2. Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk
merasa"), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai
prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.
Anastesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasri berbagai tindakan meliputi pemberian anastesi
maupun analgetik, pengawasan keselamatan pasien di operasi maupun tindakan lainnya, bantuan hidup (resusitasi),
perawatan intensif pasien gawat, pemberian terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun.
PENGERTIAN ANASTESI
3. SKALA RESIKO “ASA”
“American Society of Anaesthesiologists” (ASA) menetapkan sistem penilaian yang membagi status fisik penderita.
Golongan Status Fisik
I
Tidak ada gangguan organic, biokimia dan psikiatri, misalnya penderita dengan
hernia inguinalis tanpa kelainan lain, orang tua sehat dan bayi muda yang sehat.
II
Gangguan sistemik ringan sampai sedang yang bukan disebabkan oleh penyakit
yang akan dibedah, misalnya penderita dengan obesitas, penderita bronchitis dan
penderita DM ringan yang akan menjalani apendektomi
III
Penyakit sistemik berat, misalnya penderita DM dengan komplikasi pembuluh
darah dan datang dengan appendicitis akut
IV
Penyakit gangguan sistemik berat yang membahayakan jiwa yang tidak selalu dapat
diperbaiki dengan pembedahan, missal insufisiensi koroner atau MCI
V
Keadaan terminal dengan kemungkinan hidup kecil, pembedahan dilakukan sebagai
pilihan terakhir, missal penderita syok berat karena perdarahan akibat kehamilan di
luar uterus yang pecah.
VI Pasien dengan mati batang otak
4. 1. ANASTESI UMUM
Adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri/sakit secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali
(reversible). Komponen trias anastesi ideal terdiri dari hipnotik, analgesia dan relaksasi otot.
Cara pemberian anastesi umum:
a. Parenteral (intramuscular/intravena)
Digunakan untuk tindakan yang singkat atau induksi anastesi.
b. Perektal
Dapat dipakai pada anak untuk induksi anastesi atau tindakan singkat.
c. Anastesi Inhalasi
Yaitu anastesi dengan menggunakan gas atau cairan anastesi yang mudah menguap (volatile agent) sebagai zat
anestetik melalui udara pernapasan. Zat anestetik yang digunakan berupa campuran gas (denganO2) dan
konsentrasi zat anestetik tersebut tergantung dari tekanan parsialnya.
PEMBAGIAN ANASTESI
5. Stadium Anestesi
Guedel (1920) membagi anestesi umum dengan eter dalam 4 stadium (stadium III dibagi menjadi 4 plana), yaitu:
a. Stadium I
Stadium I (analgesi) dimulai dari saat pemberian zat anestetik sampai hilangnya kesadaran. Pada stadium ini pasien
masih dapat mengikuti perintah dan terdapat analgesi (hilangnya rasa sakit). Tindakan pembedahan ringan, seperti
pencabutan gigi dan biopsi kelenjar dapat dilakukan pada stadium ini
b. Stadium II
Stadium II (delirium/eksitasi, hiperrefleksi) dimulai dari hilangnya kesadaran dan refleks bulu mata sampai
pernapasan kembali teratur.
6. c. Stadium III
Stadium III (pembedahan) dimulai dengan tcraturnya pernapasan sampai pernapasan spontan hilang. Stadium III dibagi menjadi 4
plana yaitu:
1) Plana 1 : Pernapasan teratur, spontan, dada dan perut seimbang, terjadi gerakan bola mata yang tidak menurut kehendak, pupil
midriasis, refleks cahaya ada, lakrimasi meningkat, refleks faring dan muntah tidak ada, dan belum tercapai relaksasi otot lurik
yang sempurna. (tonus otot mulai menurun).
2) Plana 2 : Pernapasan teratur, spontan, perut-dada, volume tidak menurun, frekuensi meningkat, bola mata tidak bergerak,
terfiksasi di tengah, pupil midriasis, refleks cahaya mulai menurun, relaksasi otot sedang, dan refleks laring hilang sehingga
dikerjakan intubasi.
3) Plana 3 : Pernapasan teratur oleh perut karena otot interkostal mulai paralisis, lakrimasi tidak ada, pupil midriasis dan sentral,
refleks laring dan peritoneum tidak ada, relaksasi otot lurik hampir sempuma (tonus otot semakin menurun).
4) Plana 4 : Pernapasan tidak teratur oleh perut karena otot interkostal paralisis total, pupil sangat midriasis, refleks cahaya hilang,
refleks sfmgter ani dan kelenjar air mata tidak ada, relaksasi otot lurik sempuma (tonus otot sangat menurun).
7. d. Stadium IV
Stadium IV (paralisis medula oblongata) dimulai dengan melemahnya pernapasan perut dibanding stadium III
plana 4. pada stadium ini tekanan darah tak dapat diukur, denyut jantung berhenti, dan akhirnya terjadi
kematian. Kelumpuhan pernapasan pada stadium ini tidak dapat diatasi dengan pernapasan buatan.
8. 2. ANASTESI LOKAL/REGIONAL
Adalah tindakan menghilangkan nyeri/sakit secara lokal tanpa disertai hilangnya kesadaran. Pemberian
anestetik lokal dapat dengan tekhnik:
a. Anastesi Permukaan
Yaitu pengolesan atu penyemprotan analgetik lokal diatas selaput mukosa, seperti mata, hidung atau faring.
b. Anastesi Infiltrasi
Yaitu penyuntikan larutan analgetik lokal langsung diarahkan disekitar tempat lesi, luka dan insisi.
c. Anastesi Blok
Penyuntikan analgetik lokal langsung ke saraf utama atau pleksus saraf. Hal ini bervariasi dari blokade pada
saraf tunggal, misal saraf oksipital dan pleksus brachialis, anastesi spinal, anastesi epidural, dan anestesi
kaudal. Pada anestesi spinal, anestesi lokal disuntikkan ke ruang subarakhnoid.
d. Anastesi Regional Intravena
Yaitu penyuntikan larutan analgetik lokal. Ekstremitas dieksanguinasi dan diisolasi bagian proksimalnya dari
sirkulasi sistemik dengan torniquet pneumatik.
9. 1) Anastesi Spinal
Anestesi spinal merupakan tipe blok konduksi saraf yang luas dengan memasukkan anestesi local dalam
rung subarachnoid di tingkat lumbal (biasanya L4 dan L5). Cara ini menghasilkan anesthesia pada ekstermitas
bawah, perenium dan abdomen bawah. Untuk prosedur fungsi lumbal, pasien dibaringkan miring dalam posisi
lutut-dada. Teknik steril diterapkan saat melakukan fungsi lumbal dan medikasi disuntikkan melalui jarum. Segera
setelah penyuntikan, pasien dibaringkan terlentang. Jika diinginkan tingkat blok yang secara relative tinggi, maka
kepala dan bahu pasien diletakkan lebih rendah.
Anastesi Blok
10. 2) Blok Epidural
Anestesia epidural dicapai dengan menyuntikkan anestetik local ke dalam kanalis spinalis dalam spasium
sekeliling durameter. Anestesia epidural memblok fungsi sensori, motor dan otonomik yang mirip, tetapi tempat
injeksinya yang membedakannya dari anestesi spinal. Dosis epidural lebih besar disbanding dosis yang diberikan
selama anestesi spinal karena anestesi epidural tidak membuat kontak langsung dengan medulla atau radiks saraf.
3) Blok Pleksus Brakialis
Blok pleksus brakialis menyebabkan anestesia pada lengan.
4) Anestesia Paravertebral
Anestesia paravertebral menyebabkan anestesia pada saraf yang mempersarafi dada, dindind abdomen dan
ekstremitas.
5) Blok Transakral (Kaudal)
Blok transakral menyebabkan anestesia pada perineum
11.
12. Lokasi
Mudah di jangkau
Diketahui semua orang
Dapat dijangkau dalam waktu kurang
dari 1 menit
24. OBAT PREMEDIKASI
Pemberian obat premedikasi bertujuan untuk:
1.Menimbulkan rasa nyaman pada pasien (menghilangkan kekhawatiran, memberikan ketenangan, membuat amnesia,
memberikan analgesi).
2. Memudahkan/memperlancar induksi, rumatan, dan sadar dari anastesi.
3.Mengurangi jumlah obat-obatan anastesi.
4. Mengurangi timbulnya hipersalivasi, bradikardi, mual dan muntah pascaanastesi.
5. Mengurangi stres fisiologis (takikardi, napas cepat, dan lain-lain).
6.Mengurangi keasaman lambung.
Obat-obat yang dapat diberikan sebagai premedikasi pada tindakan anestesi adalah sebagai berikut:
25. 1. Analgetik narkotik
a. Morfin
Dosis premedikasi dewasa 5-10 mg (0,1-0,2 mg/kg BB) intramuskular diberikan untuk mengurangi kecemasan dan ketegangan pasien
menjelang operasi, menghindari takipnu pada pemberian trikloroetilen, dan agar anestesi berjalan dengan tenang dan dalam.
Kerugiannya adalah terjadi perpanjangan waktu pemulihan, timbul spasme serta kolik biliaris dan ureter.
b. Petidin
Dosis premedikasi dewasa 50-75 mg (1-1,5 mg/kg BB) intravena diberikan untuk menekan tekanan darah dan pernafasan serta
merangsang otol polos. Dosis induksi 1-2 mg/kg BB intravena.
2. Barbiturat
Penobarbital dan sekobarbital). Diberikan untuk menimbulkan sedasi. Dosis dewasa 100-200 mg, pada anak dan bayi 1 mg/kg BB
secara oral atau intramuslcular.
26. 3. Antikolinergik
Atropin. Diberikan untuk mencegah hipersekresi kelenjar ludah dan dan bronkus selama 90 menit. Dosis 0,4-0,6 mg
intramuskular bekerja setelah 10-15 menit.
4. Obat penenang (tranquillizer)
a. Diazepam
Diazepam (valium) merupakan golongan benzodiazepin. Dosis premedikasi dewasa 10 mg intramuskular atau 5-10 mg oral
(0,2-0,5 mg/kgBB) dengan dosis maksimal 15 mg. Dosis sedasi pada analgesi regional 5-10 mg (0,04-0,2 mg/kgBB)
intravena. Dosis induksi 0,2-1 mg/kg BB intravena.
b. Midazolam
Mempunyai awal dan lama kerja lebih pendek dibandingkan dengan diazepam.
27.
28.
29.
30.
31.
32. OBAT PELUMPUH OTOT
Obat golongan ini menghambat transmisi neuromuskular sehingga menimbulkan kelumpuhan pada otot rangka.
Menurut mekanisme kerjanya obat ini dibagi menjadi 2 golongan, yaitu obat penghambat secara depolarisasi
resisten dan obat penghambat kompetitif atau nondepolarisasi. Pada anestesi umum, obat ini memudahkan dan
mengurangi cedera tindakan laringoskopi dan intubasi trakhea, serta memberi relaksasi otot yang dibutuhkan dalam
pembedahan dan ventilasi kendali.
33. Depolarisasi Nondepolarisasi
Ada vasikulasi otot Tidak ada vasikulasi otot
Berpotensiasi dengan antikolinesterase Berpontisiasi dengan hipokalemia, hipotermia, obat
anestetik inhalasi, eter, halotan, enfluran dan isofluran
Tidak menunjukkan kelumpuhan yang bertahap pada
perangsangan tunggal atau tetanik
Menunjukkan kelumpuhan yang bertahap pada
perangsangan tunggal atau tetanik
Belum dapat diatasi dengan obat spesifik Dapat diantagonis oleh antikolin esterase
Kelumpuhan berkurang dengan pemberian obat
pelumpuh otot nondepolarisasi dan asidosis
Perbedaan Obat Pelumpuh Otot Depolarisasi dan Nondepolarisasi
34. 1. Obat Pelumpuh Otot Nondepolarisasi
Pavulon (pankuronium bromida). Dosis awal untuk relaksasi otot 0,008 mg/kgBB intravena pada dewasa. Dosis rumatan setengah dosis
awal. Dosis intubasi trakhea 0,15 mg/kgBB intravena.
Trakrium (atrakurium besilat). Keunggulannya adalah metabolisme terjadi di dalam darah, tidak tergantung pada fungsi hati dan
ginjal. Dosis intubasi 0,5-0,6 mg/kgBB intravena. Dosis relaksasi otot 0,5-0,6 mg/kgBB intravena. Dosis rumatan 0,1-0,2 mg/kgBB
intravena.
Vekuronium (norkuron).
Rokuronium. Dosis intubasi 0,3-0,6 mg/kgBB. Dosis rumalan 0,1-2 mg/kgBB.
2. Obat Pelumpuh Otot Depolarisasi
Suksametonium (suksinil kolin). Mula kerja 1-2 menit dan lama kerja 3-5 menit. Dosis intubasi 1-1,5 mg/kgBB intravena.
3. Antagonis Pelumpuh Otot Nondepolarisasi
Prostigmin (neostigmin metilsulfat). Prostigmin mempunyai efek nikotik, muskarinik, dan merupakan stimulan otot langsung. Dosis 0,5 mg
bertahap sampai 5 mg, biasa diberikan bersama atropin dosis 1- 1,5mg.
35.
36.
37.
38. Zat Keuntungan Kerugian
N2O Analgesik kuat, baunya manis, tidak iritasi,
tidak terbakar.
Jarang digunakan tunggal, harus disertai O2 minimal 25%,
anestetik lemah, memudahkan hipoksia difusi.
Halotan Baunya enak. Tidak merangsang jalan
nafas, anestesi kuat
Vasodilator serebral, meningkatkan aliran darah otak yang
sulit dikendalikan, analgesik lemah.
Kelebihan dosis akan menyebabkan depresi nafas,
menurunnya tonus simpatis, hipotensi, bradikardi,
vasodilator perifer, depresi vasomotor, depresi miokard.
Kontraindikasi gangguan hepar. Paska pemberian
menyebabkan menggigil.
Enfluran Induksi dan pemulihan lebih cepat dari
halotan. Efek relaksasi terhadap otot lebih
baik
Pada EEG, menunjukkan kondisi epileptik. Depresi nafas,
iritatif, depresi sirkulasi.
Isofluran Menurunkan laju meta-bolisme otak
terhadap O2
Meninggikan aliran darak otak dan TIK.
Desfluran Sangat mudah menguap, potensi rendah. Simpatomimetik,
depresi nafas, me-rangsang jalan nafas atas.
Sevofluran Bau tidak menyengat, tidak merangsang
jalan nafas, kardiovaskular stabil
Obat Anestesi Inhalasi
39. OBAT ANESTESI REGIONAL/LOKAL
Obat anestesi regional/lokal adalah obat yang menghambat hantaran saraf bila dikenakan secara lokal. Anestesi lokal
ideal adalah yang tidak mengiritasi atau merusak jaringan secara permanen, batas keamanan lebar, mula kerja singkat,
masa kerja cukup lama, larut dalam air, stabil dalam larutan, dapat disterilkan tanpa mengalami perubahan, dan efeknya
reversibel. Obat anestesianya yaitu lidokain dan bupivikain.
41. INTUBASI TRAKEA
Intubasi trakea adalah tindakan memasukkan pipa endotrakeal ke dalam trakea sehingga jalan napas bebas hambatan dan
napas mudah dibantu atau dikendalikan. Ekstubasi trakea adalah tindakan pengeluaran pipa endotrakeal.
1. Tujuan
Pembersihan saluran trakeobronkial, mempertahankan jalan napas agar tetap paten, mencegah aspirasi, serta
mempermudah pemberian ventilasi dan oksigenisasi.
2. Indikasi
Tindakan resusitasi, tindakan anestesi, pemeliharaan jalan napas, dan pemberian ventilasi mekanis jangka panjang.
42. 3. Peralatan
Sebelum mengerjakan intubasi trakea, dapat diingat kata STATICS
S : scope, laringioskop dan stetoskop
T : tubes, pipa endotrakeal
A : airway tubes, pipa orofaring/nasofaring
T : tape, plester
I : introducer, stilet, mandrin
C: connector, sambungan-sambungan
S : suction, penghisap lendir
43. 1. Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology Sixth Edition.
2. Stoelting Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice Fifth Edition.
3. Miller’s Anesthesia Ninth Edition.