SlideShare a Scribd company logo
1 of 50
Tatalaksana Nyeri
Az Rifki
Definisi
The Internasional Association for the Study of Pain
( IASP ) :
Merupakan pengalaman sensoris dan
emosional yang tidak menyenangkan yang
disertai oleh kerusakan jaringan secara potensial
dan actual
Klasifikasi Nyeri
• Berdasarkan patofisiologi
– Nyeri nosiseptive
• Nyeri somatic
• Nyeri somatik luar
• Nyeri tajam di kulit, subkutis, mukosa
• Nyeri somatik dalam
• Nyeri tumpul di otot rangka, tulang, sendi, jaringan ikat
• Nyeri visceral
• Nyeri karena penyakit atau disfungsi alat dalam
– Nyeri neuropatic
– Kombinasi
• Berdasarkan lama nyeri
– Nyeri akut
– Nyeri kronik
Nyeri neuropatik
• Disebabkan oleh kerusakan atau perubahan patologis
sistem saraf perifer atau saraf sentral.
• Penyebab : trauma, inflamasi, penyakit metabolik
(diabetes), infeksi (herpes zoster), tumor, toksin dan
penyakit neurologi primer.
• Nyeri ini sering digambarkan dengan rasa elektrik, rasa
terbakar, mati rasa/kebas, rasa gatal dan rasa tidak
nyaman.
• Pilihan terapi : antikonvulsan dan antidepresan.
• Resisten terhadap opioid
Nyeri akut
• Nyeri yang baru terjadi dan kemungkinan tidak
berlangsung lama.
– Bisa diidentifikasi, tempatnya jelas, sesuai rangsang
– Umumnya adalah nociceptive tetapi bisa juga
neuropathic
– Penyebab : trauma, pembedahan, persalinan,
prosedur medik, kondisi akut penyakit
– Dihantar serabut saraf A-delta bermielin, kecepatan
konduksi 12-30 meter/detik
– Bila tidak dikelola dengan baik bisa jadi nyeri kronik
Nyeri Postoperasi
• Nyeri akut
• Diawali dengan trauma operasi dan inflamasi,
biasanya diakhiri dnegan penyembuhan luka
• Biasanya keadaan lebih buruk pada beberapa
hari pertama operasi
• “Sembuh dengan sendirinya”
Nyeri kronik
• Nyeri yang berlangsung lama setelah terjadi
penyembuhan cedera atau kerusakan jaringan
– penyebabnya tidak jelas bisa diidentifikasi.
• Disebut juga “persistent pain”
• Bisa nociceptive, neuropathic atau kombinasi.
• Penyebab : bisa trauma, pembedahan, keganasan,
arthritis, fibromyalgia, neuropathy
• Dihantar serabut saraf C tidak bermielin, kecepatan
konduksi 0,5-2 meter/detik
• Pemberian segera analgetika adekuat perioperative
dapat mengurangi kekerapan terjadinya nyeri kronik.
Chronic pain was once defined as pain that extends 3 or 6 months
beyond onset or beyond the expected period of healing
Nyeri Inflamasi
• Proses unik secara biokimia dan selular
• Disebabkan oleh kerusakan jaringan atau adanya benda asing
• Tanda-tanda utama inflamasi :
• Rubor (kemerahan jaringan)
• Kalor (kehangatan jaringan)
• Tumor (pembengkakan jaringan)
• Dolor (nyeri jaringan)
• Fungsio laesa (kehilangan fungsi jaringan)
Mekanisme Nyeri
• Transduksi
• Rangsang nyeri (noksius) diubah menjadi depolarisasi membran reseptor yang kemudian
menjadi impuls saraf
• Transmisi
• Saraf sensoris perifer melanjutkan rangsang ke medula spinalis, sebagai neuron aferen primer
• Dari medula spinalis ke batang otak dan talamus, sebagai neuron penerima kedua
• Dari talamus ke korteks serebri, sebagai neuron penerima ketiga
• Modulasi
• Modulasi nyeri dapat terjadi di nosiseptor perifer, medula spinalis atau supraspinal
• Dapat menghambat atau memberi fasilitasi nyeri
• Persepsi
• Sangat dipengaruhi oleh faktor subjektif
Mekanisme Nyeri
Spinothalamic
tract
Peripheral
nerve
Dorsal Horn
Dorsal root
ganglion
Pain
Modulasi
Transduksi
Ascending
input
Descending
modulation
Peripheral
nociceptors
Trauma
Adapted from Gottschalk A et al. Am Fam Physician. 2001;63:1981, and Kehlet H et al. Anesth Analg. 1993;77:1049.
Persepsi
Transmisi
Respon sistemik
terhadap Nyeri
• Berhubungan dengan respons neuro endokrin sesuai derajat
nyeri
• Menyebabkan peningkatan hormon katabolik (katekolamin,
kortisol, glukagon, renin, aldosteron, angiotensin, hormon
antidiuretik)
• Menyebabkan penurunan hormon anabolik (insulin, testosteron)
• Manifestasi nyeri dapat berupa : hipertensi, takikardi,
hiperventilasi (kebutuhan O2 dan produksi CO2 meningkat),
tonus spingter saluran cerna dan saluran kemih meningkat (ileus,
retensi urin)
Pain: The Fifth Vital Sign™
• Pulse
• Blood pressure
• Temperature
• Respiratory rate
Pain:
The Fifth
Vital Sign™
Skala Nyeri
• Pengukuran intensitas nyeri akut
FPS (Faces of Pain Scale)
VRS (Verbal Rating Scale)
NRS (Numerical Rating Scales)
VAS (Visual Analogue Scales)
• Assessment nyeri pada anak-anak
Breivik H. Br J Anesth 2008;
Postoperative Pain Management-GCP. Eur Soc of Reg Anesth and Pain Ther 2007
Indikasi : pasien (Dewasa dan anak2 > 3th) yang tidak
dapat menggambarkan intensitas nyerinya dengan
angka
0 : tidak merasa nyeri sama sekali
2 : sedikit nyeri
4 : cukup nyeri
6 : lumayan nyeri
8 : sangat nyeri
10: Amat sangat Nyeri (tidak tertahankan)
Verbal Rating Scale (VRS)
• Juga sering disebut sebagai Verbal Descriptor Scale (VDS)
• Memberikan pilihan lima skala deskripsi verbal atau visual
untuk menggambarkan nyeri yang dialami pasien
Brown, DN. J Perioperative Practice, 2008
• 0 = Tidak Nyeri
• 1 – 3 = Nyeri Ringan (sedikit mengganggu aktifitas sehari-hari)
• 4 – 6 = Nyeri Sedang (gangguan nyata terhadap aktifitas sehari-hari
• 7 – 9 = Nyeri berat (tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari)
• 10 = Nyeri sangat berat. Tidak tertahankan
• NRS adalah alat pengukuran level intensitas Nyeri yang digunakan secara
verbal
• Sederhana dan mudah dimengerti oleh pasien dewasa dan anak-anak > 9
tahun
• Bermanfaat untuk praktek sehari-hari
Brown, DN. J Perioperative Practice, 2008
Visual Analogue Scale (VAS)
• Terdiri atas mistar garis sepanjang kurang lebih 10 cm dengan “Tidak
nyeri” pada ujung kiri dan “Nyeri Paling Berat” di ujung kanan
• Pasien diminta untuk menandai garis tsb di titik yang menggambarkan
intensitas nyeri yang dialaminya
• Dapat dilakukan dengan mistar plastik atau kertas, dengan penanda
• Biasanya bentuk mistar adalah horisontal, tetapi bisa juga dibuat vertikal
karena nyeri bisa divisualisasikan ‘bertingkat’
• Variasi penerapan VAS juga mencakup penggunaan angka atau kata-kata
Brown, DN. J Perioperative Practice, 2008
Prinsip dasar Terapi Nyeri
• Pasien merupakan ‘pemilik’ nyeri yang dialaminya
• Petugas Profesi Kesehatan harus selalu
mempercayai penilaian pasien terhadap nyeri
yang dirasakannya.
• Terapi nyeri paling baik dilakukan sebelum
mencapai intensitas yang berat.
Kenapa nyeri tidak dikelola dengan baik ?
• Nyeri dianggap hanya sebagai gejala yang tidak membahayakan.
• Dengan dihilangkannya nyeri akan mengakibatkan akurasi diagnosa
menjadi sulit bahkan tidak mungkin.
• Adanya ketakutan terhadap efek samping depresi napas dan
terjadinya kecanduan pada penggunaan opioid.
• Kurang mengertinya mekanisme kerja bermacam-macam obat
analgetika dan hubungannya dengan opioid.
• Pemberian opioid dan obat analgetika yang waktu, dosis maupun jarak
pemberiannya yang tidak sesuai.
• Tidak atau kurang kesinambungan antara dokter dan perawat dalam
pengawasan nyeri yang mengakibatkan keterlambatan dalam
pemberian analgetika.
• Adanya salah anggapan pemberian dosis opioid yang berdasarkan
perhitungan berat badan dan diberikan dengan interval lebih dari 4
jam.
• Kurangnya komunikasi dengan pasien terhadap kebutuhan analgesia.
Metoda Penghilang Nyeri
• Untuk nyeri hebat : Golongan Opioid
• Untuk nyeri sedang atau ringan : Golongan anti inflamasi
non steroid (NSAID)
• Metoda dengan cara sistemik : oral, rektal, transdermal,
sublingual, subkutan, intramuskular, intravena atau perinfus
• Metoda dengan cara regional : Epidural, Spinal, Periferal
Nerve Blok
• Metoda infiltrasi pada luka operasi sebelum pembedahan
seperti pada sirkumsisi atau pada luka operasi
Pemakaian Medikamentosa dalam
Pengelolaan Nyeri Akut
• Paling utama
• 3 kategori :
– Analgetika non-opioid :
• NSAID
• Acetaminophen
– Analgetika opioid :
• Mu opioid agonist (morphine-like agonist)
• Agonist-antagonist opioid
– Analgetika adjuvan :
• Antiepileptic drug
• Trcyclic antidepresant
• Local anesthetic
Analgetika non-opioid
• NSAID nonselective : menghambat enzim Cox-1 dan
Cox-2
• NSAID selective : COX-2 inhibitor
• Punya efek
– Analgetika, antipiretika dan anti inflamasi,
– “ceiling”
– “sparing” opioid
• Acetaminophen : tidak punya efek anti inflamasi
• Efektif untuk nyeri ringan sampai sedang
• Mengurangi kebutuhan tambahan analgesik.
• Efek mual muntah yang lebih rendah
dibandingkan opioid.
• NSAID direkomendasikan sebagai analgesik lini
pertama pada pasien dengan kolik renal akut.
• Ketorolac efektif dalam mengurangi nyeri pasca
operasi dan penggunaan narkotik pada pasien
operasi sesar.
• Aman digunakan pasca operasi
Comparison of morphine and ketorolac for immediate postoperative pain
Drug IV Dose Mechanism of Action
Potential Side
Effects
Ketorolac 30 mg every 6 hr (less
than 65 years)
Onset: 30 min Inhibits prostaglandin
synthesis
• Gastric ulcers
Peak: 60-120
min
• Prolonged
bleeding time
15 mg every 6 hr (65
years or older)
Duration: 4-6 hr • Renal damage
Morphine 2.5-15 mg Onset: 1-2 min Binds to opiate
receptors in CNS
• Respiratory
depression
Peak: 8-10 min • Nausea and
vomiting
Duration: 4-5 hr • Constipation
Ketorolak : Dosis maksimal : 120 mg/hari. Pemakaiannya tidak boleh lebih dari 5 hr.
NSAID selective/COX-2 Inhibitor
• Selektif menghambat COX-2 tanpa mempengaruhi
COX-1 pada dosis terapi.
• Mempengaruhi COX-2 central and peripheral
• Tidak mempengaruhi fungsi normal enzym COX-1 di
lambung dan darah.
• Efek samping lebih minimal :
– Efek samping GI minimal
– Tidak mempengaruhi fungsi platelet
• Terapi alternative untuk NSAIDs non selektif.
Acetaminophen / Parasetamol
• Pilihan yang penting untuk terapi nyeri ringan sampai sedang
• Sebagai adjuvant terhadap opioid dalam terapi nyeri akut yang
hebat. Dapat mengurangi dosis opioid sampai 20-30%.
• Mekanisme kerjanya masih kontroversi tetapi tampaknya
mempunyai aktifitas sentral .
• Efek samping lebih sedikit dibandingkan NSAID, sehingga baik
diberikan bila terdapat indikasi kontra terhadap NSAID.
• Hati-hati atau dosis harus dikurangi pada pasien-pasien dengan
penyakit hati aktif dan defisiensi G6PD
• Dosis : minimum 500 mg oral diberikan tiap 4 jam dengan dosis
maksimum 4 g/24 jam
Analgetika opioid
• Pilihan utama untuk nyeri akut sedang sampai berat
• Dosis :
– sangat indifidual,
– Untuk dewasa : lebih terhadap usia dibandingkan BB
– Sebaiknya dititrasi
– Tidak punya ceiling efek
• Efek samping : sedasi, kesadaran berkabut, depresi napas, mual,
muntah, konstipasi, pruritus, retensi urin
• Sering dikombinasi dengan non-opioid untuk mengurangi efek
samping.
• Tidak efektif untuk nyeri neuropatik atau perlu dosis besar untuk
mendapatkan efek analgetika
Morphine Sulfate
• Standard opioid
• Untuk nyeri akut :
– Dosis : 0.05-0.08 mg/kg (3-5 mg) IV tiap 10 menit
sampai nyeri terkontrol
– Kemudian berikan dosis IV sesuai kebutuhan tiap 3
jam dengan memperhatikan efek sedasi dan
hilangnya nyeri
– Bisa ditambahkan ketorolak 30 mg tiap 6 jam untuk 5
hari
Meperidine / Pethidine
• Meperidine : lebih sering digunakan
– Sayangnya dosis terlalu kecil
– Jarak pemberian terlalu panjang
• Hasil metabolisme (normeperidine) :
– toksik, iritasi CNS :
• tremor, kedutan otot, dilatasi pupil, refleks hiperaktif dan kejang-kejang
• Waktu paruh : 15-20 jam
– Eliminasi melalui hati dan ginjal
• Sebaiknya hanya digunakan untuk jangka waktu singkat
Agency for Healthcare Policy and Research
Acute Pain Management Guideline
• Meperidine dengan dosis 75 mg yang diberikan
tiap 4 jam akan memberikan efek analgesia 2.5
sampai 3.5 jam yang setara dengan morfin 5-7.5
mg.
• Untuk mendapatkan efek analgesia yang setara
dengan 10 mg morfin, meperidine harus diberikan
dengan dosis 100-150 mg tiap 3 jam
Tramadol
• Merupakan analgetika atipikal yang bekerja sentral
• WHO mengklasifikasikannya sebagai opioid lemah.
• Efektif untuk terapi nyeri neuropatik
• Dibandingkan dengan opioid lain :
– Depresi napas, gangguan GI (constipasi, pengosongan lambung,
ganguuan bowel recovery) : minimal
• Nausea dan vomiting = opioid lain
• Efek samping lain : pusing, mulut kering, ngantuk dan
berkeringat.
• Dosis : terapi nyeri postoperatif adalah 100 mg dengan
dosis total 600 mg/24 jam
Analgetika Adjuvan
• Anti konvulsan, anti depresan, kortikosteroid,
antihistamin, benzodiazepin, cafein, dextroamphetamin,
phenotiazin dan clonidine
• Tidak dapat digunakan sendiri untuk terapi nyeri akut
• Dapat membantu mengurangi total dosis opioid dan
NSAID dalam terapi nyeri akut
• Hanya digunakan sebagai suplemen terhadap obat
analgesia primer, kecuali Gabapentin yang dapat
digunakan sendiri untuk terapi nyeri neuropatik
Antikonvulsan
• Gabapentin, carbamazepine, sodium valproate
• Efektif untuk nyeri neuropatik (trigeminal neuralgia,
diabetik neuropati dan sebagai pencegahan migrain)
• Dosis < dosis kejang
– Carbamazepine dengan dosis efektif dimulai dengan dosis kecil
50-100 mg sehari
• Efek samping, sedasi, ataxia, pusing, bingung, mual
dan muntah (usia lanjut)
Antidepresan
• Tricyclic antidepresan, amitriptilin
• Efektif untuk diabetik neuropati, postherpetic
neuralgia,nyeri neuropatik yang disebabkan oleh trauma
bedah, terapi radiasi, kemoterapi atau infiltrasi saraf
oleh keganasan
• Dosis < dosis anti depresan
– amitriptiline : 10-20 mg untuk pasien > 50 kg dan 0.3 mg/kg untuk
BB < 40 kg, maksimum 150 mg untuk dewasa
• Efek samping : akibat efek anticholinergic (mulut kering,
retensi urin, constipasi, delirium), sedasi, hipotensi
ortostatik
Prinsip umum terapi nyeri akut
• Identifikasi dan terapi sumber nyeri
– Terapi nyeri :
• Dimulai sebelum tau sumber nyeri
• Dimulai segera sebelum nyeri, nyeri hebat lebih sulit di terapi
• Pilih cara sederhana
– Cost jadi pertimbangan
• Pilih obat yang cocok
– Nyeri sangat individual
• Karakter nyeri : lama, intensitas, kualitas
• Karakter obat : efek ceiling, mula-lama kerja, cara pemberian, interval
dosis, efek samping, toksik metabolit
• Faktor pasien : umur, penyakit penyerta, pemakaian obat lain, keinginan
pasien, respon thd terapi sebelumnya
Prinsip umum terapi nyeri akut
• Rencana Terapi
– Multimodal analgesia :
• Dosis kecil beberapa obat, mengurangi resiko ES
• Menghambat proses nosiseptif pada level yang berbeda untuk
meningkatkan efek analgesia
• Fasilitasi terapi pada pasien yang tidak respon pada satu obat
• Umumnya kombinasi :
– Non-opioid + opioid
– Non-opioid + opioid + adjuvan
Prinsip umum terapi nyeri akut
• Tentukan jalur terapi
– Tidak ada satu jalur yang cocok untuk semua situasi
klinis
• Faktor pasien : keinginan, kenyamanan, fungsi GI
• Karakter obat : absorbsi, waktu paruh
– Oral :
• terutama untuk nyeri kronik
• Convenient, flexible, stable drug level
– IM :
• Nyeri, absorbsi tidak menentu, level obat berfluktuasi, fibrosis
jaringan
• Sebaiknya tidak digunakan
Prinsip umum terapi nyeri akut
• Tentukan jalur terapi
– IV :
• Onset cepat
• Infus kontinyu
– Kadar obat di darah stabil
– Mahal
– Memerlukan profesional monitoring
– Membatasi pergerakan pasien
– Transdermal fentanyl
• Alternatif yang disenangi
– High tech : PCA, intraspinal, Epidural, PNB
Prinsip umum terapi nyeri akut
• Dosis titrasi
– Untuk mendapatkan keseimbangan yang optimal antara
hilangnya nyeri dan efek samping
– Kuncinya : incremental dosis opioid dan observasi ES
– Nonopioid : ceiling efect
– Opioid : tidak ada ceiling efek, bisa dititrasi
• Optimalisasi terapi nyeri
– ATC (arround the clock)
– Breakthrough pain : PRN short acting, rapid onset
Prinsip umum terapi nyeri akut
• Awasi dan atasi efek samping
– Baru dapat obat atau perubahan terapi : awasi
– Strategi penanganan ES
• Ubah dosis atau jalur terapi
• Coba obat lain dengan kelas yang sama
• Tambah obat untuk atasi ES
– Antihistamin untuk pruritus
– Laxative untuk constipasi
– Naloxon untuk depresi napas
Prinsip Umum Terapi Nyeri Kronik
• Menurunkan intensitas dan frekuensi nyeri.
– Menyadari bahwa bebas dari rasa nyeri kemungkinan tidak bisa
tercapai
• Menurunkan gejala psikologis dan sosial seperti :
depresi, kecemasan, dan sulit tidur.
• Meningkatkan fungsi gerak
• Meningkatkan atau menjaga kualitas hidup.
• Penanganan nyeri multimodal.
• Dapat digunakan program multidisiplin bila ada.
• Untuk mencapai keluaran klinis yang baik perlu
dilakukan monitoring dan pengukuran secara berkala .
Prinsip Umum Terapi Nyeri Kronik
• Terapi farmakologi/medikasi
• Terapi intervensi
• Terapi non farmakologi
– Terapi fisik (e.g., fisioterapi, fitnes, dll)
– Terapi psikologis (e.g., cognitive behavioral
therapy, biofeedback, and relaxation training
and supportive psychotherapy).
• Terapi kombinasi
Interventional Therapies
• Target neural structures believed to operate as
pain generators
• Therapies include reversible neural blockade
1. Trigger point injections
2. Blocks (i.e., joint and nerve or nerve root),
3. Epidural steroids with or without local anesthetics,
4. Intrathecal drug therapies,
5. Ablative techniques,
6. Acupuncture,
7. Botulinum toxin injections,
8. Electrical nerve stimulation,
Multimodal Analgesia ( Balanced Analgesia )
MODULATION
OPIOID
- Systemic
- Epidural
Subarachnoid
COX-2
PERCEPTION
TRANSMISSION
LOCAL ANESTHETIC
- Epidural
- Subarachnoid
Combination of analgesics
that act by different
mechanisms result in
synergetic analgesia
TRANSDUCTION
Paracetamol
COX-1
COX-2
Acute Pain
WFSA
Severe
Pain
Strong Opioid
+/- Non Opioid
+/- Adjuvants Moderate
Pain
Weak Opioid
+/- Non Opioid
+/- Adjuvants Mild
Pain
Non-Opioid
+/- Adjuvants
By the Ladder
Pain Deminishing
Pain Deminishing
Chronic Pain
WHO
Mild
Pain
Non-Opioid
+/- Adjuvants
Moderate
Pain
Weak Opioid
+/- Non-Opioid
+/- Adjuvants
Severe
Pain
Strong Opioid
+ / - Non Opioid
+/- Adjuvants
Pain Persisting
Or Increasing
Pain Persisting
Or Increasing
Kesimpulan
• Terapi nyeri yang tidak adekuat merupakan
masalah besar di banyak negara : disebabkan
opioidphobia
• Intensitas nyeri, mekanisme nyeri, serta faktor
resiko individual pasien adalah pertimbangan
utama dalam memilih analgesik dalam
penanganan nyeri.
• Analgesia Multimodal dapat meningkatkan efikasi
dan mengurangi efek samping obat.
• Penanganan nyeri yang berhasil akan
meningkatkan kualitas hidup pasien
Tatalaksana Nyeri.pptx

More Related Content

Similar to Tatalaksana Nyeri.pptx

ASKEP NYERI.ppt
ASKEP NYERI.pptASKEP NYERI.ppt
ASKEP NYERI.pptsri syla
 
PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANALGETIK DIKLOFENAK, PARACETAMOL, DAN.pptx
PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANALGETIK DIKLOFENAK, PARACETAMOL, DAN.pptxPERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANALGETIK DIKLOFENAK, PARACETAMOL, DAN.pptx
PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANALGETIK DIKLOFENAK, PARACETAMOL, DAN.pptxrewindoimanuel111
 
PPT-UEU-Manajemen-Nyeri-Pertemuan-11.pptx
PPT-UEU-Manajemen-Nyeri-Pertemuan-11.pptxPPT-UEU-Manajemen-Nyeri-Pertemuan-11.pptx
PPT-UEU-Manajemen-Nyeri-Pertemuan-11.pptxHerryYudiskara2
 
Panduan Manajemen Nyeri.docx
Panduan Manajemen Nyeri.docxPanduan Manajemen Nyeri.docx
Panduan Manajemen Nyeri.docxPassedQC
 
Penanganan Nyeri (body pain) fix.pdf
Penanganan Nyeri (body pain) fix.pdfPenanganan Nyeri (body pain) fix.pdf
Penanganan Nyeri (body pain) fix.pdfayirahmatilah
 
ASUHAN KEPERAWATAN NYERI.pptx
ASUHAN KEPERAWATAN NYERI.pptxASUHAN KEPERAWATAN NYERI.pptx
ASUHAN KEPERAWATAN NYERI.pptxjackwilder22
 
Makalah Tentang Nyeri_Materi Khusus Perawat dan bidang lain boleh kok baca
Makalah Tentang Nyeri_Materi Khusus Perawat dan bidang lain boleh kok bacaMakalah Tentang Nyeri_Materi Khusus Perawat dan bidang lain boleh kok baca
Makalah Tentang Nyeri_Materi Khusus Perawat dan bidang lain boleh kok bacayohanes meor
 
REFLEKSI KASUS Anestesi.pptx
REFLEKSI KASUS Anestesi.pptxREFLEKSI KASUS Anestesi.pptx
REFLEKSI KASUS Anestesi.pptxAdnalKhemalPasha
 
Kasus anes lar [autosaved]
Kasus anes  lar [autosaved]Kasus anes  lar [autosaved]
Kasus anes lar [autosaved]ANumm Hani Taeda
 
Dr kanadi s penanganan nyeri dismenorea (pit idi bogor) 2013 final
Dr kanadi s penanganan nyeri dismenorea (pit idi bogor) 2013 finalDr kanadi s penanganan nyeri dismenorea (pit idi bogor) 2013 final
Dr kanadi s penanganan nyeri dismenorea (pit idi bogor) 2013 finalmataharitimoer MT
 

Similar to Tatalaksana Nyeri.pptx (20)

Kenyamanan dalam asuhan keperawatan
Kenyamanan dalam asuhan keperawatanKenyamanan dalam asuhan keperawatan
Kenyamanan dalam asuhan keperawatan
 
ASKEP NYERI.ppt
ASKEP NYERI.pptASKEP NYERI.ppt
ASKEP NYERI.ppt
 
PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANALGETIK DIKLOFENAK, PARACETAMOL, DAN.pptx
PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANALGETIK DIKLOFENAK, PARACETAMOL, DAN.pptxPERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANALGETIK DIKLOFENAK, PARACETAMOL, DAN.pptx
PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANALGETIK DIKLOFENAK, PARACETAMOL, DAN.pptx
 
Nyeri bukan hanya sekedar jenis rasa
Nyeri bukan hanya sekedar jenis rasaNyeri bukan hanya sekedar jenis rasa
Nyeri bukan hanya sekedar jenis rasa
 
PPT-UEU-Manajemen-Nyeri-Pertemuan-11.pptx
PPT-UEU-Manajemen-Nyeri-Pertemuan-11.pptxPPT-UEU-Manajemen-Nyeri-Pertemuan-11.pptx
PPT-UEU-Manajemen-Nyeri-Pertemuan-11.pptx
 
Mekanisme nyeri
Mekanisme nyeriMekanisme nyeri
Mekanisme nyeri
 
Panduan Manajemen Nyeri.docx
Panduan Manajemen Nyeri.docxPanduan Manajemen Nyeri.docx
Panduan Manajemen Nyeri.docx
 
System of Neuromuskuloskeletal
System  of NeuromuskuloskeletalSystem  of Neuromuskuloskeletal
System of Neuromuskuloskeletal
 
Penanganan Nyeri (body pain) fix.pdf
Penanganan Nyeri (body pain) fix.pdfPenanganan Nyeri (body pain) fix.pdf
Penanganan Nyeri (body pain) fix.pdf
 
ASUHAN KEPERAWATAN NYERI.pptx
ASUHAN KEPERAWATAN NYERI.pptxASUHAN KEPERAWATAN NYERI.pptx
ASUHAN KEPERAWATAN NYERI.pptx
 
Makalah Tentang Nyeri_Materi Khusus Perawat dan bidang lain boleh kok baca
Makalah Tentang Nyeri_Materi Khusus Perawat dan bidang lain boleh kok bacaMakalah Tentang Nyeri_Materi Khusus Perawat dan bidang lain boleh kok baca
Makalah Tentang Nyeri_Materi Khusus Perawat dan bidang lain boleh kok baca
 
Acute pain service (final)kuliah 7 11-2017
Acute pain service (final)kuliah 7 11-2017Acute pain service (final)kuliah 7 11-2017
Acute pain service (final)kuliah 7 11-2017
 
NYERI.pptx
NYERI.pptxNYERI.pptx
NYERI.pptx
 
REFLEKSI KASUS Anestesi.pptx
REFLEKSI KASUS Anestesi.pptxREFLEKSI KASUS Anestesi.pptx
REFLEKSI KASUS Anestesi.pptx
 
Kasus anes lar [autosaved]
Kasus anes  lar [autosaved]Kasus anes  lar [autosaved]
Kasus anes lar [autosaved]
 
Anestesi
AnestesiAnestesi
Anestesi
 
Management Pain
Management PainManagement Pain
Management Pain
 
Dr kanadi s penanganan nyeri dismenorea (pit idi bogor) 2013 final
Dr kanadi s penanganan nyeri dismenorea (pit idi bogor) 2013 finalDr kanadi s penanganan nyeri dismenorea (pit idi bogor) 2013 final
Dr kanadi s penanganan nyeri dismenorea (pit idi bogor) 2013 final
 
Panduan manajemen nyeri
Panduan manajemen nyeri Panduan manajemen nyeri
Panduan manajemen nyeri
 
Pain management
Pain managementPain management
Pain management
 

Recently uploaded

Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptxKeperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptxrachmatpawelloi
 
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfStrategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfhsetraining040
 
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptanatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptRoniAlfaqih2
 
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docxpuskesmasseigeringin
 
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar KeperawatanHaslianiBaharuddin
 
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.pptSOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.pptDwiBhaktiPertiwi1
 
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obatFARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obatSyarifahNurulMaulida1
 
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxSediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxwisanggeni19
 
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptxTUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptxTriNurmiyati
 
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).pptMATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).pptbambang62741
 
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptxPEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptxpuspapameswari
 
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxLaporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxkaiba5
 
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin raufLAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin raufalmahdaly02
 
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptxrachmatpawelloi
 
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptToksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptRoniAlfaqih2
 
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannPelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannandyyusrizal2
 
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/mamateri kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/maGusmaliniEf
 
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.pptPERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.pptbekamalayniasinta
 
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdfMeboix
 
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptxILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptxfania35
 

Recently uploaded (20)

Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptxKeperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
 
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfStrategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
 
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptanatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
 
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
 
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
 
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.pptSOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
 
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obatFARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
 
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxSediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
 
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptxTUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
 
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).pptMATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
 
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptxPEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
 
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxLaporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
 
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin raufLAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
 
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
 
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptToksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
 
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannPelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
 
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/mamateri kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
 
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.pptPERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
 
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
 
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptxILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
 

Tatalaksana Nyeri.pptx

  • 2. Definisi The Internasional Association for the Study of Pain ( IASP ) : Merupakan pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan yang disertai oleh kerusakan jaringan secara potensial dan actual
  • 3. Klasifikasi Nyeri • Berdasarkan patofisiologi – Nyeri nosiseptive • Nyeri somatic • Nyeri somatik luar • Nyeri tajam di kulit, subkutis, mukosa • Nyeri somatik dalam • Nyeri tumpul di otot rangka, tulang, sendi, jaringan ikat • Nyeri visceral • Nyeri karena penyakit atau disfungsi alat dalam – Nyeri neuropatic – Kombinasi • Berdasarkan lama nyeri – Nyeri akut – Nyeri kronik
  • 4. Nyeri neuropatik • Disebabkan oleh kerusakan atau perubahan patologis sistem saraf perifer atau saraf sentral. • Penyebab : trauma, inflamasi, penyakit metabolik (diabetes), infeksi (herpes zoster), tumor, toksin dan penyakit neurologi primer. • Nyeri ini sering digambarkan dengan rasa elektrik, rasa terbakar, mati rasa/kebas, rasa gatal dan rasa tidak nyaman. • Pilihan terapi : antikonvulsan dan antidepresan. • Resisten terhadap opioid
  • 5. Nyeri akut • Nyeri yang baru terjadi dan kemungkinan tidak berlangsung lama. – Bisa diidentifikasi, tempatnya jelas, sesuai rangsang – Umumnya adalah nociceptive tetapi bisa juga neuropathic – Penyebab : trauma, pembedahan, persalinan, prosedur medik, kondisi akut penyakit – Dihantar serabut saraf A-delta bermielin, kecepatan konduksi 12-30 meter/detik – Bila tidak dikelola dengan baik bisa jadi nyeri kronik
  • 6. Nyeri Postoperasi • Nyeri akut • Diawali dengan trauma operasi dan inflamasi, biasanya diakhiri dnegan penyembuhan luka • Biasanya keadaan lebih buruk pada beberapa hari pertama operasi • “Sembuh dengan sendirinya”
  • 7. Nyeri kronik • Nyeri yang berlangsung lama setelah terjadi penyembuhan cedera atau kerusakan jaringan – penyebabnya tidak jelas bisa diidentifikasi. • Disebut juga “persistent pain” • Bisa nociceptive, neuropathic atau kombinasi. • Penyebab : bisa trauma, pembedahan, keganasan, arthritis, fibromyalgia, neuropathy • Dihantar serabut saraf C tidak bermielin, kecepatan konduksi 0,5-2 meter/detik • Pemberian segera analgetika adekuat perioperative dapat mengurangi kekerapan terjadinya nyeri kronik.
  • 8. Chronic pain was once defined as pain that extends 3 or 6 months beyond onset or beyond the expected period of healing
  • 9. Nyeri Inflamasi • Proses unik secara biokimia dan selular • Disebabkan oleh kerusakan jaringan atau adanya benda asing • Tanda-tanda utama inflamasi : • Rubor (kemerahan jaringan) • Kalor (kehangatan jaringan) • Tumor (pembengkakan jaringan) • Dolor (nyeri jaringan) • Fungsio laesa (kehilangan fungsi jaringan)
  • 10. Mekanisme Nyeri • Transduksi • Rangsang nyeri (noksius) diubah menjadi depolarisasi membran reseptor yang kemudian menjadi impuls saraf • Transmisi • Saraf sensoris perifer melanjutkan rangsang ke medula spinalis, sebagai neuron aferen primer • Dari medula spinalis ke batang otak dan talamus, sebagai neuron penerima kedua • Dari talamus ke korteks serebri, sebagai neuron penerima ketiga • Modulasi • Modulasi nyeri dapat terjadi di nosiseptor perifer, medula spinalis atau supraspinal • Dapat menghambat atau memberi fasilitasi nyeri • Persepsi • Sangat dipengaruhi oleh faktor subjektif
  • 11. Mekanisme Nyeri Spinothalamic tract Peripheral nerve Dorsal Horn Dorsal root ganglion Pain Modulasi Transduksi Ascending input Descending modulation Peripheral nociceptors Trauma Adapted from Gottschalk A et al. Am Fam Physician. 2001;63:1981, and Kehlet H et al. Anesth Analg. 1993;77:1049. Persepsi Transmisi
  • 12. Respon sistemik terhadap Nyeri • Berhubungan dengan respons neuro endokrin sesuai derajat nyeri • Menyebabkan peningkatan hormon katabolik (katekolamin, kortisol, glukagon, renin, aldosteron, angiotensin, hormon antidiuretik) • Menyebabkan penurunan hormon anabolik (insulin, testosteron) • Manifestasi nyeri dapat berupa : hipertensi, takikardi, hiperventilasi (kebutuhan O2 dan produksi CO2 meningkat), tonus spingter saluran cerna dan saluran kemih meningkat (ileus, retensi urin)
  • 13. Pain: The Fifth Vital Sign™ • Pulse • Blood pressure • Temperature • Respiratory rate Pain: The Fifth Vital Sign™
  • 14. Skala Nyeri • Pengukuran intensitas nyeri akut FPS (Faces of Pain Scale) VRS (Verbal Rating Scale) NRS (Numerical Rating Scales) VAS (Visual Analogue Scales) • Assessment nyeri pada anak-anak Breivik H. Br J Anesth 2008; Postoperative Pain Management-GCP. Eur Soc of Reg Anesth and Pain Ther 2007
  • 15. Indikasi : pasien (Dewasa dan anak2 > 3th) yang tidak dapat menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka 0 : tidak merasa nyeri sama sekali 2 : sedikit nyeri 4 : cukup nyeri 6 : lumayan nyeri 8 : sangat nyeri 10: Amat sangat Nyeri (tidak tertahankan)
  • 16. Verbal Rating Scale (VRS) • Juga sering disebut sebagai Verbal Descriptor Scale (VDS) • Memberikan pilihan lima skala deskripsi verbal atau visual untuk menggambarkan nyeri yang dialami pasien Brown, DN. J Perioperative Practice, 2008
  • 17. • 0 = Tidak Nyeri • 1 – 3 = Nyeri Ringan (sedikit mengganggu aktifitas sehari-hari) • 4 – 6 = Nyeri Sedang (gangguan nyata terhadap aktifitas sehari-hari • 7 – 9 = Nyeri berat (tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari) • 10 = Nyeri sangat berat. Tidak tertahankan • NRS adalah alat pengukuran level intensitas Nyeri yang digunakan secara verbal • Sederhana dan mudah dimengerti oleh pasien dewasa dan anak-anak > 9 tahun • Bermanfaat untuk praktek sehari-hari Brown, DN. J Perioperative Practice, 2008
  • 18. Visual Analogue Scale (VAS) • Terdiri atas mistar garis sepanjang kurang lebih 10 cm dengan “Tidak nyeri” pada ujung kiri dan “Nyeri Paling Berat” di ujung kanan • Pasien diminta untuk menandai garis tsb di titik yang menggambarkan intensitas nyeri yang dialaminya • Dapat dilakukan dengan mistar plastik atau kertas, dengan penanda • Biasanya bentuk mistar adalah horisontal, tetapi bisa juga dibuat vertikal karena nyeri bisa divisualisasikan ‘bertingkat’ • Variasi penerapan VAS juga mencakup penggunaan angka atau kata-kata Brown, DN. J Perioperative Practice, 2008
  • 19. Prinsip dasar Terapi Nyeri • Pasien merupakan ‘pemilik’ nyeri yang dialaminya • Petugas Profesi Kesehatan harus selalu mempercayai penilaian pasien terhadap nyeri yang dirasakannya. • Terapi nyeri paling baik dilakukan sebelum mencapai intensitas yang berat.
  • 20. Kenapa nyeri tidak dikelola dengan baik ? • Nyeri dianggap hanya sebagai gejala yang tidak membahayakan. • Dengan dihilangkannya nyeri akan mengakibatkan akurasi diagnosa menjadi sulit bahkan tidak mungkin. • Adanya ketakutan terhadap efek samping depresi napas dan terjadinya kecanduan pada penggunaan opioid. • Kurang mengertinya mekanisme kerja bermacam-macam obat analgetika dan hubungannya dengan opioid. • Pemberian opioid dan obat analgetika yang waktu, dosis maupun jarak pemberiannya yang tidak sesuai. • Tidak atau kurang kesinambungan antara dokter dan perawat dalam pengawasan nyeri yang mengakibatkan keterlambatan dalam pemberian analgetika. • Adanya salah anggapan pemberian dosis opioid yang berdasarkan perhitungan berat badan dan diberikan dengan interval lebih dari 4 jam. • Kurangnya komunikasi dengan pasien terhadap kebutuhan analgesia.
  • 21. Metoda Penghilang Nyeri • Untuk nyeri hebat : Golongan Opioid • Untuk nyeri sedang atau ringan : Golongan anti inflamasi non steroid (NSAID) • Metoda dengan cara sistemik : oral, rektal, transdermal, sublingual, subkutan, intramuskular, intravena atau perinfus • Metoda dengan cara regional : Epidural, Spinal, Periferal Nerve Blok • Metoda infiltrasi pada luka operasi sebelum pembedahan seperti pada sirkumsisi atau pada luka operasi
  • 22. Pemakaian Medikamentosa dalam Pengelolaan Nyeri Akut • Paling utama • 3 kategori : – Analgetika non-opioid : • NSAID • Acetaminophen – Analgetika opioid : • Mu opioid agonist (morphine-like agonist) • Agonist-antagonist opioid – Analgetika adjuvan : • Antiepileptic drug • Trcyclic antidepresant • Local anesthetic
  • 23. Analgetika non-opioid • NSAID nonselective : menghambat enzim Cox-1 dan Cox-2 • NSAID selective : COX-2 inhibitor • Punya efek – Analgetika, antipiretika dan anti inflamasi, – “ceiling” – “sparing” opioid • Acetaminophen : tidak punya efek anti inflamasi • Efektif untuk nyeri ringan sampai sedang
  • 24. • Mengurangi kebutuhan tambahan analgesik. • Efek mual muntah yang lebih rendah dibandingkan opioid. • NSAID direkomendasikan sebagai analgesik lini pertama pada pasien dengan kolik renal akut. • Ketorolac efektif dalam mengurangi nyeri pasca operasi dan penggunaan narkotik pada pasien operasi sesar. • Aman digunakan pasca operasi
  • 25. Comparison of morphine and ketorolac for immediate postoperative pain Drug IV Dose Mechanism of Action Potential Side Effects Ketorolac 30 mg every 6 hr (less than 65 years) Onset: 30 min Inhibits prostaglandin synthesis • Gastric ulcers Peak: 60-120 min • Prolonged bleeding time 15 mg every 6 hr (65 years or older) Duration: 4-6 hr • Renal damage Morphine 2.5-15 mg Onset: 1-2 min Binds to opiate receptors in CNS • Respiratory depression Peak: 8-10 min • Nausea and vomiting Duration: 4-5 hr • Constipation Ketorolak : Dosis maksimal : 120 mg/hari. Pemakaiannya tidak boleh lebih dari 5 hr.
  • 26. NSAID selective/COX-2 Inhibitor • Selektif menghambat COX-2 tanpa mempengaruhi COX-1 pada dosis terapi. • Mempengaruhi COX-2 central and peripheral • Tidak mempengaruhi fungsi normal enzym COX-1 di lambung dan darah. • Efek samping lebih minimal : – Efek samping GI minimal – Tidak mempengaruhi fungsi platelet • Terapi alternative untuk NSAIDs non selektif.
  • 27.
  • 28. Acetaminophen / Parasetamol • Pilihan yang penting untuk terapi nyeri ringan sampai sedang • Sebagai adjuvant terhadap opioid dalam terapi nyeri akut yang hebat. Dapat mengurangi dosis opioid sampai 20-30%. • Mekanisme kerjanya masih kontroversi tetapi tampaknya mempunyai aktifitas sentral . • Efek samping lebih sedikit dibandingkan NSAID, sehingga baik diberikan bila terdapat indikasi kontra terhadap NSAID. • Hati-hati atau dosis harus dikurangi pada pasien-pasien dengan penyakit hati aktif dan defisiensi G6PD • Dosis : minimum 500 mg oral diberikan tiap 4 jam dengan dosis maksimum 4 g/24 jam
  • 29. Analgetika opioid • Pilihan utama untuk nyeri akut sedang sampai berat • Dosis : – sangat indifidual, – Untuk dewasa : lebih terhadap usia dibandingkan BB – Sebaiknya dititrasi – Tidak punya ceiling efek • Efek samping : sedasi, kesadaran berkabut, depresi napas, mual, muntah, konstipasi, pruritus, retensi urin • Sering dikombinasi dengan non-opioid untuk mengurangi efek samping. • Tidak efektif untuk nyeri neuropatik atau perlu dosis besar untuk mendapatkan efek analgetika
  • 30. Morphine Sulfate • Standard opioid • Untuk nyeri akut : – Dosis : 0.05-0.08 mg/kg (3-5 mg) IV tiap 10 menit sampai nyeri terkontrol – Kemudian berikan dosis IV sesuai kebutuhan tiap 3 jam dengan memperhatikan efek sedasi dan hilangnya nyeri – Bisa ditambahkan ketorolak 30 mg tiap 6 jam untuk 5 hari
  • 31. Meperidine / Pethidine • Meperidine : lebih sering digunakan – Sayangnya dosis terlalu kecil – Jarak pemberian terlalu panjang • Hasil metabolisme (normeperidine) : – toksik, iritasi CNS : • tremor, kedutan otot, dilatasi pupil, refleks hiperaktif dan kejang-kejang • Waktu paruh : 15-20 jam – Eliminasi melalui hati dan ginjal • Sebaiknya hanya digunakan untuk jangka waktu singkat
  • 32. Agency for Healthcare Policy and Research Acute Pain Management Guideline • Meperidine dengan dosis 75 mg yang diberikan tiap 4 jam akan memberikan efek analgesia 2.5 sampai 3.5 jam yang setara dengan morfin 5-7.5 mg. • Untuk mendapatkan efek analgesia yang setara dengan 10 mg morfin, meperidine harus diberikan dengan dosis 100-150 mg tiap 3 jam
  • 33. Tramadol • Merupakan analgetika atipikal yang bekerja sentral • WHO mengklasifikasikannya sebagai opioid lemah. • Efektif untuk terapi nyeri neuropatik • Dibandingkan dengan opioid lain : – Depresi napas, gangguan GI (constipasi, pengosongan lambung, ganguuan bowel recovery) : minimal • Nausea dan vomiting = opioid lain • Efek samping lain : pusing, mulut kering, ngantuk dan berkeringat. • Dosis : terapi nyeri postoperatif adalah 100 mg dengan dosis total 600 mg/24 jam
  • 34. Analgetika Adjuvan • Anti konvulsan, anti depresan, kortikosteroid, antihistamin, benzodiazepin, cafein, dextroamphetamin, phenotiazin dan clonidine • Tidak dapat digunakan sendiri untuk terapi nyeri akut • Dapat membantu mengurangi total dosis opioid dan NSAID dalam terapi nyeri akut • Hanya digunakan sebagai suplemen terhadap obat analgesia primer, kecuali Gabapentin yang dapat digunakan sendiri untuk terapi nyeri neuropatik
  • 35. Antikonvulsan • Gabapentin, carbamazepine, sodium valproate • Efektif untuk nyeri neuropatik (trigeminal neuralgia, diabetik neuropati dan sebagai pencegahan migrain) • Dosis < dosis kejang – Carbamazepine dengan dosis efektif dimulai dengan dosis kecil 50-100 mg sehari • Efek samping, sedasi, ataxia, pusing, bingung, mual dan muntah (usia lanjut)
  • 36. Antidepresan • Tricyclic antidepresan, amitriptilin • Efektif untuk diabetik neuropati, postherpetic neuralgia,nyeri neuropatik yang disebabkan oleh trauma bedah, terapi radiasi, kemoterapi atau infiltrasi saraf oleh keganasan • Dosis < dosis anti depresan – amitriptiline : 10-20 mg untuk pasien > 50 kg dan 0.3 mg/kg untuk BB < 40 kg, maksimum 150 mg untuk dewasa • Efek samping : akibat efek anticholinergic (mulut kering, retensi urin, constipasi, delirium), sedasi, hipotensi ortostatik
  • 37. Prinsip umum terapi nyeri akut • Identifikasi dan terapi sumber nyeri – Terapi nyeri : • Dimulai sebelum tau sumber nyeri • Dimulai segera sebelum nyeri, nyeri hebat lebih sulit di terapi • Pilih cara sederhana – Cost jadi pertimbangan • Pilih obat yang cocok – Nyeri sangat individual • Karakter nyeri : lama, intensitas, kualitas • Karakter obat : efek ceiling, mula-lama kerja, cara pemberian, interval dosis, efek samping, toksik metabolit • Faktor pasien : umur, penyakit penyerta, pemakaian obat lain, keinginan pasien, respon thd terapi sebelumnya
  • 38. Prinsip umum terapi nyeri akut • Rencana Terapi – Multimodal analgesia : • Dosis kecil beberapa obat, mengurangi resiko ES • Menghambat proses nosiseptif pada level yang berbeda untuk meningkatkan efek analgesia • Fasilitasi terapi pada pasien yang tidak respon pada satu obat • Umumnya kombinasi : – Non-opioid + opioid – Non-opioid + opioid + adjuvan
  • 39. Prinsip umum terapi nyeri akut • Tentukan jalur terapi – Tidak ada satu jalur yang cocok untuk semua situasi klinis • Faktor pasien : keinginan, kenyamanan, fungsi GI • Karakter obat : absorbsi, waktu paruh – Oral : • terutama untuk nyeri kronik • Convenient, flexible, stable drug level – IM : • Nyeri, absorbsi tidak menentu, level obat berfluktuasi, fibrosis jaringan • Sebaiknya tidak digunakan
  • 40. Prinsip umum terapi nyeri akut • Tentukan jalur terapi – IV : • Onset cepat • Infus kontinyu – Kadar obat di darah stabil – Mahal – Memerlukan profesional monitoring – Membatasi pergerakan pasien – Transdermal fentanyl • Alternatif yang disenangi – High tech : PCA, intraspinal, Epidural, PNB
  • 41. Prinsip umum terapi nyeri akut • Dosis titrasi – Untuk mendapatkan keseimbangan yang optimal antara hilangnya nyeri dan efek samping – Kuncinya : incremental dosis opioid dan observasi ES – Nonopioid : ceiling efect – Opioid : tidak ada ceiling efek, bisa dititrasi • Optimalisasi terapi nyeri – ATC (arround the clock) – Breakthrough pain : PRN short acting, rapid onset
  • 42. Prinsip umum terapi nyeri akut • Awasi dan atasi efek samping – Baru dapat obat atau perubahan terapi : awasi – Strategi penanganan ES • Ubah dosis atau jalur terapi • Coba obat lain dengan kelas yang sama • Tambah obat untuk atasi ES – Antihistamin untuk pruritus – Laxative untuk constipasi – Naloxon untuk depresi napas
  • 43. Prinsip Umum Terapi Nyeri Kronik • Menurunkan intensitas dan frekuensi nyeri. – Menyadari bahwa bebas dari rasa nyeri kemungkinan tidak bisa tercapai • Menurunkan gejala psikologis dan sosial seperti : depresi, kecemasan, dan sulit tidur. • Meningkatkan fungsi gerak • Meningkatkan atau menjaga kualitas hidup. • Penanganan nyeri multimodal. • Dapat digunakan program multidisiplin bila ada. • Untuk mencapai keluaran klinis yang baik perlu dilakukan monitoring dan pengukuran secara berkala .
  • 44. Prinsip Umum Terapi Nyeri Kronik • Terapi farmakologi/medikasi • Terapi intervensi • Terapi non farmakologi – Terapi fisik (e.g., fisioterapi, fitnes, dll) – Terapi psikologis (e.g., cognitive behavioral therapy, biofeedback, and relaxation training and supportive psychotherapy). • Terapi kombinasi
  • 45. Interventional Therapies • Target neural structures believed to operate as pain generators • Therapies include reversible neural blockade 1. Trigger point injections 2. Blocks (i.e., joint and nerve or nerve root), 3. Epidural steroids with or without local anesthetics, 4. Intrathecal drug therapies, 5. Ablative techniques, 6. Acupuncture, 7. Botulinum toxin injections, 8. Electrical nerve stimulation,
  • 46. Multimodal Analgesia ( Balanced Analgesia ) MODULATION OPIOID - Systemic - Epidural Subarachnoid COX-2 PERCEPTION TRANSMISSION LOCAL ANESTHETIC - Epidural - Subarachnoid Combination of analgesics that act by different mechanisms result in synergetic analgesia TRANSDUCTION Paracetamol COX-1 COX-2
  • 47. Acute Pain WFSA Severe Pain Strong Opioid +/- Non Opioid +/- Adjuvants Moderate Pain Weak Opioid +/- Non Opioid +/- Adjuvants Mild Pain Non-Opioid +/- Adjuvants By the Ladder Pain Deminishing Pain Deminishing Chronic Pain WHO Mild Pain Non-Opioid +/- Adjuvants Moderate Pain Weak Opioid +/- Non-Opioid +/- Adjuvants Severe Pain Strong Opioid + / - Non Opioid +/- Adjuvants Pain Persisting Or Increasing Pain Persisting Or Increasing
  • 48.
  • 49. Kesimpulan • Terapi nyeri yang tidak adekuat merupakan masalah besar di banyak negara : disebabkan opioidphobia • Intensitas nyeri, mekanisme nyeri, serta faktor resiko individual pasien adalah pertimbangan utama dalam memilih analgesik dalam penanganan nyeri. • Analgesia Multimodal dapat meningkatkan efikasi dan mengurangi efek samping obat. • Penanganan nyeri yang berhasil akan meningkatkan kualitas hidup pasien

Editor's Notes

  1. Key Points: This slide further illustrates the structures involved in the pathophysiology of nociceptive pain and its perception.1,2 In contrast with nociceptive pain, as shown here, there is no receptor involved with neuropathic pain. The nerve is damaged somewhere along the pathway—usually peripherally, but sometimes centrally. Damaged nerves send aberrant pain impulses that result in chronic pain. Supplemental Notes: Pain occurs when a noxious stimulus capable of causing tissue damage is detected (“transduced”). This leads to the generation of electrochemical impulses (“action potentials”) by high-threshold primary sensory neurons.3 Action potentials are transmitted along nerve fibers to the dorsal horn of the spinal cord where they synapse with secondary afferent neurons.1 Most pain transmission involves unmyelinated C-type fibers and lightly myelinated A-delta–type fibers. C-type fibers mediate diffuse, dull, or burning pain; A-delta–type fibers mediate sharp, localized pain.2 Large, myelinated A-beta fibers mediate nonpainful sensations.2 In the dorsal horn of the spinal cord, secondary afferent neurons receive impulses from multiple nerve fibers from the periphery; they also receive modulating signals descending from higher levels of the central nervous system (CNS).1 The balance of these excitatory and inhibitor signals determines whether the action potential is generated in that secondary neuron. Action potentials from secondary neurons travel to the brain via dedicated pathways: the spinothalamic tract and the spinoreticular tract, both of which synapse with the limbic system and other centers in the brain associated with emotion. Thus, a person’s emotional state affects their perception of pain.1 References: 1. Galer BS, Dworkin RH. A Clinical Guide to Neuropathic Pain. Minneapolis, MD: McGraw-Hill; 2000. 2. Irving GA, Wallace MS. Pain Management for the Practicing Physician. New York, NY: Churchill Livingstone; 1997. 3. Woolf CJ, et al. Pain: moving from symptom control toward mechanism-specific pharmacologic management. Ann Intern Med. 2004;140:441-451.