Laporan kasus kolik abdomen dan appendisitis akut pada pasien perempuan berusia 3 tahun. Pasien dirawat selama 6 hari dengan keluhan demam, kejang, dan nyeri perut. Diagnosisnya adalah kejang demam kompleks dan appendisitis akut. Terapi yang diberikan antara lain IVFD, infus, antibiotik, analgesik, dan vitamin. Kondisi pasien membaik dan pulih tanpa komplikasi.
Hipertensi adalah penyakit dimana tekanan darah lebih tinggi dari normal. Tekanan darah normal adalah 120/80 mmHg, sedangkan untuk lansia 140/90 mmHg. Penyebab hipertensi antara lain stress, obesitas, usia, keturunan, rokok, alkohol. Gejala hipertensi adalah pusing, lemas, kesemutan, berat di tengkuk, gangguan tidur. Terapi hipertensi meliputi olahraga teratur, makan seimbang,
Dokumen tersebut membahas tentang asam urat tinggi dan gejalanya. Asam urat adalah sisa pencernaan zat purin yang berasal dari makanan hewan dan tumbuhan. Kadar asam urat normal berbeda antara pria dan wanita. Asam urat dapat meningkat jika terlalu banyak mengkonsumsi makanan kaya purin sehingga ginjal kesulitan mengeluarkannya. Gejala penyakit asam urat tinggi antara lain nyeri dan bengkak
Pasien berusia 52 tahun datang dengan keluhan batuk berdahak putih selama 5 bulan. Pasien merupakan perokok berat selama 20 tahun dan bekerja di pabrik semen selama 30 tahun. Pemeriksaan menunjukkan tanda-tanda emfisema dan penyempitan dada. Diagnosisnya adalah COPD akibat merokok dan paparan debu di tempat kerja. Pengobatan yang diberikan meliputi oksigen, bronkodilator, kortikosteroid, antibiot
Diare akut didefinisikan sebagai buang air besar encer yang berlangsung kurang dari 14 hari. Penyebabnya meliputi infeksi bakteri, virus, dan parasit serta keracunan makanan. Diagnosis didasarkan pada riwayat medis, pemeriksaan fisik, dan tes laboratorium. Penatalaksanaannya meliputi rehidrasi cairan dan elektrolit serta terapi etiologis dan simtomatis. Komplikasinya antara lain dehidrasi dan sepsis.
Ketoasidosis diabetikum adalah kondisi medis darurat yang disebabkan oleh penurunan kadar insulin yang menyebabkan peningkatan keton dan asamosis metabolik. Pasien mengalami gejala dehidrasi, hiperventilasi, nyeri perut, dan penurunan kesadaran. Diagnosis didukung dengan peningkatan glukosa darah, ketonuria, dan gas darah asam. Pengobatan meliputi resusitasi cairan dan pemberian insulin.
Dokumen tersebut membahas tentang tiga kasus medis yaitu bradikardia, hiperkalemia, dan sepsis. Dokumen tersebut memberikan definisi, penyebab, gejala klinis, dan penatalaksanaan untuk ketiga kondisi medis tersebut."
KKP adalah penyakit gizi yang disebabkan oleh kekurangan kalori dan protein dalam waktu lama, umumnya menyerang anak balita. Gejalanya bervariasi mulai dari ringan hingga berat seperti berat badan rendah. Penyebabnya adalah pola makan dan kebiasaan yang tidak seimbang serta riwayat penyakit. Pencegahannya melalui ASI eksklusif, pemberian MP-ASI seimbang, dan kunjungan posyandu secara teratur
GAGAL GINJAL AKUT dan KRONIK merupakan penurunan fungsi ginjal yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti infeksi, obat-obatan, atau hipertensi. Gejala klinisnya meliputi perubahan eliminasi urine, retensi cairan, serta risiko infeksi. Diagnosa didasarkan pada pemeriksaan laboratorium seperti kadar kreatinin dan urea darah, sedangkan pengobatannya meliputi manajemen cairan dan
Pasien laki-laki berusia 58 tahun datang dengan keluhan nyeri dada dan batuk berdahak. Pemeriksaan menunjukkan adanya pleuropneumonia di paru kiri pasien beserta riwayat diabetes.
Dokumen tersebut membahas tentang appendisitis yang merupakan peradangan pada usus buntu yang dapat disebabkan oleh infeksi bakteri atau penyumbatan lumen. Gejala umumnya berupa nyeri di kuadran kanan bawah perut dan pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan leukosit. Penatalaksanaannya meliputi pemberian antibiotik dan operasi untuk mengangkat usus buntu (apendektomi).
Asuhan keperawatan pasien dengan appendiksitisArif Al-Amin
Apendiks merupakan organ kecil yang terletak di kuadran kanan bawah perut. Apendisitis terjadi ketika lumen apendiks tersumbat yang menyebabkan peradangan dan infeksi. Gejalanya berupa nyeri di kuadran kanan bawah perut. Pemeriksaan fisik akan menunjukkan nyeri tekan di titik McBurney. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan leukosit. Diagnosa pasti didapatkan dengan pemeriksaan radiologi sepert
Hipertensi adalah penyakit dimana tekanan darah lebih tinggi dari normal. Tekanan darah normal adalah 120/80 mmHg, sedangkan untuk lansia 140/90 mmHg. Penyebab hipertensi antara lain stress, obesitas, usia, keturunan, rokok, alkohol. Gejala hipertensi adalah pusing, lemas, kesemutan, berat di tengkuk, gangguan tidur. Terapi hipertensi meliputi olahraga teratur, makan seimbang,
Dokumen tersebut membahas tentang asam urat tinggi dan gejalanya. Asam urat adalah sisa pencernaan zat purin yang berasal dari makanan hewan dan tumbuhan. Kadar asam urat normal berbeda antara pria dan wanita. Asam urat dapat meningkat jika terlalu banyak mengkonsumsi makanan kaya purin sehingga ginjal kesulitan mengeluarkannya. Gejala penyakit asam urat tinggi antara lain nyeri dan bengkak
Pasien berusia 52 tahun datang dengan keluhan batuk berdahak putih selama 5 bulan. Pasien merupakan perokok berat selama 20 tahun dan bekerja di pabrik semen selama 30 tahun. Pemeriksaan menunjukkan tanda-tanda emfisema dan penyempitan dada. Diagnosisnya adalah COPD akibat merokok dan paparan debu di tempat kerja. Pengobatan yang diberikan meliputi oksigen, bronkodilator, kortikosteroid, antibiot
Diare akut didefinisikan sebagai buang air besar encer yang berlangsung kurang dari 14 hari. Penyebabnya meliputi infeksi bakteri, virus, dan parasit serta keracunan makanan. Diagnosis didasarkan pada riwayat medis, pemeriksaan fisik, dan tes laboratorium. Penatalaksanaannya meliputi rehidrasi cairan dan elektrolit serta terapi etiologis dan simtomatis. Komplikasinya antara lain dehidrasi dan sepsis.
Ketoasidosis diabetikum adalah kondisi medis darurat yang disebabkan oleh penurunan kadar insulin yang menyebabkan peningkatan keton dan asamosis metabolik. Pasien mengalami gejala dehidrasi, hiperventilasi, nyeri perut, dan penurunan kesadaran. Diagnosis didukung dengan peningkatan glukosa darah, ketonuria, dan gas darah asam. Pengobatan meliputi resusitasi cairan dan pemberian insulin.
Dokumen tersebut membahas tentang tiga kasus medis yaitu bradikardia, hiperkalemia, dan sepsis. Dokumen tersebut memberikan definisi, penyebab, gejala klinis, dan penatalaksanaan untuk ketiga kondisi medis tersebut."
KKP adalah penyakit gizi yang disebabkan oleh kekurangan kalori dan protein dalam waktu lama, umumnya menyerang anak balita. Gejalanya bervariasi mulai dari ringan hingga berat seperti berat badan rendah. Penyebabnya adalah pola makan dan kebiasaan yang tidak seimbang serta riwayat penyakit. Pencegahannya melalui ASI eksklusif, pemberian MP-ASI seimbang, dan kunjungan posyandu secara teratur
GAGAL GINJAL AKUT dan KRONIK merupakan penurunan fungsi ginjal yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti infeksi, obat-obatan, atau hipertensi. Gejala klinisnya meliputi perubahan eliminasi urine, retensi cairan, serta risiko infeksi. Diagnosa didasarkan pada pemeriksaan laboratorium seperti kadar kreatinin dan urea darah, sedangkan pengobatannya meliputi manajemen cairan dan
Pasien laki-laki berusia 58 tahun datang dengan keluhan nyeri dada dan batuk berdahak. Pemeriksaan menunjukkan adanya pleuropneumonia di paru kiri pasien beserta riwayat diabetes.
Dokumen tersebut membahas tentang appendisitis yang merupakan peradangan pada usus buntu yang dapat disebabkan oleh infeksi bakteri atau penyumbatan lumen. Gejala umumnya berupa nyeri di kuadran kanan bawah perut dan pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan leukosit. Penatalaksanaannya meliputi pemberian antibiotik dan operasi untuk mengangkat usus buntu (apendektomi).
Asuhan keperawatan pasien dengan appendiksitisArif Al-Amin
Apendiks merupakan organ kecil yang terletak di kuadran kanan bawah perut. Apendisitis terjadi ketika lumen apendiks tersumbat yang menyebabkan peradangan dan infeksi. Gejalanya berupa nyeri di kuadran kanan bawah perut. Pemeriksaan fisik akan menunjukkan nyeri tekan di titik McBurney. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan leukosit. Diagnosa pasti didapatkan dengan pemeriksaan radiologi sepert
Dokumen tersebut membahas tentang asuhan keperawatan apendisitis yang mencakup definisi, etiologi, manifestasi klinis, klasifikasi, patofisiologi, data penunjang diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi, dan diagnosis serta intervensi keperawatan pada pasien apendisitis. Apendisitis adalah peradangan pada apendiks yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti sumbatan lumen dan dapat menimbulkan berbagai gejala seperti nyer
Dokumen tersebut membahas tentang apendisitis, yaitu peradangan pada usus buntu. Terdapat beberapa poin penting yang dijelaskan, antara lain: definisi apendisitis dan etiologinya, yang utamanya disebabkan oleh penyumbatan lumen usus buntu; manifestasi klinis berupa nyeri perut dan demam; komplikasinya dapat berupa perforasi atau peritonitis; dan penatalaksanaannya meliputi pemberian antibiotik, dilanjutkan den
1. Apendiksitis adalah peradangan pada apendiks yang umumnya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh fekalit, hiperplasia folikel limfoid, tumor, atau neoplasma.
2. Gejala klinis utama adalah nyeri di perut kanan bawah, mual, dan muntah. Komplikasinya dapat berupa perforasi, peritonitis, atau abses.
3. Penatalaksanaannya meliputi pemberian antibiotik, rehidrasi
Appendicitis adalah peradangan pada appendiks yang ditandai dengan nyeri perut kanan bawah, mual, dan muntah. Diagnosa didasarkan pada anamnesa dan pemeriksaan fisik. Asuhan pre-operatif meliputi pengkajian kesehatan, perencanaan untuk mencegah dehidrasi dan infeksi, serta pemberian informasi kepada pasien.
Laporan kasus wanita usia 30 tahun yang mengalami gawat janin dan ileus obstruktif, dilakukan persalinan melalui sectio caesarea dan operasi untuk membebaskan target band usus. Pasien diberi perawatan selama 6 hari dan pulih.
[Ringkasan]
Dokumen tersebut membahas tentang tinjauan teoritis mengenai appendiks dan appendisitis. Secara ringkas, appendiks adalah organ kecil melekat pada sekum yang dapat mengalami peradangan yang disebut appendisitis. Appendisitis disebabkan oleh berbagai faktor seperti obstruksi lumen akibat hiperplasia jaringan limfoid atau benda asing, dan merupakan penyebab abdomen akut paling umum. Gejala khasnya adalah nyeri di kuadran
1. Apendiks adalah organ tabung pendek yang berpangkal pada sekum dan berperan dalam sistem imun. Apendisitis akut disebabkan oleh radang bakteria yang ditimbulkan oleh obstruksi dan infeksi.
2. Gejala klinis apendisitis akut antara lain nyeri perut yang berpindah ke kanan bawah dan tanda-tanda peradangan pada daerah tersebut. Pemeriksaan laboratorium dan radiologi dapat membantu diagnosis.
3. Pengob
Appendicitis adalah peradangan pada appendiks yang ditandai dengan nyeri perut kanan bawah, mual, dan muntah. Pemeriksaan fisik akan menemukan benjolan dan nyeri pada daerah McBurney. Diagnosa didukung dengan peningkatan lekosit dan radiologi yang menunjukkan cairan atau fekolit. Asuhan preoperatif meliputi penilaian kondisi pasien, persiapan psikologis, dan pencegahan infeksi dengan kebersihan yang ba
Dokumen tersebut memberikan informasi mengenai asuhan keperawatan pada kasus apendiksitis dan gastritis. Ia menjelaskan definisi, anatomi, klasifikasi, manifestasi klinis, komplikasi, dan pathway penyakit apendiksitis. Selanjutnya menjelaskan pengkajian, diagnosa, dan intervensi keperawatan pre-operatif dan post-operatif untuk kasus tersebut.
Usus buntu adalah peradangan pada usus kecil yang melekat pada usus besar di sebelah kanan bawah perut. Penyakit ini disebut juga radang usus buntu dan dapat diderita oleh semua usia terutama anak-anak dan remaja. Gejalanya mirip dengan sakit maag seperti nyeri perut, muntah, dan sembelit. Pengobatannya meliputi istirahat, antibiotik, dan operasi jika sudah parah.
Tuberkulosis peritoneal adalah peradangan peritoneum yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini umumnya terjadi secara perlahan dan gejalanya tidak spesifik, seperti nyeri perut, pembengkakan perut, dan demam. Diagnosa didasarkan pada pemeriksaan cairan asites, seperti kadar ADA dan interferon gamma yang tinggi. Penyakit ini lebih sering dijumpai pada wanita dewasa dan masih menjadi masalah kesehatan masy
Bab 2 memberikan tinjauan umum tentang apendisitis. Ia menjelaskan anatomi dan fisiologi apendiks, definisi apendisitis, klasifikasi, etiologi, patofisiologi, gejala klinis, diagnosis, dan diagnosis banding apendisitis. Apendisitis adalah peradangan pada usus buntu yang disebabkan infeksi bakteria, dengan gejala utama nyeri di perut kanan bawah. Diagnosis didasarkan pada gejala klinis dan pemeriksaan
This document provides a summary of GAIL (India) Limited, including its vision, mission, objectives, and key business areas. It discusses GAIL's natural gas marketing and transmission activities through its extensive pipeline network. It also summarizes GAIL's involvement in other businesses like petrochemicals, liquefied natural gas, city gas distribution, power generation, and exploration and production. The document reviews GAIL's approach and methodology for analyzing its existing marketing practices and strategies. It provides an overview of GAIL's customers, contracts, and competition in the Indian natural gas market.
JDR, a 22-year-old male college student, was referred for psychological evaluation due to obsessive behaviors around cleanliness and orderliness. Testing confirmed he has above average intelligence and obsessive compulsive disorder. Specifically, he experiences severe distress when things are not clean, organized or properly aligned. His rituals interfere with daily activities and social relationships. It is believed his OCD developed from trauma experienced from his strict father. Treatment involving exposure response prevention therapy is recommended to help reduce his compulsions and anxiety.
This document provides an overview and analysis of how emergencies impact federal systems of government based on a study of various constitutions. It begins with an introduction to federalism and discusses how war powers expand during times of emergency. It then analyzes the impact of external emergencies on federal structures in the US, India, and other countries. In India, the constitution allows for a proclamation of emergency that temporarily centralizes power in the union government and erodes state powers. The document aims to compare how different constitutions balance federalism during emergencies.
This document is the summary of a court case regarding a petition filed by Jose A. Angara seeking a writ of prohibition to prevent the Electoral Commission from considering a protest filed against his election as a member of the National Assembly. The key details are:
1) Jose A. Angara and Pedro Ynsua were candidates for the position and Angara was proclaimed the winner.
2) On December 3rd, the National Assembly passed a resolution confirming the elections of representatives where no protests were filed.
3) On December 8th, Pedro Ynsua filed a protest against Angara's election, which was the only protest filed after the resolution.
4) Angara argued the protest was
This document is a summary of a court case regarding a land registration dispute between Flordeliza and Honorio Valisno (petitioners) and Vicencio Cayaba (private respondent). The petitioners opposed Cayaba's application to register title to the land in question. The lower court dismissed the opposition based on res judicata, citing a previous court decision in favor of Cayaba. The petitioners appealed, arguing the lower court erred in several ways. The key issues discussed are whether res judicata can be invoked in a land registration case, and whether the elements of res judicata are met based on the previous court decision.
1) In the case of PT&T vs. Grace de Guzman, the Supreme Court ruled that PT&T's policy of not hiring married women was invalid and discriminatory, and that Grace's dismissal based on this policy was illegal.
2) In Estrada vs. Escritor, the Supreme Court ruled that Escritor could not be penalized for living with her partner without marriage, as her religious beliefs as a Jehovah's Witness allowed such arrangements.
3) In Balogbog vs. CA, the Supreme Court upheld the legitimacy of private respondents as the children of Gavino, even though there was no marriage certificate, as testimonial evidence proved Gav
Aksi Nyata Buku Non Teks Bermutu Dan Manfaatnya .pdfDenysErlanders
Buku non teks yang bermutu dapat memperkaya pengalaman
belajar siswa. Buku-buku ini menawarkan konten yang inspiratif,
inovatif, dan mendorong pengembangan karakter siswa.
Pemanfaatan buku non teks bermutu membutuhkan peran aktif
guru untuk memilih dan
mengintegrasikannya ke dalam pembelajaran
1. Get Homework/Assignment
Done
Homeworkping.com
Homework Help
https://www.homeworkping.com/
Research Paper help
https://www.homeworkping.com/
Online Tutoring
https://www.homeworkping.com/
click here for freelancing tutoring sites
LAPORAN
PHARMACY CLERKSHIP
(PRAKTEK KEPANITERAAN KLINIK)
CASE REPORT STUDY BANGSAL ANAK
“KOLIK ABDOMEN DAN SUSP APPENDISITIS AKUT ”
Oleh:
1. WINALDI FITRA S, S.Farm (1341012180)
2. 2. YESSI ELFITSYA, S.Farm (1341012185)
PROGRAM STUDI APOTEKER ANGKATAN I
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2014
3. BAB I
PENYUSUNAN INFORMASI DASAR
1.1 Data Pasien
Data Umum
No. MR : 5/14 Ruangan : Rawat Inap Anak
Nama Pasien : Rahmatul Fahri Dokter yang merawat : dr. Y,Sp.A
Alamat : Batipuh ateh
Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam
Umur : 3 Tahun Pekerjaan : -
Tinggi : -- Tgl Masuk : 22 Agustus 2014
Berat : 13 kg Tgl Keluar : Agustus 2014
1.2 Anamnesa
Riwayat penyakit sekarang • Demam sejak 2 hari yang lalu
• Tadi malam kejang 3 kali , di IGD pasien
sadar
• Batuk( + )
• Riwayat kejang (+ ) seblumnya
• Mencret (-) ,Mual (-) ,Muntah (-)
Riwayat pengobatan -
Riwayat penyakit
sebelumnya
Ada Riwayat kejang sebelumnya
Riwayat sosial dan
pekerjaan
-
4. 1.3 Pemeriksaan Fisik dan Data Penunjang Lain
Vital sign
Tanggal
23/08 24/08 25/08 26/08 27/08
Tekanan Darah (mmHg)
Nafas (x/i) 24
Nadi (x/i) 110
Suhu ( 0
C) 390 0 0 0
5. 1.4 Data Pemeriksaan Laboratorium
1.5 Diagnosa
Kejang Demam Komplek
1.6 Terapi
- Tindakan terapi di IGD
o IVFD 2 A 10 gtt / i makro amox syrup 3x cth ( 250 mg )
o Dumin supp.125 N0.1 38.5 0
( 07.00 wib )
o Bromheksin syrup 3 x cth I
o Rawat anak
Tanggal
pemeriksaan
Pemeriksaan Normal Satuan Hasil
22/08/2014 Darah Hb 13,3- 17,2 g/dL 11,8
Leukosit 5000-10000 /pL 20.810
Hematokrit
37-43 (Pr) % 39
Trombosit 150-400.103
/µL 319.000
Kimia
Klinik
GDR < 200 mg/dL 112
7. 22/08-14
Kejang demam komplek
Keluhan
- Demam
- Batuk
Pf . Paru = Vesikus
Jam 11.15
Demam (+)
Pf =39.30
C
23/08 -14
Keluhan
- Demam (+)
- Kejang (-)
24/08-14
Keluhan
- Demam (+) T = 38.5 0
c
- Kenaren sore setelah
diberikan dumin suppos
suhu tetap 38.5 0
C
25 /08 -14
Keluhan
- Demam Tinggi (+)
26/08-14
Keluhan
R/ IVFD cairan 2 A 10 tetes / i
In.luminal 15 mg Ekstra
In.amoxicilin 3 x 250 mg
Luminal 2 x 60 mg
Pct 3 x cth
Bromheksin 3 x cth I
Vit C + Vit B 3x ½
Tab
R/ Pharmadol infus 250 Cc
Terapi lanjut
R/ infus Pharmadol Aff
PCT infus 250 Cc
IVFD Cairan 2 A 10 tetes /i
In.Ciftazidine 2 x 300 mg
In.PCT tab 3x 15 mg ( IV)
Bromheksin 2 x cth
Vit c + vit B 3 x ½
tab
IVFD Cairan 2 A 10 tetes /i
In.Ciftazidine 2 x 300 mg
8. - Demam ( + )
27 / 8 -14
Keluhan
- Demam ( - )
- Kejang ( - )
28 /8 – 14
Pulang
Luminal 2 X 30 mg
In.PCT tab 3x 15 mg ( IV)
Bromheksin 2 x cth
Vit c + vit B 3 x ½ tab
Terapi lanjut
9. 1.8 Terapi Farmakologi
Nama obat Dosis
Tanggal
22/08 23/08 24/08 2508 26/08 27/08 28/08
IVFD 2 A 10 tetes/ i √(Aff
11.15)
√ √ √
Infus pharmadol 250 Cc √ √ aff
Infus pct 250 Cc √ aff
Amoxicilin syrup 3x 1 cth (p.o) √ aff
Pct Syrup 4x1cth (p.o) √ √ √ √ √ √ √
Bromheksin 3 x1 cth (p.o) √ √ √ √ √ √ √
Vit c + vit B pulv 3x1 (p.o) √ √ √ √ √ √ √
Luminal 3 x 30 mg √ √ √ √
In .Ceftazidine 2 x 300 mg (Iv) √ √ √ √
In .amoxicilin 3x 250 mg ( Iv) √ √ √
In. PCT 3x 15 mg (Iv) √ √ √ √
In.luminal 1x 15 mg (im ) √ √ √
11. 1.9 Obat Pulang
No. Nama Obat Dosis Durasi
1 PCT syrup 3x1 cth 5 hari
2 Amoxiilin syrup 3x1 cth 5 hari
3 Bromheksin Syrup 3x1 cth 5 hari
4 Vit c + vit B com 3x1 5 hari
12. BAB II
TINJAUAN RINGKAS PENYAKIT
2.1 Defenisi Apendisitis
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis, dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat
mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih
sering menyerang laki-laki berusia antara 10-30 tahun
( Kapita Selekta, 2000 ). Sedangkan menurut Smeltzer C. Suzanne(2001),
Apendisitis adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran
bawah kanan dari rongga abdomen dan merupakan penyebab paling umum
untuk bedah abdomen darurat.
2.2 Klasifikasi apendisitis
Klasifikasi Apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut dan
apendisitis kronik (Sjamsuhidayat, 2005)
1. Apendisitis akut (mendadak).
Sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak,
diserta maupun tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gajala
apendisitis akut talah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan
nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar Umbilikus . Keluhan ini
sering disertai mual dan kadang muntah. Umumnya nafsu makan
menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah Ketitik
mcBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya
sehingga merupakan nyeri somatik setempat.
2. Apendisitis kronik.
Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan
adanya : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang
kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik . Kriteria
13. mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding
apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks , adanya jaringan
parut dan ulkus lama dimukosa , dan adanya Sel inflamasi kronik.
Insiden apendisitis kronik antara 1-5%. Gejala apendisitis kronis
sedikit mirip dengan sakit asam lambung dimana terjadi nyeri samar
(tumpul) di daerah sekitar pusar dan terkadang demam yang hilang
timbul. Seringkali disertai dengan rasa mual, bahkan kadang muntah,
kemudian nyeri itu akan berpindah ke perut kanan bawah dengan
tanda-tanda yang khas pada apendisitis akut.
Penyebaran rasa nyeri akan bergantung pada arah posisi/letak apendiks
itu sendiri terhadap usus besar, Apabila ujung apendiks menyentuh saluran
kemih, nyerinya akan sama dengan sensasi nyeri kolik saluran kemih, dan
mungkin ada gangguan berkemih. Bila posisi apendiks ke belakang, rasa
nyeri muncul pada pemeriksaan tusuk dubur atau tusuk vagina. Pada posisi
usus buntu yang lain, rasa nyeri mungkin tidak spesifik
2.3 Etiologi Apendisitis
Apendisitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Penyumbatan lumen apendiks
disebabkan oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya,cacing usus atau neoplasma. penyebab lain yang diduga
dapat menimbulkan apendisitis ialah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti
E. Histolityca. (Schwartz, 2000)
Penyebab sumbatan 60% adalah hyperplasia kelenjar getah bening,35%
disebabkan karena fekalith, 4% oleh benda asing (termasuk cacing), dan 1% oleh
striktur lumen yang bisa disebabkan karsinoma (Aksara Medisina,1997)
2.4 Patofisiologi apendisitis
Pada dasarnya appendicitis akut adalah suatu proses penyumbatan yang
mengakibatkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin
lama mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks
mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen.
Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang
14. mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah
terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. (De Jong,2005)
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan
menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum
setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini
disebut dengan apendisitis supuratif akut. (Kapita Selekta, 2000)
Setelah mukosa terkena, kemudian serosa juga terinvasi sehingga akan
merangsang peritoneum parietale, maka timbul nyeri somatic yang khas yaitu di
sisi kanan bawah (titik Mc Burney). Titik Mc Burney terletak pada 1/3 lateral
garis yang menghubungkan SIAS dan umbilicus. (Aksara Medisina, 1997)
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa.
Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
(Kapita Selekta,2000)
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah apendiks sehingga melokalisasi daerah
infalmasi, yaitu dengan mengelompok dan memebentuk suatu infiltrate apendiks
dan disebut proses walling off. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses
atau menghilang. (Aksara Medisina, 1997)
Pada orang tua kemungkinan terjadi perforasi lebih besar karena daya
tahan tubuh sudah lemah dan telah ada gangguan pembuluh darah. Pada anak-
anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks
lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih
kurang memudahkan terjadinya perforasi. (Kapita Selekta, 2000)
15. 2.5 Manifestasi Klinik
Gambaran klinis appendicitis akut
1.Tanda awal
nyeri mulai di epigastrium atau region umbilicus disertai mual dan anorexia.
Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5 - 38,5o C. Bila suhu lebih
tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi..
2.Nyeri berpindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan
peritoneum lokal di titik Mc Burney
• nyeri tekan
• nyeri lepas
• defans muskuler
3.Nyeri rangsangan peritoneum tak langsung
• nyeri kanan bawah pada tekanan kiri (Rovsing’s Sign)
• nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan (Blumberg’s
Sign)
• nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak , seperti nafas dalam,
berjalan, batauk atau mengedan.( De Jong, 2005)
Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya
rewel dan tidak mau makan. Anak biasanya tidak bisa melukiskan rasa nyerinya.
Dalam beberapa jam kemudian akan timbul muntah-muntah dan anak menjadi
lemah dan letargi. Karena gejala yang tidak khas tadi, sering apendisitis diketahui
setelah perforasi. Pada bayi, 80-90% apendisitis baru diketahui setelah terjadi
perforasi.
Pada beberapa keadaan, apendisitis agak sulit didiagnosis sehingga tidak
ditangani pada waktunya dan terjadi komplikasi. Misalnya, pada orang berusia
lanjut yang gejalanya sering samar-samar saja sehingga lebih dari separuh
penderita baru dapat didiagnosis setelah perforasi.
16. Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual dan
muntah. Yang perlu diperhatikan adalah, pada kehamilan trimester pertama sering
juga terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut, sekum dan apendiks
terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan diperut kanan bawah
tetapi lebih ke regio lumbal kanan. (De Jong, 2005)
Gambar 1.Titik M.c Burney
2.6 Pemeriksaan
2.6.1 Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
- tidak ditemukan gambaran spesifik.
- kembung sering terlihat pada komplikasi perforasi.
- penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada masaa atau abses
periapendikuler.
- tampak perut kanan bawah tertinggal pada pernafasan
2. Palpasi
- nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri
tekan lepas.
- defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum
parietale.
- pada apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi
dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri.
17. 3. Perkusi
- terdapat nyeri ketok,pekak hati ( jika terjadi peritonotos, pekak
hati ini hilang karena bocoran usus, maka udara bocor)
4. Auskultasi
- sering normal
- peristaltic dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis
generalisata akibat apendisitis perforata pada keadaan lanjut
- bising usus tidak ada (karena peritonitis)
5. Rectal Toucher
- tonus musculus sfingter ani baik
- ampula kolaps
- nyeri tekan pada daerah jam 09.00-12.00
- terdapat massa yang menekan rectum (jika ada abses).
- pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan maka
kunsi diagnosis dalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok
dubur.
6. Uji Psoas
Dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi
panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian
paha kanan ditahan. Bila apendiks yang meradang menepel di m.
poas mayor, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri.
7. Uji Obturator
Digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak
dengan m. obturator internus yang merupakan dinding panggul
kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi
terlentang akan menimbulkan nyeri pada apendisitis pelvika.
Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan
yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks.
18. 8. Alvarado Score
Digunakan untuk menegakkan diagnosis sebagai appendisitis akut atau
bukan, menjadi 3 symptom, 3 sign dan 2 laboratorium
Alvarado Score:
Manifestasi
Gejala Adanya migrasi nyeri 1
Anoreksia 1
Mual /muntah 1
Tanda Nyeri RLQ 2
Nyeri lepas 1
Febris 1
Laboratorium Leukositosis 2
Shift to the left 1
Total poin 10
Keterangan:
0-4 : kemungkinan Appendicitis kecil
5-6 : bukan diagnosis Appendicitis
7-8 : kemungkinan besar Appendicitis
9-10 : hampir pasti menderita Appendicitis
Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor >6 maka
tindakan bedah sebaiknya dilakukan.
2.6.2 Pemeriksaan Penunjang
1.Laboratorium
a. Pemeriksaan darah
- leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut terutama pada
kasus dengan komplikasi. Jumlah leukosit diatas 10.000 ditemukan
pada lebih dari 90% anak dengan appendicitis akuta. Jumlah leukosit
pada penderita appendicitis berkisar antara 12.000-18.000/mm3
.
Peningkatan persentase jumlah neutrofil (shift to the left) dengan
jumlah normal leukosit menunjang diagnosis klinis appendicitis.
Jumlah leukosit yang normal jarang ditemukan pada pasien dengan
appendicitis1
- pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat
19. b. Pemeriksaan urin untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan
bakteri di dalam urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam
menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau
batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan
appendicitis. (www.medicastore.com, 2003)
Pemeriksaan urinalisis membantu untuk membedakan appendicitis
dengan pyelonephritis atau batu ginjal. Meskipun demikian, hematuria
ringan dan pyuria dapat terjadi jika inflamasi appendiks terjadi di dekat
ureter.
2. Radiologis
a. Foto polos abdomen
Pada appendicitis akut yang terjadi lambat dan telah terjadi komplikasi
(misalnya peritonitis),tampak:
- scoliosis ke kanan
- psoas shadow tak tampak
- bayangan gas usus kananbawah tak tampak
- garis retroperitoneal fat sisi kanan tubuh tak tampak
- 5% dari penderita menunjukkan fecalith radio-opak
- Appendicogram, hasil positif bila : non filling ,partial filling,
mouse tail, cut off. (Aksara Medisina, 1997)
b.USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan
pemeriksaan USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya
abses. Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis
banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya.
(www.jama.com,2001)
c.Barium enema
Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon
melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-
komplikasi dari appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk
menyingkirkan diagnosis banding.
20. Foto barium enema yang dilakukan perlahan pada appendicitis akut
memperlihatkan tidak adanya pengisian apendiks dan efek massa pada
tepi medial serta inferior dari seccum; pengisisan lengkap dari
apendiks, menyingkirkan appendicitis. (Schwartz,2000)
d. CT-Scan
Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu juga
dapat menunjukkan komplikasi dari appendicitis seperti bila terjadi
abses.
e. Laparoscopi
Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang
dimasukkan dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara
langsung.Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila
pada saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada
appendix maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan
pengangkatan appendix.(www.medicastore.com, 2006)
2.7 Diagnosis Banding
1. Gastroenteritis akut
Adalah kelainan yang sering dikacaukan dengan apendisitis. Pada
kelainan ini muntah dan diare lebih sering. Demam dan lekosit akan
meningkat jelas dan tidak sesuai dengan nyeri perut yang timbul. Lokasi
nyeri tidak jelas dan berpindah-pindah. Hiperperistaltik merupakan gejala
yang khas. Gastroenteritis biasanya berlangsung akut, suatu observasi
berkala akan dapat menegakkan diagnosis.
2. Kehamilan Ektopik
Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang
tidak menentu. Jika ada rupture tuba atau abortus kehamilan di luar rahim
dengan perdarahan, akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah
pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan vaginal
didapatkan nyeri dan penonjolan cavum Douglas.
21. 3. Adenitis Mesenterium
Penyakit ini juga dapat menunjukkan gejala dan tanda yang identik dengan
apendisitis. Penyakit ini lebih sering pada anak-anak, biasanya didahului
infeksi saluran nafas. Lokasi nyeri diperut kanan bawah tidak konstan dan
menetap. (De Jong, 2005)
2.8 Penatalaksanaan
1. Sebelum operasi
a. Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis
seringkali masih belum jelas. Dalam keadaan ini observasi ketat perlu
dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan. Laktasif
tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya apendisitis ataupun bentuk
peritonitis lainnya. Pemeriksaan abdomen dan rectal serta pemeriksaan
darah (lekosit dan hitung jenis) diulang secara periodic. Foto abdomen dan
toraks tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit lain.
Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di
daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.
Untuk pasien yang dicurigai Appendicitis :12
o Puasakan
o Berikan analgetik dan antiemetik jika diperlukan untuk mengurangi
gejala
o Penelitian menunjukkan bahwa pemberian analgetik tidak akan
menyamarkan gejala saat pemeriksaan fisik.
o d. Pertimbangkan DD/ KET terutama pada wanita usia reproduksi.
o e. Berikan antibiotika IV pada pasien dengan gejala sepsis dan
yang membutuhkan Laparotomy
22. b. Antibiotik.
Penelitian menunjukkan pemberian antibiotika intravena dapat
berguna untuk Appendicitis acuta bagi mereka yang sulit mendapat
intervensi operasi (misalnya untuk pekerja di laut lepas), atau bagi mereka
yang memilki resiko tinggi untuk dilakukan operasi
o Rujuk ke dokter spesialis bedah.
o Antibiotika preoperative
o Pemberian antibiotika preoperative efektif untuk menurunkan
terjadinya infeksi post opersi.
o Diberikan antibiotika broadspectrum dan juga untuk gram negative
dan anaerob
o Antibiotika preoperative diberikan dengan order dari ahli bedah.
o Antibiotik profilaksis harus diberikan sebelum operasi dimulai.
Biasanya digunakan antibiotik kombinasi, seperti Cefotaxime dan
Clindamycin, atau Cefepime dan Metronidazole. Kombinasi ini dipilih
karena frekuensi bakteri yang terlibat, termasuk Escherichia coli,
Pseudomonas aeruginosa, Enterococcus, Streptococcus viridans,
Klebsiella, dan Bacteroides.
2. Operasi
Teknik operasi Appendectomy
A. Open Appendectomy
1. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik.
2. Dibuat sayatan kulit: Horizontal Oblique
3. Dibuat sayatan otot, ada dua cara:
a. Pararectal/ Paramedian
Sayatan pada vaginae tendinae M. rectus abdominis lalu otot disisihkan
ke medial. Fascia diklem sampai saat penutupan vagina M. rectus
abdominis karena fascia ada 2 supaya jangan tertinggal pada waktu
penjahitan karena bila terjahit hanya satu lapis bisa terjadi hernia
cicatricalis.
23. b. Mc Burney/ Wechselschnitt/ muscle splitting
Sayatan berubah-ubah sesuai serabut otot.
A. Laparoscopic Appendectomy
Pertama kali dilakukan pada tahun 1983. Laparoscopic dapat dipakai
sarana diagnosis dan terapeutik untuk pasien dengan nyeri akut
abdomen dan suspek Appendicitis acuta. Laparoscopic kemungkinan
sangat berguna untuk pemeriksaan wanita dengan keluhan abdomen
bagian bawah. Membedakan penyakit akut ginekologi dari
Appendicitis acuta sangat mudah dengan menggunakan laparoskop.
Tipe operasi appendik
1.Appendiktomi cito (appendicitis akut, abses, dan perforasi)
2.Appendiktomi elektif (appendisitis kronis)
3.Konservatif kemudian operasi elektif (appendisitis infiltrat)
Operasi Appendisitis akut disebut : A. Chaud
Operasi Appendisitis kronis disebut : A. Froi
3. Pascaoperasi
Perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui
terjadinya pendarahan di dalam, syok, hipertermia, atau gangguan
pernafasan. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga
aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posisi
Fowler. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan.
Selama itu pasien dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya
pada perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus
kembali normal.
Satu hari pascaoperasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di
tempat tidur selama 2x 30 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan
duduk di luar kamar. Hari ke tujuh jahitan dapat diangkat dan pasien
diperbolehkan pulang.
25. BAB III
TINJAUAN OBAT
1. IVFD RINGER LAKTAT
Komposisi : Na laktat 3,1 g, NaCl 6 g, KCl 0.3 g, CaCl2 0.2 g,
air untuk injeksi ad 1000 mL.
Kelas Terapi : Elektrolit
Mekanisme Aksi : Merupakan larutan isotonik natrium klorida,
kalium klorida, kalsium klorida, dan natrium laktat
yang komposisinya mirip dengan cairan ektra
seluler, terdistribusi kedalam cairan intravaskuler
dan interstisial.
Dosis : 500-1000 mL IV, disesuaikan dengan kondisi
penderita.
Indikasi : Mengembalikan keseimbangan elektrolit pada
dehidrasi.
Kontra Indikasi : Hipernatremia, kelainan ginjal, kerusakan sel hati,
laktat asidosis.
Efek Samping : Panas, infeksi pada tempat penyuntikan,
thrombosis vena atau flebitis yang meluas dari
tempat penyuntikan, ekstravasasi.
Interaksi Obat : Tidak dicampurkan dengan larutan yang
mengandung fosfat.
Pemberian : Intravena, disesuaikan dengan kondisi penderita.
Peringatan : Jangan dicampur dengan larutan yang mengandung
26. fosfat.
2. RANITIDIN
Komposisi : Ranitidin HCL
Kelas Terapi : Antagonis H2
Mekanisme Aksi : menghambat kerja histamin secara kompetitif pada
reseptor H2 dan mengurangi sekresi asam
lambung.
Dosis : 150 mg 2 kali sehari (pagi dan malam) atau 300
mg sekali sehari sesudah makan malam atau
sebelum tidur, selama 4 – 8 minggu.
Tukak lambung aktif. 150 mg 2 kali sehari (pagi
dan malam) selama 2 minggu.
Terapi pemeliharaan pada penyembuhan tukak 12
jari dan tukak lambung. Dewasa : 150 mg, malam
hari sebelum tidur.
Keadaan hipersekresi patologis (Zollinger –
Ellison, mastositosis sistemik). Dewasa : 150 mg, 2
kali sehari dengan lama pengobatan ditentukan
oleh dokter berdasarkan gejala klinik yang ada.
Dosis dapat ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan
masing-masing penderita. Dosis hingga 6 g sehari
dapat diberikan pada penyakit yang berat.
Refluks gastroesofagitis. Dewasa : 150 mg, 2 kali
sehari.
Esofagitis erosif. Dewasa : 150 mg, 4 kali sehari.
27. Pemeliharaan dan penyembuhan esofagitis erosif.
Dewasa : 150 mg, 2 kali sehari.
Dosis pada penderita gangguan fungsi ginjal. Bila
bersihan kreatinin < 50 mL / menit : 150 mg / 24
jam. Bila perlu dosis dapat ditingkatkan secara
hati-hati setiap 12 jam atau kurang tergantung
kondisi penderita.
Hemodialisis menurunkan kadar Ranitidin yang
terdistribusi
Indikasi : Pengobatan jangka pendek tukak usus 12 jari aktif,
tukak lambung aktif, mengurangi gejala refluks
esofagitis.
Terapi pemeliharaan setelah penyembuhan tukak
usus 12 jari, tukak lambung.
Pengobatan keadaan hipersekresi patologis (misal :
sindroma Zollinger Ellison dan mastositosis
sistemik).
Ranitidin injeksi diindikasikan untuk pasien rawat
inap di rumah sakit dengan keadaan hipersekresi
patologis atau ulkus dua belas jari yang sulit diatasi
atau sebagai pengobatan alternatif jangka pendek
pemberian oral pada pasien yang tidak bisa diberi
Ranitidin oral
Kontra Indikasi : Penderita yang hipersensitif terhadap Ranitidin.
Efek Samping : sakit kepala. Susunan saraf pusat, jarang terjadi :
malaise, pusing, mengantuk, insomnia, vertigo,
agitasi, depresi, halusinasi.
Kardiovaskular, jarang dilaporkan : aritmia seperti
28. takikardia, bradikardia, atrioventricular block,
premature ventricular beats.
Gastrointestinal : konstipasi, diare, mual, muntah,
nyeri perut. Jarang dilaporkan : pankreatitis.
Muskuloskeletal, jarang dilaporkan : artralgia dan
mialgia.
Hematologik : leukopenia, granulositopenia,
pansitopenia, trombositopenia (pada beberapa
penderita). Kasus jarang terjadi seperti
agranulositopenia, trombositopenia, anemia
aplastik pernah dilaporkan.
Endokrin : ginekomastia, impoten dan hilangnya
libido pernah dilaporkan pada penderita pria.
Kulit, jarang dilaporkan : ruam, eritema
multiforme, alopesia.
Interaksi Obat : Pemberian bersama warfarin dapat meningkatkan
atau menurunkan waktu protrombin.
Pemberian : Oral dan IV
Peringatan : umum : pada penderita yang memberikan respon
simptomatik terhadap Ranitidin, tidak menghalangi
timbulnya keganasan lambung.
Karena Ranitidin diekskresi terutama melalui
ginjal, dosis Ranitidin harus disesuaikan pada
penderita dengan gangguan fungsi ginjal.
Hati-hati pemberian pada gangguan fungsi hati
karena Ranitidin di metabolisme di hati.
29. Hindarkan pemberian pada penderita dengan
riwayat porfiria akut.
Hati-hati penggunaan pada wanita menyusui
3. Cefepine
Komposisi : Cefepine HCL
Kelas Terapi : Antibiotik Sefalosporin
Mekanisme Aksi : dengan menghambat sintesis dinding sel mikroba.
Yang dihambat adalah reaksi transpeptidase tahap
ketiga dalam rangkaian reaksi pembentukan
dinding sel
Dosis : ISK ringan s /d sedang 500 mg – 1 gram IV/IM
tiap 12 jam .Infeksi berat 2 gram IV tiap 12
jam .Infeksi sangat berat s /d mengancam jiwa 2
garam tiap 8 jam .
Indikasi : Infeksi saluran nafas bawah ( Phenomonia dan
Bronkophenomonia ), ISK atas (piolonefritis ) dan
baah terkomplikasi ,infeksi kulit dan jaringan
lunak.infeksi intra abdominal (Pariotonitis dan
saluran empedu ) infeksi ginekologi terkomplikasi
septikemia terapi empirik pada neutropenia fibril.
Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap golongan sefalosporin
,panisilin atau antibiotik β laktam lainya.
Efek Samping : Alergi,ruam kulit,urtikuria ,pruritus ,demam reaksi
alergi akut dan berat,mual ,muntah dan nyeri
abdomen ,diare dispepsia ,nyeri dada ,takikardi
,batuk,nyeri tenggorokan ,dispenia ,sakit
30. kepala,pusing, cemas bingung,
Interaksi Obat : Metrodinazol, vankomisin ,gentamisin tobramisin
sulfat,netilmisn sulfat aminoglikosida diuretik
furosemid.
Pemberian : Diberikan secara IM / IV
Peringatan : Penggunaa jangka panjang dapat menyebabkan
neutropenia .pasien mengalami diare yang
berhubungan dengan gangguan antibiotik, hamil
,laktasi anak <13 tahun.
4. Ketorolac
Komposisi : Ketorolac tromethamine
Kelas Terapi : NSAID
Mekanisme Aksi : kerjanya menghambat enzim siklooksogenase
(prostaglandin sintetase). Selain menghambat
sintese prostaglandin, juga menghambat
tromboksan A2. ketorolac tromethamine
memberikan efek anti inflamasi dengan
menghambat pelekatan granulosit pada pembuluh
darah yang rusak, menstabilkan membrane lisosom
dan menghambat migrasi leukosit
polimorfonuklear dan makrofag ke tempat
peradangan
Dosis : Inj IM /IV bolus IV diberikan dalam 15 menit .
durasi terapi maksimal : 2 hari
Dewasa : 10 mg dilanjutkan 10 -30 mg 4- 6 jam
kemudian dosis total harian maksimal :DWS 90
mg :Lansia .pasien dngan ganguan fungsi ginjal
atau berat badan : 60 mg
Indikasi : Terapi jangka pendek nyeri post op akut sedang
31. hingga berat.
Kontra Indikasi : Manifestasi alergi akibat asetosal atau AINS
lain.ulkus peptik aktif ,penyakit serebrovaskular
,diatesis pendarahan diantaranya gangguan
pembekuan darah ,sindroma polip nasal parsial atau
komplit ,angioedema atau bronkospasme,
hipovalemia penyakit seang sampai berat ,riwayat
asma ,sindrom stephen jensen atau ruam
vasikobulosa .
Efek Samping : Diare,Dispepsia ,nyeri abdominal ,neusea ,sakit
kepala ,pusing ,mengantuk
berkeringat,konstipasi ,gangguan fungsi
hati,malena ulkus peptik, pendarahan
rektal,stomatitis ,,vomitus ,kembung,depresi,mulut
kering eforia,haus
,perestasi,vertigo,asma,dispnea,oliguria,poliuria,
Interaksi Obat : Warfarisn ,salisilat,litium,mototreksat,penghambat
ace.diuretik,aminoglikoida,antiepilepsi,agen
psikoaktif
Pemberian : Diberikan secara injeksi IM/IV
Peringatan : Riwayat pendarahan Gl:gangguan pembekuan
darah ,gagal jantung,hiperteni,
5. Paracetamol
Komposisi : Paracetammol
Kelas Terapi : Analgeti antipiretik
Mekanisme Aksi : Paracetamol bekerja dengan mengurangi produksi
prostaglandins dengan mengganggu enzim
cyclooksigenase (COX). Parasetamol menghambat
32. kerja COX pada sistem syaraf .
Dosis : Dws 1 kaplet 3-4 x /hari ,Anak 6-12 tahun 1
/2 – 1
tablet tiap 4-6 jam , 2-5 tahun 1
/4-1
/2 tablet tiap 4-6
jam ..
Indikasi : Meringankan sakit kepala, sakit gigi serta
menurunkan demam.
Kontra Indikasi : Gangguan fungsi hati berat
Efek Samping : Kerusakan hati dalam penggunaan jangka lama
dengan dosisi besar..
Interaksi Obat : Antikoagulan , antihipertensi , aminopirin
,phenobar , vasopresin .
Pemberian : Diberikan melalui oral
Peringatan : Penyakit ginjal dan pengkomsumsi alkohol
6. Amoxicilin
Komposisi : Amoxicilin trihydrate
Kelas Terapi : Antibiotik β laktam
Mekanisme Aksi : Mensitesa dinding sel,
Dosis : Dws dan anak dengan BB > 20 kg 250 -500 mg tiap 8
jam anak dengan BB < 20 kg 20 - 40 mg /kg BB/ hari
dalam dosis terbagi tiap 8 jam .Penderita dengan
dialisa peritoneal maks 500 mg / hari.Uretritis Go 3
g dosis tunggal.
Indikasi : Infeksi kulit dan jaringan lunak ,saluran nafas saluran
kemih dan kelamin.
33. Kontra Indikasi : Hipersensitivitas atau punya riwayat hipersensitif
terhadap antibiotik β laktam
( panisilin ,sefalosporin)
Efek Samping : Ruam mokulopapular eritamatosus ,urtikaria serum
sickness , anafilaksis ,gangguan ginjal ,reksi
hematologi .
Interaksi Obat : Probensied ,alopurinol .
Pemberian
Perhatian
:
:
Amoxicilin yang diberikan secara oral
Leukemia limfatik ,hamil ,laktasi,Terapi jangka lama,harus
disertai tes fungsi ginjal ,hati dan darah .hentikan
pemberian pada kasus super infeksi ,gagal fungsi ginjal
perlu penyesuian dosis ,tidak untuk menengitis atau
infeksi tulang dan sendi .
7. CEFADROXIL
Komposisi : Cefadroxil 500 mg
Kelas Terapi : Antibiotik Sefalosporin 1st
Dosis : Dewasa : 1-2 gram /hari terbagi dalam 2 dosis tiap
12 jam.
Anak: 25-50 mg/kgBB/hari.
Indikasi : Infeksi saluran nafas, kulit dan jaringan lunak, ISK
& infeksi kelamin, osteomielitis, artitis,
septikemia, peritonitis, sepsis puerperium.
Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap sefalosporin
Efek Samping : Gangguan GI, reaksi hipersensitif
Interaksi Obat : Aminoglikosida, diuretik poten dan probenesid
Pemberian : Diberikan secara oral
35. BAB IV
P
EMBAHASAN
No
JENIS
PERMASAALAH
AN
ANALISA MASALAH
PERMASALAHAN
YANG TERKAIT
DENGAN OBAT
KOMENTAR / REKOMENDASI
1. Korelasi antara
terapi obat-dengan
penyakit
1. Adakah obat tanpa
indikasi medis?
2. Adakah pengobatan yang
tidak dikenal?
3. Adakah kondisi klinis
yang tidak diterapi?
dan apakah kondisi
tersebut membutuhkan
terapi obat ?
1. Ada permasaalahan :
1 , 2 , 3
2. Tidak ada
permasaalahan.
Pengobatan yang diberikan belum tepat karena
untuk penangan kolik pasien tidak diberikan
analgetik untuk meredakan nyerinya
2. Pemilihan obat yang
sesuai
1. Bagaimana pemilihan
obat? Apakah sudah
efektif dan merupakan
obat terpilih pada kasus
ini?
1. Ada permasaalahan :
1 , 2 , 3
2. Tidak ada
permasaalahan.
Pemilihan obat telah tepat dan benar. Obat yang
diberikan adalah relative aman untuk pasien.
36. 2. Apakah pemilihan obat
tersebut relative aman?
3. Apakah terapi obat dapat
ditoleransi oleh pasien?
3 Regimen dosis 1. Apakah dosis, frekwensi
dan cara pemberian
sudah
mempertimbangkan
efektifitas keamanan dan
kenyamanan serta sesuai
dengan kondisi pasien?
2. Apakah jadwal
pemberian dosis bisa
memasikmalkan efek
terapi, kepatuhan ,
meminimaIkan efek
samping, interaksi obat,
dan regimen yang
komplek?
3. Apakah lama terapi
sesuai dengan indikasi ?
1. Ada permasaalahan :
1 , 2 , 3
2. Tidak ada
permasaalahan.
.
4 Duplikasi terapi 1. Apakah ada duplikasi
terapi
1. Ada permasaalahan :
1
2. Tidak ada
37. permasaalahan.
5 Alergi obat atau
intoleran
1. Apakah pasien alergi
atau intoleran terhadap
salah satu obat (atau
bahan kimia yang
berhubungan dengan
pengobatanya)?
2. Apakah pasien telah
tahu yang harus
dilakukan jika terjadi
alergi serius?
1. Ada
permasaalahan : 1 ,
2
2. Tidak ada
permasaalahan.
-
6 Efek merugikan
obat
1. Apakah ada gejala/
permasaalahan medis
yang diinduksi obat?
1. Ada
permasaalahan :1
2. Tidak ada
permasaalahan.
-
7 Interaksi dan
Kontraindikasi
1. Apakah ada interaksi
obat dengan obat?
Apakah signifikan
secara kilnik?
1. Ada
permasaalahan :1 , 2
, 3, 4
2. Tidak ada
38. 2. Apakah ada interaksi
obat dengan makanan?
Apakah bermakna
secara klinis?
3. Apakah ada interaksi
obat dengan data
laboratorium? Apakah
ber-makna secara klinis?
4. Apakah ada
pemberian obat yang
kontra indikasi dengan
keadaan pasien?
permasaalahan.
Kategori Drug Related Problems (Cipolle, 1998)
Kategori DRPs Penyebab DRPs Rekomendasi
Indikasi yang Tidak
Diterapi
Kondisi membutuhkan terapi obat Untuk pemberian obat analgetik di rekomendasikan
pronalgest suppos atau injeksi lainya untuk
menghilangkan rasa nyeri dengan cepat di
bandingkan oral untuk pemberian ini tidak akan
mengganggu puasa pasien selama akan di operasi
Kondisi membutuhkan kelanjutan terapi obat
Kondisi membutuhkan kombinasi obat
Kondisi dengan resiko tertentu dan butuh obat untuk
mencegahnya
39. Obat dengan Indikasi
yang Tidak Sesuai
Tidak ada indikasi pada saat itu
Menelan obat dengan jumlah yang toksik
Kondisi akibat drug abuse
Lebih baik disembuhkan dengan non-drug therapy
Pemakaian multiple drug yang seharusnya cukup
dengan single drug
Minum obat untuk mencegah efek samping obat lain
Obat Salah
Kondisi menyebabkan obat tidak efektif
Alergi
Obat yang bukan paling efektif untuk indikas
Faktor resiko yang dikontraindikasikan dengan obat
Efektif tapi bukan yang paling aman
Efektif tapi bukan yang paling murah
Refractory
Dosis Terlalu Rendah Dosis obat terlalu rendah untuk menghasilkan respon
Kadar obat dalam darah dibawah kisaran terapi
Frekuensi pemberian, durasi dan cara pemberian obat
40. pada pasien tidak tepat -
Waktu pemberian profilaksis tidak tepat (misal
antibiotik
profilaksis untuk pembedahan diberikan terlalu awal)
Reaksi Obat Tidak
Diinginkan
Pasien memiliki resiko mengalami efek samping obat
Efek obat berubah akibat penggantian ikatan antara
obat dengan protein atau oleh obat lain
Hasil laboratorium berubah karena obat
Bioavailabilitas obat berubah karena ada interaksi
dengan makanan maupun obat lain
Dosis Terlalu Tinggi
Dosis yang diberikan terlalu tinggi
-
Kadar obat dalam darah pasien melebihi kisaran
terapi
Dosis obat dinaikkan terlalu cepat
Frekuensi pemberian, durasi terapi, dan cara
pemberian obat
Kepatuhan Pasien tidak menerima obat sesuai dengan regimen
karena adanya medication error (prescribing,
dispensing, administrasi, monitoring)
Keyakinan pasien dalam penggunaan obat kurang.
41. Tidak taat instruksi, berkaitan dengan kepatuhan
pasien dalam mengkonsumsi obat
Harga obat mahal
Tidak memahami cara pemakaan obat yang benar
Keyakinan pasien dalam menggunakan obat
42. Seorang pasien datang dalam keadaan sadar ke UGD pada tanggal 6 agustus
2014 jam 09.10 WIB dengan keluhan nyeri pada bagian perut kenan bawah
disertai mual dan muntah sudah 2 kali dari pagi .Setelah diperiksa di
diagnosa mengalami kolik abdomen E,C appendisitis acute .Dengan
menghitung point alvagadro besar dari 7 Dokter menyarankan untuk segera
di operasi kemudian pasien menolak saran operasi tersebut kemudian dokter
menberikan obat pulang paracetamol ,amoxicilin dan ranitidin tab untuk
menguraingi gejala yang dikeluhkan oleh pasien yaitu paracetamol untuk
mengurangi rasa sakit pasien ,ranitidin untuk mengatasi mual dan muntah
pasien dan antibiotik diberikan karena appendik biasanya di timbulkan oleh
bakteri dalam literatur penatalaksanaan kolik abdomen seharusnya analgetik
yang diberikan adalah pronalgest suppos atau injeksi analgetik lainya hal ini
disarankan karena pemberian secara suppos atau injeksi efeknya lebih cepat
dari pada tablet sehingga lebih cepat mengatasi nyeri yang di derita oleh
pasien ,tetapi pernyataan dari dokter yang bertugas di bedah hal ini tidak
diberikan pada pasien disebabkan oleh pasien tidak mau operasi sehingga
tidak diberikan analgetik agar mau di operasi. Sekitar Jam 13.00 pasien
datang ke UGD dan memutuskan untuk operasi . Dari UGD pasien
diberikan terapi injeksi Cefepine, injeksi Ranitidin dan infus RL. Setelah
diberikan tindakan di IGD, pasien masuk bangsal bedah. Pasien dipindahkan
ke bangsal bedah dan terapi masih dilanjutkan dan akan dilakukan OK
tanggal 7 agustus 2014 jam 16.30 wib . Selama rawatan pasien di wajibkan
puasa sebelum dioperasi pasien mengeluh rasa nyeri dan mual.
pasien keluar dari ruang ok dengan keadaan setengah sadar .Dirawatan
43. pasien diberikan terapi injeksi Cefepine ,injeksi Ranitidin dan Injeksi
ketrolak .Dalam literatur pemberian antibiotik untuk pasien yang menderita
appendik akut Antibiotik profilaksis harus diberikan sebelum operasi
dimulai. Biasanya digunakan antibiotik kombinasi, seperti Cefotaxime dan
Clindamycin, atau Cefepime dan Metronidazole. Kombinasi ini dipilih
karena frekuensi bakteri yang terlibat, termasuk Escherichia coli,
Pseudomonas aeruginosa, Enterococcus, Streptococcus viridans, Klebsiella,
dan Bacteroides.
Selama pengobatan pasien diberikan RL untuk mengembalikan
keseimbangan elektrolit pasien, injeksi Ranitidin 2 x 1 ampul diberikan
menekan sekresi asam lambung pasien yang menimbulkn gejala mual
.Injeksi ketrolak diberikan untuk mengatasi rasa nyeri pasien pada luka
operasi . injeksi cefepine diberikan untuk mengatasi agar tidak terjadi
infeksi pada luka operasi.
Pada pengobatan ini pasien menggunakan injeksi cefepine 1 x 2 gram
selama 5 hari dan pada saat pulang pasien tetap diberikan antibiotik.
Berdasarkan literatur waktu penggunaan ceftriaxone disini sudah sesuai,
dimana menurut literatur penggunaan ceftriaxone seharusnya 4-14 hari
untuk menghindari terjadinya toleransi terhadap antibiotika.
Adapun DRP (Drug Related Problem) yang pertama pada kasus ini adalah
adanya indikasi yang tidak diterapi yakni pasien telah mengalami kolik
selama rawatan sebelum operasi pasien mengeluh merasakan nyeri pada
bagian perutnya dari tanggal 6 - 7 agustus 2014 jam 15.00 wib akan di
44. operasi , namun obat analgetik baru diberikan pada tanggal 7 Juli 2014
setelah operasi dengan alasan pasien di puasakan . Jadi direkomendasikan
untuk memberikan Pronalgest suppos atau injeksi pada saat rawatan
selama akan di operasi untuk mengatasi kolik pasien.
Konseling.
a. Obat Pulang
− Cefadroxil : merupakan antibiotik untuk mengatasi infeksi yang
dialami pasien. Obat ini diminum dua kali sehari setelah makan
setiap 12 jam. Obat ini harus dihabiskan. Bila pasien lupa minum
obat dan masih mendekati waktu minum obat, maka segerakan
minum ketika ingat. Namun jika telah mendekati waktu minum
berikutnya, maka tinggalkan, dan jangan menggandakan
mengkonsumsi obat pada periode berikutnya.
− Paracetamol :merupakan analgetik untuk penghilang rasa nyeri
pada pasien.Obat ini diminum tiga kali sehari setelah makan 12
jam .oabat ini dimakan selama nyeri masih ada apabila nyeri tidk
timbul lagi pada luka operasi maka hentikan makan obat ini.
− Ranitidin :merupakan antagonis H2 untuk mengatasi sekresi
asam lambung yang berlebih pada pasien pasca operasi ,obat ini
dimakan saat makan setelah disuap makan dimakan obat lalu
lanjutkan makan karena absorsi obat yang bagus brsamaan dengan
makanan .
− Kurangi stress.
45. DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1997, Kumpulan Kuliah Khusus Ilmu Bedah, Aksara Medisina,
Jakarta
Anonim, 2003, Appendicitis www.wikipwedia.org/wiki/appendicitis.com
Accessed on Agustus 10th, 2014 at 19.00 p.m
Anonim, 2003, Gangguan Saluran Pencernaan www.medicastore.com
Accessed on Agustus 10th, 2014 at 19.00 p.m
Anonim, 2003, Laparoskopi www.medicastore.com Accessed on Agustus
10th, 2014 at 19.00 p.m
August, 1999, Usus Buntu www.kedokteranpacificinternet.com Accessed
on Agustus 10th, 2014 at 19.00 p.m
Cipolle, R.J., Strand, L.M., Morley, P.C., 1998, Pharmaceutical Care
Practice, 73-95, Mc-Graw-Hill, New York
Dipiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G. C., Matzke, G. R., Wells, B. G., dan
Posey, L, W. 2008. Parmacotherapy A Pathophysiology Approach. ( 7th edition).
New York : Mc Graw Hill
Jong, W.D., 2005, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta.
Luigi S., 2005, Appendicitis www.emedicine.com Accessed on agustus
10th, 2014 at 19.00 p.m
46. Mansjoer, et al, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga Jilid
Kedua, Media Aesculapius, FK UI
Schwartz, et al, 2000, Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah, Edisi Keenam,
EGC, Jakarta
Soda, K., et al, 2001, Detection of Pinpoint Tenderness on the Appendix
Under Ultrasonography Is Useful to Confirm Acute Appendicitis,
www.jama.comAccessed on June 29th, 2006 at 19.00 p.m.
Mansjoer, Arief. 2001.Kapita Selekta Kedokteran. (Edisi III). Jakarta:
EGC