SlideShare a Scribd company logo
1 of 44
1 
BAB I 
PENDAHULUAN 
A. LATAR BELAKANG 
Tuberkulosis merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang 
penting di tingkat global, regional, nasional, maupun lokal. Tuberkulosis 
menyebabkan 5000 kematian per hari, atau hampir 2 juta kematian per tahun di 
seluruh dunia. TB, HIV/AIDS, dan malaria secara bersama-sama merupakan 
penyebab 6 juta kematian setiap tahun. Seperempat juta (25%) kematian karena 
TB berhubungan dengan HIV. Insidensi global TB terus meningkat sekitar 1% per 
tahun, terutama karena peningkatan pesat insidensi TB di Afrika berkaitan dengan 
komorbiditas HIV/AIDS (WHO, 2009a). 
Indonesia menduduki peringkat ketiga di antara 22 negara di dunia yang 
memiliki beban penyakit TB tertinggi. Menurut Global Tuberculosis Control 
Report 2009 WHO, diperkirakan terdapat 528,063 kasus baru TB. Estimasi 
insidensi TB 228 kasus baru per 100,000 populasi. Estimasi angka insidensi 
hapusan dahak baru yang positif adalah 102 kasus per 100,000 populasi pada 
2007 (WHO, 2009a). Berdasarkan kalkulasi disability-adjusted life-year (DALY) 
WHO, TB menyumbang 6.3 persen dari total beban penyakit di Indonesia, 
dibandingkan dengan 3.2 persen di wilayah regional Asia Tenggara (USAID, 
2008). 
Pengobatan kasus TB merupakan salah satu strategi utama dalam 
pengendalian TB karena dapat memutuskan rantai penularan. Pada 1994 WHO 
meluncurkan strategi pengendalian TB untuk diimplementasikan secara 
internasional, disebut DOTS (Direct Observed Treatment Short-course). Lima 
elemen strategi DOTS sebagai berikut (WHO, 2009b): (1) Komitmen politis yang 
berkesinambungan; (2) Akses terhadap pemeriksaan mikroskopis dahak yang 
berkualitas; (3) Kemoterapi standar jangka pendek untuk semua kasus TB dengan 
manajemen kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan; (4) 
Keteraturan penyediaan obat yang dijamin kualitasnya; (5) Sistem pencatatan dan
pelaporan yang memungkinkan penilaian hasil pada semua pasien dan penilaian 
kinerja keseluruhan program. 
Strategi DOTS telah berhasil membantu tercapainya dua sasaran yang 
dideklarasikan World Health Assembly (WHA) pada tahun 1991, yaitu deteksi 
kasus baru BTA positif sebesar 70%, dan penyembuhan sebesar 85% dari kasus 
pada tahun 2000 (WHO, 2009a). Meskipun demikian kecepatan kemajuan saat ini 
diperkirakan tidak cukup untuk mencapai target penurunan prevalensi dan 
mortalitas TB dari Millenium Development Goals (MDG) menjadi separoh pada 
tahun 2015 (Dye et al., 2005). Karena itu diperlukan kontinuitas implementasi 
strategi DOTS agar program itu dapat mencapai target dan bahkan meningkatkan 
target indikator- indikator keberhasilan program hingga tahun 2015. 
Pada 2006 WHO menetapkan strategi baru untuk menghentikan TB. 
Strategi itu bertujuan untuk mengintensifkan penanggulangan TB, menjangkau 
semua pasien, dan memastikan tercapainya target Millennium Development Goal 
(MDG) pada tahun 2015. Strategi baru WHO ditetapkan berdasarkan pencapaian 
DOTS, serta menjawab tantangan baru bagi keberhasilan penanggulangan TB. 
Enam elemen strategi WHO untuk menghentikan TB untuk 2006-2015 (WHO, 
2009c): (1) Perluasan dan peningkatan DOTS berkualitas tinggi; (2) Mengatasi 
TB/HIV, MDR-TB dan tantangan lainnya; (3) Penguatan sistem kesehatan; (4) 
Pelibatan semua pemberi pelayanan kesehatan; (5) Pemberdayaan pasien dan 
komunitas; (6) Mendorong dan meningkatkan penelitian (WHO, 2009c). 
Pemantauan dan evaluasi merupakan salah satu fungsi manajemen yang 
vital untuk menilai keberhasilan pelaksanan program penanggulangan TB. 
Pemantauan yang dilakukan secara berkala dan kontinu berguna untuk mendeteksi 
masalah secara dini dalam pelaksanaan kegiatan yang telah direncanakan, agar 
dapat dilakukan tindakan perbaikan segera. Selain itu evaluasi berguna untuk 
menilai sejauh mana tujuan dan target yang telah ditetapkan sebelumnya telah 
tercapai pada akhir suatu periode waktu. Evaluasi dilakukan setelah suatu periode 
waktu tertentu, biasanya setiap 6 bulan hingga 1 tahun. Dalam mengukur 
keberhasilan tersebut diperlukan indikator dan standar. Hasil evaluasi berguna 
2
untuk kepentingan perencanaan program dan perbaikan kebijakan program 
penanggulangan TB. 
Berdasarkan data laporan L2BP Puskesmas Dumai Kota bulan Januari – 
Desember 2013, didapatkan data bahwa cakupan CDR (Case Detection Rate) 
belum mencapai target yang ditetapkan (70%) yakni hanya sebesar (54,88%) 
(Laporan L2BP Puskesmas Dumai Kota,2013) 
3 
B. RUMUSAN MASALAH 
Dengan latar belakang tersebut sebuah studi evauasi telah dilakukan untuk 
menjawab masalah penelitian sebagai berikut: 
1. Sejauh mana tujuan dan target penemuan kasus tuberkulosis (TB) yang 
telah ditetapkan melalui strategi DOTS telah tercapai di Puskesmas 
Dumai Kota?; 
2. Apakah faktor-faktor yang menghambat dan faktor yang mendukung 
program peneuman kasus TB dengan sistem DOTS di Puskesmas 
Dumai Kota? 
3. Apa saja kegiatan yang dapat dilakukan untuk memechkan masalah 
rendahnya cakupan CDR (Case Detection Rate) di wilayah Puskesmas 
Dumai Kota? 
C. TUJUAN KEGIATAN 
1. Tujuan Umum 
Mengevaluasi pencapaian tujuan dan target program penemuan kasus 
TB berdasarkan sistem dot’s di Puskesmas Dumai Kota.
4 
2. Tujuan Khusus 
a. Mengidentifikasi faktor yang menghambat dan faktor yang 
mendukung program penemuan kasus TB berdasarkan sistem dot’s 
di Puskesmas Dumai Kota. 
b. Memberikan saran/ rekomendasi untuk perbaikan implementasi 
strategi DOTS dan penelitian lanjutan 
c. Mampu menyusun rencana kegiatan/ plan of action pemecahan 
suatu masalah. 
D. MANFAAT PENELITIAN 
1. Bagi Penulis 
Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan penulis 
lebih mendalam tentang program penanganan TB berdasarkan sistem 
DOTS, mampu menganalisis hambatan-hambatan yang timbul serta 
alternatif pemecahan masalah pelaksanaan penemuan kasus 
tuberkulosis berdasarkan sistem dots di wilayah kerja Puskemas Dumai 
Kota. 
2. Bagi Puskesmas 
Laporan ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan 
pertimbangan bagi perumusan kebijakan program kesehatan di 
Puskemas Dumai Kota. 
3. Bagi Masyarakat 
Mensosialisasikan kepada masyarakat tentang penyakit 
tuberkulosis dan pentingnya mendapatkan pengobatan sampai tuntas, 
meningkatkan peran serta masyrakat dalam pencapaian masyarakat 
bebas tuberkulosis.
5 
E. METODOLOGI 
Dalam pelaksanaan mini project ini dilakukan bebrapa langkah atau 
tahapan. Langkah awal dilakukan dengan menentukan suatu topik masalah dari 
upaya kesehatan di Puskesmas yang masih perlu ditingkatkan atau diperbaiki. 
Dari suatu topik masalah ini kemudian dianalisis dengan mengumpulkan data 
yang diperlukan. Data yang diambil merupakan data primer maupun data skunder 
Puskemas Dumai Kota. Data primer diproleh dari penenggung jawab program dan 
petugas pelaksana P2PL Puskemas Dumai Kota. Data skunder diperoleh dari data 
laporan evaluasi P2PL Puskemas Dumai Kota Januari – Desember 2013. Data 
yang diperoleh kemudian dianalisa secara deskriptif dengan metode pendekatan 
sistem dengan melihat fungsi manajemen yang bertujuan mengetahui 
permasalahan secara menyeluruh. Identifikasi masalah dilakukan dengan 
pembuatan fish bone yang kemudian dikonfirmasi dengan pelaksanaan penemuan 
kasus TB berdasarkan sistem DOTS untuk menentukan penyebab masalah yang 
paling mungkin. Pemecahan masalah dilakukan dengan metode kriteria Matriks 
untuk kemudian ditentukan alternatif pemecahan masalahnya yang selanjutnya 
dijabarkan dalam PoA (Pleaning of Action).
6 
BAB II 
TINJAUAN PUSTAKA 
A. Penyakit Tuberkulosis 
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh 
kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang 
paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya2. Patogenesis tuberkulosis 
paru ada 2, yaitu tuberkulosis primer dan tuberkulosis post primer. Pada 
tuberkulosis primer, penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan 
atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Bila partikel 
infeksius ini terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada jalan napas atau 
paru-paru. Bila kuman menetap di jaringan paru, ia bertumbuh dan berkembang 
biak dalam sitoplasma makrofag. Kuman yang bersarang di jaringan paru-paru 
akan membentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut afek primer. 
Dari afek primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus 
(limfangitis lokal), dan diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus 
(limfadenitis regional). Sarang primer + limfangitis lokal + limfadenitis regional 
disebut kompleks primer. Kuman yang dorman pada tuberkulosis primer akan 
muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis 
dewasa (tuberkulosis post-primer). 6 
B. Penularan 
Sumber penularan adalah penderita dengan TB BTA positif, yang dapat 
menularkan TB kepada orang disekelilingnya, terutama kontak erat. Pada waktu
batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet 
nuclei (percikan dahak). Sekali batuk dapat dikeluarkan 3000 droplet. Umumnya 
penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang 
lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari 
langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam 
7 
dalam keadaan yang gelap dan lembab. 2,7 
Penularan umumnya terjadi dalam ruangan dengan ventilasi kurang. Orang 
dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernafasan. 
Setelah itu kuman TB dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya, melalui 
sistem peredaran darah dan sistem limfe. Daya penularan seorang pasien 
ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi 
derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. 
Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh 
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. Karena 
proses terjadinya infeksi oleh kuman TB biasanya secara inhalasi, maka TB paru 
merupakan manifestasi klinis yang paling sering dibandingkan organ lainnya. 2,7 
Resiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. 
Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan resiko penularan 
lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif. Resiko penularan setiap 
tahunnya ditunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu 
proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 
1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun.
ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%. Infeksi TB dibuktikan dengan 
8 
perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi positif. 2 
Adapun resiko menjadi sakit TB hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB 
akan menjadi sakit TB. Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 
penduduk rata-rata terjadi 1000 terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) 
akan menjadi sakit TB setiap tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA 
positif. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB 
adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan 
malnutrisi (gizi buruk). HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang 
terinfeksi TB menjadi sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas 
sistem daya tahan tubuh seluler (cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi 
penyerta (oportunistic), seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan 
menjadi sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang 
terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan meningkat, dengan 
demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula. 2 
Lingkungan hidup yang sangat padat dan pemukiman diwilayah 
perkotaan kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan dan berperan 
sekali atas peningkatan jumlah kasus TB. Sudah dibuktikan bahwa lingkungan 
sosial ekonomi yang baik, pengobatan yang teratur dan pengawasan minum obat 
ketat berhasil mengurangi angka morbiditas dan mortalitas di Amerika selama 
1950 – 1960. 6,8
9 
C. Penemuan dan Gejala Klinis Pasien TB 
Kegiatan penemuan pasien terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis, 
penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien. Penemuan pasien merupakan 
langkah pertama dalam kegiatan program penanggulangan TB. Penemuan dan 
penyembuhan pasien TB menular, secara bermakna akan dapat menurunkan 
kesakitan dan kematian akibat TB, penularan TB di masyarakat dan sekaligus 
merupakan kegiatan pencegahan penularan TB yang paling efektif di masyarakat. 
Strategi penemuan pasien TB yang diberlakukan DEPKES RI dilakukan secara 
pasif dengan promosi aktif. Penjaringan tersangka pasien dilakukan di unit 
pelayanan kesehatan; didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas 
kesehatan maupun masyarakat, untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka 
pasien TB. 
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu 
atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur 
darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan 
menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang 
lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada 
penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker 
paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, 
maka setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap 
sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan 
dahak secara mikroskopis langsung. 2
10 
Pemeriksaan Dahak Mikroskopis 
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan 
pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk 
penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang 
dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi- 
Sewaktu (SPS) 2: 
• S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung 
pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk 
mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua. 
• P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah 
bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK. 
• S (sewaktu): dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan 
dahak pagi. 
Pemeriksaan Biakan 
Peran biakan dan identifikasi M.tuberkulosis pada penanggulangan TB khususnya 
untuk mengetahui apakah pasien yang bersangkutan masih peka terhadap OAT 
yang digunakan. Selama fasilitas memungkinkan, biakan dan identifikasi kuman 
serta bila dibutuhkan tes resistensi dapat dimanfaatkan dalam beberapa situasi 2: 
1. Pasien TB yang masuk dalam tipe pasien kronis
11 
2. Pasien TB ekstraparu dan pasien TB anak. 
3. Petugas kesehatan yang menangani pasien dengan kekebalan ganda. 
Pemeriksaan Tes Resistensi 
Tes resistensi tersebut hanya bisa dilakukan di laboratorium yang mampu 
melaksanakan biakan, identifikasi kuman serta tes resistensi sesuai standar 
internasional, dan telah mendapatkan pemantapan mutu (Quality Assurance) oleh 
laboratorium supranasional TB. Hal ini bertujuan agar hasil pemeriksaan tersebut 
memberikan simpulan yang benar sehinggga kemungkinan kesalahan dalam 
pengobatan MDR dapat di cegah. 2 
D. Diagnosis TB paru 
Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu 
sewaktu - pagi - sewaktu (SPS). Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan 
dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan 
BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. 
Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan 
sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. 2 
Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto 
toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB 
paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis. Gambaran kelainan radiologik Paru 
tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit. Untuk lebih jelasnya lihat alur 
prosedur diagnostik untuk suspek TB paru.
12 
Gambar 2.1. Alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru 2 
Diagnosis TB ekstra paru.
Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk 
pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar 
limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) 
pada spondilitis TB dan lain-lainnya. Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan 
sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang 
kuat (presumtif) dengan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan 
diagnosis tergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan 
ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, 
13 
serologi, foto toraks dan lain-lain 2 
E. Pengobatan 
Dalam kegiatan pokok Program Pemberantasan TB Paru dikenal 2 
komponen, yaitu komponen diagnosis dan komponen pengobatan. Pada 
komponen diagnosis meliputi deteksi penderita di poliklinik dan penegakkan 
diagnosis secara laboratorium, sedangkan komponen pengobatan meliputi 
pengobatan yang cukup dan tepat serta pengawasan menelan obat setiap hari 
terutama pada fase awal. 9 
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah 
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah 
terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. Paduan obat anti tuberkulosis yang 
dipakai program sesuai dengan rekomendasi WHO berupa OAT jangka pendek 
yang terdiri dari 4 kategori. Setiap kategori terdiri dari 2 fase pemberian yaitu fase
awal/intensif dan fase lanjutan/intermiten. Adapun perincian OAT program adalah 
14 
sebagai berikut 2,9 
Tabel 2.1 Regimen Terapi OAT 2,4,9,10,11 
No. Kategori OAT Keterangan 
1. I 2HRZE/4H3R3 - Penderita baru BTA (+) 
- Penderita baru BTA (-)/Ro (+) yang 
sakit berat 
- Pendeerita ekstra paru berat 
2. II 2HRZES/HRZE/ 
5H3R3E3 
- Kambuh (relaps) BTA (+) 
- Gagal (failure) BTA (+) 
3. III 2HRZ/4H3R3 - Penderita baru BTA (-)/Ro (+) 
- Penderita ekstra paru ringan 
4. IV - H seumur hidup 
- Obat yang masih 
sensitif + Quinolon 
- Penderita dengan TB kronis 
- Penderita dengan MDR - TB 
5. Sisipan HRZE - Bila penderita oleh K I dan K II pada 
akhir fase awal/intensif masih BTA (+) 
OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam 
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan 
OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) 
lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan. Untuk menjamin kepatuhan 
pasien menelan obat agar dicapai kesembuhan dan mencegah resistensi serta
mencegah drop out/lalai, dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly 
15 
Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO). 2 
Program Nasional Penanggulangan TB di Indonesia menggunakan panduan OAT 
13,14 : 
Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3 
Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3 
Kategori 3 : 2 HRZ/4H3R3 
Dosis Kategori 1 
BB 
Penderita 
(Kg) 
TAHAP INTENSIF 
SELAMA 2 BULAN 
TAHAP LANJUTAN 
SELAMA 4 BULAN 
TIAP HARI 
TABLET 4 FDC 
R150+H75+Z400+E275 
TIAP HARI 
TABLET 2 FDC 
R150+H75 
3 X SEMINGGU 
TABLET 2 FDC 
R150+H150 
30 -37 
38 -54 
55 -70 
>71 
2 tablet 
3 tablet 
4 tablet 
5 tablet 
2 tablet 
3 tablet 
4 tablet 
5 tablet 
2 tablet 
3 tablet 
4 tablet 
5 tablet
16 
Dosis Kategori 2 ( 2HRZES/HRZE/5H3R3E3) 
BERAT 
BADAN 
TAHAP INTENSIF 
SELAMA 3 BULAN 
TAHAP LANJUTAN 3 
X SEMINGGU 
SELAMA 5 BULAN 
TIAP HARI 
2 BULAN 
TIAP HARI 
1 BULAN 
30 -37 
38 -54 
55 -70 
>71 
2 tab 4 FDC 
+ 2 ml Strepto 
3 tab 4 FDC 
+ 3 ml Strepto 
4 tab 4 FDC 
+ 4 ml Strepto 
5 tab 4 FDC 
+ 5 ml Strepto 
2 Tab 4 FDC 
3 Tab 4 FDC 
4 Tab 4 FDC 
5 Tab 4 FDC 
2 Tab 4 FDC 
+ 2 Tab Etambutol 
3 Tab 4 FDC 
+ 3 Tab Etambutol 
4 Tab 4 FDC 
+ 4 Tab Etambutol 
5 Tab 4 FDC 
+ 5 Tab Etambutol 
Tabel 2.2 Efek Samping Obat Anti Tuberkulosis 10,12 
Nama Obat Efek Samping 
1. Isoniazid (INH) Neuritis perifer, ikterus, hipersensitivitas, mulut kering, 
nyeri epigastrik, tinitus, retensio urine dan 
methemoglobinemia 
2. Rifampisin Ikterus, flu-like syndrome, syndrome Redman, nyeri
17 
epigastrik, reaksi hipersensitivitas, dan supremi imunitas 
3. Etambutol Neuritis optik, gout, artralgia, anoreksia, mual muntah, 
disuria, malaise dan demam 
4. Pirazinamid Gangguan hati, gout, artralgia, anoreksia, mual muntah, 
disuria, malaise dan demam 
5. Streptomisin Hipersensitivitas, vertigo, tuli, gangguan fungsi ginjal 
Sebagian besar penderita TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek 
samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping. Oleh karena itu 
pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan 
selama pengobatan. Pemantauan efek samping obat dapat dilakukan dengan cara : 
 Menjelaskan kepada penderita tanda-tanda efek samping 
 Menanyakan adanya gejala efek samping pada waktu penderita mengambil 
OAT. 
Efek samping OAT dapat dibedakan menjadi efek samping berat dan efek 
samping ringan. 
 Efek samping berat yaitu efek samping yang dapat menjadi sakit serius. 
Dalam kasus ini maka pemberian OAT harus dihentikan dan penderita 
harus segera dirujuk ke UPK spesialistik. 
 Efek samping ringan yaitu hanya menyebabkan sedikit perasaan yang 
tidak enak. Gejala-gejala ini sering dapat ditanggulangi dengan obat-obatan 
simptomatik atau obat sederhana, tetapi kadang-kadang menetap 
untuk beberapa waktu selama pengobatan. Dalam hal ini pengobatan OAT 
dapat diteruskan.
18 
Tabel 2.3 Efek Samping Berat OAT dan Penatalaksanaannya 2 
Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan 
dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak secara 
mikroskopis lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan radiologis dalam 
memantau kemajuan pengobatan. Laju Endap Darah (LED) tidak digunakan untuk 
memantau kemajuan pengobatan karena tidak spesifik untuk TB. Untuk 
memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan spesimen sebanyak dua 
kali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2 spesimen 
tersebut negatif. Bila salah satu spesimen positif atau keduanya positif, hasil 
pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif. 2
Penilaian hasil pengobatan seorang penderita dapat dikategorikan kepada: 
sembuh, pengobatan lengkap, gagal, defaulted (lalai berobat), meninggal, dan 
19 
pindah (transfer out). 2 
 Sembuh : Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan 
pemeriksaan ulang dahak (follow-up) hasilnya negatif pada AP dan pada satu 
pemeriksaan follow-up sebelumnya 
 Pengobatan Lengkap : Adalah pasien yang telah menyelesaikan 
pengobatannya secara lengkap tetapi tidak memenuhi persyaratan sembuh atau 
gagal. 
 Gagal : Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali 
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan. 
 Default (Putus berobat) : Adalah pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut 
atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai. 
 Meninggal : Adalah pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena 
sebab apapun. 
 Pindah: Adalah pasien yang pindah berobat ke unit dengan register TB 03 
yang lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui. 
Pengelolaan Logistik 
Pengelolaan logistik Penanggulangan Tuberkulosis merupakan 
serangkaian kegiatan yang meliputi perencanaan kebutuhan, pengadaan, 
penyimpanan, pendistribusian, monitoring dan evaluasi. 2 
1). Jenis logistik program nasional penanggulangan tuberkulosis
Logistik penanggulangan tuberkulosis terdiri dari 2 bagian besar yaitu 
logistik Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dan logistik lainnya. UPK dalam hal ini 
puskesmas menghitung kebutuhan tahunan, triwulan dan bulanan sebagai dasar 
20 
permintaan ke Kabupaten/Kota. 2 
a. Logistik OAT 2. 
Program menyediakan paket OAT dewasa dan anak, untuk paket OAT 
dewasa terdapat 2 macam jenis dan kemasan yaitu : 
• OAT dalam bentuk obat kombinasi dosis tetap (KDT) / Fixed Dose Combination 
(FDC) terdiri dari paket Kategori 1, kategori 2 dan sisipan yang dikemas dalam 
blister, dan tiap blister berisi 28 tablet. 
• OAT dalam bentuk Kombipak terdiri dari paket Kategori 1, kategori 2, dan 
sisipan, yang dikemas dalam blister untuk satu dosis, kombipak ini disediakan 
khusus untuk pengatasi efek samping KDT. 
b. Logistik non OAT 2 
• Alat Laboratorium terdiri dari: Mikroskop, slide box, pot sputum, kaca sediaan, 
rak pewarna dan pengering, lampu spiritus, ose, botol plastik bercorong pipet, 
kertas pembersih lensa mikroskop, kertas saring, dan lain lain. 
• Bahan diagnostik terdiri dari: Reagensia Ziehl Neelsen, eter alkohol, minyak 
imersi, lysol, tuberkulin PPD RT 23 dan lain lain.
• Barang cetakan seperti buku pedoman, formulir pencatatan dan pelaporan serta 
21 
bahan KIE. 
2). Pengelolaan obat anti tuberkulosis 
a. Perencanaan Kebutuhan Obat 
Rencana kebutuhan Obat Anti Tuberkulosis dilaksanakan dengan 
pendekatan perencanaan dari bawah (bottom up planning). Perencanaan 
kebutuhan OAT dilakukan terpadu dengan perencanaan obat program lainnya 
yang berpedoman pada 2 : 
• Jumlah penemuan pasien pada tahun sebelumnya, 
• Perkiraan jumlah penemuan pasien yang direncanakan, 
• Buffer-stock (tiap kategori OAT), 
• Sisa stock OAT yang ada, 
• Perkiraan waktu perencanaan dan waktu distribusi (untuk mengetahui estimasi 
kebutuhan dalam kurun waktu perencanaan) 
F. Pedoman kerja Puskesmas dalam P2TB paru 4 
a. Penatalaksanaan P2TBC 
1. Penemuan penderita. 
2. Pengobatan 
b. Peningkatan sumber daya manusia
22 
Pelatihan tenaga yang terkait dengan program P2TBC 
c. Monitoring dan evaluasi 
1. Supervisi 
2. Pertemuan monitoring : 
Evaluasi pengobatan melalui evaluasi klinik dan bakteriologik 
d. Promosi 
Advokasi, kemitraan dan penyuluhan. 
G. Pemantauan dan Evaluasi Program P2TB 
Keberhasilan pelaksanaan program pemantauan dilaksanakan secara 
berkala dan terus menerus, untuk dapat segera mendeteksi bila ada masalah dalam 
pelaksanaan kegiatan yang telah direncanakan, supaya dapat dilakukan tindakan 
perbaikan segera. Evaluasi dilakukan setelah suatu jarak-waktu (interval) lebih 
lama, biasanya setiap 6 bulan s/d 1 tahun. Dengan evaluasi dapat dinilai sejauh 
mana tujuan dan target yang telah ditetapkan sebelumnya dicapai. Dalam 
mengukur keberhasilan tersebut diperlukan indikator. Hasil evaluasi sangat 
berguna untuk kepentingan perencanaan program. 2 
Masing-masing tingkat pelaksana program (UPK, Kabupaten/Kota, 
Propinsi, dan Pusat) bertanggung jawab melaksanakan pemantauan kegiatan pada 
wilayahnya masing-masing. Seluruh kegiatan harus dimonitor baik dari aspek 
masukan (input), proses, maupun keluaran (output). Cara pemantauan dilakukan
dengan menelaah laporan, pengamatan langsung dan wawancara dengan petugas 
pelaksana maupun dengan masyarakat sasaran. Dalam pelaksanaan monitoring 
dan evaluasi, diperlukan suatu sistem pencatatan dan pelaporan baku yang 
23 
dilaksanakan dengan baik dan benar. 2 
Dalam Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, salah satu 
komponen penting dari survailans yaitu pencatatan dan pelaporan dengan maksud 
mendapatkan data untuk diolah, dianalisis, diinterpretasi, disajikan dan 
disebarluaskan untuk dimanfaatkan. Data yang dikumpulkan pada kegiatan 
survailans harus valid (akurat, lengkap dan tepat waktu) sehingga memudahkan 
dalam pengolahan dan analisis. Data program Tuberkulosis dapat diperoleh dari 
pencatatan di semua unit pelayanan kesehatan yang dilaksanakan dengan satu 
sistem yang baku. Formulir-formulir yang dipergunakan dalam pencatatan TB di 
Unit Pelayanan Kesehatan/UPK (Puskesmas, Rumah Sakit, BP4, klinik dan dokter 
praktek swasta dll) dalam melaksanakan pencatatan antara lain 2 : 
• Daftar tersangka pasien (suspek) yang diperiksa dahak SPS (TB.06). 
• Formulir permohonan laboratorium TB untuk pemeriksaan dahak (TB.05). 
• Kartu pengobatan pasien TB (TB.01). 
• Kartu identitas pasien TB (TB.02). 
• Register TB UPK (TB.03 UPK) 
• Formulir rujukan/pindah pasien (TB.09).
24 
• Formulir hasil akhir pengobatan dari pasien TB pindahan (TB.10). 
• Register Laboratorium TB (TB.04). 
Untuk menilai kemajuan atau keberhasilan penanggulangan TB digunakan 
beberapa indikator. Indikator penanggulangan TB secara Nasional ada 2 yaitu: 
Angka Penemuan Pasien baru TB BTA positif (Case Detection Rate = CDR) dan 
Angka Keberhasilan Pengobatan (Success Rate = SR). 2 
Disamping itu ada beberapa indikator proses untuk mencapai indikator 
Nasional tersebut di atas, yaitu 2 : 
• Angka Penjaringan Suspek 
• Proporsi Pasien TB Paru BTA positif diantara Suspek yang diperiksa dahaknya 
• Proporsi Pasien TB Paru BTA positif diantara seluruh pasien TB paru 
• Proporsi pasien TB anak diantara seluruh pasien 
• Angka Notifikasi Kasus (CNR) 
• Angka Konversi 
• Angka Kesembuhan 
• Angka Kesalahan Laboratorium 
Untuk mempermudah analisis data diperlukan indikator sebagai alat ukur 
kemajuan (marker of progress). Indikator yang baik harus memenuhi syarat-syarat
tertentu seperti: sahih (valid), sensitif dan Spesifik (sensitive and specific), dapat 
25 
dipercaya (realiable), dapat diukur (measureable), dapat dicapai (achievable) 
Analisa dapat dilakukan dengan membandingkan data antara satu dengan 
yang lain untuk melihat besarnya perbedaan, dan melihat kecenderungan (trend) 
dari waktu ke waktu.
OUTPUT OUTCOME 
26 
BAB III 
ANALISIS MASALAH 
A. KERANGKA BERPIKIR PENDEKATAN MASALAH 
Pemecahan masalah menggunakan kerangka pemikiran pendekatan sistem 
sebagai berikut : 
LINGKUNGAN : 
OUT 
Fisik, Kependudukan, Sosial Budaya, Ekonomi dan Kebijakan 
INPUT : 
Man 
Money 
Method 
Material 
machine 
PROSES : 
P1 
P1 
P3 
Gambar 1. Kerangka pemikiran pendekatan sistem (Hartoyo, 2009) 
Masalah adalah kesenjangan antara harapan atau tujuan yang ingin dicapai 
dengan kenyataan yang sesungguhnya sehingga menimbulkan rasa tidak puas. 
Permasalahan yang timbul terdapat pada outcome dimana hasil kegiatan tidak 
sesuai Standar Pelayanan Minimal. Dengan demikian didapatkan ciri-ciri masalah 
sebagai berikut : 
 Menyatakan hubungan dua atau lebih variabel 
 Dapat diukur 
 Dapat diatasi (Hartoyo, 2009) 
Urutan dalam siklus pemecahan masalah adalah sebagai berikut :
27 
1. Identifikasi/ invetarisasi masalah 
Menetapkan keadaan sepesifik yang diharapkan, yang ingin dicapai, 
menetapkan indikator tertentu sebagai dasar pengukuran kinerja, misalnya 
SPM. Langkah berikutnya, mempelajari keadaan yang terjadi dengan 
menghitung atau mengukur hasil pencapaian. Yang terakhir membandingkan 
kedaan nyata yang terjadi, dengan keadaan tertentu yang diinginkan atau 
indikator tertentu yang sudah ditetapkan. 
2. Penentuan prioritas masalah 
Penyusunan peringkat masalah lebih baik dilakukan oleh banyak orang dari 
pada satu orang saja. Bebrapa metode yang dapat digunakan antaralain : 
Hanlon, Delbeq, CARL, Pareto, dll. 
3. Penentuan penyebab masalah 
Penentuan penyebab masalah digali berdasarkan data atau kepustakaan 
dengan curah pendapat. Penentuan penyebab masalah hendaknya tidak 
menyimpang dari masalah tersebut. 
4. Memilih penyebab yang paling mungkin 
Penyebab masalah paling mungkin harus dipilih dari sebab-sebab yang 
didukung oleh data atau konfirmasi. 
5. Menentukan alternatif pemecahan masalah 
Seringkali pemecahan masalah dapat dilakukan dengan mudah dari penyebab 
yang sudah diidentifikasi. Jika penyebab sudah jelas maka dapat langsung 
pada alternatif pemecahan masalah. 
6. Penetapan pemecahan masalah terpilih 
Setelah alternatif pemecahan masalah ditentukan, maka dilakukan pemilihan 
pemecahan terpilih. Apabila dikemukakan beberapa alternatif maka 
digunakan Hanlo kualitatif untuk menentukan pemecahan terbaik. 
7. Penyusunan rencana penerapan 
Rencana penerapan pemecahan masalah dibuat dalam bentuk POA (Plan Of 
Action atau Rencana Kegiatan) 
8. Monitoring dan Evaluasi
Ada dua segi pemantauan yaitu apakah kegiatan penerapan pemecahan 
masalah yang sedang dilaksanakan sudah diterapkan dengan baik dan 
menyangkut masalah itu sendiri, apakah permasalahan sudah dapat 
dipecahkan. 
3.Penentuan 
Penyebab Masalah 
28 
1.IDENTIFIKASI 
MASALAH 
Priorita Masalah 
4. Memilih Penyebab 
yang Paling Mungkin 
7.Monitoring & 
Evaluasi 
6.Penetapanpemecahan 
masalah terpilih 
5.Menentukan 
Alternatif 
Pemecahan Masalah 
Gambar 2. Diagram Analisis Masalah (Hartoyo, 2009) 
B. KEGIATAN YANG BERMASALAH 
2.Penentuan 
Pada laporan P2PL Puskesmas Dumai Kota bulan Januari – Desember 
2013 didapatkan cakupan pencapaian CDR (Case Detection Rate) TB paru belum 
mencapai 70% target yang ditetapkan. Masalah ini selanjutnya akan dilakukan 
analisis untuk menentukan kemungkinan penyebab masalah dengan metode 
pendekatan sistem (Input, Proses,Lingkungan, dan Output) yang akan dilakukan 
diwilayah kerja Puskesmas Dumai Kota yang memiliki 5 kelurahan.
29 
C. ANALISIS MASALAH 
Analisi masalah berdasarkan pendekatan sistem pada rendahnya cakupan 
CDR di wilayah kerja Puskesmas Dumai Kota adalah sebagai berikut : 
1. Analisi Penyebab Masalah 
a. Analisi Input 
Kemungkinan penyebb masalah melalui pendekatan input meliputi 
5M (Man, Money, Method, Material, Machine ) yang akan dibahas seebagai 
berikut : 
Tabel 2 
Analisis Input 
INPUT KELEBIHAN KEKURANGAN 
Man 
1. 1. Adanya perawat dan bidan 
yang mendapat pelatihan P2 
TB 
1. Pelatihan P2TB belum 
diperoleh secara merata oleh 
tenaga kesehatan 
2. Jumlah tenaga pelaksana P2 
TB masih kurang (termasuk 
analis laboratorium) 
3. Kurang terlibatnya kader 
posyandu 
4. Kesulitan suspek kasus 
mengeluarkan dahak 
Money 1. Adanya dana yang 
diturunkan untuk petugas 
program P2 TB 
1. Dana yang diturunkan untuk 
kegiatan P2TB masih 
kurang 
Method 1. Terdapat pedoman dari 
Depkes RI mengenai 
pelaksanaan program 
P2TB yang digunakan 
sebagai acuan 
melaksanakan kegiatan 
1. terdapat perbedaan persepsi 
petugas dan pelaksana 
dalam meninterpretasi 
pedoman kegiatan program 
P2TB 
2. Kerjasama antara institusi 
pemerintah dan swasta, atau 
institusi pemerintah 
Material 1.Belum terdapatnya PHN Kit 
2.Kelengkapan peralatan 
laboratorium yang masih
30 
kurang 
Machine ketidaklengkapan antara data-base 
pencatatan dan pelaporan 
yang tersedia pada komputer 
DKK dan data pencatatan dan 
pelaporan manual. 
b. Analisi Proses 
Tabel 3 
Analisi Proses Penyebab Masalah 
PROSES KELEBIHAN KEKURANGAN 
P1 
(Perencanaan) 
1. Terdapat pedoman P2TB 
Depkes RI sebagai acuan 
2. Terdapat data dan 
sasaran yang disajikan 
Puskesmas dan Dinkes 
Kota Dumai sebagai 
acuan menyusun rencana 
kegiatan 
1. Belum terdapatnya sistem 
perencanaan P2TB sesuai 
pedoman 
2. Program TB hanya 
mengandalkan Passive 
Case Finding (PCF) 
untuk menjaring kasus 
TB 
3. Penerapan estimasi 
prevalensi kasus BTA 
positif TB yang seragam 
di seluruh Indonesia, 
yaitu 107 kasus/100,000 
penduduk, untuk semua 
kota, kabupaten dan 
kecamatan 
P2 
(Pelaksanaan & 
Penggerakan) 
1. Adanya kegiatan 
pelayanan kesehatan 
untuk masyarakat 
meliputi posyandu, pos 
kesehatan desa, 
puskesmas pembantu 
yang berjalan rutin dan 
lancar 
2. Kegiatan home visite 
berjalan rutin setiap 
bulan 
1. Kompleksitas kasus yang 
dihadapi menyebabkan 
follow up tidak maksimal. 
2. Miskomunikasi dengan 
pihak UPK lain (RS, 
klinik,dll) 
3. penjaringan terlalu 
longgar (terlalu sensitif)
31 
P3 
(Pengawasan 
Penilaian & 
Pengendalian) 
1. Evaluasi & feedback 
bulanan dilakukan secara 
rutin oleh Kepala 
Puskesmas & 
koordinator program 
2. Pelaporan disampaikan 
secara rutin ke Dinkes 
Kota Dumai & diperoleh 
feedback yang baik 
1. Kurang ketatnya fungsi 
pengawasan, penilaian & 
pengendalian oleh oleh 
koordinator program. 
c. Analisis Lingkungan 
Tabel 4 
Analisis Lingkungan 
LINGKUNGAN KELEBIHAN KEKURANGAN 
Kelurahan Terdapat kader 
Posyandu disetiap 
kelurahan 
1. Kurangnya pengetahuan dan 
keaktifan kader 
2. Kurangnya pengetahuan 
masyarakat tentang kesehatan 
(khususnya masalah TB paru) 
3. Tidak adanya kerjasama lintas 
sektoral seperti kelurahan, 
PKK,UPK swasta, dll. 
d. Outcome 
Hasil kegiatan cakupan penemuan kasus TB paru sesuai Pedoman 
Nasional Pengendalian Tuberkulosis Depkes RI di wilayah kerja Puskesmas 
Dumai Kota bulan Januari – Desember 2013 belum mencapai target 70%.
32 
2. Rumusan Kemungkinan Penyebab Masalah 
Berdasarkan analisis input, proses dan lingungan di atas, rumusan 
kemungkinan penyebab masalah tidak tercapainya target CDR (Case Detection 
Rate) TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Dumai Kota adalah sebagai berikut. 
a. Pelatihan P2TB belum diperoleh secara merata oleh tenaga kesehatan 
b. Jumlah tenaga pelaksana P2 TB masih kurang (termasuk analis 
laboratorium) 
c. Kurang terlibatnya kader posyandu 
d. Kesulitan suspek kasus mengeluarkan dahak 
e. Dana yang diturunkan untuk kegiatan P2TB masih kurang 
f. terdapat perbedaan persepsi petugas dan pelaksana dalam meninterpretasi 
pedoman kegiatan program P2TB 
g. Kerjasama antara institusi pemerintah dan swasta, atau institusi 
pemerintah 
h. Belum terdapatnya PHN Kit dan Kelengkapan peralatan laboratorium 
yang masih kurang 
i. Ketidaklengkapan antara data-base pencatatan dan pelaporan yang 
tersedia pada komputer DKK dan data pencatatan dan pelaporan manual. 
j. Belum terdapatnya sistem perencanaan P2TB sesuai pedoman 
k. Program TB hanya mengandalkan Passive Case Finding (PCF) untuk 
menjaring kasus TB 
l. Penerapan estimasi prevalensi kasus BTA positif TB yang seragam di 
seluruh Indonesia, yaitu 107 kasus/100,000 penduduk, untuk semua kota, 
kabupaten dan kecamatan 
m. Kompleksitas kasus yang dihadapi menyebabkan follow up tidak 
maksimal. 
n. Tidak terjalinnya komunikasi yang baik dengan pihak UPK lain (RS, 
klinik,dll) 
o. penjaringan terlalu longgar (terlalu sensitif) 
p. Kurang ketatnya fungsi pengawasan, penilaian & pengendalian oleh oleh 
koordinator program 
q. Kurangnya pengetahuan dan keaktifan kader
r. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang kesehatan (khususnya 
33 
masalah TB paru) 
s. Tidak adanya kerjasama lintas sektoral seperti kelurahan, PKK,UPK 
swasta, dll. 
Dari rumusan kemungkinan masalah seperti di atas, dapat 
digambarkan dalam diagram fish bone sebagai berikut
34 
P1 
P2 
P3 
Tercapainya 
Target CDR 
TB paru 
70% 
INPUT 
MAN 
1. Pelatihan P2TB belum diperoleh secara merata oleh 
tenaga kesehatan 
2. Jumlah tenaga pelaksana P2 TB masih kurang 
(termasuk analis laboratorium) 
3. Kurang terlibatnya kader posyandu 
4. Kesulitan suspek kasus mengeluarkan dahak 
MONEY 
Dana yang diturunkan untuk 
kegiatan P2TB masih kurang 
METHODE 
1. terdapat perbedaan persepsi petugas dan 
pelaksana dalam meninterpretasi pedoman 
kegiatan program P2TB 
2. Kerjasama antara institusi pemerintah dan 
swasta, atau institusi pemerintah 
MATERIAL 
Belum terdapatnya PHN Kit & 
Kelengkapan peralatan laboratorium 
yang masih 
MACHINE : ketidaklengkapan antara data-base 
pencatatan dan pelaporan yang tersedia pada komputer DKK 
dan data pencatatan dan pelaporan manual. 
PROSES LINGKUNGAN 
1. Kurangnya pengetahuan dan 
keaktifan kader 
2. Kurangnya pengetahuan 
masyarakat tentang kesehatan 
(khususnya masalah TB paru) 
3. Tidak adanya kerjasama lintas 
sektoral seperti kelurahan, 
PKK,UPK swasta, dll 
1. Belum terdapatnya sistem perencanaan P2TB 
2. Program TB hanya mengandalkan Passive Case 
Finding (PCF) untuk menjaring kasus TB 
3. Penerapan estimasi prevalensi kasus BTA positif TB 
yang seragam di seluruh Indonesia, 
1. Kompleksitas kasus yang dihadapi 
menyebabkan follow up tidak 
maksimal. 
2. Miskomunikasi dengan pihak UPK 
lain (RS, klinik,dll) 
3. penjaringan terlalu longgar (terlalu 
sensitif) 
Kurang 
ketatnya 
fungsi 
pengawasan, 
penilaian & 
pengendalia 
n oleh oleh 
koordinator 
program.
35 
3. Penyebab Masalah Paling Mungkin 
Setelah melakukan konfirmasi kepada petugas P2TB dan karyawan 
Puskesmas Dumai Kota, maka berdasarkan analisis penyebab masalah di atas 
didapatkan penyebab masalah yang paling mungkin yaitu : 
a. Penjaringan suspek TB hanya dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan 
(Passive Case Finding, PCF); 
b. Dana yang diturunkan untuk kegiatan P2TB masih kurang 
c. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang kesehatan (khususnya 
masalah TB paru) 
d. Kesulitan suspek kasus mengeluarkan dahak, meskipun telah diberikan 
mukolitik-ekspektoran (terutama pasien suspek TB yang telah diobati 
sebelumnya dengan obat anti-tuberkulosis/ OAT yang tidak standar) 
e. Penyebab lain, seperti penjaringan terlalu longgar (terlalu sensitif) 
f. Belum terdapat komitmen yang kuat dari pihak manajemen UPK 
(pimpinan RS) dan tenaga medis (dokter umum dan spesialis) serta 
paramedis dan seluruh petugas terkait dalam penanggulangan TB dengan 
strategi DOTS.
36 
BAB IV 
PEMECAHAN MASALAH 
A. ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH 
Setelah diperoleh daftar penyebab maalah paling mungkin, langkah 
selanjutnya adalah membuat alternatif pemecahan masalahsebagai berikut 
Tabbel 5 
Daftar Alternatif Pemecahan Masalah 
No . MASALAH PEMECAHAN MASALAH 
1. Penjaringan suspek TB hanya 
dilakukan di fasilitas pelayanan 
kesehatan (Passive Case Finding, 
PCF) 
Disarankan agar penjaringan kasus 
ditingkatkan melalui ACF (Actife Case 
Finding) dan Deteksi Dini Kasus TB 
oleh kader Posyandu/ ibu-ibu PKK 
2. Dana yang diturunkan untuk kegiatan 
P2TB masih kurang 
Kemitraan dan dukungan Pemerintah 
Daerah (Kota dan Kabupaten) kurang 
dalam pembiayaan program 
pengendalian TB 
3. Kurangnya pengetahuan masyarakat 
tentang kesehatan (khususnya 
masalah TB paru) 
Membuat advokasi disertai dengan data/ 
informasi yang baru tentang pencapaian 
program penanggulangan TB di daerah 
untuk meyakinkan para pengambil 
keputusan anggaran pada Pemda dan 
DPRD 
4. Kesulitan suspek kasus mengeluarkan 
dahak, meskipun telah diberikan 
mukolitik-ekspektoran (terutama 
pasien suspek TB yang telah diobati 
sebelumnya dengan obat anti-tuberkulosis/ 
OAT yang tidak standar) 
Perlu dicari prosedur alternatif 
pemeriksaan dahak yang bisa dilakukan 
di tingkat primer. 
5. penjaringan terlalu longgar (terlalu 
sensitif) 
Menggerakkan partisipasi masyarakat 
untuk meningkatkan penjaringan kasus 
TB. Sebagai contoh, status Posyandu 
Mandiri dapat ditingkatkan perannya 
menjadi Posyandu Mandiri Plus 
Penanggulangan TB untuk
meningkatkan penjaringan kasus di 
tingkat akar rumput. 
37 
6. Belum terdapat komitmen yang kuat 
dari pihak manajemen UPK 
(pimpinan RS) dan tenaga medis 
(dokter umum dan spesialis) serta 
paramedis dan seluruh petugas terkait 
dalam penanggulangan TB dengan 
strategi DOTS. 
Disarankan agar dibuat jejaring 
eskternal antara DKK sebagai regulator 
dan UPK (RS, dokter umum, spesialis) 
sebagai penyedia pelayanan kesehatan, 
ikatan profesi misalnya Ikatan Dokter 
Indonesia (IDI), serta puskesmas 
sebagai unit pelayanan primer serta 
membuat nota kesepakatan. 
B. PRIORITAS PEMECAHAN MASALAH 
Setelah menemukan alternatif pemecahan masalah, maka selanjutnya 
dilakukan penentuan prioritas alternatif pemecahan masalah. Penentuan prioritas 
alternatif pemecahan masalah dapat dilakukan dengan menggunakan metode 
Kriteria Matriks. Untuk mencari penyelesaian masalah sebaiknaya memenuhi 
kriteria sebagai berikut : 
1. Efektifitas program, 
Yaitu menunjuk pada kemampuan program mengatasi penyebab masalah 
yang ditemukan. Makin tinggi kemampuan, makin efektif cara penyelesaian 
tersebut. 
2. Efesiensi program, 
Yaitu menunjuk pada pemakaian sumber daya, bila cara penyelesaian dengan 
biaya (cost) yang kecil, maka cara tersebut disebut efesien 
Untuk mengukur efektifitas pemecahan masalah, terdapat bebrapa pedoman, 
yaitu : 
1. Berdasarkan besarnya pennyebab maalah/ Magnitude 
Semakin besar atau semakin banyak penyebab masalah yang dapat 
diselesaikan, maka semakin efektif. Kriteria ini bernilai 1-5, semakin banyak 
penyebab masalah yang dapat diselesaikan, maka semakin besar nilainya. 
(semakin mendekati 5). 
2. Berdasarkan pentingnya cara pemecahan masalah/ Importancy.
Semakin penting cara penyelesaian dalam mengatasi penyebab masalah maka 
semakin efektif. Kriteria ini bernilai 1-5, semakin penting cara penyelesaian 
dalam mengatasi masalah maka nilainya semakin mendekati 5. 
38 
3. Berdasarkan sensitifitas cara penyelesaian masalah/ Vulnerability 
Semakin sensitif cara penyelesaian masalah maka semakin efektif. Kriteria ini 
bernilai 1-5, semakin sensitif cara penyelesaian dalam mengatasai masalah 
maka nilainya semakin mendekati nilai 5. 
4. Berdasakan biaya dalam menyelesaikan maslah/ Cost 
Kriteria ini bernilai 1-5, nilai mnedekati 1 bila biaya (sumber daya) yang 
digunakan semakin kecil. Sebaliknya mendekati nilai 5 bila biaya (sumber 
daya) maikn besar. 
Berdasarkan penjelasan di atas, matriks prioritas penyelesaian 
masalah untuk mengatasi maslah tidak tercapainya target CDR TB Paru di 
wilayah kerja Puskesmas Dumai Kota adalah sebagai berikut. 
Tabel 6 
Matriks Prioritas Pemecahan Masalah Tidak Tercapainya Target CDR TB 
Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Dumai Kota 2013 
No. 
Prioritas pemecahan Masalah 
Nilai Kriteria Hasil Akhir 
(MxIxV)/C 
Prioritas 
M I C V 
1. Disarankan agar penjaringan 
kasus ditingkatkan melalui 
ACF (Actife Case Finding) dan 
Deteksi Dini Kasus TB oleh 
kader Posyandu/ ibu-ibu PKK 
4 
3 
1 
5 
60 
2. Membuat advokasi disertai 
dengan data/ informasi yang 
baru tentang pencapaian 
program penanggulangan TB 
di daerah untuk meyakinkan 
para pengambil keputusan 
anggaran pada Pemda dan 
DPRD 
3 
3 
1 
4 
36
39 
3. Meningkatkan pengadaan 
penyuluhan tentang masalah 
TB Paru dan membuat media 
promosi deteksi dini TB Paru 
4 
4 
1 
5 
80 
4. 
Perlu dicari prosedur alternatif 
pemeriksaan dahak yang bisa 
dilakukan di tingkat primer. 
2 
2 
1 
4 
16 
5. Menggerakkan partisipasi 
masyarakat. Sebagai contoh, 
status Posyandu Mandiri dapat 
ditingkatkan perannya menjadi 
Posyandu Mandiri Plus 
Penanggulangan TB 
5 
5 
1 
4 
100 
6. Disarankan agar dibuat 
jejaring eskternal antara DKK 
sebagai regulator dan UPK 
(RS, dokter umum, spesialis) 
sebagai penyedia pelayanan 
kesehatan, ikatan profesi 
misalnya Ikatan Dokter 
Indonesia (IDI), serta 
puskesmas sebagai unit 
pelayanan primer serta 
membuat nota kesepakatan. 
3 
3 
2 
2 
6 
Setelah melakukan penentuan prioritas alternatif pemecahan 
masalah dengan menggunakan metode Kriteria Matriks, maka didapatkan urutan 
prioritas alternatif pemecahan penyebab masalah tidak tercapainya target CDR TB 
Paru di wilayah kerja Puskesmas Dumai Kota. Berdasarkan prioritas alternatif 
pemecahan masalah tersebut didapatkan urutan alternatif pemecahan masalah 
sebagai berikut : 
1. Menggerakkan partisipasi masyarakat. Sebagai contoh, status Posyandu 
Mandiri dapat ditingkatkan perannya menjadi Posyandu Mandiri Plus 
Penanggulangan TB
2. Meningkatkan pengadaan penyuluhan tentang masalah TB Paru dan 
membuat media promosi deteksi dini TB Paru 
40 
C. RENCANA TINDAK LANJUT KEGIATAN 
Setelah menentukan alternatif pemecahan masalah, kemudian dibuat tabel 
rencana atau Plan Of Action yang meliputi kegiatan, tujuan, sasaran, waktu, dana, 
lokasi, pelaksana, metode dan tolak ukur yang sesuai dengan masalah yang 
ditemukan.
41 
Tabel 7 
Rencana Kegiatan Peningkatan Targert CDR TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Dumai Kota 
No. Kegiatan Tujuan Sasaran Waktu Dana Lokasi Pelaksana Metode Tolak ukur 
1. Menggerakkan 
partisipasi 
masyarakat. 
Sebagai contoh, 
status Posyandu 
Mandiri dapat 
ditingkatkan 
perannya menjadi 
Posyandu 
Mandiri Plus 
Penanggulangan 
TB 
untuk 
meningkatkan 
penjaringan 
kasus TB 
Seluruh 
elemen 
masyarakat 
dan 
seluruh 
posyandu 
di wilayah 
kerja 
Puskesmas 
Dumai 
Kota 
Agustus 
s/d 
desember 
2014 
-Dana 
PKM 
-posyandu 
balita 
-posyandu 
usila 
-posbindu 
-sekolah 
-kelurahan 
-dokter 
-bidan 
-perawat 
-diskusi/ 
tanya 
jawab 
-terdapat 
petugas 
posyandu, 
kader dan 
masyarakat 
yang aktif san 
mau 
berkerjasama. 
Meningkatkan 
pengadaan 
penyuluhan 
tentang masalah 
TB Paru dan 
membuat media 
promosi deteksi 
dini TB Paru 
Meningkatkan 
pengetahuan 
masyarakat 
tentang 
penyakit TB 
Paru dan 
meningkatkan 
kesadaran 
masyarakat. 
Seluruh 
masyarakat 
di wilayah 
kerja 
Puskesmas 
Dumai 
Kota 
Agustus 
s/d 
desember 
2014 
-Dana 
PKM 
-Spon 
sorship 
-posyandu 
balita 
-posyandu 
usila 
-posbindu 
-sekolah 
-kelurahan 
-dokter 
-bidan 
-perawat 
-ceramah 
-diskusi/ 
tanya 
jawab 
-terdapat 
media promosi 
yang dipajang 
atau dibagikan 
di PKM, 
posyandu, dan 
masyarakat.
42 
BAB V 
KESIMPULAN DAN SARAN 
1. KESIMPULAN 
Program pengendalian TB dengan strategi DOTS telah berjalan di 
wilayah kerja Puskesmas Dumai Kota,. Tetapi pelaksanaan program 
pencapaian cakupan CDR TB paru dengan sistem DOTS tersebut belum 
mencapai target yang diharapkan. Penyebab utama adalah partisipasi 
masyarakat, dokter, RS, dan tenaga kesehatan lainnya yang masih sangat 
rendah dalam penemuan dan diagnosis kasus TB. 
Penyebab lainnya adalah Penjaringan suspek TB hanya dilakukan di 
fasilitas pelayanan kesehatan (Passive Case Finding, PCF) serta rendahnya 
pengetahuan dan kesdaran masyarakat tentang panyakit TB Paru. 
Setelah melakukan penentuan prioritas alternatif pemecahan masalah 
dengan menggunakan metode Kriteria Matriks, maka didapatkan urutan 
perioritas alternatif pemecahan penyebab masalah tidak tercapainya target 
CDR TB Paru di wilayah kerja Puskemas Dumai Kota : 
1. Menggerakkan partisipasi masyarakat. Sebagai contoh, status Posyandu 
Mandiri dapat ditingkatkan perannya menjadi Posyandu Mandiri Plus 
2. Meningkatkan pengadaan penyuluhan tentang masalah TB Paru dan 
membuat media promosi deteksi dini TB Paru 
Dengan adanya alternatif pemecahan masalah di atas, diharapkan 
mampu meningkatkan pencapaian target CDR TB Paru di wilayah kerja Puskemas 
Dumai Kota. 
2. SARAN 
1. Disarankan agar penjaringan kasus ditingkatkan melalui ACF (Actife Case 
Finding) dan Deteksi Dini Kasus TB oleh kader Posyandu/ ibu-ibu PKK dll. 
2. Meningkatkan pengadaan penyuluhan tentang masalah TB Paru dan 
membuat media promosi deteksi dini TB Paru
3. Menggerakkan partisipasi masyarakat. Sebagai contoh, status Posyandu 
Mandiri dapat ditingkatkan perannya menjadi Posyandu Mandiri Plus 
Penanggulangan TB 
4. Membuat advokasi disertai dengan data/ informasi yang baru tentang 
pencapaian program penanggulangan TB di daerah untuk meyakinkan para 
pengambil keputusan anggaran pada Pemda dan DPRD 
5. Disarankan agar dibuat jejaring eskternal antara DKK sebagai regulator dan 
UPK (RS, dokter umum, spesialis) sebagai penyedia pelayanan kesehatan, 
ikatan profesi misalnya Ikatan Dokter Indonesia (IDI), serta puskesmas 
sebagai unit pelayanan primer serta membuat nota kesepakatan. 
43
44 
DAFTAR PUSTAKA 
1. Chin, James. Tuberkulosis Dalam: Manual Pemberantasan Penyakit Menular. 
ed. 17. Editor Penterjemah: I Nyoman Kandun. American Public Health 
Association. 2000. 
2. Depkes RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Edisi II. 
Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2008. 
3. Makmur, Suwandi. DOTS (Direct Observed Treatment Shortcourse) Sebuah 
Strategi Pemberantasan Tuberkulosis. Dalam: Tuberkulosis Tinjauan 
Multidisiplin. Edisi I. Editor: Isa M, Soefyani A, Juwono O dan Budiarti L.Y. 
Pusat Studi Tuberkulosis FK Unlam. Banjarmasin, 2001 
4. Depkes RI. Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan 
Penyehatan Lingkungan Pemukiman. Pedoman Penyakit Tuberkulosis dan 
Penanggulangannya. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 1997 
5. Wayan, I. Promosi Penanggulangan Tuberkulosis. Departemen Kesehatan dan 
Kesejahteraan Sosial RI. Jakarta. 2000. 
6. Depkes RI. Komite Nasional Penanggulangan Penyakit Tuberkulosis Paru di 
Indonesia. Prosedur Tetap Penanggulangan TB Paru Nasional Secara 
Terpadu. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2006 
7. Depkes RI. Proyek Kesehatan Keluarga dan Gizi. ARRIME Pedoman 
Manajemen Puskesmas. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2002.

More Related Content

What's hot

Prosedur penyuntikan imunisasi
Prosedur penyuntikan imunisasiProsedur penyuntikan imunisasi
Prosedur penyuntikan imunisasiJoni Iswanto
 
Ppt epidemiologi kusta
Ppt epidemiologi kustaPpt epidemiologi kusta
Ppt epidemiologi kustarickygunawan84
 
DETEKSI DINI PPOK 30 AGUS 2022.pptx
DETEKSI DINI PPOK 30 AGUS 2022.pptxDETEKSI DINI PPOK 30 AGUS 2022.pptx
DETEKSI DINI PPOK 30 AGUS 2022.pptxssuserc50913
 
Permenkes no. 27 tahun 2017 ttg Pedoman Ppencegahan dan Pengendalian Infeksi...
Permenkes no. 27 tahun 2017  ttg Pedoman Ppencegahan dan Pengendalian Infeksi...Permenkes no. 27 tahun 2017  ttg Pedoman Ppencegahan dan Pengendalian Infeksi...
Permenkes no. 27 tahun 2017 ttg Pedoman Ppencegahan dan Pengendalian Infeksi...Adelina Hutauruk
 
Demam berdarah dengue
Demam berdarah dengueDemam berdarah dengue
Demam berdarah dengueJoni Iswanto
 
BAB 9 Epidemiologi Penyakit Menular HIV AIDS
BAB 9 Epidemiologi Penyakit Menular HIV AIDS BAB 9 Epidemiologi Penyakit Menular HIV AIDS
BAB 9 Epidemiologi Penyakit Menular HIV AIDS NajMah Usman
 
Manajemen puskesmas
Manajemen puskesmas Manajemen puskesmas
Manajemen puskesmas renjanaera
 
Imunisasi LENGKAP
Imunisasi LENGKAPImunisasi LENGKAP
Imunisasi LENGKAPZakiah dr
 
Pelayanan antenatal terpadu edisi ke 3 261120 final
Pelayanan antenatal terpadu edisi ke 3 261120 finalPelayanan antenatal terpadu edisi ke 3 261120 final
Pelayanan antenatal terpadu edisi ke 3 261120 finalSelfiNice
 
Permenkes No. 43 tentang Standar Pelayanan Minimal Biidang Kesehatan
Permenkes No. 43 tentang Standar Pelayanan Minimal Biidang KesehatanPermenkes No. 43 tentang Standar Pelayanan Minimal Biidang Kesehatan
Permenkes No. 43 tentang Standar Pelayanan Minimal Biidang KesehatanMuh Saleh
 
permenkes no 34 th 2015 penanggulangan kanker payudara dan leher rahim
permenkes no 34 th 2015 penanggulangan kanker payudara dan leher rahimpermenkes no 34 th 2015 penanggulangan kanker payudara dan leher rahim
permenkes no 34 th 2015 penanggulangan kanker payudara dan leher rahimAchmad Wahid
 
INDIKATOR KINERJA SURVEILANS DI PUSKESMAS I BATURRADEN
INDIKATOR KINERJA SURVEILANS DI PUSKESMAS I BATURRADEN INDIKATOR KINERJA SURVEILANS DI PUSKESMAS I BATURRADEN
INDIKATOR KINERJA SURVEILANS DI PUSKESMAS I BATURRADEN yesintabella
 

What's hot (20)

POWERPOINT TB PARU
POWERPOINT TB PARUPOWERPOINT TB PARU
POWERPOINT TB PARU
 
Prosedur penyuntikan imunisasi
Prosedur penyuntikan imunisasiProsedur penyuntikan imunisasi
Prosedur penyuntikan imunisasi
 
Ppt epidemiologi kusta
Ppt epidemiologi kustaPpt epidemiologi kusta
Ppt epidemiologi kusta
 
DETEKSI DINI PPOK 30 AGUS 2022.pptx
DETEKSI DINI PPOK 30 AGUS 2022.pptxDETEKSI DINI PPOK 30 AGUS 2022.pptx
DETEKSI DINI PPOK 30 AGUS 2022.pptx
 
Permenkes no. 27 tahun 2017 ttg Pedoman Ppencegahan dan Pengendalian Infeksi...
Permenkes no. 27 tahun 2017  ttg Pedoman Ppencegahan dan Pengendalian Infeksi...Permenkes no. 27 tahun 2017  ttg Pedoman Ppencegahan dan Pengendalian Infeksi...
Permenkes no. 27 tahun 2017 ttg Pedoman Ppencegahan dan Pengendalian Infeksi...
 
Ppt DBD
Ppt DBDPpt DBD
Ppt DBD
 
Makalah TBC
Makalah TBCMakalah TBC
Makalah TBC
 
Demam berdarah dengue
Demam berdarah dengueDemam berdarah dengue
Demam berdarah dengue
 
BAB 9 Epidemiologi Penyakit Menular HIV AIDS
BAB 9 Epidemiologi Penyakit Menular HIV AIDS BAB 9 Epidemiologi Penyakit Menular HIV AIDS
BAB 9 Epidemiologi Penyakit Menular HIV AIDS
 
Manajemen puskesmas
Manajemen puskesmas Manajemen puskesmas
Manajemen puskesmas
 
ANC Berkualitas
ANC BerkualitasANC Berkualitas
ANC Berkualitas
 
Imunisasi LENGKAP
Imunisasi LENGKAPImunisasi LENGKAP
Imunisasi LENGKAP
 
Pelayanan antenatal terpadu edisi ke 3 261120 final
Pelayanan antenatal terpadu edisi ke 3 261120 finalPelayanan antenatal terpadu edisi ke 3 261120 final
Pelayanan antenatal terpadu edisi ke 3 261120 final
 
Permenkes No. 43 tentang Standar Pelayanan Minimal Biidang Kesehatan
Permenkes No. 43 tentang Standar Pelayanan Minimal Biidang KesehatanPermenkes No. 43 tentang Standar Pelayanan Minimal Biidang Kesehatan
Permenkes No. 43 tentang Standar Pelayanan Minimal Biidang Kesehatan
 
permenkes no 34 th 2015 penanggulangan kanker payudara dan leher rahim
permenkes no 34 th 2015 penanggulangan kanker payudara dan leher rahimpermenkes no 34 th 2015 penanggulangan kanker payudara dan leher rahim
permenkes no 34 th 2015 penanggulangan kanker payudara dan leher rahim
 
RTL
RTLRTL
RTL
 
Tuberkulosis penyuluhan
Tuberkulosis penyuluhanTuberkulosis penyuluhan
Tuberkulosis penyuluhan
 
Manajemen Puskesmas
Manajemen PuskesmasManajemen Puskesmas
Manajemen Puskesmas
 
INDIKATOR KINERJA SURVEILANS DI PUSKESMAS I BATURRADEN
INDIKATOR KINERJA SURVEILANS DI PUSKESMAS I BATURRADEN INDIKATOR KINERJA SURVEILANS DI PUSKESMAS I BATURRADEN
INDIKATOR KINERJA SURVEILANS DI PUSKESMAS I BATURRADEN
 
Ppt pneumonia
Ppt pneumoniaPpt pneumonia
Ppt pneumonia
 

Viewers also liked

Laporan program TB Tahun 2013 Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat
Laporan program TB Tahun 2013 Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi BaratLaporan program TB Tahun 2013 Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat
Laporan program TB Tahun 2013 Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi BaratMuh Saleh
 
Kmk no. 364 ttg pedoman penanggulangan tuberkolosis (tb)
Kmk no. 364 ttg pedoman penanggulangan tuberkolosis (tb)Kmk no. 364 ttg pedoman penanggulangan tuberkolosis (tb)
Kmk no. 364 ttg pedoman penanggulangan tuberkolosis (tb)Sabrina Imania
 
Masalah Kesehatan di Puskesmas: Tuberculosis Kekom
Masalah Kesehatan di Puskesmas: Tuberculosis KekomMasalah Kesehatan di Puskesmas: Tuberculosis Kekom
Masalah Kesehatan di Puskesmas: Tuberculosis KekomZarah Dzulhijjah
 
POA 2013 PKM LUMBANG
POA 2013 PKM LUMBANGPOA 2013 PKM LUMBANG
POA 2013 PKM LUMBANGtaufans32
 
Faktor faktor yang mempengaruhi terciptanya kawasan permukiman kumuh di kawas...
Faktor faktor yang mempengaruhi terciptanya kawasan permukiman kumuh di kawas...Faktor faktor yang mempengaruhi terciptanya kawasan permukiman kumuh di kawas...
Faktor faktor yang mempengaruhi terciptanya kawasan permukiman kumuh di kawas...Amanda Hurin
 
Tuberkulosis (TBC) dengan program DOTS
Tuberkulosis (TBC) dengan program DOTSTuberkulosis (TBC) dengan program DOTS
Tuberkulosis (TBC) dengan program DOTSVita Valery
 
Antibiotics /certified fixed orthodontic courses by Indian dental academy
Antibiotics  /certified fixed orthodontic courses by Indian dental academy Antibiotics  /certified fixed orthodontic courses by Indian dental academy
Antibiotics /certified fixed orthodontic courses by Indian dental academy Indian dental academy
 
Kelompok tuberculosis (tbc) (1)
Kelompok tuberculosis (tbc) (1)Kelompok tuberculosis (tbc) (1)
Kelompok tuberculosis (tbc) (1)Diera Iya
 
BRTuk 11th Conference_Bus Bill and Opportunities for BRT
BRTuk 11th Conference_Bus Bill and Opportunities for BRTBRTuk 11th Conference_Bus Bill and Opportunities for BRT
BRTuk 11th Conference_Bus Bill and Opportunities for BRTGwyn Ephraim
 
Borang+isi
Borang+isiBorang+isi
Borang+isiRudy Kg
 

Viewers also liked (20)

Laporan program TB Tahun 2013 Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat
Laporan program TB Tahun 2013 Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi BaratLaporan program TB Tahun 2013 Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat
Laporan program TB Tahun 2013 Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Barat
 
Laporan puskesmas buniwangi
Laporan puskesmas buniwangiLaporan puskesmas buniwangi
Laporan puskesmas buniwangi
 
Kmk no. 364 ttg pedoman penanggulangan tuberkolosis (tb)
Kmk no. 364 ttg pedoman penanggulangan tuberkolosis (tb)Kmk no. 364 ttg pedoman penanggulangan tuberkolosis (tb)
Kmk no. 364 ttg pedoman penanggulangan tuberkolosis (tb)
 
TB Paru.Ppt
TB Paru.PptTB Paru.Ppt
TB Paru.Ppt
 
Perencanaan program tbc akper pemkab muna
Perencanaan program tbc akper pemkab munaPerencanaan program tbc akper pemkab muna
Perencanaan program tbc akper pemkab muna
 
Masalah Kesehatan di Puskesmas: Tuberculosis Kekom
Masalah Kesehatan di Puskesmas: Tuberculosis KekomMasalah Kesehatan di Puskesmas: Tuberculosis Kekom
Masalah Kesehatan di Puskesmas: Tuberculosis Kekom
 
POA 2013 PKM LUMBANG
POA 2013 PKM LUMBANGPOA 2013 PKM LUMBANG
POA 2013 PKM LUMBANG
 
Power point tbc
Power point tbcPower point tbc
Power point tbc
 
Lamp materi penyuluhan tb
Lamp materi penyuluhan tbLamp materi penyuluhan tb
Lamp materi penyuluhan tb
 
Faktor faktor yang mempengaruhi terciptanya kawasan permukiman kumuh di kawas...
Faktor faktor yang mempengaruhi terciptanya kawasan permukiman kumuh di kawas...Faktor faktor yang mempengaruhi terciptanya kawasan permukiman kumuh di kawas...
Faktor faktor yang mempengaruhi terciptanya kawasan permukiman kumuh di kawas...
 
Lp tb paru
Lp tb paruLp tb paru
Lp tb paru
 
Tuberkulosis (TBC) dengan program DOTS
Tuberkulosis (TBC) dengan program DOTSTuberkulosis (TBC) dengan program DOTS
Tuberkulosis (TBC) dengan program DOTS
 
Tbc ppt
Tbc pptTbc ppt
Tbc ppt
 
Antibiotics /certified fixed orthodontic courses by Indian dental academy
Antibiotics  /certified fixed orthodontic courses by Indian dental academy Antibiotics  /certified fixed orthodontic courses by Indian dental academy
Antibiotics /certified fixed orthodontic courses by Indian dental academy
 
Soap tbc kel i
Soap tbc kel iSoap tbc kel i
Soap tbc kel i
 
Kelompok tuberculosis (tbc) (1)
Kelompok tuberculosis (tbc) (1)Kelompok tuberculosis (tbc) (1)
Kelompok tuberculosis (tbc) (1)
 
BRTuk 11th Conference_Bus Bill and Opportunities for BRT
BRTuk 11th Conference_Bus Bill and Opportunities for BRTBRTuk 11th Conference_Bus Bill and Opportunities for BRT
BRTuk 11th Conference_Bus Bill and Opportunities for BRT
 
ppt TBC 5
ppt TBC 5ppt TBC 5
ppt TBC 5
 
Ppt TBC 1
Ppt TBC 1Ppt TBC 1
Ppt TBC 1
 
Borang+isi
Borang+isiBorang+isi
Borang+isi
 

Similar to TB DOTS EVALUASI

Pedoman nasional penanggulangan tuberculosis cet 8 (2002)
Pedoman nasional penanggulangan tuberculosis cet 8 (2002)Pedoman nasional penanggulangan tuberculosis cet 8 (2002)
Pedoman nasional penanggulangan tuberculosis cet 8 (2002)Mamang Bagiansah
 
Pedoman%20nasional%20penanggulangan%20tb
Pedoman%20nasional%20penanggulangan%20tbPedoman%20nasional%20penanggulangan%20tb
Pedoman%20nasional%20penanggulangan%20tbrieogiq
 
ppt up maell fixxxx golll_092602.pptx
ppt up maell fixxxx golll_092602.pptxppt up maell fixxxx golll_092602.pptx
ppt up maell fixxxx golll_092602.pptxEncepIzmal2
 
Evaluation of tuberculosis control programs in indonesian community
Evaluation of tuberculosis control programs in indonesian communityEvaluation of tuberculosis control programs in indonesian community
Evaluation of tuberculosis control programs in indonesian communityDoel Hadji Fadly
 
Design buku pedoman tb 2012 revisi 3
Design buku pedoman tb 2012 revisi 3Design buku pedoman tb 2012 revisi 3
Design buku pedoman tb 2012 revisi 3DR Irene
 
Makalah 1 TBC Eli Kasi.docx
Makalah 1 TBC Eli Kasi.docxMakalah 1 TBC Eli Kasi.docx
Makalah 1 TBC Eli Kasi.docxApenSigele1
 
leaflet TB.docx
leaflet TB.docxleaflet TB.docx
leaflet TB.docxRMrimex
 
Makalah tbc untuk para pekerja
Makalah tbc untuk para pekerjaMakalah tbc untuk para pekerja
Makalah tbc untuk para pekerjaMuhammad Arham
 
Materi 2 - Prof Andang - TBC, Bahaya dan Pencegahannya.pdf
Materi 2 - Prof Andang - TBC, Bahaya dan Pencegahannya.pdfMateri 2 - Prof Andang - TBC, Bahaya dan Pencegahannya.pdf
Materi 2 - Prof Andang - TBC, Bahaya dan Pencegahannya.pdfWahyudi Sardi
 
Kak dbd dan survailens
Kak dbd dan survailensKak dbd dan survailens
Kak dbd dan survailensSri Mega
 
Md.3 dasar-dasar epidemiologi kesehatan dan kode etik profesi epidemiolgi k...
Md.3   dasar-dasar epidemiologi kesehatan dan kode etik profesi epidemiolgi k...Md.3   dasar-dasar epidemiologi kesehatan dan kode etik profesi epidemiolgi k...
Md.3 dasar-dasar epidemiologi kesehatan dan kode etik profesi epidemiolgi k...BidangTFBBPKCiloto
 
MAKALAH EPIDEMIOLOGI kel6.docx
MAKALAH EPIDEMIOLOGI kel6.docxMAKALAH EPIDEMIOLOGI kel6.docx
MAKALAH EPIDEMIOLOGI kel6.docxJessicaConstantia
 
Kel.3_Evaluasi Program Kesehatan....pptx
Kel.3_Evaluasi Program Kesehatan....pptxKel.3_Evaluasi Program Kesehatan....pptx
Kel.3_Evaluasi Program Kesehatan....pptxJansenFernando1
 
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis - 2013
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis - 2013Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis - 2013
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis - 2013Dayu Agung Dewi Sawitri
 
KAK_P2P_Penyakit_Menular_TBC.pdf
KAK_P2P_Penyakit_Menular_TBC.pdfKAK_P2P_Penyakit_Menular_TBC.pdf
KAK_P2P_Penyakit_Menular_TBC.pdfimroatulazizah22
 
Hubungan pola perawatan pada anak uberkulosis paru primer dengan lama penyemb...
Hubungan pola perawatan pada anak uberkulosis paru primer dengan lama penyemb...Hubungan pola perawatan pada anak uberkulosis paru primer dengan lama penyemb...
Hubungan pola perawatan pada anak uberkulosis paru primer dengan lama penyemb...Operator Warnet Vast Raha
 
Evapro_Kel1_Adriani Rizka_TB.pptx
Evapro_Kel1_Adriani Rizka_TB.pptxEvapro_Kel1_Adriani Rizka_TB.pptx
Evapro_Kel1_Adriani Rizka_TB.pptxRizkaIndayani
 

Similar to TB DOTS EVALUASI (20)

Pedoman nasional penanggulangan tuberculosis cet 8 (2002)
Pedoman nasional penanggulangan tuberculosis cet 8 (2002)Pedoman nasional penanggulangan tuberculosis cet 8 (2002)
Pedoman nasional penanggulangan tuberculosis cet 8 (2002)
 
Pedoman%20nasional%20penanggulangan%20tb
Pedoman%20nasional%20penanggulangan%20tbPedoman%20nasional%20penanggulangan%20tb
Pedoman%20nasional%20penanggulangan%20tb
 
ppt up maell fixxxx golll_092602.pptx
ppt up maell fixxxx golll_092602.pptxppt up maell fixxxx golll_092602.pptx
ppt up maell fixxxx golll_092602.pptx
 
Tb.pdf
Tb.pdfTb.pdf
Tb.pdf
 
Evaluation of tuberculosis control programs in indonesian community
Evaluation of tuberculosis control programs in indonesian communityEvaluation of tuberculosis control programs in indonesian community
Evaluation of tuberculosis control programs in indonesian community
 
Design buku pedoman tb 2012 revisi 3
Design buku pedoman tb 2012 revisi 3Design buku pedoman tb 2012 revisi 3
Design buku pedoman tb 2012 revisi 3
 
Makalah 1 TBC Eli Kasi.docx
Makalah 1 TBC Eli Kasi.docxMakalah 1 TBC Eli Kasi.docx
Makalah 1 TBC Eli Kasi.docx
 
leaflet TB.docx
leaflet TB.docxleaflet TB.docx
leaflet TB.docx
 
Makalah tbc untuk para pekerja
Makalah tbc untuk para pekerjaMakalah tbc untuk para pekerja
Makalah tbc untuk para pekerja
 
Satuan acara penyuluha penanganan tbc
Satuan acara penyuluha penanganan tbcSatuan acara penyuluha penanganan tbc
Satuan acara penyuluha penanganan tbc
 
Materi 2 - Prof Andang - TBC, Bahaya dan Pencegahannya.pdf
Materi 2 - Prof Andang - TBC, Bahaya dan Pencegahannya.pdfMateri 2 - Prof Andang - TBC, Bahaya dan Pencegahannya.pdf
Materi 2 - Prof Andang - TBC, Bahaya dan Pencegahannya.pdf
 
Kak dbd dan survailens
Kak dbd dan survailensKak dbd dan survailens
Kak dbd dan survailens
 
Md.3 dasar-dasar epidemiologi kesehatan dan kode etik profesi epidemiolgi k...
Md.3   dasar-dasar epidemiologi kesehatan dan kode etik profesi epidemiolgi k...Md.3   dasar-dasar epidemiologi kesehatan dan kode etik profesi epidemiolgi k...
Md.3 dasar-dasar epidemiologi kesehatan dan kode etik profesi epidemiolgi k...
 
MAKALAH EPIDEMIOLOGI kel6.docx
MAKALAH EPIDEMIOLOGI kel6.docxMAKALAH EPIDEMIOLOGI kel6.docx
MAKALAH EPIDEMIOLOGI kel6.docx
 
Kel.3_Evaluasi Program Kesehatan....pptx
Kel.3_Evaluasi Program Kesehatan....pptxKel.3_Evaluasi Program Kesehatan....pptx
Kel.3_Evaluasi Program Kesehatan....pptx
 
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis - 2013
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis - 2013Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis - 2013
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis - 2013
 
KAK_P2P_Penyakit_Menular_TBC.pdf
KAK_P2P_Penyakit_Menular_TBC.pdfKAK_P2P_Penyakit_Menular_TBC.pdf
KAK_P2P_Penyakit_Menular_TBC.pdf
 
Hubungan pola perawatan pada anak uberkulosis paru primer dengan lama penyemb...
Hubungan pola perawatan pada anak uberkulosis paru primer dengan lama penyemb...Hubungan pola perawatan pada anak uberkulosis paru primer dengan lama penyemb...
Hubungan pola perawatan pada anak uberkulosis paru primer dengan lama penyemb...
 
Evapro_Kel1_Adriani Rizka_TB.pptx
Evapro_Kel1_Adriani Rizka_TB.pptxEvapro_Kel1_Adriani Rizka_TB.pptx
Evapro_Kel1_Adriani Rizka_TB.pptx
 
Epidemiologi
EpidemiologiEpidemiologi
Epidemiologi
 

Recently uploaded

Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannPelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannandyyusrizal2
 
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docxpuskesmasseigeringin
 
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptxTUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptxTriNurmiyati
 
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.pptSOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.pptDwiBhaktiPertiwi1
 
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptxPEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptxpuspapameswari
 
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANANETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANANDianFitriyani15
 
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptanatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptRoniAlfaqih2
 
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxSediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxwisanggeni19
 
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptxKeperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptxrachmatpawelloi
 
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdfMeboix
 
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfStrategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfhsetraining040
 
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod SurabayaToko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabayaajongshopp
 
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptxrachmatpawelloi
 
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdfLaporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdfHilalSunu
 
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar KeperawatanHaslianiBaharuddin
 
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptxILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptxfania35
 
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).pptMATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).pptbambang62741
 
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin raufLAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin raufalmahdaly02
 
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obatFARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obatSyarifahNurulMaulida1
 
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptToksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptRoniAlfaqih2
 

Recently uploaded (20)

Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinannPelajaran Distosia Bahu pada persalinann
Pelajaran Distosia Bahu pada persalinann
 
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
 
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptxTUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
 
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.pptSOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
 
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptxPEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
 
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANANETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
 
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.pptanatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
anatomi fisiologi sistem penginderaan.ppt
 
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxSediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
 
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptxKeperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
 
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
 
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfStrategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
 
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod SurabayaToko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
 
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
 
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdfLaporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
 
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
1 Konsep Patologi dan Patofisologi.pptx Ilmu Dasar Keperawatan
 
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptxILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
ILMU PENYAKIT GIGI DAN MULUT PEMERIKSAAN SUBJEKTIF.pptx
 
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).pptMATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
 
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin raufLAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
 
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obatFARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
 
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptToksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
 

TB DOTS EVALUASI

  • 1. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tuberkulosis merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting di tingkat global, regional, nasional, maupun lokal. Tuberkulosis menyebabkan 5000 kematian per hari, atau hampir 2 juta kematian per tahun di seluruh dunia. TB, HIV/AIDS, dan malaria secara bersama-sama merupakan penyebab 6 juta kematian setiap tahun. Seperempat juta (25%) kematian karena TB berhubungan dengan HIV. Insidensi global TB terus meningkat sekitar 1% per tahun, terutama karena peningkatan pesat insidensi TB di Afrika berkaitan dengan komorbiditas HIV/AIDS (WHO, 2009a). Indonesia menduduki peringkat ketiga di antara 22 negara di dunia yang memiliki beban penyakit TB tertinggi. Menurut Global Tuberculosis Control Report 2009 WHO, diperkirakan terdapat 528,063 kasus baru TB. Estimasi insidensi TB 228 kasus baru per 100,000 populasi. Estimasi angka insidensi hapusan dahak baru yang positif adalah 102 kasus per 100,000 populasi pada 2007 (WHO, 2009a). Berdasarkan kalkulasi disability-adjusted life-year (DALY) WHO, TB menyumbang 6.3 persen dari total beban penyakit di Indonesia, dibandingkan dengan 3.2 persen di wilayah regional Asia Tenggara (USAID, 2008). Pengobatan kasus TB merupakan salah satu strategi utama dalam pengendalian TB karena dapat memutuskan rantai penularan. Pada 1994 WHO meluncurkan strategi pengendalian TB untuk diimplementasikan secara internasional, disebut DOTS (Direct Observed Treatment Short-course). Lima elemen strategi DOTS sebagai berikut (WHO, 2009b): (1) Komitmen politis yang berkesinambungan; (2) Akses terhadap pemeriksaan mikroskopis dahak yang berkualitas; (3) Kemoterapi standar jangka pendek untuk semua kasus TB dengan manajemen kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan; (4) Keteraturan penyediaan obat yang dijamin kualitasnya; (5) Sistem pencatatan dan
  • 2. pelaporan yang memungkinkan penilaian hasil pada semua pasien dan penilaian kinerja keseluruhan program. Strategi DOTS telah berhasil membantu tercapainya dua sasaran yang dideklarasikan World Health Assembly (WHA) pada tahun 1991, yaitu deteksi kasus baru BTA positif sebesar 70%, dan penyembuhan sebesar 85% dari kasus pada tahun 2000 (WHO, 2009a). Meskipun demikian kecepatan kemajuan saat ini diperkirakan tidak cukup untuk mencapai target penurunan prevalensi dan mortalitas TB dari Millenium Development Goals (MDG) menjadi separoh pada tahun 2015 (Dye et al., 2005). Karena itu diperlukan kontinuitas implementasi strategi DOTS agar program itu dapat mencapai target dan bahkan meningkatkan target indikator- indikator keberhasilan program hingga tahun 2015. Pada 2006 WHO menetapkan strategi baru untuk menghentikan TB. Strategi itu bertujuan untuk mengintensifkan penanggulangan TB, menjangkau semua pasien, dan memastikan tercapainya target Millennium Development Goal (MDG) pada tahun 2015. Strategi baru WHO ditetapkan berdasarkan pencapaian DOTS, serta menjawab tantangan baru bagi keberhasilan penanggulangan TB. Enam elemen strategi WHO untuk menghentikan TB untuk 2006-2015 (WHO, 2009c): (1) Perluasan dan peningkatan DOTS berkualitas tinggi; (2) Mengatasi TB/HIV, MDR-TB dan tantangan lainnya; (3) Penguatan sistem kesehatan; (4) Pelibatan semua pemberi pelayanan kesehatan; (5) Pemberdayaan pasien dan komunitas; (6) Mendorong dan meningkatkan penelitian (WHO, 2009c). Pemantauan dan evaluasi merupakan salah satu fungsi manajemen yang vital untuk menilai keberhasilan pelaksanan program penanggulangan TB. Pemantauan yang dilakukan secara berkala dan kontinu berguna untuk mendeteksi masalah secara dini dalam pelaksanaan kegiatan yang telah direncanakan, agar dapat dilakukan tindakan perbaikan segera. Selain itu evaluasi berguna untuk menilai sejauh mana tujuan dan target yang telah ditetapkan sebelumnya telah tercapai pada akhir suatu periode waktu. Evaluasi dilakukan setelah suatu periode waktu tertentu, biasanya setiap 6 bulan hingga 1 tahun. Dalam mengukur keberhasilan tersebut diperlukan indikator dan standar. Hasil evaluasi berguna 2
  • 3. untuk kepentingan perencanaan program dan perbaikan kebijakan program penanggulangan TB. Berdasarkan data laporan L2BP Puskesmas Dumai Kota bulan Januari – Desember 2013, didapatkan data bahwa cakupan CDR (Case Detection Rate) belum mencapai target yang ditetapkan (70%) yakni hanya sebesar (54,88%) (Laporan L2BP Puskesmas Dumai Kota,2013) 3 B. RUMUSAN MASALAH Dengan latar belakang tersebut sebuah studi evauasi telah dilakukan untuk menjawab masalah penelitian sebagai berikut: 1. Sejauh mana tujuan dan target penemuan kasus tuberkulosis (TB) yang telah ditetapkan melalui strategi DOTS telah tercapai di Puskesmas Dumai Kota?; 2. Apakah faktor-faktor yang menghambat dan faktor yang mendukung program peneuman kasus TB dengan sistem DOTS di Puskesmas Dumai Kota? 3. Apa saja kegiatan yang dapat dilakukan untuk memechkan masalah rendahnya cakupan CDR (Case Detection Rate) di wilayah Puskesmas Dumai Kota? C. TUJUAN KEGIATAN 1. Tujuan Umum Mengevaluasi pencapaian tujuan dan target program penemuan kasus TB berdasarkan sistem dot’s di Puskesmas Dumai Kota.
  • 4. 4 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi faktor yang menghambat dan faktor yang mendukung program penemuan kasus TB berdasarkan sistem dot’s di Puskesmas Dumai Kota. b. Memberikan saran/ rekomendasi untuk perbaikan implementasi strategi DOTS dan penelitian lanjutan c. Mampu menyusun rencana kegiatan/ plan of action pemecahan suatu masalah. D. MANFAAT PENELITIAN 1. Bagi Penulis Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan penulis lebih mendalam tentang program penanganan TB berdasarkan sistem DOTS, mampu menganalisis hambatan-hambatan yang timbul serta alternatif pemecahan masalah pelaksanaan penemuan kasus tuberkulosis berdasarkan sistem dots di wilayah kerja Puskemas Dumai Kota. 2. Bagi Puskesmas Laporan ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan pertimbangan bagi perumusan kebijakan program kesehatan di Puskemas Dumai Kota. 3. Bagi Masyarakat Mensosialisasikan kepada masyarakat tentang penyakit tuberkulosis dan pentingnya mendapatkan pengobatan sampai tuntas, meningkatkan peran serta masyrakat dalam pencapaian masyarakat bebas tuberkulosis.
  • 5. 5 E. METODOLOGI Dalam pelaksanaan mini project ini dilakukan bebrapa langkah atau tahapan. Langkah awal dilakukan dengan menentukan suatu topik masalah dari upaya kesehatan di Puskesmas yang masih perlu ditingkatkan atau diperbaiki. Dari suatu topik masalah ini kemudian dianalisis dengan mengumpulkan data yang diperlukan. Data yang diambil merupakan data primer maupun data skunder Puskemas Dumai Kota. Data primer diproleh dari penenggung jawab program dan petugas pelaksana P2PL Puskemas Dumai Kota. Data skunder diperoleh dari data laporan evaluasi P2PL Puskemas Dumai Kota Januari – Desember 2013. Data yang diperoleh kemudian dianalisa secara deskriptif dengan metode pendekatan sistem dengan melihat fungsi manajemen yang bertujuan mengetahui permasalahan secara menyeluruh. Identifikasi masalah dilakukan dengan pembuatan fish bone yang kemudian dikonfirmasi dengan pelaksanaan penemuan kasus TB berdasarkan sistem DOTS untuk menentukan penyebab masalah yang paling mungkin. Pemecahan masalah dilakukan dengan metode kriteria Matriks untuk kemudian ditentukan alternatif pemecahan masalahnya yang selanjutnya dijabarkan dalam PoA (Pleaning of Action).
  • 6. 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit Tuberkulosis Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya2. Patogenesis tuberkulosis paru ada 2, yaitu tuberkulosis primer dan tuberkulosis post primer. Pada tuberkulosis primer, penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Bila partikel infeksius ini terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada jalan napas atau paru-paru. Bila kuman menetap di jaringan paru, ia bertumbuh dan berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Kuman yang bersarang di jaringan paru-paru akan membentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut afek primer. Dari afek primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal), dan diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis regional). Sarang primer + limfangitis lokal + limfadenitis regional disebut kompleks primer. Kuman yang dorman pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (tuberkulosis post-primer). 6 B. Penularan Sumber penularan adalah penderita dengan TB BTA positif, yang dapat menularkan TB kepada orang disekelilingnya, terutama kontak erat. Pada waktu
  • 7. batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet nuclei (percikan dahak). Sekali batuk dapat dikeluarkan 3000 droplet. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam 7 dalam keadaan yang gelap dan lembab. 2,7 Penularan umumnya terjadi dalam ruangan dengan ventilasi kurang. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernafasan. Setelah itu kuman TB dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah dan sistem limfe. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. Karena proses terjadinya infeksi oleh kuman TB biasanya secara inhalasi, maka TB paru merupakan manifestasi klinis yang paling sering dibandingkan organ lainnya. 2,7 Resiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan resiko penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif. Resiko penularan setiap tahunnya ditunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun.
  • 8. ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%. Infeksi TB dibuktikan dengan 8 perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi positif. 2 Adapun resiko menjadi sakit TB hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB. Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 1000 terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB setiap tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA positif. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk). HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB menjadi sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi penyerta (oportunistic), seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula. 2 Lingkungan hidup yang sangat padat dan pemukiman diwilayah perkotaan kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan dan berperan sekali atas peningkatan jumlah kasus TB. Sudah dibuktikan bahwa lingkungan sosial ekonomi yang baik, pengobatan yang teratur dan pengawasan minum obat ketat berhasil mengurangi angka morbiditas dan mortalitas di Amerika selama 1950 – 1960. 6,8
  • 9. 9 C. Penemuan dan Gejala Klinis Pasien TB Kegiatan penemuan pasien terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis, penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien. Penemuan pasien merupakan langkah pertama dalam kegiatan program penanggulangan TB. Penemuan dan penyembuhan pasien TB menular, secara bermakna akan dapat menurunkan kesakitan dan kematian akibat TB, penularan TB di masyarakat dan sekaligus merupakan kegiatan pencegahan penularan TB yang paling efektif di masyarakat. Strategi penemuan pasien TB yang diberlakukan DEPKES RI dilakukan secara pasif dengan promosi aktif. Penjaringan tersangka pasien dilakukan di unit pelayanan kesehatan; didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat, untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka pasien TB. Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung. 2
  • 10. 10 Pemeriksaan Dahak Mikroskopis Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi- Sewaktu (SPS) 2: • S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua. • P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK. • S (sewaktu): dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi. Pemeriksaan Biakan Peran biakan dan identifikasi M.tuberkulosis pada penanggulangan TB khususnya untuk mengetahui apakah pasien yang bersangkutan masih peka terhadap OAT yang digunakan. Selama fasilitas memungkinkan, biakan dan identifikasi kuman serta bila dibutuhkan tes resistensi dapat dimanfaatkan dalam beberapa situasi 2: 1. Pasien TB yang masuk dalam tipe pasien kronis
  • 11. 11 2. Pasien TB ekstraparu dan pasien TB anak. 3. Petugas kesehatan yang menangani pasien dengan kekebalan ganda. Pemeriksaan Tes Resistensi Tes resistensi tersebut hanya bisa dilakukan di laboratorium yang mampu melaksanakan biakan, identifikasi kuman serta tes resistensi sesuai standar internasional, dan telah mendapatkan pemantapan mutu (Quality Assurance) oleh laboratorium supranasional TB. Hal ini bertujuan agar hasil pemeriksaan tersebut memberikan simpulan yang benar sehinggga kemungkinan kesalahan dalam pengobatan MDR dapat di cegah. 2 D. Diagnosis TB paru Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu - pagi - sewaktu (SPS). Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. 2 Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit. Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru.
  • 12. 12 Gambar 2.1. Alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru 2 Diagnosis TB ekstra paru.
  • 13. Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-lainnya. Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis tergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, 13 serologi, foto toraks dan lain-lain 2 E. Pengobatan Dalam kegiatan pokok Program Pemberantasan TB Paru dikenal 2 komponen, yaitu komponen diagnosis dan komponen pengobatan. Pada komponen diagnosis meliputi deteksi penderita di poliklinik dan penegakkan diagnosis secara laboratorium, sedangkan komponen pengobatan meliputi pengobatan yang cukup dan tepat serta pengawasan menelan obat setiap hari terutama pada fase awal. 9 Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. Paduan obat anti tuberkulosis yang dipakai program sesuai dengan rekomendasi WHO berupa OAT jangka pendek yang terdiri dari 4 kategori. Setiap kategori terdiri dari 2 fase pemberian yaitu fase
  • 14. awal/intensif dan fase lanjutan/intermiten. Adapun perincian OAT program adalah 14 sebagai berikut 2,9 Tabel 2.1 Regimen Terapi OAT 2,4,9,10,11 No. Kategori OAT Keterangan 1. I 2HRZE/4H3R3 - Penderita baru BTA (+) - Penderita baru BTA (-)/Ro (+) yang sakit berat - Pendeerita ekstra paru berat 2. II 2HRZES/HRZE/ 5H3R3E3 - Kambuh (relaps) BTA (+) - Gagal (failure) BTA (+) 3. III 2HRZ/4H3R3 - Penderita baru BTA (-)/Ro (+) - Penderita ekstra paru ringan 4. IV - H seumur hidup - Obat yang masih sensitif + Quinolon - Penderita dengan TB kronis - Penderita dengan MDR - TB 5. Sisipan HRZE - Bila penderita oleh K I dan K II pada akhir fase awal/intensif masih BTA (+) OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat agar dicapai kesembuhan dan mencegah resistensi serta
  • 15. mencegah drop out/lalai, dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly 15 Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO). 2 Program Nasional Penanggulangan TB di Indonesia menggunakan panduan OAT 13,14 : Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3 Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3 Kategori 3 : 2 HRZ/4H3R3 Dosis Kategori 1 BB Penderita (Kg) TAHAP INTENSIF SELAMA 2 BULAN TAHAP LANJUTAN SELAMA 4 BULAN TIAP HARI TABLET 4 FDC R150+H75+Z400+E275 TIAP HARI TABLET 2 FDC R150+H75 3 X SEMINGGU TABLET 2 FDC R150+H150 30 -37 38 -54 55 -70 >71 2 tablet 3 tablet 4 tablet 5 tablet 2 tablet 3 tablet 4 tablet 5 tablet 2 tablet 3 tablet 4 tablet 5 tablet
  • 16. 16 Dosis Kategori 2 ( 2HRZES/HRZE/5H3R3E3) BERAT BADAN TAHAP INTENSIF SELAMA 3 BULAN TAHAP LANJUTAN 3 X SEMINGGU SELAMA 5 BULAN TIAP HARI 2 BULAN TIAP HARI 1 BULAN 30 -37 38 -54 55 -70 >71 2 tab 4 FDC + 2 ml Strepto 3 tab 4 FDC + 3 ml Strepto 4 tab 4 FDC + 4 ml Strepto 5 tab 4 FDC + 5 ml Strepto 2 Tab 4 FDC 3 Tab 4 FDC 4 Tab 4 FDC 5 Tab 4 FDC 2 Tab 4 FDC + 2 Tab Etambutol 3 Tab 4 FDC + 3 Tab Etambutol 4 Tab 4 FDC + 4 Tab Etambutol 5 Tab 4 FDC + 5 Tab Etambutol Tabel 2.2 Efek Samping Obat Anti Tuberkulosis 10,12 Nama Obat Efek Samping 1. Isoniazid (INH) Neuritis perifer, ikterus, hipersensitivitas, mulut kering, nyeri epigastrik, tinitus, retensio urine dan methemoglobinemia 2. Rifampisin Ikterus, flu-like syndrome, syndrome Redman, nyeri
  • 17. 17 epigastrik, reaksi hipersensitivitas, dan supremi imunitas 3. Etambutol Neuritis optik, gout, artralgia, anoreksia, mual muntah, disuria, malaise dan demam 4. Pirazinamid Gangguan hati, gout, artralgia, anoreksia, mual muntah, disuria, malaise dan demam 5. Streptomisin Hipersensitivitas, vertigo, tuli, gangguan fungsi ginjal Sebagian besar penderita TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping. Oleh karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan. Pemantauan efek samping obat dapat dilakukan dengan cara :  Menjelaskan kepada penderita tanda-tanda efek samping  Menanyakan adanya gejala efek samping pada waktu penderita mengambil OAT. Efek samping OAT dapat dibedakan menjadi efek samping berat dan efek samping ringan.  Efek samping berat yaitu efek samping yang dapat menjadi sakit serius. Dalam kasus ini maka pemberian OAT harus dihentikan dan penderita harus segera dirujuk ke UPK spesialistik.  Efek samping ringan yaitu hanya menyebabkan sedikit perasaan yang tidak enak. Gejala-gejala ini sering dapat ditanggulangi dengan obat-obatan simptomatik atau obat sederhana, tetapi kadang-kadang menetap untuk beberapa waktu selama pengobatan. Dalam hal ini pengobatan OAT dapat diteruskan.
  • 18. 18 Tabel 2.3 Efek Samping Berat OAT dan Penatalaksanaannya 2 Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan radiologis dalam memantau kemajuan pengobatan. Laju Endap Darah (LED) tidak digunakan untuk memantau kemajuan pengobatan karena tidak spesifik untuk TB. Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan spesimen sebanyak dua kali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2 spesimen tersebut negatif. Bila salah satu spesimen positif atau keduanya positif, hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif. 2
  • 19. Penilaian hasil pengobatan seorang penderita dapat dikategorikan kepada: sembuh, pengobatan lengkap, gagal, defaulted (lalai berobat), meninggal, dan 19 pindah (transfer out). 2  Sembuh : Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan pemeriksaan ulang dahak (follow-up) hasilnya negatif pada AP dan pada satu pemeriksaan follow-up sebelumnya  Pengobatan Lengkap : Adalah pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tetapi tidak memenuhi persyaratan sembuh atau gagal.  Gagal : Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.  Default (Putus berobat) : Adalah pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.  Meninggal : Adalah pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab apapun.  Pindah: Adalah pasien yang pindah berobat ke unit dengan register TB 03 yang lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui. Pengelolaan Logistik Pengelolaan logistik Penanggulangan Tuberkulosis merupakan serangkaian kegiatan yang meliputi perencanaan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, monitoring dan evaluasi. 2 1). Jenis logistik program nasional penanggulangan tuberkulosis
  • 20. Logistik penanggulangan tuberkulosis terdiri dari 2 bagian besar yaitu logistik Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dan logistik lainnya. UPK dalam hal ini puskesmas menghitung kebutuhan tahunan, triwulan dan bulanan sebagai dasar 20 permintaan ke Kabupaten/Kota. 2 a. Logistik OAT 2. Program menyediakan paket OAT dewasa dan anak, untuk paket OAT dewasa terdapat 2 macam jenis dan kemasan yaitu : • OAT dalam bentuk obat kombinasi dosis tetap (KDT) / Fixed Dose Combination (FDC) terdiri dari paket Kategori 1, kategori 2 dan sisipan yang dikemas dalam blister, dan tiap blister berisi 28 tablet. • OAT dalam bentuk Kombipak terdiri dari paket Kategori 1, kategori 2, dan sisipan, yang dikemas dalam blister untuk satu dosis, kombipak ini disediakan khusus untuk pengatasi efek samping KDT. b. Logistik non OAT 2 • Alat Laboratorium terdiri dari: Mikroskop, slide box, pot sputum, kaca sediaan, rak pewarna dan pengering, lampu spiritus, ose, botol plastik bercorong pipet, kertas pembersih lensa mikroskop, kertas saring, dan lain lain. • Bahan diagnostik terdiri dari: Reagensia Ziehl Neelsen, eter alkohol, minyak imersi, lysol, tuberkulin PPD RT 23 dan lain lain.
  • 21. • Barang cetakan seperti buku pedoman, formulir pencatatan dan pelaporan serta 21 bahan KIE. 2). Pengelolaan obat anti tuberkulosis a. Perencanaan Kebutuhan Obat Rencana kebutuhan Obat Anti Tuberkulosis dilaksanakan dengan pendekatan perencanaan dari bawah (bottom up planning). Perencanaan kebutuhan OAT dilakukan terpadu dengan perencanaan obat program lainnya yang berpedoman pada 2 : • Jumlah penemuan pasien pada tahun sebelumnya, • Perkiraan jumlah penemuan pasien yang direncanakan, • Buffer-stock (tiap kategori OAT), • Sisa stock OAT yang ada, • Perkiraan waktu perencanaan dan waktu distribusi (untuk mengetahui estimasi kebutuhan dalam kurun waktu perencanaan) F. Pedoman kerja Puskesmas dalam P2TB paru 4 a. Penatalaksanaan P2TBC 1. Penemuan penderita. 2. Pengobatan b. Peningkatan sumber daya manusia
  • 22. 22 Pelatihan tenaga yang terkait dengan program P2TBC c. Monitoring dan evaluasi 1. Supervisi 2. Pertemuan monitoring : Evaluasi pengobatan melalui evaluasi klinik dan bakteriologik d. Promosi Advokasi, kemitraan dan penyuluhan. G. Pemantauan dan Evaluasi Program P2TB Keberhasilan pelaksanaan program pemantauan dilaksanakan secara berkala dan terus menerus, untuk dapat segera mendeteksi bila ada masalah dalam pelaksanaan kegiatan yang telah direncanakan, supaya dapat dilakukan tindakan perbaikan segera. Evaluasi dilakukan setelah suatu jarak-waktu (interval) lebih lama, biasanya setiap 6 bulan s/d 1 tahun. Dengan evaluasi dapat dinilai sejauh mana tujuan dan target yang telah ditetapkan sebelumnya dicapai. Dalam mengukur keberhasilan tersebut diperlukan indikator. Hasil evaluasi sangat berguna untuk kepentingan perencanaan program. 2 Masing-masing tingkat pelaksana program (UPK, Kabupaten/Kota, Propinsi, dan Pusat) bertanggung jawab melaksanakan pemantauan kegiatan pada wilayahnya masing-masing. Seluruh kegiatan harus dimonitor baik dari aspek masukan (input), proses, maupun keluaran (output). Cara pemantauan dilakukan
  • 23. dengan menelaah laporan, pengamatan langsung dan wawancara dengan petugas pelaksana maupun dengan masyarakat sasaran. Dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi, diperlukan suatu sistem pencatatan dan pelaporan baku yang 23 dilaksanakan dengan baik dan benar. 2 Dalam Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, salah satu komponen penting dari survailans yaitu pencatatan dan pelaporan dengan maksud mendapatkan data untuk diolah, dianalisis, diinterpretasi, disajikan dan disebarluaskan untuk dimanfaatkan. Data yang dikumpulkan pada kegiatan survailans harus valid (akurat, lengkap dan tepat waktu) sehingga memudahkan dalam pengolahan dan analisis. Data program Tuberkulosis dapat diperoleh dari pencatatan di semua unit pelayanan kesehatan yang dilaksanakan dengan satu sistem yang baku. Formulir-formulir yang dipergunakan dalam pencatatan TB di Unit Pelayanan Kesehatan/UPK (Puskesmas, Rumah Sakit, BP4, klinik dan dokter praktek swasta dll) dalam melaksanakan pencatatan antara lain 2 : • Daftar tersangka pasien (suspek) yang diperiksa dahak SPS (TB.06). • Formulir permohonan laboratorium TB untuk pemeriksaan dahak (TB.05). • Kartu pengobatan pasien TB (TB.01). • Kartu identitas pasien TB (TB.02). • Register TB UPK (TB.03 UPK) • Formulir rujukan/pindah pasien (TB.09).
  • 24. 24 • Formulir hasil akhir pengobatan dari pasien TB pindahan (TB.10). • Register Laboratorium TB (TB.04). Untuk menilai kemajuan atau keberhasilan penanggulangan TB digunakan beberapa indikator. Indikator penanggulangan TB secara Nasional ada 2 yaitu: Angka Penemuan Pasien baru TB BTA positif (Case Detection Rate = CDR) dan Angka Keberhasilan Pengobatan (Success Rate = SR). 2 Disamping itu ada beberapa indikator proses untuk mencapai indikator Nasional tersebut di atas, yaitu 2 : • Angka Penjaringan Suspek • Proporsi Pasien TB Paru BTA positif diantara Suspek yang diperiksa dahaknya • Proporsi Pasien TB Paru BTA positif diantara seluruh pasien TB paru • Proporsi pasien TB anak diantara seluruh pasien • Angka Notifikasi Kasus (CNR) • Angka Konversi • Angka Kesembuhan • Angka Kesalahan Laboratorium Untuk mempermudah analisis data diperlukan indikator sebagai alat ukur kemajuan (marker of progress). Indikator yang baik harus memenuhi syarat-syarat
  • 25. tertentu seperti: sahih (valid), sensitif dan Spesifik (sensitive and specific), dapat 25 dipercaya (realiable), dapat diukur (measureable), dapat dicapai (achievable) Analisa dapat dilakukan dengan membandingkan data antara satu dengan yang lain untuk melihat besarnya perbedaan, dan melihat kecenderungan (trend) dari waktu ke waktu.
  • 26. OUTPUT OUTCOME 26 BAB III ANALISIS MASALAH A. KERANGKA BERPIKIR PENDEKATAN MASALAH Pemecahan masalah menggunakan kerangka pemikiran pendekatan sistem sebagai berikut : LINGKUNGAN : OUT Fisik, Kependudukan, Sosial Budaya, Ekonomi dan Kebijakan INPUT : Man Money Method Material machine PROSES : P1 P1 P3 Gambar 1. Kerangka pemikiran pendekatan sistem (Hartoyo, 2009) Masalah adalah kesenjangan antara harapan atau tujuan yang ingin dicapai dengan kenyataan yang sesungguhnya sehingga menimbulkan rasa tidak puas. Permasalahan yang timbul terdapat pada outcome dimana hasil kegiatan tidak sesuai Standar Pelayanan Minimal. Dengan demikian didapatkan ciri-ciri masalah sebagai berikut :  Menyatakan hubungan dua atau lebih variabel  Dapat diukur  Dapat diatasi (Hartoyo, 2009) Urutan dalam siklus pemecahan masalah adalah sebagai berikut :
  • 27. 27 1. Identifikasi/ invetarisasi masalah Menetapkan keadaan sepesifik yang diharapkan, yang ingin dicapai, menetapkan indikator tertentu sebagai dasar pengukuran kinerja, misalnya SPM. Langkah berikutnya, mempelajari keadaan yang terjadi dengan menghitung atau mengukur hasil pencapaian. Yang terakhir membandingkan kedaan nyata yang terjadi, dengan keadaan tertentu yang diinginkan atau indikator tertentu yang sudah ditetapkan. 2. Penentuan prioritas masalah Penyusunan peringkat masalah lebih baik dilakukan oleh banyak orang dari pada satu orang saja. Bebrapa metode yang dapat digunakan antaralain : Hanlon, Delbeq, CARL, Pareto, dll. 3. Penentuan penyebab masalah Penentuan penyebab masalah digali berdasarkan data atau kepustakaan dengan curah pendapat. Penentuan penyebab masalah hendaknya tidak menyimpang dari masalah tersebut. 4. Memilih penyebab yang paling mungkin Penyebab masalah paling mungkin harus dipilih dari sebab-sebab yang didukung oleh data atau konfirmasi. 5. Menentukan alternatif pemecahan masalah Seringkali pemecahan masalah dapat dilakukan dengan mudah dari penyebab yang sudah diidentifikasi. Jika penyebab sudah jelas maka dapat langsung pada alternatif pemecahan masalah. 6. Penetapan pemecahan masalah terpilih Setelah alternatif pemecahan masalah ditentukan, maka dilakukan pemilihan pemecahan terpilih. Apabila dikemukakan beberapa alternatif maka digunakan Hanlo kualitatif untuk menentukan pemecahan terbaik. 7. Penyusunan rencana penerapan Rencana penerapan pemecahan masalah dibuat dalam bentuk POA (Plan Of Action atau Rencana Kegiatan) 8. Monitoring dan Evaluasi
  • 28. Ada dua segi pemantauan yaitu apakah kegiatan penerapan pemecahan masalah yang sedang dilaksanakan sudah diterapkan dengan baik dan menyangkut masalah itu sendiri, apakah permasalahan sudah dapat dipecahkan. 3.Penentuan Penyebab Masalah 28 1.IDENTIFIKASI MASALAH Priorita Masalah 4. Memilih Penyebab yang Paling Mungkin 7.Monitoring & Evaluasi 6.Penetapanpemecahan masalah terpilih 5.Menentukan Alternatif Pemecahan Masalah Gambar 2. Diagram Analisis Masalah (Hartoyo, 2009) B. KEGIATAN YANG BERMASALAH 2.Penentuan Pada laporan P2PL Puskesmas Dumai Kota bulan Januari – Desember 2013 didapatkan cakupan pencapaian CDR (Case Detection Rate) TB paru belum mencapai 70% target yang ditetapkan. Masalah ini selanjutnya akan dilakukan analisis untuk menentukan kemungkinan penyebab masalah dengan metode pendekatan sistem (Input, Proses,Lingkungan, dan Output) yang akan dilakukan diwilayah kerja Puskesmas Dumai Kota yang memiliki 5 kelurahan.
  • 29. 29 C. ANALISIS MASALAH Analisi masalah berdasarkan pendekatan sistem pada rendahnya cakupan CDR di wilayah kerja Puskesmas Dumai Kota adalah sebagai berikut : 1. Analisi Penyebab Masalah a. Analisi Input Kemungkinan penyebb masalah melalui pendekatan input meliputi 5M (Man, Money, Method, Material, Machine ) yang akan dibahas seebagai berikut : Tabel 2 Analisis Input INPUT KELEBIHAN KEKURANGAN Man 1. 1. Adanya perawat dan bidan yang mendapat pelatihan P2 TB 1. Pelatihan P2TB belum diperoleh secara merata oleh tenaga kesehatan 2. Jumlah tenaga pelaksana P2 TB masih kurang (termasuk analis laboratorium) 3. Kurang terlibatnya kader posyandu 4. Kesulitan suspek kasus mengeluarkan dahak Money 1. Adanya dana yang diturunkan untuk petugas program P2 TB 1. Dana yang diturunkan untuk kegiatan P2TB masih kurang Method 1. Terdapat pedoman dari Depkes RI mengenai pelaksanaan program P2TB yang digunakan sebagai acuan melaksanakan kegiatan 1. terdapat perbedaan persepsi petugas dan pelaksana dalam meninterpretasi pedoman kegiatan program P2TB 2. Kerjasama antara institusi pemerintah dan swasta, atau institusi pemerintah Material 1.Belum terdapatnya PHN Kit 2.Kelengkapan peralatan laboratorium yang masih
  • 30. 30 kurang Machine ketidaklengkapan antara data-base pencatatan dan pelaporan yang tersedia pada komputer DKK dan data pencatatan dan pelaporan manual. b. Analisi Proses Tabel 3 Analisi Proses Penyebab Masalah PROSES KELEBIHAN KEKURANGAN P1 (Perencanaan) 1. Terdapat pedoman P2TB Depkes RI sebagai acuan 2. Terdapat data dan sasaran yang disajikan Puskesmas dan Dinkes Kota Dumai sebagai acuan menyusun rencana kegiatan 1. Belum terdapatnya sistem perencanaan P2TB sesuai pedoman 2. Program TB hanya mengandalkan Passive Case Finding (PCF) untuk menjaring kasus TB 3. Penerapan estimasi prevalensi kasus BTA positif TB yang seragam di seluruh Indonesia, yaitu 107 kasus/100,000 penduduk, untuk semua kota, kabupaten dan kecamatan P2 (Pelaksanaan & Penggerakan) 1. Adanya kegiatan pelayanan kesehatan untuk masyarakat meliputi posyandu, pos kesehatan desa, puskesmas pembantu yang berjalan rutin dan lancar 2. Kegiatan home visite berjalan rutin setiap bulan 1. Kompleksitas kasus yang dihadapi menyebabkan follow up tidak maksimal. 2. Miskomunikasi dengan pihak UPK lain (RS, klinik,dll) 3. penjaringan terlalu longgar (terlalu sensitif)
  • 31. 31 P3 (Pengawasan Penilaian & Pengendalian) 1. Evaluasi & feedback bulanan dilakukan secara rutin oleh Kepala Puskesmas & koordinator program 2. Pelaporan disampaikan secara rutin ke Dinkes Kota Dumai & diperoleh feedback yang baik 1. Kurang ketatnya fungsi pengawasan, penilaian & pengendalian oleh oleh koordinator program. c. Analisis Lingkungan Tabel 4 Analisis Lingkungan LINGKUNGAN KELEBIHAN KEKURANGAN Kelurahan Terdapat kader Posyandu disetiap kelurahan 1. Kurangnya pengetahuan dan keaktifan kader 2. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang kesehatan (khususnya masalah TB paru) 3. Tidak adanya kerjasama lintas sektoral seperti kelurahan, PKK,UPK swasta, dll. d. Outcome Hasil kegiatan cakupan penemuan kasus TB paru sesuai Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis Depkes RI di wilayah kerja Puskesmas Dumai Kota bulan Januari – Desember 2013 belum mencapai target 70%.
  • 32. 32 2. Rumusan Kemungkinan Penyebab Masalah Berdasarkan analisis input, proses dan lingungan di atas, rumusan kemungkinan penyebab masalah tidak tercapainya target CDR (Case Detection Rate) TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Dumai Kota adalah sebagai berikut. a. Pelatihan P2TB belum diperoleh secara merata oleh tenaga kesehatan b. Jumlah tenaga pelaksana P2 TB masih kurang (termasuk analis laboratorium) c. Kurang terlibatnya kader posyandu d. Kesulitan suspek kasus mengeluarkan dahak e. Dana yang diturunkan untuk kegiatan P2TB masih kurang f. terdapat perbedaan persepsi petugas dan pelaksana dalam meninterpretasi pedoman kegiatan program P2TB g. Kerjasama antara institusi pemerintah dan swasta, atau institusi pemerintah h. Belum terdapatnya PHN Kit dan Kelengkapan peralatan laboratorium yang masih kurang i. Ketidaklengkapan antara data-base pencatatan dan pelaporan yang tersedia pada komputer DKK dan data pencatatan dan pelaporan manual. j. Belum terdapatnya sistem perencanaan P2TB sesuai pedoman k. Program TB hanya mengandalkan Passive Case Finding (PCF) untuk menjaring kasus TB l. Penerapan estimasi prevalensi kasus BTA positif TB yang seragam di seluruh Indonesia, yaitu 107 kasus/100,000 penduduk, untuk semua kota, kabupaten dan kecamatan m. Kompleksitas kasus yang dihadapi menyebabkan follow up tidak maksimal. n. Tidak terjalinnya komunikasi yang baik dengan pihak UPK lain (RS, klinik,dll) o. penjaringan terlalu longgar (terlalu sensitif) p. Kurang ketatnya fungsi pengawasan, penilaian & pengendalian oleh oleh koordinator program q. Kurangnya pengetahuan dan keaktifan kader
  • 33. r. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang kesehatan (khususnya 33 masalah TB paru) s. Tidak adanya kerjasama lintas sektoral seperti kelurahan, PKK,UPK swasta, dll. Dari rumusan kemungkinan masalah seperti di atas, dapat digambarkan dalam diagram fish bone sebagai berikut
  • 34. 34 P1 P2 P3 Tercapainya Target CDR TB paru 70% INPUT MAN 1. Pelatihan P2TB belum diperoleh secara merata oleh tenaga kesehatan 2. Jumlah tenaga pelaksana P2 TB masih kurang (termasuk analis laboratorium) 3. Kurang terlibatnya kader posyandu 4. Kesulitan suspek kasus mengeluarkan dahak MONEY Dana yang diturunkan untuk kegiatan P2TB masih kurang METHODE 1. terdapat perbedaan persepsi petugas dan pelaksana dalam meninterpretasi pedoman kegiatan program P2TB 2. Kerjasama antara institusi pemerintah dan swasta, atau institusi pemerintah MATERIAL Belum terdapatnya PHN Kit & Kelengkapan peralatan laboratorium yang masih MACHINE : ketidaklengkapan antara data-base pencatatan dan pelaporan yang tersedia pada komputer DKK dan data pencatatan dan pelaporan manual. PROSES LINGKUNGAN 1. Kurangnya pengetahuan dan keaktifan kader 2. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang kesehatan (khususnya masalah TB paru) 3. Tidak adanya kerjasama lintas sektoral seperti kelurahan, PKK,UPK swasta, dll 1. Belum terdapatnya sistem perencanaan P2TB 2. Program TB hanya mengandalkan Passive Case Finding (PCF) untuk menjaring kasus TB 3. Penerapan estimasi prevalensi kasus BTA positif TB yang seragam di seluruh Indonesia, 1. Kompleksitas kasus yang dihadapi menyebabkan follow up tidak maksimal. 2. Miskomunikasi dengan pihak UPK lain (RS, klinik,dll) 3. penjaringan terlalu longgar (terlalu sensitif) Kurang ketatnya fungsi pengawasan, penilaian & pengendalia n oleh oleh koordinator program.
  • 35. 35 3. Penyebab Masalah Paling Mungkin Setelah melakukan konfirmasi kepada petugas P2TB dan karyawan Puskesmas Dumai Kota, maka berdasarkan analisis penyebab masalah di atas didapatkan penyebab masalah yang paling mungkin yaitu : a. Penjaringan suspek TB hanya dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan (Passive Case Finding, PCF); b. Dana yang diturunkan untuk kegiatan P2TB masih kurang c. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang kesehatan (khususnya masalah TB paru) d. Kesulitan suspek kasus mengeluarkan dahak, meskipun telah diberikan mukolitik-ekspektoran (terutama pasien suspek TB yang telah diobati sebelumnya dengan obat anti-tuberkulosis/ OAT yang tidak standar) e. Penyebab lain, seperti penjaringan terlalu longgar (terlalu sensitif) f. Belum terdapat komitmen yang kuat dari pihak manajemen UPK (pimpinan RS) dan tenaga medis (dokter umum dan spesialis) serta paramedis dan seluruh petugas terkait dalam penanggulangan TB dengan strategi DOTS.
  • 36. 36 BAB IV PEMECAHAN MASALAH A. ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH Setelah diperoleh daftar penyebab maalah paling mungkin, langkah selanjutnya adalah membuat alternatif pemecahan masalahsebagai berikut Tabbel 5 Daftar Alternatif Pemecahan Masalah No . MASALAH PEMECAHAN MASALAH 1. Penjaringan suspek TB hanya dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan (Passive Case Finding, PCF) Disarankan agar penjaringan kasus ditingkatkan melalui ACF (Actife Case Finding) dan Deteksi Dini Kasus TB oleh kader Posyandu/ ibu-ibu PKK 2. Dana yang diturunkan untuk kegiatan P2TB masih kurang Kemitraan dan dukungan Pemerintah Daerah (Kota dan Kabupaten) kurang dalam pembiayaan program pengendalian TB 3. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang kesehatan (khususnya masalah TB paru) Membuat advokasi disertai dengan data/ informasi yang baru tentang pencapaian program penanggulangan TB di daerah untuk meyakinkan para pengambil keputusan anggaran pada Pemda dan DPRD 4. Kesulitan suspek kasus mengeluarkan dahak, meskipun telah diberikan mukolitik-ekspektoran (terutama pasien suspek TB yang telah diobati sebelumnya dengan obat anti-tuberkulosis/ OAT yang tidak standar) Perlu dicari prosedur alternatif pemeriksaan dahak yang bisa dilakukan di tingkat primer. 5. penjaringan terlalu longgar (terlalu sensitif) Menggerakkan partisipasi masyarakat untuk meningkatkan penjaringan kasus TB. Sebagai contoh, status Posyandu Mandiri dapat ditingkatkan perannya menjadi Posyandu Mandiri Plus Penanggulangan TB untuk
  • 37. meningkatkan penjaringan kasus di tingkat akar rumput. 37 6. Belum terdapat komitmen yang kuat dari pihak manajemen UPK (pimpinan RS) dan tenaga medis (dokter umum dan spesialis) serta paramedis dan seluruh petugas terkait dalam penanggulangan TB dengan strategi DOTS. Disarankan agar dibuat jejaring eskternal antara DKK sebagai regulator dan UPK (RS, dokter umum, spesialis) sebagai penyedia pelayanan kesehatan, ikatan profesi misalnya Ikatan Dokter Indonesia (IDI), serta puskesmas sebagai unit pelayanan primer serta membuat nota kesepakatan. B. PRIORITAS PEMECAHAN MASALAH Setelah menemukan alternatif pemecahan masalah, maka selanjutnya dilakukan penentuan prioritas alternatif pemecahan masalah. Penentuan prioritas alternatif pemecahan masalah dapat dilakukan dengan menggunakan metode Kriteria Matriks. Untuk mencari penyelesaian masalah sebaiknaya memenuhi kriteria sebagai berikut : 1. Efektifitas program, Yaitu menunjuk pada kemampuan program mengatasi penyebab masalah yang ditemukan. Makin tinggi kemampuan, makin efektif cara penyelesaian tersebut. 2. Efesiensi program, Yaitu menunjuk pada pemakaian sumber daya, bila cara penyelesaian dengan biaya (cost) yang kecil, maka cara tersebut disebut efesien Untuk mengukur efektifitas pemecahan masalah, terdapat bebrapa pedoman, yaitu : 1. Berdasarkan besarnya pennyebab maalah/ Magnitude Semakin besar atau semakin banyak penyebab masalah yang dapat diselesaikan, maka semakin efektif. Kriteria ini bernilai 1-5, semakin banyak penyebab masalah yang dapat diselesaikan, maka semakin besar nilainya. (semakin mendekati 5). 2. Berdasarkan pentingnya cara pemecahan masalah/ Importancy.
  • 38. Semakin penting cara penyelesaian dalam mengatasi penyebab masalah maka semakin efektif. Kriteria ini bernilai 1-5, semakin penting cara penyelesaian dalam mengatasi masalah maka nilainya semakin mendekati 5. 38 3. Berdasarkan sensitifitas cara penyelesaian masalah/ Vulnerability Semakin sensitif cara penyelesaian masalah maka semakin efektif. Kriteria ini bernilai 1-5, semakin sensitif cara penyelesaian dalam mengatasai masalah maka nilainya semakin mendekati nilai 5. 4. Berdasakan biaya dalam menyelesaikan maslah/ Cost Kriteria ini bernilai 1-5, nilai mnedekati 1 bila biaya (sumber daya) yang digunakan semakin kecil. Sebaliknya mendekati nilai 5 bila biaya (sumber daya) maikn besar. Berdasarkan penjelasan di atas, matriks prioritas penyelesaian masalah untuk mengatasi maslah tidak tercapainya target CDR TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Dumai Kota adalah sebagai berikut. Tabel 6 Matriks Prioritas Pemecahan Masalah Tidak Tercapainya Target CDR TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Dumai Kota 2013 No. Prioritas pemecahan Masalah Nilai Kriteria Hasil Akhir (MxIxV)/C Prioritas M I C V 1. Disarankan agar penjaringan kasus ditingkatkan melalui ACF (Actife Case Finding) dan Deteksi Dini Kasus TB oleh kader Posyandu/ ibu-ibu PKK 4 3 1 5 60 2. Membuat advokasi disertai dengan data/ informasi yang baru tentang pencapaian program penanggulangan TB di daerah untuk meyakinkan para pengambil keputusan anggaran pada Pemda dan DPRD 3 3 1 4 36
  • 39. 39 3. Meningkatkan pengadaan penyuluhan tentang masalah TB Paru dan membuat media promosi deteksi dini TB Paru 4 4 1 5 80 4. Perlu dicari prosedur alternatif pemeriksaan dahak yang bisa dilakukan di tingkat primer. 2 2 1 4 16 5. Menggerakkan partisipasi masyarakat. Sebagai contoh, status Posyandu Mandiri dapat ditingkatkan perannya menjadi Posyandu Mandiri Plus Penanggulangan TB 5 5 1 4 100 6. Disarankan agar dibuat jejaring eskternal antara DKK sebagai regulator dan UPK (RS, dokter umum, spesialis) sebagai penyedia pelayanan kesehatan, ikatan profesi misalnya Ikatan Dokter Indonesia (IDI), serta puskesmas sebagai unit pelayanan primer serta membuat nota kesepakatan. 3 3 2 2 6 Setelah melakukan penentuan prioritas alternatif pemecahan masalah dengan menggunakan metode Kriteria Matriks, maka didapatkan urutan prioritas alternatif pemecahan penyebab masalah tidak tercapainya target CDR TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Dumai Kota. Berdasarkan prioritas alternatif pemecahan masalah tersebut didapatkan urutan alternatif pemecahan masalah sebagai berikut : 1. Menggerakkan partisipasi masyarakat. Sebagai contoh, status Posyandu Mandiri dapat ditingkatkan perannya menjadi Posyandu Mandiri Plus Penanggulangan TB
  • 40. 2. Meningkatkan pengadaan penyuluhan tentang masalah TB Paru dan membuat media promosi deteksi dini TB Paru 40 C. RENCANA TINDAK LANJUT KEGIATAN Setelah menentukan alternatif pemecahan masalah, kemudian dibuat tabel rencana atau Plan Of Action yang meliputi kegiatan, tujuan, sasaran, waktu, dana, lokasi, pelaksana, metode dan tolak ukur yang sesuai dengan masalah yang ditemukan.
  • 41. 41 Tabel 7 Rencana Kegiatan Peningkatan Targert CDR TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Dumai Kota No. Kegiatan Tujuan Sasaran Waktu Dana Lokasi Pelaksana Metode Tolak ukur 1. Menggerakkan partisipasi masyarakat. Sebagai contoh, status Posyandu Mandiri dapat ditingkatkan perannya menjadi Posyandu Mandiri Plus Penanggulangan TB untuk meningkatkan penjaringan kasus TB Seluruh elemen masyarakat dan seluruh posyandu di wilayah kerja Puskesmas Dumai Kota Agustus s/d desember 2014 -Dana PKM -posyandu balita -posyandu usila -posbindu -sekolah -kelurahan -dokter -bidan -perawat -diskusi/ tanya jawab -terdapat petugas posyandu, kader dan masyarakat yang aktif san mau berkerjasama. Meningkatkan pengadaan penyuluhan tentang masalah TB Paru dan membuat media promosi deteksi dini TB Paru Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang penyakit TB Paru dan meningkatkan kesadaran masyarakat. Seluruh masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Dumai Kota Agustus s/d desember 2014 -Dana PKM -Spon sorship -posyandu balita -posyandu usila -posbindu -sekolah -kelurahan -dokter -bidan -perawat -ceramah -diskusi/ tanya jawab -terdapat media promosi yang dipajang atau dibagikan di PKM, posyandu, dan masyarakat.
  • 42. 42 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 1. KESIMPULAN Program pengendalian TB dengan strategi DOTS telah berjalan di wilayah kerja Puskesmas Dumai Kota,. Tetapi pelaksanaan program pencapaian cakupan CDR TB paru dengan sistem DOTS tersebut belum mencapai target yang diharapkan. Penyebab utama adalah partisipasi masyarakat, dokter, RS, dan tenaga kesehatan lainnya yang masih sangat rendah dalam penemuan dan diagnosis kasus TB. Penyebab lainnya adalah Penjaringan suspek TB hanya dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan (Passive Case Finding, PCF) serta rendahnya pengetahuan dan kesdaran masyarakat tentang panyakit TB Paru. Setelah melakukan penentuan prioritas alternatif pemecahan masalah dengan menggunakan metode Kriteria Matriks, maka didapatkan urutan perioritas alternatif pemecahan penyebab masalah tidak tercapainya target CDR TB Paru di wilayah kerja Puskemas Dumai Kota : 1. Menggerakkan partisipasi masyarakat. Sebagai contoh, status Posyandu Mandiri dapat ditingkatkan perannya menjadi Posyandu Mandiri Plus 2. Meningkatkan pengadaan penyuluhan tentang masalah TB Paru dan membuat media promosi deteksi dini TB Paru Dengan adanya alternatif pemecahan masalah di atas, diharapkan mampu meningkatkan pencapaian target CDR TB Paru di wilayah kerja Puskemas Dumai Kota. 2. SARAN 1. Disarankan agar penjaringan kasus ditingkatkan melalui ACF (Actife Case Finding) dan Deteksi Dini Kasus TB oleh kader Posyandu/ ibu-ibu PKK dll. 2. Meningkatkan pengadaan penyuluhan tentang masalah TB Paru dan membuat media promosi deteksi dini TB Paru
  • 43. 3. Menggerakkan partisipasi masyarakat. Sebagai contoh, status Posyandu Mandiri dapat ditingkatkan perannya menjadi Posyandu Mandiri Plus Penanggulangan TB 4. Membuat advokasi disertai dengan data/ informasi yang baru tentang pencapaian program penanggulangan TB di daerah untuk meyakinkan para pengambil keputusan anggaran pada Pemda dan DPRD 5. Disarankan agar dibuat jejaring eskternal antara DKK sebagai regulator dan UPK (RS, dokter umum, spesialis) sebagai penyedia pelayanan kesehatan, ikatan profesi misalnya Ikatan Dokter Indonesia (IDI), serta puskesmas sebagai unit pelayanan primer serta membuat nota kesepakatan. 43
  • 44. 44 DAFTAR PUSTAKA 1. Chin, James. Tuberkulosis Dalam: Manual Pemberantasan Penyakit Menular. ed. 17. Editor Penterjemah: I Nyoman Kandun. American Public Health Association. 2000. 2. Depkes RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Edisi II. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2008. 3. Makmur, Suwandi. DOTS (Direct Observed Treatment Shortcourse) Sebuah Strategi Pemberantasan Tuberkulosis. Dalam: Tuberkulosis Tinjauan Multidisiplin. Edisi I. Editor: Isa M, Soefyani A, Juwono O dan Budiarti L.Y. Pusat Studi Tuberkulosis FK Unlam. Banjarmasin, 2001 4. Depkes RI. Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman. Pedoman Penyakit Tuberkulosis dan Penanggulangannya. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 1997 5. Wayan, I. Promosi Penanggulangan Tuberkulosis. Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI. Jakarta. 2000. 6. Depkes RI. Komite Nasional Penanggulangan Penyakit Tuberkulosis Paru di Indonesia. Prosedur Tetap Penanggulangan TB Paru Nasional Secara Terpadu. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2006 7. Depkes RI. Proyek Kesehatan Keluarga dan Gizi. ARRIME Pedoman Manajemen Puskesmas. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2002.