Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
1. 33020210012_Nola Aura Suci.pdf
1. 1
“Tinjauan Penggunaan Bom Bunuh Diri Sebagai Bentuk Jihad Menurut Perspektif
Fiqh Jinayah”
Nola Aura Suci
33020210012
Prodi Hukum Ekonomi Syariah
nolaaura46@gmail.com
Abstrak:
Peristiwa bom bunuh diri yang sekarang mulai merebak dibeberapa negara seperti
Palestina, Arab Saudi, Irak, Suria, dan bahkan di Indonesia. Bom bunuh diri adalah alat yang
menghasilkan ledakan yang mengeluarkan energi secara besar dan cepat yang digunakan
seseorang yang merasa teramcam pada saat perang karena hanya memiliki kekuatan kecil untuk
mempertahankan diri. Seseorang yang menggunakan bom bunuh diri tersebut beralasan bahwa
tindakan ini merupakan bagian dari jihad. Masalahnya dalam perspektif hukum Islam,
kemudian muncul sebab yang melakukan pengeboman ikut terbunuh dan realitanya ia
membunuh diri sendiri, semestara dalam Islam dilarang melakukan tindakan bunuh diri.
Perilaku penggunaan bom bunuh diri tersebut merupakan tindakan terkutuk dan tidak ada
dalam ajaran agama sehingga aksi bom bunuh diri tersebut bukan bagian dari istishadiya atau
amalan jihad.
Kata kunci: Bom bunuh diri, Jihad, Perspektif hukum Islam
Abstrack:
Suicide bombings that are now starting to spread in several countries such as Palestine,
Saudi Arabia, Iraq, Syria, and even in Indonesia. Suicide bombings are tools that produce
explosions that expend energy in large and fast manner that are used by someone who feels
threatened in times of war because it has little power to defend itself. Someone who used the
suicide bombings reasoned that this action was part of jihad. The problem in the perspective
of Islamic law then arises because the one who carried out the bombings was also killed and
in reality he killed himself, While in Islam it is forbidden to commit suicide. The behavior of
2. 2
using suicide bombings is an act of condemnation and does not exist in religious teachings, So
suicide bombings are not part of istishadiya or the practice of jihad.
Keyword: Suicide bombings, Jihad, Perspective of Islamic law
PENDAHULUAN
Salah satu ajaran agama Islam yang langsung ditunjukan Allah melalui Qur’an adalah
ajaran tentang jihad. Ajaran ini juga cukup banyak mendapat respons dari hadits Rasulullah
dan ijtihad para ulama. Dalam ilmu fiqh, ajaran jihad mendapat perhatian khusus dari para
fukaha, hampir dalam setiap buku-buku fiqih ditemukan pembahasan jihad secara rinci.
Didalam syariat Islam, jihad sangat penting. Jihad ketika dipisahkan dari ajaran Islam
akan mengakibatkan dampak negatif. Islam akan menjadi statis, tidak mampu merespon segala
perkembangan zaman. Yusuf Qardhawi menyebutkan tanpa jihad, penjaga umat akan ternodai
dan darah generasinya akan menjadi semurah-murah tanah.1
Ungkapan tersebut dimaksudkan
agar syari’at tentang jihad tidak dipisahkan dari ajaran Islam.
Jihad seperti dua mata pisau, jika diterapkan sesuai maka dampak positif yang sangat
besar akan diperolehnya. Namun, Jihad yang disalahpahami mengakibatkan Islam dipandang
sebagai agama peperangan, sehingga memperburuk citra Islam.2
Jihad dipahami sebagai
kewajiban setiap muslim untuk menegakkan kalimat Allah di muka bumi ini melalui kekuatan
dan perang. Akibatnya, kaum muslim yang rela dijadikan sebagai mortir untuk melakukan
perang atas nama agama.3
Kenyataannya sekarang berbagai kasus anarkisme hingga terorisme yang dilakukan
oleh sebagian kelompok orang Islam yang melakukan penyerangan dengan ikut mengorbankan
diri ke dalam aksinya tersebut. Hal ini dilakukan atas nama agama (Islam) dengan pembenaran
aksinya dari anjuran untuk melakukan jihad.
Di dalam negeri, aksi penyerangan dengan mengorbankan diri (bunuh diri) yang
mengatas namakan jihad terus berkembang. Mulai dari tragedi yang paling menggemparkan
1
Yusuf Qardhawi, Fiqih Jihad: Sebuah Karya Monumental Terlengkap Tentang Jihad Menurut Al-Qur'an dan
Sunnah, terj. Irfan Maulana Hakim. Bandung: Mizan, 2010, h. xiv.
2
Haji Agus Salim. 2004. Tentang Perang, Jihad, dan Pluralisme, St. Sularto (ed.), Jakarta: Gramedia, h. 59.
3
Muhammad Asfar, dkk. 2003. Islam Lunak Islam Radikal Pesantren, Terorisme dan Bom Bali. Surabaya: JP
Press, h. 62-63.
3. 3
yaitu bom Bali I dan bom Bali II yang merenggut nyawa warga sipil tidak hanya dari pihak
non-muslim akan tetapi juga dari muslim.
Di Indonesia kemudian muncul istilah “pengantin” yaitu orang yang telah siap untuk
melakukan aksi bunuh diri menggunakan bom yang bertujuan untuk melakukan “jihad”.
Penggunaan istilah pengantin merupakan bentuk motivasi bagi pelaku bunuh diri, disaat
dirinya meninggal dalam penyerang tersebut, sejak itulah pernikahannya berlangsung dengan
para bidadari yang dijanjikan di surga.
Menanggapi aksi jihad dengan mengorbankan diri, Para ulama ada yang membolehkan
dan ada pula yang melarangnya. Sebagian berpendapat, tindakan bunuh diri selagi ada
kesengajaan membunuh dirinya sendiri sekalipun juga mengakibatkan orang kafir musuh ikut
terbunuh, tidaklah berbeda dengan bunuh diri biasa yang hukumnya haram. Sehingga tidak
dapat dikategorikan mati syahid. Pendapat yang membolehkan, karena tindakan yang
dilakukan oleh seseorang dalam rangka jihad untuk membela agama atau tindakan dalam
mempertahankan kehormatan bangsa dan Negara.4
Adapun Imam Samudra memilih tentang
kebolehan aksi bunuh diri atau Istisyhad, walaupun dengan dugaan kuat bahwa pelaku akan
terbunuh dalam operasi yang dilakukannya terebut.
Alasan mengapa sebagian umat Islam bersedia melakukan tindakan semacam itu adalah
permasalahan yang sesegera mungkin dicarikan solusinya. Oleh karenanya apakah pemahaman
dan perjuangan melalui mengorbankan diri hingga mati merupakan bagian dari jihad
fisabilillah.
Atas dasar itulah penulis tertarik untuk membahas pemaknaan jihad. Selain itu juga
akan membahas mengenai bagaimana hukum bunuh diri yang digunakan alasan dalam berjihad
dilihat dalam perspektif hukum pidana Islam berdasarkan sumber-sumber hukum islam dan
juga untuk mengetahui apakah jihad dengan jalan aksi bunuh diri ini sesuai dengan kriteria
jihad yang dibenarkan oleh syariat Islam. Oleh karena itu, penulis berupaya melakukan riset
untuk membuat artikel yang diberi judul “Tinjauan Penggunaan Bom Bunuh Diri Sebagai
Bentuk Jihad Menurut Perspektif Fiqh Jinayah”.
4
Luthfi Assyaukani. 1998. Politik, HAM, dan isu-isu teknologi dalam fikih kontemporer. Bandung: Pustaka
Hidayah, h. 11.
4. 4
PEMBAHASAN
Jihad
Kata jihad (al-jihad), dalam bentuk kata masdar berasal dari akar kata juhdu dan jahdu
yang berarti: kekuatan, kemampuan, kesulitan, kelelahan, dan kata jihad juga adalah bentuk
masdar dari kalimat jahada-yajhadu, yang mempunyai arti berusaha mengabiskan segala daya
kekuatan, baik berupa perkataan maupun perbuatan.5
Sedangkan menurut istilah (terminology)
syar`i kata jihad berarti Suatu usaha optimal untuk memerangi orang-orang kafir.
Kata jihad dalam Al-Qur’an mengandung beberapa pengertian yang dijelaskan dalam
Q.S Al-Furqan ayat 52, Q.S Al-Ankabut ayat 69, Q.S Al-Ankabut ayat 6 dan8, serta Q.S At-
Taubah ayat 41. Berdasarkan beberapa ayat tersebut, jelas bahwa di dalam Al-Quran, berjihad
tidak hanya digunakan untuk satu pengertian saja, namun digunakan untuk beberapa pengertian
yang mengandung makna sebagai tabligh, dakwah, pemaksanaan, kesungguhan ataupun
peperangan.
Ada beberapa pengertian jihad yang dikemukakan para tokoh diantaranya, menurut
Ragib al-Isfahani makna praktis jihad menjadi 3 bentuk, yaitu: 1) Berjuang keras melawan
musuh yang nyata, 2) berjuang keras melawan setan, dan 3) berjuang keras melawan hawa
nafsu.6
Sedangkan menurut Wahbah Zuhailiy dalam al-Fiqhul Islami wa’Adillatuhu seorang
mufasir kontemporer menafsirkan jihad dengan mengerahkan segenap kemampuan untuk
memerangi kaum kafir dan berjuang melawan mereka dengan jiwa, harta, dan lisan mereka
Para ulama fikih (fuqaha) mengartikan jihad yang berbeda-beda, antara lain:
1. Madzab Hanafi: Menurutnya jihad dalam perang hanya dapat dilakukan ketika umat Islam
dalam keadaan terdesak atau diserang (jihad mempertahankan diri).
2. Madzab Maliki: Makna Jihad diperuntukkan kepada orang-orang muslim yang memerangi
orang-orang kafir yang tidak terikat dalam perjanjian menegakkan ajaran Allah Swt.
3. Madzab Syaafi’i: Jihad adalah perang sebagaimana yang dinyatakan oleh imam Nawawi
“jihad itu adalah perang”, namun tetap mengikuti situasi dan kondisi yang mengitari umat
Islam.
5
Ansari Yamama. 2017. Fatwa Jihad dalam Tinjauan Hukum Islam dan Hukum Positif. Depok: Prenadamedia,
hal. 124.
6
Ansari Yamama. 2017. Fatwa Jihad dalam Tinjauan Hukum Islam dan Hukum Positif. Depok: Prenadamedia,
hal. 125.
5. 5
4. Madzab Hanbali: Jihad artinya memerangi orang-orang kafir, jihad juga berarti perang dan
mengerahkan kemampuan untuk menegakkan kalimat Allah.7
Menurut fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 3 tahun 2004 tentang Terorisme
mengartikan jihad dengan dua pengertian yaitu:
1. Segala usaha dan upaya sekuat tenaga serta kesediaan untuk menanggung kesulitan di
dalam memerangi dan menahan agresi musuh dalam segala bentuknya. Jihad dalam
pengertian ini juga disebut al-qital atau al-harb.
2. Segala upaya sungguh-sungguh dan berkelanjutan untuk menjaga dan meninggikan agama
Allah (li I’laai kalimatillah).
Melihat dari perintah jihad dan bentuk pelaksanaan jihad, Ibnu Qoyyimal-Jauziyah
membagi jihad menjadi empat tingkatan antara lain yaitu:
a. Jihad melawan hawa nafsu (jihad an-nafs).8
b. Jihad melawan setan (jihad asy-syaitan).
c. Jihad melawan orang-orang kafir (jihad al-kaffar) dan munafik (jihad almunafiqin).
d. Jihad melawan orang-orang yang berbuat zalim, kemungkaran dan bid’ah.
Jihad yang disebutkan dalam kitabullah dan As-Sunnah dapat digolongkan menjadi
lima jihad, yaitu:
a. Jihad dengan lisan (Jihad bil Lisan)
b. Jihad dengan pengajaran dan pendidikan (Jihad at-ta’lim)
c. Jihad dengan kekuatan tangan/kekuasaan (Jihad bilyad)
d. Jihad politik (Jihad as-siyasah) dan
e. Jihad harta (jihad bil-maal)
Tujuan pokok jihad dalam Islam adalah menghambakan manusia kepada Allah swt.
seutuhnya, dan menggiring manusia dari penghambaan makhluk kepada penghambaan khalik.
Abd Halim Mahmud mensistematiskan tujuan jihad sesuai dengan makna jihad yang tertera
dalam nash al-Qur’an:
a. Jihad dalam Islam dilakukan supaya agama hanya semata-mata karena Allah swt.
b. Tidak ada lagi fitnah dalam agama (QS. al-Baqarah/2: 193).
7
Abdullah Azzam. Jihad Adab dan Hukumnya. Jakarta: Gema Insani Press, hal. 12.
8
Mukhammad Ilyasin. 2017. Teroris dan Agama Konstruksi Teologi Teoantroposentris. Jakarta: Kencana,
hlm.186.
6. 6
c. Untuk membela orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita, maupun anak-anak, mereka
yang tidak memiliki daya upaya, mendapat penindasan dari penguasa yang zalim. Mereka
memohon kepada Allah agar terlepas dari belengu tersebut (QS. al-Nisa/4: 75- 76).
d. Untuk membela mereka yang diusir dari tempat tinggalnya dan telah merampas harta
dengan cara yang tidak dibenarkan, sampai ia mengatakan Tuhanku adalah Allah.
Bom Bunuh Diri
Bom adalah alat yang menghasilkan ledakan yang mengeluarkan energi secara besar
dan cepat. Ledakan yang dihasilkan menyebabkan kehancuran dan kerusakan terhadap benda
mati dan benda hidup di sekitarnya. Sedangkan, bunuh diri (bahasa Inggris): suicide; dan dalam
bahasa jepang (harakiri) adalah tindakan mengakhiri hidup sendiri tanpa bantuan aktif orang
lain. Bunuh diri adalah mematikan diri sendiri.
Bom bunuh diri yaitu seseorang yang bunuh diri menggunakan alat peledak dalam
rangka memenuhi ambisinya. Dalam bahasa arab, bom bunuh diri disebut intihaar, yang berasal
dari kata kerja nahara yang berarti menyembelih (dzabaha) dan membunuh (qatala). Artinya
seseorang menyembelih dan membunuh dirinya sendiri. Menurut pendapat Muhammad
Tha’mah Al-Qadah, bom bunuh diri adalah aktivitas seorang mujahid yang melemparkan
dirinya pada kematian untuk melaksanakan tugas berat, dengan kemungkinan besar tidak
selamat, akan tetapi dapat memberi manfaat besar bagi kaum muslimin.9
Bom Bunuh diri pertama kali dilakukan dalam sejarah abad ke 20 dipelopori kelompok
Hisbullah. Dari sinilah dimulai babak baru yang dihembuskan oleh kalangan Amerika Serikat
dan sekutunya sebagai terorisme internasional. Hisbullah mengemas aksi bom bunuh diri itu
dengan interprestasi pembelaan agama, jihad dan syahid. Dari Hisbullah inilah lahir pengebom-
pengebom bunuh diri kelas satu. Kelompok Hisbullah adalah sebuah partai politik dan milisi
Syi’ah yang berperan penting dalam mengusir Israel dari Lebanon.
Dalam sejarah Indonesia, serangan aksi bunuh diri pernah terjadi pada 1900-an saat
pasukan Belanda menumpas perlawanan bersenjata ulama Aceh. Belanda menyebutkan Aceh
Moord: Yakni bunuh diri ala Aceh. Modusnya, mereka nekat membunuh orang Belanda, walau
disadari bahwa dia juga akan mati pada saat itu. Bom bunuh diri paling heroik dalam sejarah
kemerdekaan bangsa Indonesia pada 1945 dilakukan oleh Muhammda Toha di Bandung
9
Ahmad Thobroni. 2018. Bom Bunuh Diri dan Euthanasia dalam Tinjauan Hukum Islam. Jurnal Unisula.
7. 7
Selatan dengan meledakkan dirinya di gudang mesiu demi melemahkan kekuatan Belanda.
Peristiwa ini disebut dengan “Bandung Lautan Api”.10
Di dalam sejarah kenabian tak pernah umat Islam membuat ketakutan bom bunuh diri
atau semacamnya. Yang ada bunuh diri dengan benda tajam, sebagaimana hadist dari Jabir
Ibnu Samurah ra berkata: ”pernah dibawa kepada Nabi SAW seorang laki-laki yang mati bunuh
diri dengan tombak, lalu beliau tidak mensholatkannya.” (Riwayat Musim)
Bom Bunuh Diri dan Jihad
Jika membunuh diri karena tidak tahan dengan ujian Allah swt itu hukumnya
diharamkan, lantas bagaimana dengan bunuh diri dalam rangka mempertahankan kedaulatan
diri, bangsa, agama dan lain sebagainya. Apakah hal itu dapat digolongkan dalam perbuatan
bunuh diri ataukah jihad.
Membunuh diri adalah sesuatu yang sangat dibenci Allah dan jihad adalah sesuatu yang
sangat dicintai oleh Allah. Tentang suruhan berjihad ini Allah menegaskan dalam firman-Nya:
“Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukan suatu perniagaan yang dapat
menyelamatkanmu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasulnya
dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu
mengetahui”. Q.S Al-Shaf ayat 10-11.
Moch. Eksan dengan argumentatif menjelaskan, dalam kitab fikih klasik, tentu kita
tidak akan menjumpai penjelasan tentang bom bunuh diri sebagai konsep jihad fi sabilillah.
Dengan demikian, bom bunuh diri sebagai bagian dari konsep masa’ilul al-fiqh yang relatif
baru. Tidak ada dalil dalam Al-Qur’an dan Hadis yang jelas tentang boleh atau tidaknya bom
bunuh diri dalam jihad. Namun jumhur ulama berpandangan, bahwa bom bunuh diri termasuk
al-amaliyah al-istisyhadiyah (bom jihad) yang bisa dilakukan dinegeri yang sedang berperang.
Maraknya aksi bom bunuh diri di negara Timur Tengah akhir-akhir ini, terutama di palesina
dan irak seolah telah mendapatkan legitimasi moral dan spritural agama.11
Yusuf Qardhawi menyebutkan tentang keabsahan praktik bom bunuh diri
(Istishadiyyah) yang dilakukan di Palestiana. Bahwa praktik Istishadiyyah yang dilakukan
kelompok-kelompok perlawanan palestina untuk melawan penduduk Zionis, tidak termasuk
10
Nasruddin Yusuf. 2003. Fatwa Fiqih Jinayah: Bom Bunuh Diri. Jurnal Al-Syir’ah: Vol. 1 No. 2.
11
Ansari Yamama. 2017. Fatwa Jihad dalam Tinjauan Hukum Islam dan Hukum Positif. Depok: Prenadamedia
Group, hal. 72.
8. 8
dalam hal yang dilarang dengan alasan apapun, walaupun yang menjadi korban adalah
penduduk sipil. Kebolehan dari praktik ini harus memperhatikan dua hal:
a. Memperbolehkan praktik Istishadiyyah bagi saudara-saudara di Palestina karena kondisi
khusus mereka dalam membela diri, keluarga, anak-anak dan kemuliaan mereka. Itulah
yang memaksa mereka menggunakan cara tersebut, karena tidak menemukan ganti
perlawanan. Kami memperbolehkan karena kondisi darurat yang memaksa atau
memperbolehkannya. Menganalogikan kondisi yang ada di negara lain dengan kondisi di
Palestina adalah analogi yang tidak pada tempatnya, yaitu qiyas ma’a al fariq. Hal ini tidak
di terima oleh syariat.
b. Jika sudah mendapatkan ganti perlawanannya mereka yaitu dengan persenjataan, maka
tidak lagi dibutuhkan praktik Istishadiyyah. Hal ini sebagai mana dalam kaidah ushul setiap
keadaaan ada ketentuannya tersendiri dan setiap tingkatan ada ukurannya sendiri.
Istinbat yang diguanakan oleh Yusuf Qardhawi dari kebolehannya melakukan praktik
Istishadiyyah bahwa harus melikat keadaanya dan kondisinya. Dari kondisi ini melahirkan
suatu hukum yang mana hukum ini ada dua jenis, yaitu hukuman dalam kondisi normal dan
kondisi darurat. Dalam kondisi darurat, diperbolehkan bagi seorang muslim apa-apa yang tidak
diperbolehkan dalam kondisi normal. Sehingga ketika dalam kondisi darurat maka kaidah
ushul yang menyatakan “keterpaksaaan membolehkan larangan” yang berarti Istishadiyyah
sebagai bentuk dari keterpaksaan untuk melakukan perlawanan.12
12
Yusuf Qardhawi. 2010. Fiqih Jinayah: Sebuah Karya Monumental Terlenkap Tentang Jihad Menurut Al-
Quran Dan Sunnah, terj. Irfan Maulana Hakim. Bandung: Mizan, hal. 904.
9. 9
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Azzam. Jihad Adab dan Hukumnya. Jakarta: Gema Insani Press.
Ahmad Thobroni. 2018. Bom Bunuh Diri dan Euthanasia dalam Tinjauan Hukum Islam.
Jurnal Unisula.
Ansari Yamama. 2017. Fatwa Jihad dalam Tinjauan Hukum Islam dan Hukum Positif.
Depok: Prenadamedia Group.
Haji Agus Salim. 2004. Tentang Perang, Jihad, dan Pluralisme, St. Sularto (ed.), Jakarta:
Gramedia.
Luthfi Assyaukani. 1998. Politik, HAM, dan isu-isu teknologi dalam fikih kontemporer.
Bandung: Pustaka Hidayah.
Muhammad Asfar, dkk. 2003. Islam Lunak Islam Radikal Pesantren, Terorisme dan Bom
Bali. Surabaya: JP Press.
Mukhammad Ilyasin. 2017. Teroris dan Agama Konstruksi Teologi Teoantroposentris.
Jakarta: Kencana.
Nasruddin Yusuf. 2003. Fatwa Fiqih Jinayah: Bom Bunuh Diri. Jurnal Al-Syir’ah: Vol. 1
No. 2.
Yusuf Qardhawi. 2010. Fiqih Jinayah: Sebuah Karya Monumental Terlenkap Tentang Jihad
Menurut Al- Quran Dan Sunnah, terj. Irfan Maulana Hakim. Bandung: Mizan.