Bab ini membahas model dinamis standar yang menggabungkan sifat Teori Klasik dan Keynesian. Model ini memiliki dua persamaan yaitu Kurva Phillips dan fungsi permintaan agregat. Istilah Neoclassical synthesis pertama kali digunakan oleh Paul Samuelson untuk menjelaskan pandangan konsensus tentang teori makroekonomi. Bab ini juga membahas bagaimana kebijakan moneter dapat menggantikan fleksibilitas harga dalam menstabilkan perekonomian.
2. Pengantar
Bab ini bertujuan untuk membahas sifat dari model dinamis standar (standard dynamic
model), sebuah model yang menjelaskan pergerakan jangka pendek ke jangka panjang (full
eiquilibrium).
Model ini menggabungkan sifat dari Teori Klasik dan Teori Keynesian:
Kekakuan (rigidity) harga barang dan jasa dalam jangka pendek
Classical-dichotomy (natural rate) dalam kondisi full equilibrium (jangka panjang)
Model fluktuasi simultan dalam output dan inflasi ini memiliki dua persamaan:
Philip Curve dynamics supply function
IS-LM theory aggregate demand function
Istilah Neoclassical synthesis pertama kali disampaikan oleh Paul Samuelson terhadap suatu
pandangan konsensus atas teori makroekonomi
3. A Simple Dynamic Model
Analisis dinamika sederhana menggabungkan fungsi AD sederhana dan Kurva Philips, dan
mengabaikan unsur ekspektasi. Unsur AD nya adalah sebagai berikut:
y g, m, dan p, adalah logaritma natural dari output riil, belanja pemerintah, supply uang
nominal, dan tingkat harga. r adalah tingkat bunga, baik riil dan nominal (karena ekspektasi
inflasi pada tahap ini diasumsikan nol). Huruf Yunani mewakili parameter
Aggregate Demand:
4. A Simple Dynamic Model
Kurva Philips:
Dalam kondisi full equilibrium, karena diasumsikan natural rate of ouput maka inflasi
inti sama dengan tingkat ekspansi moneter ( 𝑚)
𝑦 = 𝑦, 𝑝 = 𝑟 = 𝑚 dan 𝑟 = 𝛽𝑔 − 𝑦 /𝛼
Tidak ada trade-off yang abadi antara inflasi dan output
Secara umum, model ini melingkupi fluktuasi pada inflasi dan output. Hal ini
memungkinkan sebuah prediksi bahwa disinflasi memerlukan resesi sementara.
𝑦 natural rate of output
π tingkat inflasi inti (diasumsikan 0)
𝑝 adalah tingkat inflasi
5. A Simple Dynamic Model
Pendekatan Keynes terhadap makroekonomi menekankan bahwa
konvergensi menuju full equilibrium seharusnya tidak diasumsikan di
awal.
Keynes beragumentasi bahwa tugas utama teori makroekonomi adalah
untuk mengidentifikasi kondisi-kondisi tertentu ketika konvergensi tidak
mungkin terjadi, sehingga kebijakan makro didesain untuk memastikan
bahwa ekonomi riil tidak masuk dalam kondisi tersebut
6. A Simple Dynamic Model
Model stabilitas, dengan menurunkan fungsi AD dan mensubstitusi p dengan fungsi
kurva Pihlips, kita akan dapatkan fungsi konvergensi sebagai berikut:
Dengan model diatas, konvergensi dari real output ke natural output mengharuskan y
meningkat jika output terlalu rendah, dan y turun jika terlalu tinggi. Hasil ini konsisten
jika s > 0
7. A Simple Dynamic Model
AS dalam Teori Klasik adalah vertikal
(jangka panjang)
AS dalam Teori Keynesian adalah
horizontal (jangka pendek)
AD bergeser ke kiri ketika terjadi
penurunan pada belanja pemerintah
(IS) atau jumlah uang beredar (LM)
Keseimbangan bergerak dari A ke B
secara sepontan dalam jangka pendek
Seiring waktu, keseimbangan bergerak
menuju C, dengan tingkat harga yang
lebih rendah dan kondisi full
equilibrium (natural rate)
8. The Correspondence Principle
Adalah sebuah prinsip yang menyatakan bahwa stabilitas keseimbangan menyiratkan
adanya prediksi yang bisa diuji (testable prediction) tentang bagaimana keseimbangan
akan berubah jika terjadi perubahan pada parameter
Model ini merupakan pengembangan dari model dinamis standar dengan:
memasukkan unsur ekspektasi terhadap inflasi yang dapat mempengaruhi AD
membedakan tingkat suku bunga nominal dan riil
Tingkat suku bunga riil fungsi IS. Karena merepresentasikan biaya yang sebenarnya dalam
menunda konsumsi dan pinjaman
Tingkat suku unga nominal fungsi LM. Asumsi hanya ada bond dan uang (ada real return)
Actual inflation = expected inflation
9. The Correspondence Principle
Fungsi IS-LM yang baru:
Secara intuitif, rasionalitas dasar dari ψ adalah bahwa permintaan aggregate (AD) akan lebih
tinggi, jika expected (equal to actual) inflation meningkat, karena masyarakat ingin
“mengalahkan kenaikan harga” dengan membeli barang-barang sekarang juga.
Pada sisi supply, selama diasumsikan bahwa natural rate output adalah konstan, maka tingkat
inflasi inti adalah sama dengan tingkat pertumbuhan uang. Sehingga tidak ada perubahan
pada fungsi AS
10. The Correspondence Principle
Bagaimana perekonomian sederhana ini bereaksi terhadap shock pada autonomous
spending (missal belanja pemerintah)?
Apa yang menentukan bagaimana output riil dipengaruhi dalam jangka pendek?
Dalam kondisi apa perekonomian akan mampu melakukan self-correction?
Apakah argument Keynes benar bahwa kekakuan harga (sticky price) adalah hal yang
baik?
Apakah durasi resesi akan diperburuk jika kurva Philips dalam jangka pendek adalah
lebih curam?
11. The Correspondence Principle
Dampak dari perubahan autonomous expenditure terhadap output dapat diperoleh
dari proses substitusi dua persaman AD dan AS untuk mengeliminasi tingkat inflasi,
yang hasilnya adalah:
Kemudian diturunkan terhadap g:
Nilainya akan positif jika penyebutnya positif
12. The Correspondence Principle
Permasalahannya adalah bahwa asumsi dasar tentang tanda dari parameter tidak
cukup untuk menentukan tanda (arah) pengali (multiplier) kebijakan yang paling
mendasar
Untuk itu muncul copprespondence principle:
Diasumsikan bahwa sistem tersebut pada akhirnya akan mengalami konvergensi ke
titik keseimbangan penuh.
Menurunkan (derive) dynamic stability condition dari sistem, dan menggunakannya
sebagai batasan untuk membantu memberikan arah the corresponding
comparative static multipliers.
13. The Correspondence Principle
Beberapa masalah:
Dapat memunculkan arbitrase asumsi
Dalam mikroekonomi digunakan second-order condition sebagai solusi ambiguitas tanda dalam
analisis
Dalam model makro, ekonom memiliki kebebasan untuk menggunakan asumsi lebih dari satu
Beberapa ekonom tidak siap untuk mengasumsikan terjadinya stabilitas. Mereka
beragumen bahwa kita harus membandingkan kondisi stabilitas dalam beberapa
rezim kebijakan yang berbeda, untuk mengetahui apakah kebijakan tertentu
mampu menciptakan stabilitas atau tidak. Rezim kebijakan yang tidak bisa
mengarahkan pada stabilitas harus dihindari.
Parameter stabilitas:
14. Can Increased Price Flexibility be De-
Stabilizing?
Terdapat dua aspek (baik dan buruk) ketika fleksbilitas harga meningkat:
Baik: Kemampuan sebuah perekonomian semakin meningkat (cepat) untuk
menyesuaikan kembali ke titik full equilibrium
Buruk:
skala resesi awal akan sangat besar, karena menurunnya autonomous expenditure akan berdampak
secara langsung pada rendahnya ouput dan secara tidak langsung rendahnya investasi (g turun -> y
turun -> inflasi turun -> r naik -> I turun)
kemungkinan untuk instabilitas sangat tinggi
Keynes berekspetasi bahwa dampak buruknya lebih besar daripada dampak baiknya.
15. Can Increased Price Flexibility be De-
Stabilizing?
Grafik disamping mengilustrasikan
dampak perbedaan fleksiblitas harga
terhadap output, baik dalam jangka
pendek maupun jangka panjang
Fleksbilitas harga yang tinggi akan
menyebabkan resesi yang dalam,
tapi cepat pulih ke keseimbangan
awal
Fleksbilitas harga yang rendah tidak
menyebabkan resesi yang parah, tapi
lambat dalam proses pemulihannya
16. Can Increased Price Flexibility be De-
Stabilizing?
Ekonom klasik berargumen bahwa meningkatnya fleksbilitas harga berdampak lebih
baik dalam menciptakan stabilitas
Ini didukung oleh kalkulasi total undiscounted output loss yang terjadi akibat
menurunnya AD, yang secara geometri merupakan luas antara output time path
dan natural rate line
Sementara ekonom Keynesian berargumen sebaliknya, justru stabilitas perekonomian
dapat dicapai ketika harga tidak terlalu fleksibel
Penghitungannya tidak menggunakan undiscounted, tapi discounted value yang
memberikan bobot lebih besar pada kerugian di jangka pendek
17. Can Increased Price Flexibility be De-
Stabilizing?
Dalam kerangka monetary aggregate targeting, efektivitas mekanisme self-correction sebuah
perekonomian sangat tergantung pada elastisitas suku bunga dari permintaan uang.
Secara intuisi: harga yang rendah mempunyai dua dampak bagi AD:
Turunnya harga aktual akan meningkatkan permintaan, dan mengakhiri resesi
Ekspektasi terhadap turunnya harga akan meningkatkan tingkat suku bunga riil, dan dapat
memperparah resesi
Dampak stabilisasi turunnya harga aktual bekerja melalui dampak ekspansi pada penawaran
uang riil (real money supply), sementara dampak destabilisasi dari expected deflation bekerja
melalui tingkat suku bunga dan meningkatnya permintaan uang.
18. Can Increased Price Flexibility be De-
Stabilizing?
Kesimpulannya, model ini memungkinkan bahwa menurunya harga dan upah dapat
memperparah terjadi resesi yang lebih dalam melalui dampak ekspektasi
Disisi lain, model ini tidak mengharuskan terjadinya instbilitas dalam perekonomian
Beberapa ekonom, berpendapat bahwa perekonomian mempunyai “koridor”, untuk
menggambarkan bahwa sistem ekonomi dapat stabil dalam menghadapi gejolak kecil
yang tidak mendorong pada aktivitas ekonomi yang diluar jangkauan operasionalnya.
Tapi, masih sangat mungkin adanya gejolak yang besar dan menyebabkan ekonomi
keluar dari koridor stabilnya
19. Monetary Policy as a Substitute for Price
Flexibility
Sejauh ini, kita mengasumsikan bahwa pemerintah memiliki kemampuan untuk
mengatur tingkat fleksibilitas harga.
Padahal dalam banyak hal, pemerintah tidak bisa mempengaruhi fleksibilitas harga,
dan harus menggunakan instrumen-instrumen kebijakan tertentu seperti insentif
pajak yang secara tidak langsung akan mempengaruhi fleksibilitas harga.
Kebijakan moneter merupakan salah kebijakan yang bisa dikontrol oleh pemerintah,
lantas bisakah kebijakan moneter menggantikan fleksibilitas harga?
Keynes yakin bahwa hal tersebut bisa dilakukan. Bahkan Milton Friedman setuju dan
adanya nilai tukar fleksibel didasari oleh asumsi ini.
20. Monetary Policy as a Substitute for Price
Flexibility
Kita menggunakan nominal income targeting untuk menguji pemasalahan ini, dan kita
bisa membuat spesifikasi reaksi kebijakan moneter sebagai berikut:
Dimana bar menunjukkan nilai yang ditargetkan, sementara parameter X adalah
kebijakan alternatif. Jika X 0, menunjukkan constant money supply, dan jika X ∞,
menunjukkan menetapkan nominal income.
Fungsi reaksi kebijakan ini dapat dikombinasikan dengan 2 fungsi lainnya:
21. Monetary Policy as a Substitute for Price
Flexibility
Akan menghasilkan pengali dampak belanja autonomos (impact autonomous
spending multiplier) :
Dan parameter stabilitas dan kecepatan penyesuaian (stability and adjustment speed
parameter):
Cumulative output loss is
Tugas: Turunkan fungsi reaksi kebijakan (pada slide sebelumnya) hingga menjadi
persamaan diatas dengan mengkombinaskan fungsi AD dan AS
22. Monetary Policy as a Substitute for Price
Flexibility
Hasil ini menunjukkan bahwa
• Nominal income targeting (peningkatan variable X) mengurangi pengaruh
dampak akibat shock yang terjadi pada AD
• Dampak terhadap kecepatan penyesuaian bersifat ambigu
• Dampak ini tidak terlalu sama dengan hasil yang diperoleh jika terjadi
peningkatan fleksibilitas harga, akan tetapi net effect terhadap undiscounted
cumulative output outcome memiliki kesamaan
• Output secara keseluruhan dapat diperkecil melalui kebijakan nominal income
targeting
• Dengan demikian, kebijakan nominal income targeting yang semakin aktif dapat
menggantikan upaya untuk memvariasikan tingkat fleksibilitas harga
23. Monetary Policy as a Substitute for Price
Flexibility
Saat ini, hampir semua bank sentral tidak lagi menetapkan monetary aggregate
sebagai acuan kebijakan moneter mereka, melainkan beralih ke inflation targeting
dengan instrumen suku bunga.
Bank sentral melakukan riset untuk mengetahui apakah fungsi reaksi kebijakan tingkat
suku bunga mereka difokuskan pada:
• Deviasi tingkat inflasi terhadap target
• Deviasi tingkat harga terhadap target
• Deviasi nominal GDP terhadap target
Sejauh ini kita melihat dampak dari satu fenomena ekonomi secara terisolasi, dan
pada model selanjutkan kita akan melihat secara lebih meyuluruh pada ongoing
process yang terjadi pada suatu perekonomian
24. Monetary Policy as a Substitute for Price
Flexibility
Revisi terhadap model dilakukan dengan memasukkan hubungan IS, aturan tingkat
suku bunga bank sentral, kurva Philips, dan spesifikasi siklus berjalan (ongoing cycle)
Persamaan LM tidak digunakan, karena fungsi utamanya merupakan residu
menentukan jumlah uang beredar yang dibutuhkan dengan tingkat suku bunga yang
telah ditentukan oleh fungsi reaksi kebijakan
Karena kita fokus pada stabilitas harga, maka kita set agar inflasi inti sama dengan nol
(pada Philips)
25. Monetary Policy as a Substitute for Price
Flexibility
Pada persamaan penentuan tingkat suku bunga
Nilai λ (lambda) tergantung pada pilihan kebijakan. policy parameter
• Inflation targeting, maka λ = 1
• Price level targeting, maka λ = 0
Pada inflation targeting memunkingkan long-run drift pada tingkat harga, sementara
hal itu tidak bisa terjadi pada prive level targeting. Sehingga, jika tujuan kebijakannya
adalah untuk mempertahankan daya beli uang (purchasing power of money), maka
kebijakan yang tepat adalah price level targeting.
26. Monetary Policy as a Substitute for Price
Flexibility
Melalui sebuah proses penurunan dan kombinasi semua fungsi yang disebutkan
sebelumnya, diperoleh fungsi output sebagai berikut:
Dengan B dan C sebagai berikut:
Fungsi output di atas menujukkan bahwa dampak perubahan autonomous spending
pada output lebih besar jika menggunakan kebijakan price level targeting, dengan
demikian inflation targeting cenderung mampu menstabilkan perekonomian.
The effect of a change in autonomous expenditure on output is
calculated by substituting equation (2.2) into equation (2.1 a) to eliminate
the inflation rate. Further, we simplify by setting 7r = m = 0. The resulting
at-a-point-in-time reduced form for output is