SlideShare a Scribd company logo
Dr Elizabeth S Girsang, SpOG
                      FK UMI
DILATASI & KURETASE
 EKSTRAKSI VAKUM
 EKSTRAKSI FORCEP
  SECTIO CAESAREA
Tindakan ginekologi operatif untuk
mengakhiri kehamilan pada usia kehamilan
kurang dari 20 minggu disebut sebagai
aborsi yang dikerjakan melalui tindakan
kuretase tanpa atau disertai dengan dilatasi
kanalis servikalis terlebih dulu ( D & C ).
1.    Menghentikan perdarahan pervaginam pada
      peristiwa abortus spontan
2.    Kematian janin intra uterine
3.    Kelainan kongenital berat yang menyebabkan
      gangguan anatomis atau gangguan mental hebat
4.    Mola hidatidosa
5.    Kelainan medik yang menyebabkan seorang
      wanita tidak boleh hamil:
     ◦ Penyakit jantung,
     ◦ Penyakit hipertensi yang berat,
     ◦ Carcinoma cervix invasif
6.    [Psikososial misalnya pada korban perkosaan
      atau “incest” yang menjadi hamil]
7.    [Kegagalan kontrasepsi]
   Anamnesa – pemeriksaan & penentuan
    indikasi
   Penjelasan mengenai prosedur pelaksanaan
    tindakan – manfaat dan komplikasi yang
    mungkin terjadi
   Kontrasepsi yang akan digunakan setelah
    tindakan
   Persetujuan tertulis suami dan istri (informed
    consent)
Tehnik Dilatasi :
  [ bila belum ada dilatasi ]
 Dilatasi dengan batang laminaria.
    ◦ Pemasangan laminaria dalam kanalis servikalis
    ◦ 12 – 18 jam kemudian kalau perlu dilanjutkan
      dengan infus oksitosin sebelum kuretase

   Dilatasi dengan dilatator hegar
      terbuat dari logam dari berbagai ukuran (0.5 cm -1.0
       cm)
     
1.   Pasien pada posisi Lithotomi
2.   Bersihkan vulva dengan cairan antiseptik
3.   [kosongkan VU] dan lakukan PD ulang untuk
     menentukan posisi – besar dan arah uterus
     dan keadaan adneksa
4.   Berikan Pethidine im / iv
5.   Lakukan blok paraservikal
6.   Pasang spekulum dan jepit bibir depan
     portio dengan 1 atau 2 buah cunam servik.
7.   Tentukan arah dan kedalam uterus
     dengan menggunakan sonde
       Pemasukan sonde dilakukan dengan
        hati - hati agar tidak terjadi
        perforasi
8.   Bila perlu dilakukan dilatasi dengan
     dilatator Hegar
9.   Jaringan sisa kehamilan yang besar
     diambil terlebih dulu dengan cunam
     abortus
10.   Sendok kuret dipegang diantara ujung jari
      dan jari telunjuk tangan kanan (hindari
      cara memegang sendok kuret dengan cara
      menggenggam), sendok dimasukkan ke
      kedalam uterus dalam posisi mendatar
      dengan lengkungan yang menghadap
      atas.
Ekstraksi Vakum
  adalah tindakan obstetrik
  operatif untuk
  melahirkan kepala janin
  dengan menggunakan
  “mangkuk hampa udara”
  yang ditempelkan pada
  kulit kepala janin dari
  seorang parturien yang
  masih memiliki tenaga
  meneran.
   Mempersingkat kala II pada keadaan :
    ◦ Ibu tidak boleh meneran terlalu lama pada kala II
      akibat kondisi obstetri tertentu (pre eklampsia
      berat, anemia, diabetes mellitus, eklampsia)
   Kondisi obstetri tertentu :
    ◦ Riwayat SC
    ◦ Kala II memanjang
   Maternal distress pada kala II
   Gawat janin pada kala II dengan syarat :
    ◦ Perjalanan persalinan normal
    ◦ Fasilitas sectio caesar sudah siap
   Disproporsi sepalo-pelvik .
   Operator tidak dapat mengenali denominator
    dengan baik
   Operator tidak kompeten untuk melakukan
    ekstraksi vakum.
   Kelainan letak :
    ◦   Presentasi Muka
    ◦   Letak Dahi
    ◦   Presentasi Lintang
    ◦   “After coming head” pada presentasi sungsang
1.Pasca pengambilan sediaan darah dari kulit kepala janin.

2. Prematuritas <36 minggu
  Kecuali pada persalinan gemelli anak ke II dimana persalinan
  hanya memerlukan traksi ringan akibat sudah adanya dilatasi
  servix dan vagina.
  Dikhawatirkan terjadi trauma intrakranial, perdarahan
  intrakranial , ikterus neonatorum berat.

3. IUFD
  tidak dapat terbentuk kaput.
  Pada janin maserasi, kranium sangat lunak sehingga
  pemasangan mangkuk menjadi sulit.

4. Kelainan kongenital janin yang menyangkut kranium :
  anensephalus

   Cawan penghisap ( cup )
   Terdiri dari 3 ukuran :
    ◦ 50 mm
    ◦ 60 mm
    ◦ 70 mm
   Botol penghisap
   Pompa penghisap
   Janin diperkirakan dapat lahir pervaginam.
   Pembukaan sekurang - kurangnya 7 cm (
    idealnya adalah dilatasi lengkap ).
   Penurunan kepala > station 0 ( idealnya
    adalah setinggi Hodge III + )
   Selaput ketuban negatif.
   Harus ada kekuatan meneran ibu dan
    kontraksi uterus (HIS )
   Membuat suatu
    caput succadeneum
    artifisialis dengan
    cara memberikan
    tekanan negatif
    pada kulit kepala
    janin melalui alat
    ekstraktor vakum.
   Setelah persiapan operator dan atau pasien
    selesai serta peralatan sudah dipersiapkan
    dengan baik.
   Labia dibuka dengan ibu jari dan jari telunjuk
    tangan kiri dari arah atas.
   Cawan penghisap yang sudah dilumuri dengan
    jelly dimasukkan jalan lahir secara miring dengan
    menghindari urethra dan klitoris.
   Cawan penghisap diputar 900 dan ditempatkan
    tepat pada permukaan kulit kepala dengan posisi
    menjauhi ubun-ubun besar.
   Buat tekanan vakum dalam cawan penghisap
    dengan memompa sampai 0.2 kg/cm2 sebagai
    tekanan awal.
   Pastikan bahwa cawan penghisap terpasang
    dengan baik dan tidak ada bagian jalan lahir
    atau sisa selaput amnion yang ikut terjepit
   Setelah 2 menit, naikkan tekanan negatif
    sampai 0.7 – 0.8 kg/cm2 dengan kecepatan
    0.2 kg/cm2 setiap 2 menit.
   Penilaian ulang untuk melihat adanya bagian
    jalan lahir yang terjepit.
   Traksi percobaan
    untuk melihat apakah
    ekstraksi vakum sudah
    berfungsi dengan baik.
   Traksi sesuai dengan
    derajat desensus
    sampai lahirnya kepala
    janin.
   Cawan penghisap
    dilepas dan sisa tubuh
    anak dilahirkan dengan
    cara sebagaimana
    lazimnya.
   Cawan penghisap terlepas lebih dari 3 kali saat
    melakukan traksi :
    ◦ Tenaga vakum terlampau rendah (seharusnya -0.8
      kg/cm2) oleh karena kerusakan pada alat atau
      pembentukan caput succedaneum yang terlampau cepat
      ( < 0.2 kg/cm2 per 2 menit)
    ◦ Terdapat selaput ketuban atau bagian jalan lahir yang
      terjepit diantara cawan penghisap dengan kepala anak.
    ◦ kedua tangan penolong tidak bekerja secara harmonis,
      traksi dengan arah yang tidak tegak lurus dengan
      bidang cawan penghisap atau traksi dilakukan dengan
      tenaga yang berlebihan.
    ◦ gangguan pada imbang sepalopelvik (CPD)
   Setelah dilakukan traksi selama 30 menit, janin
    belum dapat dilahirkan.
Pada Ibu :
 Perdarahan
 Infeksi jalan lahir
 Trauma jalan lahir
Pada anak :
 Ekskoriasi dan nekrosis kulit kepala
 Cephal hematoma
 Subgaleal hematoma
 Perdarahan intrakranial
 Perdarahan subconjuntiva, perdarahan retina
 Fraktura klavikula
 Distosia bahu
 Cedera pada syaraf cranial ke VI dan VII
 Erb paralysa
 Kematian janin
   Cunam ( forcep ) ditemukan dalam beberapa
    bentuk dan ukuran.
   Bentuk umum :
    ◦ Terdiri dari satu pasang sendok
    ◦ Pemasangan sendok dilakukan terpisah
    ◦ Sendok :
      Daun sendok : Solid atau Berlubang ( fenestrated )
      Tangkai sendok : Terbuka atau Tertutup
    ◦ Kunci Pegangan 2
Sendok memiliki 2 lengkungan:
 Lengkungan kepala
 Lengkungan panggul


Klasifikasi :
 Cunam Tinggi
 Cunam Tengah
 Cunam rendah
 Cunam Out-let
Indikasi Ibu :
 Penyakit jantung
 Edema paru akut
 Infeksi intrapartum
 Ruptura Uteri Iminen
 PE – Eklampsia
 Kelelahan kala II
 Kala II memanjang
Indikasi anak :
 Detik jantung abnormal
 Prolap talipusat dengan kepala sudah didasar
  panggul
   Engagemen [ + ]
   Janin pada letak belakang kepala atau letak muka
    [mentoanterior] atau „after coming head‟ pada
    letak sungsang
   Posisi janin dalam jalan lahir diketahui dengan
    jelas
   Dilatasi servik lengkap
   Ketuban [ - ], atau sebelum pemasangan ketuban
    sudah dipecahkan
   CPD [ - ] & kemungkinan persalinan pervaginam [
    +]
   Kepala janin dapat dicekap dengan baik
   Terdapat kontra-indikasi terjadinya persalinan
    pervaginam.
   Pasien menolak tindakan ekstraksi cunam
    obstetrik.
   Dilatasi servik belum lengkap.
   Presentasi dan posisi kepala janin tidak dapat
    ditentukan dengan jelas.
   Kegagalan ekstraksi vakum.
   Fasilitas pemberian analgesia yang memadai
    tidak ada.
   Fasilitas peralatan dan tenaga pendukung yang
    tidak memadai.
   Operator tidak kompeten.
   Persiapan pemasangan
   Pemasangan sendok kiri
   Pemasangan sendok kanan
   Penguncian
   Pemeriksaan ulangan
   Traksi percobaan
   Traksi definitif
   Melahirkan kepala dan tubuh janin
   Pasien dalam posisi
    lithotomi
   Operator berdiri
    didepan pasien
   Operator memegang
    cunam yang terkunci
    dan membayangkan
    letak dan posisi
    cunam dalam jalan
    lahir

   Tangkai sendok kiri dipegang dengan tangan kiri
    seperti memegang pensil, gagang dan tangkai
    cunam dalam kedudukan tegak lurus didepan
    vulva
    Dua (atau lebih) jari tangan kanan dimasukkan
    pada sisi kiri belakang vulva dan ditempatkan
    antara samping kepala anak dengan jalan lahir
    Ujung daun sendok dimasukkan vagina antara
    kepala anak dengan sisi palmar jari-jari tangan
    kanan operator ;
   dengan dorongan ibu jari tangan kanan dan
    tuntunan jari-jari tangan kanan melalui gerakan
    horisontal daun sendok kiri ditempatkan
    disamping kiri kepala anak
   Dengan cara yang
    sama , daun sendok
    kanan ditempatkan
    disamping kanan
    kepala anak
Bilamana perlu ,
dilakukan reposisi
sendok untuk
memungkinkan
penguncian cunam
Dilakukan
penguncian tanpa
penyilangan tangkai
cunam
◦ Apakah daun cunam sudah terpasang dengan
  benar
◦ Apakah ada bagian dari jalan lahir atau bagian
  tubuh anak yang terjepit
Tangan kiri mencekap
cunam diatas kunci
dan jari telunjuk
 tangan kanan
 digunakan untuk
 mengetahui apakah
 kepala ikut tertarik
 saat dilakukan traksi
 percobaan
   ArahTraksi :
    ◦ Cunam tengah, arah tarikan awal adalah traksi
      curam bawah
    ◦ Cunam Rendah, arah traksi awal adalah horisontal
      dan kemudian elevasi keatas
    ◦ Cunam out-let, arah traksi adalah elevasi sedikit
      kearah atas
Tangan kanan
ditempatkan pada
leher cunam dekat
dengan kepala ,
tangan kiri
disebelah distal
tangan kanan
Ekstraksi dilakukan
dengan tangan
kanan, dan tangan
kiri menahan
perineum agar
tidak terjadi
regangan perineum
yang berlebihan
Keunggulan ekstraktor vakum dibandingkan
  ekstraksi cunam:
 Tehnik pelaksanaan relatif lebih mudah
 Tidak memerlukan anaesthesia general
 Ukuran yang akan melewati jalan lahir tidak
  bertambah (cawan penghisap tidak
  menambah ukuran besar bagian anak yang
  akan melwati jalan lahir)
 Trauma pada kepala janin relatif rendah

Kerugian ekstraktor vakum dibandingkan ekstraksi
  cunam:
 Proses persalinan membutuhkan waktu yang
  lebih lama.
 Tenaga traksi pada ekstraktor vakum tidak
  sekuat ekstraksi cunam.
 Pemeliharaan instrumen ekstraktor vakum lebih
  rumit.
 Ekstraktor vakum lebih sering menyebabkan
  icterus neonatorum.

Berbagai rekomendasi berkaitan dengan tindakan ekstraksi
  vakum :
 Klasifikasi persalinan dengan ekstraksi vakum hendaknya
  menggunakan klasifikasi yang sama dengan ekstraksi
  cunam.
 Indikasi dan kontraindikasi yang dipakai dalam ekstraksi
  cunam hendaknya juga digunakan pada ekstraksi vakum.
 Ekstraksi vakum tidak boleh dilakukan pada kepala yang
  masih belum engage atau diatas station 0.
 Operator hendaknya memiliki pengalaman yang cukup
  dalam menggunakan peralatan ekstraksi vakum.
 Operator harus segera menghentikan usaha persalinan
  pervaginam dengan ekstraksi vakum bila cawan penghisap
  terlepas sampai 3 kali saat melakukan traksi.
Suatu persalinan buatan, dimana janin
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding
perut dan dinding rahim dengan syarat rahim
dalam keadaan utuh serta berat janin di atas
1000 gram.
Jika berat badan janin < 1000
gram, disebut histerotomi.
1. Seksio sesarea Klasik
    insisi memanjang pada korpus uteri, kira-kira
    sepanjang 10 cm.
2. Seksio sesarea transperitoneal profunda
    (supra cervicalis = lower segmen caesarean
    section)
     dengan insisi pada segmen bawah rahim.
3. Seksio sesarea diikuti dengan histerektomi
    (caesarean hysterectomy = seksio histerektomi).
4. Seksio sesarea ekstraperitoneal
     tanpa membuka peritonium parietalis, dengan
    demikian tidak membuka kavum abdominal.
5. Seksio sesarea vaginal.
   Seksio sesarea primer (elektif).
    Dari semula telah direncanakan bahwa janin akan dilahirkan
    secara seksio sesarea, tidak diharapkan lagi kelahiran biasa,
    misalnya pada panggul sempit (CV < 8 cm).

   Seksio sesarea sekunder.
    Dalam hal ini kita bersikap mencoba menunggu kelahiran
    biasa (partus percobaan), bila tidak ada kemajuan persalinan
    atau partus percobaan gagal, baru dilakukan seksio sesarea.

    Seksio sesarea ulang (repeat caesarean section).
    Ibu pada kehamilan yang lalu mengalami seksio sesarea
    (previous caesarean section) dan pada kehamilan selanjutnya
    dilakukan seksio sesarea ulang.
   Seksio sesarea histerektomi (caesarean section
    hysterectomy).
    Adalah suatu operasi dimana setelah janin
    dilahirkan dengan seksio sesarea, langsung
    dilakukan histerektomi oleh karena sesuatu
    indikasi.

   Operasi Porro (Porro operation).
    Adalah suatu operasi tanpa mengeluarkan janin
    dari kavum uteri (tentunya janin sudah mati), dan
    langsung dilakukan histerektomi, misalnya pada
    keadaan infeksi rahim yang berat.
Indikasi ibu
   Panggul sempit absolut.
   Tumor-tumor jalan lahir yang menimbulkan
    obstruksi.
   Stenosis serviks / vagina.
   Plasenta previa.
   Disproporsi sefalopelvik.
   Ruptura uteri membakat.
   Partus lama (prolonged labor).
   Partus tak maju (obstructed labor).
   Distosia serviks.
   Pre-eklamsi dan hipertensi.
Indikasi janin
 Kelainan letak (letak lintang, letak bokong,
  presentasi dahi dan muka, presentasi rangkap,
  gemeli).
 Gawat janin.


    Pada umumnya seksio sesarea tidak dilakukan
    pada:
   Janin mati.
   Syok, anemia berat, sebelum diatasi.
   Kelainan kongenital berat (monster)
1.   Mula-mula dilakukan desinfeksi pada dinding perut dan
     lapangan operasi dipersempit dengan kain suci hama.

2.   Pada dinding perut dibuat insisi mediana mulai dari atas
     simfisis sepanjang ± 12 cm sampai di bawah umbilikus lapis
     demi lapis sehingga kavum peritoneal terbuka.

3.   Dalam rongga perut di sekitar rahim dilingkari dengan kasa
     laparotomi.

4.   Dibuat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen atas
     rahim (SAR), kemudian diperlebar secara sagital dengan
     gunting.

5.   Setelah kavum uteri terbuka, selaput ketuban dipecahkan.
     Janin dikeluarkan dengan meluksir kepala dan mendorong
     fundus uteri. Setelah janin lahir seluruhnya, tali pusat dijepit
     dan dipotong di antara kedua penjepit.
6.   Plasenta dilahirkan secara manual. Disuntikkan 10 U
     oksitosin ke dalam rahim secara intra mural.
7.   Luka insisi SAR dijahit kembali.
     Lapisan I: endometrium bersama miometrium dijahit
     secara jelujur dengan benang catgut khromik.
     Lapisan II: hanya miometrium saja dijahit secara simpul
     (berhubung otot SAR sangat tebal) dengan catgut
     khromik.
     Lapisan III: perimetrium saja, dijahit secara simpul
     dengan benang catgut biasa.
8.   Setelah dinding rahim selesai dijahit, kedua adneksa
     dieksplorasi.
9.   Rongga perut dibersihkan dari sisa-sisa darah dan
     akhirnya luka dinding perut dijahit.
1.   Bila terjadi kesukaran dalam memisahkan
     kandung kencing untuk mencapai segmen
     bawah rahim, misalnya karena adanya
     perlekatan-perlekatan akibat pembedahan
     seksio sesarea yang lalu, atau adanya
     tumor-tumor di daerah segmen bawah
     rahim.
2.   Janin besar dalam letak lintang.
3.   Plasenta previa dengan insersi plasenta di
     dinding depan segmen bawah rahim.
   Mengeluarkan janin lebih cepat.
   Tidak mengakibatkan komplikasi kandung
    kemih tertarik.
   Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau
    distal.
   Infeksi mudah menyebar secara
    intraabdominal karena tidak ada
    reperitonealisasi yang baik.
   Untuk persalinan berikutnya lebih sering
    terjadi ruptura uteri spontan.
   Desinfeksi lapangan operasi dan ditutup dengan
    kain suci hama.
   Insisi dinding perut lapis demi lapis sampai
    kavum peritoneal terbuka.
   Dibuat bladder flap, yaitu dengan menggunting
    peritoneum kandung kencing di depan SBR
    secara melintang. Peritoneum kandung kencing
    ini disisihkan secara tumpul ke arah samping dan
    bawah dan kandung kencing yang disisihkan
    dilindungi dengan spekulum kandung kencing
   Dibuat insisi pada SBR 1 cm di bawah irisan
    peritoneum kandung kencing.
   selaput ketuban dipecahkan.
   Janin dilahirkan dengan meluksir kepala
    kemudian tali pusat dijepit dan dipotong.
   Plasenta dilahirkan.
   Kontrol perdarahan dan kontaksi.
   Evaluasi kedua adnexa dan bersihkan kavum
    abdomen.
   Dinding perut dijahit lapis demi lapis.
   Infeksi puerperal (nifas).
    ◦ Ringan; dengan kenaikan suhu beberapa hari saja.
    ◦ Sedang; dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi,
      disertai dehidrasi dan perut sedikit kembung.
    ◦ Berat; dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik.
      Hal ini sering kita jumpai pada partus terlantar,
      dimana sebelumnya telah terjadi infeksi intrapartal
      karena ketuban yang telah pecah terlalu lama.
      Penanganannya adalah dengan pemberian cairan,
      elektrolit dan antibiotika yang adekuat dan tepat.
   Perdarahan
    ◦ banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
    ◦ atonia uteri
    ◦ perdarahan pada placental bed
   Luka kandung kemih, emboli paru dan
    keluhan kandung kemih bila reperitonialisasi
    terlalu tinggi.
   Kemungkinan ruptura uteri spontan pada
    kehamilan mendatang.
   Angka kematian ibu pada rumah-rumah sakit
    dengan fasilitas operasi yang baik dan oleh
    tenaga-tenaga yang cekatan adalah kurang
    dari 2 per 1000.
   Nasib janin yang ditolong secara seksio
    sesarea sangat tergantung dari keadaan janin
    sebelum dilakukan operasi.
   Menurut data dari negara-negara dengan
    pengawasan antenatal yang baik dan fasilitas
    neonatal yang sempurna, angka kematian
    perinatal sekitar 4-7 %.
Histerektomi dalam kebidanan dapat dilakukan
sesudah :
a. Seksio Sesarea
b.Persalinan Pervaginam
c. Terjadi ruptura uteri
13 obstetri operatif

More Related Content

What's hot

Kelainan dalam lamanya kehamilan smt 4
Kelainan dalam lamanya kehamilan smt 4Kelainan dalam lamanya kehamilan smt 4
Kelainan dalam lamanya kehamilan smt 4
Rofi'ah Muwafaqoh
 
Perdarahan Post Partum
Perdarahan Post PartumPerdarahan Post Partum
Perdarahan Post Partum
Isma Nur'aini
 
Fisiologi persalinan (9)
Fisiologi persalinan (9)Fisiologi persalinan (9)
Fisiologi persalinan (9)
Muhammad Amin
 
Air ketuban ppt
Air ketuban pptAir ketuban ppt
Air ketuban ppt
Savira izati Putri
 
Pemeriksaan penunjang nifas
Pemeriksaan penunjang nifasPemeriksaan penunjang nifas
Pemeriksaan penunjang nifas
NilaHayati3
 
cacat bawaan
cacat bawaancacat bawaan
cacat bawaan
robin2dompas
 
Fisiologi kala iii
Fisiologi kala iiiFisiologi kala iii
Fisiologi kala iiineng elis
 
Pers.sc &amp; embriotomi
Pers.sc &amp; embriotomiPers.sc &amp; embriotomi
Pers.sc &amp; embriotomi
fikri asyura
 
Gawat janin
Gawat janinGawat janin
Gawat janin
Yeni Anggraini
 
Perubahan fisiologis masa nifas
Perubahan fisiologis masa nifasPerubahan fisiologis masa nifas
Perubahan fisiologis masa nifasFebrian Dini
 
Modul 5 kb 1 penyulit komplikasi persalinan kala i dan ii persalinan
Modul 5 kb 1   penyulit komplikasi persalinan kala i dan ii persalinanModul 5 kb 1   penyulit komplikasi persalinan kala i dan ii persalinan
Modul 5 kb 1 penyulit komplikasi persalinan kala i dan ii persalinan
pjj_kemenkes
 
Deteksi dini dan penanganan komplikasi persalinan
Deteksi dini dan penanganan komplikasi persalinanDeteksi dini dan penanganan komplikasi persalinan
Deteksi dini dan penanganan komplikasi persalinan
Gita Kostania
 
Perubahan dan adaptasi psikologis pada ibu hamil
Perubahan dan adaptasi psikologis pada ibu hamilPerubahan dan adaptasi psikologis pada ibu hamil
Perubahan dan adaptasi psikologis pada ibu hamil
Hetty Astri
 
patologi persalinan.ppt
patologi persalinan.pptpatologi persalinan.ppt
patologi persalinan.ppt
BambangTrionoCahyadi
 
Pemeriksaan umum, pemeriksaan khusus kebidanan dan pemeriksaan penunjang pada...
Pemeriksaan umum, pemeriksaan khusus kebidanan dan pemeriksaan penunjang pada...Pemeriksaan umum, pemeriksaan khusus kebidanan dan pemeriksaan penunjang pada...
Pemeriksaan umum, pemeriksaan khusus kebidanan dan pemeriksaan penunjang pada...
Warung Bidan
 

What's hot (20)

Presentasi muka
Presentasi mukaPresentasi muka
Presentasi muka
 
Kelainan dalam lamanya kehamilan smt 4
Kelainan dalam lamanya kehamilan smt 4Kelainan dalam lamanya kehamilan smt 4
Kelainan dalam lamanya kehamilan smt 4
 
Perdarahan Post Partum
Perdarahan Post PartumPerdarahan Post Partum
Perdarahan Post Partum
 
Perdarahan post partum
Perdarahan post partumPerdarahan post partum
Perdarahan post partum
 
Fisiologi persalinan (9)
Fisiologi persalinan (9)Fisiologi persalinan (9)
Fisiologi persalinan (9)
 
Air ketuban ppt
Air ketuban pptAir ketuban ppt
Air ketuban ppt
 
Pemeriksaan penunjang nifas
Pemeriksaan penunjang nifasPemeriksaan penunjang nifas
Pemeriksaan penunjang nifas
 
cacat bawaan
cacat bawaancacat bawaan
cacat bawaan
 
Fisiologi kala iii
Fisiologi kala iiiFisiologi kala iii
Fisiologi kala iii
 
Pers.sc &amp; embriotomi
Pers.sc &amp; embriotomiPers.sc &amp; embriotomi
Pers.sc &amp; embriotomi
 
Gawat janin
Gawat janinGawat janin
Gawat janin
 
Perubahan fisiologis masa nifas
Perubahan fisiologis masa nifasPerubahan fisiologis masa nifas
Perubahan fisiologis masa nifas
 
Modul 5 kb 1 penyulit komplikasi persalinan kala i dan ii persalinan
Modul 5 kb 1   penyulit komplikasi persalinan kala i dan ii persalinanModul 5 kb 1   penyulit komplikasi persalinan kala i dan ii persalinan
Modul 5 kb 1 penyulit komplikasi persalinan kala i dan ii persalinan
 
Deteksi dini dan penanganan komplikasi persalinan
Deteksi dini dan penanganan komplikasi persalinanDeteksi dini dan penanganan komplikasi persalinan
Deteksi dini dan penanganan komplikasi persalinan
 
PPT Rest Plasenta
PPT Rest PlasentaPPT Rest Plasenta
PPT Rest Plasenta
 
Perubahan dan adaptasi psikologis pada ibu hamil
Perubahan dan adaptasi psikologis pada ibu hamilPerubahan dan adaptasi psikologis pada ibu hamil
Perubahan dan adaptasi psikologis pada ibu hamil
 
Atonia uteri
Atonia uteriAtonia uteri
Atonia uteri
 
Fisiologi laktasi
Fisiologi laktasiFisiologi laktasi
Fisiologi laktasi
 
patologi persalinan.ppt
patologi persalinan.pptpatologi persalinan.ppt
patologi persalinan.ppt
 
Pemeriksaan umum, pemeriksaan khusus kebidanan dan pemeriksaan penunjang pada...
Pemeriksaan umum, pemeriksaan khusus kebidanan dan pemeriksaan penunjang pada...Pemeriksaan umum, pemeriksaan khusus kebidanan dan pemeriksaan penunjang pada...
Pemeriksaan umum, pemeriksaan khusus kebidanan dan pemeriksaan penunjang pada...
 

Viewers also liked

KB 2 Jenis Tindakan Operatif Kebidanan
KB 2 Jenis Tindakan Operatif KebidananKB 2 Jenis Tindakan Operatif Kebidanan
KB 2 Jenis Tindakan Operatif Kebidanan
pjj_kemenkes
 
KB 2 Jenis Tindakan Operatif Kebidanan
KB 2 Jenis Tindakan Operatif KebidananKB 2 Jenis Tindakan Operatif Kebidanan
KB 2 Jenis Tindakan Operatif Kebidanan
pjj_kemenkes
 
Partus normal
Partus normalPartus normal
Partus normal
Orisa Elfath
 
Adaptasi ibu-masa-nifas
Adaptasi ibu-masa-nifasAdaptasi ibu-masa-nifas
Adaptasi ibu-masa-nifas
Warung Bidan
 
KB 3 Identifikasi Gangguan Psikologis dalam Kebidanan dan Penatalaksanaannya
KB 3 Identifikasi Gangguan Psikologis dalam Kebidanan dan PenatalaksanaannyaKB 3 Identifikasi Gangguan Psikologis dalam Kebidanan dan Penatalaksanaannya
KB 3 Identifikasi Gangguan Psikologis dalam Kebidanan dan Penatalaksanaannya
pjj_kemenkes
 
KB 1 Tindakan Operatif Kebidanan
KB 1 Tindakan Operatif KebidananKB 1 Tindakan Operatif Kebidanan
KB 1 Tindakan Operatif Kebidanan
pjj_kemenkes
 
Gangguan ringan pada kehamilan
Gangguan ringan pada kehamilanGangguan ringan pada kehamilan
Gangguan ringan pada kehamilan
Susanti Suhartati
 
Depresi postpartuM
Depresi postpartuMDepresi postpartuM
Depresi postpartuM
Buddifm
 
letak Sungsang
letak Sungsangletak Sungsang
letak Sungsang
Syukri Interisti
 
GANGGUAN KEJIWAAN PADA IBU HAMIL by Alfi Susiana
GANGGUAN KEJIWAAN PADA IBU HAMIL by Alfi SusianaGANGGUAN KEJIWAAN PADA IBU HAMIL by Alfi Susiana
GANGGUAN KEJIWAAN PADA IBU HAMIL by Alfi Susiana
veiavallent
 
Konsep Sistem Rujukan
Konsep Sistem RujukanKonsep Sistem Rujukan
Konsep Sistem Rujukan
pjj_kemenkes
 
Kegawat daruratan obstetri
Kegawat daruratan obstetriKegawat daruratan obstetri
Kegawat daruratan obstetrinaroi munthe
 
Sc,laparatomi,kuretase,vakum,forceps
Sc,laparatomi,kuretase,vakum,forcepsSc,laparatomi,kuretase,vakum,forceps
Sc,laparatomi,kuretase,vakum,forceps
Novitasari6789
 
Komplikasi persalinan
Komplikasi persalinanKomplikasi persalinan
Komplikasi persalinan
Irmadani Irmadani
 
PPT macam-macam syok
PPT macam-macam syokPPT macam-macam syok
PPT macam-macam syok
esty lebi
 
ppt_Penatalaksanaan Syok (Adam_FIK UI)
ppt_Penatalaksanaan Syok (Adam_FIK UI)ppt_Penatalaksanaan Syok (Adam_FIK UI)
ppt_Penatalaksanaan Syok (Adam_FIK UI)
Adam Muhammad
 
PERUBAHAN PSIKOLOGIS MASA NIFAS
PERUBAHAN PSIKOLOGIS MASA NIFASPERUBAHAN PSIKOLOGIS MASA NIFAS
PERUBAHAN PSIKOLOGIS MASA NIFAS
pjj_kemenkes
 

Viewers also liked (18)

KB 2 Jenis Tindakan Operatif Kebidanan
KB 2 Jenis Tindakan Operatif KebidananKB 2 Jenis Tindakan Operatif Kebidanan
KB 2 Jenis Tindakan Operatif Kebidanan
 
KB 2 Jenis Tindakan Operatif Kebidanan
KB 2 Jenis Tindakan Operatif KebidananKB 2 Jenis Tindakan Operatif Kebidanan
KB 2 Jenis Tindakan Operatif Kebidanan
 
Partus normal
Partus normalPartus normal
Partus normal
 
Adaptasi ibu-masa-nifas
Adaptasi ibu-masa-nifasAdaptasi ibu-masa-nifas
Adaptasi ibu-masa-nifas
 
KB 3 Identifikasi Gangguan Psikologis dalam Kebidanan dan Penatalaksanaannya
KB 3 Identifikasi Gangguan Psikologis dalam Kebidanan dan PenatalaksanaannyaKB 3 Identifikasi Gangguan Psikologis dalam Kebidanan dan Penatalaksanaannya
KB 3 Identifikasi Gangguan Psikologis dalam Kebidanan dan Penatalaksanaannya
 
KB 1 Tindakan Operatif Kebidanan
KB 1 Tindakan Operatif KebidananKB 1 Tindakan Operatif Kebidanan
KB 1 Tindakan Operatif Kebidanan
 
Gangguan ringan pada kehamilan
Gangguan ringan pada kehamilanGangguan ringan pada kehamilan
Gangguan ringan pada kehamilan
 
Depresi postpartuM
Depresi postpartuMDepresi postpartuM
Depresi postpartuM
 
letak Sungsang
letak Sungsangletak Sungsang
letak Sungsang
 
GANGGUAN KEJIWAAN PADA IBU HAMIL by Alfi Susiana
GANGGUAN KEJIWAAN PADA IBU HAMIL by Alfi SusianaGANGGUAN KEJIWAAN PADA IBU HAMIL by Alfi Susiana
GANGGUAN KEJIWAAN PADA IBU HAMIL by Alfi Susiana
 
Konsep Sistem Rujukan
Konsep Sistem RujukanKonsep Sistem Rujukan
Konsep Sistem Rujukan
 
Kegawat daruratan obstetri
Kegawat daruratan obstetriKegawat daruratan obstetri
Kegawat daruratan obstetri
 
Syok dalam kebidanan
Syok dalam kebidananSyok dalam kebidanan
Syok dalam kebidanan
 
Sc,laparatomi,kuretase,vakum,forceps
Sc,laparatomi,kuretase,vakum,forcepsSc,laparatomi,kuretase,vakum,forceps
Sc,laparatomi,kuretase,vakum,forceps
 
Komplikasi persalinan
Komplikasi persalinanKomplikasi persalinan
Komplikasi persalinan
 
PPT macam-macam syok
PPT macam-macam syokPPT macam-macam syok
PPT macam-macam syok
 
ppt_Penatalaksanaan Syok (Adam_FIK UI)
ppt_Penatalaksanaan Syok (Adam_FIK UI)ppt_Penatalaksanaan Syok (Adam_FIK UI)
ppt_Penatalaksanaan Syok (Adam_FIK UI)
 
PERUBAHAN PSIKOLOGIS MASA NIFAS
PERUBAHAN PSIKOLOGIS MASA NIFASPERUBAHAN PSIKOLOGIS MASA NIFAS
PERUBAHAN PSIKOLOGIS MASA NIFAS
 

Similar to 13 obstetri operatif

Kala dua persalinan 2
Kala dua persalinan 2Kala dua persalinan 2
Kala dua persalinan 2
aissya noor
 
Asuhan persalinan normal (apn)
Asuhan persalinan normal (apn)Asuhan persalinan normal (apn)
Asuhan persalinan normal (apn)
hani ar
 
58 langkah apn
58 langkah apn58 langkah apn
58 langkah apn
Af Affandi
 
Kegawatan Obstetri uhhifhruihuihfuihidviuef
Kegawatan Obstetri uhhifhruihuihfuihidviuefKegawatan Obstetri uhhifhruihuihfuihidviuef
Kegawatan Obstetri uhhifhruihuihfuihidviuef
MahruriSaputra
 
Persalinan Normal
Persalinan NormalPersalinan Normal
Persalinan Normal
Fransiska Oktafiani
 
Laporan Kasus RETENSIO PLASENTA oleh : dr. Rachel Sagrim (FK Uncen)
Laporan Kasus RETENSIO PLASENTA oleh : dr. Rachel Sagrim (FK Uncen)Laporan Kasus RETENSIO PLASENTA oleh : dr. Rachel Sagrim (FK Uncen)
Laporan Kasus RETENSIO PLASENTA oleh : dr. Rachel Sagrim (FK Uncen)
dr. Rachel Sagrim
 
APN-1.pptx
APN-1.pptxAPN-1.pptx
APN-1.pptx
polosmultimedia
 
5_6332611905638630178.pdf
5_6332611905638630178.pdf5_6332611905638630178.pdf
5_6332611905638630178.pdf
putriagnes4
 
60 langkah apn
60 langkah apn60 langkah apn
60 langkah apn
arfadin
 
Asuhan Persalinan Normal
Asuhan Persalinan NormalAsuhan Persalinan Normal
Asuhan Persalinan Normal
Evan Permana
 
Proses persalinan normal
Proses persalinan normalProses persalinan normal
Proses persalinan normal
elisa novi
 
RETENSIO PLASENTA
RETENSIO PLASENTARETENSIO PLASENTA
RETENSIO PLASENTA
Isma Nur'aini
 
loogbook salin.docx
loogbook salin.docxloogbook salin.docx
loogbook salin.docx
SitiMuslimah22
 
163531689 spo-persalinan-kala-ii
163531689 spo-persalinan-kala-ii163531689 spo-persalinan-kala-ii
163531689 spo-persalinan-kala-ii
Rafika Dewi
 
Penatalaksanaan Asuhan Kegawatdaruratan Persalinan Kala I dan II
Penatalaksanaan Asuhan Kegawatdaruratan Persalinan Kala I dan IIPenatalaksanaan Asuhan Kegawatdaruratan Persalinan Kala I dan II
Penatalaksanaan Asuhan Kegawatdaruratan Persalinan Kala I dan II
pjj_kemenkes
 
Persalinan
PersalinanPersalinan
Persalinan
Elvis Norfitriana
 
vakum.pptx
vakum.pptxvakum.pptx
392LETAK_SUNGSANG_HARUSKAH_DITERMINASI_DENGAN_BEDAH_SESAR.pdf
392LETAK_SUNGSANG_HARUSKAH_DITERMINASI_DENGAN_BEDAH_SESAR.pdf392LETAK_SUNGSANG_HARUSKAH_DITERMINASI_DENGAN_BEDAH_SESAR.pdf
392LETAK_SUNGSANG_HARUSKAH_DITERMINASI_DENGAN_BEDAH_SESAR.pdf
ssuser489844
 

Similar to 13 obstetri operatif (20)

Kala dua persalinan 2
Kala dua persalinan 2Kala dua persalinan 2
Kala dua persalinan 2
 
Asuhan persalinan normal (apn)
Asuhan persalinan normal (apn)Asuhan persalinan normal (apn)
Asuhan persalinan normal (apn)
 
58 langkah apn
58 langkah apn58 langkah apn
58 langkah apn
 
Kegawatan Obstetri uhhifhruihuihfuihidviuef
Kegawatan Obstetri uhhifhruihuihfuihidviuefKegawatan Obstetri uhhifhruihuihfuihidviuef
Kegawatan Obstetri uhhifhruihuihfuihidviuef
 
Sop apn
Sop apnSop apn
Sop apn
 
Persalinan Normal
Persalinan NormalPersalinan Normal
Persalinan Normal
 
Laporan Kasus RETENSIO PLASENTA oleh : dr. Rachel Sagrim (FK Uncen)
Laporan Kasus RETENSIO PLASENTA oleh : dr. Rachel Sagrim (FK Uncen)Laporan Kasus RETENSIO PLASENTA oleh : dr. Rachel Sagrim (FK Uncen)
Laporan Kasus RETENSIO PLASENTA oleh : dr. Rachel Sagrim (FK Uncen)
 
APN-1.pptx
APN-1.pptxAPN-1.pptx
APN-1.pptx
 
5_6332611905638630178.pdf
5_6332611905638630178.pdf5_6332611905638630178.pdf
5_6332611905638630178.pdf
 
60 langkah apn
60 langkah apn60 langkah apn
60 langkah apn
 
58 langkah apn
58 langkah apn58 langkah apn
58 langkah apn
 
Asuhan Persalinan Normal
Asuhan Persalinan NormalAsuhan Persalinan Normal
Asuhan Persalinan Normal
 
Proses persalinan normal
Proses persalinan normalProses persalinan normal
Proses persalinan normal
 
RETENSIO PLASENTA
RETENSIO PLASENTARETENSIO PLASENTA
RETENSIO PLASENTA
 
loogbook salin.docx
loogbook salin.docxloogbook salin.docx
loogbook salin.docx
 
163531689 spo-persalinan-kala-ii
163531689 spo-persalinan-kala-ii163531689 spo-persalinan-kala-ii
163531689 spo-persalinan-kala-ii
 
Penatalaksanaan Asuhan Kegawatdaruratan Persalinan Kala I dan II
Penatalaksanaan Asuhan Kegawatdaruratan Persalinan Kala I dan IIPenatalaksanaan Asuhan Kegawatdaruratan Persalinan Kala I dan II
Penatalaksanaan Asuhan Kegawatdaruratan Persalinan Kala I dan II
 
Persalinan
PersalinanPersalinan
Persalinan
 
vakum.pptx
vakum.pptxvakum.pptx
vakum.pptx
 
392LETAK_SUNGSANG_HARUSKAH_DITERMINASI_DENGAN_BEDAH_SESAR.pdf
392LETAK_SUNGSANG_HARUSKAH_DITERMINASI_DENGAN_BEDAH_SESAR.pdf392LETAK_SUNGSANG_HARUSKAH_DITERMINASI_DENGAN_BEDAH_SESAR.pdf
392LETAK_SUNGSANG_HARUSKAH_DITERMINASI_DENGAN_BEDAH_SESAR.pdf
 

More from Vrilisda Sitepu

Thrombophilia (2)
Thrombophilia (2)Thrombophilia (2)
Thrombophilia (2)
Vrilisda Sitepu
 
Pembuluh darah & limfe, cvs
Pembuluh darah & limfe, cvsPembuluh darah & limfe, cvs
Pembuluh darah & limfe, cvs
Vrilisda Sitepu
 
Kelainan jantung
Kelainan jantungKelainan jantung
Kelainan jantung
Vrilisda Sitepu
 
Pa disentri
Pa   disentriPa   disentri
Pa disentri
Vrilisda Sitepu
 
2 persalinan-normal
2 persalinan-normal2 persalinan-normal
2 persalinan-normal
Vrilisda Sitepu
 
14 pemeriksaan ginekologi
14 pemeriksaan ginekologi14 pemeriksaan ginekologi
14 pemeriksaan ginekologiVrilisda Sitepu
 
7 hipertensi dalam kehamilan
7 hipertensi dalam kehamilan7 hipertensi dalam kehamilan
7 hipertensi dalam kehamilan
Vrilisda Sitepu
 
5 perdarahan antepartum
5 perdarahan antepartum5 perdarahan antepartum
5 perdarahan antepartum
Vrilisda Sitepu
 
10 djs kehamilan dgn penyakit infeksi
10 djs kehamilan dgn penyakit infeksi10 djs kehamilan dgn penyakit infeksi
10 djs kehamilan dgn penyakit infeksi
Vrilisda Sitepu
 
Patologi anatomi- CARCINOMA SERVIKS
Patologi anatomi- CARCINOMA SERVIKSPatologi anatomi- CARCINOMA SERVIKS
Patologi anatomi- CARCINOMA SERVIKS
Vrilisda Sitepu
 
Slide pleno repro obgyn 2
Slide pleno repro obgyn 2Slide pleno repro obgyn 2
Slide pleno repro obgyn 2
Vrilisda Sitepu
 

More from Vrilisda Sitepu (19)

Thrombophilia (2)
Thrombophilia (2)Thrombophilia (2)
Thrombophilia (2)
 
Pulmonari embolism
Pulmonari embolismPulmonari embolism
Pulmonari embolism
 
Pembuluh darah & limfe, cvs
Pembuluh darah & limfe, cvsPembuluh darah & limfe, cvs
Pembuluh darah & limfe, cvs
 
Kelainan jantung
Kelainan jantungKelainan jantung
Kelainan jantung
 
Pa disentri
Pa   disentriPa   disentri
Pa disentri
 
2 persalinan-normal
2 persalinan-normal2 persalinan-normal
2 persalinan-normal
 
14 pemeriksaan ginekologi
14 pemeriksaan ginekologi14 pemeriksaan ginekologi
14 pemeriksaan ginekologi
 
9 uterotonika
9 uterotonika9 uterotonika
9 uterotonika
 
9 tokolitik
9 tokolitik9 tokolitik
9 tokolitik
 
7 hipertensi dalam kehamilan
7 hipertensi dalam kehamilan7 hipertensi dalam kehamilan
7 hipertensi dalam kehamilan
 
6 pph
6 pph6 pph
6 pph
 
5 perdarahan antepartum
5 perdarahan antepartum5 perdarahan antepartum
5 perdarahan antepartum
 
10 djs kehamilan dgn penyakit infeksi
10 djs kehamilan dgn penyakit infeksi10 djs kehamilan dgn penyakit infeksi
10 djs kehamilan dgn penyakit infeksi
 
4 mola hidatidosa
4 mola hidatidosa4 mola hidatidosa
4 mola hidatidosa
 
Patologi anatomi- CARCINOMA SERVIKS
Patologi anatomi- CARCINOMA SERVIKSPatologi anatomi- CARCINOMA SERVIKS
Patologi anatomi- CARCINOMA SERVIKS
 
Slide pleno repro obgyn 2
Slide pleno repro obgyn 2Slide pleno repro obgyn 2
Slide pleno repro obgyn 2
 
Pleno obgyn - ABORTUS
Pleno obgyn - ABORTUSPleno obgyn - ABORTUS
Pleno obgyn - ABORTUS
 
Pleno - KEHAMILAN
Pleno - KEHAMILANPleno - KEHAMILAN
Pleno - KEHAMILAN
 
MALNUTRISI - KEP
MALNUTRISI - KEPMALNUTRISI - KEP
MALNUTRISI - KEP
 

13 obstetri operatif

  • 1. Dr Elizabeth S Girsang, SpOG FK UMI
  • 2. DILATASI & KURETASE EKSTRAKSI VAKUM EKSTRAKSI FORCEP SECTIO CAESAREA
  • 3.
  • 4. Tindakan ginekologi operatif untuk mengakhiri kehamilan pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu disebut sebagai aborsi yang dikerjakan melalui tindakan kuretase tanpa atau disertai dengan dilatasi kanalis servikalis terlebih dulu ( D & C ).
  • 5. 1. Menghentikan perdarahan pervaginam pada peristiwa abortus spontan 2. Kematian janin intra uterine 3. Kelainan kongenital berat yang menyebabkan gangguan anatomis atau gangguan mental hebat 4. Mola hidatidosa 5. Kelainan medik yang menyebabkan seorang wanita tidak boleh hamil: ◦ Penyakit jantung, ◦ Penyakit hipertensi yang berat, ◦ Carcinoma cervix invasif 6. [Psikososial misalnya pada korban perkosaan atau “incest” yang menjadi hamil] 7. [Kegagalan kontrasepsi]
  • 6. Anamnesa – pemeriksaan & penentuan indikasi  Penjelasan mengenai prosedur pelaksanaan tindakan – manfaat dan komplikasi yang mungkin terjadi  Kontrasepsi yang akan digunakan setelah tindakan  Persetujuan tertulis suami dan istri (informed consent)
  • 7. Tehnik Dilatasi : [ bila belum ada dilatasi ]  Dilatasi dengan batang laminaria. ◦ Pemasangan laminaria dalam kanalis servikalis ◦ 12 – 18 jam kemudian kalau perlu dilanjutkan dengan infus oksitosin sebelum kuretase  Dilatasi dengan dilatator hegar  terbuat dari logam dari berbagai ukuran (0.5 cm -1.0 cm) 
  • 8. 1. Pasien pada posisi Lithotomi 2. Bersihkan vulva dengan cairan antiseptik 3. [kosongkan VU] dan lakukan PD ulang untuk menentukan posisi – besar dan arah uterus dan keadaan adneksa 4. Berikan Pethidine im / iv 5. Lakukan blok paraservikal 6. Pasang spekulum dan jepit bibir depan portio dengan 1 atau 2 buah cunam servik.
  • 9. 7. Tentukan arah dan kedalam uterus dengan menggunakan sonde  Pemasukan sonde dilakukan dengan hati - hati agar tidak terjadi perforasi 8. Bila perlu dilakukan dilatasi dengan dilatator Hegar 9. Jaringan sisa kehamilan yang besar diambil terlebih dulu dengan cunam abortus
  • 10.
  • 11. 10. Sendok kuret dipegang diantara ujung jari dan jari telunjuk tangan kanan (hindari cara memegang sendok kuret dengan cara menggenggam), sendok dimasukkan ke kedalam uterus dalam posisi mendatar dengan lengkungan yang menghadap atas.
  • 12.
  • 13.
  • 14.
  • 15.
  • 16. Ekstraksi Vakum adalah tindakan obstetrik operatif untuk melahirkan kepala janin dengan menggunakan “mangkuk hampa udara” yang ditempelkan pada kulit kepala janin dari seorang parturien yang masih memiliki tenaga meneran.
  • 17. Mempersingkat kala II pada keadaan : ◦ Ibu tidak boleh meneran terlalu lama pada kala II akibat kondisi obstetri tertentu (pre eklampsia berat, anemia, diabetes mellitus, eklampsia)  Kondisi obstetri tertentu : ◦ Riwayat SC ◦ Kala II memanjang  Maternal distress pada kala II  Gawat janin pada kala II dengan syarat : ◦ Perjalanan persalinan normal ◦ Fasilitas sectio caesar sudah siap
  • 18. Disproporsi sepalo-pelvik .  Operator tidak dapat mengenali denominator dengan baik  Operator tidak kompeten untuk melakukan ekstraksi vakum.  Kelainan letak : ◦ Presentasi Muka ◦ Letak Dahi ◦ Presentasi Lintang ◦ “After coming head” pada presentasi sungsang
  • 19. 1.Pasca pengambilan sediaan darah dari kulit kepala janin. 2. Prematuritas <36 minggu Kecuali pada persalinan gemelli anak ke II dimana persalinan hanya memerlukan traksi ringan akibat sudah adanya dilatasi servix dan vagina. Dikhawatirkan terjadi trauma intrakranial, perdarahan intrakranial , ikterus neonatorum berat. 3. IUFD tidak dapat terbentuk kaput. Pada janin maserasi, kranium sangat lunak sehingga pemasangan mangkuk menjadi sulit. 4. Kelainan kongenital janin yang menyangkut kranium : anensephalus 
  • 20. Cawan penghisap ( cup )  Terdiri dari 3 ukuran : ◦ 50 mm ◦ 60 mm ◦ 70 mm  Botol penghisap  Pompa penghisap
  • 21. Janin diperkirakan dapat lahir pervaginam.  Pembukaan sekurang - kurangnya 7 cm ( idealnya adalah dilatasi lengkap ).  Penurunan kepala > station 0 ( idealnya adalah setinggi Hodge III + )  Selaput ketuban negatif.  Harus ada kekuatan meneran ibu dan kontraksi uterus (HIS )
  • 22. Membuat suatu caput succadeneum artifisialis dengan cara memberikan tekanan negatif pada kulit kepala janin melalui alat ekstraktor vakum.
  • 23. Setelah persiapan operator dan atau pasien selesai serta peralatan sudah dipersiapkan dengan baik.  Labia dibuka dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan kiri dari arah atas.  Cawan penghisap yang sudah dilumuri dengan jelly dimasukkan jalan lahir secara miring dengan menghindari urethra dan klitoris.  Cawan penghisap diputar 900 dan ditempatkan tepat pada permukaan kulit kepala dengan posisi menjauhi ubun-ubun besar.  Buat tekanan vakum dalam cawan penghisap dengan memompa sampai 0.2 kg/cm2 sebagai tekanan awal.
  • 24. Pastikan bahwa cawan penghisap terpasang dengan baik dan tidak ada bagian jalan lahir atau sisa selaput amnion yang ikut terjepit  Setelah 2 menit, naikkan tekanan negatif sampai 0.7 – 0.8 kg/cm2 dengan kecepatan 0.2 kg/cm2 setiap 2 menit.  Penilaian ulang untuk melihat adanya bagian jalan lahir yang terjepit.
  • 25. Traksi percobaan untuk melihat apakah ekstraksi vakum sudah berfungsi dengan baik.  Traksi sesuai dengan derajat desensus sampai lahirnya kepala janin.  Cawan penghisap dilepas dan sisa tubuh anak dilahirkan dengan cara sebagaimana lazimnya.
  • 26. Cawan penghisap terlepas lebih dari 3 kali saat melakukan traksi : ◦ Tenaga vakum terlampau rendah (seharusnya -0.8 kg/cm2) oleh karena kerusakan pada alat atau pembentukan caput succedaneum yang terlampau cepat ( < 0.2 kg/cm2 per 2 menit) ◦ Terdapat selaput ketuban atau bagian jalan lahir yang terjepit diantara cawan penghisap dengan kepala anak. ◦ kedua tangan penolong tidak bekerja secara harmonis, traksi dengan arah yang tidak tegak lurus dengan bidang cawan penghisap atau traksi dilakukan dengan tenaga yang berlebihan. ◦ gangguan pada imbang sepalopelvik (CPD)  Setelah dilakukan traksi selama 30 menit, janin belum dapat dilahirkan.
  • 27. Pada Ibu :  Perdarahan  Infeksi jalan lahir  Trauma jalan lahir
  • 28. Pada anak :  Ekskoriasi dan nekrosis kulit kepala  Cephal hematoma  Subgaleal hematoma  Perdarahan intrakranial  Perdarahan subconjuntiva, perdarahan retina  Fraktura klavikula  Distosia bahu  Cedera pada syaraf cranial ke VI dan VII  Erb paralysa  Kematian janin
  • 29.
  • 30. Cunam ( forcep ) ditemukan dalam beberapa bentuk dan ukuran.  Bentuk umum : ◦ Terdiri dari satu pasang sendok ◦ Pemasangan sendok dilakukan terpisah ◦ Sendok :  Daun sendok : Solid atau Berlubang ( fenestrated )  Tangkai sendok : Terbuka atau Tertutup ◦ Kunci Pegangan 2
  • 31. Sendok memiliki 2 lengkungan:  Lengkungan kepala  Lengkungan panggul Klasifikasi :  Cunam Tinggi  Cunam Tengah  Cunam rendah  Cunam Out-let
  • 32.
  • 33. Indikasi Ibu :  Penyakit jantung  Edema paru akut  Infeksi intrapartum  Ruptura Uteri Iminen  PE – Eklampsia  Kelelahan kala II  Kala II memanjang
  • 34. Indikasi anak :  Detik jantung abnormal  Prolap talipusat dengan kepala sudah didasar panggul
  • 35. Engagemen [ + ]  Janin pada letak belakang kepala atau letak muka [mentoanterior] atau „after coming head‟ pada letak sungsang  Posisi janin dalam jalan lahir diketahui dengan jelas  Dilatasi servik lengkap  Ketuban [ - ], atau sebelum pemasangan ketuban sudah dipecahkan  CPD [ - ] & kemungkinan persalinan pervaginam [ +]  Kepala janin dapat dicekap dengan baik
  • 36. Terdapat kontra-indikasi terjadinya persalinan pervaginam.  Pasien menolak tindakan ekstraksi cunam obstetrik.  Dilatasi servik belum lengkap.  Presentasi dan posisi kepala janin tidak dapat ditentukan dengan jelas.  Kegagalan ekstraksi vakum.  Fasilitas pemberian analgesia yang memadai tidak ada.  Fasilitas peralatan dan tenaga pendukung yang tidak memadai.  Operator tidak kompeten.
  • 37. Persiapan pemasangan  Pemasangan sendok kiri  Pemasangan sendok kanan  Penguncian  Pemeriksaan ulangan  Traksi percobaan  Traksi definitif  Melahirkan kepala dan tubuh janin
  • 38. Pasien dalam posisi lithotomi  Operator berdiri didepan pasien  Operator memegang cunam yang terkunci dan membayangkan letak dan posisi cunam dalam jalan lahir 
  • 39. Tangkai sendok kiri dipegang dengan tangan kiri seperti memegang pensil, gagang dan tangkai cunam dalam kedudukan tegak lurus didepan vulva  Dua (atau lebih) jari tangan kanan dimasukkan pada sisi kiri belakang vulva dan ditempatkan antara samping kepala anak dengan jalan lahir  Ujung daun sendok dimasukkan vagina antara kepala anak dengan sisi palmar jari-jari tangan kanan operator ;  dengan dorongan ibu jari tangan kanan dan tuntunan jari-jari tangan kanan melalui gerakan horisontal daun sendok kiri ditempatkan disamping kiri kepala anak
  • 40. Dengan cara yang sama , daun sendok kanan ditempatkan disamping kanan kepala anak
  • 41. Bilamana perlu , dilakukan reposisi sendok untuk memungkinkan penguncian cunam Dilakukan penguncian tanpa penyilangan tangkai cunam
  • 42. ◦ Apakah daun cunam sudah terpasang dengan benar ◦ Apakah ada bagian dari jalan lahir atau bagian tubuh anak yang terjepit
  • 43. Tangan kiri mencekap cunam diatas kunci dan jari telunjuk tangan kanan digunakan untuk mengetahui apakah kepala ikut tertarik saat dilakukan traksi percobaan
  • 44. ArahTraksi : ◦ Cunam tengah, arah tarikan awal adalah traksi curam bawah ◦ Cunam Rendah, arah traksi awal adalah horisontal dan kemudian elevasi keatas ◦ Cunam out-let, arah traksi adalah elevasi sedikit kearah atas
  • 45. Tangan kanan ditempatkan pada leher cunam dekat dengan kepala , tangan kiri disebelah distal tangan kanan
  • 46. Ekstraksi dilakukan dengan tangan kanan, dan tangan kiri menahan perineum agar tidak terjadi regangan perineum yang berlebihan
  • 47.
  • 48. Keunggulan ekstraktor vakum dibandingkan ekstraksi cunam:  Tehnik pelaksanaan relatif lebih mudah  Tidak memerlukan anaesthesia general  Ukuran yang akan melewati jalan lahir tidak bertambah (cawan penghisap tidak menambah ukuran besar bagian anak yang akan melwati jalan lahir)  Trauma pada kepala janin relatif rendah 
  • 49. Kerugian ekstraktor vakum dibandingkan ekstraksi cunam:  Proses persalinan membutuhkan waktu yang lebih lama.  Tenaga traksi pada ekstraktor vakum tidak sekuat ekstraksi cunam.  Pemeliharaan instrumen ekstraktor vakum lebih rumit.  Ekstraktor vakum lebih sering menyebabkan icterus neonatorum. 
  • 50. Berbagai rekomendasi berkaitan dengan tindakan ekstraksi vakum :  Klasifikasi persalinan dengan ekstraksi vakum hendaknya menggunakan klasifikasi yang sama dengan ekstraksi cunam.  Indikasi dan kontraindikasi yang dipakai dalam ekstraksi cunam hendaknya juga digunakan pada ekstraksi vakum.  Ekstraksi vakum tidak boleh dilakukan pada kepala yang masih belum engage atau diatas station 0.  Operator hendaknya memiliki pengalaman yang cukup dalam menggunakan peralatan ekstraksi vakum.  Operator harus segera menghentikan usaha persalinan pervaginam dengan ekstraksi vakum bila cawan penghisap terlepas sampai 3 kali saat melakukan traksi.
  • 51.
  • 52. Suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 1000 gram.
  • 53. Jika berat badan janin < 1000 gram, disebut histerotomi.
  • 54. 1. Seksio sesarea Klasik insisi memanjang pada korpus uteri, kira-kira sepanjang 10 cm. 2. Seksio sesarea transperitoneal profunda (supra cervicalis = lower segmen caesarean section) dengan insisi pada segmen bawah rahim. 3. Seksio sesarea diikuti dengan histerektomi (caesarean hysterectomy = seksio histerektomi). 4. Seksio sesarea ekstraperitoneal tanpa membuka peritonium parietalis, dengan demikian tidak membuka kavum abdominal. 5. Seksio sesarea vaginal.
  • 55. Seksio sesarea primer (elektif). Dari semula telah direncanakan bahwa janin akan dilahirkan secara seksio sesarea, tidak diharapkan lagi kelahiran biasa, misalnya pada panggul sempit (CV < 8 cm).  Seksio sesarea sekunder. Dalam hal ini kita bersikap mencoba menunggu kelahiran biasa (partus percobaan), bila tidak ada kemajuan persalinan atau partus percobaan gagal, baru dilakukan seksio sesarea.  Seksio sesarea ulang (repeat caesarean section). Ibu pada kehamilan yang lalu mengalami seksio sesarea (previous caesarean section) dan pada kehamilan selanjutnya dilakukan seksio sesarea ulang.
  • 56. Seksio sesarea histerektomi (caesarean section hysterectomy). Adalah suatu operasi dimana setelah janin dilahirkan dengan seksio sesarea, langsung dilakukan histerektomi oleh karena sesuatu indikasi.  Operasi Porro (Porro operation). Adalah suatu operasi tanpa mengeluarkan janin dari kavum uteri (tentunya janin sudah mati), dan langsung dilakukan histerektomi, misalnya pada keadaan infeksi rahim yang berat.
  • 57. Indikasi ibu  Panggul sempit absolut.  Tumor-tumor jalan lahir yang menimbulkan obstruksi.  Stenosis serviks / vagina.  Plasenta previa.  Disproporsi sefalopelvik.  Ruptura uteri membakat.  Partus lama (prolonged labor).  Partus tak maju (obstructed labor).  Distosia serviks.  Pre-eklamsi dan hipertensi.
  • 58. Indikasi janin  Kelainan letak (letak lintang, letak bokong, presentasi dahi dan muka, presentasi rangkap, gemeli).  Gawat janin. Pada umumnya seksio sesarea tidak dilakukan pada:  Janin mati.  Syok, anemia berat, sebelum diatasi.  Kelainan kongenital berat (monster)
  • 59. 1. Mula-mula dilakukan desinfeksi pada dinding perut dan lapangan operasi dipersempit dengan kain suci hama. 2. Pada dinding perut dibuat insisi mediana mulai dari atas simfisis sepanjang ± 12 cm sampai di bawah umbilikus lapis demi lapis sehingga kavum peritoneal terbuka. 3. Dalam rongga perut di sekitar rahim dilingkari dengan kasa laparotomi. 4. Dibuat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen atas rahim (SAR), kemudian diperlebar secara sagital dengan gunting. 5. Setelah kavum uteri terbuka, selaput ketuban dipecahkan. Janin dikeluarkan dengan meluksir kepala dan mendorong fundus uteri. Setelah janin lahir seluruhnya, tali pusat dijepit dan dipotong di antara kedua penjepit.
  • 60. 6. Plasenta dilahirkan secara manual. Disuntikkan 10 U oksitosin ke dalam rahim secara intra mural. 7. Luka insisi SAR dijahit kembali. Lapisan I: endometrium bersama miometrium dijahit secara jelujur dengan benang catgut khromik. Lapisan II: hanya miometrium saja dijahit secara simpul (berhubung otot SAR sangat tebal) dengan catgut khromik. Lapisan III: perimetrium saja, dijahit secara simpul dengan benang catgut biasa. 8. Setelah dinding rahim selesai dijahit, kedua adneksa dieksplorasi. 9. Rongga perut dibersihkan dari sisa-sisa darah dan akhirnya luka dinding perut dijahit.
  • 61. 1. Bila terjadi kesukaran dalam memisahkan kandung kencing untuk mencapai segmen bawah rahim, misalnya karena adanya perlekatan-perlekatan akibat pembedahan seksio sesarea yang lalu, atau adanya tumor-tumor di daerah segmen bawah rahim. 2. Janin besar dalam letak lintang. 3. Plasenta previa dengan insersi plasenta di dinding depan segmen bawah rahim.
  • 62. Mengeluarkan janin lebih cepat.  Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik.  Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal.
  • 63. Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada reperitonealisasi yang baik.  Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptura uteri spontan.
  • 64. Desinfeksi lapangan operasi dan ditutup dengan kain suci hama.  Insisi dinding perut lapis demi lapis sampai kavum peritoneal terbuka.  Dibuat bladder flap, yaitu dengan menggunting peritoneum kandung kencing di depan SBR secara melintang. Peritoneum kandung kencing ini disisihkan secara tumpul ke arah samping dan bawah dan kandung kencing yang disisihkan dilindungi dengan spekulum kandung kencing
  • 65. Dibuat insisi pada SBR 1 cm di bawah irisan peritoneum kandung kencing.  selaput ketuban dipecahkan.  Janin dilahirkan dengan meluksir kepala kemudian tali pusat dijepit dan dipotong.  Plasenta dilahirkan.  Kontrol perdarahan dan kontaksi.  Evaluasi kedua adnexa dan bersihkan kavum abdomen.  Dinding perut dijahit lapis demi lapis.
  • 66.
  • 67.
  • 68.
  • 69.
  • 70. Infeksi puerperal (nifas). ◦ Ringan; dengan kenaikan suhu beberapa hari saja. ◦ Sedang; dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi dan perut sedikit kembung. ◦ Berat; dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering kita jumpai pada partus terlantar, dimana sebelumnya telah terjadi infeksi intrapartal karena ketuban yang telah pecah terlalu lama. Penanganannya adalah dengan pemberian cairan, elektrolit dan antibiotika yang adekuat dan tepat.
  • 71. Perdarahan ◦ banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka ◦ atonia uteri ◦ perdarahan pada placental bed  Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila reperitonialisasi terlalu tinggi.  Kemungkinan ruptura uteri spontan pada kehamilan mendatang.
  • 72. Angka kematian ibu pada rumah-rumah sakit dengan fasilitas operasi yang baik dan oleh tenaga-tenaga yang cekatan adalah kurang dari 2 per 1000.  Nasib janin yang ditolong secara seksio sesarea sangat tergantung dari keadaan janin sebelum dilakukan operasi.  Menurut data dari negara-negara dengan pengawasan antenatal yang baik dan fasilitas neonatal yang sempurna, angka kematian perinatal sekitar 4-7 %.
  • 73. Histerektomi dalam kebidanan dapat dilakukan sesudah : a. Seksio Sesarea b.Persalinan Pervaginam c. Terjadi ruptura uteri