Dokumen tersebut membahas beberapa tindakan ginekologi operatif yaitu dilatasi dan kuretase, ekstraksi vakum, dan ekstraksi forcep. Dilatasi dan kuretase digunakan untuk mengakhiri kehamilan pada usia kurang dari 20 minggu, sedangkan ekstraksi vakum dan forcep digunakan untuk melahirkan janin. Dokumen ini menjelaskan prosedur, indikasi, kontraindikasi, dan komplikasi masing-masing
Dokumen tersebut membahas tentang perawatan bayi baru lahir, termasuk pemberian ASI secara eksklusif, tanda-tanda bahaya bayi baru lahir, kebutuhan dasar seperti tidur dan makan, serta kebersihan kulit dan keamanan bayi. Dokumen ini juga menjelaskan penyuluhan yang perlu diberikan kepada orang tua sebelum bayi pulang dari rumah sakit.
Dokumen tersebut membahas anatomi dan fisiologi payudara dan proses laktasi pada manusia. Payudara terdiri atas kelenjar susu, areola, dan puting susu. Produksi susu dipengaruhi hormon prolaktin dan oksitosin serta diregulasi oleh refleks prolaktin dan refleks aliran. Bayi menghisap payudara dengan refleks menangkap, mengisap, dan menelan untuk mendapatkan asi.
Dokumen tersebut membahas tentang manajemen distosia bahu pada persalinan, termasuk faktor risiko, gejala, dan berbagai manuver manual untuk melahirkan bahu bayi seperti manuver McRoberts, manuver anterior disimpaction, manuver "corkscrew", dan ekstraksi vakum. Dokumen juga menjelaskan indikasi dan teknik pelaksanaan ekstraksi vakum.
Perdarahan post partum adalah perdarahan melebihi 500 ml setelah bayi lahir yang disebabkan oleh atonia uteri, retensio plasenta, atau robekan jalan lahir. Penanganannya meliputi manajemen persalinan aktif, pengeluaran plasenta secara manual, kompresi bimanual rahim, suntikan obat uterotonika, dan tindakan operatif seperti kuretase untuk sisa plasenta.
Dokumen tersebut membahas tentang perawatan bayi baru lahir, termasuk pemberian ASI secara eksklusif, tanda-tanda bahaya bayi baru lahir, kebutuhan dasar seperti tidur dan makan, serta kebersihan kulit dan keamanan bayi. Dokumen ini juga menjelaskan penyuluhan yang perlu diberikan kepada orang tua sebelum bayi pulang dari rumah sakit.
Dokumen tersebut membahas anatomi dan fisiologi payudara dan proses laktasi pada manusia. Payudara terdiri atas kelenjar susu, areola, dan puting susu. Produksi susu dipengaruhi hormon prolaktin dan oksitosin serta diregulasi oleh refleks prolaktin dan refleks aliran. Bayi menghisap payudara dengan refleks menangkap, mengisap, dan menelan untuk mendapatkan asi.
Dokumen tersebut membahas tentang manajemen distosia bahu pada persalinan, termasuk faktor risiko, gejala, dan berbagai manuver manual untuk melahirkan bahu bayi seperti manuver McRoberts, manuver anterior disimpaction, manuver "corkscrew", dan ekstraksi vakum. Dokumen juga menjelaskan indikasi dan teknik pelaksanaan ekstraksi vakum.
Perdarahan post partum adalah perdarahan melebihi 500 ml setelah bayi lahir yang disebabkan oleh atonia uteri, retensio plasenta, atau robekan jalan lahir. Penanganannya meliputi manajemen persalinan aktif, pengeluaran plasenta secara manual, kompresi bimanual rahim, suntikan obat uterotonika, dan tindakan operatif seperti kuretase untuk sisa plasenta.
Dokumen tersebut membahas tentang manajemen persalinan pada kondisi prematuritas, postmatur, IUGR, dan kematian janin (IUFD). Secara ringkas, dokumen menjelaskan tentang definisi dan faktor risiko masing-masing kondisi, tanda dan gejala klinis, serta langkah-langkah pemeriksaan dan tindakan yang perlu dilakukan dalam manajemennya.
Perdarahan post partum adalah perdarahan melebihi 500 ml yang terjadi setelah bayi lahir.
Klasifikasi perdarahan post partum terbagi atas 2 :
Perdarahan post partum primer/dini (early postpartum hemorrhage) yang terjadi dalam 24 jam pertama, dan Perdarahan post partum sekunder/lambat (late postpartum hemorrhage)
Persalinan normal terdiri atas 4 kala, dimulai dengan pembukaan serviks sampai diameter 9-10 cm selama kala 1, keluarnya kepala janin selama kala 2, keluarnya tubuh selama kala 3, dan pengawasan pascapersalinan selama kala 4. Kepala janin melakukan fleksi dan putaran paksi dalam untuk melewati rongga panggul, diikuti oleh bahu dan tubuh.
Dokumen tersebut membahas tentang pemeriksaan fisik ibu nifas, yang meliputi penjelasan tentang perubahan fisiologi pada masa nifas, standar operasional prosedur pemeriksaan fisik, dan tanda-tanda bahaya yang dapat terjadi pada ibu nifas."
Dokumen tersebut membahas beberapa kondisi bawaan pada neonatus seperti labioskisis, atresia esofagus, atresia ani, Hirschprung, obstruksi billiaris, dan omfalokel. Secara garis besar dibahas mengenai definisi, etiologi, manifestasi klinis, diagnosa, dan penatalaksanaannya untuk masing-masing kondisi tersebut.
1. Dokumen tersebut membahas berbagai tindakan bantuan persalinan seperti sectio caesarea, embriotomi, dan komplikasi yang dapat terjadi beserta teknik penanganannya.
2. Beberapa komplikasi yang dijelaskan antara lain shoulder dystocia, janin meninggal, dan ruptur rahim pasca sectio.
3. Berbagai teknik seperti decapitasi, kleidotomi, eviserasi digunakan untuk menangani kondisi tersebut.
Gawat janin merupakan kondisi yang membahayakan bagi ibu dan janin yang disebabkan oleh hipoksia. Diagnosis dapat dilakukan melalui pengenalan tanda klinis, mekoneum hijau kental, pemantauan denyut jantung janin, atau pemeriksaan pH darah janin. Penting bagi tenaga medis untuk memahami dan menangani pasien sesuai prosedur standar.
Pemeriksaan umum, pemeriksaan khusus kebidanan dan pemeriksaan penunjang pada...Warung Bidan
Teks tersebut membahas tentang pemeriksaan yang dilakukan terhadap ibu bersalin untuk mengetahui kondisi kesehatannya, meliputi pemeriksaan umum, khusus, dan penunjang. Pemeriksaan umum melihat kondisi umum, vital, dan status presentasi ibu. Pemeriksaan khusus menilai kondisi janin dan persalinan ibu melalui pengukuran TFU, palpasi, dan pemeriksaan dalam. Pemeriksaan penunjang digunak
Dokumen tersebut membahas tentang manajemen persalinan pada kondisi prematuritas, postmatur, IUGR, dan kematian janin (IUFD). Secara ringkas, dokumen menjelaskan tentang definisi dan faktor risiko masing-masing kondisi, tanda dan gejala klinis, serta langkah-langkah pemeriksaan dan tindakan yang perlu dilakukan dalam manajemennya.
Perdarahan post partum adalah perdarahan melebihi 500 ml yang terjadi setelah bayi lahir.
Klasifikasi perdarahan post partum terbagi atas 2 :
Perdarahan post partum primer/dini (early postpartum hemorrhage) yang terjadi dalam 24 jam pertama, dan Perdarahan post partum sekunder/lambat (late postpartum hemorrhage)
Persalinan normal terdiri atas 4 kala, dimulai dengan pembukaan serviks sampai diameter 9-10 cm selama kala 1, keluarnya kepala janin selama kala 2, keluarnya tubuh selama kala 3, dan pengawasan pascapersalinan selama kala 4. Kepala janin melakukan fleksi dan putaran paksi dalam untuk melewati rongga panggul, diikuti oleh bahu dan tubuh.
Dokumen tersebut membahas tentang pemeriksaan fisik ibu nifas, yang meliputi penjelasan tentang perubahan fisiologi pada masa nifas, standar operasional prosedur pemeriksaan fisik, dan tanda-tanda bahaya yang dapat terjadi pada ibu nifas."
Dokumen tersebut membahas beberapa kondisi bawaan pada neonatus seperti labioskisis, atresia esofagus, atresia ani, Hirschprung, obstruksi billiaris, dan omfalokel. Secara garis besar dibahas mengenai definisi, etiologi, manifestasi klinis, diagnosa, dan penatalaksanaannya untuk masing-masing kondisi tersebut.
1. Dokumen tersebut membahas berbagai tindakan bantuan persalinan seperti sectio caesarea, embriotomi, dan komplikasi yang dapat terjadi beserta teknik penanganannya.
2. Beberapa komplikasi yang dijelaskan antara lain shoulder dystocia, janin meninggal, dan ruptur rahim pasca sectio.
3. Berbagai teknik seperti decapitasi, kleidotomi, eviserasi digunakan untuk menangani kondisi tersebut.
Gawat janin merupakan kondisi yang membahayakan bagi ibu dan janin yang disebabkan oleh hipoksia. Diagnosis dapat dilakukan melalui pengenalan tanda klinis, mekoneum hijau kental, pemantauan denyut jantung janin, atau pemeriksaan pH darah janin. Penting bagi tenaga medis untuk memahami dan menangani pasien sesuai prosedur standar.
Pemeriksaan umum, pemeriksaan khusus kebidanan dan pemeriksaan penunjang pada...Warung Bidan
Teks tersebut membahas tentang pemeriksaan yang dilakukan terhadap ibu bersalin untuk mengetahui kondisi kesehatannya, meliputi pemeriksaan umum, khusus, dan penunjang. Pemeriksaan umum melihat kondisi umum, vital, dan status presentasi ibu. Pemeriksaan khusus menilai kondisi janin dan persalinan ibu melalui pengukuran TFU, palpasi, dan pemeriksaan dalam. Pemeriksaan penunjang digunak
KB 3 Identifikasi Gangguan Psikologis dalam Kebidanan dan Penatalaksanaannyapjj_kemenkes
Modul ini membahas identifikasi dan penatalaksanaan gangguan psikologis dalam kebidanan, meliputi gangguan mental minor pada trimester I dan lanjut kehamilan, gangguan mental mayor dalam kehamilan, dan gangguan mental pada masa nifas. Gangguan-gangguan tersebut dapat berdampak pada janin dan perkembangannya.
Modul ini membahas tentang tindakan operatif kebidanan yang meliputi pengertian, tujuan, prinsip, dan syarat yang perlu diperhatikan. Juga membahas indikasi tindakan operatif pada fetus dan ibu seperti vakum ekstraksi, forsep ekstraksi, sectio cesarea, dan kuretase.
Gangguan ringan yang umum terjadi pada trimester pertama kehamilan meliputi mual dan muntah, pusing, sering buang air kecil, nyeri perut bagian bawah, dan nyeri punggung. Penyebabnya antara lain karena kenaikan hormon hCG, perubahan metabolik hati, dan faktor psikologis. Penatalaksanaannya meliputi mengatur pola makan, istirahat, minum air jahe, dan vitamin B6.
Dokumen tersebut membahas tentang depresi postpartum, yang merupakan gangguan emosional yang dialami wanita setelah melahirkan. Terdapat berbagai penyebab depresi postpartum seperti perubahan hormonal, faktor psikologis, dan dukungan sosial. Gejalanya bervariasi mulai dari kelelahan, gangguan mood, hingga gangguan tidur dan nafsu makan. Pencegahannya meliputi dukungan keluarga dan menghindari stresor psikos
Letak sungsang adalah letak janin dimana bagian bawahnya (bokong) menjadi bagian yang terlebih dahulu keluar saat persalinan. Penyebabnya antara lain ukuran janin, kehamilan ganda, kelainan rahim, dan posisi plasenta. Persalinan normal pada letak sungsang memiliki risiko terjadinya asfiksia pada janin. Koreksi posisi dapat dilakukan sebelum persalinan, namun persalinan secara caesar lebih
Dokumen tersebut membahas tentang sistem rujukan dalam pelayanan kesehatan di Indonesia. Sistem rujukan merupakan mekanisme kerja sama antar pelayanan kesehatan dimana tanggung jawab pasien atau masalah kesehatan dirujuk dari fasilitas yang kurang mampu ke fasilitas yang lebih mampu. Tujuan sistem rujukan adalah meningkatkan mutu, cakupan, dan efisiensi pelayanan kesehatan secara terpad
Dokumen tersebut membahas mengenai adaptasi psikologis ibu nifas, yang meliputi tiga fase adaptasi psikologis (taking in, taking on/hold, letting go), perubahan peran ibu, postpartum blues, depresi postpartum, psikosis postpartum, proses griefing, serta pentingnya pendekatan holistik dan deteksi dini gangguan kejiwaan oleh bidan selama masa nifas.
Tiga kalimat ringkasan dokumen tersebut adalah: Dokumen tersebut menjelaskan proses dan asuhan persalinan kala dua mulai dari tanda-tanda awal hingga kelahiran bayi beserta penatalaksanaannya oleh bidan, termasuk posisi meneran yang tepat dan tindakan pencegahan serta penanganan komplikasi.
Dokumen tersebut merupakan daftar 58 langkah asuhan persalinan normal yang mencakup tahapan sebelum, selama, dan sesudah persalinan. Langkah-langkah tersebut meliputi pengenalan gejala persalinan kala dua, persiapan peralatan dan obat, pemantauan pembukaan dan keadaan janin, bimbingan meneran, pertolongan kelahiran bayi, penanganan bayi baru lahir, penatalaksanaan persalinan kala tiga termas
Dokumen tersebut merupakan ringkasan 60 langkah persalinan normal yang mencakup tahapan persiapan, pemantauan, bantuan kelahiran bayi, penanganan bayi baru lahir, dan tindakan pasca persalinan. Langkah-langkah tersebut bertujuan untuk memastikan proses persalinan berjalan lancar dan aman bagi ibu dan bayinya.
Laporan Kasus RETENSIO PLASENTA oleh : dr. Rachel Sagrim (FK Uncen)dr. Rachel Sagrim
Beberapa faktor resiko yang dapat memperberat atau mempersulit kala III antara lain:
1. Faktor ibu (primipara, umur muda/tua, kurang gizi, hipertensi)
2. Faktor janin (prematur, makrosomia, kembar)
3. Faktor persalinan (persalinan dibantu, pendarahan dini, asfiksia janin)
4. Faktor plasenta (plasenta previa, plasenta akreta, vasa
Proses persalinan normal melibatkan empat tahap (kala), dimulai dari pembukaan serviks hingga pengeluaran plasenta dan selaput ketuban. Pada setiap tahap terjadi serangkaian gerakan janin untuk melewati panggul ibu, seperti fleksi, desensus, putar paksi, dan ekspulsi. Hormon dan faktor lain seperti kontraksi rahim, tekanan janin, dan elastisitas jalan lahir memungkinkan kelahir
1. Dokumen tersebut memberikan pedoman lengkap tentang persiapan, prosedur, dan pemantauan persalinan normal tanpa komplikasi.
2. Persalinan alami dipromosikan dengan pendekatan sayang ibu dan tidak intervensi kecuali diperlukan.
3. Peralatan, obat-obatan, dan formulir yang dibutuhkan tersedia lengkap untuk menangani persalinan maupun komplikasi.
Dokumen ini memberikan panduan tentang prosedur ekstraksi vakum yang meliputi persiapan pasien dan alat, penempatan mangkok vakum, traksi kepala bayi, dan penanganan komplikasi.
Dokumen tersebut membahas mengenai indikator cedera jantung atau cardiac marker yang digunakan untuk mengevaluasi fungsi jantung, terutama dalam konteks infark miokardium. Beberapa cardiac marker yang disebutkan adalah enzim seperti CK, AST, LDH, mioglobin, dan tropinin, serta bukan enzim seperti CRP dan GPBB. Dokumen tersebut juga menjelaskan waktu peningkatan dan puncak masing-masing marker, serta kondisi medis yang d
Dokumen tersebut membahas tentang kelainan pada pembuluh darah dan limfe. Terdapat kelainan kongenital pada arteri seperti hipoplasia aorta ascendens dan anomali lengkung aorta. Juga dibahas tentang penyakit degeneratif seperti aterosklerosis, arteriosklerosis, dan komplikasinya seperti iskemia. Selain itu dibahas pula tentang tumor pembuluh darah dan limfe.
Dokumen tersebut membahas berbagai penyakit jantung, di antaranya penyakit jantung koroner yang terjadi sebagai akibat arteriosklerosis pada arteri koroner, hipertensi jantung yang ditandai dengan hipertrofi ventrikel kiri akibat hipertensi sistemik berkelanjutan, penyakit jantung rematik yang terkait dengan infeksi streptokokus, dan penyakit jantung bawaan seperti defek septum ventrikel.
Dokumen tersebut membahas tentang disentri, suatu penyakit radang usus yang ditandai dengan diare berdarah. Disentri disebabkan oleh bakteri seperti Shigella dan protozoa seperti Entamoeba histolytica. Gejalanya berupa diare berdarah disertai demam dan nyeri perut. Diagnosa didasarkan pada pemeriksaan tinja sedangkan penatalaksanaannya meliputi pemberian cairan dan antibiotika.
Persalinan normal terdiri dari 4 tahapan, dimulai dari pembukaan serviks hingga keluarnya bayi dan plasenta. Tahap pertama melibatkan pembukaan serviks, tahap kedua pengeluaran kepala bayi, tahap ketiga pengeluaran tubuh bayi, dan tahap keempat pengeluaran plasenta. Proses ini melibatkan kontraksi rahim dan pergerakan kepala bayi di dalam pelvis ibu untuk memfasilitasi keluarnya
Dokumen tersebut membahas tentang hipertensi dalam kehamilan (HDK) yang merupakan salah satu penyebab kematian ibu bersalin. HDK dapat berupa preeklampsia, eklampsia, atau hipertensi kronis. Preeklampsia ditandai dengan timbulnya hipertensi dan proteinuria setelah kehamilan 20 minggu, sedangkan eklampsia ditandai dengan kejang yang menyertai preeklampsia. Pengobatan HDK berfokus pada penceg
Dokumen tersebut membahas tentang perdarahan antepartum yang mencakup dua kondisi utama yaitu plasenta previa dan solusio plasenta. Plasenta previa adalah kondisi dimana plasenta berimplantasi terlalu rendah sehingga menutupi atau berdekatan dengan mulut rahim. Solusio plasenta adalah pelepasan sebagian atau seluruh permukaan plasenta sebelum waktunya. Kedua kondisi dapat menyebabkan
Dokumen tersebut membahas berbagai penyakit infeksi yang dapat terjadi pada ibu hamil beserta standar penanganannya, seperti toxoplasmosis, trichomonas vaginalis, candidiasis, malaria, amoebiasis, ascariasis, infeksi cacing, HIV/AIDS, influenza, hepatitis, dan herpes simpleks.
Kanker serviks adalah tumor ganas yang tumbuh di leher rahim. Biasanya menyerang wanita berusia 35-55 tahun dan disebabkan oleh infeksi HPV. Gejala umumnya berupa perdarahan, nyeri, dan keputihan. Diagnosa didasarkan pada biopsi jaringan serviks, sedangkan pengobatannya meliputi bedah, radioterapi, dan kemoterapi. Prognosis tergantung stadium penyakit.
Dokumen tersebut membahas tentang abortus dan penanganannya. Terdapat definisi abortus, jenis-jenisnya beserta gejala, faktor penyebab, patofisiologi, diagnosa diferensial, komplikasi, dan penanganan operatif seperti pengeluaran secara digital dan kuretase.
4. Tindakan ginekologi operatif untuk
mengakhiri kehamilan pada usia kehamilan
kurang dari 20 minggu disebut sebagai
aborsi yang dikerjakan melalui tindakan
kuretase tanpa atau disertai dengan dilatasi
kanalis servikalis terlebih dulu ( D & C ).
5. 1. Menghentikan perdarahan pervaginam pada
peristiwa abortus spontan
2. Kematian janin intra uterine
3. Kelainan kongenital berat yang menyebabkan
gangguan anatomis atau gangguan mental hebat
4. Mola hidatidosa
5. Kelainan medik yang menyebabkan seorang
wanita tidak boleh hamil:
◦ Penyakit jantung,
◦ Penyakit hipertensi yang berat,
◦ Carcinoma cervix invasif
6. [Psikososial misalnya pada korban perkosaan
atau “incest” yang menjadi hamil]
7. [Kegagalan kontrasepsi]
6. Anamnesa – pemeriksaan & penentuan
indikasi
Penjelasan mengenai prosedur pelaksanaan
tindakan – manfaat dan komplikasi yang
mungkin terjadi
Kontrasepsi yang akan digunakan setelah
tindakan
Persetujuan tertulis suami dan istri (informed
consent)
7. Tehnik Dilatasi :
[ bila belum ada dilatasi ]
Dilatasi dengan batang laminaria.
◦ Pemasangan laminaria dalam kanalis servikalis
◦ 12 – 18 jam kemudian kalau perlu dilanjutkan
dengan infus oksitosin sebelum kuretase
Dilatasi dengan dilatator hegar
terbuat dari logam dari berbagai ukuran (0.5 cm -1.0
cm)
8. 1. Pasien pada posisi Lithotomi
2. Bersihkan vulva dengan cairan antiseptik
3. [kosongkan VU] dan lakukan PD ulang untuk
menentukan posisi – besar dan arah uterus
dan keadaan adneksa
4. Berikan Pethidine im / iv
5. Lakukan blok paraservikal
6. Pasang spekulum dan jepit bibir depan
portio dengan 1 atau 2 buah cunam servik.
9. 7. Tentukan arah dan kedalam uterus
dengan menggunakan sonde
Pemasukan sonde dilakukan dengan
hati - hati agar tidak terjadi
perforasi
8. Bila perlu dilakukan dilatasi dengan
dilatator Hegar
9. Jaringan sisa kehamilan yang besar
diambil terlebih dulu dengan cunam
abortus
10.
11. 10. Sendok kuret dipegang diantara ujung jari
dan jari telunjuk tangan kanan (hindari
cara memegang sendok kuret dengan cara
menggenggam), sendok dimasukkan ke
kedalam uterus dalam posisi mendatar
dengan lengkungan yang menghadap
atas.
12.
13.
14.
15.
16. Ekstraksi Vakum
adalah tindakan obstetrik
operatif untuk
melahirkan kepala janin
dengan menggunakan
“mangkuk hampa udara”
yang ditempelkan pada
kulit kepala janin dari
seorang parturien yang
masih memiliki tenaga
meneran.
17. Mempersingkat kala II pada keadaan :
◦ Ibu tidak boleh meneran terlalu lama pada kala II
akibat kondisi obstetri tertentu (pre eklampsia
berat, anemia, diabetes mellitus, eklampsia)
Kondisi obstetri tertentu :
◦ Riwayat SC
◦ Kala II memanjang
Maternal distress pada kala II
Gawat janin pada kala II dengan syarat :
◦ Perjalanan persalinan normal
◦ Fasilitas sectio caesar sudah siap
18. Disproporsi sepalo-pelvik .
Operator tidak dapat mengenali denominator
dengan baik
Operator tidak kompeten untuk melakukan
ekstraksi vakum.
Kelainan letak :
◦ Presentasi Muka
◦ Letak Dahi
◦ Presentasi Lintang
◦ “After coming head” pada presentasi sungsang
19. 1.Pasca pengambilan sediaan darah dari kulit kepala janin.
2. Prematuritas <36 minggu
Kecuali pada persalinan gemelli anak ke II dimana persalinan
hanya memerlukan traksi ringan akibat sudah adanya dilatasi
servix dan vagina.
Dikhawatirkan terjadi trauma intrakranial, perdarahan
intrakranial , ikterus neonatorum berat.
3. IUFD
tidak dapat terbentuk kaput.
Pada janin maserasi, kranium sangat lunak sehingga
pemasangan mangkuk menjadi sulit.
4. Kelainan kongenital janin yang menyangkut kranium :
anensephalus
20. Cawan penghisap ( cup )
Terdiri dari 3 ukuran :
◦ 50 mm
◦ 60 mm
◦ 70 mm
Botol penghisap
Pompa penghisap
21. Janin diperkirakan dapat lahir pervaginam.
Pembukaan sekurang - kurangnya 7 cm (
idealnya adalah dilatasi lengkap ).
Penurunan kepala > station 0 ( idealnya
adalah setinggi Hodge III + )
Selaput ketuban negatif.
Harus ada kekuatan meneran ibu dan
kontraksi uterus (HIS )
22. Membuat suatu
caput succadeneum
artifisialis dengan
cara memberikan
tekanan negatif
pada kulit kepala
janin melalui alat
ekstraktor vakum.
23. Setelah persiapan operator dan atau pasien
selesai serta peralatan sudah dipersiapkan
dengan baik.
Labia dibuka dengan ibu jari dan jari telunjuk
tangan kiri dari arah atas.
Cawan penghisap yang sudah dilumuri dengan
jelly dimasukkan jalan lahir secara miring dengan
menghindari urethra dan klitoris.
Cawan penghisap diputar 900 dan ditempatkan
tepat pada permukaan kulit kepala dengan posisi
menjauhi ubun-ubun besar.
Buat tekanan vakum dalam cawan penghisap
dengan memompa sampai 0.2 kg/cm2 sebagai
tekanan awal.
24. Pastikan bahwa cawan penghisap terpasang
dengan baik dan tidak ada bagian jalan lahir
atau sisa selaput amnion yang ikut terjepit
Setelah 2 menit, naikkan tekanan negatif
sampai 0.7 – 0.8 kg/cm2 dengan kecepatan
0.2 kg/cm2 setiap 2 menit.
Penilaian ulang untuk melihat adanya bagian
jalan lahir yang terjepit.
25. Traksi percobaan
untuk melihat apakah
ekstraksi vakum sudah
berfungsi dengan baik.
Traksi sesuai dengan
derajat desensus
sampai lahirnya kepala
janin.
Cawan penghisap
dilepas dan sisa tubuh
anak dilahirkan dengan
cara sebagaimana
lazimnya.
26. Cawan penghisap terlepas lebih dari 3 kali saat
melakukan traksi :
◦ Tenaga vakum terlampau rendah (seharusnya -0.8
kg/cm2) oleh karena kerusakan pada alat atau
pembentukan caput succedaneum yang terlampau cepat
( < 0.2 kg/cm2 per 2 menit)
◦ Terdapat selaput ketuban atau bagian jalan lahir yang
terjepit diantara cawan penghisap dengan kepala anak.
◦ kedua tangan penolong tidak bekerja secara harmonis,
traksi dengan arah yang tidak tegak lurus dengan
bidang cawan penghisap atau traksi dilakukan dengan
tenaga yang berlebihan.
◦ gangguan pada imbang sepalopelvik (CPD)
Setelah dilakukan traksi selama 30 menit, janin
belum dapat dilahirkan.
27. Pada Ibu :
Perdarahan
Infeksi jalan lahir
Trauma jalan lahir
28. Pada anak :
Ekskoriasi dan nekrosis kulit kepala
Cephal hematoma
Subgaleal hematoma
Perdarahan intrakranial
Perdarahan subconjuntiva, perdarahan retina
Fraktura klavikula
Distosia bahu
Cedera pada syaraf cranial ke VI dan VII
Erb paralysa
Kematian janin
29.
30. Cunam ( forcep ) ditemukan dalam beberapa
bentuk dan ukuran.
Bentuk umum :
◦ Terdiri dari satu pasang sendok
◦ Pemasangan sendok dilakukan terpisah
◦ Sendok :
Daun sendok : Solid atau Berlubang ( fenestrated )
Tangkai sendok : Terbuka atau Tertutup
◦ Kunci Pegangan 2
31. Sendok memiliki 2 lengkungan:
Lengkungan kepala
Lengkungan panggul
Klasifikasi :
Cunam Tinggi
Cunam Tengah
Cunam rendah
Cunam Out-let
32.
33. Indikasi Ibu :
Penyakit jantung
Edema paru akut
Infeksi intrapartum
Ruptura Uteri Iminen
PE – Eklampsia
Kelelahan kala II
Kala II memanjang
34. Indikasi anak :
Detik jantung abnormal
Prolap talipusat dengan kepala sudah didasar
panggul
35. Engagemen [ + ]
Janin pada letak belakang kepala atau letak muka
[mentoanterior] atau „after coming head‟ pada
letak sungsang
Posisi janin dalam jalan lahir diketahui dengan
jelas
Dilatasi servik lengkap
Ketuban [ - ], atau sebelum pemasangan ketuban
sudah dipecahkan
CPD [ - ] & kemungkinan persalinan pervaginam [
+]
Kepala janin dapat dicekap dengan baik
36. Terdapat kontra-indikasi terjadinya persalinan
pervaginam.
Pasien menolak tindakan ekstraksi cunam
obstetrik.
Dilatasi servik belum lengkap.
Presentasi dan posisi kepala janin tidak dapat
ditentukan dengan jelas.
Kegagalan ekstraksi vakum.
Fasilitas pemberian analgesia yang memadai
tidak ada.
Fasilitas peralatan dan tenaga pendukung yang
tidak memadai.
Operator tidak kompeten.
37. Persiapan pemasangan
Pemasangan sendok kiri
Pemasangan sendok kanan
Penguncian
Pemeriksaan ulangan
Traksi percobaan
Traksi definitif
Melahirkan kepala dan tubuh janin
38. Pasien dalam posisi
lithotomi
Operator berdiri
didepan pasien
Operator memegang
cunam yang terkunci
dan membayangkan
letak dan posisi
cunam dalam jalan
lahir
39. Tangkai sendok kiri dipegang dengan tangan kiri
seperti memegang pensil, gagang dan tangkai
cunam dalam kedudukan tegak lurus didepan
vulva
Dua (atau lebih) jari tangan kanan dimasukkan
pada sisi kiri belakang vulva dan ditempatkan
antara samping kepala anak dengan jalan lahir
Ujung daun sendok dimasukkan vagina antara
kepala anak dengan sisi palmar jari-jari tangan
kanan operator ;
dengan dorongan ibu jari tangan kanan dan
tuntunan jari-jari tangan kanan melalui gerakan
horisontal daun sendok kiri ditempatkan
disamping kiri kepala anak
40. Dengan cara yang
sama , daun sendok
kanan ditempatkan
disamping kanan
kepala anak
41. Bilamana perlu ,
dilakukan reposisi
sendok untuk
memungkinkan
penguncian cunam
Dilakukan
penguncian tanpa
penyilangan tangkai
cunam
42. ◦ Apakah daun cunam sudah terpasang dengan
benar
◦ Apakah ada bagian dari jalan lahir atau bagian
tubuh anak yang terjepit
43. Tangan kiri mencekap
cunam diatas kunci
dan jari telunjuk
tangan kanan
digunakan untuk
mengetahui apakah
kepala ikut tertarik
saat dilakukan traksi
percobaan
44. ArahTraksi :
◦ Cunam tengah, arah tarikan awal adalah traksi
curam bawah
◦ Cunam Rendah, arah traksi awal adalah horisontal
dan kemudian elevasi keatas
◦ Cunam out-let, arah traksi adalah elevasi sedikit
kearah atas
48. Keunggulan ekstraktor vakum dibandingkan
ekstraksi cunam:
Tehnik pelaksanaan relatif lebih mudah
Tidak memerlukan anaesthesia general
Ukuran yang akan melewati jalan lahir tidak
bertambah (cawan penghisap tidak
menambah ukuran besar bagian anak yang
akan melwati jalan lahir)
Trauma pada kepala janin relatif rendah
49. Kerugian ekstraktor vakum dibandingkan ekstraksi
cunam:
Proses persalinan membutuhkan waktu yang
lebih lama.
Tenaga traksi pada ekstraktor vakum tidak
sekuat ekstraksi cunam.
Pemeliharaan instrumen ekstraktor vakum lebih
rumit.
Ekstraktor vakum lebih sering menyebabkan
icterus neonatorum.
50. Berbagai rekomendasi berkaitan dengan tindakan ekstraksi
vakum :
Klasifikasi persalinan dengan ekstraksi vakum hendaknya
menggunakan klasifikasi yang sama dengan ekstraksi
cunam.
Indikasi dan kontraindikasi yang dipakai dalam ekstraksi
cunam hendaknya juga digunakan pada ekstraksi vakum.
Ekstraksi vakum tidak boleh dilakukan pada kepala yang
masih belum engage atau diatas station 0.
Operator hendaknya memiliki pengalaman yang cukup
dalam menggunakan peralatan ekstraksi vakum.
Operator harus segera menghentikan usaha persalinan
pervaginam dengan ekstraksi vakum bila cawan penghisap
terlepas sampai 3 kali saat melakukan traksi.
51.
52. Suatu persalinan buatan, dimana janin
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding
perut dan dinding rahim dengan syarat rahim
dalam keadaan utuh serta berat janin di atas
1000 gram.
54. 1. Seksio sesarea Klasik
insisi memanjang pada korpus uteri, kira-kira
sepanjang 10 cm.
2. Seksio sesarea transperitoneal profunda
(supra cervicalis = lower segmen caesarean
section)
dengan insisi pada segmen bawah rahim.
3. Seksio sesarea diikuti dengan histerektomi
(caesarean hysterectomy = seksio histerektomi).
4. Seksio sesarea ekstraperitoneal
tanpa membuka peritonium parietalis, dengan
demikian tidak membuka kavum abdominal.
5. Seksio sesarea vaginal.
55. Seksio sesarea primer (elektif).
Dari semula telah direncanakan bahwa janin akan dilahirkan
secara seksio sesarea, tidak diharapkan lagi kelahiran biasa,
misalnya pada panggul sempit (CV < 8 cm).
Seksio sesarea sekunder.
Dalam hal ini kita bersikap mencoba menunggu kelahiran
biasa (partus percobaan), bila tidak ada kemajuan persalinan
atau partus percobaan gagal, baru dilakukan seksio sesarea.
Seksio sesarea ulang (repeat caesarean section).
Ibu pada kehamilan yang lalu mengalami seksio sesarea
(previous caesarean section) dan pada kehamilan selanjutnya
dilakukan seksio sesarea ulang.
56. Seksio sesarea histerektomi (caesarean section
hysterectomy).
Adalah suatu operasi dimana setelah janin
dilahirkan dengan seksio sesarea, langsung
dilakukan histerektomi oleh karena sesuatu
indikasi.
Operasi Porro (Porro operation).
Adalah suatu operasi tanpa mengeluarkan janin
dari kavum uteri (tentunya janin sudah mati), dan
langsung dilakukan histerektomi, misalnya pada
keadaan infeksi rahim yang berat.
57. Indikasi ibu
Panggul sempit absolut.
Tumor-tumor jalan lahir yang menimbulkan
obstruksi.
Stenosis serviks / vagina.
Plasenta previa.
Disproporsi sefalopelvik.
Ruptura uteri membakat.
Partus lama (prolonged labor).
Partus tak maju (obstructed labor).
Distosia serviks.
Pre-eklamsi dan hipertensi.
58. Indikasi janin
Kelainan letak (letak lintang, letak bokong,
presentasi dahi dan muka, presentasi rangkap,
gemeli).
Gawat janin.
Pada umumnya seksio sesarea tidak dilakukan
pada:
Janin mati.
Syok, anemia berat, sebelum diatasi.
Kelainan kongenital berat (monster)
59. 1. Mula-mula dilakukan desinfeksi pada dinding perut dan
lapangan operasi dipersempit dengan kain suci hama.
2. Pada dinding perut dibuat insisi mediana mulai dari atas
simfisis sepanjang ± 12 cm sampai di bawah umbilikus lapis
demi lapis sehingga kavum peritoneal terbuka.
3. Dalam rongga perut di sekitar rahim dilingkari dengan kasa
laparotomi.
4. Dibuat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen atas
rahim (SAR), kemudian diperlebar secara sagital dengan
gunting.
5. Setelah kavum uteri terbuka, selaput ketuban dipecahkan.
Janin dikeluarkan dengan meluksir kepala dan mendorong
fundus uteri. Setelah janin lahir seluruhnya, tali pusat dijepit
dan dipotong di antara kedua penjepit.
60. 6. Plasenta dilahirkan secara manual. Disuntikkan 10 U
oksitosin ke dalam rahim secara intra mural.
7. Luka insisi SAR dijahit kembali.
Lapisan I: endometrium bersama miometrium dijahit
secara jelujur dengan benang catgut khromik.
Lapisan II: hanya miometrium saja dijahit secara simpul
(berhubung otot SAR sangat tebal) dengan catgut
khromik.
Lapisan III: perimetrium saja, dijahit secara simpul
dengan benang catgut biasa.
8. Setelah dinding rahim selesai dijahit, kedua adneksa
dieksplorasi.
9. Rongga perut dibersihkan dari sisa-sisa darah dan
akhirnya luka dinding perut dijahit.
61. 1. Bila terjadi kesukaran dalam memisahkan
kandung kencing untuk mencapai segmen
bawah rahim, misalnya karena adanya
perlekatan-perlekatan akibat pembedahan
seksio sesarea yang lalu, atau adanya
tumor-tumor di daerah segmen bawah
rahim.
2. Janin besar dalam letak lintang.
3. Plasenta previa dengan insersi plasenta di
dinding depan segmen bawah rahim.
62. Mengeluarkan janin lebih cepat.
Tidak mengakibatkan komplikasi kandung
kemih tertarik.
Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau
distal.
63. Infeksi mudah menyebar secara
intraabdominal karena tidak ada
reperitonealisasi yang baik.
Untuk persalinan berikutnya lebih sering
terjadi ruptura uteri spontan.
64. Desinfeksi lapangan operasi dan ditutup dengan
kain suci hama.
Insisi dinding perut lapis demi lapis sampai
kavum peritoneal terbuka.
Dibuat bladder flap, yaitu dengan menggunting
peritoneum kandung kencing di depan SBR
secara melintang. Peritoneum kandung kencing
ini disisihkan secara tumpul ke arah samping dan
bawah dan kandung kencing yang disisihkan
dilindungi dengan spekulum kandung kencing
65. Dibuat insisi pada SBR 1 cm di bawah irisan
peritoneum kandung kencing.
selaput ketuban dipecahkan.
Janin dilahirkan dengan meluksir kepala
kemudian tali pusat dijepit dan dipotong.
Plasenta dilahirkan.
Kontrol perdarahan dan kontaksi.
Evaluasi kedua adnexa dan bersihkan kavum
abdomen.
Dinding perut dijahit lapis demi lapis.
66.
67.
68.
69.
70. Infeksi puerperal (nifas).
◦ Ringan; dengan kenaikan suhu beberapa hari saja.
◦ Sedang; dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi,
disertai dehidrasi dan perut sedikit kembung.
◦ Berat; dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik.
Hal ini sering kita jumpai pada partus terlantar,
dimana sebelumnya telah terjadi infeksi intrapartal
karena ketuban yang telah pecah terlalu lama.
Penanganannya adalah dengan pemberian cairan,
elektrolit dan antibiotika yang adekuat dan tepat.
71. Perdarahan
◦ banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
◦ atonia uteri
◦ perdarahan pada placental bed
Luka kandung kemih, emboli paru dan
keluhan kandung kemih bila reperitonialisasi
terlalu tinggi.
Kemungkinan ruptura uteri spontan pada
kehamilan mendatang.
72. Angka kematian ibu pada rumah-rumah sakit
dengan fasilitas operasi yang baik dan oleh
tenaga-tenaga yang cekatan adalah kurang
dari 2 per 1000.
Nasib janin yang ditolong secara seksio
sesarea sangat tergantung dari keadaan janin
sebelum dilakukan operasi.
Menurut data dari negara-negara dengan
pengawasan antenatal yang baik dan fasilitas
neonatal yang sempurna, angka kematian
perinatal sekitar 4-7 %.
73. Histerektomi dalam kebidanan dapat dilakukan
sesudah :
a. Seksio Sesarea
b.Persalinan Pervaginam
c. Terjadi ruptura uteri