SlideShare a Scribd company logo
1 of 20
Download to read offline
LAPORAN PRAKTIKUM
KESEHATAN KERJA LANJUTAN
(PENGUKURAN KEPARAHAN TINGKAT KEBISINGAN TENAGA
KERJA DENGAN METODE AUDIOMETRI)
OLEH :
Firmansyah Ilham Sasmita D. 2440018015
PROGRAM STUDI D-IV KESEHATAN AN KESELAMATAN KERJA
FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2020
LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul praktikum : PENGUKURAN KEPARAHAN TINGKAT
KEBISINGAN TENAGA KERJA DENGAN
METODE AUDIOMETRI
2. Mata kuliah : Kesehatan Kerja Lanjutan
3. Identitas praktikan
a. Nama : Firmansyah Ilham Sasmita D.
b. NIM : 2440018015
4. Identitas dosen
a. Nama : Merry Sunaryo, S.KM., M.KKK
b. NPP : 16021051
Mengetahui,
Dosen
Merry Sunaryo, S.KM., M.KKK
NPP. 16021051
Surabaya, 30 Oktober 2020
Praktikan
Firmansyah Ilham Sasmita D.
NIM. 2440018015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan industry yang terus
meningkat jelas menggunakan tenaga kerja sebagai unsur utama dalam proses
pengolahan bahan baku material, mesin, peralatan, dan proses lainnya ditempat
kerja guna menghasilkan produk yang berguna bagi masyarakat. Akibat dari
berkembang pesatnya teknologi yang turut mengembangkan pertumbuhan
industry adalah timbulnya masalah kebisingan yang berpengaruh mulai dari
gangguan konsentrasi, komunikasi, dan kenikmatan kerja sampai pada cacat
karena kehilangan daya dengar yang menetap.
Kebisingan tidak hanya berpengaruh terhadap kualitas kerja tetapi juga
berpengaruh terhadap tenaga kerja (Budiono, 2003). Suara di tempat kerja
berubah menjadi salah satu bahaya kerja (occupational hazard) saat
keberadannya dirasakan mengganggu/ tidak diinginkan secara fisik dan psikis
(Tambunan, 2005). Dalam Permenaker No. 13 Tahun 2011 disebutkan bahwa
nilai ambang batas (NAB) yang diperkenankan untuk kebisingan adalah 85 dB
dengan waktu pemapara 8 jam sehari dan 40 jam seminggu.
Pengaruh utama kebisingan pada kesehatan yaitu kerusakan kepada
indera pendengaran, yang menyebabkan tuli progresif, dan akibat demikian telah
diketahui dan diterima umum untuk berabad – abad lamanya. Dengan
kemampuan upaya hygine perusahaan dan kesehatan kerja (hiperkes), akibat
buruk dari kebisingan kepada alat indera pendengaran boleh dikatakan dapat
dicegah asalkan program konservasi pendengaran (hearing conservation
program) dilaksanakan dengan sebaik – baiknya (Suma’mur, 2009).
Kebisingan dapat mengakibatkan ketulian atau kerusakan indera
pendengaran.Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas mengingat
pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja, dengan mengetahui nilai
kebisingan pada peralatan kerja dan paparan yang diterima oleh pekerja yang
berpengaruh terhadap penurunan daya pendengaran.
1.2 TUJUAN
Adapun tujuan dilakukannya praktikum ini adalah :
1. Mengetahui cara pengukuran alat audiometer
2. Menganalisis dampak paparan kebisingan tenaga kerja dengan alat
audiometer
3. Menganalisis pengaruh intensitas kebisingan terhadap kesehatan alat indera
pendengaran tenaga kerja
4. Mengetahui cara membaca hasil audiogram
1.3 MANFAAT
1. Bagi Penulis
 Dapat memahami cara pengukuran alat audiometer
 Dapat memahami cara membaca hasil audiogram
2. Bagi Pembaca
 Menambah wawasan dan memahami tentang dampak paparan
kebisingan dapat mempengaruhi kesehatan alat indera pendengaran
tenaga kerja.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT KERJA
Gangguan pendengaran adalah ketidak mampuan secara parsial atau
total untuk mendengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga. Gangguan
pendengaran dapat diklasifikasikan sebagai yaitu tuli konduktif, tuli
sensorineural dan tuli campuran. Gangguan pendengaran yang tidak di tangani
memiliki efek negatif psikologi serius pada pekerja yang selalu terpapar bising.
Efek psikologi yang dapat timbul seperti, rasa malu, rasa bersalah dan marah,
perasaan di permalukan, masalah konsentrasi, merasa tidak aman, rasa rendah
diri/rasa percaya diri kurang. Definisi gangguan pendengaran adalah
ketidakmampuan secara parsial atau total untuk mendengar suara pada salah
satu kedua telinga. Pembagian gangguan pendengaran berdasarkan tingkatan
beratnya gangguan pendengaran, yaitu mulai dari gangguan pedengaran ringan
(20-39 dB), gangguan pendengaran sedang (40-69 dB) dan gangguan
pendengaran berat (70-89 dB).
Gangguan pendengaran adalah perubahan pada tingkat pendengaran
yang berakibat kesulitan dalam melaksanakan kehidupan normal, biasanya
dalam hal memahami pembicaraan. Secara kasar, gradasi gangguan
pendengaran karena bising itu sendiri dapat ditentukan menggunakan
parameter percakapan sehari-hari sebagai berikut. Gradasi Parameter:
a. Normal: Tidak mengalami kesulitan dalam percakapan biasa (6m).
b. Sedang : Kesulitan dalampercakapan sehari-hari mulai jarak >1,5m
c. Menengah: Kesulitan dalam percakapan keras sehari-hari mulai jarak> 1,5m
d. Berat : Kesulitan dalam percakapan keras/berteriak pada jarak >1,5m
e. Sangat berat: Kesulitan dalam percakapan keras/berteriak pada jarak <1,5m
f. Tuli total : Kehilangan kemampuan pendengaran dalam berkomunikas
Gangguan pendengaran menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI.
No. Kep. 13/Men/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat
Kerja menyatakan bahwa kebisingan adalah semua bunyi yang tidak
dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan/atau alat-alat
kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan bahaya.Berdasarkan
Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep. 13/Men/X/2011, Nilai Ambang
Batas (NAB) kebisingan adalah 85 dBA untuk waktu pajanan 8 jam sehari dan
40 jam seminggu. Salah satu faktor fisik yang berpengaruh terhadap tenaga
kerja adalah kebisingan, yang mampu menyebabkan berkurangnya
pendengaran.
2.2 JENIS GANGGUAN PENDENGARAN
Ada tiga jenis gangguan pendengaran, yaitu konduktif, sensorineural,
dan campuran. Pada gangguan pendengaran konduktif terdapat masalah di
dalam telinga luar atau tengah, sedangkan pada gangguan pendengaran
sensorineural terdapat masalah di telinga bagian dalam dan saraf pendengaran.
Sedangkan, tuli campuran disebabkan oleh kombinasi tuli konduktif dan tuli
sensorineural. Faktor penyebab gangguan pendengaran adalah otitis media
suppuratif kronik (OMSK), tuli sejak lahir, pemakaian obat ototoksik,
pemaparan bising, dan serumen prop.
a. Gangguan Pendengaran Jenis Konduktif
Pada gangguan pendengaran jenis ini, transmisi gelombang suara
tidak dapat mencapai telinga dalam secara efektif. Ini disebabkan karena
beberapa gangguan atau lesi pada kanal telinga luar, rantai tulang
pendengaran, ruang telinga tengah, fenestra ovalis, fenestra rotunda, dan
tuba auditiva. Pada bentuk yang murni (tanpa komplikasi) biasanya tidak
ada kerusakan pada telinga dalam, maupun jalur persyarafan pendengaran
nervus vestibulokoklearis (N.VIII). Gejala yang ditemui pada gangguan
pendengaran jenis ini adalah seperti berikut:
1. Ada riwayat keluarnya carian dari telinga atau riwayat infeksi telinga
sebelumnya.
2. Perasaan seperti ada cairan dalam telinga dan seolah-olah bergerak
dengan perubahan posisi kepala.
3. Dapat disertai tinitus (biasanya suara nada rendah atau mendengung).
4. Bila kedua telinga terkena, biasanya penderita berbicara dengan suara
lembut (soft voice) khususnya pada penderita otosklerosis.
5. Kadang-kadang penderita mendengar lebih jelas pada suasana ramai.
Menurut Lalwani, pada pemeriksaan fisik atau otoskopi, dijumpai ada
sekret dalam kanal telinga luar, perforasi gendang telinga, ataupun
keluarnya cairan dari telinga tengah. Kanal telinga luar atau selaput gendang
telinga tampak normal pada otosklerosis. Pada otosklerosis terdapat
gangguan pada rantai tulang pendengaran. Pada tes fungsi pendengaran,
yaitu tes bisik, dijumpai penderita tidak dapat mendengar suara bisik pada
jarak lima meter dan sukar mendengar kata-kata yang mengandung nada
rendah. Melalui tes garputala dijumpai Rinne negatif. Dengan
menggunakan garputala 250 Hz dijumpai hantaran tulang lebih baik dari
hantaran udara dan tes Weber didapati lateralisasi ke arah yang sakit.
Dengan menggunakan garputala 512 Hz, tes Scwabach didapati Schwabach
memanjang .
b. Gangguan Pendengaran Jenis Sensorineural
Gangguan pendengaran jenis ini umumnya irreversibel. Gejala yang
ditemui pada gangguan pendengaran jenis ini adalah seperti berikut:
1. Bila gangguan pendengaran bilateral dan sudah diderita lama, suara
percakapan penderita biasanya lebih keras dan memberi kesan seperti
suasana yang tegang dibanding orang normal. Perbedaan ini lebih jelas
bila dibandingkan dengan suara yang lembut dari penderita gangguan
pendengaran jenis hantaran, khususnya otosklerosis.
2. Penderita lebih sukar mengartikan atau mendengar suara atau
percakapan dalam suasana gaduh dibanding suasana sunyi.
3. Terdapat riwayat trauma kepala, trauma akustik, riwayat pemakaian
obatobat ototoksik, ataupun penyakit sistemik sebelumnya. Pada
pemeriksaan fisik atau otoskopi, kanal telinga luar maupun selaput
gendang telinga tampak normal. Pada tes fungsi pendengaran, yaitu tes
bisik, dijumpai penderita tidak dapat mendengar percakapan bisik pada
jarak lima meter dan sukar mendengar katakata yang mengundang nada
tinggi (huruf konsonan). Pada tes garputala Rinne positif, hantaran
udara lebih baik dari pada hantaran tulang. Tes Weber ada lateralisasi
ke arah telinga sehat. Tes Schwabach ada pemendekan hantaran tulang.
.
c. Gangguan Pendengaran Jenis Campuran
Gangguan jenis ini merupakan kombinasi dari gangguan
pendengaran jenis konduktif dan gangguan pendengaran jenis
sensorineural. Mula-mula gangguan pendengaran jenis ini adalah jenis
hantaran (misalnya otosklerosis), kemudian berkembang lebih lanjut
menjadi gangguan sensorineural. Dapat pula sebaliknya, mula-mula
gangguan pendengaran jenis sensorineural, lalu kemudian disertai dengan
gangguan hantaran (misalnya presbikusis), kemudian terkena infeksi otitis
media. Kedua gangguan tersebut dapat terjadi bersama-sama. Misalnya
trauma kepala yang berat sekaligus mengenai telinga tengah dan telinga
dalam. Gejala yang timbul juga merupakan kombinasi dari kedua komponen
gejala gangguan pendengaran jenis hantaran dan sensorineural. Pada
pemeriksaan fisik atau otoskopi tanda-tanda yang dijumpai sama seperti
pada gangguan pendengaran jenis sensorineural. Pada tes bisik dijumpai
penderita tidak dapat mendengar suara bisik pada jarak lima meter dan
sukar mendengar kata-kata baik yang mengandung nada rendah maupun
nada tinggi. Tes garputala Rinne negatif. Weber lateralisasi ke arah yang
sehat. Schwabach memendek.
2.3 AUDIOMETRI
Audiometri berasal dari kata audire dan metrios yang berarti mendengar
dan mengukur (uji pendengaran) Audiometri adalah teknik untuk
mengidentifikasi dan menentukan ambang pendengaran seseorang dengan
mengukur sensitivitas pendengarannya menggunakan alat yang disebut
audiometer, sehingga perawatan medis atau salah satu alat bantu dengar yang
tepat dapat diresepkan. Dengan teknik ini, rangsangan pendengaran dengan
taraf intensitas yang berbeda-beda disajikan kepada pasien yang akan
menanggapi rangsangan ini.
Tingkat intensitas minimum rangsangan yang diperoleh dari respon yang
konsisten diambil sebagai ambang pendengaran. Berdasarkan ambang
pendengaran, sensitivitas pendengaran pasien dapat diestimasi dengan
mengunakan sebuah audiogram. Sebuah audiogram adalah grafik taraf
intensitas ambang dan frekuensi. Ada berbagai macam prosedur audiometri
yang berbeda-beda tergantung pada rangsangan digunakan, diantaranya adalah
audiometri nada murni dan audiometri tutur.
Audiometer terdiri dari berbagai jenis, tergantung pada rentang frekuensi
,berbagai output akustik, modus penyajian akustik, fasilitas masking, prosedur
yang digunakan, dan jenis stimulus akustik. Audiometer mampu menghasilkan
nada murni pada frekuensi tertentu, taraf intensitas tertentu, dan durasi, baik
tunggal atau gabungan. Sebuah audiometer konvensional terdiri dari tombol-
tombol dengan skala kalibrasi untuk menyeleksi frekuensi nada tingkat tertentu.
Terdapat dua macam audiometer yakni audiometer nada murni dan tutur
1. Audiometer nada murni
Audiometer nada murni adalah suatu alat uji pendengaran dengan
yang dapat menghasilkan bunyi nada-nada murni dari berbagai frekuensi
250 Hz, 500 Hz, 1000 Hz, 2000 Hz, 4000 Hz, 8000 Hz dan taraf intensitas
dalam satuan (dB). Bunyi yang dihasilkan disalurkan melalui headphone
ke telinga orang yang diperiksa pendengarannya. Masing-masing untuk
menukur ketajaman pendengaran melalui hantaran udara (untuk keluaran
dari headphone) pada tingkat intensitas nilai ambang, sehingga akan
didapatkan kurva hantaran tulang dan hantaran udara. Telinga manusia
normal mampu mendengar suara dengan kisaran frekuensi 20-20.000 Hz.
Frekuensi dari 500- 2000 Hz yang paling penting untuk memahami
percakapan sehari-hari. Derajat ketulian dan nilai ambang pendengaran
menurut ISO 1964 (Acceptable audiometric hearing levels) dan ANSI
1969 (Standard Reference Threshold Sound-Pressure Levels for
Audiometers) pada frekuensi nada murni:
a. Jika peningkatan ambang dengar antara 0 - 25 dB, disebut normal
b. Jika peningkatan ambang dengar antara 26 - 40 dB, disebut tuli
ringan
c. Jika peningkatan ambang dengar antara 41 - 60 dB, disebut tuli
sedang
d. Jika peningkatan ambang dengar antara 61 - 90 dB, disebut tuli berat
e. Jika peningkatan ambang dengar > 90 dB, disebut tuli sangat berat
Namun pada penelitian ini, taraf intensitas dari tiap frekuensi
memiliki nilai maksimal yang berbeda. Nilai taraf intensitas maksimal
untuk frekuensi 250 Hz dan 500 Hz sebesar 50 dB, frekuensi 1 kHz dan
2 kHz sebesar 55 dB, frekuensi 4 kHz sebesar 60 dB, sedangkan
frekuensi 8 kHz sebesar 65 dB.
2. Audiometer tutur
Audiometer tutur adalah alat uji pendengaran menggunakan kata-
kata terpilih yang telah dibakukan dan dikaliberasi, untuk mengukur
beberapa aspek kemampuan pendengaran. Prinsip audiometri tutur
hampir sama dengan audiometri nada murni, hanya disini alat uji
pendengaran menggunakan daftar kata terpilih yang dituturkan pada
penderita. Kata-kata tersebut dapat dituturkan langsung oleh pemeriksa
melalui mikrofon yang dihubungkan dengan audiometri tutur,
kemudian disalurkan melalui headphone ke telinga yang diperiksa
pendengarannya secara langsung, atau kata-kata direkam terlebih
dahulu dan disimpan di dalam file PC, kemudian diputar kembali dan
disalurkan melalui headphone penderita. Penderita diminta untuk
menebak dan menirukan dengan jelas setiap kata yang didengar.
Pemeriksa mencatat presentase kata-kata yang ditirukan dengan
benar dari tiap denah pada tiap taraf intensitas. Hasil ini dapat
digambarkan pada suatu diagram yang absisnya adalah taraf intensitas
kata-kata yang didengar, sedangkan ordinatnya adalah persentase kata-
kata yang ditebak dengan benar. Dari audiogram tutur dapat diketahui
dua titik penting yaitu:
a. Speech Reception Threshold (SRT) adalah batas minimum
penerimaan percakapan dan bertujuan untuk mengetahui
kemampuan pendengaran penderita dalam mengikuti percakapan
sehari-hari atau disebut validitas sosial. Titik SRT ini diperoleh bila
penderita telah dapat menirukan secara benar 50% dari katakata
yang disajikan. Dengan SRT ini, kita dapat memperoleh gambaran
ketulian secara kuantitatif.
b. Speech Discrimination Score (SDS) untuk mengetahui
kemampuan pendengaran penderita dalam membedakan
bermacam-macam kata yang didengar. Normalnya adalah 90%-
100%. Audiometri tutur pada prinsipnya pasien akan mendengar
kata-kata dengan jelas artinya pada taraf intensitas tertentu mulai
terjadi gangguan sampai 50% tidak dapat menirukan kata-kata
dengan tepat. Interpretasi hasil pemeriksaan Audiometer tutur
untuk SRT :
i. Ringan masih bisa mendengar pada taraf intensitas 20-40 dB
ii. Sedang masih bisa mendengar pada taraf intensitas 40-60 dB
iii. Berat sudah tidak dapat mendengar pada taraf intensitas 60 – 80
dB
iv. Berat sekali tidak dapat mendengar pada taraf intensitas > 80
dB
2.4 CARA PENGUKURAN AUDIOMETRI
1. Konduksi udara (air conduction)
Dilakukan dengan mengenakan perangkat headphone pada saluran
telinga luar (outer ear). Pada f = 250 Hz – 8000 Hz (Hearing Threshold)
2. Konduksi tulang (bone conduction)
Dilakukan dengan meletakkan bone conduction vibrator pada tulang di
belakang telinga, getaran ditangkap oleh saluran pendengaran dalam (inner
ear).
BAB III
METODE PELAKSANAAN
A. METODE PELAKSANAAN
Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah dengan
mendapatkan materi, Mencari referensi secara mandiri dan dilampirkan di
dalam Laporan secara pribadi
B. WAKTU DAN TEMPAT
Pelaksanaan praktikum ini dimulai pada hari Jumat tanggal 6
November 2020 dari pukul 08.00 WIB hingga pukul 23.59 WIB. yang
dilaksanakan di Rumah masing masing mahasiswa.
C. ALAT DAN BAHAN
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan praktikum ini
adalah :
1. Alat
a. Gadget (Laptop/Komputer/PC/Tablet/Gawai)
b. Router ( Yang terkoneksi dengan jaringan internet )
2. Bahan
a. Referensi (Artikel/Jurnal/Website)
b. Standarisasi yang terakreditasi ( ISO / ASA )
D. PROSEDUR KERJA
Pertama mahasiswa diperintahkan untuk membuka wesbsite yang
sudah disediakan oleh kampus yaitu e-sorogan lalu mahasiswa masuk ke
dalam website itu dan dibekali sebuah arahan dari dosen yang menggunakan
platform zoom. yang kedua mahasiswa diberikan sebuah wadah tanya jawab
yang mana ketika terdapat sebuah instruksi yang masih belum paham bisa
ditanyakan di forum/ wadah tersebut.
Ketiga, mahasiswa diberikan sebuah bentuk format laporan yang sudah
disediakan. Keempat mahasiswa mengerjakan laporan tersebut dengan
prosedur yang sudah di jelaskan pada forum diskusi yang menggunakan
platform zoom. Kelima, ketika sudah mengerjakan laporan mahasiswa.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
Pada saat melakukan kegiatan praktikum ini kami menemukan
beberapa hasil data pembacaan alat audiometer dari jurnal yang kami
temukan.
Yang pertama kami menemukan hasil audiogram responden dalam
melakukan analisis system kerja alat audio meter
Pada audiogram diatas, hasil pembacaannya adalah pada standar
ketulian telinga kanan nya adalah 4,2 dB dan telinga kiri 6,67 dB. Dan pada
pengukuran bone telinga kanan dan kiri menunjukkan hasil 0 dB.
Pada data kedua ini ditemukan sebuah kasus dimana terdapat salah satu
pasien mengalami penurunan pendengaran sebelah kiri secara tiba-tiba.
Pasien tersebut lalu mengkonsultasikan ke Bagian Kardiologi dengan
Coronary Arterial Disease. Lalu dengan hasil baca audiometri nya sebagai
berikut
Pada saat pasien melakukan pengukuran pertama, hasil pembacaannya
adalah pada intensitas ketulian telinga kanan nya adalah 25 dB dan telinga
kiri 72,5 dB. Dan pada pengukuran bone telinga kanan menunjukkan hasil
12,5 dB dan kiri menunjukkan hasil 23,75 dB.
Pada saat pasien melakukan pengukuran kedua, menemukan hasil
intensitas ketulian telinga kanan nya adalah 24 dB dan telinga kiri 69 dB.
Dan pada pengukuran bone telinga kanan menunjukkan hasil 13,75 dB dan
kiri menunjukkan hasil 22,5 dB.
Pada saat pasien melakukan pengukuran ketiga, menemukan hasil
intensitas ketulian telinga kanan nya adalah 22 dB dan telinga kiri 35 dB.
Dan pada pengukuran bone telinga kanan menunjukkan hasil 13,75 dB dan
kiri menunjukkan hasil 16,25 dB.
B. PEMBAHASAN
Setelah mengetahui hasil pengukuran, kami melakukan penentuan
kategori ketuliannya nya dengan menggunakan standar International
Standart Organization (ISO) 1964 dB dengan seperti table dibawah ini
No. Kategori Nilai
1. Normal -10 s/d 26 dB
2. Tuli Ringan 27 s/d 40 dB
3. Tuli Menengah 41 s/d 55 dB
4. Tuli Menengah Berat 55 s/d 70 dB
5. Tuli Berat 71 s/d 90 d/B
Maka dari data pengukuran pertama hasil pembacaannya adalah
No. Parameter Bagian Pengujian Nilai Kategori
(dB) ISO 1964
(dB)
1.
Air conduction
Kanan 4,2
-10 s/d 26
dB
Normal
Kiri 6,67
Bone
Conduction
Kanan
0
Kiri
Lalu pada hasil pengukuran data kedua yaitu :
No. Hari ke Parameter Bagian
Pengujian
( dB)
Nilai
ISO
1964
( dB )
Kategori
1. Pertama
Air
conduction
Kanan 25 -10 s/d
26 dB
Normal
Kiri 72,5 71 s/d 90
d/B
Tuli Berat
Bone
conduction
Kanan 12,5 -10 s/d
26 dB
Normal
Kiri 23,75 -10 s/d
26 dB
Normal
2. Kedua
Air
conduction
Kanan 24 -10 s/d
26 dB
Normal
Kiri 69 55 s/d 70
dB
Tuli
Menengah
Berat
Bone
conduction
Kanan 13,75 -10 s/d
26 dB
Normal
Kiri 22,5 -10 s/d
26 dB
Normal
3. Ketiga
Air
Conduction
Kanan 22 -10 s/d
26 dB
Normal
Kiri 35 27 s/d 40
dB
Tuli
Ringan
Bone
Conduction
Kanan 13,75 -10 s/d
26 dB
Normal
Kiri 16,25 -10 s/d
26 dB
Normal
Pada data table diatas mengemukakan bahwa pasien tersebut menderita
tuli berat pada saat awal pengukuran di lab lalu hari demi hari pasien tesebut
melakukan pengobatan sehingga tingkat ketulian menjadi berkurang.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Kebisingan tidak hanya berpengaruh terhadap kualitas kerja tetapi juga
berpengaruh terhadap kerja (Budiyono, 2003). Kebisingan termasuk salah faktor
fisika ditempat kerja yang dapat menyebabkan kerusakan pada alat indera
pendengaran tenaga kerja. Ini dapat dibuktikan secara ilmiah melalui metode
pengukuran audiometri dengan menggunakan audiometer.
Audiometri adalah teknik untuk mengidentifikasi dan menentukan ambang
pendengaran seseorang dengan mengukur sensitivitas pendengarannya
menggunakan alat yang disebut audiometer, sehingga perawatan medis atau
salah satu alat bantu dengar yang tepat dapat diresepkan.
B. SARAN
Adapun saran yang diharapkan dalam masa yang akan datang adalah
kegiatan praktikum ini dapat dilakukan secara offline dan perlu dilakukan secara
periodic sebanyak dua kali dalam setahun.
REFERENSI
Andrias Wahyu Listianingrum. 2011. Pengaruh Intensitas Kebisingan Terhadap
Ambang Dengar Tenaga Kerja Di PT Sekar Bengawan Kabupaten
Karanganyar. Skripsi. Program Studi D-IV Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Bahtiar, Syaiful., Setiawan, Iwan., Isnanto, Rizal. 2003. AUDIOMETER
BERBASIS SOUNDCARD PADA KOMPUTER PRIBADI. Makalah
Seminar Tugas Akhir. Program Studi Teknik Elektro Ekstensi. Universitas
Diponegoro.
Eryani, Yesti Mulia., Wibowo, Catur Ari., Saftarina Fitri. 2017. Faktor Risiko
Terjadinya Gangguan Pendengar Akibat Bising. Lampung. Universitas
Lampung.
Indrayani, Witari., Setiawan, Putra., Saputra, Dwi. 2015. TULI
SENSORINEURAL MENDADAK PASCA KATETERISAI JANTUNG.
Laporan Khusus. Program Studi Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok-Kepala Leher. Universitas Udayana.
Noor Amalia Chusna, Haryono Setiyo Huboyo, Pertiwi Andarani. ANALISIS
KEBISINGAN PERALATAN PABRIK TERHADAP DAYA
PENDENGARAN PEKERJA DI PT. PURA BARUTAMA UNIT PM 569
KUDUS. Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 1 (2017). Program Studi
Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Diponegoro
Permenaker No. 13 Tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Kimia dan
Fisika di Tempat Kerja
Rantung, Petra S., Palandeng, Ora I., Mengko, Steward I. Gambaran Audiometri
Pada Lansia Di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Terlantar Senja Cerah
Manado Tahun 2018. Jurnal Medik dan Rehabilitasi (JMR), Volume 1,
Nomor 2, Desember 2018.
Ratrianto, Anton., Zahra, Ajub Ajulian., Darjat. 2013. Perancangan Perangkat
Audiometer Pengukuran Tingkat Derajat Ketulian Menggunakan
Mikronkontroler ATMEGA 8535. Transient, Vol. 2, No.3, September 2013,
ISSN: 2302-9927,835.

More Related Content

What's hot

Penyakit akibat kerja
Penyakit akibat kerjaPenyakit akibat kerja
Penyakit akibat kerjaAdjie Bara
 
SNI 7325:2009 tentang Metoda Pengukuran Kadar Debu Respirabel di Udara Tempat...
SNI 7325:2009 tentang Metoda Pengukuran Kadar Debu Respirabel di Udara Tempat...SNI 7325:2009 tentang Metoda Pengukuran Kadar Debu Respirabel di Udara Tempat...
SNI 7325:2009 tentang Metoda Pengukuran Kadar Debu Respirabel di Udara Tempat...Muhamad Imam Khairy
 
Pmk no. 100 ttg pos upaya kesehatan kerja terintegrasi
Pmk no. 100 ttg pos upaya kesehatan kerja terintegrasiPmk no. 100 ttg pos upaya kesehatan kerja terintegrasi
Pmk no. 100 ttg pos upaya kesehatan kerja terintegrasiDokter Tekno
 
Penyakit Akibat Kerja - K3
Penyakit Akibat Kerja - K3Penyakit Akibat Kerja - K3
Penyakit Akibat Kerja - K3Al Marson
 
Promosi kesehatan di tempat kerja
Promosi kesehatan di tempat kerjaPromosi kesehatan di tempat kerja
Promosi kesehatan di tempat kerjaLila Kania
 
Identifikasi Bahaya dan Penilaian Resiko
Identifikasi Bahaya dan Penilaian ResikoIdentifikasi Bahaya dan Penilaian Resiko
Identifikasi Bahaya dan Penilaian ResikoHerry Prakoso
 
SNI 16-7058-2004 tentang Pengukuran Kadar Debu Total di Udara Tempat Kerja
SNI 16-7058-2004 tentang Pengukuran Kadar Debu Total di Udara Tempat KerjaSNI 16-7058-2004 tentang Pengukuran Kadar Debu Total di Udara Tempat Kerja
SNI 16-7058-2004 tentang Pengukuran Kadar Debu Total di Udara Tempat KerjaMuhamad Imam Khairy
 
Kuliah Umum Metodologi Penelitian RIK
Kuliah Umum Metodologi Penelitian RIKKuliah Umum Metodologi Penelitian RIK
Kuliah Umum Metodologi Penelitian RIKCatatan Medis
 
Pencegahan dan penanggulangan kebakaran
Pencegahan dan penanggulangan kebakaranPencegahan dan penanggulangan kebakaran
Pencegahan dan penanggulangan kebakaranMn Hidayat
 
survey kepadatan kecoa
survey kepadatan kecoasurvey kepadatan kecoa
survey kepadatan kecoaAnNo ANdi
 
Influenza atau flu
Influenza atau fluInfluenza atau flu
Influenza atau fluYuliana
 

What's hot (20)

Penyakit akibat kerja
Penyakit akibat kerjaPenyakit akibat kerja
Penyakit akibat kerja
 
SNI 7325:2009 tentang Metoda Pengukuran Kadar Debu Respirabel di Udara Tempat...
SNI 7325:2009 tentang Metoda Pengukuran Kadar Debu Respirabel di Udara Tempat...SNI 7325:2009 tentang Metoda Pengukuran Kadar Debu Respirabel di Udara Tempat...
SNI 7325:2009 tentang Metoda Pengukuran Kadar Debu Respirabel di Udara Tempat...
 
Cohort Study
Cohort StudyCohort Study
Cohort Study
 
Pmk no. 100 ttg pos upaya kesehatan kerja terintegrasi
Pmk no. 100 ttg pos upaya kesehatan kerja terintegrasiPmk no. 100 ttg pos upaya kesehatan kerja terintegrasi
Pmk no. 100 ttg pos upaya kesehatan kerja terintegrasi
 
Dasar surveilans
Dasar surveilansDasar surveilans
Dasar surveilans
 
Penyakit Akibat Kerja - K3
Penyakit Akibat Kerja - K3Penyakit Akibat Kerja - K3
Penyakit Akibat Kerja - K3
 
Promosi kesehatan di tempat kerja
Promosi kesehatan di tempat kerjaPromosi kesehatan di tempat kerja
Promosi kesehatan di tempat kerja
 
Ispa
IspaIspa
Ispa
 
Rumah sehat
Rumah sehatRumah sehat
Rumah sehat
 
Sejarah Dan Perkembangan Epidemiologi
Sejarah Dan Perkembangan EpidemiologiSejarah Dan Perkembangan Epidemiologi
Sejarah Dan Perkembangan Epidemiologi
 
Identifikasi Bahaya dan Penilaian Resiko
Identifikasi Bahaya dan Penilaian ResikoIdentifikasi Bahaya dan Penilaian Resiko
Identifikasi Bahaya dan Penilaian Resiko
 
SNI 16-7058-2004 tentang Pengukuran Kadar Debu Total di Udara Tempat Kerja
SNI 16-7058-2004 tentang Pengukuran Kadar Debu Total di Udara Tempat KerjaSNI 16-7058-2004 tentang Pengukuran Kadar Debu Total di Udara Tempat Kerja
SNI 16-7058-2004 tentang Pengukuran Kadar Debu Total di Udara Tempat Kerja
 
Kuliah Umum Metodologi Penelitian RIK
Kuliah Umum Metodologi Penelitian RIKKuliah Umum Metodologi Penelitian RIK
Kuliah Umum Metodologi Penelitian RIK
 
Investigasi outbreak ppi
Investigasi outbreak ppiInvestigasi outbreak ppi
Investigasi outbreak ppi
 
Pencegahan dan penanggulangan kebakaran
Pencegahan dan penanggulangan kebakaranPencegahan dan penanggulangan kebakaran
Pencegahan dan penanggulangan kebakaran
 
survey kepadatan kecoa
survey kepadatan kecoasurvey kepadatan kecoa
survey kepadatan kecoa
 
Pola hidup sehat
Pola hidup sehatPola hidup sehat
Pola hidup sehat
 
Epidemiologi
EpidemiologiEpidemiologi
Epidemiologi
 
Influenza atau flu
Influenza atau fluInfluenza atau flu
Influenza atau flu
 
Kecelakaan kerja
Kecelakaan kerjaKecelakaan kerja
Kecelakaan kerja
 

Similar to KEBISINGAN

noise induced hearing loss
noise induced hearing lossnoise induced hearing loss
noise induced hearing lossLetitia Kale
 
Asuhan keperawatan gg. pendengaran&amp;wicara
Asuhan keperawatan gg. pendengaran&amp;wicaraAsuhan keperawatan gg. pendengaran&amp;wicara
Asuhan keperawatan gg. pendengaran&amp;wicaraGina Nd
 
Modul Gangguan Pendengaran
Modul Gangguan Pendengaran Modul Gangguan Pendengaran
Modul Gangguan Pendengaran anggiih
 
Kuliah 8 kanak kanak bermasalah pendengaran
Kuliah 8 kanak kanak bermasalah pendengaranKuliah 8 kanak kanak bermasalah pendengaran
Kuliah 8 kanak kanak bermasalah pendengaranKimimaru Chan
 
LAPORAN PENELITIAN AUDIOMETRI.pdf
LAPORAN PENELITIAN AUDIOMETRI.pdfLAPORAN PENELITIAN AUDIOMETRI.pdf
LAPORAN PENELITIAN AUDIOMETRI.pdfWijayantoNers95
 
Geo pencemaran suara
Geo pencemaran suaraGeo pencemaran suara
Geo pencemaran suaraTary Lestari
 
Workshop tuli akibat bising
Workshop tuli akibat bisingWorkshop tuli akibat bising
Workshop tuli akibat bisingAnna Suraya
 
Kebisingan_Kesehatan dan keselamatan kerja
Kebisingan_Kesehatan dan keselamatan kerjaKebisingan_Kesehatan dan keselamatan kerja
Kebisingan_Kesehatan dan keselamatan kerjaIbnuNurhayati
 
5. laporan praktikum biologi perambatan bunyi melalui tulang tengkorak
5. laporan praktikum biologi perambatan bunyi melalui tulang tengkorak5. laporan praktikum biologi perambatan bunyi melalui tulang tengkorak
5. laporan praktikum biologi perambatan bunyi melalui tulang tengkorakSofyan Dwi Nugroho
 
76586707 makalah-fisling-akustik
76586707 makalah-fisling-akustik76586707 makalah-fisling-akustik
76586707 makalah-fisling-akustikningsih11995
 

Similar to KEBISINGAN (20)

noise induced hearing loss
noise induced hearing lossnoise induced hearing loss
noise induced hearing loss
 
Asuhan keperawatan gg. pendengaran&amp;wicara
Asuhan keperawatan gg. pendengaran&amp;wicaraAsuhan keperawatan gg. pendengaran&amp;wicara
Asuhan keperawatan gg. pendengaran&amp;wicara
 
Modul Gangguan Pendengaran
Modul Gangguan Pendengaran Modul Gangguan Pendengaran
Modul Gangguan Pendengaran
 
Anis furunkel AKPER PEMKAB MUNA
Anis furunkel AKPER PEMKAB MUNAAnis furunkel AKPER PEMKAB MUNA
Anis furunkel AKPER PEMKAB MUNA
 
Askep serumen
Askep serumenAskep serumen
Askep serumen
 
Kuliah 8 kanak kanak bermasalah pendengaran
Kuliah 8 kanak kanak bermasalah pendengaranKuliah 8 kanak kanak bermasalah pendengaran
Kuliah 8 kanak kanak bermasalah pendengaran
 
LAPORAN PENELITIAN AUDIOMETRI.pdf
LAPORAN PENELITIAN AUDIOMETRI.pdfLAPORAN PENELITIAN AUDIOMETRI.pdf
LAPORAN PENELITIAN AUDIOMETRI.pdf
 
Askep serumen AKPER PEMKAB MUNA
Askep serumen AKPER PEMKAB MUNA Askep serumen AKPER PEMKAB MUNA
Askep serumen AKPER PEMKAB MUNA
 
Askep serumen AKPER PEMKAB MUNA
Askep serumen AKPER PEMKAB MUNA Askep serumen AKPER PEMKAB MUNA
Askep serumen AKPER PEMKAB MUNA
 
Geo pencemaran suara
Geo pencemaran suaraGeo pencemaran suara
Geo pencemaran suara
 
Makalah audiometer
Makalah audiometerMakalah audiometer
Makalah audiometer
 
Workshop tuli akibat bising
Workshop tuli akibat bisingWorkshop tuli akibat bising
Workshop tuli akibat bising
 
kebisingan
kebisingankebisingan
kebisingan
 
EDUP3103: MASALAH PENDENGARAN.pdf
EDUP3103: MASALAH PENDENGARAN.pdfEDUP3103: MASALAH PENDENGARAN.pdf
EDUP3103: MASALAH PENDENGARAN.pdf
 
Kebisingan_Kesehatan dan keselamatan kerja
Kebisingan_Kesehatan dan keselamatan kerjaKebisingan_Kesehatan dan keselamatan kerja
Kebisingan_Kesehatan dan keselamatan kerja
 
5. laporan praktikum biologi perambatan bunyi melalui tulang tengkorak
5. laporan praktikum biologi perambatan bunyi melalui tulang tengkorak5. laporan praktikum biologi perambatan bunyi melalui tulang tengkorak
5. laporan praktikum biologi perambatan bunyi melalui tulang tengkorak
 
Polusi suara
Polusi  suaraPolusi  suara
Polusi suara
 
Kebisingan,,
Kebisingan,,Kebisingan,,
Kebisingan,,
 
kebisingan
kebisingankebisingan
kebisingan
 
76586707 makalah-fisling-akustik
76586707 makalah-fisling-akustik76586707 makalah-fisling-akustik
76586707 makalah-fisling-akustik
 

Recently uploaded

2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdfMeboix
 
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxSediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxwisanggeni19
 
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obatFARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obatSyarifahNurulMaulida1
 
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod SurabayaToko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabayaajongshopp
 
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.pptPERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.pptbekamalayniasinta
 
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docxpuskesmasseigeringin
 
Update 2023 Tentang Sepsis Dan Syok Pada Pasien Dewasa
Update 2023 Tentang Sepsis Dan Syok Pada Pasien DewasaUpdate 2023 Tentang Sepsis Dan Syok Pada Pasien Dewasa
Update 2023 Tentang Sepsis Dan Syok Pada Pasien DewasaErdinataKusuma1
 
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptToksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptRoniAlfaqih2
 
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar KepHaslianiBaharuddin
 
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptxKeperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptxrachmatpawelloi
 
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).pptMATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).pptbambang62741
 
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmasserbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmasmufida16
 
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.pptDesiskaPricilia1
 
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONALPPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONALMayangWulan3
 
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdfLaporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdfHilalSunu
 
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptxrachmatpawelloi
 
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfStrategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfhsetraining040
 
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.pptSOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.pptDwiBhaktiPertiwi1
 
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptxTUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptxTriNurmiyati
 
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxLaporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxkaiba5
 

Recently uploaded (20)

2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
 
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxSediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
 
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obatFARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
FARMAKOLOGI OBAT PERSALINAN farmakologi obat
 
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod SurabayaToko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
Toko Jual Alat Bantu Penis Ikat Pinggang 081388333722 Cod Surabaya
 
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.pptPERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
PERAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN PELAYANAN KELOMPOK 4.ppt
 
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
2.8.2.a Bukti Pemantauan Kegiatan Evaluasi UKME.docx
 
Update 2023 Tentang Sepsis Dan Syok Pada Pasien Dewasa
Update 2023 Tentang Sepsis Dan Syok Pada Pasien DewasaUpdate 2023 Tentang Sepsis Dan Syok Pada Pasien Dewasa
Update 2023 Tentang Sepsis Dan Syok Pada Pasien Dewasa
 
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.pptToksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
Toksikologi obat dan macam-macam obat yang toksik dan berbahaya.ppt
 
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
 
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptxKeperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
Keperawatan Anatomi Fisiologi Laktasi.pptx
 
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).pptMATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
 
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmasserbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
serbuk terbagi dan serbuk tabur yang gunakan untuk farmas
 
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
456720224-1-Antenatal Care-Terpadu-10-T-ppt.ppt
 
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONALPPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
PPT KONTRASEPSI KB HORMONAL DAN NON HORMONAL
 
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdfLaporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
 
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
414325562-Ppt- Keperawatan GawatDarurat Trauma-Abdomen.pptx
 
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdfStrategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
Strategi_Pengendalian_RisikoZSFADXSCFQ.pdf
 
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.pptSOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
SOSIALISASI MATERI DEMAM BERDARAH DENGUE.ppt
 
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptxTUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
 
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptxLaporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
Laporan Kasus - Tonsilitis Kronik Eksaserbasi Akut.pptx
 

KEBISINGAN

  • 1. LAPORAN PRAKTIKUM KESEHATAN KERJA LANJUTAN (PENGUKURAN KEPARAHAN TINGKAT KEBISINGAN TENAGA KERJA DENGAN METODE AUDIOMETRI) OLEH : Firmansyah Ilham Sasmita D. 2440018015 PROGRAM STUDI D-IV KESEHATAN AN KESELAMATAN KERJA FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA 2020
  • 2. LEMBAR PENGESAHAN 1. Judul praktikum : PENGUKURAN KEPARAHAN TINGKAT KEBISINGAN TENAGA KERJA DENGAN METODE AUDIOMETRI 2. Mata kuliah : Kesehatan Kerja Lanjutan 3. Identitas praktikan a. Nama : Firmansyah Ilham Sasmita D. b. NIM : 2440018015 4. Identitas dosen a. Nama : Merry Sunaryo, S.KM., M.KKK b. NPP : 16021051 Mengetahui, Dosen Merry Sunaryo, S.KM., M.KKK NPP. 16021051 Surabaya, 30 Oktober 2020 Praktikan Firmansyah Ilham Sasmita D. NIM. 2440018015
  • 3. BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan industry yang terus meningkat jelas menggunakan tenaga kerja sebagai unsur utama dalam proses pengolahan bahan baku material, mesin, peralatan, dan proses lainnya ditempat kerja guna menghasilkan produk yang berguna bagi masyarakat. Akibat dari berkembang pesatnya teknologi yang turut mengembangkan pertumbuhan industry adalah timbulnya masalah kebisingan yang berpengaruh mulai dari gangguan konsentrasi, komunikasi, dan kenikmatan kerja sampai pada cacat karena kehilangan daya dengar yang menetap. Kebisingan tidak hanya berpengaruh terhadap kualitas kerja tetapi juga berpengaruh terhadap tenaga kerja (Budiono, 2003). Suara di tempat kerja berubah menjadi salah satu bahaya kerja (occupational hazard) saat keberadannya dirasakan mengganggu/ tidak diinginkan secara fisik dan psikis (Tambunan, 2005). Dalam Permenaker No. 13 Tahun 2011 disebutkan bahwa nilai ambang batas (NAB) yang diperkenankan untuk kebisingan adalah 85 dB dengan waktu pemapara 8 jam sehari dan 40 jam seminggu. Pengaruh utama kebisingan pada kesehatan yaitu kerusakan kepada indera pendengaran, yang menyebabkan tuli progresif, dan akibat demikian telah diketahui dan diterima umum untuk berabad – abad lamanya. Dengan kemampuan upaya hygine perusahaan dan kesehatan kerja (hiperkes), akibat buruk dari kebisingan kepada alat indera pendengaran boleh dikatakan dapat dicegah asalkan program konservasi pendengaran (hearing conservation program) dilaksanakan dengan sebaik – baiknya (Suma’mur, 2009). Kebisingan dapat mengakibatkan ketulian atau kerusakan indera pendengaran.Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas mengingat pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja, dengan mengetahui nilai kebisingan pada peralatan kerja dan paparan yang diterima oleh pekerja yang berpengaruh terhadap penurunan daya pendengaran.
  • 4. 1.2 TUJUAN Adapun tujuan dilakukannya praktikum ini adalah : 1. Mengetahui cara pengukuran alat audiometer 2. Menganalisis dampak paparan kebisingan tenaga kerja dengan alat audiometer 3. Menganalisis pengaruh intensitas kebisingan terhadap kesehatan alat indera pendengaran tenaga kerja 4. Mengetahui cara membaca hasil audiogram 1.3 MANFAAT 1. Bagi Penulis  Dapat memahami cara pengukuran alat audiometer  Dapat memahami cara membaca hasil audiogram 2. Bagi Pembaca  Menambah wawasan dan memahami tentang dampak paparan kebisingan dapat mempengaruhi kesehatan alat indera pendengaran tenaga kerja.
  • 5. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT KERJA Gangguan pendengaran adalah ketidak mampuan secara parsial atau total untuk mendengarkan suara pada salah satu atau kedua telinga. Gangguan pendengaran dapat diklasifikasikan sebagai yaitu tuli konduktif, tuli sensorineural dan tuli campuran. Gangguan pendengaran yang tidak di tangani memiliki efek negatif psikologi serius pada pekerja yang selalu terpapar bising. Efek psikologi yang dapat timbul seperti, rasa malu, rasa bersalah dan marah, perasaan di permalukan, masalah konsentrasi, merasa tidak aman, rasa rendah diri/rasa percaya diri kurang. Definisi gangguan pendengaran adalah ketidakmampuan secara parsial atau total untuk mendengar suara pada salah satu kedua telinga. Pembagian gangguan pendengaran berdasarkan tingkatan beratnya gangguan pendengaran, yaitu mulai dari gangguan pedengaran ringan (20-39 dB), gangguan pendengaran sedang (40-69 dB) dan gangguan pendengaran berat (70-89 dB). Gangguan pendengaran adalah perubahan pada tingkat pendengaran yang berakibat kesulitan dalam melaksanakan kehidupan normal, biasanya dalam hal memahami pembicaraan. Secara kasar, gradasi gangguan pendengaran karena bising itu sendiri dapat ditentukan menggunakan parameter percakapan sehari-hari sebagai berikut. Gradasi Parameter: a. Normal: Tidak mengalami kesulitan dalam percakapan biasa (6m). b. Sedang : Kesulitan dalampercakapan sehari-hari mulai jarak >1,5m c. Menengah: Kesulitan dalam percakapan keras sehari-hari mulai jarak> 1,5m d. Berat : Kesulitan dalam percakapan keras/berteriak pada jarak >1,5m e. Sangat berat: Kesulitan dalam percakapan keras/berteriak pada jarak <1,5m f. Tuli total : Kehilangan kemampuan pendengaran dalam berkomunikas Gangguan pendengaran menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI. No. Kep. 13/Men/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja menyatakan bahwa kebisingan adalah semua bunyi yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan/atau alat-alat
  • 6. kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan bahaya.Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep. 13/Men/X/2011, Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan adalah 85 dBA untuk waktu pajanan 8 jam sehari dan 40 jam seminggu. Salah satu faktor fisik yang berpengaruh terhadap tenaga kerja adalah kebisingan, yang mampu menyebabkan berkurangnya pendengaran. 2.2 JENIS GANGGUAN PENDENGARAN Ada tiga jenis gangguan pendengaran, yaitu konduktif, sensorineural, dan campuran. Pada gangguan pendengaran konduktif terdapat masalah di dalam telinga luar atau tengah, sedangkan pada gangguan pendengaran sensorineural terdapat masalah di telinga bagian dalam dan saraf pendengaran. Sedangkan, tuli campuran disebabkan oleh kombinasi tuli konduktif dan tuli sensorineural. Faktor penyebab gangguan pendengaran adalah otitis media suppuratif kronik (OMSK), tuli sejak lahir, pemakaian obat ototoksik, pemaparan bising, dan serumen prop. a. Gangguan Pendengaran Jenis Konduktif Pada gangguan pendengaran jenis ini, transmisi gelombang suara tidak dapat mencapai telinga dalam secara efektif. Ini disebabkan karena beberapa gangguan atau lesi pada kanal telinga luar, rantai tulang pendengaran, ruang telinga tengah, fenestra ovalis, fenestra rotunda, dan tuba auditiva. Pada bentuk yang murni (tanpa komplikasi) biasanya tidak ada kerusakan pada telinga dalam, maupun jalur persyarafan pendengaran nervus vestibulokoklearis (N.VIII). Gejala yang ditemui pada gangguan pendengaran jenis ini adalah seperti berikut: 1. Ada riwayat keluarnya carian dari telinga atau riwayat infeksi telinga sebelumnya. 2. Perasaan seperti ada cairan dalam telinga dan seolah-olah bergerak dengan perubahan posisi kepala. 3. Dapat disertai tinitus (biasanya suara nada rendah atau mendengung). 4. Bila kedua telinga terkena, biasanya penderita berbicara dengan suara lembut (soft voice) khususnya pada penderita otosklerosis.
  • 7. 5. Kadang-kadang penderita mendengar lebih jelas pada suasana ramai. Menurut Lalwani, pada pemeriksaan fisik atau otoskopi, dijumpai ada sekret dalam kanal telinga luar, perforasi gendang telinga, ataupun keluarnya cairan dari telinga tengah. Kanal telinga luar atau selaput gendang telinga tampak normal pada otosklerosis. Pada otosklerosis terdapat gangguan pada rantai tulang pendengaran. Pada tes fungsi pendengaran, yaitu tes bisik, dijumpai penderita tidak dapat mendengar suara bisik pada jarak lima meter dan sukar mendengar kata-kata yang mengandung nada rendah. Melalui tes garputala dijumpai Rinne negatif. Dengan menggunakan garputala 250 Hz dijumpai hantaran tulang lebih baik dari hantaran udara dan tes Weber didapati lateralisasi ke arah yang sakit. Dengan menggunakan garputala 512 Hz, tes Scwabach didapati Schwabach memanjang . b. Gangguan Pendengaran Jenis Sensorineural Gangguan pendengaran jenis ini umumnya irreversibel. Gejala yang ditemui pada gangguan pendengaran jenis ini adalah seperti berikut: 1. Bila gangguan pendengaran bilateral dan sudah diderita lama, suara percakapan penderita biasanya lebih keras dan memberi kesan seperti suasana yang tegang dibanding orang normal. Perbedaan ini lebih jelas bila dibandingkan dengan suara yang lembut dari penderita gangguan pendengaran jenis hantaran, khususnya otosklerosis. 2. Penderita lebih sukar mengartikan atau mendengar suara atau percakapan dalam suasana gaduh dibanding suasana sunyi. 3. Terdapat riwayat trauma kepala, trauma akustik, riwayat pemakaian obatobat ototoksik, ataupun penyakit sistemik sebelumnya. Pada pemeriksaan fisik atau otoskopi, kanal telinga luar maupun selaput gendang telinga tampak normal. Pada tes fungsi pendengaran, yaitu tes bisik, dijumpai penderita tidak dapat mendengar percakapan bisik pada jarak lima meter dan sukar mendengar katakata yang mengundang nada tinggi (huruf konsonan). Pada tes garputala Rinne positif, hantaran udara lebih baik dari pada hantaran tulang. Tes Weber ada lateralisasi ke arah telinga sehat. Tes Schwabach ada pemendekan hantaran tulang. .
  • 8. c. Gangguan Pendengaran Jenis Campuran Gangguan jenis ini merupakan kombinasi dari gangguan pendengaran jenis konduktif dan gangguan pendengaran jenis sensorineural. Mula-mula gangguan pendengaran jenis ini adalah jenis hantaran (misalnya otosklerosis), kemudian berkembang lebih lanjut menjadi gangguan sensorineural. Dapat pula sebaliknya, mula-mula gangguan pendengaran jenis sensorineural, lalu kemudian disertai dengan gangguan hantaran (misalnya presbikusis), kemudian terkena infeksi otitis media. Kedua gangguan tersebut dapat terjadi bersama-sama. Misalnya trauma kepala yang berat sekaligus mengenai telinga tengah dan telinga dalam. Gejala yang timbul juga merupakan kombinasi dari kedua komponen gejala gangguan pendengaran jenis hantaran dan sensorineural. Pada pemeriksaan fisik atau otoskopi tanda-tanda yang dijumpai sama seperti pada gangguan pendengaran jenis sensorineural. Pada tes bisik dijumpai penderita tidak dapat mendengar suara bisik pada jarak lima meter dan sukar mendengar kata-kata baik yang mengandung nada rendah maupun nada tinggi. Tes garputala Rinne negatif. Weber lateralisasi ke arah yang sehat. Schwabach memendek. 2.3 AUDIOMETRI Audiometri berasal dari kata audire dan metrios yang berarti mendengar dan mengukur (uji pendengaran) Audiometri adalah teknik untuk mengidentifikasi dan menentukan ambang pendengaran seseorang dengan mengukur sensitivitas pendengarannya menggunakan alat yang disebut audiometer, sehingga perawatan medis atau salah satu alat bantu dengar yang tepat dapat diresepkan. Dengan teknik ini, rangsangan pendengaran dengan taraf intensitas yang berbeda-beda disajikan kepada pasien yang akan menanggapi rangsangan ini. Tingkat intensitas minimum rangsangan yang diperoleh dari respon yang konsisten diambil sebagai ambang pendengaran. Berdasarkan ambang pendengaran, sensitivitas pendengaran pasien dapat diestimasi dengan
  • 9. mengunakan sebuah audiogram. Sebuah audiogram adalah grafik taraf intensitas ambang dan frekuensi. Ada berbagai macam prosedur audiometri yang berbeda-beda tergantung pada rangsangan digunakan, diantaranya adalah audiometri nada murni dan audiometri tutur. Audiometer terdiri dari berbagai jenis, tergantung pada rentang frekuensi ,berbagai output akustik, modus penyajian akustik, fasilitas masking, prosedur yang digunakan, dan jenis stimulus akustik. Audiometer mampu menghasilkan nada murni pada frekuensi tertentu, taraf intensitas tertentu, dan durasi, baik tunggal atau gabungan. Sebuah audiometer konvensional terdiri dari tombol- tombol dengan skala kalibrasi untuk menyeleksi frekuensi nada tingkat tertentu. Terdapat dua macam audiometer yakni audiometer nada murni dan tutur 1. Audiometer nada murni Audiometer nada murni adalah suatu alat uji pendengaran dengan yang dapat menghasilkan bunyi nada-nada murni dari berbagai frekuensi 250 Hz, 500 Hz, 1000 Hz, 2000 Hz, 4000 Hz, 8000 Hz dan taraf intensitas dalam satuan (dB). Bunyi yang dihasilkan disalurkan melalui headphone ke telinga orang yang diperiksa pendengarannya. Masing-masing untuk menukur ketajaman pendengaran melalui hantaran udara (untuk keluaran dari headphone) pada tingkat intensitas nilai ambang, sehingga akan didapatkan kurva hantaran tulang dan hantaran udara. Telinga manusia normal mampu mendengar suara dengan kisaran frekuensi 20-20.000 Hz. Frekuensi dari 500- 2000 Hz yang paling penting untuk memahami percakapan sehari-hari. Derajat ketulian dan nilai ambang pendengaran menurut ISO 1964 (Acceptable audiometric hearing levels) dan ANSI 1969 (Standard Reference Threshold Sound-Pressure Levels for Audiometers) pada frekuensi nada murni: a. Jika peningkatan ambang dengar antara 0 - 25 dB, disebut normal b. Jika peningkatan ambang dengar antara 26 - 40 dB, disebut tuli ringan c. Jika peningkatan ambang dengar antara 41 - 60 dB, disebut tuli sedang d. Jika peningkatan ambang dengar antara 61 - 90 dB, disebut tuli berat
  • 10. e. Jika peningkatan ambang dengar > 90 dB, disebut tuli sangat berat Namun pada penelitian ini, taraf intensitas dari tiap frekuensi memiliki nilai maksimal yang berbeda. Nilai taraf intensitas maksimal untuk frekuensi 250 Hz dan 500 Hz sebesar 50 dB, frekuensi 1 kHz dan 2 kHz sebesar 55 dB, frekuensi 4 kHz sebesar 60 dB, sedangkan frekuensi 8 kHz sebesar 65 dB. 2. Audiometer tutur Audiometer tutur adalah alat uji pendengaran menggunakan kata- kata terpilih yang telah dibakukan dan dikaliberasi, untuk mengukur beberapa aspek kemampuan pendengaran. Prinsip audiometri tutur hampir sama dengan audiometri nada murni, hanya disini alat uji pendengaran menggunakan daftar kata terpilih yang dituturkan pada penderita. Kata-kata tersebut dapat dituturkan langsung oleh pemeriksa melalui mikrofon yang dihubungkan dengan audiometri tutur, kemudian disalurkan melalui headphone ke telinga yang diperiksa pendengarannya secara langsung, atau kata-kata direkam terlebih dahulu dan disimpan di dalam file PC, kemudian diputar kembali dan disalurkan melalui headphone penderita. Penderita diminta untuk menebak dan menirukan dengan jelas setiap kata yang didengar. Pemeriksa mencatat presentase kata-kata yang ditirukan dengan benar dari tiap denah pada tiap taraf intensitas. Hasil ini dapat digambarkan pada suatu diagram yang absisnya adalah taraf intensitas kata-kata yang didengar, sedangkan ordinatnya adalah persentase kata- kata yang ditebak dengan benar. Dari audiogram tutur dapat diketahui dua titik penting yaitu: a. Speech Reception Threshold (SRT) adalah batas minimum penerimaan percakapan dan bertujuan untuk mengetahui kemampuan pendengaran penderita dalam mengikuti percakapan sehari-hari atau disebut validitas sosial. Titik SRT ini diperoleh bila penderita telah dapat menirukan secara benar 50% dari katakata yang disajikan. Dengan SRT ini, kita dapat memperoleh gambaran ketulian secara kuantitatif.
  • 11. b. Speech Discrimination Score (SDS) untuk mengetahui kemampuan pendengaran penderita dalam membedakan bermacam-macam kata yang didengar. Normalnya adalah 90%- 100%. Audiometri tutur pada prinsipnya pasien akan mendengar kata-kata dengan jelas artinya pada taraf intensitas tertentu mulai terjadi gangguan sampai 50% tidak dapat menirukan kata-kata dengan tepat. Interpretasi hasil pemeriksaan Audiometer tutur untuk SRT : i. Ringan masih bisa mendengar pada taraf intensitas 20-40 dB ii. Sedang masih bisa mendengar pada taraf intensitas 40-60 dB iii. Berat sudah tidak dapat mendengar pada taraf intensitas 60 – 80 dB iv. Berat sekali tidak dapat mendengar pada taraf intensitas > 80 dB 2.4 CARA PENGUKURAN AUDIOMETRI 1. Konduksi udara (air conduction) Dilakukan dengan mengenakan perangkat headphone pada saluran telinga luar (outer ear). Pada f = 250 Hz – 8000 Hz (Hearing Threshold) 2. Konduksi tulang (bone conduction) Dilakukan dengan meletakkan bone conduction vibrator pada tulang di belakang telinga, getaran ditangkap oleh saluran pendengaran dalam (inner ear).
  • 12. BAB III METODE PELAKSANAAN A. METODE PELAKSANAAN Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah dengan mendapatkan materi, Mencari referensi secara mandiri dan dilampirkan di dalam Laporan secara pribadi B. WAKTU DAN TEMPAT Pelaksanaan praktikum ini dimulai pada hari Jumat tanggal 6 November 2020 dari pukul 08.00 WIB hingga pukul 23.59 WIB. yang dilaksanakan di Rumah masing masing mahasiswa. C. ALAT DAN BAHAN Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan praktikum ini adalah : 1. Alat a. Gadget (Laptop/Komputer/PC/Tablet/Gawai) b. Router ( Yang terkoneksi dengan jaringan internet ) 2. Bahan a. Referensi (Artikel/Jurnal/Website) b. Standarisasi yang terakreditasi ( ISO / ASA ) D. PROSEDUR KERJA Pertama mahasiswa diperintahkan untuk membuka wesbsite yang sudah disediakan oleh kampus yaitu e-sorogan lalu mahasiswa masuk ke dalam website itu dan dibekali sebuah arahan dari dosen yang menggunakan platform zoom. yang kedua mahasiswa diberikan sebuah wadah tanya jawab yang mana ketika terdapat sebuah instruksi yang masih belum paham bisa ditanyakan di forum/ wadah tersebut.
  • 13. Ketiga, mahasiswa diberikan sebuah bentuk format laporan yang sudah disediakan. Keempat mahasiswa mengerjakan laporan tersebut dengan prosedur yang sudah di jelaskan pada forum diskusi yang menggunakan platform zoom. Kelima, ketika sudah mengerjakan laporan mahasiswa.
  • 14. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL Pada saat melakukan kegiatan praktikum ini kami menemukan beberapa hasil data pembacaan alat audiometer dari jurnal yang kami temukan. Yang pertama kami menemukan hasil audiogram responden dalam melakukan analisis system kerja alat audio meter Pada audiogram diatas, hasil pembacaannya adalah pada standar ketulian telinga kanan nya adalah 4,2 dB dan telinga kiri 6,67 dB. Dan pada pengukuran bone telinga kanan dan kiri menunjukkan hasil 0 dB.
  • 15. Pada data kedua ini ditemukan sebuah kasus dimana terdapat salah satu pasien mengalami penurunan pendengaran sebelah kiri secara tiba-tiba. Pasien tersebut lalu mengkonsultasikan ke Bagian Kardiologi dengan Coronary Arterial Disease. Lalu dengan hasil baca audiometri nya sebagai berikut Pada saat pasien melakukan pengukuran pertama, hasil pembacaannya adalah pada intensitas ketulian telinga kanan nya adalah 25 dB dan telinga kiri 72,5 dB. Dan pada pengukuran bone telinga kanan menunjukkan hasil 12,5 dB dan kiri menunjukkan hasil 23,75 dB.
  • 16. Pada saat pasien melakukan pengukuran kedua, menemukan hasil intensitas ketulian telinga kanan nya adalah 24 dB dan telinga kiri 69 dB. Dan pada pengukuran bone telinga kanan menunjukkan hasil 13,75 dB dan kiri menunjukkan hasil 22,5 dB. Pada saat pasien melakukan pengukuran ketiga, menemukan hasil intensitas ketulian telinga kanan nya adalah 22 dB dan telinga kiri 35 dB. Dan pada pengukuran bone telinga kanan menunjukkan hasil 13,75 dB dan kiri menunjukkan hasil 16,25 dB. B. PEMBAHASAN Setelah mengetahui hasil pengukuran, kami melakukan penentuan kategori ketuliannya nya dengan menggunakan standar International Standart Organization (ISO) 1964 dB dengan seperti table dibawah ini No. Kategori Nilai 1. Normal -10 s/d 26 dB 2. Tuli Ringan 27 s/d 40 dB 3. Tuli Menengah 41 s/d 55 dB 4. Tuli Menengah Berat 55 s/d 70 dB 5. Tuli Berat 71 s/d 90 d/B Maka dari data pengukuran pertama hasil pembacaannya adalah No. Parameter Bagian Pengujian Nilai Kategori
  • 17. (dB) ISO 1964 (dB) 1. Air conduction Kanan 4,2 -10 s/d 26 dB Normal Kiri 6,67 Bone Conduction Kanan 0 Kiri Lalu pada hasil pengukuran data kedua yaitu : No. Hari ke Parameter Bagian Pengujian ( dB) Nilai ISO 1964 ( dB ) Kategori 1. Pertama Air conduction Kanan 25 -10 s/d 26 dB Normal Kiri 72,5 71 s/d 90 d/B Tuli Berat Bone conduction Kanan 12,5 -10 s/d 26 dB Normal Kiri 23,75 -10 s/d 26 dB Normal 2. Kedua Air conduction Kanan 24 -10 s/d 26 dB Normal Kiri 69 55 s/d 70 dB Tuli Menengah Berat
  • 18. Bone conduction Kanan 13,75 -10 s/d 26 dB Normal Kiri 22,5 -10 s/d 26 dB Normal 3. Ketiga Air Conduction Kanan 22 -10 s/d 26 dB Normal Kiri 35 27 s/d 40 dB Tuli Ringan Bone Conduction Kanan 13,75 -10 s/d 26 dB Normal Kiri 16,25 -10 s/d 26 dB Normal Pada data table diatas mengemukakan bahwa pasien tersebut menderita tuli berat pada saat awal pengukuran di lab lalu hari demi hari pasien tesebut melakukan pengobatan sehingga tingkat ketulian menjadi berkurang.
  • 19. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Kebisingan tidak hanya berpengaruh terhadap kualitas kerja tetapi juga berpengaruh terhadap kerja (Budiyono, 2003). Kebisingan termasuk salah faktor fisika ditempat kerja yang dapat menyebabkan kerusakan pada alat indera pendengaran tenaga kerja. Ini dapat dibuktikan secara ilmiah melalui metode pengukuran audiometri dengan menggunakan audiometer. Audiometri adalah teknik untuk mengidentifikasi dan menentukan ambang pendengaran seseorang dengan mengukur sensitivitas pendengarannya menggunakan alat yang disebut audiometer, sehingga perawatan medis atau salah satu alat bantu dengar yang tepat dapat diresepkan. B. SARAN Adapun saran yang diharapkan dalam masa yang akan datang adalah kegiatan praktikum ini dapat dilakukan secara offline dan perlu dilakukan secara periodic sebanyak dua kali dalam setahun.
  • 20. REFERENSI Andrias Wahyu Listianingrum. 2011. Pengaruh Intensitas Kebisingan Terhadap Ambang Dengar Tenaga Kerja Di PT Sekar Bengawan Kabupaten Karanganyar. Skripsi. Program Studi D-IV Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Bahtiar, Syaiful., Setiawan, Iwan., Isnanto, Rizal. 2003. AUDIOMETER BERBASIS SOUNDCARD PADA KOMPUTER PRIBADI. Makalah Seminar Tugas Akhir. Program Studi Teknik Elektro Ekstensi. Universitas Diponegoro. Eryani, Yesti Mulia., Wibowo, Catur Ari., Saftarina Fitri. 2017. Faktor Risiko Terjadinya Gangguan Pendengar Akibat Bising. Lampung. Universitas Lampung. Indrayani, Witari., Setiawan, Putra., Saputra, Dwi. 2015. TULI SENSORINEURAL MENDADAK PASCA KATETERISAI JANTUNG. Laporan Khusus. Program Studi Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok-Kepala Leher. Universitas Udayana. Noor Amalia Chusna, Haryono Setiyo Huboyo, Pertiwi Andarani. ANALISIS KEBISINGAN PERALATAN PABRIK TERHADAP DAYA PENDENGARAN PEKERJA DI PT. PURA BARUTAMA UNIT PM 569 KUDUS. Jurnal Teknik Lingkungan, Vol. 6, No. 1 (2017). Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Permenaker No. 13 Tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Kimia dan Fisika di Tempat Kerja Rantung, Petra S., Palandeng, Ora I., Mengko, Steward I. Gambaran Audiometri Pada Lansia Di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Terlantar Senja Cerah Manado Tahun 2018. Jurnal Medik dan Rehabilitasi (JMR), Volume 1, Nomor 2, Desember 2018. Ratrianto, Anton., Zahra, Ajub Ajulian., Darjat. 2013. Perancangan Perangkat Audiometer Pengukuran Tingkat Derajat Ketulian Menggunakan Mikronkontroler ATMEGA 8535. Transient, Vol. 2, No.3, September 2013, ISSN: 2302-9927,835.