tindakan dan perkataan selalu sejalan, bahkan Nabi Muhammad
SAW sering kali terlebih dahulu menjalankan suatu perintah guna menjadi
teladan, sebelum Rasulullah menyampaikan perintah tersebut kepada
umatnya.
Di era modern ini, metode keteladanan begitu sangat relevan dalam dunia
pendidikan, terutama dalam konteks pendidikan keluarga. Metode
Keteladanan memiliki peran penting dalam mencapai tujuan pendidikan
keluarga dan dalam hal pendidikan akidah. Orang tua merupakan teladan
utama bagi anak-anak mereka, dalam menjaga dan mengamalkan nilai-nilai
akidah dalam lingkungan keluarga.
Pada praktek di dalam pendidikan, anak menunjukkan sebuah
kecenderungan meniru orang tuanya, karena secara psikologis ada suatu
dorongan naluriah untuk meneladaninya. Kualitas agama dan akidah anak
sangat bergantung pada orang tua mereka yang berada di lingkungan terdekat.
Dalam Islam, Lukman Al Hakim adalah contoh bagi orang tua tentang
bagaimana seharusnya mereka membimbing dan menanamkan akidah kepada
10. anak-anak mereka. Lukman Al Hakim tidak hanya memberikan perintah,
tetapi juga menjadi teladan sebagai orang tua (Jeklin 2016).
2) Pembiasaan
Pembiasaan adalah proses yang bertujuan untuk membuat seseorang
menjadi terbiasa. Apabila kita mengaitkannya dengan metode pendidikan
Islam, metode pembiasaan merupakan alat yang efektif untuk membentuk
kebiasaan berpikir, bersikap, dan berperilaku sesuai dengan ajaran agama
Islam pada anak. Metode ini terbukti sangat efektif, terutama pada anak-anak,
karena daya rekam dan ingatan anak yang masih kuat (Arif 2002).
Oleh karena itu, pendidikan penanaman nilai-nilai moral, khususnya
akidah, ke dalam jiwa anak menjadi lebih efektif melalui metode pembiasaan.
Anak-anak memiliki potensi dasar yang dapat dikembangkan, dan lingkungan
berperan penting dalam membentuk serta mengembangkan potensi dasar
tersebut melalui serangkaian kebiasaan yang sesuai dengan tujuan pendidikan
Islam. Proses ini memerlukan waktu dan kesabaran yang cukup panjang.
Kebiasaan seseorang, menurut ilmu psikologi, ternyata sangat terkait erat
dengan figur dan panutan yang mereka pilih. Nashih Ulwan menjelaskan
bahwa dasar pertama dalam metode pembiasaan adalah "fitrah," yaitu potensi
yang dimiliki oleh setiap anak yang baru lahir, yang ia sebut sebagai "keadaan
suci dan bertauhid murni." Oleh karena itu, melalui pembiasaan, diharapkan
anak dapat diarahkan kembali ke jalan tauhid yang murni ini (Ulwan 1992).
Pendapat yang dikutip oleh Nashih Ulwan dari Imam Ghazali menjelaskan
bahwa bayi memiliki hati yang bersih dan suci, dan mereka merupakan
amanat bagi orang tua. Oleh karena itu, hati yang bersih dan suci ini perlu
dibiasakan dengan kebiasaan yang baik agar mereka tumbuh dengan
kebiasaan-kebiasaan yang positif. Dengan demikian, diharapkan bahwa di
masa depan mereka akan mencapai kebahagiaan, baik di dunia maupun
akhirat.
11. Di antara beberapa pembiasan yang dapat dilakukan sebagai latihan untuk
menyampaikan materi-materi ketauhidan dalam keluarga ialah (Jeklin 2016):
a) Membiasakan mengucapkan Kalimat Tauhid seperti Tahmid, Tasbih,
dan Takbir.
b) Melakukan latihan Ibadah seperti Sholat, Zakat, Infaq, Sedekah, dan
Tadarus.
c) Mengawali segala aktifitas dengan berdoa.
3) Nasihat
Dalam jiwa manusia ada sebuah naluri alamiah yang menjadikan mereka
mampu terpengaruh dengan apa yang mereka dengar. Sehingga sebuah
nasihat yang disampaikan orang tua kepada anaknya dapat memberikan
dampak yang besar dalam pendidikan rohani nya (Qutb, n.d.). Metode nasihat
merupakan metode yang telah dicontohkan oleh Luqman dalam menanamkan
aqidah kepada anaknya, dan dijelaskan di dalam Al-Qur’an surat Lukman ayat
13:
ٌ
مْيِ
ظَ
ع ٌ
مْلُظَل َ
كْ
رِ
الش َّ
نِۗا ِ
هٰاللِب ْ
كِ
رْ
شُت َ
ِل َّ
يَنُبٰي هُظِعَي َ
وُ
هَ
و هِنْب ِ
ِل ُ
نٰ
مْ
قُل َ
الَق ْذِاَ
و
Artinya: Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, ketika dia
memberi pelajaran kepadanya ”Wahai anakku! Janganlah engkau
mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah
benar-benar kezaliman yang besar (RI, n.d.).”
Dari penjelasan ayat di atas, menyiratkan pesan kepada kita bahwa nasihat
juga merupakan hal yang harus dilakukan orang tua kepada anaknya. Karena
nasihat kelak akan menjadi pembatas anak ketika akan berbuat kemaksiatan,
nasihat juga dapat menjadi pendorong anak untuk melakukan kebaikan.
12. 4) Pengawasan
Dalam penjelesannya Nashih Ulwan mengungkapkan bahwa dalam
membentuk keyakinan (akidah) anak, diperlukan pengawasan yang konsisten,
sehingga kondisi anak selalu dapat dipantau. Prinsip-prinsip Islam secara
umum mendorong orang tua untuk selalu memantau dan mengontrol
perkembangan anak-anak mereka. Dasar untuk prinsip ini merujuk kepada
firman Allah dalam Al-Quran Surat At-Tahrim ayat 6:
ٰلَ
م اَ
هْيَلَ
ع ُةَ
ارَ
جِ
حْلاَ
و ُ
َّاسنال اَ
هُ
دْ
وُقَّ
و اً
ارَن ْ
مُ
كْيِلْ
هَاَ
و ْ
مُ
كَ
سُ
فْنَا آٰ
ْ
وُق اْ
وُنَ
مٰا َ
نْيِ
ذَّلا اَ
هُّيَآٰٰي
ٌ َ
اِ
ل ٌَ
كَكِٕى
َ
نْ
وُ
رَ
مْ
ؤُي اَ
م َ
نْ
وُلَ
عْ
فَيَ
و ْ
مُ
هَ
رَ
مَا ٰٓاَ
م َهٰالل َ
نْ
وُ
صْعَي َّ
ِل ٌ
ادَ
دِ
ش
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka
kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan.
Seorang pendidik memiliki tanggung jawab untuk melindungi diri,
keluarga, dan anak-anaknya dari ancaman api neraka. Untuk menjalankan
fungsi ini dengan baik, pendidik harus melakukan tiga tindakan utama yaitu
memerintahkan, mencegah, dan mengawasi. Selain mengawasi anak-anaknya,
pendidik juga harus memantau dirinya sendiri agar tidak melakukan kesalahan
yang dapat mengancamnya terhadap api neraka (Ulwan 1992).
Pendidikan akidah dalam lingkungan keluarga harus senantiasa berjalan
dan tidak boleh terputus. Orang tua tidak boleh putus asa atau menyerah,
karena menghentikan pendidikan ini akan menghentikan prosesnya secara
keseluruhan. Selain itu, orang tua juga memiliki tanggung jawab besar dalam
mendidik akidah anak-anak mereka, dan rasa tanggung jawab ini harus
menjadi pendorong utama untuk memberikan perhatian dan pemikiran yang
cukup dalam pendidikan akidah untuk anak-anak (Jeklin 2016).
13. D. Hasil
Proses penerapan aqidah yang terdapat pada keluarga Bapak Arif Nurwijaya
dan Ibu Lily Aulia Yunia kepada anaknya yang bernama Yusuf Sameeh El-
Matiin, melalui beberapa penerapan metode. Metode yang digunakan pada
keluarga tersebut, tidak jauh berbeda dengan metode yang telah peneliti susun
dalam pembahasan. Peneliti telah mengajukan beberapa pertanyaan kepada pihak
keluarga, yang kemudian akan peneliti paparkan dalam bentuk deskriptif sebagai
hasil dari mini research dengan judul “Penanaman Pendidikan Aqidah di
Rumah”.
Metode pertama yang dilakukan oleh keluarga tersebut adalah metode
keteladanan. Dalam metode keteladanan ini, orang tua memiliki peran penting
dalam penanaman aqidah bagi anak, terutama anak usia dini. Karena secara
naluriah, anak usia dini memiliki rasa keingin tauan yang tinggi. Orang tua
diharuskan untuk melakukan segala ibadah baik yang bersifat wajib maupun
sunnah, sehingga sang anak akan tertarik mengikuti ibadah yang dilakukan oleh
orang tuanya. Dalam praktek dilapangan, orang tua yang sering mencontohkan
kebaikan kepada anaknya terutama dalam segi ibadah atau aqidah, akan membuat
anak mengikuti segala kebiasaan tersebut, melalui naluri keingin tauan mereka.
Metode keteladanan sangat berpengaruh kepada metode yang selanjutnya
yaitu metode pembiasaan. Disaat anak telah mengikuti keteladanan yang
dilakukan orang tuanya, maka segala sesuatu yang mereka lakukan terlaksana atas
dasar kesadaran. Orang tua tidak harus menyuruh ataupun memaksa anak untuk
menjalani ibadah wajib maupun sunnah. Karena dalam kesehariannya, anak telah
terbiasa melakukan ibadah atas keteladanan yang dilakukan orang tua. Dalam hal
ini, objek penelitian melakukan pembiasaan dalam beberapa ibadah seperti
membaca Al-Qur’an, sholat jum’at, dan sholat berjamaah di masjid. Ada beberapa
kebiasaan lain yang dilakukan keluarga ini untuk menanamkan aqidah kepada
anaknya, seperti membiasakan anak mengucapkan kalimat tauhid (tasbih, tahmid,
14. dan takbir) dalam beberapa hal, serta membacakan buku cerita yang berkaitan
dengan penanaman tauhid.
Metode yang ketiga adalah penyampaian nasihat, menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia nasihat memiliki arti suatu ajaran ataupun pelajaran yang baik
serta ujaran yang berupa petunjuk, teguran, dan peringatan untuk mencapai
sebuah kebaikan . Dalam hal ini objek keluarga yang diteliti, menerapkan metode
penyampain nasihat dengan cara interaksi dua sisi. Interkasi dua sisi menjadikan
nasihat yang disampaikan tidak berupa penghakiman, melainkan memberikan
pemahaman kepada anak. Penerapan dalam metode penyampaian nasihat, orang
tua lebih memberikan petunjuk dan pemahaman terhadap suatu kejadian,
contohnya disaat orang tua dan anak melihat orang lain tertimpa musibah, maka
orang tua memberikan nasihat terkait kejadian tersebut agar tumbuh rasa
kepedulian dan rasa sayang sesama makhluk hidup.
E. Kesimpulan
Pendidikan aqidah di rumah lebih terfokus kepada keteladan orang tua sebagai
pendidik pertama dan utama bagi anak. Memanfaatkan naluriah anak sejak dini,
yang cenderung mengikuti apa yang dilakukan orang tuanya terlihat lebih efektif
dalam pendidikan aqidah. Anak tidak lagi memerlukan pemaksaan dari orang tua
dalam melaksanakan kewajibannya, karena yang mereka lakukan berawal dari
hanya sekedar pengikut akhirnya menjadi kebiasaan.
Namun manusia juga tidak akan terlepas dari fitrahnya, yang mana dapat
melakukan kesalahan. Sehingga orang tua harus tetap memberikan nasihat-nasihat
kepada anak. Memberikan nasihat tidak hanya berlaku ketika anak melakukan
kesalahan, melainkan sebelum kesalahan tersebut dilakukan, orang tua harus
mampu mencegahnya dengan sebuah nasihat. Dari nasihat yang disampaikan,
orang tua tetap memerlukan pengawasan, agar anak tetap berada dalam kebaikan.
Pengawasan merupakan tanda perhatian serta kehati-hatian orang tua terhadap
anaknya, agar senantiasa terjaga keteguhan aqidahnya.
15. Abdul Mujib dan Yusuf Mudzakir. 2006. “Ilmu Pendidikan Islam,” 32–33.
Abdullah, Abdurrahman Shalih. 1992. Landasan Dan Tujuan Pendidikan Menurut
Al-Qur‟an Dan Implementasinya. Bandung: Diponegoro.
Arif, Armai. 2002. Pengantar Ilmu Dan Metodologi Pendidikan Islam. Ciputat Pers,
Jakarta.
Creswell, J. W., & Poth, C. N. 2018. “Qualitative Inquiry and Research Design:
Choosing among Five Approaches.” Sage Publications.
Habib Mustof, Fika Wahyu Nurita, Fatihah Al Mutamaddinah, Yazida Ichsan. 2022.
“Pendidikan Aqidah Akhlak Dalam Perspektif K . H Ahmad Dahlan Dan K. H.
Hasyim Asy’ari.” Jurnal Pendidikan Tambusai 6 (2): 129–39.
https://jptam.org/index.php/jptam/article/view/4511.
Halim, Abdul. 2002. “Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis Dan
Praktis,” 25.
Jeklin, Andrew. 2016. “Konsep Pendidikan Aqidah Dalam Perspektif Islam,” no.
July: 1–23.
Munawwir, Ahmad Warson. 1989. Kamus Al-Munawwir. Yogyakarta: PP. Al
Munawwir.
Ngulwiyah, Istinganatul, Jurusan Pendidikan, Guru Sekolah, Dasar Universitas,
Sultan Ageng, Wardatul Ilmiah, Jurusan Ilmu, Hukum Universitas, and Sultan
Ageng. 2021. “Pola Asuh Keluarga Dalam Penguatan Aqidah Anak.” Jurnal
Pendidikan Karakter “JAWARA” (JPKJ) 7 (2): 175–87.
Qutb, Sayyid. n.d. “Sistem Pendidikan Dalam Islam,” 334.
Ramayulis. 1994. Ilmu Pendidikan Islam. Kalam Mulia.
RI, DEPAG. n.d. Al-Qur‟an Dan Terjemahnya.
16. Rusn, Abidin Ibn. 1998. Pemkiran Al-Ghozali Tentang Pendidikan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Syaltout, Syaikh Mahmoud. 1967. “Islam Sebagai Aqidah Dan Syari’ah,” 28–29.
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy. 2009. “Sejarah Dan Pengantar Ilmu
Tauhid/Kalam” 32.
Ulwan, Abdullah Nashih. 1992. Pendidikan Anak Dalam Islam : Kaidah Kaidah
Dasar. PT. Remaja RosdaKarya.
Utami, Yeri. 2019. “Metode Pendidikan Aqidah Islam Pada Anak Dalam Keluarga.”
Jurnal Ilmiah Pedagogy 14 (1): 126–42.
http://jurnal.staimuhblora.ac.id/index.php/pedagogy/article/view/10.
Wicaksonowati, U. P. 2022. “Pentingnya Menanamkan Pendidikan Aqidah Sejak
Dini.” Jurnal Pendidikan Profesi Guru Agama Islam 2(4): 379-384.