Modul ini membahas pencegahan dan pemberantasan penyakit melalui empat kegiatan utama yaitu imunisasi, pengobatan massal, pengobatan khusus, dan pemeriksaan kelompok risiko tinggi. Modul ini juga menjelaskan pentingnya memahami patogenesis penyakit, melaksanakan manajemen penyakit terpadu berbasis wilayah, serta metode-metode pencegahan dan pemberantasan penyakit.
ANALISA KASUS KECELAKAAN KERJA pada saat melakukan pekerjaan
Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit
1. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PEIITAMA
IABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
MATERI INTI.4
PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT
I. DESKRIPSI SINGKAT
Upaya kesehatan masyarakat memerlukan pemahaman yang baik
mengenai patogenesis penyakit dan manajemen penyakit berbasis
wilayah. Setiap penyakit mempunyai pathogenesis sendiri-sendiri,
sehingga masing-masing program penanggulangan penyakit
memerlukan penguasaan patogenesis dan rnanajemen kesehatan
spesifik.
Program pencegahan dan pengendalian penyakit rneliputi program
imunisasi, pengobatan massal, pengobatan khusus, dan pemeriksaan
kelompok risko tinggi.
Diharapkan pejabat fungsional epidemiolog kesehatan terampil dan ahli
mampu melaksanakan pencegahan dan pemberantasan penyakit
dengan benar dan mampu memberikan konsultasi pada upaya
pencegahan dan pemberantasan penyakit.
II. TUIUANPEMBELAJARAN
A. Tuiuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melaksanakan
pencegahan dan pengendalian penyakit.
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu (ahli):
1. Memberikan pelayanan konsultasi
2. Melakukanevaluasiepidemiologis
3. Melakukan pemeriksaan kelompok risiko tinggi (10 orang)
III. POKOK BAHASAN
Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan dan sub pokok bahasan
sebagai berikut: :
Pokok Bahasan 1. Pelayanan Konsultasi dan Evaluasi Program
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Sub Pokok Bahasan:
a. Pembinaan/konsultasi program pencegahan dan pengendalian
penyakit
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-201l
363
2. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN IENJANG AHLI
b. Pelaksanaan evaluasi program pencegahan dan pengendalian
penyakit
Pokok Bahasan 2. Pemeriksaan Kelompok Risiko Tinggi (Risti)
Sub Pokok Bahasan
a. Pengertian Kelompok Risiko Tinggi
b. Perkembangan Alamiah Penyakit
c. Pemeriksaan Kelompok Risiko Tinggi
d. Analisis Epidemiologi Hasil Pemeriksaan kelompok Risiko Tinggi
e. Pemeriksaan Penyakit Khusus (Risti)
(1) Pengertian Penyakit Khusus
(2) Isolasi dan Karantina
(3) Tatacara Pemeriksaan
(4) Proses Pemeriksaan
(5) Proteksi Umum dan Khusus
(6) Pemantauan/ Surveilans dan respon
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-201.1"
364
3. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
Melakukan Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit
Butir
Kegiatan
Sub Kegiatan
TERAMPIL AHLI
(6
d
tr
a)
C.
O
J
6
0)
(0
Fl
G
0,)
o
c.
G
E
G
!
a,
u
ar
.|5
,)
t-
ro
!,-
td
Melakukan
Imunisasi menyiapkan vaksin
menyiapkan alat
Melaksanakan
imunisasi
pengawasan
pelaksanaan
N;l el.rktrkan llval uas i
Illrgtitttr dan
Rekotrtetrr,lasi
Melakukan
Pengobatan
Massal
Menyiapkan obat
Menyiapkan Alat
Perlengkapan
Menyiapkan
Masyarakat
Melaksanakan
Pengobatan Massal
Ircngartrasar-l
Pclaksar.tiran
I'el a-v.rnarr 1(onsu1 tasi
Pengobatarr lVlassal
Pelaksanaan EvaJtrasi
Irrogram dan
J{ekonrer-rdasi
Melakukan
Pengobatan
Khusus
Penyiapan bahan obat
Menyiapkan alat
perlengkapan
Menyiapkan
masyarakat
Melaksanakan
Pengobatan Khusus
Pelaks;rnaan
I'cmcriks;rar-r
Fisik/ r"liagrrosis
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-201-1.
365
4. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN IENJANG AHLI
Pelayrrnan Konsuitasi
Menyiapkan peralatan
Menyiapkan obat dan
bahan
Menyiapkan
Masyarakat
Melaksanakn
pemeriksaan fisik
Pelaksanaan
Perneriksaan Penvakit
Khusus
Mernberikan
Pt lavanan Konstrltasi
Melakukan
Pemeriksaan
Kedlompok
Risiko tinggi
Evaltr asi pe'nrcriksa.rn
Evaluasi r[ratan
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-20l.l
366
5. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
IV. METODE
. CTJ
. Curah pendapat
o Simulasi
o Demonstrasi
V. MEDIA DAN ALAT BANTU
. Laptop
o LCD
o Flipchart
o White board
. Spidol
o Skenario simulasi
o Panduan demonstrasi
VI. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAIARAN
Berikut disampaikan langkah-larrgkah kegiatan dalam proses
pembela jaran materi ini.
Langkah 1. Pengkondisian
Langkah pembelajaran:
1) Fasilitator nenyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila
belum pernah menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan
perkenalan. Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap,
instansi tempat bekerja, materi yang akan disampaikan.
2) Sampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang
akan disampaikan, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.
Langkah 2. Penyampaian Materi
Langkah pembelajaran:
1) Fasilitator menyampaikan paparan seluruh materi sesuai urutan
pokok bahasan dan sub pokok bahasan dengan menggunakan bahan
tayang. Fasilitator menyampaikan materi dengan metode ceramah
tanya jawab, kemudian curah pendapat.
2) Fasilitator memberikan contoh-contoh aplikasi kegiatan sesuai
dengan tempat kerja peserta latih
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR.2Oll
Jb/
6. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
ABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JEN'ANG AHLII
Langkah 3. Diskusi Kelompok dan Pleno
Langkah pembelajaran:
1) Ruang diskusi sebaiknya berada dalam ruang kelas yang sama/ agar
pesert alatih tidak berpindah dan kehabisan waktu untuk itu
2) Peserta dibagi daiam kelompok. Masing-masing kelompok terdiri
dari5-7 orang peserta latih
3) Fasilitator membagi materi diskusi dan meminta dilakukan diskusi
sesuai urutan topik diskusi dalam waktu yang ditentukan
4) Hasil diskusi dituangkan dalarn tampilan Power point atau word
5) Semua peserta latih mengikuti diskusi pleno, masing-masing
kelompok diskusi menyampaikan hasil diskusi dan peserta lain
memberikan pertanyaan atau masukan
6) Fasilitator memberikan pendapatnya pada hasil diskusi
Langkah 4. Rangkuman dan Kesimpulan
Langkah pembelajaran:
1) Fasilitator melakukan evaluasi untuk mengetahui penyerapan
peserta terhadap materi yang disampaikan dan pencapaian tujuan
pembelajaran.
2) Fasilitator merangkum poin-poin penting dari materi yang
disampaikan.
3) Fasilitator membuat kesimpulan.
VII.URAIAN MATERI
Pokok Bahasan 1.
PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT
a. Pembinaany'konsultasi program pencegahan dan pengendalian
penyakit
Memberikan pelayanan konsultasi pada penyelenggaraan Prograln
dapat dilakukan pasif atas permintaan maupun aktif atas inisiatif.
Ruang lingkup pelayanan konsultasi meliputi konsultasi pelaksanaan
kegiatan imunisasi, pelaksanaan kegitan pengobatan massal,
pelaksanaan pengobatan khusus dan pelaksanaan pemeriksaan
kelompok risiko tinggi.
Melaksanakan pelayanan konsultasi atau disebut melaksanaan
pembinaan, memerlukan kemampuan yang cukup terkait dengan
penyelenggaraan kegiatan pencegahan dan pengendalian penyakit,
yang meliputi patogenesis penyakit, manajemen penyakit terpadu
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2oll
368
7. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
berbasis wilayah dan metode pencegahan dan pemberantasan
penyakit
(1) Patogeneses Penyakit
Salah satu aplikasi pemahaman ekosistem manusia adalah proses
kejadian penyakit atau disebut patogeneses penyakit. Hubungan
interkatif antara manusia, perilaku dan lingkungannya memiliki
potensi timbulnya penyakit. Tiap penyakit mempunyai
patogeneses sendiri-sendiri.
Dengan mempelajari patogeneses penyakit, dapat ditentukan titik
atau sirnpul mana dilakukan tindakan agar penyakit dapat
dicegah atau dapat dikendalikan. Tanpa memahami patogeneses
penyakit ini, tidak mungkin dapat disusun program yang efektif
dan efisien.
Patogeneses penyakit dalam perpektif lingkungarr dan
kependudukan dapat digambarkan dalam teori Simpul (Achmadi,
200s)
Gambar
Diagram Skematis Patogenesis Penyakit
Sumber :Achmadi, 2005
Patogenesis penyakit dapat diuraikan dalam 4 simpul, yaitu,
Simpul 1, sumber penyakit; simpul 2, komponen lingkungan
sebagai media transmisi penyakit; simpul 3, peduduk perorang
atau populasi dengan berbagai variabel kependudukan; simpul 4,
penduduk dalam keadaan sehata atau sakit berisiko tinggi
terpajan komponene lingkungan dan agen penyakit (sumber
penyakit)
Sumber
Penyakit
Komponen
Lingkungan
Pen
duduk
Sakit/
Sehat
Variabel lain yang berpengaruh
KEMENTERIAN KESEHATAN RI.BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2011
369
8. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABAT
,AN
FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
Simpul-simpul tersebut dapat menuntun arah dan prioritas
manajemen, dan untuk melakukan penanggulangan penyakit
tidak perlu menunggu seseorang atau populasi menderita sakit
(simpul 4), tetapi dengan melakukan tindakan pada sumber
penyakit (simpul 1) atau manajemen komponen-kompollen
lingkungan (simpul 2) dapat mencegah timbulnya kejadian
penyakit.
Simpul-simpul tersebut juga dapat menuntun pada prioritas
inJormasi yang perlu dikembangkan sebagai bagian dari
penyelenggaraan surveilans epidemiologi dan kajian atau
penelitian.
(2) Manajemen Penyakit Terpadu Berbasis Wilayah
Manajemen penyakit berbasis wilayah pada hakekatnya adalah
rnanajemen penyakit yang dilakukan secara terpadu dan
menyeluruh dengan melakukan serallgkaiall upaya :
r Tatalaksana kasus (manajemen) dengan baik, mulai dari upaya
menegakkan diagnosis penyakit, pengobatan dan
penyembuhan
o Tatalaksana faktor risiko atau pengendalian faktor risiko,
untuk tnencegah penularan atau proses keiadian penyakit yang
berkelanjutan dan melindur-rgi penduduk yang sehat.
Pelaksanaan manajemen meliputi serangkaian kegiatan pokok :
/ Perencanaan pembiayaan kesehatan terpadu antara
pengendalian faktor risiko kesehatan dan penatalaksanaan
kasus yang disusun berdasarkan analisis surveilans dan skala
prioritas
y' Surveilans sebagai dasar pengambilan kebijakan dan
perencanaan terpadu
/ Pelaksanaan dan monitoring
/ Advokasi dan kemitraan
Manajemen penyakit secara terpadu berbasis wilayah
sebagaimana dibahas tersebut, harus juga mengacu pada teori
simpul yakni keterpaduan antara pengendalian sumber penyakit,
media trsansmisi, dan pengendalian faktor risiko kependudukan
serta penyembuhan kasus penyakit pada suatu wilayah komunitas
tertentu
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2oll
370
9. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
(3) Metode Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit
Upaya penanggulangan penyakit sebagai salah satu upaya
kesehatan masyarakat meliputi upaya pencegahan, pengendalian
(reduksi dan eliminasi), pemberantasan (eradikasi) serta
pengobatan (kuratif)
Upaya penanggulangan penyakit pada upaya kesehatan
masyarakat meliputi imunisasi, pengobatan massal, pengobatan
khusus dan pemeriksaan dan tindakan pada kelompok risiko
tinggi
Imunisasi
Imunisasi adalah pemberian vaksin kepada seseorang agar timbul
kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Aplikasi in-runisasi
saat ini terdiri dari imunisasi program pemerintah, imunisasi Iain.
Imunisasi Pro gram Pemerintah (Kementerian Kesehatan) terdapat
Imunisasi dasar rutin dan imunisasi dasar tambahan. Imunisasi
dasar rutin terdiri dari imunisasi BCG, DPT, campak, polio dan
hepatitis B y*g diberikan seluruhnya sebelum anak berumur
setahun, serta imunisasi TT pada ibu hamil dan usia subur.
Imunisasi dasar rutin seringkali diberikan sebagai imunisasi
tambahan karena adanya kondisi yang rnengharuskan imunisasi
tambahan, misalnya imunisasi polio (PIN) dan program imunisasi
tambahan untuk campak.
Imunisasi program pemerintah (Kementerian Kesehatan) khusus
adalah imunisasi yang diberikan karena kondisi khusus, misalnya
imunisasi rabies untuk menghadapi semakin merebaknya KLB
rabies, imunisasi yellow fever bagi orang yang datang atau
bertandang ke negara endemis tinggi yelow fever. Imunisasi
meningitis bagi jemaah yang akan melaksanakan perjalan ibadah
haji atau umrah atau petugas.
Imunisasi lain, imunisasi yang diberikan tetapi tidak masuk dalam
program imunisasi dasar dan khusus, biasanya diberikan oleh
pihak selain Kementerian Kesehatan, misalnya imunisasi varisela,
imunisasi influenza musiman, dsb.
Pemberian imunisasi memenuhi sasaran tertentu, dosis dan
tatacara pemberian, serta manajemen vaksin dan peralatannya.
Pemberian vaksin bisa saja menimbulkan kejadian ikutar-r pasca
imunisasi.
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2ol1
JT I
10. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
ABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLII
Pengobatan massal
Pemberian obat kepada sekelompok penduduk yang memenulri
persyaratan tertentu tanpa melalui pemeriksaan khusus untuk
keperluan tersebut dengan tujuan untuk membersihkan agen
penyakit secara serentak pada populasi yang cukup luas.
Pada program pencegahan dan pengendalian penyakit terdapat
beberapa program yang melaksanakan metode pengobatan
massal, misalnya pengobatan massal filariasis, pengobatan massal
difteri, pengobatan massal cacing perut, pengobatan massal
malaria dan sebagainya.
Pengobatan massal filariasis, diberikan pada penduduk seluas
satu atau beberapa kabupaten/kota karena pada survei darah jari
ditemukan microfilaria rate lebih dari L %. Pemberian
pengobatannya tanpa memeriksa lagi apakah seseorang itu positif
mikrofilaria atau tidak.
Pengobatan massal difteri pada anak dan guru satu sekolah,
karena diantara anak-anak dan guru tersebut terdapat petrderita
difteri dan beberapa anak yang carrier difteri. Pemberian obat
antibiotik untuk membasmi bakteri difteri diberikan tanpa
mengetahui apakah anak atau guru tersebut positif mengidap
difteri atau tidak.
Kegiatan pemberian obat secara massal harus mencermati
ketersediaan obat, masa pakai dan kadaluarsa, distribusi dan
tatacara pemberian obat serta manajemen terhadap efek samping
obat.
Setiap pengobatan massal, harus dievaluasi besanya cakupan
pemberian, prnerataan dan efektifitas menurunkan masalah
kesehatan terkait.
Setiap penyelenggaraan pengobatan massal, sebaiknya dibentuk
tim khusus untuk konsultasi dan respon jika teriadi reaksi ikutan
pemberian obat, sehingga dapat memberikan perlindungan
maksimal terhadap kesehatan masyarakat dan tuntutan hukum
pada petugas.
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2ol1
a7)
11. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
--14!4IAryIqlpe9-4lEIIPryIlPeggq-rl41llJljxl=+Ig3yl'1
Pengobatan khusus
Pemberian obat pada seseorang untuk kesembuhan atau
pengendalian infeksi pada seseorang atau sekelompok orang yal1g
memerlukan tindakan khusus, antara lain :
1. Penetapan diagnosis dan pemberian obat dengan dosis khusus
2. Melakukan perawatan khusus
3. Pengawasan terhadap reaksi obat, reaksi samping obat
Termasuk dalam kelompok ini antara lain:
1. Pemberian obat anti TBC-kombinasi terhadap penderita TBC
paru BTA(+). Seseorar-rg yang dicurigai, perlu diperiksa
terlebih dahulu ada tidaknya bakteri BTA(+) pada dahaknya,
kemudian pemberian diberikan dengan dosis tertentu sesuai
golongan umur, dan diikuti dengan pengawasan terhadap efck
penyembuhan dan reaksi sarnpinp; obat
2. Perawatan penderita difteri di Rumah Sakit yang memerlukan
penegakan diagnosis yang cermat, risiko akibat tindakan dan
pengobatan, tindakan isolasi, dan pemantauan kemungkinan
terjadinya penularan kepada petugas dan pengunjung lain.
3. Pengobatan massal filariasis kepada penduduk usia lanjut
yang memerlukan pengawasan sangat ketat. ]uga pengobatan
pada penderita filariasis kronis
4. Pengobatan penderita malaria dengan obat tertentu
Pemeriksaan Kelompok Risiko Tinggi
Kelompok risiko tinggi adalah orang yang menderita atau
berpotensi menderita suatu penyakit, menderita sakit yang lebih
berat, cacat atau meninggal
Seseorang berada dalam status kelompok risiko tinggi karena
memiliki faktor risiko tertentu (teori Bloom) yaitu faktor kondisi
individu, faktor agen penyakit dan faktor lingkungan
Akan dibahas lebih lanjut pada bahasan tersendiri.
Hasil kegiatan pelaksanaan imunisasi, kegiatan pengobatan
massal, kegiatan pengobatan khusus, dam kegiatan pemeriksaan
kelompok risiko tinggi dicatat dan dikirirnkan laporannya, dan
dimanfaatkan untuk memberikan gambaran distribusi
keberhasilan kegiatan menurut karakteristik waktu, tempat dan
orang.
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2O11
12. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
Gambaran distribusi keberhasilan kegiatan inilah yang dapat
dimanfaatkan oleh prograrn untuk menentukan langkah program
selaniutnya, baik dalam perencanaan, pengendalian program dan
monitoring/evaluasi, yang dilaksanakan secara sistematis dan
terus menerus serta focus pada penyelesaian masalah kesehatan.
(4) Sasaran Konsultasi
Mencermati berbagai pembahasan tersebut dapat disimpulkan
sasaran konsultasi program pencegahan dan pengendalian
penyakit meliputi :
1. Konsultasi penyelenggaraan program, meliputi upaya
pencapaian kinerja program (pembinaan), dan perubahan
tujuan, metode, strategi dan kegiatan (konsultasi), baik
terhadap program dengan pendekatan imunisasi, pendekatan
pengobatan massal, pendekatan pengobatan khusus atau
pendekatan pemeriksaan risiko tinggi
2. Konsultasi pelaksanaan kegiatan imunisasi, pengobatan massal,
pengobatan khusus dan pemeriksaan kelompok risiko tinggi
agar tepat sasaran dan cakupan pelayanan yang memadai,
3. Konsultasi pelaksanaan perekaman, pengumpulan data,
analisis terhadap hasil kegiatan imunisasi, pengobatan massal,
pengobatan khusus dan pemeriksaan kelompok risiko tinggi
menurut karakteristik waktu, tempat dan orang (data dan
surveilans)
Tentu, penguasaan terhadap ilmu pengetahuan, sasaran populasi,
dan faktor-faktor yang mernpengaruhinya rnenjadi sangat penting,
disamping penguasaan terhadap pemanfaatan kaidah-kaidah
epidemiologi dalam mengidentifikasi masalah-masalah kesehatan
(5) Bentuk Pelayanan Konsultasi
Pelayanan konsultasi pelaksanaan kegiatan dapat berbentuk
rujukan kasus untuk konsultasi, rujukan berkas untuk konsultasi
atau pembahasan bersama dalam tim evaluasi hasil-hasil
pemeriksaan kelompok risiko tinggi
Rujukan kasus
dimaksudkan adalah rujukan penderita atau orang-orang yang
diduga telah tertular kepada ahli (pemeriksa konsultasi) pada
bidang tertentu.
1. Kasus dan berkasnya atau catatan khusus dari pemeriksa
pertama dikirim pada pemeriksa konsultasi
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-201.1.
374
13. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNCSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANC AHLI
2. Pemeriksa konsultasi mempelajnri berkas clan mengadakarr
pemeriksaan kernbali kepada kasus. Pacla clasarnya tnetocle
pemeriksaan sama seba ga ima na clibaha s sebel umnyar.
3. Pemeriksa konsultasi membuat laporarr hasil evaluasi berk;rs
dau perneriksaan pada kasus dan mengirirnkannya pada
perneriksa pertama yang rnerninta clilakukan konsuItasi
Ruiukan berkas untuk konsultasi
1. Pemeriksa pertama mengirimkan berkas kasus atau metninta
dilakukan pemeriksaan konsultasi pada masalah tertentu
kepada ahli pada bidang tertentu
2. Pemeriksa konsultasi melakukan telaah terhadap berkas yang
diterimanya
3. Pemeriksa konsultasi membuat laporan hasil evaluasi berkas
dan mengirimkannya kembali pada pemeriksa pertama
Pembahasan Bersama [Iasil Pemeriksaan Kasus
Pembahasan dapat dilakukan pada kasus tertentu (studi kasus)
atau telaah pada beberapa kasus yang pernah dilakukan
pemeriksaan sebelumnya sesuai tujuan pembahasan
1. Pada pertemuan pembahasan, pemeriksa pertatna
menyampaikan hasil pemeriksaan kasus-kasus risiko tinggi
beserta dokumen yang diperlukan
2. Berbagai pihak mernberikan hasil telaah kasus atau kasus-
kasus, termasuk oleh pemeriksa konsultasi
3. Laporan hasil pembahasan bersama
Pembahasan bersama biasanya dalam bentuk tim panel yang
membahasa topik-topik tertentu. Tim panel terdiri dari para ahli,
termasuk ahli epidemiologi. Peristiwa yang menyangkut
kepentingan tindakan kesehatan masyarakat, biasanya pendapat
ahli epidemiologi sangat diharapkan.
b. Pelaksanaan evaluasi program pencegahan dan pengendalian
penyakit
(1) Sasaran Evaluasi
Mencermati berbagai pembahasan tersebut, itgu dapat
disimpulkan sasaran evaluasi Program pencegahan dan
pengendalian penyakit meliputi :
. Evaluasi penyelenggaraan program, meliputi upaya
pencapaian kinerja program (pembinaan), dan perubahan
tujuan, metode, strategi dan kegiatan (konsultasi), baik
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2ol1
375
14. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABAT
,AN
FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
terhadap program dengan pendekatan imunisasi, pendekatan
pengobatan massal, pendekatan pengobatan khusus atau
pendekatan pemeriksaan risiko tinggi
Evaluasi pelaksanaan kegiatan imunisasi, pengobatan massal,
pengobatan khusus dan pemeriksaan kelompok risiko tinggi
agar tepat sasaran dan cakupan pelayanan yang memadai,
Evaluasi kinerja surveilans imunisasi, pengobatan massal,
pengobatan khusus dan pemeriksaan kelompok risiko tinggi
menurut karakteristik waktu, tempat dan orang (data dan
surveilans)
(2) Metode Evaluasi Pemeriksaan Kelompok Risiko Tinggi
Metode Kuantitatif
Secara umum, evaluasi iumlah sasaran kegiatan adalal-r
menghitung jumlah sasaran kegiatan yang telah diperoleh dan
dilaksanakan kegiatan yang baik dibandingkan yang seharusnya
dilakukan pemeriksaan risiko tinggi
Metode Kualitatif
Mempelajari proses kegiatan imunisasi, pelaksanaan kegiatan
pengobatan massal, pelaksanaan kegiatan pengobatan khusus,
dan pemeriksaan kelompok risiko tinggi
Langkah umum evaluasi kegiatan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Mempelajari peraturan perundangan terkait dengan kegiatan
2. Mempelajari ketersediaan pedoman
3. Mendiskusikan dengan penanggungjawab program terkait
4. Membuat laporan keseluruhan hasil evaluasi perneriksaan
kelompok risiko tinggi, dan meminta masukan atas laporan
dimaksud.
a
a
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2O1.l
J/b
15. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
ABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN AHLI
Pokok Bahasan 2.
PEMERIKSAAN KELOMPOK RISIKO TINGGI
a. Pengertian Kelompok Risiko Tinggi
Kelompok risiko tinggi adalah orang yang menderita atau berpotensi
menderita suatu penyakit, menderita sakit yang lebih berat, cacat
atau meninggal
Seseorang berada dalam status kelompok risiko tinggi karena
rnemiliki faktor risiko tertentu (teori Bloom) yaitu faktor kondisi
individu, faktor agen penyakit dan faktor lingkungan (pelajari
kembali dalam rnateri bahasan dasar-dasar epidemiologi)
Faktor kondisi individu (host)
Faktor individu mempunyai ciri-ciri yang sangat luas yang
dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, ras, sosial-ekonomi, status
perkawinan, penyakit-penyakit terdahulu, cara hidup, hereditas,
nutrisi, dan imunitas.
Faktor-faktor tersebut diatas ini penting karena mempengaruhi
pertama: risiko untuk terpapar sumber infeksi, dan kcclua
kerentanan dan resistensi dari manusia terhadap suatu infeksi atau
penyakit
Cacat bawaan dapat terjadi karena keturunan atau proses yang
teriadi selama hamil dan persalinan, termasuk pengaruh lingkungan
terhadap janin, misalnya obat, bahan radiasi
lmunitas karena adanya mekanisme tubuh untuk menghadapi
masuknya benda asing. Imunitas terjadi secara alamiah, karena
pengaruh lingkungan tanpa campur tangan rnanusia secara
langsung, imunitas yang diperoleh karena pemberian vaksinasi pasif
(pemberian antibody) atau aktif (pemberian antigen).
Daya tahan yang tumbuh dapat terjadi karena tercukupinya unsur
tubuh untuk beradaptasi terhadap lingkungan sekitarnya, misalnya
makan cukup dan bergizi, dan berolahraga yang memadai dapat
menjadi salah satu kondisi tubuh yang dapat melawan penyakit
Perubahan organ tubuh yang bisa terjadi akibat interaksi dengan
lingkungan sekitarnya dan perkembangan tubuh karena ulnur.
Misalnya, merokok menyebabkan gangguan fungsi paru yang
berisiko memudahkan terjadinya infeksi dan sakit, kornposisi
makanan dapat berpengaruh terhadap fungsi peredarah darah dan
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-201l
377
16. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
--
-_-JAB54NI9x9g9N4-L-ErlqEvlaL9-
G KESEHSI4NIF, +.I!l
distribusi oksigen dalam tubuh, sehingga berisiko timbulnya
gangguan fungsi jantung dan organ tubuh lainnya.
Kondisi kepribadian seseorang irga terjadi karena bawaan,
pendidikan, pelatihan dan tempaan hidup berhadapan dengan
lingkungan sekitarnya.
Faktor agen penyakit
Agen penyakit bisa karena unsur biologis, kimia, nutrisi, mekanik
dan agent fisik.
Agen biologi adalah protozoa, metazoan, bakteri, virus, jamur dan
riketsia. Dalam menimbulkan suatu penyakit, agent-agent tersebut
dipengaruhi oleh beberapa karakteristik, yaitu: karakteristik
inherent; viabilitas dan resistensi;dan silat-sifat yang berhubungan
dengan manusia (infektivitas, patogenitas, virulensi dan
antigenisitas); reservoir dan sumber infeksi serta cara-cara
penularan. (pelajari kembali dalam bahasan Dasar-dasar
epidemiologi)
Agen kimia yang berada dari luar tubuh, misalnya bahan pestisida,
unsur kimia pada makanan, obat, bahan kimia lain, serta agen kimia
yang berada dalam tubuh sendiri, misalnya gula, uremia dan
lainnya. Agen kimia dapat masuk dalam tubuh melalui mekanisme
inhalasi, ditelan atau melalui kulit
Faktor lingkungan
Faktor lingkungan berpengaruh pada individu karena adanya
pengaruh fisik atau karena pengaruh psikologis.
Contoh:
Kepadatan lalu lintas dapat meniadikan seorang pengendara berisiko
rukit karena kecelakaan lalu lintas, atau secara psikologis
berpengaruh meningkatnya stress dan sakit. Kepadatan lalu lintas
lugi berdampak timbulnya reaksi perilaku pengendara, sehingga
dapat menimbulkan risiko kecelakaan dan meningkatnya stres
Seseorang yang menderita sakit tidak perlu semua faktor yang
mempengaruhi tersebut harus ada, setiap penyakit mempunyai satu
atau teberapa faktor yang mempengaruhi tersebut, tetapi beberapa
faktor risiko tertentu tersebut juga dapat berinteraksi memberi
pengaruh yang berlipatkali lebih besar dibanding jika hanya sendiri-
sendiri.
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-201.1.
378
17. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
IABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN IENJANC AHLI
Orang yang berada atau memiliki faktor risiko yang mempengaruhi
timbulnya penyakit, disebut sebagai kelompok risiko tinggi
menderita sakit penyakit tersebut, atau orang-orang yang sudah
menderita sakit karena berada atau memiliki faktor risiko.
Disamping adanya faktor yang mempengaruhi adalah spesifik untuk
setiap jenis penyakit, mencermati kondisi fisik setiap orang
sebagaimana dibahas sebelumnya, maka setiap individu jrgu
mernpunyai perbedaan beratnya risiko yang berbeda-beda.
Adanya perbedaan lingkungan pada masing-masing individu
tersebut, maka besarnya risiko juga bervariasi antara satu tempat
dengan tempat lain, bahkan juga musim satu dengan musirn lain.
b. Perkembangan Alamiah Penyakit
Proses penyakit menular dimulai saat agen penyakit (mikro
organasisme) masuk dalam tubuh seseorang. Kemudian agen
penyakit tersebut berkembang biak dalarn tubuh, dan terjadi
perubahan patologis organ tubuh seseoratlg tersebut.
Sebagian menunjukkan gejala dan tancia penyakit, sebagian yang
lain tanpa gejala. Demikian juga dengan perubahan organ tubuhnya,
sebagian terdeteksi adanya perubahan kimiawi sebagian tidak ada
perubahan.
Masa lnkubasi
Periode waktu masuknya agen penyakit menular sampai timbulnya
gejala sakit yang pertama disebut sebagai masa inkubasi. Masa
inkubasi sangat penting untuk mengidentifikasi apakah seseorang
terinfeksi atau tidak.
Disamping itu, adanya masa inkubasi, dimana orang-oran€i yang
terinfeksi tetapi belum menunjukkan tanda-tanda klinis, merupakan
sumber penularan tersembunyi, misalnya penderita campak,
sebetulnya telah mampu menularkan virus campak beberapa hari
sebelum timbulnya tanda klinis, demikian juga untuk influenza.
Contoh
Sekelompok anak dalam karantina rurnah, karena kontak dengan
temen sekelas.ya yang didiagnosis menderita sakit difteri (kasus),
kontak terakhir adalah sepuluh hari sebelumnya. Difteri disebabkan
Corynebacterium diphtheria yang mempunyai masa inkubasi 2-S
hari, oleh karena itu, anak-anak sekelas dengan kasus pada hari
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2011
379
18. JABATAN
MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
kesepuluh pasca kontak, tidak akan menderita sakit karena telah
melewati masa inkubasi terpanjang bakteri difteri tersebut.
Pada beberapa kasus, agen penyakit ditularkan saat kasus sudah
menunjukkan gejala, oleh karena itu, masa inkubasi penyakit
tersebut menjadi sangat penting.
Terpapar, infektivitas, patogenesis dan virulensi
Pada penyakit menular, inJektivitas adalah proporsi oranS-orang
yang terpapar agent penyakit yang kernudian menjadi terinfeksi.
Patogenitas adalah proporsi orang yang terinfeksi kemudian
menunjukkan tahapan klinis (gejala dan tanda penyakit).
Virulensi adalah proporsi kasus klinis yang kemudian menderita
sakit berat atau meninggal.
Pemahaman terhadap paparan, infektivitas, pathogenesis dalr
virulensi menjadi sangat penting untuk menentukan risiko seseoral-rg
yang memiliki salah satu atau beberapa faktor risiko timbulnya
penyakit (kelompok risiko tinggi).
Sumber dan Cara Penularan
Model segitiga Agent-Penjamu-Lingkungan sebagaimana dibahas
sebelumnya (materi Dasar Epidemiologi), menjelaskan bahwa sakit
pada seseorang adalah hasil interaksi dari agen, penjamu dan
lingkungan. Agen penyakit bergerak pindah keluar dari penjamu
(surnber penyakit) melalui jalan keluar (portal meninggalkan
penjamu), kemudian melalui berbagai cara penularan (sumber
penyakit dan cara penularan), agen penyakit masuk kedalam tubuh
penjamu baru yang rentan melalui pintu masuk (portal masuk ke
penjamu baru).
6 Unsur penting dalam rantai penularan penyakit menular
(1) Agent ( penyebab)
(2) Reservoir dari agent (penyebab)
(3) Portal dari agent untuk meninggalkan host
(4) Cara penularan (transmisi) dari agent ke host baru
(5) Portal dari agent masuk ke host yang baru
(6) Kerentanan host.
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-201l
380
19. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
c. Pemeriksaan Kelompok Risiko Tinggi
Sebagaimana bahasan sebelumnya, kelompok risiko tinggi adalah
berisiko tinggi terhadap penyakit tertentu. Pemeriksaan kelompok
risiko tinggi dilakukan dengan cara berbeda-beda risiko sakit
penyakit tertentu dengan penyakit lain, risiko sakit pada kelornpok
tertentu bisa berbeda dengan kelompok lain, bahkan bisa jadi tnusim
tcrtentu berbeda dengan musim lain.
Tujuan pemeriksaan seseorang dengan risiko tinggi
Pemeriksaan seseorang dengan risiko tinggi penyakit tertentu
bertujuan untuk :
1. Mengidentifikasi seseorang telah menderita sakit tertentu karena
adanya peningkatan agen penyakit atau faktor risiko yang
mempengaruhinya, sehingga dapat dilakukan tindakan terhadap
orang tersebut (rnanajemen penderita).
2. Mengidentifikasi adanya agen penyakit atau faktor risiko tertentu
yang ada pada seseorang yang menderita suatu penyakit tertentu
(manajemen faktor risiko)
3. Mengidentifikasi adanya risiko sakit pada seseorang sehingga
dapat dilakukan tatalaksana terhadap faktor risiko, dan antisipasi
kemungkinan munculnya risiko sakit (manajemen risiko).
Metode pemeriksaan seseorang dengan risiko tinggi tersebut diatas
adalah dengan menerapkan pendekatan rnedik dan pendekatan
epidemiologi
Pendekatan medik adalah menelusuri riwayat sakit, identifikasi
gejala dan tanda penyakit melalui pemeriksaan fisik diagnostik, dan
pemeriksaan penunjang medik (pemeriksaan darah rutin,
pemeriksaan penuniang khusus, uji serologi, histologi, patologi
klinik dan patologi anatomi) dan perneriksaan adanya agen penyakit
Setiap penyakit mempunyai spesifikasi khusus, berbeda satu dengan
yang lain, setiap orang juga berbeda reaksinya terhadap penyakit
tertentu, oleh karena itu, seorang petugas yang melakukan
pemeriksaan medik harus mempelajari penyakit clan tatacara
pendekatan medik, yang diajarkan pada dokter, atau perawat.
Pendekatan epidemiologi
Seringkali penegakan diagnosis suatu penyakit dapat dipastikan
ketika seseorang pernah kontak dengan penderita penyakit menular
tertentu, berada pada daerah endemis penyakit tertentu, atau adanya
faktor risiko yang dominan pengaruhnya, baik eksternal maupun
internal dalam tubuh orang tersebut.
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2o11
381
20. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN IENJANG AHLI
Contoh:
1,. Seseorang menunjukkan gejala demam, ditemukan selaput
lengket mudah berdarah di tenggorokan dan masih ragu
didiagnosis sebagai penderita difteri, tetapi diagnosis dipastikan
ketika orang tersebut diketahui pernah kontak dengan penderita
difteri konfirmasi.
2. Seseorang menderita sakit muntah, pusing dan sakit perut
rnengindikasikan menderita keracunan, tetapi menjadi lebih pasti
jika orang tersebut diketahui telah makan-makanan tertentu yang
juga menyebabkan orang lain menderita sakit dengan gejala yang
sama.
3. Seseorang menderita demam tinggi, mengigil, sakit kepala
berdenyut akan didiagnosis menderita sakit malaria iika orang
tersebut tinggal di daerah endemis tinggi malaria, sebaliknya
tidak mungkin didiagnosis malaria jika orang tersebut tinggal di
daerah bebas malaria, tanpa pemeriksaan uji diagnosis yang lebih
teliti.
4. Seseorang menderita sakit dengan gejala demam tinggi dan
kemudian menderita lumpuh layuh akut pada salah satu kaki,
sangat dicurigai sebagai penderita poliomielitis anterior akut, jika
anak tersebut mempunyai riwayat tidak pernah memperoleh
imunisasi polio
5. Pada suatu KLB diare kolera di suatu desa tertentu, maka setiap
orang yang menderita diare akan diduga kuat menderita diare
kolera.
Pemeriksaan risiko tinggi dapat dilakukan terhadap kelompok risiko
tinggi. Pemeriksaan kelompok risiko tinggi penyakit tertentu ini
bertujuan untuk :
1. Mengidentifikasi satu kelompok populasi menderita sakit
tertentu karena adanya peningkatan agen penyakit atau faktor
risiko yang mempengaruhinya (tindakan terhadap populasi).
2. Mengidentifikasi adanya agen penyakit atau faktor risiko yang
ada pada satu kelompok populasi yang menderita suatu penyakit
tertentu (manajemen faktor risiko populasi)
3. Mengidentifikasi adanya risiko sakit pada satu kelompok
populasi sehingga dapat dilakukan tatalaksana terhadap faktor
risiko populasi, antisipasi munculnya risiko sakit (manajemen
risiko populasi).
Metode pemeriksaan sama, hanya hasil pemeriksaan dirumuskan
dalam bentuk rate atau rumusan yang menggunakan pendekatan
kesehatan masyarakat, dengan sasaran sejumlah populasi berisiko
atau kasus-kasus tertentu dengan jumlah sampel tertentu
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2o1l
coz
21. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
Hasil pemeriksaan kelompok risiko tinggi dapat dimanfaatkan untuk
menentukan perlu tidaknya upaya pengendalian faktor risiko,
isolasi, karantina, imunisasi massal, dan tidakan pengobatan massal.
Contoh:
1. Pada sekelompok orang, misalnya anak dalam satu kelas,
ditemukan satu kasus difteri konfirmasi, sementara cakupan
imunisasi difteri anak sekolah dengan cakupan sangat rendah,
maka dinyatakan anak satu kelas menderita sakit difteri atau
telah terinfeksi bakteri difteri, dan tindakan pengobatan massal
dilakukan terhadap semua anak dalam kelas tersebut (diagnosis
etiologi populasi).
2. Pada satu kawasan cukup luas, misalnya satu wilayah
Kabupaten/Kota, dimana nyamuk berkembang cukup tinggi dan
luas, ditemukan beberapa kasus filariasis kronis, dan pada survei
darah jari pada beberapa desa menunjukkan positif filariasis
tinggi (microfilaria rate 1 % atau lebih), maka ditetapkan
penduduk dalam kawasan tersebut berada dalam risiko tinggi,
dan pengobatan massal dengan DEC terhadap semua penduduk
dilakukan untuk menghentikan risiko penularan (prevalence
rate)
3. Jamaah haji mengadakan perjalanan ibadah haji ke daerah Arab
Saudi, yang menunjukkan risiko penularan meningitis sangat
tinggi. Pemeriksaan dilakukan terhadap semua jamaah sebelum
keberangkatannya untuk mengetahui adanya jamaah yang sudah
dan belum vaksinasi meningitis. jamaah yang belum vaksinasi
tidak boleh diberangkatkan, dan diperlukan tindakan tertentu
(screening dan specific incidence rate berdasarkan status
imunisasi).
4. Pada sekelompok orang yang bekerja sebagai tenaga penjaja seks
merupakan kelompok dimana setiap orang merupakan orang
dengan risiko tinggi HIV. Pada kelompok ini dilakukan
pemeriksaan fisik dan pengujian HIV unruk mengetahui rate HIV
(+) (prevalence rate)
5. Pada KLB penyakit menular atau keracunan, dilakukan
pemeriksaan terhadap sejumlah kasus yang dicurigai. Diperoleh
distribusi gejala dan tanda penyakit keracunan, dan didiagnosis
etiologinya (diagnosis etiologi KLB/populasi)
d. Analisis Epidemiologi Hasil Pemeriksaan Kelompok Risiko tinggi
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2011
383
Analisis Gambaran Klinis Penderita
Dari sejumlah hasil pemeriksaan kelompok risiko tinggi dapat
teri d entirika' i
_':t "-h l*-g:**g*Jl:g*_1*I*q. *'g t*i1l
22. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
ABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLII
wawancara, termasuk diantaranya tentang gambaran klinis
penderita, sebagai penielasan kronologi perkembangan sakit
diantara penderita. Wawancara dengan dokter yang merawat sangat
diperlukan.
Contoh
Perkembangan Kasus-kasus Campak.
Gejala awal berupa demam, konjungtivitis, pilek, batuk dan binti-
bintik kecil dengan bagian tengah berwarna putih atau putih kebiru-
biruan dengan dasar kemerahan di daerall mukosa pipi (bercak
Koplik).
Tanda khas bercak kemerahan dikulit timbul pada hari ketiga
sampai ketujuh; dimulai di daerah muka, kemudian menyeluruh,
berlangsung selama 4-7 hari, dan kadang-kadang berakhir dengan
pengelupasan kulit berwarna kecoklatan'
Sering ti mbuI Iekopen ia.
Penyakit lebih berat pada bayi dan orang dewasa dibandingkan
dengan anak-anak. Kompiikasi berupa otitis nrcdia, pneunronia,
laryngotracheobronchitis (croup), diare, dan ensefalitis.
Analisis Evaluasi Distribusi Gejala
Evaluasi dapat dilakukan terhadap temuan distribusi gejala diantara
penderita yang dicurigai. Penderita yang dicurigai ditentukarr
berdasar pada kriteria atau definisi operasional kasus tertentu
Contoh
Campak
Pacla penderita campak dapat menunjukkan gejala demam, bercak
kemerahao batuk, pilek, mata merah (konjungtifitis) dan diare,
sehingga dapat dirumuskan definisi kasus campak yang dicurigai
yaitu : setiap orang yang menunjukkan gejala demam di wilayah
tertentu
Distribusi gejala dari 50 kasus yang dicurigai dapat dilihat pada tabel
berikut
Tabel
Distribusi Gejala dari 50 penderita Demam
KLB Campak di Kec.Ambar, Jawa Barat, Desember 2011
No Gejala Jumlah Prosentase
'1.
Demam 50 100 %
2. Bercak merah 40 80%
J. Batuk 30 60%
4. Pilek 35 70%
5. Mata merah 35 70%
6. Brochopnemunia 10 20%
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2o11
384
23. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
Analisis Masa inkubasi
Pada keracunan makanan, masa ikubasi dihitung antara saat
makanan yang dicurigai sampai tanggal atau jam mulai sakit,
sehingga diperoleh distribusi masa inkubasi terpendek dan masa
inkubasi terpanjang.
Pada penyakit menular, masa inkubasi biasanya dihitung pada kasus
seconder, yaitu sejak saat kontak dengan kasus pertarna sampai
timbulnya gejala yang pertama, sehingga diperoleh distribusi masa
inkubasi terpendek dan masa inkubasi terpanjang.
Analisis Besarnya Masalah
Biasanya besar masalah diukur berdasarkan pengukuran
epidemiologi deskriptif, baik secara umum, maupun spesifik
berdasarkan faktor risiko tertentu.
Contoh
Campak
Definisi operasional : Berdasarkan definisi operasional kasus campak
: demam, bercak merah dengan salah satu gejala pilek, batuk, mata
merah.
Total kasus dan attack rate total : Berdasarkan kriteria tersebut, maka
dari 570 anak bawah 15 tahun yang diperiksa (kelompok risiko tinggi
campak), ditemukan 46 anak menderita campak antara tanggal 12
juni - 28 Agustus 2011 (attack rate 8 per 100 anak bawah 1,5 tahun)
Status imunisasi campak : Dari 99 anak berumur 12-24 bulan yang
diperiksa (kelompok risiko tinggi) menunjukkan 50 anak telah
mendapat imunisasi campak dengan 5 anak diantaranya menderita
campak atau attack rate 10 kasus per 100 anak 72-24 blalan
(kelompok risiko tinggi yang mendapat imunisasi) dan 44 anak yang
belum pernah mendapat imunisasi campak 40 anak cliantaranya
menderita campak, atau attack rate 90,9 kasus per 100 anak 72-24
bulan (kelompok risiko yang tidak mendapat imunisasi)
Jenis kelamin : Dari 570 orang yang merupakan kelompok risiko
tinggi yang dapat diperiksa terbagi menjadi 2 kelompok, menurut
jenis kelaminnya, yaitu 300 orang laki-laki dengan 30 kasus campak
perempuan (attack rate 10 kasus per 100 populasi), dan dari 270
orang perempuan yang diperiksa menunjukkan 16 kasus ternyata
menderita campak (attack rate 6 per 100).
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-201I
385
24. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
e. Pemeriksaan Penyakit Khusus
(1) Pengertian Penyakit Khusus
Penyakit khusus diartikan memiliki risiko penularan tinggi
terhadap pemeriksa dan orang-orang di sekitarnya serta
membahayakan keselamatannya, sehingga diperlukan
pengetahuan tentang penyakit, periode waktu dan cara
penularan, tatalaksana orang sakit (isolasi) dan orang-orang
terinfeksi (karantina) yang diperlukan agar tidak menularkan
penyakit, cara-cara melakukan proteksi diri terhadap risiko
penularan dan tindakan yang diperlukan. Sulit membuat batasan
jenis penyakit menular yang memiliki kekhususan tersebut,
karena setiap penyakit menular mernpunyai risiko menularkan
penyakitnya ke orang lain, sehingga perlu ditetapkan secara
khusus, misal dengan pembatasan (karakteristik) penyakit
menular misterius, penyakit menular langsung dan berisiko sakit
berat
(2) Isolasi dan Karantina
Isolasi adalah seseorang yang telah teridentifikasi sakit penyakit
menular tertentu dilakukan pembatasan kontak dengan orang
lain pada periode penularan, agar tidak teriadi penularan dan
penybaran penyakit menular tersebut.
Isolasi dapat dilakukan isolasi rumah sakit, atau isolasi
rurnah.Isolasi rumah sakit, penderita dipindahkan ke rumah sakit
dan dilakukan tindakan isolasi agar penderita tidak kontak
dengan orang lain kecuali dengan prosedur universal precaution
tertentu. Sementara isolasi rumah, adalah penderita istirahat di
rumah dan membatasi kuniungan tamu, agar tidak teriadi
penularan massal, misalnya di kelas, di ternpat keria atau di
tempat keramaian.
Karantina adalah seseorang yang diduga telah terinfeksi, karena
pernah kontak dengan seorang penderita penyakit tnenular
(periode paparan), clilakukan pembatasan kontak dengan orang
lairr selama rnasa inkubasi sejak kontak terakhir. Karantina jug.l
bisa dilakukan cli rutnah/rurnah sakit atau kawasan. Karantina
kawasan aclalah n'relakukau pembatasan kolltak sekelompok
orang dalam satu tempat atau u'ilayah tertelrtu, misaltrva,
sekelornpok orang yang kontak clengan penderita penyakit
menular rnisterius diminta tinggal clalarn sebuah hotel tertentu
sampai masa inkubasi terparrjang sejak kasus yang dicurigrri
alqinla-nkan atau dikeluarkarr dari hotel
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2oll
25. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN ]ENJANG AHLI
(3) Tatacara Pemeriksaan
Risiko tertular adalah bagian terpenting dari pemeriksaan
penderita penyakit khusus. Oleh karena itu, memahami tentang
penyakit, riwayat alamiah penyakit, periode penularan dan cara-
cara penularan, dan tindakan yang perlu diambil menjadi sangat
penting. Setiap penyakit berbeda dengan penyakit lain.
Disamping itu, pengenalan terhadap aspek adat istiadat dan etika
pemeriksaan juga perlu dikenali dengan baik.
Bahasan tersebut diatas telah dibahas pada bahasan Pemeriksaan
Kelornpok Risiko Tinggi
Contoh
1. Memeriksa penderita difteri atau orang-orang yang diduga
telah terinfeksi difteri
2. Memeriksa penderita atau seseorang yang diduga telah
terinfeksi virus influenza baru yang belum diketahui beratnya
risiko sakit atau meninggal
3. Merneriksa penderita atau diduga penderita rabies
Pada pemeriksaan penyakit khusus perlu lebih dikenali dengan
baik pada 3 bahasan : proses pemeriksaan, proteksi diri dan
surveilans diri sendiri. lni wajib dilaksanakan dengan cerrnat dan
konsisten.
(4) Proscs Pemeriksaan
Sekali lagr, risiko tertular adalah bagian terpenting dari
pemeriksaan penyakit khusus ini. Proses pemeriksaan harus
menjamin terhindarnya pemeriksa dari risiko tertular, menjamin
terhindarnya penyebaran penyakit melalui lingkungan, baik
karena tindakan dari orang yang diperiksa, maupun pemeriksa
atau penggunaan dan pemindahan organ, limbah, peralatan dan
kemananan lingkungan tempat pemeriksaan
Setiap rumah sakit telah menerapkan prosedur pemeriksaan
kasus-kasus dengan risiko penularan yang tinggi.
Contoh
Pemeriksaan Kasus influenza A H5N1 suspek influenza parrdemi
di rumah sakit :
1. Penderita berada pada ruang isolasi
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-20l1
387
26. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
__ _ t4!4_ r4N ryrgqrey_! -I ryEgg!.gs=L5; Eg4L4I IEJI1I9"SI!J
2. Diskusikan bahasan pemeriksaan dengan dokter yang
merawat dan lengkapi semua formulir perekaman sebelum
pemeriksaan Pada Penderita
3. Pemeriksaan penderita dengan memastikan semua prosedur
pemeriksaan perlindungan diri terhadap penderita yang
diberlakukan di rumah sakit tersebut dipenuhi, termasuk
menggunakan alat perlindungan standar, minimal
menggunakan masker N95
4. Prosedur pasca pemeriksaan juga harus dipenuhi, misalnya
tatacara penyimpanan baju, masker dan peralatan yang
digunakan, tatacara cucihama sebelum meninggalkan ruang
isolasi, dsb.
5. Catat semua orang yang kontak dengan penderita dalarn
formulir pemantauan (surveilans), terutama petugas
kesehatan, termasuk nama diri pemeriksa seudiri, walaupuu
sudah menggunakan alat pelir-rdung diri standar'
6. Memastikan setiap orang yang berada dibawah Pengawasan
surveilans, melaporkan diri jika menderita sakit yang sarna
dengan penderita selama masa inkubasi terpanjang'
Pemeriksaan Kasus in-fluenza A H5N1 suspek influenza pandemi
di lapangan atau di rumah penderita atau kontaknya :
1. Pastikan bahwa kasus suspek atau kontak berada di rumah,
kasus suspek harus berbaring di tempat tidur untuk
pemeriksaan.
2. Pemeriksaan penderita dengan memastikan semua prosedur
pemeriksaan perlindungan diri terhadap penderita yang
diberlakukan di lapangan tersebut dipenuhi, termasuk
menggunakan alat perlindungan standar, minimal
menggunakan masker N95 fika berada di rumah atau daerah
dengan risiko tinggi. Penderita influenza memiliki periode
penularan virus beberapa hari sebelum gejala pertama sakit
sampai beberapa hari setelah demam menghilangt cara
penularan droplet, terutama pada jarak kurang dari 2 meter di
depan kasus.
3. Catat sen-rua orang yang kontak dengan penderita dalam
formulir pemantauan kontak (surveilans), terutama petugas
kesehatan, termasuk nama diri pemeriksa sendiri, walaupun
sudah menggunakan alat pelindung diri standar'
4. Memastikan setiap orang yang berada dibawah pengawasan
surveilans, melaporkan diri jika menderita sakit yang sama
dengan penderita selama masa inkubasi terpaniang.
Setiap penyakit punya cara penularan berbeda-beda, misalnya
rabies dapat menular cairan atau
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR-2o1-l
388
masuk
27. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN IENJANG AHLI
melalui mata, sehingga penggunaan masker wajib dilalkukan
untuk memriksa suspek kasus rabies. hnunisasi terl-radap
penyakit rabies sudah ada, oleh karena itu, petugas perneriksa
suspek rabies wajib mendapat imunisasi secara teratur.
Beberapa penyakit menular sebelum muncul gejala pertama,
tetapi sebagian lain menular sesudah muncul gejala, misalnya
pada SARS menular saat sudah muncul gejala demam dan batuk
Kesemuanya menunjukkan proses pemeriksaan akan berbeda-
beda terhadap penyakit
(5) Proteksi Umum dan Khusus (Universal Precaution)
Prinsip proteksi meliputi proses, alat dan pemantauan diri yang
sesuai untuk setiap jenis penyakit (proteksi khusus), tetapi
seringkali pada penyakit yang belum jelas apa sumber
penularannya, kapan dan bagaimana cara penularannya
diperlukan proteksi umum
Proteksi terhadap difteri adalah imunisasi difteri, menggunakan
masker biasa karena bakteri cukup besar. Sernentara, untuk
influenza, imunisasi bisa dilakukan, tetapi biasanya pada
pandemi tipe virus sudah berubah datr vaksirr sudah tidak cocok,
masker harus menggunakan masker rapat, karena virus sangat
kecil.
(6) Pemantauan Surveilans dan Ilespon
Pemeriksa penderita penyakit menular atau orang-orang yang
diduga telah terinfeksi, khususnya penyakit yang sangat menular
dan berisiko sakit berat atau meninggal, harus dipantau dengan
ketat sampai dipastikan pemeriksa tersebut tidak tertular,
walaupun sudah menggunakan alat pelindung diri yang sangat
ketat.
Surveilans dilakukan sangat ketat terhadap pemeriksa itu sendiri
yang kontak dengan kasus atau kontaknya, tetapi surveilans juga
diberlakukan terhadap kontak erat pemeriksa. Seringkali,
pemeriksa yang telah tertular tidak menunjukkan gejala apapun,
karena daya tahan yang kuat atau adanya imunitas yang sudal-r
dimiliki, tetapi pemeriksa ini bisa menjadi carrier dan berisiko
menularkan penyakit pada keluarganya atau kontak erat lainnya.
Surveilans terhadap pemeriksa dan kontak eratnya dilakukan
selama-lamanya sepanjang masa ir-rkubasi terpanjang, rnisalrrya
pada inlluenza A H5N1, pemeriksa akan dipantau selama 10 hari.
Surveilans ini adalah surveilans ciiri sendiri, karena sangat
bergantung pada partisipasi pemeriksa untuk rnelaporkarr diri
KEMENTERIAN KESEHATAN RI,BADAN PPSDM KESEHATAN
PUSDIKLAT APARATUR.2O11
389
28. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN JENJANG AHLI
kalau menunjukkan gejala sakit yang sama dengan kasus yang
diperiksanya.
Pada kondisi darurat, misalnya terjadi kecenderungan mutasi
influenza A H5N1 sangat tinggi, maka unit surveilans khusus
perlu dibentuk dan bertugas untuk memantau perkernbangan
iakit pada setiap petugas yang kontak dengan penderita, suspek
atau kontaknya.
Setiap pemeriksa penyakit khusus harus memantau dirinya
sendiri, dan iika ditemukan geiala sakit, maka ia harus
melakukan tindakan yang tepat, mencegah risiko menularkannya
ke orang lain, berobat dan perawatan lairurya, termasuk
kemungkinan menjadi penderita yang perlu diisolasi'
KEMENTERIAN KESEHATAN RI-BADAN PPSDM KESEHATAN
APARATUR-201.1-PUSDIKLAT
390
29. MODUL PELATIHAN PENGANGKATAN PERTAMA
JABATAN FUNGSIONAL EPIDEMIOLOG KESEHATAN IENJANG AHLI
VIII. REFERENSI
1. Depkes. Pedoman Surveilans Epidemiologi Avian lnfluenza
Integrasi di Indonesia. Edisi 2. Depkes, Deptan, WHO. Tahun
2006.
2. Umar Ahmadi. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Penerbit
Buku kompas, Jakarta, 2005
3. Buku-buku program di lingkungan PP dan PL
KEMENTERIAN KESEHATAN Rr-BADAN ppsDM xEsnnareN
PUSDIKLAT APARATUR-2oI.l
391