Dokumen tersebut merangkum hasil penelitian mengenai tindakan penghalangan proses peradilan (obstruction of justice) dalam kasus korupsi di Indonesia. Penelitian ini menemukan bahwa aturan mengenai obstruction of justice masih terbatas dalam penerapannya karena faktor hukum, lembaga penegak hukum, dan budaya hukum. Upaya yang disarankan antara lain memanfaatkan ketentuan hukum yang ada, membangun kesepahaman antar

1. TINDAKAN MENGHALANGI PROSES
PERADILAN
(TINDAK PIDANA KORUPSI)
Hasil Penelitian Pusako dan UNODC
Oleh: Shinta Agustina, SH, MH
4th Indonesia Anti Corruption Forum, 9-12 June 2014

2. LATAR BELAKANG
• PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA MASIH MENGHADAPI
BANYAK KENDALA, DI ANTARANYA ADALAH PERLAWANAN DARI
BERBAGAI PIHAK.
• BANYAKNYA TINDAKAN YANG BERSIFAT MENGHALANGI PROSE S
PERADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI, NAMUN SEDIKIT YANG
DIPROSES
• SECARA NORMATIF, TINDAKAN MENGHALANGI PROSES PERADILAN
SUDAH DIATUR DALAM BANYAK PERATURAN, BAIK KUHP MAUPUN
HK PIDANA KHUSUS.
• REKOMENDASI PELAKSANAAN UNCAC DI INDONESIA: PERLUNYA
PERBAIKAN DAN PENINGKATAN KAPASITAS DALAM MENERAPKAN
PEMIDANAAN ATAS TINDAKAN MENGHALANGI PROSES PERADILAN
TINDAK PIDANA KORUPSI

3. TUJUAN PENELITIAN:
• Menemukan batasan dan kriteria sebuah perbuatan
sehingga dapat dikategorikan sebagai tindakan obstruction
of justice.
• Menemukan pola dan aktor-aktor yang terlibat atau dapat
saja terlibat dalam melakukan tindakan obstruction of
justice.
• Mengetahui penyebab atau alasan mengapa obstruction of
justice dalam UU Tindak Pidana Korupsi tidak dapat
dilaksanakan secara maksimal.
• Mengetahui dan merekomendasikan strategi dan langkah-
langkah apa yang dapat diambil dalam meningkatkan upaya
pemidanaan terhadap tindakan obstruction of juctice.

4. HASIL PENELITIAN (1)
• PERSFEKTIF SEJARAH DAN NORMA, MEMILIKI ARTI
SANGAT LUAS = SEMUA TINDAKAN YG DAPAT
MENGHALANGI ATAU INTERVENSI PROSES PERADILAN
= DIBATASI OLEH NIAT MENGHALANGI
• DITUJUKAN UNTUK MELINDUNGI PENEGAK HUKUM
(POLISI) DALAM MENJALANKAN TUGAS
• BENTUK PERBUATAN DAPAT BERUPA TINDAKAN FISIK
MAUPUN NON FISIK (VERBAL)
• PELAKU DAPAT BERASAL DARI INTERNAL (PENEGAK
HUKUM) MAUPUN EKSTERNAL (MASYARAKAT, BAIK
PELAKU KORUPSI SENDIRI MAUPUN PIHAK LAIN)

5. PASAL 21 UU P-TPK
• “Setiap orang yang dengan sengaja mencegah,
merintangi, atau menggagalkan secara langsung
atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan
pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap
tersangka dan terdakwa ataupun para saksi
dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling
lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling
sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh
juta rupiah) dan paling banyak Rp
600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)”.

6. PASAL 25 UNCAC:
• Each State Party shall adopt such legislative and other
measures as may be necessary to establish as criminal
offences, when committed intentionally:
• (a) The use of physical force, threats or intimidation or the
promise, offering or giving of an undue advantage to
induce false testimony or to interfere in the giving of
testimony or the production of evidence in a proceeding in
relation to the commission of offences established in
accordance with this Convention;
• (b) The use of physical force, threats or intimidation to
interfere with the exercise of official duties by a justice or
law enforcement official in relation to the commission of
offences established in accordance with this Convention.

7. HASIL PENELITIAN (2)
• FAKTOR YG MEMPENGARUHI PENEGAKAN OJ:
• FAKTOR SUBTANSI HUKUM:
– SANGAT LUAS KARENA TIDAK MENYEBUTKAN
SECARA JELAS BENTUK PERBUATAN
– SEMPIT KARENA MEMBATASI PROSES PERADILAN
YANG DITUJU OLEH PERBUATAN:
• PENYIDIKAN, PENUNTUTAN, PEMERIKSAAN DI SIDANG
• TERKAIT PEMERIKSAAN TERSANGKA, TERDAKWA, DAN
SAKSI

8. HASIL PENELITIAN (3):
• FAKTOR PENEGAK HUKUM:
• MENGANGGAP KETENTUAN INI SEBAGAI TINDAK
PIDANA TAMBAHAN, LEBIH FOKUS KEPADA TINDAK
PIDANA KORUPSINYA (BAGIAN DARI STRATEGI)
• NORMA YANG LUAS MEMBUAT RAGU DALAM
MENERAPKAN – TDK MENJANGKAU PROSES TERTENTU
• KERAGUAN AKAN KEWENANGAN ATAS TINDAK PIDANA
INI – TEKANAN DARI PIHAK TERTENTU
• LEBIH MENYUKAI PENDEKATAN LAIN TERHADAP
TINDAKAN DEMIKIAN, YAITU DIANGGAP SEBAGAI
TIDAK KOOPERATIF (PERTIMBANGAN PENUNTUTAN).

9. HASIL PENELITIAN (4):
FAKTOR BUDAYA HUKUM:
• INTERNAL :
– KETIDAKSAMAAN PERSEPSI TENTANG PERBUATAN
YANG TERMASUK MENGHALANGI
– BELUM ADA KESAMAAN PANDANGAN BAHWA
MENERAPKAN ATURAN INI DAPAT MEMPERBERAT
PIDANA, SEBAGAI BAGIAN DARI OPTIMALISASI
PEMBERANTASAN KORUPSI
– MEMAHAMI TUGAS PROFESI SECARA TIDAK TEPAT
(MELINDUNGI KLIEN, TAPI MELAWAN HUKUM)
• EKSTERNAL:
– MASYARAKAT TIDAK MEMAHAMI BAHWA BERBAGAI
PERBUATAN TERSEBUT ADALAH TINDAK PIDANA ,
MELAKUKAN TANPA BEBAN, TANPA RASA BERSALAH

10. UPAYA MENANGGULANGI (1)
• JANGKA PENDEK:
• MEMANFAATKAN KETENTUAN YG ADA:
– LUASNYA RUMUSAN PASAL SEHARUSNYA
DIMANFAATKAN UTK MELAKUKAN PENEGAKAN
HK
• MEMBANGUN KESEPAHAMAN DI ANTARA
PENEGAK HUKUM:
• MEMBUAT PERATURAN BERSAMA ANTARA KEPOLISIAN,
KEJAKSAAN, DAN KPK TENTANG PENEGAKAN HK THD OJ
• PENINGKATAN PROFESIONALISME PENEGAK
HUKUM

11. UPAYA PENANGGULANGAN (2):
• JANGKA PANJANG:
• PENATAAN PERANGKAT HUKUM TINDAK PIDANA
KORUPSI
– PENGATURAN OJ SECARA KOMPREHENSIF DALAM
KODIFIKASI (RUU KUHP)
– RUMUSAN OBSTRUCTION OF JUSTICE – PENGATURAN
KEWENANGAN MENYIDIK OJ
• PEMBENAHAN KELEMBAGAAN PENEGAK HK
– BANYAKNYA LEMBAGA PENEGAK HK DGN KEWENANGAN
YG SAMA – RIVALITAS – PERLUNYA GRAND DESIGN
LEMBAGA PENEGAK HK - ICJS
• MENINGKATKAN KESADARAN HUKUM MASYARAKAT
– EKSTERNAL:KETIDAKPAHAMAN MASY TTG OJ – BUDAYA
SOLIDARITAS
– INTERNAL; PEMAHAMAN PENEGAK HK TTG OJ,

12. • SEKIAN DAN TERIMAKASIH