Dokumen tersebut membahas tentang kewenangan bidan dan legalitas penjahitan jalan lahir (serviks) oleh bidan. Kewenangan bidan meliputi pelayanan kebidanan, keluarga berencana, dan kesehatan masyarakat. Namun, penjahitan jalan lahir hanya dapat dilakukan oleh dokter kandungan.
1. BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Negara hukum (rechtstaat), mengandung sekurang-kurangnya 2 (dua) makna,
yang pertama adalah pengaturan mengenai batasan-batasan peranan negara atau
pemerintahan dalam mencampuri kehidupan dan pergaulan masyarakat, sedangkan
yang ke-dua adalah jaminan-jaminan hukum akan hak-hak, baik sipil atau hak-hak
pribadi (individual rights), hak-hak politik (political rights), maupun hak-hak sebagai
sebuah kelompok atau hak-hak sosial sebagai hak asasi yang melekat secara alamiah
pada setiap insan, baik secara pribadi atau kelompok.
Negara Republik Indonesia merupakan salah satu negara di Asia yang sedang
melaksanakan pembangunan di segala bidang. Hal ini disebabkan adanya suatu tujuan
nasional yaitu untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur
berdasarkan Pancasila dan Undang – Undang Dasar 1945. Indonesia termasuk dalam
kategori negara berkembang dengan pendapatan perkapita yang masih rendah,
sehingga kebanyakan penduduknya hidup secara sederhana.
Cakupan pembangunan sumber daya manusia ini meliputi pendidikan dan
pelatihan, kesehatan, gizi, penurunan fertilitas dan pengembangan enterpreneurial,
yang kesemuanya bermuara pada peningkatan produktivitas manusia. Karenanya,
indikator kinerja pembangunan sumber daya manusia mencakup indikator-indikator
pendidikan, kesehatan, gizi dan sebagainya.
Pemerintah dalam mengatur jalannya pemerintahan tidak terlepas dengan
instansi-instansi yang dapat membantu untuk melancarkan pembangunan, antara lain
dengan membentuk Departemen Kesehatan (Depkes) dalam bidang kesehatan. Selain
membentuk Depkes, pemerintah juga membuat kelompok-kelompok profesi. Hal ini
dilakukan mengontrol terhadap pembangunan di bidang kesehatan, sehingga bisa
mempertegas peranan pemerintah dalam mengusahakan perkembangan kesehatan
yang lebih baik.
Pemerintah juga mengeluarkan beberapa peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan kesehatan, yaitu UU Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan,
yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tindakan, kewenangan, sanksi, maupun
pertanggungjawaban tarhadap kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan sebagai subyek peraturan tersebut.
2. Menurut Pasal 1 ayat (3) UU Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, yang
dimaksud dengan Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan
untuk melakukan upaya kesehatan.
Tenaga kesehatan berdasarkan Pasal 50 UU Kesehatan adalah bertugas
menyelenggarakan atau melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian
dan atau kewenangan tenaga kesehatan yang bersangkutan. Sedangkan mengenai
ketentuan mengenai kategori, jenis, dan kualifikasi tenaga kesehatan ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1996 Tentang
Tenaga Kesehatan.
Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Tenaga kesehatan terdiri dari :
1. tenaga medis;
2. tenaga keperawatan dan bidan;
3. tenaga kefarmasian;
4. tenaga kesehatan masyarakat;
5. tenaga gizi;
6. tenaga keterapian fisik; dan
7. tenaga keteknisian medis.
Tenaga kesehatan tertentu yang bertugas sebagai pelaksana atau pemberi
pelayanan kesehatan diberi wewenang sesuai dengan kompetensi pendidikan yang
diperolehnya, sehingga terkait erat dengan hak dan kewajibarnya. Kompetensi dan
kewenangan tersebut menunjukan kemampuan professional yang baku dan
merupakan standar profesi untuk tenaga kesehatan tersebut.
Dari sejumlah tenaga medis tersebut, bidan merupakan salah satu unsur tenaga
medis yang berperan dalam mengurangi angka kematian bayi dan ibu yang
melahirkan, baik dalam proses persalinan maupun dalam memberikan penyuluhan
atau panduan bagi ibu hamil. Melihat besarnya peranan bidan tersebut, maka haruslah
ada pembatasan yang jelas mengenai hak dan kewajiban dalam pelaksanaan tugas dan
kewenangan bidan tersebut. Maka, dibuatlah Kode Etik bidan, dimana kode etik
tersebut merupakan suatu pernyataan kemprehensif dan profesi yang memberikan
tuntutan bagi anggota untuk melaksanakan praktek profesinya, baik yang
3. berhubungan dengan klien sebagai individu, keluarga, masyarakat, maupun terhadap
teman sejawat, profesi dan diri sendiri, sebagai kontrol kualitas dalam praktek
kebidanan.
Untuk melengkapi peraturan yang ada, maka dibuatlah sebuah kode etik yang
dibuat oleh kelompok-kelompok profesi yang ada di bidang kesehatan, dengan
ketentuan pokok bahwa peraturan yang dibuat tersebut tidak bertentangan dengan
peraturan yang ada di atasnya. Contoh kode etik profesi adalah kelompok dokter yang
mempunyai kode etik kedokteran, dan untuk kelompok bidan mempunyai kode etik
kebidanan. Dalam kode etik tersebut terdapat pengenaan sanksi apabila ada
pelanggaran yang berupa sanksi administratif, seperti penurunan pangkat, pencabutan
izin atau penundaan gaji.
Proses implementasi kebijakan dapat dirumuskan sebagai tindakan-tindakan
baik dari institusi pemerintah maupun swasta atau kelompok masyarakat yang
diarahkan oleh keinginan untuk mencapai tujuan sebagaimana dirumuskan di dalam
kebijakan. Sedangkan implementasi adalah memahami apa yang senyatanya terjadi
sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan. Fokus perhatian
inplementasi kebijakan mencakup kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang
timbul sesudah diberlakukannya kebijakan negara, baik usaha untuk
mengadministrasikannya maupun akibat/dampak nyata pada masyarakat. Kebijakan
ditransformasikan secara terus menerus melalui tindakan-tindakan implementasi
sehingga secara simultan mengubah sumber-sumber dan tujuan-tujuan yang pada
akhirnya fase implementasi akan berpengaruh pada hasil akhir kebijakan.
Sebagai seorang tenaga kesehatan yang langsung memberikan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat, seorang bidan harus melakukan tindakan dalam praktek
kebidanan secara etis, serta harus memiliki etika kebidanan yang sesuai dengan nilai-
nilai keyakinan filosofi profesi dan masyarakat. Selain itu bidan juga berperan dalam
memberikan persalinan yang aman, memastikan bahwa semua penolong persalinan
mempunyai pengetahuan, ketrampilan dan alat untuk memberikan pertolongan yang
aman dan bersih.
Dalam melakukan praktek kebidanan, seorang bidan berpedoman pada
KEPMENKES Nomor 900/ MENKES/ S/ VII/ 2002 tentang Registrasi dan Praktek
Bidan. Tugas dan wewenang bidan terurai dalam Bab V Pasal 14 sampai dengan Pasal
4. 20, yang garis besarnya adalah : bidan dalam menjalankan prakteknya berwenang
untuk memberikan pelayanan kesehatan yang meliputi pelayanan kebidanan,
pelayanan keluarga berencana, dan pelayanan kesehatan masyarakat.. Sebagai
pedoman dan tata cara dalam pelaksanaan progesi, sesuai dengan wewenang
peraturan kebijaksanaan yang ada, maka bidan harus senantiasa berpegang pada kode
etik bidan yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
Hal yang dilematis terjadi ketika kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan meningkat, terutama pelayanan bidan, tidak dibarengi oleh keahlian dan
keterampilan bidan untuk membentuk suatu mekanisme kerja pelayanan yang baik.
Masih sering dijumpai pelayanan bidan dengan seadanya, lamban dengan disertai
adanya pemungutan biaya yang mahal. Oleh karena itu, diperlukan penegakan hukum
terhadap pelanggaran kode etik bidan. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik
untuk mengadakan penelitian hukum mengenai Penegakan Hukum Terhadap
Pelanggaran Kode Etik Bagi Bidan Dalam Menjalankan Profesinya.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja kewenangan bidan ?
2. Apakah legal bidan melakukan penjahitan jalan lahir (serviks) ?
C. TUJUAN
- Tujuan Umum
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika Profesi dan Hukum Kebidanan.
- Tujuan Khusus
a. Mengetahui apa yang menjadi kewenangan bidan
b. Mengetahui apa aspek legal dari penjahitan jalan lahir (serviks) oleh bidan
D. MANFAAT
Mahasiswa dapat mengetahui dan menanggapi kasus penjahitan robekan jalan lahir
(serviks) sesuai kewenangan bidan.
5. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KEWENANGAN BIDAN
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 369/MENKES/SK/III/2007
TENTANG
STANDAR PROFESI BIDAN
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 21 Peraturan Pemerintah Nomor 32
Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan,dipandang perlu menetapkan Standar Profesi bagi
Bidan dengan Keputusan Menteri Kesehatan;
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun
1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 (Lembaran Negara
Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4548);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional (Lembaran
Negara Tahun 1994 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3547);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran
Negara Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3637);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000
Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
6. 6. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan
Atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor
41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4090);
7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/MENKES/SK/VII/2002 tentang Registrasi
Dan Praktik Bidan;
8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1457/MENKES/SK/X/2003 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi
Dan Tata Kerja Departemen Kesehatan;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
Kesatu : KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN TENTANG STANDAR PROFESI
BIDAN.
Kedua : Standar Profesi Bidan dimaksud Diktum Kesatu sebagaimana tercantum dalam
Lampiran Keputusan ini.
Ketiga : Standar Profesi Bidan sebagaimana dimaksud dalam Diktum Kedua agar digunakan
sebagai pedoman bagi Bidan dalam menjalankan tugas profesinya.
Keempat : Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan Keputusan ini dengan mengikutsertakan
organisasi profesi terkait, sesuai tugas dan fungsi masing-masing.
Kelima : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 Maret 2007
MENTERI KESEHATAN,
Dr. dr. SITI FADILAH SUPARI, Sp.JP (K)
7. LAMPIRAN
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN
NOMOR : 369/MENKES/SK/III/2007
TANGGAL : 27 Maret 2007
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan pada hakekatnya diarahkan guna tercapainya kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang, menyangkut fisik,
mental, maupun sosial budaya dan ekonomi. Untuk mencapai derajat kesehatan
yang optimal dilakukan berbagai upaya pelayanan kesehatan yang menyeluruh,
terarah dan berkesinambungan.
Masalah reproduksi di Indonesia mempunyai dua dimensi. Pertama: yang laten
yaitu kematian ibu dan kematian bayi yang masih tinggi akibat bebagai faktor
termasuk pelayanan kesehatan yang relatif kurang baik.
Kedua ialah timbulnya penyakit degeneratif yaitu menopause dan kanker. Dalam
globalisasi ekonomi kita diperhadapkan pada persaingan global yang semakin
ketat yang menuntut kita semua untuk menyiapkan manusia Indonesia yang
berkualitas tinggi sebagai generasi penerus bangsa yang harus disiapkan sebaik
mungkin secara terencana, terpadu dan berkesinambungan. Upaya tersebut
haruslah secara konsisten dilakukan sejak dini yakni sejak janin dalam kandungan,
masa bayi dan balita, masa remaja hingga dewasa bahkan sampai usia lanjut.
Bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan yang memiliki posisi penting dan
strategis terutama dalam penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan angka
kesakitan dan kematian Bayi (AKB). Bidan memberikan pelayanan kebidanan
yang berkesinambungan dan paripurna, berfokus pada aspek pencegahan, promosi
dengan berlandaskan kemitraan dan pemberdayaan masyarakat bersama-sama
dengan tenaga kesehatan lainnya untuk senantiasa siap melayani siapa saja yang
membutuhkannya, kapan dan dimanapun dia berada. Untuk menjamin kualitas
tersebut diperlukan suatu standar profesi sebagai acuan untuk melakukan segala
tindakan dan asuhan yang diberikan dalam seluruh aspek pengabdian profesinya
kepada individu, keluarga dan masyarakat, baik dari aspek input, proses dan
output.
8. 2. Tujuan
a. Menjamin pelayanan yang aman dan berkualitas.
b. Sebagai landasan untuk standarisasi dan perkembangan profesi.
3. Pengertian
a. Definisi Bidan
Ikatan Bidan Indonesia telah menjadi anggota ICM sejak tahun 1956, dengan
demikian seluruh kebijakan dan pengembangan profesi kebidanan di Indonesia
merujuk dan mempertimbangkan kebijakan ICM.
Definisi bidan menurut International Confederation Of Midwives (ICM) yang
dianut dan diadopsi oleh seluruh organisasi bidan di seluruh dunia, dan diakui
oleh WHO dan Federation of International Gynecologist Obstetrition (FIGO).
Definisi tersebut secara berkala di review dalam pertemuan Internasional /
Kongres ICM. Definisi terakhir disusun melalui konggres ICM ke 27, pada
bulan Juli tahun 2005 di Brisbane Australia ditetapkan sebagai berikut: Bidan
adalah seseorang yang telah mengikuti program pendidikan bidan yang
diakui di negaranya, telah lulus dari pendidikan tersebut, serta memenuhi
kualifikasi untuk didaftar (register) dan atau memiliki izin yang sah (lisensi)
untuk melakukan praktik bidan.
Bidan diakui sebagai tenaga professional yang bertanggung-jawab dan
akuntabel, yang bekerja sebagai mitra perempuan untuk memberikan
dukungan, asuhan dan nasehat selama masa hamil, masa persalinan dan
masa nifas, memimpin persalinan atas tanggung jawab sendiri dan
memberikan asuhan kepada bayi baru lahir, dan bayi. Asuhan ini mencakup
upaya pencegahan, promosi persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu
dan anak, dan akses bantuan medis atau bantuan lain yang sesuai, serta
melaksanakan tindakan kegawatdaruratan. Bidan mempunyai tugas penting
dalam konseling dan pendidikan kesehatan, tidak hanya kepada perempuan,
tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat.
Kegiatan ini harus mencakup pendidikan antenatal dan persiapan menjadi
orang tua serta dapat meluas pada kesehatan perempuan, kesehatan seksual
atau kesehatan reproduksi dan asuhan anak. Bidan dapat praktik diberbagai
tatanan pelayanan, termasuk di rumah, masyarakat, Rumah Sakit, klinik atau
unit kesehatan lainnya.
9. b. Pengertian Bidan Indonesia
Dengan memperhatikan aspek sosial budaya dan kondisi masyarakat
Indonesia, maka Ikatan Bidan Indonesia (IBI) menetapkan bahwa bidan
Indonesia adalah: seorang perempuan yang lulus dari pendidikan Bidan yang
diakui pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara Republik
Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk diregister,
sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktik
kebidanan. Bidan diakui sebagai tenaga professional yang bertanggung-awab
dan akuntabel, yang bekerja sebagai mitra perempuan untuk memberikan
dukungan, asuhan dan nasehat selama masa hamil, masa persalinan dan masa
nifas, memimpin persalinan atas tanggung jawab sendiri dan memberikan
asuhan kepada bayi baru lahir, dan bayi. Asuhan ini mencakup upaya
pencegahan, promosi persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan
anak, dan akses bantuan medis atau bantuan lain yang sesuai, serta
melaksanakan tindakan kegawatdaruratan.
c. Kebidanan/Midwifery
Kebidanan adalah satu bidang ilmu yang mempelajari keilmuan dan seni
yang mempersiapkan kehamilan, menolong persalinan, nifas dan menyusui,
masa interval dan pengaturan kesuburan, klimakterium dan menopause, bayi
baru lahir dan balita, fungsi–fungsi reproduksi manusia serta memberikan
bantuan/dukungan pada perempuan, keluarga dan komunitasnya.
d. Pelayanan Kebidanan (Midwifery Service)
Pelayanan kebidanan adalah bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan
yang diberikan oleh bidan yang telah terdaftar (teregister) yang dapat
dilakukan secara mandiri, kolaborasi atau rujukan.
e. Praktik Kebidanan
Praktik Kebidanan adalah implementasi dari ilmu kebidanan oleh bidan
yang bersifat otonom, kepada perempuan, keluarga dan komunitasnya,
didasari etika dan kode etik bidan.
f. Manajemen Asuhan Kebidanan
Manajemen Asuhan Kebidanan adalah pendekatan dan kerangka pikir yang
digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara
sistematis mulai dari pengumpulan data, analisa data, diagnosa kebidanan,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
10. g. Asuhan Kebidanan
Asuhan kebidanan adalah proses pengambilan keputusan dan tindakan yang
dilakukan oleh bidan sesuai dengan wewenang dan ruang lingkup praktiknya
berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan Adalah penerapan fungsi dan kegiatan
yang menjadi tanggung jawab dalam memberikan pelayanan kepada klien
yang mempunyai kebutuhan/masalah dalam bidang kesehatan ibu masa hamil,
masa persalinan, nifas, bayi setelah lahir serta keluarga berencana.
4. Paradigma Kebidanan
Bidan dalam bekerja memberikan pelayanan keprofesiannya berpegang pada
paradigma, berupa pandangan terhadap manusia / perempuan, lingkungan,
perilaku, pelayanan kesehatan / kebidanan dan keturunan.
a. Perempuan
Perempuan sebagimana halnya manusia adalah mahluk bio-psikososio-
kultural yang utuh dan unik, mempunyai kebutuhan dasar yang unik, dan
bermacam-macam sesuai dengan tingkat perkembangan. Perempuan sebagai
penerus generasi, sehingga keberadaan perempuan yang sehat jasmani, rohani,
dan sosial sangat diperlukan. Perempuan sebagai sumber daya insani
merupakan pendidik pertama dan utama dalam keluarga. Kualitas manusia
sangat ditentukan oleh keberadaan/kondisi perempuan/Ibu dalam keluarga.
Para perempuan di masyarakat adalah penggerak dan pelopor peningkatan
kesejahteraan keluarga.
b. Lingkungan
Lingkungan merupakan semua yang terlibat dalam interaksi individu pada
waktu melaksanakan aktifitasnya, baik lingkungan fisik, psikososial, biologis
maupun budaya. Lingkungan psikososial meliputi keluarga, kelompok,
komunitas dan masyarakat. Ibu selalu terlibat dalam interaksi keluarga,
kelompok, komunitas, dan masyarakat.
Masyarakat merupakan kelompok paling penting dan kompleks yang telah
dibentuk oleh manusia sebagai lingkungan sosial yang terdiri dari individu,
keluarga dan komunitas yang mempunyai tujuan dan sistem nilai.
Perempuan merupakan bagian dari anggota keluarga dari unit komunitas.
Keluarga yang dalam fungsinya mempengaruhi dan dipengaruhi oleh
lingkungan di mana dia berada. Keluarga dapat menunjang kebutuhan sehari-
hari dan memberikan dukungan emosional kepada ibu sepanjang siklus
11. kehidupannya. Keadaan sosial ekonomi, pendidikan, kebudayaan dan lokasi
tempat tinggal keluarga sangat menentukan derajat kesehatan reproduksi
perempuan.
c. Perilaku
Perilaku merupakan hasil seluruh pengalaman serta interaksi manusia dengan
lingkungannya, yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan.
d. Pelayanan Kebidanan
Pelayanan kebidanan adalah bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan
yang diberikan oleh bidan yang telah terdaftar (teregister) yang dapat
dilakukan secara mandiri, kolaborasi atau rujukan.
Pelayanan Kebidanan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan,
yang diarahkan untuk mewujudkan kesehatan keluarga, sesuai dengan
kewenangan dalam rangka tercapainya keluarga kecil bahagia dan sejahtera.
Sasaran pelayanan kebidanan adalah individu, keluarga, dan masyarakat yang
meliputi upaya peningkatan, pencegahan, penyembuhan dan pemulihan
pelayanan kebidanan dapat dibedakan menjadi :
1. Layanan Primer ialah layanan bidan yang sepenuhnya menjadi tanggung
jawab bidan.
2. Layanan Kolaborasi adalah layanan yang dilakukan oleh bidan sebagai
anggota timyang kegiatannya dilakukan secara bersamaan atau sebagai
salah satu dari sebuah proses kegiatan pelayanan kesehatan.
3. Layanan Rujukan adalah layanan yang dilakukan oleh bidan dalam rangka
rujukan ke sistem layanan yang lebih tinggi atau sebaliknya yaitu
pelayanan yang dilakukan oleh bidan dalam menerima rujukan dari dukun
yang menolong persalinan, juga layanan yang dilakukan oleh bidan ke
tempat/ fasilitas pelayanan kesehatan lain secara horizontal maupun
vertikal atau meningkatkan keamanan dan kesejahteraan ibu serta bayinya.
e. Keturunan
Keturunan merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas manusia.
Manusia yang sehat dilahirkan oleh ibu yang sehat.
12. 5. Falsafah Kebidanan
Dalam menjalankan perannya bidan memiliki keyakinan yang dijadikan panduan
dalam memberikan asuhan. Keyakinan tersebut meliputi :
a. Keyakinan tentang kehamilan dan persalinan. Hamil dan bersalin
merupakan suatu proses alamiah dan bukan penyakit.
b. Keyakinan tentang Perempuan. Setiap perempuan adalah pribadi yang unik
mempunyai hak, kebutuhan, keinginan masing-masing. Oleh sebab itu
perempuan harus berpartisipasi aktif dalam setiap asuhan yang diterimanya.
c. Keyakinan fungsi Profesi dan manfaatnya. Fungsi utama profesi bidan
adalah mengupayakan kesejahteraan ibu dan bayinya, proses fisiologis harus
dihargai, didukung dan dipertahankan. Bila timbul penyulit, dapat
menggunakan teknologi tepat guna dan rujukan yang efektif, untuk
memastikan kesejahteraan perempuan dan janin/bayinya.
d. Keyakinan tentang pemberdayaan perempuan dan membuat keputusan.
Perempuan harus diberdayakan untuk mengambil keputusan tentang kesehatan
diri dan keluarganya melalui komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) dan
konseling. Pengambilan keputusan merupakan tanggung jawab bersama antara
perempuan, keluarga dan pemberi asuhan.
e. Keyakinan tentang tujuan Asuhan. Tujuan utama asuhan kebidanan untuk
menyelamatkan ibu dan bayi (mengurangi kesakitan dan kematian). Asuhan
kebidanan berfokus pada: pencegahan, promosi kesehatan yang bersifat
holistik, diberikan dengan cara yang kreatif dan fleksibel, suportif, peduli;
bimbingan, monitor dan pendidikan berpusat pada perempuan; asuhan
berkesinambungan, sesuai keinginan dan tidak otoriter serta menghormati
pilihan perempuan.
f. Keyakinan tentang Kolaborasi dan Kemitraan. Praktik kebidanan
dilakukan dengan menempatkan perempuan sebagai partner dengan
pemahaman holistik terhadap perempuan, sebagai satu kesatuan fisik, psikis,
emosional, sosial, budaya, spiritual serta pengalaman reproduksinya. Bidan
memiliki otonomi penuh dalam praktiknya yang berkolaborasi dengan tim
kesehatan lainnya.
g. Sebagai Profesi bidan mempunyai pandangan hidup Pancasila, seorang
bidan menganut filosofis yang mempunyai keyakinan didalam dirinya bahwa
semua manusia adalah mahluk bio-psiko-sosio-kultural dan spiritual yang
13. unik merupakan satu kesatuan jasmani dan rohani yang utuh dan tidak ada
individu yang sama.
h. Bidan berkeyakinan bahwa setiap individu berhak memperoleh
pelayanan kesehatan yang aman dan memuaskan sesuai dengan
kebutuhan dan perbedaan kebudayaan. Setiap individu berhak menentukan
nasib sendiri dan mendapatkan informasi yang cukup dan untuk berperan
disegala aspek pemeliharaan kesehatannya.
i. Setiap individu berhak untuk dilahirkan secara sehat, untuk itu maka
setiap wanita usia subur, ibu hamil, melahirkan dan bayinya berhak mendapat
pelayanan yang berkualitas.
j. Pengalaman melahirkan anak merupakan tugas perkembangan keluarga,
yang membutuhkan persiapan sampai anak menginjak masa masa remaja.
k. Keluarga-keluarga yang berada di suatu wilayah/daerah membentuk
masyarakat kumpulan dan masyarakat Indonesia terhimpun didalam
satu kesatuan bangsa Indonesia. Manusia terbentuk karena adanya interaksi
antara manusia dan budaya dalam lingkungan yang bersifat dinamis
mempunyai tujuan dan nilai-nilai yang terorganisir.
6. Ruang Lingkup Pelayanan Kebidanan
Pelayanan kebidanan berfokus pada upaya pencegahan, promosi kesehatan,
pertolongan persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak,
melaksanakan tindakan asuhan sesuai dengan kewenangan atau bantuan lain jika
diperlukan, serta melaksanakan tindakan kegawat daruratan.
Bidan mempunyai tugas penting dalam konseling dan pendidikan kesehatan, tidak
hanya kepada perempuan, tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat. Kegiatan
ini harus mencakup pendidikan antenatal dan persiapan menjadi orang tua serta
dapat meluas pada kesehatan perempuan, kesehatan seksual atau kesehatan
reproduksi dan asuhan anak.
Bidan dapat praktik diberbagai tatanan pelayanan, termasuk di rumah,
masyarakat, Rumah Sakit, klinik atau unit kesehatan lainnya.
7. Kualifikasi Pendidikan
14. a. Lulusan pendidikan bidan sebelum tahun 2000 dan Diploma III kebidanan,
merupakan bidan pelaksana, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan
praktiknya baik di institusi pelayanan maupun praktik perorangan.
b. Lulusan pendidikan bidan setingkat Diploma IV / S1 merupakan bidan
professional, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan praktiknya baik
di institusi pelayanan maupun praktik perorangan. Mereka dapat berperan
sebagai pemberi layanan, pengelola, dan pendidik.
c. Lulusan pendidikan bidan setingkat S2 dan S3, merupakan bidan profesional,
yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan praktiknya baik di institusi
pelayanan maupun praktik perorangan. Mereka dapat berperan sebagai
pemberi layanan, pengelola, pendidik, peneliti, pengembang dan konsultan
dalam pendidikan bidan maupun sistem/ ketatalaksanaan pelayanan kesehatan
secara universal.
B. PENJAHITAN ROBEKAN ROBEKAN JALAN LAHIR ( SERVIKS)
Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam jumlah bervariasi
banyaknya. Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu harus dievaluasi yaitu
sumber dan jumlah perdaraha sehingga dapat diatasi. Sumber perdarahan dapat
berasal dari perineum, vagina, serviks, dan robekan uterus ( rupture uteri). Perdarahan
bisa berbentuk hematoma dan robekan jalan lahir dengan perdarahan bersifat arterial
atau pecahnya pembuluh darah vena. Jenis perlukaan ringan berupa lecet, yang berat
berupa robekan jalan lahir. Untuk dapat menetapkan sumber perdarahan dapat
dilakukan dengan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan speculum.
Robekan jalan lahir dapat terjadi antara lain :
a. Vagina
b. Perlukaan Vulva
c. Serviks Uteri
d. Korpus Uteri
e. Uterus
f. Perineum
ROBEKAN SERVIKS
15. Bibir serviks uteri merupakan jaringan yang mudah mengalami perlukaan saat
persalinan karena perlukaan itu portio vaginalis uteri pda seorang multipara terbagi menjadi
bibir depan dan belakang. Robekan serviks dapat menimbulkan perdarahan banyak
khususnya bila jauh ke lateral sebab di temapat terdapat ramus desenden dari arateria uterina.
Perlukaan ini dapat terjadi pada persalinan normal tapi lebih sering terjadi pada persalinan
dengan tindakan – tindakan pada pembukaan persalinan belum lengkap. Selain itu penyebab
lain robekan serviks adalan persalinan presipitatus. Pada partus ini kontraksi rahim kuat dan
sering didorong keluar dan pembukaan belum lengkap. Diagnose perlukaan serviks dilakukan
dengan speculum bibir servika dapat di jepit dengan cunam atromatik. Kemudian diperiksa
secara cermat sifat- sifat robekan tersebut. Bila ditemukan robekan serviks yang memanjang,
maka lukaa dijahit dari ujung yang paling atas, terus ke bawah. Pda perlukaan serviks yang
berbentuk melingkar, diperiksa dahulu apakah sebagian besar dari serviks sudah lepas atau
tidak. Jika belum lepas, bagian yang belum lepas itu dipotong dari serviks, jika yang lepas
hanya sebagian kecil saja itu dijahit lagi pada serviks. Perlukaan dirawat untuk menghentikan
perdarahan.
Etiologi
Robekan pada serviks karena:
1. Persalinan lama: apabila serviks terjepit diantara kepala bayi dan Sympisis pubis, sisi
anterior dapat membengkak, tidak teregang dengan baik dan kemungkinan akan
ruptur.
2. Kelahiran dengan bantuan misalnya:forsep, ekstraksi vakum, atau ekstraksi pada
bokong sebelum serviks berdilatasi penih.
3. Persalinan Pretiposisi (secara spontan atau distimulasi dengan oksitosik)
Kegagalan serviks atau berdilatasi karena kelainan kongenital atau jaringan parut akibat luka
terdahulu.
Tanda
Biasanya pada robekan serviks ditandai dengan perdarahan. Jika robekan besar dan dalam
biasanya keadaan umum ini buruk dan apabila dengan rehidrasi intravena keadaan ibu tidak
membaik, segera pasang tampon kasa dan segera rujuk ibu dengan Baksoku Da.
Komplikasi yang mungkin terjadi dan penanganannya.
a. Komplikasi awal
16. 1. Perdarahan
Perdarahan dapat terjadi jika pembuluh darah tidak diikat dengan baik.
Pencegahannya adalah dengan mengikat titik perdarahan ketika sedang menjahit,
pastikan bahwa perdarahan tidak berasal dari uterus yang atonik.
2. Hematoma
Hematoma adalah mengumpulnya darah pada dinding vagina yang biasanya
terjadi akibat komplikasi luka pada vagina. Hematoma terlihat adanya
pembengkakan vagina atau nyeri hebat dan retensi urine.
3. Retensi Urine
Maternal harus sering dianjurkan untuk sering berkemih. Jika ibu tidak mampu
maka pasang kateter untuk menghindari ketegangan kandung kemih.
4. Infeksi
Komplikasi paling umum dan dapat dihindari dengan memberikan anti biotik
profilatik pada maternal dan gunakan teknik aseptik saat menjahit robekan. Jika
terjadi infeksi, jahitan harus segera dilepas dan diganti dengan jahitan kedua kali,
jika diperlukan hanya setelah infeksi teratasi.
Komplikasi lanjut
1. Jaringan parut dan stenosis (penyempitan) vagina, dapat menyebabkan nyeri
selama bersenggama dan persalinan lama pada kelahiran berikutnya, jika
robekan yang terjadi tidak diperbaiki.
2. Vesiko Vagina, vesiko serviks atau fistula dapat terjadi apabila robekan vagina
atau serviks meluas kekandung kemih atau rectum.
Penatalaksanaan, Perbaikan robekan Serviks
Biasanya pada robekan serviks terjadi pada bagian kiri tengah atau kanan tengah
(posisi jam 3/9), dan akan terlihat pada saat inspeksi vagina dan serviks, robekan serviks juga
dapat terjadi pada persalinan spontan, itulah sebabnya pemeriksaan serviks dan vagina harus
dilakukan secara teliti. Pada robekan ringan akan cepat sembuh, tapi tampilannya akan
berubah dari bukaan sirkuler yang halus menjadi irisan transversal. (gambar A). jika robekan
serviks meluas harus dijahit.
Perbaikan Robekan Serviks:
1. Beritahu ibu tentang tujuan prosedur yang akan dilakukan dan beri dukungan
2. Jika robekan luas beri diazepam dan petidin IV, perlahan
17. 3. Tahan fundus
4. Jepit bibir serviks dengan klem ovum, kemudian pindahkan klem bergantian searah
jarum jam sehingga semua bagian serviks dapat diperiksa
5. Jika ditemukan robekan tinggalkan 2 klem diantara robekan
6. Tempatkan klem dalam satu tangan
7. Tarik kearah kita
8. Mulailah menjahit bagian apeks (atas) serviks
9. Lakukan penjahitan terputus disepanjang luka berjarak 1 cm, dengan mengambil
seluruh ketebalan pada setiap bibir serviks
10. Gunakan pembalut steril pada perineum.
Perawatan lanjutan
1. Periksa tanda vital tiap 2-4 jam
2. Perhatikan jika ada robekan atau terjadinya hematoma
3. Beri cairan IV dan atau donor sesuai keadaan pasien
4. Beri antibiotic profilaktik, misal amoksilin 500 mg oral tiap 8 jam selama 5 hari
5. Tindak lanjuti selama 10 hari, dan dalam 6 minggu untuk memastikan bahwa luka
benar-benar sembuh.
18. BAB III
CONTOH KASUS DUGAAN MALPRAKTIK
Seorang bidan desa di daerah pegunungan sekitar pukul 3.00 WIB mendapatkan
pasien kiriman dari mbah dukun dengan perdarahan setelah 2 jam melahirkan, perjalanan dari
rumah mbah dukun ke rumah bidan sekitar 15 menit. Bidan melakukan pemeriksaan, ternyata
ada robekan pada porsio. Bidan tahu bahwa menjahit porsio masuk dalam kewenangan
dokter, namun jika langsung merujuk ke RS jaraknya memerlukan waktu kurang lebih 2 jam
dan belum ada kendaraan menjadi kendala. Bidan memperkirakan jika dirujuk pasien akan
mengalami perdarahan hebat saat perjalanan. Bidan memiliki alat-alat persalinan lengkap
namun persediaan infuse tinggal 1 botol karena kiriman baru akan dating esok hari. Karena
bidan berkeyakinan memiliki kemampuan menjahit porsio, kemudian Bidan memberikan
pilihan kepada keluarga : akan langsung dirujuk atau mengizinkan bidan untuk menjahit
porsio. Bidan juga mengatakan bahwa sebenarnya untuk saat ini penjahitan porsio dilakukan
oleh dokter. Namun jika langsung dirujuk dikhawatirkan pasien akan berada dalam keadaan
bahaya. Keluarga mengizinkan. Setelah 1 jam melakukan tindakan penjahitan perdarahan
berhenti, pemeriksaan menunjukan nadi : 110/menit, TD : 80/60 mmHg. Sekitar pukul 4.00
WIB pasien di dampingi bidan menuju ke rumah sakit dengan menggunakan truk.
Sesampainya di RS ibu sudah sangat lemah dan harus masuk ICU. Dokter mengatakan jika
pasien telat dibawa beberapa menit saja mungkin pasien akan tidak dapat diselamatkan.
19. BAB IV
PEMBAHASAN
Tuntutan bahwa etik adalah hal penting dalam kebidanan adalah salah satunya adalah
karena bidan merupakan profesi yang bertanggung jawab terhadap keputusan yang dibuat
berhubungan dengan klien serta harus mempunyai tanggung jawab moral dan keputusan yang
diambil. Untuk dapat menjalankan praktik kebidanan dengan baik dan tidak hanya
dibutuhkan pengetahuan klinik yang baik, serta pengetahuan yang up to date, tetapi bidan
juga harus mempunyai pemahaman isu etik dalam pelayanan kebidanan.
Menurut Daryl Koehn dalam The Ground of Professional Ethics, 1994 bahwa bidan
dikatakan professional, bila menerapkan etika dalam menjalankan praktik kebidanan. Dengan
memahami peran sebagai bidan, maka akan meningkatkan tanggungjawab baik, yaitu
memfasilitasi pilihan klien dan membutuhkan peningkatan pengetahuan tentang etika untuk
menerapkan dalam strategi praktik kebidanan.
a) Informed Choice
Pengertian Informed Choice adalan membuat pilihan setelah mendapatkan penjelasan
tentang alternative asuhan yang akan dialaminya. Menurut Kode Etik Kebidanan
tahun 1993 bidan harus menghormati hak informed choice ibu dan meningkatkan
penerimaan ibu tentang pilihan dalam asuhan dan tanggungjawabnya terhadap hasil
dari pilihannya.
b) Informed Consent
Latar belakan diperlukannya informed consent adalah karena tindakan medic yang
dilakukan bidan, hasilnya penuh dengan ketidakpastian dan unpredictable (tidak dapat
diperhitungkan secara matematik), sebab dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang
berada di luar kekuasaan bidan, seperti perdarahan postpartum, shock, asfiksia
neonatorum.
Sehingga persetujuan pasien bagi setiap tindakan medic menjadi mutlak diperlukan,
kecuali dalam keadaan emergenci. Persetujuan tersebut dikenal dengan informed
consent. Sebelum tercapainya suatu consent, kepada pasien atau keluarganya harus
diberikan informasi terlebih dahulu mengenai beberapa hal dari tindakan medic yang
akan dilakukan.
20. Sesuai pasal 53 UU No. 23/92 menetapkan sebagai berikut : standar profesi adalah
pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi secara baik.
Tenaga kesehatan yang berhadapan dengan pasien seperti dokter, Bidan dan perawat dalam
melaksanakan tugasnya harus menghormati pasien.
Menurut Prof. Wila Chandrawila S, bahwa dalam melaksanakan profesinya, seprang
tenaga kesehatan perlu berpegang kepada tiga ukuran umum yaitu :
1. Kewenangan
2. Kemampuan rata-rata
3. Ketelitian yang umum
Kewenanga bidan diatur dalam KepMenKes No.900/MenKes/SK/VII/2002 Tentang
Registrasi dan Praktik Bidan, di sini bidan berwenang untuk melakukan atau memutuskan
sesuatu hal yang berhubungan dengan pekerjaannya. Dalam menjalankan kewenangan yang
diberikan, bidan harus :
1. Melaksanakan tugas kewenangan sesuai profesi
2. Memiliki ketrampilan dan kemampuan untuk tindakan yang dilakukan
3. Mematuhi dan melaksanakan protap yang berlaku di wilayahnya
4. Bertanggungjawab atas pelayanan yang diberikan dan berupaya secara optimal
dengan mengutamakan keselamatan ibu dan atau janin
W. Heni Puji, SSit. Etika Profesi Kebidanan. Yogyakarta, 2007
http://rossylauranda.wordpress.com/2012/06/07/kepmenkes-ri-nomor-900menkesskvii2002-
dan-peraturan-menkes-ri-nomor-1464menkesperx2010/
http://www.poltekkes-soepraoen.ac.id/?prm=artikel&var=detail&id=68
http://www.lusa.web.id/keputusan-menteri-kesehatan-republik-indonesia-nomor-
369menkesskiii2007-tentang-standar-profesi-bidan-bag-1/