Makalah ini membahas pentingnya dimensi penggerakan (actuating) dalam meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Beberapa faktor yang mempengaruhi mutu pendidikan diantaranya kebijakan pendidikan, penyelenggaraan pendidikan, dan kepemimpinan sekolah. Otonomi sekolah diharapkan dapat meningkatkan efektivitas pengelolaan pendidikan di daerah."
Tanya Jawab Materi Pengantar Filsafat Ilmu Dari Sudut Pandang Ontologi, Epist...YuliaKartika6
Presentasi ini merupakan pemenuhan tugas evaluasi akhir semester mata kuliah Pengantar Filsafat ilmu oleh Sigit Sardjono, Dr,M.Ec.
Dimana berisi sekumpulan pertanyaan dan jawaban berbagai materi Filsafat Ilmu dengan sudut pandang Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi
Instrumen Observasi - Wawancara Sekolah Luar BiasaRoHim MohaMad
Untuk mengetahui secara langsung kondisi, keadaan dan bentuk layanan yang diberikan kepada Anak Berkebutuhan Khusus, kita perlu turun langsung pada kondisi nyata di Sekolah Luar Biasa
Makalah Aliran-aliran Dalam PendidikanDedy Wiranto
Pendidikan selalu mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan sosial budaya dan perkembangan ilmu pengetahuan. Dalam perkembangan itulah muncul berbagai pemikiran-pemikiran yang membawa pembaharuan pendidikan atau yang disebut dengan aliran-aliran dalam pendidikan. Adanya aliran-aliran dalam pendidikan dan pemikiran-pemikiran pendidikan dimulai sejak awal hidup manusia karena setiap manusia selalu dihadapkan dengan generasi penerus (generasi muda). Pemikiran-pemikiran dalam pendidikan selalu berlangsung seperti suatu diskusi berkepanjangan yang akan selalu menimbulkan pro dan kontra, bermula dari pro dan kontra inilah bermunculan suatu pemikiran-pemikiran yang baru. Pemikiran-pemikiran baru tersebut muncul karena pemikiran-pemikiran lama yang mengalami perkembangan dan pembaharuan dari masa ke masa. Hal ini disebabkan pemikiran dari generasi sebelumnya di jadikan bahan diskusi oleh generasi penerusnya.
Tanya Jawab Materi Pengantar Filsafat Ilmu Dari Sudut Pandang Ontologi, Epist...YuliaKartika6
Presentasi ini merupakan pemenuhan tugas evaluasi akhir semester mata kuliah Pengantar Filsafat ilmu oleh Sigit Sardjono, Dr,M.Ec.
Dimana berisi sekumpulan pertanyaan dan jawaban berbagai materi Filsafat Ilmu dengan sudut pandang Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi
Instrumen Observasi - Wawancara Sekolah Luar BiasaRoHim MohaMad
Untuk mengetahui secara langsung kondisi, keadaan dan bentuk layanan yang diberikan kepada Anak Berkebutuhan Khusus, kita perlu turun langsung pada kondisi nyata di Sekolah Luar Biasa
Makalah Aliran-aliran Dalam PendidikanDedy Wiranto
Pendidikan selalu mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan sosial budaya dan perkembangan ilmu pengetahuan. Dalam perkembangan itulah muncul berbagai pemikiran-pemikiran yang membawa pembaharuan pendidikan atau yang disebut dengan aliran-aliran dalam pendidikan. Adanya aliran-aliran dalam pendidikan dan pemikiran-pemikiran pendidikan dimulai sejak awal hidup manusia karena setiap manusia selalu dihadapkan dengan generasi penerus (generasi muda). Pemikiran-pemikiran dalam pendidikan selalu berlangsung seperti suatu diskusi berkepanjangan yang akan selalu menimbulkan pro dan kontra, bermula dari pro dan kontra inilah bermunculan suatu pemikiran-pemikiran yang baru. Pemikiran-pemikiran baru tersebut muncul karena pemikiran-pemikiran lama yang mengalami perkembangan dan pembaharuan dari masa ke masa. Hal ini disebabkan pemikiran dari generasi sebelumnya di jadikan bahan diskusi oleh generasi penerusnya.
Motivasi dalam Belajar dan Pembelajaran (Makalah BDP)Mayawi Karim
Berisi tentang pengertian motivasi dan fungsi motivasi dalam pembelajaran, pentingnya moivasi dalam pembelajaran, faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar, ciri siswa yang mempunyai motivasi belajar, teori-teori motivasi, upaya untuk meningkatkan motivasi belajar.
Konten ini berisi Tugas Mata Kuliah Filsafat yang membahas bagaimana hubungan antara Filsafat,Ilmu dan juga Agama.
Semoga bermanfaat dan bisa digunakan sebagaimana mestinya. :)
Motivasi dalam Belajar dan Pembelajaran (Makalah BDP)Mayawi Karim
Berisi tentang pengertian motivasi dan fungsi motivasi dalam pembelajaran, pentingnya moivasi dalam pembelajaran, faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar, ciri siswa yang mempunyai motivasi belajar, teori-teori motivasi, upaya untuk meningkatkan motivasi belajar.
Konten ini berisi Tugas Mata Kuliah Filsafat yang membahas bagaimana hubungan antara Filsafat,Ilmu dan juga Agama.
Semoga bermanfaat dan bisa digunakan sebagaimana mestinya. :)
Irama hidup manusia itu adalah masalah (problem). Seseorang tidak dapat dikatakan hidup, bila tidak pernah menghadapi masalah. Siapa pun orangnya, tidak akan bisa luput dari masalah. Dari Nabi Adam AS hingga Nabi Muhammad SAW, timpa-bertimpa masalah yang harus diselesaikannya. Namun, dengan kiat-kiat khusus, para utusan Allah itu berhasil menyelesaikan (to solve) masalah-masalah yang dihadapi. Dengan demikian, kita haruslah menyadari bahwa hidup dan kehidupan kita berhiaskan masalah, baik masalah yang datang dari diri kita sendiri mau-pun masalah yang datang dari luar kita. Hidup adalah masalah. Masalah adalah jarak antara keinginan dan kenyataan yang dihadapi saat ini. Masalah adalah suatu keadaan yang tidak sesuai dengan harapan yang kita inginkan. Kemam-puan kita mempertemukan keinginan dan kenyataan, itulah yang dinamakan dengan memecahkan masalah.
Pemecahan masalah (problem solving) dapat didefenisikan sebagai suatu proses penghilangan perbedaan atau ketidaksesuaian yang terjadi antara hasil yang diperoleh dan hasil yang diinginkan. Salah satu bagian dari proses peme-cahan masalah adalah pengambilan keputusan (decision making) yang didefe-nisikan sebagai memilih solusi terbaik dari sejumlah alternatif yang tersedia. Pengambilan keputusan yang tidak tepat akan mempengaruhi kualitas hasil pemecahan masalah yang dilakukan.
Kemampuan untuk melakukan pemecahan masalah adalah keteram-pilan yang dibutuhkan oleh hampir semua orang dalam aspek kehidupannya. Akan tetapi, keterampilan ini menjadi lebih penting lagi perannya, bila dikait-kan dengan posisi seorang pemimpin yang melaksanakan tugas-tugas kepemim-pinannya dalam suatu organisasi. Pimpinan yang mampu menyelesaikan masa-lah organisasinya dengan tepat dan benar, dipastikan akan dapat mengambil keputusan yang tepat untuk memperlancar kepemimpinannya.
Karya tulis ilmiah UPAYA PENINGKATAN RETORIKA,TENDENSI DAN KOMPETENSI BAKAT D...Totok Priyo Husodo
Karya tulis ilmiah dengan Judul ''UPAYA PENINGKATAN RETORIKA,TENDENSI DAN KOMPETENSI BAKAT DALAM RANGKA MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN DENGAN AKSENTUASI PROGRAM PEDAGOGI SEJAK DUDUK DI SEKOLAH DASAR''
Konsep mutu dan paradigma penjaminan mutuagus saefudin
Sistem pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan harus dibangun dan dikembangkan secara nasional dalam upaya meningkatkan daya saing, citra, dan akuntabilitas publik. Kegiatan penjaminan mutu tertuju pda proses untuk membangun kepercayaan dengan cara melakukan pemenuhan persyaratan atau standar minimum pada komponen input, komponen proses dan hasil atau outcome sesuai dengan yang diharapkan oleh stake holders.
Pembelajaran Berbasis Masalah yang berasal dari bahasa Inggris Problem Based Learning adalah suatu pendekatan pembelajaran yang dimulai dengan menyelesaikan suatu masalah, tetapi untuk menyelesaikan masalah itu peserta didik memerlukan pengetahuan baru untuk dapat menyelesaikannya.
Pendekatan pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning/PBL) adalah konsep pembelajaran yang membantu guru menciptakan lingkungan pembelajaran yang dimulai dengan masalah yang penting dan relevan (bersangkut-paut) bagi peserta didik, dan memungkinkan peserta didik memperoleh pengalaman belajar yang lebih realistik (nyata).
Perkembangan teknologi dewasa ini semakin pesat dan menakjubkan. Banyak negara di dunia ini yang melakukan riset dalam hal perkembangan robot. Seolah tak mau kalah negara-negara maju, seperti: Amerika Serikat, Jepang, Korea selatan dan China terus melakukan inovasi dalam hal perancangan dan penggunaan teknologi tinggi (high tech) dalam menciptakan robot-robot cerdas dengan menerapkan kecerdasan buatan (artificial intellegent).
Sebuah buku foto yang berjudul Lensa Kampung Ondel-Ondelferrydmn1999
Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan keragaman budaya, suku, dan tradisi, memiliki Jakarta sebagai pusat kebudayaan yang dinamis dan unik. Salah satu kesenian tradisional yang ikonik dan identik dengan Jakarta adalah ondel-ondel, boneka raksasa yang biasanya tampil berpasangan, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Ondel-ondel awalnya dianggap sebagai simbol budaya sakral dan memainkan peran penting dalam ritual budaya masyarakat Betawi untuk menolak bala atau nasib buruk. Namun, seiring dengan bergulirnya waktu dan perubahan zaman, makna sakral ondel-ondel perlahan memudar dan berubah menjadi sesuatu yang kurang bernilai. Kini, ondel-ondel lebih sering digunakan sebagai hiasan atau sebagai sarana untuk mencari penghasilan. Buku foto Lensa Kampung Ondel-Ondel berfokus pada Keluarga Mulyadi, yang menghadapi tantangan untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel warisan leluhur di tengah keterbatasan ekonomi yang ada. Melalui foto cerita, foto feature dan foto jurnalistik buku ini menggambarkan usaha Keluarga Mulyadi untuk menjaga tradisi pembuatan ondel-ondel sambil menghadapi dilema dalam mempertahankan makna budaya di tengah perubahan makna dan keterbatasan ekonomi keluarganya. Buku foto ini dapat menggambarkan tentang bagaimana keluarga tersebut berjuang untuk menjaga warisan budaya mereka di tengah arus modernisasi.
1. 1
MAKALAH
PERAN PENTING DIMENSI PENGGERAKAN (ACTUATING)
DALAM MEMAJUKAN PENDIDIKAN DI INDONESIA
Disusun sebagai Tugas Kelompok
pada Mata Kuliah Administrasi dan Pengelolaan Sekolah
Dosen Pengampu : Dr. Awalyah, M. Hum.
Oleh:
AGUS SAEFUDIN NIM 0102514057
MOH TAOEFIK NIM 0102514059
BONIFASIUS KOPONG TEKA NIM 0102514061
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN
KONSENTRASI KEPENGAWASAN SEKOLAH
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
APRIL
2015
2. 2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan banyak kenikmatan, utamanya nikmat iman, sehat, sempat dan diberi kekuatan
tetap setia mengabdi pada bidang pendidikan untuk berperan dalam mencerdaskan
kehidupan bangsa. Berkat rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa pula makalah dengan judul “Peran
Penting Dimensi Penggerakan (Actuating) daam Memajukan Pendidikan di Indonesia”
dapat diselesaikan dengan baik dan sebagai bahan berbagi bagi kemajuan pendidikan di tanah
air tercinta Indonesia ini. Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah
Administrasi dan Pengelolaan Pendidikan dengan dosen pengampu Dr. Awalyah, M.Hum.
Banyak bantuan yang diberikan oleh berbagai pihak dalam penyusunan makalah ini,
untuk itu disampaikan terima kasih kepada:
1. Dr. Awalyah, M.Hum yang telah memberikan bimbingan dan banyak ilmu tentang
administrasi dan pengelolaan pendidikan kepada kami;
2. Teman-teman mahasiswa S2 Manajemen Pendidikan (Kepengawasan Sekolah) Program
Pascasarjana Universitas Negeri Semarang yang merupakan mitra diskusi dan berbagi
pengalaman yang luar biasa, bersama kami mempunyai mimpi untuk pendidikan
Indonesia yang lebih baik lagi.
Semoga semua kebaikan yang telah diberikan mendapatkan imbalan pahala yang berlipat dari
Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa sebagaimana kata pepatah tak ada gading yang
tak retak, makalah ini pun masih terdapat kekurangan. Saran dan masukan demi perbaikan
sangat dinantikan. Kami berharap semoga makalah ini membawa manfaat bagi kita semua
dalam mengabdi bagi kemajuan pendidikan di Indonesia. Amin.
Semarang, 06 April 2015
Agus Saefudin / NIM. 0102514057
Moh. Toefik / NIM. 0102514059
Bonifasius Kopong T. / NIM. 0102514061
3. 3
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul .....................................................................................
Kata Pengantar ....................................................................................
Daftar Isi ..............................................................................................
Abstrak ................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN .....................................................................
A. Latar Belakang ..............................................................
B. Ruang Lingkup Pembahasan .........................................
C. Rumusan Masalah ........................................................
D. Tujuan ..........................................................................
E. Manfaat ........................................................................
BAB II PEMBAHASAN .........................................................................
A. Pengertian, Tujuan, Fungsi Pokok dan Prinsip
Penggerakan (Actuating) ...............................................
1. Pengertian dan Ciri-ciri Penggerakan (Actuating) ...
2. Tujuan Penggerakan (Actuating) .............................
3. Fungsi Pokok Penggerakan (Actuating) ...................
4. Prinsip Penggerakan (Actuating) .............................
B. Faktor-faktor Penghambat dan Pendukung Fungsi
Penggerakan (Actuating) ...............................................
1. Faktor Penghambat .................................................
2. Faktor Pendukung ...................................................
C. Teknik-Teknik Penggerakan yang Efektif .......................
D. Pentingnya Penggerakan dalam Organisasi Pendidikan
E. Mengaplikasikan Penggerakan (Actuating) dalam
Organisasi Pendidikan ...................................................
F. Kunci Penggerakan Penggerakan (Actuating) dalam
Pendidikan ....................................................................
1. Pengarahan (Directing) ...........................................
2. Kepemimpinan (Leading) ........................................
3. Fungsi Kepemimpinan .............................................
4. Kepemimpinan Efektif .............................................
5. Pengambilan Keputusan .........................................
6. Motivasi ..................................................................
7. Teori Motivasi .........................................................
8. Model Pendekatan Motivasi dalam Organisasi ......
9. Komunikasi dalam Organisasi .................................
BAB III SIMPULAN DAN SARAN .........................................................
A. Simpulan ......................................................................
B. Saran ............................................................................
Daftar Pustaka
i
ii
iii
iv
1
1
3
4
4
4
5
5
5
7
9
9
11
11
11
14
15
17
18
21
25
26
27
30
33
40
41
48
48
49
4. 4
ABSTRAK
PERAN PENTING DIMENSI PENGGERAKAN (ACTUATING)
DALAM MEMAJUKAN PENDIDIKAN DI INDONESIA
Oleh:
Agus Saefudin, S.Pd. / NIM. 0102514057
Moh. Toefik / NIM. 0102514059
Bonifasius Kopong Teka / NIM. 0102514061
Tujuan penulisan karya tulis ini adalah memberikan penjelasan tentang: (1)
pengertian, tujuan, fungsi pokok dan prinsip-prinsp penggerakan, (2) faktor-faktor
penghambat dan pendukung fungsi penggerakan, (3) teknik-teknik penggerakan yang efektif,
(4) pentingnya penggerakan dalam organisasi pendidikan, (5) mengaplikasikan penggerakan
dalam organisasi pendidikan, dan (7) kunci penggerakan dalam pendidikan.
Penggerakan pendidikan merupakan salah satu fungsi manajemen pendidikan yang
berhubungan dengan aktivitas manajerial dalam melaksanakan tugas execution. Penggerakan
pendidikan sangat terkait dengan penggunaan berbagai sumber daya organisasi sehingga
kemampuan memimpin, memberi motivasi, berkomunikasi yang efektif dan menciptakan
iklim serta budaya organisasi yang kondusif menjadi kunci penggerakan dalam mencapai
tujuan organisasi.
Kepemimpinan pendidikan berperan sangat penting dalam rangka mengarahkan dan
menggerakkan organisais pendidikan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Pengambilan
keputusan merupakan fungsi terpenting dari penggerakan (actuating), bahkan dapat
dikatakan bahwa inti dari organisasi adalah kepemimpinan dan inti dari kepemimpinan
adalam pengambilan keputusan (decision making). Motivasi memiliki arti penting dalam
menumbuhkan dan mempertinggi semangat kerja. Komunikasi adalah proses penyampaian
pesan dari satu orang kepada orang lain, baik langsung maupun tidak langsung, baik lisan,
tertulis, maupun isyarat.
Kata Kunci: manajemen pendidikan, penggerakan pendidikan, kepemimpinan, pengambilan
keputusan, motivasi, komunikasi
5. 5
ABSTRACT
IMPORTANT ROLE OF ACTUATING DIMENSION
IN THE PROMOTION OF EDUCATION IN INDONESIA
By:
Agus Saefudin, S.Pd. / NIM. 0102514057
Moh. Toefik / NIM. 0102514059
Bonifasius Kopong Teka / NIM. 0102514061
The purpose of writing this paper is to provide explanation of: (1) definition, objectives,
principal functions and the principles of mobilization, (2) inhibiting factors and supporting
actuating functions, (3) the techniques of effective mobilization, (4) importance of
mobilization in educational organizations, (5) apply mobilization in educational organizations,
and (7) key mobilization in education.
Mobilisation of education is one of the functions of management education related to
managerial activity in task execution. Mobilisation of education is strongly associated with the
use of a variety of organizational resources, so the ability to lead, motivate, communicate
effectively and create a climate and organizational culture conducive be a key mobilization in
achieving organizational goals.
Education leadership role is very important in order to steer and move organisais
education to achieve the expected goals. Decision-making is an important function of
mobilization, it can be said that the core of the organization is the core of leadership and
leadership is a decision making. Motivation has significance in growing and enhancing morale.
Communication is the process of delivering a message from one person to another person,
either directly or indirectly, whether oral, written, or gesture.
Keywords: education management, mobilization of education, leadership, decision making,
motivation, communication
6. 6
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bertolak dari asumsi bahwa life is education and education is life dalam arti
pendidikan sebagai persoalan hidup dan kehidupan maka diskursus seputar pendidikan
merupakan salah satu topik yang selalu menarik. Setidaknya ada dua alasan yang dapat
diidentifikasi sehingga pendidikan tetap up to date untuk dikaji. Pertama, kebutuhan
akan pendidikan memang pada hakikatnya krusial karena bertautan langsung dengan
ranah hidup dan kehidupan manusia. Membincangkan pendidikan berarti berbicara
kebutuhan primer manusia. Kedua, pendidikan juga merupakan wahana strategis bagi
upaya perbaikan mutu kehidupan manusia, yang ditandai dengan meningkatnya level
kesejahteraan, menurunnya derajat kemiskinan dan terbukanya berbagai alternatif opsi
dan peluang mengaktualisasikan diri di masa depan.
Dalam tataran nilai, pendidikan mempunyai peran vital sebagai pendorong
individu dan warga masyarakat untuk meraih progresivitas pada semua lini kehidupan.
Di samping itu, pendidikan dapat menjadi determinan penting bagi proses transformasi
personal maupun sosial. Dan sesungguhnya inilah idealisme pendidikan yang
mensyaratkan adanya pemberdayaan. Namun dalam tataran ideal, pergeseran
paradigma yang awalnya memandang lembaga pendidikan sebagai lembaga sosial, kini
dipandang sebagai suatu lahan bisnis basah yang mengindikasikan perlunya perubahan
pengelolaan. Perubahan pengelolaan tersebut harus seirama dengan tuntutan zaman.
Situasi, kondisi dan tuntutan pasca booming-nya era reformasi membawa
konsekuensi kepada pengelola pendidikan untuk melihat kebutuhan kehidupan di masa
depan. Maka merupakan hal yang logis ketika pengelola pendidikan mengambil langkah
antisipatif untuk mempersiapkan diri bertahan pada zamannya. Mempertahankan diri
dengan tetap mengacu pada pembenahan total mutu pendidikan berkaitan erat dengan
manajemen pendidikan adalah sebuah keniscayaan.
7. 7
Salah satu persoalan pendidikan yang sedang dihadapi bangsa kita adalah
persoalan mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan. Dari berbagai
pengamat dan analisis, ada berbagai faktor yang menyebabkan mutu pendidikan kita
mengalami peningkatan secara merata. Pertama, kebijakan dan penyelenggaraan
pendidikan nasional menggunakan pendekatan educational production function atau
input-output analisis yang tidak dilaksanakan secara konsekuen. Kedua,
penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara birokratis sentralistik, sehingga
peningkatan mutu sekolah sebagai penyelenggaraan pendidikan yang tergantung pada
keputusan birokrasi-birokrasi. Ketiga, minimnya peranan masyarakat khususnya orang
tua sisiwa dalam penyelenggaraan pendidikan, pratisipasi orang tua selama ini dengan
sebatas pendukung dana, tapi tidak dilibatkan dalam proses pendidikan seperti
mengambil keputusan, monitoring, evaluasi dan akuntabilitas, sehingga sekolah tidak
memiliki beban dan tanggung jawab hasil pelaksanaan pendidikan kepada
masyarakat/orang tua sebagai stacheholder yang berkepentingan dengan pendidikan.
Keempat, krisis kepemimpinan, dimana kepala sekolah yang cenderung tidak
demokratis, sistem top down policy baik dari kepala sekolah terhadap guru atau
birokrasi diatas kepala sekolah terhadap sekolah.
Munculnya paradigma guru tentang manajemen berbasis sekolah yang
bertumpu pada penciptaan iklim yang demokratisasi dan pemberian kepercayaan yang
lebih luas kepada sekolah untuk menyelenggarakan pendidikan secara efisien dan
berkualitas. Kepemimpinan adalah cara seseorang pemimpin mempengaruhi perilaku
bawahan agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai
tujuanorganisasi. Gaya kepemimpinan yang kurang melibatkan bawahan dalam
mengambil keputusan maka akan mengakibatkan adanya disharmonisasi hubungan
anatara pemimpin dan yang dipimpin. Salah satu solusinya adalah dengan
dikeluarkannya UU No.32 tahun 2004 yaitu undang-undang otonomi daerah yang
kemudian diatur oleh PP No. 33 tahun 2004 yaitu adanya penggeseran kewenangan dan
pemerintah pusat ke pemda dalam berbagai bidang termasuk bidang pendidikan
kecuali agama, politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan
fiskal.
8. 8
Pemberian otonomi tersebut dimaksudkan agar lembaga sekolah memiliki
kebebasan dan kemandirian mengelola lembaganya agar mampu berkembang sesuai
dengan potensi dan kekhususan-kekhususan yang dimiliki daerah serta memiliki
relevansi yang tinggi dan kemanfaatan optimal bagi pembangunan di daerah.
Pemberian otonomi demikian dengan segala implikasinya dianggap merupakan langkah
maju yang bertujuan untuk menciptakan efektifitas penyelenggaraan pendidikan di
daerah dengan bersumber kepada pemanfaatan potensi, kekhasan, dan kreativitas dari
para penyelenggara pendidikan di daerah. Implementsi otonomi sekolah ini juga salah
satunya tercermin dengan diberlakukannya UU No. 20/2005 yang memberikan
kebebasan kepada sekolah untuk menyusun kurikulumnya sendiri yang dikenal dengan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sebagai ganti dari Kurikulum 2004. Untuk
kemudian direvisi dengan berlakunya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
2006, sampai pada diberlakukannya kurikulum 2013, yang sempat mengalami pro dan
kontra di kalangan masyarakat kependidikan dan non kependidikan.
Dengan adanya amanat otonomi dari undang- undang tersebut perangkat
manajemen di sekolah bukan lagi sekedar sebagai pelaksana dari birokrasi pusat
sebagaimana era sebelumnya, melainkan berposisi sebagai agen yang mandiri yang
bertanggung jawab atas pengelolaan sekolah sesuai dengan tugas dan fungsi
manajemen (planning, organizing, actuating, controlling) dengan memperhatikan
potensi dan kekhasan yang dimiliki. Penggerakan atau Actuating mempunyai arti dan
perananan yang sangat penting. Sebab diantara fungsi manajemen lainnya, maka
penggerakan merupakan fungsi secara langsung berhubungan dengan manusia
(pelaksana). Dengan fungsi penggerakan inilah, maka ketiga fungsi manajemen yang
lain baru efektif. Oleh karena itu penggerakan atau actuating sebagai salah satu fungsi
manajemen yang sangat layak untuk dikaji lebih jauh dalam makalah ini.
B. Ruang Lingkup Pembahasan
Ruang lingkup pembahasan dalam makalah ini meliputi :
1. Pengertian dari penggerakan (actuating), tujuan, fungsi pokok dan prinsip dalam
actuating.
2. Faktor-faktor penghambat dan pendukung serta teknik-teknik yang efektif dalam
penggerakan (actuating).
9. 9
3. Pentingnya penggerakan (actuating) dalam organisasi Pendidikan.
4. Aplikasi penggerakan (actuating) dalam organisasi pendidikan.
5. Kepemimpinan sebagai faktor penting dalam rangka mengarahkan dan
menggerakkan organisais pendidikan.
6. Pengambilan keputusan sebagai fungsi terpenting dari penggerakan (actuating).
7. Motivasi yang memiliki arti penting dalam menumbuhkan dan mempertinggi
semangat kerja dalam penggerakan (actuating) pendidikan.
8. Komunikasi dalam kaitannya dengan usaha pengarahan dan pengorganisasian
dalam penggerakan (actuating) pendidikan.
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dalam makalah ini adalah mengetahui:
1. Pengertian dari penggerakan (actuating), tujuan, fungsi pokok dan prinsip dalam
actuating.
2. Faktor-faktor penghambat dan pendukung serta teknik-teknik yang efektif dalam
actuating.
3. Pentingnya penggerakan (actuating) dalam organisasi Pendidikan.
4. Mengaplikasikan penggerakan (actuating) dalam organisasi pendidikan.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini diharapkan :
1. Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai pentingnya penggerakan
(actuating) dalam pendidikan.
2. Mengetahui dan memahami pengaplikasian penggerakan (actuating) dalam
pendidikan.
3. Lebih meningkatkan jiwa manajemen pada diri kepala sekolah, guru dan pengawas
sekolah melalui fungsi penggerakan (actuating).
10. 10
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN, TUJUAN, FUNGSI POKOK DAN PRINSIP PENGGERAKAN (ACTUATING)
1. PENGERTIAN DAN CIRI-CIRI PENGGERAKAN (ACTUATING)
a. Pengertian Penggerakan (Actuating)
Fungsi-fungsi manajemen menurut George R. Terry (Disingkat POAC)
dalam Mulyono (2008:23), yaitu “planning (perencanaan), organizing
(pengorganisasian), actuating (penggerakan), controlling (pengendalian)”. Dari
seluruh rangkaian proses manajemen, penggerakan (actuating) merupakan fungsi
manajemen yang paling utama, dan mempunyai arti serta perananan yang sangat
penting. Sebab dalam fungsi perencanaan dan pengorganisasian lebih banyak
berhubungan dengan aspek-aspek abstrak proses manajemen, sedangkan fungsi
actuating justru lebih menekankan pada kegiatan yang berhubungan langsung
dengan orang-orang dalam organisasi atau manusia (pelaksana). Dengan ini fungsi
penggerakan inilah, maka ketiga fungsi manajemen yang lain baru efektif.
Actuating, dalam bahasa Indonesia artinya adalah menggerakkan.
Maksudnya, suatu tindakan untuk mengupayakan agar semua anggota kelompok
berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan tujuan organisasi. George R.
Terry (1986) mengemukakan bahwa, actuating merupakan usaha menggerakkan
anggota-anggota organisasi sedemikian rupa hingga mereka berkeinginan dan
berusaha untuk mencapai sasaran organisasi dan sasaran anggota-anggota
organisasi tersebut oleh karena para anggota itu juga ingin mencapai sasaran-
sasaran tersebut. Jadi actuating adalah usaha menggerakkan seluruh orang yang
terkait, untuk secara bersama-sama melaksanakan program kegiatan sesuai
dengan bidang masing-masing dengan cara yang terbaik dan benar. Actuating
merupakan fungsi yang paling fundamental dalam manajemen, karena merupakan
pengupayaan berbagai jenis tindakan itu sendiri, agar semua anggota kelompok
mulai dari tingkat teratas sampai terbawah, berusaha mencapai sasaran organisasi
sesuai rencana yang telah ditetapkan semula, dengan cara terbaik dan benar.
11. 11
Sedangkan menurut Harold Koontz & Cyril O’Donnel, actuating adalah
directing and leading are the interpersonal aspec of commanding by which
subordinate are led to understand and contribute effectively and efficiency to
the attainment of enterprise objectives. Hal ini berarti bahwa pengarahan adalah
hubungan antara aspek-aspek individual yang ditimbulkan oleh adanya
pengaturan terhadap bawahan-bawahan untuk dapat dipahami dan pembagian
pekerjaan yang efektif untuk tujuan perusahaan yang nyata.
Pendapat lainnya, Actuating (penggerakan) yaitu: Actuating is setting all
members of the group towant to achieve the objektive willingly and keeping with
managerial planning and organizing efforts. Artinya Penggerakan adalah membuat semua
kelompok agar mau bekerja sama dan bekerja secara ikhlas serta bergairah untuk
mencapai tujuan sesuai dengan perencanaan dan usaha pengorganisasian. (Hasibuan,
1995:176).
Dari pengertian di atas, pelaksanaan (actuating) tidak lain merupakan
upaya untuk menjadikan perencanaan menjadi kenyataan, dengan melalui
berbagai pengarahan dan pemotivasian agar setiap karyawan dapat melaksanakan
kegiatan secara optimal sesuai dengan peran, tugas dan tanggung jawabnya. Jadi
penggerakan merupakan kegiatan manajemen untuk menggerakan dan membuat
orang lain suka dan dapat bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan secara efektif dan efisien, sehingga tindakan-tindakan yang telah
dilakukan menyebabkan suatu organisasi dapat berjalan.
Memang diakui bahwa usaha-usaha perencanaan dan pengorganisasian
bersifat vital, tetapi tidak akan ada output konkrit yang akan dihasilkan sampai kita
mengimplementasi aktivitas-aktivitas yang diusahakan dan yang diorganisasi.
Untuk maksud itu maka diperlukan tindakan penggerakan (actuating) atau usaha
untuk menimbulkan action. Hal yang penting untuk diperhatikan dalam
penggerakan (actuating) ini adalah bahwa seorang karyawan akan termotivasi
untuk mengerjakan sesuatu jika : (1) Merasa yakin akan mampu mengerjakan,
(2) Yakin bahwa pekerjaan tersebut memberikan manfaat bagi dirinya, (3) Tidak
sedang dibebani oleh problem pribadi atau tugas lain yang lebih penting, atau
mendesak, (4) Tugas tersebut merupakan kepercayaan bagi yang bersangkutan
dan (5) Hubungan antar teman dalam organisasi tersebut harmonis.
12. 12
b. Ciri – ciri Penggerakan
Di dalam Penggerakan upaya seorang pimpinan agar berhasil dalam
menjalankan pelaksanaan manajemen yang baik dan berkesinambungan
hendaknya mampu memahami kondisi dan situasi di dalam organisasi yang di
gerakkan. Di dalam menggerakkan sebuah organisasi, seorang pinpinan harus
mampu bertanggung jawab terhadap semua keputusan yang telah dibuat.
Adapun Ciri – ciri penggerakkan di dalam sebuah oraganisasi yaitu :
1) Upaya yang berlandaskan pengetahuan tentang kepemimpinan yang baik.
2) Mengacu pada perencanaan yang telah dibuat.
3) Adanya kemampuan untuk memimpin semua anggota organisasi.
4) Semua kegiatan – kegiatan oraganisasi di atur dengan baik.
5) Pemberian bimbingan, motivasi dan pengarahan yang baik.
2. TUJUAN PENGGERAKAN (ACTUATING)
Rangkaian tindakan atau program kerja yang telah ditentukan pada tahap
perencanaan kemudian diimplementasikan dalam kegiatan pelaksanaan.
Menggerakkan adalah sama artinya dengan pelaksanaan. Pelaksanaan adalah proses
dilakukan dan digerakkannya perencanaan. Fungsi pelaksanaan merupakan proses
manajemen untuk merealisasikan hal-hal yang telah disusun dalam fungsi
perencanaan. Fungsi actuating haruslah dimulai dari diri manager dengan
menunjukkan kepada staf bahwa dia memiliki tekat untuk mencapai kemajuan dan
peka terhadap lingkungannya. Ia harus memiliki kemampuan kerjasama, harus
bersikap obyektif.
Menurut Azwar (1996), Tujuan fungsi actuating (penggerakan) adalah :
a. Menciptakan kerjasama yang lebih efisien
b. Mengembangkan kemampuan dan keterampilan staf
c. Menumbuhkan rasa memiliki dan menyukai pekerjaan
d. Mengusahakan suasana lingkungan kerja yang dapat meningkatkan motivasi dan
prestasi kerja staf
e. Membuat organisasi berkembang lebih dinamis
13. 13
Sedangkan Tujuan fungsi actuating (penggerakan), Menurut Winanti (2009) adalah :
a. Mengembangkan rasa tanggung jawab
Mengembangkan sikap pada bawahan untuk tidak menerima apabila tidak
melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya.
b. Pemberian komando
Memberi perintah, instruksi, direktif, meminta laporan dan pertanggungjawaban,
memberi teguran dan pujian.
c. Mengadakan pengamatan atas pekerjaan dan aktivitas bawahan langsung,
d. Pemeliharaan moral dan disiplin
Mendidik serta memberi contoh kepada bawahan tentang apa yang baik dan patut
dilaksanakan, menjaga ketertiban, kesopanan dan kerukunan.
e. Komunikasi
Berbicara dengan bawahan, memberi penjelasan dan penerangan, memberikan
isyarat, meminta keterangan, memberikan nota, mengadakan pertemuan, rapat
briefing, pelajaran, wejangan dan sebagainya.
f. Human Relation
Memperhatikan nasib bawahan sebagai manusia dan selalu ada keseimbangan
antara kepentingan pribadi pegawai, mengembangkan kegembiraan dan
semangat kerja yang sebaik-baiknya dan kepentingan umum organisasi.
g. Leadership
Menunjukkan dan membuat bawahan merasa bahwa mereka dilindungi dan
dibimbing, bahwa mereka mempunyai seorang sumber pimpinan dan penerangan
dalam menghadapi kesulitan dan masalah pekerjaan maupun pribadi keluarga (inti
penggerakan).
h. Pengembangan Eksekutif
Berusaha agar setiap bawahan dapat mengambil keputusan sendiri yang tepat
dalam melaksanakan pekerjaan/tugas masing-masing, agar setiap bawahan
terbuka dan atas prakarsa sendiri selalu berusaha untuk menekan biaya,
memperkuat disiplin, meningkatkan mutu kerja dan sebagainya.
14. 14
3. FUNGSI POKOK PENGGERAKAN (ACTUATING)
Adapun fungsi pokok penggerakan didalam manajemen adalah sebagai
berikut :
a. Mempengaruhi orang-orang supaya bersedia menjadi pengikut.
b. Menaklukkan daya tolak orang-orang
c. Membuat seseorang atau orang-orang suka mengerjakan tugas dengan lebih
baik.
d. Mendapatkan, memelihara dan memupuk kesetiaan pada pimpinan, tugas dan
organisasi tempat mereka bekerja.
e. Menanamkan, memelihara dan memupuk rasa tanggung jawab seorang atau
orang-orang terhadap Tuhan-nya, negara dan masyarakat.
4. PRINSIP PENGGERAKAN (ACTUATING)
Prinsip-prinsip penggerakan, Menurut Kurniawan (2009) sebagai berikut :
a. Memperlakukan pegawai dengan sebaik-baiknya.
b. Mendorong pertumbuhan dan perkembangan manusia.
c. Menanamkan pada manusia keinginan untuk melebihi.
d. Menghargai hasil yang baik dan sempurna.
e. Mengusahakan adanya keadilan tanpa pilih kasih.
f. Memberikan kesempatan yang tepat dan bantuan yang cukup.
g. Memberikan dorongan untuk mengembangkan potensi dirinya.
Dalam manajemen, penggerakan ini bersifat sangat kompleks karena
disamping menyangkut manusia, juga menyangkut berbagai tingkah laku dari
manusia-manusia itu sendiri. Manusia dengan berbagai tingkah lakunya yang
berbeda-beda, memiliki pandangan serta pola hidup yang berbeda-beda pula. Oleh
karena itu, penggerakan yang dilakukan oleh pimpinan harus berpegang pada tiga
prinsip, menurut Haris (2011) yaitu :
a. Prinsip mengarah pada tujuan
Tujuan pokok dari pengarahan nampak pada prinsip yang menyatakan bahwa
makin efektifnya proses pengarahan, akan semakin besar sumbangan anggota
terhadap usaha mencapai tujuan. Bisa saya contohkan dalam out bound adalah
15. 15
pada saat kita akan melakukan kegiatan out bound masing-masing. Pengarahan
tidak dapat berdiri sendiri,artinya dalam melaksanakan fungsi pengarahan perlu
mendapatkan dukungan/bantuan dari factor-faktor lain, seperti perencanaan,
struktur organisasi, tenaga kerja yang cukup, pengawasan yang efektif dan
kemampuan untuk meningkatkan pengetahuan serta kemampuan anggota.
b. Prinsip keharmonisan dengan tujuan
Orang-orang bekerja untuk dapat memenuhi kebutuhannya yang mungkn tidak
mungkin sama dengan tujuan perusahaan. Mereka mengkehendaki demikian
dengan harapan tidak terjadi penyimpangan yang terlalu besar dan kebutuhan
mereka dapat dijadikan sebagai pelengkap serta harmonis dengan kepentingan
perusahaan. Semua ini dipengaruhi oleh motivasi masing-masing individu.
Motivasi yang baik akan mendorong orang-orang untuk memenuhi kebutuhannya
dengan cara yang wajar. Sedang kebutuhan akan terpenuhi apabila mereka dapat
bekerja dengan baik, dan pada saat itulah mereka menyumbangkan
kemampuannya untuk mencapai tujuan organisasi.
c. Prinsip kesatuan komando
Prinsip kesatuan komando ini sangat penting untuk menyatukan arah tujuan dan
tangggung jawab para bawahan. Bilamana para bawahan hanya memiliki satu jalur
didalam melaporkan segala kegiatannya. Dan hanya ditujukan kepada satu
pimpinan saja, maka pertentangan didalam pemberian instruksi dapat dikurangi,
serta semakin besar tanggung jawab mereka untuk memperoleh hasil maksimal.
Selain tiga prinsip diatas, hal yang tidak kalah pentingnya adalah ketika dalam
menggerakan orang-orang dalam suatu organisasi, perlu diingat prinsip-prinsip
lain sebagai berikut : a) efisien, b) komunikasi, c) jawaban terhadap pertanyaan
5W+1H (Who, Why, How, What , When, Where), dan d) penghargaan/insentif.
16. 16
B. FAKTOR-FAKTOR PENGHAMBAT DAN PENDUKUNG FUNGSI PENGGERAKAN
1. Faktor Penghambat
Beberapa halangan dalam menjalankan penggerakan :
a. Kendala-Kendala Pemilihan SDM
1) Standar Kemampuan SDM yang pasti belum ada, akibatnya informasi
kemampuan SDM hanya berdasarkan ramalan-ramalan (prediksi) saja yang
sifatnya subjektif. Hal ini menjadi kendala yang serius dalam pemilihan SDM
untuk menghitung potensi SDM secara pasti.
2) Manusia (SDM sebagai mahluk hidup tidak dapat dikuasai sepenuhnya seperti
mesin. Hal ini menjadi kendala PSDM, karena itu sulit memperhitungkan segala
sesuatunya dalam rencana. Misalnya, ia mampu tapi kurang mau melepaskan
kemampuannya.
3) Situasi SDM, Persediaan mutu, dan penyebaran penduduk yang kurang
mendukung kebutuhan SDM organisasi . Hal ini menjadi kendala proses PSDM
yang baik dan benar.
4) Kebijaksanaan Perburuhan Pemerintah, Kebijaksanaan perburuhan
pemerintah, seperti kompensasi, jenis kelamin, WNA, dan kendala lain dalam
PSDM untuk membuat rencana yang baik dan tepat.
b. Kegagalan manajer dalam menumbuhkan motivasi stafnya.
Hal ini terjadi karena manajer kurang memahami hakekat perilaku dan hubungan
antar manusia. Seperti konsep perilaku manusia yang dikemukakan oleh Maslow,
dinegara berkembang yang menjadi prioritas adalah kebutuhan fisik, rasa aman,
dan diterima oleh lingkungan sedangkan dinegara maju kebutuhan yang menonjol
adalah aktualisasi diri dan self esteem. Perbedaan tersebut juga akan
mempengaruhi etos kerja dan produktifitas kerja.
1) Kurangnya keahlian dalam menggunakan menajemen.
2) Beragam-ragam dalam memutuskan sesuatu.
3) Tidak adanya kerjasama yang kompak.
4) Tidak menepati janji Fungsi-fungsi penggerakan.
5) Tidak adanya dana serta fasilitas yang terbatas dapat menghasilkan
kedisiplinan dan kesetian dari anggota organisasi.
17. 17
6) Kurangnya Komunikasi di Dalam Organisasi.
7) Tidak bisa membaca karakteristik setiap anggotanya.
8) Kurangnya Rasa Solidaritas yang tinggi.
2. Faktor Pendukung
Faktor-faktor pendukung dalam penggerakan diantaranya :
a. Kepemimpinan (Leadership)
Kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi orang-orang agar berusaha
dengan ikhlas untuk mencapai tujuan bersama. Seorang manajer yang tidak
memiliki kepemimpinan tidak akan mampu untuk mempengaruhi bawahannya
untuk bekerja, sehingga manajer yang demikian akan gagal dalam usahanya. Sifat-
sifat kepemimpinan menurut Harold koontz, diantaranya sebagai berikut :
1) Memiliki kecerdasan orang-orang yang dipimpin.
2) Mempunyai perhatian terhadap kepentingan yang menyeluruh.
3) Memiliki kelancaran dalam berbicara.
4) Matang dalam berpikir dan emosi.
5) Memiliki dorongan yang kuat dari dalam untuk memimpin.
6) Memahami/menghayati kepentingan kerja sama.
Hal – hal yang perlu diperhatikan Pemimpin dalam fungsi penggerakan :
1) Pemimpin harus bekerja lebih produktif.
2) Pemimpin perlu memahami ilmu psikologi, komunikasi, kepemimpinan dan
sosiologi.
3) Pemimpin harus mempunyai tekat untuk mencapai kemajuan dan peka
terhadap lingkungan.
4) Pemimpin harus bersikap obyektif.
b. Sikap dan Moril (Attitude and Morale)
Sikap ialah suatu cara memandang hidup, suatu cara berpikir, berperasaan dan
bertindak. Oleh karena itu sikap manajer akan berbeda-beda sesuai dengan pola
hidupnya. Beberpa sikap manajer diantaranya yaitu :
18. 18
1) Sikap feodal (feudal attitude)
Manajer yang mempunyai sikap cara berpikir, berperasaan dan bertindak
sesuai dengan pola-pola kehidupan feodalisme, yaitu suka terikat oleh aturan-
aturan tertentu yang telah teradat dan selalu ingin penghormatan yang serba
lebih. Dengan demikian dalam masyarakat feudal dimana sikap anggota
masyarakat sesuai dengan pola hidup feodalisme akan sukar lahir
kepemimpinan demokratis dariad para manajer, mengingat manajer tersebut
hidup dari masyarakat feudal.
2) Sikap Kediktatoran (dictatorial attitude)
Manajer yang bersikap kediktatoran akan berpikir berperasaan dan bertindak
sebagai dictator yang mempunyai kekuasaan mutlak, sehingga bawahan,
pekerja akan menjadi sasaran daripada kekuasaannya.
c. Tata Hubungan (Communication)
Komunikasi membantu perencanaan managerial dilaksanakan dengan efektif,
pengorganisasian managerial dilakukan dengan effektif, penggerakan managerial
diikuti dengan efektif dan pengawasan diterapkan dengan efektif. Dalam
melakukan komunikasi dalam manajemen ada beberapa macam diantaranya :
1) Komunikasi intern, yaitu komunikasi yang dilakukan dalam organisasi itu
sendiri baik antara atasan dengan atasan atau bawahan dengan bawahan atau
antara atasan dengan bawahan atau sebaliknya.
2) Komunikasi Ekstern, yaitu komunikasi yang dilakukan keluar organisasi.
3) Komunikasi Horizontal, yaitu komunikasi yang dilakukan baik intern maupun
ekstern antar jabatan yang sama.
4) Komunikasi Vertikal, yaitu komunikasi yang dilakukan dalam intern organisasi
antara atasan dan bawahan atau sebaliknya dalam suasana formil.
d. Perangsang (Incentive)
Insentif ialah sesuatu yang menyebabkan atau menimbulkan seseorang bertindak.
e. Supervisi (Supervision)
Supervisi dalam bahasa Indonesia disebut juga dengan pengawasan, sehingga suka
timbul kekacauan pengertian dengan kata pengawasan sebagai terjemah dari kata
control. Menurut George R. Terry Supervsi ialah kegiatan pengurusan dalam
19. 19
tingkatan organisasi dimana anggota manajemen dan bukan anggota manajemen
saling berhubungan secara langsung. Dengan demkian tugas supervisor cukup
berat karena ia harus dapat menemukan kesalahan-kesalahan dan
memperbaikinya, serta memberi petunjuk untuk menyelesaikan sesuatu
pekerjaan dan memberi nasehat-nasehat kepada pegawai yang mengalami
kesulitan.
f. Disiplin (Discipline)
Disiplin ialah latihan pikiran, perasaan, kehendak dan watak untuk melahirkan
ketaatan dan tingkah laku yang teratur. Jenis disiplin ada dua :
1) Self Imposed discipline (disiplin yang timbul dengan sendirinya).
2) Command Discipline (Disiplin berdasarkan perintah).
C. TEKNIK-TEKNIK PENGGERAKAN YANG EFEKTIF
Menurut Azwar (1996) teknik-teknik penggerrakan yang efektif antara lain:
1. Memberikan penjelasan kepada setiap orang yang ada dalam organisasi, mengenai
tujuan yang harus dicapai.
2. Setiap orang harus menyadari, memahami serta menerima dengan baik tujuan
tersebut.
3. Pimpinan menjelaskan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang ditempuh oleh organisasi
dalam usaha pencapaian tujuan.
4. Setiap orang harus mengerti struktur organisasi.
5. Setiap orang harus menjalankan peranan apa yang diharapkan oleh pimpinan
organisasi dengan baik.
6. Menekankan pentingnya kerjasama dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang
diperlukan.
7. Memperlakukan setiap bawahan sebagai manusia dengan penuh pengertian.
8. Memberikan penghargaan serta pujian kepada pegawai yang cakap dan teguran
serta bimbingan kepada orang-orang yang kurang mempu bekerja.
9. Meyakinkan setiap orang bahwa dengan bekerja baik dalam organisasi tujuan pribadi
orang-orang tersebut akan tercapai semaksimal mungkin.
20. 20
Sedangkan menurut Haris (2011) teknik-teknik penggerakan yang efektif bagi
manajemen sekolah antara lain:
1. Kepala sekolah merangsang guru dan personal sekolah lainnya melaksanakan tugas
dengan antusias dan kemauan yang baik untuk mencapai tujuan dengan penuh
semangat.
2. Kepala sekolah cenderung mempunyai hubungan dengan bawahan yang sifatnya
mendukung (suportif) dan meningkatkan rasa percaya diri menggunakan kelompok
membuat keputusan.
3. Kepala sekolah merencanakan cara untuk memungkinkan guru, tenaga kependidikan
dan personal sekolah lainnya secara teratur mempelajari seberapa baik ia telah
memenuhi tujuan sekolah yang spesifik dapat meningkatkan mutu sekolah.
4. Penggerakan yang dilakukan kepala sekolah tersebut dapat berupa pengakuan dan
pujian atas prestasi kerja personal sekolah, karena ancaman atas kesalahan yang
dilakukan oleh para personalnya hanya akan berdampak buruk terhadap manajemen
sekolah.
5. Sanksi hanya akan diberikan, jika betul-betul ada bukti dan tidak mungkin lagi untuk
dibina, jauh efisien membentuk perilaku guru, tenaga kependidikan, dan personal
sekolah lainnya dengan menghargai hasil yang positif dan memberi motivasi ke arah
yang positif pula.
D. PENTINGNYA PENGGERAKAN (ACTUATING) DALAM ORGANISASI PENDIDIKAN.
Kepekaan melihat kondisi global yang bergulir dan peluang masa depan menjadi
modal utama untuk mengadakan perubahan paradigma dalam manajemen pendidikan.
Modal ini akan dapat menjadi pijakan yang kuat untuk mengembangkan pendidikan. Pada
titik inilah diperlukan berbagai komitmen untuk perbaikan kualitas. Ketika melihat
peluang, dan peluang itu dijadikan modal, kemudian modal menjadi pijakan untuk
mengembangkan pendidikan yang disertai komitmen yang tinggi, maka secara otomatis
akan terjadi sebuah efek domino (positif) dalam pengelolaan organisasi, strategi, SDM,
pendidikan dan pengajaran, biaya, serta marketing pendidikan.
Untuk menuju point education change (perubahan pendidikan) secara
menyeluruh, maka manajemen pendidikan adalah hal yang harus diprioritaskan untuk
kelangsungan pendidikan sehingga menghasilkan out-put yang diinginkan. Walaupun
21. 21
masih terdapat institusi pendidikan yang belum memiliki manajemen yang bagus dalam
pengelolaan pendidikannya. Manajemen yang digunakan masih konvensional, sehingga
kurang bisa menjawab tantangan zaman dan terkesan tertinggal dari modernitas. Jika
manajemen pendidikan sudah tertata dengan baik dan membumi, niscaya tidak akan lagi
terdengar tentang pelayanan sekolah yang buruk, minimnya profesionalisme tenaga
pengajar, sarana-prasarana tidak memadai, pungutan liar, hingga kekerasan dalam
pendidikan. Manajemen dalam sebuah organisasi pada dasarnya dimaksudkan sebagai
suatu proses (aktivitas) penentuan dan pencapaian tujuan organisasi melalui pelaksanaan
empat fungsi dasar: planning, organizing, actuating, dan controlling dalam penggunaan
sumberdaya organisasi. Karena itulah, aplikasi manajemen organisasi hakikatnya adalah
juga amal perbuatan SDM organisasi yang bersangkutan.
Penggerakan (actuating) sebagai salah satu fungsi manajemen merupakan fungsi
yang sangat penting, karena fungsi ini kegiatannya berhubungan langsung dengan faktor
manusia sebagai bawahan. Fungsi actuating lebih menekankan pada kegiatan yang
berhubungan langsung dengan orang-orang dalam organisasi. Perencanaan dan
pengorganisasian yang baik, kurang berarti bila tidak diikuti dengan penggerakan seluruh
potensi sumber daya manusia dan nonmanusia pada pelaksanaan tugas. Semua sumber
daya manusia yang ada harus dioptimalkan untuk mencapai visi, misi dan program kerja
organisasi. Setiap SDM harus bekerja sesuai dengan tugas, fungsi dan peran, keahlian dan
kompetensi masing-masing SDM untuk mencapai visi, misi dan program kerja organisasi
yang telah ditetapkan. Dalam menggerakan manusia sebagai bawahan ini, seorang
pimpinan/manajer dituntut suatu kemampuan, sehingga para bawahan dengan senang
hati mengikuti ajakan atau kehendak pimpinan.
Keseluruhan kegiatan kerja sama yang dilakukan oleh manusia dalam upaya
mencapai tujuan, kita identifikasi sebagai administrasi. Inti dari administrasi adalah sinergi
semua sumber daya dalam kerangka upaya mencapai tujuan organisasi. Sumber daya
yang dimiliki organisasi diistilahkan dengan 6 M yang salah satunya adalah man, atau
manusia. Manajemen dilakukan oleh manusia, untuk kepentingan manusia, dan berasal
dari manusia, Dengan demikian, untuk melakukan praktek pengaturan dengan benar, kita
harus memahami apa yang disebut sebagai manusia, Tujuannya adalah untuk memahami
manusia secara lebih baik dan lebih akurat.
22. 22
Keuntungan pemahaman ini adalah terutama agar kita memahami cara memimpin
manusia dengan lebih baik (Leavit, 1978). Dengan memahami manusia, kita akan lebih
mudah untuk mempengaruhi dan menggerakkannya. Secara umum, pemahaman yang
memadai tentang manusia akan memudahkan kita bekerja sama dengannya dalam upaya
penciptaan kesejahteraan dan kemakmuran bagi manusia itu sendiri.
Disadari unsur manusia adalah faktor yang sangat penting, karena semua proses
dalam melibatkan unsur manusia. Oleh karena itu diperlukan suatu tim yang tangguh
untuk menyusun suatu manajemen risiko, agar nantinya dapat digunakan untuk
mengenali risiko, mengukur dan memantaunya, sehingga organisasi tidak sampai collaps
karena risiko yang tak dapat dicover nya. SDM yang berkualitas dan pro aktif sangat
diperlukan, walaupun demikian sebagus apapun unsur manusia, tetap diperlukan suatu
sistem prosedur yang baik, yang bisa memberikan signal apabila terjadi tanda-tanda dini,
serta ada built in control dalam setiap tahapan pelaksanaan pekerjaan. Maka sangat
pentingnya penggerakan dalam suatu organisasi pendidikan, karna jika organisasi
pendidikan sendiri tidak ada pengatur atau penggerak suatu organisasi pendidikan sendiri
tidak akan maju atau berdiri dengan pesat.
E. MENGAPLIKASIKAN PENGGERAKAN (ACTUATING) DALAM ORGANISASI PENDIDIKAN.
Fungsi fundamental ke tiga dalam perusahaan setelah menata perencanaan dan
pengorganisasian adalah bagaimana cara menggerakan manusia secara sukarela untuk
melakukan aktiftas personal yang sesuai dengan tujuan organisasi. Penggerakan
merupakan usaha untuk menggerakan anggota kelompok sedemikian rupa sehingga
mereka berkeinginan dan berusaha untuk mencapai sasaran organisasi yang
bersangkutan oleh karena anggota itu ingin mencapai sasaran tersebut
(Terry:2006:313).
Menggerakan jelas membutuhkan adanya kematangan pribadi dan pemahaman
terhadap karakter manusia yang memiliki kecenderungan berbeda dan dinamis,
sehingga membutuhkan adanya sinkronisasi. Sehingga bisa dikatakan fungsi actuating
jauh lebih rumit oleh karena harus berhadapan langsung sehingga fungsi leadershif
begitu kentara sekali dibutuhkan sekalipun semuanya melalui proses planning dan
pengorganisasian terlebih dulu.
23. 23
F. KUNCI PENGGERAKAN (ACTUATING) DALAM PENDIDIKAN
1. PENGARAHAN (DIRECTING)
Pengarahan merupakan aspek hubungan antar manusiawi dalam
kepemimpinan yang mengikat para bawahan untuk bersedia mengerti dan
menyumbangkan tenaga kerja efektif serta efesien untuk mencapai tujuan. Dalam
manajemen, pengarahan ini bersifat sangat kompleks karena disamping
menyangkut manusia, juga menyangkut berbagai tingkah laku dari manusia-
manusia itu sendiri. Manusia dengan berbagai tingkah laku yang berbeda-beda,
memiliki pandangan serta pola hidup yang berbeda pula.
Pada umumnya, pimpinan menginginkan pengarahan kepada bawahan
dengan maksud agar mereka bersedia bekerja dengan sebaik mungkin, dan
diharapkan tidak menyimpang dari prinsip-prinsip di muka. Adapun cara-ara
pengarahan yang dilakukan dapat berupa:
1) Orientasi merupakan cara pengarahan dengan memberikan informasi yang
perlu agar supaya kegiatan dapat dilakukan dengan baik. Biasanya, orientasi ini
diberikan kepada pegawai baru dengan tujuan untuk mengadakan pengenalan
dan memberikan pengerian atas berbagai masalah yang dihadapinya. Pegawai
lama yang pernah menjalani masa orientasi tidak selalu ingat atau paham
tentang masalah-masalah yang pernah dihadapinya. Suatu ketika mereka bisa
lupa, lalai, atau sebab-sebab lain yang membuat mereka kurang mengerti lagi.
Dengan demikian orientasi ini perlu diberikan kepada pegawai-pegawai lama
agar mereka tetap memahami akan perananya. Informasi yang diberikan dalam
orientasi dapat berupa diantara lain, :
a) Tugas itu sendiri
b) Tugas lain yang ada hubungannya
c) Ruang lingkup tugas
d) Tujuan dari tugas
e) Delegasi wewenang
f) Cara melaporkan dan cara mengukur prestasi kerja
g) Hubungan antara masing-masing tenaga kerja, Dst.
24. 24
2) Perintah
Perintah merupakan permintaan dari pimpinan kepada orang-orang yang
berada dibawahnya untuk melakukan atau mengulang suatu kegiatan tertentu
pada keadaan tertentu. Jadi, perintah itu berasal dari atasan, dan ditujukan
kepada para bawahan atau dapat dikatakan bahwa arus perintah ini mengalir
dari atas ke bawah. Perintah tidak dapat diberikan kepada orang lain yang
memiliki kedudukan sejajar atau orang lain yang berada di bagian lain. Adapun
perintah yang dapat berupa :
a) Perintah umum dan khusus
Penggunaan perintah ini sangat bergantung pada preferensi manajer,
kemampuan untuk meramalkan keadaan serta tanggapan yang diberikan
oleh bawahan. Perintah umum memiliki sifat yang luas, serta perintah
khusus bersifat lebih mendetail.
b) Perintah lisan dan tertulis
Kemampuan bawahan untuk menerima perintah sangata mempengaruhi
apakan perintah harus diberikan secara tertulis atau lisan saja. Perintah
tertulis memberikan kemungkinan waktu yang lebih lama untuk
memahaminya, sehingga dapat menghindari adanya salah tafsir. Sebaliknya,
perintah lisan akan lebih cepat diberikan walaupun mengandung resiko lebih
besar. Biasanya perintah lisan ini hanya diberikan untuk tugas-tugas yang
relatif mudah.
c) Perintah formal dan informal
Perintah formal merupakan perintah yang diberikan kepada bawahan sesuai
dengan tugas/aktivitas yang telah ditetapkan dalam organisasi. Sedangkan
perintah informal lebih banyak mengandung saran atau dapat pula berupa
bujukan dan ajakan.
Contoh perintah informal antara lain dapat berupa kata-kata:
“apakah tidak lebih baik bilamana saudara menggunakan cara lain”.
“marilah kita mulai mengerjakan pekerjaan ini lebih dulu”, dan sebagainya.
Perintah formal yang banyak dipakai dibidang militer bersifat kurang
fleksibel dibandingkan dengan perintah informal.
25. 25
3) Delegasi wewenang
Pendelegasian wewenang bersifat lebih umum jika dibandingkan dengan
pemberian perintah. Dalam pendelegasian wewenang ini, pemimpin
melimpahkan sebagian dari wewenang yang dimilikinya kepada bawahan.
Kesulitan-kesulitan akan muncul bilamana tugas-tugas akan diberikan
kepada bawahan itu tidak jelas, misalnya kesulitan-kesulitan dalam menafsirkan
wewenang. Ini dapat menimbulkan keengganan bawahan untuk mengambil
suatu tindakan. Sebagai contoh, seorang Kepala Bagian Pembelian mengadakan
perjanjian pembelian dengan pihak penyedia (supplier) dengan wewenang yang
kurang jelas itu, ia akan menanyakan kepada pimpinan, yang jawabannya belum
tentu memuaskan. Hal ini dapat diatasi dengan membuat suatu bagan
wewenang untuk menyetujui perjanjian.
Penentuan masalah
Penetapan Tujuan
Penetapan Tugas dan sumber
daya penunjang
Menggerakkan dan
mengarahkan
Memiliki Keberhasilan SDM
26. 26
2. KEPEMIMPINAN (LEADING)
Gaya/Tipe kepemimpinan dapat diartikan sebagai :
a. sekumpulan ciri yang digunakan pimpinan untuk mempengaruhi bawahan agar
sasaran organisasi tercapai
b. pola perilaku dan strategi yang disukai dan sering diterapkan oleh seorang
pemimpin
c. pola menyeluruh dari tindakan seorang pemimpin, baik yang tampak maupun
yang tidak tampak oleh bawahannya.
d. Perilaku dan strategi, sebagai hasil kombinasi dari falsafah, keterampilan, sifat,
dan sikap yang sering diterapkan oleh seorang pemimpin ketika ia mencoba
mempengaruhi kinerja bawahannya.
Ada beberapa tipe kepemimpinan, antara lain :
a. Tipe Kepemimpinan Karismatik
Dalam kepemimpinan karismatik seorang pemimpin memiliki energi, daya
tarik, dan pembawaan yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain
sehingga ia mempunyai pengikut yang sangat besar jumlahnya dan pengawal-
pengawal yang bisa dipercaya.
b. Tipe Kepemimpinan Paternalistis
Adalah tipe kepemimpinan kebapakan, dengan sifat-sifat antara lain sebagai
berikut:
1) Dia menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak/belum dewasa,
atau anak-anak sendiri yang perlu dikembangkan;
2) Dia bersikap terlalu melindungi (overly proctetive);
3) Jarang dia memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil
keputusan sendiri;
4) Dia hampir-hampir tidak pernah memberikan kesempatan kepada bawahan
untuk berinisiatif;
5) Dia hampir-hampir tidak pernah memberikan kesempatan kepada bawahan
untuk mengembangkan imajinasi dan daya kreativitas mereka;
6) Selalu bersikap maha-tahu dan maha-benar.
27. 27
c. Tipe Kepemimpinan Militeristis
Tipe ini sifatnya “sok” kemiliter-militeran. Hanya gaya luaran saja yang
mencontoh gaya militer. Akan tetapi, jika dilihat lebih saksama, tipe ini mirip
sekali dengan tipe kepemimpinan otoriter.
Adapun sifat-sifat pemimpin yang militeristis antara lain sebagai berikut:
1) Lebih banyak menggunakan sistem perintah atau komando terhadap
bawahannya, keras, sangat otoriter, kaku, dan sering kurang bijaksana;
2) Menghendaki kepatuhan mutlak dari bawahan;
3) Menyenangi formalitas, upacara-upacara ritual, dan tanda-tanda kebesaran
berlebihan;
4) Menuntut adanya disiplin keras dan kaku dari bawahannya (disiplin
kadaver/mayat);
5) Tidak menghendaki saran, usul, sugesti, dan kritikan-kritikan dari
bawahannya;
6) Komunikasi hanya berlangsung searah saja.
d. Tipe Kepemimpinan Otokratis
Kepemimpinan ini mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan yang mutlak
harus dipenuhi. Pemimpinnya selalu mau berperan sebagai pemain tunggal.
Pada a one man show, dia berambisi sekali untuk merajai situasi. Setiap perintah
dan kebijakan ditetapkan tanpa berkonsultasi dengan bawahannya.
e. Tipe Kepemimpinan Laissez Faire
Pemimpin dengan tipe ini praktis tidak memimpin, dia membiarkan
kelompoknya dan setiap orang berbuat semau sendiri. Pemimpin tidak
berpartisipasi sedikit pun dalam kegiatan kelompoknya. Semua pekerjaan dan
tanggung jawab harus dilakukan oleh bawahan. Dia merupakan pemimpin
simbol dan biasanya tidak memiliki keterampilan teknis sebab posisinya
sebagai pemimpin biasanya diperoleh melalui penyogokan, suapan, atau
sistem nepotisme.
f. Tipe Kepemimpinan Populistis
Profesor Peter Worsley dalam bukunya The Third Word mendefinisikan
kepemimpinan populistis sebagai kepemimpinan yang dapat membangunkan
ssolidaritas rakyat.
28. 28
Sebagai contoh, Soekarno dengan ideologi marhaenis yang menekankan
masalah kesatuan nasional, nasionalisme, dan sikap berhati-hati terhadap
kolonialisme, penindasan, pengisapan, serta penguasaan oleh kekuatan-
kekuatan asing.
g. Tipe Kepemimpinan Administratif Atau Eksekutif
Kepemimpinan tipe Administratif adalah kepemimpinan yang mampu
menyelenggarakan tugas-tugas administrasi secara efektif. Para pemimpinnya
terdiri dari teknokrat dan administratur yang mampu menggerakan dinamika
modernisasi dan pembangunan.
h. Tipe Kepemimpinan Demokratis
Kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia dan memberikan
bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya. Terdapat koordinasi
pekerjaan pada semua bawahan, dengan penekanan pada rasa tanggung jawab
dan kerja sama yang baik. Kekuatan kepemimpinan demokratis ini bukan
terletak pada person atau individu pemimpin, melainkan kekuatan justru
terletak pada partisipasi aktif dari setiap kelompok.
Berbeda dengan pembagian gaya kepemimpinan di atas, Danim membagi
tipe/gaya kepemimpinan sebagai berikut:
a. Pemimpin otokratik, yaitu perilaku atau sikap yang ditampilkan pemimpin ingin
menang sendiri. Ia berasumsi bahwa maju mundurnya organisasi hanya
tergantung pada dirinya, di samping mempunyai sikap tertutup terhadap ide
dari luar, dan menanggap idenya yang dianggap akurat.
b. Pemimpin demokratis, yaitu pemimpin yang mempunyai sikap/perilaku
keterbukaan dan berkeinginan memposisikan pekerjaan dari, oleh dan untuk
bersama. Tipe ini berasumsi bahwa hanya dengan kekuatan kelompok, tujuan
yang bermutu dapat dicapai oleh organisasi
c. Tipe/gaya permisif, yaitu sikap pemimpin yang tidak mempunyai pendirian yang
kuat, dimana sikapnya serba membolehkan, serba mengiyakan, tidak ambil
pusing, tidak bersikap dalam makna sesungguhnya, dan cenderung apatis
d. Tipe/gaya kepemimpinan transformasional, yaitu setiap tindakan yang
dilakukan oleh individu atau kelompok untuk mengkoordinasi dan memberi
29. 29
arah kepada individu atau kelompok lain yang tergabung dalam wadah tertentu
untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut Saksono, tipe kepemimpinan dapat dibagi dalam beberapa tipe antara
lain:
a. Kepemimpinan yang memberi arahan, termasuk penentuan tujuan/sasaran,
pemecahan masalah, pengambilan keputusan, dan perencanaan;
b. Kepemimpinan yang bersifat pengamalan/pelaksanaan, termasuk
berkomunikasi, berkoordinasi, supervisi, dan evaluasi. Semua hal ini diarahkan
untuk mencapai tujuan;
c. Kepemimpinan yang memberi motivasi, termasuk menerapkan prinsip
motivasi serta menghargai tingkahlaku yang mengarah kepada pencapaian
standar dan tujuan organisasi, termasuk memberikan pelajaran dan
bimbingan.
Menurut Mulyasa, sebagaimana dikutip oleh Khozin, beberapa gaya
kepemimpinan dapat diuraikan antara lain sebagai berikut:
a. Gaya mendikte (telling)
Gaya ini diterapkan jika anak buah dalam tingkat kematangan daya abstrak,
kemauan, dan kepercayaan diri rendah sehingga memerlukan petunjuk dan
pengawasan yang jelas.
b. Gaya menjual (selling)
Gaya ini diterapkan apabila tingkat kematangan daya abstraknya rendah,
tetapi kemauan dan kepercayaan diri (komitmen) tinggi.
c. Gaya melibatkan diri (participating)
Gaya ini diterapkan jika tingkat kematangan daya abstraknya tinggi, tetapi
kurang memiliki kemauan kerja dan kepercayaan diri.
d. Gaya mendelegasikan (delegating)
Gaya ini diterapkan bila kemampuan, kematangan daya abstrak, kemauan
kerja tinggi dan cocok untuk staf yang profesional.
30. 30
3. FUNGSI KEPEMIMPINAN
Fungsi kepemimpinan berhubungan langsung dengan situasi sosial dalam
kehidupan kelompok/organisasi masing-masing yang mengisyaratkan bahwa setiap
pemimpin berada di dalam dan bukan di luar situasi itu. Fungsi kepemimpinan memiliki
dua dimensi, yaitu:
a. Dimensi yang berkenaan dengan tingkat kemampuan mengarahkan (direction) dalam
tidakan atau aktivitas pemimpin
b. Dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan (support) atau keterlibatan orang-
orang yang dipimpin dalam melaksanakan tugas-tugas pokok kelompok atau
organisasi.
Secara operasional, fungsi kepemimpinan dapat dibedakan dalam lima fungsi pokok
antara lain:
a. Fungsi instruksi
Fungsi ini bersifat komunikasi satu arah. Pemimpin sebagai komunikator merupakan
pihak yang menentukan apa, bagaimana, bilamana, dan dimana perintah itu
dikerjakan agar keputusan dapat dilaksanakan secara efektif
b. Fungsi konsultasi
Fungsi ini bersifat komunikasi dua arah. Pada tahap pertama dalam usaha
menetapkan keputusan, pemimpin kerap memerlukan bahan pertimbangan yang
mengharuskannya berkonsultasi dengan orang-orang yang dipimpinnya yang dinilai
mempunyai berbagai bahan informasi yang diperlukan dalam menetapkan
keputusan. Pada tahap berikutnya, konsultasi dari pimpinan pada orang-orang yang
dipimpin, dapat dilakukan setelah keputusan ditetapkan dan sedang dalam
pelaksanaan. Konsultasi itu dimaksudkan untuk memperoleh masukan berupa
umpan balik (feed back) untuk memperbaiki dan menyempurnakan keputusan-
keputusan yang telah ditetapkan dan dilaksanakan.
c. Fungsi partisipasi
Dalam menjalankan fungsi ini pemimpin berusaha mengaktifkan orang-orang yang
dipimpinnya, baik dalam keikutsertaan mengambil keputusan maupun dalam
melaksanakannya. Partisipasi tidak berarti bebas melakukan semuanya, tetapi
dilakukan secara terkendali dan terarah berupa kerja sama dengan tidak
31. 31
mencampuri atau mengambil tugas pokok orang lain. Keikutsertaan pemimpin harus
tetap dalam fungsi sebagai pemimpin dan bukan pelaksana.
d. Fungsi delegasi
Fungsi delegasi dilaksanakan dengan memberikan pelimpahan wewenang
membuat/menetapkan keputusan, baik melalui persetujuan maupun tanpa
persetujuan dari pimpinan. Fungsi delegasi pada dasarnya berarti kepercayaan.
Orang-orang penerima delegasi itu harus diyakini merupakan pembantu pemimpin
yang memiliki kesamaan prinsip, persepsi, dan aspirasi.
e. Fungsi pengendalian
Fungsi pengendalian bermaksud bahwa kepemimpinan yang sukses mampu
mengatur aktivitas anggotanya secara terarah dan dalam kondisi yang efektif
sehingga memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara maksimal. Fungsi
pengendalian dapat diwujudkan melalui kegiatan bimbingan, pengarahan,
koordinasi, dan pengawasan.
4. KEPEMIMPINAN EFEKTIF
Menurut Amirullah yang dikutip oleh Daryanto (2011: 129), indikator
kepemimpinan efektif yaitu melihat hasil kerja yang diperoleh selama tugas
kepemimpinannya, baik secara kualitas maupun secara kuantitas. Salah satu pendekatan
yang dianggap tepat dalam melihat indikator kepemimpinan yang efektif adalah dengan
melihat peran-peran yang dimainkan oleh seorang pemimpin. Apabila pemimpin itu telah
melaksanakan tugas sesuai dengan peran dan fungsinya, maka pemimpin itu dikatakan
sudah efektif. Adapun peran-peran seorang pemimpin yang efektif, adalah:
a. Sebagai figur (figurehead)
b. Sebagai pemimpin (leader)
c. Sebagai penghubung (liasion)
d. Sebagai pengamat (monitoring)
e. Sebagai pembagi informasi (disseminator)
f. Sebagai juru bicara (spokesperson)
g. Sebagai wirausaha (enterpreneur)
32. 32
Adapun kategori dari praktek kepemimpinan yang efektif menurut Yukl dapat
dipaparkan sebagai berikut:
a. Perencanaan dan pengorganisasian (planing and organizing)
b. Pemecahan masalah (problem solving)
c. Menjelaskan peran dan tujuan (clarifying roles and objektives)
d. Memberi informasi (informing)
e. Memantau (monitoring)
f. Memotivasi dan memberi inspirasi (motivating and inspiring)
g. Beakonsultasi (consulting)
h. Mendelegasikan (delegating)
i. Memberi dukungan (supporting)
j. Mengembangkan dan membimbing (developing and mentoring)
k. Mengelola konflik dan membangun tim (managing conflict and team building)
l. Membangun jaringan kerja (networking)
m. Pengakuan (recognizing)
n. Memberi imbalan (rewarding)
5. PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Pengambilan keputusan adalah fungsi terpenting dari pergerakan (actuating),
bahkan dikatakan inti dari organisasi adalah kepemimpinan dan inti dari kepemimpinan
adalah pengambilan keputusan (decesion making). Pengambilan keputusan (decesion
making) mempunyai beberapa pengertian:
a. Terry : pengambilan keputusan adalah pemillihan alternatif perilaku dari dua
alternatif atau lebih.
b. Siagian : suatu pendekatan sistematis terhadap suatu masalah, pengumpulan fakta-
fakta dan data-data, penentuan yang matang dari alternatif yang dihadapi dan
pengambilan tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling
tepat.
c. Mckeachie (1986) : pengambilan keputusan adalah pertimbangan beberapa tujuan
dan pengukuran atas kemungkinan keberhasilan dari beberapa alternatif yang
diketahui.
33. 33
d. William Biddle : pengambilan keputusan merupakan selection of proposed action to
solve the problem, yaitu suatu pilihan dari tindakan yang ditawarkan untuk
memecahkan persoalan. Pengambilan keputusan sesungguhnya merupakan
pembuatan pilihan atas dua atau lebih alternatif yang ada.
Proses Pengambilan Keputusan
Robbins (1998) memberikan enam langkah dalam proses pengambilan keputusan, yaitu:
a. Menetapkan masalah
b. Mengidentifikasi kriteria keputusan
c. Mengalokasi bobot pada kriteria
d. Mengembangkan alternatif
e. Evaluasi alternatif
f. Memilih alternatif terbaik
Gito Sudarmo dan Sudita (1997) memberikan tujuh langkah dalam proses pengambilan
keputusan, yaitu:
a. Menentukan tujuan. Penetapan tujuan dan sasaran secara memadai akan
menentukan hasil yang akan dicapai.
b. Mengidentifikasi persoalan. Sebuah syarat yang perlu bagi keputusan adalah
persoalan. Proses pengambilan keputusan umumnya dimulai setelah
permasalahan teridentifikasi.
c. Mengembangkan berbagai alternatif solusi. Sebelum mengambil keputusan, harus
dikembangkan beberapa alternatif solusi yang dapat dilaksanakan dan harus
dipertimbangkan konsekuensinya yang mungkin terjadi dari tiap-tiap alternatif
tersebut.
d. Mengevaluasi alternatif. Setelah alternatif dikembangkan, alternatif harus
dievaluasi dan dibandingkan.
e. Memilih alternatif. Alternatif yang terbaik adalah dalam hubungannya dengan
sasaran atau tujuan yang hendak dicapai. Jadi, tujuan memilih alternatif adalah
memecahkan persoalan agar dapat mencapai tujuan dan sasaran yang telah
ditentukan.
34. 34
f. Melaksanakan keputusan. Jika salah satu alternatif yang terbaik telah dipilih,
keputusan tersebut kemudian harus diterapkan. Melaksanakan keputusan
hendaknya dilakukan secara efektif untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan.
g. Evaluasi. Mekanisme sistem evaluasi perlu dilakukan agar apa yang diharapkan dari
keputusan tersebut dapat terealisasi. Evaluasi didasarkan atas sasaran dan tujuan
yang telah ditetapkan.
Faktor-faktor Pengambilan Keputusan
Menurut Siagian (1991), terdapat dua aspek yang dapat mempengaruhi proses
pengambilan keputusan yaitu:
a. Aspek internal, yang terdiri dari:
1) Pengetahuan
2) Aspek kepribadian
b. Aspek eksternal, yang terdiri dari:
1) Kultur
2) Orang lain
Menurut Arroba, terdapat beberapa hal yang dapat mempengaruhi proses
pengambilan keputusan yaitu:
a. Informasi yang diketahui perihal permasalahan yang dihadapi
b. Tingkat pendidikan
c. Personality
d. Coping, dalam hal ini dapat berupa pengalaman hidup yang terkait dengan
permasalahan
e. Culture
Gaya Pengambilan Keputusan
Gaya pengambilan keputusan adalah cara atau respons yang dilakukan seseorang dalam
rangka pengambilan keputusan. Dalam pengertian lain, Gaya pengambilan keputusan
adalah cara-cara unik yang dilakukan seseorang di dalam membuat keputusan-
keputusan, baik untuk dirinya, orang lain maupun organisasi.
Terdapat dua gaya pengambilan keputusan, yaitu:
a. Gaya rasional
Gaya pengambilan keputusan yang rasional ini bercirikan adanya kepastian
berdasarkan pada hal-hal yang rasional, eksak, dan masuk akal, kemampuan yang
35. 35
tinggi dalam perencanaan, kepercayaan diri yang tinggi, cenderung
menyelesaikan tugas dengan kontrol tinggi. Gaya pengambilan keputusan
rasional cenderung berusaha untuk merumuskan pengambilan keputusan
dengan banyak menitik beratkan pada penalaran rasional.
b. Gaya intuitif
Gaya pengambilan keputusan ini lebih mengandalkan perasaan, kesadaran
emosional, fantasi, dan kadang-kadang bersifat impulsif. Pengambilan keputusan
intuitif adalah suatu proses tak sadar yang diciptakan dari pengalaman yang
tersaring. Dalam hal ini, tidak berarti analisis rasional sama sekali tidak berjalan,
lebih tepatnya antara faktor emosional, fantasi, dan rasional saling melengkapi.
Robbins (1996) mengidentifikasikan ada 8 kondisi yang memungkinkan orang
menggunakan pengambilan keputusan intuitif, antara lain:
1) Bila ada ketidakpastian dalam tingkat yang tinggi
2) Bila hanya ada sedikit precedent untuk diikuti
3) Bila hal-hal yang dihadapi kurang dapat diramalkan secara ilmiah
4) Bila fakta-fakta yang terkait terbatas
5) Bila fakta tidak dengan jelas menunjukkan jalan untuk diikuti
6) Bila data analisis kurang berguna
7) Bila ada beberapa penyelesaian alternatif yang masuk akal untuk dipilih dari
antaranya dengan argumen yang baik untuk masing-masing
8) Bila waktu terbatas dan ada tekanan untuk segera mengambil keputusan yang
tepat
6. MOTIVASI
Motivasi merupakan suatu kekuatan (power), tenaga (forces), daya (energy), atau
suatu keadaan yang kompleks dan kesiapsediaan dalam diri individu untuk bergerak ke
arah tujuan tertentu, baik disadari maupun tidak disadari. Gibson (1985) menyatakan
dalam mempertimbangkan motivasi, perlu diperhatikan faktor-faktor fisiologikal,
psikologikal, dan lingkungan (environmental) sebagai faktor-faktor yang penting.
a. Konsep Dasar Motivasi
Istilah motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai tenaga
penggerak yang mempengaruhi kesiapan untuk memulai melakukan rangkaian
36. 36
kegiatan dalam suatu perilaku (Adi, 1994). Lebih lanjut, Sudisman (1986) menyatakan
bahwa motivasi tidak dapat diamati secar langsung, tetapi dapat diinterpretasikan dari
tingkah laku seseorang. Motivasi dapat dipandang sebagai perubahan energi dalam
diri seseorang yang ditandai dengan munculnya feeling dan didahului dengan
tanggapan terhadap adanya tujuan. Pernyataan ini mengandung tiga pengertian,
yaitu: (a) motivasi mengawali terjadinya perubahan energi pada diri tiap individu, (b)
motivasi ditandai oleh adanya rasa atau feeling afeksi seseorang, dan (c) motivasi
dirangsang karena adanya tujuan.
Nawawi (2000) menyatakan bahwa motivasi (motivation) berakar dari dasar
motif (motive) yang berrti dorongan sebab atau alasan seseorang melakukan sesuatu,
biasanya motif itu diwujudkan dalam berbagai tindak tanduk seseorang. Motivsi
merupakan daya dorong bagi seseorang untuk memberikan kontribusi yang sebesar
mungkin demi keberhasilan organisasi mencapai tujuan, denan pengertian tercapainy
tujun orgnissi berarti tercapai pula tujuan probadi para anggota organisasi yang
bersangkutan. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap motivasi dalam lingkungan
organisasi, antara lain:
1) Kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan, termasuk rencana dan program kerja;
2) Persyaratan kerja yang harus dipenuhi oleh para pekerja atau bawahan;
3) Sarana prasarana dan sperangkat peralatan yang diperlukan dalam mendukung
pelaksanaan kerja;
4) Gaya kepemimpinan tasan atau perilaku atasan terhadap bawahan.
Ilyas (2003) mengartikan motivasi sebagai suatu kondisi kejiwaan dan mental
seseorang berupa aneka keinginan, harapn, dorongan, dan kebutuhan yang membuat
seseorng melakukan sesuatu untuk mengurangi kesenjangan yng dirasakannya. Lebih
lanjut Siagian (2002) mendefinisikan motivasi sebagai semangat atau dorongn
terjadap seseorang untuk melakukan serngkaian kegiatan dengan bekerja keras dan
cerdas dalam mencapai tujuan tertentu.
Dari beberapa pengertian motivasi di atas, setidaknya ada beberapa hal yang
terkandung di dalamnya, antara lain: keinginan, harapan, kebutuhan , tujuan, sasaran,
dorongn, dan insentif. Dengan demikian, suatu motif adalah kedaan kejiwaan yang
mendorong, mengaktifkan, dan menggerakkan serta mengarahkan dan menyalurkan
perilaku sikap dan tindak tanduk seseorang yang selalu dikaitkan dengan pencapaian
37. 37
tujuan, baik tujuan organisasi maupun tujuan pribadi anggota organisasi yng
bersangkutan. Jadi, dapat dikatakan bahwa bagaimanapun motivasi didefinisikan akan
terdapat tiga komponen utama, yaitu: kebutuhan, dorongan, dan tujuan.
Motivasi memiliki arti penting dalam menumbuhkan dan mempertinggi
semangat kerja sehingga salah satu aktivitas manajemen adalah memberikan motivasi
atau prses pemberian kegairahan kerja pada setiap anggota organisasi agar ada
kerelaan dan semangat dalam melaksanakan tugas demi tercapainya tujuan
organisasi. Pola sederhana proses terjadinya motivasi oleh Siagian (2002) secara
skematis digambarkan sebagai berikut.
Gambar 1. Proses Terjadinya Motivasi
Informasi yang dapat diambil dari skema di atas antara lain:
1) Dalam kehidupan manusia akan selalu timbul kebutuhan dan yang bersangkutan
merasa perlu untuk memuaskannya;
2) Sesuatu yang dibutuhkan itu diktegorikan sebagai kebutuhan apabila
menimbulkan ketegangan dalam diri yang bersangkutan. Semakin urgen
kebutuhan itu akan semakin tinggi ketegangan yang dialaminya;
3) Ketegangan itulah yang menimbulkan dorongan agar yang bersangkutan berbuat
sesuatu;
4) Sesuatu itu adalah upay mencri jalan keluar agar ketegangan yang dihadapi tidak
berlanjut;
5) Jika upaya mencari jalan keluar berhasil, kebutuhan pun akan terpuaskan; dan
Kebutuhan
yang
Dirasakan
Timbulnya
Ketegangan
Dorongan
Upaya
Mencari Solusi
Kebutuhan
Dipuaskan
Ketegangan
Berkurang
38. 38
6) Kebutuhan yang terpuaskan akan menurunkan ketegangan, tetapi tidak
menghilangkan sama sekali karena cepat atau lambat akan muncul kebutuhan
yang lain.
b. Faktor Pembentuk Motivasi
Rivai (2005) menyatakan bahwa motivasi dapat meningkatkan produktivitas
kerja sehingga berpengaruh pada pencapaian tujuan individu, kelompok, maupun
organisasi. Faktor pembentuk motivasi da tiga sumber, yaitu:
1) Kemungkinan untuk berkembang;
2) Jenis pekerjaan;
3) Apakah mereka dapat merasa bangga menjadi bagian dari organisasi/perusahaan
tempt mereka bekerja.
Fungsi motivasi di antaranya sebagai berikut:
1) Sebagai energi atau motor penggerak bagi manusia;
2) Untuk mengatur dalam memilih alternatif di antara dua atau lebih kegiatan yang
bertentangan;
3) Merupakan pengatur atau rh tujuan dalam melakukan aktivitas.
7. TEORI MOTIVASI
Teori motivasi didasarkan pada asumsi bahwa seseorang akan bekerja dengan baik
bila diberi kesempatan dan dorongan yang tepat. Teori motivasi dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu: teori isi (content theory) dan teori proses (process theory). Teori motivasi
berdasarkan isi ada tiga teori yang penting dan menjadi referensi para pemimpin untuk
meotivasi anggotanya, yaitu: teori hirarki kebutuhan (Maslow), teori X dan Y (Mc Gregor),
dan teori konsep dua faktor (Herzberg). Sedangkan pada teori proses dikenal beberapa
teori, yaitu: teori harapan (expectancy theory), teori pembentukan perilku, teori keadilan,
dan lain-lain. Berikut dijabarkan teori-teori motivasi.
a. Teori Motivasi Berdasar Isi (Content Theory)
Teori isi (content theory) pada motivasi mefokuskan perhatiannya pada
pertanyaan: apakah yang menyebabkan sebuah pekerjaan berjalan dan berhenti ?
Kemungkinan jawaban dari pertanyaan ini ada dua yaitu: (a) Sebuah pekerjaan dapat
berjalan dan berhenti disebabkan oleh faktor kebutuhan, keinginan, dan dorongan.
39. 39
Faktor-faktor ini memicu seseorang melakukan kegiatan. Semakin tinggi maka
semakin bagus dan memuaskan rangsangan dan imbalan untuk memenuhi
kebutuhannya. Sebaliknya, semakin rendah dn buruk rangsangan dan imbalan untuk
pemenuhan kebutuhan maka semakin rendah juga pekerjaan yang dilakukan. (b)
Penyebab berjalan dan berhentinya sebuah pekerjaan adalah adanya hubungan
antara karyawan dan faktor-faktor internal dan eksternalnya. Berikut ini adalah
penjabaran beberapa teori motivasi berdasarkan isi (content theory), yaitu: teori
hirarki Maslow, Murray, Alderfer, MCGregor, Herzberg, dan McClelland.
1) Teori Hirarki Kebutuhan Maslow
Teori hirarki kebutuhan Maslow menyatakan bahwa faktor pendorong yang
menyebabkan seseorang mau bekerja keras adalah motivasi yang berasal dari
aneka kebutuhan manusia untuk memenuhi kehidupan yang tersusun secara
hirarkis menurut kepentingannya. Hirarki kebutuhan tersusun sebagaimana
piramida yang tertata dalam lima tingkatan kebutuhan. Tingkatan piramida paling
bawah menunjukkan kebutuhan manusia paling mendasar kemudian berurutan
meningkat pada level piramida paling tinggi yang menunjukkan tingkat kebutuhan
manusia yang tertinggi. Bila sebuah kebutuhan telah terpenuhi oleh seseorang
maka kebutuhan yang lebih tinggi segera menjadi kebutuhan baru yang harus
dicapai. Hirarki kebutuhan Maslow ditunjukkan oleh gambar 2.
Gambar 2. Hirarki Kebutuhan Maslow
40. 40
Dari teori piramida kebutuhan Maslow secara sederhana dapat diringkas
sebagai berikut.
Tabel 1. Ringkasan Teori Kebutuhan Maslow
No. Kebutuhan Manusia Wujud
1. Aktualisasi Diri
Maksimalisasi Pengetahuan
Kemampuan dan Keterampilan
Otonomi
Mengambil Resiko
Kreativitas
2. Penghargaan Diri (esteem)
Self Esteem
Esteem dari yang lain
Sosial
Profesional
Imbalan
3. Rasa Memiliki (belongingness)
Penerimaan
Apresiasi
Keluarga
Teman
Kelompok Sosial
4. Rasa Aman (safety)
Keamanan
Aturan dan Ketentuan
Gaji dan Upah
Asuransi Kesehatan, Pensiun dan
Kecelakaan
5. Dasar (basic)
Pangan, Sandang, dan Papan
Tersedia dengan layak
Pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini telah memberikan fondasi dan
mengilhami bagi pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi pada
kebutuhan berikutnya yang lebih bersifat aplikatif.
2) Teori X dan Y Douglas Mc. Gregor
Teori motivasi menurut Mc. Gregor didasari atas asumsi bahwa setiap
karyawan dalam bekerja terbagi menjadi dua tipe, yaitu: tipe X dan tipe Y.
a) Teori X
(1) Bila pegawai tidak senang bekerja, mereka harus dipaksa, diawasi, atau
diancam dengan tindakan agar dapat mencapai tujuan organisasi;
(2) Pada dasarnya, para pegawai tidak senang bekerja dan bila mungkin
mereka akan mengelak;
41. 41
(3) Pada dasarnya, pegawai akan mengelak dari tanggung jawab dan hanya
akan bekerja apabila menerima perintah untuk melakukan sesuatu;
(4) Kebanyakan para pegawai akan menempatkan pemuasan kebutuhan
fisiologis dan keamanan di atas kebutuhan yang lain dan tidak akan
menunjukkan keinginan atau ambisinya untuk maju.
b) Teori Y
(1) Para pegawai memandang kegiatan bekerja sebagai kebutuhan, hal yang
alamiah, seperti bermain dan istirahat;
(2) Para pegawai berusaha melakukan tugas tanpa diperintah, tanpa
diarahkan, dan berusaha mengendalikan diri;
(3) Pada umumnya, para pegawai akan menerima tanggung jawab terhadap
tugas yang dibebankan;
(4) Para pegawai akan menunjukkan kreativitasnya. Oleh karena itu,
pencapaian tujuan lembaga adalah tanggung jawab mereka juga, bukan
semata-mata tanggung jawab pimpinan.
Implementasi teori ini di lapangan adalah bahwa untuk memotivasi karyawan
dengan tipe X akan lebih berhasil dengan menggunakan motivasi yang bersifat
negatif, yaitu dengan memberikan imbalan disertai dengan ancaman. Sedangkan,
karyawan dengan tipe Y, bentuk pemberian motivasi positif berupa pujian atau
penghargaan akan meningkatkan kinerjanya.
3) Teori Motivasi Menurut Frederick Herzberg
Teori motivasi menurut Frederick Herzberg menyatakan bahwa karyawan
dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu: (1) mereka yang termotivasi oleh
faktor-faktor intrinsik yang merupakan daya dorong dari dalam diri, dan (2)
mereka yang termotivasi oleh faktor-faktor ekstrinsik berupa pendorong yang
datang dari luar diri seseorang, terutama organisasi tempat bekerja. Bagi
karyawan yang memiliki dorongan secara intrinsik akan lebih mudah untuk diajak
meningkatkan kinerjanya dibandingkan dengan mereka yang terdorong secara
ekstrinsik.
Teori motivasi Herzberg dikenal dengan Model Dua Faktor, yaitu: faktor
motivasional dan faktor hygiene atau pemeliharaan. Faktor motivasional adalah
42. 42
hal-hal yang mendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik yang bersumber dalam
diri seseorang, seperti: pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih,
kesempatan bertumbuh, kemujuan dalam karir, dan pengakuan orang lain.
Sedangkan, faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya
ekstrinsik yang bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku dalam
kehidupan seseorang, seperti: status dalam organisasi, hubungan individu dengan
atasan, hubungan seorang dengan rekan-rekan kerja, teknik penyeliaan yang
diterapkan, kebijakan organisasi, sistem administrasi dalam organisasi, kondisi
kerja, dan sistem imbalan yang berlaku.
4) Teori ERG (Clyton Alderfer)
Teori Alderfer dikenal dengan akronim ERG yang terdiri dari tiga istilah, yaitu:
E = Existence (kebutuhan akan eksistensi), R = Relatedness (kebutuhan untuk
berhubungan dengan pihak lain), dan G = Growth (kebutuhan akan pertumbuhan).
Kegita istilah ini mempunyai dua hal penting, yaitu:
a) Secara konseptual terdapat persamaan antara teori Maslow dengan Alderfer.
Existence dapat dikatakan dikatakan identik dengan hirarki pertama dan kedua
dalam teori Maslow. Relatedness senada dengan hirarki kebutuhan ketiga dan
keempat menurut teori Maslow dan growth mengandung makna yang sama
dengan self actualization menurut Maslow.
b) Teori Alderfer menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu
diusahakan pemuasannya secara serentak.
Apabila teori Alderfer disimak lebih lanjut, akan tampak tiga hal sebagai berikut:
a) Semakin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, semakin besar pula
keinginan untuk memuaskannya.
b) Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang lebih tinggi semakin besar
apabila kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan.
c) Sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi
semakin besar keinginan untuk memuaskan kebutuhan yang lebih mendasar.
43. 43
Pandangan ini didasarkan kepada sifat pragmatisme manusia. Artinya, karena
menyadari keterbatasnnya maka seseorang dapat menyesuaikan diri pada kondisi
obyektif yang dihadapinya dengan antara lain memusatkan perhatiannya kepada
hal-hal yang mungkin dicapainya.
5) Teori Motivasi Menurut David Mc. Clelland
Teori motivasi menurut David Mc. Clelland menunjukkan bahwa kebutuhan
yang kuat untuk berprestasi , dorongan untuk berhasil atau unggul, dan berkaitan
dengan sejauh mana orang itu termotivasi untuk melaksanakan tugasnya.
Timbulnya tingkah laku karena dipengaruhi oleh kebutuhan yang ada dalam diri
manusia. Dalam diri individu terdapat tiga kebutuhan pokok yang mendorong
tingkah laku, yaitu:
a) Kebutuah untuk Berprestasi (Need for Achievment)
Kebutuhan ini berhubungan erat dengan pekerjaan dan mengarahkan tingkah
laku pada usaha untuk mencapai prestasi tertentu berdasarkan kesempurnaan
dalam diri seseorang. Kebutuhan untuk berprestasi merupakan suatu daya
dalam mental manusia untuk melakukan sesuatu kegiatan dengan lebih baik,
cepat, efektif, dan efisien dari kegiatan yang telah dilakukan sebelumnya.
b) Kebutuhan Kekuasaan (Need for Power)
Kebutuhan akan kekuasaan menampakkan diri pada keinginan untuk
mempunyai pengaruh kepada orang lain. Meskipun kebanyakan bawahan
tergantung pada pimpinannya, ketergantungan itu tidak semata-mata pada
atasan dengan bawahan. Hal ini berarti bahwa setiap seseorang tergantung
pada orang lain untuk sesuatu hal maka berarti orang lain mempunyai
pengaruh terhadapnya sehingga semakin besar ketergantungannya dan need
for power urang yang berpengaruh itu semakin besar.
c) Kebutuhan Kerja Sama (Need for Affiliation)
Kebutuhan kerja sama pada dasarnya merupakan kebutuhan setiap orang,
terlepas dari kedudukannya, jabatan dan pekerjaannya. Artinya, kebutuhan ini
bukan hanya kebutuhan manajer, melainkan juga kebutuhan para bawahan.
Hal ini berangkat dari sifat manusia sebagai makhluk sosial. Kebutuhan kerja
44. 44
sama merupakan kebutuhan akan kehangatan dan sokongan dalam
hubungannya dengan orang lain.
b. Teori Motivasi Berdasarkan Proses (Process Theory)
Teori motivasi berdasarkan proses memusatkan perhatian pada bagaimana
perilaku dimulai dan dilaksanakan. Teori motivasi yang termasuk berdasarkan proses
antara lain: teori harapan (expectancy theory), teori keadilan, teori penetapan tujuan,
dan teori kaitan imbalan dengan prestasi.
1) Teori Victor H. Vroom (Teori Harapan/Expectancy Theory)
Teori harapan menyatakan bahwa motivasi merupakan akibat suatu hasil
dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa
tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya. Artinya, apabila
seseorang sangat menginginkan sesuatu dan jalan tampaknya terbuka untuk
memperolehnya maka yang bersangkutan akan berupaya untuk mendapatkannya.
Penekanan ini dianggap penting karena pengalaman menunjukkan bahwa
para pegawai tidak selalu mengetahui secara pasti apa yang diinginkannya apalagi
cara memperolehnya.
2) Teori Keadilan
Keadilan merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja
seseorang. Atasan harus berlaku adil terhadap semua bawahannya. Penilaian dan
pengakuan mengenai perilaku bawahan harus dilakukan secara obyektif bukan
atas suka atau tidak suka. Teori keadilan menyatakan bahwa faktor keadilan/
kewajaran yang mempengaruhi pengupahan mencakup tida dimensi, yaitu:
internal, eksternal, dan individual.
Inti teori keadilan adalah pandangan bahwa manusia terdorong untuk
menghilangkan kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi kepentingan organisasi
dan imbalan yang diterima. Artinya, apabila seorang individu mempunyai persepsi
bahwa imbalan yang diterimanya tidak memadai maka ada dua kemungkinan yang
dapat terjadi, yaitu:
45. 45
a) Seorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar.
b) Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang
menjadi tanggung jawabnya.
3) Teori Penetapan Tujuan (Goal Setting Theory)
Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam menetapkan tujuan memiliki
empat macam mekanisme motivasional, yaitu:
a) Tujuan-tujuan mengarahkan perhatian;
b) Tujuan-tujuan mengatur upaya;
c) Tujuan-tujuan meningkatkan persistensi;
d) Tujuan-tujuan menunjang strategi dan rencana kegiatan.
4) Teori kaitan Imbalan dengan Prestasi
Teori kaitan imbalan dan prestasi menyatakan bahwa motivasi seorang
individu sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor baik bersifat internal maupun
eksternal. Hal-hal yang termasuk faktor internal, adalah: persepsi seseorang
mengenai diri sendiri, harga diri, harapan pribadi, kebutuhan, keinginan, kepuasan
kerja, dan prestasi kerja yang dihasilkan. Adapun faktor eksternal yang
mempengaruhi motivasi seseorang, antara lain: jenis dan sifat pekerjaan,
kelompok kerja tempat seorang bergabung, organisasi tempat bekerja, situasi
lingkungan pada umumnya, dan sistem imbalan yang berlaku dan cara
penerapannya.
8. MODEL PENDEKATAN MOTIVASI DALAM ORGANISASI
a. Model Tradisional
Model tradisional merupakan bentuk usaha yang ditempuh oleh para manajer
dan pemimpin untuk membuat bagaimana bawahan/karyawan dapat menjalankan
pekerjaan mereka yang membosankan dan berulang-ulang dengan cara yang paling
efisien.
b. Model Hubungan Manusiawi
Model hubungan manusiawi menekankan kepada para manajer untuk bisa
memotivasi bawahan/karyawan dengan mengakui kebutuhan sosial mereka dengan
membuat mereka merasa penting dan berguna. Dalam hal ini, pemimpin mencoba
46. 46
untuk mengakui kebutuhan sosial orang yang dipimpin dan mencoba memotivasi
mereka dengan meningkatkan kepuasan kerjanya. Para karyawan diberi lebih banyak
waktu kebebasan untuk mengambil keputusan dalam menjalankan pekerjaannya.
Dengan model pendekatan hubungan manusiawi ini, para karyawan diharapkan
menerima wewenang pemimpin karena telah diperlakukan dengan baik dan penuh
tenggang rasa, serta penuh perhatian atas kebutuhan mereka.
c. Model Sumber Daya Manusia
Tugas seorang pemimpin dalam model sumber daya manusia ini bukanlah
menyuap karyawan dengan upah atau uang saja, melainkan juga untuk
mengembangkan rasa tanggung jawab bersama dalam mencapai tujuan organisasi
dan anggotanya. Setiap karyawan menyumbangkan sesuai dengan kepentingan dan
kemampuannya masing-masing. Dalam model ini, karyawan dianggap sebagai
individu yang memiliki motivasi tidak hanya karena uang dan prestise saja, tetapi
menganggap bahwa para karyawan juga memiliki dorongan untuk melaksanakan
pekerjaannya dengan baik.
9. KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI
a. Pengertian Komunikasi
Colley (dalam Effendi, 1992) mendefinisikan komunikasi sebagai sebuah
mekanisme yang menyebabkan adanya hubungan antara manusia dan yang
memperkembangkan semua lambang pikiran, bersama-sama, dan sarana untuk
menyiarkannya dalam ruang waktu serta merekamnya dalam waktu. Usman (2004)
mengartikan komunikasi sebagai proses penyampaian pesan dari satu orang kepada
orang lain, baik langsung maupun tidak langsung, baik lisan, tertulis, maupun isyarat.
Seorang yang melakukan komunikasi disebut komunikator, orang yang diajak
berkomunikasi disebut komunikan, dan orang yang mampu berkomunikasi disebut
komunikatif. Orang yang komunikatif adalah orang yang mampu menyampaikan
informasi atau pesan kepada orang lain, baik langsung maupun tidak langsung,
tertulis, lisan, maupun isyarat sehingga orang lain dapat menerimanya sesuai dengan
pemberi pesan atau informasi.
Arikunto (dalam Kurniadin, 2014) mengartikan komunikasi sebagai suatu
usaha yang dilakukan oleh pimpinan lembaga untuk menyebarluaskan informasi yang
47. 47
terjadi di dalam maupun di luar lembaga yang ada kaitannya dengan kelancaran tugas
mencapai tujuan bersama. Komunikasi erat hubungannya dengan usaha pengarahan
dan pengorganisasian karena komunikasi yang baik bukan hanya terjadi satu arah dari
atasan, melainkan juga datang dari bawah ke atas atau antar rekan kerja. Cara-cara
yang digunakan sebagai media komunikasi dalam suatu lembaga dapat bersifat lisan
maupun tulisan.
Komunikasi sebagai fenomena sosial yang kompleks dapat dipandang dari
berbagai segi, diantaranya: komunikasi dipandang sebagai suatu peristiwa, komukasi
dapat juga dipandang sebagai suatu proses sosial, dan komunikasi dipandang sebagai
media penyampai pesan.
b. Unsur-unsur Komunikasi
Ada lima komponen atau unsur penting dalam komunikasi yang harus
diperhatikan, yaitu: (a) pengirin pesan (sender), (b) pesan yang dikirimkan (message),
(c) bagaimana pesan tersebut dikirimkan (communication channel), (d) penerima
pesan (receiver), dan (e) umpan balik (feedback). Pesan disampaikan melalui media
komunikasi sehingga dapat diterima dengan baik oleh si penerima dan menghasilkan
umpan balik yang berguna bagi si pengirim pesan. Media komunikasi bukan hanya
berupa percakapan langsung dengan menggunakan suatu bahasa yang dapat
dimengerti, tetapi juga segala hal yang dapat membuat individu saling berinteraksi
dan saling mengerti mengenai pesan apa yang akan disampaikan sehingga tidak terjadi
salah penafsiran mengenai isi pesan. Media komunikasi dapat berupa isyarat melalui
gerak tubuh, morse, maupun melalui alat bantu seperti: surat, gambar, serta alat
bantu visual lainnya.
c. Berbagai Pendekatan dalam Komunikasi
Terdapat lima pendekatan dalam memandang komunikasi yang efektif, yaitu:
1) Pendekatan Klasik
Pendekatan klasik memandang bahwa komunikasi yang efektif merupakan
gabungan antara keterampilan yang diperoleh dan karakter moral yang tinggi.
48. 48
2) Pendekatan Neo-Aristoteles
Pendekatan Neo-Aristoteles memandang efektivitas komunikasi disandarkan
kepada efek yang ditimbulkan. Efek-efek yang ditimbulkan dari komunikasi yang
efektif, yaitu menimbulkan pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap,
hubungan yang baik, dan tindakan.
3) Pendekatan pada Teknik Komunikasi
Pendekatan pada teknik komunikasi memandang bahwa perlu adanya identifikasi
yang baku antara komunikasi yang baik dan yang buruk. Pendekatan ini
melahirkan teknik-teknik komunikasi, seperti: teknik komukasi persuasif, teknik
komunikasi informatif, dan teknik komunikasi instruktif.
4) Pendekatan Menekankan kepada Aspek Penyesuaian antara Komunikator dan
Komunikan
Pendekatan ini sesuai dengan pandangan sosiologis dan psikologis tentang
pengambilan peran dan keinginan untuk menghindari kegagalan komunikasi, serta
ketidakcocokan kognisi di antara individu yang terlibat dalam proses komunikasi.
Hal penting yang ditekankan pada pendekatan komunikasi ini adalah kebersamaan
dalam makna.
5) Pendekatan Sistemik
Pendekatan sistemik memandang kefektivan komunikasi dengan cara
mengevaluasi keefektivan sistem komunikasi secara keseluruhan daripada hanya
seorang individu saja. Pendekatan ini banyak digunakan dalam bidang terapi.
Dalam pendekatan ini individu tidak dipandang sebagai obyek terapi tetapi
merupakan sistem sosial secara keseluruhan.
d. Tujuan dan Manfaat Komunikasi
Tujuan komunikasi adalah untuk membangun/menciptakan pemahaman
bersama. Saling memahami bukan berarti harus menyetujui, melainkan dengan
komunikasi terjadi perubahan sikap, pendapat, perilaku ataupun perubahan secara
sosial.
Manfaat komunikasi diantaranya untuk menyampaikan informasi,
memberikan pendidikan dan pengetahuan yang bermanfaat, membujuk atau
membentuk opini dan meyakinkan tentang informasi-informasi yang diberikan
49. 49
sehingga benar-benar diketahui situasi yang terjadi dilingkungannya, dan
memberikan hiburan atau kesenangan sehingga seseorang atau publik memperoleh
selingan dari kejenuhan yang dialaminya.
e. Fungsi Komunikasi dalam Organisasi
1) Fungsi Informatif
Organisasi dipandang sebagai suatu sistem proses informasi. Hal ini berarti
seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap dapat memperoleh informasi
yang lebih banyak, lebih baik, dan lebih tepat.
2) Fungsi Regulatif
Fungsi regulatif berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu
organisasi. Ada dua hal yang berpengaruh terhadap fungsi regulatif, yaitu: (1)
atasan atau orang yang berada dalam tataran manajemen, yaitu mereka yang
memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang disampaikan,
dan (2) berkaitan dengan pesan (message). Pesan-pesan regulatif pada dasarnya
berorientasi pada kerja.
3) Fungsi Persuasif
Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan selalu
membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Karena adanya kenyataan ini
maka banyak pemimpin yang lebih menyukai memersuasi bawahannya daripada
memberi perintah.
4) Fungsi Integratif
Setiap organisasi berusaha menyediakan saluran yang memungkinkan karyawan
dapat melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan baik.
f. Model-model Jaringan Komunikasi
1) Model Rantai
Metode jaringan komunikasi model rantai terdapat lima tingkatan dalam jenjang
hirarkisnya dan hanya dikenal komunikasi sistem arus ke atas (upward) dan ke
bawah (downward), yang artinya menganut hubungan komunikasi garis langsung
(komando) baik ke atas atau ke bawah tanpa terjadinya suatu penyimpangan.
2) Model Roda
50. 50
Sistem jaringan komunikasi dengan model roda ini, semua laporan, instruksi
perintah kerja, dan kepengawasan terpusat pada satu orang yang memimpin
empat bawahan atau lebih, dan antara bawahan tidak terjadi interaksi
(komunikasi sesamanya).
3) Model Lingkaran
Model jaringan komunikasi lingkaran ini pada semua anggota/staf dapat terjadi
interaksi di setiap tingkatan hirarki, tetapi tanpa ada kelanjutan pada tingkat yang
lebih tinggi dan terbatas pada setiap level.
4) Model Saluran Bebas/Semua Saluran
Model jaringan komunikasi sistem saluran bebas merupakan pengembangan
model lingkaran. Dari semua tiga level tersebut dapat melakukan interaksi secara
timbal balik tanpa menganut siapa yang menjadi tokoh sentralnya.
5) Model Huruf Y
Model jaringan komunikasi dalam organisasi di sini tidak jauh berbeda dengan
model rantai, yaitu terdapat empat level jenjang hirarkinya. Satu supervisor
mempunyai dua bawahan dan dua atasan yang mungkin berbeda
divisi/departemen.
g. Arus Komunikasi dalam Organisasi
1) Komunikasi ke Atas
Arus komunikasi ke atas merupakan pesan yang dikirim dari tingkat hirarki yang
lebih rendah ke tingkat yang lebih tinggi. Komunikasi ini sangat penting untuk
mempertahankan dan meningkatkan pertumbuhan organisasi. Masalah yang
sering terjadi dalam komunikasi ke atas ini adalah:
a) Karena pesan yang mengalir ke atas sering merupakan pesan yang harus
didengar oleh hirarki yang lebih tinggi maka para pekerja sering enggan
menyampaikan pesan yang negatif.
b) Pesan yang disampaikan ke atas, terutama yang menyangkut ketidakpuasan
bawahan sering tidak didengar atau ditanggapi oleh manajemen.
c) Kadang-kadang pesan tidak sampai karena disaring oleh penjaga gerbang arus
pesan atau bisa terjadi lebih baik bertanya pada rekan kerja.
51. 51
d) Arus ke bawah terlalu besar sehingga tidak ada celah untuk menerima pesan
menerima pesan dari bawah.
e) Hambatan fisik yang terjadi sebagai akibat dari secara fisik pimpinan dan
bawahan berjauhan.
2) Komunikasi ke Bawah
Arus komunikasi ke bawah merupakan pesan yang dikirm dari tingkat hirarki yang
lebih tinggi ke tingkat yang lebih rendah. Arus komunikasi ini menimbulkan
masalah bahwa pihak manajemen dan bawahan sering berbicara dengan bahasa
yang berbeda.
3) Komunikasi Lateral
Komunikasi lateral merupakan arus pesan antar sesama, misalnya ketua bidang
ke ketua bidang dan anggota ke anggota. Pesan semacam ini bergerak di bagian
bidang yang sama dalam organisasi atau mengalir antar bagian. Masalah yang
timbul adalah adanya bahasa yang khusus dikembangkan oleh divisi tertentu di
dalam oragnisasi dan bidang tertentu merasa paling penting dalam organisasi.
h. Gaya Komunikasi dalam Organisasi
Terdapat empat gaya komunikasi dalam organisasi yang dapat dikembangkan manajer
berdasarkan frame of reference atau kinerja karyawan sebagaimana ditunjukkan oleh
gambar 3 berikut. Secara konseptual tidak ada satu pun gaya komunikasi yang paling
efektif di antara keempatnya. Efektif atau tidaknya suatu gaya komunikasi bergantung
pada sejauh mana gaya tersebut mampu diadaptasikan dengan frame of reference
komunikan.
1) Telling Style (G1)
Telling Style (G1) adalah gaya komunikasi yang dikembangkan oleh manajer
melalui sikap, perbuatan, dan ucapannya yang cenderung lebih banyak
memberikan penjelasan dan pengarahan secara spesifik. Secara konseptual,
komunikasi telling style yang dikembangkan manajer mempunyai tingkat
kemungkinan efektif paling tinggi apabila diadaptasikan dengan karyawan yang
memiliki frame of reference atau kinerja yang rendah (GK-1).
52. 52
2) Selling Style (G2)
Selling Style (G2) adalah gaya komunikasi yang dikembangkan oleh manajer
melalui sikap, perbuatan dan ucapannya yang cenderung lebih banyak
memberikan penjelasan dan pengarahan, namun tidak secara spesifik. Secara
konseptual, komunikasi selling style yang dikembangkan manajer mempunyai
tingkat kemungkinan efektif paling tinggi apabila diadaptasikan dengan karyawan
yang memiliki frame of reference atau kinerja yang sedang (GK-2).
3) Participating Style (G3)
Participating Style (G3) adalah gaya komunikasi yang dikembangkan oleh manajer
melalui sikap, perbuatan dan ucapannya yang cenderung memberikan
kesempatan kepada karyawan untuk ikut terlibat dalam proses komunikasi.
Keterlibatan karyawan tersebut tidak terbatas sebagai penerima pesan, tetapi
juga penyampai pesan. Oleh karena itu, siapa komunikator dan siapa komunikan
sedah tidak tampak lagi karena kedua-duanya berperan ganda. Secara
konseptual, komunikasi participating style yang dikembangkan manajer
mempunyai kemungkinan efektif paling tinggi apabila diadaptasikan dengan
karyawan yang memiliki frame of reference atau kinerja karyawan yang sedang
(GK-3).
4) Delegating Style (G4)
Delegating style (G4) adalah gaya komunikasi yang dikembangkan oleh manajer
melalui sikap, perbuatan dan ucapan yang cenderung menempatkan dirinya pada
posisi sebagai penerima pesan dan hanya pada saat-saat tertentu saja manajer
sebagai penyampai pesan apabila diperlukan. Dalam kondisi seperti ini, terjadi
proses pertukaran peran. Manajer yang semula berperan sebagai penyampai
pesan berubah menjadi penerima pesan, demikian juga sebalilknya. Secara
konseptual, komunikasi delegating style yang dikembangkan oleh manajer
mempunyai kemungkinan efektif paling tinggi apabila diadaptasikan dengan
karyawan yang memiliki frame of reference atau kinerja karyawan yang tinggi
(GK-4).
53. 53
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
1. Penggerakan pendidikan merupakan salah satu fungsi manajemen pendidikan
yang berhubungan dengan aktivitas manajerial dalam melaksanakan tugas
execution. Penggerakan (actuating) adalah tindakan untuk memulai,
memprakarsai, memotivasi dan mengarahkan serta mempengaruhi para pekerja
baik pendidik, tenaga kependidikan maupun karyawan untuk mengerjakan tugas-
tugas untuk mencapai tujuan pendidikan.
2. Penggerakan pendidikan sangat terkait dengan penggunaan berbagai sumber daya
organisasi sehingga kemampuan memimpin, memberi motivasi, berkomunikasi
yang efektif dan menciptakan iklim serta budaya organisasi yang kondusif menjadi
kunci penggerakan dalam mencapai tujuan organisasi.
3. Kepemimpinan pendidikan berperan sangat penting dalam rangka mengarahkan
dan menggerakkan organisais pendidikan untuk mencapai tujuan yang
diharapkan. Kepala sekolah sebagai pimpinan pendidikan mempunyai peran yang
sangat penting dalam melaksanakan proses pendidikan baik sebagai pengelola
pengelola pendidikan maupun sebagai pemimpin formal pendidikan di
sekolahnya.
4. Pengambilan keputusan merupakan fungsi terpenting dari penggerakan
(actuating), bahkan dapat dikatakan bahwa inti dari organisasi adalah
kepemimpinan dan inti dari kepemimpinan adalam pengambilan keputusan
(decision making).
5. Motivasi memiliki arti penting dalam menumbuhkan dan mempertinggi semangat
kerja sehingga salah satu aktivitas manajemen adalah memberikan motivasi atau
prses pemberian kegairahan kerja pada setiap anggota organisasi agar ada
kerelaan dan semangat dalam melaksanakan tugas demi tercapainya tujuan
organisasi.
6. Komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari satu orang kepada orang lain,
baik langsung maupun tidak langsung, baik lisan, tertulis, maupun isyarat.
Komunikasi erat hubungannya dengan usaha pengarahan dan pengorganisasian
54. 54
karena komunikasi yang baik bukan hanya terjadi satu arah dari atasan, melainkan
juga datang dari bawah ke atas atau antar rekan kerja.
B. SARAN
1. Pengawas sekolah sebagai motor utama penggerak kemajuan pendidikan nasional
diharapkan dapat melaksanakan fungsi dan tugasnya dengan maksimal. Ditinjau
dari penggerakan pendidikan diharapkan pengawas dapat melaksankan fungsinya
sebagai supervisor untuk memastikan bahwa komponen-komponen pelayanan
pendidikan di sekolah baik kepala sekolah, guru, maupun karyawan dapat
melasakanakan tugas dan fungsinya secara optimal. Pengawas sekolah hendaknya
memberikan bimbingan profesional untuk memastikan bahwa semua komponen
penggerakan pendidikan di satuan pendidikan dapat melaksanakan tugas, fungsi
dan weweangnya secara optimal dalam rangka memberikan layanan prima
pendidikan untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas.
2. Kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan di masing-masing satuan pendidikan
mempunyai peran yang strategis dalam mencapai tujuan pendidikan sehingga
diharapkan dapat menjadi pemimpin yang efektif agar masing-masing satuan
pendidikan yang dipimpinnya dapat berjalan dengan baik dan dapat memberikan
pelayanan prima sehingga dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas.
3. Guru sebagai tenaga pendidik yang berhubungan langsung dengan peserta didik
juga mempunyai peran yang sangat strategis dan vital dalam mewujudkan lulusan
berkualitas yang kelak akan menjadi generasi penerus bangsa sehingga diharpkan
dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran dapat memberikan pelayanan yang
prima dan optimal dalam mencerdaskan peserta didik. Guru yang baik diyakini
akan menghasilkan lulusan yang baik pula dan lulusan pendidikan yang baik akan
dapat membawa kemajuan dan kesjahteraan bagi diri, keluarga, lingkungan dan
masyarakatnya sehingga pada tataran yang lebih luas dapat memajukan bangsa
dan negara. Ditinjau dari sisi penggerakan pendidikan, guru diharapkan dapat
menjadi pemimpin pembelajaran yang efektif dengan meningkatkan motivasi
mencerdaskan peserta didik sebagai anak bangsa dan membangun komunikasi
yang baik dengan kepala sekolah, rekan guru, orang tua murid dan masyarakat,
serta paling utama dengan siswa peserta didik.
55. 55
DAFTAR PURTAKA
Azwar, Azrul. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta: Sinar Harapan.
Bennis, Warren. 1994. Menjadi Pemimpin Efektif (On Becoming a Leader), Alih bahasa Anna
W.Bangun. Jakarta. Elex Media Komputindo.
Covey, Stepehen R. 1997. The 7 Habits of Highly Effective People (7 Kebiasaan Manusia yang
sangat efektif), edisi revisi, alih bahasa Drs, Budijanto. Jakarta. Binarupa Aksara.
Didin Kurniadi, dkk. 2014. Manajemen Pendidikan, Konsep dan Prinsip Pengelolaan
Pendidikan. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media.
David, R. Fred. 2004. Konsep Manajemen Strategis, Edisi VII (terjemahan). Jakarta, PT Indeks.
George R.Terry, PhD. 1986. Azas ‐ azas Management . Alumni, Bandung.
Hasibuan, S.P. Malayu. 2001. Manajemen: Dasar, Pengertian dan Masalah. Jakarta. PT Bumi
Aksara
Koontz, H., O’Donnell, C., & Weihrich, H. (1996), Manajemen/ Harold Koontz, Cyril
O’Donnell, Heinz Weihrich,Ed : Gunawan Hutauruk. Jakarta. Erlangga.
Kurniawan Saifullah, Ernie Tisnawati S. 2009. Pengantar Manajemen. Jakarta: Salemba Empat.
Leavitt, H. J. 1978. Psikologi Manajemen . Jakarta : Penerbit Erlangga.
Mulyono. 2008. Manajemen Administrasi dan Organisasi Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media.
Retina Sri Sedjati. 2011. Makalah Dasar-dasar Manajemen-Fungsi Penggerakan. Bahan Mata
kuliah manajemen . STIKES Madiun.
Robbins, Stepehen P. 2000. Managing Today, 2nd Ed, Prentice Hall.
__________________. 1996. Manajemen, Dasar, Pengertian dan Masalah, Cetakan I. Jakarta.
PT Toko Gunung Agung.
Sutisna, Oteng. 1985. Administrasi Pendidikan. Bandung: Angkasa.
Winanti dan Budiono. 2009. “Pengaruh Iklim Kerja, Kompensasi dan Kompetensi Terhadap
Produktivitas Kerja Pegawai dan Dosen Pada STIE – STMIK Insan Pembangunan”. JOCE
IP, Vol. 3 No. 1 September 2009
http://rahimart08095.blogspot.com/2015/03/makalah-ilmu-administrasi.html (di Unduh
tanggal 1 April 2015)