Dokumen tersebut membahas tentang sejarah dan konsep promosi kesehatan. Promosi kesehatan bergeser dari pendidikan kesehatan karena pendidikan kesehatan hanya fokus pada pengetahuan tanpa perubahan perilaku dan lingkungan. Promosi kesehatan bertujuan untuk memberdayakan masyarakat agar mampu meningkatkan kesehatan dengan melibatkan berbagai sektor."
2. 2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ......................................................................................................................2
PENDAHULUAN ..............................................................................................................3
A. DESKRIPSI MATERI ..........................................................................................3
B. RELEVANSI ..........................................................................................................4
C. PETUNJUK BELAJAR ........................................................................................4
PROMOSI KESEHATAN ................................................................................................5
A. CAPAIAN PEMBELAJARAN.................................................................................5
B. CAPAIAN PEMBELAJARAN MATA KEGIATAN.............................................5
C. URAIAN MATERI ....................................................................................................5
1. Promosi Kesehatan ................................................................................................6
a. Sejarah Promosi Kesehatan..................................................................................6
b. Definisi.................................................................................................................9
c. Tujuan Promosi Kesehatan ................................................................................11
d. Strategi Promosi Kesehatan ...............................................................................11
e. Media Promosi Kesehatan .................................................................................15
2. Sasaran Promosi Kesehatan................................................................................20
a. Sasaran Primer ...................................................................................................21
b. Sasaran Sekunder...............................................................................................22
c. Sasaran Tersier...................................................................................................22
3. Contoh kasus tentang promosi kesehatan .........................................................22
D. RANGKUMAN .......................................Kesalahan! Bookmark tidak ditentukan.
E. TES FORMATIF ....................................Kesalahan! Bookmark tidak ditentukan.
F. DAFTAR PUSTAKA..............................Kesalahan! Bookmark tidak ditentukan.
G. KUNCI JAWABAN ................................Kesalahan! Bookmark tidak ditentukan.
3. 3
PENDAHULUAN
A. DESKRIPSI MATERI
Promosi kesehatan pada prinsipnya merupakan upaya dalam meningkatkan
kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama
masyarakat, agar mereka dapat menolong diri sendiri, serta kegiatan yang sumber
daya masyarakat, sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat dan didukung
kebijakan kebijakan public yang berwawasan kesehatan.
Diperlukan perubahan strategi pelayanan kesehatan dari pelayanan yang
terfokus pada pengobatan menjadi pelayanan pencegahan. Promosi kesehatan
merupakan fungsi inti dari kesehatan masyarakat serta efektif dalam mengurangi
beban baik penyakit menular maupun penyakit tidak menular dan mengurangi
dampak sosial maupun ekonomi dari penyakit serupa. Promosi kesehatan dapat
mengurangi dampak dari faktor-faktor resiko yang berkaitan dengan faktor-faktor
penentu kesehatan secara luas yang mengarah pada penyakit dan meningkatkan
kualitas kehidupan individu dan masyarakat. Program pengendalian PTM dan
faktor resikonya dilaksanakan mulai dari pencegahan, deteksi dini, pengobatan,
dan rehabilisasi. Kegiatan pencegahan dan deteksi dini dapat dilaksanakan di
Posbindu PTM, sedangkan deteksi dini, pengobatan, dan rehabilisasi di fasilitas
pelayanan kesehatan.
Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan derajat kesehatan salah
satunya melalui kegiatan promosi kesehatan. Menurut Green, promosi kesehatan
adalah segala bentuk kombinasi antara pendidikan kesehatan dan intervensi yang
terkait dengan ekonomi, politik dan organisasi yang dirancang untuk
memudahkan perubahan perilaku dan lingkungan yang kondusif bagi
kesehatan. Sehingga dapat dikatakan bahwa promosi kesehatan merupakan upaya
untuk meningkatkan kesehatan secara menyeluruh bukan hanya perubahan
perilaku tetapi juga perubahan lingkungan
4. 4
B. RELEVANSI
Sebagaimana disebutkan di atas, ujung tombak dari program PDBK adalah
Puskesmas dan salah satu dari upaya kesehatan wajib Puskesmas yang harus
ditingkatkan kinerjanya adalah promosi kesehatan. Sebagaimana tercantum dalam
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1114 /MENKES/SK/VII/2005 tentang
Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Daerah, promosi kesehatan adalah
upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari,
oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong diri sendiri, serta
mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai sosial budaya
setempat dan didukung kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.
C. PETUNJUK BELAJAR
Agar kita berhasil dengan baik dalam mempelajari bahan ajar ini berikut
beberapa petunjuk yang dapat anda ikuti :
1) Bacalah dengan cermat bagian pendahuluan modul ini sampai anda
memahami tentang promosi kesehatan.
2) Pahami garis besar materi-materi yang akan dipelajari atau dibahas
secara seksama apa yang akan dicapai.
3) Upayakan untuk dapat membaca sumber-sumber lain yang relevan
untuk menambahkan wawasan anda menjadikan perbandingan jika
pembahasan dalam modul ini masih dianggap kurang.
4) Mantapkan pemahaman anda dengan latihan dalam modul dan melalui
kegiatan diskusi dengan mahasiswa atau dosen.
5. 5
PROMOSI KESEHATAN
A. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Menguasai teori dan aplikasi materi keahlian keperawatan, kompetensi keahlian
asisten keperawatan yang mencakup: (1) Komunikasi Keperawatan, (2) Konsep
Dasar Keperawatan (anatomi fisiologi, promosi kesehatan, pelayanan prima), (3)
Kebutuhan Dasar Manusia, (4) Keperawatan Medikal Bedah (ilmu penyakit,
penunjang diagnostic, kegawatdaruratan), (5), Ilmu Kesehatan Masyarakat
(Keperawatan Jiwa dan Keluarga, Keperawatan Geriatrik dan Komunitas,
Keperawatan Maternitas, (6) Keterampilan Dasar Tindakan Keperawatan termasuk
advance materials yang dapat menjelaskan aspek “apa” (konten), “mengapa”
(filosofi), dan “bagaimana” (penerapan) dalam kehidupan sehari-hari.
B. CAPAIAN PEMBELAJARAN MATA KEGIATAN
Menganalisis prinsip dan Konsep Dasar Keperawatan (anatomi fisiologi,
promosi kesehatan, pelayanan prima) dan aplikasinya dalam pembelajaran asisten
keperawatan
C. URAIAN MATERI
Assalamu’alaikum Warrohmatullahi Wabarokatuh. Selamat pagi para peserta
sekalian. Bagaimana kabarnya hari ini? Semoga selalu sehat dan dimudahkan
segala urusannya. Aamiin.
Bapak Ibu Peserta PPG yang berbahagia, sebelum memulai pembelajaran,
marilah kita bersama-sama berdoa terlebih dahulu, semoga kita diberikan
kemudahan dan kelancaran serta diberikan ilmu yang barokah. Aamiin. Berdoa
mulai sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Selesai.
Untuk mengetahui materi tentang promosi kesehatan, maka perlu mengetahui
beberapa topik pembelajaran yang meliputi: promosi kesehatan dan sasaran
promosi kesehatan
6. 6
1. Promosi Kesehatan
a. Sejarah Promosi Kesehatan
Bergesernya pendidikan kesehatan menjadi promosi kesehatan, tidak
terlepas dari sejarah praktik pendidikan kesehatan di dalam kesehatan
masyarakat di Indonesia, maupun secara praktik pendidikan kesehatan secara
global. Para praktisi pendidikan kesehatan telah bekerja keras untuk memberikan
informasi kesehatan melalui berbagai media dan teknologi pendidikan
kepada masyarakat, dengan harapan masyarakat dapat melakukan hidup sehat
seperti yang diharapkan.
Tetapi pada kenyataannya, perubahan perilaku hidup sehat tersebut sangat
lamban, sehingga dampaknya terhadap perbaikan kesehatan sangat kecil. Dari
hasil studi yang dilakukan oleh World Health Organization (WHO) dan para
ahli pendidikan kesehatan, mengungkapkan memang benar bahwa pengetahuan
masyarakat tentang kesehatan sudah cukup baik, tetapi praktik mereka masih
rendah. Hal ini berarti bahwa perubahan atau peningkatan pengetahuan
masyarakat tentang kesehatan tidak diimbangi dengan peningkatan atau
perubahan perilakunya. Belajar dari pengalaman pelaksanaan pendidikan
kesehatan dari berbagai tempat, dapat disimpulkan bahwa pendidikan kesehatan
tersebut belum “memampukan” (ability) masyarakat untuk berperilaku hidup
sehat, tetapi baru dapat “memaukan” (willingness) masyarakat untuk berperilaku
hidup sehat. Dari pengalaman ini juga menimbulkan kesan yang negatif bagi
pendidikan kesehatan, bahwa pendidikan kesehatan hanya mementingkan
perubahan perilaku melalui pemberian informasi atau penyuluhan kesehatan.
Sedangkan pendidikan kesehatan kurang melihat bahwa perubahan perilaku atau
perlakuan baru tersebut juga memerlukan fasilitas, bukan hanya pengetahuan
saja. Misalnya Untuk praktik atau berperilaku memeriksakan diri ke pelayanan
kesehatan, minum air bersih dan makan-makanan yang bergizi bukan hanya
perlu pengetahuan tentang manfaat pemeriksaan kesehatan, manfaat air bersih
atau tahu manfaat tentang makanan yang bergizi, tetapi juga perlu sarana atau
7. 7
fasilitas keterjangkauan pelayanan kesehatan, fasilitas air bersih dan bagaimana
cara mendapatkan serta mengolah makanan yang bergizi.
Oleh sebab itu, WHO menyimpulkan bahwa pendidikan kesehatan tidak
mencapai tujuannya, sebagai perwujudan dari perubahan konsep para ahli
pendidikan kesehatan global yang dimotori oleh WHO, pada tahun 1984
merevitalisasi pendidikan kesehatan tersebut dengan menggunakan istilah
promosi kesehatan (health promotion). Jika sebelumnya pendidikan kesehatan
diartikan sebagai upaya yang terencana untuk perubahan perilaku masyarakat
sesuai dengan norma kesehatan, maka promosi kesehatan tidak hanya
mengupayakan perubahan perilaku, tetapi juga perubahan lingkungan yang
memfasilitasi perubahan perilaku tersebut. WHO menyelenggarakan konferensi
internasional pertama bidang promosi kesehatan pada tanggal 21 November
1986 di Ottawa, Kanada. Konferensi dihadiri oleh para ahli kesehatan seluruh
dunia dan telah menghasilkan dokumen yang disebut Piagam Ottawa (Ottawa
Charter). Berdasarkan Piagam Ottawa (Ottawa Charter,1986) sebagai hasil
rumusan Konferensi Internasional Promosi Kesehatan di Ottawa, Canada,
mengatakan bahwa :
“….Health promotion is the process of enabling people to increase control
over, and improve their health. To reach a state of complete physical, mental,
and social well-being, and individual or group must be able to indetify and
realize aspiration, to satisfy needs, and to change or cope with the environment”
Dari kutipan diatas jelas dinyatakan bahwa, promosi kesehatan adalah
suatu proses untuk memampukan masyarakat dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatan mereka. Dengan kata lain, promosi kesehatan adalah
upaya yang dilakukan terhadap masyarakat sehingga mereka mau dan mampu
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri. Batasan
promosi kesehatan ini mencakup 2 dimensi yakni “kemauan” dan
“kemampuan”, atau tidak sekedar meningkatnya kemauan masyarakat seperti
dikonotasikan oleh pendidikan kesehatan. Lebih lanjut dinyatakan, bahwa
dalam mencapai derajat kesehatan yang sempurna baik fisik, mental,
8. 8
maupun sosial, masyarakat harus mampu mengenal dan mewujudkan
aspirasinya, kebutuhannya, dan mampu mengubah atau mengatasi
lingkungannya. Lingkungan disini mencakup lingkungan fisik, lingkungan
sosio budaya, dan lingkungan ekonominya.
Batasan promosi kesehatan yang lain dirumuskan oleh Yayasan
Kesehatan Victoria (Victorian Health Fondation – Australia, 1997), sebagai
berikut “Health promotion is a programs are design to bring about “change”
within people, organization, communities, and their environment”
Batasan ini menekankan, bahwa promosi kesehatan adalah suatu
program perubahan perilaku masyarakat yang menyeluruh, dalam konteks
masyarakatnya. Bukan hanya perubahan perilaku (within people), tetapi juga
perubahan lingkungannya. Perubahan perilaku tanpa diikuti perubahan
lingkungan tidak akan efektif, maka perilaku tersebut tidak akan bertahan lama.
Contoh : anak-anak saat disekolah yang belajar tentang budaya mencuci tangan
sebelum dan sesudah makan, namun setelah kembali ke lingkungan keluarga
dimana mereka melihat bahwa tidak ada budaya mencuci tangan sebelum dan
sesudah makan maka ia akan mengikuti budaya yang dilakukan di lingkungan
tersebut. Oleh sebab itu, promosi kesehatan bukan sekedar merubah perilakunya
saja tetapi juga mengupayakan perubahan lingkungan, system, dan sebagainya.
Pada awal tahun 2000, Departemen Kesehatan Republik Indonesia baru
dapat menyelesaikan konsep WHO dengan mengubah penyuluhan Kesehatan
masyarakat (PKM) menjadi Direktorat Promosi Kesehatan. Pada akhir tahun
2001 terjadi reorganisasi kembali berdasarkan Surat Keputusaan Menkes No
1277/Menkes/SK/XI/2001 tanggal 27 November 2001 menetapkanbahwa
Direktorat Promosi Kesehatan berganti nama menjadi Pusat Promosi
Kesehatan. Promosi kesehatan bagi individu terkait dengan dengan
pengembangan program pola hidup sehat sejak muda, dewasa hingga lanjut
usia, yang melibatkan berbagai sektor seperti praktisi medis, psikolog, media
massa, serta para pembuat kebijakan public dan perumus perundang-undangan
serta sector yang lainnya, sehingga promosi kesehatan lebih menekankan
9. 9
kepada peningkatan kemampuan hidup sehat serta memfasilitasi perubahan
perilaku tersebut, bukan hanya sekedar berperilaku sehat.
b. Definisi
Upaya promosi kesehatan merupakan salah satu strategi atau langkah yang
ditempuh untuk meningkatkan kemampuan masyarakat khususnya pengetahuan,
sikap dan praktek untuk berperilaku sehat melalui proses pembelajaran dari-oleh-
untuk dan bersama masyarakat. Selain itu tujuan promosi kesehatan dimaksudkan
supaya masyarakat dapat dapat menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan
kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai dengan kondisi sosial budaya
setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.
Menolong diri sendiri tersebut artinya bahwa masyarakat mampu berperilaku
mencegah timbulnya masalah-masalah dan gangguan kesehatan, memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan serta mampu pula berperilaku mengatasi apabila
masalah gangguan kesehatan tersebut terlanjur terjadi di tengah-tengah kehidupan
masyarakat.
Definisi lain menurut Depkes RI (2008) menyatakan bahwa promosi
kesehatan adalah serangkaian proses pemberdayaan masyarakat agar mampu
memelihara dan meningkatkan kesehatan. Proses pemberdayaan dilakukan dari
oleh masyarakat yang artinya proses pemberdayaan tersebut dilakukan melalui
kelompok-kelompok potensial di masyarakat bahkan semua komponen
masyarakat.
Sebagaimana diketahui bahwa disparitas masalah kesehatan masih
menjadi permasalahan dalam upaya pembangunan kesehatan di Indonesia yang
diindikasikan dari masih tingginya angka kesakitan akibat penyakit menular dan
tidak menular, kejadian luar biasa (KLB) akibat penyakit menular, serta masih
rendahnya perilaku sehat masyarakat. Upaya promosi kesehatan yang dilakukan
diharapkan dapat mereduksi masalah kesehatan tersebut.
Depkes RI (2008) menitiberatkan bahwa promosi kesehatan bukan hanya
10. 10
sekedar proses penyadaran masyarakat atau pemberian dan peningkatan
pengetahuan masyarakat tentang kesehatan saja, tetapi juga disertai upaya-upaya
menfasilitasi perubahan perilaku. Secara teknis, promosi kesehatan dapat
dijabarkan dalam berbagai program dan kegiatan yang diformulasikan untuk
mewujudkan perubahan perilaku masyarakat juga mengupayakan perubahan
secara sosial dan lingkungan fisik yang mengarah pada peningkatan derajat
kesehatan masyarakat.
Committee on Health Education and Promotion Terminology yang dikutip
oleh McKenzie (2007) mendefenisikan promosi kesehatan sebagai kombinasi
terencana apapun dari mekanisme pendidikan, politik, lingkungan, peraturan,
maupun mekanisme organisasi yang mendukung tindakan dan kondisi kehidupan
yang kondusif untuk kesehatan individu, kelompok dan masyarakat. Pada
Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan (Depkes RI, 2006) disebutkan bahwa
promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat
melalui pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat, agar mereka dapat
menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya
masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik
yang berwawasan kesehatan.
Dalam melakukan promosi kesehatan tidak terlepas dari perilaku. Perilaku
tidak hanya menyangkut dimensi kultural yang berupa sistem nilai dan norma,
melainkan juga dimensi ekonomi. Sistem nilai dan norma merupakan rambu-
rambu bagi seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Sistem
nilai dan norma “dibuat” oleh masyarakat untuk dianut oleh individu-individu
anggota masyarakat tersebut. Namun demikian sistem nilai dan norma, sebagai
sistem sosial, adalah sesuatu yang dinamis. Artinya, sistem nilai dan norma suatu
masyarakat akan berubah mengikuti perubahan-perubahan lingkungan dari
masyarakat yang bersangkutan (Depkes RI, 2006).
Hasil Konferensi Internasional ke-4 tentang promosi kesehatan, yang
dikutip oleh Liliweri (2007), menyatakan bahwa prioritas promosi kesehatan
dalam abad 21 adalah: (1) Mempromosikan tanggung jawab sosial bagi kesehatan;
11. 11
(2) Meningkatkan modal untuk pengembangan kesehatan ; (3) Konsolidasi dan
perluasan kemitraan untuk kesehatan; (4) Meningkatkan kapasitas komunitas dan
memperkuat individu dan ; (5) Melindungi keamanan infrastruktur promosi
kesehatan.
c. Tujuan Promosi Kesehatan
Tujuan promosi kesehatan agar individu atau masyarakata dapat:
1) Memelihara dan meningkatkan kesehatannya
2) Menggali dan mengembangkan potensi perilaku sehat yang ada dalam
sosial budaya masyarakat setempat
3) Mendorong penggunaan dan pengembangan sarana –prasarana pelayanan
kesehatan secara tepat
4) Mewujudkan masyarakat berperilaku hidup bersih dan sehat
d. Strategi Promosi Kesehatan
Promosi kesehatan diharapkan dapat melaksanakan strategi yang bersifat
paripurna (komprehensif), khususnya dalam menciptakan perilaku baru.
Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan telah menetapkan tiga strategi dasar
promosi kesehatan, yaitu (1) gerakan pemberdayaan, (2) bina suasana, dan (3)
advokasi, yang diperkuat oleh kemitraan serta metode dan sarana komunikasi
yang tepat (Depkes RI, 2006).
Menurut Notoadmodjo (2003) yang mengutip pendapat Hopkins, defenisi
advokasi adalah usaha untuk mempengaruhi kebijakan publik melalui bermacam-
macam bentuk komunikasi persuasif. Advokasi dapat diartikan sebagai upaya atau
proses yang strategis dan terencana untuk mendapatkan komitmen dan dukungan
dari pihak-pihak yang terkait (stakeholders). Berbeda dengan bina suasana,
advokasi diarahkan untuk menghasilkan dukungan yang berupa kebijakan
(misalnya dalam bentuk peraturan perundang-undangan), dana, sarana, dan lain-
lain sejenis.
Stakeholders yang dimaksud bisa berupa tokoh masyarakat formal yang
12. 12
umumnya berperan sebagai penentu kebijakan pemerintahan dan penyandang
dana pemerintah. Juga dapat berupa tokoh-tokoh masyarakat informal seperti
tokoh agama, tokoh adat, dan lain-lain yang umumnya dapat berperan sebagai
penentu “kebijakan” (tidak tertulis) di bidangnya. Tidak boleh dilupakan pula
tokoh-tokoh dunia usaha, yang diharapkan dapat berperan sebagai penyandang
dana non-pemerintah (Puspromkes Depkes RI, 2006).
Strategi advokasi dilakukan dengan melalui pengembangan kebijakan
yang mendukung pembangunan kesehatan melalui konsultasi pertemuan-
pertemuan dan kegiatan-kegiatan lain kepada para pengambil keputusan baik
kalangan pemerintah, swasta maupun pemuka masyarakat (Notoatmodjo, 2005).
Bina Suasana adalah upaya menciptakan opini atau lingkungan sosial yang
mendorong individu anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku yang
diperkenalkan. Seseorang akan terdorong untuk mau melakukan sesuatu apabila
lingkungan sosial di mana pun ia berada (keluarga di rumah, orang-orang yang
menjadi panutan/idolanya, kelompok arisan, majelis agama, dan lain-lain, dan
bahkan masyarakat umum) memiliki opini yang positif terhadap perilaku tersebut.
Oleh karena itu, untuk mendukung proses Pemberdayaan Masyarakat, khususnya
dalam upaya mengajak para individu meningkat dari fase tahu ke fase mau, perlu
dilakukan Bina Suasana (Depkes RI, 2006).
Pada pelaksanaannya terdapat tiga pendekatan dalam Bina Suasana, yaitu
(1) Pendekatan Individu, (2) Pendekatan Kelompok, dan (3) Pendekatan
Masyarakat Umum (Depkes RI, 2006), dengan penjelasan sebagai berikut:
1) Bina Suasana Individu, ditujukan kepada individu tokoh
masyarakat. Melalui pendekatan ini diharapkan mereka akan
menyebarluaskan opini yang positif terhadap perilaku yang sedang
diperkenalkan. Mereka juga diharapkan dapat menjadi individu-individu
panutan dalam hal perilaku yang sedang diperkenalkan dengan bersedia
atau mau mempraktikkan perilaku yang sedang diperkenalkan tersebut
misalnya seorang pemuka agama yang rajin melaksanakan 3 M yaitu
Menguras, Menutup dan Mengubur demi mencegah munculnya wabah
13. 13
demam berdarah. Lebih lanjut bahkan dapat diupayakan agar mereka
bersedia menjadi kader dan turut menyebarluaskan informasi guna
menciptakan suasana yang kondusif bagi perubahan perilaku individu.
2) Bina Suasana Kelompok, ditujukan kepada kelompok-kelompok dalam
masyarakat, seperti pengurus Rukun Tetangga (RT), pengurus Rukun
Warga (RW), Kelompok keagamaan, Perkumpulan Seni, Organisasi
Profesi, Organisasi Wanita, Organisasi Siswa/Mahasiswa, Organisasi
Pemuda, dan lain-lain. Pendekatan ini dapat dilakukan oleh dan atau
bersama-sama dengan pemuka/tokoh masyarakat yang telah peduli.
Diharapkan kelompok-kelompok tersebut menjadi peduli terhadap perilaku
yang sedang diperkenalkan dan menyetujui atau mendukungnya. Bentuk
dukungan ini dapat berupa kelompok tersebut lalu bersedia juga
mempraktikkan perilaku yang sedang diperkenalkan, mengadvokasi
pihak-pihak yang terkait, dan atau melakukan kontrol sosial terhadap
individu-individu anggotanya.
3) Bina Suasana Masyarakat Umum, dilakukan terhadap masyarakat
umum dengan membina dan memanfaatkan media-media komunikasi,
seperti radio, televisi, koran, majalah, situs internet, dan lain-lain, sehingga
dapat tercipta pendapat umum. Dengan pendekatan ini diharapkan media-
media massa tersebut menjadi peduli dan mendukung perilaku yang sedang
diperkenalkan. Suasana atau pendapat umum yang positif ini akan dirasakan
pula sebagai pendukung atau “penekan” (social pressure) oleh individu-
individu anggota masyarakat, sehingga akhirnya mereka mau melaksanakan
perilaku yang sedang diperkenalkan. Strategi bina suasana dilakukan
melalui: (1) Pengembangan potensi budaya masyarakat dengan
mengembangkan kerja sama lintas sektor termasuk organisasi
kemasyarakatan, keagamaan, pemuda, wanita serta kelompok media massa;
dan (2) Pengembangan penyelenggaraan penyuluhan, mengembangkan
media dan sarana, mengembangkan metode dan teknik serta hal-hal lain
yang mendukung penyelenggaraan penyuluhan.
14. 14
Pemberdayaan adalah proses pemberian informasi secara terus-menerus
dan berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran, serta proses membantu
sasaran, agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek
knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek attitude), dan dari mau menjadi mampu
melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek practice) (Natoadmodjo,
2003).
Sasaran utama dari Pemberdayaan adalah individu dan keluarga, serta
kelompok masyarakat. Dalam mengupayakan agar seseorang tahu dan sadar,
kuncinya terletak pada keberhasilan membuat orang tersebut memahami bahwa
sesuatu (misalnya diare) adalah masalah baginya dan bagi masyarakatnya.
Sepanjang orang yang bersangkutan belum mengetahui dan menyadari bahwa
sesuatu itu merupakan masalah, maka orang tersebut tidak akan bersedia
menerima informasi apa pun lebih lanjut. Manakala ia telah menyadari masalah
yang dihadapinya, maka kepadanya harus diberikan informasi umum lebih lanjut
tentang masalah yang bersangkutan (Depkes RI, 2006)
Perubahan dari tahu ke mau pada umumnya dicapai dengan menyajikan
fakta-fakta dan mendramatisasi masalah. Tetapi selain itu juga dengan
mengajukan harapan bahwa masalah tersebut bisa dicegah dan atau diatasi. Di sini
dapat dikemukakan fakta yang berkaitan dengan para tokoh masyarakat sebagai
panutan (misalnya tentang seorang tokoh agama yang dia sendiri dan keluarganya
tak pernah terserang diare karena perilaku yang dipraktikkannya). Bilamana
sasaran sudah akan berpindah dari mau ke mampu melaksanakan, boleh jadi akan
terkendala oleh dimensi ekonomi. Dalam hal ini kepada yang bersangkutan dapat
diberikan bantuan langsung, tetapi yang seringkali dipraktikkan adalah dengan
mengajaknya ke dalam proses pengorganisasian masyarakat (community
organization) atau pembangunan masyarakat (community development).
Pemberdayaan akan lebih berhasil jika dilaksanakan melalui kemitraan serta
menggunakan metode dan teknik yang tepat. Pada saat ini banyak dijumpai
Lembaga-lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang
15. 15
kesehatan atau peduli terhadap kesehatan. LSM ini harus digalang kerjasamanya,
baik di antara mereka maupun antara mereka dengan pemerintah, agar upaya
pemberdayaan masyarakat dapat berdayaguna dan berhasilguna (Puspromkes
Depkes RI, 2006).
e. Media Promosi Kesehatan
Media promosi kesehatan (Lunandi, 2003) dapat dibagi berdasarkan jenis
perlakuan yang diberikan:
1) Ceramah
Ceramah adalah suatu penyampaian informasi yang sifatnya searah, yakni
dari penceramah kepada hadirin. Pada metode ini penceramah lebih banyak
memegang peran untuk menyampaikan dan menjelaskan materi penyuluhannya
dengan sedikit memberikan kesempatan kepada sasaran untuk menyampaikan
tanggapannya. Beberapa keuntungan menggunakan metode ceramah adalah murah
dari segi biaya, mudah mengulang kembali jika ada materi yang kurang jelas
ditangkap peserta daripada proses membaca sendiri, lebih dapat dipastikan
tersampaikannya informasi yang telah disusun dan disiapkan. Apalagi kalau
waktu yang tersedia sangat minim, maka ceramah inilah yang dapat
menyampaikan banyak pesan dalam waktu singkat. Selain keuntungan ada juga
kelemahan menggunakan metode ceramah, salah satunya adalah pesan terinci
mudah dilupakan setelah beberapa lama.
2) Diskusi
Diskusi merupakan salah satu metode yang sering digunakan dalam
proses pendidikan. Harus ada partisipasi yang baik dari pesera yang hadir.
Diskuasi diarahkan pada keterampilan berdialog, peningkatan pengetahuan,
peningaktan pemecahan masalah secara efisien, dan untuk mempengaruhi para
peserta agar mau mengubah sikap. Dalam suatu diskusi para pesertanya berpikir
bersama dan mengungkapkan pikirannya, sehingga menimbulkan pengertian pada
diri sendiri, pada pandangan peserta diskusi dan juga pada masalah yang
didiskusikan. Diskusi dipakai sebagai forum untuk bertukar informasi, pendapat
16. 16
dan pengalaman dalam bentuk tanya- jawab yang teratur dengan tujuan
mendapatkan pengertian yang lebih luas, kejelasan tentang suatu permasalahan dan
untuk menentukan kebijakan dalam pengambilan keputusan. Diskusi
merupakan saluran yang paling baik untuk menjaga kredibilitas pesan-pesan,
menyediakan informasi, dan mengajarkan keterampilan yang kompleks yang
membutuhkan komunikasi dua arah antara individu dengan seseorang sebagai
sumber informasi yang terpercaya.
Diskusi membutuhkan perencanaan dan persiapan, serta terdapat banyak
cara untuk memicu dan mempersiapkan struktur yang akan membantu setiap
orang untuk berpartisipasi. Diskusi dapat dipicu dengan menyajikan suatu pokok
masalah, sebaiknya hal yang berkontrversial (Ewless, 1994).
Menurut Liliweri (2007) penyuluhan kesehatan merupakan suatu proses
yang berlangsung secara terus menerus, yang kemajuannya harus terus diamati
terutama kepada mereka yang memberi penyuluhan. Pada umumnya kebutuhan
akan penyuluhan kesehatan dideteksi oleh petugas kesehatan, untuk selanjutnya
ditumbuhkan rasa membutuhkan pada orang yang menerima pesan. Tujuan
pendidikan kesehatan dengan metode penyuluhan adalah meningkatkan
pengetahuan.
Pengetahuan akan menjadi titik tolak perubahan sikap dan gaya hidup
mereka. Pada akhirnya yang menjadi tujuan pendidikan adalah perubahan perilaku
pasien dan meningkatnya kepatuhan yang selanjutnya akan meningkatkan kualitas
hidup. Untuk meningkatkan pengetahuan dapat dilakukan perubahan dengan
memberikan pendidikan kesehatan.
Menurut Notoatmodjo (2005), pengetahuan merupakan hasil dari tahu,
dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap sesuatu objek
tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan yang dicakup dalam domain
kognitif mempunyai enam tahapan yaitu: tahu, memahami, aplikasi, analisis,
sintesis dan penilaian kembali. Untuk dapat menjalani perilaku yang diinginkan
seseorang harus melampui semua tahap tersebut. Enam tahap tersebut merupakan
17. 17
suatu proses yang memerlukan waktu, dan lama proses tersebut tidak sama untuk
setiap orang. Untuk tercapainya proses tersebut harus terjadi perubahan sikap
mengenai materi yang disuluhkan pada mereka. Mengubah sikap pekerja
bukanlah pekerjaan mudah, bahkan lebih sulit dari pada meningkatkan
pengetahuan. Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari
seseorang terhadap stimulus objek. Sikap sebenarnya merupakan bagian dari
kepribadian. Berbeda dengan perangai yang juga merupakan bagian kepribadian,
sikap adalah kecenderungan yang tertata untuk berpikir, merasa dan berperilaku
terhadap suatu referen atau objek kognitif.
Suatu sikap belum tentu akan diwujudkan dalam bentuk suatu tindakan.
Untuk terwujudnya sikap agar menjadi suatu perbuatan yang nyata, diperlukan
faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah
fasilitas. Sebagai contoh seorang pasien yang telah mempunyai pengetahuan dan
sikap yang baik terhadap keteraturan berolahraga, mungkin tidak dapat dijalankan
perilaku tersebut karena keterbatasan waktu. Seorang pasien yang telah berniat
untuk makan sesuai dengan rencana makan yang telah dibuatnya sendiri, kadang-
kadang keluar dari jalur tersebut karena situasi dirumah atau dikantor yang kurang
mendukung. Bila semua perilaku positif telah dilaksanakan semuanya, tentunya
orang tersebut dapat dimasukkan kedalam kelompok penerima pesan dengan
kepatuhan tinggi, sehingga sebagai dampak kepatuhannya dapat terkendali.
Apabila penerima pesan telah menjalankan perilaku yang diinginkan dan
telah digolongkan didalam kelompok dengan kepatuhan tinggi, perilaku-perilaku
tersebut harus dipertahankan. Tatap muka dengan penyuluhan tetap harus dilakukan
secara teratur, walaupun frekuensinya dapat dikurangi. Dalam penyuluhan sebelum
kegiatan dilakukan terlebih dahulu harus ditetapkan apa tujuan yang ingin dicapai
dari hasil penyuluhan tersebut, jadi disini harus jelas mengenai tujuan umum dan
tujuan khusus yang ingin dicapai. Pada tujuan umum biasanya yang menyangkut
seluruh prioritas masalah yang akan dilakukan penyuluhan kesehatan. Sedangkan
pada tujuan khusus disini merupakan uraian dari tujuan umum, ialah tujuan yang
terkandung dalam setiap penyuluhan dan setiap masalah.
18. 18
Perumusan tujuan tersebut haruslah dalam bentuk tujuan perilaku atau
behavioral objectives, yang memiliki syarat-syarat sebagai berikut: (Notoatmodjo,
2003), yaitu : (1) tujuan tersebut harus dapat diukur (measurable), (2) tujuan
tersebut harus dapat diamati (observable), dan (3) tujuan tersebut harus dapat
dicapai (reachable) yang dimaksud adalah tujuan tersebut harus dapat dicapai
dalam kurun waktu tertentu.
Pada penyuluhan yang menjadi target penyuluhan atau sasaran adalah
selain penderita, juga keluarga maupun orang-orang disekitar penderita yang
sering atau hampir setiap hari berhubungan dengan penderita. Dalam
penyampaian penyuluhan perlu dilakukan dalam beberapa tahapan, misalnya
dapat dibagi dalam beberapa kegiatan yang berkesinambungan, misalnya:
a) Lokakarya mini: untuk menyiapkan tenaga penyuluh.
b) Uji coba lapangan : mencoba ( try out) untuk metoda penyuluhannya.
c) Pelaksanaan kegiatan : yang dapat meliputi pembuatan dan pemasangan
poster, pembuatan leaflet/booklet serta siap dibagikan, wawancara, ceramah
dan sebagainya. Sasaran langsung penyuluhan adalah masyarakat yang
membutuhkan informasi tentang objek penyuluhan tetapi untuk mencapai
program yang berdaya guna dan sekaligus berhasil guna, kita perlu
menentukan sasaran tidak langsung yang terdiri dari petugas kesehatan dan
berbagai komunitas dimana pasien berada di dalam melakukan kegiatannya
sehari-hari.
Menurut Mardikanto, peran penyuluh diutamakan pada kewajiban
menyampaikan inovasi dan mempengaruhi sasaran penyuluhan melalui metoda
dan teknik tertentu sehingga mereka sadar dan mampu mengadopsi inovasi yang
disampaikan.
Liliweri menguraikan peran penyuluh sebagai berikut: menjadi penyampai
inovasi, mempengaruhi keputusan sasaran, menjadi jembatan penghubung
pemerintah dan lembaga penyuluhan dengan masyarakat, serta menggerakkan
masyarakat untuk mau berubah.
Mosher menguraikan peran penyuluh, yaitu: sebagai guru, penganalisa,
19. 19
penasehat, dan sebagai organisator sebagai pengembang kebutuhan perubahan,
penggerak perubahan, dan pemantab hubungan dengan masyarakat.
Kartasapoetra menjelaskan peran penyuluh yang sangat penting bagi
terwujudnya pembangunan mental pekerja secara modern. Pembangunan modern
yaitu pembangunan berbasis rakyat. Peran penyuluh tersebut adalah: (1) sebagai
peneliti, mencari masukan terkait dengan ilmu dan teknologi, penyuluh
menyampaikan, mendorong, mengarahkan, dan membimbing petani mengubah
kegiatan usaha tani dengan memanfaatkan ilmu dan teknologi. (2) sebagai pendidik,
yang meningkatkan pengetahuan atau memberi informasi kepada petani, penyuluh
harus menimbulkan semangat dan kegairahan kerjaagar dapat mengelola usahanya
secara lebih efektif, efisien, dan ekonomis. (3) sebagai penyuluh, menimbulkan
sikap keterbukaan bukan paksaan, penyuluh berperan serta dalam meningkatkan
tingkat kesejahteraan hidup para pekerja beserta keluarganya.
Dapat dilihat bahwa peran penyuluh sangat berat yang mengharuskannya
memiliki kemampuan tinggi, oleh karena itu, kualitas diri penyuluh harus terus
ditingkatkan sehingga selalu mampu berperan dalam memberikan penyuluhan dan
mewujudkan pembangunan.
Jarmie menjelaskan tentang peran penyuluh yang bervariasi dengan kadar
penekanan yang berbeda, yaitu mulai dari motivator, edukator, penghubung,
dinamisator, organisator, komunikator, sampai dengan penasehat. Kadar
penerapan peran-peran tersebut tergantung pada ciri wilayah setempat, yaitu
wilayah mulai menerima ide baru, wilayah sedang berkembang maju dan wilayah
maju. Peran-peran tersebut selanjutnya akan dikaji dalam penelitian ini, dan
digunakan sebagai variabel untuk mengetahui peran penyuluh saat ini. Sesuai
dengan perubahan situasi, maka peran-peran tersebut ada yang mengalami
pengurangan tetapi ada yang makin menguat, sesuai dengan paradigma
pembangunan pertanian yang sesuai dengan sistem otonomi daerah.
Media promosi kesehatan merupakan sarana atau upaya yang disampaikan
oleh komunikator untuk menampilkan informasi baik melalui media cetak,
elektronika dan media luar ruang sehingga pengetahuan dari sasaran dapat
20. 20
meningkat dan akhirnya terjadi perubahan perilaku kesehatan ke arah positif.
Promosi kesehatan tidak lepas dari media karena melalui media, maka pesan-
pesan yang disampaikan dapat lebih menarik dan mudah dipahami sehingga
sasaran dapat mempelajari pesan tersebut sampai memutuskan untuk mengadopsi
perilaku yang positif.
Berdasarkan cara produksinya, media promosi kesehatan dikelompokkan
menjadi:
1) Media Cetak, yaitu suatu media statis dan mengutamakan pesan-pesan
visual. Pada umumnya media cetak terdiri dari gambar atau foto dalam
tata warna. Adapun macamnya adalah : Poster, Leaflet, Brosur
2) Media Elektronika, yaitu suatu media yang bergerak dinamis, dapat
dilihat dan didengar dalam menyampaikan pesannya melalui alat bantu
elektronika. Adapun macamnya adalah : TV, Radio, Film
3) Media luar ruang, yaitu media yang cara menyampaikan pesannya
di luar ruang secara umum melalui media cetak dan elektronik
secara gratis, misalnya :
a) Papan reklame atau poster dalam ukuran besar yang dapat
dilihat secara umum
b) Spanduk yaitu suatu pesan dalam bentuk tulisan dan
disertai gambar yang dibuat di atas secarik kain dengan ukuran
tergantung kebutuhan.
c) Pameran
d) Banner
e) TV layar lebar
2. Sasaran Promosi Kesehatan
Dalam pelaksanaan promosi kesehatan dikenal adanya 3 (tiga) jenis sasaran,
yaitu (1) sasaran primer, (2) sasaran sekunder dan (3) sasaran tersier.
21. 21
a. Sasaran Primer
Sasaran primer (utama) upaya promosi kesehatan sesungguhnya adalah pasien,
individu sehat dan keluarga (rumah tangga) sebagai komponen dari masyarakat.
Mereka ini diharapkan mengubah perilaku hidup mereka yang tidak bersih dan
tidak sehat menjadi perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Akan tetapi disadari
bahwa mengubah perilaku bukanlah sesuatu yang mudah. Perubahan perilaku
pasien, individu sehat dan keluarga (rumah tangga) akan sulit dicapai jika tidak
didukung oleh: Sistem nilai dan norma-norma sosial serta norma-norma hukum
yang dapat diciptakan/dikembangkan oleh para pemuka masyarakat, baik pemuka
informal maupun pemuka formal. Keteladanan dari para pemuka masyarakat, baik
pemuka informal maupun pemuka formal, dalam mempraktikkan PHBS. Suasana
lingkungan sosial yang kondusif (social pressure) dari kelompok-kelompok
masyarakat dan pendapat umum (public opinion).
Sumber daya dan atau sarana yang diperlukan bagi terciptanya PHBS, yang dapat
diupayakan atau dibantu penyediaannya oleh mereka yang bertanggung jawab dan
berkepentingan (stakeholders), khususnya perangkat pemerintahan dan dunia
usaha.
Tabel 1. Sasaran promosi kesehatan berdasarkan tatanan
Tatanan
PHBS
Sasaran
Primer
Sasaran Sekunder Sasaran tersier Program
Prioritas
Rumah Ibu, anggota Kader, PKK, tokoh Kader, PKK, KIA, gizi,
tangga keluarga agama,tokoh tokoh kesehatan
masyarakat, LSM agama,tokoh lingkungan,
masyarakat, LSM gaya hidup
Institusi Seluruh siswa Guru, dosen, kepala sekolah, Gizi, JPKM
pendidikan dan karyawan, OSIS, dekan, pengelola
mahasiswa BEM, BP3, sekolah, pemilik
pengelola kantin sekolah
Tempat Seluruh Pengurus, serikat Pengelola, Kesehatan
kerja karyawan pekerja pemilik lingkungan,
perusahaan gaya hidup
22. 22
Tatanan
PHBS
Sasaran
Primer
Sasaran Sekunder Sasaran tersier Program
Prioritas
Tempat Pengunjung, Karyawan, Kepala daerah Kesehatan
umum pengguna jasa pengelola lingkungan,
gagaya hidup
b. Sasaran Sekunder
Sasaran sekunder adalah para pemuka masyarakat, baik pemuka informal (misalnya
pemuka adat, pemuka agama dan lain-lain) maupun pemuka formal (misalnya
petugas kesehatan, pejabat pemerintahan dan lain-lain), organisasi kemasyarakatan
dan media massa. Mereka diharapkan dapat turut serta dalam upaya meningkatkan
PHBS pasien, individu sehat dan keluarga (rumah tangga) dengan cara: Berperan
sebagai panutan dalam mempraktikkan PHBS. Turut menyebarluaskan informasi
tentang PHBS dan menciptakan suasana yang kondusif bagi PHBS. Berperan
sebagai kelompok penekan (pressure group) guna mempercepat terbentuknya
PHBS.
c. Sasaran Tersier
Sasaran tersier adalah para pembuat kebijakan publik yang berupa peraturan
perundang-undangan di bidang kesehatan dan bidang-bidang lain yang berkaitan
serta mereka yan dapat memfasilitasi atau menyediakan sumber daya.
3. Contoh kasus tentang promosi kesehatan
Seorang laki laki usia 35 tahun menderita demam, batuk lebih dari 1 bulan tidak
sembuh-sembuh, nafsu makan berkurang dan berat badan terus turun. Riwayat
imunisasi BCG belum dilakukan, merokok sejak usia 20 tahun, sehari habis 2
bungkus rokok, sanitasi lingkungan buruk, suarana rumah lembab dan gelap,
kurang kebersihan. Pemeriksaan fisik BB 12kg, TB 115cm, LLA 8cm, hasil
pemeriksaan suhu 37,8 oC, frekuensi nadi:120x/mnt, frekuensi nafas 23x/mnt,
Tekanan Darah 100/60mmHg, bibir kering pecah-pecah.sedangkan pemeriksaan
penunjuang Uji tuberculin positif. Pasien dalam pengobatan TBC sudah berjalan 2
bulan.
23. 23
Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
Kurang Pengetahuan berhubungan dengan: keterbatasan kognitif, interpretasi
terhadap informasi yang salah, kurangnya keinginan untuk mencari informasi, tidak
mengetahui sumber-sumber informasi.
DS: Menyatakan secara verbal adanya masalah
DO: ketidakakuratan mengikuti instruksi, perilaku tidak sesuai
NOC:
• Knowledge : disease process
• Knowledge : health Behavior
Kriteria hasil:
1. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi,
prognosis dan program pengobatan
2. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara
benar
3. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan
perawat/tim kesehatan lainnya
NIC :
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga
2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan
dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara
yang tepat
4. Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
5. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat
6. Sediakan informasi/media pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang
24. 24
tepat. Misalnya dengan poster, flipchart atau media video tentang
pendidikan kesehatan.
7. Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara
yang tepat
8. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
9. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau diindikasikan
10. Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat
Contoh Media Pendidikan Kesehatan
Gambar 1. Poster Rokok dan Bahayanya Gambar 2. Poster TBC
25. 25
Gambar 3. Lembar Balik (flip chart) Gambar 4. Poster
Gambar 5. Leaflet (docplayer.info)