SlideShare a Scribd company logo
1 of 27
Download to read offline
No Kode: DAR2/PROFESIONAL/190/05/2019
PENDALAMAN MATERI BIOLOGI
MODUL 5
EKOLOGI DAN LINGKUNGAN
KEGIATAN BELAJAR 1
LINGKUNGAN DAN SUMBERDAYA
Drs. Puji Prastowo, M.Si.
Dra. Cicik Suriani, M.Si.
Dr. Martina Restuati, M.Si.
Dr. Fauziyah Harahap, M.Si.
Ahmad Shafwan S. Pulungan, S.Pd. M.Si.
Wasis Wuyung Wisnu Brata, M.Pd.
Eko Prasetya, M.Sc.
Nanda Pratiwi, M.Pd.
KEMENTERIAN PENDIDIDKAN DAN KEBUDAYAAN
2019
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
DAFTAR ISI i
1. PENDAHULUAN 1
1.1 Deskripsi Singkat 1
1.2 Relevansi 1
1.3 Petunjuk Belajar 2
2. INTI 3
2.1 Capaian Pembelajaran 3
2.2 Pokok Materi 3
2.3 Uraian Materi 4
i
1
1. PENDAHULUAN
1.1 Deskripsi Singkat
Kegiatan Belajar 1 pada Modul 5 ini mengkaji tentang Lingkungan sebagai
Sumberdaya. Pada materi ini akan dibahas tentang lingkungan organisme,
lingkungan sebagai sumberdaya, habitat dan relung, serta Respon dan Adaptasi.
Pada lingkungan organisme, akan dibahas tentang faktor lingkungan abiotik yang
berpotensi mempengaruhi kelangsungan hidup organisme yang ada di dalamnya.
Untuk materi Lingkungan sebagai Sumberdaya, akan dibahas tentang peranan
lingkungan dalam mendukung kelangsungan hidup organisme. Pada Habitat dan
Relung akan dibicarakan perbedaan habitat dengan relung dan kaitannya dengan
kelangsungan hidup organisme. Sedangkan pada Respon dan Adaptasi dibahas
tentang adaptasi morfologi, anatomi, fisiologi dan prilaku sebagai bentuk respon
organisme terhadap faktor lingkungan.
1.2 Relevansi
Kegiatan Belajar 1 pada Modul 5 memiliki relevansi sebagai pendalaman
materi bagi guru untuk mempelajari lingkungan sebagai sumberdaya bagi
organisme. Pada bagian modul ini akan disajikan informasi yang cukup mendalam
mengenai pentingnya peranan lingkungan bagi organisme dan respon organisme
terhadap perubahan-perubahan lingkungan. Untuk itu, setelah mempelajari modul
ini, diharapkan peserta dapat:
1) Memahami lingkungan organisme
2) Memahami peran lingkungan sebagai sumberdaya
3) Memahami perbedaan habitat dengan relung
4) Memahami berbagai bentuk respon organisme terhadap perubahan
lingkungan.
2
1.3 Petunjuk Belajar
Untuk lebih mudah memahami materi pada modul ini, beberapa langkah
yang dapat kita lakukan adalah:
1) Bacalah dengan cermat bagian pendahuluan kegiatan belajar ini agar Anda
memahami keterkaitan pokok materi yang dibahas pada kegiatan belajar dan
mengetahui kemampuan yang diharapkan dari pembelajaran di kegiatan
belajar ini.
2) Pelajari setiap pokok materi dari kegiatan belajar dan beri tanda pada konsep-
konsep penting sesuai dengan kemampuan yang diharapkan.
3) Kerjakan latihan dan tes formatif yang tersedia untuk mengetahui sejauh
mana pemahaman Anda terhadap materi yang telah dipelajari.
4) Untuk lebih mendalam, diharapkan Anda membaca buku referensi yang
terkait pokok materi dalam kegiatan belajar ini serta manfaatkanlah peluang
pertemuan dengan instruktur dan teman sejawat untuk mendiskusikan hal-hal
yang Anda kurang pahami, oleh karena itu persiapkanlah bahan sebelum anda
melaksanakan tutorial atau berdiskusi dengan instruktur dan teman sejawat.
3
2. INTI
2.1 Capaian Pembelajaran
Capaian pembelajaran yang diharapkan dari Modul ini adalah menguasai
materi esensial Mata Pelajaran Biologi SMA termasuk advance material materi
bidang studi biologi yang mencakup:
1) keragaman dan keseragaman dalam makhluk hidup;
2) Struktur dan Fungsi dalam makhluk hidup;
3) Pertumbuhan, perkembangan dan diferensiasi;
4) Interaksi dan interdependensi;
5) Energi, materi dan organisasi kehidupan;
6) Prinsip emeliharaan keseimbangan yang dinamis; dan
7) Pewarisan sifat dan Evolusi termasuk advance materials yang dapat
menjelaskan aspek ‘apa’ (konten), ‘mengapa’ (filosofi) dan ‘bagaimana’
(penerapan dalam kehidupan keseharian) dalam kerangka biologi sebagai
inkuiri.
Sub-capaian pembelajaran untuk Kegiatan Belajar 1 pada Modul 5 ini
adalah peserta mampu menganalisis prinsip factor pembatas (limited factor) dan
lingkungan sebagai sumberdaya (carrying capacity)
2.2 Pokok Materi
Pada kegiatan belajar 1 Modul 5 tentang Lingkungan dan Sumberdaya,
pokok-pokok materi yang akan dibahas adalah :
1) Lingkungan Organisme
2) Lingkungan sebagai Sumberdaya
3) Habitat dan Relung
4) Respon dan Adaptasi
4
2.3 URAIAN MATERI
Saat kita membahas tentang lingkungan dan sumberdaya, kita tidak bisa
terlepas dari cabang ilmu biologi yang membahas tentang lingkungan dan
interaksinya dengan organisme, yaitu ekologi. Ekologi merupakan cabang ilmu
biologi yang khusus mempelajari tentang hubungan timbal balik antara makhluk
hidup dengan lingkungannya. Lingkungan makhluk hidup dapat berarti sebagai
sesuatu yang terdapat di luar diri suatu makhluk hidup.
Lingkungan organisme merupakan semua faktor biotik dan abiotik yang ada
disekitar organisme tersebut dan dapat mempengaruhi kelangsungan hidupnya.
Setiap organisme hanya dapat lulus hidup, tumbuh dan berkembangbiak dalam
suatu lingkungan yang menyediakan kondisi yang cocok dan sumber daya yang
diperlukannya serta terhindar dari faktor-faktor biotik maupun abiotik yang
membahayakan kelulusan hidupnya. Jadi, lingkungan yang dimaksud disini dapat
berupa lingkungan biotik maupun lingkungan abiotik. Lingkungan biotik dapat
berupa hewan, tumbuhan maupun mikro-organisme, sedangkan lingkungan
abiotik meliputi tanah, air, udara, iklim dan faktor fisika-kimia lainnya. Kedua
komponen lingkungan tersebut tidaklah berdiri sendiri, melainkan saling
berinteraksi dan memiliki hubungan timbalbalik satu dengan lainnya.
2.3.1 Lingkungan Organisme
Kualitas hidup suatu organisme sangat ditentukan oleh kualitas
lingkungannya. Bila lingkungan menyediakan kebutuhan organisme akan sumber
daya dan memberikan kondisi lingkungan yang ideal bagi kelangsungan hidup
suatu organisme, maka kelimpahan organisme tersebut akan menunjukkan angka
yang tinggi. Sebaliknya bila lingkungan tidak/kurang menyediakan sumber daya
yang dibutuhkan organisme dan memiliki kondisi lingkungan yang ekstrim bagi
suatu organisme maka organisme tersebut akan terganggu kesintasannya bahkan
bisa punah dari habitat tersebut.
Lingkungan bagi suatu organisme adalah faktor biotik dan abiotik yang ada
di sekitar organisme tersebut dan dapat mempengaruhi kelangsungan hidupnya.
Setiap organisme hanya dapat sintas, tumbuh dan berkembang biak pada suatu
5
lingkungan yang menyediakan kondisi yang cocok baginya dan sumber daya yang
diperlukannya baik, serta terhindar dari lingkungan yang membahayakan
kesintasannya, baik lingkungan biotik maupun abiotiknya. Lingkungan abiotik
tersebut meliputi faktor medium/substratum (seperti tanah/perairan sebagai tempat
hidup) dan faktor cuaca/iklim (suhu kelembaban, udara, angin, intensitas cahaya).
Ditinjau dari aspek fungsionalnya, lingkungan dapat dilihat sebagai kondisi
dan sumber daya. Lingkungan sebagai kondisi digunakan untuk menunjukkan
suatu besaran atau kadar atau intensitas faktor-faktor abiotik lingkungan.
Ketersediaan lingkungan sebagai kondisi tidak akan berkurang karena kehadiran
organisme lain. Contoh lingkungan sebagai kondisi misalnya adalah suhu dan
cahaya. Sedangkan Lingkungan sebagai sumber daya digunakan untuk
menyatakan lingkungan yang diperlukan oleh organisme yang kualitas dan
kuantitas ketersediaannya akan berkurang apabila telah dimanfaatkan oleh
organisme tersebut.
Beberapa faktor abiotik yang berperan utama sebagai penentu penting bagi
persebaran organisme anatara lain:
a. Suhu; suhu lingkungan sangat berperan penting bagi kelangsungan hidup
organisme, terutama bagi organisme ektotermi (poikilotherm) yang tidak punya
kemampuan mengatur suhu tubuhnya sendiri. Aktivitas enzimatis dalam tubuh
akan in-aktif pada suhu terlalu rendah di bawah ambang batasnya, bahkan sel
bisa pecah bila air dalam sel berada pada suhu di bawah 0 o
C, sebaliknya pada
suhu diatas 0 o
C protein pada sebagian besar organisme akan mengalami
denaturasi.
b. Air: Air merupakan bagi banyak zat dan air juga merupakan tempat
berlangsungnya banyak reaksi-reaksi kimia. Di Lingkungan air merupakan
habitat bagi organisme perairan. Kadar garam perairan dapat menjadi faktor
pembatas bagi banyak organisme perairan. Hal ini disebabkan adanya
perbedaan konsentrasi lingkungan dengan cairan intraselulernya.
c. Cahaya matahari; matahari merupakan sumber energi utama bagi organisme
di bumi. Meskipun hanya tumbuhan dan organisme fotosintetik yang mampu
memanfaatkan sinar matahari secara langsung, namun ketergantungan
6
organisme heterotrof terhadap tumbuhan untuk mendapatkan energi,
menjadikan cahaya matahari sebagai faktor penting bagi kelangsungan hidup
di bumi.
d. Angin; angin memiliki kemampuan untuk meningkatkan hilangnya panas
melalui penguapan atau evaporasi dan konveksi menyebabkan angina mampu
memperkuat pengaruh suhu lingkungan terhadap organisme. Angin juga dapat
menyebabkan hilangnya air dari organisme dengan cara meningkatkan laju
transpirasi pada tumbuhan.
e. Batu dan tanah; kualitas tanah dan batuan akan berpengaruh terhadap
kemampuan tumbuh dari banyak tanaman. Perbedaan kualitan tanah
menyebabkan adanya kecenderungan bagi tumbuhan untuk tumbuh secara
tidak merata dan cederung berkelompok dikawasan tanah yang kualitasnya
paling baik sesuai dengan karakteristik dari masing-masing tumbuhan. Hal ini
pada akhirnya akan berdampak bagi organisme pada tingkat tropic dia atasnya
yang menjadikan tumbuhan tersebut sebagai tempat hidup dan sumber
makanannya.
Pada dasarnya kondisi dan sumber daya lingkungandi alam relatif tidak
konstan (bervariasi menurut ruang dan waktu) kecuali di bagian dalam samudera.
Secara garis besar, berdasarkan ruang dan waktu, perubahan lingkungan
dibedakan atas :
1. Perubahan siklik; yaitu perubahan lingkungan yang terjadinya berulang-ulang
secara berirama, misalnya: perubahan siang-malam, naik pasang-surutnya air
laut, pergantian musim (kemarau-hujan).
2. Perubahan terarah; yaitu perubahan lingkungan yang terjadinya berangsur-
angsur secara terus-menerus (progressif atau berkesinambungan) menuju ke
suatu arah tertentu. Misalnya; suksesi, aberasi (pengikisan garis pantai),
terbentuknya delta sungai (pengendapan lumpur di muara sungai).
3. Perubahan eratik; yaitu perubahan yang tidak berpola dan tidak menunjukkan
konsistensi mengenai arah perubahannya. Contoh: hutan atau lahan yang
terbakaran hutan, lingkungan yang terkena banjir bandang, pengendapan debu
oleh letusan gunung berapi.
7
Cahaya matahari merupakan salah satu faktor abiotik yang sangat berperan
penting dalam mempengaruhi kelangsungan hidup organisme di bumi. Matahari
merupakan sumber energi utama bagi kehidupan di bumi. Perubahan kedudukan
matahari dari garis lintang bumi, menjadikan bagian permukaan bumi mengalami
perubahan lamanya waktu siang dengan malam dan terjadinya perubahan musim.
Hal ini tentunya akan mempengaruhi aktivitas dari organisme yang ada di
dalamnya.
Gambar 1.1. Siklus fotoperiode tahunan di daerah katulistiwa dan di daerah 40o
LU, dimana panjang hari maksimum akan terjadi pada tanggal 21
Juni, sedangkan panjang hari minimum pada tanggal 21 Desember.
Siklus fotoperiode tahunan di daerah 40o
LS merupakan kebalikan
siklus di daerah 40o
LU. (sumber: McNaughton, 1992)
Siklus fotoperiode sangat berpengaruh bagi organisme yang hidup di
wilayah kutub dan sub-tropik. Dimana pada saat matahari ada di belahan bumi
utara akan menyebabkan lamanya waktu siang akan akan lebih lama. Hal ini
tentunya berdampak pada meningkatnya produktivitas primer kawasan tersebut.
Hal ini tentunya berdampak pula pada ketersediaan sumberdaya bagi tingkat
tropik di atasnya. Dan pada akhirnya akan berpengaruh pada pertumbuhan dan
kemampuan berbiaknya. Sebaliknya akan terjadi kebalikannya di belahan bumi
sebelah selatan. Demikian pula kebalikannya bila matahari berada di belahan
bumi selatan.
Namun hal ini tidak terlalu berpengaruh untuk wilayah daerah tropis,
dimana panjang hari dari waktu ke waktu tidak jauh berbeda. Sehingga
fotoperiode matahari tidak terlalu berpengaruh bagi organisme di kawasan
tersebut. Kecukupan cahaya matahari sepanjang tahun dan variasi suhu yang tidak
8
terlalu jauh, menyebabkan produktivitas primer cenderung stabil dan sangat
mendukung ketersediaan makanan bagi organisme pada tingkat tropic di atasnya.
2.3.2 Lingkungan Sebagai Sumberdaya
Setiap organisme terdedah pada berbagai faktor lingkungan yang bersifat
dinamis atau berubah-ubah seiring dengan waktu. Untuk itu setiap organisme
harus mampu menyesuaikan dirinya untuk menghadapi kondisi faktor lingkungan
yang berubah-ubah tersebut. Apabila bila organisme terdedah pada suatu faktor
lingkungan yang mendekati batas kisaran toleransinya, maka organisme tersebut
akan mengalami cekaman (stress) fisiologis atau berada dalam kondisi kritis yang
menentukan kesintasannya. Misalnya apabila hewan didedahkan pada suhu yang
ekstrim rendah akan menunjukkan hipotermia, sedangkan pada suhu yang ekstrim
tinggi akan mengakibatkan gejala hipertermia.
Apabila kondisi lingkungan, misalnya suhu yang mendekati batas-batas
kisaran toleransi suatu organisme tersebut berlangsung lama dan tidak berubah
menjadi lebih baik, maka organisme tersebut akan mati. Setiap kondisi faktor
lingkungan yang besarnya atau intensitasnya mendekati batas kisaran toleransi
suatu organisme, akan beroperasi sebagai faktor pembatas dan berperan sangat
menentukan bagi kesintasan organisme tersebut.
Gambar 1.2. Diagram hubungan aktivitas suatu hewan dengan kondisi
lingkungannya: A. kisaran optimum; B & C. batas bawah dan atas
kondisi kisaran optimum yang dibutuhkan untuk berkembangbiak;
9
D & E batas bawah dan atas kondisi untuk pertumbuhan; F & G
batas bawah dan atas untuk sintas.
Pada dasarnya setiap organisme memiliki kisaran toleransi tertentu terhadap
suatu faktor lingkungan tertentu. Hal ini ditegaskan oleh hukum toleransi Shelford
yang menyatakan bahwa setiap organisme mempunyai suatu minimum dan
maksimum ekologis yang merupakan batas bawah dan batas atas dari kisaran
toleransi organisme tersebut terhadap kondisi lingkungannya. Kisaran toleransi
suatu faktor lingkungan berbeda untuk setiap jenis organisme.
Suatu jenis organisme mungkin memiliki kisaran toleransi yang lebar (euri),
sedangkan jenis hewan lain mungkin sempit (steno-). Misalnya, kisaran toleransi
yang yang luas untuk suhu disebut eurithermal, sedangkan kisaran toleransi yang
sempit untuk suhu disebut stenothermal. Penggunaan istilah kisaran toleransi ini
tergantung pada variabel kondisi lingkungannya seperti diperlihatkan pada tabel
1.1 berikut.
Tabel 1.1. Kisaran toleransi hewan terhadap kondisi faktor lingkungan.
Variabel Kisaran Toleansi luas Kisaran Toleransi sempit
Suhu Eurithermal Stenothermal
Salinitas Eurihalin Stenohalin
Makanan Eurifage Stenofage
Cahaya Eurifoto Stenofoto
Arus Eurireo Stenoreo
Air Eurihidris Stenohidris
Habitat Eurisius Stenosius
2.4.3 Habitat Dan Relung
Kehadiran dan sebaran suatu organisme di suatu tempat selalu berkaitan
dengan masalah habitat dan relung ekologinya. Habitat suatu hewan sangat identik
dengan sejarah filogeni hewan tersebut. Setiap jenis hewan akan mencari
lingkungan yang paling sesuai bagi kelangsungan hidupnya, sehingga setiap
10
hewan cenderung akan mencari habitat yang cocok bagi dirinya. Habitat
merupakan tempat dimana biasanya makhluk hidup terdapat. Habitat secara
umum menunjukkan bagaimana corak lingkungan yang ditempati suatu populasi
hewan. Bagian dari habitat yang merupakan lingkungan yang kondisinya paling
cocok dan paling akrab hubungannya dengan hewan dinamakan mikrohabitat.
Gambar 1.3. Kehadiran epifit pada suatu batang tumbuhan inang dapat
menciptakan mikrohabitat bagi banyak fauna kecil.
Sedangkan relung atau niche ekologi suatu organisme merupakan status
fungsional organisme tersebut di dalam habitat yang ditempatinya berdasarkan
adaptasi-adaptasi fisiologis, struktural dan perilakunya. Di alam kita sering
menemukan beberapa populasi hewan berkoeksistensi dalam habitat yang sama
dan mempunyai kemiripan dalam kisaran toleransinya, bahkan memiliki
kemiripan dalam jenis sumber daya yang dimanfaatkannya.
Sehubungan dengan bagaimana kisaran-kisaran toleransi terhadap berbagai
faktor lingkungan dan macam sumber daya yang diperlukannya, maka berbagai
species hewan yang berkoeksistensi dalam habitat yang sama (=berkohabitasi)
akan menempati mikrohabitatnya masing-masing.
Pada dasarnya, tidak ada dua species yang adaptasi-adaptasinya (fisiologis,
struktural dan fungsionalnya) identik satu dengan yang lain. Hal ini ditegaskan
oleh Gause yang disebut sebagai asas eksklusi persaingan atau aturan Gause yang
menyatakan bahwa “satu species satu relung”. Akibatnya setiap species yang
memperlihatkan adaptasi lebih baik dan juga lebih agresif akan memenangkan
persaingan. Species yang memenangkan persaingan akan dapat memanfaatkan
11
sumberdayanya secara optimal sehingga mampu mempertahankan eksistensinya
dengan baik. Sedangkan yang kalah dalam persaingan dan tidak berhasil
mendapatkan tempat lain yang menyediakan sumberdaya yang diperlukan dapat
mengalami kepunahan lokal.
Pada tahun 1957, Hutchinson memperkenalkan konsep relung ekologi
multidimensi. Konsep ini menganggap setiap kisaran toleransi terhadap suatu
faktor lingkungan atau kisaran mengenai macam sumberdaya yang dimanfaatkan
hewan, sebagai satu dimensi. Dimensi relung yang dimaksud bisa menyangkut
ruang, waktu, jenis makanan, cara makan dan lain lain. Beberapa jenis organisme
dapat berkoeksistensi di habitat yang sama ketika pada terjadi segregasi relung.
Berdasarkan ruang, masing-masing organisme dapat menempati bagian
microhabitat yang berbeda, sehingga dapat meminimalisir persaingan pada
sumberdaya yang sama. Misalnya pada tanaman padi, wereng akan menempati
bagian batang tanaman padi, ulat akan menempati bagian daun sedangkan walang
sangit dapat menempati bagian bulir padi. Demikian pula segregasi relung untuk
dimensi waktu, misalnya walang sangit dengan burung pipit yang memakan
bagian padi yang sama yaitu bulir padi, namun karena keduanya memiliki relung
waktu yang berbeda dalam memanfaatkan bulir padi sebagai sumber makanan.
Dimana walang sangit akan memakan bulir padi pada saat masih muda (padi
masih berbentuk cairan) disebabkan alat mulutnya berbentuk tabung (tipe
penghisap), sebaliknya burung pipin akan memanfaaatkan bulir padi ketika sudah
mengeras.
Berdasarkan pemanfaatannya Hutchinson membedakan relung ekologi
menjadi 2 macam, yaitu;
a. Relung fundamental; relung yang menunjukkan potensi secara utuh yang
hanya dapat diamati dalam laboratorium dengan kondisi lingkungan terkendali,
misalnya yang diamati hanya satu atau dua faktor saja tanpa ada pesaing
maupun predatornya.
b. Relung terealisasikan; adalah status fungsional yang benar-benar ditempati
dalam kondisi alami, dengan beroperasinya banyak faktor lingkungan, seperti
interaksi faktor, kehadiran pesaing, predator dan sebagainya. Dibandingkan
12
dengan relung fundamental, relung terealisasikan ini umumnya lebih sempit,
karena tidak seluruhnya dari potensi hewan dapat diwujudkan oleh
beroperasinya berbagai kendala lingkungan
Dua atau lebih species hewan yang berkoeksistensi dalam habitat yang sama
dan sumber dayanya berselingkupan, merupakan pesaing-pesaing yang potensial.
Apabila pada suatu waktu ketersediaan sumber daya yang diperlukan bersama itu
terbatas jumlahnya dan derajat keselingkupannya tinggi, maka species yang
berkoeksistensi tersebut akan terlibat dalam persaingan yang sangat keras dan
dapat berdampak pada ketersingkiran bagi kompetitor yang kalah. Hal ini
menunjukkan bahwa suatu relung ekologi tidak dapat ditempati secara simultan
dan sempurna oleh populasi stabil lebih dari satu species.
Beberapa species hewan dapat memperlihatkan pemanfaatan sumberdaya
yang sama dan dengan cara yang sama pula. Kelompok fauna tersebut
dimasukkan ke dalam satu kelompok tanpa mempertimbangkan tingkat
taksonnya, tetapi lebih menekankan pada peranannya di dalam suatu habitat.
Kelompok hewan yang demikian disebut guild.
Menurut Root (dalam Begon, 1996) guild adalah kelompok species yang
menggunakan sumberdaya yang sama dan dengan cara yang sama. Untuk itu
apabila pada habitat atau mikrohabitat yang sama ditemukan dua atau lebih
species dalam kelompok guild yang sama akan menyebabkan terjadinya
per4saingan yang sangat kuat dan resiko kepunahan bagi species yang kurang
mampu bersaing akan lebih tinggi. Sebaliknya bagi kelompok guild yang hanya
terdiri dari satu species, akan menyebabkan species tersebut berpotensi lebih
stabil keberadaannya pada suatu habitat atau mikrohabitat tertentu. Untuk
menghindari terjadinya persaingan yang sangat kuat tersebut, dapat terjadi
spesialisasi ekologi pada beberapa species hewan, misalnya melalui pergeseran
ciri.
Beberapa species hewan yang perkerabatannya dekat, bila dalam keadaan
simpatrik (daerah sebaran sama) mengalami evolusi yang berbeda dibandingkan
dengan dalam keadaan alopatrik (daerah sebaran berbeda). Dalam keadaan
simpatrik, seleksi alam akan menghasilkan ciri-ciri tubuh yang makin mencolok
13
perbedaannya diantara species-species itu (evolusi divergen). Sebaliknya apabila
dalam keadaan alopatrik, seleksi alam itu akan menghasilkan evolusi konvergen
sehingga perbedaan ciri-ciri itu akan makin kabur. Fenomena tersebut di atas
dikenal sebagai pergeseran ciri.
Evolusi yang dihasilkan pergeseran ciri pada species-species hewan dalam
keadaan simpatrik mempunyai dua kepentingan adaptif bagi species-species yang
bersangkutan, yaitu;
a. Karena ciri (adaptasi morfologi misalnya) yang nyata bedanya, akan
menyebabkan terjadinya pemisahan relung ekologi (status fungsional suatu
makhluk hidup berdasarkan adaptasi struktur morfologi, fisiologi dan perilaku).
Dengan demikian maka kemungkinan terjadinya interaksi berupa persaingan,
apabila species-species tersebut berkohabitasi akan tereduksi (tidak terjadi).
b. Berbedanya ciri morfologi yang menghasilkan berbedanya pola perilaku
(misalnya perilaku berbiak) akan lebih menjamin terjadinya pemisahan genetik
diantara species-species yang berkerabat tersebut.
Dari uraian di atas terlihat bahwa fenomena pergeseran ciri mempunyai arti
penting dalam menjaga keanekaragaman species dalam suatu habitat dan selain itu
dapat menjamin terjadinya koeksistensi species yang berkerabat karena
tereduksinya kemungkinan interaksi persaingan. Salah satu contoh pergeseran ciri
adalah yang terjadi pada burung Sitta tephronata (penyebarannya di daerah Turki,
Yunani, Azerbayzan dan Iran) dan Sitta neumayer yang penyebarannya meliputi
beberapa negara di daerah asia kecil (Pakistan, Afganistan, Iran dan Azerbaiyan).
Kedua species burung itu dalam keadaan alopatrik penampilannya sangat mirip
satu dengan yang lain sehingga hampir-hampir tidak dapat dibedakan satu dengan
yang lain. Untuk mengenalinya diperlukan ketajaman pengamatan seorang pakar
taksonomi.
Dalam keadaan simpatrik, kedua species mudah sekali mengenali dan
membedakan kedua species itu karena perbedaan penampilannya cukup nyata.
Dalam hal ukuran paruh dan tanda pita berwarna gelap di bagian kepalanya.
Perbedaan mengenai ukuran dapat mengurangi kemungkinan terjadinya
14
keselingkupan mengenai jenis dan ukuran makanannya, yang berarti kemungkinan
bersaing dalam hal makanan akan tereduksi.
Perbedaan tanda pita gelap mempunyai peranan penting dalam hal
pengenalan sesama species secara visual. Sehingga perbedaan tersebut akan
mengurangi kemungkinan terjadinya hibridisasi alami diantara kedua species
tersebut.
2.4.4 Respon Dan Adaptasi
Kepekaan terhadap rangsangan (stimulus) merupakan salah satu ciri utama
dari makhluk hidup. Karena dengan ciri itulah menjadikan organisme mampu
memberikan tanggapan (respon) terhadap berbagai perubahan pada faktor
lingkungannya (stimulus). Hal ini sangat penting artinya bagi suatu organisme
agar dapat tetap survive (sintas = bertahan hidup atau kelulus hidupan). Pada
dasarnya tujuan akhir setiap organisme melakukan respon terhadap stimulus
adalah agar dapat mempertahankan hidupnya (survive) dan dapat bereproduksi
mempertahankan jenisnya (berbiak).
Stimulus adalah suatu faktor yang diakibatkan oleh perubahan lingkungan
(baik lingkungan abiotik maupun biotiknya) yang dapat ditangkap oleh reseptor
(organ indra) suatu organisme dan berpotensi mempengaruhi keseimbangan bagi
organisme tersebut. Perubahan keseimbangan dapat mengarah ke hal yang positif
(menguntungkan) atau dapat juga mengarah ke hal negatif (merugikan).
Stimulus yang berhasil ditangkap oleh reseptor akan diterima oleh sel-sel
syaraf yang terdapat pada alat indra dalam bentuk impuls (informasi). Impuls
tersebut akan diteruskan oleh syaraf-syaraf sensorik ke pusat syaraf yaitu otak
untuk diolah dan diberi tanggapan sebagai wujud dari reaksi atas adanya stimulus.
Reaksi itu bertujuan untuk kepentingan organisme tersebut agar tidak terganggu
keseimbangannya. Jawaban dari stimulus yang telah diolah oleh pusat syaraf
akan diinformasikan dalam bentuk perintah melalui sel-sel syaraf motorik ke alat-
alat organ dalam bentuk respon. Wujud dari respon tersebut adalah dalam bentuk
tingkah laku atau prilaku organisme untuk menyesuaikan diri dengan perubahan
lingkungan.
15
Gambar 1.4. Skema mekanisme stimulus-respon pada organisme (hewan tingkat
tinggi).
Pada dasarnya respon yang dilakukan oleh organisme terhadap suatu faktor
lingkungan atau stimulus dapat tidak sama. Respon suatu organisme dapat
dipengeruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Jenis stimulus; jenis stimulus yang berbeda akan menyebabkan respon yang
dilakukan organisme juga berbeda, misalnya bila stimulus berupa makanan,
hewan cenderung akan mendekati, sebaliknya bila stimulus berupa kemunculan
predatornya, respon hewan akan menjauhi
2. Intensitas stimulus; Intensitas stimulus akan berpengaruh bagi kemampuan
reseptor dalam menerima tersebut.
3. Jenis species; semakin tinggi tingkat kemampuan hewan belajar akan semakin
lemah responnya terhadap stimulus yang sama.
4. Stadium perkembangan atau umurnya; berpengaru terhadap pengalaman
belajar dalam menilai penting/tidaknya stimulus di respon
5. Kondisi fisiologis tersebut; kondisi fisiologis dapat berpengaruh bagi kecepatan
respon terhadap suatu stimulus.
6. Lebar-sempitnya kisaran toleransi hewan tersebut terhadap suatu faktor
lingkungan: umumnya hewan-hewan yang memiliki kisaran toleransi lebib
sempit cenderung akan lebih responsive terhadap adanya stimulus.
Apabila kondisi lingkungan berubah menjadi sangat tidak baik (tidak
menguntungkan) dibandingkan dengan kondisi semula, maka satu dari tiga hal
Stimulus reseptor Syaraf sensorik Pusat saraf
Prilaku Respon Efektor
(organ tubuh) Syaraf motorik
16
yang mungkin terjadi dan dilakukan oleh suatu organisme sebagai wujud dari
respon terhadap stimulus yang diterima, adalah:
a. Menyesuaikan diri; organisme akan memberikan respon tertentu yang mampu
mengatasi efek negatif dari perubahan tersebut.
b. Migrasi; organisme akan meninggalkan tempat tersebut dan mencari tempat
yang lain dengan kondisi yang lebih baik.
c. Mati; terjadi apabila kedua hal di atas tidak mampu dilakukannya akan
berdampak pada kematian bagi organisme tersebut.
Kemampuan organisme untuk bertahan hidup sangat tergantung pada
kisaran toleransi organisme tersebut terhadap perubahan lingkungan. Semakin
luas kisaran toleransi suatu organisme, semakin besar peluang organisme tersebut
untuk dapat bertahan hidup. Pada dasarnya kisaran toleransi suatu organisme
ditentukan secara herediter, namun dapat mengalami perubahan oleh terjadinya
proses aklimatisasi (di alam) atau aklimasi (di laboratorium). Aklimatisasi
prosesnya terjadi dalam periode ontogeni suatu organisme, sifatnya reversible dan
tidak diturun-temurunkan. Serupa sifatnya dengan aklimatisasi adalah aklimasi.
Perbedaannya ialah aklimatisasi menyangkut banyak faktor lingkungan yang
bersifat alami, sedangkan aklimasi biasanya digunakan untuk satu atau dua faktor
saja dan terjadinya dalam lingkungan terkontrol di laboratorium. Sedangkan
Adaptasi melibatkan perubahan-perubahan yang diakibatkan oleh seleksi alam,
sifatnya herediter (diturun-temurunkan) dan berlangsungnya proses meliputi
sejumlah besar generasi-generasi yang berurutan. Adaptasi ini dapat meliputi
adaptasi morfologis, adaptasi fisiologis dan adaptasi perilaku.
Respon pada organisme ada yang bersifat reversibel (dapat kembali ke
kondisi semula) dan paling sederhana adalah respons pengaturan (regulatori).
Respon ini berlangsung melalui mekanisme proses-proses fisiologi dan terjadinya
sangat cepat. Misalnya perubahan bentuk pupil mata bulat menjadi sangat
memipih atau tetap bulat tetapi sangat mengecil, bila dikenai pencahayaan dengan
intensitas yang kuat dan akan kembali seperti semula bila pencahayaan kembali ke
normal. Tipe respon ini bersifat mengatur agar cahaya kuat itu tidak memberikan
efek yang merusak.
17
Bentuk respon lain yang bersifat reversible adalah respons penyesuaian
(aklimatori). Respons ini berlansung lebih lama dari respon regulatori karena
proses-proses fisiologis yang melandasinya melibatkan terjadinya perubahan-
perubahan struktur dan morfologi hewan. Misalnya bila tubuh terdedah pada
kondisi musim kemarau yang panas terik, kulit mengalami peningkatan
pigmentasi dengan meningkatnya produksi melanin. Pada dunia tumbuhan kita
mengenal istilah plastisitas, yaitu reaksi tumbuhan terhadap perubahan
lingkungan yang disertai dengan modifikasi berbagai jenis organnya agar
toleransinya terhadap faktor lingkungan menjadi lebih luas, tetapi bila kondisi
kembali ke keadaan semula bentuk organ inipun berubah lagi sesuai dengan
bentuk normalnya. Di alam, respons-respons aklimatori umumnya terjadi pada
hewan dan tumbuhan berumur panjang, yang harus menghadapi perubahan-
perubahan lingkungan yang sifatnya musiman.
Satu-satunya tipe respon yang Irreversibel (tidak dapat kembali ke kondisi
semula) selama ontogeni suatu organisme adalah respons perkembangan. Respons
ini berlangsung relatif lama karena melibatkan terjadinya proses-proses yang
banyak macamnya dan menghasilkan perkembangan beraneka macam struktur
tubuh. Perwujudan dari tipe respon yang menghasilkan struktur atau morfologi
tertentu hasil proses perkembangan, sifatnya permanen dan tidak reversibel.
Sekali suatu perubahan morfologi terjadi, maka perwujudan itu akan tetap selama
ontogeni hewan itu, meskipun faktor lingkungan penyebabnya sudah tidak ada
lagi.
Tabel. 1.2. Berbagai Tipe Respons Dasar pada Hewan
No Tipe Respons Waktu Berlansungnya Sifat Respons
1
2
3
Pengaturan
Penyesuaian
Perkembangan
Sangat singkat (dalam
detik, menit atau jam)
Lebih lama (dalam hari
atau minggu)
Relatif cukup lama,
(tergantung dari lamanya
waktu perkembangan
hewan).
Reversibel dan tidak
bersifat herediter
Reversibel dan tidak
bersifat herediter
Irreversibel dan bersifat
herediter
18
Untuk dapat sintas, suatu organisme akan melakukan berbagai upaya
penyesuaian diri terhadap suatu faktor lingkungan, baik yang sifatnya reversibel
maupun irreversible. Upaya penyesuaian diri ini sering berdampak pada adaptasi
morfologi, anatomi, fisiologi hingga ke prilakunya.
Adaptasi morfologis (struktural) pada umumnya berkaitan secara fungsional
dengan adaptasi-adaptasi fisiologis maupun perilaku. Dengan demikian maka
suatu jenis hewan akan diperlengkapi dengan seperangkat adaptasi-adaptasi yang
bersesuaian dan saling mendukung, untuk menghadapi kondisi serta perubahan
lingkungannya maupun sumber daya yang terdapat di lingkungannya itu.
Misalnya; bentuk bivalvia (jenis kerang-kerangan) berbeda-beda karena hidup
dalam lingkungan yang berbeda-beda. Bivalvia yang hidup di tempat berlumpur
cenderung memiliki bulu pada permukaan cangkangnya, bivalvia yang hidup di
lingkungan berpasir cenderung memiliki permukaan cangkang yang licin,
sedangkan bivalvia yang hidup dilingkungan berkarang cenderung memiliki
bentuk permukaan cangkang yang kurang teratur. Masing-masing bentuk tersebut
merupakan adaptasi untuk menghadapi kekhasan kondisi lingkungan yang
ditempatinya.
Sebaliknya adanya kesamaan lingkungan tempat hidupnya, sering
menghasilkan adanya kesamaan/kemiripan morfologi sebagai bentuk
beroperasinya seleksi alami pada organisme yang hidup di dalamnya. Bahkan
mungkin saja menghasilkan bentuk-bentuk yang serupa pada berjenis-jenis
meskipun jenis organisme-organisme tersebut berasal dari kelompok taksonomis
yang perkerabatannya jauh. Misalnya, berbagai jenis ikan dengan mammalia yang
hidup di lautan, pada umumnya memiliki bentuk tubuhnya serupa, yaitu lonjong
seperti kumparan sedangkan anggota tubuhnya menyerupai sirip. Demikian pula
larva atau nimfa beberapa jenis serangga aquatik yang hidup pada permukaan batu
di perairan lotik yang berarus deras, bentuk tubuhnya sangat memipih.
19
(a) (b) (c)
Gambar 1.5. Berbagai bentuk adaptasi morfologi pada berbagai jenis Bivalvia (a)
hidup di habitat berlumpur; (b) hidup di habitat berpasir; (c) hidup
dihabitat berkarang atau berbatu.
Adaptasi-adaptasi struktural tidak hanya berkaitan dengan cara menempel
atau bergerak saja, namun menyangkut seluruh aspek aktivitas hidup hewan
(makan, berkembangbiak, dan lainnya). Pada Insekta, misalnya; kita mengenal
berbagai bentuk bagian mulut yang berbeda-beda sesuai dengan kegunaannya.
Pada lalat terdapat bentuk bagian-bagian untuk menjilat, pada lebah untuk
mengisap, pada nyamuk untuk menusuk-mengisap, pada belalang untuk
memotong dan lain sebagainya. Bentuk paruh pada bangsa burungpun
memperlihatkan adaptasi-adaptasi morfologi yang sesuai dengan jenis
makanannya (mangsa) yang dibutuhkannya.
Gambar 1.6. Berbagai tipe alat mulut pada serangga.
20
Berdasarkan masukan dari sejumlah besar penelitian, dapat diketahui
tentang adanya pola (aturan) umum mengenai adaptasi-adaptasi struktural pada
hewan. Beberapa diantara generalisasi-generalisasi itu adalah sebagai berikut :
a. Aturan Bergman; Individu-individu hewan yang hidup di daerah yang
bersuhu tinggi cenderung mempunyai tubuh yang berukuran lebih kecil
dibandingkan dengan kerabat-kerabatnya yang hidup di daerah bersuhu
rendah.
b. Aturan Allen; Paruh, daun telinga, ekor dan bagian-bagian tubuh yang terjulur
lainnya cenderung lebih pendek pada hewan-hewan yang hidup di daerah
bersuhu rendah dibandingkan dengan kerabat-kerabatnya yang hidup di
daerah bersuhu tinggi.
c. Aturan Gloger; Hewan-hewan homoioterm yang hidup di daerah beriklim
panas dan lembab cenderung mengandung lebih banyak pigmen hitam, di
daerah yang beriklim kering lebih banyak pigmen kuning, coklat dan merah,
sedangkan yang hidup di daerah beriklim dingin pigmentasinya secara umum
mengalami reduksi.
d. Aturan Jordan; jenis ikan yang hidup dalam perairan yang bersuhu rendah
cenderung lebih sedikit dibandingkan dengan yang hidup di perairan yang
bersuhu tinggi.
Perilaku hewan merupakan perwujudan dari respon organisme sebagai
reaksi terhadap berbagai stimulus yang diterimanya dari lingkungan, baik
lingkungan biotik (dari tumbuhan dan hewan lain) maupun lingkungan abiotiknya.
Erupakan bentuk adaptasi perilaku suatu organismePerilaku suatu hewan sering
bersifat spesifik, hal ini Perilaku hewan yang beraneka ragam coraknya, semuanya
merupakan aktivitas yang terarah, dan merupakan respon terhadap kondisi dan
sumberdaya lingkungannya. Oleh karena itu terjadinya suatu perilaku sangat
melibatkan peranan:
a. Penerima stimulus dari lingkungan (reseptor);
b. Perealisasi respons (efektor), karena respons-respons perilaku itu praktis
berupa gerakan-gerakan, maka jenis efektor yang paling berperan adalah otot-
otot tubuh;
21
c. Koordinasi syaraf dan hormon.
Berbagai perilaku hewan, terutama pada hewan rendah, seluruhnya
ditentukan secara genetik dan bersifat herediter, sifatnya khas dan terjadinya
secara spontan. Sedangkan penentu perilaku pada hewan-hewan tinggi banyak
yang mengandung komponen yang tidak bersifat herediter, melainkan hasil proses
belajar yang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan.
Pada hewan-hewan Invertebrata rendah perilakunya itu praktis semua
berupa taksis atau refleks, sedangkan komponen yang paling utama pada serangga
berupa naluri (instink). Pada yang paling tinggi tingkatannya yaitu manusia,
perilakunya sangat ditentukan oleh komponen belajar dan menalar (gambar 1.7).
Komponen
Perilaku
Invertebrata Vertebrata
Rendah Insekta Rendah Tinggi
(manusia)
Taksis
Refleks
Naluri
(insting)
Menalar
Gambar 1.7. Kepentingan Relatif dari Komponen-Komponen Berbagai
Kelompok Taksonomis hewan, sehubungan dengan
kedudukannya dalam sejarah evolusioner (filogeni). (Odum,
1992).
Taksis merupakan respon yang berupa gerakan di tempat ataupun berpindah
tempat dengan jalan berkerut, meregang, membelokkan tubuh dan lain
sebagainya. Semua gerakan itu merupakan respon terhadap beraneka macam
stimulus dari lingkungannya. Bermacam-macam respon itu pada dasarnya
bertujuan untuk membawa hewan pada situasi yang menguntungkan (positif) dan
menjauhkan hewan dari situasi yang merugikan (negatif) bagi kesintasannya.
22
Respon seperti ini banyak dilakukan hewan-hewan invertebrata dan vertebrata
rendah.
Refleks merupakan aktifitas yang cepat, otomatis, dan tidak disadari dalam
bentuk respon terhadap suatu stimulus pada suatu organ atau sistem organ.
Respon juga merupakan gerak spontan yang tidak melalui kesadaran (pusat syaraf
atau otak). Jadi gerakan refleks tidak melibatkan sistem syaraf pusat. Stimulus
yang diterima oleh reseptor akan dibawa oleh syaraf sensorik, dan diteruskan ke
syaraf konektor (syaraf yang menghantarkan impuls dari syaraf sensorik ke syaraf
motorik). Dari syaraf konektor langsung di berikan informasi ke syaraf motorik
dan diteruskan ke efektor sehingga menjadi suatu aktivitas atau gerakan.
Instink atau naluri merupakan suatu perilaku yang rumit dan khas untuk
suatu species, terstereotipe, bersifat herediter dan terjadinya secara otomatis .
Respons perilaku naluriah sifatnya tidak proporsional dengan intensitas stimulus.
Instink terjadi juga memerlukan kerja mekanisme syaraf. Namun yang paling
utama adalah direalisasikannya suatu instink tertentu adalah karena timbulnya
dorongan, misalnya dorongan untuk makan atau dorongan untuk berbiak.
Pada hewan-hewan vertebrata tinggi, sebagian besar perilakunya merupakan
hasil proses belajar. Proses belajar bukan merupakan sifat bawaan. Belajar pada
dasarnya merupakan perubahan perilaku akibat suatu pengalaman. Hal ini berarti
respon perilaku hewan terhadap stimulus tertentu menjadi berubah dibandingkan
dengan sebelumnya. Pada sebagian jenis hewan dan juga pada manusia, proses
belajar itu paling efektif berlangsungnya pada usia muda. Perilaku hewan yang
dihasilkan sebagai akibat belajar meliputi habituasi (pembiasaan), pengkondisian
(conditioning), perekaman (impriting), meniru (imitating), coba-coba (trial and
error), dan menalar (reasioning).
Komponen belajar yang paling tinggi tingkatannya adalah menalar. Menalar
merupakan corak belajar yang meliputi terjadinya proses pembinaan suatu kesan
hubungan (abstraksi) antara obyek dengan obyek, antara kejadian dengan kejadian
lainnya ataupun antara obyek dengan kejadian, untuk kemudian diwujudkan
dalam bentuk respon perilaku yang tepat dan sesuai tanpa didahului dengan coba-
coba. Proses menalar ini banyak sekali melibatkan neuron (sel syaraf), oleh karena
23
itu hanya dapat dijumpai pada hewan-hewan mammalia dengan perkembangan
bagian korteks otak yang sangat baik.

More Related Content

What's hot (17)

Ekosistem
EkosistemEkosistem
Ekosistem
 
komponen biotik abiotik di Sawah
komponen biotik abiotik di Sawah komponen biotik abiotik di Sawah
komponen biotik abiotik di Sawah
 
Bahan ajar plh 9
Bahan ajar plh 9Bahan ajar plh 9
Bahan ajar plh 9
 
Organisasi kehidupan, pencemaran dan etika lingkungan
Organisasi kehidupan, pencemaran dan etika lingkunganOrganisasi kehidupan, pencemaran dan etika lingkungan
Organisasi kehidupan, pencemaran dan etika lingkungan
 
Contoh Modul
Contoh Modul Contoh Modul
Contoh Modul
 
ILMU LINGKUNGAN
ILMU LINGKUNGANILMU LINGKUNGAN
ILMU LINGKUNGAN
 
Materi 1 kls x pengenalan ilmu kimia
Materi 1 kls x pengenalan ilmu kimiaMateri 1 kls x pengenalan ilmu kimia
Materi 1 kls x pengenalan ilmu kimia
 
BIOLOGI_M5KB4 PDF
BIOLOGI_M5KB4 PDFBIOLOGI_M5KB4 PDF
BIOLOGI_M5KB4 PDF
 
Bahan ajar plh 8
Bahan ajar plh 8Bahan ajar plh 8
Bahan ajar plh 8
 
Ekosistem
EkosistemEkosistem
Ekosistem
 
Ekologi
EkologiEkologi
Ekologi
 
tumbuhan dalam lingkungan
tumbuhan dalam lingkungantumbuhan dalam lingkungan
tumbuhan dalam lingkungan
 
Makalah Ekosistem Laut
Makalah Ekosistem LautMakalah Ekosistem Laut
Makalah Ekosistem Laut
 
Laporan praktikum ipa modul 2 1
Laporan praktikum ipa modul 2 1Laporan praktikum ipa modul 2 1
Laporan praktikum ipa modul 2 1
 
01 rpp klp 3. 7 c
01 rpp klp 3. 7 c01 rpp klp 3. 7 c
01 rpp klp 3. 7 c
 
Tumbuhan dan lingkungan
Tumbuhan dan lingkunganTumbuhan dan lingkungan
Tumbuhan dan lingkungan
 
2222
22222222
2222
 

Similar to EKOLOGI LINGKUNGAN

Ekosistem dan pelestarianya tugas tik
Ekosistem dan pelestarianya tugas tikEkosistem dan pelestarianya tugas tik
Ekosistem dan pelestarianya tugas tikirmakurniasih
 
01 rpp klp 3. 7 c
01 rpp klp 3. 7 c01 rpp klp 3. 7 c
01 rpp klp 3. 7 cbinasuci
 
01 rpp klp 3. 7 c
01 rpp klp 3. 7 c01 rpp klp 3. 7 c
01 rpp klp 3. 7 cbinasuci
 
Faktor lingkungan
Faktor lingkungan Faktor lingkungan
Faktor lingkungan nanaMELIANA1
 
Materi kelas x Modul Pembelajaran Ekosistem
Materi kelas x Modul Pembelajaran EkosistemMateri kelas x Modul Pembelajaran Ekosistem
Materi kelas x Modul Pembelajaran EkosistemFatikah Rahma Dewi
 
ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR MANUSIA DAN LINGKUNGAN
ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR MANUSIA DAN LINGKUNGANILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR MANUSIA DAN LINGKUNGAN
ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR MANUSIA DAN LINGKUNGANEnvaPya
 
Makalah konsep Dasar IPA "EKOSISTEM"
Makalah konsep Dasar IPA "EKOSISTEM"Makalah konsep Dasar IPA "EKOSISTEM"
Makalah konsep Dasar IPA "EKOSISTEM"ririyapgmib
 
Tumbuhan dalam lingkungan
Tumbuhan dalam lingkunganTumbuhan dalam lingkungan
Tumbuhan dalam lingkunganIMUandIMA93
 
Makalah hilda
Makalah hildaMakalah hilda
Makalah hildaHildaGL
 
Tumbuhan dalam lingkungan
Tumbuhan dalam lingkunganTumbuhan dalam lingkungan
Tumbuhan dalam lingkunganIMUandIMA93
 
Makalah lingkungan hidup
Makalah lingkungan hidupMakalah lingkungan hidup
Makalah lingkungan hidupARISKA COMPNET
 
Ekologi dan lingkungan
Ekologi dan lingkunganEkologi dan lingkungan
Ekologi dan lingkungandeviluluita
 
pendahuluan biologi........................
pendahuluan biologi........................pendahuluan biologi........................
pendahuluan biologi........................syayidahnuriyah1
 
Dasar dasar mikrobiologi
Dasar dasar mikrobiologiDasar dasar mikrobiologi
Dasar dasar mikrobiologititamranda
 
44. bayuda luqman al farisi new
44. bayuda luqman al farisi new44. bayuda luqman al farisi new
44. bayuda luqman al farisi newYudha Al-Farisi
 

Similar to EKOLOGI LINGKUNGAN (20)

Ekosistem dan pelestarianya tugas tik
Ekosistem dan pelestarianya tugas tikEkosistem dan pelestarianya tugas tik
Ekosistem dan pelestarianya tugas tik
 
01 rpp klp 3. 7 c
01 rpp klp 3. 7 c01 rpp klp 3. 7 c
01 rpp klp 3. 7 c
 
01 rpp klp 3. 7 c
01 rpp klp 3. 7 c01 rpp klp 3. 7 c
01 rpp klp 3. 7 c
 
Faktor lingkungan
Faktor lingkungan Faktor lingkungan
Faktor lingkungan
 
Materi kelas x Modul Pembelajaran Ekosistem
Materi kelas x Modul Pembelajaran EkosistemMateri kelas x Modul Pembelajaran Ekosistem
Materi kelas x Modul Pembelajaran Ekosistem
 
ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR MANUSIA DAN LINGKUNGAN
ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR MANUSIA DAN LINGKUNGANILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR MANUSIA DAN LINGKUNGAN
ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR MANUSIA DAN LINGKUNGAN
 
Makalah konsep Dasar IPA "EKOSISTEM"
Makalah konsep Dasar IPA "EKOSISTEM"Makalah konsep Dasar IPA "EKOSISTEM"
Makalah konsep Dasar IPA "EKOSISTEM"
 
MAKALAH EKOSISTEM
MAKALAH EKOSISTEMMAKALAH EKOSISTEM
MAKALAH EKOSISTEM
 
Tumbuhan dalam lingkungan
Tumbuhan dalam lingkunganTumbuhan dalam lingkungan
Tumbuhan dalam lingkungan
 
Makalah hilda
Makalah hildaMakalah hilda
Makalah hilda
 
Tumbuhan dalam lingkungan
Tumbuhan dalam lingkunganTumbuhan dalam lingkungan
Tumbuhan dalam lingkungan
 
Bab iii
Bab iiiBab iii
Bab iii
 
Makalah lingkungan hidup
Makalah lingkungan hidupMakalah lingkungan hidup
Makalah lingkungan hidup
 
Ekologi dan lingkungan
Ekologi dan lingkunganEkologi dan lingkungan
Ekologi dan lingkungan
 
pendahuluan biologi........................
pendahuluan biologi........................pendahuluan biologi........................
pendahuluan biologi........................
 
Komunitas tumbuhan
Komunitas tumbuhanKomunitas tumbuhan
Komunitas tumbuhan
 
Presentation1
Presentation1Presentation1
Presentation1
 
Dasar dasar mikrobiologi
Dasar dasar mikrobiologiDasar dasar mikrobiologi
Dasar dasar mikrobiologi
 
44. bayuda luqman al farisi new
44. bayuda luqman al farisi new44. bayuda luqman al farisi new
44. bayuda luqman al farisi new
 
Karya ilmiah dampak pencemaran lingkungan
Karya ilmiah dampak pencemaran lingkunganKarya ilmiah dampak pencemaran lingkungan
Karya ilmiah dampak pencemaran lingkungan
 

More from ppghybrid4

BIOLOGI_M6KB4 PPT
BIOLOGI_M6KB4 PPTBIOLOGI_M6KB4 PPT
BIOLOGI_M6KB4 PPTppghybrid4
 
BIOLOGI_M6KB4 PDF
BIOLOGI_M6KB4 PDFBIOLOGI_M6KB4 PDF
BIOLOGI_M6KB4 PDFppghybrid4
 
BIOLOGI_M6KB3 PPT
BIOLOGI_M6KB3 PPTBIOLOGI_M6KB3 PPT
BIOLOGI_M6KB3 PPTppghybrid4
 
BIOLOGI_M6KB3 PDF
BIOLOGI_M6KB3 PDFBIOLOGI_M6KB3 PDF
BIOLOGI_M6KB3 PDFppghybrid4
 
BIOLOGI_M6KB2 PPT
BIOLOGI_M6KB2 PPTBIOLOGI_M6KB2 PPT
BIOLOGI_M6KB2 PPTppghybrid4
 
BIOLOGI_M6KB2 PDF
BIOLOGI_M6KB2 PDFBIOLOGI_M6KB2 PDF
BIOLOGI_M6KB2 PDFppghybrid4
 
BIOLOGI_M6KB1 PPT
BIOLOGI_M6KB1 PPTBIOLOGI_M6KB1 PPT
BIOLOGI_M6KB1 PPTppghybrid4
 
BIOLOGI_M6KB1 PDF
BIOLOGI_M6KB1 PDFBIOLOGI_M6KB1 PDF
BIOLOGI_M6KB1 PDFppghybrid4
 
BIOLOGI_M5KB4 PPT
BIOLOGI_M5KB4 PPTBIOLOGI_M5KB4 PPT
BIOLOGI_M5KB4 PPTppghybrid4
 
BIOLOGI_M5KB3 PPT
BIOLOGI_M5KB3 PPTBIOLOGI_M5KB3 PPT
BIOLOGI_M5KB3 PPTppghybrid4
 
BIOLOGI_M5KB2 PPT
BIOLOGI_M5KB2 PPTBIOLOGI_M5KB2 PPT
BIOLOGI_M5KB2 PPTppghybrid4
 

More from ppghybrid4 (20)

BIOLOGI_M6KB4 PPT
BIOLOGI_M6KB4 PPTBIOLOGI_M6KB4 PPT
BIOLOGI_M6KB4 PPT
 
BIOLOGI_M6KB4 PDF
BIOLOGI_M6KB4 PDFBIOLOGI_M6KB4 PDF
BIOLOGI_M6KB4 PDF
 
BIOLOGI_M6KB3 PPT
BIOLOGI_M6KB3 PPTBIOLOGI_M6KB3 PPT
BIOLOGI_M6KB3 PPT
 
BIOLOGI_M6KB3 PDF
BIOLOGI_M6KB3 PDFBIOLOGI_M6KB3 PDF
BIOLOGI_M6KB3 PDF
 
BIOLOGI_M6KB2 PPT
BIOLOGI_M6KB2 PPTBIOLOGI_M6KB2 PPT
BIOLOGI_M6KB2 PPT
 
BIOLOGI_M6KB2 PDF
BIOLOGI_M6KB2 PDFBIOLOGI_M6KB2 PDF
BIOLOGI_M6KB2 PDF
 
BIOLOGI_M6KB1 PPT
BIOLOGI_M6KB1 PPTBIOLOGI_M6KB1 PPT
BIOLOGI_M6KB1 PPT
 
BIOLOGI_M6KB1 PDF
BIOLOGI_M6KB1 PDFBIOLOGI_M6KB1 PDF
BIOLOGI_M6KB1 PDF
 
BIOLOGI_M5KB4 PPT
BIOLOGI_M5KB4 PPTBIOLOGI_M5KB4 PPT
BIOLOGI_M5KB4 PPT
 
BIOLOGI_M5KB3 PPT
BIOLOGI_M5KB3 PPTBIOLOGI_M5KB3 PPT
BIOLOGI_M5KB3 PPT
 
BIOLOGI_M5KB2 PPT
BIOLOGI_M5KB2 PPTBIOLOGI_M5KB2 PPT
BIOLOGI_M5KB2 PPT
 
BIOLOGI_M5KB2
BIOLOGI_M5KB2BIOLOGI_M5KB2
BIOLOGI_M5KB2
 
BIOLOGI_M5KB1
BIOLOGI_M5KB1BIOLOGI_M5KB1
BIOLOGI_M5KB1
 
BIOLOGI_M4KB4
BIOLOGI_M4KB4BIOLOGI_M4KB4
BIOLOGI_M4KB4
 
BIOLOGI_M4KB4
BIOLOGI_M4KB4BIOLOGI_M4KB4
BIOLOGI_M4KB4
 
BIOLOGI_M4KB3
BIOLOGI_M4KB3BIOLOGI_M4KB3
BIOLOGI_M4KB3
 
BIOLOGI_M4KB3
BIOLOGI_M4KB3BIOLOGI_M4KB3
BIOLOGI_M4KB3
 
BIOLOGI_M4KB2
BIOLOGI_M4KB2BIOLOGI_M4KB2
BIOLOGI_M4KB2
 
BIOLOGI_M4KB2
BIOLOGI_M4KB2BIOLOGI_M4KB2
BIOLOGI_M4KB2
 
BIOLOGI_M4KB2
BIOLOGI_M4KB2BIOLOGI_M4KB2
BIOLOGI_M4KB2
 

Recently uploaded

Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxTopik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxsyafnasir
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisNazla aulia
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMmulyadia43
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggeraksupriadi611
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxWirionSembiring2
 
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxPanduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxsudianaade137
 
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxPPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxnerow98
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxFuzaAnggriana
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxRezaWahyuni6
 
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxPPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxalalfardilah
 
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024budimoko2
 
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaKarakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaNadia Putri Ayu
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfSitiJulaeha820399
 
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxadap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxmtsmampunbarub4
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxHeruFebrianto3
 
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxIPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxErikaPuspita10
 
Ppt tentang perkembangan Moral Pada Anak
Ppt tentang perkembangan Moral Pada AnakPpt tentang perkembangan Moral Pada Anak
Ppt tentang perkembangan Moral Pada Anakbekamalayniasinta
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfTaqdirAlfiandi1
 
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
Demonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdfDemonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdf
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdfvebronialite32
 
polinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..pptpolinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..pptGirl38
 

Recently uploaded (20)

Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxTopik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
 
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxPanduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
 
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxPPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
 
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxPPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
 
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024
 
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaKarakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
 
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxadap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
 
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxIPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
 
Ppt tentang perkembangan Moral Pada Anak
Ppt tentang perkembangan Moral Pada AnakPpt tentang perkembangan Moral Pada Anak
Ppt tentang perkembangan Moral Pada Anak
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
 
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
Demonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdfDemonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdf
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
 
polinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..pptpolinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
polinomial dan suku banyak kelas 11..ppt
 

EKOLOGI LINGKUNGAN

  • 1. No Kode: DAR2/PROFESIONAL/190/05/2019 PENDALAMAN MATERI BIOLOGI MODUL 5 EKOLOGI DAN LINGKUNGAN KEGIATAN BELAJAR 1 LINGKUNGAN DAN SUMBERDAYA Drs. Puji Prastowo, M.Si. Dra. Cicik Suriani, M.Si. Dr. Martina Restuati, M.Si. Dr. Fauziyah Harahap, M.Si. Ahmad Shafwan S. Pulungan, S.Pd. M.Si. Wasis Wuyung Wisnu Brata, M.Pd. Eko Prasetya, M.Sc. Nanda Pratiwi, M.Pd. KEMENTERIAN PENDIDIDKAN DAN KEBUDAYAAN 2019
  • 2.
  • 3. DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL DAFTAR ISI i 1. PENDAHULUAN 1 1.1 Deskripsi Singkat 1 1.2 Relevansi 1 1.3 Petunjuk Belajar 2 2. INTI 3 2.1 Capaian Pembelajaran 3 2.2 Pokok Materi 3 2.3 Uraian Materi 4 i
  • 4.
  • 5. 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Deskripsi Singkat Kegiatan Belajar 1 pada Modul 5 ini mengkaji tentang Lingkungan sebagai Sumberdaya. Pada materi ini akan dibahas tentang lingkungan organisme, lingkungan sebagai sumberdaya, habitat dan relung, serta Respon dan Adaptasi. Pada lingkungan organisme, akan dibahas tentang faktor lingkungan abiotik yang berpotensi mempengaruhi kelangsungan hidup organisme yang ada di dalamnya. Untuk materi Lingkungan sebagai Sumberdaya, akan dibahas tentang peranan lingkungan dalam mendukung kelangsungan hidup organisme. Pada Habitat dan Relung akan dibicarakan perbedaan habitat dengan relung dan kaitannya dengan kelangsungan hidup organisme. Sedangkan pada Respon dan Adaptasi dibahas tentang adaptasi morfologi, anatomi, fisiologi dan prilaku sebagai bentuk respon organisme terhadap faktor lingkungan. 1.2 Relevansi Kegiatan Belajar 1 pada Modul 5 memiliki relevansi sebagai pendalaman materi bagi guru untuk mempelajari lingkungan sebagai sumberdaya bagi organisme. Pada bagian modul ini akan disajikan informasi yang cukup mendalam mengenai pentingnya peranan lingkungan bagi organisme dan respon organisme terhadap perubahan-perubahan lingkungan. Untuk itu, setelah mempelajari modul ini, diharapkan peserta dapat: 1) Memahami lingkungan organisme 2) Memahami peran lingkungan sebagai sumberdaya 3) Memahami perbedaan habitat dengan relung 4) Memahami berbagai bentuk respon organisme terhadap perubahan lingkungan.
  • 6. 2 1.3 Petunjuk Belajar Untuk lebih mudah memahami materi pada modul ini, beberapa langkah yang dapat kita lakukan adalah: 1) Bacalah dengan cermat bagian pendahuluan kegiatan belajar ini agar Anda memahami keterkaitan pokok materi yang dibahas pada kegiatan belajar dan mengetahui kemampuan yang diharapkan dari pembelajaran di kegiatan belajar ini. 2) Pelajari setiap pokok materi dari kegiatan belajar dan beri tanda pada konsep- konsep penting sesuai dengan kemampuan yang diharapkan. 3) Kerjakan latihan dan tes formatif yang tersedia untuk mengetahui sejauh mana pemahaman Anda terhadap materi yang telah dipelajari. 4) Untuk lebih mendalam, diharapkan Anda membaca buku referensi yang terkait pokok materi dalam kegiatan belajar ini serta manfaatkanlah peluang pertemuan dengan instruktur dan teman sejawat untuk mendiskusikan hal-hal yang Anda kurang pahami, oleh karena itu persiapkanlah bahan sebelum anda melaksanakan tutorial atau berdiskusi dengan instruktur dan teman sejawat.
  • 7. 3 2. INTI 2.1 Capaian Pembelajaran Capaian pembelajaran yang diharapkan dari Modul ini adalah menguasai materi esensial Mata Pelajaran Biologi SMA termasuk advance material materi bidang studi biologi yang mencakup: 1) keragaman dan keseragaman dalam makhluk hidup; 2) Struktur dan Fungsi dalam makhluk hidup; 3) Pertumbuhan, perkembangan dan diferensiasi; 4) Interaksi dan interdependensi; 5) Energi, materi dan organisasi kehidupan; 6) Prinsip emeliharaan keseimbangan yang dinamis; dan 7) Pewarisan sifat dan Evolusi termasuk advance materials yang dapat menjelaskan aspek ‘apa’ (konten), ‘mengapa’ (filosofi) dan ‘bagaimana’ (penerapan dalam kehidupan keseharian) dalam kerangka biologi sebagai inkuiri. Sub-capaian pembelajaran untuk Kegiatan Belajar 1 pada Modul 5 ini adalah peserta mampu menganalisis prinsip factor pembatas (limited factor) dan lingkungan sebagai sumberdaya (carrying capacity) 2.2 Pokok Materi Pada kegiatan belajar 1 Modul 5 tentang Lingkungan dan Sumberdaya, pokok-pokok materi yang akan dibahas adalah : 1) Lingkungan Organisme 2) Lingkungan sebagai Sumberdaya 3) Habitat dan Relung 4) Respon dan Adaptasi
  • 8. 4 2.3 URAIAN MATERI Saat kita membahas tentang lingkungan dan sumberdaya, kita tidak bisa terlepas dari cabang ilmu biologi yang membahas tentang lingkungan dan interaksinya dengan organisme, yaitu ekologi. Ekologi merupakan cabang ilmu biologi yang khusus mempelajari tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Lingkungan makhluk hidup dapat berarti sebagai sesuatu yang terdapat di luar diri suatu makhluk hidup. Lingkungan organisme merupakan semua faktor biotik dan abiotik yang ada disekitar organisme tersebut dan dapat mempengaruhi kelangsungan hidupnya. Setiap organisme hanya dapat lulus hidup, tumbuh dan berkembangbiak dalam suatu lingkungan yang menyediakan kondisi yang cocok dan sumber daya yang diperlukannya serta terhindar dari faktor-faktor biotik maupun abiotik yang membahayakan kelulusan hidupnya. Jadi, lingkungan yang dimaksud disini dapat berupa lingkungan biotik maupun lingkungan abiotik. Lingkungan biotik dapat berupa hewan, tumbuhan maupun mikro-organisme, sedangkan lingkungan abiotik meliputi tanah, air, udara, iklim dan faktor fisika-kimia lainnya. Kedua komponen lingkungan tersebut tidaklah berdiri sendiri, melainkan saling berinteraksi dan memiliki hubungan timbalbalik satu dengan lainnya. 2.3.1 Lingkungan Organisme Kualitas hidup suatu organisme sangat ditentukan oleh kualitas lingkungannya. Bila lingkungan menyediakan kebutuhan organisme akan sumber daya dan memberikan kondisi lingkungan yang ideal bagi kelangsungan hidup suatu organisme, maka kelimpahan organisme tersebut akan menunjukkan angka yang tinggi. Sebaliknya bila lingkungan tidak/kurang menyediakan sumber daya yang dibutuhkan organisme dan memiliki kondisi lingkungan yang ekstrim bagi suatu organisme maka organisme tersebut akan terganggu kesintasannya bahkan bisa punah dari habitat tersebut. Lingkungan bagi suatu organisme adalah faktor biotik dan abiotik yang ada di sekitar organisme tersebut dan dapat mempengaruhi kelangsungan hidupnya. Setiap organisme hanya dapat sintas, tumbuh dan berkembang biak pada suatu
  • 9. 5 lingkungan yang menyediakan kondisi yang cocok baginya dan sumber daya yang diperlukannya baik, serta terhindar dari lingkungan yang membahayakan kesintasannya, baik lingkungan biotik maupun abiotiknya. Lingkungan abiotik tersebut meliputi faktor medium/substratum (seperti tanah/perairan sebagai tempat hidup) dan faktor cuaca/iklim (suhu kelembaban, udara, angin, intensitas cahaya). Ditinjau dari aspek fungsionalnya, lingkungan dapat dilihat sebagai kondisi dan sumber daya. Lingkungan sebagai kondisi digunakan untuk menunjukkan suatu besaran atau kadar atau intensitas faktor-faktor abiotik lingkungan. Ketersediaan lingkungan sebagai kondisi tidak akan berkurang karena kehadiran organisme lain. Contoh lingkungan sebagai kondisi misalnya adalah suhu dan cahaya. Sedangkan Lingkungan sebagai sumber daya digunakan untuk menyatakan lingkungan yang diperlukan oleh organisme yang kualitas dan kuantitas ketersediaannya akan berkurang apabila telah dimanfaatkan oleh organisme tersebut. Beberapa faktor abiotik yang berperan utama sebagai penentu penting bagi persebaran organisme anatara lain: a. Suhu; suhu lingkungan sangat berperan penting bagi kelangsungan hidup organisme, terutama bagi organisme ektotermi (poikilotherm) yang tidak punya kemampuan mengatur suhu tubuhnya sendiri. Aktivitas enzimatis dalam tubuh akan in-aktif pada suhu terlalu rendah di bawah ambang batasnya, bahkan sel bisa pecah bila air dalam sel berada pada suhu di bawah 0 o C, sebaliknya pada suhu diatas 0 o C protein pada sebagian besar organisme akan mengalami denaturasi. b. Air: Air merupakan bagi banyak zat dan air juga merupakan tempat berlangsungnya banyak reaksi-reaksi kimia. Di Lingkungan air merupakan habitat bagi organisme perairan. Kadar garam perairan dapat menjadi faktor pembatas bagi banyak organisme perairan. Hal ini disebabkan adanya perbedaan konsentrasi lingkungan dengan cairan intraselulernya. c. Cahaya matahari; matahari merupakan sumber energi utama bagi organisme di bumi. Meskipun hanya tumbuhan dan organisme fotosintetik yang mampu memanfaatkan sinar matahari secara langsung, namun ketergantungan
  • 10. 6 organisme heterotrof terhadap tumbuhan untuk mendapatkan energi, menjadikan cahaya matahari sebagai faktor penting bagi kelangsungan hidup di bumi. d. Angin; angin memiliki kemampuan untuk meningkatkan hilangnya panas melalui penguapan atau evaporasi dan konveksi menyebabkan angina mampu memperkuat pengaruh suhu lingkungan terhadap organisme. Angin juga dapat menyebabkan hilangnya air dari organisme dengan cara meningkatkan laju transpirasi pada tumbuhan. e. Batu dan tanah; kualitas tanah dan batuan akan berpengaruh terhadap kemampuan tumbuh dari banyak tanaman. Perbedaan kualitan tanah menyebabkan adanya kecenderungan bagi tumbuhan untuk tumbuh secara tidak merata dan cederung berkelompok dikawasan tanah yang kualitasnya paling baik sesuai dengan karakteristik dari masing-masing tumbuhan. Hal ini pada akhirnya akan berdampak bagi organisme pada tingkat tropic dia atasnya yang menjadikan tumbuhan tersebut sebagai tempat hidup dan sumber makanannya. Pada dasarnya kondisi dan sumber daya lingkungandi alam relatif tidak konstan (bervariasi menurut ruang dan waktu) kecuali di bagian dalam samudera. Secara garis besar, berdasarkan ruang dan waktu, perubahan lingkungan dibedakan atas : 1. Perubahan siklik; yaitu perubahan lingkungan yang terjadinya berulang-ulang secara berirama, misalnya: perubahan siang-malam, naik pasang-surutnya air laut, pergantian musim (kemarau-hujan). 2. Perubahan terarah; yaitu perubahan lingkungan yang terjadinya berangsur- angsur secara terus-menerus (progressif atau berkesinambungan) menuju ke suatu arah tertentu. Misalnya; suksesi, aberasi (pengikisan garis pantai), terbentuknya delta sungai (pengendapan lumpur di muara sungai). 3. Perubahan eratik; yaitu perubahan yang tidak berpola dan tidak menunjukkan konsistensi mengenai arah perubahannya. Contoh: hutan atau lahan yang terbakaran hutan, lingkungan yang terkena banjir bandang, pengendapan debu oleh letusan gunung berapi.
  • 11. 7 Cahaya matahari merupakan salah satu faktor abiotik yang sangat berperan penting dalam mempengaruhi kelangsungan hidup organisme di bumi. Matahari merupakan sumber energi utama bagi kehidupan di bumi. Perubahan kedudukan matahari dari garis lintang bumi, menjadikan bagian permukaan bumi mengalami perubahan lamanya waktu siang dengan malam dan terjadinya perubahan musim. Hal ini tentunya akan mempengaruhi aktivitas dari organisme yang ada di dalamnya. Gambar 1.1. Siklus fotoperiode tahunan di daerah katulistiwa dan di daerah 40o LU, dimana panjang hari maksimum akan terjadi pada tanggal 21 Juni, sedangkan panjang hari minimum pada tanggal 21 Desember. Siklus fotoperiode tahunan di daerah 40o LS merupakan kebalikan siklus di daerah 40o LU. (sumber: McNaughton, 1992) Siklus fotoperiode sangat berpengaruh bagi organisme yang hidup di wilayah kutub dan sub-tropik. Dimana pada saat matahari ada di belahan bumi utara akan menyebabkan lamanya waktu siang akan akan lebih lama. Hal ini tentunya berdampak pada meningkatnya produktivitas primer kawasan tersebut. Hal ini tentunya berdampak pula pada ketersediaan sumberdaya bagi tingkat tropik di atasnya. Dan pada akhirnya akan berpengaruh pada pertumbuhan dan kemampuan berbiaknya. Sebaliknya akan terjadi kebalikannya di belahan bumi sebelah selatan. Demikian pula kebalikannya bila matahari berada di belahan bumi selatan. Namun hal ini tidak terlalu berpengaruh untuk wilayah daerah tropis, dimana panjang hari dari waktu ke waktu tidak jauh berbeda. Sehingga fotoperiode matahari tidak terlalu berpengaruh bagi organisme di kawasan tersebut. Kecukupan cahaya matahari sepanjang tahun dan variasi suhu yang tidak
  • 12. 8 terlalu jauh, menyebabkan produktivitas primer cenderung stabil dan sangat mendukung ketersediaan makanan bagi organisme pada tingkat tropic di atasnya. 2.3.2 Lingkungan Sebagai Sumberdaya Setiap organisme terdedah pada berbagai faktor lingkungan yang bersifat dinamis atau berubah-ubah seiring dengan waktu. Untuk itu setiap organisme harus mampu menyesuaikan dirinya untuk menghadapi kondisi faktor lingkungan yang berubah-ubah tersebut. Apabila bila organisme terdedah pada suatu faktor lingkungan yang mendekati batas kisaran toleransinya, maka organisme tersebut akan mengalami cekaman (stress) fisiologis atau berada dalam kondisi kritis yang menentukan kesintasannya. Misalnya apabila hewan didedahkan pada suhu yang ekstrim rendah akan menunjukkan hipotermia, sedangkan pada suhu yang ekstrim tinggi akan mengakibatkan gejala hipertermia. Apabila kondisi lingkungan, misalnya suhu yang mendekati batas-batas kisaran toleransi suatu organisme tersebut berlangsung lama dan tidak berubah menjadi lebih baik, maka organisme tersebut akan mati. Setiap kondisi faktor lingkungan yang besarnya atau intensitasnya mendekati batas kisaran toleransi suatu organisme, akan beroperasi sebagai faktor pembatas dan berperan sangat menentukan bagi kesintasan organisme tersebut. Gambar 1.2. Diagram hubungan aktivitas suatu hewan dengan kondisi lingkungannya: A. kisaran optimum; B & C. batas bawah dan atas kondisi kisaran optimum yang dibutuhkan untuk berkembangbiak;
  • 13. 9 D & E batas bawah dan atas kondisi untuk pertumbuhan; F & G batas bawah dan atas untuk sintas. Pada dasarnya setiap organisme memiliki kisaran toleransi tertentu terhadap suatu faktor lingkungan tertentu. Hal ini ditegaskan oleh hukum toleransi Shelford yang menyatakan bahwa setiap organisme mempunyai suatu minimum dan maksimum ekologis yang merupakan batas bawah dan batas atas dari kisaran toleransi organisme tersebut terhadap kondisi lingkungannya. Kisaran toleransi suatu faktor lingkungan berbeda untuk setiap jenis organisme. Suatu jenis organisme mungkin memiliki kisaran toleransi yang lebar (euri), sedangkan jenis hewan lain mungkin sempit (steno-). Misalnya, kisaran toleransi yang yang luas untuk suhu disebut eurithermal, sedangkan kisaran toleransi yang sempit untuk suhu disebut stenothermal. Penggunaan istilah kisaran toleransi ini tergantung pada variabel kondisi lingkungannya seperti diperlihatkan pada tabel 1.1 berikut. Tabel 1.1. Kisaran toleransi hewan terhadap kondisi faktor lingkungan. Variabel Kisaran Toleansi luas Kisaran Toleransi sempit Suhu Eurithermal Stenothermal Salinitas Eurihalin Stenohalin Makanan Eurifage Stenofage Cahaya Eurifoto Stenofoto Arus Eurireo Stenoreo Air Eurihidris Stenohidris Habitat Eurisius Stenosius 2.4.3 Habitat Dan Relung Kehadiran dan sebaran suatu organisme di suatu tempat selalu berkaitan dengan masalah habitat dan relung ekologinya. Habitat suatu hewan sangat identik dengan sejarah filogeni hewan tersebut. Setiap jenis hewan akan mencari lingkungan yang paling sesuai bagi kelangsungan hidupnya, sehingga setiap
  • 14. 10 hewan cenderung akan mencari habitat yang cocok bagi dirinya. Habitat merupakan tempat dimana biasanya makhluk hidup terdapat. Habitat secara umum menunjukkan bagaimana corak lingkungan yang ditempati suatu populasi hewan. Bagian dari habitat yang merupakan lingkungan yang kondisinya paling cocok dan paling akrab hubungannya dengan hewan dinamakan mikrohabitat. Gambar 1.3. Kehadiran epifit pada suatu batang tumbuhan inang dapat menciptakan mikrohabitat bagi banyak fauna kecil. Sedangkan relung atau niche ekologi suatu organisme merupakan status fungsional organisme tersebut di dalam habitat yang ditempatinya berdasarkan adaptasi-adaptasi fisiologis, struktural dan perilakunya. Di alam kita sering menemukan beberapa populasi hewan berkoeksistensi dalam habitat yang sama dan mempunyai kemiripan dalam kisaran toleransinya, bahkan memiliki kemiripan dalam jenis sumber daya yang dimanfaatkannya. Sehubungan dengan bagaimana kisaran-kisaran toleransi terhadap berbagai faktor lingkungan dan macam sumber daya yang diperlukannya, maka berbagai species hewan yang berkoeksistensi dalam habitat yang sama (=berkohabitasi) akan menempati mikrohabitatnya masing-masing. Pada dasarnya, tidak ada dua species yang adaptasi-adaptasinya (fisiologis, struktural dan fungsionalnya) identik satu dengan yang lain. Hal ini ditegaskan oleh Gause yang disebut sebagai asas eksklusi persaingan atau aturan Gause yang menyatakan bahwa “satu species satu relung”. Akibatnya setiap species yang memperlihatkan adaptasi lebih baik dan juga lebih agresif akan memenangkan persaingan. Species yang memenangkan persaingan akan dapat memanfaatkan
  • 15. 11 sumberdayanya secara optimal sehingga mampu mempertahankan eksistensinya dengan baik. Sedangkan yang kalah dalam persaingan dan tidak berhasil mendapatkan tempat lain yang menyediakan sumberdaya yang diperlukan dapat mengalami kepunahan lokal. Pada tahun 1957, Hutchinson memperkenalkan konsep relung ekologi multidimensi. Konsep ini menganggap setiap kisaran toleransi terhadap suatu faktor lingkungan atau kisaran mengenai macam sumberdaya yang dimanfaatkan hewan, sebagai satu dimensi. Dimensi relung yang dimaksud bisa menyangkut ruang, waktu, jenis makanan, cara makan dan lain lain. Beberapa jenis organisme dapat berkoeksistensi di habitat yang sama ketika pada terjadi segregasi relung. Berdasarkan ruang, masing-masing organisme dapat menempati bagian microhabitat yang berbeda, sehingga dapat meminimalisir persaingan pada sumberdaya yang sama. Misalnya pada tanaman padi, wereng akan menempati bagian batang tanaman padi, ulat akan menempati bagian daun sedangkan walang sangit dapat menempati bagian bulir padi. Demikian pula segregasi relung untuk dimensi waktu, misalnya walang sangit dengan burung pipit yang memakan bagian padi yang sama yaitu bulir padi, namun karena keduanya memiliki relung waktu yang berbeda dalam memanfaatkan bulir padi sebagai sumber makanan. Dimana walang sangit akan memakan bulir padi pada saat masih muda (padi masih berbentuk cairan) disebabkan alat mulutnya berbentuk tabung (tipe penghisap), sebaliknya burung pipin akan memanfaaatkan bulir padi ketika sudah mengeras. Berdasarkan pemanfaatannya Hutchinson membedakan relung ekologi menjadi 2 macam, yaitu; a. Relung fundamental; relung yang menunjukkan potensi secara utuh yang hanya dapat diamati dalam laboratorium dengan kondisi lingkungan terkendali, misalnya yang diamati hanya satu atau dua faktor saja tanpa ada pesaing maupun predatornya. b. Relung terealisasikan; adalah status fungsional yang benar-benar ditempati dalam kondisi alami, dengan beroperasinya banyak faktor lingkungan, seperti interaksi faktor, kehadiran pesaing, predator dan sebagainya. Dibandingkan
  • 16. 12 dengan relung fundamental, relung terealisasikan ini umumnya lebih sempit, karena tidak seluruhnya dari potensi hewan dapat diwujudkan oleh beroperasinya berbagai kendala lingkungan Dua atau lebih species hewan yang berkoeksistensi dalam habitat yang sama dan sumber dayanya berselingkupan, merupakan pesaing-pesaing yang potensial. Apabila pada suatu waktu ketersediaan sumber daya yang diperlukan bersama itu terbatas jumlahnya dan derajat keselingkupannya tinggi, maka species yang berkoeksistensi tersebut akan terlibat dalam persaingan yang sangat keras dan dapat berdampak pada ketersingkiran bagi kompetitor yang kalah. Hal ini menunjukkan bahwa suatu relung ekologi tidak dapat ditempati secara simultan dan sempurna oleh populasi stabil lebih dari satu species. Beberapa species hewan dapat memperlihatkan pemanfaatan sumberdaya yang sama dan dengan cara yang sama pula. Kelompok fauna tersebut dimasukkan ke dalam satu kelompok tanpa mempertimbangkan tingkat taksonnya, tetapi lebih menekankan pada peranannya di dalam suatu habitat. Kelompok hewan yang demikian disebut guild. Menurut Root (dalam Begon, 1996) guild adalah kelompok species yang menggunakan sumberdaya yang sama dan dengan cara yang sama. Untuk itu apabila pada habitat atau mikrohabitat yang sama ditemukan dua atau lebih species dalam kelompok guild yang sama akan menyebabkan terjadinya per4saingan yang sangat kuat dan resiko kepunahan bagi species yang kurang mampu bersaing akan lebih tinggi. Sebaliknya bagi kelompok guild yang hanya terdiri dari satu species, akan menyebabkan species tersebut berpotensi lebih stabil keberadaannya pada suatu habitat atau mikrohabitat tertentu. Untuk menghindari terjadinya persaingan yang sangat kuat tersebut, dapat terjadi spesialisasi ekologi pada beberapa species hewan, misalnya melalui pergeseran ciri. Beberapa species hewan yang perkerabatannya dekat, bila dalam keadaan simpatrik (daerah sebaran sama) mengalami evolusi yang berbeda dibandingkan dengan dalam keadaan alopatrik (daerah sebaran berbeda). Dalam keadaan simpatrik, seleksi alam akan menghasilkan ciri-ciri tubuh yang makin mencolok
  • 17. 13 perbedaannya diantara species-species itu (evolusi divergen). Sebaliknya apabila dalam keadaan alopatrik, seleksi alam itu akan menghasilkan evolusi konvergen sehingga perbedaan ciri-ciri itu akan makin kabur. Fenomena tersebut di atas dikenal sebagai pergeseran ciri. Evolusi yang dihasilkan pergeseran ciri pada species-species hewan dalam keadaan simpatrik mempunyai dua kepentingan adaptif bagi species-species yang bersangkutan, yaitu; a. Karena ciri (adaptasi morfologi misalnya) yang nyata bedanya, akan menyebabkan terjadinya pemisahan relung ekologi (status fungsional suatu makhluk hidup berdasarkan adaptasi struktur morfologi, fisiologi dan perilaku). Dengan demikian maka kemungkinan terjadinya interaksi berupa persaingan, apabila species-species tersebut berkohabitasi akan tereduksi (tidak terjadi). b. Berbedanya ciri morfologi yang menghasilkan berbedanya pola perilaku (misalnya perilaku berbiak) akan lebih menjamin terjadinya pemisahan genetik diantara species-species yang berkerabat tersebut. Dari uraian di atas terlihat bahwa fenomena pergeseran ciri mempunyai arti penting dalam menjaga keanekaragaman species dalam suatu habitat dan selain itu dapat menjamin terjadinya koeksistensi species yang berkerabat karena tereduksinya kemungkinan interaksi persaingan. Salah satu contoh pergeseran ciri adalah yang terjadi pada burung Sitta tephronata (penyebarannya di daerah Turki, Yunani, Azerbayzan dan Iran) dan Sitta neumayer yang penyebarannya meliputi beberapa negara di daerah asia kecil (Pakistan, Afganistan, Iran dan Azerbaiyan). Kedua species burung itu dalam keadaan alopatrik penampilannya sangat mirip satu dengan yang lain sehingga hampir-hampir tidak dapat dibedakan satu dengan yang lain. Untuk mengenalinya diperlukan ketajaman pengamatan seorang pakar taksonomi. Dalam keadaan simpatrik, kedua species mudah sekali mengenali dan membedakan kedua species itu karena perbedaan penampilannya cukup nyata. Dalam hal ukuran paruh dan tanda pita berwarna gelap di bagian kepalanya. Perbedaan mengenai ukuran dapat mengurangi kemungkinan terjadinya
  • 18. 14 keselingkupan mengenai jenis dan ukuran makanannya, yang berarti kemungkinan bersaing dalam hal makanan akan tereduksi. Perbedaan tanda pita gelap mempunyai peranan penting dalam hal pengenalan sesama species secara visual. Sehingga perbedaan tersebut akan mengurangi kemungkinan terjadinya hibridisasi alami diantara kedua species tersebut. 2.4.4 Respon Dan Adaptasi Kepekaan terhadap rangsangan (stimulus) merupakan salah satu ciri utama dari makhluk hidup. Karena dengan ciri itulah menjadikan organisme mampu memberikan tanggapan (respon) terhadap berbagai perubahan pada faktor lingkungannya (stimulus). Hal ini sangat penting artinya bagi suatu organisme agar dapat tetap survive (sintas = bertahan hidup atau kelulus hidupan). Pada dasarnya tujuan akhir setiap organisme melakukan respon terhadap stimulus adalah agar dapat mempertahankan hidupnya (survive) dan dapat bereproduksi mempertahankan jenisnya (berbiak). Stimulus adalah suatu faktor yang diakibatkan oleh perubahan lingkungan (baik lingkungan abiotik maupun biotiknya) yang dapat ditangkap oleh reseptor (organ indra) suatu organisme dan berpotensi mempengaruhi keseimbangan bagi organisme tersebut. Perubahan keseimbangan dapat mengarah ke hal yang positif (menguntungkan) atau dapat juga mengarah ke hal negatif (merugikan). Stimulus yang berhasil ditangkap oleh reseptor akan diterima oleh sel-sel syaraf yang terdapat pada alat indra dalam bentuk impuls (informasi). Impuls tersebut akan diteruskan oleh syaraf-syaraf sensorik ke pusat syaraf yaitu otak untuk diolah dan diberi tanggapan sebagai wujud dari reaksi atas adanya stimulus. Reaksi itu bertujuan untuk kepentingan organisme tersebut agar tidak terganggu keseimbangannya. Jawaban dari stimulus yang telah diolah oleh pusat syaraf akan diinformasikan dalam bentuk perintah melalui sel-sel syaraf motorik ke alat- alat organ dalam bentuk respon. Wujud dari respon tersebut adalah dalam bentuk tingkah laku atau prilaku organisme untuk menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan.
  • 19. 15 Gambar 1.4. Skema mekanisme stimulus-respon pada organisme (hewan tingkat tinggi). Pada dasarnya respon yang dilakukan oleh organisme terhadap suatu faktor lingkungan atau stimulus dapat tidak sama. Respon suatu organisme dapat dipengeruhi oleh beberapa faktor, antara lain: 1. Jenis stimulus; jenis stimulus yang berbeda akan menyebabkan respon yang dilakukan organisme juga berbeda, misalnya bila stimulus berupa makanan, hewan cenderung akan mendekati, sebaliknya bila stimulus berupa kemunculan predatornya, respon hewan akan menjauhi 2. Intensitas stimulus; Intensitas stimulus akan berpengaruh bagi kemampuan reseptor dalam menerima tersebut. 3. Jenis species; semakin tinggi tingkat kemampuan hewan belajar akan semakin lemah responnya terhadap stimulus yang sama. 4. Stadium perkembangan atau umurnya; berpengaru terhadap pengalaman belajar dalam menilai penting/tidaknya stimulus di respon 5. Kondisi fisiologis tersebut; kondisi fisiologis dapat berpengaruh bagi kecepatan respon terhadap suatu stimulus. 6. Lebar-sempitnya kisaran toleransi hewan tersebut terhadap suatu faktor lingkungan: umumnya hewan-hewan yang memiliki kisaran toleransi lebib sempit cenderung akan lebih responsive terhadap adanya stimulus. Apabila kondisi lingkungan berubah menjadi sangat tidak baik (tidak menguntungkan) dibandingkan dengan kondisi semula, maka satu dari tiga hal Stimulus reseptor Syaraf sensorik Pusat saraf Prilaku Respon Efektor (organ tubuh) Syaraf motorik
  • 20. 16 yang mungkin terjadi dan dilakukan oleh suatu organisme sebagai wujud dari respon terhadap stimulus yang diterima, adalah: a. Menyesuaikan diri; organisme akan memberikan respon tertentu yang mampu mengatasi efek negatif dari perubahan tersebut. b. Migrasi; organisme akan meninggalkan tempat tersebut dan mencari tempat yang lain dengan kondisi yang lebih baik. c. Mati; terjadi apabila kedua hal di atas tidak mampu dilakukannya akan berdampak pada kematian bagi organisme tersebut. Kemampuan organisme untuk bertahan hidup sangat tergantung pada kisaran toleransi organisme tersebut terhadap perubahan lingkungan. Semakin luas kisaran toleransi suatu organisme, semakin besar peluang organisme tersebut untuk dapat bertahan hidup. Pada dasarnya kisaran toleransi suatu organisme ditentukan secara herediter, namun dapat mengalami perubahan oleh terjadinya proses aklimatisasi (di alam) atau aklimasi (di laboratorium). Aklimatisasi prosesnya terjadi dalam periode ontogeni suatu organisme, sifatnya reversible dan tidak diturun-temurunkan. Serupa sifatnya dengan aklimatisasi adalah aklimasi. Perbedaannya ialah aklimatisasi menyangkut banyak faktor lingkungan yang bersifat alami, sedangkan aklimasi biasanya digunakan untuk satu atau dua faktor saja dan terjadinya dalam lingkungan terkontrol di laboratorium. Sedangkan Adaptasi melibatkan perubahan-perubahan yang diakibatkan oleh seleksi alam, sifatnya herediter (diturun-temurunkan) dan berlangsungnya proses meliputi sejumlah besar generasi-generasi yang berurutan. Adaptasi ini dapat meliputi adaptasi morfologis, adaptasi fisiologis dan adaptasi perilaku. Respon pada organisme ada yang bersifat reversibel (dapat kembali ke kondisi semula) dan paling sederhana adalah respons pengaturan (regulatori). Respon ini berlangsung melalui mekanisme proses-proses fisiologi dan terjadinya sangat cepat. Misalnya perubahan bentuk pupil mata bulat menjadi sangat memipih atau tetap bulat tetapi sangat mengecil, bila dikenai pencahayaan dengan intensitas yang kuat dan akan kembali seperti semula bila pencahayaan kembali ke normal. Tipe respon ini bersifat mengatur agar cahaya kuat itu tidak memberikan efek yang merusak.
  • 21. 17 Bentuk respon lain yang bersifat reversible adalah respons penyesuaian (aklimatori). Respons ini berlansung lebih lama dari respon regulatori karena proses-proses fisiologis yang melandasinya melibatkan terjadinya perubahan- perubahan struktur dan morfologi hewan. Misalnya bila tubuh terdedah pada kondisi musim kemarau yang panas terik, kulit mengalami peningkatan pigmentasi dengan meningkatnya produksi melanin. Pada dunia tumbuhan kita mengenal istilah plastisitas, yaitu reaksi tumbuhan terhadap perubahan lingkungan yang disertai dengan modifikasi berbagai jenis organnya agar toleransinya terhadap faktor lingkungan menjadi lebih luas, tetapi bila kondisi kembali ke keadaan semula bentuk organ inipun berubah lagi sesuai dengan bentuk normalnya. Di alam, respons-respons aklimatori umumnya terjadi pada hewan dan tumbuhan berumur panjang, yang harus menghadapi perubahan- perubahan lingkungan yang sifatnya musiman. Satu-satunya tipe respon yang Irreversibel (tidak dapat kembali ke kondisi semula) selama ontogeni suatu organisme adalah respons perkembangan. Respons ini berlangsung relatif lama karena melibatkan terjadinya proses-proses yang banyak macamnya dan menghasilkan perkembangan beraneka macam struktur tubuh. Perwujudan dari tipe respon yang menghasilkan struktur atau morfologi tertentu hasil proses perkembangan, sifatnya permanen dan tidak reversibel. Sekali suatu perubahan morfologi terjadi, maka perwujudan itu akan tetap selama ontogeni hewan itu, meskipun faktor lingkungan penyebabnya sudah tidak ada lagi. Tabel. 1.2. Berbagai Tipe Respons Dasar pada Hewan No Tipe Respons Waktu Berlansungnya Sifat Respons 1 2 3 Pengaturan Penyesuaian Perkembangan Sangat singkat (dalam detik, menit atau jam) Lebih lama (dalam hari atau minggu) Relatif cukup lama, (tergantung dari lamanya waktu perkembangan hewan). Reversibel dan tidak bersifat herediter Reversibel dan tidak bersifat herediter Irreversibel dan bersifat herediter
  • 22. 18 Untuk dapat sintas, suatu organisme akan melakukan berbagai upaya penyesuaian diri terhadap suatu faktor lingkungan, baik yang sifatnya reversibel maupun irreversible. Upaya penyesuaian diri ini sering berdampak pada adaptasi morfologi, anatomi, fisiologi hingga ke prilakunya. Adaptasi morfologis (struktural) pada umumnya berkaitan secara fungsional dengan adaptasi-adaptasi fisiologis maupun perilaku. Dengan demikian maka suatu jenis hewan akan diperlengkapi dengan seperangkat adaptasi-adaptasi yang bersesuaian dan saling mendukung, untuk menghadapi kondisi serta perubahan lingkungannya maupun sumber daya yang terdapat di lingkungannya itu. Misalnya; bentuk bivalvia (jenis kerang-kerangan) berbeda-beda karena hidup dalam lingkungan yang berbeda-beda. Bivalvia yang hidup di tempat berlumpur cenderung memiliki bulu pada permukaan cangkangnya, bivalvia yang hidup di lingkungan berpasir cenderung memiliki permukaan cangkang yang licin, sedangkan bivalvia yang hidup dilingkungan berkarang cenderung memiliki bentuk permukaan cangkang yang kurang teratur. Masing-masing bentuk tersebut merupakan adaptasi untuk menghadapi kekhasan kondisi lingkungan yang ditempatinya. Sebaliknya adanya kesamaan lingkungan tempat hidupnya, sering menghasilkan adanya kesamaan/kemiripan morfologi sebagai bentuk beroperasinya seleksi alami pada organisme yang hidup di dalamnya. Bahkan mungkin saja menghasilkan bentuk-bentuk yang serupa pada berjenis-jenis meskipun jenis organisme-organisme tersebut berasal dari kelompok taksonomis yang perkerabatannya jauh. Misalnya, berbagai jenis ikan dengan mammalia yang hidup di lautan, pada umumnya memiliki bentuk tubuhnya serupa, yaitu lonjong seperti kumparan sedangkan anggota tubuhnya menyerupai sirip. Demikian pula larva atau nimfa beberapa jenis serangga aquatik yang hidup pada permukaan batu di perairan lotik yang berarus deras, bentuk tubuhnya sangat memipih.
  • 23. 19 (a) (b) (c) Gambar 1.5. Berbagai bentuk adaptasi morfologi pada berbagai jenis Bivalvia (a) hidup di habitat berlumpur; (b) hidup di habitat berpasir; (c) hidup dihabitat berkarang atau berbatu. Adaptasi-adaptasi struktural tidak hanya berkaitan dengan cara menempel atau bergerak saja, namun menyangkut seluruh aspek aktivitas hidup hewan (makan, berkembangbiak, dan lainnya). Pada Insekta, misalnya; kita mengenal berbagai bentuk bagian mulut yang berbeda-beda sesuai dengan kegunaannya. Pada lalat terdapat bentuk bagian-bagian untuk menjilat, pada lebah untuk mengisap, pada nyamuk untuk menusuk-mengisap, pada belalang untuk memotong dan lain sebagainya. Bentuk paruh pada bangsa burungpun memperlihatkan adaptasi-adaptasi morfologi yang sesuai dengan jenis makanannya (mangsa) yang dibutuhkannya. Gambar 1.6. Berbagai tipe alat mulut pada serangga.
  • 24. 20 Berdasarkan masukan dari sejumlah besar penelitian, dapat diketahui tentang adanya pola (aturan) umum mengenai adaptasi-adaptasi struktural pada hewan. Beberapa diantara generalisasi-generalisasi itu adalah sebagai berikut : a. Aturan Bergman; Individu-individu hewan yang hidup di daerah yang bersuhu tinggi cenderung mempunyai tubuh yang berukuran lebih kecil dibandingkan dengan kerabat-kerabatnya yang hidup di daerah bersuhu rendah. b. Aturan Allen; Paruh, daun telinga, ekor dan bagian-bagian tubuh yang terjulur lainnya cenderung lebih pendek pada hewan-hewan yang hidup di daerah bersuhu rendah dibandingkan dengan kerabat-kerabatnya yang hidup di daerah bersuhu tinggi. c. Aturan Gloger; Hewan-hewan homoioterm yang hidup di daerah beriklim panas dan lembab cenderung mengandung lebih banyak pigmen hitam, di daerah yang beriklim kering lebih banyak pigmen kuning, coklat dan merah, sedangkan yang hidup di daerah beriklim dingin pigmentasinya secara umum mengalami reduksi. d. Aturan Jordan; jenis ikan yang hidup dalam perairan yang bersuhu rendah cenderung lebih sedikit dibandingkan dengan yang hidup di perairan yang bersuhu tinggi. Perilaku hewan merupakan perwujudan dari respon organisme sebagai reaksi terhadap berbagai stimulus yang diterimanya dari lingkungan, baik lingkungan biotik (dari tumbuhan dan hewan lain) maupun lingkungan abiotiknya. Erupakan bentuk adaptasi perilaku suatu organismePerilaku suatu hewan sering bersifat spesifik, hal ini Perilaku hewan yang beraneka ragam coraknya, semuanya merupakan aktivitas yang terarah, dan merupakan respon terhadap kondisi dan sumberdaya lingkungannya. Oleh karena itu terjadinya suatu perilaku sangat melibatkan peranan: a. Penerima stimulus dari lingkungan (reseptor); b. Perealisasi respons (efektor), karena respons-respons perilaku itu praktis berupa gerakan-gerakan, maka jenis efektor yang paling berperan adalah otot- otot tubuh;
  • 25. 21 c. Koordinasi syaraf dan hormon. Berbagai perilaku hewan, terutama pada hewan rendah, seluruhnya ditentukan secara genetik dan bersifat herediter, sifatnya khas dan terjadinya secara spontan. Sedangkan penentu perilaku pada hewan-hewan tinggi banyak yang mengandung komponen yang tidak bersifat herediter, melainkan hasil proses belajar yang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan. Pada hewan-hewan Invertebrata rendah perilakunya itu praktis semua berupa taksis atau refleks, sedangkan komponen yang paling utama pada serangga berupa naluri (instink). Pada yang paling tinggi tingkatannya yaitu manusia, perilakunya sangat ditentukan oleh komponen belajar dan menalar (gambar 1.7). Komponen Perilaku Invertebrata Vertebrata Rendah Insekta Rendah Tinggi (manusia) Taksis Refleks Naluri (insting) Menalar Gambar 1.7. Kepentingan Relatif dari Komponen-Komponen Berbagai Kelompok Taksonomis hewan, sehubungan dengan kedudukannya dalam sejarah evolusioner (filogeni). (Odum, 1992). Taksis merupakan respon yang berupa gerakan di tempat ataupun berpindah tempat dengan jalan berkerut, meregang, membelokkan tubuh dan lain sebagainya. Semua gerakan itu merupakan respon terhadap beraneka macam stimulus dari lingkungannya. Bermacam-macam respon itu pada dasarnya bertujuan untuk membawa hewan pada situasi yang menguntungkan (positif) dan menjauhkan hewan dari situasi yang merugikan (negatif) bagi kesintasannya.
  • 26. 22 Respon seperti ini banyak dilakukan hewan-hewan invertebrata dan vertebrata rendah. Refleks merupakan aktifitas yang cepat, otomatis, dan tidak disadari dalam bentuk respon terhadap suatu stimulus pada suatu organ atau sistem organ. Respon juga merupakan gerak spontan yang tidak melalui kesadaran (pusat syaraf atau otak). Jadi gerakan refleks tidak melibatkan sistem syaraf pusat. Stimulus yang diterima oleh reseptor akan dibawa oleh syaraf sensorik, dan diteruskan ke syaraf konektor (syaraf yang menghantarkan impuls dari syaraf sensorik ke syaraf motorik). Dari syaraf konektor langsung di berikan informasi ke syaraf motorik dan diteruskan ke efektor sehingga menjadi suatu aktivitas atau gerakan. Instink atau naluri merupakan suatu perilaku yang rumit dan khas untuk suatu species, terstereotipe, bersifat herediter dan terjadinya secara otomatis . Respons perilaku naluriah sifatnya tidak proporsional dengan intensitas stimulus. Instink terjadi juga memerlukan kerja mekanisme syaraf. Namun yang paling utama adalah direalisasikannya suatu instink tertentu adalah karena timbulnya dorongan, misalnya dorongan untuk makan atau dorongan untuk berbiak. Pada hewan-hewan vertebrata tinggi, sebagian besar perilakunya merupakan hasil proses belajar. Proses belajar bukan merupakan sifat bawaan. Belajar pada dasarnya merupakan perubahan perilaku akibat suatu pengalaman. Hal ini berarti respon perilaku hewan terhadap stimulus tertentu menjadi berubah dibandingkan dengan sebelumnya. Pada sebagian jenis hewan dan juga pada manusia, proses belajar itu paling efektif berlangsungnya pada usia muda. Perilaku hewan yang dihasilkan sebagai akibat belajar meliputi habituasi (pembiasaan), pengkondisian (conditioning), perekaman (impriting), meniru (imitating), coba-coba (trial and error), dan menalar (reasioning). Komponen belajar yang paling tinggi tingkatannya adalah menalar. Menalar merupakan corak belajar yang meliputi terjadinya proses pembinaan suatu kesan hubungan (abstraksi) antara obyek dengan obyek, antara kejadian dengan kejadian lainnya ataupun antara obyek dengan kejadian, untuk kemudian diwujudkan dalam bentuk respon perilaku yang tepat dan sesuai tanpa didahului dengan coba- coba. Proses menalar ini banyak sekali melibatkan neuron (sel syaraf), oleh karena
  • 27. 23 itu hanya dapat dijumpai pada hewan-hewan mammalia dengan perkembangan bagian korteks otak yang sangat baik.