Sistem demokrasi liberal di Indonesia mengalami ketidakstabilan karena sistem kabinet parlementer. Terdapat tujuh kabinet berturut-turut selama berlakunya UUDS 1950. Sistem multipartai menghasilkan persaingan yang tidak sehat di parlemen namun memberikan ruang partisipasi politik bagi rakyat. Pemilu 1955 menghasilkan empat partai terbesar yaitu PNI, Masyumi, NU, dan PKI.
2. Menurut UUDS 1959, pemerintah Republik Indonesia menganut sistem demokra
si liberal. Dalam demokrasi liberal berlaku sistem kabinet parlementer, artinya pemerintaha
n dipegang oleh perdana menteri dan menteri-menterinya bertanggung jawab pada parlem
en atau DPR.
Dengan berlakunya kabinet parlementer pemerintahan Republik Indonesia tidak
stabil. Hal ini disebabkan antara lain:
– partai politik mementingkan kepentingan golongan masing-masing sehingga
cabinet jatuh bangun
– partai politik tidak mencerminkan dukungan rakyat pemilih
– partai politik yang berkuasa tidak dapat melaksanakan programnya, sebab masa k
erja kabinet pendek.
Sistem politik dan kepartaian
3. Sejak pengakuan kedaulatan (terutama sejak bubarnya RIS), berkembang sistem
multipartai. Dalam kabinet parlementer, partai politik memerintah melalui perimbangan keku
asaan dalam parlemen. Berikut sisi positif dan negatif dari sistem multipartai.
a. Sisi positif dari sistem multipartai adalah sebagai berikut.
a. Menempatkan kalangan sipil sebagai pelaksana kedaulatan rakyat dan pemerintahan.
b. Mencegah kekuasaan presiden yang terlalu besar karena wewenang pemerintah dipega
ng oleh partai yang berkuasa.
c. Menghidupkan suasana demokratis di Indonesia karena setiap warga berhak berpartisip
asi dalam politik, antara lain mengkritik pemerintah, menyampaikan pendapat, dan men
dirikan partai politik.
b. Sisi negatif dari sistem multipartai adalah sebagai berikut.
a. Ada kecenderungan terjadi persaingan yang tidak sehat di parlemen maupun kabinet.
b. Sejumlah partai cenderung menyuarakan kepentingan kelompoknya sendiri, bukan kepe
ntingan rakyat banyak.
4. Selama berlakunya UUDS 1950, pemerintah Republik Indonesi
a diwarnai dengan pergantian tujuh kabinet secara berturut-turut, yaitu s
ebagai berikut.
1. Kabinet Natsir (6 September 1950 – 21 Maret 1951)
2. Kabinet Sukiman (27 April 1951 – 3 April 1952)
3. Kabinet Wilopo (3 April 1952 – 2juni 1953)
4. Kabinet Ali Sastroamijoyo I (31 Juli 1953 – 12 Agustus 1955)
5. Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955 – 3 Maret 1956)
6. Kabinet Ali Sastroamijoyo II (20 Maret 1956 – 14 Maret 1957)
7. Kabinet Djuanda (9 April 1957 – 5 Juli 1959)
5. Kabinet Natsir merupakan kabinet koalisi yang dip
impin oleh Masyumi. Perdana menteri kabinet ini ada
l Moh. Natsir. Kabinet Natsir mendapat dukungan dar
i tokoh-tokoh terkenal yang memiliki keahlian dan re
putasi tinggi seperti Sri Sultan Hamengku Buwono IX
, Mr. Asaat, Mr. Moh. Roem, Ir. Juanda, dan Dr. Sumitr
o Joyohadikusumo.
Kabinet Natsir
(6 September 1950-21 Maret 1951)
Program kerja dari Kabinet Natsir antara lain sebagai beri
kut.
1. Menggiatkan usaha keamanan dan ketenteraman.
2. Konsolidasi dan menyempurnakan pemerintahan.
3. Menyempurnakan organisasi angkatan perang.
4. Mengembangkan dan memperkuat ekonomi kerakyatan.
5. Memperjuangkan penyelesaian masalah Irian Barat.
Diganti karenan gagal dal
am perjuangan Irba, mosi tid
ak percaya dari Hadikusumo
mengenai PP No. 39
6. Presiden Soekarno menunjuk dua orang formatur bar
u, yaitu Sidik Joyosukarto (PNI) dan DR. Sukiman (Mas
yumi) untuk membentuk kabinet baru. Setelah melalui
proses perundingan, maka pada tanggal 26 April 1951
diumumkan susunan kabinet baru di bawah pimpinan
Sukiman Wiryosanjoyo (Masyumi) dan Suwiryo (PNI).
Kabinet Sukiman
(27 April 1951 - 3 April 1952)
Berikut Program Kerja Kabinet Sukiman a
ntara lain sebagai berikut.
1) menjalankan tindakan-tindakan yang tegas
sebagai negara hukum untuk menjamin
keamanan dan ketentraman
2) mempercepat usaha penempatan bekas p
ejuang dalam lapangan pembangunan
3) menyelesaikan persiapan pemilihan
umum Konstituante.
4) menjalankan politik luar negeri bebas
aktif yang menuju perdamaian
5) memasukkan Irian Barat ke dalam
wilayah Republik Indonesia.
Kabinet Sukiman jatuh, karena ditandatanganin
ya kerja sama keamanan Indonesia - Amerika Ser
ikat berdasarkan Mutual Security Aids (MSA)
7. Kabinet Wilopo
(3 April 1952 – 30 Juli 1953)
Kabinet Wilopo merupakan koalisi dengan tulang punggung PNI, PSI,
dan Masyumi Natsir.
Program kabinet Wilopo:
1) Bidang pendidikan dan pengajaran adalah mempercepat usaha perbaikan untuk pemb
aharuan pendidikan dan pengajaran.
2) Bidang perburuhan adalah melengkapi undangundang perburuhan.
3) Bidang keamanan adalah menyempurnakan organisasi alat-alat kekuasaan negara.
4) Bidang luar negeri adalah meneruskan perjuangan merebut Irian Barat.
Kabinet Wilopo jatuh karena Peristiwa Tanjung Morawa, Sumatra Utara yang ditunggangi
oleh PKI yang berhubungan dengan masalah pembagian tanah.
Kabinet Wilopo jatuh karena Peristiwa Tanjung Morawa, Sumat
ra Utara yang ditunggangi oleh PKI yang berhubungan denga
n masalah pembagian tanah.
8. Kabinet Ali I
(1 Agustus 1953 – 24 Juli 1955)
Kabinet Ali-Wongso-Arifin dibentuk pada tanggal 30 Juli 1953. Program kerja cabinet A
li-Wongso-Arifin adalah sebagai berikut.
1) Bidang dalam negeri, meliputi keamanan, pemilihan umum, kemakmuran dan keuanga
n, organisasi negara, serta perburuhan.
2) Bidang Irian Barat adalah mengusahakan kembalinya Irian Barat ke dalam kekuasaan wi
layah RI.
3) Bidang politik luar negeri, meliputi politik luar negeri bebas aktif, peninjauan kembali te
ntang hasil KMB.
Keberhasilan Kabinet Ali adalah pada masa pemerintahannya berhasil melaksanakan Ko
nferensi Asia Afrika di Bandung. Terjadinya peristiwa pergantian pimpinan Kepala Staf Ang
katan Darat yang dikenal dengan “Peristiwa 27 Juni 1955”, beberapa anggota parlemen m
engajukan mosi tidak percaya yang diterima oleh DPR.
9. Kabinet Burhanuddin Harahap
(12 Agustus 1955 – 24 Maret 1956)
Kabinet Burhanuddin Harahap terbentuk pada tanggal 11 Agustus 1955. Program kerja Ka
binet Burhanuddin Harahap antara lain:
1) mengembalikan kewibawaan moral pemerintah
2) melaksanakan pemilihan umum
3) memberantas korupsi
4) meneruskan perjuangan merebut kembali irian Barat.
Keberhasilan Kabinet Burhanuddin Harapan adalah dapat menyelenggarakan pemilu p
ertama sejak Indonesia merdeka. Setelah hasil pemungutan suara dan pembagian kursi di
DPR diumumkan, maka tanggal 2 Maret 1956 Kabinet Burhanuddin Harahap mengundurk
an diri, menyerahkan mandatnya kepada Presiden Sukarno, untuk dibentuk kabinet baru b
erdasarkan hasil pemilu.
10. Kabinet Ali II
(24 Maret 1956 – 14 Maret 1957)
Kabinet Ali II dibentuk berdasarkan Keputusan
Presiden No. 85 Tahun 1956. Program kerja Kabin
et Ali II, antara lain:
1) pembatalan hasil KMB
2) meneruskan perjuangan mewujudkan kekua
saan de facto Indonesia atas Irian Barat dan
membentuk Provinsi Irian Barat
3) bidang dalam negeri, meliputi : memulihka
n keamanan, memperbaiki perekonomian dan
keuangan, memperkuat pertahanan, memperb
aiki sistem perbuuruhan, memperluas dan me
ningkatkan mutu pendidikan dan pengajaran
4) bidang luar negeri, meliputi menjalankan p
olitik luar negeri bebas aktif dan meneruskan
kerja sama dengan negara-negara Asia Afrika.
Keberhasilan Kabinet Ali II adalah
membatalkan hasil KMB, membentuk P
rovinsi Irian Barat yang beribu kota di S
oasio, Maluku Utara, dan pengiriman m
isi Garuda I ke Mesir. Sebab-sebab keja
tuhan Kabinet Ali II.
1) Timbulnya pemberontakan di berba
gai daerah
2) Adanya Konsepsi Presiden 21 Febru
ari 1957
3) Adanya keretakan dalam tubuh kab
inet, hal ini dapat dibuktikan dengan
mundurnya satu per satu anggota kab
inet.
11. Kabinet Juanda
(9 April 1957 – 10 Juli 1959)
Kabinet Juanda atau Kabinet Karya dilantik pada tanggal 9 April 1957 dengan program
kerja:
1) membentuk Dewan Nasional
2) normalisasi keadaan Republik Indonesia
3) melanjutkan pembatalan KMB
4) memperjuangkan Irian Barat
5) mempercepat pembangunan.
Salah satu keberhasilan Kabinet Karya yaitu pada tanggal 18 November 1957 mengada
kan rapat umum pembebasan Irian Barat di Jakarta. Rapat ini diikuti dengan tindakan-tind
akan pemogokan kaum buruh di perusahaan Belanda dan pembentukan Front Nasional P
embebasan Irian Barat. Tanggal 5 Juli 1959 Presiden Sukarno mengeluarkan dekrit, berarti
negara kita kembali ke UUD 1945 dan UUDS 1950 tidak berlaku. Kabinet Juanda secara ot
omatis harus diganti, sehari kemudian Ir. Juanda menyerahkan mandatnya kepada Preside
n Sukarno.
12. Sistem Kepartaian
Pada tanggal 3 November 1945, pemerintah mengeluarkan maklumat sebagai wujud inspirasi pe
mbentukan partai yang baru. Berdasarkan maklumat pemerintah pada sistem kepartaian masa de
mokrasi liberal diatas, terdapat beberapa partai politik yang didirikan yaitu :
1. Pada tanggal 7 November 1945 mendirikan Mas
yumi atau Majelis Syuro Muslimin yang diketuai
oleh Dr. Sukirman Wiryosanjoyo.
2. Pada tanggal 29 Januari 1945 mendirikan PNI ata
u Partai Nasional Indonesia yang diketuai oleh Si
dik Joyosukarto.
3. Pada tanggal 20 November 1945 mendirikan PSI
atau Partai Sosialis Indonesia yang diketuai oleh
Amir Syarifuddin.
4. Pada tanggal 7 November 1945 mendirikan PKI a
tau Partai Komunis Indonesia yang diketuai oleh
Mr. Moh. Yusuf.
5. Pada tanggal 8 November 1945 mendirikan PBI a
tau Partai Buruh Indonesia yang diketuai oleh Ny
ono.
6. Pada tanggal 8 November 1945 mendirikan PRJ
atau Partai Rakyat Jelata yang diketuai oleh Sut
an Dewanis.
7. Pada tanggal 10 November 1945 mendirikan Pa
rkindo atau Partai Kristen Indonesia yang diketu
ai oleh Ds. Probowinoto.
8. Pada tanggal 20 November 1945 mendirikan P
RS atau Partai Rakyat Sosialis yang diketuai ole
h Sutan Syahrir.
9. Pada tanggal 17 Desember 1945 mendirikan Pe
rmai atau Partai Marhaen Indonesia yang diket
uai oleh JB Assa.
10. Pada tanggal 8 Desember 1945 mendirikan PK
RI atau Partai Katholik Republik Indonesia yang
diketuai oleh IJ Kassimo.
13. PEMILU 1955
Pemilihan umum 1955 dilaksanakan dalam 2 tahap. Tahap pertama untuk memilih anggota parl
emen yang dilaksanakan pada 29 September 1955 dan tahap kedua untuk memilih anggota Dewa
n Konstituante (badan pembuat Undang-undang Dasar) dilaksanakan pada 15 Desember 1955. Pa
da pemilu pertama ini 39 juta rakyat Indonesia memberikan suaranya di kotak-kotak suara.
Pemilihan umum untuk anggota DPR dilaksanakan pada tanggal 29 September 1955. Hasilnya d
iumumkan pada 1 Maret 1956.
Urutan perolehan suara terbanyak adalah PNI, Masyumi, Nahdatul Ulama dan PKI. Empat peroleha
n suara terbanyak memperoleh kursi sebagai berikut :
Pemilihan Umum 1955 menghasilkan susunan anggota DPR dengan jumlah anggota sebanyak
250 orang dan dilantik pada tanggal 24 Maret 1956 oleh Presiden Soekarno.
14. Pemilihan Umum anggota Dewan Konstituante dilaksanakan pada 15 Desember 1955. Dewan K
onstituante bertugas untuk membuat Undang-undang Dasar yang tetap, untuk menggantikan UU
D Sementara 1950. Hal ini sesuai dengan ketetapan yang tercantum dalam pasal 134 UUD Semen
tara 1950 yang berbunyi, “Konstituante (Sidang Pembuat Undang-undang Dasar) bersama-sama p
emerintah selekas-lekasnya menetapkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia yang akan me
nggantikan Undang-Undang Dasar Sementara ini”.
Berdasarkan hasil pemilihan tanggal 15 Desember 1955 dan diumumkan pada 16 Juli 1956, per
olehan suara partai-partai yang mengikuti pemilihan anggota Dewan Konstituante urutannya tida
k jauh berbeda dengan pemilihan anggota legislatif, empat besar partainya adalah PNI, Masyumi,
NU dan PKI.
15. Pemilihan Umum anggota Dewan Konstituante dilaksanakan pada 15 Desember 1955. Dewan K
onstituante bertugas untuk membuat Undang-undang Dasar yang tetap, untuk menggantikan UU
D Sementara 1950. Hal ini sesuai dengan ketetapan yang tercantum dalam pasal 134 UUD Semen
tara 1950 yang berbunyi, “Konstituante (Sidang Pembuat Undang-undang Dasar) bersama-sama p
emerintah selekas-lekasnya menetapkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia yang akan me
nggantikan Undang-Undang Dasar Sementara ini”.
Berdasarkan hasil pemilihan tanggal 15 Desember 1955 dan diumumkan pada 16 Juli 1956, per
olehan suara partai-partai yang mengikuti pemilihan anggota Dewan Konstituante urutannya tida
k jauh berbeda dengan pemilihan anggota legislatif, empat besar partainya adalah PNI, Masyumi,
NU dan PKI.
16. Kegagalan dalam Konstituante
Tujuan Pemilu tahun 1955 adalah membentuk DPR dan Konstituante. Salah satu tu
gas Konstituante adalah menyusun atau merumuskan Rancangan Undang-Undang Da
sar (Rancangan UUD) sebagai pengganti UUDS 1950. Sesuai dengan sifatnya yang se
mentara, maka UUDS 1950 harus diganti dengan UUD yang bersifat tetap.
Untuk itu, para anggota Konstituante mulai bersidang pada tanggal 10 Nopembe
r 1956. Sidang Konstituante yang dilaksanakan di Bandung dipimpin oleh Wilopo SH,
dan telah dibuka secara resmi dengan Pidato Presiden Soekarno. Namun dalam kenya
taannya, sampai tahun 1958 Konstituante belum berhasil merumuskan Rancangan UU
D sebagaimana yang diharapkan.
Kegagalan Konstituante untuk merumuskan Rancangan UUD bukan karena para a
nggota Konstituante tidak memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugasnya, melain
kan karena sidang Konstituante cenderung dijadikan arena perdebatan antara para an
ggota Konstituante. Masing-masing anggota cenderung mengutamakan kepentingan
partainya dan kurang memperhatikan kepentingan rakyat, bangsa, dan negara.
Para anggota Konstituante terpecah menjadi dua kelompok utama, yaitu kelompo
k Islam dan kelompok non Islam (nasionalis dan sosialis).