1. Kasus pembunuhan Marsinah, buruh perempuan di PT Catur Putera Surya yang aktif dalam aksi unjuk rasa pada Mei 1993 di Sidoarjo
2. Penyelidikan awal mengindikasikan keterlibatan tiga anggota militer dan satu sipil, namun penyelidikan sebelumnya dianggap direkayasa
3. Komnas HAM menemukan pelanggaran HAM berat dalam penangkapan dan penahanan terdakwa awal, serta mengimbau pel
2. SINOPSIS KASUS MARSINAH
Marsinah adalah salah satu karyawan PT. Catur Putera Surya yang
aktif dalam aksi unjuk rasa buruh di Sidoarjo.Pada tanggal 3 Mei
1993, para buruh mencegah teman-temannya bekerja.Komandan
Rayon Militer setempat turun tangan mencegah aksi buruh.Tanggal 4
Mei 1993 para buruh mogok total dan mereka mengajukan 12
tuntutan, termasuk perusahaan harus menaikkan upah buruh.
Sampai tanggal 5 Mei 1993 , Marsinah masih aktif bersama
rekan-rekannya.Masinah menjadi salah seorang dari 15 orang
perwakilan karyawan yang berunding dengan pihak perusahaan.
Siang hari tanggal 5 Mei,tanpa Marsinah, 13 buruh digiring ke kodim
Sidoarjo.Marsinah bahkan sempat mendatangi Kodim untuk
menanyakan keberadaan rekan-rekannya yang sebelumnya dipanggil
pihak kodim. Setelah itu pukul10 malam Marsinah lenyap.
Mulai tanggal 6,7,8 , keberadaan Marsinah tidak diketahui
sampai akhirnya ditemukan telah menjadi mayat pada tanggal 8 Mei
1993. Tanggal 30 September 1993 telah dibentuk tim terpadu
bakorstanasda jatim untuk melakukan penyelidikan kasus
pembunuhan marsinah.
3. Delapan petinggi PT ditangkap secara diam-diam dan tanpa prosedur
resmi. Setiap orang yang diintrogasi dipaksa mengaku telah menbuat
skenario dan menggelar rapat untuk membunuh Marsinah.Pemilik
PT , Yudi Susanto, juga termasuk salah satu yang ditangkap.Baru 18
hari kemudiandiketahui ereka sudah mendekam ditahanan polda
jatim dengan tuduhan terlibat pembunuhan Marsinah. Pengacara
Yudi Susanto mengungkap adanya rekayasa oknum aparat kodim
untuk mencari kambing hitam pembunuh Marsinah.
Secara resmi , tim terpadu telah menangkap dan memeriksa
10 orang yang diduga terlibat pembunuhan terhadap Marsinah. Slah
seorang dari 10 tersebut diduga adalah anggota TNI. Hasil penyidikan
polisi menyebutkan, Suprapto (pekerja dibagian kontrol CPS)
menjemput Marsinah dengan motornya didekat rumahkos Marsinah.
Dia dibawa ke pabrik,lalu dibawa lagi dengan Suzuki Carry putih ke
rumah Yudi Susanto di surabaya.setelah tiga hari Marsinah disekap,
Suwono (stpam CPS) mengeksekusinya.
Di pengadilan, Yudi Susanto divonis 17 tahun penjara,
sedangkan sejumlah stafnya dihkum sekitar 4 hingga 12 tahun,
namun mereka naik banding dan Yudi dinyatakan bebas. Dalam
proses selanjutnya pada tingkat kasasi, MA membebaskan para
terdakwa dari segal dakwaan (bebas murni). Putusan MA tersebut
setidaknya menimbulkan ketidakpuasan sejumlah pihak sehingga
muncul tuduhan bahwa penyelidikan kasus ini adalah “Direkayasa”.
4. 1. What :
Pembunuhan Marsinah, Karyawan PT CPS yang terlibat
unjuk rasa.
2. Where :
Tanggulangin Sidoarjo , Kodam V Brawijaya , Pabrik , Rumah
Yudi Susanto , dan Pengadilan .
3. When :
2 Mei 1993 , 3 Mei 1993 , 5 Mei 1993 , 8 Mei 1993 dan 30
September 1993.
4. Who :
Marsinah , 13 buruh , delapan petinggi PT CPS , Komando
Rayon Militer , Suwono ( stpam CPS) dan Suprapto ( pekerja
dibagian kontrol CPS)
5. 5. Why
mengapa kasus ini sulit diselesaikan ?
a) Kelemahan Penyidikan
1. Masih adanya pemaksaan dalam penyidikan baik fisik maupun non fisik
untuk mengejar pengakuan, sehingga tersangka mencabut keterangannya
dengan alasan keterangan yang dia berikan tersebut tidak benar karena pada
saat pemeriksaan berada dalam tekanan fisik / psikis.
2. Kurangnya pemahaman penyidik dalam melakukan penyidikan sehingga
asas-asas dalam penyidikan tersebut dilanggar (dua asas: praduga tak
bersalah & pemberitahuan untuk didampingi penasehat hukum).
3. Tidak melakukan penyidikan secara cermat guna mengidentifikasi peran
terdakwa, apakah sebagai pelaku, menyuruh melakukan, membantu
melakukan, atau hanya sebagai saksi (pasal 55-56 KUHP).
4. Tidak berupaya mendapatkan alat bukti yang kuat didahului pemeriksaan
yang cermat. Dalam hal ini penyidik menggunakan keterangaan saksi yang
saksi tersebut juga merupakan tersangka. Sehingga saksi-saksi tersebut
mencabut keterangannya dalam sidang pengadilan.
5. Tidak mengusahakan penyusunan resume yang baik dan pemberkasan.
Kecenderungan penyidik melakukan pemisahan KUHP berkas perkara
(Splitzing) bagi masing masing tersangka, atau saksi-saksi, mereka-reka yang
menjadi tersangka pada berkas perkara lain yang di kenal dengan saksi
mahkota.
6. b) Kelemahan Penuntutan
1. Menerima berkas tanpa meneliti berkas tersebut dan tidak
mempelajari dengan cermat sehingga tidak mengetahui
kekurangannya.
2. Kurang cermat dalam menyusun surat dakwaan.
c) Kelemahan Peradilan
1. Tidak mengindahkan penasehat hukum terdakwa guna dimintai
keterangan ulang, yang mana sehubungan dengan saksi-saksi
telah mencabut keterangannya dalam BAP yang diberikan dalam
keadaan terpaksa dan tertekan secara fisik maupun psikis.
2. Tidak menggali secara mendalam alasan-alasan mengapa para
saksi mencabut keterangan dalam BAP. Penggalian secara
mendalam dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan –
pertanyaan termasuk mempertanyakan mengapa saksi tidak
memanfaatkan prosedur yang ada (minta didampingi penasehat
hukum, menolak penandatanganan BAP, praperadilan,
melaporkan ketidakberesan petugas kepada atasannya).
7. 6. How
Bagaimana penyelasaian dari kasus marsinah tersebut ?
ANALISA KASUS dan Hubugannya dengan UU
Didalam Posisi kasus yang sudah ada di atas, adapun kasus tersebut masuk dalam katagori
pelanggaran ham Berat karena di dalam perincian mengenai posisi kasus diatas terdapat salah
satu unsure yang memuat mengenai unsure-unsur pelanggaran HAM Berat yakni Pasal 9 UU No
26 Tahun 2000 ( Unsure Kejahatan Kemanusiaan ), dan juga mengandung unsure pelanggaran
hak asasi manusia mengenai hak hidup sebagaimana yang tercantumkan dalam ICCPR. Pasal 9
UU No 26 Tahun 2000, dalam pasal ini menyebutkan bahwa:
“Kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian
dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut
ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa:
a. Pembunuhan;
b. Pemusnahan;
c. Perbudakan;
d. pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
e. Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang
yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional;
f. Penyiksaan;
g. Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan
atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara,
h. Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan
paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah
diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional;
i. Penghilangan orang secara paksa;
j. Kejahatan apartheid.
8. PENYELESAIAN
Proses Penyelidikan dan Penyidikan
Tanggal 30 September 1993 telah dibentuk Tim Terpadu
Bakorstanasda Jatim untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan
kasus pembunuhan Marsinah. Sebagai penanggung jawab Tim
Terpadu adalah Kapolda Jatim dengan Dan Satgas Kadit Reserse Polda
Jatim dan beranggotakan penyidik/penyelidik Polda Jatim serta Den
Intel Brawijaya.
Delapan petinggi PT dan satu-satunya perempuan ditangkap secara
diam-diam dan tanpa prosedur resmi , mengalami siksaan fisik
maupun mental selama diinterogasi di sebuah tempat yang kemudian
diketahui sebagai Kodam V Brawijaya. Setiap orang yang diinterogasi
dipaksa mengaku telah membuat skenario dan menggelar rapat untuk
membunuh Marsinah.
Baru 18 hari kemudian, akhirnya diketahui mereka sudah mendekam
di tahanan Polda Jatim dengan tuduhan terlibat pembunuhan
Marsinah. Pengacara Yudi Susanto, mengungkap adanya rekayasa
oknum aparat kodim untuk mencari kambing hitam pembunuh
Marsinah.
9. Secara resmi, Tim Terpadu telah menangkap dan memeriksa 10
orang yang diduga terlibat pembunuhan terhadap Marsinah. Salah
seorang dari 10 orang yang diduga terlibat pembunuhan tersebut
adalah Anggota TNI. Pasal yang dipersangkakan Penyidik Polda Jatim
terhadap para tersangka dalam Kasus Marsinah tersebut antara lain
Pasal 340 KUHP, 255 KUHP, 333 KUHP, hingga 165 KUHP jo Pasal 56
KUHP.
Hasil penyidikan polisi ketika menyebutkan, Suprapto (pekerja di
bagian kontrol CPS) menjemput Marsinah dengan motornya di dekat
rumah kos Marsinah. Dia dibawa ke pabrik, lalu dibawa lagi dengan
Suzuki Carry putih ke rumah Yudi Susanto di Jalan Puspita, Surabaya.
Setelah tiga hari Marsinah disekap, Suwono (satpam CPS)
mengeksekusinya.
Di pengadilan, Yudi Susanto divonis 17 tahun penjara, sedangkan
sejumlah stafnya yang lain itu dihukum berkisar empat hingga 12
tahun, namun mereka naik banding ke Pengadilan Tinggi dan Yudi
Susanto dinyatakan bebas. Dalam proses selanjutnya pada tingkat
kasasi, Mahkamah Agung Republik Indonesia membebaskan para
terdakwa dari segala dakwaan (bebas murni) Jaksa / Penuntut
Umum. Putusan Mahkamah Agung RI tersebut, setidaknya telah
menimbulkan ketidakpuasan sejumlah pihak sehingga muncul
tuduhan bahwa penyelidikan kasus ini adalah "direkayasa".
10. Temuan Komnas HAM
Tim Komnas HAM dalam penyelidikan awal melihat ada indikasi keterlibatan
tiga anggota militer dan seorang sipil dalam kasus
pembunuhan Marsinah. Salah satu anggota Komnas HAM Irjen Pol. (Purn)
Koesparmono Irsan mengemukakan, agar kasus itu bisa terungkap harus
ada keterbukaan semua pihak dengan berlandaskan hukum, bukan masalah
politik. Ia beranggapan, jika masalah itu dibuka secara tuntas maka
kredibilitas siapa saja akan terangkat. "Yang jelas Marsinah itu dibunuh
bukan mati dhewe, tentu ada pelakunya, mari kita buka dengan legawa.
Makin terbuka sebetulnya kredibilitas siapa saja makin terangkat. Tidak ada
keinginan menjelekkan yang lain," katanya. Ia mengakui bahwa kasus yang
sudah terjadi tujuh tahun lalu itu hampir
mendekati kedaluwarsa untuk diproses secara hukum. Kendala yang
dihadapi kepolisian saat ini adalah masalah pengakuan dari semua pihak.
"Mau nggak mengakui sesuatu yang memang terjadi. Makanya saya
kembalikan, mari tegakkan hukum, jangan politiknya. Kalau hukum itu 'kan
tidak mengenal Koesparmono, atau pangkatnya apa, tetapi yang ada adalah
orang yang melakukan. Kalau ini dibawa ke suatu arena politik yang ada
solidaritas politik," katanya.
Temuan lain Komnas HAM yaitu dalam proses penangkapan dan penahanan
para terdakwa dalam Kasus Marsinah itu melanggar hak asasi manusia.
Bentuk pelanggaran yang disebutnya bertentangan dengan KUHAP itu,
antara lain, adanya penganiayaan baik fisik maupun mental. Komnas HAM
mengimbau, pelaku penganiayaan itu diperiksa dan ditindak.