SlideShare a Scribd company logo
1 of 104
Download to read offline
TEKNOLOGI DAN FORMULASI
SEDIAAN CAIR DAN SEMIPADAT
SEDIAAN CAIR DAN SEMIPADAT:
-Emulsi -Salep
-Suspensi -Krim
-Sirup -Linimen
-Eliksir -Suppositoria
-Solubilisasi -Plester
-Mikroemulsi
E M U L S I
Definisi :
1. Alexander :
Emulsi adalah suatu dispersi yang sangat halus dari suatu
cairan kedalam suatu cairan yang lain.
2. Clayton :
Emulsi adalah suatu sistem yang terdiri 2 fase cair, yang
satu terdispersi dalam yang lain sebagai globul (butir-butir
kecil)
3. Mc. Bain :
Emulsi adalah suatu tetes-tetes kecil cairan yang
terdispersi dalam cairan yang lain dan dapat dilihat
dibawah mikroskop.
E M U L S I
Definisi :
4. P. Becher :
Emulsi adalah suatu sistem heterogen terdiri dari 2 cairan
yang tidak bercampur, yang satu terdispersi didalam
yang lain dalam bentuk tetes-tetes kecil yang mempunyai
diameter pada umumnya > 0,1 m.
Dalam bidang farmasi:
Campuran homogen dari 2 cairan yang dalam keadaan normal tidak
dapat bercampur (fase air dan fase minyak), dengan pertolongan
suatu bahan penolong yang disebut emulgator.
Dalam sistem dispersi :
fase dispers vs medium dispers
fase intern vs fase ekstern
fase diskontinyu vs fase kontinyu
Fase yang berair :
dapat terdiri dari air atau campuran sejumlah substansi hidrofil
seperti : alkohol, glikol, gula, garam mineral, garam organik dll.
Fase yang berminyak :
fase organik padat/cair, dapat terdiri dari substansi lipofil spt : asam
lemak, alkohol asam lemak, lilin, zat-zat aktif liposolubel dll.
Tipe emulsi :
a. Tipe o/w : minyak/air
b. Tipe w/o : air/minyak
c. Tipe w/o/w : air/minyak/air
d. Tipe o/w/o : minyak/air/minyak
Emulsi: campuran terner --> air + minyak + emulgator
Emulsi ganda Emulsi O/W atau W/O
Campuran biner : 2 zat
Campuran terner: 3 zat
Campuran biner:
A (100%) Q P R B (100%)
Campuran Terner:
zat A + zat B + zat C
C (Brij-98)
A (Air) B (Parafin Cair)
C (brij-35)
A (air) B (par.cair)
emulsi
mikroemulsi
Sol m/a
Sol a/m
Gel transp
middle
neat
STABILISASI BUTIR-BUTIR TETESAN
Dalam emulsi, butir-butir tetesan (fase dispers)
dapat distabilkan dengan mekanisme teori:
1. Teori penurunan tegangan antarmuka.
2. Teori terbentuknya lapisan ganda listrik.
3. Teori terbentuknya film antarmuka.
4. Teori viskositas
Teori
penurunan tegangan antarmuka.
Tegangan Muka
udara
● ● ● ●
Cairan
● ● ● ●
● ● ● ●
Hasil dari gaya tersebut (resultante) adalah ke arah dalam dan
mempunyai tendensi menarik molekul di permukaan ke
dalam cairan, sehingga terjadi kontraksi permukaan.
Tegangan muka:
• Gaya yang harus dipergunakan secara paralel pada
permukaan tersebut untuk melawan dorongan ke arah dalam,
dinamakan tegangan muka dari cairan.
• Ini dinyatakan dalam :
Newton per meter (N/m)
• Atau
Dyne/cm (dalam sistem cgs)
1 dyne/cm = 1 mN/m
Secara fisika, tegangan muka dapat diterangkan sbb:
A d D D'
l F
d
B C C'
AB = l AD = d
Luas lapisan film ABCD = 2.l.d (dikalikan 2 karena
mempunyai permukaan rangkap).
Kerja adalah W = F. d ……… 1)
• Apabila  adalah gaya yang ada tiap unit panjang
( =F/l), maka gaya :
F = 2..l (kali 2 karena 2 muka)
W = F. d = 2. .l. d
• Pertambahan permukaan/surface = 2.l. d = s (2
muka)
W = . s
 = W ................. 2)
s
• maka tegangan muka, , dapat diartikan sebagai kerja
(dalam Joule) yang diperlukan untuk mendapatkan 1
m2 permukaan / surface.
• Atau tegangan muka dapat juga diartikan sebagai
perubahan energi bebas permukaan tiap unit
permukaan yang dihasilkan.
PROSES PEMISAHAN EMULSI
Minyak
dispersi
air
Φ antar muka = 1 cm2; apabila Φ partikel = 1 µm
Vol minyak 1 ml  jml partikel = 1,909 x 109
Vol air 1 ml  Luas antar muka = 6 x 104 cm2
W = . s  W tinggi, tidak stabil
apabila + bahan menurunkan   stabil
Tegangan antarmuka: AB = |A - B|
Teori
Terbentuknya lapisan ganda listrik.
Terbentuknya lapisan ganda listrik.
Partikel-partikel cairan atau padatan dari sistem dispersi pada
umumnya pembawa muatan listrik pada permukaannya.
Muatan listrik tersebut dapat berbeda-beda asalnya :
1. Karena ionisasi pada permukaan dari zat yang terdispersi
karena terdapat dalam lingkungan air.
2. Adsorpsi pada permukaan ion-ion yang berasal dari medium
(misalnya adsorpsi molekul SAA ionik)
Terbentuknya lapisan ganda listrik.
• Contoh : R-COONa dalam air akan terhidrolisa
menjadi
R-COO- dan Na+
oo- + + - o
Apapun asal dari muatan listrik, disekitar partikel
dapat diskemakan sbb : (misalkan partikel bermuatan
negatif)
a b c
p - + + - + - + + - + - 1. lap stern
a - + - + - + - + - + - 2. lap difuse
r - + + - + - + - + - + + - 3. difuse rangkap
t - + - + - + - - + + - + - +
k - + + - + - - + - - + - +
e - + - + - + - - + - + + -
l - + + - + - + - + - + - - +
a' b' c'
--|----1----|----------------2---------------|-------
--|------------------3------------------------|-------
Keterangan:
• Dengan tidak adanya gerakan termik (gerakan
Brown) ion-ion yang berlawanan yang terdapat
pada larutan akan menetralkan segera muatan
partikel dengan cara penempelan.
• Dengan adanya gerakan Brown, sebagian dari
muatan saja yang dapat langsung dinetralkan
dengan cara adsorpsi ion yang berlawanan
(counter- ion).
Keterangan:
• Dalam lapisan difuse dari partikel, terdapat
kelebihan ion-ion yang berlainan dengan partikel,
namun juga terdapat ion-ion yang bermuatan sama.
Ini dikarenakan adanya energi kinetik yang
dihasilkan oleh gerakan Brown yang lebih besar
dari pada gaya tolak antara ion-ion yang bermuatan
sama yang ada pada tempat tersebut.
Lapisan stern dan lapisan difuse bersama-sama
membentuk lapisan difuse rangkap
a b c
ψo
ψ z
a’ b’ c’ jarak
PERUBAHAN POTENSIAL LISTRIK
1. Perbedaan potensial antara permukaan partikel dan titik
penetralan (pada garis c-c') Ψo. Potensial ini disebut
potensial Nernst, yaitu muatan total dari partikel.
2. Penurunan agak tajam dari potensial dalam lapisan stern
yang disebabkan adanya penetralan sebagian dari
counter-ion.
3. Penurunan secara progresif dari potensial dalam lapisan
difuse sampai mencapai penetralan (pada garis c-c').
Perbedaan antara lapisan stern (b-b') dan titik penetralan
(c-c') disebut zeta potensial Ψz, atau potensial
elektrokinetika dari partikel.
Teori
Terbentuknya film antarmuka
Terbentuknya film antarmuka
Teori ini menjelaskan adanya lapisan film yang kaku
dipermukaan antara fase dispers dan medium dispers
karena adanya bahan tambahan, sehingga secara
mekanis akan menghalangi kontak antara partikel. Cara
terbentuknya film antarmuka bisa berlainan tergantung
dari emulgator yang dipergunakan.
 Membentuk lap yg kaku/rigid pada antarmuka dg cara
adsorpsi makromolekul
Makromolekul
Makromolekul
Teori
Penaikan Viskositas
Rumus Stokes
EMULGATOR.
Dalam bidang farmasi, emulgator yang sering
dipergunakan sebagai bahan tambahan dapat
digolongkan dalam jenis sbb :
1. Surfaktan/SAA
2. Hidrokoloid.
3. Zat padat halus yang terdispersi.
1. Surfaktan/SAA.
 Surfaktan : diskripsi ?
O
C17H35 - C - O - Na
 Berdasarkan atas muatan yang dihasilkan kalau
zat ini terhidrolisa dalam air:
a. Surfaktan anionik.
b. Surfaktan kationik.
c. Surfaktan amfoterik.
d. Surfaktan non-ionik.
a. Surfaktan anionik.
inkompatibilitas: ?
Jenis:
a). Karboksilat.
[ R-COO ] Contoh : Sabun alkali
Sabun alkali tanah
b). Sulfat.
O
R - O - S – O Contoh :- Na-lauril-sulfat
O (Duponol,Texapon K12)
- Na-setil-stearil-sulfat(Lanette E)
a. Surfaktan anionik.
inkompatibilitas: ?
Jenis:
c). Sulfonat.
O Contoh : Na-dioktilsulfosuksinat
R - S - O (Manoxol OT,Aerosol OT)
O
d). Fosfat.
O
R - O - P = O Contoh : Ester ortofosfat
O dari alkohol asam lemak
b. Surfaktan kationik.
inkompatibilitas: ?
Ammonium kwarterner
R2 + X R1, R2, R3 dan R4 = radikal alkil yg.
R1 - N - R3 sama atau berlainan.
R4 X = Cl-, Br- atau J-
Contoh : Cetrimide atau CTAB
(Cetil trimetil amonium bromida)
c. Surfaktan amfoterik.
CH2 - OOC - R Contoh : Lecithin.
|
CH - OOC - R
| +
CH2 - O - P - O - CH2 - CH2 - N (CH3)3
|
O
d. Surfaktan nonionik
a). Ester gliserol.
CH2 – O – OC – R
CH – OH Contoh : Gliserol monostearat
CH2 – OH
b). Ester glikol.
CH2 – O – OC – R Contoh :
(CH2)n Etilenglikol stearat
CH2 – OH Propilenglikol stearat
d. Surfaktan nonionik
c). Derivat Polietilenoksida (PEO).
1. Ester asam lemak dari PEG (Mirj)
CH2 – O – OC – R
(CH2 – O – CH2)n
CH2 – OH
2. Ester alkohol lemak dari PEG (Brij)
CH2 – O – R
(CH2 – O – CH2)n
CH2 – OH
d. Surfaktan nonionik
c). Derivat Polietilenoksida (PEO).
3. Ester dari sorbitan.
CH2 - OH CH2 CH2
HC-OH HC-OH HC-OH
HO-CH -H2O HO-CH O R-COOH HO-CH O
HC-OH HC HC
HO-CH HC-OH HC-OH
CH2-OH CH2-OH CH2-O-OC-R
Sorbitol 1,4-sorbitan Span (arlacel)
d. Surfaktan nonionik
c). Derivat Polietilenoksida (PEO).
3. Ester dari sorbitan.
CH2
HC-O-(C2H4O)w-H
(CH2-CH2-O)n H-(C2H4O)x-O-CH O
HC
HC-O-(C2H4O)y-H
n=w+x+y+z CH2-O-(C2H4O)z-OC-R
Sorbitan monoester PEO (Tween)
Span dan Tween diberi nomer yang menunjukkan jenis rantai
asam lemak yang meng-ester-kan sorbitan, misalnya :
20 Asam laurat (C 12)
40 Asam palmitat (C 16)
60 Asam stearat (C 18)
80 Asam oleat (C 18=)
65 Tri stearat
85 Tri oleat
83 Sesqui oleat (2 inti sorbitan untuk 3 asam lemak)
PERHITUNGAN HLB
Menurut Griffin perhitungan HLB adalah :
HLB = 20 ( 1 - S )
A
dimana S = Bilangan ester.
A = Bilangan asam dari asam bebas nya.
Produk dimana bg hidrofil tdr dari PEO (polietilenoksida) yaitu yg
bersifat hidrofil, maka rumus menghitung HLB adalah :
HLB = E
5
E = harga % berat EO
Atau: HLB = 1/5 dari % berat bagian hidrofil.
Secara teoritis bila suatu surfaktan non-ionik terdiri dari 100%
bagian hidrofil (dalam kenyataannya tidak ada) seharusnya akan
didapatkan 100.
Namun supaya nilainya tidak terlalu tinggi, dikalikan 1/5 supaya
memudahkan penggunaannya,  menjadi 20.
KELARUTAN SURFAKTAN DALAM AIR
Tergantung hidrofili dari surfaktan, maka surfaktan mempunyai
kelarutan yang berlainan. Sifat kelarutan atau terdispersinya dalam air
dapat juga dipergunakan untuk memperkirakan harga HLB surfaktan,
yaitu bila :
HLB
1. Tak terdispersi dalam air 1 - 4
2. Terdispersi dengan kasar 3 - 6
3. Seperti susu dengan penggojogan kuat 6 - 8
4. Dispersi seperti susu dan stabil 8 - 10
5. Terjadi dispersi yang translusid 10 - 13
6. Terjadi larutan jernih > 13
HLB CAMPURAN SURFAKTAN
Jika 2 surfaktan atau lebih dicampurkan maka HLB
campuran dapat diperhitungkan sbb :
Misal : Campuran surfaktan terdiri dari :
70 bagian Tween 80 (HLB = 15,0)
30 bagian Span 80 (HLB = 4,3)
maka HLB campuran kedua surfaktan tersebut adalah :
Tween 80 = 70/100 x 15,0 = 10,5
Span 80 = 30/100 x 4,3 = 1,3 +
HLB campuran = 11,8
HLB CAMPURAN SURFAKTAN
Selain HLB campuran surfaktan dapat dihitung, surfaktan
dapat saling diganti dan nilai HLB nya merupakan aditif
artinya berapapun nilai HLB dan jenisnya HLB campuran
merupakan jumlah dari masing-masing nilai HLB nya.
PERBANDINGAN SURFAKTAN PADA SUATU HLB
Kadang-kadang dalam menggunakan campuran surfaktan
kita tidak selalu harus menghitung HLB dari surfaktan-
surfaktan yang telah diketahui perbandingannya, tetapi kita
harus menggunakan campuran surfaktan pada suatu nilai
HLB tertentu. Untuk itu kita harus menghitung berapa
perbandingan surfaktan yang harus dipergunakan.
PERBANDINGAN SURFAKTAN PADA SUATU HLB
Contoh : Kita akan membuat emulsi pada suatu harga HLB
(HLB = X) menggunakan surfaktan campuran Tween-80 dan
Span-80. Maka rumus yang kita pergunakan untuk
menghitung perbandingan tersebut adalah :
( X - HLBspan 80 )
% Tween 80 = x 100
(HLBtween 80 - HLBspan 80)
% Span 80 = 100 - % Tween 80
dimana X = nilai HLB yang diinginkan.
HLB OPTIMUM UNTUK MENGEMULSIKAN MINYAK
HLB Optimum fase minyak.
Minyak, cera dan produk lain yang dapat diemulsikan pada
suatu HLB yang optimum, yang disebut HLB Optimum.
Sebagai contoh adalah adalah dalam tabel sbb :
HLB Optimum untuk emulsi o/w.
-----------------------------------------------------------------------------------------
N a m a HLB N a m a HLB
-----------------------------------------------------------------------------------------
Desil asetat 11 Asetofenon 14
Asam laurat 16 Asam linoleat 16
Asam oleat 17 Asam risinolat 16
Setil alkohol 15 Desil alkohol 15
HLB Optimum untuk emulsi o/w.(cont’d)
-----------------------------------------------------------------------------------------
N a m a HLB N a m a HLB
-----------------------------------------------------------------------------------------
Isodesil alkohol 14 Lauril alkohol 14
Etil benzoat 13 Cotton oil 6
Klorobenzen 13 Cera carnauba 12
Parafin padat 10 Sikloheksana 15
Oleum ricini 14 Minyak mineral aromatik 12
Minyak mineral parafin 10 Kerosen 14
Lanolin anhidrat 12 Metil silikon 11
Vaselin 7 - 8 Xylen 14
Esense mineral 14 Klor parafin 8
Apabila HLB optimum emulsi parafin tipe o/w adalah 10
 artinya bhw surfaktan/campuran-surfaktan dg HLB 10 dapat
menghasilkan emulsi parafin tipe o/w lebih stabil dibandingkan
dengan harga HLB selain 10.
 Tidak semua jenis surfaktan menghasilkan emulsi yang sama
walaupun dipergunakan pada HLB 10  jenis surfaktan dapat
mempengaruhi hasilnya.
 Apapun jenis surfaktan yang dipergunakan, harga 10 adalah
harga yang paling baik untuk jenis surfaktan yang sama.
HLB optimum untuk campuran fase minyak.
Misal kita akan membuat emulsi tipe o/w dari fase minyak
yang terdiri dari campuran :
30 % esense mineral
50 % cotton oil
20 % klor parafin
HLB optimum campuran adalah :
Esense mineral 30% x HLB opt. 14 = 4,2
Cotton oil 50% x HLB opt. 6 = 3,0
Klor parafin 20% x HLB opt. 8 = 1,6 +
Prakiraan HLB untuk emulsi = 8,8
Penentuan harga HLB Optimum emulsi o/w
HLB optimum emulsi o/w ditentukan dengan mengemulsikan:
fase minyak 20%
emulgator surfaktan 5%
Air 75%
Surfaktan bisa dicari yg HLB optimumnya dg  HLB rendah
sampai HLB tinggi:
1. Dengan percobaan orientasi
2. Dengan SLD (simplex lattice design)
1. Dengan percobaan orientasi
 Dibuat kombinasi surfaktan sedemikian rupa hingga
diperoleh harga range HLB antara 4-18.
 Dibuat dg cara yg sama  range HLB dipersempit
 Dicari kombinasi surfaktan paling ideal
Tanda-tanda emulsi pada HLB optimum adalah :
1. Emulsi paling stabil (harga F paling besar)
2. Diameter rata-rata partikel paling kecil.
3. Ada reflek biru pada dinding botol, atau reflek
kemerahan bila ditembus sinar matahari.
Misal: fase minyak 20%, emulgator surfaktan 5%, Air 75%
Surf kombinasi Tween-80 (HLB 16) dan Span-80 (HLB 4,6)
Tahap 1:
F-1 F-2 F-3 F-4 F-5 F-6
T-80 100 80 60 40 20 0 bag
S-80 0 20 40 60 80 100 bag
HLB 16 13,7 11,4 9,2 6,9 4,6
Misal yg paling bagus: F-3
Tahap 2:
F-1 F-2 F-3 F-4 F-5 F-6
T-80 70 65 60 55 50 45 bag
S-80 30 35 40 45 50 55 bag
HLB 12,6 12 11,4 10,8 10,2 9,6
Misal yg paling bagus: F-5
 emulsi paling baik pada HLB ± 10,2
Tahap 3:
F-1 F-2 F-3 F-4
T80 T60 T40 T20
S80 S60 S40 S20
HLB 10,2 10,2 10,2 10,2
Misal yg paling bagus: F-2
 emulsi paling baik pada HLB ± 10,2 dengan kombinasi
Tween-60 dan Span-60
DESIGN FACTORIAL 2 KOMPONEN
Y = a(A) + b(B) + ab (A)(B)
Formula A B
Formula I 1 0
Formula II 0 1
Formula III 0,5 0,5
Misalnya data respons hasil diameter partikel formula:
I = 5 ; II = 10 ; III = 15
DESIGN FACTORIAL 2 KOMPONEN
Persamaan: Y = a(A) + b(B) + ab (A)(B)
5 = a(1) + b(0) + ab(1)(0)  maka a = 5
10 = a(0) + b(1) + ab (0)(1)  maka b = 10
15 = a(0,5) + b(0,5) + ab(0,5)(0,5)  maka ab = 30
dari persamaan Y = a(A) + b(B) + ab (A)(B)
persamaan menjadi Y = 5(A) + 10(B) + 30(A)(B)
Artinya: penambahan A atau B atau kombinasi A+B
bersifat menaikkan
Contoh formula dg program DX
Surfaktan
Tween 80 (A) : 1,0 0,75 0,5 0,0
Span 80 (B) : 0,0 0,25 0,5 1,0
Harga F : 70% 90% 95% 35%
Formula: quadratic
hasil terbaik (97%) pada T80:S80 = 63:37
METODE EKSPERIMENTAL UNTUK DETERMINASI HLB
• Walaupun cara tsb dpt digunakan  mendeterminasi
sejumlah surfaktan non-ionik,  beberapa surfaktan terutama
yg tdr der. propilen-oksida, butilen-oksida dan nitrogen atau
sulfur  tidak menunjukkan hubungan dg komposisinya.
• Dengan kata lain cara tsb  tidak cocok digunakan dalam
menghitung HLB  surfaktan non-ionik yang dipergunakan
berasal dari golongan tsb.
• HLB dari surfaktan ionik tidak mengikuti rumus perhitungan
persentase berat tsb.  walaupun bagian hidrofil dari
surfaktan ionik mempunyai persentase berat yang kecil 
terionkan kuat dan memberikan hasil yang lebih hidrofil.
METODE EKSPERIMENTAL UNTUK DETERMINASI HLB
• Bila menghitung HLB surfaktan golongan ionik,  ia harus
dianggap sebagai surfaktan non-ionik,  HLB ditentukan
secara eksperimental.
• HLB surfaktan ionik tidak menunjukan gambaran persentase
berat bagian hidrofilnya.
• Contoh : HLB Na-lauril-sulfat adalah 40.
 tidak berarti mempunyai bg hidrofil sebanyak 200%,  bahwa
HLB 40 ditetapkan dg menggunakan kombinasi dengan
surfaktan nonionik yang lain yg telah diketahui HLB nya, 
dipergunakan mengemulsikan minyak yg HLB optimum nya
telah diketahui.
2. HIDROKOLOID
• Emulgator hidrokoloid menstabilkan emulsi  membentuk
lapisan yang rigid/kaku, bersifat viskoelastik pada permukaan
minyak-air.
• Zat ini bersifat larut dalam air membentuk emulsi tipe o/w.
Prinsip mekanisme penstabilan emulsi tersebut adalah :
1. Pembentukan lapisan viskoelastik di permukaan minyak-air.
2. Penaikan viskositas miliu.
3. Pembentukan agregat dengan cara adsorpsi makromolekul
yang sama pada permukaan partikel  hubungan jembatan
hidrokarbon.
2. HIDROKOLOID
Yang termasuk emulgator hidrokoloid :
1. Gom : Gom arab; tragacanth.
2. Ganggang laut : Agar-agar; alginat; caragen.
3. Biji-bijian : Guar gum.
4. Selulosa : Karboksimetilselulosa (CMC); metilselulosa (MC).
5. Collagen : Gelatin.
6. Lain-lain : polimer sintetik; protein; dll.
3. ZAT PADAT YANG TERDISPERSI.
Supaya padatan berfungsi sbg emulgator
 ukuran partikel hrs << ukuran partikel fase dispers
 mempunyai sifat pembasahan pada permukaan 2 cairan.
Dalam sistem terner air-minyak-padatan maka bila :
1. Jika PM > AM + PA  padatan tersuspensi dlm fase air.
2. Jika PA > AM + PM  padatan tersuspensi dlm fase minyak.
3. Jika AM > PA + PM atau salah satu tidak lebih besar dari
jumlah 2 lainnya  padatan terkonsentrasi di permukaan air
minyak.
3. ZAT PADAT YANG TERDISPERSI.
Modifikasi persamaan Young dapat dipergunakan :
PM - PA = AMcosθ θ = sudut kontak.
θ θ θ
•Jika PA < PM, cos  pos. <90o terbasahi air tipe o/w.
•Jika PM < PA, cos  neg. >90o terbasahi oil tipe w/o
•Teoritis jika PA = PM  cos  = 0 atau  = 90o terbasahi
air dan minyak.
Makin halus padatan, semakin naik sifat sebagai emulgator.
 oksida-oksida atau hidroksida yang dibuat baru (recente
paratus) dan hidrat memberikan hasil yang lebih baik
dibandingkan bentuk keringnya.
Contoh : - Mg, Al, Ca hidroksida.
- Mg trisilikat.
• Clay/tanah liat seperti grup montmorillonit (bentonit,veegum,
laponite), membentuk emulsi tipe o/w.
• Carbon hitam sebaliknya membentuk emulsi tipe w/o
PEMBUATAN EMULSI:
1. Cara pencampuran
2. Alat yang digunakan
1. Bila menggunakan surfaktan.
a). Surfaktan (sabun)  belum tersedia (hasil reaksi)
Substansi yg larut dlm minyak  larutkan dalam minyak.
Substansi yg larut dalam air  dilarutkan dalam air.
Fase minyak ditambahkan kedalam fase air sambil diaduk.
Contoh: R/ Parafin cair 20
Asam stearat 4
KOH 1
Air ad 100
b). Surfaktan  telah tersedia
Minyak + surfaktan (misalnya Tween dan Span) 60o - 70o C
Air (60o-70oC) + kan porsi/porsi  diaduk hingga tbt emulsi
Dinginkan sampai temperatur kamar sambil diaduk.
Temperatur dinaikkan supaya viskositas masa turun, sehingga
mempermudah pengadukan. Dengan demikian akan memper-
mudah terjadinya emulsifikasi.
Contoh: R/ Parafin cair 20
Tween 80 3,5
Span 80 1,5
Air ad 100
2. Bila menggunakan hidrokoloid atau padatan
yang terdispersi.
a. Hidratasi emulgator thd air  lambat (Metoda Anglosaxon)
Dibuat musilago dari emulgator dengan sebagian air
Minyak dan air ditambahkan sedikit demi sedikit secara
bergantian sambil diaduk.
Contoh: R/ Parafin cair 10
CMC-Na 1,5
Air ad 100
2. Bila menggunakan hidrokoloid atau padatan
yang terdispersi.
b. Hidratasi emulgator  cepat (Metoda continental) (4-2-1)
Minyak 4 bagian ditambah gom 1 bagian dihomogenkan dalam
mortir kering
Tambahkan 2 bagian air
Diaduk hingga terjadi korpus emulsi
Tambahkan sisa air sedikit-sedikit sambil diaduk.
Contoh: R/ Parafin cair 10
p.g.a. 5
Air ad 100
Pengawetan emulsi.
• Pd emulsi/suspensi karena sifat bahan yang digunakan sering
mudah ditumbuhi mikroba
menggunakan bahan yang sedikit terkontaminasi oleh mikroba
menambahkan preservative/pengawet.
• Pengawet sebaiknya mempunyai sifat :
- toksisitas rendah,
- stabil (dalam panas dan penyimpanan)
- dapat campur dengan bahan lain,
- efektif sebagai antimikroba.
• Selain karena mikroba, emulsi dapat juga rusak karena
oksidasi  pengawet dapat berupa antioksidan.
Alat yg digunakan untuk membuat emulsi
Semua alat pembuat emulsi mempunyai karakteristik sbb :
• Memperkecil ukuran partikel, menghomogenkan campuran.
• Hanya memperkecil ukuran partikel saja  kurang efektif
dalam menghomogenkan campuran
Dalam pelaksanaannya efektifitas memperkecil ukuran partikel
atau efektifitas penghomogenannya bisa berlainan tergantung
jenis alat yang dipergunakan
1. Pengaduk (mixer)
• Mekanisme Pengecilan ukuran partikel ?
• Efektivitas penghomogenan
• Terjadinya buih: Problema
Cara mengatasi
Untuk menghindari ini bisa dilakukan a.l. :
a. Dengan memasang 4 buffle dengan posisi 90o masing-masing
mempunyai lebar + 1/12 diameter tempat pencampuran.
b. Dengan memasang sudip yang ditaruh didinding (untuk
volume kecil).
c. Pengaduk ditempatkan ketepi atau dimiringkan.
1. Pengaduk (mixer)
1. Pengaduk (mixer)
2. Blender
Perbedaan dengan mikser?
Mekanisme Pengecilan ukuran partikel ?
Efektivitas penghomogenan
3. Homogenizer.
Mekanisme Pengecilan ukuran
partikel ?
Cara ini sangat efektif sehingga
bisa
didapatkan diameter partikel
rata-rata < 1 um
Efektivitas penghomogenan
Cara menaikkan efektivitas
penghomogenan
4. Colloid mill.
Mekanisme Pengecilan
ukuran partikel ?
Efektivitas penghomogenan
Cara menaikkan efektivitas
penghomogenan
Contoh : Ultra Turrax.
5. Ultrasonik.
Mekanisme Pengecilan
ukuran partikel ?
Efektivitas penghomogenan
Cara menaikkan efektivitas
penghomogenan
Alat ini cocok untuk
pembuatan emulsi yang
cair atau dengan
viskositas menengah.
KETIDAK STABILAN EMULSI.
1. Creaming.
2. Breaking
3. Inversi
1. Creaming.
Peristiwa creaming  flokulasi
1. Creaming.
Peristiwa creaming  flokulasi
2. Breaking.
Emulsi pecah/breaking  1. Koalesensi
2. Ostwald Ripening
Koalesensi
2. Breaking.
Emulsi pecah/breaking  1. Koalesensi
2. Ostwald ripening
Ostwald ripening
3. Inversi.
Penyebab peristiwa :
• suhu,
• komposisi bahan penyusun emulsi.
Hanya terjadi pada :
emulsi yang menggunakan surfaktan sebagai emulgatornya, dan
pada suatu harga HLB yang dekat dengan perubahan sifat
hidrofil dan lipofil.
Pada emulsi dengan emulgator hidrokoloid peristiwa ini hampir
tidak pernah terjadi karena hidrokoloid lebih bersifat hidrofil.
Proses degradasi emulsi
KONTROL EMULSI.
1. Determinasi tipe emulsi.
a. Metoda pengenceran :
KONTROL EMULSI.
1. Determinasi tipe emulsi.
a. Metoda pengenceran :
b. Metoda pewarnaan :
c. Konduktibilitas elektrik :
Bila emulsi dapat menghantar aliran listrik maka emulsi
tersebut bertipe o/w. Sebaliknya bila tidak menghantar listrik
bertipe w/o. Jika suatu emulsi distabilkan dengan surfaktan
nonionik kemungkinan konduktabilitasnya lemah sekali. Untuk
mendeteksi dapat ditambahkan NaCl.
KONTROL EMULSI.
2. Distribusi granulometrik.
Diameter rata-rata  maka ini bisa untuk mengevaluasi
kestabilan emulsi vs waktu.
Koalesensi  diameter rata-rata lebih besar
Distribusi granulometrik
1. Mikroskopik : Dengan menggunakan mikrometer baik secara
visual dengan mata atau dengan bantuan komputer.
2. Optik : dengan alat difraksi sinar
3. Elektronik : dengan Coulter Counter, namun ini sulit
dilaksanakan untuk emulsi tipe w/o
4. Sentrifugasi : cara ini berdasarkan rumus Stokes, dengan
menghitung perbedaan bobot jenis tiap fraksi emulsi. Dengan
cara ini dapat diketahui distribusi ukuran partikel nya.
KONTROL EMULSI.
3. Determinasi sifat rheologi.
- Sifat rheologi emulsi penting  perubahan konsistensi dapat
disebabkan karena proses : fabrikasi atau penyimpanan,
sehingga dapat mempengaruhi pemakaiannya.
Misal : mudah tidaknya penggunaan pada parenteral, ketepatan
pengambilan dosis, kemudahan dan regularitas pengisian,
kemudahannya dalam penggunaan pada kulit untuk produk
kosmetika dsb.
- Dalam hal stabilitas fisika, perubahan viskositas akan
mempengaruhi pengendapan ataupun terjadinya creaming
- Tidak hanya viskositasnya saja namun setiap perubahan sifat
rheologi akan mempengaruhi kestabilan emulsi.
Banyak faktor yang mempengaruhi sifat alir dari emulsi
1. Fase intern :
a. Fraksi volume.
b. Interaksi partikel : flokulasi, koalesensi.
c. Ukuran partikel.
d. Viskositas fase intern.
e. Jenis kimia.
2. Fase ekstern :
Viskositas yang tergantung pula pada susunan kimia, adanya pengental,
elektrolit, pH dll.
3. Emulgator.
a. Jenis kimia.
b. Konsentrasi.
c. Ketebalan dan sifat rheologi dari film antarmuka kedua
fase.
KONTROL EMULSI
4. Test penyimpanan yang dipercepat.
Test ini dimaksudkan untuk memperpendek waktu pengamatan
suatu sediaan emulsi.
Ada beberapa cara test pada penyimpanan yang dipercepat :
1. Temperatur 40-60oC : penyimpanan pd suhu relatif lebih tinggi,
viskositas menurun tergantung sifat emulsi. Penurunan
viskositas akan mempengaruhi kestabilan fisika emulsi.
2. Sentrifugasi : pengusingan kecepatan tertentu  menaikkan
harga g (gravitasi) pada rumus Stokes.  terjadi pemisahan
partikel yang lebih cepat pula.
3. Shock termik : disimpan suhu tinggi dan rendah bergantian pd
wkt tertentu  60oC 1 hari 4oC 1 hari. Diulangi 4 kali, kmd
diamkan suhu kamar dilakukan pembacaan hasil.

More Related Content

Similar to EMULSI

M viskositas, tegangan muka, permukaan
M viskositas, tegangan muka, permukaanM viskositas, tegangan muka, permukaan
M viskositas, tegangan muka, permukaandiviayannasandy
 
Sifat koligatif larutan (hamela sari)
Sifat koligatif larutan (hamela sari)Sifat koligatif larutan (hamela sari)
Sifat koligatif larutan (hamela sari)hamela_sari
 
P pt emulsi unsiq
P pt emulsi unsiqP pt emulsi unsiq
P pt emulsi unsiqtuciel88
 
Materi Minggu ke-4 DIFUSI CAIRAN DAN TUGAS KE-3.pptx
Materi Minggu ke-4  DIFUSI CAIRAN DAN TUGAS KE-3.pptxMateri Minggu ke-4  DIFUSI CAIRAN DAN TUGAS KE-3.pptx
Materi Minggu ke-4 DIFUSI CAIRAN DAN TUGAS KE-3.pptxAnnisaIcaMaharani
 
Power_Point_Kimia_larutan_Larutan_Elektr.pptx
Power_Point_Kimia_larutan_Larutan_Elektr.pptxPower_Point_Kimia_larutan_Larutan_Elektr.pptx
Power_Point_Kimia_larutan_Larutan_Elektr.pptxkhaijarifa
 
Soal Ujian Nasional Kimia 2018
Soal Ujian Nasional Kimia 2018Soal Ujian Nasional Kimia 2018
Soal Ujian Nasional Kimia 2018dasi anto
 
Ion exchange cromatography compile.pptx
Ion exchange cromatography compile.pptxIon exchange cromatography compile.pptx
Ion exchange cromatography compile.pptxDeltaphierho
 
Surfactan Presentation.pptx
Surfactan Presentation.pptxSurfactan Presentation.pptx
Surfactan Presentation.pptxMUHAMMADRAFDI6
 
KULIAH 14-15 Tentang Kimia Permukaan.pptx
KULIAH 14-15  Tentang Kimia Permukaan.pptxKULIAH 14-15  Tentang Kimia Permukaan.pptx
KULIAH 14-15 Tentang Kimia Permukaan.pptxSaid878643
 
Prediksi 4 Ujian Nasional Kimia 2017
Prediksi 4 Ujian Nasional Kimia 2017Prediksi 4 Ujian Nasional Kimia 2017
Prediksi 4 Ujian Nasional Kimia 2017dasi anto
 
alkana-alkena-alkuna1.pptx
alkana-alkena-alkuna1.pptxalkana-alkena-alkuna1.pptx
alkana-alkena-alkuna1.pptxSamsuriLatief1
 
ASS KIMIA (BY MASYARAKAT).pdf
ASS KIMIA (BY MASYARAKAT).pdfASS KIMIA (BY MASYARAKAT).pdf
ASS KIMIA (BY MASYARAKAT).pdfDanielSiahaan30
 

Similar to EMULSI (20)

M viskositas, tegangan muka, permukaan
M viskositas, tegangan muka, permukaanM viskositas, tegangan muka, permukaan
M viskositas, tegangan muka, permukaan
 
Alkana
AlkanaAlkana
Alkana
 
Gugus fungsi
Gugus fungsiGugus fungsi
Gugus fungsi
 
Sifat koligatif larutan (hamela sari)
Sifat koligatif larutan (hamela sari)Sifat koligatif larutan (hamela sari)
Sifat koligatif larutan (hamela sari)
 
P pt emulsi unsiq
P pt emulsi unsiqP pt emulsi unsiq
P pt emulsi unsiq
 
Materi Minggu ke-4 DIFUSI CAIRAN DAN TUGAS KE-3.pptx
Materi Minggu ke-4  DIFUSI CAIRAN DAN TUGAS KE-3.pptxMateri Minggu ke-4  DIFUSI CAIRAN DAN TUGAS KE-3.pptx
Materi Minggu ke-4 DIFUSI CAIRAN DAN TUGAS KE-3.pptx
 
Fenomena antarmuka
Fenomena antarmuka Fenomena antarmuka
Fenomena antarmuka
 
Power_Point_Kimia_larutan_Larutan_Elektr.pptx
Power_Point_Kimia_larutan_Larutan_Elektr.pptxPower_Point_Kimia_larutan_Larutan_Elektr.pptx
Power_Point_Kimia_larutan_Larutan_Elektr.pptx
 
Soal Ujian Nasional Kimia 2018
Soal Ujian Nasional Kimia 2018Soal Ujian Nasional Kimia 2018
Soal Ujian Nasional Kimia 2018
 
Stoikiometri larutan-kls-xi
Stoikiometri larutan-kls-xiStoikiometri larutan-kls-xi
Stoikiometri larutan-kls-xi
 
Kimia teknik
Kimia teknikKimia teknik
Kimia teknik
 
Ion exchange cromatography compile.pptx
Ion exchange cromatography compile.pptxIon exchange cromatography compile.pptx
Ion exchange cromatography compile.pptx
 
Reaksi senyawa karbon
Reaksi senyawa karbonReaksi senyawa karbon
Reaksi senyawa karbon
 
Alkana
AlkanaAlkana
Alkana
 
Alkana
AlkanaAlkana
Alkana
 
Surfactan Presentation.pptx
Surfactan Presentation.pptxSurfactan Presentation.pptx
Surfactan Presentation.pptx
 
KULIAH 14-15 Tentang Kimia Permukaan.pptx
KULIAH 14-15  Tentang Kimia Permukaan.pptxKULIAH 14-15  Tentang Kimia Permukaan.pptx
KULIAH 14-15 Tentang Kimia Permukaan.pptx
 
Prediksi 4 Ujian Nasional Kimia 2017
Prediksi 4 Ujian Nasional Kimia 2017Prediksi 4 Ujian Nasional Kimia 2017
Prediksi 4 Ujian Nasional Kimia 2017
 
alkana-alkena-alkuna1.pptx
alkana-alkena-alkuna1.pptxalkana-alkena-alkuna1.pptx
alkana-alkena-alkuna1.pptx
 
ASS KIMIA (BY MASYARAKAT).pdf
ASS KIMIA (BY MASYARAKAT).pdfASS KIMIA (BY MASYARAKAT).pdf
ASS KIMIA (BY MASYARAKAT).pdf
 

More from RiyanUge

PPT-UEU-Formulasi-Sediaan-Cair-Semi-Solid-13.pptx
PPT-UEU-Formulasi-Sediaan-Cair-Semi-Solid-13.pptxPPT-UEU-Formulasi-Sediaan-Cair-Semi-Solid-13.pptx
PPT-UEU-Formulasi-Sediaan-Cair-Semi-Solid-13.pptxRiyanUge
 
mikrokapsul dds.pdf
mikrokapsul dds.pdfmikrokapsul dds.pdf
mikrokapsul dds.pdfRiyanUge
 
513025511-5b7d08b2.pptx
513025511-5b7d08b2.pptx513025511-5b7d08b2.pptx
513025511-5b7d08b2.pptxRiyanUge
 
859887456.pdf
859887456.pdf859887456.pdf
859887456.pdfRiyanUge
 
Stereokimia dan Sifat Elektronik Obat.pptx
Stereokimia dan Sifat Elektronik Obat.pptxStereokimia dan Sifat Elektronik Obat.pptx
Stereokimia dan Sifat Elektronik Obat.pptxRiyanUge
 
fdokumen.com_pertemuan-3-kimia-medisinal.pdf
fdokumen.com_pertemuan-3-kimia-medisinal.pdffdokumen.com_pertemuan-3-kimia-medisinal.pdf
fdokumen.com_pertemuan-3-kimia-medisinal.pdfRiyanUge
 
Kimed1ed2Isi.pdf
Kimed1ed2Isi.pdfKimed1ed2Isi.pdf
Kimed1ed2Isi.pdfRiyanUge
 
fdokumen.com_1-pendahuluan-kimia-analisis-farmasi-2014-15-56683f91a0985.pptx
fdokumen.com_1-pendahuluan-kimia-analisis-farmasi-2014-15-56683f91a0985.pptxfdokumen.com_1-pendahuluan-kimia-analisis-farmasi-2014-15-56683f91a0985.pptx
fdokumen.com_1-pendahuluan-kimia-analisis-farmasi-2014-15-56683f91a0985.pptxRiyanUge
 
radiofarmasi.pptx
radiofarmasi.pptxradiofarmasi.pptx
radiofarmasi.pptxRiyanUge
 
KULIAH 4_ KESTABILAN_INTI_DAN_SATUAN_RADIOAKTIFITAS.pptx
KULIAH 4_ KESTABILAN_INTI_DAN_SATUAN_RADIOAKTIFITAS.pptxKULIAH 4_ KESTABILAN_INTI_DAN_SATUAN_RADIOAKTIFITAS.pptx
KULIAH 4_ KESTABILAN_INTI_DAN_SATUAN_RADIOAKTIFITAS.pptxRiyanUge
 
Sediaan Radiofarmasi.pptx
Sediaan Radiofarmasi.pptxSediaan Radiofarmasi.pptx
Sediaan Radiofarmasi.pptxRiyanUge
 
materi2kinetikadanlajureaksi-221120134059-a74e5d49.pdf
materi2kinetikadanlajureaksi-221120134059-a74e5d49.pdfmateri2kinetikadanlajureaksi-221120134059-a74e5d49.pdf
materi2kinetikadanlajureaksi-221120134059-a74e5d49.pdfRiyanUge
 
13033654.ppt
13033654.ppt13033654.ppt
13033654.pptRiyanUge
 
dokumen.tips_sistem-penghantar-obat.pptx
dokumen.tips_sistem-penghantar-obat.pptxdokumen.tips_sistem-penghantar-obat.pptx
dokumen.tips_sistem-penghantar-obat.pptxRiyanUge
 
Dasar2_Farfis_dan_Sifat_Fisika_Molekul_p.pptx
Dasar2_Farfis_dan_Sifat_Fisika_Molekul_p.pptxDasar2_Farfis_dan_Sifat_Fisika_Molekul_p.pptx
Dasar2_Farfis_dan_Sifat_Fisika_Molekul_p.pptxRiyanUge
 
asam-basa-dan-ph-140114224824-phpapp01.pdf
asam-basa-dan-ph-140114224824-phpapp01.pdfasam-basa-dan-ph-140114224824-phpapp01.pdf
asam-basa-dan-ph-140114224824-phpapp01.pdfRiyanUge
 
penulisan_resep_ppt.ppt
penulisan_resep_ppt.pptpenulisan_resep_ppt.ppt
penulisan_resep_ppt.pptRiyanUge
 
adoc.pub_interaksi-makanan-dan-obat.pdf
adoc.pub_interaksi-makanan-dan-obat.pdfadoc.pub_interaksi-makanan-dan-obat.pdf
adoc.pub_interaksi-makanan-dan-obat.pdfRiyanUge
 
INTERAKSI_OBAT_BERDASARKAN_FAKTOR_YANG_B.ppt
INTERAKSI_OBAT_BERDASARKAN_FAKTOR_YANG_B.pptINTERAKSI_OBAT_BERDASARKAN_FAKTOR_YANG_B.ppt
INTERAKSI_OBAT_BERDASARKAN_FAKTOR_YANG_B.pptRiyanUge
 

More from RiyanUge (20)

PPT-UEU-Formulasi-Sediaan-Cair-Semi-Solid-13.pptx
PPT-UEU-Formulasi-Sediaan-Cair-Semi-Solid-13.pptxPPT-UEU-Formulasi-Sediaan-Cair-Semi-Solid-13.pptx
PPT-UEU-Formulasi-Sediaan-Cair-Semi-Solid-13.pptx
 
mikrokapsul dds.pdf
mikrokapsul dds.pdfmikrokapsul dds.pdf
mikrokapsul dds.pdf
 
513025511-5b7d08b2.pptx
513025511-5b7d08b2.pptx513025511-5b7d08b2.pptx
513025511-5b7d08b2.pptx
 
859887456.pdf
859887456.pdf859887456.pdf
859887456.pdf
 
Stereokimia dan Sifat Elektronik Obat.pptx
Stereokimia dan Sifat Elektronik Obat.pptxStereokimia dan Sifat Elektronik Obat.pptx
Stereokimia dan Sifat Elektronik Obat.pptx
 
fdokumen.com_pertemuan-3-kimia-medisinal.pdf
fdokumen.com_pertemuan-3-kimia-medisinal.pdffdokumen.com_pertemuan-3-kimia-medisinal.pdf
fdokumen.com_pertemuan-3-kimia-medisinal.pdf
 
Kimed1ed2Isi.pdf
Kimed1ed2Isi.pdfKimed1ed2Isi.pdf
Kimed1ed2Isi.pdf
 
fdokumen.com_1-pendahuluan-kimia-analisis-farmasi-2014-15-56683f91a0985.pptx
fdokumen.com_1-pendahuluan-kimia-analisis-farmasi-2014-15-56683f91a0985.pptxfdokumen.com_1-pendahuluan-kimia-analisis-farmasi-2014-15-56683f91a0985.pptx
fdokumen.com_1-pendahuluan-kimia-analisis-farmasi-2014-15-56683f91a0985.pptx
 
radiofarmasi.pptx
radiofarmasi.pptxradiofarmasi.pptx
radiofarmasi.pptx
 
KULIAH 4_ KESTABILAN_INTI_DAN_SATUAN_RADIOAKTIFITAS.pptx
KULIAH 4_ KESTABILAN_INTI_DAN_SATUAN_RADIOAKTIFITAS.pptxKULIAH 4_ KESTABILAN_INTI_DAN_SATUAN_RADIOAKTIFITAS.pptx
KULIAH 4_ KESTABILAN_INTI_DAN_SATUAN_RADIOAKTIFITAS.pptx
 
Sediaan Radiofarmasi.pptx
Sediaan Radiofarmasi.pptxSediaan Radiofarmasi.pptx
Sediaan Radiofarmasi.pptx
 
materi2kinetikadanlajureaksi-221120134059-a74e5d49.pdf
materi2kinetikadanlajureaksi-221120134059-a74e5d49.pdfmateri2kinetikadanlajureaksi-221120134059-a74e5d49.pdf
materi2kinetikadanlajureaksi-221120134059-a74e5d49.pdf
 
13033654.ppt
13033654.ppt13033654.ppt
13033654.ppt
 
dokumen.tips_sistem-penghantar-obat.pptx
dokumen.tips_sistem-penghantar-obat.pptxdokumen.tips_sistem-penghantar-obat.pptx
dokumen.tips_sistem-penghantar-obat.pptx
 
Dasar2_Farfis_dan_Sifat_Fisika_Molekul_p.pptx
Dasar2_Farfis_dan_Sifat_Fisika_Molekul_p.pptxDasar2_Farfis_dan_Sifat_Fisika_Molekul_p.pptx
Dasar2_Farfis_dan_Sifat_Fisika_Molekul_p.pptx
 
asam-basa-dan-ph-140114224824-phpapp01.pdf
asam-basa-dan-ph-140114224824-phpapp01.pdfasam-basa-dan-ph-140114224824-phpapp01.pdf
asam-basa-dan-ph-140114224824-phpapp01.pdf
 
penulisan_resep_ppt.ppt
penulisan_resep_ppt.pptpenulisan_resep_ppt.ppt
penulisan_resep_ppt.ppt
 
cpob.ppt
cpob.pptcpob.ppt
cpob.ppt
 
adoc.pub_interaksi-makanan-dan-obat.pdf
adoc.pub_interaksi-makanan-dan-obat.pdfadoc.pub_interaksi-makanan-dan-obat.pdf
adoc.pub_interaksi-makanan-dan-obat.pdf
 
INTERAKSI_OBAT_BERDASARKAN_FAKTOR_YANG_B.ppt
INTERAKSI_OBAT_BERDASARKAN_FAKTOR_YANG_B.pptINTERAKSI_OBAT_BERDASARKAN_FAKTOR_YANG_B.ppt
INTERAKSI_OBAT_BERDASARKAN_FAKTOR_YANG_B.ppt
 

Recently uploaded

ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANANETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANANDianFitriyani15
 
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa HalusinasiMateri Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasiantoniareong
 
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdfLaporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdfHilalSunu
 
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdfPPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdfhurufd86
 
ATRIBUT BIDAN PROFESIONAL DALAM KEBIDANAN.pptx
ATRIBUT BIDAN PROFESIONAL DALAM KEBIDANAN.pptxATRIBUT BIDAN PROFESIONAL DALAM KEBIDANAN.pptx
ATRIBUT BIDAN PROFESIONAL DALAM KEBIDANAN.pptxDesiNatalia68
 
PPT Diskusi Topik - Stroke Iskemik (Rotasi G).pdf
PPT Diskusi Topik - Stroke Iskemik (Rotasi G).pdfPPT Diskusi Topik - Stroke Iskemik (Rotasi G).pdf
PPT Diskusi Topik - Stroke Iskemik (Rotasi G).pdfSeruniArdhia
 
362259940-Kista-Duktus-Tiroglosus-ppt.pptx
362259940-Kista-Duktus-Tiroglosus-ppt.pptx362259940-Kista-Duktus-Tiroglosus-ppt.pptx
362259940-Kista-Duktus-Tiroglosus-ppt.pptxAzwarArifkiSurg
 
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal DiabetesFARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal DiabetesNadrohSitepu1
 
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutika
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutikaPresentasi materi antibiotik kemoterapeutika
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutikassuser1cc42a
 
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh DiriAsuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diriandi861789
 
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).pptMATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).pptbambang62741
 
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxSediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxwisanggeni19
 
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptxTUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptxTriNurmiyati
 
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptxPEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptxpuspapameswari
 
ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptx
ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptxppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptx
ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptxmarodotodo
 
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/mamateri kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/maGusmaliniEf
 
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdfPEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdfMeboix
 
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin raufLAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin raufalmahdaly02
 
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdfMeboix
 
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar KepHaslianiBaharuddin
 

Recently uploaded (20)

ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANANETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN SERTA KEBIDANAN
 
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa HalusinasiMateri Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
Materi Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi
 
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdfLaporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
Laporan kasus restorasi kelas 2 komposit.pdf
 
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdfPPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
PPT_ AYU SASKARANI (proposal) fix fix.pdf
 
ATRIBUT BIDAN PROFESIONAL DALAM KEBIDANAN.pptx
ATRIBUT BIDAN PROFESIONAL DALAM KEBIDANAN.pptxATRIBUT BIDAN PROFESIONAL DALAM KEBIDANAN.pptx
ATRIBUT BIDAN PROFESIONAL DALAM KEBIDANAN.pptx
 
PPT Diskusi Topik - Stroke Iskemik (Rotasi G).pdf
PPT Diskusi Topik - Stroke Iskemik (Rotasi G).pdfPPT Diskusi Topik - Stroke Iskemik (Rotasi G).pdf
PPT Diskusi Topik - Stroke Iskemik (Rotasi G).pdf
 
362259940-Kista-Duktus-Tiroglosus-ppt.pptx
362259940-Kista-Duktus-Tiroglosus-ppt.pptx362259940-Kista-Duktus-Tiroglosus-ppt.pptx
362259940-Kista-Duktus-Tiroglosus-ppt.pptx
 
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal DiabetesFARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
FARMAKOLOGI HORMONAL obat hormonal Diabetes
 
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutika
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutikaPresentasi materi antibiotik kemoterapeutika
Presentasi materi antibiotik kemoterapeutika
 
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh DiriAsuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
Asuhan Keperawatan Jiwa Resiko Bunuh Diri
 
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).pptMATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
MATERI TENTANG STUNTING BAGI REMAJA (Materi sosialisasi).ppt
 
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptxSediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
Sediaan Kream semisolid farmasi Industri.pptx
 
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptxTUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
TUMBUH KEMBANG KELUARGAaaaaaaaaaaaa.pptx
 
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptxPEMBUATAN STR  BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
PEMBUATAN STR BAGI APOTEKER PASCA UU 17-2023.pptx
 
ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptx
ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptxppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptx
ppt hipotiroid anak end tf uygu g uygug o.pptx
 
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/mamateri kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
materi kkr dan uks tingkat smp dan sma/ma
 
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdfPEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
PEDOMAN PROTOTYPE PUSKESMAS_KEMENKES ALL by zb NERMI.pdf
 
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin raufLAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
LAPORAN KASUS HB demam tifoid dr syarifuddin rauf
 
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
2. Kebijakan ILP di Posyandu-1234567.pdf
 
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
2 Adaptasi Sel dan Jejas Sel.pptx Ilmu Dasar Kep
 

EMULSI

  • 1. TEKNOLOGI DAN FORMULASI SEDIAAN CAIR DAN SEMIPADAT
  • 2. SEDIAAN CAIR DAN SEMIPADAT: -Emulsi -Salep -Suspensi -Krim -Sirup -Linimen -Eliksir -Suppositoria -Solubilisasi -Plester -Mikroemulsi
  • 3. E M U L S I Definisi : 1. Alexander : Emulsi adalah suatu dispersi yang sangat halus dari suatu cairan kedalam suatu cairan yang lain. 2. Clayton : Emulsi adalah suatu sistem yang terdiri 2 fase cair, yang satu terdispersi dalam yang lain sebagai globul (butir-butir kecil) 3. Mc. Bain : Emulsi adalah suatu tetes-tetes kecil cairan yang terdispersi dalam cairan yang lain dan dapat dilihat dibawah mikroskop.
  • 4. E M U L S I Definisi : 4. P. Becher : Emulsi adalah suatu sistem heterogen terdiri dari 2 cairan yang tidak bercampur, yang satu terdispersi didalam yang lain dalam bentuk tetes-tetes kecil yang mempunyai diameter pada umumnya > 0,1 m. Dalam bidang farmasi: Campuran homogen dari 2 cairan yang dalam keadaan normal tidak dapat bercampur (fase air dan fase minyak), dengan pertolongan suatu bahan penolong yang disebut emulgator.
  • 5.
  • 6. Dalam sistem dispersi : fase dispers vs medium dispers fase intern vs fase ekstern fase diskontinyu vs fase kontinyu Fase yang berair : dapat terdiri dari air atau campuran sejumlah substansi hidrofil seperti : alkohol, glikol, gula, garam mineral, garam organik dll. Fase yang berminyak : fase organik padat/cair, dapat terdiri dari substansi lipofil spt : asam lemak, alkohol asam lemak, lilin, zat-zat aktif liposolubel dll.
  • 7. Tipe emulsi : a. Tipe o/w : minyak/air b. Tipe w/o : air/minyak c. Tipe w/o/w : air/minyak/air d. Tipe o/w/o : minyak/air/minyak Emulsi: campuran terner --> air + minyak + emulgator
  • 8. Emulsi ganda Emulsi O/W atau W/O
  • 9. Campuran biner : 2 zat Campuran terner: 3 zat
  • 10. Campuran biner: A (100%) Q P R B (100%)
  • 11. Campuran Terner: zat A + zat B + zat C
  • 12. C (Brij-98) A (Air) B (Parafin Cair)
  • 13. C (brij-35) A (air) B (par.cair) emulsi mikroemulsi Sol m/a Sol a/m Gel transp middle neat
  • 14. STABILISASI BUTIR-BUTIR TETESAN Dalam emulsi, butir-butir tetesan (fase dispers) dapat distabilkan dengan mekanisme teori: 1. Teori penurunan tegangan antarmuka. 2. Teori terbentuknya lapisan ganda listrik. 3. Teori terbentuknya film antarmuka. 4. Teori viskositas
  • 16. Tegangan Muka udara ● ● ● ● Cairan ● ● ● ● ● ● ● ● Hasil dari gaya tersebut (resultante) adalah ke arah dalam dan mempunyai tendensi menarik molekul di permukaan ke dalam cairan, sehingga terjadi kontraksi permukaan.
  • 17. Tegangan muka: • Gaya yang harus dipergunakan secara paralel pada permukaan tersebut untuk melawan dorongan ke arah dalam, dinamakan tegangan muka dari cairan. • Ini dinyatakan dalam : Newton per meter (N/m) • Atau Dyne/cm (dalam sistem cgs) 1 dyne/cm = 1 mN/m
  • 18. Secara fisika, tegangan muka dapat diterangkan sbb: A d D D' l F d B C C' AB = l AD = d Luas lapisan film ABCD = 2.l.d (dikalikan 2 karena mempunyai permukaan rangkap).
  • 19. Kerja adalah W = F. d ……… 1) • Apabila  adalah gaya yang ada tiap unit panjang ( =F/l), maka gaya : F = 2..l (kali 2 karena 2 muka) W = F. d = 2. .l. d • Pertambahan permukaan/surface = 2.l. d = s (2 muka) W = . s  = W ................. 2) s
  • 20. • maka tegangan muka, , dapat diartikan sebagai kerja (dalam Joule) yang diperlukan untuk mendapatkan 1 m2 permukaan / surface. • Atau tegangan muka dapat juga diartikan sebagai perubahan energi bebas permukaan tiap unit permukaan yang dihasilkan.
  • 22. Minyak dispersi air Φ antar muka = 1 cm2; apabila Φ partikel = 1 µm Vol minyak 1 ml  jml partikel = 1,909 x 109 Vol air 1 ml  Luas antar muka = 6 x 104 cm2 W = . s  W tinggi, tidak stabil apabila + bahan menurunkan   stabil Tegangan antarmuka: AB = |A - B|
  • 24. Terbentuknya lapisan ganda listrik. Partikel-partikel cairan atau padatan dari sistem dispersi pada umumnya pembawa muatan listrik pada permukaannya. Muatan listrik tersebut dapat berbeda-beda asalnya : 1. Karena ionisasi pada permukaan dari zat yang terdispersi karena terdapat dalam lingkungan air. 2. Adsorpsi pada permukaan ion-ion yang berasal dari medium (misalnya adsorpsi molekul SAA ionik)
  • 25. Terbentuknya lapisan ganda listrik. • Contoh : R-COONa dalam air akan terhidrolisa menjadi R-COO- dan Na+ oo- + + - o
  • 26. Apapun asal dari muatan listrik, disekitar partikel dapat diskemakan sbb : (misalkan partikel bermuatan negatif) a b c p - + + - + - + + - + - 1. lap stern a - + - + - + - + - + - 2. lap difuse r - + + - + - + - + - + + - 3. difuse rangkap t - + - + - + - - + + - + - + k - + + - + - - + - - + - + e - + - + - + - - + - + + - l - + + - + - + - + - + - - + a' b' c' --|----1----|----------------2---------------|------- --|------------------3------------------------|-------
  • 27. Keterangan: • Dengan tidak adanya gerakan termik (gerakan Brown) ion-ion yang berlawanan yang terdapat pada larutan akan menetralkan segera muatan partikel dengan cara penempelan. • Dengan adanya gerakan Brown, sebagian dari muatan saja yang dapat langsung dinetralkan dengan cara adsorpsi ion yang berlawanan (counter- ion).
  • 28. Keterangan: • Dalam lapisan difuse dari partikel, terdapat kelebihan ion-ion yang berlainan dengan partikel, namun juga terdapat ion-ion yang bermuatan sama. Ini dikarenakan adanya energi kinetik yang dihasilkan oleh gerakan Brown yang lebih besar dari pada gaya tolak antara ion-ion yang bermuatan sama yang ada pada tempat tersebut.
  • 29. Lapisan stern dan lapisan difuse bersama-sama membentuk lapisan difuse rangkap a b c ψo ψ z a’ b’ c’ jarak
  • 30. PERUBAHAN POTENSIAL LISTRIK 1. Perbedaan potensial antara permukaan partikel dan titik penetralan (pada garis c-c') Ψo. Potensial ini disebut potensial Nernst, yaitu muatan total dari partikel. 2. Penurunan agak tajam dari potensial dalam lapisan stern yang disebabkan adanya penetralan sebagian dari counter-ion. 3. Penurunan secara progresif dari potensial dalam lapisan difuse sampai mencapai penetralan (pada garis c-c'). Perbedaan antara lapisan stern (b-b') dan titik penetralan (c-c') disebut zeta potensial Ψz, atau potensial elektrokinetika dari partikel.
  • 32. Terbentuknya film antarmuka Teori ini menjelaskan adanya lapisan film yang kaku dipermukaan antara fase dispers dan medium dispers karena adanya bahan tambahan, sehingga secara mekanis akan menghalangi kontak antara partikel. Cara terbentuknya film antarmuka bisa berlainan tergantung dari emulgator yang dipergunakan.  Membentuk lap yg kaku/rigid pada antarmuka dg cara adsorpsi makromolekul
  • 36. EMULGATOR. Dalam bidang farmasi, emulgator yang sering dipergunakan sebagai bahan tambahan dapat digolongkan dalam jenis sbb : 1. Surfaktan/SAA 2. Hidrokoloid. 3. Zat padat halus yang terdispersi.
  • 37. 1. Surfaktan/SAA.  Surfaktan : diskripsi ? O C17H35 - C - O - Na  Berdasarkan atas muatan yang dihasilkan kalau zat ini terhidrolisa dalam air: a. Surfaktan anionik. b. Surfaktan kationik. c. Surfaktan amfoterik. d. Surfaktan non-ionik.
  • 38. a. Surfaktan anionik. inkompatibilitas: ? Jenis: a). Karboksilat. [ R-COO ] Contoh : Sabun alkali Sabun alkali tanah b). Sulfat. O R - O - S – O Contoh :- Na-lauril-sulfat O (Duponol,Texapon K12) - Na-setil-stearil-sulfat(Lanette E)
  • 39. a. Surfaktan anionik. inkompatibilitas: ? Jenis: c). Sulfonat. O Contoh : Na-dioktilsulfosuksinat R - S - O (Manoxol OT,Aerosol OT) O d). Fosfat. O R - O - P = O Contoh : Ester ortofosfat O dari alkohol asam lemak
  • 40. b. Surfaktan kationik. inkompatibilitas: ? Ammonium kwarterner R2 + X R1, R2, R3 dan R4 = radikal alkil yg. R1 - N - R3 sama atau berlainan. R4 X = Cl-, Br- atau J- Contoh : Cetrimide atau CTAB (Cetil trimetil amonium bromida)
  • 41. c. Surfaktan amfoterik. CH2 - OOC - R Contoh : Lecithin. | CH - OOC - R | + CH2 - O - P - O - CH2 - CH2 - N (CH3)3 | O
  • 42. d. Surfaktan nonionik a). Ester gliserol. CH2 – O – OC – R CH – OH Contoh : Gliserol monostearat CH2 – OH b). Ester glikol. CH2 – O – OC – R Contoh : (CH2)n Etilenglikol stearat CH2 – OH Propilenglikol stearat
  • 43. d. Surfaktan nonionik c). Derivat Polietilenoksida (PEO). 1. Ester asam lemak dari PEG (Mirj) CH2 – O – OC – R (CH2 – O – CH2)n CH2 – OH 2. Ester alkohol lemak dari PEG (Brij) CH2 – O – R (CH2 – O – CH2)n CH2 – OH
  • 44. d. Surfaktan nonionik c). Derivat Polietilenoksida (PEO). 3. Ester dari sorbitan. CH2 - OH CH2 CH2 HC-OH HC-OH HC-OH HO-CH -H2O HO-CH O R-COOH HO-CH O HC-OH HC HC HO-CH HC-OH HC-OH CH2-OH CH2-OH CH2-O-OC-R Sorbitol 1,4-sorbitan Span (arlacel)
  • 45. d. Surfaktan nonionik c). Derivat Polietilenoksida (PEO). 3. Ester dari sorbitan. CH2 HC-O-(C2H4O)w-H (CH2-CH2-O)n H-(C2H4O)x-O-CH O HC HC-O-(C2H4O)y-H n=w+x+y+z CH2-O-(C2H4O)z-OC-R Sorbitan monoester PEO (Tween)
  • 46. Span dan Tween diberi nomer yang menunjukkan jenis rantai asam lemak yang meng-ester-kan sorbitan, misalnya : 20 Asam laurat (C 12) 40 Asam palmitat (C 16) 60 Asam stearat (C 18) 80 Asam oleat (C 18=) 65 Tri stearat 85 Tri oleat 83 Sesqui oleat (2 inti sorbitan untuk 3 asam lemak)
  • 47. PERHITUNGAN HLB Menurut Griffin perhitungan HLB adalah : HLB = 20 ( 1 - S ) A dimana S = Bilangan ester. A = Bilangan asam dari asam bebas nya.
  • 48. Produk dimana bg hidrofil tdr dari PEO (polietilenoksida) yaitu yg bersifat hidrofil, maka rumus menghitung HLB adalah : HLB = E 5 E = harga % berat EO Atau: HLB = 1/5 dari % berat bagian hidrofil. Secara teoritis bila suatu surfaktan non-ionik terdiri dari 100% bagian hidrofil (dalam kenyataannya tidak ada) seharusnya akan didapatkan 100. Namun supaya nilainya tidak terlalu tinggi, dikalikan 1/5 supaya memudahkan penggunaannya,  menjadi 20.
  • 49. KELARUTAN SURFAKTAN DALAM AIR Tergantung hidrofili dari surfaktan, maka surfaktan mempunyai kelarutan yang berlainan. Sifat kelarutan atau terdispersinya dalam air dapat juga dipergunakan untuk memperkirakan harga HLB surfaktan, yaitu bila : HLB 1. Tak terdispersi dalam air 1 - 4 2. Terdispersi dengan kasar 3 - 6 3. Seperti susu dengan penggojogan kuat 6 - 8 4. Dispersi seperti susu dan stabil 8 - 10 5. Terjadi dispersi yang translusid 10 - 13 6. Terjadi larutan jernih > 13
  • 50. HLB CAMPURAN SURFAKTAN Jika 2 surfaktan atau lebih dicampurkan maka HLB campuran dapat diperhitungkan sbb : Misal : Campuran surfaktan terdiri dari : 70 bagian Tween 80 (HLB = 15,0) 30 bagian Span 80 (HLB = 4,3) maka HLB campuran kedua surfaktan tersebut adalah : Tween 80 = 70/100 x 15,0 = 10,5 Span 80 = 30/100 x 4,3 = 1,3 + HLB campuran = 11,8
  • 51. HLB CAMPURAN SURFAKTAN Selain HLB campuran surfaktan dapat dihitung, surfaktan dapat saling diganti dan nilai HLB nya merupakan aditif artinya berapapun nilai HLB dan jenisnya HLB campuran merupakan jumlah dari masing-masing nilai HLB nya.
  • 52. PERBANDINGAN SURFAKTAN PADA SUATU HLB Kadang-kadang dalam menggunakan campuran surfaktan kita tidak selalu harus menghitung HLB dari surfaktan- surfaktan yang telah diketahui perbandingannya, tetapi kita harus menggunakan campuran surfaktan pada suatu nilai HLB tertentu. Untuk itu kita harus menghitung berapa perbandingan surfaktan yang harus dipergunakan.
  • 53. PERBANDINGAN SURFAKTAN PADA SUATU HLB Contoh : Kita akan membuat emulsi pada suatu harga HLB (HLB = X) menggunakan surfaktan campuran Tween-80 dan Span-80. Maka rumus yang kita pergunakan untuk menghitung perbandingan tersebut adalah : ( X - HLBspan 80 ) % Tween 80 = x 100 (HLBtween 80 - HLBspan 80) % Span 80 = 100 - % Tween 80 dimana X = nilai HLB yang diinginkan.
  • 54. HLB OPTIMUM UNTUK MENGEMULSIKAN MINYAK HLB Optimum fase minyak. Minyak, cera dan produk lain yang dapat diemulsikan pada suatu HLB yang optimum, yang disebut HLB Optimum. Sebagai contoh adalah adalah dalam tabel sbb : HLB Optimum untuk emulsi o/w. ----------------------------------------------------------------------------------------- N a m a HLB N a m a HLB ----------------------------------------------------------------------------------------- Desil asetat 11 Asetofenon 14 Asam laurat 16 Asam linoleat 16 Asam oleat 17 Asam risinolat 16 Setil alkohol 15 Desil alkohol 15
  • 55. HLB Optimum untuk emulsi o/w.(cont’d) ----------------------------------------------------------------------------------------- N a m a HLB N a m a HLB ----------------------------------------------------------------------------------------- Isodesil alkohol 14 Lauril alkohol 14 Etil benzoat 13 Cotton oil 6 Klorobenzen 13 Cera carnauba 12 Parafin padat 10 Sikloheksana 15 Oleum ricini 14 Minyak mineral aromatik 12 Minyak mineral parafin 10 Kerosen 14 Lanolin anhidrat 12 Metil silikon 11 Vaselin 7 - 8 Xylen 14 Esense mineral 14 Klor parafin 8
  • 56. Apabila HLB optimum emulsi parafin tipe o/w adalah 10  artinya bhw surfaktan/campuran-surfaktan dg HLB 10 dapat menghasilkan emulsi parafin tipe o/w lebih stabil dibandingkan dengan harga HLB selain 10.  Tidak semua jenis surfaktan menghasilkan emulsi yang sama walaupun dipergunakan pada HLB 10  jenis surfaktan dapat mempengaruhi hasilnya.  Apapun jenis surfaktan yang dipergunakan, harga 10 adalah harga yang paling baik untuk jenis surfaktan yang sama.
  • 57. HLB optimum untuk campuran fase minyak. Misal kita akan membuat emulsi tipe o/w dari fase minyak yang terdiri dari campuran : 30 % esense mineral 50 % cotton oil 20 % klor parafin HLB optimum campuran adalah : Esense mineral 30% x HLB opt. 14 = 4,2 Cotton oil 50% x HLB opt. 6 = 3,0 Klor parafin 20% x HLB opt. 8 = 1,6 + Prakiraan HLB untuk emulsi = 8,8
  • 58. Penentuan harga HLB Optimum emulsi o/w HLB optimum emulsi o/w ditentukan dengan mengemulsikan: fase minyak 20% emulgator surfaktan 5% Air 75% Surfaktan bisa dicari yg HLB optimumnya dg  HLB rendah sampai HLB tinggi: 1. Dengan percobaan orientasi 2. Dengan SLD (simplex lattice design)
  • 59. 1. Dengan percobaan orientasi  Dibuat kombinasi surfaktan sedemikian rupa hingga diperoleh harga range HLB antara 4-18.  Dibuat dg cara yg sama  range HLB dipersempit  Dicari kombinasi surfaktan paling ideal Tanda-tanda emulsi pada HLB optimum adalah : 1. Emulsi paling stabil (harga F paling besar) 2. Diameter rata-rata partikel paling kecil. 3. Ada reflek biru pada dinding botol, atau reflek kemerahan bila ditembus sinar matahari.
  • 60. Misal: fase minyak 20%, emulgator surfaktan 5%, Air 75% Surf kombinasi Tween-80 (HLB 16) dan Span-80 (HLB 4,6) Tahap 1: F-1 F-2 F-3 F-4 F-5 F-6 T-80 100 80 60 40 20 0 bag S-80 0 20 40 60 80 100 bag HLB 16 13,7 11,4 9,2 6,9 4,6 Misal yg paling bagus: F-3
  • 61. Tahap 2: F-1 F-2 F-3 F-4 F-5 F-6 T-80 70 65 60 55 50 45 bag S-80 30 35 40 45 50 55 bag HLB 12,6 12 11,4 10,8 10,2 9,6 Misal yg paling bagus: F-5  emulsi paling baik pada HLB ± 10,2
  • 62. Tahap 3: F-1 F-2 F-3 F-4 T80 T60 T40 T20 S80 S60 S40 S20 HLB 10,2 10,2 10,2 10,2 Misal yg paling bagus: F-2  emulsi paling baik pada HLB ± 10,2 dengan kombinasi Tween-60 dan Span-60
  • 63. DESIGN FACTORIAL 2 KOMPONEN Y = a(A) + b(B) + ab (A)(B) Formula A B Formula I 1 0 Formula II 0 1 Formula III 0,5 0,5 Misalnya data respons hasil diameter partikel formula: I = 5 ; II = 10 ; III = 15
  • 64. DESIGN FACTORIAL 2 KOMPONEN Persamaan: Y = a(A) + b(B) + ab (A)(B) 5 = a(1) + b(0) + ab(1)(0)  maka a = 5 10 = a(0) + b(1) + ab (0)(1)  maka b = 10 15 = a(0,5) + b(0,5) + ab(0,5)(0,5)  maka ab = 30 dari persamaan Y = a(A) + b(B) + ab (A)(B) persamaan menjadi Y = 5(A) + 10(B) + 30(A)(B) Artinya: penambahan A atau B atau kombinasi A+B bersifat menaikkan
  • 65. Contoh formula dg program DX Surfaktan Tween 80 (A) : 1,0 0,75 0,5 0,0 Span 80 (B) : 0,0 0,25 0,5 1,0 Harga F : 70% 90% 95% 35% Formula: quadratic hasil terbaik (97%) pada T80:S80 = 63:37
  • 66.
  • 67.
  • 68.
  • 69.
  • 70. METODE EKSPERIMENTAL UNTUK DETERMINASI HLB • Walaupun cara tsb dpt digunakan  mendeterminasi sejumlah surfaktan non-ionik,  beberapa surfaktan terutama yg tdr der. propilen-oksida, butilen-oksida dan nitrogen atau sulfur  tidak menunjukkan hubungan dg komposisinya. • Dengan kata lain cara tsb  tidak cocok digunakan dalam menghitung HLB  surfaktan non-ionik yang dipergunakan berasal dari golongan tsb. • HLB dari surfaktan ionik tidak mengikuti rumus perhitungan persentase berat tsb.  walaupun bagian hidrofil dari surfaktan ionik mempunyai persentase berat yang kecil  terionkan kuat dan memberikan hasil yang lebih hidrofil.
  • 71. METODE EKSPERIMENTAL UNTUK DETERMINASI HLB • Bila menghitung HLB surfaktan golongan ionik,  ia harus dianggap sebagai surfaktan non-ionik,  HLB ditentukan secara eksperimental. • HLB surfaktan ionik tidak menunjukan gambaran persentase berat bagian hidrofilnya. • Contoh : HLB Na-lauril-sulfat adalah 40.  tidak berarti mempunyai bg hidrofil sebanyak 200%,  bahwa HLB 40 ditetapkan dg menggunakan kombinasi dengan surfaktan nonionik yang lain yg telah diketahui HLB nya,  dipergunakan mengemulsikan minyak yg HLB optimum nya telah diketahui.
  • 72. 2. HIDROKOLOID • Emulgator hidrokoloid menstabilkan emulsi  membentuk lapisan yang rigid/kaku, bersifat viskoelastik pada permukaan minyak-air. • Zat ini bersifat larut dalam air membentuk emulsi tipe o/w. Prinsip mekanisme penstabilan emulsi tersebut adalah : 1. Pembentukan lapisan viskoelastik di permukaan minyak-air. 2. Penaikan viskositas miliu. 3. Pembentukan agregat dengan cara adsorpsi makromolekul yang sama pada permukaan partikel  hubungan jembatan hidrokarbon.
  • 73. 2. HIDROKOLOID Yang termasuk emulgator hidrokoloid : 1. Gom : Gom arab; tragacanth. 2. Ganggang laut : Agar-agar; alginat; caragen. 3. Biji-bijian : Guar gum. 4. Selulosa : Karboksimetilselulosa (CMC); metilselulosa (MC). 5. Collagen : Gelatin. 6. Lain-lain : polimer sintetik; protein; dll.
  • 74. 3. ZAT PADAT YANG TERDISPERSI. Supaya padatan berfungsi sbg emulgator  ukuran partikel hrs << ukuran partikel fase dispers  mempunyai sifat pembasahan pada permukaan 2 cairan. Dalam sistem terner air-minyak-padatan maka bila : 1. Jika PM > AM + PA  padatan tersuspensi dlm fase air. 2. Jika PA > AM + PM  padatan tersuspensi dlm fase minyak. 3. Jika AM > PA + PM atau salah satu tidak lebih besar dari jumlah 2 lainnya  padatan terkonsentrasi di permukaan air minyak.
  • 75. 3. ZAT PADAT YANG TERDISPERSI. Modifikasi persamaan Young dapat dipergunakan : PM - PA = AMcosθ θ = sudut kontak. θ θ θ •Jika PA < PM, cos  pos. <90o terbasahi air tipe o/w. •Jika PM < PA, cos  neg. >90o terbasahi oil tipe w/o •Teoritis jika PA = PM  cos  = 0 atau  = 90o terbasahi air dan minyak.
  • 76. Makin halus padatan, semakin naik sifat sebagai emulgator.  oksida-oksida atau hidroksida yang dibuat baru (recente paratus) dan hidrat memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan bentuk keringnya. Contoh : - Mg, Al, Ca hidroksida. - Mg trisilikat. • Clay/tanah liat seperti grup montmorillonit (bentonit,veegum, laponite), membentuk emulsi tipe o/w. • Carbon hitam sebaliknya membentuk emulsi tipe w/o
  • 77. PEMBUATAN EMULSI: 1. Cara pencampuran 2. Alat yang digunakan
  • 78. 1. Bila menggunakan surfaktan. a). Surfaktan (sabun)  belum tersedia (hasil reaksi) Substansi yg larut dlm minyak  larutkan dalam minyak. Substansi yg larut dalam air  dilarutkan dalam air. Fase minyak ditambahkan kedalam fase air sambil diaduk. Contoh: R/ Parafin cair 20 Asam stearat 4 KOH 1 Air ad 100
  • 79. b). Surfaktan  telah tersedia Minyak + surfaktan (misalnya Tween dan Span) 60o - 70o C Air (60o-70oC) + kan porsi/porsi  diaduk hingga tbt emulsi Dinginkan sampai temperatur kamar sambil diaduk. Temperatur dinaikkan supaya viskositas masa turun, sehingga mempermudah pengadukan. Dengan demikian akan memper- mudah terjadinya emulsifikasi. Contoh: R/ Parafin cair 20 Tween 80 3,5 Span 80 1,5 Air ad 100
  • 80. 2. Bila menggunakan hidrokoloid atau padatan yang terdispersi. a. Hidratasi emulgator thd air  lambat (Metoda Anglosaxon) Dibuat musilago dari emulgator dengan sebagian air Minyak dan air ditambahkan sedikit demi sedikit secara bergantian sambil diaduk. Contoh: R/ Parafin cair 10 CMC-Na 1,5 Air ad 100
  • 81. 2. Bila menggunakan hidrokoloid atau padatan yang terdispersi. b. Hidratasi emulgator  cepat (Metoda continental) (4-2-1) Minyak 4 bagian ditambah gom 1 bagian dihomogenkan dalam mortir kering Tambahkan 2 bagian air Diaduk hingga terjadi korpus emulsi Tambahkan sisa air sedikit-sedikit sambil diaduk. Contoh: R/ Parafin cair 10 p.g.a. 5 Air ad 100
  • 82. Pengawetan emulsi. • Pd emulsi/suspensi karena sifat bahan yang digunakan sering mudah ditumbuhi mikroba menggunakan bahan yang sedikit terkontaminasi oleh mikroba menambahkan preservative/pengawet. • Pengawet sebaiknya mempunyai sifat : - toksisitas rendah, - stabil (dalam panas dan penyimpanan) - dapat campur dengan bahan lain, - efektif sebagai antimikroba. • Selain karena mikroba, emulsi dapat juga rusak karena oksidasi  pengawet dapat berupa antioksidan.
  • 83. Alat yg digunakan untuk membuat emulsi Semua alat pembuat emulsi mempunyai karakteristik sbb : • Memperkecil ukuran partikel, menghomogenkan campuran. • Hanya memperkecil ukuran partikel saja  kurang efektif dalam menghomogenkan campuran Dalam pelaksanaannya efektifitas memperkecil ukuran partikel atau efektifitas penghomogenannya bisa berlainan tergantung jenis alat yang dipergunakan
  • 84. 1. Pengaduk (mixer) • Mekanisme Pengecilan ukuran partikel ? • Efektivitas penghomogenan • Terjadinya buih: Problema Cara mengatasi Untuk menghindari ini bisa dilakukan a.l. : a. Dengan memasang 4 buffle dengan posisi 90o masing-masing mempunyai lebar + 1/12 diameter tempat pencampuran. b. Dengan memasang sudip yang ditaruh didinding (untuk volume kecil). c. Pengaduk ditempatkan ketepi atau dimiringkan.
  • 87. 2. Blender Perbedaan dengan mikser? Mekanisme Pengecilan ukuran partikel ? Efektivitas penghomogenan
  • 88. 3. Homogenizer. Mekanisme Pengecilan ukuran partikel ? Cara ini sangat efektif sehingga bisa didapatkan diameter partikel rata-rata < 1 um Efektivitas penghomogenan Cara menaikkan efektivitas penghomogenan
  • 89. 4. Colloid mill. Mekanisme Pengecilan ukuran partikel ? Efektivitas penghomogenan Cara menaikkan efektivitas penghomogenan
  • 90. Contoh : Ultra Turrax.
  • 91. 5. Ultrasonik. Mekanisme Pengecilan ukuran partikel ? Efektivitas penghomogenan Cara menaikkan efektivitas penghomogenan Alat ini cocok untuk pembuatan emulsi yang cair atau dengan viskositas menengah.
  • 92. KETIDAK STABILAN EMULSI. 1. Creaming. 2. Breaking 3. Inversi
  • 95. 2. Breaking. Emulsi pecah/breaking  1. Koalesensi 2. Ostwald Ripening Koalesensi
  • 96. 2. Breaking. Emulsi pecah/breaking  1. Koalesensi 2. Ostwald ripening Ostwald ripening
  • 97. 3. Inversi. Penyebab peristiwa : • suhu, • komposisi bahan penyusun emulsi. Hanya terjadi pada : emulsi yang menggunakan surfaktan sebagai emulgatornya, dan pada suatu harga HLB yang dekat dengan perubahan sifat hidrofil dan lipofil. Pada emulsi dengan emulgator hidrokoloid peristiwa ini hampir tidak pernah terjadi karena hidrokoloid lebih bersifat hidrofil.
  • 99. KONTROL EMULSI. 1. Determinasi tipe emulsi. a. Metoda pengenceran :
  • 100. KONTROL EMULSI. 1. Determinasi tipe emulsi. a. Metoda pengenceran : b. Metoda pewarnaan : c. Konduktibilitas elektrik : Bila emulsi dapat menghantar aliran listrik maka emulsi tersebut bertipe o/w. Sebaliknya bila tidak menghantar listrik bertipe w/o. Jika suatu emulsi distabilkan dengan surfaktan nonionik kemungkinan konduktabilitasnya lemah sekali. Untuk mendeteksi dapat ditambahkan NaCl.
  • 101. KONTROL EMULSI. 2. Distribusi granulometrik. Diameter rata-rata  maka ini bisa untuk mengevaluasi kestabilan emulsi vs waktu. Koalesensi  diameter rata-rata lebih besar Distribusi granulometrik 1. Mikroskopik : Dengan menggunakan mikrometer baik secara visual dengan mata atau dengan bantuan komputer. 2. Optik : dengan alat difraksi sinar 3. Elektronik : dengan Coulter Counter, namun ini sulit dilaksanakan untuk emulsi tipe w/o 4. Sentrifugasi : cara ini berdasarkan rumus Stokes, dengan menghitung perbedaan bobot jenis tiap fraksi emulsi. Dengan cara ini dapat diketahui distribusi ukuran partikel nya.
  • 102. KONTROL EMULSI. 3. Determinasi sifat rheologi. - Sifat rheologi emulsi penting  perubahan konsistensi dapat disebabkan karena proses : fabrikasi atau penyimpanan, sehingga dapat mempengaruhi pemakaiannya. Misal : mudah tidaknya penggunaan pada parenteral, ketepatan pengambilan dosis, kemudahan dan regularitas pengisian, kemudahannya dalam penggunaan pada kulit untuk produk kosmetika dsb. - Dalam hal stabilitas fisika, perubahan viskositas akan mempengaruhi pengendapan ataupun terjadinya creaming - Tidak hanya viskositasnya saja namun setiap perubahan sifat rheologi akan mempengaruhi kestabilan emulsi.
  • 103. Banyak faktor yang mempengaruhi sifat alir dari emulsi 1. Fase intern : a. Fraksi volume. b. Interaksi partikel : flokulasi, koalesensi. c. Ukuran partikel. d. Viskositas fase intern. e. Jenis kimia. 2. Fase ekstern : Viskositas yang tergantung pula pada susunan kimia, adanya pengental, elektrolit, pH dll. 3. Emulgator. a. Jenis kimia. b. Konsentrasi. c. Ketebalan dan sifat rheologi dari film antarmuka kedua fase.
  • 104. KONTROL EMULSI 4. Test penyimpanan yang dipercepat. Test ini dimaksudkan untuk memperpendek waktu pengamatan suatu sediaan emulsi. Ada beberapa cara test pada penyimpanan yang dipercepat : 1. Temperatur 40-60oC : penyimpanan pd suhu relatif lebih tinggi, viskositas menurun tergantung sifat emulsi. Penurunan viskositas akan mempengaruhi kestabilan fisika emulsi. 2. Sentrifugasi : pengusingan kecepatan tertentu  menaikkan harga g (gravitasi) pada rumus Stokes.  terjadi pemisahan partikel yang lebih cepat pula. 3. Shock termik : disimpan suhu tinggi dan rendah bergantian pd wkt tertentu  60oC 1 hari 4oC 1 hari. Diulangi 4 kali, kmd diamkan suhu kamar dilakukan pembacaan hasil.