Dokumen tersebut membahas tentang hukum acara perdata khususnya mengenai pembuatan dan pengajuan gugatan. Secara singkat, dokumen menjelaskan tahapan pembuatan gugatan yang meliputi identitas para pihak, dasar hukum tuntutan (fundamentum petendi), dan permintaan penggugat (petitum). Dokumen juga menjelaskan cara pengajuan gugatan melalui pendaftaran, pembayaran biaya, dan penetapan persidangan ole
2. Hal Penting dalam Pembuatan Gugatan
• Identitas
• Posita (Fundamentum Petendi)
• Petitum (Tuntutan)
3. Legal Standing di Rv
• Secara yuridis, Rv sudah dinyatakan tidak berlaku.
• Mengenai persyaratan tentang isi gugatan tidak ada
ketentuannya, tetapi kita dapat melihat dalam pasal 8
Rv yang mengharuskan adanya pokok gugatan yang
meliputi :
• (1) Identitas para pihak;
• (2) Dalil-dalil konkret tentang adanya hubungan
hukum yang merupakan dasar serta alasan-alasan
daripada tuntutan. Dalil-dalil ini lebih dikenal dengan
istilah fundamentum petendi;
• (3) Tuntutan atau petitum ini harus jelas dan tegas.
• (HIR dan Rbg sendiri hanya mengatur mengenai cara
mengajukan gugatan)
4. Identitas Para Pihak
• Yang dimaksud dengan identitas
adalah data diri penggugat dan
tergugat yang meliputi nama,
pekerjaan, tempat tinggal.
5. Posita (Fundamentum Petendi)
• Fundamentum petendi adalah dalil-dalil
konkrit tentang adanya hubungan yang
merupakan dasar serta ulasan dari tuntutan.
• Fundamentum petendi ini terdiri dari dua
bagian :
• (1) Bagian yang menguraikan tentang
kejadian atau peristiwa (feitelijke
gronden); dan
• (2) Bagian yang menguraikan tentang
dasar hukumnya (rechtgronden).
6. Posita (Fundamentum Petendi)
• Uraian tentang kejadian yang merupakan
penjelasan duduk perkara tentang adanya hak
atau hubungan hukum yang menjadi dasar
yuridis dari tuntutan.
• Mengenai uraian yuridis tersebut tidak berarti
harus menyebutkan peraturan-peraturan
hukum yang dijadikan dasar tuntutan,
melainkan cukup hak atau peristiwa yang
harus dibuktikan di dalam persidangan nanti
sebagai dasar dari tuntutan, yang memberi
gambaran tentang kejadian materiil yang
merupakan dasar tuntutan itu.
7. Posita (Fundamentum Petendi)
• Mengenai seberapa jauh harus dicantumkannya
perincian tentang peristiwa yang dijadikan dasar
tuntutan, ada beberapa pendapat :
• (1) Menurut Subtantierings Theori, tidak cukup
disebutkan hukum yang menjadi dasar tuntutan
saja, tetapi harus disebutkan pula kejadian-
kejadian yang nyata yang mendahului peristiwa
hukum yang menjadi dasar gugatan itu, dan
menjadi sebab timbulnya peristiwa hukum
tersebut, misalnya bagi penggugat yang menuntut
miliknya, selain menyebutkan bahwa sebagai
pemilik, ia juga harus menyebutkan asal-asul
kepemilikan itu.
8. Posita (Fundamentum Petendi)
• (2) Menurut Individualisering Theori, sudah
cukup dengan disebutkannya kajadian-kejadian
yang dicantumkan dalam gugatan yang sudah
dapat menunjukkan adanya hubungan hukum
yang menjadi dasar tuntutan. Dasar atau sejarah
terjadinya hubungan tersebut tidak perlu
dijelaskan, karena hal tersebut dapat dikemukakan
didalam sidang-sidang yang akan datang dengan
disertai pembuktian.
• (3) Menurut Mahkamah Agung, sudah cukup
dengan disebutkannya perumusan kejadian
materiil secara singkat.
9. Petitum (Tuntutan)
• Petitum/Tuntutan adalah apa yang dimintakan atau
diharapkan penggugat agar diputuskan oleh hakim.
Tuntutan itu akan terjawab didalam amar atau diktum
putusan. Oleh karenanya petitum harus dirumuskan
secara jelas dan tegas.
• Tuntutan yang tidak jelas atau tidak sempurna dapat
barakibat tidak diterimanya tuntutan tersebut.
Demikian pula gugatan yang berisi pernyataan-
pernyataan yang bertentangan satu sama lain disebut
obscuur libel ( gugatan yang tidak jelas dan tidak
dapat dijawab dengan mudah oleh pihak tergugat)
berakibat tidak diterimanya gugatan tersebut.
10. Petitum (Tuntutan)
• Sebuah tuntutan dapat dibagi menjadi 3, yaitu :
• (1) Tuntutan primer atau tuntutan pokok yang
langsung berhubungan dengan pokok perkara.
• (2) Tuntutan tambahan, bukan tuntutan pokok
tetapi masih ada hubungannya dengan pokok
perkara.
• (3) Tuntutan subsidair atau pengganti.
• Meskipun tidak selalu tapi seringkali di samping
tuntutan pokok masih diajukan tuntutan
tamabahan yang merupakan pelengkap daripada
tuntutan pokok.
11. Tuntutan Tambahan
• Biasanya tututan tambahan bisa berwujud :
• (1) Tuntutan agar tergugat dihukum untuk
membayar biaya perkara.
• (2) Tuntutan “uivoerbaar bij voorraad” yaitu
tuntutan agar putusan dapat dilaksanakan lebih
dulu meskipun ada perlawanan, banding atau
kasasi. Didalam praktik permohonan uivoerbaar
bij voorraad bisa dikabulkan. Namun demikian,
Mahkamah Agung menginstruksikan agar hakim
tidak secara mudah memberikan putusan
uivoerbaar bij voorraad.
12. Tuntutan Tambahan
• (3) Tuntutan agar tergugat dihukum untuk
membayar bunga (moratoir) apabila tuntutan yang
demikian oleh penggugat berupa sejumlah uang
tertentu.
• (4) Tuntutan agar tergugat dihukum untuk
mambayar uang paksa (dwangsom), apabila
hukuman itu tidak berupa pembayaran sejumlah
uang selama ia tidak memenuhi isi putusan
• (5) Dalam hal gugat cerai sering disertai juga
dengan tuntutan nafkah bagi istri atau pembagian
harta.
13. Tuntutan Subsidair
• Mengenai tuntutan subsidair selalu diajukan
sebagai pengganti apabila hakim berpendapat lain.
Biasanya tuntutan subsidair itu berbunyi “agar
hakim mengadili menurut keadilan yang benar”
atau “ mohon putusan yang seadil-adilnya” (aequo
et bono). Jadi tujuan dari tuntutan subsidair adalah
agar apabila tuntutan primer ditolak masih ada
kemungkinan dikabulkannya gugatan yang
didasarkan atas kebebasan hakim serta keadilan.
14. Gugatan Biasa dan Referte
• Didalam berperkara di Pengadilan
kita mengenal gugatan biasa dan
gugatan yang bersifat referte.
(Referte adalah jawaban dari pihak
tergugat yang berupa menyerahkan
seluruhnya kepada kebijaksanaan
hakim, tergugat disini tidak
membantah dan tidak pula
membenarkan isi gugatan)
15. Pencabutan Gugatan
• Sebuah gugatan dapat dicabut selama
putusan pengadilan belum dijatuhkan
dengan catatan :
• (1) Apabila gugatan belum sampai dijawab
oleh tergugat, maka penggugat dapat
langsung mengajukan pencabutan gugatan.
• (2) Apabila pihak tergugat sudah
memberikan jawaban maka pencabutan
gugatan dapat dilaksanakan apabila ada
persetujuan dari tergugat.
16. Cara Pengajuan Gugatan
• Pendaftaran Gugatan
• Membayar Panjar Biaya Perkara
(Persekot)
• Registrasi Perkara
• Pelimpahan Berkas Perkara kepada
Ketua Pengadilan Negeri
• Penetapan Majelis Hakim oleh Ketua
Pengadilan Negeri
• Penetapan Hari Sidang
17. Pendaftaran Perkara
• Tahap pertama yang harus dilakukan calon penggugat
adalah mengajukan gugatan perdata dengan melakukan
pendaftaran gugatan ke pengadilan. Menurut Pasal 118
ayat (1) HIR, pendaftaran gugatan diajukan ke
Pengadilan Negeri berdasarkan kompetensi relatifnya.
• Cara menentukan kompetensi relatif tersebut yaitu,
berdasarkan tempat tinggal tergugat (pihak yang digugat
dalam perkara) atau berdomisili hukum yang ditunjuk
dalam perjanjian.
• Gugatan tersebut hendaknya diajukan secara tertulis,
ditandatangani oleh Penggugat atau kuasanya, dan
ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri. Pendaftaran
gugatan ini dapat dilakukan di kantor kepaniteraan
Pengadilan Negeri setempat.
18. Membayar Panjar Biaya Perkara
• Setelah pendaftaran gugatan diterima oleh kantor kepaniteraan
Pengadilan Negeri setempat, selanjutnya Penggugat wajib membayar
biaya perkara. Biaya perkara yang dibayarkan pada tahap ini disebut
panjar biaya perkara, yang merupakan biaya sementara yang finalnya
akan diperhitungkan setelah diputuskannya putusan pengadilan.
• Umumnya setelah dikeluarkan putusan pengadilan, pihak yang kalah
(antara Penggugat dan Tergugat) adalah pihak yang akan
menanggung biaya perkara. Biaya perkara yang dimaksud termasuk
biaya-biaya yang perlu dikeluarkan pengadilan dalam proses
pemeriksaan perkara tersebut, antara lain, biaya kepaniteraan, materai,
pemanggilan saksi, pemeriksaan setempat, pemberitahuan, eksekusi,
dan biaya lainnya yang diperlukan selama proses pemeriksaan dan
persidangan. Jika panjar biaya perkara kurang, maka Penggugat wajib
menambahkan, dan sebaliknya, apabila lebih maka biaya sisa harus
dikembalikan kepada Penggugat.
19. Membayar Panjar Biaya Perkara
• Terdapat pengecualian bagi Penggugat dan/atau
Tergugat yang tidak mampu membayar biaya
perkara, maka dalam Hukum Acara Perdata juga
mengizinkan untuk berperkara tanpa biaya
(prodeo/free of charge). Untuk berperkara tanpa
biaya, Penggugat dapat mengajukan permintaan
izin berperkara tanpa biaya dengan
melampirkannya dalam surat gugatannya atau
dalam surat tersendiri. Selain Penggugat, Tergugat
juga dapat mengajukannya sendiri. Permintaan ini
juga disertai dengan surat keterangan tidak
mampu dari camat atau kepala desa tempat tinggal
pihak yang mengajukan.
20. Registrasi Perkara
• Registrasi perkara adalah pencatatan
gugatan ke dalam Buku Register
Perkara untuk mendapatkan nomor
gugatan agar dapat diproses lebih
lanjut, dilakukan setelah melakukan
pembayaran panjar biaya perkara.
21. Pelimpahan Berkas Perkara kepada Ketua PN
• Setelah mendapatkan nomor perkara
berdasarkan nomor urut dalam Buku
Register Perkara, maka perkara tersebut
akan dilimpahkan kepada Ketua
Pengadilan Negeri. Pelimpahan tersebut
harus dilakukan secepat mungkin agar
tidak melanggar prinsip-prinsip
penyelesaian perkara secara sederhana,
cepat, dan biaya ringan, selambat-
lambatnya 7 hari dari tanggal registrasi.
22. Penetapan Majelis Hakim oleh Ketua PN
• Setelah memeriksa berkas yang
dilimpahkan ke Ketua Pengadilan Negeri,
Ketua Pengadilan Negeri akan menetapkan
Majelis Hakim yang akan memeriksa dan
memutus perkara selambat-lambatnya 7
hari setelah berkas diterima. Majelis hakim
terdiri dari sekurang-kurangnya 3 orang
Hakim, dengan komposisi satu orang
Ketua Majelis Hakim dan 2 orang Hakim
Anggota.
23. Penetapan Hari Sidang
• Setelah Majelis Hakim yang akan memeriksa dan
mengadili perkara tersebut terpilih, maka Majelis
Hakim kemudian menetapkan hari sidang.
Penetapan itu dituangkan dalam surat penetapan
selambat-lambatnya 7 hari setelah Majelis Hakim
menerima berkas perkara. Kemudian Majelis
Hakim akan memanggil para pihak (Penggugat
dan Tergugat) untuk hadir pada hari sidang yang
telah ditentukan. Kemudian proses persidangan
akan dimulai sesuai dengan Hukum Acara Perdata
yang berlaku.