2. DEFINISI
Sensori subyektif dan emosional yang tidak
menyenangkan yang didapat terkait dengan
kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau
menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan
(International Association for Study of Pain )
3. FISIOLOGI NYERI
Reseptor nyeri (nosireseptor)
Ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon
hanya terhadap stimulus kuat yang secara
potensial merusak
5. FISIOLOGI NYERI
Reseptor nyeri
Kutaneus
Reseptor A delta
Serabut
komponen cepat
(6-30m/s)
Nyeri tajam,
cepat hilang
Reseptor C
Serabut
komponen
lambat (0,5m/s)
Nyeri tumpul,
sulit dilokalisasi
Deep somatic
Pembuluh darah
Tulang
Syaraf, otot,
jaringan
penyangga
Visceral
jantung
Hati
Ginjal, dll
6. FISIOLOGI NYERI
Respon fisiologis
Rangsangan simpatik (nyeri ringan – moderat)
Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate
Peningkatan heart rate
Vasokonstriksi perifer, peningkatan TD
Peningkatan nilai gula darah
Peningkatan kekuatan otot
Dilatasi pupil
Penurunan motilitas GI
Rangsangan Parasimpatis (nyeri berat dan dalam)
Muka pucat
Otot mengeras
Penurunan HR dan BP
Nafas cepat dan irreguler
Nausea dan vomitus
Kelelahan dan keletihan
7. FISIOLOGI NYERI
Tiga fase pengalaman nyeri (Meinhart & McCaffery)
:
Fase Antisipasi
Pemahaman mengenai nyeri dan upaya menghilangkan nyeri
Fase Sensasi
Bersifat subjektif, berbeda-beda pada tiap individu
Fase Akibat
Saat nyeri sudah berkurang atau menghilang masih
dibutuhkan pengawasan
8. FISIOLOGI NYERI
Faktor yang mempengaruhi respon nyeri :
Usia
Jenis kelamin
Kultur
Makna nyeri
Perhatian
Anxietas
Pengalaman masa lalu
Pola koping
Support keluarga dan sosial
11. Keterangan :
0 Tidak nyeri
1-3 Nyeri ringan
secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.
4-6 Nyeri sedang
Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya,
dapat mengikuti perintah dengan baik.
7-9 Nyeri berat
secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti
perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat
mendeskripsikannya tidak dapat diatasi dengan alih
posisi nafas panjang dan distraksi
10 Nyeri sangat berat
Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi,
memukul.
13. The World Health
Organisation Analgesic
Ladder
World Federation of
Societies of
Anaesthesiologists
(WFSA) Analgesic
Ladder
14. ANESTESI LOKAL
Penggunaan teknik anestesi regional pada
pembedahan memiliki efek yang positif terhadap
respirasi dan kardiovaskuler pasien terkait dengan
berkurangnya perdarahan dan nyeri yang teratasi
dengan baik
Teknik anestesi lokal sederhana pain relief
infiltrasi anestesi lokal
blokade saraf perifer atau pleksus
teknik blok perifer atau sentral.
15. ANESTESI LOKAL
Infiltrasi luka dengan obat anestesi lokal berdurasi
panjang (Bupivacaine) analgesia yang efektif
selama beberapa jam nyeri berlanjut suntikan
ulang atau infus
Spinal anestesi memberikan analgesia yang sangat
baik untuk operasi di tubuh bagian bawah dan pain
relief bisa berlangsung berjam-jam setelah selesai
operasi jika dikombinasikan dengan obat-obatan
yang mengandung vasokonstriktor
16. ANESTESI LOKAL
Kateter epidural dapat ditempatkan baik di leher,
toraks atau daerah lumbal
Infus kontinu anestesi lokal dapat menghasilkan
analgesia sangat efektif efek samping hipotensi,
blok sensorik dan motorik, mual dan retensi urin
18. Aspirin
efektif dan tersedia secara luas di seluruh dunia
dimetabolisme menjadi asam salisilat yang memiliki sifat
analgesik dan anti-inflamasi
efek samping yang cukup besar pada saluran
pencernaan, menyebabkan mual, gangguan dan
perdarahan gastrointestinal akibat efek antiplateletnya
yang irreversibel
memiliki keterkaitan epidemiologis dengan Reye’s
Syndrome
Dosis berkisar dari minimal 500mg, per oral, setiap 4
jam hingga maksimum 4g, per oral per hari.
19. OAINS
Mekanisme kerja : inhibisi sintesis prostaglandin oleh
enzim cyclo-oxygenase yang mengkatalisa konversi
asam arakidonat menjadi prostaglandin
lebih berguna bagi rasa sakit yang timbul dari
permukaan kulit, mukosa buccal, dan permukaan sendi
tulang
mempunyai aktivitas antiplatelet sehingga
mengakibatkan pemanjangan waktu perdarahan
20.
21. OPIOID LEMAH
Codeine
berasal dari opium alkaloid
kurang aktif daripada morfin
efektif terhadap rasa sakit ringan hingga sedang
dapat dikombinasikan dengan parasetamol
Dosis berkisar antara 15 mg - 60mg setiap 4 jam
dengan maksimum 300mg setiap hari.
Dextropropoxyphene
memiliki sifat analgesik yang relatif miskin
Dosis berkisar dari 32.5mg (dalam kombinasi dengan
parasetamol) sampai 60mg setiap 4 jam dengan
maksimum 300mg setiap hari.
22. OPIOID LEMAH
Kombinasi opioid lemah dan obat-obatan yang bekerja
di perifer sangat berguna dalam prosedur pembedahan
kecil di mana rasa sakit yang berlebihan tidak
diantisipasi sebelumnya atau untuk rawat jalan
digunakan:
Parasetamol 500mg/codeine 8mg tablet. 2 tablet setiap 4
jam sampai maksimum 8 tablet perhari
Bila tidak mencukupi :
Parasetamol 1g secara oral dengan Kodein 30 sampai
60mg setiap 4-6 per jam sampai maksimum 4 dosis
dapat digunakan
23. OPIOID KUAT
Nyeri hebat yang berasal dari organ dalam dan
struktur viseral membutuhkan Opioid kuat sebagai
analgesianya (Morfin dan derivatnya)
Perawatan yang tepat dimulai dengan pemahaman
yang benar tentang obat, rute pemberian dan
modus tindakan
24. OPIOID KUAT
Metode menggunakan obat opioid
Rute oral
paling banyak digunakan
penyerapan opioid dapat berkurang akibat keterlambatan
pengosongan lambung pascaoperasi
bioavailabilitas berkurang setelah metabolisme di dinding usus
dan hati
Tidak cocok untuk nyeri akut
Rute sublingual
tidak melewati metabolisme lintas pertama
Obat yang telah paling sering digunakan oleh rute ini adalah
buprenorfin
25. Rute supositoria
alternatif yang berguna, terutama jika terdapat nyeri berat
yang disertai dengan mual dan muntah
tetapi tidak ideal untuk terapi segera nyeri akut karena
bereaksi lambat dan kadang-kadang penyerapannya tidak
menentu
cocok untuk pemeliharaan analgesia
Rektal dosis untuk sebagian besar opioid kuat adalah sekitar
setengah yang dibutuhkan oleh rute oral
Ketersediaan obat terbatas
Administrasi intramuskular
dengan metode ini efek analgesia akan berhubungan dengan
banyak faktor analgesik secara reguler setiap 4 jam
diperlukan penilaian analgesia reguler, pencatatan skor nyeri dan
pengembangan algoritme pemberian analgesia, tergantung dari
tingkat nyeri
26. Intravena
memiliki kelemahan fluktuasi produksi konsentrasi plasma
obat yang disuntikkan
dapat meredakan nyeri dengan lebih cepat dari metode lain
teknik infus, baik oleh suntikan intermiten atau dengan infus,
tidak sesuai kecuali dalam pengawasan ketat dan berada
dalam unit terapi intensif
27. PATIENT CONTROLLED ANALGESIA
suatu sistem di mana pasien dapat mengelola
analgesia intravena mereka sendiri dan mentitrasi
dosis titik akhir penghilang rasa sakit mereka
sendiri menggunakan mikroprosesor kecil yang
dikontrol dengan sejenis pompa
obat yang ideal harus memiliki onset yang cepat,
durasi kerja sedang, dan memiliki margin
keselamatan yang luas antara efektivitas dan efek
samping
28. PATIENT CONTROLLED ANALGESIA
Sekali pilihan telah dibuat parameter-parameter
lainnya perlu ditentukan termasuk ukuran bolus
dosis, jangka waktu minimum antara dosis (locked-
out key) dan dosis maksimum yang diperbolehkan
Pasien yang menggunakan PCA biasanya
mentitrasi analgesia mereka ke titik di mana
mereka merasa nyaman dan bukannya rasa bebas
nyeri
29.
30. KESIMPULAN
Nyeri merupakan suatu respon biologis yang
menggambarkan suatu kerusakan atau gangguan organ
tubuh. Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang
mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui
bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007).
Menurut International Association for Study of Pain
(IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan emosional
yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan
kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau
menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.
Manajemen nyeri pascaoperasi haruslah dapat dicapai
dengan baik demi alasan kemanusiaan. Manajemen
nyeri yang baik tidak hanya berpengaruh terhadap
penyembuhan yang lebih baik tetapi juga pemulangan
pasien dari perawatan yang lebih cepat.
31. Dalam menangani nyeri pascaoperasi, dapat
digunakan obat-obatan seperti opioid, OAINS, dan
anestesi lokal. Obat-obatan ini dapat dikombinasi
untuk mencapai hasil yang lebih sempurna. Karena
kebutuhan masing-masing individu adalah berbeda-
beda, maka penggunaan Patient Controlled
Analgesia dirasakan sebagai metode yang paling
efektif dan menguntungkan dalam menangani nyeri
pascaoperasi meskipun dengan tidak lupa
mempertimbangkan faktor ketersediaan dan
keadaan ekonomi pasien.
32. REFERENSI
Charlton ED. Posooperative Pain Management. World
Federation of Societies of
Anaesthesiologistshttp://www.nda.ox.ac.uk/wfsa/html/u0
7/u07_009.htm
Gwirtz K. Single-dose intrathecal opioids in the
management of acute postoperative pain. In: Sinatra
RS, Hord AH, Ginsberg B, Preble LM, eds. Acute Pain:
Mechanisms & Management. St Louis, Mo: Mosby-Year
Book; 1992:253-68
Chelly JE, Gebhard R, Coupe K, et al. Local anesthetic
delivered via a femoral catheter by patient-controlled
analgesia pump for pain relief after an anterior cruciate
ligament outpatient procedure. Am J Anesthesiol.
2001;28:192-4.
Mahajan R, Nathanson M. Anaesthesia. London ;
Elsevier Churchill Livingstone. 2006