SlideShare a Scribd company logo
1 of 49
Download to read offline
1
	
No Kode: DAR2/Profesional/575/014/2019
PENDALAMAN MATERI KEPERAWATAN
M4KB1 – KEPERAWATAN MEDIKAL
Penulis:
Indah Dwi Pratiwi
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
2019
2
	
DAFTAR ISI
	
DAFTAR ISI............................................................................................................2
PENDAHULUAN ...................................................................................................4
A. Deskripsi Materi ...............................................................................................4
B. Relevansi...........................................................................................................4
C. Panduan Belajar................................................................................................4
INTI MATERI: KEPERAWATAN MEDIKAL .....................................................5
1. CAPAIAN PEMBELAJARAN........................................................................5
2. SUB CAPAIAN PEMBELAJARAN ...............................................................5
3. URAIAN MATERI...........................................................................................5
A. Asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus Human Immunodeficiency
Virus-Acquired Immuno Deficiency Syndrome (HIV-AIDS) .........................6
1. Definisi Human Immunodeficiency Virus-Acquired Immuno Deficiency
Syndrome...................................................................................................6
2. Faktor risiko untuk AIDS ..........................................................................7
3. Tanda dan Gejala .......................................................................................7
4. Penyebab:...................................................................................................8
5. Fase-fase HIV ............................................................................................8
6. Asuhan Keperawatan.................................................................................9
B. Asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus Tuberculosis .......................15
1. Definisi Tuberculosis...............................................................................15
2. Etiologi Tuberculosis...............................................................................15
3. Tanda dan gejala......................................................................................15
4. Komplikasi...............................................................................................16
5. Asuhan Keperawatan...............................................................................16
C. Asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus Infark Miokard Akut (IMA)
dan syok kardiogenik......................................................................................20
1. Gejala Klinis ............................................................................................21
3
	
2. Penatalaksanaan.......................................................................................22
3. Tindakan Umum......................................................................................24
4. Syok kardiogenik.....................................................................................24
5. Pemeriksaan fisik.....................................................................................25
6. Penatalaksanaan.......................................................................................26
7. Asuhan Keperawatan...............................................................................28
D. Asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus Diabetes Mellitus ...............32
1. Definisi ....................................................................................................32
2. Etiologi ....................................................................................................33
3. Klasifikasi................................................................................................34
4. Tanda dan Gejala .....................................................................................38
5. Komplikasi...............................................................................................39
6. Penatalaksanaan.......................................................................................40
7. Asuhan Keperawatan...............................................................................41
4. TUGAS..........................................Kesalahan! Bookmark tidak ditentukan.
PENUTUP ............................................Kesalahan! Bookmark tidak ditentukan.
RANGKUMAN....................................Kesalahan! Bookmark tidak ditentukan.
TES FORMATIF ..................................Kesalahan! Bookmark tidak ditentukan.
DAFTAR PUSTAKA...........................Kesalahan! Bookmark tidak ditentukan.
4
	
PENDAHULUAN
A. Deskripsi Materi
Kasus penyakit dalam yang muncul di masyarakat dapat dibagi secara umum
menjadi dua; yaitu penyakit menular dan tidak menular. Modul ini ditujukan
untuk pengenalan beberapa kasus penyakit medikal yang mempunyai insiden
cukup tinggi. Modul ini dikemas dalam empat topik, dimana pada masing-masing
modul mencerminkan adanya uraian atau penjelasan materi sebagai representasi
tatap muka, tugas terstruktur, tugas mandiri dan tes formatif. Topik yang disusun
dalam modul ini meliputi Human Immunodeficiency Virus-Acquired
Immunodeficiency Virus Syndrome (HIV-AIDS); Hipertensi; Infark miokard akut;
dan Diabetes Mellitus. Dalam masing-masing kegiatan belajar nantinya akan
dibahas tentang definisi, etiologi, tanda dan gejala, patofisiologi, komplikasi dan
juga Diagnosa dan Intervensi keperawatannya.
B. Relevansi
Kompetensi yang ingin dicapai setelah Anda mempelajari bab ini adalah Anda
dapat memahami tentang keperawatan medikal.
C. Panduan Belajar
1) Agar kita berhasil dengan baik dalam mempelajari bahan ajar ini
berikut beberapa petunjuk yang dapat Anda ikuti :
2) Bacalah dengan cermat bagian pendahuluan modul ini sampai Anda
memahami secara tuntas, untuk apa, dan bagaimana mempelajarinya.
3) Pahami garis besar materi-materi yang akan dipelajari atau dibahas secara
seksama apa yang akan dicapai.
4) Upayakan untuk dapat membaca sumber-sumber lain yang relevan untuk
menambahkan wawasan Anda menjadikan perbandingan jika pembahasan
dalam modul ini masih dianggap kurang.
5) Mantapkan pemahaman Anda dengan latihan dalam modul dan melalui
kegiatan diskusi dengan peserta PPG atau dosen.
5
	
INTI MATERI: KEPERAWATAN MEDIKAL
	
1. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Menguasai teori dan aplikasi materi keahlian keperawatan, kompetensi
keahlian asisten keperawatan yang mencakup: (1) Komunikasi Keperawatan, (2)
Konsep Dasar Keperawatan (anatomi fisiologi, promosi kesehatan, pelayanan
prima), (3) Kebutuhan Dasar Manusia, (4) Keperawatan Medikal Bedah (ilmu
penyakit, penunjang diagnostic, kegawatdaruratan), (5), Ilmu Kesehatan
Masyarakat (Keperawatan Jiwa dan Keluarga, Keperawatan Geriatrik dan
Komunitas, Keperawatan Maternitas, (6) Keterampilan Dasar Tindakan
Keperawatan termasuk advance materials yang dapat menjelaskan aspek “apa”
(konten), “mengapa” (filosofi), dan “bagaimana” (penerapan) dalam kehidupan
sehari-hari.
2. SUB CAPAIAN PEMBELAJARAN
Menganalisis prinsip Keperawatan Medikal Bedah (ilmu penyakit, penunjang,
diagnostik, kegawatdaruratan) dan aplikasinya dalam pembelajaran asisten
keperawatan.
3. URAIAN MATERI
Assalamu’alaikum Warrohmatullahi Wabarokatuh. Selamat pagi para peserta
sekalian. Bagaimana kabarnya hari ini? Semoga selalu sehat dan dimudahkan
segala urusannya. Aamiin.
Bapak Ibu Peserta PPG yang berbahagia, sebelum memulai pembelajaran,
marilah kita bersama-sama berdoa terlebih dahulu, semoga kita diberikan
kemudahan dan kelancaran serta diberikan ilmu yang barokah. Aamiin. Berdoa
mulai sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Selesai.
Setelah mempelajari kasus mengenai medikal bedah yang sering terjadi di
masyarakat, peserta PPG akan mampu membuat Asuhan Keperawatan Medikal
Bedah pada pasien dengan:
1. Human Immunodeficiency Virus-Acquired Immunodeficiency Virus
Syndrome (HIV-AIDS)
6
	
2. Tuberculosis
3. Infark Miokard Akut
4. Diabetes Mellitus
Nah, Bapak/Ibu peserta PPG, sudah siapkah mengikuti materi pertama kita?
Baiklah, mari kita mulai dengan materi pertama.
A. Asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus Human
Immunodeficiency Virus-Acquired Immuno Deficiency Syndrome (HIV-
AIDS)
Pada kesempatan pertama kali ini, kita akan belajar tentang salah satu
penyakit yang sampai sekarang masih belum ditemukan obatnya. Tahukah Anda
dengan HIV-AIDS? Ya, bagus sekali jawabannya. Ada lagi yang ingin
menambahkan? Bagus.	
1. Definisi Human Immunodeficiency Virus-Acquired Immuno Deficiency
Syndrome
HIV-AIDS merupakan kumpulan gejala yang ditandai dengan melemahnya
kekebalan sel secara progresif, AIDS meningkatkan kerentanan terhadap infeksi
oportunistik dan kanker yang tidak biasa. Diagnosis yang ditegakkan berasal dari
korelasi yang cermat dari riwayat pasien dan fitur klinis dengan jumlah jenis sel T
tertentu (Maartens, Celum, & Lewin, 2014).
Nah, sekarang bagaimana dengan paparan dan angka kematian pada kasus
HIV-AIDS? Waktu antara kemungkinan terpajan virus human immunodeficiency
(HIV, agen penyebab AIDS) dan diagnosis rata-rata AIDS adalah 8 hingga 10
tahun. Pada anak-anak sepertinya memiliki waktu inkubasi yang lebih pendek,
yaitu dengan rata-rata 8 bulan. Di seluruh dunia, lebih dari 75% pasien AIDS
meninggal dalam 2 tahun setelah terdiagnosis. Pasien dengan HIV-positif
mungkin akan muncul tanpa gejala untuk beberapa periode (Joint United Nations
Programme on HIV/AIDS (UNAIDS)., 2015; UNAIDS, 2016; Wang et al., 2016).
7
	
2. Faktor risiko untuk AIDS
a. Kontak seksual dengan seseorang yang menderita AIDS atau yang berisiko
menderita
b. Penyalahgunaan I.V. baik saat ini maupun sebelumnya.
c. Transfusi darah atau produk darah.
Perlu Saudara ingat bahwa paparan AIDS baik secara prenatal dan perinatal
meningkatkan risiko AIDS pada bayi, seperti halnya menyusui jika ibu menderita
AIDS atau beresiko menderita AIDS (Maartens et al., 2014; Wang et al., 2016).
3. Tanda dan Gejala
Peserta didik yang berbahagia, sekarang kita membahas tentang apa saja tanda
dan gejala seseorang yang terinfeksi HIV/AIDS. Respon HIV pada setiap pasien
akan berbeda. Awalnya setelah infeksi HIV, pasien mungkin tidak menunjukkan
gejala atau dapat berkembang sindrom retroviral akut dengan gejala kelelahan
ekstreme, sakit kepala, demam, limfadenopati (pembesaran kelenjar getah bening
di dua tempat selain nodul inguinalis), diare, atau sakit tenggorokan. Gejala
biasanya berkembang 6 sampai 12 minggu setelah penularan HIV dan dapat
berlangsung beberapa hari hingga minggu. Gejala-gejala ini biasanya ringan dan
tidak menyerang untuk infeksi HIV.
Setelah fase asimtomatik yang diperpanjang, infeksi HIV yang tidak diobati
biasanya berlanjut ke tahap gejala ketika itu virus telah sangat merusak sistem
kekebalan tubuh. Pasien dapat menunjukkan tanda gejala sesak napas, demam,
penurunan berat badan, kelelahan, malam keringat, diare yang persisten, ulkus
kandidiasis oral atau vagina, kulit kering, lesi kulit, neuropati perifer, herpes
zoster (reaktifasi varisela virus zoster), kejang, atau demensia. Pada tahap akhir
infeksi HIV, AIDS didiagnosis ketika jumlah CD4 + T-limfosit di bawah 200 atau
infeksi dan penyakit oportunistik, dimana terjadi tanda dan gejala spesifik
(Maartens et al., 2014; Riza et al., 2014).
8
	
4. Penyebab:
AIDS disebabkan oleh infeksi HIV, dimana retrovirus ini berada di cairan
tubuh, seperti darah dan sperma. Cara penularan HIV termasuk diantaranya
adalah:
a. Kontak seksual, terutama yang berhubungan dengan trauma pada dubur
atau mukosa vagina
b. Transfusi darah atau produk darah yang terkontaminasi
c. Penggunaan jarum yang terkontaminasi
d. Penularan melalui plasenta dari ibu yang terinfeksi ke janin melalui kontak
serviks atau darah saat melahirkan
e. ASI dari wanita yang terinfeksi.
(Dheda et al., 2017; Maartens et al., 2014)
5. Fase-fase HIV
Fase-fase HIV dibagi menjadi beberapa tahap (Maartens et al., 2014; Wang et
al., 2016), diantaranya adalah:
a. Fase klinik 1
Tanpa gejala, limfadenopati (gangguan kelenjar /pembulu limfe) menetap
dan menyeluruh
b. Fase klinik 2
Penurunan BB (<10%) tanpa sebab. Infeksi saluran pernapasan atas
(sinusitis, tonsilitis, otitis media, pharyngitis) herpes zoster, infeksi sudut
bibir, ulkus mulut berulang.
c. Fase klinik 3
Penurunan BB (10%) tanpa sebab. kronik tanpa sebab sampai >1 bulan.
Demam menetap (intermiten atau tetap >1 bulan), kandidiasis oral menetap,
TB pulmonal (baru), plak putih pada mulut, infeksi bakteri berat misalnya:
pneunomia, emphyema (nanah di rongga tubuh terutama pleura, abses pada
otot sklet, infeksi sendi atau tulang), meningitis, bakteremia, gangguan
inflamasi berat pada pelvik, acute nekrotizin ulcerative stomatitis,
gingivitis atau periodontitis anemia yang penyebabnya tidak diketahui.
d. Fase klinik 4
9
	
Penderita menjadi kurus (HIV wasting syndrome), pneumocytis
pneunomia (pneunomia karena pneumokitis karinil), pneunomia bakteri
berulang, infeksi harpes simplex kronik (orolabial, genetalia anorektal >1
bulan), oesophageal kandidiasis, TBC ekstrapulmonal, citomegalovirus,
toksoplasma di system saraf pusat, HIV encephalopati, meningitis, infeksi
progesif multi fokal, limpoma, cervical carsinoma, leukoncephalopathy.
6. Asuhan Keperawatan
Setelah mengetahui tentang konsep teorinya, maka kita perlu belajar mengenai
asuhan keperawatan pada pasien dengan HIV/AIDS (Sue Moorhead, PhD, RN
Marion Johnson, PhD & Meridean L. Maas, PhD, 2013).
a. Pengkajian
1) Identitas pasien
Meliputi: nama, tempat/tanggal lahir, jenis kelamin, status kawin, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, No. MR.
2) Keluhan utama.
Dapat ditemukan pada pasien AIDS dengan manifestasi respiratori ditemui
keluhan utama sesak nafas. Keluhan utama lainnya ditemui pada pasien
penyakit HIV AIDS, yaitu demam yang berkepanjangan (lebih dari 3
bulan), diare kronis lebih dari 1 bulan berulang maupun terus menerus,
penurunan berat badan lebih dari 10%, batuk kronis lebih dari 1 bulan,
infeksi mulut dan tenggorokan disebabkan oleh jamur candida albikans,
pembengkakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh, munculnya herpes
zoster berulang dan bercak-bercak gatal diseluruh tubuh.
3) Riwayat kesehatan sekarang.
Dapat ditemukan keluhan yang biasanya disampaikan pasien HIVAIDS
adalah: pasien akan mengeluhkan napas sesak (dispnea) bagi pasien yang
memiliki manifestasi respiratori, batuk-batuk, nyeri dada, dan demam,
pasien akan mengeluhkan mual, dan diare serta penurunan berat badan
drastis.
4) Riwayat kesehatan dahulu
10
	
Biasanya pasien pernah dirawat karena penyakit yang sama. Adanya
riwayat penggunaan narkoba suntik, hubungan seks bebas atau
berhubungan seks dengan penderita HIV/AIDS, terkena cairan tubuh
penderita HIV/AIDS.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya pada pasien HIV AIDS adanya anggota keluarga yang menderita
penyakit HIV/ AIDS. Kemungkinan dengan adanya orangtua yang
terinfeksi HIV. Pengakajian lebih lanjut juga dilakukan pada riwayat
pekerjaan keluarga, adanya keluarga bekerja ditempat hiburan malam,
bekerja sebagai PSK (pekerja seks komersial).
6) Pola aktifitas sehari-hari (ADL) meliputi :
a) Pola presepsi dan tata laksana hidup sehat.
Biasanya pada pasien HIV/ AIDS akan mengalami perubahan atau
gangguan pada personal hygiene, misalnya kebiasaan mandi, ganti
pakaian, BAB dan BAK dikarenakan kondisi tubuh yang lemah, pasien
kesulitan melakukan kegiatan tersebut dan pasien biasanya cenderung
dibantu oleh keluarga atau perawat.
b) Pola nutrisi
Biasanya pasien dengan HIV / AIDS mengalami penurunan nafsu
makan, mual, muntah, nyeri menelan, dan juga pasien akan mengalami
penurunan berat badan yang cukup drastis dalam jangka waktu singkat
(terkadang lebih dari 10% BB).
c) Pola eliminasi
Biasanya pasien mengalami diare, feses encer, disertai mucus berdarah
d) Pola istrihat dan tidur
Biasanya pasien dengan HIV/ AIDS pola istirahat dan tidur mengalami
gangguan karena adanya gejala seperti demam dan keringat pada
malam hari yang berulang. Selain itu juga didukung oleh perasaan
cemas dan depresi terhadap penyakit.
e) Pola aktifitas dan latihan
Biasanya pada pasien HIV/ AIDS aktifitas dan latihan mengalami
perubahan. Ada beberapa orang tidak dapat melakukan aktifitasnya
11
	
seperti bekerja. Hal ini disebabkan mereka menarik diri dari
lingkungan masyarakat maupun lingkungan kerja, karena depresi
terkait penyakitnya ataupun karena kondisi tubuh yang lemah.
f) Pola perespsi dan kosep diri
Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami perasaan marah, cemas,
depresi dan stres.
g) Pola sensori kognitif
Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami penurunan pengecapan
dan gangguan penglihatan. Pasien juga biasanya mengalami penurunan
daya ingat, kesulitan berkonsentrasi, kesulitan dalam respon verbal.
Gangguan kognitif lain yang terganggu yaitu bisa mengalami
halusinasi.
h) Pola hubungan peran
Biasanya pada pasien HIV/AIDS akan terjadi perubahan peran yang
dapat mengganggu hubungan interpesonal yaitu pasien merasa malu
atau harga diri rendah.
i) Pola penanggulangan stress
Pada pasien HIV AIDS biasanya pasien akan mengalami cemas,
gelisah dan depresi karena penyakit yang dideritanya. Lamanya waktu
perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak berdaya
karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif
berupa marah, marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain-lain,
dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme
koping yang konstruktif dan adaptif.
j) Pola reproduksi seksual
Pada pasien HIV AIDS pola reproduksi seksualitasnya terganggu
karena penyebab utama penularan penyakit adalah melalui hubungan
seksual.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada pasien HIV AIDS tata nilai keyakinan pasien awalnya akan
berubah, karena mereka menganggap hal yang menimpa mereka
sebagai balasan perbuatan mereka. Adanya status perubahan kesehatan
12
	
dan penurunan fungsi tubuh mempengaruhi nilai kepercayaan pasien
dalam kehidupan mereka dan agama merupakan hal penting dalam
hidup pasien.
7) Pemeriksaan fisik
a) Gambaran umum: ditemukan pasien tampak lemah
b) Kesadaran: compos mentis, kooperatif, sampai terjadi penurunan
tingkat kesadaran, apatis, somnolen, stupor bahkan koma.
c) Vital sign: Tekanan Darah; biasanya ditemukan dalam batas normal,
nadi; terkadang ditemukan frekuensi nadi meningkat, pernapasan:
biasanya ditemukan frekuensi pernapasan meningkat, suhu; suhu
biasanya ditemukan meningkat krena demam, BB; biasanya
mengalami penurunan (bahkan hingga 10% BB), TB; Biasanya tidak
mengalami peningkatan (tinggi badan tetap).
d) Kepala: biasanya ditemukan kulit kepala kering karena dermatitis
seboreika
e) Mata: biasnya konjungtiva anemis, scelera tidak ikterik, pupil isokor,
refleks pupil terganggu
f) Hidung: biasanya ditemukan adanya pernapasan cuping hidung
g) Leher: kaku kuduk (penyebab kelainan neurologic karena infeksi
jamur Criptococus neofarmns)
l) Gigi dan mulut: biasanya ditemukan ulserasi dan adanya bercak-bercak
putih seperti krim yang menunjukan kandidiasis
m) Jantung: Biasanya tidak ditemukan kelainan
n) Paru-paru: Biasanya terdapat nyeri dada pada pasien AIDS yang
disertai dengan napas pendek (cusmaul)
o) Abdomen: Biasanya bising usus yang hiperaktif
p) Kulit: Biasanya ditemukan turgor kulit jelek, terdapatnya tanda-tanda
lesi (lesi sarkoma kaposi)
q) Ekstremitas: Biasanya terjadi kelemahan otot, tonus otot menurun,
akral dingin
b. Diagnosa Keperawatan:
13
	
1) Ketidakefektifan proteksi diri berhubungan dengan gangguan imunitas,
ketidakadekuatan status nutrisi, terapi IV dan prosedur invasive.
2) Risiko cedera terkait dengan gangguan mobilitas, kelemahan, kelelahan,
kemungkinan ketidakseimbangan elektrolit, gangguan neurologis, dan obat
penenang efek rasa sakit obat-obatan.
3) Koping tidak efektif terkait dengan penyakit terminal berpotensi dan
kelemahan progresif
c. Kriteria hasil dan Intervensi:
Diagnosa dan Kriteria Hasil Intervensi
Ketidakefektifan proteksi diri
berhubungan dengan gangguan
imunitas, ketidakadekuatan
status nutrisi, terapi IV dan
prosedur invasive.
Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x24 jam,
diharapkan masalah
ketidakefektifan perlindungan
diri pada pasien dapat teratasi,
dengan kriteria hasil :
1. Pasien akan tetap bebas dari
infeksi yang didapat di
rumah sakit.
2. Pasien akan menjelaskan
langkah-langkahnya
untuk menjaga integritas
kulit dan menghindari
infeksi.
Mandiri :
1. Identifikasi faktor risiko pasien, seperti
kondisi kulit, hasil laboratorium, pintu
masuk infeksi, dan keberadaan apa saja
infeksi
2. Perawat harus menggunakan tindakan
pencegahan standar dan teknik aseptik yang
ketat untuk semua pasien dan prosedur
3. Instruksikan pengunjung tentang teknik
untuk menghindari penularan infeksi,
seperti kebersihan tangan dan tidak
mengunjungi ketika mereka memiliki
infeksi. (Gunakan sangat hati-hati untuk
tidak membocorkan status HIV / AIDS
pasien ke pengunjung / keluarga.) Perawat
dengan infeksi, terutama infeksi
pernapasan, tidak boleh merawat pasien
dengan AIDS. (Jika Anda harus merawat
pasien, kenakan masker dan jelaskan
mengapa Anda memakainya.)
4. Promosikan integritas kulit dengan sering
memutar, mobilisasi optimal, penggunaan
14
	
Diagnosa dan Kriteria Hasil Intervensi
kasur pelindung dan bantalan kursi,
pengaplikasian emolien ke area kering, dan
perawatan yang cepat dari cedera.
5. Ajarkan strategi untuk perawatan kulit dan
menghindari infeksi kepada pasien.
Risiko cedera terkait dengan
gangguan mobilitas, kelemahan,
kelelahan, kemungkinan
ketidakseimbangan elektrolit,
gangguan neurologis, dan
obat penenang efek rasa sakit
obat-obatan.
Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x24 jam,
diharapkan masalah resiko
cidera pada pasien dapat
teratasi, dengan kriteria hasil :
Perawatan pasien dapat
dilakukan tanpa menimbulkan
cedera.
Mandiri
1. Identifikasi kemampuan dan kecacatan
pasien
2. Carilah potensi bahaya yang mungkin
terjadi di lingkungan (rumah sakit atau
rumah) dan hilangkan sebanyak mungkin
bahaya
3. Instruksikan pasien tentang cara
menghindari bahaya (jika secara kognitif
dan fisik dapat mematuhinya).
4. Anjurkan perawatan diri semaksimal
mungkin tanpa melelahkan pasien.
5. Bantu dengan kegiatan perawatan sesuai
kebutuhan.
Koping tidak efektif terkait
dengan penyakit terminal
berpotensi dan kelemahan
progresif
Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x24 jam,
diharapkan masalah koping
Mandiri
1. Membangun dan memelihara hubungan
terapeutik yang terbuka dan saling percaya
2. Dorong pasien untuk mengungkapkan
perasaan dan kekhawatiran. Hubungi
penasihat, penasihat spiritual, atau
dukungan AIDS pekerja jika pasien begitu
menginginkannya.
3. Berikan pasien dengan informasi yang
15
	
Diagnosa dan Kriteria Hasil Intervensi
tidak efektif pada pasien dapat
teratasi, dengan kriteria hasil :
Pasien menunjukkan
kemampuan koping yang efektif
diinginkan atau rujuk ke orang lain yang
dapat memberikan informasi.
4. Tanyakan apakah pasien menginginkan
informasi tentang kelompok pendukung dan
mengaturnya.
	
B. Asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus Tuberculosis
1. Definisi Tuberculosis
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis. TB utamanya mempengaruhi paru-paru, meskipun
daerah lain, seperti ginjal, hati, otak, dan tulang, mungkin terpengaruh juga. M.
tuberculosis adalah basil tahan asam, yang berarti kapan itu diwarnai di
laboratorium dan kemudian dicuci dengan asam, noda tetap, atau tetap "cepat." M.
tuberculosis dapat hidup tempat-tempat gelap di dahak kering selama berbulan-
bulan, tetapi beberapa jam di sinar matahari dapat langsung membunuhnya.
Penyakit ini dapat disebarkan melalui udara dari orang yang terinfeksi (Dheda et
al., 2017; Sia & Wieland, 2011).
2. Etiologi Tuberculosis
Kondisi tempat tinggal yang padat atau berventilasi buruk membuat pasien
mudah berisiko terinfeksi TB. Meskipun TBC dapat menginfeksi kelompok umur
apa saja, namun pada lansia mempunyai resiko lebih tinggi. Lansia mungkin telah
tertular penyakit cukup banyak pada tahun sebelumnya, tetapi dapat aktif kembali
karena proses penuaan mengurangi fungsi kekebalan tubuh. Pasien dengan AIDS
dan penyalahgunaan alcohol kronis punya risiko sangat tinggi karena mereka
fungsi kekebalan tubuh mereka terganggu (Dheda et al., 2017). 	
3. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala TBC aktif ditandai dengan batuk produktif kronis, dahak
bercampur darah, dan keluar keringat di malamhari tanpa aktivitas. Pasien
mungkin akan mengalami demam ringan. Jika pengobatan yang efektif tidak
16
	
dimulai, maka akan terjadi fibrosis paru, hemoptisis, dan penurunan berat badan
progresif (Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever, 2015).
4. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin muncul dapat terjadi apabila penyebaran basil
tuberkulosis terjadi ke seluruh tubuh dan mengakibatkan radang selaput dada,
perikarditis, peritonitis, meningitis, tulang dan infeksi sendi, infeksi
genitourinarius atau gastrointestinal, atau infeksi di organ lainnya (Smeltzer et al.,
2015).
5. Asuhan Keperawatan
Setelah mengetahui tentang konsep teorinya, maka kita perlu belajar mengenai
asuhan keperawatan pada pasien dengan tuberculosis (Marion, 2013; Smeltzer et
al., 2015).
a. Pengkajian
1) Identitas pasien
Meliputi: nama, tempat/tanggal lahir, jenis kelamin, status kawin, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, No. MR.
2) Keluhan utama.
Keluhan batuk, timbul paling awal dan merupakan gangguan yang paling
sering dikeluhkan. Perawat harus menanyakan apakah keluhan batuk
bersifat non produkti/produktif atau sputum bercampur darah.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama. Lakukan
pertanyaan yang bersifat ringkas sehingga jawaban yang diberikan pasien
hanya kata “Ya” atau ”Tidak” atau hanya dengan anggukan dan gelengan
kepala. Apabila keluhan utama adalah batuk, maka perawat harus
menanyakan sudah berapa lama keluhan batuk muncul (onset). Apakah
ada keluhan lain seperti demam, keringat malam, atau menggigil.
Tanyakan apakah batuk disertai sputum kental atau tidak, Apakah pasien
mampu melakukan batuk efektif untuk mengeluarkan sekret.
4) Pemeriksaan Fisik
17
	
a) Keadaan Umum dan Tanda-Tanda Vital
(1) Keadaan umum pada pasien dengan TB paru dapat dilakukan secara
selintas pandang dengan menilai keadaan fisik tiap bagian tubuh.
Selain itu, perlu dinilai secara umum tentang kesadaran pasien terdiri
atas composmentis, apatis, somnolen, sopor, soporkoma, atau koma.
(2) Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada pasien TB paru biasanya
didapatkan peningktan suhu tubuh secra signifikan, frekuensi napas
meningkat apabila disertai sesak napas, denyut nadi biasanya
meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi
pernapasan, dan tekanan darah biasanya sesuai dengan adanya
penyakit penyulit seperti hipertensi.
b) B1 (Breathing)
(1) Inspeksi bentuk dada, gerakan pernapasan, batuk, sputum.
(2) Palpasi
Palpasi trakhea, gerakan dinding thoraks/ekskrusi pernapasan, getaran
suara (vocal fremitus).
(3) Perkusi
Pada pasien TB paru minimal tanpa komplikasi, biasanya akan
didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru.
(4) Auskultasi
(5) Pada pasien dengan TB paru didapatkan bunyi napas tambahan
(ronkhi) pada sisi yang sakit.
c) B2 (Blood)
(1) Inspeksi
Inspeksi tentang adanya parut dan keluhan kelemahan fisik.
(2) Palpasi
Denyut nadi perifer melemah
(3) Perkusi
Batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru dengan efusi pleura
massif mendorong ke sisi sehat.
d) B3 (Brain)
18
	
Kesadaran biasanya composmentis ditemukan adanya sianosi perifer
apabila gangguan perfusi jaringan berat.
e) B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Oleh
karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut
merupakan tanda awal dari syok. Pasien diinformasikan agar terbiasa
dengan urine yang berwarna jingga pekat dan berbau yang menandakan
fungsi ginjal masih normal sebagai ekskresi karena meminum OAT
terutama Rifampisin.
f) B5 (Bowel)
Pasien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan, dan
penurunan berat badan.
g) B6 (Bone)
Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada pasien dengan TB paru.
Gejala yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola
hidup menetap, dan jadwal olahraga menjadi tak teratur
b. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul:
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan ventilasi atau
perfusi
2) Bersihan jalan napas yang tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang
berlebihan
3) Pola pernapasan tidak efektif berhubungan dengan kecemasan atau nyeri
c. Kriteria hasil dan intervensi
Diagnosa dan Kriteria Hasil Intervensi
Gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan penurunan
ventilasi atau perfusi	
Kriteria Hasil
Mandiri :
1. Kaji suara paru-paru, pernapasan tingkat
dan upaya, penggunaan otot accecorius
2. Amati kulit dan selaput lender sianosis.
3. Kaji derajat dispnea
19
	
Diagnosa dan Kriteria Hasil Intervensi
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x24 jam,
diharapkan gangguan pertukaran
gas pada pasien dapat teratasi,
dengan kriteria hasil :
1. Peningkatan
gas darah arteri atau
oksimetri nadi
2. Pernyataan tingkat dispnea
yang dapat diterima.
4. Pantau munculnya tanda-tanda
kebingungan atau perubahan status mental.
5. Pantau nilai gas darah arteri dan oksimetri
seperti yang diperintahkan.
6. Tinggikan kepala tempat tidur atau bantu
pasien bersandar di meja ranjang.
7. Ajarkan latihan relaksasi pasien.
8. Untuk penyakit kronis, ajar pasien
diafragma
9. Dorong pasien untuk berhenti merokok
10. Untuk dispnea berat, tanyakan kepada
dokter tentang perlunya diberikan morfin
sulfat melalui intravena
Bersihan jalan napas yang tidak
efektif berhubungan dengan
sekresi yang berlebihan	
Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x24 jam,
diharapkan bersihan jalan napas
yang tidak efektif pada pasien
dapat teratasi, dengan kriteria
hasil :
1. Suara napas jernih
2. Kemampuan untuk
mengeluarkan sekret.
1. Kaji suara paru-paru di keempat lobusnya
2. Monitor jumlah, warna, dan konsistensi
dahak.
3. Dorong asupan cairan oral
4. Anjurkan pasien untuk batuk dan
bernapas dalam-dalam setiap jam
5. Berikan ekspektoran sesuai perintah dokter
6. Jika pasien tidak dapat mengeluarkan
sekretnya, lakukan suction
7. Lakukan fisioterapi dada
Pola pernapasan tidak efektif
berhubungan dengan kecemasan
atau nyeri
1. Kaji pernapasan meliputi rate dan usahan
napas
2. Monitor gas darah dan saturasi oksigen
3. Pastikan menyelesaikan penyebab pola
20
	
Diagnosa dan Kriteria Hasil Intervensi
Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x24 jam,
diharapkan pola pernapasan
yang tidak efektif pada pasien
dapat teratasi, dengan kriteria
hasil :
1. Tingkat pernapasan antara
12 dan 20 per menit
2. Hasil gas darah arteri dan
saturasi oksigen dalam
kisaran normal pasien.
nafas yang tidak efektif
4. Posisikan pasien Semi Fowler
5. Ajari pasien pernafasan diafragma
C. Asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus Infark Miokard Akut
(IMA) dan syok kardiogenik
Pernahkah Saudara mendengar tentang angin duduk? Tahukah Saudara
apa sebenarnya angin duduk itu? Betul sekali. Orang awam biasanya menyebut
serangan jantung dengan istilah angin duduk. Penyakit jantung iskemik adalah
penyebab utama kematian di kalangan orang dewasa di AS, terhitung lebih dari
500.000 kematian setiap tahun. Penyakit aterosklerotik pada arteri koroner
epikardial - disebut penyakit arteri koroner, atau PAK - menyumbang sebagian
besar pasien dengan penyakit jantung iskemik. Gejala utama dari PAK adalah
nyeri dada, dan perhatian terhadap potensi PAK dan iskemia miokard
berkontribusi pada > 8 juta kunjungan setiap tahun ke U.S. Pada populasi dewasa
dengan nyeri dada akut, sekitar 15% pasien akan mengalami sindrom koroner akut
(ACS). Pasien dengan ACS, sekitar sepertiga memiliki AMI, dan sisanya
memiliki angina yang tidak stabil (Smeltzer et al., 2015).
21
	
Gambar 1 Klasifikasi Infark Miokard Akut
(Basavanthappa & Basavanthappa, 2011)
1. Gejala Klinis
Gejala utama penyakit jantung iskemik adalah nyeri dada, dan riwayat
harus mencirikan keparahannya, lokasi, radiasi, durasi, dan kualitas. Selain itu,
adanya gejala yang terkait, seperti mual, muntah, diaphoresis, dyspnea, pusing
ringan, sinkop, dan palpitasi. Riwayat mengenai onset dan durasi gejala, aktivitas
yang memicu gejala, dan evaluasi sebelumnya untuk gejala serupa harus
dipastikan. Gejala iskemia miokard akut sering akan digambarkan sebagai
ketidaknyamanan daripada sebagai rasa sakit. Gejala anginal termasuk tekanan
dada, berat, sesak, kepenuhan, atau meremas. Kurang umum tetapi tidak jarang,
pasien akan menggambarkan gejala mereka seperti pisau, tajam, atau menusuk.
Lokasi klasik adalah substernal atau di dada kiri. Penjalaran ke lengan, leher, atau
rahang dapat terjadi. Nyeri di dinding dada yang dapat direproduksi tidak jarang,
mungkin karena perikardium bisa menjadi meradang, dan duduk di bawah dinding
dada (Smeltzer et al., 2015).
Latihan, stres, atau lingkungan dingin secara klasik mencetuskan angina
pektoris. Angina biasanya memiliki durasi gejala <10 menit, kadang-kadang
berlangsung hingga 10 hingga 20 menit, dan biasanya membaik dalam waktu 2
hingga 5 menit setelah istirahat atau nitrogliserin. Namun, deskripsi klasik awal
22
	
angina menggambarkan episode sesingkat 2 menit. Sebaliknya, AMI biasanya
disertai dengan ketidaknyamanan dada yang lebih lama dan berat, gejala terkait
yang lebih menonjol (mual, diaphoresis, sesak napas, dll), dan sedikit, jika ada,
respon awal terhadap nitrogliserin sublingual. Mudah lelah mungkin menjadi
gejala utama ACS, terutama pada wanita.
Tanyakan juga ke pasien frekuensi episode angina dan perubahan
frekuensi episode selama beberapa bulan terakhir. Tentukan apakah ada
peningkatan keparahan atau lamanya gejala, atau apakah lebih sedikit upaya yang
diperlukan untuk memicu gejala. Presentasi dengan fitur atipikal atau iskemia
miokard diam adalah umum. Hasil dari kasus dilaporkan bahwa, 37,5% wanita
dan 27,4% pria hadir tanpa nyeri dada. Hingga 30% pasien dengan AMI yang
diidentifikasi dalam studi longitudinal secara klinis tidak dikenali. Beberapa
pasien dalam penelitian ini memiliki gejala atipikal dan tidak mencari bantuan
medis. Orang lain tidak bisa mengingat gejala apa pun. Prognosis untuk pasien
dengan gejala atipikal (kelelahan, kelemahan, tidak merasa baik,
ketidaknyamanan yang tidak jelas) pada saat infark lebih buruk daripada pasien
dengan gejala yang lebih khas. Perempuan dan orang tua lebih cenderung
memiliki presentasi atipikal. Hingga setengah pasien dengan angina tidak stabil
hadir dengan fitur atipikal (Smeltzer et al., 2015).
2. Penatalaksanaan
Perawatan acute coronaria syndrome/ACS bersifat individual,
berdasarkan durasi dan persistensi gejala, riwayat jantung, dan temuan pada
pemeriksaan fisik dan EKG awal. Secara umum, pasien dengan gejala persisten
dan STEMI harus menerima reperfusi dengan intervensi koroner perkutan
(percutaneous coronary intervention/PCI) atau terapi fibrinolitik. Sasaran sistem
untuk reperfusi adalah PCI dalam 90 menit sejak kedatangan UGD, atau
fibrinolisis dalam 30 menit setelah kedatangan UGD jika PCI tidak dapat dicapai
dalam 90 menit. Namun, data dari Global Registry of Acute Coronary Events
menunjukkan bahwa pada tahun 2006, tujuan ini terlewatkan pada 52% pasien
yang menerima fibrinolisis dan 42% dari mereka yang menjalani PCI. Setiap
institusi yang merawat pasien ACS harus mengembangkan protokol dengan
23
	
definisi yang jelas tentang pasien mana yang harus diobati dengan metode
reperfusi mana, pada akhirnya menentukan strategi dominan yang akan digunakan
tergantung pada kemampuannya.
Gambar 2 Tanda gejala umum IMA (AHA, 2015)
Pengobatan dengan agen antiplatelet, antitrombin, antagonis, dan nitrat
direkomendasikan untuk kebanyakan pasien STEMI. Angiotensin-converting
enzyme (ACE) inhibitor harus dipertimbangkan, berdasarkan gejala, tanda-tanda
vital, dan ada atau tidak adanya gagal jantung; Namun, obat-obatan ini jarang
dimulai pada masa pengobatan awal. Identifikasi NSTEMI sebagai pemicu untuk
terapi yang direkomendasikan biasanya disertai dengan biomarker positif, yang
sering terjadi pada pasien di UGD. Pasien dengan angina tidak stabil atau
NSTEMI harus diobati dengan agen antiplatelet dan antitrombin serta antagonis,
dan, mungkin, nitrat. Pasien yang refrakter terhadap terapi ini atau dengan
24
	
penanda jantung positif dan mereka yang dijadwalkan untuk menjalani PCI juga
mendapat manfaat dari penggunaan Antagonis GP IIb / IIIa (Smeltzer et al.,
2015).
3. Tindakan Umum
Akses IV dan pemantauan elektrokardiografi lanjutan harus dilakukan
pada semua pasien dengan ACS (STEMI, NSTEMI, dan angina tidak stabil).
Oksigen tambahan harus diberikan kepada pasien dengan hipoksia (pulse
oximetry <90%), dan pedoman menyatakan bahwa adalah wajar untuk
memberikan 2 L oksigen melalui kanula hidung untuk pasien dengan saturasi
oksigen normal (Smeltzer et al., 2015).
4. Syok kardiogenik
Syok kardiogenik adalah keadaan akut penurunan curah jantung yang
mengakibatkan perfusi jaringan tidak memadai meskipun volume sirkulasi yang
adekuat atau berlebihan. Syok kardiogenik tetap menjadi penyebab utama
kematian pada pasien dengan infark miokard akut (AMI) yang mencapai rumah
sakit hidup. Kejadian guncangan kardiogenik yang tepat sulit untuk dipastikan
karena pasien yang meninggal sebelum presentasi di rumah sakit tidak diberikan
diagnosis. Namun, bagi mereka yang mencapai rumah sakit hidup, kejadiannya
sekitar 6% hingga 8%, dan tetap konstan selama tiga dekade terakhir. Selama
dekade terakhir, strategi revaskularisasi dini, baik dengan intervensi koroner
perkutan atau bypass arteri koroner, telah terbukti lebih unggul dari terapi medis
awal yang agresif. Meskipun ada kemajuan ini, sekali syok kardiogenik
didiagnosis, mortalitas tetap tinggi (~ 50%), dengan separuh kematian terjadi
dalam 48 jam pertama setelah gejala muncul (Smeltzer et al., 2015).
Faktor risiko syok kardiogenik tercantum dalam Tabel 1. Semakin banyak
faktor risiko yang ada, semakin besar jumlah miokard yang rentan dan semakin
besar kemungkinan syok kardiogenik. Identifikasi dini peningkatan risiko
mungkin menunjukkan strategi reperfusi yang lebih agresif untuk mencegah syok
kardiogenik.
25
	
Tabel 1 Faktor resiko syok kardiogenik
Tua
Wanita
Kejadian iskemik akut
atau yang berkaitan
dengan hal-hal berikut:
• Fraksi ejeksi terganggu
• Infark luas (bukti kebocoran myocellular yang
besar)
• Proksimal kiri anterior arteri oklusi arteri desenden
• Lokasi infark miokardial anterior
• Terkait dengan penyakit multivessel
Riwayat medis
sebelumnya
• Infark miokard sebelumnya
• Gagal jantung kongestif
• Diabetes
5. Pemeriksaan fisik
Syok kardiogenik ditandai dengan hipoperfusi dan sering, tetapi tidak
selalu, disertai dengan hipotensi. Hipoperfusi serebral dapat menyebabkan
perubahan status mental, dan output urin mungkin menurun. TD sistolik biasanya
<90 mm Hg, meskipun bisa lebih tinggi dengan hipertensi yang sudah ada
sebelumnya. BP yang lebih tinggi dapat mencerminkan peningkatan kompensasi
dalam SVR. Tekanan nadi <20 mm Hg dapat terbukti, karena vasokonstriksi
ekstrim. Sinus takikardia kompensatory adalah umum. Kecuali pasien sudah
lanjut ke tahap kelelahan pernafasan atau respirasi agonal, takipnea sering terjadi.
Pemeriksaan paru menunjukkan rales karena adanya edema paru. Distensi vena
jugularis dan refleks jugularis perut positif biasanya ada. Namun, dengan infark
ventrikel kanan (RV), bidang paru mungkin jelas meskipun hipotensi dan distensi
vena jugularis. Pasien biasanya pucat atau cyanotic dan mungkin memiliki kulit
yang teraba dingin. Edema perifer menunjukkan gagal jantung yang sudah ada
sebelumnya. Diaforesis menunjukkan aktivasi sistem saraf simpatik (Smeltzer et
al., 2015).
26
	
Gambar 3 Syok Kardiogenik (Basavanthappa & Basavanthappa, 2011)
Jika titik jantung impuls maksimal biasanya berada, syok mungkin
disebabkan oleh kejadian akut. Jika titik impuls maksimal secara lateral bergeser
dan berdifusi dari renovasi dan pembesaran jantung, penyakit jantung yang lama
dapat diduga. Seperempat kasus syok kardiogenik terjadi setelah IMA disebabkan
oleh komplikasi mekanis. Oleh karena itu, pemeriksaan yang cermat untuk
murmur sistolik keras atau baru harus menjadi bagian dari evaluasi awal.
Regurgitasi mitral akut dapat terjadi akibat ruptur korda tendinea atau disfungsi
otot papiler. Ruptur chordae tendinea ditandai dengan murmur holosistolik lembut
di apeks memancar ke aksila, tetapi sering dikaburkan oleh rales. Dengan
disfungsi otot papiler, murmur dimulai dengan bunyi jantung pertama tetapi
berakhir sebelum yang kedua. Defek septum ventral akut (VSD) berhubungan
dengan murmur parasternal kiri holosistolik keras yang baru, seringkali dengan
sensasi yang teraba, yang menurunkan intensitas saat tekanan intraventrikular
menyamakan (Basavanthappa & Basavanthappa, 2011; Smeltzer et al., 2015).
6. Penatalaksanaan
Dalam setting pra-rumah sakit, tim medis harus mempertimbangkan
mengarahkan pasien syok kardiogenik yang dicurigai ke fasilitas yang memiliki
27
	
pompa balon intra-aorta dan kemampuan revaskularisasi jantung darurat 24 jam
(yaitu, tim bypass jantung). Manajemen awal berfokus pada stabilitas saluran
napas dan meningkatkan fungsi pompa miokard. Diagnosis, terapi, dan
pengaturan untuk perawatan jantung definitif harus dilanjutkan secara bersamaan
(Basavanthappa & Basavanthappa, 2011).
Saluran napas
Oksigen tambahan tidak boleh ditahan karena kekhawatiran tentang retensi
CO2. Kegagalan pernafasan akut atau akut membutuhkan ventilasi mekanis
segera. Tekanan saluran udara positif berkelanjutan atau tekanan saluran udara
positif dapat memberikan dukungan saluran napas sementara, tetapi metode ini
membutuhkan pasien yang kooperatif dan stabil secara hemodinamik, yang paling
tidak termasuk dengan syok kardiogenik. Intubasi endotrakeal sering diperlukan
untuk mempertahankan oksigenasi dan ventilasi. Namun, perubahan pada
ventilasi tekanan positif dapat menurunkan preload dan curah jantung dan
memperburuk hipotensi. Dokter harus mengantisipasi kejadian ini dan bersiap
untuk mengadministrasikan bolus cairan, dengan tidak adanya kemacetan paru,
atau memulai vasopressor atau inotropin yang tepat (Basavanthappa &
Basavanthappa, 2011; Smeltzer et al., 2015).
Stabilisasi
Pemantauan fungsi jantung dan akses IV diperlukan. Hipoksia,
hipovolemia, gangguan irama, kelainan elektrolit, dan perubahan asam-basa harus
diperbaiki sesegera mungkin. Pemasangan kateter dapat digunakan untuk
memantau output urin dalam melihat keseimbangan cairan. Kateter arteri
pulmonal dan pemantauan hemodinamik harus dipertimbangkan pada semua
pasien yang tidak stabil (Basavanthappa & Basavanthappa, 2011; Calder & Boyd,
2014).
28
	
7. Asuhan Keperawatan
Setelah mengetahui tentang konsep teorinya, maka kita perlu belajar mengenai
asuhan keperawatan pada pasien dengan infark miokard akut (Marion, 2013;
Smeltzer et al., 2015).
a. Pengkajian
1) Identitas pasien
Meliputi: nama, tempat/tanggal lahir, jenis kelamin, status kawin, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, No. MR.
2) Keluhan utama Infark Miokard Akut (IMA)
Keluhan utama yang timbul pada pasien dengan Infark Miokard Akut
(IMA) yaitu nyeri dada yang khas (seperti tertekan, berat, atau penuh).
Infark Miokard Akut (IMA) banyak ditemukan pada pekerja swasta atau
karyawan swasta.
3) Riwayat kesehatan sekarang
a) Kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur.
b) Faktor perangsang nyeri yang spontan.
c) Kualitas nyeri: rasa nyeri digambarkan dengan rasa sesak yang berat
atau mencekik.
d) Lokasi nyeri: dibawah atau sekitar leher, dengan dagu belakang, bahu
atau lengan.
e) Beratnya nyeri: dapat dikurangi dengan istirahat atau pemberian nitrat.
f) Waktu nyeri: berlangsungbeberapa jam atau hari, selama serangan
pasien memegang dada atau menggosok lengan kiri.
g) Diaforasis, muntah, mual, kadang-kadang demam, dispnea.
h) Syndrom syock dalam berbagai tingkatan.
4) Riwayat kesehatan dahulu
a) Riwayat pembuluh darah arteri.
b) Riwayat merokok.
c) Kebiasaan olahraga yang tidak teratur.
d) Riwayat Diabetes Melitus, hipertensi, gagal jantung kongestif.
e) Riwayat penyakit pernafasan kronis.
29
	
5) Riwayat kesehatan keluargaRiwayat keluarga penyakit jantung atau Infark
Miokard Akut (IMA), Diabetes Melitus, stroke, hipertensi, penyakit
vaskuler periver.
6) Keadaan Umum
Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran pasien Infark Miokard Akut
(IMA) biasanya baik atau kompos mentis (CM) dan akan berubah sesuai
tingkat gangguan yang melibatkan perfusi sistem saraf pusat.
a) B1 (Breathing)
Pasien terlihat sesak, frekuensi napas melebihi normal dan mengeluh
sesak napas seperti tercekik. Dispnea kardiak biasanya ditemukan.
Sesak napas terjadi akibat pengerahan tenaga dan disebabkan oleh
kenaikan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri yang meningkatkan
tekanan vena pulmonalis. Hal ini terjadi karena terdapat kegagalan
peningkatan curah darah oleh ventrikel kiri pada saat melakukan
kegiatan fisik. Dispnea kardiak pada Infark Miokardium yang kronis
dapat timbul pada saat istirahat.
b) B2 (Blood)
(1) Inspeksi
Adanya jaringan parut pada dada pasien. Keluhan lokasi nyeri
biasanya didaerah substernal atau nyeri diatas perikardium.
Penyebaran nyeri dapat meluas didada. Dapat terjadi nyeri dan
ketidakmampuan menggerakkan bahu dan tangan.
(2) Palpasi
Denyut nadi perifer melemah. Thrill pada Infark Miokard Akut (IMA)
tanpa komplikasi biasanya ditemukan.
(3) Auskultasi
Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume sekuncup
yang disebabkan Infark Miokard Akut (IMA). Bunyi jantung tambahan
akibatkelainan katup biasanya tidak ditemukan pada Infark Miokard
Akut (IMA) tanpa komplikasi.
(4) Perkusi
Batas jantung tidak mengalami pergeseran.
30
	
c) B3 (Brain)
Kesadaran umum pasien biasanya CM. Tidak ditemukan sianosi
perifer. Pengkajian obyektif pasien, yaitu wajah meringis, perubahan
postur tubuh, menangis, merintih, meregang, dan menggeliat yang
merupakan respon dari adanya nyeri dada akibat infark pada
miokardium.
d) B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan
pasien. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguripada
pasien dengan Infark Miokard Akut (IMA) karena merupakan tanda
awal syok kardiogenik.
e) B5 (Bowel)
Pasien biasanya mengalami mual dan muntah. Pada palpasi abdomen
ditemukan nyeri tekan pada ke empat kuadran, penurunan peristaltik
usus yang merupakan tanda utama Infark Miokard Akut (IMA).
f) B6 (Bone)
Aktivitas pasien biasanya mengalami perubahan. Pasien sering merasa
kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, pola hidup menetap, dan
jadwal olahraga tidak teratur. Tanda klinis lain yang ditemukan adalah
takikardi, dispnea pada saat istirahat maupun saat beraktivitas.
b. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul:
1) Nyeri (akut) berhubungan dengan iskhemia otot jantung sekunder terhadap
sumbatan arteri coroner.
2) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan inotropik
(iskemia miokard transien/memanjang, efek obat)
c. Kriteria hasil dan intervensi
Diagnosa dan Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri (akut) berhubungan dengan
iskhemia otot jantung sekunder
1. Monitor lokasi, durasi, intensitas, dan
radiasi rasa sakit; gunakan skala 0
31
	
Diagnosa dan Kriteria Hasil Intervensi
terhadap sumbatan arteri koroner
Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x24 jam,
diharapkan masalah nyeri pada pasien
dapat teratasi, dengan kriteria hasil :
Pasien mengatakan mampu mengatasi
nyeri
hingga 10.
2. Pantau tekanan darah, denyut nadi, dan
pernapasan.
3. Kolaborasikan pemeriksaan EKG seperti
yang diperintahkan.
4. Berikan oksigen sesuai dengan indikasi
5. Instruksikan pasien untuk beristirahat
saat nyeri muncul.
6. Tetap bersama pasien sampai nyeri dada
menghilang.
7. Kolaborasikan pemberian obat sesuai
dengan instruksi dokter
Penurunan curah jantung berhubungan
dengan perubahan inotropik (iskemia
miokard transien/memanjang, efek
obat)
Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x24 jam,
diharapkan masalah penurunan curah
jantung berhubungan dengan
perubahan inotropik (iskemia miokard
transien/memanjang, efek obat) dapat
teratasi, dengan kriteria hasil :
1. Pasien akan mempertahankan
curah jantung yang memadai dan
perfusi jaringan.
2. Pasien akan menunjukkan
tanda-tanda peningkatan curah
jantung dan perfusi jaringan.
1. Pantau tekanan darah, nadi, dan haluaran
urin.
2. Auskultasi suara paru-paru.
3. Pantau sirkulasi perifer, pulsa, CRT,
edema, warna, dan suhu.
4. Pantau EKG.
5. Berikan obat sesuai dengan instruksi
dokter, seperti vasodilator, beta blockers,
calcium channel blockers dan cardiac
glycoside.
6. Motivasi dan berikan istirahat yang
cukup, lingkungan yang tenang,
posisikan semi-Fowler.
7. Amati nyeri atipikal seperti itu sebagai
nyeri rahang atau tidak nyeri dengan
dispnea atau
kelelahan.
8. Amati pasien dengan cermat efek
samping dari obat.
32
	
D. Asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus Diabetes Mellitus
1. Definisi
Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok penyakit metabolik yang
dikarakteristikan oleh hiperglikemia akibat defek pada sekresi insulin, aksi
insulin, atau keduanya. Hiperglikemia lebih lanjut menghasilkan komplikasi akut
dan kronik penyakit, yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang
signifikan. Centers for Disease Control and Prevention, 2 20,8 juta orang, atau
7% dari populasi AS, menderita diabetes, dimana 6,2 juta tidak terdiagnosis. Satu
dari setiap 400 hingga 600 anak-anak dan remaja memiliki diabetes tipe 1.
Diabetes adalah penyakit serius yang dapat menyebabkan komplikasi seperti
kebutaan, gagal ginjal, serangan jantung, dan stroke. Ini adalah penyebab utama
amputasi ekstremitas bawah di Amerika Serikat. Dengan pendidikan yang baik
dan perawatan diri, pasien diabetes dapat mencegah atau menunda komplikasi ini
dan menjalani hidup yang produktif dan penuh. Peran utama perawat adalah
membantu pasien belajar untuk merawat dirinya sendiri secara efektif
(Basavanthappa & Basavanthappa, 2011; “Standards of medical care in diabetes-
2009,” 2010).
Diabetes mellitus adalah sekelompok penyakit metabolik yang ditandai
dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia) akibat cacat pada
sekresi insulin, aksi insulin, atau kedua. Biasanya sejumlah glukosa beredar dalam
darah. Itu sumber utama glukosa ini adalah penyerapan makanan yang dicerna di
saluran gastrointestinal (GI) dan pembentukan glukosa oleh itu hati dari makanan
zat. Insulin, hormon yang diproduksi oleh pankreas, mengontrol itu kadar glukosa
dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanan glukosa. Dalam
keadaan diabetes, sel-sel mungkin berhenti merespons insulin atau pankreas dapat
berhenti berproduksi insulin sepenuhnya. Ini mengarah ke hiperglikemia, yang
dapat mengakibatkan akut komplikasi metabolik seperti diabetes ketoasidosis
(DKA) dan sindrom hiperglikemik hiperosmolar nonketotik (HHNS) (Smeltzer et
al., 2015).
Efek jangka panjang hiperglikemia berkontribusi terhadap makrovaskular
komplikasi (penyakit arteri koroner, penyakit serebrovaskular, dan penyakit
33
	
pembuluh darah perifer), komplikasi mikrovaskular kronis (penyakit ginjal dan
mata), dan neuropatik komplikasi (penyakit pada saraf, kegelisahan).
Ada beberapa jenis diabetes mellitus; mereka mungkin berbeda dalam
penyebab, perjalanan klinis, dan perawatan. Klasifikasi utama diabetes adalah:
a. Diabetes tipe 1 (sebelumnya disebut sebagai ketergantungan insulin
diabetes mellitus)
b. Diabetes tipe 2 (sebelumnya disebut sebagai diabetes yang tidak
tergantung mellitus)
c. Diabetes mellitus gestasional
2. Etiologi
Beberapa etiologi penyebab diabetes mellitus adalah (Basavanthappa &
Basavanthappa, 2011; Smeltzer et al., 2015):
a. Kegemukan, obesitas, dan aktivitas fisik
Seseorang mungkin akan beresiko mengalami diabetes tipe 2 jika tidak
aktif secara fisik dan kelebihan berat badan atau obesitas. Berat badan berlebih
kadang-kadang menyebabkan resistensi insulin dan umum terjadi pada orang
dengan diabetes tipe 2. Lokasi lemak tubuh juga membuat perbedaan. Lemak
perut ekstra terkait dengan resistensi insulin, diabetes tipe 2, dan penyakit
jantung dan pembuluh darah.
b. Resistensi insulin
Diabetes tipe 2 biasanya dimulai dengan adanya resistensi insulin, suatu
kondisi di mana otot, hati, dan sel-sel lemak tidak dapat menggunakan insulin
dengan baik. Akibatnya, tubuh membutuhkan lebih banyak insulin untuk
membantu glukosa memasuki sel. Pada awalnya, pankreas mengeluarkan lebih
banyak insulin untuk memenuhi kebutuhan tambahan. Seiring dengan waktu,
pankreas tidak dapat menghasilkan cukup insulin, dan kadar glukosa darah
meningkat.
c. Gen dan riwayat keluarga
Seperti pada diabetes tipe 1, gen tertentu dapat membuat seseorang lebih
mungkin untuk mengalami diabetes tipe 2. Penyakit ini cenderung menyerang
keluarga dan lebih sering terjadi pada kelompok ras / etnis ini: Afrika
34
	
Amerika, Pribumi Alaska, Indian Amerika, Orang Amerika Asia, Hispanik /
Latin, Hawaii asli, Kepulauan Pasifik
3. Klasifikasi
Secara umum, diabetes mellitus dapat dikategorikan menjadi tiga tipe,
diantaranya adalah: Diabetes Mellitus Tipe 1, Diabetes Mellitus Tipe 2, dan
Diabetes Gestasional (Smeltzer et al., 2015).
a. Diabetes Tipe 1
Diabetes tipe 1 ditandai dengan penghancuran sel beta pankreas.
Diperkirakan bahwa gabungan faktor genetik, imunologi, dan kemungkinan
lingkungan (misalnya, virus) berkontribusi pada penghancuran sel beta.
Meskipun peristiwa yang menyebabkan penghancuran sel beta tidak
sepenuhnya dipahami, umumnya diterima bahwa kerentanan genetik
merupakan faktor yang mendasari umum dalam pengembangan diabetes tipe
1. Orang tidak mewarisi diabetes tipe 1 itu sendiri; sebaliknya, mereka
mewarisi kecenderungan genetik, atau kecenderungan, untuk mengalami
diabetes tipe 1. Kecenderungan genetik ini telah ditemukan pada orang dengan
tipe HLA (human leukocyte antigen) tertentu. HLA mengacu pada
sekelompok gen yang bertanggung jawab untuk transplantasi antigen dan
proses kekebalan lainnya.
Sekitar 95% dari ras Kaukasia dengan diabetes tipe 1 menunjukkan jenis
HLA spesifik (DR3 atau DR4). Risiko diabetes tipe 1 meningkat tiga sampai
lima kali pada orang yang memiliki salah satu dari dua tipe HLA ini. Risiko
meningkat 10 hingga 20 kali pada orang yang memiliki tipe DR3 dan DR4
HLA (dibandingkan dengan populasi umum). Diabetes yang tergantung dari
kekebalan umumnya berkembang selama masa kanak-kanak dan remaja, tetapi
dapat terjadi pada usia berapa pun. Ada juga bukti respons autoimun pada
diabetes tipe 1, dimana ini adalah respons abnormal di mana antibodi
diarahkan terhadap jaringan normal tubuh, menanggapi jaringan ini seolah-
olah mereka adalah asing. Auto antibodi terhadap sel islet dan melawan
insulin endogen (internal) telah terdeteksi pada orang pada saat diagnosis dan
bahkan beberapa tahun sebelum perkembangan tanda klinis diabetes tipe 1.
35
	
Gambar 4 Mekanisme terjadinya Diabetes Mellitus Tipe 1 (Smeltzer, et al,
2015)
Selain komponen genetik dan imunologi, faktor lingkungan, seperti virus atau
racun, yang dapat memicu penghancuran sel beta sedang diselidiki. Terlepas dari
etiologi spesifik, penghancuran sel beta menghasilkan penurunan produksi insulin,
produksi glukosa yang tidak terkendali oleh hati, dan hiperglikemia puasa. Selain
itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan di hati tetapi tetap
dalam aliran darah dan berkontribusi terhadap hiperglikemia pasca makan (setelah
makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah melebihi ambang ginjal untuk
glukosa, biasanya 180 hingga 200 mg / dL (9,9 hingga 11,1 mmol / L), ginjal
mungkin tidak menyerap kembali semua glukosa yang tersaring; glukosa
kemudian muncul di urin (glukosuria).
Ketika kelebihan glukosa diekskresikan dalam urin, hal ini dapat disertai
dengan kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebihan. Kondisi ini disebut
dengan diuresis osmotik. Ini terjadi karena insulin biasanya menghambat proses
glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan proses glukoneogenesis
(produksi glukosa baru dari asam amino dan substrat lainnya). Pada orang dengan
defisiensi insulin, proses ini terjadi dalam cara yang tidak terkendali dan
berkontribusi lebih jauh terhadap hiperglikemia. Selain itu, kerusakan lemak juga
terjadi, menghasilkan peningkatan produksi badan keton, yang merupakan produk
sampingan dari kerusakan lemak (American Diabetes Association, 2018;
Basavanthappa & Basavanthappa, 2011; Smeltzer et al., 2015).
36
	
b. Diabetes Tipe 2
Dua masalah utama yang berkaitan dengan insulin pada diabetes tipe 2 adalah
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Resistensi insulin mengacu pada
penurunan sensitivitas jaringan terhadap insulin. Biasanya, insulin berikatan
dengan reseptor khusus pada permukaan sel dan memulai serangkaian reaksi yang
terlibat dalam metabolisme glukosa. Pada diabetes tipe 2, reaksi intraseluler ini
berkurang, sehingga sel kurang efektif dalam merangsang ambilan glukosa oleh
jaringan dan pada pengaturan pelepasan glukosa oleh hati (Gambar 5) (Smeltzer et
al., 2015).
Gambar 5 Mekanisme terjadinya Diabetes Mellitus Tipe 2 (Smeltzer, et al,
2015)
Mekanisme pasti yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin pada diabetes tipe 2 tidak diketahui, meskipun faktor genetik dianggap
berperan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah penumpukan
glukosa dalam darah, peningkatan jumlah insulin harus disekresikan untuk
mempertahankan kadar glukosa pada tingkat normal atau sedikit meningkat.
Namun, jika sel-sel beta tidak dapat mengikuti peningkatan permintaan insulin,
kadar glukosa meningkat, dan diabetes tipe 2 berkembang. Meskipun gangguan
sekresi insulin yang merupakan karakteristik diabetes tipe 2, ada cukup insulin
yang hadir untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi tubuh keton yang
menyertainya. Oleh karena itu, DKA tidak biasanya terjadi pada diabetes tipe 2.
37
	
Diabetes tipe 2 yang tidak terkontrol dapat menyebabkan masalah akut lain,
HHNS.
Diabetes tipe 2 terjadi paling sering pada orang yang lebih tua dari 30 tahun
yang mengalami obesitas, meskipun insidennya meningkat pada orang dewasa
muda. Karena berhubungan dengan lambat (selama bertahun-tahun), intoleransi
glukosa progresif, onset diabetes tipe 2 mungkin tidak terdeteksi selama bertahun-
tahun. Jika gejala yang dialami, mereka sering ringan dan mungkin termasuk
kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka kulit yang menyembuhkan buruk,
infeksi vagina, atau penglihatan kabur (jika kadar glukosa sangat tinggi). Untuk
sebagian besar pasien (sekitar 75%), diabetes tipe 2 terdeteksi secara kebetulan
(misalnya, ketika tes laboratorium rutin atau ophthalmoscopic examinations
dilakukan) (Basavanthappa & Basavanthappa, 2011; Smeltzer et al., 2015).
Salah satu konsekuensi dari diabetes yang tidak terdeteksi adalah bahwa
komplikasi diabetes jangka panjang (misalnya penyakit mata, neuropati perifer,
penyakit pembuluh darah perifer) mungkin telah berkembang sebelum diagnosis
sebenarnya diabetes dibuat. Karena resistensi insulin dikaitkan dengan obesitas,
pengobatan utama diabetes tipe 2 adalah penurunan berat badan. Latihan juga
penting dalam meningkatkan efektivitas insulin. Agen antidiabetik oral dapat
ditambahkan jika diet dan olahraga tidak berhasil mengendalikan kadar glukosa
darah. Jika dosis maksimum dari satu kategori obat oral gagal untuk mengurangi
tingkat glukosa hingga tingkat yang memuaskan, agen oral tambahan dapat
digunakan. Insulin dapat ditambahkan ke terapi agen oral, atau pasien dapat
pindah ke terapi insulin sepenuhnya. Beberapa pasien memerlukan insulin secara
berkelanjutan, dan yang lain mungkin memerlukan insulin secara sementara
selama periode stres fisiologis akut, seperti penyakit atau pembedahan.
c. Diabetes Gestasional
Diabetes gestasional adalah tingkat intoleransi glukosa dimana onsetnya
terjadi selama kehamilan. Hiperglikemia berkembang selama kehamilan karena
sekresi hormon plasenta, yang menyebabkan resistensi insulin. Untuk wanita yang
memenuhi satu atau lebih dari kriteria berikut, skrining selektif untuk diabetes
selama kehamilan sekarang sedang direkomendasikan antara kehamilan 24 dan 28
minggu: usia 25 tahun atau lebih; umur 25 tahun atau lebih muda dan obesitas;
38
	
riwayat keluarga diabetes pada saudara tingkat pertama; atau anggota kelompok
etnis / ras dengan prevalensi diabetes yang tinggi (misalnya Hispanik Amerika,
Penduduk Asli Amerika, Amerika Asia, Amerika Afrika).
Diabetes gestasional terjadi pada hingga 14% wanita hamil dan meningkatkan
risiko mereka untuk gangguan hipertensi selama kehamilan. Manajemen awal
termasuk modifikasi pola makan dan pemantauan glukosa darah. Jika
hiperglikemia berlanjut, insulin diresepkan. Agen antidiabetik oral tidak boleh
digunakan selama kehamilan. Tujuan untuk kadar glukosa darah selama
kehamilan adalah 105 mg / dL (5,8 mmol / L) atau kurang sebelum makan dan
120 mg / dL (6,7 mmol / L) atau kurang 2 jam setelah makan.
Setelah melahirkan bayi, kadar glukosa darah pada wanita dengan gestational
diabetes kembali normal. Namun, banyak wanita yang memiliki diabetes
gestasional mengembangkan diabetes tipe 2 di kemudian hari. Oleh karena itu,
semua wanita yang memiliki diabetes gestasional harus dikonseling untuk
mempertahankan berat badan ideal mereka dan untuk berolahraga secara teratur
untuk mengurangi risiko diabetes tipe 2 (Smeltzer et al., 2015; “Updates to the
Standards of Medical Care in Diabetes-2018,” 2018).
4. Tanda dan Gejala
Gejala klasik diabetes mellitus termasuk polydipsia (haus berlebihan), poliuria
(buang air kecil berlebihan), dan polifagia (kelaparan berlebihan). Glukosa tidak
mampu untuk memasuki sel, sehingga menyebabkan sel-sel menjadi kelaparan.
Jumlah glukosa dalam darah yang meningkat ini menyebabkan peningkatan serum
konsentrasi, atau osmolalitas. Tubulus ginjal tidak mampu menyerap kembali
semua kelebihan glukosa yang disaring oleh glomeruli, dan hasil glikosuria.
Jumlah tubuh yang besar air diperlukan untuk mengeluarkan glukosa ini,
menyebabkan poliuria, nokturia, dan dehidrasi. Meningkatnya osmolalitas dan
dehidrasi menyebabkan polidipsia. Glukosa darah tinggi juga bisa menyebabkan
kelelahan, penglihatan kabur, sakit perut, dan sakit kepala. Keton dapat
menumpuk dalam darah dan urin penderita diabetes tipe 1 (ketoasidosis)
(Basavanthappa & Basavanthappa, 2011; Simons et al., 2018).
39
	
5. Komplikasi
Penderita diabetes berisiko mengalami berbagai komplikasi. Komplikasi akut
terkait dengan tinggi dan rendah gula darah kadar dapat diobati dan seringkali bisa
dicegah dengan tepat (Basavanthappa & Basavanthappa, 2011; Smeltzer et al.,
2015).
a. Hiperglikemia
Ketika kalori yang dimakan melebihi insulin tersedia atau glukosa
digunakan, glukosa darah tinggi (hiperglikemia) terjadi. Yang paling
Penyebab umum hiperglikemia adalah makan lebih banyak daripada
resep rencana makan. Penyebab utama lainnya adalah stres. Menekankan
menyebabkan pelepasan hormon melawan, termasuk epinefrin, kortisol,
hormon pertumbuhan, dan glukagon. Ini semua hormon meningkatkan kadar
glukosa darah. Dalam diri seseorang tanpa diabetes, ini adalah fungsi adaptif.
Namun demikian pasien dengan diabetes tidak dapat mengkompensasi
peningkatan glukosa darah dengan peningkatan sekresi insulin, dan terjadi
hiperglikemia.
Pasien harus bisa mengenali tanda dan gejala kadar glukosa darah tinggi
dan tahu apa yang harus dilakukan jika mereka terjadi. Bagi banyak pasien, ini
mirip dengan gejala yang mereka alami ketika pertama kali didiagnosis
menderita diabetes. Glukosa darah tinggi kronis level bisa menyebabkan
komplikasi jangka panjang.
b. Hipoglikemia
Glukosa darah rendah, atau hipoglikemia, terjadi ketika tidak tersedia
cukup glukosa sehubungan dengan sirkulasi insulin. Kondisi ini kadang-
kadang disebut sebagai reaksi insulin. Hipoglikemia biasanya didefinisikan
sebagai kadar glukosa darah di bawah 50 mg / dL, walaupun pasien mungkin
merasakan gejalanya tingkat yang lebih tinggi atau lebih rendah. Kadang-
kadang, gejala muncul sebagai akibat penurunan glukosa darah yang cepat,
meskipun tingkat glukosa aktual normal atau tinggi. Penyebab hipoglikemia
mungkin termasuk melewatkan makan, berolahraga lebih banyak
dari biasa, atau secara tidak sengaja memberikan terlalu banyak insulin.
Sebuah episode hipoglikemik sesekali, diobati tepat, harus tidak menyebabkan
40
	
komplikasi kronis. Diulang atau sangat glukosa darah rendah kadar dapat
menyebabkan neurologis kerusakan karena tidak ada cukup glukosa untuk
fungsi otak. Oleh karena itu penting untuk mengajari pasien bagaimana
caranya mencegah dan memperlakukan gula darah rendah. Gejala glukosa
darah rendah termasuk kelaparan, berkeringat, muka pucat, tremor, palpitasi,
dan sakit kepala. Ini gejala disebabkan oleh aktivasi system saraf simpatis.
6. Penatalaksanaan
Manajemen keperawatan pasien dengan diabetes dapat melibatkan pengobatan
berbagai gangguan fisiologis, tergantung pada status kesehatan pasien dan apakah
pasien baru didiagnosis atau mencari perawatan untuk masalah kesehatan yang
tidak terkait. Karena semua pasien diabetes harus menguasai itu
konsep dan keterampilan yang diperlukan untuk manajemen jangka panjang
diabetes dan potensi komplikasinya, pendidikan dasar yang solid diperlukan untuk
perawatan diri yang kompeten dan merupakan sedang berlangsung fokus pada
keperawatan (Smeltzer et al., 2015; “Updates to the Standards of Medical Care in
Diabetes-2018,” 2018).
Diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang membutuhkan seumur hidup
perilaku manajemen diri khusus. Karena diet, fisik aktivitas, dan stres fisik dan
emosional mempengaruhi kontrol diabetes, pasien harus belajar menyeimbangkan
banyak faktor. Mereka harus belajar keterampilan perawatan diri harian untuk
mencegah fluktuasi akut dalam darah glukosa, dan mereka juga harus
memasukkan banyak gaya hidup mereka perilaku preventif untuk menghindari
diabetes jangka panjang komplikasi. Pasien diabetes harus memiliki pengetahuan
tentang nutrisi, efek obat dan efek samping, olahraga, perkembangan penyakit,
strategi pencegahan, teknik pemantauan glukosa darah, dan penyesuaian obat.
Selain itu, mereka harus mempelajari keterampilan terkait dengan pemantauan
dan pengelolaan diabetes dan harus memasukkan banyak kegiatan baru ke dalam
rutinitas harian mereka (“Updates to the Standards of Medical Care in Diabetes-
2018,” 2018).
41
	
	
Gambar 6 Lokasi tempat penyuntikan insulin (Smeltzer, et al, 2015)
7. Asuhan Keperawatan
Setelah mengetahui tentang konsep teorinya, maka kita perlu belajar mengenai
asuhan keperawatan pada pasien dengan diabetes mellitus (Marion, 2013;
Smeltzer et al., 2015).
a. Pengkajian
1) Riwayat Kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya pasien masuk ke RS dengan keluhan nyeri, kesemutan pada
ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan
bola mata cekung, sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah,
kesemutan, lemah otot, disorientasi, lethargi, koma dan bingung.
b) Riwayat kesehatan lalu
Biasanya pasien DM mempunyai riwayat hipertensi, penyakit jantung
seperti infark miokard akut
c) Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM
2) Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
a) Pemeriksaan Fisik
(1) Pemeriksaan Vital Sign
42
	
Yang terdiri dari tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu. Tekanan
darah dan pernafasan pada pasien dengan pasien DM bisa tinggi atau
normal, Nadi dalam batas normal, sedangkan suhu akan mengalami
perubahan jika terjadi infeksi.
(2) Pemeriksaan Kulit
Kulit akan tampak pucat karena Hb kurang dari normal dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan tidak elastis, kalau sudah
terjadi komplikasi kulit terasa gatal.
(3) Pemeriksaan Leher
Biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid, kelenjar getah
bening, dan JVP (Jugularis Venous Pressure) normal 5-2 cmH2.
(4) Pemeriksaan Dada (Thorak)
Pada pasien dengan penurunan kesadaran, acidosis metabolic,
pernafasan cepat dan dalam.
(5) Pemeriksaan Jantung (Cardiovaskuler)
Pada keadaan lanjut bisa terjadi adanya kegagalan sirkulasi.
(6) Pemeriksaan Abdomen
Dalam batas normal
(7) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Sering BAK
(8) Pemeriksaan Muskuloskeletal
Sering merasa lelah dalam melakukan aktifitas, sering merasa
kesemutan
(9) Pemeriksaan Ekstremitas
Kadang terdapat luka pada ekstermitas bawah bisa terasa nyeri, bisa
terasa baal
(10) Pemeriksaan Neurologi
GCS: 15
Kesadaran Compos mentis Cooperative (CMC)
b) Pemeriksaan laboratorium
(1) Pemeriksaan darah
43
	
Pemeriksaan darah meliputi: GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120
mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl; Aseton plasma (aseton):
positif secara mencolok; Osmolaritas serum: meningkat tapi < 330 m
osm/lt; Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis
metabolik), Alkalosis respiratorik; Trombosit darah: mungkin
meningkat (dehidrasi), leukositosis, hemokonsentrasi, menunjukkan
respon terhadap stress/infeksi; Ureum/kreatinin: mungkin meningkat/
normal lochidrasi/ penurunan fungsi ginjal; Amilase darah: mungkin
meningkat > pankacatitis akut; Insulin darah: mungkin menurun
sampai tidak ada (pada tipe I), normal sampai meningkat pada tipe II
yang mengindikasikan insufisiensi insulin.
(2) Pemeriksaan fungsi tiroid
Peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah
dan kebutuhan akan insulin.
(3) Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui
perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ),
dan merah bata ( ++++ ).
(4) Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang
sesuai dengan jenis kuman.
3) Fungsional Gordon
a) Pola persepsi
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata
laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak
gangren kaki diabetuk sehingga menimbulkan persepsi yang negatif
terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur
pengobatan dan perawatan yang lama, lebih dari 6 juta dari penderita DM
tidak menyadari akan terjadinya resiko Kaki diabetik bahkan mereka takut
akan terjadinya amputasi
44
	
b) Pola nutrisi metabolik
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka
kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan
keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan
menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan
terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi
status kesehatan penderita. Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor
kulit jelek, mual/muntah.
c) Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa
pada urine (glukosuria). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
d) Pola aktivitas dan latihan
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan
tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan bahkan
sampai terjadi koma. Adanya luka gangren dan kelemahan otot – otot pada
tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan
aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah mengalami
kelelahan.
e) Pola tidur dan istirahat
Istirahat tidak efektif Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka, sehingga
pasien mengalami kesulitan tidur.
f) Kognitif persepsi
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada
luka sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan mengalami
penurunan, gangguan penglihatan.
g) Persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh,
lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan
menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada
keluarga (self esteem).
45
	
h) Peran hubungan
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita
malu dan menarik diri dari pergaulan.
i) Seksualitas
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi
sehingga menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan kualitas maupun
ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme.
Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan
terjadi impoten pada pria. Risiko lebih tinggi terkena kanker prostat
berhubungan dengan nefropati
j) Koping toleransi
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan
tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang
negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain,
dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme
koping yang konstruktif / adaptif.
k) Nilai Kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka
pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi
mempengaruhi pola ibadah penderita.
b. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul:
1) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan untuk mengabsorbsi nutrisi
2) Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan asupan
makanan, ketidakadekuatan monitor glukosa darah, kurangan ketaatan
dalam manajemen diabetes
3) Risiko untuk pemeliharaan kesehatan yang tidak efektif terkait dengan
defisit pengetahuan pada pasien dengan diabetes mellitus yang baru
didiagnosis.
46
	
c. Kriteria hasil dan intervensi
Diagnosa dan Kriteria Hasil Intervensi
Ketidakseimbangan nutrisi:
kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk
mengabsorbsi nutrisi
Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x24 jam,
diharapkan masalah
ketidakseimbangan nutrisi:
kurang dari kebutuhan tubuh
pada pasien dengan
diabetes mellitus yang baru
didiagnosis, dengan kriteria
hasil:
1. Intake nutrisi adekuat
2. Intake makanan adekuat
3. Intake cairan dalam batas
normal
4. Energi cukup
5. Indeks masa tubuh dalam
batas normal
Manajemen Nutrisi
1. Mengkaji adanya pasien alergi terhadap
makanan
2. Berkolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis gizi
yang dibutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan gizi pasien
3. Mengatur pola makan dan gaya hidup
pasien
4. Mengajarkan pasien bagaimana pola makan
sehari- hari yang sesuai dengan kebutuhan
5. Memantau dan mencatat masukan kalori
dan nutrisi
6. Timbang berat badan pasien dengan
interval yang sesuai
7. Memberikan informasi yang tepat tentang
kebutuhan nutrisi dan bagaimana cara
memenuhinya
8. Membantu pasien untuk menerima program
gizi yang dibutuhkan
Therapy nutrisi
1. Memantau makanan dan minuman yang
dimakan dan hitung intake kalori sehari
yang sesuai
2. Memantau ketepatan anjuran diet untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi sehari-
hariyang sesuai
3. Berkolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis gizi
47
	
Diagnosa dan Kriteria Hasil Intervensi
yang dibutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan gizi pasien
4. Memberikan makanan sesuai dengan diet
yang dianjurkan
5. Memantau hasil laboratorium
6. Mengajari keluarga dan pasien secara
tertulis contoh diet yang dianjurkan
Monitor Gizi
1. Memantau berat badan pasien
2. Memantau turgor kulit
3. Memantau mual dan muntah
4. Memantau albumin, total protein, Hb,
hematokrit, dan elektrolit
5. Memantau tingkat energi, lemah, letih, rasa
tidak enak
6. Memantau apakah konjungtiva pucat,
kemerahan, atau kering
7. Memantau intake nutrisi dan kalori
Resiko ketidakstabilan kadar
glukosa darah berhubungan
dengan asupan makanan,
ketidakadekuatan monitor
glukosa darah, kurangan
ketaatan dalam manajemen
diabetes
Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x24 jam,
diharapkan masalah resiko
Managemen Hiperglikemia
1. Memantau peningkatan gula darah
2. Memantau gejala hiperglikemia, poliuria,
polidipsi, poliphagi, dan kelelahan.
3. Memantau urin keton
4. Memberikan insulin yang sesuai
5. Memantau status cairan
6. Antisipasi situasi dalam persyaratan
pemberian insulin
7. Membatasi gerakan ketika gula darah diatas
250 mg/dl, terutama apabila terdapat urin
keton
48
	
Diagnosa dan Kriteria Hasil Intervensi
ketidakstabilan kadar glukosa
darah, dengan kriteria hasil:
8. Mendorong pasien untuk memantau gula
darah
Manajemen hipoglikemia
1. Mengenali pasien dengan resiko
hipoglikemia
2. Memantau gula darah
3. Memantau gejala hipoglikemia
seperti:tremor, berkeringat, gugup,
tacikardi, palpitasi, mengigil, perubahan
perilaku, coma.
4. Memberikan karbohidrat sederhana yang
sesuai
5. Memberikan glukosa yang sesuai
6. Melaporkan segera pada dokter
7. Memberikan glukosa melalui IV
8. Memperhatikan jalan nafas
9. Mempertahankan akses IV
10. Lindungi jangan sampai cedera
11. Meninjau peristiwa terjadinya hipoglikemia
dan faktor penyebabnya
12. Memberikan umpan balik mengenai
manajemen hipoglikemia
13. Mengajarkan pasien dan keluarga
mengenai gejala, faktor resiko, pencegahan
hipoglikemia
14. Menganjurkan pasien memakan karbohidrat
yang simple setiap waktu
Risiko untuk pemeliharaan
kesehatan yang tidak efektif
1. Kaji pengetahuan tentang perawatan diri
pada diabetes.
49
	
Diagnosa dan Kriteria Hasil Intervensi
terkait dengan defisit
pengetahuan pada pasien
dengan
diabetes mellitus yang baru
didiagnosis.
Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x24 jam,
diharapkan masalah risiko
untuk pemeliharaan kesehatan
yang tidak efektif terkait
dengan defisit pengetahuan
pada pasien dengan
diabetes mellitus yang baru
didiagnosis, dengan kriteria
hasil:
• Tingkat glukosa darah
dalam parameter yang
normal
• Pasien menyatakan
kepuasan dengan
pemahaman perawatan diri
diabetes.
2. Bantu pasien untuk bekerja sama dengan
penyedia layanan kesehatan dalam
menentukan level glukosa darah yang tepat
dan tindakan yang akan dilakukan apabila
kadar glukosa darahnya terlalu tinggi atau
terlalu rendah.
3. Ajari pasien untuk mengukur kadar glukosa
sebelum makan dan sebelum tidur atau
seperti yang disarankan oleh penyedia
layanan kesehatan. Memastikan bahwa
pasien tahu bagaimana caranya untuk
melakukan monitoring glukosa dan
petunjuk penggunaanya dirumah.
4. Ajari pasien bagaimana caranya
memberikan insulin atau agen hipoglikemik
oral. Pastikan pasien makan pada jam yang
sesuai dengan pemberian obat-obatan.
5. Ajari pasien cara pemberian insulin
6. Obervasi gejala hipoglikemia dan
hiperglikemia. Ajari penyebab, pencegahan
dan perawatan hipoglikemia dan
hiperglikemia.
(Pontali et al., 2015; Riza et al., 2014; Sia & Wieland, 2011; WHO, 2016)

More Related Content

What's hot

Sistem Bisnis dan Manajemen Rumah Sakit
Sistem Bisnis dan Manajemen Rumah SakitSistem Bisnis dan Manajemen Rumah Sakit
Sistem Bisnis dan Manajemen Rumah Sakitzulmach .
 
Makalah Analisis dan Evaluasi Sistem Informasi Rekam Medik
Makalah Analisis dan Evaluasi Sistem Informasi Rekam MedikMakalah Analisis dan Evaluasi Sistem Informasi Rekam Medik
Makalah Analisis dan Evaluasi Sistem Informasi Rekam MedikAhmad Fajar
 
Densitometer kelompok 3 DIII ank
Densitometer kelompok 3 DIII ankDensitometer kelompok 3 DIII ank
Densitometer kelompok 3 DIII ankfarid miftah
 
Surveilans TBC
Surveilans TBC Surveilans TBC
Surveilans TBC Riri Santu
 
Format evaluasi awal dan catatan implementasi mpp 2019
Format evaluasi awal  dan catatan implementasi mpp 2019Format evaluasi awal  dan catatan implementasi mpp 2019
Format evaluasi awal dan catatan implementasi mpp 2019nurilisza
 
Anatomi dan Fisiologi Sistem Kardiovaskuler
Anatomi dan Fisiologi Sistem KardiovaskulerAnatomi dan Fisiologi Sistem Kardiovaskuler
Anatomi dan Fisiologi Sistem KardiovaskulerYesi Tika
 
AUDIT PROGRAM PPI, Novita Simbolon.pptx
AUDIT PROGRAM PPI, Novita Simbolon.pptxAUDIT PROGRAM PPI, Novita Simbolon.pptx
AUDIT PROGRAM PPI, Novita Simbolon.pptxAlmunawarArt
 
Pemeriksaan Lab dan Diagnostik
Pemeriksaan Lab dan DiagnostikPemeriksaan Lab dan Diagnostik
Pemeriksaan Lab dan DiagnostikSulistia Rini
 
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK USIA 17 BULAN (TODDLER) DENGAN DIARE
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK USIA 17 BULAN (TODDLER) DENGAN DIARE ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK USIA 17 BULAN (TODDLER) DENGAN DIARE
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK USIA 17 BULAN (TODDLER) DENGAN DIARE Fransiska Oktafiani
 
Kuliah 1 dan 2 pendahuluan &amp; 2-osteologi
Kuliah 1 dan 2  pendahuluan &amp; 2-osteologiKuliah 1 dan 2  pendahuluan &amp; 2-osteologi
Kuliah 1 dan 2 pendahuluan &amp; 2-osteologimohamad andre galang
 
Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan (Respirasi)
Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan (Respirasi)Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan (Respirasi)
Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan (Respirasi)pjj_kemenkes
 

What's hot (20)

ILTB DAN TPT TBC.pptx
ILTB DAN TPT TBC.pptxILTB DAN TPT TBC.pptx
ILTB DAN TPT TBC.pptx
 
Sistem Bisnis dan Manajemen Rumah Sakit
Sistem Bisnis dan Manajemen Rumah SakitSistem Bisnis dan Manajemen Rumah Sakit
Sistem Bisnis dan Manajemen Rumah Sakit
 
Makalah Analisis dan Evaluasi Sistem Informasi Rekam Medik
Makalah Analisis dan Evaluasi Sistem Informasi Rekam MedikMakalah Analisis dan Evaluasi Sistem Informasi Rekam Medik
Makalah Analisis dan Evaluasi Sistem Informasi Rekam Medik
 
Densitometer kelompok 3 DIII ank
Densitometer kelompok 3 DIII ankDensitometer kelompok 3 DIII ank
Densitometer kelompok 3 DIII ank
 
Surveilans TBC
Surveilans TBC Surveilans TBC
Surveilans TBC
 
Format evaluasi awal dan catatan implementasi mpp 2019
Format evaluasi awal  dan catatan implementasi mpp 2019Format evaluasi awal  dan catatan implementasi mpp 2019
Format evaluasi awal dan catatan implementasi mpp 2019
 
Anatomi dan Fisiologi Sistem Kardiovaskuler
Anatomi dan Fisiologi Sistem KardiovaskulerAnatomi dan Fisiologi Sistem Kardiovaskuler
Anatomi dan Fisiologi Sistem Kardiovaskuler
 
AUDIT PROGRAM PPI, Novita Simbolon.pptx
AUDIT PROGRAM PPI, Novita Simbolon.pptxAUDIT PROGRAM PPI, Novita Simbolon.pptx
AUDIT PROGRAM PPI, Novita Simbolon.pptx
 
Laporan Pendahuluan MALARIA (LP)
Laporan Pendahuluan MALARIA (LP)Laporan Pendahuluan MALARIA (LP)
Laporan Pendahuluan MALARIA (LP)
 
Pemeriksaan Lab dan Diagnostik
Pemeriksaan Lab dan DiagnostikPemeriksaan Lab dan Diagnostik
Pemeriksaan Lab dan Diagnostik
 
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK USIA 17 BULAN (TODDLER) DENGAN DIARE
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK USIA 17 BULAN (TODDLER) DENGAN DIARE ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK USIA 17 BULAN (TODDLER) DENGAN DIARE
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK USIA 17 BULAN (TODDLER) DENGAN DIARE
 
Slide pmkp
Slide pmkpSlide pmkp
Slide pmkp
 
Bab iii &amp;_iv[1]
Bab iii &amp;_iv[1]Bab iii &amp;_iv[1]
Bab iii &amp;_iv[1]
 
Dt endokarditis infektif
Dt endokarditis infektifDt endokarditis infektif
Dt endokarditis infektif
 
Influenza
InfluenzaInfluenza
Influenza
 
Kuliah 1 dan 2 pendahuluan &amp; 2-osteologi
Kuliah 1 dan 2  pendahuluan &amp; 2-osteologiKuliah 1 dan 2  pendahuluan &amp; 2-osteologi
Kuliah 1 dan 2 pendahuluan &amp; 2-osteologi
 
Power point ikm 11
Power point   ikm 11Power point   ikm 11
Power point ikm 11
 
Istilah istilah anatomi
Istilah istilah anatomiIstilah istilah anatomi
Istilah istilah anatomi
 
Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan (Respirasi)
Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan (Respirasi)Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan (Respirasi)
Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan (Respirasi)
 
PEDOMAN MESO NAKES
PEDOMAN MESO NAKESPEDOMAN MESO NAKES
PEDOMAN MESO NAKES
 

Similar to M4 kb1 keperawatan medikal

M6 kb1 infeksi nosokomial
M6 kb1   infeksi nosokomialM6 kb1   infeksi nosokomial
M6 kb1 infeksi nosokomialppghybrid4
 
M5 kb3 kesehatan jiwa_rev4
M5 kb3 kesehatan jiwa_rev4M5 kb3 kesehatan jiwa_rev4
M5 kb3 kesehatan jiwa_rev4ppghybrid4
 
M2kb4 asuhan keperawatan dan pelayanan prima
M2kb4   asuhan keperawatan dan pelayanan primaM2kb4   asuhan keperawatan dan pelayanan prima
M2kb4 asuhan keperawatan dan pelayanan primappghybrid4
 
Kpk.m2kb3 promosi kesehatan
Kpk.m2kb3   promosi kesehatanKpk.m2kb3   promosi kesehatan
Kpk.m2kb3 promosi kesehatanppghybrid4
 
Materi 1 M2KB1 : Keebijakan Pemerintah Tentang Asisten Tenaga Kesehatan
Materi 1 M2KB1 :  Keebijakan Pemerintah Tentang Asisten Tenaga KesehatanMateri 1 M2KB1 :  Keebijakan Pemerintah Tentang Asisten Tenaga Kesehatan
Materi 1 M2KB1 : Keebijakan Pemerintah Tentang Asisten Tenaga Kesehatanppghybrid4
 
M5 kb2 kesehatan keluarga
M5 kb2 kesehatan keluargaM5 kb2 kesehatan keluarga
M5 kb2 kesehatan keluargappghybrid4
 
M4 kb2 keperawatan bedah
M4 kb2 keperawatan bedahM4 kb2 keperawatan bedah
M4 kb2 keperawatan bedahppghybrid4
 
M4 kb4 kegawatdaruratan non trauma
M4 kb4   kegawatdaruratan non traumaM4 kb4   kegawatdaruratan non trauma
M4 kb4 kegawatdaruratan non traumappghybrid4
 
M5 kb1 keperawatan komunitas dan geriatrik
M5 kb1 keperawatan komunitas dan geriatrikM5 kb1 keperawatan komunitas dan geriatrik
M5 kb1 keperawatan komunitas dan geriatrikppghybrid4
 
Modul mpi 5 pemberdayaan masyarakat_29 okt 2020 fina_lok
Modul  mpi 5 pemberdayaan masyarakat_29 okt 2020 fina_lokModul  mpi 5 pemberdayaan masyarakat_29 okt 2020 fina_lok
Modul mpi 5 pemberdayaan masyarakat_29 okt 2020 fina_lokBidangTFBBPKCiloto
 
14.-Buku-Panduan-Departemen-Ilmu-Kedokteran-Forensik-dan-Medikolegal.pdf
14.-Buku-Panduan-Departemen-Ilmu-Kedokteran-Forensik-dan-Medikolegal.pdf14.-Buku-Panduan-Departemen-Ilmu-Kedokteran-Forensik-dan-Medikolegal.pdf
14.-Buku-Panduan-Departemen-Ilmu-Kedokteran-Forensik-dan-Medikolegal.pdfJocelinNathaniela1
 
M3 kb1 teori kebutuhan dasar manusia
M3 kb1 teori kebutuhan dasar manusia M3 kb1 teori kebutuhan dasar manusia
M3 kb1 teori kebutuhan dasar manusia ppghybrid4
 
Materi M1KB1 : Konsep Dasar Komunikasi
Materi M1KB1 :  Konsep Dasar KomunikasiMateri M1KB1 :  Konsep Dasar Komunikasi
Materi M1KB1 : Konsep Dasar Komunikasippghybrid4
 
Keperawatan kegawat daruratan iv
Keperawatan kegawat daruratan ivKeperawatan kegawat daruratan iv
Keperawatan kegawat daruratan ivpjj_kemenkes
 
Panduan praktik klinik keperawatan kegawat daruratan
Panduan praktik klinik keperawatan kegawat daruratanPanduan praktik klinik keperawatan kegawat daruratan
Panduan praktik klinik keperawatan kegawat daruratanpjj_kemenkes
 
KB 2 Konseling dan Kelaikan Medik
KB 2 Konseling dan Kelaikan MedikKB 2 Konseling dan Kelaikan Medik
KB 2 Konseling dan Kelaikan Medikpjj_kemenkes
 
Kb1 kebutuhan dasar neonatus, bayi, balita dan anak pra sekolah
Kb1 kebutuhan dasar neonatus, bayi, balita dan anak pra sekolahKb1 kebutuhan dasar neonatus, bayi, balita dan anak pra sekolah
Kb1 kebutuhan dasar neonatus, bayi, balita dan anak pra sekolahpjj_kemenkes
 

Similar to M4 kb1 keperawatan medikal (20)

M6 kb1 infeksi nosokomial
M6 kb1   infeksi nosokomialM6 kb1   infeksi nosokomial
M6 kb1 infeksi nosokomial
 
M5 kb3 kesehatan jiwa_rev4
M5 kb3 kesehatan jiwa_rev4M5 kb3 kesehatan jiwa_rev4
M5 kb3 kesehatan jiwa_rev4
 
M2kb4 asuhan keperawatan dan pelayanan prima
M2kb4   asuhan keperawatan dan pelayanan primaM2kb4   asuhan keperawatan dan pelayanan prima
M2kb4 asuhan keperawatan dan pelayanan prima
 
Kpk.m2kb3 promosi kesehatan
Kpk.m2kb3   promosi kesehatanKpk.m2kb3   promosi kesehatan
Kpk.m2kb3 promosi kesehatan
 
Materi 1 M2KB1 : Keebijakan Pemerintah Tentang Asisten Tenaga Kesehatan
Materi 1 M2KB1 :  Keebijakan Pemerintah Tentang Asisten Tenaga KesehatanMateri 1 M2KB1 :  Keebijakan Pemerintah Tentang Asisten Tenaga Kesehatan
Materi 1 M2KB1 : Keebijakan Pemerintah Tentang Asisten Tenaga Kesehatan
 
M5 kb2 kesehatan keluarga
M5 kb2 kesehatan keluargaM5 kb2 kesehatan keluarga
M5 kb2 kesehatan keluarga
 
M4 kb2 keperawatan bedah
M4 kb2 keperawatan bedahM4 kb2 keperawatan bedah
M4 kb2 keperawatan bedah
 
M4 kb4 kegawatdaruratan non trauma
M4 kb4   kegawatdaruratan non traumaM4 kb4   kegawatdaruratan non trauma
M4 kb4 kegawatdaruratan non trauma
 
M5 kb1 keperawatan komunitas dan geriatrik
M5 kb1 keperawatan komunitas dan geriatrikM5 kb1 keperawatan komunitas dan geriatrik
M5 kb1 keperawatan komunitas dan geriatrik
 
Modul mpi 5 pemberdayaan masyarakat_29 okt 2020 fina_lok
Modul  mpi 5 pemberdayaan masyarakat_29 okt 2020 fina_lokModul  mpi 5 pemberdayaan masyarakat_29 okt 2020 fina_lok
Modul mpi 5 pemberdayaan masyarakat_29 okt 2020 fina_lok
 
14.-Buku-Panduan-Departemen-Ilmu-Kedokteran-Forensik-dan-Medikolegal.pdf
14.-Buku-Panduan-Departemen-Ilmu-Kedokteran-Forensik-dan-Medikolegal.pdf14.-Buku-Panduan-Departemen-Ilmu-Kedokteran-Forensik-dan-Medikolegal.pdf
14.-Buku-Panduan-Departemen-Ilmu-Kedokteran-Forensik-dan-Medikolegal.pdf
 
M3 kb1 teori kebutuhan dasar manusia
M3 kb1 teori kebutuhan dasar manusia M3 kb1 teori kebutuhan dasar manusia
M3 kb1 teori kebutuhan dasar manusia
 
Materi M1KB1 : Konsep Dasar Komunikasi
Materi M1KB1 :  Konsep Dasar KomunikasiMateri M1KB1 :  Konsep Dasar Komunikasi
Materi M1KB1 : Konsep Dasar Komunikasi
 
Keperawatan kegawat daruratan iv
Keperawatan kegawat daruratan ivKeperawatan kegawat daruratan iv
Keperawatan kegawat daruratan iv
 
Panduan praktik klinik keperawatan kegawat daruratan
Panduan praktik klinik keperawatan kegawat daruratanPanduan praktik klinik keperawatan kegawat daruratan
Panduan praktik klinik keperawatan kegawat daruratan
 
KB 2 Konseling dan Kelaikan Medik
KB 2 Konseling dan Kelaikan MedikKB 2 Konseling dan Kelaikan Medik
KB 2 Konseling dan Kelaikan Medik
 
Kb1 kebutuhan dasar neonatus, bayi, balita dan anak pra sekolah
Kb1 kebutuhan dasar neonatus, bayi, balita dan anak pra sekolahKb1 kebutuhan dasar neonatus, bayi, balita dan anak pra sekolah
Kb1 kebutuhan dasar neonatus, bayi, balita dan anak pra sekolah
 
Imunisasi.pdf
Imunisasi.pdfImunisasi.pdf
Imunisasi.pdf
 
Imunisasi
ImunisasiImunisasi
Imunisasi
 
Paper Gangguan Buatan
Paper Gangguan Buatan Paper Gangguan Buatan
Paper Gangguan Buatan
 

More from ppghybrid4

BIOLOGI_M6KB4 PPT
BIOLOGI_M6KB4 PPTBIOLOGI_M6KB4 PPT
BIOLOGI_M6KB4 PPTppghybrid4
 
BIOLOGI_M6KB4 PDF
BIOLOGI_M6KB4 PDFBIOLOGI_M6KB4 PDF
BIOLOGI_M6KB4 PDFppghybrid4
 
BIOLOGI_M6KB3 PPT
BIOLOGI_M6KB3 PPTBIOLOGI_M6KB3 PPT
BIOLOGI_M6KB3 PPTppghybrid4
 
BIOLOGI_M6KB3 PDF
BIOLOGI_M6KB3 PDFBIOLOGI_M6KB3 PDF
BIOLOGI_M6KB3 PDFppghybrid4
 
BIOLOGI_M6KB2 PPT
BIOLOGI_M6KB2 PPTBIOLOGI_M6KB2 PPT
BIOLOGI_M6KB2 PPTppghybrid4
 
BIOLOGI_M6KB2 PDF
BIOLOGI_M6KB2 PDFBIOLOGI_M6KB2 PDF
BIOLOGI_M6KB2 PDFppghybrid4
 
BIOLOGI_M6KB1 PPT
BIOLOGI_M6KB1 PPTBIOLOGI_M6KB1 PPT
BIOLOGI_M6KB1 PPTppghybrid4
 
BIOLOGI_M6KB1 PDF
BIOLOGI_M6KB1 PDFBIOLOGI_M6KB1 PDF
BIOLOGI_M6KB1 PDFppghybrid4
 
BIOLOGI_M5KB4 PPT
BIOLOGI_M5KB4 PPTBIOLOGI_M5KB4 PPT
BIOLOGI_M5KB4 PPTppghybrid4
 
BIOLOGI_M5KB4 PDF
BIOLOGI_M5KB4 PDFBIOLOGI_M5KB4 PDF
BIOLOGI_M5KB4 PDFppghybrid4
 
BIOLOGI_M5KB3 PPT
BIOLOGI_M5KB3 PPTBIOLOGI_M5KB3 PPT
BIOLOGI_M5KB3 PPTppghybrid4
 
BIOLOGI_M5KB3 PDF
BIOLOGI_M5KB3 PDFBIOLOGI_M5KB3 PDF
BIOLOGI_M5KB3 PDFppghybrid4
 
BIOLOGI_M5KB2 PPT
BIOLOGI_M5KB2 PPTBIOLOGI_M5KB2 PPT
BIOLOGI_M5KB2 PPTppghybrid4
 

More from ppghybrid4 (20)

BIOLOGI_M6KB4 PPT
BIOLOGI_M6KB4 PPTBIOLOGI_M6KB4 PPT
BIOLOGI_M6KB4 PPT
 
BIOLOGI_M6KB4 PDF
BIOLOGI_M6KB4 PDFBIOLOGI_M6KB4 PDF
BIOLOGI_M6KB4 PDF
 
BIOLOGI_M6KB3 PPT
BIOLOGI_M6KB3 PPTBIOLOGI_M6KB3 PPT
BIOLOGI_M6KB3 PPT
 
BIOLOGI_M6KB3 PDF
BIOLOGI_M6KB3 PDFBIOLOGI_M6KB3 PDF
BIOLOGI_M6KB3 PDF
 
BIOLOGI_M6KB2 PPT
BIOLOGI_M6KB2 PPTBIOLOGI_M6KB2 PPT
BIOLOGI_M6KB2 PPT
 
BIOLOGI_M6KB2 PDF
BIOLOGI_M6KB2 PDFBIOLOGI_M6KB2 PDF
BIOLOGI_M6KB2 PDF
 
BIOLOGI_M6KB1 PPT
BIOLOGI_M6KB1 PPTBIOLOGI_M6KB1 PPT
BIOLOGI_M6KB1 PPT
 
BIOLOGI_M6KB1 PDF
BIOLOGI_M6KB1 PDFBIOLOGI_M6KB1 PDF
BIOLOGI_M6KB1 PDF
 
BIOLOGI_M5KB4 PPT
BIOLOGI_M5KB4 PPTBIOLOGI_M5KB4 PPT
BIOLOGI_M5KB4 PPT
 
BIOLOGI_M5KB4 PDF
BIOLOGI_M5KB4 PDFBIOLOGI_M5KB4 PDF
BIOLOGI_M5KB4 PDF
 
BIOLOGI_M5KB3 PPT
BIOLOGI_M5KB3 PPTBIOLOGI_M5KB3 PPT
BIOLOGI_M5KB3 PPT
 
BIOLOGI_M5KB3 PDF
BIOLOGI_M5KB3 PDFBIOLOGI_M5KB3 PDF
BIOLOGI_M5KB3 PDF
 
BIOLOGI_M5KB2 PPT
BIOLOGI_M5KB2 PPTBIOLOGI_M5KB2 PPT
BIOLOGI_M5KB2 PPT
 
BIOLOGI_M5KB2
BIOLOGI_M5KB2BIOLOGI_M5KB2
BIOLOGI_M5KB2
 
BIOLOGI_M5KB1
BIOLOGI_M5KB1BIOLOGI_M5KB1
BIOLOGI_M5KB1
 
BIOLOGI_M5KB1
BIOLOGI_M5KB1BIOLOGI_M5KB1
BIOLOGI_M5KB1
 
BIOLOGI_M4KB4
BIOLOGI_M4KB4BIOLOGI_M4KB4
BIOLOGI_M4KB4
 
BIOLOGI_M4KB4
BIOLOGI_M4KB4BIOLOGI_M4KB4
BIOLOGI_M4KB4
 
BIOLOGI_M4KB3
BIOLOGI_M4KB3BIOLOGI_M4KB3
BIOLOGI_M4KB3
 
BIOLOGI_M4KB3
BIOLOGI_M4KB3BIOLOGI_M4KB3
BIOLOGI_M4KB3
 

Recently uploaded

bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikaAtiAnggiSupriyati
 
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi SelatanSosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatanssuser963292
 
MODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAAndiCoc
 
Modul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdf
Modul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdfModul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdf
Modul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdfKartiniIndasari
 
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptxPPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptxDEAAYUANGGREANI
 
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024editwebsitesubdit
 
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptxMateri Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptxSaujiOji
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfAndiCoc
 
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...Kanaidi ken
 
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxPendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxdeskaputriani1
 
Lingkungan bawah airLingkungan bawah air.ppt
Lingkungan bawah airLingkungan bawah air.pptLingkungan bawah airLingkungan bawah air.ppt
Lingkungan bawah airLingkungan bawah air.pptimamshadiqin2
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptnabilafarahdiba95
 
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)MustahalMustahal
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSovyOktavianti
 
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdfAksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdfEniNuraeni29
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxsyahrulutama16
 
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxMODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxSlasiWidasmara1
 
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdfMAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdfChananMfd
 
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKAKELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKAppgauliananda03
 
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfJarzaniIsmail
 

Recently uploaded (20)

bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi SelatanSosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
Sosialisasi PPDB SulSel tahun 2024 di Sulawesi Selatan
 
MODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR IPAS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
 
Modul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdf
Modul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdfModul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdf
Modul Ajar Bahasa Inggris - HOME SWEET HOME (Chapter 3) - Fase D.pdf
 
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptxPPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
PPT Mean Median Modus data tunggal .pptx
 
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat  UI 2024
Tim Yang Lolos Pendanaan Hibah Kepedulian pada Masyarakat UI 2024
 
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptxMateri Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
Materi Sosialisasi US 2024 Sekolah Dasar pptx
 
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdfMODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
MODUL AJAR BAHASA INDONESIA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
 
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
RENCANA & Link2 Materi Pelatihan_ "Teknik Perhitungan TKDN, BMP, Preferensi H...
 
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptxPendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
Pendidikan-Bahasa-Indonesia-di-SD MODUL 3 .pptx
 
Lingkungan bawah airLingkungan bawah air.ppt
Lingkungan bawah airLingkungan bawah air.pptLingkungan bawah airLingkungan bawah air.ppt
Lingkungan bawah airLingkungan bawah air.ppt
 
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.pptHAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA ppkn i.ppt
 
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
 
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdfAksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
Aksi Nyata PMM Topik Refleksi Diri (1).pdf
 
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsxvIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
vIDEO kelayakan berita untuk mahasiswa.ppsx
 
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxMODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
 
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdfMAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
 
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKAKELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
KELAS 10 PERUBAHAN LINGKUNGAN SMA KURIKULUM MERDEKA
 
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdfAksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
Aksi Nyata Sosialisasi Profil Pelajar Pancasila.pdf
 

M4 kb1 keperawatan medikal

  • 1. 1 No Kode: DAR2/Profesional/575/014/2019 PENDALAMAN MATERI KEPERAWATAN M4KB1 – KEPERAWATAN MEDIKAL Penulis: Indah Dwi Pratiwi KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2019
  • 2. 2 DAFTAR ISI DAFTAR ISI............................................................................................................2 PENDAHULUAN ...................................................................................................4 A. Deskripsi Materi ...............................................................................................4 B. Relevansi...........................................................................................................4 C. Panduan Belajar................................................................................................4 INTI MATERI: KEPERAWATAN MEDIKAL .....................................................5 1. CAPAIAN PEMBELAJARAN........................................................................5 2. SUB CAPAIAN PEMBELAJARAN ...............................................................5 3. URAIAN MATERI...........................................................................................5 A. Asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus Human Immunodeficiency Virus-Acquired Immuno Deficiency Syndrome (HIV-AIDS) .........................6 1. Definisi Human Immunodeficiency Virus-Acquired Immuno Deficiency Syndrome...................................................................................................6 2. Faktor risiko untuk AIDS ..........................................................................7 3. Tanda dan Gejala .......................................................................................7 4. Penyebab:...................................................................................................8 5. Fase-fase HIV ............................................................................................8 6. Asuhan Keperawatan.................................................................................9 B. Asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus Tuberculosis .......................15 1. Definisi Tuberculosis...............................................................................15 2. Etiologi Tuberculosis...............................................................................15 3. Tanda dan gejala......................................................................................15 4. Komplikasi...............................................................................................16 5. Asuhan Keperawatan...............................................................................16 C. Asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus Infark Miokard Akut (IMA) dan syok kardiogenik......................................................................................20 1. Gejala Klinis ............................................................................................21
  • 3. 3 2. Penatalaksanaan.......................................................................................22 3. Tindakan Umum......................................................................................24 4. Syok kardiogenik.....................................................................................24 5. Pemeriksaan fisik.....................................................................................25 6. Penatalaksanaan.......................................................................................26 7. Asuhan Keperawatan...............................................................................28 D. Asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus Diabetes Mellitus ...............32 1. Definisi ....................................................................................................32 2. Etiologi ....................................................................................................33 3. Klasifikasi................................................................................................34 4. Tanda dan Gejala .....................................................................................38 5. Komplikasi...............................................................................................39 6. Penatalaksanaan.......................................................................................40 7. Asuhan Keperawatan...............................................................................41 4. TUGAS..........................................Kesalahan! Bookmark tidak ditentukan. PENUTUP ............................................Kesalahan! Bookmark tidak ditentukan. RANGKUMAN....................................Kesalahan! Bookmark tidak ditentukan. TES FORMATIF ..................................Kesalahan! Bookmark tidak ditentukan. DAFTAR PUSTAKA...........................Kesalahan! Bookmark tidak ditentukan.
  • 4. 4 PENDAHULUAN A. Deskripsi Materi Kasus penyakit dalam yang muncul di masyarakat dapat dibagi secara umum menjadi dua; yaitu penyakit menular dan tidak menular. Modul ini ditujukan untuk pengenalan beberapa kasus penyakit medikal yang mempunyai insiden cukup tinggi. Modul ini dikemas dalam empat topik, dimana pada masing-masing modul mencerminkan adanya uraian atau penjelasan materi sebagai representasi tatap muka, tugas terstruktur, tugas mandiri dan tes formatif. Topik yang disusun dalam modul ini meliputi Human Immunodeficiency Virus-Acquired Immunodeficiency Virus Syndrome (HIV-AIDS); Hipertensi; Infark miokard akut; dan Diabetes Mellitus. Dalam masing-masing kegiatan belajar nantinya akan dibahas tentang definisi, etiologi, tanda dan gejala, patofisiologi, komplikasi dan juga Diagnosa dan Intervensi keperawatannya. B. Relevansi Kompetensi yang ingin dicapai setelah Anda mempelajari bab ini adalah Anda dapat memahami tentang keperawatan medikal. C. Panduan Belajar 1) Agar kita berhasil dengan baik dalam mempelajari bahan ajar ini berikut beberapa petunjuk yang dapat Anda ikuti : 2) Bacalah dengan cermat bagian pendahuluan modul ini sampai Anda memahami secara tuntas, untuk apa, dan bagaimana mempelajarinya. 3) Pahami garis besar materi-materi yang akan dipelajari atau dibahas secara seksama apa yang akan dicapai. 4) Upayakan untuk dapat membaca sumber-sumber lain yang relevan untuk menambahkan wawasan Anda menjadikan perbandingan jika pembahasan dalam modul ini masih dianggap kurang. 5) Mantapkan pemahaman Anda dengan latihan dalam modul dan melalui kegiatan diskusi dengan peserta PPG atau dosen.
  • 5. 5 INTI MATERI: KEPERAWATAN MEDIKAL 1. CAPAIAN PEMBELAJARAN Menguasai teori dan aplikasi materi keahlian keperawatan, kompetensi keahlian asisten keperawatan yang mencakup: (1) Komunikasi Keperawatan, (2) Konsep Dasar Keperawatan (anatomi fisiologi, promosi kesehatan, pelayanan prima), (3) Kebutuhan Dasar Manusia, (4) Keperawatan Medikal Bedah (ilmu penyakit, penunjang diagnostic, kegawatdaruratan), (5), Ilmu Kesehatan Masyarakat (Keperawatan Jiwa dan Keluarga, Keperawatan Geriatrik dan Komunitas, Keperawatan Maternitas, (6) Keterampilan Dasar Tindakan Keperawatan termasuk advance materials yang dapat menjelaskan aspek “apa” (konten), “mengapa” (filosofi), dan “bagaimana” (penerapan) dalam kehidupan sehari-hari. 2. SUB CAPAIAN PEMBELAJARAN Menganalisis prinsip Keperawatan Medikal Bedah (ilmu penyakit, penunjang, diagnostik, kegawatdaruratan) dan aplikasinya dalam pembelajaran asisten keperawatan. 3. URAIAN MATERI Assalamu’alaikum Warrohmatullahi Wabarokatuh. Selamat pagi para peserta sekalian. Bagaimana kabarnya hari ini? Semoga selalu sehat dan dimudahkan segala urusannya. Aamiin. Bapak Ibu Peserta PPG yang berbahagia, sebelum memulai pembelajaran, marilah kita bersama-sama berdoa terlebih dahulu, semoga kita diberikan kemudahan dan kelancaran serta diberikan ilmu yang barokah. Aamiin. Berdoa mulai sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Selesai. Setelah mempelajari kasus mengenai medikal bedah yang sering terjadi di masyarakat, peserta PPG akan mampu membuat Asuhan Keperawatan Medikal Bedah pada pasien dengan: 1. Human Immunodeficiency Virus-Acquired Immunodeficiency Virus Syndrome (HIV-AIDS)
  • 6. 6 2. Tuberculosis 3. Infark Miokard Akut 4. Diabetes Mellitus Nah, Bapak/Ibu peserta PPG, sudah siapkah mengikuti materi pertama kita? Baiklah, mari kita mulai dengan materi pertama. A. Asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus Human Immunodeficiency Virus-Acquired Immuno Deficiency Syndrome (HIV- AIDS) Pada kesempatan pertama kali ini, kita akan belajar tentang salah satu penyakit yang sampai sekarang masih belum ditemukan obatnya. Tahukah Anda dengan HIV-AIDS? Ya, bagus sekali jawabannya. Ada lagi yang ingin menambahkan? Bagus. 1. Definisi Human Immunodeficiency Virus-Acquired Immuno Deficiency Syndrome HIV-AIDS merupakan kumpulan gejala yang ditandai dengan melemahnya kekebalan sel secara progresif, AIDS meningkatkan kerentanan terhadap infeksi oportunistik dan kanker yang tidak biasa. Diagnosis yang ditegakkan berasal dari korelasi yang cermat dari riwayat pasien dan fitur klinis dengan jumlah jenis sel T tertentu (Maartens, Celum, & Lewin, 2014). Nah, sekarang bagaimana dengan paparan dan angka kematian pada kasus HIV-AIDS? Waktu antara kemungkinan terpajan virus human immunodeficiency (HIV, agen penyebab AIDS) dan diagnosis rata-rata AIDS adalah 8 hingga 10 tahun. Pada anak-anak sepertinya memiliki waktu inkubasi yang lebih pendek, yaitu dengan rata-rata 8 bulan. Di seluruh dunia, lebih dari 75% pasien AIDS meninggal dalam 2 tahun setelah terdiagnosis. Pasien dengan HIV-positif mungkin akan muncul tanpa gejala untuk beberapa periode (Joint United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS)., 2015; UNAIDS, 2016; Wang et al., 2016).
  • 7. 7 2. Faktor risiko untuk AIDS a. Kontak seksual dengan seseorang yang menderita AIDS atau yang berisiko menderita b. Penyalahgunaan I.V. baik saat ini maupun sebelumnya. c. Transfusi darah atau produk darah. Perlu Saudara ingat bahwa paparan AIDS baik secara prenatal dan perinatal meningkatkan risiko AIDS pada bayi, seperti halnya menyusui jika ibu menderita AIDS atau beresiko menderita AIDS (Maartens et al., 2014; Wang et al., 2016). 3. Tanda dan Gejala Peserta didik yang berbahagia, sekarang kita membahas tentang apa saja tanda dan gejala seseorang yang terinfeksi HIV/AIDS. Respon HIV pada setiap pasien akan berbeda. Awalnya setelah infeksi HIV, pasien mungkin tidak menunjukkan gejala atau dapat berkembang sindrom retroviral akut dengan gejala kelelahan ekstreme, sakit kepala, demam, limfadenopati (pembesaran kelenjar getah bening di dua tempat selain nodul inguinalis), diare, atau sakit tenggorokan. Gejala biasanya berkembang 6 sampai 12 minggu setelah penularan HIV dan dapat berlangsung beberapa hari hingga minggu. Gejala-gejala ini biasanya ringan dan tidak menyerang untuk infeksi HIV. Setelah fase asimtomatik yang diperpanjang, infeksi HIV yang tidak diobati biasanya berlanjut ke tahap gejala ketika itu virus telah sangat merusak sistem kekebalan tubuh. Pasien dapat menunjukkan tanda gejala sesak napas, demam, penurunan berat badan, kelelahan, malam keringat, diare yang persisten, ulkus kandidiasis oral atau vagina, kulit kering, lesi kulit, neuropati perifer, herpes zoster (reaktifasi varisela virus zoster), kejang, atau demensia. Pada tahap akhir infeksi HIV, AIDS didiagnosis ketika jumlah CD4 + T-limfosit di bawah 200 atau infeksi dan penyakit oportunistik, dimana terjadi tanda dan gejala spesifik (Maartens et al., 2014; Riza et al., 2014).
  • 8. 8 4. Penyebab: AIDS disebabkan oleh infeksi HIV, dimana retrovirus ini berada di cairan tubuh, seperti darah dan sperma. Cara penularan HIV termasuk diantaranya adalah: a. Kontak seksual, terutama yang berhubungan dengan trauma pada dubur atau mukosa vagina b. Transfusi darah atau produk darah yang terkontaminasi c. Penggunaan jarum yang terkontaminasi d. Penularan melalui plasenta dari ibu yang terinfeksi ke janin melalui kontak serviks atau darah saat melahirkan e. ASI dari wanita yang terinfeksi. (Dheda et al., 2017; Maartens et al., 2014) 5. Fase-fase HIV Fase-fase HIV dibagi menjadi beberapa tahap (Maartens et al., 2014; Wang et al., 2016), diantaranya adalah: a. Fase klinik 1 Tanpa gejala, limfadenopati (gangguan kelenjar /pembulu limfe) menetap dan menyeluruh b. Fase klinik 2 Penurunan BB (<10%) tanpa sebab. Infeksi saluran pernapasan atas (sinusitis, tonsilitis, otitis media, pharyngitis) herpes zoster, infeksi sudut bibir, ulkus mulut berulang. c. Fase klinik 3 Penurunan BB (10%) tanpa sebab. kronik tanpa sebab sampai >1 bulan. Demam menetap (intermiten atau tetap >1 bulan), kandidiasis oral menetap, TB pulmonal (baru), plak putih pada mulut, infeksi bakteri berat misalnya: pneunomia, emphyema (nanah di rongga tubuh terutama pleura, abses pada otot sklet, infeksi sendi atau tulang), meningitis, bakteremia, gangguan inflamasi berat pada pelvik, acute nekrotizin ulcerative stomatitis, gingivitis atau periodontitis anemia yang penyebabnya tidak diketahui. d. Fase klinik 4
  • 9. 9 Penderita menjadi kurus (HIV wasting syndrome), pneumocytis pneunomia (pneunomia karena pneumokitis karinil), pneunomia bakteri berulang, infeksi harpes simplex kronik (orolabial, genetalia anorektal >1 bulan), oesophageal kandidiasis, TBC ekstrapulmonal, citomegalovirus, toksoplasma di system saraf pusat, HIV encephalopati, meningitis, infeksi progesif multi fokal, limpoma, cervical carsinoma, leukoncephalopathy. 6. Asuhan Keperawatan Setelah mengetahui tentang konsep teorinya, maka kita perlu belajar mengenai asuhan keperawatan pada pasien dengan HIV/AIDS (Sue Moorhead, PhD, RN Marion Johnson, PhD & Meridean L. Maas, PhD, 2013). a. Pengkajian 1) Identitas pasien Meliputi: nama, tempat/tanggal lahir, jenis kelamin, status kawin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, No. MR. 2) Keluhan utama. Dapat ditemukan pada pasien AIDS dengan manifestasi respiratori ditemui keluhan utama sesak nafas. Keluhan utama lainnya ditemui pada pasien penyakit HIV AIDS, yaitu demam yang berkepanjangan (lebih dari 3 bulan), diare kronis lebih dari 1 bulan berulang maupun terus menerus, penurunan berat badan lebih dari 10%, batuk kronis lebih dari 1 bulan, infeksi mulut dan tenggorokan disebabkan oleh jamur candida albikans, pembengkakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh, munculnya herpes zoster berulang dan bercak-bercak gatal diseluruh tubuh. 3) Riwayat kesehatan sekarang. Dapat ditemukan keluhan yang biasanya disampaikan pasien HIVAIDS adalah: pasien akan mengeluhkan napas sesak (dispnea) bagi pasien yang memiliki manifestasi respiratori, batuk-batuk, nyeri dada, dan demam, pasien akan mengeluhkan mual, dan diare serta penurunan berat badan drastis. 4) Riwayat kesehatan dahulu
  • 10. 10 Biasanya pasien pernah dirawat karena penyakit yang sama. Adanya riwayat penggunaan narkoba suntik, hubungan seks bebas atau berhubungan seks dengan penderita HIV/AIDS, terkena cairan tubuh penderita HIV/AIDS. 5) Riwayat kesehatan keluarga Biasanya pada pasien HIV AIDS adanya anggota keluarga yang menderita penyakit HIV/ AIDS. Kemungkinan dengan adanya orangtua yang terinfeksi HIV. Pengakajian lebih lanjut juga dilakukan pada riwayat pekerjaan keluarga, adanya keluarga bekerja ditempat hiburan malam, bekerja sebagai PSK (pekerja seks komersial). 6) Pola aktifitas sehari-hari (ADL) meliputi : a) Pola presepsi dan tata laksana hidup sehat. Biasanya pada pasien HIV/ AIDS akan mengalami perubahan atau gangguan pada personal hygiene, misalnya kebiasaan mandi, ganti pakaian, BAB dan BAK dikarenakan kondisi tubuh yang lemah, pasien kesulitan melakukan kegiatan tersebut dan pasien biasanya cenderung dibantu oleh keluarga atau perawat. b) Pola nutrisi Biasanya pasien dengan HIV / AIDS mengalami penurunan nafsu makan, mual, muntah, nyeri menelan, dan juga pasien akan mengalami penurunan berat badan yang cukup drastis dalam jangka waktu singkat (terkadang lebih dari 10% BB). c) Pola eliminasi Biasanya pasien mengalami diare, feses encer, disertai mucus berdarah d) Pola istrihat dan tidur Biasanya pasien dengan HIV/ AIDS pola istirahat dan tidur mengalami gangguan karena adanya gejala seperti demam dan keringat pada malam hari yang berulang. Selain itu juga didukung oleh perasaan cemas dan depresi terhadap penyakit. e) Pola aktifitas dan latihan Biasanya pada pasien HIV/ AIDS aktifitas dan latihan mengalami perubahan. Ada beberapa orang tidak dapat melakukan aktifitasnya
  • 11. 11 seperti bekerja. Hal ini disebabkan mereka menarik diri dari lingkungan masyarakat maupun lingkungan kerja, karena depresi terkait penyakitnya ataupun karena kondisi tubuh yang lemah. f) Pola perespsi dan kosep diri Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami perasaan marah, cemas, depresi dan stres. g) Pola sensori kognitif Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami penurunan pengecapan dan gangguan penglihatan. Pasien juga biasanya mengalami penurunan daya ingat, kesulitan berkonsentrasi, kesulitan dalam respon verbal. Gangguan kognitif lain yang terganggu yaitu bisa mengalami halusinasi. h) Pola hubungan peran Biasanya pada pasien HIV/AIDS akan terjadi perubahan peran yang dapat mengganggu hubungan interpesonal yaitu pasien merasa malu atau harga diri rendah. i) Pola penanggulangan stress Pada pasien HIV AIDS biasanya pasien akan mengalami cemas, gelisah dan depresi karena penyakit yang dideritanya. Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah, marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain-lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif dan adaptif. j) Pola reproduksi seksual Pada pasien HIV AIDS pola reproduksi seksualitasnya terganggu karena penyebab utama penularan penyakit adalah melalui hubungan seksual. k) Pola tata nilai dan kepercayaan Pada pasien HIV AIDS tata nilai keyakinan pasien awalnya akan berubah, karena mereka menganggap hal yang menimpa mereka sebagai balasan perbuatan mereka. Adanya status perubahan kesehatan
  • 12. 12 dan penurunan fungsi tubuh mempengaruhi nilai kepercayaan pasien dalam kehidupan mereka dan agama merupakan hal penting dalam hidup pasien. 7) Pemeriksaan fisik a) Gambaran umum: ditemukan pasien tampak lemah b) Kesadaran: compos mentis, kooperatif, sampai terjadi penurunan tingkat kesadaran, apatis, somnolen, stupor bahkan koma. c) Vital sign: Tekanan Darah; biasanya ditemukan dalam batas normal, nadi; terkadang ditemukan frekuensi nadi meningkat, pernapasan: biasanya ditemukan frekuensi pernapasan meningkat, suhu; suhu biasanya ditemukan meningkat krena demam, BB; biasanya mengalami penurunan (bahkan hingga 10% BB), TB; Biasanya tidak mengalami peningkatan (tinggi badan tetap). d) Kepala: biasanya ditemukan kulit kepala kering karena dermatitis seboreika e) Mata: biasnya konjungtiva anemis, scelera tidak ikterik, pupil isokor, refleks pupil terganggu f) Hidung: biasanya ditemukan adanya pernapasan cuping hidung g) Leher: kaku kuduk (penyebab kelainan neurologic karena infeksi jamur Criptococus neofarmns) l) Gigi dan mulut: biasanya ditemukan ulserasi dan adanya bercak-bercak putih seperti krim yang menunjukan kandidiasis m) Jantung: Biasanya tidak ditemukan kelainan n) Paru-paru: Biasanya terdapat nyeri dada pada pasien AIDS yang disertai dengan napas pendek (cusmaul) o) Abdomen: Biasanya bising usus yang hiperaktif p) Kulit: Biasanya ditemukan turgor kulit jelek, terdapatnya tanda-tanda lesi (lesi sarkoma kaposi) q) Ekstremitas: Biasanya terjadi kelemahan otot, tonus otot menurun, akral dingin b. Diagnosa Keperawatan:
  • 13. 13 1) Ketidakefektifan proteksi diri berhubungan dengan gangguan imunitas, ketidakadekuatan status nutrisi, terapi IV dan prosedur invasive. 2) Risiko cedera terkait dengan gangguan mobilitas, kelemahan, kelelahan, kemungkinan ketidakseimbangan elektrolit, gangguan neurologis, dan obat penenang efek rasa sakit obat-obatan. 3) Koping tidak efektif terkait dengan penyakit terminal berpotensi dan kelemahan progresif c. Kriteria hasil dan Intervensi: Diagnosa dan Kriteria Hasil Intervensi Ketidakefektifan proteksi diri berhubungan dengan gangguan imunitas, ketidakadekuatan status nutrisi, terapi IV dan prosedur invasive. Kriteria Hasil Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, diharapkan masalah ketidakefektifan perlindungan diri pada pasien dapat teratasi, dengan kriteria hasil : 1. Pasien akan tetap bebas dari infeksi yang didapat di rumah sakit. 2. Pasien akan menjelaskan langkah-langkahnya untuk menjaga integritas kulit dan menghindari infeksi. Mandiri : 1. Identifikasi faktor risiko pasien, seperti kondisi kulit, hasil laboratorium, pintu masuk infeksi, dan keberadaan apa saja infeksi 2. Perawat harus menggunakan tindakan pencegahan standar dan teknik aseptik yang ketat untuk semua pasien dan prosedur 3. Instruksikan pengunjung tentang teknik untuk menghindari penularan infeksi, seperti kebersihan tangan dan tidak mengunjungi ketika mereka memiliki infeksi. (Gunakan sangat hati-hati untuk tidak membocorkan status HIV / AIDS pasien ke pengunjung / keluarga.) Perawat dengan infeksi, terutama infeksi pernapasan, tidak boleh merawat pasien dengan AIDS. (Jika Anda harus merawat pasien, kenakan masker dan jelaskan mengapa Anda memakainya.) 4. Promosikan integritas kulit dengan sering memutar, mobilisasi optimal, penggunaan
  • 14. 14 Diagnosa dan Kriteria Hasil Intervensi kasur pelindung dan bantalan kursi, pengaplikasian emolien ke area kering, dan perawatan yang cepat dari cedera. 5. Ajarkan strategi untuk perawatan kulit dan menghindari infeksi kepada pasien. Risiko cedera terkait dengan gangguan mobilitas, kelemahan, kelelahan, kemungkinan ketidakseimbangan elektrolit, gangguan neurologis, dan obat penenang efek rasa sakit obat-obatan. Kriteria Hasil Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, diharapkan masalah resiko cidera pada pasien dapat teratasi, dengan kriteria hasil : Perawatan pasien dapat dilakukan tanpa menimbulkan cedera. Mandiri 1. Identifikasi kemampuan dan kecacatan pasien 2. Carilah potensi bahaya yang mungkin terjadi di lingkungan (rumah sakit atau rumah) dan hilangkan sebanyak mungkin bahaya 3. Instruksikan pasien tentang cara menghindari bahaya (jika secara kognitif dan fisik dapat mematuhinya). 4. Anjurkan perawatan diri semaksimal mungkin tanpa melelahkan pasien. 5. Bantu dengan kegiatan perawatan sesuai kebutuhan. Koping tidak efektif terkait dengan penyakit terminal berpotensi dan kelemahan progresif Kriteria Hasil Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, diharapkan masalah koping Mandiri 1. Membangun dan memelihara hubungan terapeutik yang terbuka dan saling percaya 2. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan dan kekhawatiran. Hubungi penasihat, penasihat spiritual, atau dukungan AIDS pekerja jika pasien begitu menginginkannya. 3. Berikan pasien dengan informasi yang
  • 15. 15 Diagnosa dan Kriteria Hasil Intervensi tidak efektif pada pasien dapat teratasi, dengan kriteria hasil : Pasien menunjukkan kemampuan koping yang efektif diinginkan atau rujuk ke orang lain yang dapat memberikan informasi. 4. Tanyakan apakah pasien menginginkan informasi tentang kelompok pendukung dan mengaturnya. B. Asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus Tuberculosis 1. Definisi Tuberculosis Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. TB utamanya mempengaruhi paru-paru, meskipun daerah lain, seperti ginjal, hati, otak, dan tulang, mungkin terpengaruh juga. M. tuberculosis adalah basil tahan asam, yang berarti kapan itu diwarnai di laboratorium dan kemudian dicuci dengan asam, noda tetap, atau tetap "cepat." M. tuberculosis dapat hidup tempat-tempat gelap di dahak kering selama berbulan- bulan, tetapi beberapa jam di sinar matahari dapat langsung membunuhnya. Penyakit ini dapat disebarkan melalui udara dari orang yang terinfeksi (Dheda et al., 2017; Sia & Wieland, 2011). 2. Etiologi Tuberculosis Kondisi tempat tinggal yang padat atau berventilasi buruk membuat pasien mudah berisiko terinfeksi TB. Meskipun TBC dapat menginfeksi kelompok umur apa saja, namun pada lansia mempunyai resiko lebih tinggi. Lansia mungkin telah tertular penyakit cukup banyak pada tahun sebelumnya, tetapi dapat aktif kembali karena proses penuaan mengurangi fungsi kekebalan tubuh. Pasien dengan AIDS dan penyalahgunaan alcohol kronis punya risiko sangat tinggi karena mereka fungsi kekebalan tubuh mereka terganggu (Dheda et al., 2017). 3. Tanda dan gejala Tanda dan gejala TBC aktif ditandai dengan batuk produktif kronis, dahak bercampur darah, dan keluar keringat di malamhari tanpa aktivitas. Pasien mungkin akan mengalami demam ringan. Jika pengobatan yang efektif tidak
  • 16. 16 dimulai, maka akan terjadi fibrosis paru, hemoptisis, dan penurunan berat badan progresif (Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever, 2015). 4. Komplikasi Komplikasi yang mungkin muncul dapat terjadi apabila penyebaran basil tuberkulosis terjadi ke seluruh tubuh dan mengakibatkan radang selaput dada, perikarditis, peritonitis, meningitis, tulang dan infeksi sendi, infeksi genitourinarius atau gastrointestinal, atau infeksi di organ lainnya (Smeltzer et al., 2015). 5. Asuhan Keperawatan Setelah mengetahui tentang konsep teorinya, maka kita perlu belajar mengenai asuhan keperawatan pada pasien dengan tuberculosis (Marion, 2013; Smeltzer et al., 2015). a. Pengkajian 1) Identitas pasien Meliputi: nama, tempat/tanggal lahir, jenis kelamin, status kawin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, No. MR. 2) Keluhan utama. Keluhan batuk, timbul paling awal dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Perawat harus menanyakan apakah keluhan batuk bersifat non produkti/produktif atau sputum bercampur darah. 3) Riwayat Penyakit Sekarang Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama. Lakukan pertanyaan yang bersifat ringkas sehingga jawaban yang diberikan pasien hanya kata “Ya” atau ”Tidak” atau hanya dengan anggukan dan gelengan kepala. Apabila keluhan utama adalah batuk, maka perawat harus menanyakan sudah berapa lama keluhan batuk muncul (onset). Apakah ada keluhan lain seperti demam, keringat malam, atau menggigil. Tanyakan apakah batuk disertai sputum kental atau tidak, Apakah pasien mampu melakukan batuk efektif untuk mengeluarkan sekret. 4) Pemeriksaan Fisik
  • 17. 17 a) Keadaan Umum dan Tanda-Tanda Vital (1) Keadaan umum pada pasien dengan TB paru dapat dilakukan secara selintas pandang dengan menilai keadaan fisik tiap bagian tubuh. Selain itu, perlu dinilai secara umum tentang kesadaran pasien terdiri atas composmentis, apatis, somnolen, sopor, soporkoma, atau koma. (2) Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada pasien TB paru biasanya didapatkan peningktan suhu tubuh secra signifikan, frekuensi napas meningkat apabila disertai sesak napas, denyut nadi biasanya meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernapasan, dan tekanan darah biasanya sesuai dengan adanya penyakit penyulit seperti hipertensi. b) B1 (Breathing) (1) Inspeksi bentuk dada, gerakan pernapasan, batuk, sputum. (2) Palpasi Palpasi trakhea, gerakan dinding thoraks/ekskrusi pernapasan, getaran suara (vocal fremitus). (3) Perkusi Pada pasien TB paru minimal tanpa komplikasi, biasanya akan didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. (4) Auskultasi (5) Pada pasien dengan TB paru didapatkan bunyi napas tambahan (ronkhi) pada sisi yang sakit. c) B2 (Blood) (1) Inspeksi Inspeksi tentang adanya parut dan keluhan kelemahan fisik. (2) Palpasi Denyut nadi perifer melemah (3) Perkusi Batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru dengan efusi pleura massif mendorong ke sisi sehat. d) B3 (Brain)
  • 18. 18 Kesadaran biasanya composmentis ditemukan adanya sianosi perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. e) B4 (Bladder) Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok. Pasien diinformasikan agar terbiasa dengan urine yang berwarna jingga pekat dan berbau yang menandakan fungsi ginjal masih normal sebagai ekskresi karena meminum OAT terutama Rifampisin. f) B5 (Bowel) Pasien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan. g) B6 (Bone) Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada pasien dengan TB paru. Gejala yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup menetap, dan jadwal olahraga menjadi tak teratur b. Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul: 1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan ventilasi atau perfusi 2) Bersihan jalan napas yang tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang berlebihan 3) Pola pernapasan tidak efektif berhubungan dengan kecemasan atau nyeri c. Kriteria hasil dan intervensi Diagnosa dan Kriteria Hasil Intervensi Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan ventilasi atau perfusi Kriteria Hasil Mandiri : 1. Kaji suara paru-paru, pernapasan tingkat dan upaya, penggunaan otot accecorius 2. Amati kulit dan selaput lender sianosis. 3. Kaji derajat dispnea
  • 19. 19 Diagnosa dan Kriteria Hasil Intervensi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, diharapkan gangguan pertukaran gas pada pasien dapat teratasi, dengan kriteria hasil : 1. Peningkatan gas darah arteri atau oksimetri nadi 2. Pernyataan tingkat dispnea yang dapat diterima. 4. Pantau munculnya tanda-tanda kebingungan atau perubahan status mental. 5. Pantau nilai gas darah arteri dan oksimetri seperti yang diperintahkan. 6. Tinggikan kepala tempat tidur atau bantu pasien bersandar di meja ranjang. 7. Ajarkan latihan relaksasi pasien. 8. Untuk penyakit kronis, ajar pasien diafragma 9. Dorong pasien untuk berhenti merokok 10. Untuk dispnea berat, tanyakan kepada dokter tentang perlunya diberikan morfin sulfat melalui intravena Bersihan jalan napas yang tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang berlebihan Kriteria Hasil Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, diharapkan bersihan jalan napas yang tidak efektif pada pasien dapat teratasi, dengan kriteria hasil : 1. Suara napas jernih 2. Kemampuan untuk mengeluarkan sekret. 1. Kaji suara paru-paru di keempat lobusnya 2. Monitor jumlah, warna, dan konsistensi dahak. 3. Dorong asupan cairan oral 4. Anjurkan pasien untuk batuk dan bernapas dalam-dalam setiap jam 5. Berikan ekspektoran sesuai perintah dokter 6. Jika pasien tidak dapat mengeluarkan sekretnya, lakukan suction 7. Lakukan fisioterapi dada Pola pernapasan tidak efektif berhubungan dengan kecemasan atau nyeri 1. Kaji pernapasan meliputi rate dan usahan napas 2. Monitor gas darah dan saturasi oksigen 3. Pastikan menyelesaikan penyebab pola
  • 20. 20 Diagnosa dan Kriteria Hasil Intervensi Kriteria Hasil Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, diharapkan pola pernapasan yang tidak efektif pada pasien dapat teratasi, dengan kriteria hasil : 1. Tingkat pernapasan antara 12 dan 20 per menit 2. Hasil gas darah arteri dan saturasi oksigen dalam kisaran normal pasien. nafas yang tidak efektif 4. Posisikan pasien Semi Fowler 5. Ajari pasien pernafasan diafragma C. Asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus Infark Miokard Akut (IMA) dan syok kardiogenik Pernahkah Saudara mendengar tentang angin duduk? Tahukah Saudara apa sebenarnya angin duduk itu? Betul sekali. Orang awam biasanya menyebut serangan jantung dengan istilah angin duduk. Penyakit jantung iskemik adalah penyebab utama kematian di kalangan orang dewasa di AS, terhitung lebih dari 500.000 kematian setiap tahun. Penyakit aterosklerotik pada arteri koroner epikardial - disebut penyakit arteri koroner, atau PAK - menyumbang sebagian besar pasien dengan penyakit jantung iskemik. Gejala utama dari PAK adalah nyeri dada, dan perhatian terhadap potensi PAK dan iskemia miokard berkontribusi pada > 8 juta kunjungan setiap tahun ke U.S. Pada populasi dewasa dengan nyeri dada akut, sekitar 15% pasien akan mengalami sindrom koroner akut (ACS). Pasien dengan ACS, sekitar sepertiga memiliki AMI, dan sisanya memiliki angina yang tidak stabil (Smeltzer et al., 2015).
  • 21. 21 Gambar 1 Klasifikasi Infark Miokard Akut (Basavanthappa & Basavanthappa, 2011) 1. Gejala Klinis Gejala utama penyakit jantung iskemik adalah nyeri dada, dan riwayat harus mencirikan keparahannya, lokasi, radiasi, durasi, dan kualitas. Selain itu, adanya gejala yang terkait, seperti mual, muntah, diaphoresis, dyspnea, pusing ringan, sinkop, dan palpitasi. Riwayat mengenai onset dan durasi gejala, aktivitas yang memicu gejala, dan evaluasi sebelumnya untuk gejala serupa harus dipastikan. Gejala iskemia miokard akut sering akan digambarkan sebagai ketidaknyamanan daripada sebagai rasa sakit. Gejala anginal termasuk tekanan dada, berat, sesak, kepenuhan, atau meremas. Kurang umum tetapi tidak jarang, pasien akan menggambarkan gejala mereka seperti pisau, tajam, atau menusuk. Lokasi klasik adalah substernal atau di dada kiri. Penjalaran ke lengan, leher, atau rahang dapat terjadi. Nyeri di dinding dada yang dapat direproduksi tidak jarang, mungkin karena perikardium bisa menjadi meradang, dan duduk di bawah dinding dada (Smeltzer et al., 2015). Latihan, stres, atau lingkungan dingin secara klasik mencetuskan angina pektoris. Angina biasanya memiliki durasi gejala <10 menit, kadang-kadang berlangsung hingga 10 hingga 20 menit, dan biasanya membaik dalam waktu 2 hingga 5 menit setelah istirahat atau nitrogliserin. Namun, deskripsi klasik awal
  • 22. 22 angina menggambarkan episode sesingkat 2 menit. Sebaliknya, AMI biasanya disertai dengan ketidaknyamanan dada yang lebih lama dan berat, gejala terkait yang lebih menonjol (mual, diaphoresis, sesak napas, dll), dan sedikit, jika ada, respon awal terhadap nitrogliserin sublingual. Mudah lelah mungkin menjadi gejala utama ACS, terutama pada wanita. Tanyakan juga ke pasien frekuensi episode angina dan perubahan frekuensi episode selama beberapa bulan terakhir. Tentukan apakah ada peningkatan keparahan atau lamanya gejala, atau apakah lebih sedikit upaya yang diperlukan untuk memicu gejala. Presentasi dengan fitur atipikal atau iskemia miokard diam adalah umum. Hasil dari kasus dilaporkan bahwa, 37,5% wanita dan 27,4% pria hadir tanpa nyeri dada. Hingga 30% pasien dengan AMI yang diidentifikasi dalam studi longitudinal secara klinis tidak dikenali. Beberapa pasien dalam penelitian ini memiliki gejala atipikal dan tidak mencari bantuan medis. Orang lain tidak bisa mengingat gejala apa pun. Prognosis untuk pasien dengan gejala atipikal (kelelahan, kelemahan, tidak merasa baik, ketidaknyamanan yang tidak jelas) pada saat infark lebih buruk daripada pasien dengan gejala yang lebih khas. Perempuan dan orang tua lebih cenderung memiliki presentasi atipikal. Hingga setengah pasien dengan angina tidak stabil hadir dengan fitur atipikal (Smeltzer et al., 2015). 2. Penatalaksanaan Perawatan acute coronaria syndrome/ACS bersifat individual, berdasarkan durasi dan persistensi gejala, riwayat jantung, dan temuan pada pemeriksaan fisik dan EKG awal. Secara umum, pasien dengan gejala persisten dan STEMI harus menerima reperfusi dengan intervensi koroner perkutan (percutaneous coronary intervention/PCI) atau terapi fibrinolitik. Sasaran sistem untuk reperfusi adalah PCI dalam 90 menit sejak kedatangan UGD, atau fibrinolisis dalam 30 menit setelah kedatangan UGD jika PCI tidak dapat dicapai dalam 90 menit. Namun, data dari Global Registry of Acute Coronary Events menunjukkan bahwa pada tahun 2006, tujuan ini terlewatkan pada 52% pasien yang menerima fibrinolisis dan 42% dari mereka yang menjalani PCI. Setiap institusi yang merawat pasien ACS harus mengembangkan protokol dengan
  • 23. 23 definisi yang jelas tentang pasien mana yang harus diobati dengan metode reperfusi mana, pada akhirnya menentukan strategi dominan yang akan digunakan tergantung pada kemampuannya. Gambar 2 Tanda gejala umum IMA (AHA, 2015) Pengobatan dengan agen antiplatelet, antitrombin, antagonis, dan nitrat direkomendasikan untuk kebanyakan pasien STEMI. Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor harus dipertimbangkan, berdasarkan gejala, tanda-tanda vital, dan ada atau tidak adanya gagal jantung; Namun, obat-obatan ini jarang dimulai pada masa pengobatan awal. Identifikasi NSTEMI sebagai pemicu untuk terapi yang direkomendasikan biasanya disertai dengan biomarker positif, yang sering terjadi pada pasien di UGD. Pasien dengan angina tidak stabil atau NSTEMI harus diobati dengan agen antiplatelet dan antitrombin serta antagonis, dan, mungkin, nitrat. Pasien yang refrakter terhadap terapi ini atau dengan
  • 24. 24 penanda jantung positif dan mereka yang dijadwalkan untuk menjalani PCI juga mendapat manfaat dari penggunaan Antagonis GP IIb / IIIa (Smeltzer et al., 2015). 3. Tindakan Umum Akses IV dan pemantauan elektrokardiografi lanjutan harus dilakukan pada semua pasien dengan ACS (STEMI, NSTEMI, dan angina tidak stabil). Oksigen tambahan harus diberikan kepada pasien dengan hipoksia (pulse oximetry <90%), dan pedoman menyatakan bahwa adalah wajar untuk memberikan 2 L oksigen melalui kanula hidung untuk pasien dengan saturasi oksigen normal (Smeltzer et al., 2015). 4. Syok kardiogenik Syok kardiogenik adalah keadaan akut penurunan curah jantung yang mengakibatkan perfusi jaringan tidak memadai meskipun volume sirkulasi yang adekuat atau berlebihan. Syok kardiogenik tetap menjadi penyebab utama kematian pada pasien dengan infark miokard akut (AMI) yang mencapai rumah sakit hidup. Kejadian guncangan kardiogenik yang tepat sulit untuk dipastikan karena pasien yang meninggal sebelum presentasi di rumah sakit tidak diberikan diagnosis. Namun, bagi mereka yang mencapai rumah sakit hidup, kejadiannya sekitar 6% hingga 8%, dan tetap konstan selama tiga dekade terakhir. Selama dekade terakhir, strategi revaskularisasi dini, baik dengan intervensi koroner perkutan atau bypass arteri koroner, telah terbukti lebih unggul dari terapi medis awal yang agresif. Meskipun ada kemajuan ini, sekali syok kardiogenik didiagnosis, mortalitas tetap tinggi (~ 50%), dengan separuh kematian terjadi dalam 48 jam pertama setelah gejala muncul (Smeltzer et al., 2015). Faktor risiko syok kardiogenik tercantum dalam Tabel 1. Semakin banyak faktor risiko yang ada, semakin besar jumlah miokard yang rentan dan semakin besar kemungkinan syok kardiogenik. Identifikasi dini peningkatan risiko mungkin menunjukkan strategi reperfusi yang lebih agresif untuk mencegah syok kardiogenik.
  • 25. 25 Tabel 1 Faktor resiko syok kardiogenik Tua Wanita Kejadian iskemik akut atau yang berkaitan dengan hal-hal berikut: • Fraksi ejeksi terganggu • Infark luas (bukti kebocoran myocellular yang besar) • Proksimal kiri anterior arteri oklusi arteri desenden • Lokasi infark miokardial anterior • Terkait dengan penyakit multivessel Riwayat medis sebelumnya • Infark miokard sebelumnya • Gagal jantung kongestif • Diabetes 5. Pemeriksaan fisik Syok kardiogenik ditandai dengan hipoperfusi dan sering, tetapi tidak selalu, disertai dengan hipotensi. Hipoperfusi serebral dapat menyebabkan perubahan status mental, dan output urin mungkin menurun. TD sistolik biasanya <90 mm Hg, meskipun bisa lebih tinggi dengan hipertensi yang sudah ada sebelumnya. BP yang lebih tinggi dapat mencerminkan peningkatan kompensasi dalam SVR. Tekanan nadi <20 mm Hg dapat terbukti, karena vasokonstriksi ekstrim. Sinus takikardia kompensatory adalah umum. Kecuali pasien sudah lanjut ke tahap kelelahan pernafasan atau respirasi agonal, takipnea sering terjadi. Pemeriksaan paru menunjukkan rales karena adanya edema paru. Distensi vena jugularis dan refleks jugularis perut positif biasanya ada. Namun, dengan infark ventrikel kanan (RV), bidang paru mungkin jelas meskipun hipotensi dan distensi vena jugularis. Pasien biasanya pucat atau cyanotic dan mungkin memiliki kulit yang teraba dingin. Edema perifer menunjukkan gagal jantung yang sudah ada sebelumnya. Diaforesis menunjukkan aktivasi sistem saraf simpatik (Smeltzer et al., 2015).
  • 26. 26 Gambar 3 Syok Kardiogenik (Basavanthappa & Basavanthappa, 2011) Jika titik jantung impuls maksimal biasanya berada, syok mungkin disebabkan oleh kejadian akut. Jika titik impuls maksimal secara lateral bergeser dan berdifusi dari renovasi dan pembesaran jantung, penyakit jantung yang lama dapat diduga. Seperempat kasus syok kardiogenik terjadi setelah IMA disebabkan oleh komplikasi mekanis. Oleh karena itu, pemeriksaan yang cermat untuk murmur sistolik keras atau baru harus menjadi bagian dari evaluasi awal. Regurgitasi mitral akut dapat terjadi akibat ruptur korda tendinea atau disfungsi otot papiler. Ruptur chordae tendinea ditandai dengan murmur holosistolik lembut di apeks memancar ke aksila, tetapi sering dikaburkan oleh rales. Dengan disfungsi otot papiler, murmur dimulai dengan bunyi jantung pertama tetapi berakhir sebelum yang kedua. Defek septum ventral akut (VSD) berhubungan dengan murmur parasternal kiri holosistolik keras yang baru, seringkali dengan sensasi yang teraba, yang menurunkan intensitas saat tekanan intraventrikular menyamakan (Basavanthappa & Basavanthappa, 2011; Smeltzer et al., 2015). 6. Penatalaksanaan Dalam setting pra-rumah sakit, tim medis harus mempertimbangkan mengarahkan pasien syok kardiogenik yang dicurigai ke fasilitas yang memiliki
  • 27. 27 pompa balon intra-aorta dan kemampuan revaskularisasi jantung darurat 24 jam (yaitu, tim bypass jantung). Manajemen awal berfokus pada stabilitas saluran napas dan meningkatkan fungsi pompa miokard. Diagnosis, terapi, dan pengaturan untuk perawatan jantung definitif harus dilanjutkan secara bersamaan (Basavanthappa & Basavanthappa, 2011). Saluran napas Oksigen tambahan tidak boleh ditahan karena kekhawatiran tentang retensi CO2. Kegagalan pernafasan akut atau akut membutuhkan ventilasi mekanis segera. Tekanan saluran udara positif berkelanjutan atau tekanan saluran udara positif dapat memberikan dukungan saluran napas sementara, tetapi metode ini membutuhkan pasien yang kooperatif dan stabil secara hemodinamik, yang paling tidak termasuk dengan syok kardiogenik. Intubasi endotrakeal sering diperlukan untuk mempertahankan oksigenasi dan ventilasi. Namun, perubahan pada ventilasi tekanan positif dapat menurunkan preload dan curah jantung dan memperburuk hipotensi. Dokter harus mengantisipasi kejadian ini dan bersiap untuk mengadministrasikan bolus cairan, dengan tidak adanya kemacetan paru, atau memulai vasopressor atau inotropin yang tepat (Basavanthappa & Basavanthappa, 2011; Smeltzer et al., 2015). Stabilisasi Pemantauan fungsi jantung dan akses IV diperlukan. Hipoksia, hipovolemia, gangguan irama, kelainan elektrolit, dan perubahan asam-basa harus diperbaiki sesegera mungkin. Pemasangan kateter dapat digunakan untuk memantau output urin dalam melihat keseimbangan cairan. Kateter arteri pulmonal dan pemantauan hemodinamik harus dipertimbangkan pada semua pasien yang tidak stabil (Basavanthappa & Basavanthappa, 2011; Calder & Boyd, 2014).
  • 28. 28 7. Asuhan Keperawatan Setelah mengetahui tentang konsep teorinya, maka kita perlu belajar mengenai asuhan keperawatan pada pasien dengan infark miokard akut (Marion, 2013; Smeltzer et al., 2015). a. Pengkajian 1) Identitas pasien Meliputi: nama, tempat/tanggal lahir, jenis kelamin, status kawin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, No. MR. 2) Keluhan utama Infark Miokard Akut (IMA) Keluhan utama yang timbul pada pasien dengan Infark Miokard Akut (IMA) yaitu nyeri dada yang khas (seperti tertekan, berat, atau penuh). Infark Miokard Akut (IMA) banyak ditemukan pada pekerja swasta atau karyawan swasta. 3) Riwayat kesehatan sekarang a) Kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur. b) Faktor perangsang nyeri yang spontan. c) Kualitas nyeri: rasa nyeri digambarkan dengan rasa sesak yang berat atau mencekik. d) Lokasi nyeri: dibawah atau sekitar leher, dengan dagu belakang, bahu atau lengan. e) Beratnya nyeri: dapat dikurangi dengan istirahat atau pemberian nitrat. f) Waktu nyeri: berlangsungbeberapa jam atau hari, selama serangan pasien memegang dada atau menggosok lengan kiri. g) Diaforasis, muntah, mual, kadang-kadang demam, dispnea. h) Syndrom syock dalam berbagai tingkatan. 4) Riwayat kesehatan dahulu a) Riwayat pembuluh darah arteri. b) Riwayat merokok. c) Kebiasaan olahraga yang tidak teratur. d) Riwayat Diabetes Melitus, hipertensi, gagal jantung kongestif. e) Riwayat penyakit pernafasan kronis.
  • 29. 29 5) Riwayat kesehatan keluargaRiwayat keluarga penyakit jantung atau Infark Miokard Akut (IMA), Diabetes Melitus, stroke, hipertensi, penyakit vaskuler periver. 6) Keadaan Umum Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran pasien Infark Miokard Akut (IMA) biasanya baik atau kompos mentis (CM) dan akan berubah sesuai tingkat gangguan yang melibatkan perfusi sistem saraf pusat. a) B1 (Breathing) Pasien terlihat sesak, frekuensi napas melebihi normal dan mengeluh sesak napas seperti tercekik. Dispnea kardiak biasanya ditemukan. Sesak napas terjadi akibat pengerahan tenaga dan disebabkan oleh kenaikan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri yang meningkatkan tekanan vena pulmonalis. Hal ini terjadi karena terdapat kegagalan peningkatan curah darah oleh ventrikel kiri pada saat melakukan kegiatan fisik. Dispnea kardiak pada Infark Miokardium yang kronis dapat timbul pada saat istirahat. b) B2 (Blood) (1) Inspeksi Adanya jaringan parut pada dada pasien. Keluhan lokasi nyeri biasanya didaerah substernal atau nyeri diatas perikardium. Penyebaran nyeri dapat meluas didada. Dapat terjadi nyeri dan ketidakmampuan menggerakkan bahu dan tangan. (2) Palpasi Denyut nadi perifer melemah. Thrill pada Infark Miokard Akut (IMA) tanpa komplikasi biasanya ditemukan. (3) Auskultasi Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume sekuncup yang disebabkan Infark Miokard Akut (IMA). Bunyi jantung tambahan akibatkelainan katup biasanya tidak ditemukan pada Infark Miokard Akut (IMA) tanpa komplikasi. (4) Perkusi Batas jantung tidak mengalami pergeseran.
  • 30. 30 c) B3 (Brain) Kesadaran umum pasien biasanya CM. Tidak ditemukan sianosi perifer. Pengkajian obyektif pasien, yaitu wajah meringis, perubahan postur tubuh, menangis, merintih, meregang, dan menggeliat yang merupakan respon dari adanya nyeri dada akibat infark pada miokardium. d) B4 (Bladder) Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan pasien. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguripada pasien dengan Infark Miokard Akut (IMA) karena merupakan tanda awal syok kardiogenik. e) B5 (Bowel) Pasien biasanya mengalami mual dan muntah. Pada palpasi abdomen ditemukan nyeri tekan pada ke empat kuadran, penurunan peristaltik usus yang merupakan tanda utama Infark Miokard Akut (IMA). f) B6 (Bone) Aktivitas pasien biasanya mengalami perubahan. Pasien sering merasa kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, pola hidup menetap, dan jadwal olahraga tidak teratur. Tanda klinis lain yang ditemukan adalah takikardi, dispnea pada saat istirahat maupun saat beraktivitas. b. Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul: 1) Nyeri (akut) berhubungan dengan iskhemia otot jantung sekunder terhadap sumbatan arteri coroner. 2) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan inotropik (iskemia miokard transien/memanjang, efek obat) c. Kriteria hasil dan intervensi Diagnosa dan Kriteria Hasil Intervensi Nyeri (akut) berhubungan dengan iskhemia otot jantung sekunder 1. Monitor lokasi, durasi, intensitas, dan radiasi rasa sakit; gunakan skala 0
  • 31. 31 Diagnosa dan Kriteria Hasil Intervensi terhadap sumbatan arteri koroner Kriteria Hasil Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, diharapkan masalah nyeri pada pasien dapat teratasi, dengan kriteria hasil : Pasien mengatakan mampu mengatasi nyeri hingga 10. 2. Pantau tekanan darah, denyut nadi, dan pernapasan. 3. Kolaborasikan pemeriksaan EKG seperti yang diperintahkan. 4. Berikan oksigen sesuai dengan indikasi 5. Instruksikan pasien untuk beristirahat saat nyeri muncul. 6. Tetap bersama pasien sampai nyeri dada menghilang. 7. Kolaborasikan pemberian obat sesuai dengan instruksi dokter Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan inotropik (iskemia miokard transien/memanjang, efek obat) Kriteria Hasil Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, diharapkan masalah penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan inotropik (iskemia miokard transien/memanjang, efek obat) dapat teratasi, dengan kriteria hasil : 1. Pasien akan mempertahankan curah jantung yang memadai dan perfusi jaringan. 2. Pasien akan menunjukkan tanda-tanda peningkatan curah jantung dan perfusi jaringan. 1. Pantau tekanan darah, nadi, dan haluaran urin. 2. Auskultasi suara paru-paru. 3. Pantau sirkulasi perifer, pulsa, CRT, edema, warna, dan suhu. 4. Pantau EKG. 5. Berikan obat sesuai dengan instruksi dokter, seperti vasodilator, beta blockers, calcium channel blockers dan cardiac glycoside. 6. Motivasi dan berikan istirahat yang cukup, lingkungan yang tenang, posisikan semi-Fowler. 7. Amati nyeri atipikal seperti itu sebagai nyeri rahang atau tidak nyeri dengan dispnea atau kelelahan. 8. Amati pasien dengan cermat efek samping dari obat.
  • 32. 32 D. Asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus Diabetes Mellitus 1. Definisi Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok penyakit metabolik yang dikarakteristikan oleh hiperglikemia akibat defek pada sekresi insulin, aksi insulin, atau keduanya. Hiperglikemia lebih lanjut menghasilkan komplikasi akut dan kronik penyakit, yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Centers for Disease Control and Prevention, 2 20,8 juta orang, atau 7% dari populasi AS, menderita diabetes, dimana 6,2 juta tidak terdiagnosis. Satu dari setiap 400 hingga 600 anak-anak dan remaja memiliki diabetes tipe 1. Diabetes adalah penyakit serius yang dapat menyebabkan komplikasi seperti kebutaan, gagal ginjal, serangan jantung, dan stroke. Ini adalah penyebab utama amputasi ekstremitas bawah di Amerika Serikat. Dengan pendidikan yang baik dan perawatan diri, pasien diabetes dapat mencegah atau menunda komplikasi ini dan menjalani hidup yang produktif dan penuh. Peran utama perawat adalah membantu pasien belajar untuk merawat dirinya sendiri secara efektif (Basavanthappa & Basavanthappa, 2011; “Standards of medical care in diabetes- 2009,” 2010). Diabetes mellitus adalah sekelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia) akibat cacat pada sekresi insulin, aksi insulin, atau kedua. Biasanya sejumlah glukosa beredar dalam darah. Itu sumber utama glukosa ini adalah penyerapan makanan yang dicerna di saluran gastrointestinal (GI) dan pembentukan glukosa oleh itu hati dari makanan zat. Insulin, hormon yang diproduksi oleh pankreas, mengontrol itu kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanan glukosa. Dalam keadaan diabetes, sel-sel mungkin berhenti merespons insulin atau pankreas dapat berhenti berproduksi insulin sepenuhnya. Ini mengarah ke hiperglikemia, yang dapat mengakibatkan akut komplikasi metabolik seperti diabetes ketoasidosis (DKA) dan sindrom hiperglikemik hiperosmolar nonketotik (HHNS) (Smeltzer et al., 2015). Efek jangka panjang hiperglikemia berkontribusi terhadap makrovaskular komplikasi (penyakit arteri koroner, penyakit serebrovaskular, dan penyakit
  • 33. 33 pembuluh darah perifer), komplikasi mikrovaskular kronis (penyakit ginjal dan mata), dan neuropatik komplikasi (penyakit pada saraf, kegelisahan). Ada beberapa jenis diabetes mellitus; mereka mungkin berbeda dalam penyebab, perjalanan klinis, dan perawatan. Klasifikasi utama diabetes adalah: a. Diabetes tipe 1 (sebelumnya disebut sebagai ketergantungan insulin diabetes mellitus) b. Diabetes tipe 2 (sebelumnya disebut sebagai diabetes yang tidak tergantung mellitus) c. Diabetes mellitus gestasional 2. Etiologi Beberapa etiologi penyebab diabetes mellitus adalah (Basavanthappa & Basavanthappa, 2011; Smeltzer et al., 2015): a. Kegemukan, obesitas, dan aktivitas fisik Seseorang mungkin akan beresiko mengalami diabetes tipe 2 jika tidak aktif secara fisik dan kelebihan berat badan atau obesitas. Berat badan berlebih kadang-kadang menyebabkan resistensi insulin dan umum terjadi pada orang dengan diabetes tipe 2. Lokasi lemak tubuh juga membuat perbedaan. Lemak perut ekstra terkait dengan resistensi insulin, diabetes tipe 2, dan penyakit jantung dan pembuluh darah. b. Resistensi insulin Diabetes tipe 2 biasanya dimulai dengan adanya resistensi insulin, suatu kondisi di mana otot, hati, dan sel-sel lemak tidak dapat menggunakan insulin dengan baik. Akibatnya, tubuh membutuhkan lebih banyak insulin untuk membantu glukosa memasuki sel. Pada awalnya, pankreas mengeluarkan lebih banyak insulin untuk memenuhi kebutuhan tambahan. Seiring dengan waktu, pankreas tidak dapat menghasilkan cukup insulin, dan kadar glukosa darah meningkat. c. Gen dan riwayat keluarga Seperti pada diabetes tipe 1, gen tertentu dapat membuat seseorang lebih mungkin untuk mengalami diabetes tipe 2. Penyakit ini cenderung menyerang keluarga dan lebih sering terjadi pada kelompok ras / etnis ini: Afrika
  • 34. 34 Amerika, Pribumi Alaska, Indian Amerika, Orang Amerika Asia, Hispanik / Latin, Hawaii asli, Kepulauan Pasifik 3. Klasifikasi Secara umum, diabetes mellitus dapat dikategorikan menjadi tiga tipe, diantaranya adalah: Diabetes Mellitus Tipe 1, Diabetes Mellitus Tipe 2, dan Diabetes Gestasional (Smeltzer et al., 2015). a. Diabetes Tipe 1 Diabetes tipe 1 ditandai dengan penghancuran sel beta pankreas. Diperkirakan bahwa gabungan faktor genetik, imunologi, dan kemungkinan lingkungan (misalnya, virus) berkontribusi pada penghancuran sel beta. Meskipun peristiwa yang menyebabkan penghancuran sel beta tidak sepenuhnya dipahami, umumnya diterima bahwa kerentanan genetik merupakan faktor yang mendasari umum dalam pengembangan diabetes tipe 1. Orang tidak mewarisi diabetes tipe 1 itu sendiri; sebaliknya, mereka mewarisi kecenderungan genetik, atau kecenderungan, untuk mengalami diabetes tipe 1. Kecenderungan genetik ini telah ditemukan pada orang dengan tipe HLA (human leukocyte antigen) tertentu. HLA mengacu pada sekelompok gen yang bertanggung jawab untuk transplantasi antigen dan proses kekebalan lainnya. Sekitar 95% dari ras Kaukasia dengan diabetes tipe 1 menunjukkan jenis HLA spesifik (DR3 atau DR4). Risiko diabetes tipe 1 meningkat tiga sampai lima kali pada orang yang memiliki salah satu dari dua tipe HLA ini. Risiko meningkat 10 hingga 20 kali pada orang yang memiliki tipe DR3 dan DR4 HLA (dibandingkan dengan populasi umum). Diabetes yang tergantung dari kekebalan umumnya berkembang selama masa kanak-kanak dan remaja, tetapi dapat terjadi pada usia berapa pun. Ada juga bukti respons autoimun pada diabetes tipe 1, dimana ini adalah respons abnormal di mana antibodi diarahkan terhadap jaringan normal tubuh, menanggapi jaringan ini seolah- olah mereka adalah asing. Auto antibodi terhadap sel islet dan melawan insulin endogen (internal) telah terdeteksi pada orang pada saat diagnosis dan bahkan beberapa tahun sebelum perkembangan tanda klinis diabetes tipe 1.
  • 35. 35 Gambar 4 Mekanisme terjadinya Diabetes Mellitus Tipe 1 (Smeltzer, et al, 2015) Selain komponen genetik dan imunologi, faktor lingkungan, seperti virus atau racun, yang dapat memicu penghancuran sel beta sedang diselidiki. Terlepas dari etiologi spesifik, penghancuran sel beta menghasilkan penurunan produksi insulin, produksi glukosa yang tidak terkendali oleh hati, dan hiperglikemia puasa. Selain itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan di hati tetapi tetap dalam aliran darah dan berkontribusi terhadap hiperglikemia pasca makan (setelah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah melebihi ambang ginjal untuk glukosa, biasanya 180 hingga 200 mg / dL (9,9 hingga 11,1 mmol / L), ginjal mungkin tidak menyerap kembali semua glukosa yang tersaring; glukosa kemudian muncul di urin (glukosuria). Ketika kelebihan glukosa diekskresikan dalam urin, hal ini dapat disertai dengan kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebihan. Kondisi ini disebut dengan diuresis osmotik. Ini terjadi karena insulin biasanya menghambat proses glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan proses glukoneogenesis (produksi glukosa baru dari asam amino dan substrat lainnya). Pada orang dengan defisiensi insulin, proses ini terjadi dalam cara yang tidak terkendali dan berkontribusi lebih jauh terhadap hiperglikemia. Selain itu, kerusakan lemak juga terjadi, menghasilkan peningkatan produksi badan keton, yang merupakan produk sampingan dari kerusakan lemak (American Diabetes Association, 2018; Basavanthappa & Basavanthappa, 2011; Smeltzer et al., 2015).
  • 36. 36 b. Diabetes Tipe 2 Dua masalah utama yang berkaitan dengan insulin pada diabetes tipe 2 adalah resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Resistensi insulin mengacu pada penurunan sensitivitas jaringan terhadap insulin. Biasanya, insulin berikatan dengan reseptor khusus pada permukaan sel dan memulai serangkaian reaksi yang terlibat dalam metabolisme glukosa. Pada diabetes tipe 2, reaksi intraseluler ini berkurang, sehingga sel kurang efektif dalam merangsang ambilan glukosa oleh jaringan dan pada pengaturan pelepasan glukosa oleh hati (Gambar 5) (Smeltzer et al., 2015). Gambar 5 Mekanisme terjadinya Diabetes Mellitus Tipe 2 (Smeltzer, et al, 2015) Mekanisme pasti yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe 2 tidak diketahui, meskipun faktor genetik dianggap berperan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah penumpukan glukosa dalam darah, peningkatan jumlah insulin harus disekresikan untuk mempertahankan kadar glukosa pada tingkat normal atau sedikit meningkat. Namun, jika sel-sel beta tidak dapat mengikuti peningkatan permintaan insulin, kadar glukosa meningkat, dan diabetes tipe 2 berkembang. Meskipun gangguan sekresi insulin yang merupakan karakteristik diabetes tipe 2, ada cukup insulin yang hadir untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi tubuh keton yang menyertainya. Oleh karena itu, DKA tidak biasanya terjadi pada diabetes tipe 2.
  • 37. 37 Diabetes tipe 2 yang tidak terkontrol dapat menyebabkan masalah akut lain, HHNS. Diabetes tipe 2 terjadi paling sering pada orang yang lebih tua dari 30 tahun yang mengalami obesitas, meskipun insidennya meningkat pada orang dewasa muda. Karena berhubungan dengan lambat (selama bertahun-tahun), intoleransi glukosa progresif, onset diabetes tipe 2 mungkin tidak terdeteksi selama bertahun- tahun. Jika gejala yang dialami, mereka sering ringan dan mungkin termasuk kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka kulit yang menyembuhkan buruk, infeksi vagina, atau penglihatan kabur (jika kadar glukosa sangat tinggi). Untuk sebagian besar pasien (sekitar 75%), diabetes tipe 2 terdeteksi secara kebetulan (misalnya, ketika tes laboratorium rutin atau ophthalmoscopic examinations dilakukan) (Basavanthappa & Basavanthappa, 2011; Smeltzer et al., 2015). Salah satu konsekuensi dari diabetes yang tidak terdeteksi adalah bahwa komplikasi diabetes jangka panjang (misalnya penyakit mata, neuropati perifer, penyakit pembuluh darah perifer) mungkin telah berkembang sebelum diagnosis sebenarnya diabetes dibuat. Karena resistensi insulin dikaitkan dengan obesitas, pengobatan utama diabetes tipe 2 adalah penurunan berat badan. Latihan juga penting dalam meningkatkan efektivitas insulin. Agen antidiabetik oral dapat ditambahkan jika diet dan olahraga tidak berhasil mengendalikan kadar glukosa darah. Jika dosis maksimum dari satu kategori obat oral gagal untuk mengurangi tingkat glukosa hingga tingkat yang memuaskan, agen oral tambahan dapat digunakan. Insulin dapat ditambahkan ke terapi agen oral, atau pasien dapat pindah ke terapi insulin sepenuhnya. Beberapa pasien memerlukan insulin secara berkelanjutan, dan yang lain mungkin memerlukan insulin secara sementara selama periode stres fisiologis akut, seperti penyakit atau pembedahan. c. Diabetes Gestasional Diabetes gestasional adalah tingkat intoleransi glukosa dimana onsetnya terjadi selama kehamilan. Hiperglikemia berkembang selama kehamilan karena sekresi hormon plasenta, yang menyebabkan resistensi insulin. Untuk wanita yang memenuhi satu atau lebih dari kriteria berikut, skrining selektif untuk diabetes selama kehamilan sekarang sedang direkomendasikan antara kehamilan 24 dan 28 minggu: usia 25 tahun atau lebih; umur 25 tahun atau lebih muda dan obesitas;
  • 38. 38 riwayat keluarga diabetes pada saudara tingkat pertama; atau anggota kelompok etnis / ras dengan prevalensi diabetes yang tinggi (misalnya Hispanik Amerika, Penduduk Asli Amerika, Amerika Asia, Amerika Afrika). Diabetes gestasional terjadi pada hingga 14% wanita hamil dan meningkatkan risiko mereka untuk gangguan hipertensi selama kehamilan. Manajemen awal termasuk modifikasi pola makan dan pemantauan glukosa darah. Jika hiperglikemia berlanjut, insulin diresepkan. Agen antidiabetik oral tidak boleh digunakan selama kehamilan. Tujuan untuk kadar glukosa darah selama kehamilan adalah 105 mg / dL (5,8 mmol / L) atau kurang sebelum makan dan 120 mg / dL (6,7 mmol / L) atau kurang 2 jam setelah makan. Setelah melahirkan bayi, kadar glukosa darah pada wanita dengan gestational diabetes kembali normal. Namun, banyak wanita yang memiliki diabetes gestasional mengembangkan diabetes tipe 2 di kemudian hari. Oleh karena itu, semua wanita yang memiliki diabetes gestasional harus dikonseling untuk mempertahankan berat badan ideal mereka dan untuk berolahraga secara teratur untuk mengurangi risiko diabetes tipe 2 (Smeltzer et al., 2015; “Updates to the Standards of Medical Care in Diabetes-2018,” 2018). 4. Tanda dan Gejala Gejala klasik diabetes mellitus termasuk polydipsia (haus berlebihan), poliuria (buang air kecil berlebihan), dan polifagia (kelaparan berlebihan). Glukosa tidak mampu untuk memasuki sel, sehingga menyebabkan sel-sel menjadi kelaparan. Jumlah glukosa dalam darah yang meningkat ini menyebabkan peningkatan serum konsentrasi, atau osmolalitas. Tubulus ginjal tidak mampu menyerap kembali semua kelebihan glukosa yang disaring oleh glomeruli, dan hasil glikosuria. Jumlah tubuh yang besar air diperlukan untuk mengeluarkan glukosa ini, menyebabkan poliuria, nokturia, dan dehidrasi. Meningkatnya osmolalitas dan dehidrasi menyebabkan polidipsia. Glukosa darah tinggi juga bisa menyebabkan kelelahan, penglihatan kabur, sakit perut, dan sakit kepala. Keton dapat menumpuk dalam darah dan urin penderita diabetes tipe 1 (ketoasidosis) (Basavanthappa & Basavanthappa, 2011; Simons et al., 2018).
  • 39. 39 5. Komplikasi Penderita diabetes berisiko mengalami berbagai komplikasi. Komplikasi akut terkait dengan tinggi dan rendah gula darah kadar dapat diobati dan seringkali bisa dicegah dengan tepat (Basavanthappa & Basavanthappa, 2011; Smeltzer et al., 2015). a. Hiperglikemia Ketika kalori yang dimakan melebihi insulin tersedia atau glukosa digunakan, glukosa darah tinggi (hiperglikemia) terjadi. Yang paling Penyebab umum hiperglikemia adalah makan lebih banyak daripada resep rencana makan. Penyebab utama lainnya adalah stres. Menekankan menyebabkan pelepasan hormon melawan, termasuk epinefrin, kortisol, hormon pertumbuhan, dan glukagon. Ini semua hormon meningkatkan kadar glukosa darah. Dalam diri seseorang tanpa diabetes, ini adalah fungsi adaptif. Namun demikian pasien dengan diabetes tidak dapat mengkompensasi peningkatan glukosa darah dengan peningkatan sekresi insulin, dan terjadi hiperglikemia. Pasien harus bisa mengenali tanda dan gejala kadar glukosa darah tinggi dan tahu apa yang harus dilakukan jika mereka terjadi. Bagi banyak pasien, ini mirip dengan gejala yang mereka alami ketika pertama kali didiagnosis menderita diabetes. Glukosa darah tinggi kronis level bisa menyebabkan komplikasi jangka panjang. b. Hipoglikemia Glukosa darah rendah, atau hipoglikemia, terjadi ketika tidak tersedia cukup glukosa sehubungan dengan sirkulasi insulin. Kondisi ini kadang- kadang disebut sebagai reaksi insulin. Hipoglikemia biasanya didefinisikan sebagai kadar glukosa darah di bawah 50 mg / dL, walaupun pasien mungkin merasakan gejalanya tingkat yang lebih tinggi atau lebih rendah. Kadang- kadang, gejala muncul sebagai akibat penurunan glukosa darah yang cepat, meskipun tingkat glukosa aktual normal atau tinggi. Penyebab hipoglikemia mungkin termasuk melewatkan makan, berolahraga lebih banyak dari biasa, atau secara tidak sengaja memberikan terlalu banyak insulin. Sebuah episode hipoglikemik sesekali, diobati tepat, harus tidak menyebabkan
  • 40. 40 komplikasi kronis. Diulang atau sangat glukosa darah rendah kadar dapat menyebabkan neurologis kerusakan karena tidak ada cukup glukosa untuk fungsi otak. Oleh karena itu penting untuk mengajari pasien bagaimana caranya mencegah dan memperlakukan gula darah rendah. Gejala glukosa darah rendah termasuk kelaparan, berkeringat, muka pucat, tremor, palpitasi, dan sakit kepala. Ini gejala disebabkan oleh aktivasi system saraf simpatis. 6. Penatalaksanaan Manajemen keperawatan pasien dengan diabetes dapat melibatkan pengobatan berbagai gangguan fisiologis, tergantung pada status kesehatan pasien dan apakah pasien baru didiagnosis atau mencari perawatan untuk masalah kesehatan yang tidak terkait. Karena semua pasien diabetes harus menguasai itu konsep dan keterampilan yang diperlukan untuk manajemen jangka panjang diabetes dan potensi komplikasinya, pendidikan dasar yang solid diperlukan untuk perawatan diri yang kompeten dan merupakan sedang berlangsung fokus pada keperawatan (Smeltzer et al., 2015; “Updates to the Standards of Medical Care in Diabetes-2018,” 2018). Diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang membutuhkan seumur hidup perilaku manajemen diri khusus. Karena diet, fisik aktivitas, dan stres fisik dan emosional mempengaruhi kontrol diabetes, pasien harus belajar menyeimbangkan banyak faktor. Mereka harus belajar keterampilan perawatan diri harian untuk mencegah fluktuasi akut dalam darah glukosa, dan mereka juga harus memasukkan banyak gaya hidup mereka perilaku preventif untuk menghindari diabetes jangka panjang komplikasi. Pasien diabetes harus memiliki pengetahuan tentang nutrisi, efek obat dan efek samping, olahraga, perkembangan penyakit, strategi pencegahan, teknik pemantauan glukosa darah, dan penyesuaian obat. Selain itu, mereka harus mempelajari keterampilan terkait dengan pemantauan dan pengelolaan diabetes dan harus memasukkan banyak kegiatan baru ke dalam rutinitas harian mereka (“Updates to the Standards of Medical Care in Diabetes- 2018,” 2018).
  • 41. 41 Gambar 6 Lokasi tempat penyuntikan insulin (Smeltzer, et al, 2015) 7. Asuhan Keperawatan Setelah mengetahui tentang konsep teorinya, maka kita perlu belajar mengenai asuhan keperawatan pada pasien dengan diabetes mellitus (Marion, 2013; Smeltzer et al., 2015). a. Pengkajian 1) Riwayat Kesehatan a) Riwayat kesehatan sekarang Biasanya pasien masuk ke RS dengan keluhan nyeri, kesemutan pada ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung, sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, lethargi, koma dan bingung. b) Riwayat kesehatan lalu Biasanya pasien DM mempunyai riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti infark miokard akut c) Riwayat kesehatan keluarga Biasanya ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM 2) Pemeriksaan Fisik dan Penunjang a) Pemeriksaan Fisik (1) Pemeriksaan Vital Sign
  • 42. 42 Yang terdiri dari tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu. Tekanan darah dan pernafasan pada pasien dengan pasien DM bisa tinggi atau normal, Nadi dalam batas normal, sedangkan suhu akan mengalami perubahan jika terjadi infeksi. (2) Pemeriksaan Kulit Kulit akan tampak pucat karena Hb kurang dari normal dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan tidak elastis, kalau sudah terjadi komplikasi kulit terasa gatal. (3) Pemeriksaan Leher Biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid, kelenjar getah bening, dan JVP (Jugularis Venous Pressure) normal 5-2 cmH2. (4) Pemeriksaan Dada (Thorak) Pada pasien dengan penurunan kesadaran, acidosis metabolic, pernafasan cepat dan dalam. (5) Pemeriksaan Jantung (Cardiovaskuler) Pada keadaan lanjut bisa terjadi adanya kegagalan sirkulasi. (6) Pemeriksaan Abdomen Dalam batas normal (7) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus Sering BAK (8) Pemeriksaan Muskuloskeletal Sering merasa lelah dalam melakukan aktifitas, sering merasa kesemutan (9) Pemeriksaan Ekstremitas Kadang terdapat luka pada ekstermitas bawah bisa terasa nyeri, bisa terasa baal (10) Pemeriksaan Neurologi GCS: 15 Kesadaran Compos mentis Cooperative (CMC) b) Pemeriksaan laboratorium (1) Pemeriksaan darah
  • 43. 43 Pemeriksaan darah meliputi: GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl; Aseton plasma (aseton): positif secara mencolok; Osmolaritas serum: meningkat tapi < 330 m osm/lt; Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis metabolik), Alkalosis respiratorik; Trombosit darah: mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis, hemokonsentrasi, menunjukkan respon terhadap stress/infeksi; Ureum/kreatinin: mungkin meningkat/ normal lochidrasi/ penurunan fungsi ginjal; Amilase darah: mungkin meningkat > pankacatitis akut; Insulin darah: mungkin menurun sampai tidak ada (pada tipe I), normal sampai meningkat pada tipe II yang mengindikasikan insufisiensi insulin. (2) Pemeriksaan fungsi tiroid Peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin. (3) Urine Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ). (4) Kultur pus Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman. 3) Fungsional Gordon a) Pola persepsi Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gangren kaki diabetuk sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, lebih dari 6 juta dari penderita DM tidak menyadari akan terjadinya resiko Kaki diabetik bahkan mereka takut akan terjadinya amputasi
  • 44. 44 b) Pola nutrisi metabolik Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita. Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah. c) Pola eliminasi Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada urine (glukosuria). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan. d) Pola aktivitas dan latihan Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan bahkan sampai terjadi koma. Adanya luka gangren dan kelemahan otot – otot pada tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan. e) Pola tidur dan istirahat Istirahat tidak efektif Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka, sehingga pasien mengalami kesulitan tidur. f) Kognitif persepsi Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan mengalami penurunan, gangguan penglihatan. g) Persepsi dan konsep diri Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga (self esteem).
  • 45. 45 h) Peran hubungan Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu dan menarik diri dari pergaulan. i) Seksualitas Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme. Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria. Risiko lebih tinggi terkena kanker prostat berhubungan dengan nefropati j) Koping toleransi Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif. k) Nilai Kepercayaan Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita. b. Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul: 1) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengabsorbsi nutrisi 2) Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan asupan makanan, ketidakadekuatan monitor glukosa darah, kurangan ketaatan dalam manajemen diabetes 3) Risiko untuk pemeliharaan kesehatan yang tidak efektif terkait dengan defisit pengetahuan pada pasien dengan diabetes mellitus yang baru didiagnosis.
  • 46. 46 c. Kriteria hasil dan intervensi Diagnosa dan Kriteria Hasil Intervensi Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengabsorbsi nutrisi Kriteria Hasil Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, diharapkan masalah ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh pada pasien dengan diabetes mellitus yang baru didiagnosis, dengan kriteria hasil: 1. Intake nutrisi adekuat 2. Intake makanan adekuat 3. Intake cairan dalam batas normal 4. Energi cukup 5. Indeks masa tubuh dalam batas normal Manajemen Nutrisi 1. Mengkaji adanya pasien alergi terhadap makanan 2. Berkolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis gizi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan gizi pasien 3. Mengatur pola makan dan gaya hidup pasien 4. Mengajarkan pasien bagaimana pola makan sehari- hari yang sesuai dengan kebutuhan 5. Memantau dan mencatat masukan kalori dan nutrisi 6. Timbang berat badan pasien dengan interval yang sesuai 7. Memberikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana cara memenuhinya 8. Membantu pasien untuk menerima program gizi yang dibutuhkan Therapy nutrisi 1. Memantau makanan dan minuman yang dimakan dan hitung intake kalori sehari yang sesuai 2. Memantau ketepatan anjuran diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi sehari- hariyang sesuai 3. Berkolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis gizi
  • 47. 47 Diagnosa dan Kriteria Hasil Intervensi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan gizi pasien 4. Memberikan makanan sesuai dengan diet yang dianjurkan 5. Memantau hasil laboratorium 6. Mengajari keluarga dan pasien secara tertulis contoh diet yang dianjurkan Monitor Gizi 1. Memantau berat badan pasien 2. Memantau turgor kulit 3. Memantau mual dan muntah 4. Memantau albumin, total protein, Hb, hematokrit, dan elektrolit 5. Memantau tingkat energi, lemah, letih, rasa tidak enak 6. Memantau apakah konjungtiva pucat, kemerahan, atau kering 7. Memantau intake nutrisi dan kalori Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan asupan makanan, ketidakadekuatan monitor glukosa darah, kurangan ketaatan dalam manajemen diabetes Kriteria Hasil Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, diharapkan masalah resiko Managemen Hiperglikemia 1. Memantau peningkatan gula darah 2. Memantau gejala hiperglikemia, poliuria, polidipsi, poliphagi, dan kelelahan. 3. Memantau urin keton 4. Memberikan insulin yang sesuai 5. Memantau status cairan 6. Antisipasi situasi dalam persyaratan pemberian insulin 7. Membatasi gerakan ketika gula darah diatas 250 mg/dl, terutama apabila terdapat urin keton
  • 48. 48 Diagnosa dan Kriteria Hasil Intervensi ketidakstabilan kadar glukosa darah, dengan kriteria hasil: 8. Mendorong pasien untuk memantau gula darah Manajemen hipoglikemia 1. Mengenali pasien dengan resiko hipoglikemia 2. Memantau gula darah 3. Memantau gejala hipoglikemia seperti:tremor, berkeringat, gugup, tacikardi, palpitasi, mengigil, perubahan perilaku, coma. 4. Memberikan karbohidrat sederhana yang sesuai 5. Memberikan glukosa yang sesuai 6. Melaporkan segera pada dokter 7. Memberikan glukosa melalui IV 8. Memperhatikan jalan nafas 9. Mempertahankan akses IV 10. Lindungi jangan sampai cedera 11. Meninjau peristiwa terjadinya hipoglikemia dan faktor penyebabnya 12. Memberikan umpan balik mengenai manajemen hipoglikemia 13. Mengajarkan pasien dan keluarga mengenai gejala, faktor resiko, pencegahan hipoglikemia 14. Menganjurkan pasien memakan karbohidrat yang simple setiap waktu Risiko untuk pemeliharaan kesehatan yang tidak efektif 1. Kaji pengetahuan tentang perawatan diri pada diabetes.
  • 49. 49 Diagnosa dan Kriteria Hasil Intervensi terkait dengan defisit pengetahuan pada pasien dengan diabetes mellitus yang baru didiagnosis. Kriteria Hasil Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, diharapkan masalah risiko untuk pemeliharaan kesehatan yang tidak efektif terkait dengan defisit pengetahuan pada pasien dengan diabetes mellitus yang baru didiagnosis, dengan kriteria hasil: • Tingkat glukosa darah dalam parameter yang normal • Pasien menyatakan kepuasan dengan pemahaman perawatan diri diabetes. 2. Bantu pasien untuk bekerja sama dengan penyedia layanan kesehatan dalam menentukan level glukosa darah yang tepat dan tindakan yang akan dilakukan apabila kadar glukosa darahnya terlalu tinggi atau terlalu rendah. 3. Ajari pasien untuk mengukur kadar glukosa sebelum makan dan sebelum tidur atau seperti yang disarankan oleh penyedia layanan kesehatan. Memastikan bahwa pasien tahu bagaimana caranya untuk melakukan monitoring glukosa dan petunjuk penggunaanya dirumah. 4. Ajari pasien bagaimana caranya memberikan insulin atau agen hipoglikemik oral. Pastikan pasien makan pada jam yang sesuai dengan pemberian obat-obatan. 5. Ajari pasien cara pemberian insulin 6. Obervasi gejala hipoglikemia dan hiperglikemia. Ajari penyebab, pencegahan dan perawatan hipoglikemia dan hiperglikemia. (Pontali et al., 2015; Riza et al., 2014; Sia & Wieland, 2011; WHO, 2016)