2. 2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ......................................................................................................................2
PENDAHULUAN ..............................................................................................................3
A. DESKRIPSI MATERI ..........................................................................................3
B. RELEVANSI ..........................................................................................................4
C. PETUNJUK BELAJAR ........................................................................................5
INFEKSI NOSOKOMIAL................................................................................................6
A. CAPAIAN PEMBELAJARAN....................................................................................6
B. SUB CAPAIAN PEMBELAJARAN ...........................................................................6
C. URAIAN MATERI .......................................................................................................6
1.Pengertian Infeksi dan etiologi ..................................................................................7
2. Penyebaran Penyakit Infeksi ....................................................................................8
3. Tahap/Proses Infeksi ...............................................................................................10
4.Keselamatan Pasien (Patient Safety).......................................................................14
5.Insiden Infeksi di pelayanan kesehatan..................................................................16
6.Alat Pelindung Diri (APD).......................................................................................17
7. Pengendalian dan Pencegahan Agen Infeksi.........................................................28
a. Cuci Tangan .....................................................................................................29
b. Menjaga kebersihan lingkungan rumah sakit. .............................................32
c. Penggunaan alat dan prosedur.......................................................................32
d. Penempatan pasien di ruang isolasi. ..............................................................32
e. Mengikuti Standar Operasional Prosedur (SOP).........................................41
f. Langkah-Langkah Kunci Dalam Menangani Alat Yang Terkontaminasi.43
8. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan..................................................................50
D. RANGKUMAN ..........................................Kesalahan! Bookmark tidak ditentukan.
E. Tugas ...........................................................Kesalahan! Bookmark tidak ditentukan.
F. DAFTAR PUSTAKA .................................Kesalahan! Bookmark tidak ditentukan.
G. SOAL FORMATIF...................................Kesalahan! Bookmark tidak ditentukan.
H. KUNCI JAWABAN...................................Kesalahan! Bookmark tidak ditentukan.
3. 3
PENDAHULUAN
A. DESKRIPSI MATERI
Keselamatan pasien telah diakui di banyak negara, dengan kesadaran
global dipupuk oleh Aliansi Dunia untuk Keselamatan Pasien dari WHO.
Namun tetap ada tantangan yang signifikan untuk menerapkan kebijakan dan
praktik keselamatan pasien. Salah satu persyaratan mendasar untuk
mengadopsi pendekatan baru adalah artikulasi yang jelas tentang premis dan
manifestasinya. Komponen keselamatan pasien telah diungkapkan oleh banyak
ahli, dan model telah dipresentasikan. Salah satu yang harus diperhatika adalah
keselamatan pasien dari infeksi nosokomial.
Infeksi Nosokomial (Nosocomial Infections) adalah infeksi yang
didapat penderita ketika penderita itu dirawat di fasilitas pelayanan kesehatan,
baik itu puskesmas, klinik, maupun rumah sakit. ”Health-care Associated
Infections” (HAIs) selama ini dikenal sebagai Infeksi Nosokomial atau
disebut juga sebagai Infeksi di rumah sakit ”Hospital-Acquired Infections”
merupakan persoalan serius karena dapat menjadi penyebab langsung maupun
tidak langsung kematian pasien. Kalaupun tak berakibat kematian, pasien
dirawat lebih lama sehingga pasien harus membayar biaya rumah sakit yang
lebih banyak
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi yang selanjutnya disingkat
PPI adalah upaya untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi pada
pasien, petugas, pengunjung, dan masyarakat sekitar fasilitas pelayanan
kesehatan. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif,
preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah,
pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. Tujuan dari PPI adalah
meningkatkan kualitas pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan, sehingga
melindungi sumber daya manusia kesehatan, pasien dan masyarakat dari
penyakit infeksi yang terkait pelayanan kesehatan (PMK nomor 27 tahun 2017).
Modul ini bertujuan untuk memperkenalkan poin penting dalam materi
tentang kontrol infeksi diantaranya adalah 1). Memahami pengertian infeksi
4. 4
dan etiologi; 2). Memahami penyebaran penyakit infeksi; 3). Memahami
tahap/proses infeksi; 4). Memahami tanda-tanda inflamasi/infeksi lokal; 5).
Insiden kejadian infeksi; 6). Memahami pengendalian dan pencegahan agen
infeksi; 7). Isolasi; 8. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
B. RELEVANSI
”Health-Care Associated Infections (HAIs)” atau yang lebih dikenal
dengan infeksi nosokomial merupakan komplikasi yang paling sering terjadi di
pelayanan kesehatan. Dalam forum Asian Pasific Economic Comitte (APEC)
atau Global Health Security Agenda (GHSA) penyakit infeksi terkait pelayanan
kesehatan (HAIs) telah menjadi agenda yang di bahas. Hal ini menunjukkan
bahwa HAIs yang ditimbulkan berdampak secara langsung sebagai beban
ekonomi negara. Pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan penunggu pasien
merupakan kelompok yang berisiko mendapat HAIs. Infeksi ini dapat terjadi
melalui penularan dari pasien kepada petugas, dari pasien ke pasien lain, dari
pasien kepada pengunjung atau keluarga maupun dari petugas kepada pasien.
Dengan demikian akan menyebabkan peningkatan angka morbiditas, mortalitas,
peningkatan lama hari rawat dan peningkatan biaya rumah sakit.
Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) sangat Penting
untuk melindungi pasien, petugas juga pengunjung dan keluarga dari risiko
tertularnya infeksi karena dirawat. Keberhasilan program PPI perlu keterlibatan
lintas profesional: Klinisi, Perawat, Laboratorium, Kesehatan Lingkungan,
Farmasi, Gizi, IPSRS, Sanitasi & Housekeeping, dan lain-lain sehingga perlu
wadah berupa Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.
Keselamatan pasien adalah disiplin yang menekankan keselamatan
dalam perawatan kesehatan melalui pencegahan, pengurangan, pelaporan, dan
analisis kesalahan medis yang sering menyebabkan efek buruk. Frekuensi dan
besarnya efek samping yang dapat dihindari yang dialami oleh pasien tidak
diketahui dengan baik, ketika beberapa negara melaporkan jumlah pasien yang
mengejutkan yang dirugikan meninggal oleh kesalahan medis. Menyadari
bahwa kesalahan kesehatan berdampak 1 pada setiap 10 pasien di seluruh dunia,
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut keselamatan pasien sebagai
5. 5
masalah endemik. [1] Keselamatan pasien telah muncul sebagai disiplin
kesehatan yang berbeda didukung oleh kerangka kerja ilmiah belum matang
belum berkembang. Ada tubuh transdisiplin yang signifikan dari literatur
teoritis dan penelitian yang menginformasikan ilmu keselamatan pasien. [2]
Pengetahuan keselamatan pasien yang dihasilkan terus menerus
menginformasikan upaya peningkatan dan pengembangan bagi semua tenaga
pelayan kesehatan.
C. PETUNJUK BELAJAR
Agar kita berhasil dengan baik dalam mempelajari bahan ajar ini berikut
beberapa petunjuk yang dapat anda ikuti :
1) Bacalah dengan cermat bagian pendahuluan modul ini sampai anda
memahami tentang konsep infeksi, penyebaran, tahapan, tanda-tanda,
insiden, dan pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan
kesehatan.
2) Pahami garis besar materi-materi yang akan dipelajari atau dibahas
secara seksama apa yang akan dicapai.
3) Upayakan untuk dapat membaca sumber-sumber lain yang relevan
untuk menambahkan wawasan anda menjadikan perbandingan jika
pembahasan dalam modul ini masih dianggap kurang.
4) Mantapkan pemahaman anda dengan latihan dalam modul dan melalui
kegiatan diskusi dengan mahasiswa atau dosen.
6. 6
INFEKSI NOSOKOMIAL
A. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari modul berikut diharapkan peserta PPG mampu menguasai
teori dan aplikasi materi keahlian keperawatan, kompetensi keahlian asisten
keperawatan yang mencakup ketrampilan dasar tindakan keperawatan
termasuk advancy materials yang dapat menjelaskan aspek “apa” (konten),
“mengapa” (filosofi), dan “bagaimana” (penerapan) dalam kehidupan sehari-
hari.
B. SUB CAPAIAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari modul berikut diharapkan peserta PPG mampu
menganalisis prinsip ketrampilan dasar tindakan keperawatan dan aplikasinya dalam
pembelajaran asisten keperawatan
C. URAIAN MATERI
Salam sejahtera buat semuanya, semoga kita senantiasa diberi kemudahan
dalam pemahaman setiap yang di pelajari. Aamiin. Apakah kalian pernah
mendengar infeksi nosokomial? Bagaimana prosesnya dan tentunya bagimana
cara mencegahnya? Yuk, kita bersama sama mempelajari hal tersebut.
Pada uraian ini, modul akan menjelaskan tentang kontrol infeksi, sehingga setelah
mempelajari peserta PPG melaksanakan pencegahan terjadinya infeksi nosocomial.
Untuk mengikuti meteri tentang control infeksi perlu mengetahui beberapa
tahapan belajar meliputi: 1). Memahami pengertian infeksi dan etiologi; 2).
Memahami penyebaran penyakit infeksi; 3). Memahami tahap/proses infeksi;
4). Memahami tanda-tanda inflamasi/infeksi lokal; 5). Memahami
pengendalian dan pencegahan agen infeksi1). Konsep keselamatan pasien
(patient safety); 2). Tujuan keselamatan pasien; 3). Jenis jenis alat pelindung
diri; 4). Relevansi keselamatan pasien dengan pelayanan kesehatan; 5. Insiden
keselamatan pasien akibat salah pelayanan kesehatan dan kegagalan; 6. Konsep
keselamatan pasien (Patient Safety); 7. Relevansi keselamatan pasien dengan
pelayanan kesehatan; 8. Pengendalian dan pencegahan agen infeksi; 9. Jenis
7. 7
jenis alat pelindung diri (APD); 10. Isolasi; 11. Diagnosa dan Intervensi
Keperawatan
1. Pengertian Infeksi dan etiologi
Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berpoliferasi di
dalam tubuh yang menyebabkan sakit (Potter & Perry, 2005). Infeksi
merupakan akibat dari invasi mikroorganisme pathogen kedalam tubuh dan
jaringan yang terjadi pada penjamu terhadap organisme dan toksinya. Infeksi
merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen,
dengan /tanpa disertai gejala klinik.
Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan (Health Care Associated
Infections/HAIs) merupakan infeksi yang terjadi pada pasien selama perawatan
di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dimana ketika masuk
tidak ada infeksi dan tidak dalam masa inkubasi, termasuk infeksi dalam rumah
sakit tapi muncul setelah pasien pulang, juga infeksi karena pekerjaan pada
petugas rumah sakit dan tenaga kesehatan terkait proses pelayanan kesehatan di
fasilitas pelayanan kesehatan.
Microorganisme yang termasuk dalam agen infeksi antara lain bakteri,
virus, jamur dan protozoa. Mikroorganisme di kulit bisa merupakan flora
transient maupun resident. Organisme transient normalnya ada dan jumlahnya
stabil, organisme ini bisa hidup dan berbiak di kulit. Organisme transien
melekat pada kulit saat seseorang kontak dengan obyek atau orang lain dalam
aktivitas normal. Organisme ini siap ditularkan, kecuali dihilangkan dengan
cuci tangan. Organisme residen tidak dengan mudah bisa dihilangkan melalui
cuci tangan dengan sabun dan deterjen biasa kecuali bila gosokan dilakukan
dengan seksama. Mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi tergantung
pada: jumlah microorganisme, virulensi (kemampuan menyebabkan
penyakit), kemampuan untuk masuk dan bertahan hidup dalam host serta
kerentanan dari host/penjamu. Ada beberapa mikroorganisme yang
menyebabkan infeksi nosocomial antara lain:
a) Conventional pathogens: Penyebab penyakit pada orang sehat, karena
tidak adanya kekebalan terhadap kuman tersebut, misalnya Staphylococcus
8. 8
aureus, streptococcus, salmonella, shigella, virus influenza, virus
hepatitis.
b) Conditional pathogens: Penyebab penyakit pada orang dengan penurunan
daya tahan tubuh terhadap kuman langsung masuk dalam jaringan tubuh
yang tidak steril, misalnyapseudomonas, proteus, klebsiella, serratia, dan
enterobacter.
c) Opportunistic pathogens: Penyebab penyakit menyeluruh pada penderita
dengan daya tahan tubuh sangat menurun, misalnya mycobacteria,
nocardia, pneumocystis (WHO, 2002).
2. Penyebaran Penyakit Infeksi
Dalam garis besarnya mekanisme transmisi mikroba patogen ke pejamu yang
rentan melalui dua cara:
a) Transmisi Langsung
Penularan langsung oleh mikroba patogen ke pintu masuk yang sesuai dari
pejamu. Sebagai contoh adalah adanya sentuhan, gigitan, ciuman, atau adanya
droplet nuclei saat bersin, batuk, berbicara atau saat transfusi darah dengan darah
yang terkontaminasi mikroba patogen.
b) Transmisi Tidak Langsung
Penularan mikroba patogen yang memerlukan media perantara baik berupa
barang/bahan, air, udara, makanan/minuman, maupun vektor.
a) Vehicle Borne: sebagai media perantara penularan adalah barang/bahan yang
terkontaminasi seperti peralatan makan, minum, alat-alat bedah/kebidanan,
peralatan laboratorium, peralatan infus/transfusi.
b) Vektor Borne: Sebagai media perantara adalah vektor (serangga) yang
memindahkan mikroba patogen ke pejamu adalah sebagai berikut:
Cara Mekanis: Pada kaki serangga melekat kotoran/sputum mikroba
patogen, lalu hinggap pada makanan/minuman, dimana selanjutnya akan
masuk ke saluran cerna pejamu.
Cara Bologis: Sebelum masuk ke tubuh pejamu, mikroba mengalami siklus
perkembangbiakkan dalam tubuh vektor/serangga, selanjutnya mikroba
dipindahkan ke tubuh pejamu melalui gigitan.
9. 9
c) Food Borne: Makanan dan minuman adalah media perantara yang cukup
efektif untuk menyebarnya mikroba patogen ke pejamu, yaitu melalui
saluran cerna.
d) Water Borne: Tersedianya air bersih baik secara kuantitatif maupun
kualitatif, terutama untuk kebutuhan rumah sakit adalah mutlak. Kualitas air
yang meliputi aspek fisik, kimiawi, dan bakteriologis diharapkan terbebas
dari mikroba patogen sehingga aman untuk dikonsumsi. Jika tidak, sebagai
media perantara, air sangat mudah menyebarkan mikroba patogen ke
pejamu, melalui pintu masuk saluran cerna atau yang lainnya.
e) Air Borne: Udara sangat mutlak diperlukan oleh setiap orang, namun adanya
udara yang terkontaminasi oleh mikroba patogen sangat sulit untuk
dideteksi. Mikroba patogen dalam udara masuk ke saluran nafas pejamu
dalam bentuk droplet nuclei yang dikeluarkan oleh penderita saat batuk atau
bersin, bicara atau bernafas, melalui mulut atau hidung. Sedangkan debu
merupakan partikel yang dapat terbang bersama partikel lantai/tanah.
Penularan melalui udara ini umumnya mudah terjadi di dalam ruangan yang
tertutup seperti di dalam gedung, ruangan/bangsal/kamar perawatan, atau
pada laboratorium klinik.
Infeksi nosokomial disebut juga dengan “Hospital acquired infections
(HAIs) ” apabila memenuhi batasan/ kriteria sebagai berikut:
a) Waktu mulai dirawat tidak didapat tanda-tanda klinik infeksi dan tidak
sedang dalam masa inkubasi infeksi tersebut.
b) Merupakan infeksi yang terjadi di rumah sakit atau fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya, setelah dirawat 3 x 24 jam. Sebelum dirawat, pasien
tidak memiliki gejala tersebut dan tidak dalam masa inkubasi. Infeksi
nosokomial bukan merupakan dampak dari infeksi penyakit yang telah
dideritanya (Depkes, 2003)
c) Pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan penunggu pasien merupakan
kelompok yang paling berisiko terjadinya HAIs, karena infeksi ini dapat
menular dari pasien ke petugas kesehatan, dari pasien ke pengunjung atau
keluarga ataupun dari petugas ke pasien (Husain, 2008)
10. 10
d) HAIs adalah suatu infeksi yang tidak terinkubasi dan terjadi ketika pasien
masuk ke rumah sakit atau akibat dari fasilitas kesehatan lainnya yang ada
di rumah sakit (Vincent, 2003).
e) HAIs adalah suatu infeksi yang terjadi di fasilitas pelayanan kesehatan
yang berasal dari alat- alat medis, prosedur medis atau pemberian terapi
(Breathnach (2005)
3. Tahap/Proses Infeksi
Berbagai komponen dari sistem imun memberikan jaringan kompleks
mekanisme yang sangat baik, yang jika utuh, berfungsi mempertahankan tubuh
terhadap mikroorganisme asing dan sel-sel ganas. Pada beberapa keadaan,
komponen-komponen baik respon spesifik maupun nonspesifik bisa gagal dan hal
tersebut mengakibatkan kerusakan pertahanan hospes. Orang-orang yang mendapat
infeksi yang disebabkan oleh defisiensi dalam pertahanan dari segi hospesnya
disebut hospes yang melemah. Sedangkan orang-orang dengan kerusakan mayor
yang berhubungan dengan respon imun spesifik disebut hospes yang
terimunosupres.
Efek dan gejala nyata yang berhubungan dengan kelainan pertahanan
hospes bervariasi berdasarkan pada sistem imun yang rusak. Ciri-ciri umum yang
berkaitan dengan hospes yang melemah adalah: infeksi berulang, infeksi kronik,
ruam kulit, diare, kerusakan pertumbuhan dan meningkatnya kerentanan terhadap
kanker tertentu. Secara umum proses infeksi adalah sebagai berikut:
Periode inkubasi. Infeksi terjadi secara progresif dan beratnya infeksi pada klien
tergantung dari tingkat infeksi, patogenesitas mikroorganisme dan kerentanan
penjamu. Dengan proses perawatan yang tepat, maka akan meminimalisir
penyebaran dan meminimalkan penyakit. Perkembangan infeksi mempengaruhi
tingkat asuhan keperawatan yang diberikan.
1. Periode Inkubasi: Periode diantara masuknya mikroorganisme ke tubuh dan
sampai dengan beradaptasi dengan pathogen dan banyaknya penyebab infeksi
. (Interval antara masuknya patogen ke dalam tubuh dan munculnya gejala
pertama). Bervariasi tergantung mikroorganisme. Contoh: Campak/rubella : 10
– 14 hari; Tetanus : 4 – 21 hari; Flu 1-3 hari; Mumps/gondongan 18 hari
11. 11
2. Periode Prodormal : Periode dimana munculnya gejala /tanda non spesifik
seperti : kelelahan, lemah, peningkatan suhu, iritability sampai dengan gejala
spesifik muncul. Selama masa ini, mikroorganisme tumbuh dan berkembang
biak dan klien lebih mampu menyebarkan penyakit ke orang lain.
3. Periode Sakit: Klien memanifestasikan tanda dan gejala yang spesifik terhadap
jenis infeksi dan berkembang dengan jelas. Contoh: demam dimanifestasikan
dengan sakit tenggorokan, mumps dimanifestasikan dengan sakit telinga,
demam tinggi, pembengkakan kelenjar parotid dan saliva.
4. Periode Penyembuhan (Kovalensi): Periode hilangnya gejala sampai dengan
status kesehatan normal seperti biasa. Tergantung penyakit dan kesehatan
secara umum.
Agent infeksi
bakteri,jamur,
parasit,virus
Reservoir
Manusia,air/larutan,obat,
peralatan
Portal of Exit
Eksreta,sekresi,
droplet
Portal of Exit
mukosa, luka,sal.cerna,
sal.nafas,sal.kemih
Penjamu rentan
Pasca bedah,lukabakar,
peny.kronik,bayi,lansia
12. 12
Gambar: Rantai Infeksi
Kegiatan Belajar 4: Tanda-Tanda Inflamasi/Infeksi lokal
Tanda tanda peradagan/inflamasi dibagi menjadi peradangan local dan
peradangan sistemik. Respon peradangan local sebagai berikut:
1) Calor (panas): Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari
sekelilingnya, sebab terdapat lebih banyak darah yang disalurkan ke area
terkena infksi/ fenomena panas lokal karena jaringan-jaringan tersebut
sudah mempunyai suhu inti dan hiperemia lokal tidak menimbulkan
perubahan.
2) Dolor (rasa sakit): Dolor dapatditimbulkan oleh perubahan PH lokal atau
konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung saraf.
pengeluaran zat kimia tertentuseperti histamin atau zat kimia bioaktif
lainnya dapat merangsang saraf nyeri, selain itu pembengkakan jaringan
yang meradang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal dan
menimbulkan rasa sakit.
3) Rubor (Kemerahan): Merupakan hal pertama yang terlihat didaerah yang
mengalami peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbulmaka
arteriol yang mensuplai daerah tersebut melebar, dengan demikian lebih
banyak darah yang mengalir kedalam mikrosirkulasi lokal. Kapiler-kapiler
yang sebelumnya kosong atau sebagian saja meregang, dengan cepat penuh
terisi darah. Keadaan iniyang dinamakan hiperemia atau kongesti.
4) Tumor (pembengkakan): Pembengkakan ditimbulkan oleh karena
pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah kejaringan interstisial.
13. 13
Campuran cairan dan sel yang tertimbun di daerah peradangan disebut
eksudat.
5) Functiolaesa: Adanya perubahan fungsi secara superficial bagian yang
bengkak dan sakit disrtai sirkulasi dan lingkungan kimiawi lokal yang
abnormal, sehingga organ tersebut terganggu dalam menjalankan fungsinya
secara normal.
Respon peradangan sistemik sebagai berikut:
1) Demam: Demam adalah peningkatan titik patokan (set-point) suhu di
hipotalamus. Dengan meningkatkan titik patokan tersebut, maka
hipotalamus mengirim sinyal untuk meningkatkan suhu tubuh. Tubuh
berespons dengan menggigil dan meningkatkan metabolisms basal. Demam
timbul sebagai respons terhadap pembentukan interleukin-1, yang disebut
pirogen endogen. Interleukin-1 dibebaskan oleh neutrotil aktif, makrofag,
dan sel-sel yang mengalami cedera. Interleukin-1 tampaknya menyebabkan
panas dengan menghasilkan prostaglandin, yang merangsang hipotalamus.
Apabila sumber interleukin-1 dihilangkan (misalnya, setelah sistem imun
berhasil mengatasi mikro-organisme), maka kadarnya turun. Hal ini akan
mengembalikan titik patokan suhu ke normal. Untuk jangka waktu yang
singkat, suhu tubuh akan tertinggal dari pengembalian titik patokan tersebut
dan hipotalamus akan menganggap bahwa suhu tubuh terlalu tinggi.
Sebagai responsnya, hipotalamus akan merangsang berbagai respons
misalnya berkeringat untuk mendinginkan tubuh. Aspirin dan obat anti-
inflamasi nonsteroid lainnya menghambat demam dengan menghambat
pembentukan prostaglandin. Demam diketahui terjadi pada semua hewan
yang diteliti, yang mengisyaratkan peran evolusinya pada kelangsungan
hidup spesies. Penelitianpenelitian mengisyaratkan bahwa demam
membantu suatu organisme menyingkirkan infeksi dan dengan demikian
bermanfaat bagi pejamu. Namun, demam tinggi dapat merusak sel, terutama
sel-sel di susunan saraf pusat.
2) Leukositosis: Leukositosis adalah peningkatan sel darah putih (leukosit)
dalam sirkulasi. Peningkatan neutrofil merupakan penyebab awal
14. 14
leukositosis yang menyertai suatu infeksi atau peradangan. Pada infeksi
yang berkepanjangan, jumlah sel-sel imatur (sel mieloid) meningkat, karena
neutrofil yang matang dan granulosit lain habis terpakai. Pergeseran menuju
selsel imatur ini disebut pergeseran ke kiri. Apabila infeksi atau peradangan
mereda, terjadi pergeseran ke kanan sewaktu sel-sel matang dibebaskan dari
sum-sum tulang dan kembali mendominasi dalam sirkulasi.
4. Keselamatan Pasien (Patient Safety)
Apakah kalian tahu apa itu keselamatan pasien (patient safety)? Pada
modul ini ada beberapa pengertian tentang patient safety, diantaranya adalah
sebagai berikut:
Menurut Supari, patient safety adalah bebas dari cidera aksidental atau
menghindarkan cidera pada pasien akibat perawatan medis dan kesalahan
pengobatan. Vincent juga mengemukakan bahwa keselamatan pasien
didefinisikan sebagai penghindaran, pencegahan dan perbaikan dari hasil
tindakan yang buruk atau injuri yang berasal dari proses perawatan kesehatan.
Begitupun Emanuel menyatakan bahwa keselamatan pasien adalah disiplin
ilmu di sektor perawatan kesehatan yang menerapkan metode ilmu
keselamatan menuju tujuan mencapai sistem penyampaian layanan kesehatan
yang dapat dipercaya. Keselamatan pasien juga merupakan atribut sistem
perawatan kesehatan; Ini meminimalkan kejadian dan dampak, dan
memaksimalkan pemulihan dari efek samping.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2016
Tentang Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit menjelaskan
beberapa istilah sebagai berikut:
a) Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko,
identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien,
pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak
lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko
dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
15. 15
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil.
b) Insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut insiden adalah setiap
kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau
berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien, terdiri
dari Kejadian Tidak Diharapkan, Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak
Cedera dan Kejadian Potensial Cedera.
c) Kejadian Tidak Diharapkan, selanjutnya disingkat KTD adalah insiden yang
mengakibatkan cedera pada pasien.
d) Kejadian Nyaris Cedera, selanjutnya disingkat KNC adalah terjadinya
insiden yang belum sampai terpapar ke pasien.
e) Kejadian Tidak Cedera, selanjutnya disingkat KTC adalah insiden yang
sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak timbul cedera.
f) Kondisi Potensial Cedera, selanjutnya disingkat KPC adalah kondisi yang
sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden.
g) Kejadian sentinel adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau
cedera yang serius.
h) Pelaporan insiden keselamatan pasien yang selanjutnya disebut pelaporan
insiden adalah suatu sistem untuk mendokumentasikan laporan insiden
keselamatan pasien, analisis dan solusi untuk pembelajaran.
Tujuan keselamatan pasien
Tujuan dari keselamatan pasien (patient safety) adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi pasien dengan benar (Identify patients correctly)
2. Meningkatkan komunikasi yang efektif (Improve effective communication)
3. Meminalkan kesalahan penempatan, kesalahan pasien, kesalahan prosedur
(Eliminate wrong-site, wrong-patient, wrong procedure surgery)
4. Meningkatkan keamanan dari resiko pengobatan (Improve the safety of
high-alert medications)
5. Menurunkan resiko infeksi yang berhubungan dengan pelayan kesehatan
(Reduce the risk of health care-associated infections)
16. 16
6. Menurunkan resiko pasien terjatuh (Reduce the risk of patient harm from
falls).
5. Insiden Infeksi di pelayanan kesehatan
Situasi medis di negara berkembang patut diberi perhatian lebih. Situasi
minimnya infrastuktur dan peralatan medis kurang tersedianya jumlah dan
kualitas obat yang mencukupi, lemahnya kontrol infeksi dan managemen
pembuangan limbah medis, kurang terampilnya tenaga medis karena kurang
termotivasi; atau minimnya pendanaan untuk layanan kesehatan membuat
kemungkinan peristiwa medis yang merugikan pasien lebih besar
dibandingakan dengan Negara negara maju. Beberapa isu penting dalam
keselamatan pasien meliputi – layanan kesehatan yang berkaitan dengan
infeksi, luka Karena pembedahan atau salah pembiusan, praktik penyuntikan
yang tidak aman termasuk dalam pengambilan darah, praktik medis yang tidak
aman untuk wanita hamil dan bayi.
Di banyak keadaan rumah sakit, tantangan terkait dengan layanan
kesehatan berbasis penyakit infeksi adalah penyebaran infeksi tersebut.
Sehingga perlu satu ukuran dan standar untuk mengontrol penyebaran infeksi
yang kerap kali secara kasat mata tidak ada. Hal ini karena hasil dari kombinasi
faktor-faktor yang tak mendukung seperti minimnya higinitas dan sanitasi.
Terlebih, kondisi sosial ekonomi yang tak mendukung dan pasien juga
mengalami malnuntrisi serta infeksi penyakit lainnya, menambah risiko medis
semakin tinggi untuk menangani penyakit karena infeksi.
Beberapa penelitian WHO lainnya menunjukkaan bahwa peralatan
medis di semua rumah sakit di negara-negara berkembang tak layak pakai atau
hanya setengahnya saja yang diperbaharui secara berkala. Di beberapa negara,
sekitar 40% kasur di rumah sakit diletakkan pada struktur yang dibuat untuk
tujuan lain, bukan untuk peletakan kasur atau ranjang yang layak. Hal ini upaya
untuk membuat fasilitas medis terlindungi dari radiasi dan terkontrol dari
infeksi sangat sulit dilakukan, sehingga kerap kali fasilitas medis tersebut
dalam kondisi di bawah standar.
17. 17
Prevalensi HAIs di rumah sakit dunia mencapai 9% atau kurang lebih 1,40
juta pasien rawat inap di rumah sakit seluruh dunia terkena infeksi osokomial.
Penelitian yang dilakukan oleh WHO menunjukkan bahwa sekitar 8,70% dari
55 rumah sakit di 14 negara yang berada di Eropa, Timur Tengah, Asia
Tenggara, dan Pasifik menunjukkan adanya HAIs. Prevalensi HAIs paling
banyak di Mediterania Timur dan Asia Tenggara yaitu sebesar 11,80% dan 10%
sedangkan di Eropa dan Pasifik Barat masingmasing sebesar 7,70% dan 9%
(Kurniawati, Satyabakti, & Arbianti, 2015).
6. Alat Pelindung Diri (APD)
Apakah masih semangat untuk mempelajari modul ini? Berikut adalah alat
pelindung diri dan jenis-jenisya. Diharapkan peserta PPG bisa mengenal alat
tersebut dan dapat mengimplementasikan dengan tepat.
a) Pengertian Alat Pelindung Diri (APD)
Alat pelindung diri adalah peralatan yang di gunakan untuk
meminimalisir dan mencegah terjadinya kecelakaan akibat kerja serta penyakit
akibat tidak menggunakannya. Kontak yang salah dengan bahan dan mesin
ditempat kerja dapat mengakibatkan suatu cidera dan penyakit yang cukup
serius (Kuswana,2015).
Berasarkan peraturan menteri tenagakerja dan transmigrasi Republik
Indonesi nomor PER.08/MEN/V11 2010 tentang alat pelindung diri, APD
adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang
yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya
ditempat kerja.
Menurut Occupatioonal Safety and Health Addministration (OSHA)
alat pelinudng diri, didefinisikan sebagai alat yang digunakan untuk
melindungi pekerja dari penyakit akibat kerja baik bersifat biologis, radiasi,
kimia, elektrik, fisik, mekanik, dan lainnya. APD digunakan sebagai upaya
terakhir untuk melindungi tenaga kerja saat melakukan pekerjaan agar tidak
terjadi kecelakaan kerja serta penyakit berahaya (Sholihah,2014).
18. 18
b) Peraturan tentang Alat Pelindung Diri (APD)
1. Menurut Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja
1) Pasal 2 ayat (1) butir f : Dengan peraturan perundangan ditetapkan
syarat-syarat untuk memberikan APD.
2) Pasal 9 ayat (1) butir c: pengurus diwajibkan menunjukan dan
menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang APD.
3) Pasal 12 butir b: Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan
atau tidak tenaga kerja untuk memakai APD.
4) Pasal 14 butir c: Pengurus diwajibkan menyediakan APD secara cuma-
cuma.
2. Peraturan menteri tenaga kerja dan tranmigrasi nomer per.01/men/1981
tentang kewajiban melapor penyakit akibat kerja. Menurut pasal 4 ayat (3)
kewajiban pengurus menyediakan APD dan wajib bagi tenaga kerja
menggunakannya untuk pencegahan Penyakit Akibat Kerja (PAK).
3. Permenaker dan Transmigrasi RI No. PER.08/MEN/VII/2010 tentang APD.
Pasal 2 yang berbunyi pengusaha wajib menyediakan APD bagi perkerja
atau buruh ditempat kerja yang diberikan secara cuma-cuma dan harus
sesuai Standrat Nasional Indonesia (SNI). Pasal 4 ayat 1 point e yang
berbunyi APD wajib digunakan tempat kerja dimana dilakukan usaha
pertambangan dan perngelolaan batu-batuan, gas, minyak, panas bumi, atau
mineral bumi lainnya baik dipermukaan, didalam bumi, maupun didasar
perairan.
c) Jenis-jenis Alat Pelindung Diri (APD)
Menurut Buntarto, 2015 macam-macam APD sebagai berikut.
1. Pakaian pelindung tubuh
1) Apron adalah pakaian pelindung yang menutupi sebagian tubuh mulai
dari dada sampai lutut, apron terbuat dari kain drill, kulit, plastic, karet,
asbes, atau kain yang dilapisi alumunium.
Tabel 1. Jenis-jenis Apron
Jenis Apron Deskripsi
19. 19
Apron bahan CP atau kulit mitasi Apron yang terbuat dari bahan CP atau
terkenal dengan istilah kulit mitasi dan
biasanya di pakai oleh perusahaan
industri otomotif dan elektronik dan
bahan ini tidak gampang sobek dan dapat
dibersihkan dengan mudah sekali.
Apron berbahan mika
Desain dan ukuran dapat dipesan sesuai
standart perusahaan biasanya banyak
digunakan oleh perusahaan makanan
dan minuman, bahannya mudah sekali
dibersihkan.
Apron berbahan katun drill
Apron disamping terbuat dari bahan
katun dan drill ( amerkcan drill, jalan
dril, nagata drill ) dan banyak di
gunakan oleh pabrik makanan dan
minuman model dan ukuran dapat di
pesan sesuai standar perusahaan.
Apron berbahan mika jerry
Apron di samping terbuat dari bahan
mika jerry dan banyak di pakai khusus
oleh perusahaan perikanan dan
pembekuan udang dan cumi-cumi bahan
ini gampang di bersihkan dan tahan
dalam tingkat pembekuan yang sangat
tinggi.
Apron berbahan Tripollin Apron ini terbuat dari bahan tripolin dan
biasanya digunakan oleh perusahaan
industri mesin dan perkapalan karena
gampang dibersihkan cari kotoran
minyak ,bentuk dan design dapat di
pesan sesuai standar perusahaan.
20. 20
2) Overalls
Pakaian pelindung tubuh yang menutupi seluruh bagian tubuh.
Pakaian ini biasanya yang digunakan oleh pekerja sampah di Tempat
Pembuangan Akhir (TPA).
Gambar. APD jenis Overalls
2. Pelindung Kepala (Safety Helmet)
Alat pelindung kepala berfungsi sebagai pelindung dari benturan,
terantuk, kejatuhan atau terpukul benda keras maupun tajam yang melayang
maupun meluncur dari udara, terpapar oleh radiasi panas, api, percikan
bahan bahan kimia dan suhu yang ekstrim (Sholihah, 2014). Alat pelindung
kepala adalah alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi kepala dari
benturan, terantuk, kejatuhan atau terpukul benda tajam atau benda keras
yang melayang atau meluncur di udara, terpapar oleh radiasi panas, api,
percikan bahan-bahan kimia, jasad renik (mikro organisme) dan suhu yang
ekstrim (Soekirman, 2014).
Menurut Buntarto 2015 alat pelindung kepala berdasarkan bentuknya
dibedakan menjadi 3 yaitu :
Tabel Tabel Jenis Pelindung Kepala
Jenis pelindung kepala Deskripsi
21. 21
Topi Pengaman
Sumber:
Indonesian.alibaba.blogspot.com
Topi ini untuk melindungi kepala
dari benturan, kejatuhan, hantaman
benda keras dan tajam. Topi
pengaman harus tahan terhadap
pukulan dan benturan, perubahan
cuaca serta oengaruh bahan kimia.
Topi ini harus terbuat dari bahan
yang tidak mudah terbakar dan tidak
menghantarkan listrik.
Hood
Untuk melindungi kepala dari
bahan kimia, api, dan panas radiasi
yang tinggi. Hood terbuat dari
bahan yang tidak mempunyai celah
atau lubang seperti asbes, kulit,
wool, katun yang di campuri
alumunium.
Hair Cap
Untuk melindungi kepala dari
paparan debu, dan meindungi
rambut dari bahaya terjerat mesin
yang berputar. Biasanya terbuat dari
bahan katun atau bahan yang mudah
di cuci.
3. Pelindung Mata
Pelindung mata berfungsi untuk melindungi mata dari percikan korosif,
radiasi gelombang elektro magnetic, dan mencegah masuknya debu-debu
kedalam mata yang menyebabkan iritasi pada mata (Buntarto,2015). Alat
22. 22
pelindung mata adalah yang digunkan untuk menvegah debu-debu, partikel-
partikel kecil dan mengurangi sinar yang menyilaukan (Listiyarini,2018).
Sumber: snap361.net/ig-tag/AlatPelindungDiri/
Gambar. Alat Pelindung Mata
4. Alat Pelindung Telinga
Melindungi telinga dari gemuruh mesin yang sangat bising juga
penahan
bising dari
letupan-
letupan
(Irzal,2016). Menurut Buntarto 2015 pelindung
telinga memiliki dua jenis yaitu ear plug, ear muff. Ear plug adalah sumbat
telinga yang dapat menahan frekuensi tertentu sehingga frekuensi
pembicaraan tidak terganggu. Dapat di buat dari apas, plastic, karet alami,
dan malam. Ear Muff adalah alat pelindung telinga yang terdiri dari dua
buah tutup telinga dan sebuah head band. Isi dari tutup telinga dapat berupa
cairan atau busa yang berfungsi untuk menyersap suara dengan frekuensi
tinggi.
1) Ear Plug 2) Ear Muff
Gambar: Pelindung Telinga 1) Ear Plug; dan 2) Ear Muff
5. Pelindung Pernafasan
Pelindung pernafasan berfungsi untuk melindungi organ pernafasan
dengan cara menyalurkan udara bersih dan sehat atau menyaring cemaran
bahan kimia,mikro-organisme, pertikel yang ebrupa debu, kabur, uap, gas.
23. 23
Untuk mencegah masuknya kotoran yang dapat meggangu system
pernafasan dengan menggunakan masker (Anizar,2009). Menurut Buntaro
2015 ada beberapa jenis masker pelindung pernafasan yaitu.
1) Respirator pemurni udara (Air Purifying Reapirator)
Tabel Jenis Alat Pelindung Pernafasan berdasarkan Air Purifying
Reapirator
Jenis alat pelindung pernafasan Deskripsi
Cemical respirator
Respirator berfungsi sebagai
permbersih udara dengan cara
absorbsi atau adsobrobsi.
Mecanical respirator
Filter ini digunakan sebagai
perlindungan terhadap
paparan aerosol, zat padat dan
aerosol zat cair melalui
filtrasi.
Combinasi cemical respirator Respirator ini dilengkapi
dengan filter dan adsorben
sehingga relative lebih berat
dari filter. Respirator ini
digunakan pada
penyemprotan pestisida dan
pengecatan.
24. 24
2) Respirator penyedia udara (Breathing Aparatus)
Tabel. Jenis Alat Pelindung Pernafasan berdasarkan Breathing
Aparatus
Jenis alat pelindung pernafasan Deskripsi
Air Line Respirator
Respirator ini terdiri dari full-
half (Head covering helmet),
saluran udara (air line, selinder
atau compressor udara yang
dilengkapi dengan alat pengatur
tekanan.
Air Hose Respirator/Hose Mask
Cara kerja masker ini sama
dnegan air line respirator yang
membedakan adalah diameter
pipa udara yang di gunakan lebih
besar dari pada air line respirator
sehingga oemakaiannya masih
dapat menghirup udara bersih
sekalipun blower dari respirator
tersebut tidak berfungsi.
Self-Contained Breathing
Aparatus (SCBA)
Masker ini di gunakan ditempat-
tempat kerja diaman terdapat
zat-zat yang sangat toxic atau
difisiensi oksigen.
25. 25
6. Pelindung Tangan
Alat pelindung tangan adalah berfungsi sebgai pelindung tangan saat
bekerja di tempat atau situasi yang dapat mengakibatkan cidera tangan
(Kuswana,2015). Sarung tangan adalah perlengkapan yang digunakan
untuk melindungi tangan dari kontak bahan kimia, tergores, atau luka akibat
sentuhan dengan benda runcing dan tajam (Listiyarini, 2016). Alat
pelindung tangan terbuat dari berbagai macam bahan sesuai kebutuhan
perkerja (Irzal,2016).
Jenis alat pelindung sarung tangan Deskripsi
Gloves
Sarung tangan biasa.
26. 26
Menurut bentuknya sarung
tangan dibedakan menjadi tiga, yaitu :
Tabel 2. Jenis Alat Pelindung
Pernafasan berdasarkan Breathing Aparatus
7. Pelindung Kaki
Menurut peraturan menteri tenanga kerja dan transmigrasi Republik
Indonesia PER.08/MEN/VII/2010 tentang alat pelindung diri, alat
pelindung kaki berfungsi melinungi kaki dari tertimpa atau berbenturan
dengan benda-benda berat, tertusuk benda tajam, terkena cairan panas atau
dingin, uap panas, terpajang suhu yang ekstrim, terkena bahan kimia
berbahaya serta tergelincir (Sholihah, 2014). Alat pelindung kaki
perlengkapan untuk melindungi kaki dari benda-benda seperti kaca, atau
potongan baja, dan aliran listrik (Listiyarini, 2018).
Gounlets
Sarung tangan yang di lapisi
logam
Mitts Mittens
Sarung tangan yang keempat
jarinya dibungkus jadi satu
kecuali ibu jari
27. 27
Gambar: Contoh Gambar Pelindung Kaki
8. Tali Sabuk Pengaman
Sabuk pengaman merupakan suatu alat yang di rancang untuk menahan
seseorang agar tetap di tempat apabila terjadi benturan. Sabuk pengaman di
rancang untuk mengurangi cidera dengan menahan si pemakai dari benturan
dengan bagian dalam kendaraan atau terlempar dari dalam kendaraan
(Kuswana, 2015).
Sumber: id.tchnology.info.com
Gambar: Contoh Gambar Sabuk Pengaman
d) Ketentuan Pemilihan Alat Pelindung Diri
Menurut Buntarto (2015), hal-hal yang perlu di perhatikan dalam pemilihan
APD, antara lain :
1. Dapat memberikan pelindung yang cukup terhadap bahaya yang dihadapi
oleh pekerja.
2. Harus seringan mungkin dan tidak menyebabkan rasa ketidaknyamanan
yang berlebihan.
3. Tidak mudah rusak.
4. Suku cadang mudah di peroleh.
5. Harus memnuhi ketentuan standart yang telah ada.
6. Dapat dioakai secara fleksibel.
7. Tidak menimbulkan bahaya-bahaya tambahan bagi penggunanya misalnya
karena bentuk dan bahan dari alat pelindung diri yang digunakan tidak tepat.
28. 28
8. Tidsak membatasi gerakan dan persepsi sesori pemakainya.
Menurut Sholihah (2014) aspek-aspek lain yang perlu diperhatikan dalam
pemilihan APD adalah :
1. Bentuknya menarik, dapat dipakai secara fleksibel dan tahan untuk
pemakaian yang cukup lama.
2. Seringan mungkin dan tidak menyebabkan rasa ketidaknyamanan
berlebhan.
3. Dapat memberikan perlindungan yang adekuat terhadap bahaya spesifik
yang diadapi oleh pekerja.
4. Suku cadang mudah diperoleh untuk mempermudah pemeliharaan.
e) Standar Alat Pelindung Diri Lengkap
Sumber : PATH. 2006. Personal Protective
Equipment for Incinerator Operators.
https://path.azureedge.net/media/documents/
TS_ppe_handouts.pdf
Gambar: Standar Operasional Prosedur (SOP) penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD)
7. Pengendalian dan Pencegahan Agen Infeksi
Fokus utama pencegahan infeksi (PI) pada masa lalu adalah
mencegah infeksi serius pasca bedah saat melakukan tindakan operasi.
29. 29
Meskipun infeksi serius pasca-bedah masih merupakan masalah di beberapa
negara, munculnya AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) dan
Hepatitis B yang belum tertanggulangi, telah merubah fokus Pencegahan
Infeksi secara dramatis. Saat ini, perhatian harus ditujukan untuk
mengurangi resiko perpindahan penyakit tidak hanya terhadap klien, tetapi
juga kepada pemberi pelayanan dan karyawan, termasuk pekarya, mereka
yang bertugas untuk membersihkan dan merawat ruang operasi. Sehingga
sejak tahun 1990-an dan selanjutnya, pencegahan infeksi mempunyai dua
tujuan: mencegah terjadinya infeksi dan memberikan perlindungan baik
terhadap klien maupun terhadap tenaga pelayan kesehatan.
a. Cuci Tangan
Mencuci tangan secara benar dan menggunakan sarung tangan
pelindung, baik di saat melakukan operasi maupun di saat memegang alat
atau bahan yang terkontaminasi, merupakan faktor kunci untuk mengurangi
penyebaran penyakit dan menjaga lingkungan bebas dari infeksi. Secara
praktis, cuci tangan merupakan salah satu tindakan paling penting.
Meskipun indikasi mutlak cuci tangan tidak diketahui karena kurangnya
penelitian kasus-kontrol, pedoman berikut ini dapat membantu untuk
menentukan bilamana cuci tangan dianggap diperlukan (Lynn, n.d.).
Gambar. Moment Cuci Tangan (World Health Organization, 2010)
5 momen cuci tangan sekarang coba kita bahas tentang bagaimana
30. 30
cuci tangan dengan antiseptik (handrub) yang benar menurut WHO (World
Health Organization, 2010). Higiene tangan baik dilakukan dalam 5
momen/saat:
1. Sebelum kontak dengan pasien,
2. Sebelum tindakan aseptik,
3. Setelah terkena cairan tubuh pasien,
4. Setelah kontak dengan pasien,
5. Setelah kontak dengan linkungan di sekitar pasien
Gambar. Langkah Cuci Tangan (World Health Organization, 2010)
Hand wash bisa dilakukan dengan menggosokkan tangan
menggunakan cairan antiseptik (handrub) atau dengan air mengalir dan
sabun antiseptik (handwash). Handrub dilakukan selama 20-30 detik
sedangkan handwash 40-60 detik. 5 kali melakukan handrub sebaiknya
diselingi 1 kali handwash. 6 langkah cuci tangan yang benar menurut WHO
yaitu:
1. Tuang cairan handrub pada telapak tangan kemudian usap dan gosok
kedua telapak tangan secara lembut dengan arah memutar.
2. Usap dan gosok juga kedua punggung tangan secara bergantian
3. Gosok sela-sela jari tangan hingga bersih
31. 31
4. Bersihkan ujung jari secara bergantian dengan posisi saling mengunci
5. Gosok dan putar kedua ibu jari secara bergantian
6. Letakkan ujung jari ke telapak tangan kemudian gosok perlahan
SOP MENCUCI TANGAN
NO KEGIATAN
1 Menyiapkan alat :
1. Air mengalir/wastafel
2. Cairan desinfektan dan pompanya
3. Waslap/lap pengering/tissue
2 Persiapan perawat :
1. Pastikan lengan baju diatas siku
2. Pastikan kuku jari tangan pendek
3. Pastikan perhiasan (gelang, cincin, jam tangan) dilepas
4. Pastikan seragam tidak menyentuh wastafel
3 Menjelaskan tujuan:
1. Membuang kotoran dan organisme yang menempel dari tangan
2. Pencegahan dan pengontrolan penularan infeksi
4 Membuka kran dan mengatur kecepatan aliran air dengan tangan
5 Membasahi tangan dengan air sampai pergelangan
6 Mengambil cairan sabun secukupnya atau bila tidak ada basahi
sabun batangan hingga berbusa lalu kembalikan sabun batangan
ke tempatnya
7 Gosok sabun ke tangan meliputi telapak tangan dan begitu pula
pada tangan yang satunya
8 Gosok sabun ke tangan meliputi punggung tangan dan begitu pula
pada tangan yang satunya
9 Gosok sabun ke tangan meliputi jari-jari tangan dengan
menangkupkan kedua tangan
10 Tangkupkan kedua tangan, saling mengunci dan saling gosokkan
11 Gosok ibu jari kiri dengan telapak tangan kanan dalam posisi
melingkar, begitu pula tangan yang satunya
12 Posisikan tangan kanan membentuk piramida mengkerucut pada
ujung-ujung jari, tempelkan dan putar di telapak tangan kiri, begitu
pula tangan yang satunnya
13 Gosok pergelangan tangan kanan dan kiri
14 Membilas dengan air mengalir dari ujung tangan ke pangkal
tangan
15 Mematikan kran air tanpa menyentuh kran (tissue atau siku)
16 Mempertahankan posisi tangan menghadap keatas sebelum
mengeringkan tangan
32. 32
17 Mengeringkan tangan dari ujung ke pangkal dengan menggunakan
lap/tissue/waslap
b. Menjaga kebersihan lingkungan rumah sakit.
Kebersihan lingkungan rumah sakit dilakukan dengan cara membersihkan
lingkungan rumah sakit dengan menggunakan cairan pembersih atau
disinfektan dengan frekuensi 2-3 kali per hari untuk lantai dan 2 minggu
sekali untuk dinding. Pada pasien yang bedrest di indikasikan untuk di
pasang kateter urine karena bisa menyebabkan terjadinya infeksi saluran
kemih.
c. Penggunaan alat dan prosedur.
Menggunakan alat atau selang yang menempel pada tubuh seperti alat bantu
napas atau kateter urine, serta melakukan tindakan medis lainnya sesuai
dengan indikasi (tepat guna). Indikasi pemasangan kateter urin menetap
antara lain:
1) Retensi urin akut atau obstruksi
2) Tindakan operasi tertentu
3) Membantu penyembuhan perinium dan luka sakral pada pasien
inkontinensia
4) Pasien bedrest dengan perawatan paliatif
5) Pasien immobilisasi dengan trauma atau operasi
6) Pengukuran urine out put pada pasien kritis
d. Penempatan pasien di ruang isolasi.
Pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah atau pasien yang berpotensi
untuk menularkan penyakit diharuskan untuk ditempatkan di ruang isolasi.
Ruang isolasi adalah ruangan untuk penempatan bagi pasien dengan
penyakit infeksi yang menular agar tidak menular kepada pasien lain,
petugas, dan pengunjung. Dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat, Rumah Sakit harus menerapkan Kewaspadaan Isolasi yang
terdiri dari Kewaspadaan Standar dan Kewaspadaan berbasis transmisi.
33. 33
Rumah Sakit harus mampu memisahkan pasien yang mengidap penyakit
infeksi dan menular, dengan pasien yang mengidap penyakit tidak menular.
Berdasarkan cara transmisi/penularan infeksi maka penularan penyakit
dapat dibedakan menjadi penularan kontak, dan penularan droplet (H5N1,
H1N1, MERS CoV) atau udara (tuberculosis).
Definisi
Isolasi adalah segala usaha pencegahan penularan/ penyebaran kuman
pathogen dari sumber infeksi (petugas, pasien, pengunjung) ke orang lain.
Sesuai dengan rekomendasi WHO dan CDC tentang kewaspadaan isolasi
untuk pasien dengan penyakit infeksi airborne yang berbahaya seperti
H5N1, kewaspadaan yang perlu dilakukan meliputi:
1) Kewaspadaan standar
Perhatikan kebersihan tangan dengan mencuci tangan sebelumdan sesudah
kontak dengan pasien maupun alat-alat yangterkontaminasi sekret
pernapasan
2) Kewaspadaan kontak
• Gunakan sarung tangan dan gaun pelindung selama kontak dengan pasien
• Gunakan peralatan terpisah untuk setiap pasien, sepertistetoskop,
termometer, tensimeter, dan lain-lain
3) Perlindungan mata
Gunakan kacamata pelindung atau pelindung muka, apabilaberada pada
jarak 1 (satu) meter dari pasien.
4) Kewaspadaan airborne
Tempatkan pasien di ruang isolasi airborne, Gunakan masker N95 bila
memasuki ruang isolasi.
34. 34
Ruang lingkup
1) Penggunaan kamar isolasi diterapkan kepada semua pasien rawat inap
yang mengidap penyakit infeksi menular yang dianggap mudah menular
dan berbahaya;
2) Pelaksana Panduan ini adalah semua elemen rumah sakit beserta pasien
dan keluarga.
Prinsip
1) Setiap pasien dengan penyakit Infeksi menular dan dianggap berbahaya
dirawat di ruang terpisah dari pasien lainnya yang mengidap penyakit
bukan infeksi.
2) Penggunaan Alat pelindung diri diterapkan kepada setiap pengunjung
dan petugas kesehatan terhadap pasien yang dirawat di kamar isolasi.
3) Pasien yang rentan infeksi seperti pasien luka bakar, pasien dengan
penurunan sistem imun dikarenakan pengobatan atau penyakitnya,
dirawat di ruang (terpisah) isolasi rumah sakit.
4) Pasien yang tidak termasuk kriteria diatas dirawat diruang rawat inap
biasa.
5) Pasien yang dirawat dirung isolasi, dapat di dipindahkaa keruang rawat
inap biasa apabila telah dinyatakan bebas dari penyakit atau menurut
petunjuk dokter penanggung jawap pasien.
Kewajiban dan Tanggung Jawab Perawat Instalasi Rawat Inap
1) Melakukan pelayanan kesehatan terhadap pasien di kamar isolasi
2) Menjaga terlaksananya peraturan ruang isolasi yang ditetapkan
3) Mencegah terjadinya infeksi terhadap pengunjung kamar isolasi atau
pasien yang dirawat di kamar isolasi.
Syarat Kamar lsolasi
1) Lingkungan harus tenang
2) Sirkulasi udara harus baik
35. 35
3) Penerangan harus cukup baik
4) Bentuk ruangan sedemikian rupa sehingga memudahkan untuk
observasi pasien dan pembersihannya
5) Tersedianya WC dan kamar mandi
6) Kebersihan lingkungan harus dijaga
7) Tempat sampah harus tertutup
8) Bebas dari serangga
9) Tempat alat tenun kotor harus ditutup
10) Urinal dan pispot untuk pasien harus dicuci dengan memakai
disinfektan.
Ruang Perawatan isolasi ideal terdiri dari :
1) Ruang ganti umum
2) Ruang bersih dalam
3) Stasi perawat
4) Ruang rawat pasien
5) Ruang dekontaminasi
6) Kamar mandi petugas
Kriteria Ruang Perawatan Isolasi ketat yang ideal
• Perawatan Isolasi (Isolation Room)
1) Zona Pajanan Primer / Pajanan Tinggi
2) Pengkondisian udara masuk dengan Open Circulation System
3) Pengkondisian udara keluar melalui Vaccum Luminar Air
SuctionSystem
4) Air Sterilizer System dengan Burning & Filter
5) Modular minimal = 3 x 3 m2
• Ruang Kamar Mandi / WC Perawatan Isolasi (Isolation Rest Room)
1) Zona Pajanan Sekunder / Pajanan Sedang
2) Pengkondisian udara masuk dengan Open Circulation System
36. 36
3) Pengkondisian udara keluar melalui Vaccum Luminar Air
SuctionSystem
4) Modular minimal = 1,50 x 2,50 m2
• Ruang Bersih Dalam (Ante Room / Foyer Air Lock)
1) Zona Pajanan Sekunder / Pajanan Sedang
2) Pengkondisian udara masuk dengan AC Open Circulation System
3) Pengkondisian udara keluar ke arah inlet saluran buang ruangrawat
isolasi
4) Modular minimal = 3 x 2,50 m2
• Area Sirkulasi (Circulation Corridor)
1) Zona Pajanan Tersier / Pajanan Rendah / Tidak Terpajan
2) Pengkondisian udara masuk dengan AC Open Circulation System
3) Pengkondisian udara keluar dengan sistem exhauster
4) Modular minimal lebar = 2,40 m
• Ruang Stase Perawat (Nurse Station)
1) Zona Pajanan Tersier / Pajanan Rendah / Tidak Terpajan
2) Pengkondisian udara masuk dengan AC Open Circulation System
3) Pengkondisian udara keluar dengan sistem exhauster
4) Modular minimal = 2 x 1,5 m2 / petugas (termasuk alat)
• Syarat Petugas Yang Bekeja Di Kamar Isolasi
1) Cuci tangan sebelum meninggalkan kamar isolasi
2) Lepaskan barrier nursing sebelum keluar kamar isolasi
3) Berbicara seperlunya
4) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
5) Pergunakan barrier nursing seperti pakaian khusus, topi, masker, sarung
tangan, dan sandal khusus
6) Cuci tangan sebelum masuk kamar isolasi
37. 37
7) Kuku harus pendek
8) Tidak memakai perhiasan
9) Pakaian rapi dan bersih
10) Mengetahui prinsip aseptic/ antiseptic
11) Harus sehat
• Alat-alat
1) Alat-alat yang dibutuhkan cukup tersedia
2) Selalu dalam keadaan steril
3) Dari bahan yang mudah dibersihkan
4) Alat suntik bekas dibuang pada tempat tertutup dan dimusnahkan
5) Alat yang tidak habis pakai dicuci dan disterilkan kembali
6) Alat tenun bekas dimasukkan dalam tempat tertutup
Kategori Isolasi
Kategori isolasi yang dilakukan sesuai dengan patogenesis dancara
penularan / penyebaran kuman terdiri dari isolasi ketat, isolasi kontak,
isolasi saluran pernafasan, tindakan pencegahan enterik dan tindakan
pencegahan sekresi.Secara umum, kategori isolasi membutuhkan kamar
terpisah, sedangkan kategori tindakan pencegahan tidak memerlukan kamar
terpisah.
a) Isolasi Ketat
Tujuan isolasi ketat adalah mencegah penyebaran semua penyakit yang
sangat menular, balk melalui kontak langsung maupun peredaran
udara.Tehnik ini kontak langsung maupun peredaran udara.Tehnik ini
mengharuskan pasien berada di kamar tersendiri dan petugas yang
berhubungan dengan pasien harus memakai pakaian khusus, masker, dan
sarung tangan Berta mematuhi aturan pencegahan yang ketat. Alatalat yang
38. 38
terkontaminasi bahan infektsius dibuang atau dibungkus dan diberi label
sebelum dikirim untuk proses selanjutnya. Isolasi ketat diperlukan pada
pasien dengan penyakit antraks, cacar, difteri, pes, varicella dam herpes
Zoster diseminata atau pada pasien imunokompromis.
Prinsip kewaspadaan airborne harus diterapkan di setiap ruangperawatan
isolasi ketat yaitu:
1) Ruang rawat harus dipantau agar tetap dalam tekanan negative
dibanding tekanan di koridor.
2) Pergantian sirkulasi udara 6-12 kali perjam
3) Udara harus dibuang keluar, atau diresirkulasi denganmenggunakan
filter HEPA (High-Efficiency Particulate Air)
Setiap pasien harus dirawat di ruang rawat tersendiri.Pasien tidak boleh
membuang ludah atau dahak di lantai -gunakan penampung dahak/ludah
tertutup sekali pakai (disposable).
b) Isolasi Kontak
Bertujuan untuk mencegah penularan penyakit infeksi yang mudah
ditularkan melalui kontak langsung.Pasien perlu kamar tersendiri, masker
perlu dipakai bila mendekati pasien, jubah dipakai bila ada kemungkinan
kotor, sarung tangan dipakai setiap menyentuh badan infeksius. Cuci tangan
sesudah melepas sarung tangan dan sebelum merawat pasien lain. Alat-alat
yang terkontaminasi bahan infeksius diperlakukan seperti pada isolasi ketat.
Isolasi kontak diperlukan pada pasien bayi baru lahir dengan konjungtivitis
gonorhoea, pasien dengan endometritis, pneumonia atau infeksi kulit oleh
streptococcus grup A, herpes simpleks diseminata, infeksi oleh bakteri yang
resisters terhadap antibiotika, rabies, rubella.
c) Isolasi Saluran Pernafasan
Tujuannya untuk mencegah penyebaran pathogen dari saluran pernafasan
dengan cara kontak langsung dan peredaran udara. Cara ini mengharuskan
39. 39
pasien dalam kamar terpisah, memakai masker dan dilakukan tindakan
pencegahan khusus terhadap buangan nafas / sputum, misalnya pada pasien
pertusis, campak, tuberkulosa paru, infeksi H. influenza.
Tindakan Pencegahan Enterik
Tujuannya untuk mencegah infeksi oleh pathogen yang berjangkit karena
kontak langsung atau tidak langsung dengan tinja yang mengandung kuman
penyakit menular. Pasien ini dapat bersama dengan pasien lain dalam satu
kamar, tetapi dicegah kontaminasi silang melalui mulut dan dubur.
Tindakan pencegahan enteric dilakukan pada pasien dengan diare infeksius
atau gastroenteritis yang disebabkan oleh kolera, salmonella, shigella,
amuba, campy/obacter, Crytosporidium, Ecoli pathogen.
Tindakan Pencegahan Sekresi
Tujuannya untuk mencegah penularan infeksi karena kontak langsung atau
tidak langsung dengan bahan purulen, sekresi atau drainase dari bagian
badan yang terinfeksi.Pasien tidak perlu ditempakan di kamar
tersendiri.Petugas yang berhubuangan langsung harus memakai jubah,
masker, dan sarung tangan. Tangan harus segera dicuci setelah melepas
sarung tangan atau sebelum merawat pasien lain. Tindakan pencegahan
khusus harus dilakukan pada waktu penggantian balutan.Tindakan
pencegahan sekresi ini perlu untuk penyakit infeksi yang mengeluarkan
bahan purulen, drainasea atau sekresi yang infeksius.
Isolasi Protektif
Tujuannya untuk mencegah kontak antara pathogen yang berbahaya dengan
orang yang daya rentannya semakin besar, atau melindungi seseorang
tertentu terhadap semua jenis pathogen, yang biasanya dapat
dilawannya.Pasien harus ditempatkan dalam lingkungan yang
mempermudah terlaksananya tindakan pencegahan yang perlu.Misalnya
pada pasien yang sedang menjalani pengobatan sitoststika atau
imunosupresi.
40. 40
Lama Isolasi
Lama isolasi tergantung pada jenis penyakit, kuman penyebab dan fasilitas
laboratorium, yaitu :
a) Sampai biakan kuman negative (misalnya pada difteri, antraks)
b) Sampai penyakit sembuh (misalnya herpes, limfogranuloma venerum,
khusus untuk luka atau penyakit kulit sampai tidak mengeluarkan bahan
menular)
c) Selama pasien dirawat di ruang rawat (misalnya hepatitis virusadan b,
leptospirosis)
d) Sampai 24 jam setelah dimulainya pemberian antibiotika yang efektif
(misalnya pada sifilis, konjungtivitis gonore pada neonatus).
Prosedur keluar Ruang Perawatan isolasi
a) Perlu disediakan ruang ganti khusus untuk melepaskan Alat
Perlindungan Diri (APD).
b) Pakaian bedah / masker masih tetap dipakai.
c) Lepaskan pakaian bedah dan masker di ruang ganti pakaianumum,
masukkan dalam kantung binatu berlabel infeksius.
d) Mandi dan cuci rambut (keramas)
e) Sesudah mandi, kenakan pakaian biasa.
f) Pintu keluar dari Ruang Perawatan isolasi harus terpisah daripintu
masuk.
Kriteria pindah rawat dari ruang isolasi ke ruang perawatanbiasa :
a) Terbukti bukan kasus yang mengharuskan untuk dirawat di ruang
isolasi.
b) Pasien telah dinyatakan tidak menular atau telah diperbolehkan untuk
dirawat di ruang rawat inap biasa oleh dokter.
c) Pertimbangan lain dari dokter.
41. 41
e. Mengikuti Standar Operasional Prosedur (SOP).
Bagi staf rumah sakit penting untuk mengikuti SOP setiap melakukan
tindakan seperti menggunakan pelindung standar seperti cuci tangan bedah,
menggunakan sarung tangan atau perlengkapan lain yang dianjurkan.
SOP Mencuci Tangan Bedah (Scrubbing/Foerbringer)
NO Kegiatan
1 Menyiapkan alat :
1. Air mengalir
2. Cairan desinfektan dan pompanya
3. Sikat steril
4. Lidi kuku
5. Lap pengering yang steril
2 Persiapan perawat :
1. Pastikan penutup kepala, google (kacamata) dan masker
sudah terpasang dengan benar dan nyaman dipakai
2. Pastikan lengan baju diatas siku
3. Pastikan kuku jari tangan pendek
4. Pastikan perhiasan (gelang, cincin, jam tangan) dilepas
5. Pastikan seragam tidak menyentuh wastafel
3 Membuka kran dan mengatur kecepatan aliran air
4 Membasahi tangan dengan air sampai lengan bawah (siku)
5 Mengambil cairan desinfektan dan meratakannya ke seluruh
permukaan tangan sampai ± 5 cm di atas siku
6 Membersihkan kuku-kuku dengan nail cleaner/lidi kuku
7 Bersihkan telapak tangan, punggung tangan, sela-sela jari dan
kuku tangan kanan dengan sikat/scub yang sudah dibasahi,
begitu juga dengan tangan yang lainnya
8 Menggosok bagian atas lengan tangan sampai selesai dengan
posisi telapak tangan lebih tinggi dari siku, begitu juga dengan
tangan yang lainnya
9 Bilas tangan dengan lengan dalam posisi flexi. Bilas dari ujung
jari ke siku, biarkan air mngalir turun melalui siku
10 Pertahankan lengan tetap dalam posisi flexi, diangkat diatas
pinggang dan menggenggam
11 Matikan kran air dengan menggeser penutup kran dengan
menggunakan siku
12 Masuk ke ruang operasi dengan mempertahankan lengan dalam
posisi flexi dan diangkat diatas pinggang serta menggenggam
42. 42
SOP Memakai Gaun Operasi (Gowning)
NO Kegiatan
A PERSIAPAN
1 Persiapan alat :
1. Pengering tangan steril (handuk, waslap)
2. Gaun operasi
2 Persiapan perawat :
1. Pastikan sudah melakukan cuci tangan bedah dan sudah
mengeringkannya
2. Pastikan tidak menyentuh benda tidak steril
B PELAKSANAAN
3 Mengambil baju pada ban leher dengan tangan kiri sedang
tangan kanan diangkat setinggi bahu
4 Masukkan tangan kanan dengan posisi membentang ke lubang
lengan baju
5 Masukkan tangan kiri ke lubang lengan baju berikutnya tanpa
menyentuh bagian luar baju
6 Perawat yang menggunakan gaun steril maju
7 Tali baju yang ada di leher dan pinggang bagian belakang
ditalikan oleh orang kedua (asisten) dengan hati-hati, jangan
sampai menyentuh baju bagian depan serta menalikannya dg
simpul sederhana agar mudah melepasnya
8 Menghindari menyentuh benda lain di sekitarnya
SOP Memakai Sarung Tangan (Gloving)
NO Kegiatan
A PERSIAPAN
1 Persipan alat :
1. Pack yang berisi sarung tangan sterile
2. Meja/permukaan yang bersih/steril untuk meletakkan pack
sarung tangan
2 Persiapan Perawat :
1. Gaun operasi sudah dikenakan secara benar
2. Gaun operasi tidak tidak menyentuh benda lain yang tidak
steril
B PELAKSANAAN
3 Mengambil sarung tangan pertama dari pack dengan cara
memegang manset (lipatan sarung tangan) bagian dalam. Sarung
43. 43
tangan diangkat dan jauh dari badan, seatas pinggang, sarung
tangan bagian jari-jari berada di bawah
4 Selipkan atau masukkan tangan pertama pada sarung tangan.
Hanya boleh memegang bagian dalam sarung tangan saja
5 Ambil sarung tangan kedua dari pack dengan tiga jari tangan
yang sudah menggunakan sarung tangan di sisi bawah manset.
Angkat sarung tangan jauh dari badan setinggi pinggang,
masukkan tangan ke dua kedalam sarung tangan dan hanya boleh
memegang bagian dalam sarung tangan saja
6 Tarik sarung tangan setinggi pinggang dengan tangan pertama
yang sudah memakai sarung tangan tanpa menyentuh kedua
lengan
7 Menghindari menyentuh benda lain disekitarnya
f. Langkah-Langkah Kunci Dalam Menangani Alat Yang
Terkontaminasi
Proses dasar pencegahan infeksi yang harus digunakan untuk mengurangi
transmisi penyakit dari peralatan, sarung tangan dan bahan-bahan lain yang
terkontaminasi adalah: pembuangan sampah dan dekontaminasi, pencucian
dan pembilasan, sterilisasi atau desinfeksi tingkat tinggi
44. 44
Gambar: Pemrosesan peralatan bekas pakai.
Sumber: https://www.edukia.org/web/wp-content/uploads/2013/09
Tanpa memperhatikan tindakan kesehatan atau prosedur pembedahan,
apakah minilaparotomi atau pemeriksaan panggul, proses pencegahan infeksi yang
digunakan adalah sama. Setelah prosedur selesai dikerjakan, dengan masih
memakai sarung tangan, dokter atau perawat membuang benda-benda yang
terkontaminasi (kasa, kapas, pembalut dll) ke dalam kantong/tas plastik yang tidak
tembus air. Jangan membiarkan benda-benda/bahan yang terkontaminasi tersebut
menyentuh bagian luar dari kantong atau tas.
45. 45
Setelah itu, peralatan yang telah digunakan termasuk jarum suntik dan
sarung tangan yang akan digunakan lagi, yang telah kontak dengan darah atau
cairan tubuh lainnya, harus didekontaminasi dengan cara merendam selama 10
menit di dalam larutan desinfektan (cairan klorin 0,5%). Langkah ini akan
membunuh virus Hepatitis B dan AIDS.
Permukaan meja operasi atau permukaan meja periksa yang mungkin
terkontaminasi dengan cairan tubuh juga harus didekontaminasi sebelum digunakan
kembali. Kemudian, peralatan dan sarung tangan yang akan digunakan kembali
dicuci menggunakan deterjen dan air dan dibilas dengan air bersih sebelum diproses
lebih lanjut. Akhirnya, peralatan dan benda-benda yang akan digunakan lagi, seperti
sarung tangan yang kontak dengan darah atau jaringan dalam tubuh dibawah kulit,
harus disterilkan untuk membunuh semua mikroorganisma (termasuk bakteri
endospora). Jika sterilisasi tidak memungkinkan atau alat sterilisasi tidak ada,
desinfeksi tingkat tinggi dengan perebusan atau perendaman dalam desinfektan
tingkat tinggi adalah alternatif terbaik. Karena perebusan biarpun dengan
memperpanjang waktu (misalnya selama 90 menit) atau perendaman selama 20
menit dalam desinfektan tingkat tinggi tidak dapat membunuh bakteri endospora,
petugas kesehatan harus mengetahui keterbatasan desinfeksi tingkat tinggi (DTT)
ini.
a) Mengapa Dekontaminasi Penting Sebagai Langkah Awal Penanganan
Alat Yang Terkontaminasi?
Dekontaminasi adalah langkah pertama dalam menangani peralatan dan sarung
tangan yang telah dipakai. Dekontaminasi penting untuk dilakukan sebagai langkah
awal penanganan peralatan bekas pakai yang telah terkontaminasi dengan darah
maupun cairan tubuh lainnya. Segera setelah digunakan, tempatkan benda-benda
yang terkontaminasi dalam larutan klorin 0.5% selama 10 menit, yang akan secara
cepat mematikan virus hepatitis B & AIDS. Dekontaminasi membuat peralatan
bekas pakai tersebut menjadi lebih aman untuk dipegang/ditangani oleh petugas
kesehatan yang akan melakukan pencucian. Untuk perlindungan lebih lanjut,
petugas kesehatan tsb. Perlu menggunakan sarung tangan tebal/karet (sarung tangan
rumah tangga) saat memegang peralatan bekas pakai tsb. Sarung tangan Vinyl atau
46. 46
karet baik digunakan. Setelah didekontaminasi, peralatan harus segera bilas dengan
air untuk pencegahan korosi dan untuk menghilangkan bahan-bahan organik
sebelum di cuci dengan seksama.
Permukaan, khususnya tempat pemeriksaan atau meja operasi, yang kontak dengan
cairan badan, juga harus didekontaminasi. Usap dengan desinfektan (klorin 0.5%),
sebelum digunakan kembali, saat terlihat terkontaminasi atau paling sedikit setiap
hari, merupakan cara yang mudah dilakukan dan tidak mahal untuk dekontaminasi
permukaaan luas.
b) Mengapa pencucian peralatan penting ? Apa efektifitas pencucian ?
Pencucian penting karena merupakan cara yang paling efektif untuk
menghilangkan sejumlah mikroorganisme pada peralatan yang kotor atau bekas
pakai dan tanpa pencucian, prosedur sterilisasi ataupun desinfeksi tingkat tinggi
tidak akan terjadi secara efektif.
Sebagian besar mikroorganisma (hingga 80%) yang terdapat dalam darah
dan bahan organik lain dapat dihilangkan selama proses pencucian. Pencucian juga
merupakan cara yang baik untuk menghilangkan sejumlah endospora yang
menyebabkan tetanus dan gangren. Jika alat sterilisasi tidak tersedia, pencucian
yang seksama merupakan cara mekanik satu-satunya untuk menghilangkan
sejumlah endospora. Hal ini penting karena mikrorganisma termasuk endospora
dapat terperangkap dalam bahan organik dalam bentuk residu yang melindunginya
dari proses sterilisasi atau desinfeksi kimia. Sebagai contoh, virus hepatitis B dapat
bertahan hidup pada darah sebanyak 10-8
ml (tidak dapat dililhat) dan mempunyai
daya infeksi bila terpercik ke mata. Sebagai tambahan, bahan organik (darah dan
partikel jaringan) dapat mengurangi keaktifan beberapa desinfektan (misalnya
alkohol & iodine), sehingga menjadi kurang efektif.
47. 47
Dekontaminasi Pencucian
(hanya
air)
Pencucian
(deterjen
&bilas)
Sterilisasi Desinfeksi
Tingkat
Tinggi
Efektifitas
(menghilangkan
atau membuat
mikroorganisme
tidak aktif)
Membunuh
virus AIDS
dan Hepatitis
Hingga
50%
Hingga
80%
Hingga
100%
Hingga
95%
Sasaran akhir Rendam
selama 10
menit
Hingga
tampak
bersih
Hingga
tampak
bersih
Uap: 20-30
menit 106
kPa, 121º
C
Pemanasan
kering: 1
jam, 170º
C
Rebus: 20
menit
Kimia: 20
menit
Tabel: Efektifitas Tindakan-tindakan dalam Penanganan Peralatan
c) Kapan sterilisasi mutlak diperlukan ? Kapan desinfeksi tingkat tinggi
(dtt) dapat diterima sebagai alternatif ?
Kebanyakan ahli berpendapat bahwa peralatan yang digunakan untuk
kontrasepsi metode operasi (minilaparotomi atau vasektomi) atau pemasangan
atau pencabutan Norplant, harus steril. Beberapa pedoman ternyata lebih
fleksibel dan menyatakan jika sterilisasi alat tidak dapat dilakukan, Desinfeksi
Tingkat Tinggi (DTT) dapat digunakan. Pada kenyataannya, kadang-kadang
sterilisasi tidak mungkin dilakukan atau tidak praktis dilakukan di beberapa
tempat pelayanan kesehatan, tidak hanya di negara-negara berkembang, tetapi
juga di negara yang sudah maju. Sebagai contoh, laparoskop yang akan rusak
jika dimasukkan ke dalam sterilisator atau ke dalam alat pemanas kering (oven),
biasanya di proses menggunakan desinfeksi tingkat tinggi. Dengan demikian,
meskipun sterilisasi yang jika dikerjakan dengan benar merupakan cara yang
paling aman dan paling efektif untuk memproses instrumen, jika tidak tersedia
atau tidak mungkin dilakukan, DTT merupakan pilihan satu-satunya yang
masih dapat diterima. Agar sterilisasi ataupun DTT menjadi efektif,
dekontaminasi dan pencucian peralatan harus dikerjakan sebelumnya dan
sebaik-baiknya. Karena DTT membunuh semua mikroorganisma kecuali
48. 48
endospora bakteri, petugas harus memperhatikan keterbatasan ini jika tetanus,
endospora yang dihasilkan bakteria Clostridia tetani,merupakan faktor resiko
yang berarti. Tabel 2 dikembangkan untuk membantu petugas pelayanan
kesehatan dan manajer-manajer dalam menentukan kapan sterilisasi merupakan
pilihan utama dibandingkan DTT pada pemrosesan peralatan bedah, sarung
tangan dan bahan-bahan lain.
Tabel 2: Proses Akhir yang Digunakan untuk pemrosesan peralatan, sarung
tangan dan bahan lain
Metode
Kontrasepsi
Sterilisasi Desinfeksi Tingkat
Tinggi/DTT
AKDR Dapat diterima Dapat diterima
Suntikan Pilihan Utama Dapat diterima
Implan Pilihan Utama Dapat diterima
Laparoskopi Pilihan Utama: sterilisasi secara kimia
(pemanasan kering tidak dapat dilakukan
terhadap laparoskop)
Dapat diterima
Minilaparotomi Pilihan Utama Dapat diterima
Vasektomi Pilihan Utama Dapat diterima
Sumber: https://www.jhpiego.org/what-we-do/infection-prevention-and-control/
d) Apa Kondisi Standar Untuk Sterilisasi Menggunakan Uap (Autoklaf)
Atau Pemanasan Kering (Oven)?
Kondisi-kondisi standar adalah :
1) Sterilisasi uap: Temperatur harus 121o
C (250o
F). Tekanan harus 106 kPa
(15 lbs/in² ), 20 menit untuk alat/bahan yang tidak dibungkus : 30 menit
untuk alat/bahan yang dibungkus. Biarkan semua alat/bahan kering sebelum
49. 49
dipindahkan. Catatan: Pengaturan tekanan (kPa atau lbs/in² ) dapat
bervariasi tergantung kepada alat sterilisasi yang digunakan. Jika
memungkinkan, ikuti petunjuk pabrik alat sterilisasi
2) Pemanasan kering: 170º C (340º F) selama 1 jam (total waktu sejak -
meletakkan peralatan dalam oven, panaskan hingga 170º C, biarkan selama
1 jam, kemudian dinginkan - akan memakan waktu kira-kira dua sampai dua
setengah jam) atau 160o
C (320o
F) selama 2 jam (total waktu kira-kira tiga
sampai tiga setengah jam)
Untuk sterilisasi menggunakan pemanasan kering:
1) Waktu dihitung sejak oven mencapai suhu yang diinginkan
2) Jangan mengisi oven terlalu penuh (Sisakan ruangan kira-kira 7.5 cm
diantara bungkusan dan dinding oven. Oven yang terlalu penuh akan
mempengaruhi penyaluran panas dan menambah waktu yang diperlukan
untuk sterilisasi)
e) Bagaimana Peralatan Dan Bahan Lain Di Desinfeksi Tingkat Tinggi?
Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT) dapat dicapai dengan merebus
didalam air mendidih atau merendam di dalam larutan desinfektan (mis. larutan
klorin 0,1% dalam air matang, Cidexâ atau larutan formalin 8%). Karena
merebus hanya memerlukan barang-barang atau bahan-bahan yang cukup
murah, yang biasanya telah tersedia, biasanya merebus merupakan pilihan bagi
klinik-klinik kecil atau fasilitas kesehatan terpencil. Apapun cara yang dipilih,
DTT menjadi efektif hanya jika peralatan, sarung tangan atau bahan lain yang
telah dipakai telah melalui proses dekontaminasi dan pencucian yang seksama
sebelum dilakukan desinfeksi tingkat tinggi.
Desinfeksi Tingkat Tinggi dengan cara merebus. Rebus peralatan
selama 20 menit. Perhitungan waktu dilakukan setelah air mendidih. Semua
permukaan peralatan harus terendam di dalam air dan tidak diperbolehkan
menambahkan apapun ke dalam panci rebusan setelah air mendidih. Biarkan
peralatan mengering pada area yang bersih di dalam ruangan. Gunakan segera
peralatan yang telah di dinginkan tsb. atau simpan di dalam wadah bertutup
50. 50
yang telah di DTT. Peralatan ini dapat disimpan hingga satu minggu.
8. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
Apakah peserta PPG tahu diagnosa dan intervensi keperawatan yang sering
muncul pada kasus infeksi? Berikut beberapa diagnosa dan intervensi
keperawatan pada kasus infeksi.
Contoh Kasus
Seorang wanita usia 60 tahun menderita DM type 2 dengan luka gangrene pada
bagian ekstremitas kanan bawah daerah dorsal pedis. Pasien mengeluh nyeri
pada kaki dan badan terasa demam. Hasil pemeriksaan TD 130/90 mmHg,
frekuensi nadi 88 x/menit, frekuensi nafas 24 x/menit, Suhu 38.7 C. Hasil
pemeriksaan leukosit 13.000 /µl. Sudah 3 hari dirawat diruang penyakit dalam,
pasien bedrest di tempat tidur dan akan dilakukan tindakan perawatan luka.
1) Risiko infeksi
Faktor-faktor risiko: Prosedur Infasif, Kerusakan jaringan dan peningkatan
paparan lingkungan, Malnutrisi, Peningkatan paparan lingkungan patogen,
Imonusupresi, Tidak adekuat pertahanan sekunder (penurunan Hb,
Leukopenia, penekanan respon inflamasi), Penyakit kronik, Imunosupresi,
Malnutrisi, Pertahan primer tidak adekuat (kerusakan kulit, trauma jaringan,
gangguan peristaltik).
NOC :
Immune Status, Knowledge : Infection control, Risk control.
Kriteria hasil:
- Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
- Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
- Jumlah leukosit dalam batas normal
- Menunjukkan perilaku hidup sehat
- Status imun, gastrointestinal, genitourinaria dalam batas normal
NIC :
- Pertahankan teknik aseptif
- Batasi pengunjung bila perlu
51. 51
- Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
- Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
- Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan petunjuk umum
- Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing
- Tingkatkan intake nutrisi
- Berikan terapi antibiotik
- Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
- Pertahankan teknik isolasi k/p
- Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas,
drainase
- Monitor adanya luka
- Dorong masukan cairan
- Dorong istirahat
- Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
- Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4 jam
2) Hipertermia
Berhubungan dengan : Penyakit/trauma, Peningkatan metabolisme,
Aktivitas yang berlebih, Dehidrasi
Data:
- Kenaikan suhu tubuh diatas rentang normal
- Serangan atau konvulsi (kejang)
- Kulit kemerahan
- Pertambahan rr
- Takikardi
- Kulit teraba panas/ hangat
NOC: Thermoregulasi
Kriteria hasil:
- Suhu 36 – 37C
- Nadi dan RR dalam rentang normal
- Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa nyaman
NIC :
52. 52
- Monitor suhu sesering mungkin
- Monitor warna dan suhu kulit
- Monitor tekanan darah, nadi dan RR
- Monitor penurunan tingkat kesadaran
- Monitor WBC, Hb, dan Hct
- Monitor intake dan output
- Berikan anti piretik:
- Kelola Antibiotik
- Selimuti pasien
- Berikan cairan intravena
- Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
- Tingkatkan sirkulasi udara
- Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
- Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
- Catat adanya fluktuasi tekanan darah
- Monitor hidrasi seperti turgor kulit, kelembaban membran mukosa)
3) Risiko Injury
Faktor-faktor risiko :
- Eksternal: Fisik (contoh : rancangan struktur dan arahan masyarakat,
bangunan dan atau perlengkapan; mode transpor atau cara perpindahan;
Manusia atau penyedia pelayanan); Biologikal ( contoh : tingkat
imunisasi dalam masyarakat, mikroorganisme); Kimia (obat-
obatan:agen farmasi, alkohol, kafein, nikotin, bahan pengawet,
kosmetik; nutrien: vitamin, jenis makanan; racun; polutan)
- Internal: Psikolgik (orientasi afektif); Mal nutrisi; Bentuk darah
abnormal, contoh: leukositosis/leukopenia, Perubahan faktor
pembekuan, Trombositopeni, Sickle cell, Thalassemia, Penurunan Hb,
Imun-autoimum tidak berfungsi. Biokimia, fungsi regulasi (contoh :
tidak berfungsinya sensoris), Fisik (contoh : kerusakan kulit/tidak utuh,
berhubungan dengan mobilitas)
NOC : Risk Kontrol, Immune status, Safety Behavior
53. 53
Kriteria hasil:
- Klien terbebas dari cedera
- Klien mampu menjelaskan cara/metode untukmencegah injury/cedera
- Klien mampu menjelaskan factor risiko dari lingkungan/perilaku
personal
- Mampumemodifikasi gaya hidup untukmencegah injury
- Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada
- Mampu mengenali perubahan status kesehatan
NIC : Environment Management (Manajemen lingkungan)
- Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
- Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik
dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien
- Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan
perabotan)
- Memasang side rail tempat tidur
- Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
- Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah dijangkau pasien.
- Membatasi pengunjung
- Memberikan penerangan yang cukup
- Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien.
- Mengontrol lingkungan dari kebisingan
- Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan
- Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung adanya
perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit.