SlideShare a Scribd company logo
1 of 56
REFARAT 1
RESUSITASI CAIRAN DAN
MANAJEMEN NYERI PADA PASIEN
LUKA BAKAR
DEPARTEMEN ILMU ANESTESI, PERAWATAN INTENSIF
DAN MANAJEMEN NYERI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
PENDAHULUAN
 Luka bakar  jenis trauma yang menyebabkan
morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi
 Di USA  1,2 juta kasus per tahun dan 50.000
kasus harus mendapatkan penanganan di pusat
luka bakar
 Riset kesehatan dasar Depkes RI 2013, kejadian
luka bakar di Sulsel sebanyak 0,5% dari total
kejadian cedera
 Di RSWS 2006-2009 102 kasus dengan kematian
9,2 %
PENDAHULUAN
 Nyeri merupakan gejala yang paling dikeluhkan oleh
pasien luka bakar
 Nyeri pada luka bakar disebabkan oleh:
 Inflamasi jaringan yang disebabkan oleh panas akibat
kerusakan nosiseptor
 Komponen nyeri pada pasien luka bakar :
 Background pain ( nyeri dasar)
 Procedural pain ( nyeri prosedural)
 Breaktrough pain ( nyeri insidentil)
PENDAHULUAN
 Nyeri pada luka bakar dapat berupa :
 Nyeri akut somatik  oleh inflamasi jaringan
 Nyeri neuropatik  oleh kerusakan nosiseptor
 Derajatnya ditentukan oleh dalamnya luka bakar :
 Superfisial nosiseptor msh utuhnyeri yang lebih
berat
 Full-Thicknes ( luka bakar yang dalam)  kerusakan
nosiseptor  daerah ini kurang nyeri
 Kenyataannya, pasien luka bakar full-thicknes juga
merasakan nyeri yang sama dengan luka bakar
superfisial  daerah full-thicknes dikelilingi oleh daerah
luka bakar yang lebih superfisial
 Stimulus nyeri ini disampaikan oleh nosiseptor serabut C
dan Aδ menuju kornu dorsal medula spinalis
 Jika penatalaksanaan nyeri tidak adekuat :
 Memicu respon stres yang merugikan organ vital
lainnya
 Mengganggu siklus tidur yang berperan penting dalam
penyembuhan luka
 Masa penyembuhan lebih lama
 Dapat berlanjut menjadi nyeri kronik
DERAJAT LUKA BAKAR
Klasifikasi Kedalaman luka bakar Tampakan klinis Sensasi Penyembuhan
Superfisial;
derajat satu Terbatas pada epidermis Kering dan merah, Sangat nyeri Sembuh spontan
Partial thicknes; Derajat
dua
(2a)Dermal superfisial
(2b)Dermal dalam
Epidermis dan dermis bagian
atas
Epidermis dan dermis dalam
Bulla, lembab, merah,
dan layu
Bulla, basah sampai
kering seperti lilin,
campuran antara putih
keju sampai merah,
Nyeri terhadap
udara atau suhu
Nyeri hanya pada
tekanan
Sembuh spontan
Membutuhkan insisi dan
pencangkokan untuk
mengembalikan fungsi
Full thicknes
Derajat tiga
Derajat empat
Kerusakan epidermis dan
dermis
Otot, fascia, tulang
Putih lilin, kasar
keabuabuan sampai
hitam,
kering dan tidak elastis
Hanya pada tekanan
yang kuat
Hanya pada tekanan
yang kuat
Membutuhkan eksisi
yang komplit ;
pengembalian fungsi yang
terbatas
Membutuhkan eksisi
yang komplit dan
pencangkokan ;
pengembalian fungsi yang
terbatas
LUAS LUKA BAKAR
Luas luka bakar berdasarkan rule of nine
PATIFISIOLOGI LUKA BAKAR
 Terdapat 3 zona
 Zona koagulasi
batas jaringan nekrosis, irreversibel
 Zona stasis
daerah dengan kebocoran vaskuler, inflamasi dan ggn
perfusi
 Zona hiperemia
Jaringan sehat, hiperemia akibat peningkatan aliran
darah akibat inflamasi
PATOFISIOLOGI LUKA BAKAR
 Perubahan sistemik
RESUSITASI CAIRAN
 Penting terutama pada luka bakar > 30% TBSA
 Terapi yang tidak adekuat dapat menyebabkan
syok dan perluasan kerusakan jaringan
 Kristaloid merupakan cairan resusitasi terpilih pada
24 jam pertama
 Koloid pada 24 jam pertama masih kontroversial
RESUSITASI CAIRAN
RESUSITASI CAIRAN
 Formula Parkland (Baxter) merupakan formula
yang paling luas dipakai
 Berbasis kristaloid RL dengan jumlah 4 ml/Kg/%
TBSA dalam 24 jam pertama
 Pasien dengan luka bakar mayor, mendapatkan
inisial resusitasi dengan jumlah cairan yang masif
 Sebuah studi yang menghitung kecukupan
resusitasi berdasarkan PAC dan TEE
menggunakan formula parkland, didapatkan
suboptimal pada 12 jam pertma, dan kembali
kenormal pada 24 jam berikutnya
RESUSITASI CAIRAN
 Penelitian terbaru mencari formula kombinasi
kristaloid dengan plasma, albumin ataupun saline
hipertonik
 Tujuannya mengurangi jumlah kristaloid yang
terbukti meningkatkan tekanan intraabdomen pada
luka bakar mayor
RESUSITASI CAIRAN
 Chocran dkk thn 2007 meneliti penambahan
albumin pada luka bakar >20%, mendapatkan efek
protektif albumin terhadap mortalitas
 Park dkk th 2012 membandingkan RL+ koloid
sintetik dengan RL+albumin, didapatkan penurunan
mortalitas, lama ventilasi mekanik, dan kejadian
kompatemen abdomen pada kelompok albumin
 Terbaru thn 2014, Navickis dkk dalam studinya
menemukan penurunan angka kompartemen
abdominal sindrom pada kelompok albumin
RESUSITASI CAIRAN
 Penggunaan saline hipertonik, plasma, atau
albumin dapat menurunkan jumlah kristaloid pada
resusitasi awal dan menurunkan kejadian
abdominal kompartemen sindrom cairan ini dapat
diberikan pada resusitasi luka bakar
 Namun studi lebih lanjut tentang jumlah dan cara
pemberiannya masih diperlukan
PATOFISIOLOGI NYERI PADA LUKA BAKAR
 Sel somatik (kulit)  rusak akibat cedera panas
merangsang thermoreseptor dan mekanoreseptor
 Pelepasan mediator inflamasi (histamin, leukotrin,
bradikinin, prostaglandin)
 Dihantarkan oleh serabut C dan Aδ ke medula
spinalis (kornu dorsal)
 Terjadi hiperalgesia primer dan sekunder
 Hiperalgesia primer : penurunan ambang batas nyeri
daerah yang cederarangsangan yang normalnya tidak
nyeri dirasakan sebagai nyeri
 Hiperalgesia sekunder : peningkatan sensitifitas
jaringan sekitar luka yang disebabkan oleh sensitasi
sentral di medula spinalis
 Prosedur yang berulang menyebabkan hiperalgesia
ini bertahan lebih lama
 Semakin luas luka bakar  semakin nyeri
 Luka bakar terdiri dari gabungan luka yang full-
thicknes dan yang lebih superfisial  semua
pasien luka bakar merasakan nyeri dan perlu
mendapatkan penatalaksanaan yang adekuat
SELAMA PERAWATAN
Terdapat 3 sumber nyeri selama perawatan :
 Nyeri dasar (background pain) : nyeri yang tetap
ada sepanjang hari, terjadi akibat proses inflamasi
jaringan
 Nyeri insidentil (breaktrough pain): nyeri yang
muncul tiba tiba dengan durasi singkat, sering
dipicu oleh pergerakan atau menurunnya kadar
analgetik yang mengontrol background pain
 Nyeri prosedural (procedural pain) : nyeri yang
intens dan tajam, terjadi saat perawatan seperti
debridement, pergantian perban, atau fisioterapi
BACKGROUND PAIN
 Background pain dirasakan sebagai nyeri terbakar
atau menusuk dengan intensitas yang konstan
sepanjang hari.
 Derajat background pain bervariasi sesuai dengan
luas luka bakar, derajat luka bakar, juga
dipengaruhi oleh tingkat kecemasan pasien
BREAKTROUGH PAIN
 Breaktrough pain dirasakan sebagai nyeri transient
yang memberat, terjadi saat istirahat.
 Biasanya dipicu oleh pergerakan
 Juga disebabkan oleh menurunnya dosis analgetik
yang diperlukan untuk mengontrol background pain
PROCEDURAL PAIN
 Terjadi saat prosedur perawatan luka, pergantian
perban, atau fisioterapi
 Terasa sebagai nyeri yang menusuk terbakar
dengan intensitas yang tinggi
 Dapat dirasakan selama prosedur hingga beberapa
menit sampai beberapa jam setelah prosedur
 Merupakan sumber nyeri hebat jika tidak
mendapatkan terapi yang adekuat
 Derajatnya juga berkorelasi dengan tingkat
kecemasan pasien
EVALUASI NYERI LUKA BAKAR
 Pada pasien dewasa, menggunakan VAS atau
NRS dengan skala 1-10
 Penting melakukan evaluasi, untuk mengekskalasi
kebutuhan analgetik
Tidak
nyeri
Nyeri
ringan
Nyeri sedang Nyeri berat
EVALUASI NYERI PADA ANAK
 Skor FLACC
Nilai : 0= tidak nyeri; 1-3 : Nyeri ringan; 4-6: nyeri sedang; 7-10: nyeri berat
EVALUASI NYERI PADA ANAK
 Skala Faces Wong-baker
Tidak
nyeri
Sedikit
nyeri
Agak
menganggu
Mengganggu
aktifitas
Sangat
menggangu
Tidak
tertahankan
PENATALAKSANAAN NYERI PADA LUKA BAKAR
 Penatalaksanaan nyeri yang tidak adekuat masih
merupakan masalah yang sering dihadapi  tidak
ditangani dengan baik dapat berlanjut menjadi nyeri
kronik.
 Meliputi nyeri background, nyeri procedural dan
nyeri breaktrough
 Sering disertai dengan dengan nyeri neuropatik
TATALAKSANA FARMAKOLOGI
 Acetaminofen
 NSAID (non selektif/selektif cox 2)
 Opioid
 Ketamin
 Antikonvulsan
 Benzodiazepine
 α2 agonis
ACETAMINOFEN (PARACETAMOL)
 Acetaminofen memberikan efek analgetik melalui
penghambatan sintesis prostaglandin
 Keuntungan : dapat mengurangi kebutuhan
analgetik opioid
 Efek samping yang lebih ringan dari NSAID lainnya
 Hepatotoksik pada pemberian dosis tinggi (>4000
mg/24jam)
 Diberikan dengan dosis 10 – 20 mg/kgBB/ kali
pemberian dengan dosis maksimum 3000
mg/24jam
NSAID
 Dapat mengurangi kebutuhan penggunaan opioid
20-30%
 Mengurangi nosisepsi dengan efek penghambatan
prostaglandin
 Efek samping (non selektif ): dispepsia, mual
hingga ulkus gaster, gangguan agregasi trombosit
dan nefrotoksik
NSAID
 Terpilih COX 2 selektif inhibitor dibanding non
selektif
 COX 2 memiliki beberapa keunggulan dibanding
non selektif NSAID :
 Komplikasi gastrointestinal yang lebih rendah ( mual,
muntah, dispepsia, ulkus gaster)
 Tidak menyebabkan gangguan aggregasi
trombosittidak memicu perdarahan
PARACETAMOL DAN NSAID
Obat
Dosis dewasa
(mg, po)
Interval
(jam)
Dosis maks./hari
(mg)
Aspirin
Paracetamol
500 – 1000
500 - 1000
4 –6
6– 8
6000
4000
NSAIDS
Non selektif COX inhibitor
Ibuprofen
Naproxen
Indomethacin
Asam mefenamat
Piroksikam
Ketoprofen
Diclofenac
Ketorolac
Selektif COX 2 inhibitor
Celecoxib (cth celebrex)
Parecoxib (cth Dynastat)
200 – 400
500 lalu 250
25
500 lalu 250
10
50
50 – 100
30 – 60
100
40
6– 8
12
8 – 12
8
12-24
8– 12
8–12
8
12
12- 24
3200
1250
150
1000
30
300
200
150
400
80
OPIOID
 Analgetik utama dalam penanganan luka bakar
 Dapat diberikan melalui jalur intravena kontinyu,
oral, atau transdermal
 Morfin, Fentanyl, Oxycodone
 Dosisnya dititrasi berdasarkan tingkat nyeri
 Efek samping :
 Menyebabkan mual, muntah, pruritus, konstipasi,
sedasi sampai depresi napas (tergantung dosis)
 Dapat menginduksi hiperalgesia
OPIOID
MORFIN
 Tersedia dalam bentuk :
 Tablet oral tersedia dalam bentuk lepas lambat 
tablet MST 5,10, dan15mg  diberikan setiap 12 jam
 Injeksi iv
 Dosis inisial bolus 2-10 mg/iv
 Dilanjutkan 0,03 - 0.15 mg/kg/jam sebagai infus kontinyu
 Dosis inisial untuk anak adalah 0,1 mg/kgbb/iv
 Dilanjutkan dengan dosis 0,03-0,15 mg/kgbb/jam iv
kontinyu
OPIOID
FENTANYL
 Tersedia dalam sediaan injeksi iv dan transdermal patch
 Diberikan inisial bolus 0,5-1mcg/kgbb/iv
 Dilanjutkan 0,5 mcg/kg sampai 1,5 mcg/kg/jam infus
kontinyu
 Transdermal patch (durogesic patch) tersedia dalam
dosis 12,5 mcg/jam dan 25 mcg/jam
 Transdermal patch: mencapai kadar plasma puncak
setelah 8-12 jam ditempelkan dan memberikan efek
analgesia selama 72 jam
 Dosis inisial untuk anak adalah 1-2 mcg/kgbb/iv
 Dilanjutkan dengan dosis 0,5-1,5 mcg/kgbb/jam iv
kontinyu
OPIOID
Oxycodone
Tersedia dalam bentuk
 Tablet oral
lepas cepat (5, 15, 30 mg)  diberikan mulai 5 mg setiap
4-6 jam
lepas lambat (10, 20, 40 mg) diberikan mulai 10 mg
setiap 12 jam
 Injeksi IV
 Diberikan inisial bolus 2 mg intravena
 Dilanjutkan 0,02-0,03 mg/kgbb/jam sebagai infus kontinyu
 Dosis anak tablet oral oxycodone adalah 0,05-0,15
mg/kgbb diberikan setiap 4-6 jam
KETAMIN
 Antagonis non-kompetitif reseptor NMDA
 Digunakan untuk mengatasi procedural pain pada
dosis subanestetik
 Keuntungan :
 Tidak menyebabkan depresi napas
 Dapat mengatasi Opioid induced hyperalgesia
 Efek samping :
 Memiliki efek halusinasi dan dapat dikurangi dengan
kombinasi dengan benzodiazepine
 Hipersalivasi
 Dosis  0,2 mg/kg sampai 0,5 mg/kg bolus iv
 50 – 300 mcg/kgbb/iv/jam sebagai infus kontinyu
BENZODIAZEPINE
 Kecemasan terbukti menambah tingkat nyeri dan
kebutuhan analgetik
 Keuntungan :
 mengurangi kecemasan  mengurangi intensitas nyeri
dan kebutuhan opioid
 Mengatasi efek halusinasi ketamin
 Pemberian anxiolitik kerja singkat atau sedang
dikombinasikan dengan opioid terbukti menurunkan
kebutuhan opioid
 Efek samping : memiliki efek depresi kardiovaskular
dan respirasi minimal
BENZODIAZEPINE
 Lorazepam dan midazolam merupakan obat yang
sering digunakan
 Midazolam  dosis 0,01 mg/kg sampai 0,1 mg/kg
bolus intravena
 Lorazepam tersedia dalam bentuk tablet oral
dengan dosis 0,05 mg/kgbb
Α2 - AGONIST
 Clonidine dan dexmedetomidine merupakan obat
yang lebih sering digunakan
 Dexmedetomidine lebih selektif terhadap α2 dari
clonidine
 Keuntungan :
 Memiliki efek analgesia dan sedasi, tanpa depresi napas
 Efek samping :
 sedasi, bradikardi dan kering pada mulut.
 Kombinasi dengan ketamin memberi hasil lebih
baik dari ketamin sendiri atau kombinasi ketamin
midazolam
 Dosis :
 Dexmedetomidine  dosis 1mcg/kg/iv loading selama
10 menit, diikuti infus kontinyu 0,2-0,7 mcg/kg/jam
 Clonidine diberikan dengan dosis 1-3 mcg/kgbb bolus
intravena, dapat diikuti infus kontinyu 1-2 mcg/kgbb/jam
ANTI KONVULSAN
 Gabapentin dan pregabalin sering digunakan pada
nyeri neuropatik akibat luka bakar
 Intensitas nyeri dan konsumsi opioid berkurang
dengan pemberian gabapentin
 Gabapentin diberikan 300 mg/24 jam diberikan per
8 jam per oral
 Dititrasi sampai 3600 mg/24 jam dengan 3 dosis
terbagi
 Pregabalin diberikan dengan dosis 150 mg sampai
600 mg/24 jam diberikan setiap 12 jam
NYERI BACKGROUND
 Nyeri yang terus menerus yang disebabkan oleh
rangsangan nosiseptor akibat kerusakan jaringan
 Terjadi pada saat istirahat
 Terapi dengan multimodal analgesia
 Acetaminofen + NSAID
 Opioid  Morfin, Fentanyl, Oxycodone
 Ketamin dosis sub anestesi + anxiolitik
NYERI BACKGROUND
 Opioid merupakan terapi utama
 Fentanyl : bolus 0,5-1 mcg/kgbb, dilanjutkan 0,5-1,
mcg/kgbb/jam iv kontinyu
 Morfin : bolus 2-3 mg iv, dilanjutkan 0,03-0,15 mg/kgbb
iv kontinyu
 Oxycodone : bolus 2 mg/iv, dilanjutkan 0,02-0,03
mg/kgbb/jam iv kontinyu
 Paracetamol 10-20 mg/kgbb/kali pemberian, 3-4
kali sehari + opioid  mengurangi kebutuhan
opioid
NYERI BACKGROUND
 Jika terjadi OIH, ketamin dapat dipakai
 Ketamin : 0,2-0,5 mg/kgbb/iv diikuti infus kontinyu 50-
300 mcg/kgbb/jam
 Dikombinasikan dengan midazolam 0,01-0,1
mg/kgbb/jam untuk mengatasi efek halusinasi
 Dapat juga dikombinasikan dengan dexmedetomidine
0,2-0,7 mcg/kgbb/jam
NYERI PROSEDURAL
Nyeri akibat prosedur perawatan debridement,
ganti perban, fisioterapi
 Dosis subanestetik ketamin  0,2-0,5 mg/kgbb/iv
dapat menghasilkan analgesia 10-30 menit.
Kombinasi dengan midazolam 0,01-0,1 mg/kgbb/iv
mengurangi efek disosiatif ketamin
 Opioid bolus dapat ditambahkan untuk mengatasi
nyeri prosedural
 Morfin : Dititrasi mulai 2-10 mg bolus iv
 Fentanyl : Dititrasi mulai 0,5-1 mcg/kg/ bolus iv
 Oxycodone : Dititrasi mulai 2 mg bolus iv
 Pemilihan obat berdasarkan luasnya prosedur yang
dilakukan dan penilaian individu
NYERI BREAKTROUGH
 Nyeri yang muncul tiba tiba, saat istirahat
 Biasanya dipicu oleh pergerakan atau menurunnya
konsentrasi analgetik untuk mengatasi background
pain
 Diatasi dengan pemberian bolus opioid 10%
sampai 20% total dosis pemeliharaannya
NYERI NEUROPATIK
 Terjadi krn adanya kerusakan jaringan saraf perifer
 25% sampai 36% pasien luka bakar menunjukkan
gejala nyeri neuropatik
 Muncul akut setelah terjadinya cedera
 Dapat menjadi kronik bahkan setelah luka telah
sembuh
 Gabapentin dan pregabalin telah digunakan pada
nyeri neuropatik lainnya
 Gabapentin diberikan mulai dari 300 mg/ 24jam
dosis terbagi, jika perlu dianaikkan sampai 3600
mg/ 24 jam dalam 3 dosis terbagi pada pasien
dengan fungsi ginjal yg normal
 Pregabalin diberikan dengan dosis harian 150mg
sampai 600 mg/24 jam dalam 2 dosis terbagi
RINGKASAN
 Luka bakar menyebabkan mortalitas dan morbiditas
jika tidak ditangani dengan baik
 Resusitasi cairan menggunakan formula parkland
dengan kristaloid sebagai pilihan resusitasi 24 jam
pertama
 Ringer laktatmerupakan kristaliod pilihan pada
formula parkland
RINGKASAN
 Penanganan nyeri pada luka bakar sangat penting
 jika tidak tertangani dengan baik akan
menyebabkan :
 Respon stress yang dapat mengganggu fungsi organ
lainnya
 Kecemasan yang dapat mengganggu siklus tidur dan
berperlambat proses penyembuhan luka
 Dapat berkembang menjadi nyeri kronik
RINGKASAN
 Penanganan nyeri dengan strategi multimodal
analgesia dengan manfaat :
 Menghambat nyeri dari berbagai jalur perjalanan nyeri
(perifer dan sentral)
 Mengurangi kebutuhan dosis analgetik opioid
 Efek samping yang lebih rendah dibandingkan terapi
satu jenis obat
 Penilaian nyeri harus selalu dilakukan setiap
pergantian jaga untuk mencapai terapi yang optimal

More Related Content

Similar to PENATALAKSANAAN NYERI PADA LUKA BAKAR.pptx

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANALGETIK DIKLOFENAK, PARACETAMOL, DAN.pptx
PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANALGETIK DIKLOFENAK, PARACETAMOL, DAN.pptxPERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANALGETIK DIKLOFENAK, PARACETAMOL, DAN.pptx
PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANALGETIK DIKLOFENAK, PARACETAMOL, DAN.pptxrewindoimanuel111
 
Konsiderasi Anestesia pada Tonsilektomi.pptx
Konsiderasi Anestesia pada Tonsilektomi.pptxKonsiderasi Anestesia pada Tonsilektomi.pptx
Konsiderasi Anestesia pada Tonsilektomi.pptxTezarAndrean1
 
Makalah kompetensi detal
Makalah kompetensi detalMakalah kompetensi detal
Makalah kompetensi detalWarnet Raha
 
Obat Emergensi dan Anestesi.pptx
Obat Emergensi dan Anestesi.pptxObat Emergensi dan Anestesi.pptx
Obat Emergensi dan Anestesi.pptxssuser11fe02
 
ppt miastenia gravis MG ppt miastenia gravis MG
ppt miastenia gravis MG ppt miastenia gravis MGppt miastenia gravis MG ppt miastenia gravis MG
ppt miastenia gravis MG ppt miastenia gravis MGmalisalukman
 
LAPORAN_PENDAHULUAN_NYERI.docx
LAPORAN_PENDAHULUAN_NYERI.docxLAPORAN_PENDAHULUAN_NYERI.docx
LAPORAN_PENDAHULUAN_NYERI.docxApriaHartinaAghna
 
mekanisme vaskuler pada inflamasi.pptx
mekanisme vaskuler pada inflamasi.pptxmekanisme vaskuler pada inflamasi.pptx
mekanisme vaskuler pada inflamasi.pptxaditya romadhon
 
mekanismevaskulerpadainflamasi-221018035356-786621f2.pdf
mekanismevaskulerpadainflamasi-221018035356-786621f2.pdfmekanismevaskulerpadainflamasi-221018035356-786621f2.pdf
mekanismevaskulerpadainflamasi-221018035356-786621f2.pdfrabiatulkhafifah2
 
FARMAKOTERAPI II fixxxxx.pptx
FARMAKOTERAPI II fixxxxx.pptxFARMAKOTERAPI II fixxxxx.pptx
FARMAKOTERAPI II fixxxxx.pptxRodhiRestino
 

Similar to PENATALAKSANAAN NYERI PADA LUKA BAKAR.pptx (20)

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANALGETIK DIKLOFENAK, PARACETAMOL, DAN.pptx
PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANALGETIK DIKLOFENAK, PARACETAMOL, DAN.pptxPERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANALGETIK DIKLOFENAK, PARACETAMOL, DAN.pptx
PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANALGETIK DIKLOFENAK, PARACETAMOL, DAN.pptx
 
Konsiderasi Anestesia pada Tonsilektomi.pptx
Konsiderasi Anestesia pada Tonsilektomi.pptxKonsiderasi Anestesia pada Tonsilektomi.pptx
Konsiderasi Anestesia pada Tonsilektomi.pptx
 
Analgetika kebidanan
Analgetika kebidananAnalgetika kebidanan
Analgetika kebidanan
 
Management Pain
Management PainManagement Pain
Management Pain
 
Askep chikungunya
Askep chikungunyaAskep chikungunya
Askep chikungunya
 
Makalah kompetensi detal
Makalah kompetensi detalMakalah kompetensi detal
Makalah kompetensi detal
 
Makalah kompetensi detal
Makalah kompetensi detalMakalah kompetensi detal
Makalah kompetensi detal
 
Makalah kompetensi detal
Makalah kompetensi detalMakalah kompetensi detal
Makalah kompetensi detal
 
mind map.pptx
mind map.pptxmind map.pptx
mind map.pptx
 
LAPSUS KELOID.pptx
LAPSUS KELOID.pptxLAPSUS KELOID.pptx
LAPSUS KELOID.pptx
 
Makalah kompetensi detal
Makalah kompetensi detalMakalah kompetensi detal
Makalah kompetensi detal
 
Obat Emergensi dan Anestesi.pptx
Obat Emergensi dan Anestesi.pptxObat Emergensi dan Anestesi.pptx
Obat Emergensi dan Anestesi.pptx
 
ppt miastenia gravis MG ppt miastenia gravis MG
ppt miastenia gravis MG ppt miastenia gravis MGppt miastenia gravis MG ppt miastenia gravis MG
ppt miastenia gravis MG ppt miastenia gravis MG
 
LAPORAN_PENDAHULUAN_NYERI.docx
LAPORAN_PENDAHULUAN_NYERI.docxLAPORAN_PENDAHULUAN_NYERI.docx
LAPORAN_PENDAHULUAN_NYERI.docx
 
mekanisme vaskuler pada inflamasi.pptx
mekanisme vaskuler pada inflamasi.pptxmekanisme vaskuler pada inflamasi.pptx
mekanisme vaskuler pada inflamasi.pptx
 
mekanismevaskulerpadainflamasi-221018035356-786621f2.pdf
mekanismevaskulerpadainflamasi-221018035356-786621f2.pdfmekanismevaskulerpadainflamasi-221018035356-786621f2.pdf
mekanismevaskulerpadainflamasi-221018035356-786621f2.pdf
 
System of Neuromuskuloskeletal
System  of NeuromuskuloskeletalSystem  of Neuromuskuloskeletal
System of Neuromuskuloskeletal
 
Hiperseneitivitas tpe iii
Hiperseneitivitas tpe iiiHiperseneitivitas tpe iii
Hiperseneitivitas tpe iii
 
Antiinflamasi
AntiinflamasiAntiinflamasi
Antiinflamasi
 
FARMAKOTERAPI II fixxxxx.pptx
FARMAKOTERAPI II fixxxxx.pptxFARMAKOTERAPI II fixxxxx.pptx
FARMAKOTERAPI II fixxxxx.pptx
 

Recently uploaded

Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxLaporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxkaiba5
 
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANANETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANANDianFitriyani15
 
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/mamateri kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/maGusmaliniEf
 
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptToksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptRoniAlfaqih2
 
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obatFARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obatSyarifahNurulMaulida1
 
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdfMeboix
 
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptxrachmatpawelloi
 
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmasserbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmasmufida16
 
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar KeperawatanHaslianiBaharuddin
 
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin raufLAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin raufalmahdaly02
 
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptxTUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptxTriNurmiyati
 
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docxpuskesmasseigeringin
 
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptxKeperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptxrachmatpawelloi
 
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinanDwiNormaR
 
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfStrategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfhsetraining040
 
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.pptPERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.pptbekamalayniasinta
 
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptanatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptRoniAlfaqih2
 
05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx
05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx
05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptxssuser1f6caf1
 
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.pptSOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.pptDwiBhaktiPertiwi1
 
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptxILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptxfania35
 

Recently uploaded (20)

Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxLaporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
 
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANANETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
 
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/mamateri kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
 
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptToksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
 
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obatFARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
 
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
 
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
 
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmasserbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
 
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
 
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin raufLAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
 
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptxTUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
 
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
 
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptxKeperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
 
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
3. HEACTING LASERASI.ppt pada persalinan
 
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfStrategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
 
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.pptPERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
 
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptanatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
 
05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx
05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx
05. PPT Pelayanan Kefarmasian Penggunanan Obat Bimbingan.pptx
 
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.pptSOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
 
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptxILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
 

PENATALAKSANAAN NYERI PADA LUKA BAKAR.pptx

  • 1. REFARAT 1 RESUSITASI CAIRAN DAN MANAJEMEN NYERI PADA PASIEN LUKA BAKAR DEPARTEMEN ILMU ANESTESI, PERAWATAN INTENSIF DAN MANAJEMEN NYERI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
  • 2. PENDAHULUAN  Luka bakar  jenis trauma yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi  Di USA  1,2 juta kasus per tahun dan 50.000 kasus harus mendapatkan penanganan di pusat luka bakar  Riset kesehatan dasar Depkes RI 2013, kejadian luka bakar di Sulsel sebanyak 0,5% dari total kejadian cedera  Di RSWS 2006-2009 102 kasus dengan kematian 9,2 %
  • 3. PENDAHULUAN  Nyeri merupakan gejala yang paling dikeluhkan oleh pasien luka bakar  Nyeri pada luka bakar disebabkan oleh:  Inflamasi jaringan yang disebabkan oleh panas akibat kerusakan nosiseptor  Komponen nyeri pada pasien luka bakar :  Background pain ( nyeri dasar)  Procedural pain ( nyeri prosedural)  Breaktrough pain ( nyeri insidentil)
  • 4. PENDAHULUAN  Nyeri pada luka bakar dapat berupa :  Nyeri akut somatik  oleh inflamasi jaringan  Nyeri neuropatik  oleh kerusakan nosiseptor  Derajatnya ditentukan oleh dalamnya luka bakar :  Superfisial nosiseptor msh utuhnyeri yang lebih berat  Full-Thicknes ( luka bakar yang dalam)  kerusakan nosiseptor  daerah ini kurang nyeri
  • 5.  Kenyataannya, pasien luka bakar full-thicknes juga merasakan nyeri yang sama dengan luka bakar superfisial  daerah full-thicknes dikelilingi oleh daerah luka bakar yang lebih superfisial  Stimulus nyeri ini disampaikan oleh nosiseptor serabut C dan Aδ menuju kornu dorsal medula spinalis
  • 6.  Jika penatalaksanaan nyeri tidak adekuat :  Memicu respon stres yang merugikan organ vital lainnya  Mengganggu siklus tidur yang berperan penting dalam penyembuhan luka  Masa penyembuhan lebih lama  Dapat berlanjut menjadi nyeri kronik
  • 7. DERAJAT LUKA BAKAR Klasifikasi Kedalaman luka bakar Tampakan klinis Sensasi Penyembuhan Superfisial; derajat satu Terbatas pada epidermis Kering dan merah, Sangat nyeri Sembuh spontan Partial thicknes; Derajat dua (2a)Dermal superfisial (2b)Dermal dalam Epidermis dan dermis bagian atas Epidermis dan dermis dalam Bulla, lembab, merah, dan layu Bulla, basah sampai kering seperti lilin, campuran antara putih keju sampai merah, Nyeri terhadap udara atau suhu Nyeri hanya pada tekanan Sembuh spontan Membutuhkan insisi dan pencangkokan untuk mengembalikan fungsi Full thicknes Derajat tiga Derajat empat Kerusakan epidermis dan dermis Otot, fascia, tulang Putih lilin, kasar keabuabuan sampai hitam, kering dan tidak elastis Hanya pada tekanan yang kuat Hanya pada tekanan yang kuat Membutuhkan eksisi yang komplit ; pengembalian fungsi yang terbatas Membutuhkan eksisi yang komplit dan pencangkokan ; pengembalian fungsi yang terbatas
  • 8.
  • 9. LUAS LUKA BAKAR Luas luka bakar berdasarkan rule of nine
  • 10. PATIFISIOLOGI LUKA BAKAR  Terdapat 3 zona  Zona koagulasi batas jaringan nekrosis, irreversibel  Zona stasis daerah dengan kebocoran vaskuler, inflamasi dan ggn perfusi  Zona hiperemia Jaringan sehat, hiperemia akibat peningkatan aliran darah akibat inflamasi
  • 11. PATOFISIOLOGI LUKA BAKAR  Perubahan sistemik
  • 12. RESUSITASI CAIRAN  Penting terutama pada luka bakar > 30% TBSA  Terapi yang tidak adekuat dapat menyebabkan syok dan perluasan kerusakan jaringan  Kristaloid merupakan cairan resusitasi terpilih pada 24 jam pertama  Koloid pada 24 jam pertama masih kontroversial
  • 14. RESUSITASI CAIRAN  Formula Parkland (Baxter) merupakan formula yang paling luas dipakai  Berbasis kristaloid RL dengan jumlah 4 ml/Kg/% TBSA dalam 24 jam pertama  Pasien dengan luka bakar mayor, mendapatkan inisial resusitasi dengan jumlah cairan yang masif  Sebuah studi yang menghitung kecukupan resusitasi berdasarkan PAC dan TEE menggunakan formula parkland, didapatkan suboptimal pada 12 jam pertma, dan kembali kenormal pada 24 jam berikutnya
  • 15. RESUSITASI CAIRAN  Penelitian terbaru mencari formula kombinasi kristaloid dengan plasma, albumin ataupun saline hipertonik  Tujuannya mengurangi jumlah kristaloid yang terbukti meningkatkan tekanan intraabdomen pada luka bakar mayor
  • 16. RESUSITASI CAIRAN  Chocran dkk thn 2007 meneliti penambahan albumin pada luka bakar >20%, mendapatkan efek protektif albumin terhadap mortalitas  Park dkk th 2012 membandingkan RL+ koloid sintetik dengan RL+albumin, didapatkan penurunan mortalitas, lama ventilasi mekanik, dan kejadian kompatemen abdomen pada kelompok albumin  Terbaru thn 2014, Navickis dkk dalam studinya menemukan penurunan angka kompartemen abdominal sindrom pada kelompok albumin
  • 17. RESUSITASI CAIRAN  Penggunaan saline hipertonik, plasma, atau albumin dapat menurunkan jumlah kristaloid pada resusitasi awal dan menurunkan kejadian abdominal kompartemen sindrom cairan ini dapat diberikan pada resusitasi luka bakar  Namun studi lebih lanjut tentang jumlah dan cara pemberiannya masih diperlukan
  • 18. PATOFISIOLOGI NYERI PADA LUKA BAKAR  Sel somatik (kulit)  rusak akibat cedera panas merangsang thermoreseptor dan mekanoreseptor  Pelepasan mediator inflamasi (histamin, leukotrin, bradikinin, prostaglandin)  Dihantarkan oleh serabut C dan Aδ ke medula spinalis (kornu dorsal)
  • 19.  Terjadi hiperalgesia primer dan sekunder  Hiperalgesia primer : penurunan ambang batas nyeri daerah yang cederarangsangan yang normalnya tidak nyeri dirasakan sebagai nyeri  Hiperalgesia sekunder : peningkatan sensitifitas jaringan sekitar luka yang disebabkan oleh sensitasi sentral di medula spinalis  Prosedur yang berulang menyebabkan hiperalgesia ini bertahan lebih lama
  • 20.  Semakin luas luka bakar  semakin nyeri  Luka bakar terdiri dari gabungan luka yang full- thicknes dan yang lebih superfisial  semua pasien luka bakar merasakan nyeri dan perlu mendapatkan penatalaksanaan yang adekuat
  • 21. SELAMA PERAWATAN Terdapat 3 sumber nyeri selama perawatan :  Nyeri dasar (background pain) : nyeri yang tetap ada sepanjang hari, terjadi akibat proses inflamasi jaringan  Nyeri insidentil (breaktrough pain): nyeri yang muncul tiba tiba dengan durasi singkat, sering dipicu oleh pergerakan atau menurunnya kadar analgetik yang mengontrol background pain  Nyeri prosedural (procedural pain) : nyeri yang intens dan tajam, terjadi saat perawatan seperti debridement, pergantian perban, atau fisioterapi
  • 22. BACKGROUND PAIN  Background pain dirasakan sebagai nyeri terbakar atau menusuk dengan intensitas yang konstan sepanjang hari.  Derajat background pain bervariasi sesuai dengan luas luka bakar, derajat luka bakar, juga dipengaruhi oleh tingkat kecemasan pasien
  • 23. BREAKTROUGH PAIN  Breaktrough pain dirasakan sebagai nyeri transient yang memberat, terjadi saat istirahat.  Biasanya dipicu oleh pergerakan  Juga disebabkan oleh menurunnya dosis analgetik yang diperlukan untuk mengontrol background pain
  • 24. PROCEDURAL PAIN  Terjadi saat prosedur perawatan luka, pergantian perban, atau fisioterapi  Terasa sebagai nyeri yang menusuk terbakar dengan intensitas yang tinggi  Dapat dirasakan selama prosedur hingga beberapa menit sampai beberapa jam setelah prosedur  Merupakan sumber nyeri hebat jika tidak mendapatkan terapi yang adekuat  Derajatnya juga berkorelasi dengan tingkat kecemasan pasien
  • 25. EVALUASI NYERI LUKA BAKAR  Pada pasien dewasa, menggunakan VAS atau NRS dengan skala 1-10  Penting melakukan evaluasi, untuk mengekskalasi kebutuhan analgetik Tidak nyeri Nyeri ringan Nyeri sedang Nyeri berat
  • 26. EVALUASI NYERI PADA ANAK  Skor FLACC Nilai : 0= tidak nyeri; 1-3 : Nyeri ringan; 4-6: nyeri sedang; 7-10: nyeri berat
  • 27. EVALUASI NYERI PADA ANAK  Skala Faces Wong-baker Tidak nyeri Sedikit nyeri Agak menganggu Mengganggu aktifitas Sangat menggangu Tidak tertahankan
  • 28. PENATALAKSANAAN NYERI PADA LUKA BAKAR  Penatalaksanaan nyeri yang tidak adekuat masih merupakan masalah yang sering dihadapi  tidak ditangani dengan baik dapat berlanjut menjadi nyeri kronik.  Meliputi nyeri background, nyeri procedural dan nyeri breaktrough  Sering disertai dengan dengan nyeri neuropatik
  • 29. TATALAKSANA FARMAKOLOGI  Acetaminofen  NSAID (non selektif/selektif cox 2)  Opioid  Ketamin  Antikonvulsan  Benzodiazepine  α2 agonis
  • 30. ACETAMINOFEN (PARACETAMOL)  Acetaminofen memberikan efek analgetik melalui penghambatan sintesis prostaglandin  Keuntungan : dapat mengurangi kebutuhan analgetik opioid  Efek samping yang lebih ringan dari NSAID lainnya  Hepatotoksik pada pemberian dosis tinggi (>4000 mg/24jam)  Diberikan dengan dosis 10 – 20 mg/kgBB/ kali pemberian dengan dosis maksimum 3000 mg/24jam
  • 31. NSAID  Dapat mengurangi kebutuhan penggunaan opioid 20-30%  Mengurangi nosisepsi dengan efek penghambatan prostaglandin  Efek samping (non selektif ): dispepsia, mual hingga ulkus gaster, gangguan agregasi trombosit dan nefrotoksik
  • 32. NSAID  Terpilih COX 2 selektif inhibitor dibanding non selektif  COX 2 memiliki beberapa keunggulan dibanding non selektif NSAID :  Komplikasi gastrointestinal yang lebih rendah ( mual, muntah, dispepsia, ulkus gaster)  Tidak menyebabkan gangguan aggregasi trombosittidak memicu perdarahan
  • 33. PARACETAMOL DAN NSAID Obat Dosis dewasa (mg, po) Interval (jam) Dosis maks./hari (mg) Aspirin Paracetamol 500 – 1000 500 - 1000 4 –6 6– 8 6000 4000 NSAIDS Non selektif COX inhibitor Ibuprofen Naproxen Indomethacin Asam mefenamat Piroksikam Ketoprofen Diclofenac Ketorolac Selektif COX 2 inhibitor Celecoxib (cth celebrex) Parecoxib (cth Dynastat) 200 – 400 500 lalu 250 25 500 lalu 250 10 50 50 – 100 30 – 60 100 40 6– 8 12 8 – 12 8 12-24 8– 12 8–12 8 12 12- 24 3200 1250 150 1000 30 300 200 150 400 80
  • 34. OPIOID  Analgetik utama dalam penanganan luka bakar  Dapat diberikan melalui jalur intravena kontinyu, oral, atau transdermal  Morfin, Fentanyl, Oxycodone  Dosisnya dititrasi berdasarkan tingkat nyeri  Efek samping :  Menyebabkan mual, muntah, pruritus, konstipasi, sedasi sampai depresi napas (tergantung dosis)  Dapat menginduksi hiperalgesia
  • 35. OPIOID MORFIN  Tersedia dalam bentuk :  Tablet oral tersedia dalam bentuk lepas lambat  tablet MST 5,10, dan15mg  diberikan setiap 12 jam  Injeksi iv  Dosis inisial bolus 2-10 mg/iv  Dilanjutkan 0,03 - 0.15 mg/kg/jam sebagai infus kontinyu
  • 36.  Dosis inisial untuk anak adalah 0,1 mg/kgbb/iv  Dilanjutkan dengan dosis 0,03-0,15 mg/kgbb/jam iv kontinyu
  • 37. OPIOID FENTANYL  Tersedia dalam sediaan injeksi iv dan transdermal patch  Diberikan inisial bolus 0,5-1mcg/kgbb/iv  Dilanjutkan 0,5 mcg/kg sampai 1,5 mcg/kg/jam infus kontinyu  Transdermal patch (durogesic patch) tersedia dalam dosis 12,5 mcg/jam dan 25 mcg/jam  Transdermal patch: mencapai kadar plasma puncak setelah 8-12 jam ditempelkan dan memberikan efek analgesia selama 72 jam
  • 38.  Dosis inisial untuk anak adalah 1-2 mcg/kgbb/iv  Dilanjutkan dengan dosis 0,5-1,5 mcg/kgbb/jam iv kontinyu
  • 39. OPIOID Oxycodone Tersedia dalam bentuk  Tablet oral lepas cepat (5, 15, 30 mg)  diberikan mulai 5 mg setiap 4-6 jam lepas lambat (10, 20, 40 mg) diberikan mulai 10 mg setiap 12 jam  Injeksi IV  Diberikan inisial bolus 2 mg intravena  Dilanjutkan 0,02-0,03 mg/kgbb/jam sebagai infus kontinyu
  • 40.  Dosis anak tablet oral oxycodone adalah 0,05-0,15 mg/kgbb diberikan setiap 4-6 jam
  • 41. KETAMIN  Antagonis non-kompetitif reseptor NMDA  Digunakan untuk mengatasi procedural pain pada dosis subanestetik  Keuntungan :  Tidak menyebabkan depresi napas  Dapat mengatasi Opioid induced hyperalgesia  Efek samping :  Memiliki efek halusinasi dan dapat dikurangi dengan kombinasi dengan benzodiazepine  Hipersalivasi  Dosis  0,2 mg/kg sampai 0,5 mg/kg bolus iv  50 – 300 mcg/kgbb/iv/jam sebagai infus kontinyu
  • 42. BENZODIAZEPINE  Kecemasan terbukti menambah tingkat nyeri dan kebutuhan analgetik  Keuntungan :  mengurangi kecemasan  mengurangi intensitas nyeri dan kebutuhan opioid  Mengatasi efek halusinasi ketamin  Pemberian anxiolitik kerja singkat atau sedang dikombinasikan dengan opioid terbukti menurunkan kebutuhan opioid  Efek samping : memiliki efek depresi kardiovaskular dan respirasi minimal
  • 43. BENZODIAZEPINE  Lorazepam dan midazolam merupakan obat yang sering digunakan  Midazolam  dosis 0,01 mg/kg sampai 0,1 mg/kg bolus intravena  Lorazepam tersedia dalam bentuk tablet oral dengan dosis 0,05 mg/kgbb
  • 44. Α2 - AGONIST  Clonidine dan dexmedetomidine merupakan obat yang lebih sering digunakan  Dexmedetomidine lebih selektif terhadap α2 dari clonidine  Keuntungan :  Memiliki efek analgesia dan sedasi, tanpa depresi napas  Efek samping :  sedasi, bradikardi dan kering pada mulut.
  • 45.  Kombinasi dengan ketamin memberi hasil lebih baik dari ketamin sendiri atau kombinasi ketamin midazolam  Dosis :  Dexmedetomidine  dosis 1mcg/kg/iv loading selama 10 menit, diikuti infus kontinyu 0,2-0,7 mcg/kg/jam  Clonidine diberikan dengan dosis 1-3 mcg/kgbb bolus intravena, dapat diikuti infus kontinyu 1-2 mcg/kgbb/jam
  • 46. ANTI KONVULSAN  Gabapentin dan pregabalin sering digunakan pada nyeri neuropatik akibat luka bakar  Intensitas nyeri dan konsumsi opioid berkurang dengan pemberian gabapentin  Gabapentin diberikan 300 mg/24 jam diberikan per 8 jam per oral  Dititrasi sampai 3600 mg/24 jam dengan 3 dosis terbagi  Pregabalin diberikan dengan dosis 150 mg sampai 600 mg/24 jam diberikan setiap 12 jam
  • 47. NYERI BACKGROUND  Nyeri yang terus menerus yang disebabkan oleh rangsangan nosiseptor akibat kerusakan jaringan  Terjadi pada saat istirahat  Terapi dengan multimodal analgesia  Acetaminofen + NSAID  Opioid  Morfin, Fentanyl, Oxycodone  Ketamin dosis sub anestesi + anxiolitik
  • 48. NYERI BACKGROUND  Opioid merupakan terapi utama  Fentanyl : bolus 0,5-1 mcg/kgbb, dilanjutkan 0,5-1, mcg/kgbb/jam iv kontinyu  Morfin : bolus 2-3 mg iv, dilanjutkan 0,03-0,15 mg/kgbb iv kontinyu  Oxycodone : bolus 2 mg/iv, dilanjutkan 0,02-0,03 mg/kgbb/jam iv kontinyu  Paracetamol 10-20 mg/kgbb/kali pemberian, 3-4 kali sehari + opioid  mengurangi kebutuhan opioid
  • 49. NYERI BACKGROUND  Jika terjadi OIH, ketamin dapat dipakai  Ketamin : 0,2-0,5 mg/kgbb/iv diikuti infus kontinyu 50- 300 mcg/kgbb/jam  Dikombinasikan dengan midazolam 0,01-0,1 mg/kgbb/jam untuk mengatasi efek halusinasi  Dapat juga dikombinasikan dengan dexmedetomidine 0,2-0,7 mcg/kgbb/jam
  • 50. NYERI PROSEDURAL Nyeri akibat prosedur perawatan debridement, ganti perban, fisioterapi  Dosis subanestetik ketamin  0,2-0,5 mg/kgbb/iv dapat menghasilkan analgesia 10-30 menit. Kombinasi dengan midazolam 0,01-0,1 mg/kgbb/iv mengurangi efek disosiatif ketamin  Opioid bolus dapat ditambahkan untuk mengatasi nyeri prosedural  Morfin : Dititrasi mulai 2-10 mg bolus iv  Fentanyl : Dititrasi mulai 0,5-1 mcg/kg/ bolus iv  Oxycodone : Dititrasi mulai 2 mg bolus iv  Pemilihan obat berdasarkan luasnya prosedur yang dilakukan dan penilaian individu
  • 51. NYERI BREAKTROUGH  Nyeri yang muncul tiba tiba, saat istirahat  Biasanya dipicu oleh pergerakan atau menurunnya konsentrasi analgetik untuk mengatasi background pain  Diatasi dengan pemberian bolus opioid 10% sampai 20% total dosis pemeliharaannya
  • 52. NYERI NEUROPATIK  Terjadi krn adanya kerusakan jaringan saraf perifer  25% sampai 36% pasien luka bakar menunjukkan gejala nyeri neuropatik  Muncul akut setelah terjadinya cedera  Dapat menjadi kronik bahkan setelah luka telah sembuh
  • 53.  Gabapentin dan pregabalin telah digunakan pada nyeri neuropatik lainnya  Gabapentin diberikan mulai dari 300 mg/ 24jam dosis terbagi, jika perlu dianaikkan sampai 3600 mg/ 24 jam dalam 3 dosis terbagi pada pasien dengan fungsi ginjal yg normal  Pregabalin diberikan dengan dosis harian 150mg sampai 600 mg/24 jam dalam 2 dosis terbagi
  • 54. RINGKASAN  Luka bakar menyebabkan mortalitas dan morbiditas jika tidak ditangani dengan baik  Resusitasi cairan menggunakan formula parkland dengan kristaloid sebagai pilihan resusitasi 24 jam pertama  Ringer laktatmerupakan kristaliod pilihan pada formula parkland
  • 55. RINGKASAN  Penanganan nyeri pada luka bakar sangat penting  jika tidak tertangani dengan baik akan menyebabkan :  Respon stress yang dapat mengganggu fungsi organ lainnya  Kecemasan yang dapat mengganggu siklus tidur dan berperlambat proses penyembuhan luka  Dapat berkembang menjadi nyeri kronik
  • 56. RINGKASAN  Penanganan nyeri dengan strategi multimodal analgesia dengan manfaat :  Menghambat nyeri dari berbagai jalur perjalanan nyeri (perifer dan sentral)  Mengurangi kebutuhan dosis analgetik opioid  Efek samping yang lebih rendah dibandingkan terapi satu jenis obat  Penilaian nyeri harus selalu dilakukan setiap pergantian jaga untuk mencapai terapi yang optimal