SlideShare a Scribd company logo
1 of 27
Download to read offline
HERMENEUTIKA DAN PENERAPANNYA
DALAM PENAFSIRAN AL-QUR’AN
(KONTEKS KEINDONESIAAN)
MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Studi Al-Qur’an
Oleh:
Muhammad Maghfur Amin
NIM. F12518226
Dosen Pengampu:
Dr. H. M. Arif, M.Ag
ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2018
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penafsiran Al-Qur’an merupakan kegiatan para ulama’ yang sejak dahulu
menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam khazanah keilmuan Islam. Kegiatan itu
berkembang dari yang awalnya menggunakan nukilan riwayat (bi al-ma’tsur) hingga
kemudian lebih banyak menggunakan ra’yu. Pada tataran ini, para ulama tidak
melepaskan sama sekali pemahaman historis dari ayat yang ditafsirkan. Asbabun
nuzul, Makkiyah-Madaniyah, Nasikh-Mansukh merupakan komponen ulu>mul Qur’an
yang memperhatikan historis ayat.
Sebagaimana ulu>mul Qur’an klasik di atas, hermeneutika adalah metode
analisis terhadap teks yang konsep utamanya adalah dengan memperhatikan konteks
historisnya pada masa lalu untuk ditarik ke konteks saat ini.Hermeneutika menjadi
semakin ‘populer’ di kalangan akademisi, tidak hanya dikaji sebagai metode analisis
teks tetapi juga telah menjadi metode yang diterapkan dalam meneliti teks. Beberapa
cabang ilmu telah banyak menggunakan analisis ini seperti sosiologi, antropologi,
dan juga penelitan teks yang lain.
Namun sayangnya di kalangan muslim sendiri hermeneutika dipandang
sebelah mata, karena beranggapan komponen metodologi yang berasal dari ‘luar’
akan mencederai sakralitas Al-Qur’an. Oleh karena itu tidak sedikit yang memiliki
pandangan sinis dan skeptis terhadap hermeneutika bahwa ia adalah metode yang
berusaha dikembangkan untuk ‘merusak’ otentisitas Al-Qur’an. Ada pula yang
berpandangan bahwa tidak layak hermeneutika yang merupakan komponen
metodologi penelitian teks Bibel digunakan untuk meneliti Al-Qur’an. Pandangan-
pandangan ini yang awalnya membendung masuknya hermeneutika dalam
menafsirkan dan meneliti Al-Qur’an di kalangan muslim kontemporer.
Dalam arus berikutnya, hermenutika tidak dapat terbendung, beberapa
sarjana Islam termasuk di Indonesia, turut serta membangkitkan kajian
hermeneutika. Hingga beberapa universitas Islam telah memasukkan hermeneutika
dalam silabi pembahasan untuk para mahasiswanya. Kajian hermeneutika dan
penerapan hermeneutik dalam penafsiran teks terus berkembang di ranah ilmiah
akademik yang ada di Indonesia.
3
Beberapa buku pembahasan tafsir hasil metode hermeneutika dijadikan buku
rujukan wajib dibanyak perguruan tinggi Islam, seperti karya Abu Zayd, Fazlur
Rahman , karangan Muhammad Arkoun yang berjudul ‚Rethingking Islam ‚. Hasil
dari penggunaan metode hermeneutika di Indonesia memunculkan tokoh-tokoh yang
dianggap liberal di sejumlah perguruan tinggi Islam negeri. Karena mereka
menerapkan hermeneutika sebagai mata kuliah wajib pada jurusan tafsir dan hadits
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Beberapa Universitas Islam Negeri yang ada
menerapkan metode hermeneutika sebagai kajian pengembangan metode tafsir.
Rektor UIN Sunan Kalijaga (Yogyakarta), Amin Abdullah, mengatakan
bahwa sebagian tafsir dan ilmu penafsiran yang diwarisi umat Islam selama ini telah
melanggengkan status quo dan kemrosotan umat Islam secara moral, politik, dan
budaya. Hermeneutika sebagai kebenaran yang harus disampaikan kepada umat
Islam. Dalam kata pengantar, ‚Mendengarkan Kebenaran Hermeneutika‛, yang
ditulisnya untuk buku yang disusun oleh Fahruddin Faiz, Hermeneutika Al-Qur’an
Tema-tema Kontroversial, Amin mengemukakan bahwa tidaklah heran jika
hermeneutika menjadi perdebatan dalam traidisi Islam. Namun ‘kebenaran’
hermeneutika dapat disuarakan dan diperdengarkan gaungnya salah satunya melalui
buku Faiz tersebut.
Dengan sagala perdebatannya, hermeneutika memperlihatkan bentuknya
setelah gaungnya terdengar di penjuru nusantara. Berikut sebagian nama-nama
pejuang hermeneutika di Indonesia :
1. Profesor Amin Abdullah, rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
mengidentifikasikan teori historitas kontemporer Al-Qur’an dengan riwayat-
riwayat sebab turun Al-Quran (asba>b an-nuzu>l).
2. Ulil Abshor Abdala bersama Jaringan Islam Liberalnya (JIL). Ia banyak
melakukan pembelaan kelompok yang memperjuangkan kebebasan, feminisme,
komunisme, kelompok minoritas yang anti hukum Islam.
3. Dr. Yusuf Rahman, dosen dan pakar hermeneutika di UIN Jakarta mengatakan
bahwa apakah karena hanya hermeneutika dari Barat, atau dipakai untuk Bibel
lalu tidak bisa diterapkan pada Al-Qur’an?. Menurutnya tidak ada masalah
4
menerima hermeneutika sebagai metode tafsir Al-Qur’an, dan tidak adalagi
monopoli penafsiraan oleh pihak tertentu.
4. Nur Ichwan, dalam tesisnya dia tulis dan diterbitkan dalam bahasa Indonesia.
mengatakan bahwa teori hermeneutika Al-Qur’an Nashr Abu Zayd adalah salah
satu contoh yang paling baik dari trend saat ini.
5. Buku Aksin Wijaya yang diterbitkan dari tugas akhir kesarjanaan strata-2 di
IAIN Sunan Kalijaga. Dia mendudukkan Al-Qur’an Mushaf Utsmani sejajar
dengan teks-teks lain yang tidak mempunyai nilai sakral maupun keabsolutan
sedikitpun. Bagi Aksin yang sakral adalah pesan Tuhan yang nyempil disela-sela
Mushaf tersebut dan itupun masih dalam proses pencarian.
6. Fakhruddin Faiz, dosen Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga. Dengan
hermeneutika didapat bahwa Al-Quran adalah sebuah produk budaya hal ini
dimaksud untuk mendobrak manipulasi pemahaman teks dan mengatasi
pemutarbalikan pemahaman teks . Hal ini banyak terjadi dalam masa peradaban
Islam oleh ulama terdahulu dalam menyikapi teks secara berlebihan dengan
mengabaikan realita.
7. Sahiron Syamsuddin, dosen Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, telah
banyak menulis artikel-artikel ilmiah yang membahas teori-teori hermenetika.
Beberapa tulisannya dimuat dalam jurnal ilmiah dan antologi bersama. Di
dalamnya, ia mencoba mengintegrasikan integrasikan hermeneutika dengan
kajian Al-Qur’an (ulumul Qur’an). Bukunya yang paling mutaakhir berjudul
Hermenutika dan Pengembangan Ulumul Qur’an diterbitkan tahun 2017 .
Melihat latar belakang masalah yang demikian, maka dianggap penting untuk
mengkaji hermenutika —yang saat ini dalam aplikasinya untuk menafsirkan Al-
Qur’an –berkembang semakin pesat, termasuk di Indonesia. Dalam makalah ini akan
dibahas mengenai hermeneutika dan penerapannya terhadap penafsiran Al-Qur’an
dengan konteks ke-Indonesia-an. Penulis membatasi masalah yang akan dibahas
dengan memusatkan pada sub-tema yang dianggap penting yang berhubungan
dengan hermeneutika dalam eksplorasi dan aplikasinya.
5
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah-masalah yang
akan dibahas dalam makalah ini sebagai berikut:
1. Apa Pengertian Hermeneutika?>
2. Bagaimana Sejarah Perkembangan Hermeneutika?
3. Apa saja Macam Aliran-aliran Hermeneutika?
4. Bagaimana Potensi Hermeneutika dalam Pengembangan Kajian Al-Qur’an?
5. Bagiamana Contoh Aplikasi Hermeneutika dalam Penafsiran?
C. Tujuan Pembahasan
Beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini memiliki tujuan
pembahasan sebagai berikut:
1. Untuk Mengetahui Pengertian Hermeneutika.
2. Untuk Mengetahui Sejarah Perkembangan Hermeneutika.
3. Untuk Mengetahui Macam Aliran Hermeneutika.
4. Untuk Mengetahui Potensi Hermeneutika dalam Pengembangan Kajian Al-
Qur’an
5. Untuk Mengetahui Contoh Aplikasi Hermeneutika dalam Penafsiran.
6
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hermeneutika
Hermeneutika secara etimologis diambil dari bahasa Yunani hermeneuin yang
artinya adalah menjelaskan. Kata hermeneuin diambil dari nama Hermes, yang
merupakan makhluk mitologi Yunani yang memiliki peran sebagai perantara pesan
Tuhan kepada manusia. Kata tersebut kemudian diserap ke dalam bahasa Jerman
Hermeneutik dan bahasa Inggris Hermeneutics.1
Adapun secara terminologis, hermeneutika didefiniskan sebagai sebuah
istilah secara beragam dan bertingkat oleh Hans Georg Gadamer dalam artikelnya
‚Classical and Philoshophical Hemeneutics‛. Menurutnya sebelum menjadi sebuah
displin keilmuan, kata tersebut dia definisikan dengan mengatakan:
Hermeneutika adalah seni praktis, takne techne, yang
digunakan dalam hal-hal seperti berceramah,
menafsirkan bahasa-bahasa lain, menerangkan dan
menjelaskan teks. Dan sebagai dasar dari semua
kegiatan itu adalah seni memahami, sebuah senikhusus
yang dibutuhkan ketika makna teks itu tidak jelas.2
Berangkat dari makna yang diungkapkan oleh Gadamer, Friedrich
Shleiernacher mengartikan hermeneutika dengan seni memahami secara benar bahasa
orang lain, khususnya bahasa tulis. Menurut Gadamer, sebagaimana juga yang
diungkapkan oleh Franz Peter Burkard hermeneutika modern tidak hanya diartikan
sebagai seni menafsirkan, melainkan lebih dari itu ia menjelma sebagai disiplin ilmu
yang merupakan refleksi teoritis tentang metode-metode dan syarat-syarat
pemahaman.3
1
Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika dan Pengembangan Ulumul Qur’an, (Yogyakarta: Pesantren
Nawasea Press, 2017), 13
2
Lihat Hans Georg Gadamer, ‚Classical and Philosophical Hermeneutics,‛ Dalam Theory, Culture
and Society(London: SAGE, 2006), vol. 23, 29
3
Lihat Franz-Peter Burkard, ‚Hermeneutik,‛ dalam Peter Prechtl dan Franz-Peter Burkarrd Metsler
philosophie Lexikon (Stuttgart: Metzler, 1999), 231
7
Sedangkan mengenai tingkatan definisi hermeneutika dapat kita lihat dalam
pemaparan Ben Vedder dalam bukunya Was ist Hermeneutik?.4
Dalam buknya
tersebut Vedder membedakan empat terma yang saling terkait sebagai berikut:
Pertama, Hermeneuse (act of interpreting; aktifitas atau praktek menafsirkan
dan karya tafsir) adalah penjelasan atau interpretasi sebuah teks, karya seni atau
perilaku seseorang. dari pengetian tersebut dapat diketahui bahwa istilah itu merujuk
pada aktivitas penafsiran terhadap obyek-obyek tertentu seperti teks, simbol-simbol
seni dan perilaku manusia. Jadi istilah tersbut tidak terkait dengan metode-metode,
syarat-syarat dan hal-hal yang melandasi penafsiran.
Kedua, Hermeneutik (Hermeneutika). Menurut Vedder hermeneutik adalah
teknik menguak kesatuan makna teks. Istilah ini memiliki definisi regulasi, aturan,
metode, strategi atau langkah penafsiran. Yang termasuk dalam kategori
hermeneutika adalah misalnya, pemikiran-pemikiran J. Dannhaueser dalam bukunya
Hermeneutica sarca sive methodus exponendarum sacrarum literarum, yang memuat
teori-teori dan prinsip-prinsip penafsiran. Selain itu ada juga Shleiermacher yang
tertarik dengan permasalahan bahagaimana seseorang menafsirkan teks secara benar
dan obyektif. Selain mereka berdua ada lagi Grant R Osborne dengan buku
Hermeneutical Spiral juga bisa digolongkan dalam karya hermeneutik, karena di
dalamnya dibahas teori, metode dan strategi penafsiran dengan sangat detail.
Ketiga, Philocophisce Hermeneutik (Hermeneutika Filosofis). Hermeneutika
filosofis tidak lagi membicarakan metode penafsiran tertentu sebagai obyek
pembahasan. Hermeneutika filosofis, menurut Jung, lebih banyak berbicara mengenai
jalan masuk ke realitas dan kondisi-kondisi penafsiran. Istilah ini mengarah pada
kondisi-kondisi kemungkinan yang dengannya seseorang dapat memahami dan
menafsirkan sebuah teks, simbol atau perilaku.
Keempat, Hermeneutiche Philosophie (Filsafat Hermeneutis). Ia adalah
bagian dari pemikiran-pemikiran filsafat yang mencoba menjawab masalah dalam
kehidupan manusia dengan cara menafsirkan apa yang diterima oleh kehidupan
manusia dari sejarah dan tradisi. Manusia sendiri dipandang sebagai ‘makhluk
4
Tentang Ben Vedder, ‚Was Its Hermeneutik? Ein Weg von der Textdeutung zur Interpretation der
Wirklichkeit‛. dalam Syamsuddin, Hermeneutika dan Pengembangan…, 15
8
hermeneutis, dalam arti makhluk yang harus memahami dirinya. jadi hermeneutika
ini terkait dengan hal-hal seperti epistemologi, ontologi, etika dan estetika.
Sebagai kesimpulan, secara epistemologis, hermeneutika dalam pengertian
sempit adalah dispilin yang membahas metode-metode yang tepat untuk memahami
dan menafsirkan hal-hal yang perlu difsirkan. Sedangkan dalam pengertian luas, yang
mencakup empat macam tingkatan hermeneutika di atas, adalah cabang ilmu
pengetahuan yang membahas hakekat, metode, dan landasan filosofi dalam kegiatan
penafsiran.
Menurut Sahiron Syamsuddin, sebagai contoh dari pengertian-pengertian di
atas, maka dalam tradisi Islam telah banyak lahir karya yang termasuk dalam
hemeneuse dan hermeneutika. Kitab-kitab tafsir seperti Ja>mi’ al-Baya>n karya Ibnu
Jariri Ath-Thabari, Mafa>tih al-Ghai>b karya Fakhr Ad-Din Ar-Razi, dan Tafsir Al-
Qur’an karya Quraish Shihab adalah beberapa contoh produk Hermeneuse. Termasuk
juga kitab-kitab syarah Hadist seperti Subul as-Sala>m yang merupakan syarah
hadits-hadist yang dikumpulkan oleh Al-Asqalani dalam Bulu>gh al Mara>m.5
Adapun karya-karya yang di dalamnya memuat regulasi dan metode
penafsiran maka ia termasuk dalam kategori hermeneutika (dalam arti sempit). Hal
ini seperti kitab-kitab ulu>mul Qur’a>n antara lain sebagaimana Al-Itqa>n fi> ‘Ulu>m al-
Qur’a>n karya Jalal ad-Din As-Suyuthi, Al-Burha>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n katya Az-
Zarkasyi dan Maba>hits fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n karya Shubhi Shalih. Juga kitab-kitab
ushul fiqh sepeti Al-Mustasyfa karya Abu Hamid Al-Ghazali dan al-Muwafaqa>t
karya Asy-Syathibi.6
Yang masih jarang ditemui dalam tradisi Islam saat ini adalah karya-karya
yang memuat apa yang disebut dengan philosophical hermeneutics dan hermeneutical
philosophy. Hal ini tidak terlepas mengenai bagaimana hermeneutika dipandang
sebagai tradisi kritik Bibel yang berusaha melepaskan sakralitas Bibel sendiri. Ketika
hermeneutika sebagai pengertian dalam tingkat filsafat hermeneutika, maka
mejadikan penafsir harus meminjam sudut pandang author of text-nya. Jadi Al-
Qur’an ketika harus melalui filasafat hermeneutika ini, melalui nalar epistemologis
5
Ibid., 19
6
Ibid.
9
misalnya, maka kita harus menggunakan pertanyaan; bagaimana author—yang dalam
hal ini adalah Allah—mendapatkan dan mentrasmisikan teks. Dan dapat dipastikan
kita tidak dapat menjawab pertanyaan filosofis yang transendental tersebut.
B. Sejarah Perkembangan Hermeneutika
1. Hermeneutika Klasik
Hermeneutika klasik, sebagai cirinya adalah ia lebih difungsikan sebagai
landasan interpretasi teks suci seperti Bibel, karena itu ia sering disebut dengan
hermeneutika Bibel.7
Kelahiran hermeneutika sebagai dasar menginterpretasikan
teks Bibel sebenarnya telah muncul pada abad ke-1 M. Penafsiran alegoris yang
pertama kali dilakukan oleh para filosof Stoa dan dipraktekkan oleh para teolog
masa periode awal penafsiran Bibel.8
Muncul penafsiran alegoris yang dilakukan oleh Philo von Alexandrien
terhadap Perjanjian Lama secara mendalam dan metodis. Bahkan dengan
penafsiran alegorisnya ia dikenal sebagai ‚Bapak penafsiran alegoris‛. Proses
pemahaman alegoris bertujuan untuk mendapatkan makna yang mendalam dari
teks, hingga Philo mengatakan ‚Der Geist zählt, nitch der Buchstabe‛ (yang
dipandang adalah jiwanya, bukan hurufnya), dasar teori hermeneutik yang hingga
kini masih relevan. Dari situ menurutnya teks memiliki makna literal dan makna
alegoris yang erat saling berhubungan.
Pada awal abad ke-3 M. tokoh yang juga berjasa dalam pemikiran
hermeneutis Bibel adalah Origenes. Dia mengembangkan dualisme makna yang
idenya telah dibuka oleh Philo sebelumnya dengan menambahkna satu makna
lain. Dia membedakan makna teks ke dalam tiga macam, yaitu, makna literal,
makna moral, dan makna spiritual. Tiga makna itu digunakan dengan fungsi
hirarki makna teks dimana makna spiritual adalah makna paling tinggi, sebagai
kebijakan Tuhan.9
Selanjutnya pada abad ke-13 M. para teolog Kristen kemudian
mengembangkan pemikiran yang ditawarkan oleh Philo dan Origenes. Maka
dikenal empat macam makna; (1)makna literal, adalah makna kata perkata dari
7
Syamsuddin, Hermeneutika dan Pengembangan.., 33
8
Ibid., 21-22
9
Ibid., 22-23
10
teks; (2)makna alegoris, adalah makna yang digunakan untuk ide dasar penafsiran
dan untuk mengungkap kata-kata metaforis dalam teks; (3)makna moral, adalah
yang berkaitan dengan dimensi moral yang diterapkan dalam kehidupan; dan
(4)makna anagogis, adalah dimensi transendental (kehidupan akhirat yang kekal)
dari sebuah kata atau teks. Sebagai contoh kata Yerussalem jika dipahami
sebagai hirarki makna maka, secara literal bermakna Palestina; secara alegoris
adalah Gereja Christi; secara anagogis adalah jiwa manusia; dan secara anagogis
adalah Yerussalem yang kekal yakni surga.
2. Hermeneutika Modern
Hermeneutika modern lebih merupakan hermeneutika yang dipandang
sebagai displin ilmu yang mandiri dan dikenal sebagai hermeneutika umum. Ia
lahir dengan munculnya kata tersebut abad ke 17. Pertama kali kata ini
diperkenalkan oleh Johann Conrad Dannhauer sebagai syarat penting bagi setiap
ilmu pengetahuan yang menuju pada interpretasi teks. Dannhauer
memperkenalkan kata ini dengan menyatakan bahwa ia terinspirasi dari risalah
Peri hermeneias Aristoteles, yang mengatakan bahwa ilmu interpretasi yang baru
berlaku tidak lain menjadi pelengkap bagi Organon Aristotelian.10
Didalamnya,
Aristoteles menjelaskan hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan penelitian
terhadap simbol-simbol bahasa: (1)ungkapan tertulis yang terdiri dari huruf-
huruf, (2)ungkapan dalam bentuk suara, (3)kondisi kejiwaan, dan (4)realitas.
Dannhauer mengembangkan pemikiran Aristotels ini antara lain dalam bukunya
Idea boni Interpretis et maliotesi Calumniatoris (1630).11
Banyak pemikir hermeneutika umum selain Dannhauer dengan model
pemikiran yang beragam seperti Johann Heinrich Lambert (1728-1777), yang
merupakan ahli dalam bidang semiotika. Melalui semiotika, sesorang berusaha
memahami makna di balik simbol-simbol kata dan kalimat tertentu. Selain itu ia
juga memiliki teori filsafat bahasa yang diataranya mengatakan bahwa bahasa
tidak bisa dipahami melalui arti setiap kata dalam kalimat, melainkan juga
melalui konteks, perbandingan dan hubungan antara kata-kata yang ada.
10
Jean Grodin, Sejarah Hermeneutika dari Plato sampai Gadamer, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2010),
45.
11
Syamsuddin, Hermeneutika dan Pengembangan…, 34.
11
Hermeneutika berkembang menjadi displin pokok filsafat modern fase
kedua sejak diterbitkannya tulisan-tulisan Schleiermacher pada abad 19 M., ia
dikenal sebagai ‚Bapak Hermeneutika Modern‛.12
Perkembangan pada masa ini
merupakan perubahan signifikan dalam pemikiran hermeneutika yang diungkap
Schleiermacher. Teks dipandang sebagai ungkapan kejiwaan, ungkapan hidup dan
epos historis penulis. Ketika penafsir memahami teks maka berarti ia harus
‚mengalami kembali‛, memasuki kesadaran, kehidupan dan epos sejarah itu
berasal. Hermeneutika semacam ini merupakan satu prinsip dalam aliran
Historisisme. Pemikiran ini selanjutnya mempengaruhi pemikir-pemikir lain
seperti Emilio Betti, seorang ahli hermeneutika berkebangsaan Itali. Yang
menjadi obyek penelitian hermeneutik Schleiermacher adalah mengenai upaya
mencari jalan untuk memahami teks secara benar.
Tokoh penting lainnya adalah Wilhelm Dilthey. Dalam perdebatan
mengenai awal lahirnya hermeneutika ia berpendapat bahwa sebetulnya
hermeneutika telah muncul satu abad lebih awal, yang dikemukakan oleh
Protestantisme setelah lahirnya prinsip sola scriptura yang diungkap oleh
Luther.13
Prinsip tersebut dikemukakan oleh Luther dalam menentang otoritas
tradisi dalam penafsiran Bibel yang didukung oleh Gereja Katolik. Pendapat
Dilthey ini juga didukung oleh sejarawan hermeneutika lain seperti R. Bultman,
G. Ebeling dan Hans Georg Gadamer yang menaruh perhatian besar pada prinsip
Luther tersebut. Namun pemikiran Luther tidak dapat dipandang sebagai suatu
hermeneutika atau suatu refleksi teoritis dalam prektek interpretasi, karena dia
hanya berkonsentrasi pada interpretasi-interpretasi konkret terhadap teks,
terutama teks yang tertulis.14
Mekipun begitu itu reformasi Luther, dengan prinsip dasar bahwa Bibel
manfsirkan dirinya sendiri, menjadi benih respon atau reaksi kontra oleh para
Katolik dimana pihak Gereja menganggap bahwa tradisi otoritas Bibel adalah
satu-satunya perspektif penafsiran. Sedangkan Protestan berbeda pendapat
dengan Gereja Katolik, mereka mengangkut tradisi hermeneutik Luther dan
12
Fahruddin Faiz, Hermeneutika Al-Qur’an Tema-tema Kontroversial, (Yogyakarta: Kalimedia,
2015), 7
13
Tentang W. Dilthey, Das Hermeneutische System Begriffgeschichte, 18, 1974, 35-84 dalam Grodin,
Sejarah Hermeneutika, 46.
14
Ibid., 47.
12
menjadi Lutheran yang setia. Orang pertama yang menawarkan pengertian
hermeneutika yang mendekati pengertian kita sekarang adalah pengikut
Lutheran, yakni Philipp Melanchton. Ia mengungkapnya dalam risalah-risalah
tentang retorika pada tahun 1519 dan 1531. Begitu pula Matthius Flacius
Illyricus yang mengemukakan pendapatnya tentang hemeneutika dalam Clavis
scipture sacrae di tahun 1567.15
Wilhem Dilthey memilah antara ilmu eksakta dan non-eksakta. Di
tangannya hermeneutika tidak lagi terbatas pada pemahaman teks kebahasaan,
melainkan pada seluruh obyek penilitian dalam ilmu non-eksakta melalui
kosntruksi sebuah metode universal dengan didasarkan pada pondasi kejiwaan.
Dalam hal ini antara Schleiermacher dan Dilthey termasuk dalam satu aliran,
yang lebih menekankan pada upaya rekonstruksi maksud asli teks yang
ditafsrikan.
Salah satu tokoh lainnya adalah Gadamer. Menurut Gadamer kunci
pemahaman adalah partisipasi dan keterbukaan, bukan manipulasi dan
pengendalian. Bagi dia pemahaman bukalah suatu tujuan, tapi yang paling
penting adalah bagaimana sejarah dan tradisi menjadi sebuah jalan terjadinya
dialog. Dalam pemikirannya pengetahuan terjadi karena adanya dialog. Dan
bahasa menjadi media penting terjadinya dialog. Sedangkan bahasa tidak terbatas
pada teks, namun segala sesuatu adalah teks.16
Dalam hal ini pemikiran Gadamer
tergolong dalam jenis pemikiran filsafat hermeneutis, yang titik tekannya adalah
pada nalar ontologis.
Kemudian hermeneutika berkembang dan mempengaruhi pemikir-pemikir
muslim kontemporer dalam kajian penafsiran, seperti Hasan Hanafi, Mohammad
Arkoun, Farid Esack dan Nashr Hamid Abu Zayd. Tidak luput pula hermeneutika
mulai memasuki khazana pemikiran cendekiawan Nusantara. Beberapa pemikir
Indonesia abad modern dan kontemporer—bahkan dalam karya tafsirnya—turut
menerapkan beberapa model hermeneutika. Mereka melalukan itu tanpa
15
Ibid., 47
16
F. Budi Hardiman, ‚Ilmu-ilmu sosial dalam Diskursus Modernisme dan Pasca-Modernisme,‛ dalam
Jurnal Ulumul Quran Vol. 5 (1994), 7
13
meninggalkan pertimbangan kesesuaiannya dalam aktifvitas penafsiran Al-
Qur’an.
C. Aliran-aliran Hermeneutika
Sebagai sebuah metodologi penafsiran, hermeneutika bukan hanya sebuah
bentuk yang tunggal melainkan terdiri atas berbagai model dan varian. Dari beberapa
tokoh yang telah disebutkan diatas digolongkan ke dalam tiga bentuk atau model
hermeneutika.
1. Hermenutika Objektif
Hermeneutika objektif dikembangkan tokoh-tokoh klasik, khususnya
Friedrick Schleiermacher (1768-1834), Wilhelm Dilthey (1833-1911) dan Emilio
Betti (1890-1968).17
Menurut aliran pertama ini, menafsirkan berarti memahami
teks sebagaimana yang dipahami pengarangnya. Yang disebut teks, menurut
Schleiermacher, adalah ungkapan jiwa pengarangnya. Seperti juga disebutkan
dalam teori Emilio Betti, apa yang disebut makna atau tafsiran atasnya tidak
didasarkan atas kesimpulan kita melainkan diturunkan dan bersifat instruktif
(dari pengarang).18
Menurut Schleiermacher, untuk mencapai tingkat menyelami jiwa
pengarang, ada dua cara yang dapat ditempuh; melalui bahasanya yang
mengungkapkan hal-hal baru, atau lewat karakteristik bahasanya yang ditransfer
kepada kita. Metode ini didasarkan atas konsepnya tentang teks. Setiap teks,
menurutnya, mempunyai dua sisi; sisi linguistik dan sisi psikologis. Sisi
linguistik, yakni makna secara bahasa yang menjadikan proses memahami
menjadi mungkin, sedangkan sisi psikologis merupakan makna yang menunjuk
pada kejiwaan dan pikiran pengarang yang tertuang dalam gaya bahasa yang
digunakan. Dalam kaitan dua aspek inilah pembaca mengkonstruksinya dalam
upaya memahami pikiran pengarang dan pengalamannya, sehingga pembaca
mendapatkan pemahaman yang objektif.19
Sedangkan untuk dapat memahami
maksud pengarang, karena gaya dan karakter bahasanya berbeda, maka penafsir
harus keluar dari tradisinya sendiri untuk kemudian menyelami tradisi dalam
17
Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas, terj. Ahsin Muhammad, (Bandung: Pustaka, 1985), 9-10.
18
Nasr Hamid Abu Zayd, Isyka>liya>t at-Ta’wi>ll wa Aliya>t al-Qira>’ah, (Kairo: Al-Markaz Ats-Tsaqafi,
tt), 11. Lihat juga, Sumaryono, Hermeneutik, (Yogya: Kanisius, 1996), 31.
19
Sumaryono, Hermeneutik, (Yogya: Kanisius, 1996), 32.
14
kehidupan penulis teks tersebut, atau sekedar membayangkan seolah dirinya
hadir pada zaman itu. Sedemikian, sehingga dengan masuk pada tradisi
pengarang, memahami dan menghayati budaya yang melingkupinya.20
Dalam hirarki analisis Schleiermacher ini, Abu Zayd menyatakan bahwa
diantara dua sisi ini Schleiermacher lebih mendahulukan sisi linguistik dibanding
analisa psikologis, meski dalam tulisannya sering dinyatakan bahwa analisa
dimulai dari sisi manapun sah saja—sepanjang sisi yang satu memberi
pemahaman kepada yang lain dalam upaya memahami teks.21
Jika penafsiran atas Al-Qur’an dilakukan dengan teori ini sebagai metode
analisis, maka; pertama, kita harus mempunyai kemampuan gramatika bahasa
Arab yang memadai; kedua, memahami tradisi yang berkembang dalam ruang
dan waktu turunnya ayat. Karena kita tidak memungkinkan untuk menyelami
‘psikologis’ Allah, maka komponen ini ditiadakan. Dengan dua komponen
landasan dalam menyelami teks itu, kita dapat benar-benar memahami apa yang
dimaksud dan diharapkan oleh Al-Qur’an. Berbeda halnya dalam teks-teks
sekunder keagamaan, semisal karya-karya Asy-Syafi’i (767-820 M). Selain kita
dapat—dan harus—memahami karakter bahasa dan istilah-istilah yang biasa
digunakan, kita juga harus paham tempat dan tradisi dimana karya-karya tersebut
ditulis. Selain itu, kita harus memahami kondisi psikologis Syafi’i sendiri pada
saat itu dalam ruang lingkup kepengarangannya.
2. Hermeneutika Subjektif
Hermeneutika subjektif ini kembangkan oleh tokoh-tokoh modern abad
ke-20 seperti Hans-Georg Gadamer dan Jacques Derida.22
Adapun bagi aliran
kedua ini, hermeneutika bukan usaha menemukan makna objektif yang dimaksud
pengarang seperti yang diasumsikan model hermeneutika objektif melainkan
memahami langsung pada teks itu sendiri.23
Maka menurut hermeneutika
subjektif, pengarang telah ‘mati’ dalam kepengaranganya atas teks dan siapapun
berhak menafsirkan teks itu sendiri sebagai objek utamanya.
20
K. Bertens, Filsafat Barat Abad XX, I, (Jakarta: Gramedia, 1981), 230.
21
Abu Zayd, Isyka>liya>t at-Ta’wi>l, 12-13.
22
Rahman, Islam dan Modernitas, 13.
23
Bertens, Filsafat Barat…, I, 231.
15
Pemahaman atas tradisi si pengarang seperti yang disebutkan dalam
hermeneutika objektif, tidak diperlukan lagi. Menurut Gadamer, dalam teknik
penafsiran seorang penafsir tidak perlu melepaskan diri dari tradisinya sendiri
dalam rangka menyelami tradisi pengarang. Bahkan, hal itu adalah sesuatu yang
tidak mungkin, karena keluar dari tradisi sendiri berarti mematikan kreativitas.
Sebaliknya, justru seseorang harus menafsirkan teks berdasarkan apa yang
dimiliki saat ini, apa yang dilihat dan apa yang akan diperoleh kemudian—
artinya secara mandiri.24
Jelasnya, sebuah teks diinterpretasikan justru berdasarkan pengalaman
dan tradisi yang ada pada si penafsir itu sendiri dan bukan berdasarkan tradisi si
pengarang, sehingga hermeneutika tidak lagi sekedar mereproduksi ulang wacana
yang telah diberikan pengarang melainkan memproduksi wacana baru demi
kebutuhan masa kini sesuai dengan subjektifitas penafsir.
Meskipun begitu realitas historis masa lalu tidak dianggap sebagai
sesuatu yang terpisah dari masa kini melainkan satu kesatuan atau tepatnya
sebuah kesinambungan. Dalam pandangan Gadamer jarak antara masa lalu dan
masa kini tidak terpisahkan oleh jurang yang curam, melainkan jarak yang penuh
dengan kesinambungan tradisi dan kebiasaan dimana masa lalu itu
mengejawatahkan dirinya di masa kini.25
Pandangan ini tercermin dalam Teori
Keterpengaruhan oleh Sejarah yang dikemukakannya. Karena pandangan ini ada
sebagian sarjana yang mengkategorikan Gadamer ke dalam aliran Objektifis-
cum-Subjektifis.26
Jika hermeneutika model ini diaplikasikan untuk Al-Qur’an maka ia harus
menjadi teks yang ditafsirkan dengan konteks dan kebutuhan saat ini. Dalam hal
ini maka Al-Qur’an harus terlepas dari konteks historisnya seperti asbab an-
nuzu>l, makki-madani, nasikh-mansukh. Sehingga akan lahir interpretasi yang
benar-benar baru, yang murni dengan melihat teks an-sich.
24
Sumaryono, Hermeneutik, 77
25
Ibid.
26
Sebagai perbandingan lihat misalnya, Syamsuddin, Hermeneutika dan Pengembangan.., 50
16
3. Hermeneutika Pembebasan
Hermeneutika pembebasan dikembangkan oleh tokoh-tokoh muslim
kontemporer seperti Hasan Hanafi dan Farid Esack. Yang menjadi landasan dari
hermeneutika ini sebenarnya adalah pemikiran hermeneutika subjektif,
khususnya dari Gadamer. Namun, pengembangannya adalah bahwa hermeneutika
tidak hanya berarti ilmu interpretasi atau metode pemahaman tetapi lebih dari itu
adalah aksi. Menurut Hanafi, hermeneutika adalah pada tiga tataran; pertama,
kritik historis; kedua, proses pemahaman teks; ketiga, kritik praksis.27
Pertama adalah kritik historis untuk menjamin keaslian teks dalam
sejarah. Ini penting, karena tidak akan terjadi pemahaman yang benar jika tidak
ada kepastian bahwa yang difahami tersebut secara historis adalah asli.
Pemahaman atas teks yang tidak asli akan menjerumuskan orang pada
kesalahan.28
Untuk menjamin keaslian sebuah teks suci, Hanafi mengajukan
persyaratan sebagai berikut; (1) Teks tersebut tidak ditulis setelah melewati
masa pengalihan secara lisan tetapi harus ditulis pada saat pengucapannya, dan
ditulis secara in verbatim (persis sama dengan kata-kata yang diucapkan pertama
kali). Maka narator harus orang yang hidup pada zaman yang sama dengan saat
dituliskannya kejadian-kejadian tersebut dalam teks. (2) Adanya keutuhan teks.
Semua yang di sampaikan oleh narator atau nabi harus disimpan dalam bentuk
tulisan, tanpa ada yang kurang atau berlebih. (3) Nabi atau malaikat yang
menyampaikan teks harus bersikap netral, hanya sekedar sebagai alat komunikasi
murni dari Tuhan secara in verbatim kepada manusia, tanpa campur tangan
sedikitpun dari pihaknya, baik menyangkut bahasa maupun isi gagasan yang ada
di dalamnya. Istilah-istilah dan arti yang ada di dalamnya bersifat ketuhanan
yang sinomin dengan bahasa manusia. Jika sebuah teks memenuhi persyaratan
sebagaimana diatas, ia dinilai sebagai teks asli dan sempurna. Dengan landasan
tersebut, Hanafi menilai bahwa hanya Al-Qur’an yang bisa diyakini sebagai teks
asli dan sempurna, karena tidak ada teks suci lain yang ditulis secara in-verbatim
dan utuh seperti al-Qur`an.
27
Hasan Hanafi, Liberalisasi, Revolusi, Hermeneutik, terj. Jajat Firdaus, (Yogyakarta: Prisma, 2003),
109.
28
Hasan Hanafi, Dialog Agama dan Revolusi, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), 1.
17
Kedua, proses pemahaman terhadap teks atau kritik eiditis. Sebagaimana
yang terjadi pada tahap kritik sejarah, dalam pandangan Hanafi, pamahaman
terhadap teks bukan monopoli atau wewenang suatu lembaga atau agama, bukan
wewenang dewan pakar, dewan gereja, atau lembaga-lembaga tertentu,
melainkan dilakukan atas aturan-aturan tata bahasa dan situasi-situasi
kesejarahan yang menyebabkan munculnya teks.29
Dalam proses pemahaman teks ini, Hanafi mempersyaratkan, (1) penafsir
harus melepaskan diri dari dogma atau pemahaman-pemahaman yang ada. Tidak
boleh ada keyakinan atau bentuk apapun sebelum menganalisa linguistis terhadap
teks dan pencarian arti-arti. (2) Setiap fase dalam teks, mengingat bahwa Al-
Qur’an sebagai teks turun secara bertahap, harus difahami sebagai suatu
keseluruhan yang berdiri sendiri. Masing-masing harus difahami dan dimengerti
dalam kesatuanya, dalam keutuhannya dan dalam intisarinya.30
Ketiga, kritik praksis. Sebuah dogma akan diakui sebagai sistem ideal jika
tampak dalam tindakan manusia. Begitu pula hasil tafsiran, akan dianggap positif
dan bermakna jika dapat dikenali dalam kehidupan, bukan atas dasar fakta-fakta
material. Karena itu, pada tahap terakhir dari proses hermeneutika ini, yang
penting adalah bagaimana hasil penafsiran ini bisa diaplikasikan dalam
kehidupan manusia, bisa memberi motivasi pada kemajuan dan kesempurnan
hidup manusia.31
D. Potensi Hermeneutika dalam Pengembangan Kajian Al-Qur’an32
Meskipun hingga saat ini masih terjadi perdebatan mengenai penggunaan
hermeneutika dalam penafsiran Al-Qur’an, namun disini akan dipaparkan sebagian
poin potensi—relevansi antara—hermeneutika dari tokoh tertentu dan
pengembangan kajian Al-Qur’an.
1. F. Schleiermacher
Pemikiran hermeneutika yang dikembangkannya dapat dipetakan ke
kedalam; hermeneutika gramatikal dan hermeneutika psikologis.
29
Ibid, 16.
30
Ibid, 17.
31
Ibid., 22-25
32
Lihat, Syamsuddin, hermeneutika dan Pengembangan…,59-88
18
a) Hermeneutika Gramatikal
Hermeneutika Gramatikal adalah penafsiran yang didasarkan pada
analisa bahasa. Prinsip dan kaedah linguistik yang harus dipegang antara lain:
i. Seorang penafsir harus mengerti bahasa yang digunakan oleh
pengarang.
Tentu saja seorang mufassir harus mengerti dan memahami
bahasa yang digunakan oleh Al-Qur’an, yakni bahasa Arab, termasuk
aturan dan kaedah gramatikal di dalamnya seperti nahw dan sharf.
ii. Dalam proses penafsiran seorang mufassir harus melakukan analisa
sitagmatis.
Artinya ketika seorang mufassir menafsirkan satu kata dalam
ayat Al-Qur’an maka ia harus memperhatikan kata-kata yang ada di
sekelilingnya. Prinsip ini sangat bermanfaat untuk penafsiran ayat-
ayat Al-Qur’an dimana terdapat banyak kata-kata yang memiliki lebih
dari satu arti (musytarak al-ma’a>ni). Dalam upaya mencermati hal
semacam itu, karya-karya yang muncul dalam tradisi Islam adalah
sebagai apa yang dibahasakan dengan al-asybah wa an-nazha>’ir.
iii. Dalam proses penafsiran seorang mufassir harus memperhatikan
hubungan antara bagian-bagian dan kesluruhan.
Prinsip ini sangat penting dalam penafsiran Al-Qur’an. Dengan
prinsip tersebut artinya seorang mufassir dalam proses pemahaman
maksud ayat maka harus memahami masing-masing arti kata
didalamnya. Dan ayat atau sekumpulan ayat dapat dipahami dengan
memperhatikan kesulurahan pesan Al-Qur’an. Prinsip ini dapat
dikatakan sebagai perhatian terhadap konteks tekstual, dan hal ini
sangat membantu dalam proses penafsiran.
b) Hermeneutika Psikologis
Mengenai hermeneutika psikologis seperti yang ditawarkan
Schleiermacher dapat diakatakan bahwa ia tidak dapat diterapkan secara
19
hakiki dalam proses penafsiran Al-Qur’an. Karena ia merujuk pada keharusan
bagi seorang mufassir untuk menyelami kejiwaan author, yang dalam
kaitannya dengan Al-Qur’an adalah Allah seabagai ‘sang pengarang’, dan
untuk melakukan itu adalah hal yang mustahil. Meskipun demikian, semangat
dari prinsip ini dapat dikatakan sebagaimana perhatian mufassir dalam tradisi
Islam dengan pentingnya memperhatikan asbab an-nuzu>l.
2. H.-G. Gadamer
Teori-teori Gadamer dalam hermenetika subjektifis telah dipaparkan
dalam penjelasan terdahulu. Maka dari teori-teori tersebut akan ada beberapa
poin relevansi dalam kaitannya dengan penafsiran Al-Qur’an.
a) Teori Kesadaran Keterpengaruhan oleh Sejarah
Sejarah tradisi tidak membentuk jurang yang menganga, dan justru
terjalin kesinambungan. Oleh karena, pengetahuan merupakan hasil dari
pengalaman yang merupakan bentukan dari tradisi. Kaitan teori ini dengan
penafsiran Al-Qur’an, adalah bahwa seorang mufassir haruslah berhati-hati
dalam menafsirkan teks dan menghindari penafsiran dengan kehendaknya
yang berasal dari keterpangaruhannya oleh sejarah— baik pengetahuan,
pengalaman dan apa yang dirasakan—semata. Dan hal ini tentu sangat
bermanfaat dalam proses penafsiran Al-Qur’an untuk mendapatkan
penafsiran yang sesuai. Hal ini bersesuaian dengan apa yang disabdakan oleh
Nabi Muhammad agar menghindari ‚man fassara al-Qur’a>n bi ghairi ‘ilm‛,
dalam artian jangan sampai kita menjadi orang yang menafsirkan tanpa ilmu.
b) Teori Fusion of Horizons (Asimilasi Horison-horison)
Gadamer menegaskan bahwa dalam prose penafsiran terdapat dua
horison utama; horison teks dan horison penafsir. Kedua horison itu harurs
diperhatikan dan diasimilasikan oleh penafsir. Horison teks hanya dapat
diketahui dengan memperhatikan atau analisa apa yang disebut oleh Amin
Al-Khulli dengan ma> fi an-nash (apa yang ada di dalam teks) dan ma> h}aula
an-nash (sesuatu yang melingkupi teks). Analisa terhadap ma> fi an-nash dapat
dilakukan dengan analisis kebahasaan. Sedangkan analisis terhadap ma> h}aula
an-nash dapat dilakukan dengan melihat asbab an-nuzul, baik makro maupun
mikro.
20
c) Teori Aplikasi (Anwendung)
Setelah mufassir menemukan makna yang dimaksud secara
kontekstual teks tersebut muncul, maka mufassir melakukan reinterpretasi
dan pengembangan penafsiran serta aktualisasi dengan memperhatikan
relevasinya dengan makna asal. Maka dalam hal ini dalam tradisi Islam, Al-
Ghazali mengungkapnya adanya ma’na zhahir dan ma’na bathin. Atau ma’na
dan maghza yang disebutkan Nashr Hamid Abu Zayd. Tentu saja teori ini
dapat diaplikasikan dalam penafsiran dan menjadi pengembangan ulumul
Qur’an yang siginifikan.
E. Contoh Aplikasi Hermeneutika (Konteks Ke-Indonesia-an)
Gejolak politik negara-negara dunia saat ini sedang menjadi isu internasional
yang aktual. Gejolak itu dikolaborasi dengan kebangkitan kembali gerakan ‘jihadis’
yang menjalar di wilayah-wilayah negera mayoritas muslim, yang bahkan gerakan itu
memiliki mimpi besar mewujudkan kepemimpinan khilafah. Tidak dapat dipungkiri
aroma jihad ini juga tercium di Indonesia. Sementara Islam dengan pesan moral yang
utama mengajarkan dan menekankan pentingnya perdamaian.
Dalam contoh aplikasi penafsiran hermeneutis ini akan diangkat penafsiran
tentang ayat-ayat perang, dimana ayat-ayat itu—tidak jarang disalah-artikan dan
disalah-pahami, dan bahkan—menjadi alat legitimasi gerakan jihad, hingga jihad
yang beraroma perebutan kekuasaan di kancah internasional.
Penafsiran QS. Al-Hajj [22] ayat 29-40
1. Konteks Historis Ayat




21
‚Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena
Sesungguhnya mereka telah dianiaya. dan Sesungguhnya Allah, benar-benar
Maha Kuasa menolong mereka itu, (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari
kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka
berkata: "Tuhan Kami hanyalah Allah". dan Sekiranya Allah tiada menolak
(keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah
dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi
dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah.
Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya.
Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kuat lagi Maha perkasa,‛
Ayat tersebut tergolong ayat Madaniyyah (diturunkan pada masa setelah
Nabi hijrah ke Madinah). Ath-Thabari menafsirkan ayat 29 dengan: ‚Tuhan
mengizinkan kaum mukmin untuk berperang melawan kaum musyrik karena
mereka menindas kaum mukmin dengan menyerang mereka.‛33
Az-Zamakhsyari
mengugkapkan bahwa kaum musyrik Makkah menyakiti kaum mukmin dan
datang kepada Nabi Muhammad dan menyakiti beliau pula, tetapi Nabi
Muhammad mengatakan kepada pengikutnya: ‚Sabarlah! Aku belum
diperintahkan untuk pergi berperang‛.34
Ar-Ra>zi juga memberikan penjelasan
yang sama.35
Ath-Thabari mengutip pernyataan Ibnu Zayd yang manyatakan bahwa
kebolehan perang diberikan setelah Nabi dan para sahabatnya bersabar terhadap
perlakuan kaum musyrik selama sepuluh tahun.36
Az-Zamakhsyari dan Ar-Ra>zi
menegaskan bahwa perang baru diizinkan dalam ayat yang turun, setelah
diturukan tujuh puluh ayat yang melarangnya.37
Dalam sejarah Islam, peperangan besar pertama yang terjadi antara kaum
mukmin dan kaum musyrik Makkah terjadi pada tahun 2 Hijriyah, yakni perang
Badar yang setelah hijrah ke Madinah. Dan ayat perang tersebut turun setelah
memang tidak ada jalan keluar lain untuk mengatasi kaum Musyrik Mekkah
yang telah banyak melakukan tindak kekerasan terhadap Nabi Muhammad dan
33
Abu Ja’far Muhammad ibn Jarir Ath-Thabari, Ja>mi’ al-Baya>n ‘an Ta’wi>l A<>y al-Qur’a>n, (Kairo:
Hajar, 2001), Juz 16, 571.
34
Mahmud ibn Umar Az-Zamakhsyari, Al-Kasysya>f, (Kairo: Maktabah al-‘Abikan, 1998), 199 .
35
Fakhr Ad-Di>n Ar-Ra>zi, Mafa>tih al-Ghaib, (Beirut: Dar al-Fikr, 1981), Juz 23, 40.
36
Ath-Thabari, Ja>mi’ al-Baya>n, 575.
37
Az-Zamakhsyari, al-Kasysya>f, Juz 4, 199; Ar-Ra>zi, Mafa>tih al-Ghaib, Juz 23, 40.
22
para pengikutnya. Upaya bertahan dengan bersabar dan membiarkan kaum
musyrik telah dilakukan, akan tetapi mereka tetap melakukan tekanan dan
serangan.
2. Analisis Bahasa
Dua ayat ini terdiri dari rangkaian idiom sebagai kunci pemaknaan, yang
menunjukkan situasi yang dapat menyebabkan diizinkannya berperang. Dan
beberapa kata menunjukkan makna yang memiliki konsekuensi hukum
tersendiri. Adapun urainya sebagai berikut.
a)
      
Potongan ayat ini diartikan dengan: Telah diizinkan (berperang) bagi orang-
orang yang diperangi, karena Sesungguhnya mereka telah dianiaya. Di
dalamnya terdapat dua kata kunci yang perlu diperhatikan yaitu ‚udzina‛ dan
‚zhulimu‛. Mengenai kata udzina ia adalah bentuk pasif (mabni majhul) yang
artinya diizinkan, sedangkan bentuk aktifnya (mabni ma’lu>m) adalah adzina
yang artinya mengizinkan. Ibnu Mandzu>r menyebutkan kata adzina lahu fi
asy-syai’ artinya sama dengan aba>h}ahu lahu (seseroang membolehkan sesuatu
kepada orang lain.38
Dengan bentuk udzina menunjukkan bahwa perang
hanyalah sesuatu yang diperbolehkan, dalam artian lebih baik dihindari dan
tidak harus menempuh jalan perang.
Sedangkan li al-ladzi>na yuqa>talu>na (bagi mereka yang diperangi) dan
biannahum zhulimu (karena mereka ditindas), menunjukkan bahwa
diperbolehkannya jalan perang adalah ketika dalam kondisi penindasan.
Dalam hal makna penindasan secara konteks historis masa Nabi Muhammad,
maka kita harus melihat rekam sejarah bagaimana yang dialami olehnya dan
para pengikutnya. Dan kita tidak bisa menrapkan makna penindasan ini
secara general.
Secara implikasi hukum, ayat yang terdapat struktut udzina lebih rendah
kadar perintahnya daripada ayat yang memuat perintah langsung seperti
38
Ibnu Mandzu>r, Lisa>n al-‘Arab, (Kairo: Da>r Al-Ma’arif, tt.), 52
23
qa>tilu> (berperanglah/perangilah) dalam surat Al-Baqarah ayat 190, Ali Imra>n
ayat 167, An-Nisa’ ayat 76 dan sejenisnya, dan infiru (berangkatlah untuk
berperang) seperti yang terdapat dalam surat At-Taubah ayat 38, 41. Namun
ayat-ayat yang mengandung bentuk perintah tersebut tidak seharusnya
menjadi pemahaman utama untuk berperang, akan tetapi bahwa bentuk
perintah ini turun setelah diizinkan (udzina) sebagai yang pertama turun
dalam ‘kebolehan’ berperang.
b)

Penggalan ayat tersebut diterjemahkan dengan: ‚ (yaitu) orang-orang yang
telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali
karena mereka berkata: "Tuhan Kami hanyalah Allah". Izin untuk berperang
diberikan dengan kondisi bahwa ketidak-adilan dan penindasan yang
dilakukan terhadap orang mukmin adalah yang hingga kaum musyrik Makkah
mengusir mereka dari tanah kelahiran tanpa alasan yang dapat diterima. Itu
ditunjukkan pada bagian alladzi>na ukhriju> min diya>rihim bi-ghairi haqq.
Lanjutan dari potongan kalimat itu, illa an yaqu>lu> rabbuna Allah yang
menunjukkan adalah bahwa kaum Mukmin diusir dari sana karena perbedaan
keyakinan dimana orang mukmin hanya mengakui Allah sebagai Tuhan.
Kaum musyrik Makkah memaksa setiap otang untuk mengikuti kepercayaan
politeisme mereka. Dan orang yang tidak menerimanya maka akan mereka
tekan dan mereka tindas.
c)


Arti dari ptongan ayat tersebut : dan Sekiranya Allah tiada menolak
(keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah
dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang
Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah.
24
Az-Zamakhsyari menafsirkannya dengan menyatakan: ‚Allah memberikan
kekuatan kepada kaum Muslim lebih daripada kaum kafir untuk berperang.
Jika tidak, maka kaum kafir akan menyerang pengikut agama lain pada masa
itu, merebut tempat-tempat ibadah mereka dan kemudian merusaknya.
Mereka tidak akan membiarkan gereja dan baira umat Kristen, sinagog kaum
Yahudi dan masjid umat Islam.‛39
Ini menunjukkan pelawanan yang
dilakukan oleh kaum muslim terhadap kaum musyrik dalam semangat
melindungi kedamaian pemeluk agama-agama, termasuk agama selain Islam.
3. Pesan Utama Ayat
Ayat tersebut harus dipahami konsteks historis dan tekstualnya agar
dapat diperoleh pehaman yang tepat. Bagian-bagian utama dalam penggalan-
penggalan ayat diatas menunjukkan beberapa maksud dan pesan utama ayat
tersebut, yang seharusnya bersesuaian maksud keseluruhan Al-Qur’an, dan
Islam sebagai agama yang menekankan pentingnya perdamaian dan
kesetaraan, dan kebebasan beragama.
a) Penghapusan Penindasan
Penindasan dalam bahasa Arab diartikan dengan zhulm yang
secara leksikal kata ini bermakna wadh’ asy-syai’ fi ghairi mahallihi
(menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya).40
Dalam Al-Qur’an, kata
ini merujuk pada tindakan yang menyalahi hukum dan aturan Allah.
Sedangkan kata zhulm sendiri digunakan untuk menyifati perbuatan
syirik dengan ‚zhulm azhim‛. Arti lain dari zhulm adalah tindakan yang
dapat menyakiti orang lain. Apa yang dilakukan oleh kamu musyrik
Makkah dengan mengusir kamm mukmin merupakan tidakan zhulm. Dan
kaum mukmin dalam kondisi sebagai yang terzhalimi kemudian
‘diizinkan’ untuk melakukan perlawanan dengan solusi terakhir perang.
b) Penegakan Kebebasan Beragama
39
Az-Zamakhsyari, Al-Kasysya>f…, 199.
40
Ibnu Mandzu>r, Lisa>n al-‘Arab, 31.
25
Di dalam ayat 256 surat Al-Baqarah disebutkan bahwa tidak ada
paksaan dalam agama. Izin melakukan peperangan pada waktu itu
diberikan dalam rangka menegakkan kebebasan beragama. Dimana saat
itu kaum musyrik Makkah melakukan penindasan terhadap setiap orang
yang menolak keyakinan politeisme mereka.
c) Penegakan Perdamaian
Meskipun perang merupakan jalan yang ditempuh oleh kaum
muslim saat itu mewujudkan perdamaian, akan tetapi ia bukanlah satu-
satunya jalan. Penegakan perdamaian merupakan salah satu pesan
utamadari pembolehan melakukan perang. Sikap Nabi Muhammad dan
kaum muslim di Madinah. yang satu itu hidup berdampingan dengan
kaum Yahudi dan Nasrani, menunjukkan sikap damai yang dicontohkan
oleh Rasulullah. Maka atas dasar nilai-nilai dari Rasulullah ini, maka ayat
perang dalam QS. Al-Hajj ayat 39-40 tersebut seharusnya yang diambil
bukanlah perangnya, akan tetapi pesan utamanya yakni penegakan
perdamaian.
26
BAB III
PENUTUP
Kesimpuan
Bahwa hermenutika diperdebatkan penggunaannya dalam penafsiran Al-Qur’an
bukanlah suatu yang menghalangi mufassir abad ini untuk terus menggali relevansinya.
Hermeneutika sebagai tradisi kritik Bible dalam sejarah awalnya, menjadi embrio penting
perkembangnnya hingga ia menjadi metode penafsiran yang menyuarakan kebenaran. Dan
tidak ada yang salah ketika intelektual Islam mengembangkannya, dengan mengadopsi teori
dan metode analisis teks yang relevan untuk diterapkan dalam proses penafsiran Al-Qur’an.
Pertimbangan antara konteks tekstual dan konteks historis ayat perlu diperhatikan
dalam proses penafsiran. Sehingga apa yang ditemukan sebagai maghza (pesan utama) suatu
ayat dapat berkesinambungan dengan konteks tekstualnya. Beberapa tafsir yang ada, dalam
hal ini tafsir maudhu’I dilihat dari beberapa kasus, melupakan kritik konteks histori dari segi
runtutan turunnya ayat (tarti>b nuzu>li). Satu ayat yang jadikan objek kajian terkadang
dipisahkan dari kaitannya dengan ayat lain yang satu tema. Dan hal ini melahirkan
pemahaman yang salah terhadap ayat yang ditafsirkan.
Dalam memahami ayat perang kaum fundamentalis melewatkan pesan-pesan utama
yang dikandungnya; (1) penghapusan penindasan, (2) penegakan kebebasan beragama, dan
(3) penegakan perdamaian. Oleh karenanya ayat itu mereka gunakan untuk melegalkan aksi
‘jihad’ yang mereka lakukan, yang bisa jadi karena didukung oleh kesalahan mereka dalam
pemahaman ayat tersebut atau karena memang ayat tersebut sengaja disalah-gunakan.
27
DAFTAR PUSTAKA
Abu Zayd, Nasr Hamid, Isyka>liya>t at-Ta’wi>ll wa Aliya>t al-Qira>’ah, Kairo: al-Markaz al-
Tsaqafi, tt.
Bertens, K., Filsafat Barat Abad XX, I, Jakarta: Gramedia, 1981.
Faiz, Fahruddin, Hermeneutika Al-Qur’an Tema-tema Kontroversial, Yogyakarta:
Kalimedia, 2015.
Gadamer, Hans Georg, ‚Classical and Philosophical Hermeneutics,‛ Dalam Theory, Culture
and Society, London: SAGE, 2006, vol. 23.
Grodin, Jean,Sejarah Hermeneutika dari Plato sampai Gadamer, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,
2010.
Hanafi, Hasan, Liberalisasi, Revolusi, Hermeneutik, terj. Jajat Firdaus, Yogyakarta: Prisma,
2003.
-------, Dialog Agama dan Revolusi, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994.
Hardiman, F. Budi, ‚Ilmu-ilmu sosial dalam Diskursus Modernisme dan Pasca-
Modernisme,‛ dalam Jurnal Ulumul Quran Vol. 5 (1994).
Rahman, Fazlur, Islam dan Modernitas, terj. Ahsin Muhammad, Bandung: Pustaka, 1985.
Ra>zi (Ar), Fakhr Ad-Di>n, Mafa>tih al-Ghaib, Beirut: Dar al-Fikr, 1981, Juz 23.
Sumaryono, Hermeneutik, Yogya: Kanisius, 1996.
Syamsuddin, Sahiron, Hermeneutika dan Pengembangan Ulumul Qur’an, Yogyakarta:
Pesantren Nawasea Press, 2017.
Thabari (Ath), Abu Ja’far Muhammad ibn Jarir, Ja>mi’ al-Baya>n ‘an Ta’wi>l A<>y al-Qur’a>n,
Kairo: Hajar, 2001, Juz 16.
Zamakhsyari (Az), Mahmud ibn Umar, Al-Kasysya>f, Kairo: Maktabah al-‘Abikan, 1998.

More Related Content

What's hot

makalah takhrij hadits
makalah takhrij haditsmakalah takhrij hadits
makalah takhrij haditsFeri Nugroho
 
Ruang lingkup pembahasan ilmu hadist dan dancabang cabangnya
Ruang lingkup pembahasan ilmu hadist dan dancabang cabangnyaRuang lingkup pembahasan ilmu hadist dan dancabang cabangnya
Ruang lingkup pembahasan ilmu hadist dan dancabang cabangnyasholihiyyah
 
3. studi islam di barat, timur, indonesia
3. studi islam di barat, timur, indonesia3. studi islam di barat, timur, indonesia
3. studi islam di barat, timur, indonesiaMarhamah Saleh
 
Akidah, ushuluddin, teologi, tauhid, dan ilmu kalam
Akidah, ushuluddin, teologi, tauhid, dan ilmu kalamAkidah, ushuluddin, teologi, tauhid, dan ilmu kalam
Akidah, ushuluddin, teologi, tauhid, dan ilmu kalamAbulkhair Abdullah
 
Hubungan filsafat dan agama
Hubungan filsafat dan agamaHubungan filsafat dan agama
Hubungan filsafat dan agamaBuyung Iskandar
 
Quran Sebagai sumber Ajaran Islam
Quran Sebagai sumber Ajaran IslamQuran Sebagai sumber Ajaran Islam
Quran Sebagai sumber Ajaran IslamMarhamah Saleh
 
Makalah pengertian hadits sunah.khabar dan atsar serta unsurnya
Makalah pengertian hadits sunah.khabar dan atsar serta unsurnyaMakalah pengertian hadits sunah.khabar dan atsar serta unsurnya
Makalah pengertian hadits sunah.khabar dan atsar serta unsurnyaRobet Saputra
 
Makalah Muhkam Mutasyabih
Makalah Muhkam MutasyabihMakalah Muhkam Mutasyabih
Makalah Muhkam Mutasyabihazzaazza50746
 
PPT perkembangan peradaban Islam masa abbasiyah
PPT perkembangan peradaban Islam masa abbasiyahPPT perkembangan peradaban Islam masa abbasiyah
PPT perkembangan peradaban Islam masa abbasiyahtriutaribismillah
 
Makalah alquran hadist
Makalah alquran hadistMakalah alquran hadist
Makalah alquran hadistRaden Sengkuni
 
Kedudukan Hadits Dalam Syari’at Islam dan Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’an
Kedudukan Hadits Dalam Syari’at Islam dan Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’anKedudukan Hadits Dalam Syari’at Islam dan Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’an
Kedudukan Hadits Dalam Syari’at Islam dan Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’anRobet Saputra
 
TAFSIR BIL MA’TSUR, TAFSIR BIR RA’YI DAN TAFSIR ISYARI
TAFSIR BIL MA’TSUR, TAFSIR BIR RA’YI DAN TAFSIR ISYARITAFSIR BIL MA’TSUR, TAFSIR BIR RA’YI DAN TAFSIR ISYARI
TAFSIR BIL MA’TSUR, TAFSIR BIR RA’YI DAN TAFSIR ISYARIarfian kurniawan
 
Ppt filsafat islam
Ppt filsafat islamPpt filsafat islam
Ppt filsafat islamDewi_Sejarah
 
penghimpun dan pembukuan al quraan
penghimpun dan pembukuan al quraanpenghimpun dan pembukuan al quraan
penghimpun dan pembukuan al quraanKeonk Hawk
 

What's hot (20)

makalah takhrij hadits
makalah takhrij haditsmakalah takhrij hadits
makalah takhrij hadits
 
Ruang lingkup pembahasan ilmu hadist dan dancabang cabangnya
Ruang lingkup pembahasan ilmu hadist dan dancabang cabangnyaRuang lingkup pembahasan ilmu hadist dan dancabang cabangnya
Ruang lingkup pembahasan ilmu hadist dan dancabang cabangnya
 
3. studi islam di barat, timur, indonesia
3. studi islam di barat, timur, indonesia3. studi islam di barat, timur, indonesia
3. studi islam di barat, timur, indonesia
 
Unsur – unsur hadits
Unsur – unsur hadits Unsur – unsur hadits
Unsur – unsur hadits
 
Akidah, ushuluddin, teologi, tauhid, dan ilmu kalam
Akidah, ushuluddin, teologi, tauhid, dan ilmu kalamAkidah, ushuluddin, teologi, tauhid, dan ilmu kalam
Akidah, ushuluddin, teologi, tauhid, dan ilmu kalam
 
Hubungan filsafat dan agama
Hubungan filsafat dan agamaHubungan filsafat dan agama
Hubungan filsafat dan agama
 
Quran Sebagai sumber Ajaran Islam
Quran Sebagai sumber Ajaran IslamQuran Sebagai sumber Ajaran Islam
Quran Sebagai sumber Ajaran Islam
 
Makalah pengertian hadits sunah.khabar dan atsar serta unsurnya
Makalah pengertian hadits sunah.khabar dan atsar serta unsurnyaMakalah pengertian hadits sunah.khabar dan atsar serta unsurnya
Makalah pengertian hadits sunah.khabar dan atsar serta unsurnya
 
Makalah Muhkam Mutasyabih
Makalah Muhkam MutasyabihMakalah Muhkam Mutasyabih
Makalah Muhkam Mutasyabih
 
Ppt tasawuf
Ppt tasawufPpt tasawuf
Ppt tasawuf
 
PPT perkembangan peradaban Islam masa abbasiyah
PPT perkembangan peradaban Islam masa abbasiyahPPT perkembangan peradaban Islam masa abbasiyah
PPT perkembangan peradaban Islam masa abbasiyah
 
Makalah alquran hadist
Makalah alquran hadistMakalah alquran hadist
Makalah alquran hadist
 
Ppt hadits
Ppt haditsPpt hadits
Ppt hadits
 
Kedudukan Hadits Dalam Syari’at Islam dan Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’an
Kedudukan Hadits Dalam Syari’at Islam dan Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’anKedudukan Hadits Dalam Syari’at Islam dan Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’an
Kedudukan Hadits Dalam Syari’at Islam dan Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’an
 
POWER POINT STUDI ISLAM
POWER POINT STUDI ISLAMPOWER POINT STUDI ISLAM
POWER POINT STUDI ISLAM
 
TAFSIR BIL MA’TSUR, TAFSIR BIR RA’YI DAN TAFSIR ISYARI
TAFSIR BIL MA’TSUR, TAFSIR BIR RA’YI DAN TAFSIR ISYARITAFSIR BIL MA’TSUR, TAFSIR BIR RA’YI DAN TAFSIR ISYARI
TAFSIR BIL MA’TSUR, TAFSIR BIR RA’YI DAN TAFSIR ISYARI
 
Ppt filsafat islam
Ppt filsafat islamPpt filsafat islam
Ppt filsafat islam
 
Hadist Riwayah dan Diroyah
Hadist Riwayah dan DiroyahHadist Riwayah dan Diroyah
Hadist Riwayah dan Diroyah
 
penghimpun dan pembukuan al quraan
penghimpun dan pembukuan al quraanpenghimpun dan pembukuan al quraan
penghimpun dan pembukuan al quraan
 
Metode studi islam
Metode studi islamMetode studi islam
Metode studi islam
 

Similar to Hermeneutika dan Penerapannya dalam Penafsiran Al-Qur'an (Konteks ke-Indonesia-an)

Metodologi Tafsir Modern - Kontemporer di Indonesia - 1401-Article Text-2181-...
Metodologi Tafsir Modern - Kontemporer di Indonesia - 1401-Article Text-2181-...Metodologi Tafsir Modern - Kontemporer di Indonesia - 1401-Article Text-2181-...
Metodologi Tafsir Modern - Kontemporer di Indonesia - 1401-Article Text-2181-...Hasaniahmadsaid
 
Hermenutik double movement fazlur rahman
Hermenutik double movement fazlur rahmanHermenutik double movement fazlur rahman
Hermenutik double movement fazlur rahmanaristophan firdaus
 
Hermeneutika dan pengembangan ulumul qur’an
Hermeneutika dan pengembangan ulumul qur’anHermeneutika dan pengembangan ulumul qur’an
Hermeneutika dan pengembangan ulumul qur’anIffa Tabahati
 
Metodologi penafsiran al qur'an
Metodologi penafsiran al qur'anMetodologi penafsiran al qur'an
Metodologi penafsiran al qur'anMela Padliyah
 
Metodologi penafsiran al qur'an
Metodologi penafsiran al qur'anMetodologi penafsiran al qur'an
Metodologi penafsiran al qur'anMela Padliyah
 
Masuknya hermeneutika dalam penafsiran
Masuknya hermeneutika dalam penafsiranMasuknya hermeneutika dalam penafsiran
Masuknya hermeneutika dalam penafsiranSida El Nurya
 
KEL.2 TAFSIR TAHLILI.pptx
KEL.2 TAFSIR TAHLILI.pptxKEL.2 TAFSIR TAHLILI.pptx
KEL.2 TAFSIR TAHLILI.pptxAbdurahmanDjibu
 
Hasani Ahmad S, Corak pemikiran kalam tafsir fath al-qadir al-syaukani, TESIS...
Hasani Ahmad S, Corak pemikiran kalam tafsir fath al-qadir al-syaukani, TESIS...Hasani Ahmad S, Corak pemikiran kalam tafsir fath al-qadir al-syaukani, TESIS...
Hasani Ahmad S, Corak pemikiran kalam tafsir fath al-qadir al-syaukani, TESIS...Hasaniahmadsaid
 
Makalah sukmber pokok penafsiran al qur'an
Makalah sukmber pokok penafsiran al qur'anMakalah sukmber pokok penafsiran al qur'an
Makalah sukmber pokok penafsiran al qur'anRobet Saputra
 
Critical Review - Disertasi Transmisi Hadis Nusantara (Fatihunnada)
Critical Review - Disertasi Transmisi Hadis Nusantara (Fatihunnada)Critical Review - Disertasi Transmisi Hadis Nusantara (Fatihunnada)
Critical Review - Disertasi Transmisi Hadis Nusantara (Fatihunnada)Fatihunnada
 
Bangunan epistemologi ilmu kalam
Bangunan epistemologi ilmu kalamBangunan epistemologi ilmu kalam
Bangunan epistemologi ilmu kalamAnwar Ma'rufi
 
Hitam Krem Modern Memphis Tugas Kelompok Presentasi .pdf
Hitam Krem Modern Memphis  Tugas Kelompok Presentasi .pdfHitam Krem Modern Memphis  Tugas Kelompok Presentasi .pdf
Hitam Krem Modern Memphis Tugas Kelompok Presentasi .pdfSukmaYunita2
 

Similar to Hermeneutika dan Penerapannya dalam Penafsiran Al-Qur'an (Konteks ke-Indonesia-an) (20)

Metodologi Tafsir Modern - Kontemporer di Indonesia - 1401-Article Text-2181-...
Metodologi Tafsir Modern - Kontemporer di Indonesia - 1401-Article Text-2181-...Metodologi Tafsir Modern - Kontemporer di Indonesia - 1401-Article Text-2181-...
Metodologi Tafsir Modern - Kontemporer di Indonesia - 1401-Article Text-2181-...
 
Hermenutik double movement fazlur rahman
Hermenutik double movement fazlur rahmanHermenutik double movement fazlur rahman
Hermenutik double movement fazlur rahman
 
Hermeneutika dan pengembangan ulumul qur’an
Hermeneutika dan pengembangan ulumul qur’anHermeneutika dan pengembangan ulumul qur’an
Hermeneutika dan pengembangan ulumul qur’an
 
Metodologi penafsiran al qur'an
Metodologi penafsiran al qur'anMetodologi penafsiran al qur'an
Metodologi penafsiran al qur'an
 
Metodologi penafsiran al qur'an
Metodologi penafsiran al qur'anMetodologi penafsiran al qur'an
Metodologi penafsiran al qur'an
 
TIGAS-2 TAFSIR TEMATIK OLEH Yuli Kartika. SM IV MD-B FDK UINSU 2019/2020
TIGAS-2 TAFSIR TEMATIK OLEH Yuli Kartika. SM IV MD-B FDK UINSU 2019/2020TIGAS-2 TAFSIR TEMATIK OLEH Yuli Kartika. SM IV MD-B FDK UINSU 2019/2020
TIGAS-2 TAFSIR TEMATIK OLEH Yuli Kartika. SM IV MD-B FDK UINSU 2019/2020
 
Masuknya hermeneutika dalam penafsiran
Masuknya hermeneutika dalam penafsiranMasuknya hermeneutika dalam penafsiran
Masuknya hermeneutika dalam penafsiran
 
KEL.2 TAFSIR TAHLILI.pptx
KEL.2 TAFSIR TAHLILI.pptxKEL.2 TAFSIR TAHLILI.pptx
KEL.2 TAFSIR TAHLILI.pptx
 
TUGAS-2 TAFSIR TEMATIK OLEH Anisa Fahira. SM IV MD=B FDK UINSU 2019/2020
TUGAS-2 TAFSIR TEMATIK OLEH Anisa Fahira. SM IV MD=B FDK UINSU 2019/2020TUGAS-2 TAFSIR TEMATIK OLEH Anisa Fahira. SM IV MD=B FDK UINSU 2019/2020
TUGAS-2 TAFSIR TEMATIK OLEH Anisa Fahira. SM IV MD=B FDK UINSU 2019/2020
 
112 226 abu sahrin - metode hermeneutika alquran
112 226 abu sahrin - metode hermeneutika alquran112 226 abu sahrin - metode hermeneutika alquran
112 226 abu sahrin - metode hermeneutika alquran
 
Hasani Ahmad S, Corak pemikiran kalam tafsir fath al-qadir al-syaukani, TESIS...
Hasani Ahmad S, Corak pemikiran kalam tafsir fath al-qadir al-syaukani, TESIS...Hasani Ahmad S, Corak pemikiran kalam tafsir fath al-qadir al-syaukani, TESIS...
Hasani Ahmad S, Corak pemikiran kalam tafsir fath al-qadir al-syaukani, TESIS...
 
Makalah sukmber pokok penafsiran al qur'an
Makalah sukmber pokok penafsiran al qur'anMakalah sukmber pokok penafsiran al qur'an
Makalah sukmber pokok penafsiran al qur'an
 
Critical Review - Disertasi Transmisi Hadis Nusantara (Fatihunnada)
Critical Review - Disertasi Transmisi Hadis Nusantara (Fatihunnada)Critical Review - Disertasi Transmisi Hadis Nusantara (Fatihunnada)
Critical Review - Disertasi Transmisi Hadis Nusantara (Fatihunnada)
 
Bangunan epistemologi ilmu kalam
Bangunan epistemologi ilmu kalamBangunan epistemologi ilmu kalam
Bangunan epistemologi ilmu kalam
 
MAKALAH TAFSIR TAHLI
MAKALAH TAFSIR TAHLIMAKALAH TAFSIR TAHLI
MAKALAH TAFSIR TAHLI
 
Resensi buku ilmu kalam
Resensi buku ilmu kalamResensi buku ilmu kalam
Resensi buku ilmu kalam
 
TUGAS-2 PENGENALAN TAFSIR TEMATIK OLEH Ahmad Mutawalli Nasution. SM IV-C MD. ...
TUGAS-2 PENGENALAN TAFSIR TEMATIK OLEH Ahmad Mutawalli Nasution. SM IV-C MD. ...TUGAS-2 PENGENALAN TAFSIR TEMATIK OLEH Ahmad Mutawalli Nasution. SM IV-C MD. ...
TUGAS-2 PENGENALAN TAFSIR TEMATIK OLEH Ahmad Mutawalli Nasution. SM IV-C MD. ...
 
Dwi ilhami
Dwi ilhamiDwi ilhami
Dwi ilhami
 
Hitam Krem Modern Memphis Tugas Kelompok Presentasi .pdf
Hitam Krem Modern Memphis  Tugas Kelompok Presentasi .pdfHitam Krem Modern Memphis  Tugas Kelompok Presentasi .pdf
Hitam Krem Modern Memphis Tugas Kelompok Presentasi .pdf
 
TUGAS-2 TAFSIR TEMATIK OLEH Didi Supriyadi. SM IV MD-B FDK UINSU 2019/2020
TUGAS-2 TAFSIR TEMATIK OLEH Didi Supriyadi. SM IV MD-B FDK UINSU 2019/2020TUGAS-2 TAFSIR TEMATIK OLEH Didi Supriyadi. SM IV MD-B FDK UINSU 2019/2020
TUGAS-2 TAFSIR TEMATIK OLEH Didi Supriyadi. SM IV MD-B FDK UINSU 2019/2020
 

More from Maghfur Amien

Peradaban Islam pada Masa Dinasti Abbasiyah Kedua
Peradaban Islam pada Masa Dinasti Abbasiyah KeduaPeradaban Islam pada Masa Dinasti Abbasiyah Kedua
Peradaban Islam pada Masa Dinasti Abbasiyah KeduaMaghfur Amien
 
Kajian Seputar Istilah Hadis dan yang Berkaitan dengannya
Kajian Seputar Istilah Hadis dan yang Berkaitan dengannyaKajian Seputar Istilah Hadis dan yang Berkaitan dengannya
Kajian Seputar Istilah Hadis dan yang Berkaitan dengannyaMaghfur Amien
 
I'jaz al qur'an (muhammad maghfur amin)
I'jaz al qur'an (muhammad maghfur amin)I'jaz al qur'an (muhammad maghfur amin)
I'jaz al qur'an (muhammad maghfur amin)Maghfur Amien
 
Dinamika Tafsir Al-Qur'an Masa Ulama Mutaqaddimin
Dinamika Tafsir Al-Qur'an Masa Ulama Mutaqaddimin Dinamika Tafsir Al-Qur'an Masa Ulama Mutaqaddimin
Dinamika Tafsir Al-Qur'an Masa Ulama Mutaqaddimin Maghfur Amien
 
Antologi puisi egois maghfur amien
Antologi puisi egois maghfur amienAntologi puisi egois maghfur amien
Antologi puisi egois maghfur amienMaghfur Amien
 
Antologi Puisi Egois Maghfur Amien
Antologi Puisi Egois Maghfur AmienAntologi Puisi Egois Maghfur Amien
Antologi Puisi Egois Maghfur AmienMaghfur Amien
 
OPINI "Mekanisme Pertahanan Diri"
OPINI "Mekanisme Pertahanan Diri"OPINI "Mekanisme Pertahanan Diri"
OPINI "Mekanisme Pertahanan Diri"Maghfur Amien
 
SEJARAH Danau Baikal, Tulang Rusuk Adam AS.?
SEJARAH Danau Baikal, Tulang Rusuk Adam AS.?SEJARAH Danau Baikal, Tulang Rusuk Adam AS.?
SEJARAH Danau Baikal, Tulang Rusuk Adam AS.?Maghfur Amien
 
CERPEN Aroma Rindu Yerussalem
CERPEN Aroma Rindu YerussalemCERPEN Aroma Rindu Yerussalem
CERPEN Aroma Rindu YerussalemMaghfur Amien
 
مصحف القيام
مصحف القياممصحف القيام
مصحف القيامMaghfur Amien
 
CERPEN "Xanthippe si mar"
CERPEN "Xanthippe si mar"CERPEN "Xanthippe si mar"
CERPEN "Xanthippe si mar"Maghfur Amien
 
PUISI "antologi Maghfur Amien"
PUISI "antologi Maghfur Amien"PUISI "antologi Maghfur Amien"
PUISI "antologi Maghfur Amien"Maghfur Amien
 
SKRIP "penemu malam, panggung penari"
SKRIP "penemu malam, panggung penari" SKRIP "penemu malam, panggung penari"
SKRIP "penemu malam, panggung penari" Maghfur Amien
 
PENELITIAN "hadits khamr"
PENELITIAN "hadits khamr"PENELITIAN "hadits khamr"
PENELITIAN "hadits khamr"Maghfur Amien
 
CERPEN "tutur tinular"
CERPEN "tutur tinular"CERPEN "tutur tinular"
CERPEN "tutur tinular"Maghfur Amien
 
CERPEN "mustawa tsaqalain"
CERPEN "mustawa tsaqalain"CERPEN "mustawa tsaqalain"
CERPEN "mustawa tsaqalain"Maghfur Amien
 
CERMIN "kekasih rembulan"
CERMIN "kekasih rembulan"CERMIN "kekasih rembulan"
CERMIN "kekasih rembulan"Maghfur Amien
 

More from Maghfur Amien (20)

Peradaban Islam pada Masa Dinasti Abbasiyah Kedua
Peradaban Islam pada Masa Dinasti Abbasiyah KeduaPeradaban Islam pada Masa Dinasti Abbasiyah Kedua
Peradaban Islam pada Masa Dinasti Abbasiyah Kedua
 
Kajian Seputar Istilah Hadis dan yang Berkaitan dengannya
Kajian Seputar Istilah Hadis dan yang Berkaitan dengannyaKajian Seputar Istilah Hadis dan yang Berkaitan dengannya
Kajian Seputar Istilah Hadis dan yang Berkaitan dengannya
 
I'jaz al qur'an (muhammad maghfur amin)
I'jaz al qur'an (muhammad maghfur amin)I'jaz al qur'an (muhammad maghfur amin)
I'jaz al qur'an (muhammad maghfur amin)
 
Dinamika Tafsir Al-Qur'an Masa Ulama Mutaqaddimin
Dinamika Tafsir Al-Qur'an Masa Ulama Mutaqaddimin Dinamika Tafsir Al-Qur'an Masa Ulama Mutaqaddimin
Dinamika Tafsir Al-Qur'an Masa Ulama Mutaqaddimin
 
Antologi puisi egois maghfur amien
Antologi puisi egois maghfur amienAntologi puisi egois maghfur amien
Antologi puisi egois maghfur amien
 
Antologi Puisi Egois Maghfur Amien
Antologi Puisi Egois Maghfur AmienAntologi Puisi Egois Maghfur Amien
Antologi Puisi Egois Maghfur Amien
 
OPINI "Mekanisme Pertahanan Diri"
OPINI "Mekanisme Pertahanan Diri"OPINI "Mekanisme Pertahanan Diri"
OPINI "Mekanisme Pertahanan Diri"
 
SEJARAH Danau Baikal, Tulang Rusuk Adam AS.?
SEJARAH Danau Baikal, Tulang Rusuk Adam AS.?SEJARAH Danau Baikal, Tulang Rusuk Adam AS.?
SEJARAH Danau Baikal, Tulang Rusuk Adam AS.?
 
PUISI Lima lorong
PUISI Lima lorongPUISI Lima lorong
PUISI Lima lorong
 
CERPEN Aroma Rindu Yerussalem
CERPEN Aroma Rindu YerussalemCERPEN Aroma Rindu Yerussalem
CERPEN Aroma Rindu Yerussalem
 
مصحف القيام
مصحف القياممصحف القيام
مصحف القيام
 
CERPEN "Xanthippe si mar"
CERPEN "Xanthippe si mar"CERPEN "Xanthippe si mar"
CERPEN "Xanthippe si mar"
 
PUISI "antologi Maghfur Amien"
PUISI "antologi Maghfur Amien"PUISI "antologi Maghfur Amien"
PUISI "antologi Maghfur Amien"
 
SKRIP "penemu malam, panggung penari"
SKRIP "penemu malam, panggung penari" SKRIP "penemu malam, panggung penari"
SKRIP "penemu malam, panggung penari"
 
PUISI "prodeo"
PUISI "prodeo"PUISI "prodeo"
PUISI "prodeo"
 
PENELITIAN "hadits khamr"
PENELITIAN "hadits khamr"PENELITIAN "hadits khamr"
PENELITIAN "hadits khamr"
 
CERPEN "tutur tinular"
CERPEN "tutur tinular"CERPEN "tutur tinular"
CERPEN "tutur tinular"
 
CERPEN "mustawa tsaqalain"
CERPEN "mustawa tsaqalain"CERPEN "mustawa tsaqalain"
CERPEN "mustawa tsaqalain"
 
CERMIN "kekasih rembulan"
CERMIN "kekasih rembulan"CERMIN "kekasih rembulan"
CERMIN "kekasih rembulan"
 
CERPEN "koprol"
CERPEN "koprol"CERPEN "koprol"
CERPEN "koprol"
 

Recently uploaded

Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxSyaimarChandra1
 
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxPanduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxsudianaade137
 
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxMODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxarnisariningsih98
 
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaKarakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaNadia Putri Ayu
 
Model Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public RelationsModel Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public RelationsAdePutraTunggali
 
implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023DodiSetiawan46
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxModul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxherisriwahyuni
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisNazla aulia
 
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024budimoko2
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)3HerisaSintia
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxRezaWahyuni6
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASKurniawan Dirham
 
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdfShintaNovianti1
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMmulyadia43
 
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxPPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxalalfardilah
 
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxIPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxErikaPuspita10
 
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikanTPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikanNiKomangRaiVerawati
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...Kanaidi ken
 
SILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docx
SILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docxSILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docx
SILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docxrahmaamaw03
 
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...MarwanAnugrah
 

Recently uploaded (20)

Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
 
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxPanduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
 
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxMODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
 
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional DuniaKarakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
Karakteristik Negara Brazil, Geografi Regional Dunia
 
Model Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public RelationsModel Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public Relations
 
implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023implementasu Permendikbudristek no 53 2023
implementasu Permendikbudristek no 53 2023
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxModul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
 
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024
Petunjuk Teknis Aplikasi Pelaksanaan OSNK 2024
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
 
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
 
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptxPPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
PPT_AKUNTANSI_PAJAK_ATAS_ASET_TETAP.pptx
 
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxIPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
 
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikanTPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
 
SILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docx
SILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docxSILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docx
SILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docx
 
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
 

Hermeneutika dan Penerapannya dalam Penafsiran Al-Qur'an (Konteks ke-Indonesia-an)

  • 1. HERMENEUTIKA DAN PENERAPANNYA DALAM PENAFSIRAN AL-QUR’AN (KONTEKS KEINDONESIAAN) MAKALAH Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Al-Qur’an Oleh: Muhammad Maghfur Amin NIM. F12518226 Dosen Pengampu: Dr. H. M. Arif, M.Ag ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2018
  • 2. 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penafsiran Al-Qur’an merupakan kegiatan para ulama’ yang sejak dahulu menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam khazanah keilmuan Islam. Kegiatan itu berkembang dari yang awalnya menggunakan nukilan riwayat (bi al-ma’tsur) hingga kemudian lebih banyak menggunakan ra’yu. Pada tataran ini, para ulama tidak melepaskan sama sekali pemahaman historis dari ayat yang ditafsirkan. Asbabun nuzul, Makkiyah-Madaniyah, Nasikh-Mansukh merupakan komponen ulu>mul Qur’an yang memperhatikan historis ayat. Sebagaimana ulu>mul Qur’an klasik di atas, hermeneutika adalah metode analisis terhadap teks yang konsep utamanya adalah dengan memperhatikan konteks historisnya pada masa lalu untuk ditarik ke konteks saat ini.Hermeneutika menjadi semakin ‘populer’ di kalangan akademisi, tidak hanya dikaji sebagai metode analisis teks tetapi juga telah menjadi metode yang diterapkan dalam meneliti teks. Beberapa cabang ilmu telah banyak menggunakan analisis ini seperti sosiologi, antropologi, dan juga penelitan teks yang lain. Namun sayangnya di kalangan muslim sendiri hermeneutika dipandang sebelah mata, karena beranggapan komponen metodologi yang berasal dari ‘luar’ akan mencederai sakralitas Al-Qur’an. Oleh karena itu tidak sedikit yang memiliki pandangan sinis dan skeptis terhadap hermeneutika bahwa ia adalah metode yang berusaha dikembangkan untuk ‘merusak’ otentisitas Al-Qur’an. Ada pula yang berpandangan bahwa tidak layak hermeneutika yang merupakan komponen metodologi penelitian teks Bibel digunakan untuk meneliti Al-Qur’an. Pandangan- pandangan ini yang awalnya membendung masuknya hermeneutika dalam menafsirkan dan meneliti Al-Qur’an di kalangan muslim kontemporer. Dalam arus berikutnya, hermenutika tidak dapat terbendung, beberapa sarjana Islam termasuk di Indonesia, turut serta membangkitkan kajian hermeneutika. Hingga beberapa universitas Islam telah memasukkan hermeneutika dalam silabi pembahasan untuk para mahasiswanya. Kajian hermeneutika dan penerapan hermeneutik dalam penafsiran teks terus berkembang di ranah ilmiah akademik yang ada di Indonesia.
  • 3. 3 Beberapa buku pembahasan tafsir hasil metode hermeneutika dijadikan buku rujukan wajib dibanyak perguruan tinggi Islam, seperti karya Abu Zayd, Fazlur Rahman , karangan Muhammad Arkoun yang berjudul ‚Rethingking Islam ‚. Hasil dari penggunaan metode hermeneutika di Indonesia memunculkan tokoh-tokoh yang dianggap liberal di sejumlah perguruan tinggi Islam negeri. Karena mereka menerapkan hermeneutika sebagai mata kuliah wajib pada jurusan tafsir dan hadits Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Beberapa Universitas Islam Negeri yang ada menerapkan metode hermeneutika sebagai kajian pengembangan metode tafsir. Rektor UIN Sunan Kalijaga (Yogyakarta), Amin Abdullah, mengatakan bahwa sebagian tafsir dan ilmu penafsiran yang diwarisi umat Islam selama ini telah melanggengkan status quo dan kemrosotan umat Islam secara moral, politik, dan budaya. Hermeneutika sebagai kebenaran yang harus disampaikan kepada umat Islam. Dalam kata pengantar, ‚Mendengarkan Kebenaran Hermeneutika‛, yang ditulisnya untuk buku yang disusun oleh Fahruddin Faiz, Hermeneutika Al-Qur’an Tema-tema Kontroversial, Amin mengemukakan bahwa tidaklah heran jika hermeneutika menjadi perdebatan dalam traidisi Islam. Namun ‘kebenaran’ hermeneutika dapat disuarakan dan diperdengarkan gaungnya salah satunya melalui buku Faiz tersebut. Dengan sagala perdebatannya, hermeneutika memperlihatkan bentuknya setelah gaungnya terdengar di penjuru nusantara. Berikut sebagian nama-nama pejuang hermeneutika di Indonesia : 1. Profesor Amin Abdullah, rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta mengidentifikasikan teori historitas kontemporer Al-Qur’an dengan riwayat- riwayat sebab turun Al-Quran (asba>b an-nuzu>l). 2. Ulil Abshor Abdala bersama Jaringan Islam Liberalnya (JIL). Ia banyak melakukan pembelaan kelompok yang memperjuangkan kebebasan, feminisme, komunisme, kelompok minoritas yang anti hukum Islam. 3. Dr. Yusuf Rahman, dosen dan pakar hermeneutika di UIN Jakarta mengatakan bahwa apakah karena hanya hermeneutika dari Barat, atau dipakai untuk Bibel lalu tidak bisa diterapkan pada Al-Qur’an?. Menurutnya tidak ada masalah
  • 4. 4 menerima hermeneutika sebagai metode tafsir Al-Qur’an, dan tidak adalagi monopoli penafsiraan oleh pihak tertentu. 4. Nur Ichwan, dalam tesisnya dia tulis dan diterbitkan dalam bahasa Indonesia. mengatakan bahwa teori hermeneutika Al-Qur’an Nashr Abu Zayd adalah salah satu contoh yang paling baik dari trend saat ini. 5. Buku Aksin Wijaya yang diterbitkan dari tugas akhir kesarjanaan strata-2 di IAIN Sunan Kalijaga. Dia mendudukkan Al-Qur’an Mushaf Utsmani sejajar dengan teks-teks lain yang tidak mempunyai nilai sakral maupun keabsolutan sedikitpun. Bagi Aksin yang sakral adalah pesan Tuhan yang nyempil disela-sela Mushaf tersebut dan itupun masih dalam proses pencarian. 6. Fakhruddin Faiz, dosen Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga. Dengan hermeneutika didapat bahwa Al-Quran adalah sebuah produk budaya hal ini dimaksud untuk mendobrak manipulasi pemahaman teks dan mengatasi pemutarbalikan pemahaman teks . Hal ini banyak terjadi dalam masa peradaban Islam oleh ulama terdahulu dalam menyikapi teks secara berlebihan dengan mengabaikan realita. 7. Sahiron Syamsuddin, dosen Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, telah banyak menulis artikel-artikel ilmiah yang membahas teori-teori hermenetika. Beberapa tulisannya dimuat dalam jurnal ilmiah dan antologi bersama. Di dalamnya, ia mencoba mengintegrasikan integrasikan hermeneutika dengan kajian Al-Qur’an (ulumul Qur’an). Bukunya yang paling mutaakhir berjudul Hermenutika dan Pengembangan Ulumul Qur’an diterbitkan tahun 2017 . Melihat latar belakang masalah yang demikian, maka dianggap penting untuk mengkaji hermenutika —yang saat ini dalam aplikasinya untuk menafsirkan Al- Qur’an –berkembang semakin pesat, termasuk di Indonesia. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai hermeneutika dan penerapannya terhadap penafsiran Al-Qur’an dengan konteks ke-Indonesia-an. Penulis membatasi masalah yang akan dibahas dengan memusatkan pada sub-tema yang dianggap penting yang berhubungan dengan hermeneutika dalam eksplorasi dan aplikasinya.
  • 5. 5 B. Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah-masalah yang akan dibahas dalam makalah ini sebagai berikut: 1. Apa Pengertian Hermeneutika?> 2. Bagaimana Sejarah Perkembangan Hermeneutika? 3. Apa saja Macam Aliran-aliran Hermeneutika? 4. Bagaimana Potensi Hermeneutika dalam Pengembangan Kajian Al-Qur’an? 5. Bagiamana Contoh Aplikasi Hermeneutika dalam Penafsiran? C. Tujuan Pembahasan Beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini memiliki tujuan pembahasan sebagai berikut: 1. Untuk Mengetahui Pengertian Hermeneutika. 2. Untuk Mengetahui Sejarah Perkembangan Hermeneutika. 3. Untuk Mengetahui Macam Aliran Hermeneutika. 4. Untuk Mengetahui Potensi Hermeneutika dalam Pengembangan Kajian Al- Qur’an 5. Untuk Mengetahui Contoh Aplikasi Hermeneutika dalam Penafsiran.
  • 6. 6 BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hermeneutika Hermeneutika secara etimologis diambil dari bahasa Yunani hermeneuin yang artinya adalah menjelaskan. Kata hermeneuin diambil dari nama Hermes, yang merupakan makhluk mitologi Yunani yang memiliki peran sebagai perantara pesan Tuhan kepada manusia. Kata tersebut kemudian diserap ke dalam bahasa Jerman Hermeneutik dan bahasa Inggris Hermeneutics.1 Adapun secara terminologis, hermeneutika didefiniskan sebagai sebuah istilah secara beragam dan bertingkat oleh Hans Georg Gadamer dalam artikelnya ‚Classical and Philoshophical Hemeneutics‛. Menurutnya sebelum menjadi sebuah displin keilmuan, kata tersebut dia definisikan dengan mengatakan: Hermeneutika adalah seni praktis, takne techne, yang digunakan dalam hal-hal seperti berceramah, menafsirkan bahasa-bahasa lain, menerangkan dan menjelaskan teks. Dan sebagai dasar dari semua kegiatan itu adalah seni memahami, sebuah senikhusus yang dibutuhkan ketika makna teks itu tidak jelas.2 Berangkat dari makna yang diungkapkan oleh Gadamer, Friedrich Shleiernacher mengartikan hermeneutika dengan seni memahami secara benar bahasa orang lain, khususnya bahasa tulis. Menurut Gadamer, sebagaimana juga yang diungkapkan oleh Franz Peter Burkard hermeneutika modern tidak hanya diartikan sebagai seni menafsirkan, melainkan lebih dari itu ia menjelma sebagai disiplin ilmu yang merupakan refleksi teoritis tentang metode-metode dan syarat-syarat pemahaman.3 1 Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika dan Pengembangan Ulumul Qur’an, (Yogyakarta: Pesantren Nawasea Press, 2017), 13 2 Lihat Hans Georg Gadamer, ‚Classical and Philosophical Hermeneutics,‛ Dalam Theory, Culture and Society(London: SAGE, 2006), vol. 23, 29 3 Lihat Franz-Peter Burkard, ‚Hermeneutik,‛ dalam Peter Prechtl dan Franz-Peter Burkarrd Metsler philosophie Lexikon (Stuttgart: Metzler, 1999), 231
  • 7. 7 Sedangkan mengenai tingkatan definisi hermeneutika dapat kita lihat dalam pemaparan Ben Vedder dalam bukunya Was ist Hermeneutik?.4 Dalam buknya tersebut Vedder membedakan empat terma yang saling terkait sebagai berikut: Pertama, Hermeneuse (act of interpreting; aktifitas atau praktek menafsirkan dan karya tafsir) adalah penjelasan atau interpretasi sebuah teks, karya seni atau perilaku seseorang. dari pengetian tersebut dapat diketahui bahwa istilah itu merujuk pada aktivitas penafsiran terhadap obyek-obyek tertentu seperti teks, simbol-simbol seni dan perilaku manusia. Jadi istilah tersbut tidak terkait dengan metode-metode, syarat-syarat dan hal-hal yang melandasi penafsiran. Kedua, Hermeneutik (Hermeneutika). Menurut Vedder hermeneutik adalah teknik menguak kesatuan makna teks. Istilah ini memiliki definisi regulasi, aturan, metode, strategi atau langkah penafsiran. Yang termasuk dalam kategori hermeneutika adalah misalnya, pemikiran-pemikiran J. Dannhaueser dalam bukunya Hermeneutica sarca sive methodus exponendarum sacrarum literarum, yang memuat teori-teori dan prinsip-prinsip penafsiran. Selain itu ada juga Shleiermacher yang tertarik dengan permasalahan bahagaimana seseorang menafsirkan teks secara benar dan obyektif. Selain mereka berdua ada lagi Grant R Osborne dengan buku Hermeneutical Spiral juga bisa digolongkan dalam karya hermeneutik, karena di dalamnya dibahas teori, metode dan strategi penafsiran dengan sangat detail. Ketiga, Philocophisce Hermeneutik (Hermeneutika Filosofis). Hermeneutika filosofis tidak lagi membicarakan metode penafsiran tertentu sebagai obyek pembahasan. Hermeneutika filosofis, menurut Jung, lebih banyak berbicara mengenai jalan masuk ke realitas dan kondisi-kondisi penafsiran. Istilah ini mengarah pada kondisi-kondisi kemungkinan yang dengannya seseorang dapat memahami dan menafsirkan sebuah teks, simbol atau perilaku. Keempat, Hermeneutiche Philosophie (Filsafat Hermeneutis). Ia adalah bagian dari pemikiran-pemikiran filsafat yang mencoba menjawab masalah dalam kehidupan manusia dengan cara menafsirkan apa yang diterima oleh kehidupan manusia dari sejarah dan tradisi. Manusia sendiri dipandang sebagai ‘makhluk 4 Tentang Ben Vedder, ‚Was Its Hermeneutik? Ein Weg von der Textdeutung zur Interpretation der Wirklichkeit‛. dalam Syamsuddin, Hermeneutika dan Pengembangan…, 15
  • 8. 8 hermeneutis, dalam arti makhluk yang harus memahami dirinya. jadi hermeneutika ini terkait dengan hal-hal seperti epistemologi, ontologi, etika dan estetika. Sebagai kesimpulan, secara epistemologis, hermeneutika dalam pengertian sempit adalah dispilin yang membahas metode-metode yang tepat untuk memahami dan menafsirkan hal-hal yang perlu difsirkan. Sedangkan dalam pengertian luas, yang mencakup empat macam tingkatan hermeneutika di atas, adalah cabang ilmu pengetahuan yang membahas hakekat, metode, dan landasan filosofi dalam kegiatan penafsiran. Menurut Sahiron Syamsuddin, sebagai contoh dari pengertian-pengertian di atas, maka dalam tradisi Islam telah banyak lahir karya yang termasuk dalam hemeneuse dan hermeneutika. Kitab-kitab tafsir seperti Ja>mi’ al-Baya>n karya Ibnu Jariri Ath-Thabari, Mafa>tih al-Ghai>b karya Fakhr Ad-Din Ar-Razi, dan Tafsir Al- Qur’an karya Quraish Shihab adalah beberapa contoh produk Hermeneuse. Termasuk juga kitab-kitab syarah Hadist seperti Subul as-Sala>m yang merupakan syarah hadits-hadist yang dikumpulkan oleh Al-Asqalani dalam Bulu>gh al Mara>m.5 Adapun karya-karya yang di dalamnya memuat regulasi dan metode penafsiran maka ia termasuk dalam kategori hermeneutika (dalam arti sempit). Hal ini seperti kitab-kitab ulu>mul Qur’a>n antara lain sebagaimana Al-Itqa>n fi> ‘Ulu>m al- Qur’a>n karya Jalal ad-Din As-Suyuthi, Al-Burha>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n katya Az- Zarkasyi dan Maba>hits fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n karya Shubhi Shalih. Juga kitab-kitab ushul fiqh sepeti Al-Mustasyfa karya Abu Hamid Al-Ghazali dan al-Muwafaqa>t karya Asy-Syathibi.6 Yang masih jarang ditemui dalam tradisi Islam saat ini adalah karya-karya yang memuat apa yang disebut dengan philosophical hermeneutics dan hermeneutical philosophy. Hal ini tidak terlepas mengenai bagaimana hermeneutika dipandang sebagai tradisi kritik Bibel yang berusaha melepaskan sakralitas Bibel sendiri. Ketika hermeneutika sebagai pengertian dalam tingkat filsafat hermeneutika, maka mejadikan penafsir harus meminjam sudut pandang author of text-nya. Jadi Al- Qur’an ketika harus melalui filasafat hermeneutika ini, melalui nalar epistemologis 5 Ibid., 19 6 Ibid.
  • 9. 9 misalnya, maka kita harus menggunakan pertanyaan; bagaimana author—yang dalam hal ini adalah Allah—mendapatkan dan mentrasmisikan teks. Dan dapat dipastikan kita tidak dapat menjawab pertanyaan filosofis yang transendental tersebut. B. Sejarah Perkembangan Hermeneutika 1. Hermeneutika Klasik Hermeneutika klasik, sebagai cirinya adalah ia lebih difungsikan sebagai landasan interpretasi teks suci seperti Bibel, karena itu ia sering disebut dengan hermeneutika Bibel.7 Kelahiran hermeneutika sebagai dasar menginterpretasikan teks Bibel sebenarnya telah muncul pada abad ke-1 M. Penafsiran alegoris yang pertama kali dilakukan oleh para filosof Stoa dan dipraktekkan oleh para teolog masa periode awal penafsiran Bibel.8 Muncul penafsiran alegoris yang dilakukan oleh Philo von Alexandrien terhadap Perjanjian Lama secara mendalam dan metodis. Bahkan dengan penafsiran alegorisnya ia dikenal sebagai ‚Bapak penafsiran alegoris‛. Proses pemahaman alegoris bertujuan untuk mendapatkan makna yang mendalam dari teks, hingga Philo mengatakan ‚Der Geist zählt, nitch der Buchstabe‛ (yang dipandang adalah jiwanya, bukan hurufnya), dasar teori hermeneutik yang hingga kini masih relevan. Dari situ menurutnya teks memiliki makna literal dan makna alegoris yang erat saling berhubungan. Pada awal abad ke-3 M. tokoh yang juga berjasa dalam pemikiran hermeneutis Bibel adalah Origenes. Dia mengembangkan dualisme makna yang idenya telah dibuka oleh Philo sebelumnya dengan menambahkna satu makna lain. Dia membedakan makna teks ke dalam tiga macam, yaitu, makna literal, makna moral, dan makna spiritual. Tiga makna itu digunakan dengan fungsi hirarki makna teks dimana makna spiritual adalah makna paling tinggi, sebagai kebijakan Tuhan.9 Selanjutnya pada abad ke-13 M. para teolog Kristen kemudian mengembangkan pemikiran yang ditawarkan oleh Philo dan Origenes. Maka dikenal empat macam makna; (1)makna literal, adalah makna kata perkata dari 7 Syamsuddin, Hermeneutika dan Pengembangan.., 33 8 Ibid., 21-22 9 Ibid., 22-23
  • 10. 10 teks; (2)makna alegoris, adalah makna yang digunakan untuk ide dasar penafsiran dan untuk mengungkap kata-kata metaforis dalam teks; (3)makna moral, adalah yang berkaitan dengan dimensi moral yang diterapkan dalam kehidupan; dan (4)makna anagogis, adalah dimensi transendental (kehidupan akhirat yang kekal) dari sebuah kata atau teks. Sebagai contoh kata Yerussalem jika dipahami sebagai hirarki makna maka, secara literal bermakna Palestina; secara alegoris adalah Gereja Christi; secara anagogis adalah jiwa manusia; dan secara anagogis adalah Yerussalem yang kekal yakni surga. 2. Hermeneutika Modern Hermeneutika modern lebih merupakan hermeneutika yang dipandang sebagai displin ilmu yang mandiri dan dikenal sebagai hermeneutika umum. Ia lahir dengan munculnya kata tersebut abad ke 17. Pertama kali kata ini diperkenalkan oleh Johann Conrad Dannhauer sebagai syarat penting bagi setiap ilmu pengetahuan yang menuju pada interpretasi teks. Dannhauer memperkenalkan kata ini dengan menyatakan bahwa ia terinspirasi dari risalah Peri hermeneias Aristoteles, yang mengatakan bahwa ilmu interpretasi yang baru berlaku tidak lain menjadi pelengkap bagi Organon Aristotelian.10 Didalamnya, Aristoteles menjelaskan hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan penelitian terhadap simbol-simbol bahasa: (1)ungkapan tertulis yang terdiri dari huruf- huruf, (2)ungkapan dalam bentuk suara, (3)kondisi kejiwaan, dan (4)realitas. Dannhauer mengembangkan pemikiran Aristotels ini antara lain dalam bukunya Idea boni Interpretis et maliotesi Calumniatoris (1630).11 Banyak pemikir hermeneutika umum selain Dannhauer dengan model pemikiran yang beragam seperti Johann Heinrich Lambert (1728-1777), yang merupakan ahli dalam bidang semiotika. Melalui semiotika, sesorang berusaha memahami makna di balik simbol-simbol kata dan kalimat tertentu. Selain itu ia juga memiliki teori filsafat bahasa yang diataranya mengatakan bahwa bahasa tidak bisa dipahami melalui arti setiap kata dalam kalimat, melainkan juga melalui konteks, perbandingan dan hubungan antara kata-kata yang ada. 10 Jean Grodin, Sejarah Hermeneutika dari Plato sampai Gadamer, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2010), 45. 11 Syamsuddin, Hermeneutika dan Pengembangan…, 34.
  • 11. 11 Hermeneutika berkembang menjadi displin pokok filsafat modern fase kedua sejak diterbitkannya tulisan-tulisan Schleiermacher pada abad 19 M., ia dikenal sebagai ‚Bapak Hermeneutika Modern‛.12 Perkembangan pada masa ini merupakan perubahan signifikan dalam pemikiran hermeneutika yang diungkap Schleiermacher. Teks dipandang sebagai ungkapan kejiwaan, ungkapan hidup dan epos historis penulis. Ketika penafsir memahami teks maka berarti ia harus ‚mengalami kembali‛, memasuki kesadaran, kehidupan dan epos sejarah itu berasal. Hermeneutika semacam ini merupakan satu prinsip dalam aliran Historisisme. Pemikiran ini selanjutnya mempengaruhi pemikir-pemikir lain seperti Emilio Betti, seorang ahli hermeneutika berkebangsaan Itali. Yang menjadi obyek penelitian hermeneutik Schleiermacher adalah mengenai upaya mencari jalan untuk memahami teks secara benar. Tokoh penting lainnya adalah Wilhelm Dilthey. Dalam perdebatan mengenai awal lahirnya hermeneutika ia berpendapat bahwa sebetulnya hermeneutika telah muncul satu abad lebih awal, yang dikemukakan oleh Protestantisme setelah lahirnya prinsip sola scriptura yang diungkap oleh Luther.13 Prinsip tersebut dikemukakan oleh Luther dalam menentang otoritas tradisi dalam penafsiran Bibel yang didukung oleh Gereja Katolik. Pendapat Dilthey ini juga didukung oleh sejarawan hermeneutika lain seperti R. Bultman, G. Ebeling dan Hans Georg Gadamer yang menaruh perhatian besar pada prinsip Luther tersebut. Namun pemikiran Luther tidak dapat dipandang sebagai suatu hermeneutika atau suatu refleksi teoritis dalam prektek interpretasi, karena dia hanya berkonsentrasi pada interpretasi-interpretasi konkret terhadap teks, terutama teks yang tertulis.14 Mekipun begitu itu reformasi Luther, dengan prinsip dasar bahwa Bibel manfsirkan dirinya sendiri, menjadi benih respon atau reaksi kontra oleh para Katolik dimana pihak Gereja menganggap bahwa tradisi otoritas Bibel adalah satu-satunya perspektif penafsiran. Sedangkan Protestan berbeda pendapat dengan Gereja Katolik, mereka mengangkut tradisi hermeneutik Luther dan 12 Fahruddin Faiz, Hermeneutika Al-Qur’an Tema-tema Kontroversial, (Yogyakarta: Kalimedia, 2015), 7 13 Tentang W. Dilthey, Das Hermeneutische System Begriffgeschichte, 18, 1974, 35-84 dalam Grodin, Sejarah Hermeneutika, 46. 14 Ibid., 47.
  • 12. 12 menjadi Lutheran yang setia. Orang pertama yang menawarkan pengertian hermeneutika yang mendekati pengertian kita sekarang adalah pengikut Lutheran, yakni Philipp Melanchton. Ia mengungkapnya dalam risalah-risalah tentang retorika pada tahun 1519 dan 1531. Begitu pula Matthius Flacius Illyricus yang mengemukakan pendapatnya tentang hemeneutika dalam Clavis scipture sacrae di tahun 1567.15 Wilhem Dilthey memilah antara ilmu eksakta dan non-eksakta. Di tangannya hermeneutika tidak lagi terbatas pada pemahaman teks kebahasaan, melainkan pada seluruh obyek penilitian dalam ilmu non-eksakta melalui kosntruksi sebuah metode universal dengan didasarkan pada pondasi kejiwaan. Dalam hal ini antara Schleiermacher dan Dilthey termasuk dalam satu aliran, yang lebih menekankan pada upaya rekonstruksi maksud asli teks yang ditafsrikan. Salah satu tokoh lainnya adalah Gadamer. Menurut Gadamer kunci pemahaman adalah partisipasi dan keterbukaan, bukan manipulasi dan pengendalian. Bagi dia pemahaman bukalah suatu tujuan, tapi yang paling penting adalah bagaimana sejarah dan tradisi menjadi sebuah jalan terjadinya dialog. Dalam pemikirannya pengetahuan terjadi karena adanya dialog. Dan bahasa menjadi media penting terjadinya dialog. Sedangkan bahasa tidak terbatas pada teks, namun segala sesuatu adalah teks.16 Dalam hal ini pemikiran Gadamer tergolong dalam jenis pemikiran filsafat hermeneutis, yang titik tekannya adalah pada nalar ontologis. Kemudian hermeneutika berkembang dan mempengaruhi pemikir-pemikir muslim kontemporer dalam kajian penafsiran, seperti Hasan Hanafi, Mohammad Arkoun, Farid Esack dan Nashr Hamid Abu Zayd. Tidak luput pula hermeneutika mulai memasuki khazana pemikiran cendekiawan Nusantara. Beberapa pemikir Indonesia abad modern dan kontemporer—bahkan dalam karya tafsirnya—turut menerapkan beberapa model hermeneutika. Mereka melalukan itu tanpa 15 Ibid., 47 16 F. Budi Hardiman, ‚Ilmu-ilmu sosial dalam Diskursus Modernisme dan Pasca-Modernisme,‛ dalam Jurnal Ulumul Quran Vol. 5 (1994), 7
  • 13. 13 meninggalkan pertimbangan kesesuaiannya dalam aktifvitas penafsiran Al- Qur’an. C. Aliran-aliran Hermeneutika Sebagai sebuah metodologi penafsiran, hermeneutika bukan hanya sebuah bentuk yang tunggal melainkan terdiri atas berbagai model dan varian. Dari beberapa tokoh yang telah disebutkan diatas digolongkan ke dalam tiga bentuk atau model hermeneutika. 1. Hermenutika Objektif Hermeneutika objektif dikembangkan tokoh-tokoh klasik, khususnya Friedrick Schleiermacher (1768-1834), Wilhelm Dilthey (1833-1911) dan Emilio Betti (1890-1968).17 Menurut aliran pertama ini, menafsirkan berarti memahami teks sebagaimana yang dipahami pengarangnya. Yang disebut teks, menurut Schleiermacher, adalah ungkapan jiwa pengarangnya. Seperti juga disebutkan dalam teori Emilio Betti, apa yang disebut makna atau tafsiran atasnya tidak didasarkan atas kesimpulan kita melainkan diturunkan dan bersifat instruktif (dari pengarang).18 Menurut Schleiermacher, untuk mencapai tingkat menyelami jiwa pengarang, ada dua cara yang dapat ditempuh; melalui bahasanya yang mengungkapkan hal-hal baru, atau lewat karakteristik bahasanya yang ditransfer kepada kita. Metode ini didasarkan atas konsepnya tentang teks. Setiap teks, menurutnya, mempunyai dua sisi; sisi linguistik dan sisi psikologis. Sisi linguistik, yakni makna secara bahasa yang menjadikan proses memahami menjadi mungkin, sedangkan sisi psikologis merupakan makna yang menunjuk pada kejiwaan dan pikiran pengarang yang tertuang dalam gaya bahasa yang digunakan. Dalam kaitan dua aspek inilah pembaca mengkonstruksinya dalam upaya memahami pikiran pengarang dan pengalamannya, sehingga pembaca mendapatkan pemahaman yang objektif.19 Sedangkan untuk dapat memahami maksud pengarang, karena gaya dan karakter bahasanya berbeda, maka penafsir harus keluar dari tradisinya sendiri untuk kemudian menyelami tradisi dalam 17 Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas, terj. Ahsin Muhammad, (Bandung: Pustaka, 1985), 9-10. 18 Nasr Hamid Abu Zayd, Isyka>liya>t at-Ta’wi>ll wa Aliya>t al-Qira>’ah, (Kairo: Al-Markaz Ats-Tsaqafi, tt), 11. Lihat juga, Sumaryono, Hermeneutik, (Yogya: Kanisius, 1996), 31. 19 Sumaryono, Hermeneutik, (Yogya: Kanisius, 1996), 32.
  • 14. 14 kehidupan penulis teks tersebut, atau sekedar membayangkan seolah dirinya hadir pada zaman itu. Sedemikian, sehingga dengan masuk pada tradisi pengarang, memahami dan menghayati budaya yang melingkupinya.20 Dalam hirarki analisis Schleiermacher ini, Abu Zayd menyatakan bahwa diantara dua sisi ini Schleiermacher lebih mendahulukan sisi linguistik dibanding analisa psikologis, meski dalam tulisannya sering dinyatakan bahwa analisa dimulai dari sisi manapun sah saja—sepanjang sisi yang satu memberi pemahaman kepada yang lain dalam upaya memahami teks.21 Jika penafsiran atas Al-Qur’an dilakukan dengan teori ini sebagai metode analisis, maka; pertama, kita harus mempunyai kemampuan gramatika bahasa Arab yang memadai; kedua, memahami tradisi yang berkembang dalam ruang dan waktu turunnya ayat. Karena kita tidak memungkinkan untuk menyelami ‘psikologis’ Allah, maka komponen ini ditiadakan. Dengan dua komponen landasan dalam menyelami teks itu, kita dapat benar-benar memahami apa yang dimaksud dan diharapkan oleh Al-Qur’an. Berbeda halnya dalam teks-teks sekunder keagamaan, semisal karya-karya Asy-Syafi’i (767-820 M). Selain kita dapat—dan harus—memahami karakter bahasa dan istilah-istilah yang biasa digunakan, kita juga harus paham tempat dan tradisi dimana karya-karya tersebut ditulis. Selain itu, kita harus memahami kondisi psikologis Syafi’i sendiri pada saat itu dalam ruang lingkup kepengarangannya. 2. Hermeneutika Subjektif Hermeneutika subjektif ini kembangkan oleh tokoh-tokoh modern abad ke-20 seperti Hans-Georg Gadamer dan Jacques Derida.22 Adapun bagi aliran kedua ini, hermeneutika bukan usaha menemukan makna objektif yang dimaksud pengarang seperti yang diasumsikan model hermeneutika objektif melainkan memahami langsung pada teks itu sendiri.23 Maka menurut hermeneutika subjektif, pengarang telah ‘mati’ dalam kepengaranganya atas teks dan siapapun berhak menafsirkan teks itu sendiri sebagai objek utamanya. 20 K. Bertens, Filsafat Barat Abad XX, I, (Jakarta: Gramedia, 1981), 230. 21 Abu Zayd, Isyka>liya>t at-Ta’wi>l, 12-13. 22 Rahman, Islam dan Modernitas, 13. 23 Bertens, Filsafat Barat…, I, 231.
  • 15. 15 Pemahaman atas tradisi si pengarang seperti yang disebutkan dalam hermeneutika objektif, tidak diperlukan lagi. Menurut Gadamer, dalam teknik penafsiran seorang penafsir tidak perlu melepaskan diri dari tradisinya sendiri dalam rangka menyelami tradisi pengarang. Bahkan, hal itu adalah sesuatu yang tidak mungkin, karena keluar dari tradisi sendiri berarti mematikan kreativitas. Sebaliknya, justru seseorang harus menafsirkan teks berdasarkan apa yang dimiliki saat ini, apa yang dilihat dan apa yang akan diperoleh kemudian— artinya secara mandiri.24 Jelasnya, sebuah teks diinterpretasikan justru berdasarkan pengalaman dan tradisi yang ada pada si penafsir itu sendiri dan bukan berdasarkan tradisi si pengarang, sehingga hermeneutika tidak lagi sekedar mereproduksi ulang wacana yang telah diberikan pengarang melainkan memproduksi wacana baru demi kebutuhan masa kini sesuai dengan subjektifitas penafsir. Meskipun begitu realitas historis masa lalu tidak dianggap sebagai sesuatu yang terpisah dari masa kini melainkan satu kesatuan atau tepatnya sebuah kesinambungan. Dalam pandangan Gadamer jarak antara masa lalu dan masa kini tidak terpisahkan oleh jurang yang curam, melainkan jarak yang penuh dengan kesinambungan tradisi dan kebiasaan dimana masa lalu itu mengejawatahkan dirinya di masa kini.25 Pandangan ini tercermin dalam Teori Keterpengaruhan oleh Sejarah yang dikemukakannya. Karena pandangan ini ada sebagian sarjana yang mengkategorikan Gadamer ke dalam aliran Objektifis- cum-Subjektifis.26 Jika hermeneutika model ini diaplikasikan untuk Al-Qur’an maka ia harus menjadi teks yang ditafsirkan dengan konteks dan kebutuhan saat ini. Dalam hal ini maka Al-Qur’an harus terlepas dari konteks historisnya seperti asbab an- nuzu>l, makki-madani, nasikh-mansukh. Sehingga akan lahir interpretasi yang benar-benar baru, yang murni dengan melihat teks an-sich. 24 Sumaryono, Hermeneutik, 77 25 Ibid. 26 Sebagai perbandingan lihat misalnya, Syamsuddin, Hermeneutika dan Pengembangan.., 50
  • 16. 16 3. Hermeneutika Pembebasan Hermeneutika pembebasan dikembangkan oleh tokoh-tokoh muslim kontemporer seperti Hasan Hanafi dan Farid Esack. Yang menjadi landasan dari hermeneutika ini sebenarnya adalah pemikiran hermeneutika subjektif, khususnya dari Gadamer. Namun, pengembangannya adalah bahwa hermeneutika tidak hanya berarti ilmu interpretasi atau metode pemahaman tetapi lebih dari itu adalah aksi. Menurut Hanafi, hermeneutika adalah pada tiga tataran; pertama, kritik historis; kedua, proses pemahaman teks; ketiga, kritik praksis.27 Pertama adalah kritik historis untuk menjamin keaslian teks dalam sejarah. Ini penting, karena tidak akan terjadi pemahaman yang benar jika tidak ada kepastian bahwa yang difahami tersebut secara historis adalah asli. Pemahaman atas teks yang tidak asli akan menjerumuskan orang pada kesalahan.28 Untuk menjamin keaslian sebuah teks suci, Hanafi mengajukan persyaratan sebagai berikut; (1) Teks tersebut tidak ditulis setelah melewati masa pengalihan secara lisan tetapi harus ditulis pada saat pengucapannya, dan ditulis secara in verbatim (persis sama dengan kata-kata yang diucapkan pertama kali). Maka narator harus orang yang hidup pada zaman yang sama dengan saat dituliskannya kejadian-kejadian tersebut dalam teks. (2) Adanya keutuhan teks. Semua yang di sampaikan oleh narator atau nabi harus disimpan dalam bentuk tulisan, tanpa ada yang kurang atau berlebih. (3) Nabi atau malaikat yang menyampaikan teks harus bersikap netral, hanya sekedar sebagai alat komunikasi murni dari Tuhan secara in verbatim kepada manusia, tanpa campur tangan sedikitpun dari pihaknya, baik menyangkut bahasa maupun isi gagasan yang ada di dalamnya. Istilah-istilah dan arti yang ada di dalamnya bersifat ketuhanan yang sinomin dengan bahasa manusia. Jika sebuah teks memenuhi persyaratan sebagaimana diatas, ia dinilai sebagai teks asli dan sempurna. Dengan landasan tersebut, Hanafi menilai bahwa hanya Al-Qur’an yang bisa diyakini sebagai teks asli dan sempurna, karena tidak ada teks suci lain yang ditulis secara in-verbatim dan utuh seperti al-Qur`an. 27 Hasan Hanafi, Liberalisasi, Revolusi, Hermeneutik, terj. Jajat Firdaus, (Yogyakarta: Prisma, 2003), 109. 28 Hasan Hanafi, Dialog Agama dan Revolusi, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), 1.
  • 17. 17 Kedua, proses pemahaman terhadap teks atau kritik eiditis. Sebagaimana yang terjadi pada tahap kritik sejarah, dalam pandangan Hanafi, pamahaman terhadap teks bukan monopoli atau wewenang suatu lembaga atau agama, bukan wewenang dewan pakar, dewan gereja, atau lembaga-lembaga tertentu, melainkan dilakukan atas aturan-aturan tata bahasa dan situasi-situasi kesejarahan yang menyebabkan munculnya teks.29 Dalam proses pemahaman teks ini, Hanafi mempersyaratkan, (1) penafsir harus melepaskan diri dari dogma atau pemahaman-pemahaman yang ada. Tidak boleh ada keyakinan atau bentuk apapun sebelum menganalisa linguistis terhadap teks dan pencarian arti-arti. (2) Setiap fase dalam teks, mengingat bahwa Al- Qur’an sebagai teks turun secara bertahap, harus difahami sebagai suatu keseluruhan yang berdiri sendiri. Masing-masing harus difahami dan dimengerti dalam kesatuanya, dalam keutuhannya dan dalam intisarinya.30 Ketiga, kritik praksis. Sebuah dogma akan diakui sebagai sistem ideal jika tampak dalam tindakan manusia. Begitu pula hasil tafsiran, akan dianggap positif dan bermakna jika dapat dikenali dalam kehidupan, bukan atas dasar fakta-fakta material. Karena itu, pada tahap terakhir dari proses hermeneutika ini, yang penting adalah bagaimana hasil penafsiran ini bisa diaplikasikan dalam kehidupan manusia, bisa memberi motivasi pada kemajuan dan kesempurnan hidup manusia.31 D. Potensi Hermeneutika dalam Pengembangan Kajian Al-Qur’an32 Meskipun hingga saat ini masih terjadi perdebatan mengenai penggunaan hermeneutika dalam penafsiran Al-Qur’an, namun disini akan dipaparkan sebagian poin potensi—relevansi antara—hermeneutika dari tokoh tertentu dan pengembangan kajian Al-Qur’an. 1. F. Schleiermacher Pemikiran hermeneutika yang dikembangkannya dapat dipetakan ke kedalam; hermeneutika gramatikal dan hermeneutika psikologis. 29 Ibid, 16. 30 Ibid, 17. 31 Ibid., 22-25 32 Lihat, Syamsuddin, hermeneutika dan Pengembangan…,59-88
  • 18. 18 a) Hermeneutika Gramatikal Hermeneutika Gramatikal adalah penafsiran yang didasarkan pada analisa bahasa. Prinsip dan kaedah linguistik yang harus dipegang antara lain: i. Seorang penafsir harus mengerti bahasa yang digunakan oleh pengarang. Tentu saja seorang mufassir harus mengerti dan memahami bahasa yang digunakan oleh Al-Qur’an, yakni bahasa Arab, termasuk aturan dan kaedah gramatikal di dalamnya seperti nahw dan sharf. ii. Dalam proses penafsiran seorang mufassir harus melakukan analisa sitagmatis. Artinya ketika seorang mufassir menafsirkan satu kata dalam ayat Al-Qur’an maka ia harus memperhatikan kata-kata yang ada di sekelilingnya. Prinsip ini sangat bermanfaat untuk penafsiran ayat- ayat Al-Qur’an dimana terdapat banyak kata-kata yang memiliki lebih dari satu arti (musytarak al-ma’a>ni). Dalam upaya mencermati hal semacam itu, karya-karya yang muncul dalam tradisi Islam adalah sebagai apa yang dibahasakan dengan al-asybah wa an-nazha>’ir. iii. Dalam proses penafsiran seorang mufassir harus memperhatikan hubungan antara bagian-bagian dan kesluruhan. Prinsip ini sangat penting dalam penafsiran Al-Qur’an. Dengan prinsip tersebut artinya seorang mufassir dalam proses pemahaman maksud ayat maka harus memahami masing-masing arti kata didalamnya. Dan ayat atau sekumpulan ayat dapat dipahami dengan memperhatikan kesulurahan pesan Al-Qur’an. Prinsip ini dapat dikatakan sebagai perhatian terhadap konteks tekstual, dan hal ini sangat membantu dalam proses penafsiran. b) Hermeneutika Psikologis Mengenai hermeneutika psikologis seperti yang ditawarkan Schleiermacher dapat diakatakan bahwa ia tidak dapat diterapkan secara
  • 19. 19 hakiki dalam proses penafsiran Al-Qur’an. Karena ia merujuk pada keharusan bagi seorang mufassir untuk menyelami kejiwaan author, yang dalam kaitannya dengan Al-Qur’an adalah Allah seabagai ‘sang pengarang’, dan untuk melakukan itu adalah hal yang mustahil. Meskipun demikian, semangat dari prinsip ini dapat dikatakan sebagaimana perhatian mufassir dalam tradisi Islam dengan pentingnya memperhatikan asbab an-nuzu>l. 2. H.-G. Gadamer Teori-teori Gadamer dalam hermenetika subjektifis telah dipaparkan dalam penjelasan terdahulu. Maka dari teori-teori tersebut akan ada beberapa poin relevansi dalam kaitannya dengan penafsiran Al-Qur’an. a) Teori Kesadaran Keterpengaruhan oleh Sejarah Sejarah tradisi tidak membentuk jurang yang menganga, dan justru terjalin kesinambungan. Oleh karena, pengetahuan merupakan hasil dari pengalaman yang merupakan bentukan dari tradisi. Kaitan teori ini dengan penafsiran Al-Qur’an, adalah bahwa seorang mufassir haruslah berhati-hati dalam menafsirkan teks dan menghindari penafsiran dengan kehendaknya yang berasal dari keterpangaruhannya oleh sejarah— baik pengetahuan, pengalaman dan apa yang dirasakan—semata. Dan hal ini tentu sangat bermanfaat dalam proses penafsiran Al-Qur’an untuk mendapatkan penafsiran yang sesuai. Hal ini bersesuaian dengan apa yang disabdakan oleh Nabi Muhammad agar menghindari ‚man fassara al-Qur’a>n bi ghairi ‘ilm‛, dalam artian jangan sampai kita menjadi orang yang menafsirkan tanpa ilmu. b) Teori Fusion of Horizons (Asimilasi Horison-horison) Gadamer menegaskan bahwa dalam prose penafsiran terdapat dua horison utama; horison teks dan horison penafsir. Kedua horison itu harurs diperhatikan dan diasimilasikan oleh penafsir. Horison teks hanya dapat diketahui dengan memperhatikan atau analisa apa yang disebut oleh Amin Al-Khulli dengan ma> fi an-nash (apa yang ada di dalam teks) dan ma> h}aula an-nash (sesuatu yang melingkupi teks). Analisa terhadap ma> fi an-nash dapat dilakukan dengan analisis kebahasaan. Sedangkan analisis terhadap ma> h}aula an-nash dapat dilakukan dengan melihat asbab an-nuzul, baik makro maupun mikro.
  • 20. 20 c) Teori Aplikasi (Anwendung) Setelah mufassir menemukan makna yang dimaksud secara kontekstual teks tersebut muncul, maka mufassir melakukan reinterpretasi dan pengembangan penafsiran serta aktualisasi dengan memperhatikan relevasinya dengan makna asal. Maka dalam hal ini dalam tradisi Islam, Al- Ghazali mengungkapnya adanya ma’na zhahir dan ma’na bathin. Atau ma’na dan maghza yang disebutkan Nashr Hamid Abu Zayd. Tentu saja teori ini dapat diaplikasikan dalam penafsiran dan menjadi pengembangan ulumul Qur’an yang siginifikan. E. Contoh Aplikasi Hermeneutika (Konteks Ke-Indonesia-an) Gejolak politik negara-negara dunia saat ini sedang menjadi isu internasional yang aktual. Gejolak itu dikolaborasi dengan kebangkitan kembali gerakan ‘jihadis’ yang menjalar di wilayah-wilayah negera mayoritas muslim, yang bahkan gerakan itu memiliki mimpi besar mewujudkan kepemimpinan khilafah. Tidak dapat dipungkiri aroma jihad ini juga tercium di Indonesia. Sementara Islam dengan pesan moral yang utama mengajarkan dan menekankan pentingnya perdamaian. Dalam contoh aplikasi penafsiran hermeneutis ini akan diangkat penafsiran tentang ayat-ayat perang, dimana ayat-ayat itu—tidak jarang disalah-artikan dan disalah-pahami, dan bahkan—menjadi alat legitimasi gerakan jihad, hingga jihad yang beraroma perebutan kekuasaan di kancah internasional. Penafsiran QS. Al-Hajj [22] ayat 29-40 1. Konteks Historis Ayat    
  • 21. 21 ‚Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena Sesungguhnya mereka telah dianiaya. dan Sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu, (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan Kami hanyalah Allah". dan Sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kuat lagi Maha perkasa,‛ Ayat tersebut tergolong ayat Madaniyyah (diturunkan pada masa setelah Nabi hijrah ke Madinah). Ath-Thabari menafsirkan ayat 29 dengan: ‚Tuhan mengizinkan kaum mukmin untuk berperang melawan kaum musyrik karena mereka menindas kaum mukmin dengan menyerang mereka.‛33 Az-Zamakhsyari mengugkapkan bahwa kaum musyrik Makkah menyakiti kaum mukmin dan datang kepada Nabi Muhammad dan menyakiti beliau pula, tetapi Nabi Muhammad mengatakan kepada pengikutnya: ‚Sabarlah! Aku belum diperintahkan untuk pergi berperang‛.34 Ar-Ra>zi juga memberikan penjelasan yang sama.35 Ath-Thabari mengutip pernyataan Ibnu Zayd yang manyatakan bahwa kebolehan perang diberikan setelah Nabi dan para sahabatnya bersabar terhadap perlakuan kaum musyrik selama sepuluh tahun.36 Az-Zamakhsyari dan Ar-Ra>zi menegaskan bahwa perang baru diizinkan dalam ayat yang turun, setelah diturukan tujuh puluh ayat yang melarangnya.37 Dalam sejarah Islam, peperangan besar pertama yang terjadi antara kaum mukmin dan kaum musyrik Makkah terjadi pada tahun 2 Hijriyah, yakni perang Badar yang setelah hijrah ke Madinah. Dan ayat perang tersebut turun setelah memang tidak ada jalan keluar lain untuk mengatasi kaum Musyrik Mekkah yang telah banyak melakukan tindak kekerasan terhadap Nabi Muhammad dan 33 Abu Ja’far Muhammad ibn Jarir Ath-Thabari, Ja>mi’ al-Baya>n ‘an Ta’wi>l A<>y al-Qur’a>n, (Kairo: Hajar, 2001), Juz 16, 571. 34 Mahmud ibn Umar Az-Zamakhsyari, Al-Kasysya>f, (Kairo: Maktabah al-‘Abikan, 1998), 199 . 35 Fakhr Ad-Di>n Ar-Ra>zi, Mafa>tih al-Ghaib, (Beirut: Dar al-Fikr, 1981), Juz 23, 40. 36 Ath-Thabari, Ja>mi’ al-Baya>n, 575. 37 Az-Zamakhsyari, al-Kasysya>f, Juz 4, 199; Ar-Ra>zi, Mafa>tih al-Ghaib, Juz 23, 40.
  • 22. 22 para pengikutnya. Upaya bertahan dengan bersabar dan membiarkan kaum musyrik telah dilakukan, akan tetapi mereka tetap melakukan tekanan dan serangan. 2. Analisis Bahasa Dua ayat ini terdiri dari rangkaian idiom sebagai kunci pemaknaan, yang menunjukkan situasi yang dapat menyebabkan diizinkannya berperang. Dan beberapa kata menunjukkan makna yang memiliki konsekuensi hukum tersendiri. Adapun urainya sebagai berikut. a)        Potongan ayat ini diartikan dengan: Telah diizinkan (berperang) bagi orang- orang yang diperangi, karena Sesungguhnya mereka telah dianiaya. Di dalamnya terdapat dua kata kunci yang perlu diperhatikan yaitu ‚udzina‛ dan ‚zhulimu‛. Mengenai kata udzina ia adalah bentuk pasif (mabni majhul) yang artinya diizinkan, sedangkan bentuk aktifnya (mabni ma’lu>m) adalah adzina yang artinya mengizinkan. Ibnu Mandzu>r menyebutkan kata adzina lahu fi asy-syai’ artinya sama dengan aba>h}ahu lahu (seseroang membolehkan sesuatu kepada orang lain.38 Dengan bentuk udzina menunjukkan bahwa perang hanyalah sesuatu yang diperbolehkan, dalam artian lebih baik dihindari dan tidak harus menempuh jalan perang. Sedangkan li al-ladzi>na yuqa>talu>na (bagi mereka yang diperangi) dan biannahum zhulimu (karena mereka ditindas), menunjukkan bahwa diperbolehkannya jalan perang adalah ketika dalam kondisi penindasan. Dalam hal makna penindasan secara konteks historis masa Nabi Muhammad, maka kita harus melihat rekam sejarah bagaimana yang dialami olehnya dan para pengikutnya. Dan kita tidak bisa menrapkan makna penindasan ini secara general. Secara implikasi hukum, ayat yang terdapat struktut udzina lebih rendah kadar perintahnya daripada ayat yang memuat perintah langsung seperti 38 Ibnu Mandzu>r, Lisa>n al-‘Arab, (Kairo: Da>r Al-Ma’arif, tt.), 52
  • 23. 23 qa>tilu> (berperanglah/perangilah) dalam surat Al-Baqarah ayat 190, Ali Imra>n ayat 167, An-Nisa’ ayat 76 dan sejenisnya, dan infiru (berangkatlah untuk berperang) seperti yang terdapat dalam surat At-Taubah ayat 38, 41. Namun ayat-ayat yang mengandung bentuk perintah tersebut tidak seharusnya menjadi pemahaman utama untuk berperang, akan tetapi bahwa bentuk perintah ini turun setelah diizinkan (udzina) sebagai yang pertama turun dalam ‘kebolehan’ berperang. b)  Penggalan ayat tersebut diterjemahkan dengan: ‚ (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan Kami hanyalah Allah". Izin untuk berperang diberikan dengan kondisi bahwa ketidak-adilan dan penindasan yang dilakukan terhadap orang mukmin adalah yang hingga kaum musyrik Makkah mengusir mereka dari tanah kelahiran tanpa alasan yang dapat diterima. Itu ditunjukkan pada bagian alladzi>na ukhriju> min diya>rihim bi-ghairi haqq. Lanjutan dari potongan kalimat itu, illa an yaqu>lu> rabbuna Allah yang menunjukkan adalah bahwa kaum Mukmin diusir dari sana karena perbedaan keyakinan dimana orang mukmin hanya mengakui Allah sebagai Tuhan. Kaum musyrik Makkah memaksa setiap otang untuk mengikuti kepercayaan politeisme mereka. Dan orang yang tidak menerimanya maka akan mereka tekan dan mereka tindas. c)   Arti dari ptongan ayat tersebut : dan Sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah.
  • 24. 24 Az-Zamakhsyari menafsirkannya dengan menyatakan: ‚Allah memberikan kekuatan kepada kaum Muslim lebih daripada kaum kafir untuk berperang. Jika tidak, maka kaum kafir akan menyerang pengikut agama lain pada masa itu, merebut tempat-tempat ibadah mereka dan kemudian merusaknya. Mereka tidak akan membiarkan gereja dan baira umat Kristen, sinagog kaum Yahudi dan masjid umat Islam.‛39 Ini menunjukkan pelawanan yang dilakukan oleh kaum muslim terhadap kaum musyrik dalam semangat melindungi kedamaian pemeluk agama-agama, termasuk agama selain Islam. 3. Pesan Utama Ayat Ayat tersebut harus dipahami konsteks historis dan tekstualnya agar dapat diperoleh pehaman yang tepat. Bagian-bagian utama dalam penggalan- penggalan ayat diatas menunjukkan beberapa maksud dan pesan utama ayat tersebut, yang seharusnya bersesuaian maksud keseluruhan Al-Qur’an, dan Islam sebagai agama yang menekankan pentingnya perdamaian dan kesetaraan, dan kebebasan beragama. a) Penghapusan Penindasan Penindasan dalam bahasa Arab diartikan dengan zhulm yang secara leksikal kata ini bermakna wadh’ asy-syai’ fi ghairi mahallihi (menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya).40 Dalam Al-Qur’an, kata ini merujuk pada tindakan yang menyalahi hukum dan aturan Allah. Sedangkan kata zhulm sendiri digunakan untuk menyifati perbuatan syirik dengan ‚zhulm azhim‛. Arti lain dari zhulm adalah tindakan yang dapat menyakiti orang lain. Apa yang dilakukan oleh kamu musyrik Makkah dengan mengusir kamm mukmin merupakan tidakan zhulm. Dan kaum mukmin dalam kondisi sebagai yang terzhalimi kemudian ‘diizinkan’ untuk melakukan perlawanan dengan solusi terakhir perang. b) Penegakan Kebebasan Beragama 39 Az-Zamakhsyari, Al-Kasysya>f…, 199. 40 Ibnu Mandzu>r, Lisa>n al-‘Arab, 31.
  • 25. 25 Di dalam ayat 256 surat Al-Baqarah disebutkan bahwa tidak ada paksaan dalam agama. Izin melakukan peperangan pada waktu itu diberikan dalam rangka menegakkan kebebasan beragama. Dimana saat itu kaum musyrik Makkah melakukan penindasan terhadap setiap orang yang menolak keyakinan politeisme mereka. c) Penegakan Perdamaian Meskipun perang merupakan jalan yang ditempuh oleh kaum muslim saat itu mewujudkan perdamaian, akan tetapi ia bukanlah satu- satunya jalan. Penegakan perdamaian merupakan salah satu pesan utamadari pembolehan melakukan perang. Sikap Nabi Muhammad dan kaum muslim di Madinah. yang satu itu hidup berdampingan dengan kaum Yahudi dan Nasrani, menunjukkan sikap damai yang dicontohkan oleh Rasulullah. Maka atas dasar nilai-nilai dari Rasulullah ini, maka ayat perang dalam QS. Al-Hajj ayat 39-40 tersebut seharusnya yang diambil bukanlah perangnya, akan tetapi pesan utamanya yakni penegakan perdamaian.
  • 26. 26 BAB III PENUTUP Kesimpuan Bahwa hermenutika diperdebatkan penggunaannya dalam penafsiran Al-Qur’an bukanlah suatu yang menghalangi mufassir abad ini untuk terus menggali relevansinya. Hermeneutika sebagai tradisi kritik Bible dalam sejarah awalnya, menjadi embrio penting perkembangnnya hingga ia menjadi metode penafsiran yang menyuarakan kebenaran. Dan tidak ada yang salah ketika intelektual Islam mengembangkannya, dengan mengadopsi teori dan metode analisis teks yang relevan untuk diterapkan dalam proses penafsiran Al-Qur’an. Pertimbangan antara konteks tekstual dan konteks historis ayat perlu diperhatikan dalam proses penafsiran. Sehingga apa yang ditemukan sebagai maghza (pesan utama) suatu ayat dapat berkesinambungan dengan konteks tekstualnya. Beberapa tafsir yang ada, dalam hal ini tafsir maudhu’I dilihat dari beberapa kasus, melupakan kritik konteks histori dari segi runtutan turunnya ayat (tarti>b nuzu>li). Satu ayat yang jadikan objek kajian terkadang dipisahkan dari kaitannya dengan ayat lain yang satu tema. Dan hal ini melahirkan pemahaman yang salah terhadap ayat yang ditafsirkan. Dalam memahami ayat perang kaum fundamentalis melewatkan pesan-pesan utama yang dikandungnya; (1) penghapusan penindasan, (2) penegakan kebebasan beragama, dan (3) penegakan perdamaian. Oleh karenanya ayat itu mereka gunakan untuk melegalkan aksi ‘jihad’ yang mereka lakukan, yang bisa jadi karena didukung oleh kesalahan mereka dalam pemahaman ayat tersebut atau karena memang ayat tersebut sengaja disalah-gunakan.
  • 27. 27 DAFTAR PUSTAKA Abu Zayd, Nasr Hamid, Isyka>liya>t at-Ta’wi>ll wa Aliya>t al-Qira>’ah, Kairo: al-Markaz al- Tsaqafi, tt. Bertens, K., Filsafat Barat Abad XX, I, Jakarta: Gramedia, 1981. Faiz, Fahruddin, Hermeneutika Al-Qur’an Tema-tema Kontroversial, Yogyakarta: Kalimedia, 2015. Gadamer, Hans Georg, ‚Classical and Philosophical Hermeneutics,‛ Dalam Theory, Culture and Society, London: SAGE, 2006, vol. 23. Grodin, Jean,Sejarah Hermeneutika dari Plato sampai Gadamer, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2010. Hanafi, Hasan, Liberalisasi, Revolusi, Hermeneutik, terj. Jajat Firdaus, Yogyakarta: Prisma, 2003. -------, Dialog Agama dan Revolusi, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994. Hardiman, F. Budi, ‚Ilmu-ilmu sosial dalam Diskursus Modernisme dan Pasca- Modernisme,‛ dalam Jurnal Ulumul Quran Vol. 5 (1994). Rahman, Fazlur, Islam dan Modernitas, terj. Ahsin Muhammad, Bandung: Pustaka, 1985. Ra>zi (Ar), Fakhr Ad-Di>n, Mafa>tih al-Ghaib, Beirut: Dar al-Fikr, 1981, Juz 23. Sumaryono, Hermeneutik, Yogya: Kanisius, 1996. Syamsuddin, Sahiron, Hermeneutika dan Pengembangan Ulumul Qur’an, Yogyakarta: Pesantren Nawasea Press, 2017. Thabari (Ath), Abu Ja’far Muhammad ibn Jarir, Ja>mi’ al-Baya>n ‘an Ta’wi>l A<>y al-Qur’a>n, Kairo: Hajar, 2001, Juz 16. Zamakhsyari (Az), Mahmud ibn Umar, Al-Kasysya>f, Kairo: Maktabah al-‘Abikan, 1998.