SlideShare a Scribd company logo
1 of 60
PENGANTAR HUKUM ACARA &
PRAKTEK PERADILAN PERDATA
Maulana Amin Tahir, S.H., M.H.
HUKUM ACARA PERDATA
UPAYA HUKUM TERHADAP PUTUSAN
P E L A K S A N A A N P U T U S A N
P U T U S A N
P E M B U K T I A N
P E N D A H U L U A N
PENGAJUAN GUGATAN DAN PERMOHONAN
PEMERIKSAAN DI PERSIDANGAN
P E N D A H U L U A N
PENGERTIAN
HUKUM ACARA PERDATA
• Sudikno Mertokusumo
Hukum Acara Perdata adalah peraturan hukum yg
mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya
hukum perdata materiil dengan perantaraan
hakim.
• Retnowulan Sutantio
Hukum Acara Perdata disebut juga hukum perdata
formil yaitu kesemuanya kaidah hukum yg
menentukan dan mengatur cara bagaimana
melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban
perdata sebagaimana yg diatur dalam hukum
perdata materiil
SIFAT
HUKUM ACARA PERDATA
• Bersifat mengikat / memaksa
• Adanya perkara bergantung pada inisiatif
penggugat
SUMBER HUKUM ACARA PERDATA
• Sumber hukum  tempat kita menggali hukum
• Sumber Hukum Acara Perdata :
1. HIR (Het Herziene Indonesisch Reglement) / Reglemen Indonesia yg diperbaharui : S. 1848 no. 16, S. 1941 no. 44  u/ daerah Jawa dan Madura
2. Rbg (Rechtsreglement Buitengewesten) / Reglemen daerah seberang : S. 1927 no. 227  u/ luar Jawa dan Madura
3. Rv (Reglement op de Burgerlijke rechtsvordering) : S. 1847 no. 52, S. 1849 no. 63  u/ gol. Eropa
4. RO (Reglement op de Rechterlijke Organisatie in hed beleid der Justitie in Indonesie) / Reglemen tentang Organisasi Kehakiman : S. 1847 no. 23
5. BW (Burgerlijk Wetboek) terutama Buku ke IV tentang Pembuktian dan Daluwarsa
6. WvK (Wetboek van Koophandel)
7. UU 20/1947 yg mengatur mengenai hukum acara perdata dalam hal banding bagi Pengadilan Tinggi  u/ daerah Jawa dan Madura
8. SEMA 3/1963
9. UU 14/1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman jo. UU 4/2004 tentang Kekuasaan Kehakiman
10. UU 1/1974 tentang Perkawinan
11. PP 9/1975 tentang Pelaksanaan UU 1/1974 tentang Perkawinan
12. UU 7/1989 tentang Peradilan Agama jo. UU 3/2006
13. UU 14/1985 tentang Mahkamah Agung jo. UU 5/2004
14. UU 2/1986 tentang Peradilan Umum jo UU 8/2004
15. UU 5/1986 tentang PTUN
16. UU 31/1997 tentang Peradilan Militer
17. UU 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi
18. Yurisprudensi
19. Adat kebiasaan para hakim dalam melakukan pemeriksaan perkara perdata
20. Perjanjian Internasional, misal : Perjanjian Kerja Sama di bidang peradilan antara RI dgn Thailand
21. Doktrin atau ilmu pengetahuan
22. Instruksi & SEMA sepanjang mengatur hukum acara perdata & hukum perdata materiil
FUNGSI
HUKUM ACARA PERDATA
• Melaksanakan dan mempertahankan atau
menegakkan hukum perdata materiil dengan
perantaraan kekuasaan negara (peradilan)
ASAS – ASAS
HUKUM ACARA PERDATA
1. Hakim bersifat menunggu
2. Hakim pasif
3. Sifat terbukanya persidangan
4. Mendengar kedua belah pihak
5. Putusan harus disertai alasan – alasan
6. Beracara dikenakan biaya
7. Tidak ada keharusan mewakilkan
Maulana Amin Tahir, S.H., M.H.
PENGAJUAN GUGATAN &
PERMOHONAN
Maulana Amin Tahir, S.H., M.H.
GUGATAN DAN PERMOHONAN
• Ada 2 perkara yg diajukan yg diajukan ke
pengadilan yaitu Gugatan dan permohonan
GUGATAN PERMOHONAN
Terdapat pihak
penggugat & pihak
tergugat
Terdapat suatu
sengketa atau
konflik
Diajukan o/ seorang
pemohon/lebih scr
bersama-sama
Tidak ada suatu
sengketa atau konflik
KEWENANGAN MUTLAK dan
KEWENANGAN RELATIF
• Dalam Hukum Acara Perdata dikenal 2 macam
kewenangan :
1. Kewenangan Mutlak (Absolute Competentie) 
menyangkut pembagian kekuasaan antar badan-badan
peradilan, dilihat dari macamnya pengadilan
menyangkut pemberian kekuasaan u/ mengadili
(attributie van rechtsmacht)
2. Kewenangan relatif (Relative Competentie) 
mengatur pembagian kekuasaan mengadili antara
pengadilan yg serupa, tergantung dari tempat tinggal
tergugat  Ps. 118 HIR
 azas “Actor Sequitur Forum Rei”  yg berwenang
adalah PN tempat tinggal tergugat
GUGAT LISAN dan GUGAT TERTULIS
• Ps. 118 HIR  gugatan harus diajukan secara tertulis
dengan “surat gugatan” yg di-ttd o/ penggugat atau
wakil/kuasanya yg sah.
• Ps. 120 HIR  bagi mereka yg buta huruf, gugatan
dilakukan secara lisan melalui Ketua PN yg berwenang
u/ mengadili perkara itu, Ketua PN akan
membuat/menyuruh membuat gugatan tsb.
• Ps. 121 (4) HIR  Setelah surat gugatan atau gugat lisan
dibuat, harus didaftarkan di Kepaniteraan PN yg
bersangkutan serta membayar uang perkara.
Maulana Amin Tahir, S.H., M.H.
PEMERIKSAAN DI PERSIDANGAN
Maulana Amin Tahir, S.H., M.H.
Penggugat mengajukan
gugatan & melunasi
biaya perkara
Didaftar
Kepaniteraan PN
Penetapan & Penunjukann
Majelis Hakim o/ Ketua PN
Majelis Hakim :
1. Menetapkan tgl. Hari sidang;
2. Memanggil para pihak pd
hari sidang dgn membawa
saksi-saksi & bukti-bukti.
Penyerahan Surat Panggilan Sidang
& Salinan Surat Gugatan
kpd Para Pihak o/ Juru Sita.
Juru Sita menyerahkan
Risalah (Relaas)
Panggilan kpd Majelis Hakim.
PELAKSANAAN PEMERIKSAAN
DI PERSIDANGAN
PUTUSAN GUGUR
• Suatu perkara perdata dpt diputus scr :
1. contradictoir (kedua belah pihak hadir di persidangan); atau
2. di luar hadirnya salah 1 pihak yg berperkara.
merealisir asas : “audi et alteram partem”  kepentingan kedua pihak harus
diperhatikan
• Apabila penggugat tdk datang pd hari sidang yg ditetapkan & tdk pula mengirim wakilnya
menghadap meski telah dipanggil scr patut o/ Juru Sita, maka dapat dilakukan pemanggilan
kedua. (Ps. 126 HIR; Ps. 150 Rv)
• Apabila setelah pemanggilan kedua, penggugat/wakilnya tdk hadir sedang tergugat hadir,
maka u/ kepentingan tergugat, haruslah dijatuhi putusan. Dalam hal ini gugatan penggugat
dinyatakan gugur serta dihukum membayar biaya perkara (Ps. 124 HIR; Ps. 148 Rbg).
• Dlm putusan gugur, isi gugatan tdk diperiksa, shg putusan gugur itu tdk mengenai isi gugatan.
• Kpd penggugat diberi kesempatan u/ mengajukan gugatan lg dgn membayar biaya perkara.
• Apabila penggugat pd hr pertama sidang hadir, tp pd hr sidang berikutnya tdk hadir, mk
perkara diperiksa scr contradictoir.
VERSTEK (PUTUSAN DILUAR HADIR)
• Apabila tergugat tdk hadir stl dipanggil scr patut, mk gugatan
dikabulkan dgn putusan diluar hadir atau verstek, kecuali kalau
gugatan itu melawan hak atau tdk beralasan.
• Kapan boleh dijatuhkan putusan verstek ?
Ps. 125 HIR; Ps. 149 Rbg  ada 2 pendapat :
1. pd hr sidang pertama;
2. tdk hanya pd hr sidang pertama;
Ps. 126 HIR; Ps. 150 Rbg  memberi peluang pemanggilan kedua.
“HIR tdk mewajibkan tergugat u/ datang di persidangan.”
Lanjutan …..
VERSTEK (PUTUSAN DILUAR HADIR)
• Putusan verstek tdk berarti selalu dikabulkannya gugatan penggugat. Krn pd
hakekatnya lembaga verstek bertujuan merealisir asas “audi et alteram
partem”, shg seharusnya scr ex officio hakim harus mempelajari isi gugatan.
1. Jika gugatan tdk bersandarkan hukum, yaitu apabila peristiwa2 sbg dasar
tuntutan tdk membenarkan tuntutan, mk gugatan akan dinyatakan tdk
diterima. Putusan tdk diterima ini bermaksud menolak gugatan diluar pokok
perkara, shg di kmd hr penggugat masih dpt mengajukan lg gugatannya.
2. Jika gugatan tdk beralasan, yaitu apabila tdk diajukan peristiwa2 yg
membenarkan tuntutan, mk gugatan akan ditolak. Penolakan mrpk putusan stl
hakim mempertimbangkan pokok perkara, shg tdk terbuka lg kesempatan u/
mengajukan gugatan tsb u/ kedua kalinya kpd hakim yg sama (nebis in idem).
• Dlm putusan verstek dimana penggugat dikalahkan, penggugat dpt mengajukan
banding.
• Dalam putusan verstek, kalau tergugat hadir pd sidang pertama tp tdk hadir pd
sidang berikutnya, mk perkaranya diperiksa scr contradictoir.
PERDAMAIAN
• Apabila pd hr sidang pertama kedua belah pihak hadir, mk hakim
harus berusaha mendamaikan mereka (Ps. 130 HIR; Ps. 154 Rbg)
• Demi perdamaian ini, hakim akan mengundur sidang, & pd hr
sidang berikutnya apabila tjd perdamaian, mk harus dinyatakan
dlm surat perjanjian dibawah tangan yg ditulis di atas kertas
bermeterai. Demikian sbg dasar bg hakim menjatuhkan putusan,
yg isinya menghukum kedua belah pihak u/ memenuhi isi
perdamaian yg telah dibuat diantara pr pihak.
• Apabila tjd perdamaian, mk tdk dimungkinkan u/ dilaksanakan
banding.
• Usaha perdamaian terbuka sepanjang pemeriksaan di persidangan.
JAWABAN
• Ps. 121 ayat 2 HIR; Ps. 145 ayat 2 Rbg  tergugat dpt menjawab baik
scr tertulis maupun lisan.
• Bentuk Jawaban :
1. Pengakuan  membenarkan isi gugatan penggugat,
baik sebagian maupun seluruhnya.
2. bantahan (verweer)  pd hakekatnya bertujuan agar gugatan
penggugat ditolak. Bantahan ada 2 macam :
a. Tangkisan/Eksepsi  suatu sanggahan /
bantahan dr pihak tergugat thd gugatan penggugat yg tdk
langsung mengenai pokok perkara, yg berisi tuntutan batalnya
gugatan.
b. Sangkalan  sanggahan yg berhubungan dgn pokok
perkara.
• Akibat hukum dr adanya jawaban : penggugat tdk diperkenankan
mencabut gugatannya, kecuali dgn persetujuan tergugat.
Maulana Amin Tahir, S.H., M.H.
PEMBUKTIAN
Maulana Amin Tahir, S.H., M.H.
A R T I
• “Membuktikan” mengandung beberapa pengertian :
1. Dalam arti logis  memberi kepastian yg bersifat mutlak, krn
berlaku bagi setiap orang & tdk memungkinkan adanya bukti
lawan.
2. Dalam arti konvensionil  memberi kepastian yg bersifat
nisbi/relatif, baik berdasarkan perasaan belaka maupun
pertimbangan akal.
3. Dalam hukum acara perdata mempunyai arti yuridis
 memberi dasar-dasar yg cukup kpd hakim yg memeriksa
perkara guna memberi kepastian ttg kebenaran peristiwa yg
diajukan
 hanya berlaku bagi pihak-pihak yg berperkara atau yg
memperoleh hak dari mereka
 tdk menuju kpd kebenaran mutlak
 mrpk pembuktian historis
T U J U A N
• Tujuan Pembuktian  putusan hakim yg didasarkan atas
pembuktian tsb
BEBAN PEMBUKTIAN
• Hakim membebani para pihak dengan pembuktian
(bewijs last, burden of proof)
• Asas pembagian beban pembuktian  “barang
siapa yg mengaku mempunyai hak atau yg
mendasarkan pada suatu peristiwa u/ menguatkan
haknya itu atau u/ menyangkal hak orang lain,
harus membuktikan adanya hak atau peristiwa itu”
 Ps. 163 HIR (Ps. 283 Rbg, Ps. 1865 BW)
artinya : baik penggugat maupun tergugat dpt
dibebani dgn pembuktian, terutama penggugat
wajib membuktikan peristiwa yg diajukannya,
sedang tergugat berkewajiban membuktikan
bantahannya.
ALAT – ALAT BUKTI
• Paton  alat bukti dapat bersifat oral, documentary atau material.
• Macam-macam alat bukti dalam hukum acara perdata (Ps. 164 HIR, 284
Rbg, 1866 BW), a.l. :
1. Alat Bukti Tertulis
2. Saksi-saksi
3. Persangkaan
4. Pengakuan (Bekentenis Confession)
5. Sumpah
Alat bukti lain :
6. Pemeriksaan setempat (descente)
7. Keterangan Ahli (Expertise)
Alat Bukti Tertulis
• Dasar hukum :
Ps. 138, 165, 167 HIR; Ps. 164,
285 – 305 Rbg; S 1867 no. 29;
Ps. 1867 – 1894 KUHPerdata;
Ps. 138 – 147 Rv.
• Alat bukti tertulis  surat
SURAT
AKTA
BUKAN AKTA
AKTA
DIBAWAH TANGAN
AKTA OTENTIK
Saksi-saksi
• Dasar Hukum : Ps. 139-152, 168-172 HIR; Ps. 165-179 Rbg; Ps. 1895, 1902-1912 BW
• Kesaksian adalah kepastian yg diberikan kpd hakim di persidangan tentang peristiwa yg disengketakan dgn jalan
pemberitahuan secara lisan & pribadi o/ orang yg bukan salah 1 pihak dlm perkara, yg dipanggil di persidangan
• Ps. 139 HIR, 165 Rbg, 1909 BW  setiap orang yg bukan salah 1 pihak dapat bertindak sbg saksi, kecuali :
I. segolongan orang yg dianggap tdk mampu bertindak sbg saksi :
a. tidak mampu secara mutlak (absolut)
1. keluarga sedara & keluarga semenda menurut keturunan yg lurus dr salah 1 pihak  Ps. 145 (1) sub 1 HIR, 172
(1) Sub 1 Rbg, 1910 alinea 1 BW
2. suami/istri salah 1 pihak, meski sudah cerai  Ps. 145 (1) sub 2 HIR, 172 (1) Sub 3 Rbg, 1910 alinea 1 BW
b. tidak mampu secara nisbi (relatif)
1. anak-anak dibawah 15 th  Ps. 145 (1) sub 3 jo. (4) HIR, 172 (1) Sub 4 jo. 173 Rbg, 1912 BW
2. orang gila  Ps. 145 (1) sub 4 HIR, 172 (1) Sub 5 Rbg, 1912 BW
II. Segolongan orang yg a/ permintaan mereka sendiri dibebaskan memberi kesaksian 
hak ingkar (verschoningsrecht)  Ps. 146 HIR, 174 Rbg, 1909 alinea 2 BW :
a. saudara pa & pi serta ipar pa & pi dr salah 1 pihak
b. keluarga sedarah menurut keturunan yg lurus & saudara pa & pi dr suami/istri
salah 1 pihak
c. semua orang yg krn martabat, jabatan/hubungan kerja yg sah wajib
mempunyai rahasia sehubungan dgn martabat, jabatan/hubungan kerja yg sah itu
• Ps. 169 HIR, 306 Rbg, 1905 BW  azas “unus testis nullus testis”  satu saksi bukan saksi
• Ps. 171 (2) HIR, 308 (2) Rbg, 1907 BW  keterangan yg diberikan o/ saksi harus tentang peristiwa atau kejadian yg dialaminya
sendiri
• Kewajiban seorang saksi : menghadap, bersumpah, memberi keterangan
• Sifat kesaksian sbg alat bukti : tidak memaksa
Persangkaan
• Dasar Hukum : Ps. 164, 173 HIR; Ps. 284, 310 Rbg; Ps. 1866, 1915 -
1922 KUHPerdata.
• Pasal 1915 KUHPerdata  Persangkaan ialah kesimpulan yang oleh
undang-undang atau oleh Hakim ditarik dari suatu peristiwa yang
diketahui umum ke arah suatu peristiwa yang tidak diketahui
umum. Ada dua persangkaan, yaitu persangkaan yang berdasarkan
undang-undang dan persangkaan yang tidak berdasarkan undang-
undang.
• Ps. 173 HIR (Ps. 310 Rbg)  hanya mengatur persangkaan yg
didasarkan a/ kenyataan atau praesumptiones facti (feitelijke atau
rechterlijke vermoedens).
Pengakuan (Bekentenis Confession)
• Dasar hukum : HIR (Ps. 174, 175, 176), Rbg (Ps. 311, 312, 313), BW (Ps. 1923
– 1928).
• Pengakuan mrpk keterangan yg membenarkan peristiwa, hak atau hubungan
hukum yg diajukan o/ lawan.
• Ps. 1923 BW membedakan antara pengakuan yg diberikan di muka hakim di
persidangan (Ps. 174 HIR, 311 Rbg, 1925 & 1926 BW) & pengakuan yg
diberikan di luar persidangan (Ps. 175 HIR, 312 Rbg, 1927 & 1928 BW).
• Ps. 176 HIR, Ps. 313 Rbg, Ps. 1924 BW  pengakuan tdk boleh dipisah-
pisahkan (onsplitsbare aveu).
• Ilmu pengetahuan membagi pengakuan mjd 3 :
1. Pengakuan murni (aveu pur et-simple), ialah pengakuan yg sifatnya sederhana
& sesuai sepenuhnya dgn tuntutan pihak lawan.
2. Pengakuan dgn kualifikasi (gequalificeerde bekentenis, aveu qualifie), ialah
pengakuan yg disertai dgn sangkalan thd sebagian dr tuntutan.
3. Pengakuan dgn klausula (geclausuleerde bekentenis, aveu complexe), ialah
suatu pengakuan yg disertai dgn keterangan tambahan yg bersifat
membebaskan.
Pengakuan dgn kualifikasi maupun dgn klausula harus diterima dgn bulat &
tdk boleh dipisah-pisahkan dr keterangan tambahannya  onsplitsbare aveu.
Lanjutan … Pengakuan : Pengakuan yg
diberikan di muka hakim di persidangan
• Pengakuan yg diberikan di muka hakim di persidangan
(gerechtelijke bekentenis), mrpk keterangan sepihak,
baik tertulis maupun lisan yg tegas & dinyatakan o/
salah 1 pihak dalam perkara di persidangan, yg
membenarkan baik seluruhnya atau sebagian dr suatu
peristiwa, hak atau hubungan hukum yg diajukan o/
lawannya, yg mengakibatkan pemeriksaan lebih
lanjut o/ hakim mjd tidak diperlukan.
• Ps. 1926 BW  pengakuan yg diberikan di muka
hakim di persidangan tidak dapat ditarik kembali,
kecuali apabila terbukti bahwa pengakuan itu adalah
akibat dr suatu kesesatan atau kekeliruan.
Lanjutan … Pengakuan : Pengakuan yg
diberikan di luar persidangan
• Pengakuan yg diberikan di luar persidangan adalah keterangan
yg diberikan o/ salah 1 pihak dlm suatu perkara perdata di luar
persidangan u/ membenarkan pernyataan-pernyataan yg
diberikan o/ lawannya.
• Pengakuan yg diberikan di luar persidangan :
1. Lisan  kekuatan pembuktian diserahkan pd pertimbangan
hakim  bukan mrpk alat bukti  masih harus dibuktikan di
persidangan
2. Tertulis  kekuatan pembuktiannya bebas  mrpk alat bukti
disamping alat bukti tertulis
• Pengakuan yg diberikan di luar persidangan dapat ditarik
kembali.
Sumpah
• Dasar hukum : HIR (Ps. 155-158, 177), Rbg
(Ps.182-185, 314), BW (Ps. 1929 -1945)
• HIR mengenal 3 macam sumpah sebagai alat
bukti :
1. Sumpah penambah/pelengkap (suppletoir)
2. Sumpah penaksiran (aestimatoir,
schattingseed)
3. Sumpah pemutus (decisoir)
Lanjutan … Sumpah :
Sumpah penambah/pelengkap (suppletoir)
• Dasar hukum : Ps. 155 HIR, 182 Rbg, 1940 BW
• Sumpah penambah/pelengkap (suppletoir) adalah sumpah yg
diperintahkan o/ hakim krn jabatannya kpd salah 1 pihak u/
melengkapi pembuktian peristiwa yg menjadi sengketa sbg dasar
putusannya
• Syarat : harus ada pembuktian permulaan yg lengkap terlebih
dahulu
• Kekuatan pembuktian : bersifat sempurna & masih memungkinkan
pembuktian lawan
• Tujuan : u/ menyelesaikan perkara, sehingga dgn telah
dilakukannya sumpah, maka pemeriksaan perkara dianggap selesai
& hakim tinggal menjatuhkan putusannya
Lanjutan … Sumpah : Sumpah penaksiran
(aestimatoir, schattingseed)
• Dasar hukum : Ps. 155 HIR, Ps. 182 Rbg, Ps. 1940
BW
• Sumpah penaksiran (aestimatoir, schattingseed)
adalah sumpah yg diperintahkan o/ hakim karena
jabatannya kpd penggugat u/ menentukan
jumlah uang ganti kerugian, demikian apabila
penggugat telah dapat membuktikan haknya a/
ganti kerugian itu serta jumlahnya masih belum
pasti & tdk ada cara lain u/ menentukan jumlah
ganti kerugian tsb kecuali dgn taksiran
• Kekuatan pembuktian : bersifat sempurna &
masih memungkinkan pembuktian lawan
Lanjutan … Sumpah :
Sumpah pemutus (decisoir)
• Dasar hukum : Ps. 156 HIR, Ps. 183 Rbg, Ps. 1930 BW
• Sumpah pemutus (decisoir) adalah sumpah yg dibebankan atas
permintaan salah 1 pihak kpd lawannya u/ memutuskan
persoalan, menentukan siapa yg harus dikalahkan & siapa yg harus
dimenangkan
• Tidak memerlukan pembuktian permulaan terlebih dahulu,
sehingga dapat dilakukan setiap saat selama pemeriksaan di
persidangan
• Tujuan : u/ menyelesaikan perkara, sehingga dgn telah
dilakukannya sumpah, maka pemeriksaan perkara dianggap selesai
& hakim tinggal menjatuhkan putusannya
Pemeriksaan setempat (descente)
• Pemeriksaan setempat (descente) adalah pemeriksaan
mengenai perkara o/ hakim karena jabatannya yg
dilakukan diluar gedung atau tempat kedudukan
pengadilan, agar hakim dengan melihat sendiri
memperoleh gambaran atau keterangan yg memberi
kepastian ttg peristiwa yg menjadi sengketa.
• Yang diperiksa adalah barang tetap, karena tidak bisa
dibawa/diajukan di persidangan yg berlangsung di
gedung pengadilan, misal : pemeriksaan letak gedung,
batas tanah
• Dasar hukum : Ps. 153 HIR
• Kekuatan pembuktian diserahkan kpd pertimbangan
hakim.
Keterangan Ahli (Expertise)
• Keterangan ahli adalah keterangan pihak ke 3 yg obyektif dan
bertujuan u/ membantu hakim dalam pemeriksaan guna
menambah pengetahuan hakim sendiri.
• Dasar hukum : Ps. 154 HIR (Ps. 181 Rbg, 215 Rv)
Ps. 154 HIR tdk menegaskan apa & siapa ahli itu
• Ahli diangkat o/ hakim selama pemeriksaan berlangsung.
• Ahli wajib disumpah u/ menjamin obyektivitas keterangannya.
• Ahli dapat menunjuk ahli lain sbg gantinya atau hakim dapat
mengangkat seorang ahli secara ex officio  Ps. 222 Rv
• Seorang ahli yg telah disumpah u/ memberikan pendapatnya kmd
tdk memenuhi kewajibannya dapat dihukum u/ mengganti
kerugian  Ps. 225 Rv
Lanjutan … Keterangan Ahli (Expertise)
• Perbedaan antara saksi dengan ahli :
S A K S I A H L I
Kedudukannya tidak dapat diganti dgn
saksi lain
Kedudukannya dapat diganti dgn ahli
lain
Satu saksi bukan saksi Satu ahli cukup u/ didengar mengenai
satu peristiwa
Tidak diperlukan mempunyai keahlian Mempunyai keahlian ttt yg
berhubungan dgn peristiwa yg
disengketakan
Saksi memberi keterangan yg
dialaminya sendiri sebelum terjadi
proses
Ahli memberi pendapat/kesimpulan
ttg peristiwa yg disengketakan selama
terjadinya proses
Saksi harus memberikan keterangan
secara lisan, keterangan saksi yg
tertulis mrpk alat bukti yg tertulis
Keterangan ahli yg tertulis tidak
termasuk dalam alat bukti tertulis
Hakim terikat u/ mendengarkan
keterangan saksi
Hakim bebas u/ mendengar atau tidak
Maulana Amin Tahir, S.H., M.H.
PUTUSAN
Maulana Amin Tahir, S.H., M.H.
Definisi Putusan
• Putusan Hakim adalah suatu pernyataan yg o/
hakim, sbg pejabat negara yg diberi wewenang u/
itu, diucapkan di persidangan & bertujuan u/
mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau
sengketa antara para pihak. (Sudikno
Mertokusumo)
• Putusan ≠ Penetapan
Putusan  penyelesaian perkara dalam peradilan
contentius
Penetapan  penyelesaian perkara dalam
peradilan voluntair
Jenis – jenis Putusan
• Ps. 185 ayat 1 HIR (Ps. 196 ayat 1
Rbg), jenis – jenis putusan :
1. Putusan akhir adalah putusan yg mengakhiri
suatu sengketa atau perkara dalam suatu
tingkatan peradilan ttt.
2. Putusan yg bukan putusan akhir/putusan
sela/putusan antara adalah putusan yg
fungsinya tdk lain u/ memperlancar
pemeriksaan perkara.
Putusan Akhir
• Jenis – jenisnya :
1. Putusan Condemnatoir adalah putusan yg bersifat
menghukum pihak yg dikalahkan u/ memenuhi prestasi.
2. Putusan Constitutif adalah putusan yg meniadakan atau
menciptakan suatu kedaan hukum, misal : pemutusan
perkawinan, pengangkatan wali, pemberian
pengampuan, pernyataan pailit, pemutusan perjanjian,
dsb.
3. Putusan Declaratoir adalah putusan yg isinya bersifat
menerangkan atau menyatakan apa yg sah, misal :
putusan dalam sengketa mengenai anak sah.
• Pd hakekatnya semua putusan baik condemnatoir
maupun constitutif bersifat declaratoir.
Putusan yg Bukan Putusan Akhir/Putusan
Sela/Putusan Antara
• Putusan sela tetap harus diucapkan di dalam
persidangan tdk dibuat scr terpisah, tetapi
ditulis dlm berita acara persidangan.
(Ps. 185 ayat 1 HIR; Ps. 196 ayat 1 Rbg)
• Putusan sela hanya dapat dimintakan banding
bersama-sama dengan permintaan banding thd
putusan akhir.
(Ps. 190 ayat 1 HIR; Ps. 201 ayat 1 Rbg)
Lanjutan ….. Putusan yg Bukan Putusan
Akhir/Putusan Sela/Putusan Antara
• Jenis – jenis Putusan Sela/Putusan Antara :
1. Putusan Praeparatoir adalah putusan sbg persiapan putusan akhir, tanpa
mempunyai pengaruh a/ pokok perkara atau putusan akhir, misal :
putusan u/ menggabungkan 2 perkara, putusan u/ menolak
diundurkannya pemeriksaan saksi.
2. Putusan Interlocutoir adalah putusan yg isinya memerintahkan
pembuktian, misal : putusan ini dpt mempengaruhi putusan akhir, misal :
putusan u/ dilaksanakannya pemeriksaan saksi atau pemeriksaan
setempat (rekonstruksi).
3. Putusan Insidentil adalah putusan yg berhubungan dgn insident, yaitu
peristiwa yg menghentikan prosedur peradilan biasa. Putusan ini belum
berhubungan dgn pokok perkara.
4. Putusan Provisionil adalah putusan yg menjawab tuntutan provisionil,
yaitu permintaan pihak ybs agar sementara diadakan tindakan
pendahuluan guna kepentingan salah 1 pihak, sebelum putusan akhir
dijatuhkan.
Maulana Amin Tahir, S.H., M.H.
PELAKSANAAN PUTUSAN
Maulana Amin Tahir, S.H., M.H.
Hakekat Pelaksanaan Putusan
• Pelaksanaan Putusan/Eksekusi pd hakekatnya adalah
realisasi drpd kewajiban pihak ybs u/ memenuhi prestasi
yg tercantum dlm putusan tsb.
• Putusan hakim mempunyai kekuatan eksekutorial, yaitu
kekuatan u/ dilaksanakan apa yg ditetapkan dalam putusan
itu secara paksa o/ alat2 negara.
“Demi Keadilan berdasarkan ke-Tuhanan Yang Maha Esa”
• Hanya putusan Condemnatoir sj yg dapat dilaksanakan scr
paksa o/ pengadilan. Putusan declaratoir & constitutif tdk
memerlukan sarana pemaksa dlm melaksanakannya, krn
tdk memuat hak a/ suatu prestasi.
Jenis – jenis Pelaksanaan Putusan
1. Eksekusi putusan yg menghukum pihak yg dikalahkan u/
membayar sejumlah uang. (Ps. 196 HIR; Ps. 208 Rbg)
2. Eksekusi putusan yg menghukum orang u/ melakukan
suatu perbuatan. Orang tdk dpt dipaksakan u/
memenuhi prestasi yg brp perbuatan. Akan tetapi pihak
yg dimenangkan dpt meminta kpd hakim agar
kepentingan yg akan diperolehnya dinilai dgn uang. (Ps.
225 HIR; Ps. 259 Rbg)
3. Eksekusi Riil, mrpk pelaksanaan prestasi yg dibebankan
kpd debitur o/ putusan hakim scr langsung. (Ps. 1033
RV; Ps. 200 ayat 11 HIR; Ps. 218 ayat 2 Rbg)
4. Eksekusi langsung (Parate Executie), tjd apabila seorang
kreditur menjual barang2 ttt milik debitur tanpa
mempunyai titel eksekutorial (Ps. 1155. 1175 ayat 2
KUHPerdata)
Maulana Amin Tahir, S.H., M.H.
UPAYA HUKUM TERHADAP
PUTUSAN
Maulana Amin Tahir, S.H., M.H.
• Upaya hukum adalah upaya atau alat u/
mencegah atau memperbaiki kekeliruan dlm
suatu putusan.
UPAYA HUKUM
ISTIMEWA
BIASA
KASASI
BANDING
PERLAWANAN /
VERZET
PENINJAUAN KEMBALI /
REQUEST CIVIL
PERLAWANAN PIHAK KE-3 /
DERDENVERZET
PERLAWANAN / VERZET
• Dasar hukum : Ps. 125 ayat 3 jo. 129 HIR; Ps.
149 ayat 3 jo. 153 Rbg.
• Perlawanan mrpk upaya hukum thd putusan yg
dijatuhkan di luar hadirnya tergugat (putusan
verstek). Perlawanan pd asanya disediakan bg
pihak tergugat yg umumnya dikalahkan.
BANDING
• UU 4/2004 Ps. 21 (1) : Terhadap putusan
pengadilan tingkat pertama dapat dimintakan
banding kepada pengadilan tinggi oleh pihak-
pihak yang bersangkutan, kecuali undang-
undang menentukan lain.
KASASI
• UU 4/2004 Ps. 22 : Terhadap putusan
pengadilan dalam tingkat banding dapat
dimintakan kasasi kepada Mahkamah Agung
oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali
undang-undang menentukan lain.
PENINJAUAN KEMBALI /
REQUEST CIVIL
• UU 4/2004 Ps. 23 ayat (1) : Terhadap putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap, pihakpihak yang bersangkutan dapat
mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah
Agung, apabila terdapat hal atau keadaan tertentu
yang ditentukan dalam undangundang.
• Yang dimaksud dengan ”hal atau keadaan tertentu”
dalam ketentuan ini antara lain adalah
ditemukannya bukti baru (novum) dan/atau adanya
kekhilafan/kekeliruan hakim dalam menerapkan
hukumnya.
PERLAWANAN PIHAK KE-3 /
DERDENVERZET
• Asas : Putusan hanya mengikat para pihak yg berperkara & tdk
mengikat pihak ke-3 (Ps. 1917 KUHPerdata).
• Apabila ada PPihak ke-3 yg hak2 nya dirugikan o/ suatu putusan, mk
ia dpt mengajukan perlawanan thd putusan tsb (Ps. 378 Rv).
• Perlawanan ini diajukan kpd hakim yg menjatuhkan putusan yg
dilawan itu dgn menggugat pr pihak ybs dgn cara biasa (Ps. 379 Rv).
• Apabila derdenverzet dikabulkan, mk putusan yg dilawan itu
diperbaiki sepanjang merugikan pihak ke-3 (Ps. 382 Rv).
Maulana Amin Tahir, S.H., M.H.

More Related Content

Similar to PPT-HUKUM-ACARA-PERDATA.ppt

Dasar Hukum Tata Usaha Negara (TUN)
Dasar Hukum Tata Usaha Negara (TUN)Dasar Hukum Tata Usaha Negara (TUN)
Dasar Hukum Tata Usaha Negara (TUN)arjunowidya
 
Hukum Acara Perdata.pptx
Hukum Acara Perdata.pptxHukum Acara Perdata.pptx
Hukum Acara Perdata.pptxhikpknlgto
 
GUGATAN_dalam_Acara_Perdata.pptx
GUGATAN_dalam_Acara_Perdata.pptxGUGATAN_dalam_Acara_Perdata.pptx
GUGATAN_dalam_Acara_Perdata.pptxAndi Komara
 
persiapan penanganan perkara perdata di pengadilan 230417
persiapan penanganan perkara perdata di pengadilan 230417persiapan penanganan perkara perdata di pengadilan 230417
persiapan penanganan perkara perdata di pengadilan 230417EMLI Indonesia
 
AZAS HUKUM ACARA PERDATA DAN PENANGANAN PERKARA PERDATA.ppt
AZAS HUKUM ACARA PERDATA DAN PENANGANAN PERKARA PERDATA.pptAZAS HUKUM ACARA PERDATA DAN PENANGANAN PERKARA PERDATA.ppt
AZAS HUKUM ACARA PERDATA DAN PENANGANAN PERKARA PERDATA.pptMuhAsyriZR
 
Hukum acara perdata - Putusan hakim (Idik Saeful Bahri)
Hukum acara perdata - Putusan hakim (Idik Saeful Bahri)Hukum acara perdata - Putusan hakim (Idik Saeful Bahri)
Hukum acara perdata - Putusan hakim (Idik Saeful Bahri)Idik Saeful Bahri
 
Hukum acara perdata - Pembuatan gugatan dan cara pengujian gugatan (Idik Saef...
Hukum acara perdata - Pembuatan gugatan dan cara pengujian gugatan (Idik Saef...Hukum acara perdata - Pembuatan gugatan dan cara pengujian gugatan (Idik Saef...
Hukum acara perdata - Pembuatan gugatan dan cara pengujian gugatan (Idik Saef...Idik Saeful Bahri
 
Hukum acara perdata
Hukum acara perdataHukum acara perdata
Hukum acara perdatasesukakita
 
Memahami Acara Perdata Dalam Menghadapi Gugatan.pptx
Memahami Acara Perdata Dalam Menghadapi Gugatan.pptxMemahami Acara Perdata Dalam Menghadapi Gugatan.pptx
Memahami Acara Perdata Dalam Menghadapi Gugatan.pptxKuswidiyantoAriefWic
 
Hk.acara peradilan agama
Hk.acara peradilan agamaHk.acara peradilan agama
Hk.acara peradilan agamaAlalan Tanala
 
Hk.acara peradilan agama
Hk.acara peradilan agamaHk.acara peradilan agama
Hk.acara peradilan agamaAlalan Tanala
 
Praktek Hukum Perdata Pertemuan I Kelas A
Praktek Hukum Perdata Pertemuan I Kelas APraktek Hukum Perdata Pertemuan I Kelas A
Praktek Hukum Perdata Pertemuan I Kelas ARianSugandi
 
Bahan Kuliah - hukum-acara
Bahan Kuliah - hukum-acaraBahan Kuliah - hukum-acara
Bahan Kuliah - hukum-acaraFakhrul Rozi
 
PERBEDAAN HUKUM ACARA FORMIL.pptx
PERBEDAAN HUKUM ACARA FORMIL.pptxPERBEDAAN HUKUM ACARA FORMIL.pptx
PERBEDAAN HUKUM ACARA FORMIL.pptxArmanSyah89
 
Pertemuan 14 Hukum Acara Tata Usaha Negara.ppt
Pertemuan 14 Hukum Acara Tata Usaha Negara.pptPertemuan 14 Hukum Acara Tata Usaha Negara.ppt
Pertemuan 14 Hukum Acara Tata Usaha Negara.pptnlpt3435
 

Similar to PPT-HUKUM-ACARA-PERDATA.ppt (20)

Dasar Hukum Tata Usaha Negara (TUN)
Dasar Hukum Tata Usaha Negara (TUN)Dasar Hukum Tata Usaha Negara (TUN)
Dasar Hukum Tata Usaha Negara (TUN)
 
HUKUM ACARA PTUN - Johny Koynja
HUKUM ACARA PTUN - Johny KoynjaHUKUM ACARA PTUN - Johny Koynja
HUKUM ACARA PTUN - Johny Koynja
 
Hukum Acara Perdata.pptx
Hukum Acara Perdata.pptxHukum Acara Perdata.pptx
Hukum Acara Perdata.pptx
 
GUGATAN_dalam_Acara_Perdata.pptx
GUGATAN_dalam_Acara_Perdata.pptxGUGATAN_dalam_Acara_Perdata.pptx
GUGATAN_dalam_Acara_Perdata.pptx
 
4. GUGATAN.pptx
4. GUGATAN.pptx4. GUGATAN.pptx
4. GUGATAN.pptx
 
persiapan penanganan perkara perdata di pengadilan 230417
persiapan penanganan perkara perdata di pengadilan 230417persiapan penanganan perkara perdata di pengadilan 230417
persiapan penanganan perkara perdata di pengadilan 230417
 
AZAS HUKUM ACARA PERDATA DAN PENANGANAN PERKARA PERDATA.ppt
AZAS HUKUM ACARA PERDATA DAN PENANGANAN PERKARA PERDATA.pptAZAS HUKUM ACARA PERDATA DAN PENANGANAN PERKARA PERDATA.ppt
AZAS HUKUM ACARA PERDATA DAN PENANGANAN PERKARA PERDATA.ppt
 
Putusan Gugur Fenti
Putusan Gugur FentiPutusan Gugur Fenti
Putusan Gugur Fenti
 
Hukum acara perdata - Putusan hakim (Idik Saeful Bahri)
Hukum acara perdata - Putusan hakim (Idik Saeful Bahri)Hukum acara perdata - Putusan hakim (Idik Saeful Bahri)
Hukum acara perdata - Putusan hakim (Idik Saeful Bahri)
 
praktik peradilan perdata
praktik peradilan perdatapraktik peradilan perdata
praktik peradilan perdata
 
Hukum Acara Perdata
Hukum Acara PerdataHukum Acara Perdata
Hukum Acara Perdata
 
Hukum acara perdata - Pembuatan gugatan dan cara pengujian gugatan (Idik Saef...
Hukum acara perdata - Pembuatan gugatan dan cara pengujian gugatan (Idik Saef...Hukum acara perdata - Pembuatan gugatan dan cara pengujian gugatan (Idik Saef...
Hukum acara perdata - Pembuatan gugatan dan cara pengujian gugatan (Idik Saef...
 
Hukum acara perdata
Hukum acara perdataHukum acara perdata
Hukum acara perdata
 
Memahami Acara Perdata Dalam Menghadapi Gugatan.pptx
Memahami Acara Perdata Dalam Menghadapi Gugatan.pptxMemahami Acara Perdata Dalam Menghadapi Gugatan.pptx
Memahami Acara Perdata Dalam Menghadapi Gugatan.pptx
 
Hk.acara peradilan agama
Hk.acara peradilan agamaHk.acara peradilan agama
Hk.acara peradilan agama
 
Hk.acara peradilan agama
Hk.acara peradilan agamaHk.acara peradilan agama
Hk.acara peradilan agama
 
Praktek Hukum Perdata Pertemuan I Kelas A
Praktek Hukum Perdata Pertemuan I Kelas APraktek Hukum Perdata Pertemuan I Kelas A
Praktek Hukum Perdata Pertemuan I Kelas A
 
Bahan Kuliah - hukum-acara
Bahan Kuliah - hukum-acaraBahan Kuliah - hukum-acara
Bahan Kuliah - hukum-acara
 
PERBEDAAN HUKUM ACARA FORMIL.pptx
PERBEDAAN HUKUM ACARA FORMIL.pptxPERBEDAAN HUKUM ACARA FORMIL.pptx
PERBEDAAN HUKUM ACARA FORMIL.pptx
 
Pertemuan 14 Hukum Acara Tata Usaha Negara.ppt
Pertemuan 14 Hukum Acara Tata Usaha Negara.pptPertemuan 14 Hukum Acara Tata Usaha Negara.ppt
Pertemuan 14 Hukum Acara Tata Usaha Negara.ppt
 

PPT-HUKUM-ACARA-PERDATA.ppt

  • 1. PENGANTAR HUKUM ACARA & PRAKTEK PERADILAN PERDATA Maulana Amin Tahir, S.H., M.H.
  • 2. HUKUM ACARA PERDATA UPAYA HUKUM TERHADAP PUTUSAN P E L A K S A N A A N P U T U S A N P U T U S A N P E M B U K T I A N P E N D A H U L U A N PENGAJUAN GUGATAN DAN PERMOHONAN PEMERIKSAAN DI PERSIDANGAN
  • 3. P E N D A H U L U A N
  • 4. PENGERTIAN HUKUM ACARA PERDATA • Sudikno Mertokusumo Hukum Acara Perdata adalah peraturan hukum yg mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim. • Retnowulan Sutantio Hukum Acara Perdata disebut juga hukum perdata formil yaitu kesemuanya kaidah hukum yg menentukan dan mengatur cara bagaimana melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban perdata sebagaimana yg diatur dalam hukum perdata materiil
  • 5. SIFAT HUKUM ACARA PERDATA • Bersifat mengikat / memaksa • Adanya perkara bergantung pada inisiatif penggugat
  • 6. SUMBER HUKUM ACARA PERDATA • Sumber hukum  tempat kita menggali hukum • Sumber Hukum Acara Perdata : 1. HIR (Het Herziene Indonesisch Reglement) / Reglemen Indonesia yg diperbaharui : S. 1848 no. 16, S. 1941 no. 44  u/ daerah Jawa dan Madura 2. Rbg (Rechtsreglement Buitengewesten) / Reglemen daerah seberang : S. 1927 no. 227  u/ luar Jawa dan Madura 3. Rv (Reglement op de Burgerlijke rechtsvordering) : S. 1847 no. 52, S. 1849 no. 63  u/ gol. Eropa 4. RO (Reglement op de Rechterlijke Organisatie in hed beleid der Justitie in Indonesie) / Reglemen tentang Organisasi Kehakiman : S. 1847 no. 23 5. BW (Burgerlijk Wetboek) terutama Buku ke IV tentang Pembuktian dan Daluwarsa 6. WvK (Wetboek van Koophandel) 7. UU 20/1947 yg mengatur mengenai hukum acara perdata dalam hal banding bagi Pengadilan Tinggi  u/ daerah Jawa dan Madura 8. SEMA 3/1963 9. UU 14/1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman jo. UU 4/2004 tentang Kekuasaan Kehakiman 10. UU 1/1974 tentang Perkawinan 11. PP 9/1975 tentang Pelaksanaan UU 1/1974 tentang Perkawinan 12. UU 7/1989 tentang Peradilan Agama jo. UU 3/2006 13. UU 14/1985 tentang Mahkamah Agung jo. UU 5/2004 14. UU 2/1986 tentang Peradilan Umum jo UU 8/2004 15. UU 5/1986 tentang PTUN 16. UU 31/1997 tentang Peradilan Militer 17. UU 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi 18. Yurisprudensi 19. Adat kebiasaan para hakim dalam melakukan pemeriksaan perkara perdata 20. Perjanjian Internasional, misal : Perjanjian Kerja Sama di bidang peradilan antara RI dgn Thailand 21. Doktrin atau ilmu pengetahuan 22. Instruksi & SEMA sepanjang mengatur hukum acara perdata & hukum perdata materiil
  • 7. FUNGSI HUKUM ACARA PERDATA • Melaksanakan dan mempertahankan atau menegakkan hukum perdata materiil dengan perantaraan kekuasaan negara (peradilan)
  • 8. ASAS – ASAS HUKUM ACARA PERDATA 1. Hakim bersifat menunggu 2. Hakim pasif 3. Sifat terbukanya persidangan 4. Mendengar kedua belah pihak 5. Putusan harus disertai alasan – alasan 6. Beracara dikenakan biaya 7. Tidak ada keharusan mewakilkan
  • 9. Maulana Amin Tahir, S.H., M.H.
  • 10. PENGAJUAN GUGATAN & PERMOHONAN Maulana Amin Tahir, S.H., M.H.
  • 11. GUGATAN DAN PERMOHONAN • Ada 2 perkara yg diajukan yg diajukan ke pengadilan yaitu Gugatan dan permohonan GUGATAN PERMOHONAN Terdapat pihak penggugat & pihak tergugat Terdapat suatu sengketa atau konflik Diajukan o/ seorang pemohon/lebih scr bersama-sama Tidak ada suatu sengketa atau konflik
  • 12. KEWENANGAN MUTLAK dan KEWENANGAN RELATIF • Dalam Hukum Acara Perdata dikenal 2 macam kewenangan : 1. Kewenangan Mutlak (Absolute Competentie)  menyangkut pembagian kekuasaan antar badan-badan peradilan, dilihat dari macamnya pengadilan menyangkut pemberian kekuasaan u/ mengadili (attributie van rechtsmacht) 2. Kewenangan relatif (Relative Competentie)  mengatur pembagian kekuasaan mengadili antara pengadilan yg serupa, tergantung dari tempat tinggal tergugat  Ps. 118 HIR  azas “Actor Sequitur Forum Rei”  yg berwenang adalah PN tempat tinggal tergugat
  • 13. GUGAT LISAN dan GUGAT TERTULIS • Ps. 118 HIR  gugatan harus diajukan secara tertulis dengan “surat gugatan” yg di-ttd o/ penggugat atau wakil/kuasanya yg sah. • Ps. 120 HIR  bagi mereka yg buta huruf, gugatan dilakukan secara lisan melalui Ketua PN yg berwenang u/ mengadili perkara itu, Ketua PN akan membuat/menyuruh membuat gugatan tsb. • Ps. 121 (4) HIR  Setelah surat gugatan atau gugat lisan dibuat, harus didaftarkan di Kepaniteraan PN yg bersangkutan serta membayar uang perkara.
  • 14. Maulana Amin Tahir, S.H., M.H.
  • 15. PEMERIKSAAN DI PERSIDANGAN Maulana Amin Tahir, S.H., M.H.
  • 16. Penggugat mengajukan gugatan & melunasi biaya perkara Didaftar Kepaniteraan PN Penetapan & Penunjukann Majelis Hakim o/ Ketua PN Majelis Hakim : 1. Menetapkan tgl. Hari sidang; 2. Memanggil para pihak pd hari sidang dgn membawa saksi-saksi & bukti-bukti. Penyerahan Surat Panggilan Sidang & Salinan Surat Gugatan kpd Para Pihak o/ Juru Sita. Juru Sita menyerahkan Risalah (Relaas) Panggilan kpd Majelis Hakim. PELAKSANAAN PEMERIKSAAN DI PERSIDANGAN
  • 17. PUTUSAN GUGUR • Suatu perkara perdata dpt diputus scr : 1. contradictoir (kedua belah pihak hadir di persidangan); atau 2. di luar hadirnya salah 1 pihak yg berperkara. merealisir asas : “audi et alteram partem”  kepentingan kedua pihak harus diperhatikan • Apabila penggugat tdk datang pd hari sidang yg ditetapkan & tdk pula mengirim wakilnya menghadap meski telah dipanggil scr patut o/ Juru Sita, maka dapat dilakukan pemanggilan kedua. (Ps. 126 HIR; Ps. 150 Rv) • Apabila setelah pemanggilan kedua, penggugat/wakilnya tdk hadir sedang tergugat hadir, maka u/ kepentingan tergugat, haruslah dijatuhi putusan. Dalam hal ini gugatan penggugat dinyatakan gugur serta dihukum membayar biaya perkara (Ps. 124 HIR; Ps. 148 Rbg). • Dlm putusan gugur, isi gugatan tdk diperiksa, shg putusan gugur itu tdk mengenai isi gugatan. • Kpd penggugat diberi kesempatan u/ mengajukan gugatan lg dgn membayar biaya perkara. • Apabila penggugat pd hr pertama sidang hadir, tp pd hr sidang berikutnya tdk hadir, mk perkara diperiksa scr contradictoir.
  • 18. VERSTEK (PUTUSAN DILUAR HADIR) • Apabila tergugat tdk hadir stl dipanggil scr patut, mk gugatan dikabulkan dgn putusan diluar hadir atau verstek, kecuali kalau gugatan itu melawan hak atau tdk beralasan. • Kapan boleh dijatuhkan putusan verstek ? Ps. 125 HIR; Ps. 149 Rbg  ada 2 pendapat : 1. pd hr sidang pertama; 2. tdk hanya pd hr sidang pertama; Ps. 126 HIR; Ps. 150 Rbg  memberi peluang pemanggilan kedua. “HIR tdk mewajibkan tergugat u/ datang di persidangan.”
  • 19. Lanjutan ….. VERSTEK (PUTUSAN DILUAR HADIR) • Putusan verstek tdk berarti selalu dikabulkannya gugatan penggugat. Krn pd hakekatnya lembaga verstek bertujuan merealisir asas “audi et alteram partem”, shg seharusnya scr ex officio hakim harus mempelajari isi gugatan. 1. Jika gugatan tdk bersandarkan hukum, yaitu apabila peristiwa2 sbg dasar tuntutan tdk membenarkan tuntutan, mk gugatan akan dinyatakan tdk diterima. Putusan tdk diterima ini bermaksud menolak gugatan diluar pokok perkara, shg di kmd hr penggugat masih dpt mengajukan lg gugatannya. 2. Jika gugatan tdk beralasan, yaitu apabila tdk diajukan peristiwa2 yg membenarkan tuntutan, mk gugatan akan ditolak. Penolakan mrpk putusan stl hakim mempertimbangkan pokok perkara, shg tdk terbuka lg kesempatan u/ mengajukan gugatan tsb u/ kedua kalinya kpd hakim yg sama (nebis in idem). • Dlm putusan verstek dimana penggugat dikalahkan, penggugat dpt mengajukan banding. • Dalam putusan verstek, kalau tergugat hadir pd sidang pertama tp tdk hadir pd sidang berikutnya, mk perkaranya diperiksa scr contradictoir.
  • 20. PERDAMAIAN • Apabila pd hr sidang pertama kedua belah pihak hadir, mk hakim harus berusaha mendamaikan mereka (Ps. 130 HIR; Ps. 154 Rbg) • Demi perdamaian ini, hakim akan mengundur sidang, & pd hr sidang berikutnya apabila tjd perdamaian, mk harus dinyatakan dlm surat perjanjian dibawah tangan yg ditulis di atas kertas bermeterai. Demikian sbg dasar bg hakim menjatuhkan putusan, yg isinya menghukum kedua belah pihak u/ memenuhi isi perdamaian yg telah dibuat diantara pr pihak. • Apabila tjd perdamaian, mk tdk dimungkinkan u/ dilaksanakan banding. • Usaha perdamaian terbuka sepanjang pemeriksaan di persidangan.
  • 21. JAWABAN • Ps. 121 ayat 2 HIR; Ps. 145 ayat 2 Rbg  tergugat dpt menjawab baik scr tertulis maupun lisan. • Bentuk Jawaban : 1. Pengakuan  membenarkan isi gugatan penggugat, baik sebagian maupun seluruhnya. 2. bantahan (verweer)  pd hakekatnya bertujuan agar gugatan penggugat ditolak. Bantahan ada 2 macam : a. Tangkisan/Eksepsi  suatu sanggahan / bantahan dr pihak tergugat thd gugatan penggugat yg tdk langsung mengenai pokok perkara, yg berisi tuntutan batalnya gugatan. b. Sangkalan  sanggahan yg berhubungan dgn pokok perkara. • Akibat hukum dr adanya jawaban : penggugat tdk diperkenankan mencabut gugatannya, kecuali dgn persetujuan tergugat.
  • 22. Maulana Amin Tahir, S.H., M.H.
  • 24. A R T I • “Membuktikan” mengandung beberapa pengertian : 1. Dalam arti logis  memberi kepastian yg bersifat mutlak, krn berlaku bagi setiap orang & tdk memungkinkan adanya bukti lawan. 2. Dalam arti konvensionil  memberi kepastian yg bersifat nisbi/relatif, baik berdasarkan perasaan belaka maupun pertimbangan akal. 3. Dalam hukum acara perdata mempunyai arti yuridis  memberi dasar-dasar yg cukup kpd hakim yg memeriksa perkara guna memberi kepastian ttg kebenaran peristiwa yg diajukan  hanya berlaku bagi pihak-pihak yg berperkara atau yg memperoleh hak dari mereka  tdk menuju kpd kebenaran mutlak  mrpk pembuktian historis
  • 25. T U J U A N • Tujuan Pembuktian  putusan hakim yg didasarkan atas pembuktian tsb
  • 26. BEBAN PEMBUKTIAN • Hakim membebani para pihak dengan pembuktian (bewijs last, burden of proof) • Asas pembagian beban pembuktian  “barang siapa yg mengaku mempunyai hak atau yg mendasarkan pada suatu peristiwa u/ menguatkan haknya itu atau u/ menyangkal hak orang lain, harus membuktikan adanya hak atau peristiwa itu”  Ps. 163 HIR (Ps. 283 Rbg, Ps. 1865 BW) artinya : baik penggugat maupun tergugat dpt dibebani dgn pembuktian, terutama penggugat wajib membuktikan peristiwa yg diajukannya, sedang tergugat berkewajiban membuktikan bantahannya.
  • 27. ALAT – ALAT BUKTI • Paton  alat bukti dapat bersifat oral, documentary atau material. • Macam-macam alat bukti dalam hukum acara perdata (Ps. 164 HIR, 284 Rbg, 1866 BW), a.l. : 1. Alat Bukti Tertulis 2. Saksi-saksi 3. Persangkaan 4. Pengakuan (Bekentenis Confession) 5. Sumpah Alat bukti lain : 6. Pemeriksaan setempat (descente) 7. Keterangan Ahli (Expertise)
  • 28. Alat Bukti Tertulis • Dasar hukum : Ps. 138, 165, 167 HIR; Ps. 164, 285 – 305 Rbg; S 1867 no. 29; Ps. 1867 – 1894 KUHPerdata; Ps. 138 – 147 Rv. • Alat bukti tertulis  surat SURAT AKTA BUKAN AKTA AKTA DIBAWAH TANGAN AKTA OTENTIK
  • 29. Saksi-saksi • Dasar Hukum : Ps. 139-152, 168-172 HIR; Ps. 165-179 Rbg; Ps. 1895, 1902-1912 BW • Kesaksian adalah kepastian yg diberikan kpd hakim di persidangan tentang peristiwa yg disengketakan dgn jalan pemberitahuan secara lisan & pribadi o/ orang yg bukan salah 1 pihak dlm perkara, yg dipanggil di persidangan • Ps. 139 HIR, 165 Rbg, 1909 BW  setiap orang yg bukan salah 1 pihak dapat bertindak sbg saksi, kecuali : I. segolongan orang yg dianggap tdk mampu bertindak sbg saksi : a. tidak mampu secara mutlak (absolut) 1. keluarga sedara & keluarga semenda menurut keturunan yg lurus dr salah 1 pihak  Ps. 145 (1) sub 1 HIR, 172 (1) Sub 1 Rbg, 1910 alinea 1 BW 2. suami/istri salah 1 pihak, meski sudah cerai  Ps. 145 (1) sub 2 HIR, 172 (1) Sub 3 Rbg, 1910 alinea 1 BW b. tidak mampu secara nisbi (relatif) 1. anak-anak dibawah 15 th  Ps. 145 (1) sub 3 jo. (4) HIR, 172 (1) Sub 4 jo. 173 Rbg, 1912 BW 2. orang gila  Ps. 145 (1) sub 4 HIR, 172 (1) Sub 5 Rbg, 1912 BW II. Segolongan orang yg a/ permintaan mereka sendiri dibebaskan memberi kesaksian  hak ingkar (verschoningsrecht)  Ps. 146 HIR, 174 Rbg, 1909 alinea 2 BW : a. saudara pa & pi serta ipar pa & pi dr salah 1 pihak b. keluarga sedarah menurut keturunan yg lurus & saudara pa & pi dr suami/istri salah 1 pihak c. semua orang yg krn martabat, jabatan/hubungan kerja yg sah wajib mempunyai rahasia sehubungan dgn martabat, jabatan/hubungan kerja yg sah itu • Ps. 169 HIR, 306 Rbg, 1905 BW  azas “unus testis nullus testis”  satu saksi bukan saksi • Ps. 171 (2) HIR, 308 (2) Rbg, 1907 BW  keterangan yg diberikan o/ saksi harus tentang peristiwa atau kejadian yg dialaminya sendiri • Kewajiban seorang saksi : menghadap, bersumpah, memberi keterangan • Sifat kesaksian sbg alat bukti : tidak memaksa
  • 30. Persangkaan • Dasar Hukum : Ps. 164, 173 HIR; Ps. 284, 310 Rbg; Ps. 1866, 1915 - 1922 KUHPerdata. • Pasal 1915 KUHPerdata  Persangkaan ialah kesimpulan yang oleh undang-undang atau oleh Hakim ditarik dari suatu peristiwa yang diketahui umum ke arah suatu peristiwa yang tidak diketahui umum. Ada dua persangkaan, yaitu persangkaan yang berdasarkan undang-undang dan persangkaan yang tidak berdasarkan undang- undang. • Ps. 173 HIR (Ps. 310 Rbg)  hanya mengatur persangkaan yg didasarkan a/ kenyataan atau praesumptiones facti (feitelijke atau rechterlijke vermoedens).
  • 31. Pengakuan (Bekentenis Confession) • Dasar hukum : HIR (Ps. 174, 175, 176), Rbg (Ps. 311, 312, 313), BW (Ps. 1923 – 1928). • Pengakuan mrpk keterangan yg membenarkan peristiwa, hak atau hubungan hukum yg diajukan o/ lawan. • Ps. 1923 BW membedakan antara pengakuan yg diberikan di muka hakim di persidangan (Ps. 174 HIR, 311 Rbg, 1925 & 1926 BW) & pengakuan yg diberikan di luar persidangan (Ps. 175 HIR, 312 Rbg, 1927 & 1928 BW). • Ps. 176 HIR, Ps. 313 Rbg, Ps. 1924 BW  pengakuan tdk boleh dipisah- pisahkan (onsplitsbare aveu). • Ilmu pengetahuan membagi pengakuan mjd 3 : 1. Pengakuan murni (aveu pur et-simple), ialah pengakuan yg sifatnya sederhana & sesuai sepenuhnya dgn tuntutan pihak lawan. 2. Pengakuan dgn kualifikasi (gequalificeerde bekentenis, aveu qualifie), ialah pengakuan yg disertai dgn sangkalan thd sebagian dr tuntutan. 3. Pengakuan dgn klausula (geclausuleerde bekentenis, aveu complexe), ialah suatu pengakuan yg disertai dgn keterangan tambahan yg bersifat membebaskan. Pengakuan dgn kualifikasi maupun dgn klausula harus diterima dgn bulat & tdk boleh dipisah-pisahkan dr keterangan tambahannya  onsplitsbare aveu.
  • 32. Lanjutan … Pengakuan : Pengakuan yg diberikan di muka hakim di persidangan • Pengakuan yg diberikan di muka hakim di persidangan (gerechtelijke bekentenis), mrpk keterangan sepihak, baik tertulis maupun lisan yg tegas & dinyatakan o/ salah 1 pihak dalam perkara di persidangan, yg membenarkan baik seluruhnya atau sebagian dr suatu peristiwa, hak atau hubungan hukum yg diajukan o/ lawannya, yg mengakibatkan pemeriksaan lebih lanjut o/ hakim mjd tidak diperlukan. • Ps. 1926 BW  pengakuan yg diberikan di muka hakim di persidangan tidak dapat ditarik kembali, kecuali apabila terbukti bahwa pengakuan itu adalah akibat dr suatu kesesatan atau kekeliruan.
  • 33. Lanjutan … Pengakuan : Pengakuan yg diberikan di luar persidangan • Pengakuan yg diberikan di luar persidangan adalah keterangan yg diberikan o/ salah 1 pihak dlm suatu perkara perdata di luar persidangan u/ membenarkan pernyataan-pernyataan yg diberikan o/ lawannya. • Pengakuan yg diberikan di luar persidangan : 1. Lisan  kekuatan pembuktian diserahkan pd pertimbangan hakim  bukan mrpk alat bukti  masih harus dibuktikan di persidangan 2. Tertulis  kekuatan pembuktiannya bebas  mrpk alat bukti disamping alat bukti tertulis • Pengakuan yg diberikan di luar persidangan dapat ditarik kembali.
  • 34. Sumpah • Dasar hukum : HIR (Ps. 155-158, 177), Rbg (Ps.182-185, 314), BW (Ps. 1929 -1945) • HIR mengenal 3 macam sumpah sebagai alat bukti : 1. Sumpah penambah/pelengkap (suppletoir) 2. Sumpah penaksiran (aestimatoir, schattingseed) 3. Sumpah pemutus (decisoir)
  • 35. Lanjutan … Sumpah : Sumpah penambah/pelengkap (suppletoir) • Dasar hukum : Ps. 155 HIR, 182 Rbg, 1940 BW • Sumpah penambah/pelengkap (suppletoir) adalah sumpah yg diperintahkan o/ hakim krn jabatannya kpd salah 1 pihak u/ melengkapi pembuktian peristiwa yg menjadi sengketa sbg dasar putusannya • Syarat : harus ada pembuktian permulaan yg lengkap terlebih dahulu • Kekuatan pembuktian : bersifat sempurna & masih memungkinkan pembuktian lawan • Tujuan : u/ menyelesaikan perkara, sehingga dgn telah dilakukannya sumpah, maka pemeriksaan perkara dianggap selesai & hakim tinggal menjatuhkan putusannya
  • 36. Lanjutan … Sumpah : Sumpah penaksiran (aestimatoir, schattingseed) • Dasar hukum : Ps. 155 HIR, Ps. 182 Rbg, Ps. 1940 BW • Sumpah penaksiran (aestimatoir, schattingseed) adalah sumpah yg diperintahkan o/ hakim karena jabatannya kpd penggugat u/ menentukan jumlah uang ganti kerugian, demikian apabila penggugat telah dapat membuktikan haknya a/ ganti kerugian itu serta jumlahnya masih belum pasti & tdk ada cara lain u/ menentukan jumlah ganti kerugian tsb kecuali dgn taksiran • Kekuatan pembuktian : bersifat sempurna & masih memungkinkan pembuktian lawan
  • 37. Lanjutan … Sumpah : Sumpah pemutus (decisoir) • Dasar hukum : Ps. 156 HIR, Ps. 183 Rbg, Ps. 1930 BW • Sumpah pemutus (decisoir) adalah sumpah yg dibebankan atas permintaan salah 1 pihak kpd lawannya u/ memutuskan persoalan, menentukan siapa yg harus dikalahkan & siapa yg harus dimenangkan • Tidak memerlukan pembuktian permulaan terlebih dahulu, sehingga dapat dilakukan setiap saat selama pemeriksaan di persidangan • Tujuan : u/ menyelesaikan perkara, sehingga dgn telah dilakukannya sumpah, maka pemeriksaan perkara dianggap selesai & hakim tinggal menjatuhkan putusannya
  • 38. Pemeriksaan setempat (descente) • Pemeriksaan setempat (descente) adalah pemeriksaan mengenai perkara o/ hakim karena jabatannya yg dilakukan diluar gedung atau tempat kedudukan pengadilan, agar hakim dengan melihat sendiri memperoleh gambaran atau keterangan yg memberi kepastian ttg peristiwa yg menjadi sengketa. • Yang diperiksa adalah barang tetap, karena tidak bisa dibawa/diajukan di persidangan yg berlangsung di gedung pengadilan, misal : pemeriksaan letak gedung, batas tanah • Dasar hukum : Ps. 153 HIR • Kekuatan pembuktian diserahkan kpd pertimbangan hakim.
  • 39. Keterangan Ahli (Expertise) • Keterangan ahli adalah keterangan pihak ke 3 yg obyektif dan bertujuan u/ membantu hakim dalam pemeriksaan guna menambah pengetahuan hakim sendiri. • Dasar hukum : Ps. 154 HIR (Ps. 181 Rbg, 215 Rv) Ps. 154 HIR tdk menegaskan apa & siapa ahli itu • Ahli diangkat o/ hakim selama pemeriksaan berlangsung. • Ahli wajib disumpah u/ menjamin obyektivitas keterangannya. • Ahli dapat menunjuk ahli lain sbg gantinya atau hakim dapat mengangkat seorang ahli secara ex officio  Ps. 222 Rv • Seorang ahli yg telah disumpah u/ memberikan pendapatnya kmd tdk memenuhi kewajibannya dapat dihukum u/ mengganti kerugian  Ps. 225 Rv
  • 40. Lanjutan … Keterangan Ahli (Expertise) • Perbedaan antara saksi dengan ahli : S A K S I A H L I Kedudukannya tidak dapat diganti dgn saksi lain Kedudukannya dapat diganti dgn ahli lain Satu saksi bukan saksi Satu ahli cukup u/ didengar mengenai satu peristiwa Tidak diperlukan mempunyai keahlian Mempunyai keahlian ttt yg berhubungan dgn peristiwa yg disengketakan Saksi memberi keterangan yg dialaminya sendiri sebelum terjadi proses Ahli memberi pendapat/kesimpulan ttg peristiwa yg disengketakan selama terjadinya proses Saksi harus memberikan keterangan secara lisan, keterangan saksi yg tertulis mrpk alat bukti yg tertulis Keterangan ahli yg tertulis tidak termasuk dalam alat bukti tertulis Hakim terikat u/ mendengarkan keterangan saksi Hakim bebas u/ mendengar atau tidak
  • 41. Maulana Amin Tahir, S.H., M.H.
  • 43. Definisi Putusan • Putusan Hakim adalah suatu pernyataan yg o/ hakim, sbg pejabat negara yg diberi wewenang u/ itu, diucapkan di persidangan & bertujuan u/ mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak. (Sudikno Mertokusumo) • Putusan ≠ Penetapan Putusan  penyelesaian perkara dalam peradilan contentius Penetapan  penyelesaian perkara dalam peradilan voluntair
  • 44. Jenis – jenis Putusan • Ps. 185 ayat 1 HIR (Ps. 196 ayat 1 Rbg), jenis – jenis putusan : 1. Putusan akhir adalah putusan yg mengakhiri suatu sengketa atau perkara dalam suatu tingkatan peradilan ttt. 2. Putusan yg bukan putusan akhir/putusan sela/putusan antara adalah putusan yg fungsinya tdk lain u/ memperlancar pemeriksaan perkara.
  • 45. Putusan Akhir • Jenis – jenisnya : 1. Putusan Condemnatoir adalah putusan yg bersifat menghukum pihak yg dikalahkan u/ memenuhi prestasi. 2. Putusan Constitutif adalah putusan yg meniadakan atau menciptakan suatu kedaan hukum, misal : pemutusan perkawinan, pengangkatan wali, pemberian pengampuan, pernyataan pailit, pemutusan perjanjian, dsb. 3. Putusan Declaratoir adalah putusan yg isinya bersifat menerangkan atau menyatakan apa yg sah, misal : putusan dalam sengketa mengenai anak sah. • Pd hakekatnya semua putusan baik condemnatoir maupun constitutif bersifat declaratoir.
  • 46. Putusan yg Bukan Putusan Akhir/Putusan Sela/Putusan Antara • Putusan sela tetap harus diucapkan di dalam persidangan tdk dibuat scr terpisah, tetapi ditulis dlm berita acara persidangan. (Ps. 185 ayat 1 HIR; Ps. 196 ayat 1 Rbg) • Putusan sela hanya dapat dimintakan banding bersama-sama dengan permintaan banding thd putusan akhir. (Ps. 190 ayat 1 HIR; Ps. 201 ayat 1 Rbg)
  • 47. Lanjutan ….. Putusan yg Bukan Putusan Akhir/Putusan Sela/Putusan Antara • Jenis – jenis Putusan Sela/Putusan Antara : 1. Putusan Praeparatoir adalah putusan sbg persiapan putusan akhir, tanpa mempunyai pengaruh a/ pokok perkara atau putusan akhir, misal : putusan u/ menggabungkan 2 perkara, putusan u/ menolak diundurkannya pemeriksaan saksi. 2. Putusan Interlocutoir adalah putusan yg isinya memerintahkan pembuktian, misal : putusan ini dpt mempengaruhi putusan akhir, misal : putusan u/ dilaksanakannya pemeriksaan saksi atau pemeriksaan setempat (rekonstruksi). 3. Putusan Insidentil adalah putusan yg berhubungan dgn insident, yaitu peristiwa yg menghentikan prosedur peradilan biasa. Putusan ini belum berhubungan dgn pokok perkara. 4. Putusan Provisionil adalah putusan yg menjawab tuntutan provisionil, yaitu permintaan pihak ybs agar sementara diadakan tindakan pendahuluan guna kepentingan salah 1 pihak, sebelum putusan akhir dijatuhkan.
  • 48. Maulana Amin Tahir, S.H., M.H.
  • 49. PELAKSANAAN PUTUSAN Maulana Amin Tahir, S.H., M.H.
  • 50. Hakekat Pelaksanaan Putusan • Pelaksanaan Putusan/Eksekusi pd hakekatnya adalah realisasi drpd kewajiban pihak ybs u/ memenuhi prestasi yg tercantum dlm putusan tsb. • Putusan hakim mempunyai kekuatan eksekutorial, yaitu kekuatan u/ dilaksanakan apa yg ditetapkan dalam putusan itu secara paksa o/ alat2 negara. “Demi Keadilan berdasarkan ke-Tuhanan Yang Maha Esa” • Hanya putusan Condemnatoir sj yg dapat dilaksanakan scr paksa o/ pengadilan. Putusan declaratoir & constitutif tdk memerlukan sarana pemaksa dlm melaksanakannya, krn tdk memuat hak a/ suatu prestasi.
  • 51. Jenis – jenis Pelaksanaan Putusan 1. Eksekusi putusan yg menghukum pihak yg dikalahkan u/ membayar sejumlah uang. (Ps. 196 HIR; Ps. 208 Rbg) 2. Eksekusi putusan yg menghukum orang u/ melakukan suatu perbuatan. Orang tdk dpt dipaksakan u/ memenuhi prestasi yg brp perbuatan. Akan tetapi pihak yg dimenangkan dpt meminta kpd hakim agar kepentingan yg akan diperolehnya dinilai dgn uang. (Ps. 225 HIR; Ps. 259 Rbg) 3. Eksekusi Riil, mrpk pelaksanaan prestasi yg dibebankan kpd debitur o/ putusan hakim scr langsung. (Ps. 1033 RV; Ps. 200 ayat 11 HIR; Ps. 218 ayat 2 Rbg) 4. Eksekusi langsung (Parate Executie), tjd apabila seorang kreditur menjual barang2 ttt milik debitur tanpa mempunyai titel eksekutorial (Ps. 1155. 1175 ayat 2 KUHPerdata)
  • 52. Maulana Amin Tahir, S.H., M.H.
  • 53. UPAYA HUKUM TERHADAP PUTUSAN Maulana Amin Tahir, S.H., M.H.
  • 54. • Upaya hukum adalah upaya atau alat u/ mencegah atau memperbaiki kekeliruan dlm suatu putusan. UPAYA HUKUM ISTIMEWA BIASA KASASI BANDING PERLAWANAN / VERZET PENINJAUAN KEMBALI / REQUEST CIVIL PERLAWANAN PIHAK KE-3 / DERDENVERZET
  • 55. PERLAWANAN / VERZET • Dasar hukum : Ps. 125 ayat 3 jo. 129 HIR; Ps. 149 ayat 3 jo. 153 Rbg. • Perlawanan mrpk upaya hukum thd putusan yg dijatuhkan di luar hadirnya tergugat (putusan verstek). Perlawanan pd asanya disediakan bg pihak tergugat yg umumnya dikalahkan.
  • 56. BANDING • UU 4/2004 Ps. 21 (1) : Terhadap putusan pengadilan tingkat pertama dapat dimintakan banding kepada pengadilan tinggi oleh pihak- pihak yang bersangkutan, kecuali undang- undang menentukan lain.
  • 57. KASASI • UU 4/2004 Ps. 22 : Terhadap putusan pengadilan dalam tingkat banding dapat dimintakan kasasi kepada Mahkamah Agung oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali undang-undang menentukan lain.
  • 58. PENINJAUAN KEMBALI / REQUEST CIVIL • UU 4/2004 Ps. 23 ayat (1) : Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pihakpihak yang bersangkutan dapat mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, apabila terdapat hal atau keadaan tertentu yang ditentukan dalam undangundang. • Yang dimaksud dengan ”hal atau keadaan tertentu” dalam ketentuan ini antara lain adalah ditemukannya bukti baru (novum) dan/atau adanya kekhilafan/kekeliruan hakim dalam menerapkan hukumnya.
  • 59. PERLAWANAN PIHAK KE-3 / DERDENVERZET • Asas : Putusan hanya mengikat para pihak yg berperkara & tdk mengikat pihak ke-3 (Ps. 1917 KUHPerdata). • Apabila ada PPihak ke-3 yg hak2 nya dirugikan o/ suatu putusan, mk ia dpt mengajukan perlawanan thd putusan tsb (Ps. 378 Rv). • Perlawanan ini diajukan kpd hakim yg menjatuhkan putusan yg dilawan itu dgn menggugat pr pihak ybs dgn cara biasa (Ps. 379 Rv). • Apabila derdenverzet dikabulkan, mk putusan yg dilawan itu diperbaiki sepanjang merugikan pihak ke-3 (Ps. 382 Rv).
  • 60. Maulana Amin Tahir, S.H., M.H.