Hadits ditinjau dari segi kualitas dan kuantitasnya
1. HADITS DITINJAU DARI SEGI KUALITAS DAN
KUANTITASNYA
HADITS DITINJAU DARI SEGI
KUANTITAS DAN KUALITASNYA
Pembagian hadits diperlukan dalam upaya untuk mengklasifikasikan hadits, dari
sisi kuantitas pembagian hadits bertujuan untuk mengetahui jumlah rawi pada tiap
tingkatan sehingga muncul klasifikasi hadits mutawattir dan hadits ahad. Sedangkan
dari sisi kualitas bertujuan untuk mengetahui keontetikan hadits dilihat dari shahih,
hasan, dhaif dan sebagainya.
A. PEMBAGIAN HADITS DARI SEGI KUANTITASNYA
Maksud tinjauan hadits dari segi kuantitasnya, adalah kuantitas atau jumlah
perawi yang ada dalam periwayatan sebuah hadits. Ditinjau dari segi sedikit atau
banyaknya rawi yang menjadi sumber berita, hadits terbagi menjadi dua macam, yaitu
hadits mutawatir dan hadits Ahad.
1. Hadits Mutawatir
a. Pengertian Hadits Mutawatir
Setiap hadits pasti mempunyai rawi yang banyak dari berbagai tingkatan. Jika
sejumlah sahabat yang menjadi rawi pertama suatu hadits itu banyak sekali, rawi yang
kedua (tabi’in), ketiga (tabi’it – tabi’in) dan seterusnya sampai pada rawi yang
mendewankan (membukukan) dalam keadaan yang sama, seimbang atau bahkan
lebih banyak jumlahnya, maka termasuk Hadits Mutawatir.
Diantara salah satu rumusan definisi Hadits Mutawatir, yaitu :
“Suatu hadits
yang diriwayatkan oleh sejumlah rawi yang menurut kebiasaannya mustahil mereka itu
bersepakat untuk berdusta. Kualitas mereka sama dari sanad pertama sampai terakhir
dan tidak ada yang cacat”.
b. Ciri-ciri Hadits Mutawatir
Setelah anda mengkaji pengertian hadits mutawatir di atas, maka akan
menemukan ciri-cirinya, yaitu :
1).Jumlah perawinya banyak yang tidak mungkin berdusta
Menurut Abu Thayyib, minimal 4 orang, mengkiaskan saksi dalam persidangan.
Kelompok Asy-Syafi’i berpendapat, minimal 5 orang mengkiyaskan Nabi-nabi Ulul
Azmi. Sebagian ulama lain menentukan minimal 20 orang berdasar QS. Al-Anfal 65,
yang menjelaskan tentang 20 orang yang tahan uji sehingga dapat mengalahkan 200
orang kafir. Ada pula yang menentukan minimal rawinya berjumlah 40 orang, berdasar
QS. Al-Anfal 64, yaitu jumlah orang mukmin ketika itu.
2).Jumlah rawinya seimbang dalam semua tingkatan
Dengan demikian jika misalnya suatu hadits diriwayatkan oleh 10 sahabat, kemudian
diterima oleh 5 orang tabi’in dan seterusnya hanya diriwayatkan oleh 2 orang tabi’it
tabi’in, maka tidak termasuk hadits mutawatir.
2. 3).Berdasarkan Tanggapan Panca Indra
Maksudnya warta yang disampaikan itu benar-benar hasil pendengaran atau
penglihatannya sendiri bukan hasil pemikiran atau teori yang mereka temukan.
c. Kedudukan Hadits Mutawatir
Keadilan dan kedhabitan (kuat ingatan) dari para perawi hadits mutawatir itu
sudah tidak diragukan lagi, sehingga mereka tidak mungkin untuk berbohong dalam
membawa berita dari Nabi SAW. Karena itu para ulama sepakat bahwa hadits
mutawatir memberi dampak pada faedah ilmu dharury, yakni keharusan untuk
menerima bulat-bulat berita dalam hadits tersebut secara pasti (qath’y wurud). Dengan
demikian hadits mutawatir menduduki tingkatan teratas dibandingkan dengan hadits-
hadits yang lainnya.
d. Pembagian Hadits Mutawatir
Ulama ushul membagi hadits mutawatir menjadi dua bagian, yaitu mutawatir
lafdy dan mutawatir ma’nawy. Adapun yang dimaksud dengan mutawatir lafdy ialah
hadits yang diriwayatkan oleh orang banyak dan susunan redaksi serta maknanya
benar-benar sama antara riwayat yang satu dengan lainnya. Sedang Mutawatir
Maknawy, ialah hadits yang rawinya banyak, tetapi redaksi pemberitaannya berbeda-
beda, hanya prinsip dan maknanya saja yang ada kesamaan.
Contoh hadits mutawatir lafdhy, antara lain :
Menurut Abu bakar Al-Bazzar, hadits tersebut diriwayatkan oleh 40 orang sahabat, dan
sebagian ulama mengatakan bahwa hadits tersebut diriwayatkan oleh 62 orang
sahabat dengan susunan redaksi dan makna yang sama.
2. Hadits Ahad
a. Pengertian dan Kedudukan Hadits Ahad
Ulama Muhaditsin memberikan definisi
“Yaitu, Hadits yang
tidak mencapai derajat mutawatir”.
b. Klasifikasi Hadits Ahad
Berdasarkan sedikit dan banyaknya para perawi yang terdapat pada tiap-tiap
tingkatan (thabaqat), maka hadits Ahad dapat dibagi menjadi tiga, yaitu hadits
masyhur, hadits aziz dan hadits gharib.
1). Hadits Masyhur
3. Hadits Masyhur ialah hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih, tetapi
belum mencapai derajat mutawatir.
Contoh hadits masyhur
Menurut ulama Fiqh, hadits Masyhur itu Murodif (disebut juga) Hadits Mustafid.
Namun sebagian yang lain berpendapat bahwa hadits Masyhur itu lebih umum
daripada hadits Mustafid. Dalam hadits Mustafid jumlah rawi harus sama dalam setiap
tingkatannya, sementara pada hadits Masyhur tidak harus sama.
Dilihat dari segi makna Masyhur berarti terkenal atau populer. Maka ulama hadits
membagi hadits Masyhur dari segi maknanya menjadi tiga kelompok, yaitu :
a) Masyhur di kalangan Muhadditsin dan lainnya.
b) Masyhur di kalangan para ahli disiplin keilmuan tertentu. Misalnya hanya terkenal di
kalangan Muhadditsin, Fuqaha’, ahli nahwu, tasawuf dan lain
c) Masyhur hanya di kalangan umum
4. 2). Hadits Aziz
Aziz secara bahasa berarti mulia atau kuat dan juga berarti jarang, menurut istilah
Hadits aziz adalah hadits yang diriwayatkan dua orang perawi walaupun dua orang
perawi tersebut berada dalam satu tingkatan saja., kemudian setelah itu orang-orang
meriwayatkannya.
Contoh hadits ini adalah :
3). Hadits Gharib
Contoh Hadits Gharib :
Hadits Gharib yaitu “hadits yang dalam sanadnya terdapat seseorang yang
menyendiri dalam meriwayatkan, dimana saja penyendirian dalam sanad itu terjadi”.
Maksudnya penyendirian itu bisa jumlah personalianya atau sendiri dalam sifat atau
keadaannya perawi-perawi lainnya yang meriwayatkan hadits tersebut.
Penyendirian dalam personalianya disebut Gharib Mutlak, sedang penyendirian
mengenai sifat-sifat atau keadaan tertentu seorang rawi. Misalnya ketsiqahan, tempat
tinggal, rawi tertentu, maka disebut Gharib Nisby.
Mayoritas ulama sependapat bahwa hadits ahad
yang maqbul (bisa diterima) dalam arti shahih, bisa digunakan sebagai dasar hukum
Islam, dan wajib diamalkan. Adapun yang berkaitan dengan akidah ada beberapa
pendapat yang netral, hadits ahad yang telah memenuhi syarat (shahih) dapat
dijadikan hujjah / dalil untuk masalah akidah asal hadits tersebut tidak bertentangan
dengan al-Qur’an, dan hadits-hadits lain yang lebih kuat, dan tidak bertentangan
dengan akal sehat.
Pembagian hadits dari segi kuantitas ini sekedar untuk mengetahui sedikit atau
banyaknya sanad, bukan untuk menentukan diterima atau tidaknya hadits. Karena itu
5. kita perlu pula mengetahui materi berikutnya yang akan membahas tentang kualitas
hadits.
B. PEMBAGIAN HADITS DARI SEGI KUALITASNYA
Ditinjau dari segi kualitas, para ulama membagi tiga bagian, yaitu
hadits Shahih, hadits Hasan dan haditsDha’if :
1. Hadits Shahih
a. Pengertian Hadits Shahih
Menurut Ulama Muhadditsin, hadits shahih yaitu
“Hadits yang dinukil (diriwayatkan) oleh rawi yang adil, sempurna ingatannya,
bersambung sanadnya, tidak ber’illat dan tidak janggal”.
Dengan pengertian tersebut, maka ada lima syarat untuk disebut hadits shahih,
yaitu :
1). Rawinya bersifat adil
Menurut Ibnus-Sam’any, seorang rawi bisa disebut adil bila :
a) Menjaga ketaatan dan menjauhi kemaksiatan kepada Allah
b) Menjauhi dosa-dosa kecil
c) Meninggalkan perbuatan mubah yang dapat menggugurkan iman kepada Qadar dan
menjadikan penyesalan
d) Tidak mengikuti salah satu mazhab yang bertentangan dengan dasar syara’.
Sedang Muhyiddin Abdul Hamid menjelaskan bahwa adil berarti :
a) Islam
b) Mukallaf
c) Selamat dari sebab-sebab yang menjadikan seseorang fasik dan mencacatkan
kepribadiannya.
2). Sempurna ingatannya (dhabit)
Maksudnya daya ingatannya kuat, dari awal menerima hadits hingga disampaikan
kepada orang lain tidak ada yang lupa. Sanggup dikeluarkan dimana dan kapan saja
dikehendaki. Jika demikian, maka disebut Dhabit Shadran. Sedang bila keutuhan
hadits yang disampaikan itu berdasar pada buku catatan (teks book), maka
disebut Dhabit Kitabah. Adapun rawi yang memiliki sifat adil dan Dhabit disebut “Rawi
Tsiqah” (dapat dipertanggung jawabkan).
3). Sanadnya tidak terputus
Maksudnya sanadnya bersambung, tidak ada yang terputus, karena tiap-tiap rawi
dapat saling bertemu dan menerima langsung dari guru yang memberinya.
4). Tidak mempunyai ‘illat
Selamat dari illat (penyakit) hadits, yaitu penyakit yang samar-samar yang dapat
menodai kesahihan suatu hadits. Misalnya, meriwayatkan hadits
secara Muttasil (bersambung) terhadap haditsMursal (gugur seorang sahabat yang
meriwayatkannya) atau terhadap hadits Munqathi’ (gugur salah seorang rawinya).
Demikian juga dapat dianggap illat hadits, jika ada sisipan dalam matan haditsnya.
5). Tidak janggal
Maksudnya hadits yang rawinya maqbul (dapat diterima periwayatannya) tersebut
tidak bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang lebih rajih (kuat),
disebabkan dengan adanya kelebihan jumlah sanad atau kelebihan dalam kedhabitan
rawinya atau adanya segi-segi tarjih yang lainnya.
b. Klasifikasi Hadits Shahih
Hadits Shahih terbagi menajdi dua bentuk, yaitu :
6. 1). Shahih li-Dzatihi (لذاته ,)صحيح yaitu hadits shahih yang secara sempurna terpenui kriteria
persyaratan tersebut di atas. Hadits shahih li dzatihi tingkatannya bisa turun menjadi
Hasan li zatihi ketikakedhabitan seorang rawi kurang sempurna.
2). Shahih Lighairih (لغيره ,)صحيح yaitu hadits yang rawinya kurang hafizd dan dhabit (hasan
Lizzatih), namun ada sanad lain yang serupa atau lebih kuat, sehingga dapat menutupi
kekurangan-kekurangannya.
c. Martabat Hadits Shahih
Di dalam hadits shahih sendiri terdapat tingakatan-tingkatan berdasarkan
kedhabitan dan keadilan para perawinya, yaitu :
1). االساند اصح (sanadnya paling shahih, misalnya bagi Imam Bukhari adalah Malik, Nafi’
dan Ibnu Umar, bagi Imam An-Nasa’I adalah Ubaidillah Ibnu ‘Abbas dan Umar bin
Khattab).
2). عليه متفق (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim).
3). البخارى رواه (Hadits riwayat Imam Bukhari)
4). مسلم رواه (Hadits riwayat Imam Muslim)
5). ومسلم البخارى شراط (menurut syarat-syarat Imam Bukhari dan Muslim)
6). البخارى شرط على صحيح (Shahih memenuhi syarat Imam Bukhari)
7). مسلم شرط على صحيح (Shahih memenuhi syarat Imam Muslim)
8). Hadits yang ditakhrij dengan tidak menggunakan syarat Bukhari dan Muslim.
2. Hadits Hasan
Menurut bahasa, hadits hasan adalah hadits yang baik. Menurut istilah hadits
hasan adalah hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, sanadnya bersambung,
tidak mengandung ilat, dan tidak janggal, namun rawinya kurang dhabit (kurang baik
tingkat hapalannya).
Hadits hasan adalah hadits yang memenuhi semua syarat-syarat hadits shahih,
hanya saja seluruh atau sebagian perawinya kurang dhabit. Dengan demikian
perbedaan hadits shahih dan hadits hasan terletak pada tinggi atau rendahnya
kedhabitan seorang rawi. Hadits hasan terbagi menjadi dua, yaitu :
a. Hasan Lizzatihi. Maksudnya hadits itu telah memenuhi syarat-syarat hadits hasan.
b. Hasan Lighairihi, Maksudnya hadits itu sanadnya ada yang dirahasiakan (Mastur),
tidak jelas keahliannya, namuan mereka bukan pelupa, tidak banyak salah dan tidak
dituduh dusta dalam periwayatannya. Pada mulanya hadits hasan ligahirih itu adalah
hadits dha’if, namun karena ada dukungan sanad lain yang memperkuat, maka naik
tingkatannya menjadi hadits Hasan.
Hadits hasan ini bisa dijadikan sebagai dasar sumber hukum Islam, namun
tingkatannya di bawah hadits shahih.
3. Hadits Dha’if
Dha’if artinya “lemah”. Adapun yang disebut hadits dha’if adalah hadits yang
kehilangan satu atau lebih syarat-syarat hadits shahih atau hadits hasan.
Pada dasarnya hadits dha’if itu disebabkan dua alasan, yaitu :
a. Karena sanadnya tidak muttasil (bersambung)
Nama hadits dhaif karena alasan / sebab tidak muttasilnya sanad antara lain ;
hadits mursal, hadits munqati’, hadits mu’adhdhal, hadits mudallas, dan hadits muallal.
b. Karena faktor lain misal dari matan
Nama hadits dhaif karena alasan / sebab ini antara lain hadits mudha’af, hadits
mudhtharib, hadits maqlub, hadits mungkar, hadits matruk, dan hadits mathrub.
Menurut para Muhadditsin, sebab-sebab tertolaknya hadits sebagai sumber
hukum bisa ditinjau dari dua faktor, yaitu Sanad dan matannya.
1. Faktor Sanad
Dari faktor sanad ini bisa karena rawinya cacat dan bisa pula tertolak karena sanadnya
tidak bersambung.
7. a. Rawi Cacat
Rawi hadits yang cacat dari keadilan dan kedhabitan haditsnya disebut
- Mandhu’ (rawinya dusta)
- Matruk (tertuduh dusta)
- Munkar (fasik, banyak salah, lengah dalam hafalan)
- Mu’allal (banyak prasangka)
- Mudraj (penambahan suatu sisipan)
- Maqlub (memutarbalikkan)
- Mudhtharib (menukar-nukar rawi hadits)
- Muharraf (mengubah syakal - huruf)
- Mushahhaf (mengubah titik dan kata)
- Mubham (tidak diketahui identitasnya)
- Mardud (penganut Bid’ah)
b. Sanadnya tidak bersambung
Hadits yang sanadnya gugur atau tidak bersambung haditsnya disebut
- Mu’allaq (gugur pada sanad pertama)
- Mursal (gugur pada sanad terakhir / shahabat)
- Mu’dhal (gugur dua orang rawi atau lebih berurutan)
- Munqhati’ (gugurnya rawi tidak berurutan)
2. Faktor Matan
Hadits yang tertolak dari faktor matan hadits, maka haditsnya bisa karena berupa
hadits
- Mauquf (disandarkan kepada sahabat)
- Maqthu’ (disandarkan kepada tabi’in).
Para ulama berbeda pendapat tentang penggunaan hadits dha’if sebagai hujjah
(dasar hukum) atau sebagai amalan kebaikan. Pendapat pertama, menolak sama
sekali menggunakan hadits dha’if. Baik untuk mendorong berbuat kebajikan maupun
dalam penetapan hukum. Kedua, menerima secara utuh hadits dha’if.Ketiga, menolak
sebagai hujjah (dasar hukum) dan menerima sekedar untuk memotifasi berbuat
kebajikan dan nasehat asalkan haditsnya tidak terlalu janggal dan ada penguat dari
hadits yang lainnya.
Dari ketiga pendapat tersebut, yang paling selamat adalah pendapat pertama,
karena penuh dengan ihtiyat dan kehati-hatian agar tidak terjebak dalam perbuatan
bid’ah.
Diposkan 5th March 2013 oleh M. Arifin
B. Hadis Hasan
1. Pengertian Hadis Hasan
Hadis hasan ialah hadis yang sanadnya bersambung, oleh penukil yang ‘adil namun kurang ke-dhabit-annya (tidak terlalu kuat ingatannya) serta terhindar
dari Syaz dan illat.[12]
Perbedaan antara hadis Hasan dengan Shahih terletak pada dhabit yang sempurna untuk hadis shahih dan dhabit yang kurang untuk hadis hasan[13]
Ibn Hajar sebagaimana dinukil Mahmud Thahhan dalam Musthalah Hadis mengemukakan bahwa khabar ahad yang diriwayatkan oleh perawi yang adil lagi
sempurna ke-dhabithan-nya, mutthashil tanpa syaz dan illat. Itulah yang disebut shahih li dzatihi. Bila kedhabithannya kurang maka itulah hadis hasan li
dzatihi[14]
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hadis hasan adalah hadis yang memenuhi syarat-syarat hadis shahih seluruhnya, hanya saja semua perawi atau
sebagiannya, kurang ke-dhabitan-nya dibanding dengan perawi hadis shahih. [15]
Berdasarkan pada pengertian-pengertian yang telah dikemukakan diatas, para ulama hadis merumuskan kriteria hadis hasan, kriterianya sama dengan hadis
shahih, Hanya saja pada hadis hasan terdapat perawi yang tingkat kedhabitannya kurang atau lebih rendah dari perawi hadis shahih.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hadis hasan mempunyai kriteria sebagai berikut:
a. Sanad hadis harus bersambung.
b. Perawinya adil
c. Perawinya mempunyai sifat dhabit, namun kualitasnya lebih rendah (kurang) dari yang dimiliki oleh perawi hadis shahih
d. Hadis yang diriwayatkan tersebut tidak syaz
e. Hadis yang diriwayatkan terhindar dari illat yang merusak (qadihah)[16]
8. 2. Pembagian Hadis Hasan
Hadis hasan dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Hadis hasan li dzatihi
Hadis hasan li dzatihi adalah hadis yang dengan sendirinya telah memenuhi kriteria hadis hasan sebagaimana tersebut diatas, dan tidak memerlukan
riwayat lain untuk mengangkatnya ke derajat hasan.
b. Hadis hasan li ghairihi
Hadis hasan li ghairihi adalah hadis dha’if apabila jalan (datang)-nya berbilang (lebih dari satu), dan sebab-sebab kedha’ifannya bukan karena perawinya
fasik atau pendusta.[17]
Dengan demikian hadis hasan li ghairihi pada mulanya merupakan hadis dha’if, yang naik menjadi hasan karena ada riwayat penguat, jadi dimungkinkan
berkualitas hasan karena riwayat penguat itu, seandainya tidak ada penguat tentu masih berstatus dha’if.
Imam adz-Zahaby mengatakan, tingkat hasan tertinggi adalah riwayat Bahz ibn Hukaim dari bapaknya dari kakeknya, Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari
kakeknya, Ibn Ishaq dari at-Taimy dan sanad sejenis yang menurut para ulama dikatakan sebagai sanad shahih, yakni merupakan derajat shahih terendah.[18]
Contoh hadis hasan:
ٍدَبْعَم ْنَع ، َيمياهَرْبيإ ُنْب ُدْعَس يَِنأَبَْنأ َالَق ،ُةَبْعُش اَنَثَّدَح ، ُنَّافَع اَنَثَّدَحاييدَُُي اَمَّلَقُةَييواَعُم َناَك: َالَق ، يي
ينَهُْْلْنَع ُث
َدَي اَمَّلَق ياتَميلَكْلا يالءُؤَه ُلوُقَيَو اًئْيَش َمَّلَسَو يهْيَلَعَُّاَّلل ىَّلَص يَّاَّلل يولُسَرال ينَع يعَمُْْلا يِف َّنييِب ُثييدَُُي َْوأ ، َّنُهُعيييَّبن
َو يهْيَلَع َُّاَّلل ىَّلَص، ينيييدال يِف ُّهييقَفُي اًرْيَخ يهيب َُّاَّلل يديرُي ْنَم : َالَق ، َمَّلَسَ
يب ُهْذُخْأَي ْنَمَف ٌريضَخ ٌوْلُح الَمْلا اَذَه َّنيإَويهييق
)أمحداهو.(رُحْبَّالذ َُّهنيإَف َحُادَمَّالتَو ْمُكاَّييإَو ، ييهيف ُهَل ْكَارَبُي
Hadis tersebut diatas bersambung sanadnya dan semua perawinya termasuk orang-orang terpercaya kecuali Ma’bad al-Juhany menurut adz-
Zahaby,Ma’bad termasuk orang yang kurang ke-‘adilan-nya.[19]
Contoh hadis shahih li ghairihi:
ْب يريامَع َنْب يَّاَّلل َدْبَع ُتْعيََس الَق ، يَّاَّلل يدْيَبُع ينْب يمياصَع ْنَع ، ُةَبْعُش اَنَثَّدَحَر ينَب ْنيم ًةَأَرْام ََّنأ : ييهيبَأ ْنَع ، َةَيعيبَةَارَزَف ين
ييضََرأ ": َمَّلَسَو يهْيَلَع َُّاَّلل ىَّلَص يَّاَّلل ُلوُسَر َالَقَف . يْْيَلْعَن ىَلَع ْتَجَّوَزَتَن : ْتَلاَق "؟ يْْيَلْعَنيب يكيالَمَو يك يسْفَن ْنيم يتْمَع
الرتم اهو.(ر ُهَازََجأَف : َالَق .)ذي
Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dari jalur Syu’bah dari ‘ashim bin ‘Ubaidillah,dari Abdillah bin Amir bin Rabi’ah, dari ayahnya bahwasanya seorang wanita dari bani
Fazarah menikah dengan mahar sepasang sandal.
Kemudian at-Tirmidzi berkata,”pada bab ini juga diriwayatkan (hadis yang sama) dari ‘Umar, Abi Hurairah,Aisyah dan Abi Hadrad.”Jalur ‘Ashim didha’ifkan
karena buruk hafalannya, kemudian hadis ini dihasankan oleh at-Tirmidzy melalui jalur riwayat yang lain.[20]
Hadis dha’if dapat ditingkatkan derajatnya ke tingkat hasan dengan dua ketentuan,yaitu:
a) hadis tersebut diriwayatkan oleh perawi yang lain melalui jalan lain, dengan syarat bahwa perawi (jalan) yang lain tersebut sama kualitasnya atau lebih
baik dari padanya.
b) bahwa sebab kedha’ifannya karena keburukan hafalan perawinya, putusnya sanad.serta adanya periwayat yang tak dikenal.[21]
Jadi hadis dha’if yang bisa naik kedudukannya menjadi hadis hasan hanyalah hadis-hadis yang tidak terlalu lemah, sementara hadis yang terlalu lemah seperti
hadis munkar, hadis matruk betapapun syahid dan muttabi’ kedudukannya tetap saja dha’if, tidak bisa berubah menjadi hasan.
3. Kehujjahan Hadis Hasan.
Hadis hasan sebagaimana kedudukannya hadis shahih, meskipun derajatnya dibawah hadis shahih, adalah dapat dijadikan sebagai hujjahdalam penetapan
hukum maupun dalam beramal.
Para ulama hadis dan ulama ushul fiqh, serta para fuqaha sependapat tentang kehujjahan hadis hasan ini.[22]
4. Kitab-kitab Yang Memuat Hadis Hasan
Ulama yang mula-mula membagi hadis sebagai hadis shahih, hasan dan dha’if adalah Imam at-Tirmidzy, sehingga wajar jika Imam at-Tirmidzy memiliki
peran dalam menghimpun hadis-hadis hasan. Diantara kitab-kitab yang memuat hadis hasan adalah[23]:
a. Sunan at-Tirmidzy
b. Sunan Abu Daud
c. Sunan ad-Dar Quthny
C. Hadis Dhaif
1. Pengertian dan Pembagian Hadis Dha’if
Dha’if menurut bahasa adalah lawan dari kuat. Dha’if ada dua macam, yaitu lahiriyah dan maknawiyah. Sedangkan yang dimaksud disini adalah dha’if
maknawiyah.
Hadis dhaif menurut istilah adalah “hadis yang didalamnya tidak didapati syarat hadis shahih dan tidak pula didapati syarat hadis hasan.”[24]
Diantara para ulama terdapat perbedaan rumusan dalam mendefinisikan hadis dhaif ini, akan tetapi pada dasarnya isi dan maksudnya sama.
An-Nawawi mendefinisikannya dengan:
9. “hadis yang didalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadis shahih dan syarat-syarat hadis hasan”[25]
As-Suyuthi mendefinisikan hadis dhaif adalah:
“Hadis yang hilang salah satu syarat atau keseluruhan dari syarat-syarat hadis maqbul, atau dengan kata lain hadis yang tidak terpenuhi didalamnya syarat-
syarat hadis maqbul”
Hadis dhaif apabila ditinjau dari segi sebab-sebab kedhaifannya, maka dapat dibagi kepada dua bahagian, pertama: Dhaif disebabkan karena tidak
memenuhi syarat bersambungnya sanad. Kedua: Dhaif karena terdapat cacat pada perawinya.
Dhaif disebabkan karena tidak memenuhi syarat bersambungnya Sanad. Dhaif jenis ini di bagi lagi menjadi :
1) Hadis Mu’allaq
Hadis mu’allaq yaitu hadis yang pada sanadnya telah dibuang satu atau lebih rawi baik secara berurutan maupun tidak. Contohnya pada hadis yang
diriwayatkan oleh Bukhari:
األنبيأ بْي اوضل تفا "ال النىب عن هريرة أىب عن سلمة أىب عن الزهرى عن مالك قال
Dikatakan Muallaq karena Imam bukhari langsung menyebut Imam Malik padahal ia dengan Imam Malik tidak pernah bertemu. Contoh lain adalah,
الهوأح كلعلى هللا يذكر النىب كانالعائشة قالت ألبخارى قال
Disini Bukhari tidak menyebutkan rawi sebelum Aisyah
2) Hadis Mursal
Hadis mursal menurut istilah adalah hadis yang gugur perawi dari sanadnya setelah tabi’in, seperti bila seorang tabi’in mengatakan,”Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam bersabda begini atau berbuat seperti ini”[26]. Contoh hadits ini adalah:
أبيه عن حممد بن جعفر عن مالك قالالشاهدو باليمن قضى هللا رسول أن
Disini Muhammad bin Ali Zainul Abidin tidak menyebutkan sahabat yang menjadi perantara antara nabi dan bapaknya.
3) Hadis Munqathi'
Hadis munqathi’ menurut istilah para ulama hadis mutaqaddi min sebagai “hadis yang sanadnya tidak bersambung dari semua sisi”. Sedangkan menurut para
ulama hadis mutaakhkhirin adalah ”suatu hadis yang ditengah sanadnya gugur seorang perawi atau beberapa perawi tetapi tidak berturut-turut” [27]
Contoh hadits ini adalah;
ب أباوليتموها إنمرفوعا حذيفه عن يثيع بن زيد عن إسحاق أىب عن الثورى عن اقزالر عبد اهور ماأمْي فقوى كر
Riwayat yang sebenarnya adalah Abdul Razak meriwayatkan hadis dari Nukman bin Abi Saybah al-Jundi bukan dari Syauri. Sedangkan Syauri tidak
meriwayatkan hadis dari Abi Ishak, akan tetapi ia meriwayatkan hadits dari Zaid. Dari riwayat yang sesungguhnya kita dapat mengetahui bahwa hadits di atas
adalah termasuk hadis yang munqthi’.
4) Hadis Mu'dhal
Hadis mu’dhal menurut istilah adalah “ hadis yang gugur pada sanadnya dua atau lebih secara berurutan.”[28].
Contohnya :
Diriwayatkan oleh al-Hakim dengan sanadnya kepada al-Qa’naby dari Malik bahwasanya dia menyampaikan, bahwa Abu Hurairah berkata, “rasulullah
bersabda,
" طيقُي ما إال العمل من فيلكُي ال ، باملعروف كسوتهو طعامه للمملوك
Al-Hakim berkata,” hadis ini mu’dhal dari Malik dalam kitab al-Muwaththa’., Letak ke-mu’adalahan-nya karena gugurnya dua perawi dari sanadnya yaitu
Muhammad bin ‘Aljan, dari bapaknya. Kedua perawi tersebut gugur secara berurutan[29]
5) Hadis Mudallas
Yaitu hadits yang diriwayatkan dengan menghilangkan rawi diatasnya. Tadlis sendiri dibagi menjadi beberapa macam;
a. Tadlis Isnad, adalah hadis yang disampaikan oleh seorang perawi dari orang yang semasa dengannya dan ia betemu sendiri dengan orang itu namun ia
tidak mendengar hadis tersebut langsung darinya. Apabila perawi memberikan penjelasan bahwa ia mendengar langsung hadis tersebut padahal kenyataannya
tidak, maka tidak tidak termasuk mudallas melainkan suatu kebohongan/ kefasikan.
b. Tadlis qath’i : Apabila perawi menggugurkan beberapa perawi di atasnya dengan meringkas menggunakan nama gurunya atau misalnya perawi mengatakan
“ telah berkata kepadaku”, kemudian diam beberapa saat dan melanjutkan “al-Amasi . . .” umpamanya. Hal seperti itu mengesankan seolah-olah ia mendengar
dari al-Amasi secara langsung padahal sebenarnya tidak. Hadist seperti itu disebut juga dengan tadlis Hadf (dibuang) atau tadlis sukut (diam dengan tujuan
untuk memotong).
c. Tadlis ‘Athaf (merangkai dengan kata sambung semisal “Dan”). Yaitu bila perawi menjelaskan bahwa ia memperoleh hadis dari gurunya dan
menyambungnya dengan guru lain padahal ia tidak mendengar hadis tersebut dari guru kedua yang disebutnya.
d. Tadlis Taswiyah : apabila perawi menggugurkan perawi di atasnya yang bukan gurunya karena dianggap lemah sehingga hadis tersebut hanya diriwayatkan
oleh orang-orang yang terpercaya saja, agar dapat diterima sebagai hadis shahih. Tadlistaswiyah merupakan jenis tadlis yang paling buruk karena
mengandung penipuan yang keterlaluan.
e. Tadlis Syuyukh: Yaitu tadlis yang memberikan sifat kepada perawi dengan sifat-sifat yang lebih dari kenyataan, atau memberinya nama
dengan kunyah (julukan) yang berbeda dengan yang telah masyhur dengan maksud menyamarkan masalahnya. Contoh: Seseorang mengatakan: “Orang yang
sangat alim dan teguh pendirian bercerita kepadaku, atau penghafal yang sangat kuat hafaleannya brkata kepadaku”.
f. Termasuk dalam golongan tadlis suyukh adalah tadlis bilad (penyamaran nama tampat). Contoh: Haddatsana fulan fi andalus (padahal yang dimaksud
adalah suatu tempat di pekuburan). Ada beberapa hal yang mendasari seorang perawi melakukan tadlis suyukh, adakalanya dikarenakan gurunya lemah
hingga perlu diberikan sifat yang belum dikenal, karena perawi ingin menunjukkan bahwa ia mempunyai banyak guru atau karena gurunya lebih muda usianya
hingga ia merasa malu meriwayatkan hadis darinya dan lain sebagainya.
Dhaif karena terdapat cacat pada perawinya
Sebab-sebab cela pada perawi yang berkaitan dengan ke’adalahan perawi ada lima, dan yang berkaitan dengan kedhabithannya juga ada lima.
Adapun yang berkaitan dengan ke’adalahannya, yaitu: a) Dusta, b) Tuduhan, c) berdusta, d) Fasik, e) bid’ah, f) al-Jahalah (ketidakjelasan)
Adapun yang berkaitan dengan ke’adalahannya, yaitu: a) kesalahan yang, sangat buruk, b) Buruk hafalan, c) Kelalaian, d) Banyaknyaw aham, e) menyelisihi
para perawi yang tsiqah
Dan berikut ini macam-macam hadis yang dikarenakan sebab-sebab diatas:
1) Hadis Maudhu'
Hadis maudhu’ adalah hadis kontroversial yang di buat seseorang dengan tidak mempunyai dasar sama sekali. Menurut Subhi Shalih adalah khabar yang di
buat oleh pembohong kemudian dinisbatkan kepada Nabi.karena disebabkan oleh faktor kepentingan.[30] Contohnya adalah hadis tentang keutamaan
bulan rajab yang diriwayatkan Ziyad ibn Maimun dari shabat Anas r.a:
10. خري فيه يرتجب ألنه قال رجب َسي مل هللا يارسول قيلكثرب
Menurut Abu Dawud dan Yazid ibn Burhan, Ziyad ibn Maimun adalah seorang pembohong dan pembuat hadis palsu.
2) Hadis Matruk
Hadis matruk adalah hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang disangka suka berdusta.[31] Contoh hadis ini adalah hadis tentang qadha' al hajat yang
diriwayatkan oleh Ibn Abi Dunya dari Juwaibir ibn Sa'id al Asdi dari dhahak dari Ibn 'Abbas.
مص مينع فانهاملعروف باصطناع عليكم النب قالاخل ... السوء عار
Menurut an Nasa'i dan Daruqutni, Juwaibir adalah orang yang tidak dianggap hadisnya.
3) Hadis Munkar
Hadis munkar adalah hadits yang diriwatkan oleh perawi yang dhaif, yang menyalahi orang kepercayaan.[32] perawi itu tidak memenuhi syarat biasa dikatakan
seorang dhabit. Atau dengan pengetian hadis yang rawinya lemah dan bertentangan dengan riwayat rawi tsiq ah. Munkar sendiri tidak hanya sebatas pada
sanad namun juga bisa terdapat pada matan.
4) Hadis Majhul
a. Majhul 'aini : hanya diketahui seorang saja tanpa tahu jarh dan ta'dilnya.Contohnya hadis yang diriwayatkan oleh Qutaibah ibn Sa'ad dari Ibn Luhai'ah dari
Hafs ibn Hasyim ibn 'utbah ibn Abi Waqas dari Saib ibn Yazid dari ayahnya Yazid ibn Sa'id al Kindi
داود ايب اخرجه .بيده وجهه مسح يديه فرفع دعا اذا كانالنب ان
Hanyalah Ibn Luhai'ah yang meriwayatkan hadis dari Hafs ibn Hasyim ibn 'utbah ibn Abi Waqas tanpa diketahui jarh danta'dilnya.
b. Majhul hali : diketahui lebih adari satu orang namun tidak diketahui jarh dan ta'dilnya.contoh hadis ini adalah hadisnya Qasim ibn Walid dari Yazid ibn
Madkur.
البيهقى اخرجه .لوطيا رجم عنه هللا رضي عليا ان
Yazid ibn Madkur dianggap majhul hali.
5) Hadis Mubham
Hadis mubham yaitu hadis yang tidak menyebutkan nama orang dalam rangkaian sanad-nya, baik lelaki maupun perempuan.[33]C ontohnya adalah hadis Hujaj
ibn Furadhah dari seseorang (rajul), dari Abi Salamah dari Abi Hurairah.
اخرج لئيمز خب الفاجرو كرميغر املؤمن هللا ل رسو قالداود ابو ه
6) Hadis Syadz
Hadis syadz yaitu hadis yang beretentangan dengan hadis lain yang riwayatnya lebih kuat[34].
7) Hadis maqlub
Yang dimaksud dengan hadis maqlub ialah yang memutar balikkan (mendahulukan) kata, kalimat, atau nama yang seharusnya ditulis di belakang, dan
mengakhirkan kata, kalimat atau nama yang seharusnya didahulukan.
8) Hadis mudraj
Secara terminologis hadits mudraj ialah yang didalamnya terdapat sisipan atau tambahan, baik pada matan atau pada sanad. Pada matan bisa berupa
penafsiran perawi terhadap hadits yang diriwayatkannya, atau bisa semata-mata tambahan, baik pada awal matan, di tengah-tengah, atau pada akhirnya.
9) Hadis mushahaf
Hadits mushahaf ialah yang terdapat perbedaan dengan hadis yang diriwayatkan oleh orang kepercayaan, karena di dalamnya terdapat beberapa hur uf yang di
ubah. Perubahan ini juga bisa terjadi pada lafadz atau pada makna, sehingga maksud hadis menjadi jauh berbeda dari makna dan maksud semula.
Selain hadis diatas masih terdapat beberapa hadits lagi yang termasuk dha'if antara lain, mudhtharab, mudha'af , mudarraj, mu'allal, musalsal, mukhtalith untuk
lebih jelasnya dapat dilihat dalam buku Hasby as-Shiddieqy; Pokok-pokok dirayah ilmu hadis dan juga ‘Ajjaj al-Khotib; Ushul al-hadits