[Ringkasan]
Dokumen tersebut membahas tentang tinjauan teoritis mengenai appendiks dan appendisitis. Secara ringkas, appendiks adalah organ kecil melekat pada sekum yang dapat mengalami peradangan yang disebut appendisitis. Appendisitis disebabkan oleh berbagai faktor seperti obstruksi lumen akibat hiperplasia jaringan limfoid atau benda asing, dan merupakan penyebab abdomen akut paling umum. Gejala khasnya adalah nyeri di kuadran
1. BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian
1. Appendiks adalah : Organ tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat pada
sekum tepat dibawah katup ileocecal ( Brunner dan Sudarth, 2002 hal 1097 ).
2. Appendicitis adalah : suatu peradangan pada appendiks yang berbentuk cacing,
yangberlokasi dekat katup ileocecal ( long, Barbara C, 1996 hal 228 )
3. Appendicitis adalah : Peradangan dari appendiks vermiformis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. (Arif Mansjoer ddk 2000 hal 307 )
B. Anatomi
2. 4. Anatomi Appendiks
a. Letak di fossa iliaca kanan, basis atau pangkalnya sesuai dengan titik Mc
Burney 1/3 lateral antara umbilicus dengan SIAS.
b. Basis keluar dari puncak sekum bentuk tabung panjang 3 – 5 cm.
c. Pakal lumen sempit, distal lebar. ( Farid 3, 2001 )
5. Usus besar merupakan tabung muscular berongga dengan panjang sekitar lima
kaki ( sekitar 1,5 m ) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter
usus besar sudah pasti lebih besasr dari usus kecil. Rata –rata sekitar 2,5 1nc.
( sekitar 6,5 cm ) tetapi makin dekat anus diameternya makin kecil. Usus
besardibagi menjadi sekum, colon, dan rectum. Pada sekum terdapat katup
ileosecal dan Appendiks yang melekat pada ujung sekum. Colon dibagi lagi
menjadi colon asendens, transversum desendens dan sigmoid. Tempat dimana
colon membentuk kelokan tajan yaitu pada abdomen kanan dan kiri atas
berturut – turut dinamakan fleksura hepatica dan fleksura lienalis. Colon
sigmoid mulai setinggi Krista iliaka dan membentuk S. lekukan rectum. Pada
posisi ini gaya berat membantu mengalirkan air dari rectum ke fleksura
sigmoid. Rectum terbentang dari colon sigmoid sampai anus ( Silvia A. Price,
Lorraina, M Wilson 1995 )
C. Fisiologi
Appendiks menghasilkan lendir 1 – 2 ml perhari. Lendir itu secara normal
dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran
lendir dimuara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis appendicitis.
Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated
Lymfoid Tissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk appendiks.
Immunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun
demikian pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi system imun tubuh sebab
3. jumlah jaringan limfa disini kecil sekali jika dibandingkan jumlah disluran cerna
dan seluruh tubuh.
D. Etiologi
Appendicitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor
prediposisi Yaitu :
a. Factor yang tersering adalah obtruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini
terjadi karena :
1. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak
2. Adanya faekolit dalam lumen appendiks
3. Adanya benda asing seperti biji – bijian
4. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya
a.
Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan streptococcus
b.
Laki – laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 – 30
tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan
limpoid pada masa tersebut.
c.
Tergantung pada bentuk appendiks
1. Appendik yang terlalu panjang
2. Messo appendiks yang pendek
3. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
4. Kelainan katup di pangkal appendiks
E. Insiden
Appendisitis aku dinegara maju lebih tinggi daripadadi negara berkembang
namun dalam tiga – empat dasawarsa terjadi peningkatan.kejadian ini diduga
disebabkan oleh meningkatnya pola makan berserat dalam menu sehari – hari,
pada laki – laki dan perempuan pada umumnya sebanding kecuali pada umur 20 –
30 tahun insiden pada laki – laki lebih tinggi. Appendicitis dapat ditemukan pada
4. semua umur , hanya pada anak yang kurang dari satu tahun yang jarang
dilaporkan, mungkin karena tidak terduga sebelumnya. Insiden tertnggi terjadi
pada kelompok umur 20 – 30 tahun, setelah itu menurun.
F. Patofisiologi
Appendiks terinflamasi dan mengalami edama sebagai akibat terlipat atau
tersumbat kemungkinan oleh fekolit ( massa keras dari fecces) atau benda asing.
Proses inflamasi meningkatkan tekanan intaraluminal, menimbulkan nyeri atas
atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam terlokalisasi dalam
kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya appendiks yang terinflamasi terisi
pus.
G. Manisfestasi klinis
5. Nyeri kuadran bawah biasanya disertai dengan demam derajat rendah, mual,
dan sering kali muntah.
6. Pada titik McBurney (terletak dipertengahan
antara umbilicus dan spina
anterior dari ilium) nyeri tekan setempat karenatekanan dan sedikit kaku dari
bagian bawah otot rectum kanan.
7. Nyeri alih mungkin saja ada, letak appendiks mengakibatkan sejumlah nyeri
tekan, spasme otot, dan konstipasi atau diare
8. Tanda rovsing (dapat diketahui dengan mempalpasi kuadran kanan bawah,
yang menyebabkan nyeri pada kuadran kiri bawah)
9. Jika terjadi ruptur appendiks, maka nyeri akan menjadi lebih menyebar,
terjadi distensi abdomen akibat ileus paralitik dan kondisi memburuk.
5. H. Test Diagnosa
Untuk menegakkan diagnosa pada appendicitis didasarkan atas annamnesa
ditambah dengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
d. Gejala appendicitis ditegakkan dengan anamnesa, ada 4 hal yang penting
adalah :
1. Nyeri mula – mula di epeigastrium (nyeri visceral) yang beberapa waktu
kemudian menjalar keperut kanan bawah.
2. Muntah oleh karena nyeri visceral
3. Panas (karena kuman yang menetap di dinding usus)
4. Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita
nampak sakit, menghindarkan pergerakan di perut terasa nyeri.
e. Pemeriksaan yang lain
1. Lokalisasi
Jika sudah terjadi perforasi, nyeri akan terjadi pada seluruh perut,tetapi
paling terasa nyeri pada titik Mc Burney. Jika sudah infiltrat, insfeksi juga
terjadi jika orang dapat menahan sakit, dan kita akan merasakan seperti
ada tumor di titik Mc. Burney
2. Test Rectal
Pada pemeriksaan rectal toucher akan teraba benjolan dan penderita
merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh
terhadap mikroorganisme yang menyerang pada appendicitis akut dan
perforasi akan terjadi leukositosis yang lebih tinggi lagi.
b. Hb (hemoglobin) nampak normal
c. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan appendicitis infiltrat
d. Urine penting untuk melihat apa ada insfeksi pada ginjal.
6. 4. Pemeriksaan Radiologi
Pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan diagnosaappendicitis
akut, kecuali bila terjadi peritonitis, tapi kadang kala dapat ditemukan
gambaran sebagai berikut :
a. Adanya sedikit fluid level disebabkan karena adanya udara dan cairan
b. Kadang ada fekolit (sumbatan)
c. Pada keadaan perforasi ditemukan adanya udara bebas dalam
diafragma
I. Diagnosa Banding
Gastroenteritis akut adalah kelainan yang sering dikacaukan dengan
appendicitis. Pada kelainan ini muntah dan diare lebih sering. Demam dan
leukosit akan meningkat jelas dan tidak sesuai dengan nyeri perut yang timbul.
Lokasi nyeri tidak jelas dan berpindah – pindah. Hiperperistaltik merupakan
merupakan gejala yang khas. Gastroenteritis biasanya berlangsung akut, suatu
obsevasi berkala akan dapat menegakkan diagnosis.
Adenitis mesebrikum juga dapat menunjukan gejala dan tanda yang identik
dengan appendicitis. Penyakit ini lebh sering pada anak – anak, biasanya
didahului dengan infeksi saluran napas. Lokasi nyeri di perut kanan bawah tidak
konstan dan menetap, jarang terjadi truemuscie guarding.
Divertikulitis Meckeli juga menunjukan gejala yang hampir sama. Lokasi
nyeri mungkin lebih kemedial, tetapi ini bukan criteria diagnosis yang dapat
dipercaya. Karena kedua kelainan ini membutuhkan tindakan operasi, maka
perbedaannya bukanlah hal yang penting.
Enteritis regional, amubiasis,ileitis akut, perforasi ulkus duodeni, kolik ureter,
salpingitis akut, kehamilan ektopik terganggu, dan kista ovarium terpuntir juga
sering dikacaukan dengan appendicitis. Pneumonia lobus kanan bawah kadang –
kadang juga berhubungan dengan nyeri di kuadran kanan bawah.
7. J. Komplikasi
Apabila tindakan operasi terlambat, timbul komplikasi sebagai berikut :
5. Peritonitis generalisata karena ruptur appendiks
6. Abses hati
7. Septi kemia
B. Penatalaksanaan
a. Perawatan prabedah perhatikan tanda – tanda khas dari nyeri
Kuadran kanan bawah abdomen dengan rebound tenderness (nyeri
tekan lepas), peninggian laju endap darah, tanda psoas yang positif, nyeri
tekan rectal pada sisi kanan. Pasien disuruh istirahat di tempat tidur, tidak
diberikan apapun juga per orang. Cairan intravena mulai diberikan, obat –
obatan seperti laksatif dan antibiotik harus dihindari jika mungkin.
b.
Terapi bedah : appendicitis tanpa komplikasi, appendiktomi segera dilakukan
setelah keseimbangan cairan dan gangguan sistemik penting.
c.
Terapi antibiotik, tetapi anti intravena harus diberikan selama 5 – 7 hari jika
appendicitis telah mengalami perforasi.
K. Asuhan Keperawatan
d. Pengkajian
1) Aktivitas atau istirahat
Gejala : Malaise
2) Sirkulasi
Tanda : Takikardi
3) Eliminasi
Gejala : Konstipasi pada awitan
Tanda : Distensi abdomen, nyeri tekan atau lepas, kekakuan, penurunan
atau tidak ada bising usus.
8. 4) Makanan/ Cairan
Gejala : Anoreksia, mual atau muntah
5) Nyeri atau kenyamanan
Gejala :
o
Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus yang meningkat
berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney (setengah jarak antara
umbilicus dan tulang ileum kanan). Meningkat karena berjalan, bersin,
batuk atau napas dalam.
o
Keluhan berbagai rasa nyeri/ gejala tidak jelas (sehubungan dengan
lokasi appendiks, contoh retrosekal atau sebelah ureter).
Tanda :
o
Prilaku berhati – hati berbaring kesamping atau terlentang dengan
lutut ditekuk : meningkatnya nyeri pada kuadran kanan bawah karena
posisi
o
Ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak
o
Nyeri lepas pada sisi kiri diduga inflamasi peritoneal.
6) Keamanan
Tanda : demam (biasanya rendah)
7) Pernapasan
Tanda : takipnea, pernapasan dangkal (Marilyn E. doenges, 508 – 505,
2000)
c. Diagnosa Keperawatan yang lazim muncul
1. Nyeri (akut) b/d distensi jaringan usus, inflamasi, adanya luka operasi
2. Defisit volume cairan elektrolit tubuh b/d mual dan muntah
3. Resiko infeksi b/d perforasi atau ruptur
appendiks, peritonitis,
pembentukan abses
4. Kurang pengetahuan b/d kurang mengingat, atau kurangnya insformasi
9. d. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri b/d distensi jaringan usus, inflamasi, adanya luka operasi
Tujuan : Nyeri hilang/berkurang dengan criteria (pasien tampak rileks,
mampu tidur atau istirahat)
No
1
Kaji
INTERVENSI
nyeri,
RASIONALISASI
catat Dapat diketahui tingkat nyeri pasien,
lokasi,karakteristik beratnya.
2
Pertahankan
istirahat
dengan Posisi ini mengurangi ketegangan
mempertahankan istirahat dengan pada insisi dan organ – organ
posisi semi fowler
abdomen
3
Berikan aktivitas hiburan
Mengalihkan pasien dari rasa nyeri
4
Ajarkan tehnik relaksasi dengan Mengurangi
napas dalam
5
ketegangan
dapat
mengurangi
Berkolaborasi dalam pemberian Sebagai mitra kita perlu berkolaborasi
analgesik
dengan dokter ,apabila nyeri pasien
tidak dapat hilang dengan posisi dan
tehnik relaksasi
2. Resiko defisit volume cairan elektrolit tubuh b/d mual dan muntah
10. Tujuan : defisit volume cairan tidak terjadi, ditunjukan dengan (turgor
kulit baik, kelembaban membran mukosa baik,tanda – tanda vital stabil
dan keluaran urine adekuat.
No
1
INTERVENSI
Kaji tanda – tanda vital
RASIONALISASI
Tanda – tanda vital sangat membantu
mengidentifikasi
fluktuasi
volume
intravaskuler
2
Kaji membran mukosa, turgor kulit Turgor kulit dan membran mukosa
dan pengisian kapiler
merupakan indikasi status hidrasi
serta keadekuatan sirkulasi perifer
3
Kaji dan catat intake dan output cairan Penurunan output urine pekat dan
secara
teliti,
termasuk
urine peningkatan
output,catat warna urine/konsentrasi dehidrasi/
dan jenis
4
berat
kebutuhan
jenis
diduga
peningkatan
cairan.
Berikan cairan peroral atau parenteral Dapat menurunkan iritasi gaster dan
sesuai anjuran dan lanjutkan dengan muntah
diet sesuai toleransi
serta
meminimalkan
kehilangan cairan
3. Resiko infeksi b/d perporasi atau ruptur appendiks, peritonitis,
pembentukan abses
11. Tujuan : infeksi tidak terjadi ditandai dengan ( tidak dijumpainya tanda –
tanda infeksi,inflamasi,drainase purulenta, eritema dan demam)
No
1
INTERVENSI
RASIONALISASI
Awasi dan catat tanda – tanda vital, Segera timbulnya dugaan infeksi atau
perhatikan
berkeringat,
bila
ada
demam terjadinya sepsis, abses peritonitis
perubahan
mental, memudahkan perawat merencanakan
meningkatnya nyeri abdomen
dan melakukan tindakan keperawatan
secara dini.
2
Lakukan pencucian tangan yang baik Dapat
menrukan
atau
mencegah
dan perawatan luka septic sesuai terjadinya infeksi
prosedur kerja
3
Pantau insisi luka dan balutan, catatan Memberikan deteksi dini terjadinya
karakteristik drainase luka/ adanya situasi
eritema
4
proses
atau
pengawasan penyembuhan
Berikan informasi yang tepat dan jujur Suatu
informasi
pada klien atau orang terdekatnya memberikan
tentang kondisi klien
infeksi
yang
akurat
pengetahuan
tentang
adanya kemajuan situasi sehingga
memberikan
dukungan
emosi,
membantu menurunkan kecemasan
5
Kolaborasi dalam pemberian abat – Memungkinkan penurunan jumlah
obat antibiotik
organisme terutama pada infeksi yang
telah ada sebelumnya
4. Kurang pengetahuan b/d kurang mengingat, kurang informasi
Tujuan : pengetahuan pasien tantang proses penyakitnya bertambah
12. No
1
INTERVENSI
Kaji pembatasan aktivitas pasien
RASIONALISASI
Memberi informasi pada klien untuk
merencanakan kembali rutinitas tanpa
menimbulkan masalah
2
Dorong
aktivitas
sesuai
dengan periode istirahat
toleransi Mencegah kelemahan, meningkatkan
penyembuhan
dan
mepermudah
aktifitas normal
3
Diskusikan
mengenai
dengan pasien dan keluarga
perawatan Pemehaman meningkatkan kerjasama
dalam program terapi, meningkatkan
penyembuhan dan proses perbaikan