SlideShare a Scribd company logo
1 of 13
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI VI
Uji Analgesik Metode Refleks Geliat (Writhing Reflex)

Disusun oleh :
KELOMPOK 4
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Angga Aditya R
Siska Hermawati
Rahmawati
Yuliana Putri A
Tri Rahmi
Dzati Illiyah I
Ratna Endah L
Venny Aryandini
Sherly Diama

(201210410311180)
(201210410311184)
(201210410311185)
(201210410311186)
(201210410311187)
(201210410311188)
(201210410311192)
(201210410311189)
(201210410311190)

KELAS PRAKTIKUM FARMASI B
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2012 – 2013
TUJUAN:
1.Mengamati respon geliat atau writhing reflex pada mencit akibat induksi kimia.

DASAR TEORI
Analgetika adalah senyawa yang dalam dosis terapeutik meringankan atau
menekan rasa nyeri, tanpa memiliki kerja anastesi umum. Berdasarkan potensi
kerja, mekanisme kerja dan efek samping analgetika dibedakan dalam dua
kelompok yaitu:
1. Analgetika yang berkhasiat kuat, bekerja pada pusat (hipoanalgetika,
‘kelompok opiat’)
2. Analgetika yang berkhasiat lemah (sampai sedang), bekerja terutama pada
perifer dengan sifat antipiretika dan kebanyakan juga mempunyai sifat
antiinflamasi dan anti reumatik.
Analgetika lemah (sampai sedang):
Analgetika jenis ini, yang juga disebut analgetika yang bekerja pada sistem
saraf perifer atau ‘kecil’ memiliki spektrum kerja farmakologi yang mirip
walaupun struktur kimianya berbeda. Disamping kerja analgetika senyawasenyawa ini menunjukkan kerja antipiretika dan juga komponen kerja
antiflogistika dengan kekecualian turunan asetilanilida. Sebaliknya senyawasenyawa ini tidak mempunyai sifat-sifat psikotropik dan sifat sedasi dari
hipoanalgetika.
Nyeri
Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering dialami
meskipun nyeri sendiri dapat berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan
sering memudahkan diagnosis. Nyeri timbul jika rangsang mekanik, termal, kimia
atau listrik melampaui suatu nilai ambang tertentu (nilai ambang nyeri) dan karena
itu menyebabkan kerusakan jaringan dengan pembebasan yang disebut senyawa
nyeri. Batas nyeri untuk suhu adalah konstan, yakni pada 44-45 derajat celcius.
Semua mediator nyeri itu merangsang reseptor nyeri (nociceptor) di ujung- ujung
saraf bebas di kulit, mukosa serta jaringan lain dan demikian menimbulkan antara
lain reaksi radang dan kejang-kejang. Nociceptor terdapat diseluruh jaringan dan
organ tubuh, terkecuali di SSP. Dari tempat ini rangsangan di salurkan ke otak
melalui jaringan lebat dari tajuk-tajuk neurondengan sangat banyak sinaps via
sumsum belakang, sumsum lanjutan dan otak tengah.Dari thalamus implus
kemudian diteruskan ke pusat nyeri di otak besar, di mana implus dirangsangkan
sebagai nyeri

Nyeri
permukaan
Nyeri
somatik
Nyeri
dalaman

Nyeri
viseral

Nyeri I
Nyeri II

Kulit, contohnya
tusukan jarum,
cubitan
Otot ,jaringan ikat, tulang, sendi
Contoh kejang otot, sakit kepala

Perut
Contoh kolik kantung empedu, nyeri
luka lambung

Resptor nyeri (nosiseptor) rangsangan nyeri diterima oleh reseptor nyeri
khusus, yang merupakan ujung saraf bebas. Karena ujung saraf bebas juga dapat
menerima rangsang sensasi lain, maka kespesifikan fungsional mungkin berkaitan
dengan deferensiasi pada tahap molekul yang tidak dapat diketahui dengan
pengamatan cahaya dan elektronoptik.
Secara fungsional dibedakan dua jenis reseptor, yang dapat menyusun dua sistem
serabut berbeda :
1. Mekanoreseptor, yang meneruskan nyeri permukaan melalui serabut Adalta bermielin
2. Termoreseptor, yang meneruskan nyeri kedua melalui serabut-serabut C
yang tak bermielin
Mediator nyeri penting adalah anti histamin yang bertanggungjawab untuk
kebanyakan reaksi alergi (bronchokon striksi, pengembang mukosa, pruritus, dan
nyeri). Bradykinin adalah polipeptida (rangkaian asam amino) yang dibentuk dari
protein plasma.Prostaglandin mirip stukturnya dengan asam lemak dan terbentuk
dari asam arachidonat.
PENANGANAN RASA NYERI
Berdasarkan proses terjadinya, rasa nyeri dapat dilawan dengan beberapa cara,
yakni dengan:
a. Analgetika perifer, yang merintangi terbentuknya rangsangan pada
reseptor nyeri perifer
b. Anestetika lokal, yang merintangi penyaluran rangsangan di saraf-saraf
sensoris
c. Analgetika sentral (narkotika), yang memblokir pusat nyeri di SSP
dengan anestesi umum
d. Antidepresiva trisiklis, yang digunakan pada nyeri kanker dan saraf,
mekanisme kerjanya belum diketahui, misalnya amitriptilin
e. Antiepileptika, yang meningkatkan jumlah neurotransmitter di ruang
sinaps pada nyeri,mis pregabalin. Juga karbamazepin, okskarbazepin,
fenitoin, valproat, dll.
PENGGOLONGAN
Atas dasar kerja farmakologisnya, anelgetika dibagi dalam dua kelompok besar,
yaitu:
1. Analgetika perifer (non narkotika), yang terdiri dari obat-obat yang tidak
bersifat narkotika dan tidak bekerja sentral, contohnya: anelgetika radang.
2. Analgetika narkotik khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat,
seperti pada fractura dan kanker.
PENANGANAN BENTUK-BENTUK NYERI
Nyeri ringan dapat ditangani dengan obat perifer, seperti parasetamol,
asetosal, mefenaminat, propifenazon, atau aminofenazon, begitu pula rasa nyeri
dengan demam. Untuk nyeri sedang dapat ditambahkan kofein atau kodein. Nyeri
yang di ssertai pembengkakan atau akibat trauma (jatuh, tendangan,tubrukan)
sebaiknya diobati dngan suatu analgetikum antiradang sepertiaminofenazon dan
NSAID (ibuprofen, mefenaminat,dll). Nyeri yang hebat perlu ditanggulangi
dengan morfinatau opiat lainnya (tramadol). Obat ini mampu meringankan atau
menghilangkan rasa nyeri tanpa mempengaruhi SSP atau enurunkan kesadaraan,
juga tidak menimbulkan ketagihan. Oleh karena itu, tidak hanya digunakan
sebagai obatanti nyeri, melainkan juga pada demam(inveksi virus atau kuman,
selesma, pilek) dan perandangan seperti rema dan encok.
Nyeri berperan sebagai suatu antagonis depresi napas yang bagaimanapun
bisa menjadi masalah bila nyeri dihilangkan, misalnya dengan anestesi lokal.
Opiod sering menyebabkan mual dan muntah sehingga seringkali memerlukan
antiemetik. Efek pada pleksus saraf diusus yang juga mempunyai peptida dan
reseptor opoid, menyebabkan kontipasi dan biasanya membutuhkan laksatif.
Terapi

kontinu

dengan

analgesik

opioid

menyebabkan

toleransi

dan

ketergantungan pada pecandu. Akan tetapi pada pasien dengan penyakit terminal,
peningkatan nyeri secara progresif daripada akibat toleransi. Demikian juga
halnya, pada konteks klinis ketergantungan tidak penting. Penggunaan analgesik
opioid yang terlalu hati-hati sering menyebabkan kontrol nyeri yang buruk pada
pasien. Analgetik tertentu tertentu, seperti kodein, dan dihidrokodein kurang paten
dibandingkan morfin dan tidak dapat diberikan dalam dosis ekuianalgesik.

ASAM ASETAT
Acetic Acid
Golongan Asam karboksilat, alifatik.
Sinonim / Nama Dagang
Acetic acid; Glacial acetic acid; Ethanoic acid; Vinegar acid; Ethylic acid;
Pyroligneus acid; Methanecarboxylic acid; Acetic acid; Glacial;
Keracunan akut
Terhirup
Asam asetat : menyebabkan iritasi yang berat pada saluran pernafasan, pada
kebanyakan orang 50 bpj atau lebih banyak yang tidak tahan dan dapat
menyebabkan edema pharingeal dan bronchitis kronik.. Gejala gejala lain
termasuk batuk, dyspnea, nafas pendek, laryngitis, edema pulmonal,
bronkhopneumonia dan hipotensi.Kontak dengan kulit
Asam Asetat : Kontak langsung dapat menyebabkan iritasi yang berat disertai
rasa sakit , eritema, melepuh, kerusakan permukaan kulit dan terbakar dengan
penyembuhan yang lambat. Kulit menjadi berwarna hitam, hiperkeratotis dan
pecah-pecah.Diserap dengan cepat melalui kulit.
Kontak dengan mata
Asam Asetat : Kontak langsung dapat menyebabkan iritasi yang berat,
lakrimasi, erosi kornea, kekeruhan, iritis dan hilangnya penglihatan manusia.
Pertumbuhan epitelium terjadi setelah beberapa bulan tetapi anestesia kornea
dan kekeruhan biasanya permanen.Pada kasus yang tidak berat terjadi
conjunctivitis, fotofobia dan hiperemia konjunctiva.Uap dan cairan pelarut
dapat menyebabkan hiperemia konjunctiva dan kadang kadang kerusakan
epitelium kornea.
Tertelan
Asam asetat : dalam kasus tertelan ( kecelakaan ) lesi ulseronekrotik yang
berat dari saluran pencernaan atas, striktur esofagus, observasi perforasi
esofagus dan pilorus disertai hematemesis, diare, syok, hemoglobinuria,
diikuti anuria dan uremia. Gejala-gejala yang lain termasuk muntah, perut
kejang, haus, susah menelan, hipotermi, denyut nadi lemah dan cepat, nafas
dangkal dan lambat, laringitis, bronkhitis , edema pulmonal, pneumonia,
hemolisis, albuminuria, hematuria, kedutan, konvulsi, kolap kardiovaskular ,
syok dan kematian, juga dilaporkan mempengaruhi kesuburan pada binatang.

ALAT DAN BAHAN
• Mencit
• Asam asetat glacial 5% 0,1 ml/20g
• Aquadest
• Asetosal 1,3 mg/20 gBB
• Infus lempuyang pahit 30 mg/10 gBB
• Infus lempuyang pahit 90 mg/10 gBB
• Infus lempuyang pahit 300 mg/10 gBB

PROSEDUR KERJA
1. Berikan bahan uji pada masing-masing kelompok uji.
2. 15 menit kemudian, semua hewan uji diinduksi dengan asam asetat glacial
secara intraperitoneum. Setelah 5 menit, umumnya mencit mulai
merasakan sakit dengan memperlihatkan reflek geliat. Amati dan hitung
jumlah reflek geliat mencit tiap 5 menit.
Cara menghitung % Efektivitas Bahan Uji
% E = (K-U) / K x 100

%E

= Persen efektivitas bahan uji

K

= Respon (detik) kelompok kontrol

U

= Respon (detik) kelompok uji

PERHITUNGAN DOSIS
Hasil praktikum :
Tikus 2 :
52 mg/kgBB
BB = 17 g
= 0,884 mg
Tikus 3 :
30 mg/10g BB
BB = 18 g
= 54 mg
Sediaan 100% = 100 g → 100 ml
100.000 mg →100 ml
54 mg → X ml
X
Tikus 4 :
90 mg/10g BB
BB = 18 g

= 0,054 ml
= 162 mg
Sediaan 100% = 100 g → 100 ml
100.000 mg →100 ml
162 mg → X ml
X

= 0,162 ml

Tikus 5 :
300 mg/10g BB
BB = 18 g
= 540 mg
Sediaan 100% = 100 g → 100 ml
100.000 mg →100 ml
540 mg → X ml
X

Asam asetat glacial 0,5% 0,1 ml/20 g
Tikus 1 : 0,1ml/20g → BB = 19 g
= 0,095 ml
Tikus 2 : 0,1 ml/20g → BB = 17 g
= 0,085 ml
Tikus 3: 0,1 ml/20g → BB = 18 g
= 0,09 ml
Tikus 4: 0,1 ml/20g → BB = 18 g
= 0,09 ml

= 0,54 ml
Tikus 5 : 0,1 ml/20g → BB = 18 g
= 0,09 ml

%hambatan tikus 2 :
X 100% = 38,15 %
%hambatan tikus 3 :
X 100% = - 0,63 %
%hambatan tikus 4 :
X 100% = 3,36 %
%hambatan tikus 5:
–

%efektifitas :

X 100% = 77,54 %
X 100% = 100 %

Lempuyang 30mg/10g BB :

X 100% = 162,69 %

Lempuyang 90mg/10g BB :

X 100% = 156,24 %

Lempuyang 300mg/10g BB : :

X 100% = 36,32 %
HASIL
Tabel 1. Jumlah geliat tiap 5 menit
Perlakua

Menit ke-

n

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

55

60

Kontrol

0

25

29

21

40

25

30

37

36

30

25

27

0

10

7

8

28

25

10

25

20

29

19

20

16

34

71

25

7

33

35

20

23

25

18

20

0

5

9

24

41

18

60

65

12

49

19

12

0

4

0

0

3

0

7

0

10

13

17

19

negative
(aquadest
)
Kontrol
positif
(Asetosal)
Infus
30mg/10g
BB
Infus
90mg/10g
BB
Infus
300mg/10
gBB

Tabel 2. Respon Awal dan Jumlah Geliat Selama 1 Jam

Perlakuan

Respon
(detik)

Awal

Rata-Ratajumlah
Geliat

Kontrol negatif (aquadest)

480

27,08

Kontrol positif (Asetosal)

300

16,75

Infus 30mg/10gBB

200

27,25

Infus 90mg/10gBB

350

26,17

Infus 300mg/10gBB

600

6,083
Tabel 3. Jumlah %Efektivitas Bahan Uji di Tiap Perlakuan
Perlakuan

% Efektivitas Bahan Uji

% Hambatan mencit 2

38,15%

% Hambatan mencit 3

-0,63%

% Hambatan mencit 4

3,36%

% Hambatan mencit 5

77,54%

Infus 30mg/10gBB

162,69%

Infus 90mg/10gBB

156,24%

Infus 300mg/10gBB

36,32%

PEMBAHASAN
Metode pengujian di sini mempergunakan pembandingan asetosal, yang
merupakan prototipe obat non narkotik; kerja obat analgetik dan narkotik yang
diketahui adalah dengan jalan mempengaruhi prostaglandin yang berfungsi
merespon nyeri, sehingga terjadi penurunan jumlah infus nyeri pada saraf pusat.
Pada Tabel 1terlihat kelompok asetosal memiliki jumlah geliat yang
rendah, yang berarti adanya kemampuan menekan junlah geliat tertinggi dan
mempunyai efek analgetik tertinggi. Sedangkan infus lempuyang pahit dosis
300mg/10gBB memiliki jumlah geliat lebih sedikit daripada infus lempuyang
pahit 90mg/10gBB, dan infus lempuyang pahit 90mg/10gBB memiliki jumlah
geliat yang lebih sedikit daripada infus lempuyang pahit dosis 30mg/10gBB, ini
berarti makin besar dosis yang diberikan maka sebanding dengan kemampuan
infus untuk menekan jumlah geliat atau semakin besar dosis yang diberikan maka
semakin besar pula efek analgetik yang muncul.
Dari informasi ilmiah, rimpang lempuyang pahit mengandung minyak
atsiri, sterol, asam lemak, tanin, glikosida(poliosa), saponin, senyawa pereduksi.
Salah satu sifat minyakatsiri antara lain sebagai analgesik, seperti terlihat juga
pada minyak atsiri rimpang Kaempheria galanga L.Kemungkinan adanya efek
analgesik dari lempuyang pahit disebabkan karena adanya kandungan minyak
atsiri, walaupun tidak tertutup kemungkinan kandungan lainnya.
Pada Tabel 2terlihatbahwa infus lempuyang pahit dosis 30mg/10gBB dan
infus lempuyang pahit dosis 90mg/10gBB memiliki respon awal yang lebih cepat
atau menimbulkan gerakan geliat, dan infus lempuyang 30mg/10gBB memiliki
respon awal lebih cepat daripada acetosal.
Pada Tabel 3terlihat bahwa nilai % Efektivitas Bahan Uji terbesar dimiliki
oleh Infus 30mg/10gBB ini membuktikan Infus 30mg/10gBB memiliki efektivitas
analgetik lebih tinggi. Sedangkan infus lempuyang dosis 300mg/10gBB memiliki
nilai % efektivitas rendah. Ini membuktikan bahwa makin besar dosis yang
diberikan maka semakin besar pula efek analgetik yang ditimbulkan.

KESIMPULAN
Bahwa infus lempuyang pahit dosis 30mg/10gBB dan infus lempuyang
pahit dosis 90 mg/10gBB memiliki respon awal lebih cepat atau menimbulkan
gerakan geliat, sedangkan infus lempuyang 300mg/10gBB memiliki respon awal
lebih cepat daripada acetosal. Nilai % Efektivitas Bahan Uji terbesar dimiliki
olehinfus lempuyang pahit dosis 30mg/10gBB, ini membuktikan infus lempuyang
pahit dosis 30mg/10gBB memiliki efektivitas analgetik lebih tinggi. Sedangkan
infus lempuyang dosis 300mg/10gBB memiliki nilai % efektivitas rendah. Ini
membuktikan bahwa makin besar dosis yang diberikan maka semakin besar pula
efek analgetik yang ditimbulkan.
DAFTAR PUSTAKA
Sota omolgui. 1995. Buku saku obat-obatan anesthesia edisi 2. EGC: Jakarta
Tan Hoan Tjay dan Kirana Rahardja. 2008. Obat-obat penting. Elex
komputindo Kelompok Gramedia: Jakarta
www. Valdisreinaldo-blogspot.com

media

More Related Content

What's hot (20)

Laporan Farmakologi II "EFEK DIARE"
Laporan Farmakologi II "EFEK DIARE"Laporan Farmakologi II "EFEK DIARE"
Laporan Farmakologi II "EFEK DIARE"
 
Eliksir
EliksirEliksir
Eliksir
 
formulasi sediaan larutan
formulasi sediaan larutanformulasi sediaan larutan
formulasi sediaan larutan
 
Sediaan obat Kapsul
Sediaan obat KapsulSediaan obat Kapsul
Sediaan obat Kapsul
 
Laporan resmi suspensi ibuprofen
Laporan resmi suspensi ibuprofenLaporan resmi suspensi ibuprofen
Laporan resmi suspensi ibuprofen
 
Glikosida
GlikosidaGlikosida
Glikosida
 
Sediaan solida bu neni
Sediaan solida bu neniSediaan solida bu neni
Sediaan solida bu neni
 
Laporan praktikum farmakologi ed 50
Laporan praktikum farmakologi ed 50Laporan praktikum farmakologi ed 50
Laporan praktikum farmakologi ed 50
 
laporan, alkaloid, anstetik, hormon
laporan, alkaloid, anstetik, hormonlaporan, alkaloid, anstetik, hormon
laporan, alkaloid, anstetik, hormon
 
Uji Mutu Sediaan Suspensi
Uji Mutu Sediaan SuspensiUji Mutu Sediaan Suspensi
Uji Mutu Sediaan Suspensi
 
Laporan resmi unguentum
Laporan resmi unguentumLaporan resmi unguentum
Laporan resmi unguentum
 
Kuliah formulasi dasar 2
Kuliah formulasi dasar 2Kuliah formulasi dasar 2
Kuliah formulasi dasar 2
 
Penanganan hewan coba
Penanganan hewan cobaPenanganan hewan coba
Penanganan hewan coba
 
Laporan resmi elixir paracetamol
Laporan resmi elixir paracetamolLaporan resmi elixir paracetamol
Laporan resmi elixir paracetamol
 
Laporan farmasi fisika rheologi
Laporan farmasi fisika rheologiLaporan farmasi fisika rheologi
Laporan farmasi fisika rheologi
 
Kuliah formulasi dasar 1
Kuliah formulasi dasar 1Kuliah formulasi dasar 1
Kuliah formulasi dasar 1
 
Tetes hidung
Tetes hidungTetes hidung
Tetes hidung
 
Laporan Resmi Uji Difusi
Laporan Resmi Uji DifusiLaporan Resmi Uji Difusi
Laporan Resmi Uji Difusi
 
ppt gel
ppt gelppt gel
ppt gel
 
Emulsifikasi
EmulsifikasiEmulsifikasi
Emulsifikasi
 

Similar to LAPORAN PRAKTIKUM

PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANALGETIK DIKLOFENAK, PARACETAMOL, DAN.pptx
PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANALGETIK DIKLOFENAK, PARACETAMOL, DAN.pptxPERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANALGETIK DIKLOFENAK, PARACETAMOL, DAN.pptx
PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANALGETIK DIKLOFENAK, PARACETAMOL, DAN.pptxrewindoimanuel111
 
Obat sistem saraf pusat
Obat sistem saraf pusatObat sistem saraf pusat
Obat sistem saraf pusatbarkah1933
 
Analgesik antipiretik-anasthesi
Analgesik antipiretik-anasthesiAnalgesik antipiretik-anasthesi
Analgesik antipiretik-anasthesiNunung Ayu Novi
 
SISTEM SARAF OTONOM.pptx
SISTEM SARAF OTONOM.pptxSISTEM SARAF OTONOM.pptx
SISTEM SARAF OTONOM.pptxelly394769
 
Praktikum farmakologi antiinflamasi
Praktikum farmakologi antiinflamasiPraktikum farmakologi antiinflamasi
Praktikum farmakologi antiinflamasiSiska Hermawati
 
Penggolongan Obat : Susunan Syaraf Pusat dan Otonom serta Antibiotika serta A...
Penggolongan Obat : Susunan Syaraf Pusat dan Otonom serta Antibiotika serta A...Penggolongan Obat : Susunan Syaraf Pusat dan Otonom serta Antibiotika serta A...
Penggolongan Obat : Susunan Syaraf Pusat dan Otonom serta Antibiotika serta A...pjj_kemenkes
 
Modul farmakologi 2 kb 3.-
Modul farmakologi 2 kb 3.-Modul farmakologi 2 kb 3.-
Modul farmakologi 2 kb 3.-pjj_kemenkes
 
Antiinflamasi pada Oftalmologi
Antiinflamasi pada OftalmologiAntiinflamasi pada Oftalmologi
Antiinflamasi pada OftalmologiAditiaFitri
 
PENATALAKSANAAN NYERI PADA LUKA BAKAR.pptx
PENATALAKSANAAN NYERI PADA LUKA BAKAR.pptxPENATALAKSANAAN NYERI PADA LUKA BAKAR.pptx
PENATALAKSANAAN NYERI PADA LUKA BAKAR.pptxLienardyPrawira1
 

Similar to LAPORAN PRAKTIKUM (20)

423261779-Analgetik-Pres.pptx
423261779-Analgetik-Pres.pptx423261779-Analgetik-Pres.pptx
423261779-Analgetik-Pres.pptx
 
Anti asma
Anti asmaAnti asma
Anti asma
 
PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANALGETIK DIKLOFENAK, PARACETAMOL, DAN.pptx
PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANALGETIK DIKLOFENAK, PARACETAMOL, DAN.pptxPERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANALGETIK DIKLOFENAK, PARACETAMOL, DAN.pptx
PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANALGETIK DIKLOFENAK, PARACETAMOL, DAN.pptx
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Obat sistem saraf pusat
Obat sistem saraf pusatObat sistem saraf pusat
Obat sistem saraf pusat
 
AINS.pptx
AINS.pptxAINS.pptx
AINS.pptx
 
Analgesik antipiretik-anasthesi
Analgesik antipiretik-anasthesiAnalgesik antipiretik-anasthesi
Analgesik antipiretik-anasthesi
 
ANTIINFLAMASI.pptx
ANTIINFLAMASI.pptxANTIINFLAMASI.pptx
ANTIINFLAMASI.pptx
 
Ppt ibuprofen
Ppt ibuprofenPpt ibuprofen
Ppt ibuprofen
 
SISTEM SARAF OTONOM.pptx
SISTEM SARAF OTONOM.pptxSISTEM SARAF OTONOM.pptx
SISTEM SARAF OTONOM.pptx
 
Praktikum farmakologi antiinflamasi
Praktikum farmakologi antiinflamasiPraktikum farmakologi antiinflamasi
Praktikum farmakologi antiinflamasi
 
Penggolongan Obat : Susunan Syaraf Pusat dan Otonom serta Antibiotika serta A...
Penggolongan Obat : Susunan Syaraf Pusat dan Otonom serta Antibiotika serta A...Penggolongan Obat : Susunan Syaraf Pusat dan Otonom serta Antibiotika serta A...
Penggolongan Obat : Susunan Syaraf Pusat dan Otonom serta Antibiotika serta A...
 
Modul farmakologi 2 kb 3.-
Modul farmakologi 2 kb 3.-Modul farmakologi 2 kb 3.-
Modul farmakologi 2 kb 3.-
 
Analgetika kebidanan
Analgetika kebidananAnalgetika kebidanan
Analgetika kebidanan
 
Analgetika
AnalgetikaAnalgetika
Analgetika
 
Antiinflamasi pada Oftalmologi
Antiinflamasi pada OftalmologiAntiinflamasi pada Oftalmologi
Antiinflamasi pada Oftalmologi
 
Antiinflamasi
AntiinflamasiAntiinflamasi
Antiinflamasi
 
PENATALAKSANAAN NYERI PADA LUKA BAKAR.pptx
PENATALAKSANAAN NYERI PADA LUKA BAKAR.pptxPENATALAKSANAAN NYERI PADA LUKA BAKAR.pptx
PENATALAKSANAAN NYERI PADA LUKA BAKAR.pptx
 
97035240 makalah-morfin-fix
97035240 makalah-morfin-fix97035240 makalah-morfin-fix
97035240 makalah-morfin-fix
 

Recently uploaded

MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASKurniawan Dirham
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggeraksupriadi611
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxmawan5982
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxFuzaAnggriana
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BAbdiera
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CAbdiera
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxJamhuriIshak
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfbibizaenab
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKirwan461475
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxazhari524
 
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...MarwanAnugrah
 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptxHendryJulistiyanto
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDmawan5982
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfCloverash1
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfirwanabidin08
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASreskosatrio1
 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdftsaniasalftn18
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxRezaWahyuni6
 
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxPPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxnerow98
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAAndiCoc
 

Recently uploaded (20)

MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
 
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
 
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
 
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxPPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
 

LAPORAN PRAKTIKUM

  • 1. LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI VI Uji Analgesik Metode Refleks Geliat (Writhing Reflex) Disusun oleh : KELOMPOK 4 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Angga Aditya R Siska Hermawati Rahmawati Yuliana Putri A Tri Rahmi Dzati Illiyah I Ratna Endah L Venny Aryandini Sherly Diama (201210410311180) (201210410311184) (201210410311185) (201210410311186) (201210410311187) (201210410311188) (201210410311192) (201210410311189) (201210410311190) KELAS PRAKTIKUM FARMASI B UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2012 – 2013
  • 2. TUJUAN: 1.Mengamati respon geliat atau writhing reflex pada mencit akibat induksi kimia. DASAR TEORI Analgetika adalah senyawa yang dalam dosis terapeutik meringankan atau menekan rasa nyeri, tanpa memiliki kerja anastesi umum. Berdasarkan potensi kerja, mekanisme kerja dan efek samping analgetika dibedakan dalam dua kelompok yaitu: 1. Analgetika yang berkhasiat kuat, bekerja pada pusat (hipoanalgetika, ‘kelompok opiat’) 2. Analgetika yang berkhasiat lemah (sampai sedang), bekerja terutama pada perifer dengan sifat antipiretika dan kebanyakan juga mempunyai sifat antiinflamasi dan anti reumatik. Analgetika lemah (sampai sedang): Analgetika jenis ini, yang juga disebut analgetika yang bekerja pada sistem saraf perifer atau ‘kecil’ memiliki spektrum kerja farmakologi yang mirip walaupun struktur kimianya berbeda. Disamping kerja analgetika senyawasenyawa ini menunjukkan kerja antipiretika dan juga komponen kerja antiflogistika dengan kekecualian turunan asetilanilida. Sebaliknya senyawasenyawa ini tidak mempunyai sifat-sifat psikotropik dan sifat sedasi dari hipoanalgetika. Nyeri Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering dialami meskipun nyeri sendiri dapat berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering memudahkan diagnosis. Nyeri timbul jika rangsang mekanik, termal, kimia atau listrik melampaui suatu nilai ambang tertentu (nilai ambang nyeri) dan karena itu menyebabkan kerusakan jaringan dengan pembebasan yang disebut senyawa nyeri. Batas nyeri untuk suhu adalah konstan, yakni pada 44-45 derajat celcius. Semua mediator nyeri itu merangsang reseptor nyeri (nociceptor) di ujung- ujung saraf bebas di kulit, mukosa serta jaringan lain dan demikian menimbulkan antara lain reaksi radang dan kejang-kejang. Nociceptor terdapat diseluruh jaringan dan organ tubuh, terkecuali di SSP. Dari tempat ini rangsangan di salurkan ke otak
  • 3. melalui jaringan lebat dari tajuk-tajuk neurondengan sangat banyak sinaps via sumsum belakang, sumsum lanjutan dan otak tengah.Dari thalamus implus kemudian diteruskan ke pusat nyeri di otak besar, di mana implus dirangsangkan sebagai nyeri Nyeri permukaan Nyeri somatik Nyeri dalaman Nyeri viseral Nyeri I Nyeri II Kulit, contohnya tusukan jarum, cubitan Otot ,jaringan ikat, tulang, sendi Contoh kejang otot, sakit kepala Perut Contoh kolik kantung empedu, nyeri luka lambung Resptor nyeri (nosiseptor) rangsangan nyeri diterima oleh reseptor nyeri khusus, yang merupakan ujung saraf bebas. Karena ujung saraf bebas juga dapat menerima rangsang sensasi lain, maka kespesifikan fungsional mungkin berkaitan dengan deferensiasi pada tahap molekul yang tidak dapat diketahui dengan pengamatan cahaya dan elektronoptik. Secara fungsional dibedakan dua jenis reseptor, yang dapat menyusun dua sistem serabut berbeda : 1. Mekanoreseptor, yang meneruskan nyeri permukaan melalui serabut Adalta bermielin 2. Termoreseptor, yang meneruskan nyeri kedua melalui serabut-serabut C yang tak bermielin Mediator nyeri penting adalah anti histamin yang bertanggungjawab untuk kebanyakan reaksi alergi (bronchokon striksi, pengembang mukosa, pruritus, dan nyeri). Bradykinin adalah polipeptida (rangkaian asam amino) yang dibentuk dari protein plasma.Prostaglandin mirip stukturnya dengan asam lemak dan terbentuk dari asam arachidonat.
  • 4. PENANGANAN RASA NYERI Berdasarkan proses terjadinya, rasa nyeri dapat dilawan dengan beberapa cara, yakni dengan: a. Analgetika perifer, yang merintangi terbentuknya rangsangan pada reseptor nyeri perifer b. Anestetika lokal, yang merintangi penyaluran rangsangan di saraf-saraf sensoris c. Analgetika sentral (narkotika), yang memblokir pusat nyeri di SSP dengan anestesi umum d. Antidepresiva trisiklis, yang digunakan pada nyeri kanker dan saraf, mekanisme kerjanya belum diketahui, misalnya amitriptilin e. Antiepileptika, yang meningkatkan jumlah neurotransmitter di ruang sinaps pada nyeri,mis pregabalin. Juga karbamazepin, okskarbazepin, fenitoin, valproat, dll. PENGGOLONGAN Atas dasar kerja farmakologisnya, anelgetika dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu: 1. Analgetika perifer (non narkotika), yang terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotika dan tidak bekerja sentral, contohnya: anelgetika radang. 2. Analgetika narkotik khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat, seperti pada fractura dan kanker. PENANGANAN BENTUK-BENTUK NYERI Nyeri ringan dapat ditangani dengan obat perifer, seperti parasetamol, asetosal, mefenaminat, propifenazon, atau aminofenazon, begitu pula rasa nyeri dengan demam. Untuk nyeri sedang dapat ditambahkan kofein atau kodein. Nyeri yang di ssertai pembengkakan atau akibat trauma (jatuh, tendangan,tubrukan) sebaiknya diobati dngan suatu analgetikum antiradang sepertiaminofenazon dan NSAID (ibuprofen, mefenaminat,dll). Nyeri yang hebat perlu ditanggulangi dengan morfinatau opiat lainnya (tramadol). Obat ini mampu meringankan atau menghilangkan rasa nyeri tanpa mempengaruhi SSP atau enurunkan kesadaraan, juga tidak menimbulkan ketagihan. Oleh karena itu, tidak hanya digunakan
  • 5. sebagai obatanti nyeri, melainkan juga pada demam(inveksi virus atau kuman, selesma, pilek) dan perandangan seperti rema dan encok. Nyeri berperan sebagai suatu antagonis depresi napas yang bagaimanapun bisa menjadi masalah bila nyeri dihilangkan, misalnya dengan anestesi lokal. Opiod sering menyebabkan mual dan muntah sehingga seringkali memerlukan antiemetik. Efek pada pleksus saraf diusus yang juga mempunyai peptida dan reseptor opoid, menyebabkan kontipasi dan biasanya membutuhkan laksatif. Terapi kontinu dengan analgesik opioid menyebabkan toleransi dan ketergantungan pada pecandu. Akan tetapi pada pasien dengan penyakit terminal, peningkatan nyeri secara progresif daripada akibat toleransi. Demikian juga halnya, pada konteks klinis ketergantungan tidak penting. Penggunaan analgesik opioid yang terlalu hati-hati sering menyebabkan kontrol nyeri yang buruk pada pasien. Analgetik tertentu tertentu, seperti kodein, dan dihidrokodein kurang paten dibandingkan morfin dan tidak dapat diberikan dalam dosis ekuianalgesik. ASAM ASETAT Acetic Acid Golongan Asam karboksilat, alifatik. Sinonim / Nama Dagang Acetic acid; Glacial acetic acid; Ethanoic acid; Vinegar acid; Ethylic acid; Pyroligneus acid; Methanecarboxylic acid; Acetic acid; Glacial; Keracunan akut Terhirup Asam asetat : menyebabkan iritasi yang berat pada saluran pernafasan, pada kebanyakan orang 50 bpj atau lebih banyak yang tidak tahan dan dapat menyebabkan edema pharingeal dan bronchitis kronik.. Gejala gejala lain termasuk batuk, dyspnea, nafas pendek, laryngitis, edema pulmonal, bronkhopneumonia dan hipotensi.Kontak dengan kulit Asam Asetat : Kontak langsung dapat menyebabkan iritasi yang berat disertai rasa sakit , eritema, melepuh, kerusakan permukaan kulit dan terbakar dengan penyembuhan yang lambat. Kulit menjadi berwarna hitam, hiperkeratotis dan pecah-pecah.Diserap dengan cepat melalui kulit.
  • 6. Kontak dengan mata Asam Asetat : Kontak langsung dapat menyebabkan iritasi yang berat, lakrimasi, erosi kornea, kekeruhan, iritis dan hilangnya penglihatan manusia. Pertumbuhan epitelium terjadi setelah beberapa bulan tetapi anestesia kornea dan kekeruhan biasanya permanen.Pada kasus yang tidak berat terjadi conjunctivitis, fotofobia dan hiperemia konjunctiva.Uap dan cairan pelarut dapat menyebabkan hiperemia konjunctiva dan kadang kadang kerusakan epitelium kornea. Tertelan Asam asetat : dalam kasus tertelan ( kecelakaan ) lesi ulseronekrotik yang berat dari saluran pencernaan atas, striktur esofagus, observasi perforasi esofagus dan pilorus disertai hematemesis, diare, syok, hemoglobinuria, diikuti anuria dan uremia. Gejala-gejala yang lain termasuk muntah, perut kejang, haus, susah menelan, hipotermi, denyut nadi lemah dan cepat, nafas dangkal dan lambat, laringitis, bronkhitis , edema pulmonal, pneumonia, hemolisis, albuminuria, hematuria, kedutan, konvulsi, kolap kardiovaskular , syok dan kematian, juga dilaporkan mempengaruhi kesuburan pada binatang. ALAT DAN BAHAN • Mencit • Asam asetat glacial 5% 0,1 ml/20g • Aquadest • Asetosal 1,3 mg/20 gBB • Infus lempuyang pahit 30 mg/10 gBB • Infus lempuyang pahit 90 mg/10 gBB • Infus lempuyang pahit 300 mg/10 gBB PROSEDUR KERJA 1. Berikan bahan uji pada masing-masing kelompok uji. 2. 15 menit kemudian, semua hewan uji diinduksi dengan asam asetat glacial secara intraperitoneum. Setelah 5 menit, umumnya mencit mulai
  • 7. merasakan sakit dengan memperlihatkan reflek geliat. Amati dan hitung jumlah reflek geliat mencit tiap 5 menit. Cara menghitung % Efektivitas Bahan Uji % E = (K-U) / K x 100 %E = Persen efektivitas bahan uji K = Respon (detik) kelompok kontrol U = Respon (detik) kelompok uji PERHITUNGAN DOSIS Hasil praktikum : Tikus 2 : 52 mg/kgBB BB = 17 g = 0,884 mg Tikus 3 : 30 mg/10g BB BB = 18 g = 54 mg Sediaan 100% = 100 g → 100 ml 100.000 mg →100 ml 54 mg → X ml X Tikus 4 : 90 mg/10g BB BB = 18 g = 0,054 ml
  • 8. = 162 mg Sediaan 100% = 100 g → 100 ml 100.000 mg →100 ml 162 mg → X ml X = 0,162 ml Tikus 5 : 300 mg/10g BB BB = 18 g = 540 mg Sediaan 100% = 100 g → 100 ml 100.000 mg →100 ml 540 mg → X ml X Asam asetat glacial 0,5% 0,1 ml/20 g Tikus 1 : 0,1ml/20g → BB = 19 g = 0,095 ml Tikus 2 : 0,1 ml/20g → BB = 17 g = 0,085 ml Tikus 3: 0,1 ml/20g → BB = 18 g = 0,09 ml Tikus 4: 0,1 ml/20g → BB = 18 g = 0,09 ml = 0,54 ml
  • 9. Tikus 5 : 0,1 ml/20g → BB = 18 g = 0,09 ml %hambatan tikus 2 : X 100% = 38,15 % %hambatan tikus 3 : X 100% = - 0,63 % %hambatan tikus 4 : X 100% = 3,36 % %hambatan tikus 5: – %efektifitas : X 100% = 77,54 % X 100% = 100 % Lempuyang 30mg/10g BB : X 100% = 162,69 % Lempuyang 90mg/10g BB : X 100% = 156,24 % Lempuyang 300mg/10g BB : : X 100% = 36,32 %
  • 10. HASIL Tabel 1. Jumlah geliat tiap 5 menit Perlakua Menit ke- n 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 Kontrol 0 25 29 21 40 25 30 37 36 30 25 27 0 10 7 8 28 25 10 25 20 29 19 20 16 34 71 25 7 33 35 20 23 25 18 20 0 5 9 24 41 18 60 65 12 49 19 12 0 4 0 0 3 0 7 0 10 13 17 19 negative (aquadest ) Kontrol positif (Asetosal) Infus 30mg/10g BB Infus 90mg/10g BB Infus 300mg/10 gBB Tabel 2. Respon Awal dan Jumlah Geliat Selama 1 Jam Perlakuan Respon (detik) Awal Rata-Ratajumlah Geliat Kontrol negatif (aquadest) 480 27,08 Kontrol positif (Asetosal) 300 16,75 Infus 30mg/10gBB 200 27,25 Infus 90mg/10gBB 350 26,17 Infus 300mg/10gBB 600 6,083
  • 11. Tabel 3. Jumlah %Efektivitas Bahan Uji di Tiap Perlakuan Perlakuan % Efektivitas Bahan Uji % Hambatan mencit 2 38,15% % Hambatan mencit 3 -0,63% % Hambatan mencit 4 3,36% % Hambatan mencit 5 77,54% Infus 30mg/10gBB 162,69% Infus 90mg/10gBB 156,24% Infus 300mg/10gBB 36,32% PEMBAHASAN Metode pengujian di sini mempergunakan pembandingan asetosal, yang merupakan prototipe obat non narkotik; kerja obat analgetik dan narkotik yang diketahui adalah dengan jalan mempengaruhi prostaglandin yang berfungsi merespon nyeri, sehingga terjadi penurunan jumlah infus nyeri pada saraf pusat. Pada Tabel 1terlihat kelompok asetosal memiliki jumlah geliat yang rendah, yang berarti adanya kemampuan menekan junlah geliat tertinggi dan mempunyai efek analgetik tertinggi. Sedangkan infus lempuyang pahit dosis 300mg/10gBB memiliki jumlah geliat lebih sedikit daripada infus lempuyang pahit 90mg/10gBB, dan infus lempuyang pahit 90mg/10gBB memiliki jumlah geliat yang lebih sedikit daripada infus lempuyang pahit dosis 30mg/10gBB, ini berarti makin besar dosis yang diberikan maka sebanding dengan kemampuan infus untuk menekan jumlah geliat atau semakin besar dosis yang diberikan maka semakin besar pula efek analgetik yang muncul. Dari informasi ilmiah, rimpang lempuyang pahit mengandung minyak atsiri, sterol, asam lemak, tanin, glikosida(poliosa), saponin, senyawa pereduksi. Salah satu sifat minyakatsiri antara lain sebagai analgesik, seperti terlihat juga pada minyak atsiri rimpang Kaempheria galanga L.Kemungkinan adanya efek analgesik dari lempuyang pahit disebabkan karena adanya kandungan minyak atsiri, walaupun tidak tertutup kemungkinan kandungan lainnya. Pada Tabel 2terlihatbahwa infus lempuyang pahit dosis 30mg/10gBB dan infus lempuyang pahit dosis 90mg/10gBB memiliki respon awal yang lebih cepat
  • 12. atau menimbulkan gerakan geliat, dan infus lempuyang 30mg/10gBB memiliki respon awal lebih cepat daripada acetosal. Pada Tabel 3terlihat bahwa nilai % Efektivitas Bahan Uji terbesar dimiliki oleh Infus 30mg/10gBB ini membuktikan Infus 30mg/10gBB memiliki efektivitas analgetik lebih tinggi. Sedangkan infus lempuyang dosis 300mg/10gBB memiliki nilai % efektivitas rendah. Ini membuktikan bahwa makin besar dosis yang diberikan maka semakin besar pula efek analgetik yang ditimbulkan. KESIMPULAN Bahwa infus lempuyang pahit dosis 30mg/10gBB dan infus lempuyang pahit dosis 90 mg/10gBB memiliki respon awal lebih cepat atau menimbulkan gerakan geliat, sedangkan infus lempuyang 300mg/10gBB memiliki respon awal lebih cepat daripada acetosal. Nilai % Efektivitas Bahan Uji terbesar dimiliki olehinfus lempuyang pahit dosis 30mg/10gBB, ini membuktikan infus lempuyang pahit dosis 30mg/10gBB memiliki efektivitas analgetik lebih tinggi. Sedangkan infus lempuyang dosis 300mg/10gBB memiliki nilai % efektivitas rendah. Ini membuktikan bahwa makin besar dosis yang diberikan maka semakin besar pula efek analgetik yang ditimbulkan.
  • 13. DAFTAR PUSTAKA Sota omolgui. 1995. Buku saku obat-obatan anesthesia edisi 2. EGC: Jakarta Tan Hoan Tjay dan Kirana Rahardja. 2008. Obat-obat penting. Elex komputindo Kelompok Gramedia: Jakarta www. Valdisreinaldo-blogspot.com media