1. PEMBERANTASAN KORUPSI & PENEGAKAN HUKUM:
ANALISIS REFORMASI & KONSTITUSIONALITAS
DR. Bambang Widjojanto,
Pertemuan Forum Anti Korupsi 2014, Jakarta, 9-12 Juni 2014
2. PENDAHULUAN
• Indonesia adalah Negara hukum yang berkedaulatan rakyat;
• Dalam Negara Hukum perlu dijamin adanya independency
dari judiciary dan law enforcement agencies.
• Lembaga judisial dan penegakan hukum ditujukan untuk
memastikan agar hak-hak dasar rakyat yang diatur di dalam
dalam konstitusi dijamin pelaksanaannya.
• Salah satu sukses dalam pemberantasan korupsi dilakukan
lembaga penegakan hukum dengan mengintegrasikan
kebijakan penindakan, pencegahan dan pelibatan partisipasi
publik;
• Asumsinya pemberantasan korupsi tidak mungkin
dilaklukan nir penegakan hukum;
• Faktanya ada cukup banyak kasus penegak hukum
bermasalah, tantangan utama mewujudkan Negara hukum
yang demokratis membangun proses penegakan hukum
yang “bebas & bersih” dr korupsi
3. KILAS BALIK REFORMASI, ANTI KORUPSI & PENEGAKAN HUKUM
6 (ENAM) TUNTUTAN RAKYAT DI AWAL REFORMASI
1. Penegakan Supremasi Hukum;
2. Pemberantasan KKN;
3. Mengadili Soeharto dan para kroninya;
4. Amandemen Konstitusi;
5. Pencabutan Dwifungsi ABRI;
6. Pemberian Otonomi Daerah seluas-luasnya;
4. QUO VADIS REFORMASI?
DULU, Kekuasaan berpusat dan
berpucuk pada titah
dan interes seseorang
dan para punggawanya;
DULU, Kekuasaan itu digunakan
untuk :
menafsirkan konstitusi
sesuai kepentingannya,
mendelegitmasi hukum
sehingga menjadi insuperioritas
dan
membangun justifikasi atas
tindakan penyalahgunaan
kewenangan atau KKN;
BAGAIMANA REFORMASI?
5. Terjadi juga tindak kriminalisasi, banalisasi dan
penyebaran ketakutan dengan menggunakan
aparat koersif;
BAGAIMANA SEKARANG?
Kala itu terjadi proses,
yaitu: personalisasi,
adanya tindak
“penyeragaman &
penundukan”
kepentingan melalui
proses “dominasi dan
hegemonisasi”;
6. Lanjutan ……. • DULU, Hukum adalah
instrumen dari penguasa dan
kekuasaan untuk
melanggengkan dan
melegitimasi kekuasaan dari
tindakan penyalahgunaan
kewenangan.
• DULU, hukum dalam segenap
aspeknya digunakan oleh
“kekuasaan eksekutif untuk
mengontrol kewenangan
yudikatif sekaligus otoritas
legislatif”;
• BAGAIMANA SEKARANG?
7. Lanjutan ……. • KKN adalah konsekwensi lebih
lanjut dari 2 (dua) hal, yaitu:
power tends to corrupt serta
ketiadaan supremasi hukum;
• Apakah saat ini, pembiakan atau
“reproduksi penyalahgunaan
kekuasaan,dan penyelewengan
hukum; serta pasar gelap
ketidakadilan” masih marak
terjadi ?;
• Apakah kini, penegak hukum
masih menjadi broker pegadaian
karena mengadaikan keadilan,
pengadilan menjadi tempat
transaksi ketidakadilan; dan
lembaga pemasyarakatan menjadi
tempat paling aman untuk
melakukan kejahatan;
8. LEGITIMASI EKSISTENSI REFORMASI
• Reformasi adalah titik balik utk memastikan:
– Terjadinya supremasi hukum;
– Pemberantasan korupsi dilakukan secara konsisten
dan tanpa pandang bulu, khususnya pada
kekuasaan;
– Perubahan konstitusi untuk membatasi kekuasaan
presiden dan menjadikan parlemen agar tidak
menjadi rubber stamp;
– Mengontrol alat kekuasaan agar tidak mengalami
instrumentasi dan korporatisme;
9. Reformasi dimaksudkan untuk
mengubah karakter kekuasaan menjadi demokratis;
serta mengontrol kekuasaan agar tidak
Koruptif, Kolusif dan Nepotistik.
10. DASAR KONSTITUSIONALITAS
PEMBERANTASAN KORUPSI
• Indonesia adalah negara hukum dimana
kedaulatan ditangan rakyat dilaksanakan menurut
UUD.
• Indonesia disebut sebagai Negara Hukum yang
Demokratis (Pasal 28I ayat {5}) sehingga hukum
harus berpijak dan berpucuk pada daulat rakyat;
• Negara Hukum sarana untuk mewujudkan
tujuan bernegara sehingga “Penegakan Hukum
harus menjadi mission driven dan tidak boleh
terjebak menjadi sekedar rule-driven”.
• Pada konteks itu penegakan hukum harus
menjadi alat untuk menciptakan kesejahteraan &
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
11. Lanjutan …..
• Korupsi bukan sekedar legal problem tapi
sesungguhnya constitutional problem.
• Konstitusi secara tegas merumuskan dan menjamin
pelaksanaan hak-hak dasar rakyat yang juga disebut
sebagai HAM;
• Kekuasaan tidak boleh menyalahgunakan
kewenangannya untuk mengingkari/ mengabaikan hak-
hak dasar rakyat.
• Judiciary and law enforcement agencies ditujukan
untuk menjamin pelaksanaan hak dasar rakyat.
• Untuk itu meniadakan atau meminimalisir potensi
penyalahgunaan kewenangan diperlukan independency
and accountability dari lembaga judisial dan lembaga
penegakan hukum.
12. Lanjutan …..
• Amandemen UUD 1945 merumuskan lebih rinci HAM dalam Bab XA
dan menyatakan kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang
merdeka dalam menegakan hukum & keadilan.
• Ketetapan MPR yg ditetapkan sebelum amandeman konstitusi
menjadi dasar rasionalitas pembentukan lembaga penegakan
hukum dan pemberantasan korupsi.
• Dalam Diktum Menimbang Ketetapan MPR No. XI/MPR/1998
dikemukakan:
– Telah terjadi pemusatan kekuasaan, wewenang dan tanggung jawab
pada Presiden yg mengakibatkan tidak berfungsinya lembaga
Tertinggi/ Tinggi negara serta tdk berkembangnya partisipasi kontrol
rakyat pd sendi kehidupan bernegara;
– Telah terjadi praktek usaha yg lebih menguntungkan sekelompok
tertentu yg menyuburkan KKN yg melibatkan pejabat negara dan
pengusaha;
– Telah rusaknya sendi-sendi penyelenggaraan negara dalam berbagai
aspeknya;
13. Lanjutan ……
• Dalam KETETAPAN MPR No. XI/MPR/1998 juga
dikemukakan:
• Pasal 2 ayat (2) menyatakan:
– “untuk menjalankan fungsi dan tugasnya …
penyelenggaran negara harus jujur, adil … terpercaya
…mampu membebaskan diri dari praktek korupsi,
kolusi dan nepotisme”
• Pasal 4 menyatakan:
– “upaya pemberantasan korupsi, kolusi & nepotisme
harus dilakukan secara tegas terhadap siapapun
juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara …
termasuk mantan Presiden Suharto …”
14. Lanjutan ……
• Dalam KETETAPAN MPR No. VIII/MPR/2001
dikemukakan kritik yang cukup tajam pasca
penetapan TAP MPR No. XI/MPR/1998;
• Dalam diktum menimbang TAP MPR No. VIII/MPR
/2001 dikemukakan beberapa hal sebagai berikut:
– “ … sejak tahun 1998 masalah pemberantasan dan
pencegahan KKN … tetapi belum menunjukan arah
perubahan dan hasil sebagaimana yang diharapkan”
– “…terdapat desakan kuat masyarakat … perlu
terwujudnya beberapa langkah nyata …”
– “… pembaruan komitmen dan dan kemauan politik
untuk memberantas KKN memerlukan langkah-
langkah percepatan”
15. Lanjutan …..
Pasal 2 pada Angka 5 dan 6 Penetapan MPR No.
VIII/MPR/2001 menyatakan:
– “5. Merevisi semua peraturan perundang-
undangan yang berkenaan dengan korupsi
sehingga sinkron dan konsisten satu dan lainnya”
– “6. Membentuk Undang-undang beserta
peraturan pelaksanaannya untuk pencegahan
korupsi yang muatannya meliputi:
• a. Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
• b. LPSK; c. Kejahatan Terorganisir … f. Kejahatan
Pencucian Uang …”
16. TANTANGAN STRATEGIK PENEGAK HUKUM
DALAM PEMBERANTASAN KORUPSI
• Tipikor adalah kejahatan terorganisir dan
bersifat transnational;
• Modus operandinya terus berkembang;
• Pelaku kejahatan tidak hanya punya otoritas, tetapi
juga memiliki jaringan politik dengan kapital tak
terbatas;
• Segenap upaya pemberantasan korupsi selalu
menimbulkan fight back;
• Penegak hukum selalu tertinggal dalam memahami
perkembangan anatomi & modus korupsi secara utuh;
17. ANALISIS TANTANGAN
“Corruptor Fight Back”
Kecanggihan Modus Operandi
Politisasi Penanganan kasus
Revisi UU Tipikor & KPK;
Dekonstruksi Kinerja
18. “Corruptor Fight Back”
Proses dekonstruksi korupsi selalu
menimbulkan “perlawanan”;
“Perlawanan” itu bisa berasal dari
“gangs of corruptor”, “beneficiaries”
“gate keeper” dan jaringan politiknya;
Koruptor memiliki dana “tak terbatas”,
jaringan “mafioso” yg solid, akses pd
Kekuasaan dan media yg “luas”;
Kekuatan uang dan kekuasaannya
potensial “menaklukan” lembaga
penegakan hukum;
19. Kecanggihan Modus Operandi
Kejahatan selalu bermetamorfose
dan melakukan proses reproduksi;
Konsolidasi kejahatan juga
kian solid dan canggih yg
menggabungkan, uang, kekuasaan,
jaringan sumber daya lainnya;
Teknologi kerap digunakan
untuk “covering” kejahatan;
Koruptor melakukan”pengkaderan”,
“penanaman orang”, infiltrasi,
dan proses hegemoni;
20. Politisasi Penanganan Kasus
Penanganan perkara “ditarik”
masuk sebagai bagian dari
“pertarungan” politik antara
anggota dan partai tertentu
Kasus-kasus yg menyangkut
anggota dewan dianggap
sebagai upaya “pembusukan
Partai dimaksud
Penegak hukum “ditekan” untuk
menangani kasus tertentu
yang menyangkut
kelompok partai tertentu
21. Revisi UU TIPIKOR, KUHP, KUHAP & KPK
• UU KPK telah dijadikan prioritas untuk direvisi tetapi
tidak pernah diketahui dasar rasionalitasnya;
• Revisi UU KUHP dan UU KUHAP secara langsung dapat
mendeligitimasi keberadaan dan kewenangan Penegak
Hukum:
– Pada KUHAP kewenangan penyelidikan ditiadakan
penyelidikan adalah tahapan yg paling krusial dlm
penanganan kasus korupsi di KPK;
– UU KPK bersama UU Narkotika, Terorisme dan TPPU
dimasukkan dalam kodifikasi Revisi KUHP
menghilangkan sifat extra ordinary crime; dan pasal2 yg
khas karena diberi sanksi yg tegas menjadi kehilangan
legalitasnya (tidak ada pasal merugikan keuangan/
perekonomian negara, mengembalikan KN meniadakan
PMH, pasal percobaan dan perbantuan tdk dihukum tegas
seperti UU Tipikor)
22. Dekonstruksi Kinerja
Keberhasilan Penegakan Hukum hanya
diukur dari jumlah kasus
yang ditangani, tidak pada efek
deterent, kualitas penanganan dan
jumlah kerugian Negara
yang berhasil dikembalikan
Perumusan program & strategi
pemberantasan korupsi
acapkali dituduh “tebang pilih”
dan menjadi alat kepentingan kelompok
kepentingan kekuasaan;
Penegak hukum dianggap
tidak profesional, tidak bisa menangani
kasus korupsi besar dan dianggap
“lambat” dalam menjalankan
kewenangannya
24. PERLU PERHATIAN & DUKUNGAN PEMERINTAH
PENGAWASAN
PROSES
PENEGAKAN
HUKUM
PENINGKATAN CITRA
POSITIP BERDASAR
KAPASITAS DAN
KOMPETENSI
AKUNTABILITA
S PROSES
PENEGAKAN
HUKUM