SlideShare a Scribd company logo
1 of 16
1
Hermenutik Double Movement Fazlur Rahman
Oleh: Aristophan firdaus
ABSTRAK
Di dalam proses penafsiran Al-Qur’an, salah satu problem utamanya adalah menyangkut
pemberian makna dan produksi makna; apakah makna itu sebatas apa yang tertulis pada bunyi
teks(makna literal), ataukah juga terdapat pada apa yang ada di balik teks (makna kontekstual).
sebagian mufassir cenderung menganut paham literalis, sementara sebagian yang lain
menganut paham kontekstualis.1 Metodologi baru dalam memahami al-Qur’an ditawarkan oleh
Fazlur Rahman yang terkenal dengan teori double movement. Dalam metode ini, seorang
muffasir ketika berhadapan dengan teks harus bergerak dari situasi sekarang ke masa lampau
guna melihat konteks sosio-historisnya dan menemukan prinsip-prinsip ideal moralnya untuk
kemudian kembali lagi ke situasi sekarang guna melakukan kontekstualitas atas nilai-nilai
tersebut. Dengan demikian, produk-produk penafsiran harus mengabdi pada nilai-nilai ideal
moral yang merupakan prinsip etis Al-Qur’an.
Kata kunci : Hermenutik. Double Movement, Fazlur Rahman
Pendahuluan
Secara etimologis, kata ‘hermeneutik’ atau ‘hermeneutika’ berasal dari bahasa
Inggris hermeneutics. Kata hermeneutics sendiri berasal dari bahasa Yunani hermeneuo yang
berarti ‘mengungkapkan pikiran-pikiran seseorang dalam kata-kata’ atau hermeneuein yang
berarti ‘menafsirkan’ dan hermeneia yang berarti ‘penafsiran’. Kata hermeneuo juga bermakna
‘menerjemahkan’ atau ‘bertindak sebagai penafsir’. Dari beberapa makna ini dapat disimpulkan
bahwa hermeneutik adalah ‘usaha untuk beralih dari sesuatu yang relatif gelap kepada sesuatu
yang lebih terang’ atau ‘proses mengubah sesuatu atau situasi ketidak tahuan menjadi mengerti.2
Istilah hermeneutik sering diasosiasikan kepada tokoh mitologis Yunani yang bernama
Hermes. Hermes adalah seorang utusan yang bertugas menyampaikan pesan Jupiter kepada
manusia. Sosok Hermes digambarkan sebagi seseorang yang mempunyai kaki bersayap. Dalam
bahasa Latin, sosok ini lebih dikenal dengan nama Mercurius. Tugas Hermes adalah
1 Abdul Mustaqim, Epistemologi Tafsir Kontemporer,(Yogyakarta: LKiS, 2010), hlm. 135
2 F. Budi Hardiman, Melampaui Positivisme dan Modernitas: Diskursus Filosofis tentang Metode Ilmiah
dan Problem Modernitas (Yogyakarta: Kanisius, 2003), hlm. 37. Bandingkan dengan E.
Sumaryono, Hermeneutik: Sebuah Metode Filsafat (Yogyakarta: Kanisius, 1999), hlm. 23-24.
2
menerjemahkan pesan-pesan dari dewa di Gunung Olympus ke dalam bahasa yang dapat
dimengerti oleh manusia. Oleh karena itu, Hermes harus mampu menginterpretasikan atau
menyadur sebuah pesan ke dalam bahasa yang digunakan oleh pendengarnya. 3
Dalam proses menerjemahkan pesan dewa yang dilakukan oleh Hermes tersebut terdapat
faktor memahami dan menerangkan sebuah pesan ke dalam medium bahasa. Inilah
sesungguhnya rahim historis yang kemudian melahirkan hermeneutik. Akan tetapi, proses
hermeneutik tidak sekadar memahami, menerjemahkan, dan menjelaskan sebuah pesan. Di balik
proses hermeneutik berjubel elemen-elemen lain yang saling berkait dan berkelindan, seperti
praanggapan, tradisi, dialektika, bahasa, dan realitas.
Secara sederhana, hermeneutika diartikan sebagai seni dan ilmu untuk menafsirkan teks-
teks yang punya otoritas, khususnya teks suci. Dalam definisi yang lebih jelas, hermeneutika
diartikan sebagai sekumpulan kaidah atau pola yang harus diikuti oleh seorang mufassir dalam
memahami teks keagamaan.4 Namun, dalam perjalanan sejarahnya, hermeneutika ternyata tidak
hanya digunakan untuk memahami teks suci melainkan meluas untuk semua bentuk teks, baik
sastra, karya seni maupun tradisi masyarakat.
Selanjutnya, sebagai sebuah metodologi penafsiran, hermeneutika bukan hanya sebuah
bentuk yang tunggal melainkan terdiri atas berbagai model dan varian. Paling tidak ada tiga
bentuk atau model hermeneutika yang dapat kita lihat. Pertama, hermeneutika objektif yang
dikembangkan tokoh-tokoh klasik, khususnya Friedrick Schleiermacher (1768-1834), Wilhelm
Dilthey (1833-1911) dan Emilio Betti (1890-1968).5 Menurut model pertama ini, penafsiran
berarti memahami teks sebagaimana yang dipahami pengarangnya, sebab apa yang disebut teks,
menurut Schleiermacher, adalah ungkapan jiwa pengarangnya, sehingga seperti juga disebutkan
dalam hukum Betti, apa yang disebut makna atau tafsiran atasnya tidak didasarkan atas
kesimpulan kita melainkan diturunkan dan bersifat intruktif.6
Kedua, hermeneutika subjektif yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh modern khususnya
Hans-Georg Gadamer (1900-2002) dan Jacques Derida (l. 1930).7 Menurut model kedua ini,
hermeneutika bukan usaha menemukan makna objektif yang dimaksud si penulis seperti yang
3 Ibid.
4 K. Bertens, Filsafat Barat Abad XX, I, (Jakarta, Gramedia, 1981), hlm.225.
5 Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas, terj. Ahsin Muhammad, (Bandung, Pustaka, 1985),hlm. 9-10.
Rahman memasukkan juga Emilio Betti dalam tradisi hermeneutika objektif ini.
6 Sumaryono, Hermeneutik, (Yogya, Kanisius, 1999),hlm. 31.
7 Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas, terj. Ahsin Muhammad, (Bandung, Pustaka, 1985), hlm. 13.
3
diasumsikan model hermeneutika objektif melainkan memahami apa yang tertera dalam teks itu
sendiri.8 Stressing mereka adalah isi teks itu sendiri secara mandiri bukan pada ide awal si
penulis. Inilah perbedaan mendasar antara hermeneutika objektif dan subjektif.
Ketiga, hermeneutika pembebasan yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh muslim
kontemporer khususnya Hasan Hanafi (l. 1935) dan Farid Esack (l. 1959).9 Hermeneutika ini
sebenarnya didasarkan atas pemikiran hermeneutika subjektif, khususnya dari Gadamer. Namun,
menurut para tokoh hermeneutika pembebasan ini, hermeneutika tidak hanya berarti ilmu
interpretasi atau metode pemahaman tetapi lebih dari itu adalah aksi.10 Menurut Hanafi, dalam
kaitannya dengan al-Qur`an, hermeneutika adalah ilmu tentang proses wahyu dari huruf sampai
kenyataan, dari logos sampai praksis, dan juga tranformasi wahyu dari pikiran Tuhan kepada
kehidupan manusia. Hermeneutika sebagai sebuah proses pemahaman hanya menduduki tahap
kedua dari keseluruhan proses hermeneutika. Yang pertama adalah kritik historis untuk
menjamin keaslian teks dalam sejarah. Ini penting, karena tidak akan terjadi pemahaman yang
benar jika tidak ada kepastian bahwa yang difahami tersebut secara historis adalah asli.
Pemahaman atas teks yang tidak asli akan menjerumuskan orang pada kesalahan.11
Dengan demikian, ada tiga model hermeneutika yang berbeda. Pertama, hermeneutika
objektif yang berusaha memahami makna asal dengan cara mengajak kembali ke masa lalu;
kedua, hermeneutika subjektif yang memahami makna dalam konteks kekinian dengan
menepikan masa lalu; ketiga, hermeneutika pembebasan yang memahami makna asal dalam
konteks kekinian tanpa menghilangkan masa lalu dan yang terpenting pemahaman tersebut tidak
sekedar berkutat dalam wacana melainkan benar-benar mampu menggerakan sebuah aksi dan
perubahan sosial.
Dalam makalah ini, penulis tidak akan mengupas secara tuntas ketiga model
hermeneutik tersebut. Penulis hanya akan menelaah epistemologi hermeneutika Fazlur Rahman
yang masuk dalam kategori hermeneutika krtitis dan rasionalis. Di sisi lain, Fazlur Rahman
merupakan seorang critical lover, meminjam istilah farid Esack. Ia tidak menolak Al-Qur’an
sebagai kalam Allah (the wod of God), namun pada saat yang sama ia kritis terhadap pembacaan
8 K. Bertens, Filsafat Barat Abad XX, I, (Jakarta, Gramedia, 1981), hlm. 231.
9 Lihat Nur Ikhwan, “Al-Qur`an Sebagai Teks Hermeneutika Abu Zaid” dalam Abd Mustaqim(ed), Studi
Al-Qur`an Kontemporer, (Yogya, Tiara Wacana, 2002), 163.
10 Hasan Hanafi, Liberalisasi, Revolusi, Hermeneutik, terj. Jajat Firdaus, (Yogya, Prisma, 2003), hlm. 109.
11 Hasan Hanafi, Dialog Agama dan Revolusi,(Jakarta, Pustaka Firdaus, 1994), hlm. 1.
4
dan pemahaman atasnya.12 kajian sederhana ini juga diinspirasi oleh karya Fazlur Rahman
tentang teori double movement nya. Yang mana teori double movent Rahman ini juga berhasil
mendobrak kebuntuan dunia pemahaman yang sempat mandek. Kontribusi teori double
movement Fazlur Rahman mencoba melakukan terobosan baru dengan merekonstruksi
pemahaman terhadap Al-Qur’an yang compatible dengan kehidupan kontemporer melalui
metode penafsiran hermeneutika. Maka dalam makalah ini hendak membahas tentang bagaimana
hermenutik double movement fazlur rahman?
Sketsa Biografi Fazlur Rahman
Fazlur Rahman adalah salah satu mufassir libeal-reformatif yang diberi kesempatan
“sejarah” untuk menerapkan gagasan neo mederenismenya. Ia lahir di anak benua Indo-Pakistan
pada 21 september 1919 di Barat Laut Pakistan.13
Fazlur Rahman dibesarkan dalam tradisi keluarga yang salih bermadzhab Hanafi, sebuah
madzhab sunni yang lebih bercorak rasionalis dibandingkan dengan madzhab yang lainnya,
seperti madzhab Maliki, Syafi’i, dan Hambali. Rahman kecil diasuh oleh ayah dan ibunya sendiri
dengan lingkungan keluarga yang sangat relegius. Dari ayahnya, yang notabene seorang ahli
agama dari Deoban, Rahman mendapat pendidikan formal di madrsah yang dulunya didirikan
oleh Muhammad Qasim Natonawi pada 1867.14
Semasa Rahman kecil, sang ayah sering memberikan pelajaran hadis dan juga ilmu
syari’ah. Namun sejak umur belasan tahun, Rahman telah merasa skeptis terhadap hadis.
Menurutnya , pada masa awal sejarah Islam, sebagian besar hadis yang ada tidak bersumber dari
Nabi Muhammad, teteapi bersumber dari para sahabat, tabi’in, dan generasi muslim ketiga (atba
at-tabi in). Hal ini bukan karena hadits-hadits nabi memang sedikit jumlahnya, melainkan
karenah ulah generai-generasi kemudian.15
Setelah menamatkan pendidikan menengah, Fazlur Rahman kemudian melanjutkan
studinya di Departemen Ketimuran Universitas Punjab. Selanjunya ia mengambil master di
Punjab University, dan pada tahun 1942 berhasil merai gelar MA dalam bidang Sastra Arab. Di
12 Abdul Mustaqim, Epistemologi Tafsir Kontemporer,(Yogyakarta: LKiS, 2010), hlm. 121
13 Selain Fazlur Rahman, anak benua ini juga melahirkan banyak pemikir libral lain, seperti Syaikh
Waliyullah ad-Dihlawi, Sayyid Amir Ali, dan Muhammad Iqbal. Lihat Abd. A’la, Dari Neo Modernisme
KeIslam Liberal, (Jakarta: Dian Rakyat, 2009), hlm. 25-27.
14 Abdul Mustaqim, Epistemologi Tafsir Kontemporer,(Yogyakarta: LKiS, 2010), hlm 88.
15 Fazlur Rahman, Membuka Pintu Ijtihad, (Bandung: Pustaka,1984), hlm. 47
5
sinilah babak kritisismenya semakin teruji. Sebab, pada masa ini Rahman tidak hanya
mempelajari Fisafat Islam, tetapi juga mendalami bahasa-bahasa Barat yang mana hal itu sangat
membantunya dalam menelusuri literature-literatur keislaman yang ditulis oleh para orientalis.16
Akan tetapi yang menarik, meskipun Fazlur Rahman banyak berguru kepada para
orientalis, ia tetep kritis terhadap pandangan-pandangan barat yang berkaitan dengan Islam dan
umat Islam. Sebagai contoh adalah kritiknya terhadap para orientalis yang tidak mengakui
adanya hadits dan mereka juga meragukan otentisitas Al-Qur’an. Bagi Rahman, sebagai seorang
figure utama, kata-kata dan prilaku nabi tidak mungkin tidak direkam oleh para pengikutnya.
Sebab, seorang kepala suku saja pada waktu itu biasa di kutip kata-katanya, apalagi nabi sebagai
pemimpin umat. Rahman juga menegaskan bahwa otentisitas Al-Qur’an sudah final dan tidak
perlu lagi di persoalkan. Adapun yang perlu di kritisi ulang hanyalah pemahaman para muffasir
atas Al-Qur’an itu sendiri.17
Kritik Fazlur Rahman terhadap khazanah keilmuan klasik Islam dan Barat pada akhirnya
juga semakin menegaskan posisinya sebagai tokoh neo-moderenisme. Menurutnya, kaum
muslimin harus mengkaji dunia Barat beserta gagasan-gagasannya secara kritis dan objektif. Bila
ini tidak dilakukan maka umat Islam akan gagal dalam menghadapi dunia modern. Untuk itu,
tugas utama umat Islam adalah mengembangkan metodologi yang tepat dan logis untuk
mempelajari Al-Qur’an guna mendapakan petunjuk bagi masa depannya.18
Setelah berhasil menyelesaikan program master, Rahman kemudian melanjutkan studinya
ke program doctor di Oxford University Inggris. Ia mengambil bidang filsafat, terutama
pemikiran filsafat Ibnu Sina, dan berhasil merai gelar Ph.D 1949.
Keputusan Rahman untuk belajar di Oxford University dianggap sebagai langkah yang
sangat berani sebab selama ini jika ada seorang muslim pergi ke Barat untuk belajar Islam maka
dia dianggap sangat aneh. Kalaupun ada yang berani mengambil langkah seperti itu maka dia
tidak akan diterima kembali di negeri asalnya. Oleh karena itu, sangat wajar jika kebanyakan
pelajar muslim merasa cemas jika belajar ke Barat sebab mereka akan di kucilkan oleh
masyarakat dan bahkan sebagian dari mereka akan mengalami ”penindasan”. Situasi ini
menunjukan bahwa kebanyakan masyarakat Indo-Pakistan memang masih sangat konservatif
cara berfikirnya sehingga setiap ada hal-hal yang baru yang datang dari luar seolah harus ditolak
16 Abdul Mustaqim, Epistemologi Tafsir Kontemporer,(Yogyakarta: LKiS, 2010), hlm. 89.
17 Ibid,…hlm. 89.
18 Ibid,…hlm. 90
6
Karena dianggap akan menggangggu status quo. Akan tetapi, demi sebuah cita-cita dan
reformasi, Rahman berani melawan arus utama tersebut.
Setelah menamatkan pendidikan program doctor di oxford university, Fazlur Rahman
mengajar beberapa saat di Durhaim University Inggris. Setelah itu, ia pindah ke Institute of
Islamic Studies, McGill University Canada, dan disitulah ia menjabat sebagai Associate
Professor of Philosophy, kemudian di awal tahun 1960-an19, Rahman kembali ke negeri asalnya,
Pakistan, dan menjabat sebagai salah satu staf senior pada Insitute of Islamic Research.
Lembaga riset ini dahulu didirikan oleh Ayyub Khan pada tahun 1960. Ayyub Khan
inilah yang kemudian bertindak sebagai pelindung Rahman. Sedangkan direktur pertama
lembaga ini adalah Dr. I.H. Qureshi. Pada bulan Agustus 1962, Rahman ditunjuk sebagai
direktur lembaga riset tersebut untuk menggantikan Qureshi. Lembaga riset ini bertugas
menafsirkan Islam dan term-term rasional dan ilmiah untuk memenuhi kebutuhan masyarkat
modern yang progresif.
Kemudian, pada 1964, Fazlur Rahman diangkat sebagai anggota Adivisory Council of
Islamic Ideology Pemerintahan Pakistan. Dewan penasehat ini dibentuk pada 1962 dan bertugas
meninjau seluruh hukum, baik yang telah ada maupun yang akan dibuat agar selaras dengan al-
Qur’an dan Sunnah, lalu merekomendasikan kepada pemeintah pusat dan provinsi-provinsi agar
kaum muslimin di Pakistan bisa menjadi lebih baik. Dengan antusias, Rahman menerima
tawaran ini. Pandangan-pandangan keislamannya yang mewakili sudut pandang moderenisme
dia utarakan dalam tiga jurnal yang diterbitkan Lembaga Riset Islam, yaitu Dirasah Islamiyyah
(Arab), Islamic Studies (inggris), dan Fikr-O-Nazr (Urdu). Di lembaga tersebut, Rahman tidak
saja bergerak dan bergulat dengan bidang kajian teoritis Islam, seperti sejarah filsafat dan
pemikiran Islam pada umumnya, tetapi pada bidang-bidang praktis, seperti masalah bunga bank
dan penyembelihan mekanik.20
Usaha-usaha untuk melakukan pembaharuan pemikiran Islam dengan merumuskan
metodologi tafsir juga mulai digeluti Rahman. Akan tetapi, hampir seluruh pandangannya
mendapat resistensi yang sangat keras dari para ulama konservatif dan bahkan Rahman nyaris
dibunuh. Beberapa pengamat menilai bahwa penolakan ulama konservatif terhadap pemikiran
19 Abd. A’la, Dari Neo Modernisme KeIslam Liberal, (Jakarta: Dian Rakyat, 2009), hlm. 35.
20Abdul Mustaqim, Epistemologi Tafsir Kontemporer,(Yogyakarta: LKiS, 2010), hlm. 91.
7
Rahman bersifat politis dimana penolakan itu sebenarnya ditujukan kepad rezim Ayyub Khan
yang dipandang sangat otoriter.
Melihat kondisi seperti itu, Rahman akhirnya hengkang dari Pakistan. Pada 1968, ia
hijrah dari Pakistan ke Chicago, Amerika Serikat dan menetap di sana hingga wafatnya pada
1988. Sehubungan dengan kepindahan Rahman dari Pakistan ke Chicago, ada pernyataan
menarik dari Ahmad Syafii Ma’arif yang pernah menjadi muridnya:
Bila bumi muslim belum “peka” terhadap imbauan-imbauannya maka bumi lain yang juga bumi
allah telah menampungnya dan dari sanalah ia menyusun dan merumuskan pemikiran-
pemikirannya tentang Islam, sejak 1970. Dan kesanalah beberapa mahasiswa muslim dari
berbagai negeri muslimin belajar Islam dengannya.21
Metode Hermanutik Double Movement dan Pendekatan Sosio-Historis
Sebagaimana telah dipaparkan di depan bahwa salah satu kecendrungan tafsir
kontemporer adalah di gunakannya metode hermenutika dalam menggali teks Al-Qur’an. Pada
saat wahyu masih berupa wacana verbal (disocurse), bukan teks, terutama di masa nabi masih
hidup, hermenutik dalam pengertian yang lebih bersifat metodologis tidak begitu diperlukan.
Para sahabat ketika itu cendrung bersifat pragmatis dalam mengamalkan Al-Qur’an dan umumya
mereka dengan mudah dapat memahaminya. Apalagi ketika itu nabi masih hidup sehingga jika
ada kesulitan dalam memahami Al-Qur’an, mereka dapat langsung bertanya kepada beliau
sebagai penafsir pertama yang menerima Al-Qur’an.22
Akan tetapi setelah wahyu menjadi sebuah teks bahasa (nash lughawi) meminja istilah
Nashr Hamid maka Hermenutika menjadi sangat penting untuk membedah dan mengurai makna
teks tersebut. Bagaimana dialektika antara teks dengan Konteks sosio-historis ketika itu, dan
bagaimana pula kontekstualisasinya diera modern-kontemporer, semua itu perlu dianalisis secara
cermat dan kritis melalui poses hermenutika. Di sinilah urgensi hermenutika sebagai sebuah teori
penafsiran kitab suci yang dalam tradisi Islam dapat disamakan dengan fiqh at-ta’wil.23
Teologi menurut Fazlur Rahman harus dirumuskan kembali agar mampu berdialog
dengan zamannya. Untuk melakukan refomulasi teologi, ia mengusulkan untuk kembali kepada
sumber ajaran Islam, al-Qur’an dan Sunnah Nabi yang hidup. Sebelum membahas tentang
21 Ahmad Syafi’I Ma’arif, ”Fazlur Rahman, Al-Qur’an dan Pemikiran Islam” dalam pengantar buku Fazlur
Rahman, Islam, (Bandung: pustaka,1984), hlm. vi-viii.
22 Abdul Mustaqim, Epistemologi Tafsir Kontemporer,(Yogyakarta: LKiS, 2010), hlm 173
23Ibid… hlm 173
8
metode penafsiran al-Qur’an yang ditawarkannya, terlebih dahulu akan dipaparkan
pandangannya mengenai al-Qur’an. Uraian itu dianggap penting untuk menangkap nilai-nilai dan
pandangan al-Qur’an di mata Fazlur Rahman.24
Fazlur Rahman menyatakan, al-Qur’an sebagai firman Allah25 pada dasarnya adalah
suatu kitab mengenai prinsip-prinsip dan nasehat-nasehat keagamaan dan moral bagi umat
manusia, dan ia bukan sebuah dokumen hukum, meskipun ia mengandung sejumlah hukum-
hukum dasar seperti salat, puasa,dan haji. Dari awal hingga akhir, al-Qur’an selalu memberikan
penekanan pada semua aspek-aspek moral, yang di perlukan bagi tindakan kreatif manusia. Oleh
karena itu, kepentingan sentral al-Qur’an adalah manusia dan perbaikannya.26
Pernyataannya itu menunjukan bahwa Fazlur Rahman memandang Al-Qur’an termasuk
ajaran Nabi secara substantive dan konstitutif adalah untuk keperluaan tindakan manusia di
dunia. Dengan demikian, al-Qur’an harus dijadikan dasar dan acuan pokok dalam semua sikap
dan perilaku umat Islam, baik sebagai individu maupun sebagai bagian dari masyarakat.
Sekaligus kitab suci terrsbut hendaknya menjadi sumber nilai yang dapat dijadikan landasan
untuk pengembangan solusi dalam menjawab persoalan yang dihadapi mereka. Pada dataran ini,
al-Qur’an sebagai dasar ajaran Islam dan petunjuk bagi umat manusia menappakan signifikansi
dan relevansinya. Ia hadir sebagai nilai yang bersifat transformative bagi umat manusia.
Dalam mengembangkan keilmun Islam, Fazlur Rahman sangat bersemangat untuk selalu
merujuk kepada al-Qur’an karena dalam pandangannya al-Qur’an sebagai firman Allah sama
kongkritnya dengan Perintah atau Hukum Allah sendiri, bahkan Allah itu sendiri, dan sekaligus
memperesentasikannya kedalam dan keluasan hidup itu sendiri. Al-Qur’an tidak dapat
dipergunakan untuk mendukung bias-bias intelektual dan cultural. Atas dasar itu, semua
pandangan keagamaan, termasuk teologi harus mengacu kepada sumber dasar tersebut.
Fazlur Rahman menegaskan, al-Qur’an merupakan petunjuk yang paling komperhensif
bagi manusia. Pandangan itu didasarkan pada surat Yusuf (12):111 (Al Quran itu bukanlah cerita
yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan
segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman), dan ayat yang
seumpamanya, seperti surat Yunus (10):37 dan surat al-An’am (6):114. Sebagai konsekuensi dari
hal tersebut, ia menyarankan (dan berupaya) agar kitab suci ini dipahami sebagai suatu kepaduan
24 Abd. A’la, Dari Neo Modernisme KeIslam Liberal, (Jakarta: Dian Rakyat, 2009), hlm 82.
25 Fazlur Rahman, Islam, (Bandung: Pustaka,1984), hlm 30-33
26 Abd. A’la, Dari Neo Modernisme KeIslam Liberal, (Jakarta: Dian Rakyat, 2009), hlm 82.
9
yang berjalin kelindan yang dapat menghasilkan suatu pandangan hidup yang pasti dan
menyeluruh. Dalam rangka mencapai hal itu, dia mengemukakan suatu metode interpretasi al-
Qur’an yang rasional, sistematis dan komperhensif. Pola seperti itu merupakan satu-satunya
metode yang dapat di andalkan (reliable) baik dalam memahami nilai-nilai moral, aspek legal
dan tentunya aspek-aspek teologis.27
Secara umum, Fazlur Rahman dalam membangun metodologi pemahaman al-Qur’an
yang komperhensif tidak dapat dilepaskan dari pengaruh al-Syathibi (w.1388 M) dan Muhmmad
Abduh (w. 1905M). menurut tokoh yuris maliki itu, dalil-dalil syariah (al-Qur’an dan sunnah
Nabi) harus dipahami dalam suatu totalitas dan kumulatif. Pandangan in kemudian di ikuti oleh
Abduh. Sama dengan tokoh hukum Islam abad pertengahan itu, abduh mendesak perlunya
penafsiran dan pemahaman al-Qur’an secara keseluruhan dan tidak dipahami secara sepenggal-
sepenggal. Pada sisi ini adanya pengaruh kedua tokoh itu terhadap, atau menimal memiliki
horizon yang sama dengan Fazlur Rahman dapat dilacak.28
Bertolak dari keharusan pemahaman al-Qur’an secara komperhensif, doctor lulusan
Universitas Oxford itu mengembangkan suatu metodologi yang sistematis dan aplikatif yang,
dalam anggapannya, pada masa-masa sebelumnya belum ditangani secara sungguh-sungguh.
Metodologi tersebut harus melibatkan factor-faktor kognitif dari wahyu dan mengesampingkan
aspek-aspek estetik-apresiatif atau kekuatan presiasinya. Tujuannya adalah agar risalah atau misi
al-Qur’an dapat benar-benar dipahami sehingga memungkinkan orang-orang yang beriman dan
yang ingin hidup dalam bimbingannya dapat melaksanakannya secara koheren dan bermakna.
Lebih dari itu, melalui pendekatan yang murni kognitif, baik orang muslim atau non muslim
dalam masalah-masah tertentu dapat bersatu, asalkan mereka memiliki simpati dan ketulusan hati
yang diperlukan. Meskipun demikian, iman yang memberikan motivasi yang diperlukan untuk
hidup dibawah bimbingannya hanya milik oang-orang yang benar-benar muslim. Jelasnya,
melalui pendekatan kognitif, orang muslim dan lainnya sama-sama mempunyai kesempatan yang
tidak berbeda secara intelektual untuk memahami al-Qur’an secara objektif dan benar meskipun
untuk mengimani dan mempercayainya meupakan masalah yang lain.
Secara umum, proses penafsiran yang ditawarkan Rahman mempunyai dua gerakan
ganda. Pertama, dari situasi sekarang menuju ke masa turunnya al-Qur’an dan kedua, dari masa
27 Abd. A’la, Dari Neo Modernisme KeIslam Liberal, (Jakarta: Dian Rakyat, 2009), hlm 83.
28 Ibid,…hlm 83
10
turunnya al-Qur’an kembali kepada masa kini. Gerakan pertama terdiri dari dua langkah, yaitu
pemahaman arti atau makna dari suatu pernyataan al-Qur’an melalui cara mengkaji situasi atau
problem historis dimana pernyataan Kitab Suci tersebut turun sebagai jawabannya. Dalam proses
ini, kajian mengenai pandangan-pandangan kaum muslimin, disamping bahasa, tata bahasa, gaya
bahas, dan lain-lainya akan sangat membantu sesudah hal itu diuji dengan pemahaman yang
diperoleh dari al-Qur’an sendiri. Setelah itu langkah kedua yang harus diambil ialah membuat
generalisasi dari jawaban-jawaban spesifik tersebut, dan mengungkapkanya dalam bentuk
pernyataan-pernyataan yang memiliki tujuan-tujuan moral yang besifat umum. Sesudah dua
langkah pertama ini, dilanjutkan menuju gerakan kedua yang berbentuk perumusan ajaran-ajaran
yang bersifat umum tersebut, dan kemudian meletakannya kedalam konteks sosio-historis yang
kongkrit saat ini.29
Melalui metode itu, Fazlur Rahman berupaya memahami alasan-alasan jawaban yang
diberikan al-Qur’an dan menyimpulkan pinsip-prinsip hukum atau ketentuan umumnya. Dengan
demikian, Fazlur Rahaman mengesankan lebih memilih signifikansi makna yang bersifat
universal daripada makna tekstual yang terikat dengan peristiwa local-historis. Rahman tidak
terikat kepada ungkapan tekstual semata, tapi kepada nilai-nilai substansial yang terkandung
dibalik ungkapan itu.30
Terkait dengan hermeneutika ini, paling tidak ada dua aliran utama, yakni aliran
objektivis dan aliran subjektivis. Dalam hal ini, Rahman dapat dikategorikan sebagai pemikir
aliran objektivis. Ia tampaknya terpengaruh oleh hermeneutika model Emelio Betti yang masih
mengakui original meaning (makna otentik), ketimbang hermeneutika Hans-Georg Gadamer
(penganut aliran subjektivis) yang sudah tidak percaya lagi pada original meaning. Bagi
Gadamer, setiap penafsir pasti sudah memiliki prejudice sebelum berhadapan dengan teks.
Dengan demikian, sebuah penafsiran pasti melibatkan subjektvitas penafsir. 31
Meskipun Fazlur Rahman sealiran dengan Emilio Betti yang masih percaya pada makna
objektif dan juga masih mengakui adanya original meaning (makna otentik), namun ada
perbedaan mengenai konsep the original meaning antara Betti dan Rahman. Jika Betti
berkeyakinan bahwa makna asli suatu teks terletak pada akal pengarang, maka tidak demikian
halnya dengan Rahman yang menganggap makna asli teks dapat dipahami melalui konteks
29 Abd. A’la, Dari Neo Modernisme KeIslam Liberal, (Jakarta: Dian Rakyat, 2009), hlm 84.
30 Ibid,…hlm.85
31 Abdul Mustaqim, Epistemologi Tafsir Kontemporer,(Yogyakarta: LKiS, 2010), hlm 176.
11
sejarah ketika teks itu ditulis atau diturunkan. Sebab, menurut Rahman, seorang muffasir tidak
mungkin masuk kedalam ”pikiran” Tuhan. Adapun yang paling mungkin adalah memahami
konteks environmental di saat teks al-Qur’an itu di turunkan. konteks environmental itu oleh
Rahman disebut dengan asbab an-nuzul makro yang dapat diketahui melalui kajian sejarah.32
Poligami dalam pandangan Fazlur Rahman
Salah satu isu gender yang hingga sekarang masih menjadi polemik adalah masalah
poligami. Secara tekstual memang ada ayat yang membolehkan praktik poligami. Akan tetapi
penafsiran terhadap ayat poligami tersebut beragam. Terkait dalam hal ini paling tidak ada tiga
aliran. Pertama, aliran yang membolehkan poligami secara mutlak, dengan jumlah maksimal
empat. Ini biasanya diwakili oleh mayoritas mufassir klasik dan pertengahan. Kedua, aliran yang
“membolehkan” poligami dengan syarat-syarat yang sangat ketat dan dalam kondisi darurat. Ini
biasanya diwakili oleh para mufassir modern kontemporer. Ketiga, aliran yang melarang
poligami secara mutlak. Ini biasanya diwakili oleh para aktivis feminis liberal yang menganggap
bahwa praktik poligami dalam konteks sekarang jelas sangat bias gender dan diskriminatif
terhadap perempuan.33
Dalam kaitannya dengan masalah poligami ini, Fazlur Rahman menyatakan bahwa al-
Qur’an secara hukum mengakui adanya system poligami, namun al-Qur’an juga melakukan
pembatasan maksimal empat dan menggariskan tuntunan penting untuk berlaku adil serta
meningkatkan nasib perempuan. Bagi Rahman, ayat poligami berhubungan dan merupakan
jawaban ad hoc terhadap masalah social yang terjadi ketika itu. Oleh karenanya, ayat tersebut
dapat di kategorikan sebagai ayat yang bersifat kontekstual, tergantung pada tuntutan problem
social yang ada.34
Selain itu, Rahman juga menyatakan bawa ada satu hal yang penting untuk diingat, yaitu
bahwa al-Qur’an bukanlah sebuah dokumen hukum, melainkan sebuah buku yang berisi prinsip-
prinsip dan seruan-seruan moral, meskipun ia mengandung pernyataan-pernyataan hukum yang
dikeluarkan selama poses pembinaan masyrakat. Ketetapan hukum dan reformasi umum yang
paling penting dari al-Qur’an adalah menyangkut masalah perempuan dan perbudakan, termasuk
didalamnya adalah masalah pologami, dimana al-Qur’an membatasi jumlah istri maksimal
empat. Al-Qur’an juga meyatakan bahwa suami-istri dinyatakan sebagai libas (pakain) bagi satu
32 Abdul Mustaqim, Epistemologi Tafsir Kontemporer,(Yogyakarta: LKiS, 2010), hlm. 177.
33 Ibid,… hlm. 257.
34Ibid,… hlm. 258.
12
sama lain. Kepada perempuan diberikan hak-hak yang sama atas kaum laki-laki sebagimana hak
laki-laki atas perempuan, dengan perkecualian bahwa laki-laki, sebagai pihak yang mencari
nafkah, mempunyai kedudukan satu tingkat lebih tinggi dibanding perempuan.
Didalam al-Qur’an sebenarnya hanya ada satu ayat yang berbicara tentang poligami,
yakni: QS. An-Nisa (4): 3:
Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang
yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu
senangi: dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka
(kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih
dekat kepada tidak berbuat aniaya.
Akan tetapi sayangnya, ayat tersebut sering ditafsirkan secara parsial dan bahkan tidak
jarang disalah fahami sehingga seakan-akan seorang dibolehkan begitu saja melakukan poligami,
tanpa memperhatikan bagimana konteks turunnya ayat tersebut dan apa sesungguhnya ideal
moral dibalik praktik poligami. dalam QS.an-Nisa (4) ayat 2, misalnya, al-Qur’an mengeluhkan
bahwa banyak pengampu anak yatim yang menyalah gunakan kekayaan anak-anak yatim serta
memakannya secara batil. Atas kondisi itu, Allah berfirman:
Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu
menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu Makan harta mereka bersama
hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang
besar.35
Al-Qur’an juga menyatakan bahwa para pengampu anak-anak yatim ini lebih baik
mengawini gadis-gadis yatim daripada mngembalikan kekayaan mereka lantaran mereka ingin
menikmati kekayaan tersebut.
Dan mereka minta fatwa kepadamu tentang Para wanita. Katakanlah: "Allah memberi fatwa
kepadamu tentang mereka, dan apa yang dibacakan kepadamu dalam Al Quran (juga
memfatwakan) tentang Para wanita yatim yang kamu tidak memberikan kepada mereka apa
yang ditetapkan untuk mereka, sedang kamu ingin mengawini mereka dan tentang anak-anak
yang masih dipandang lemah. dan (Allah menyuruh kamu) supaya kamu mengurus anak-anak
yatim secara adil. dan kebajikan apa saja yang kamu kerjakan, Maka Sesungguhnya Allah
35 QS. An-Nisa [4]:2
13
adalah Maha mengetahuinya.36
Dalam QS: an-Nissa(4): ayat 3 juga dinyatakan bahwa jika para pengampu ini tidak dapat
berbuat adil terhadap kekayaaan gadis-gadis yatim (dan mereka bersihkeras untuk
mengawininya) maka mereka boleh mengawini gadis-gadis yatim tersebut hingga empat, asal
mereka dapat berlaku adil diantara istri-istri. Akan tetapi jika khawatir tidak dapat berbuat adil
terhadap para istri maka mereka disuruh menikahi seorang saja dari gadis-gadis yatim itu.
Kerena hal ini merupakan yang terdekat kepada titik dimana mereka tidak akan melakukan
kesalahan dan penyimpangan. Disisi lain, al-Qur’an memperingatkan bahwa orang yang
berpoligami tidak akan mampu benar-benar berbuat adil, sebagimana ditegaskan dalam al-
Qur’an:
Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat Berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu
sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang
kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu Mengadakan
perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.37
Menurut Rahman, ayat-ayat diatas terkesan ada kontradiksi, yakni antara ayat yang
mengizinkan poligami sampai empat dengan tututan berbuat adil kepada para istri dan deklarasi
yang tegas bahwa tuntutan itu tidaklah mungkin terwujud. Jika demikian halnya, lantas mengapa
masaalah tuntutan berbuat adil tidak dijadikan klausal pokok dalam menetapkan system
perkawininan dalam islam? Interpretasi tradisionalis memang menegaskan bahwa klausal izin
berpoligami punya kekutan legal, sementara tuntutan akan keadilan diserahkan pada kesadaran
suami. Pendapat sepert ini dinilai tidak tepat oleh kaum moderenis. Bagi kaum moderenis, yang
utama adalah tuntutan berbuat adil dan deklarsi tentang ketidak mungkinan berbuat adil. Oleh
kerena itu, izin poligami besifat sementara dan untuk suatu maksud yang terbatas.
Dengan petimbangan sepeti itu, Rahman menegaskan tentang cita-cita moral al-Qur’an
berkaitan dengan masalah poligami. Izin poligami menjadi legal dengan sanksi-sanksi yang
dikenakan atasnya adalah dalam wujud suatu cita-cita moral ke arah mana masyrakat diharapkan
bergerak karena memang tidak mungkin menghapus pologami secara legal dengan sekaligus.
Dalam kaitan ini, Rahman tanpanya ingin mengatakan bahwa poligami secara berangsur-angsur
36 QS. An-Nisa [4]:127
37 QS. An-Nisa [4]:129
14
namun pasti harus dihapuskan, kecuali dalam menghadapi kasus yang sangat darurat.
Dalam al-Qur’an, izin poligami sesungguhnya juga berkaitan erat dengan masaalah
penyantunan anak yatim. Oleh karena itu, ayat tentang poligami harus dipahami dalam konteks
struktur social yang khusus, dimana masyarakat ketika itu belum memungkinankan untuk
meninggalkan secara keseluruhan praktik poligami. Masyarakat tersebut hanya didorong maju
sejauh yang mereka mampu. Dalam hal ini, pendekatan hukum maupun moral sangat diperlukan,
secara hukum, dilakukan pembatasan mengenai jumlah perempuan yang boleh dipoligami,
namun secara moral semangat poligami adalah semangat menyantuni anak yatim dan para janda.
Dari urain tersebut tampak bahwa Fazlur Rahman konsisten menerapkan metode tafsir
tematik dengan meneliti dan menyusun konsep secara logis dari seluruh ayat yang berkaitan
dengan masalah poligami sehingga memperoleh gambaran yang utuh dan komperhensif. Rahman
juga mnggunakan pendekatan asbab an-nuzul makro yang merupakan aplikasi dari pendekatan
sosi-historis untuk menemukan idieal moral yang terdapat dibalik ketentuan legal spesifik ayat
poligami tersebut. Konteks sosio-histrois tersebut sejalan dengan konteks historis verbal yang
ditulis oleh al-Wahidi bahwa ayat tersebut turun berkaitan dengan seorang wali (pengampu) yang
hendak menikahi perempuan yatim, tetapi ia tidak dapat berbuat adil dan tidak dapat
mempergaulinya dengan baik, maka turunlah QS.al-Maidah (5): 3 tersebut.
Dari penafsiran Fazur Rahman diatas, dapat disimpulkan bahwa ideal moral dari ayat
poligami adalah masalah pentingnya berbuat adil, penyantunan janda, dan anak-anak yatim,
dengan cara menikahi ibu dari anak-anak yatim tersebut penafsiran ini tidak bisa diragukan lagi
karena ayat ini turun dalam kondisi ketika banyak terjadi perang sehingga banyak laki-laki yang
meninggaldunia. Akibatnya, terdapat banyak janda dan anak-anak yatim yang sudah semestinya
disantuni.
Kesimpulan
Dari paparan makalah ini dapat disimpulkan bahwa Fazlur Rahman adalah sosok ilmuan
yang kritis dalam memandang al-Qur’an. Fazlur Rahman merupakan seorang critical lover
(seseorang kekasih yang kritis) terhadap al-Qur’an, meminjam istilah farid Esack. Bagi Rahman
betapapun al-Qur’an adalah kalam Allah (the word of God), namun karena ia hendak di
komunikasikan kepada manusia maka ia memerlukan medium bahasa Arab yang tentu memiliki
historisitas dan konteks tersendiri sehingga untuk memahaminya perlu mempertimbangkan
konteks sosio-historisnya, terutama konteks masyarakat Arab abad VII M. Dalam hal ini,
15
Rahman sama sekali tidak mempersoalkan otentisitas al-Qur’an sebab, menurutnya otentisitas al-
Qur’an sudah final.
Pendekatan sosio-historis yang dipakai Fazlur Rahman adalah salah salah satu pisau
analisis dalam hermeneutika double movement. Asumsinya adalah bahwa teks itu tidak otonom
sehingga ia tidak dapat dipahami dengan baik tanpa mempertimbangkan konteks. Untuk
menemukan makna original (original meaning) di masa lalu, diperlukan analisis sosio-historis,
yakni dengan cara mencoba memahami situasi dan konteks ketika ayat itu diturunkan, baik
konteks bersifat spesifik (asbab an-nuzul mikro) maupun konteks environmental (asbab an-nuzul
makro), lalu menangkap pesan moralnya di balik makna literal yang ada. Dengan begitu seorang
mufassir akan mampu melakukan kontekstualisasi gagasan al-Qur’an tanpa harus terjebak pada
bingakai teks yang cenderung melahirkan pemahaman tekstualis, literalis, dan skripturalis.
Dengan kata lain, tujuan lebih jauh ketika seorang menafsirkan al-Qur’an adalah mengaktualkan
makna teks bagi pembaca tekini, dengan tanpa mengabaikan makna teks di masa lalu.
Dengan demikian, sebuah penafsiran tidak boleh betentangan dengan pandangan dunia
al-Qur’an itu sendiri. Rahman berangkat dari adagium lama bahwa ”ayat-ayat al-Qur’an saling
menafsirkan satu dengan lainnya” (Al-Qur’anu yufassiru ba’dhuhu ba’dha). Dengan prinsip
tersebut, pemahaman yang kompehensif dan holistic dapat dicapai melalui melalui metode
tematik. Dengan demikian, biarkanlah al-Qur’an berbicara dengan dirinya sendiri.
16

More Related Content

What's hot

FI'IL TAM DAN FI'IL NAQIS
FI'IL TAM DAN FI'IL NAQISFI'IL TAM DAN FI'IL NAQIS
FI'IL TAM DAN FI'IL NAQISnabillalola
 
aqsamul qur'an.pdf
aqsamul qur'an.pdfaqsamul qur'an.pdf
aqsamul qur'an.pdfFeriArifin4
 
konsep-nasakh-mansukh.ppt
konsep-nasakh-mansukh.pptkonsep-nasakh-mansukh.ppt
konsep-nasakh-mansukh.pptnimalfaiz1
 
Hadits Shahih, Hasan, Dlo'if
Hadits Shahih, Hasan, Dlo'ifHadits Shahih, Hasan, Dlo'if
Hadits Shahih, Hasan, Dlo'ifAzzahra Azzahra
 
Hunayn Ibn Ishaq: Penterjemah Zaman Abbasiyah
Hunayn Ibn Ishaq: Penterjemah Zaman AbbasiyahHunayn Ibn Ishaq: Penterjemah Zaman Abbasiyah
Hunayn Ibn Ishaq: Penterjemah Zaman AbbasiyahKOSPATI UKM
 
Review tafsir al manar
Review tafsir al manarReview tafsir al manar
Review tafsir al manarDodyk Fallen
 
Sejarah perkembangan hadits pada masa nabi, sahabat
Sejarah perkembangan hadits pada masa nabi, sahabatSejarah perkembangan hadits pada masa nabi, sahabat
Sejarah perkembangan hadits pada masa nabi, sahabatKhairul Muttaqin
 
3 unsur hadist (sanad,matan,rawi
3 unsur hadist (sanad,matan,rawi3 unsur hadist (sanad,matan,rawi
3 unsur hadist (sanad,matan,rawiMuhammad Yusril
 
Terjemah, tafsir dan ta'wil
Terjemah, tafsir dan ta'wilTerjemah, tafsir dan ta'wil
Terjemah, tafsir dan ta'wilMohamad Bastomii
 
Makalah ushul fiqh (qiyas)
Makalah ushul fiqh (qiyas)Makalah ushul fiqh (qiyas)
Makalah ushul fiqh (qiyas)Mawadah Warohmah
 
Pengertian al quran
Pengertian al quranPengertian al quran
Pengertian al quranYatie Emkay
 
3. ‘am, khash, muthlaq, muqayyad
3. ‘am, khash, muthlaq, muqayyad3. ‘am, khash, muthlaq, muqayyad
3. ‘am, khash, muthlaq, muqayyadMarhamah Saleh
 
Dakwah rasulullah periode madinah
Dakwah rasulullah periode madinahDakwah rasulullah periode madinah
Dakwah rasulullah periode madinahBaha Zarkhoviche
 
Pemikiran Ulama Salaf Imam Ahmad ibn Hanbal dan Ibnu Taimiyah
Pemikiran Ulama Salaf Imam Ahmad ibn Hanbal dan Ibnu TaimiyahPemikiran Ulama Salaf Imam Ahmad ibn Hanbal dan Ibnu Taimiyah
Pemikiran Ulama Salaf Imam Ahmad ibn Hanbal dan Ibnu TaimiyahIlham Al-Qarni
 

What's hot (20)

FI'IL TAM DAN FI'IL NAQIS
FI'IL TAM DAN FI'IL NAQISFI'IL TAM DAN FI'IL NAQIS
FI'IL TAM DAN FI'IL NAQIS
 
aqsamul qur'an.pdf
aqsamul qur'an.pdfaqsamul qur'an.pdf
aqsamul qur'an.pdf
 
konsep-nasakh-mansukh.ppt
konsep-nasakh-mansukh.pptkonsep-nasakh-mansukh.ppt
konsep-nasakh-mansukh.ppt
 
Hadits Shahih, Hasan, Dlo'if
Hadits Shahih, Hasan, Dlo'ifHadits Shahih, Hasan, Dlo'if
Hadits Shahih, Hasan, Dlo'if
 
Nasikh dan mansukh
Nasikh dan mansukhNasikh dan mansukh
Nasikh dan mansukh
 
Hunayn Ibn Ishaq: Penterjemah Zaman Abbasiyah
Hunayn Ibn Ishaq: Penterjemah Zaman AbbasiyahHunayn Ibn Ishaq: Penterjemah Zaman Abbasiyah
Hunayn Ibn Ishaq: Penterjemah Zaman Abbasiyah
 
Review tafsir al manar
Review tafsir al manarReview tafsir al manar
Review tafsir al manar
 
Naskh mansukh
Naskh mansukhNaskh mansukh
Naskh mansukh
 
Sejarah perkembangan hadits pada masa nabi, sahabat
Sejarah perkembangan hadits pada masa nabi, sahabatSejarah perkembangan hadits pada masa nabi, sahabat
Sejarah perkembangan hadits pada masa nabi, sahabat
 
3 unsur hadist (sanad,matan,rawi
3 unsur hadist (sanad,matan,rawi3 unsur hadist (sanad,matan,rawi
3 unsur hadist (sanad,matan,rawi
 
Tafsir maudhui pengantar
Tafsir maudhui pengantarTafsir maudhui pengantar
Tafsir maudhui pengantar
 
Terjemah, tafsir dan ta'wil
Terjemah, tafsir dan ta'wilTerjemah, tafsir dan ta'wil
Terjemah, tafsir dan ta'wil
 
Makalah ushul fiqh (qiyas)
Makalah ushul fiqh (qiyas)Makalah ushul fiqh (qiyas)
Makalah ushul fiqh (qiyas)
 
Ilmu aqsam
Ilmu aqsamIlmu aqsam
Ilmu aqsam
 
Pengertian al quran
Pengertian al quranPengertian al quran
Pengertian al quran
 
Imam Abu amru
Imam Abu amruImam Abu amru
Imam Abu amru
 
3. ‘am, khash, muthlaq, muqayyad
3. ‘am, khash, muthlaq, muqayyad3. ‘am, khash, muthlaq, muqayyad
3. ‘am, khash, muthlaq, muqayyad
 
Dakwah rasulullah periode madinah
Dakwah rasulullah periode madinahDakwah rasulullah periode madinah
Dakwah rasulullah periode madinah
 
Pemikiran Ulama Salaf Imam Ahmad ibn Hanbal dan Ibnu Taimiyah
Pemikiran Ulama Salaf Imam Ahmad ibn Hanbal dan Ibnu TaimiyahPemikiran Ulama Salaf Imam Ahmad ibn Hanbal dan Ibnu Taimiyah
Pemikiran Ulama Salaf Imam Ahmad ibn Hanbal dan Ibnu Taimiyah
 
Rasulullah peribadi unggul
Rasulullah peribadi unggulRasulullah peribadi unggul
Rasulullah peribadi unggul
 

Similar to Hermenutik double movement fazlur rahman

Masuknya hermeneutika dalam penafsiran
Masuknya hermeneutika dalam penafsiranMasuknya hermeneutika dalam penafsiran
Masuknya hermeneutika dalam penafsiranSida El Nurya
 
Hermeneutika dan pengembangan ulumul qur’an
Hermeneutika dan pengembangan ulumul qur’anHermeneutika dan pengembangan ulumul qur’an
Hermeneutika dan pengembangan ulumul qur’anIffa Tabahati
 
Hermeneutika dan Penerapannya dalam Penafsiran Al-Qur'an (Konteks ke-Indonesi...
Hermeneutika dan Penerapannya dalam Penafsiran Al-Qur'an (Konteks ke-Indonesi...Hermeneutika dan Penerapannya dalam Penafsiran Al-Qur'an (Konteks ke-Indonesi...
Hermeneutika dan Penerapannya dalam Penafsiran Al-Qur'an (Konteks ke-Indonesi...Maghfur Amien
 
Al qur'an di era modern
Al qur'an di era modernAl qur'an di era modern
Al qur'an di era modernRahimantoSSosI
 
18. edi susilo nim 1903018029 (review buku teologi islam dr.nasihun)
18. edi susilo  nim 1903018029 (review buku teologi islam dr.nasihun)18. edi susilo  nim 1903018029 (review buku teologi islam dr.nasihun)
18. edi susilo nim 1903018029 (review buku teologi islam dr.nasihun)EdiSusilo16
 
Otentisitas wahyu tuhan dalam hermeneutika hasan hanafi
Otentisitas wahyu tuhan dalam hermeneutika hasan hanafiOtentisitas wahyu tuhan dalam hermeneutika hasan hanafi
Otentisitas wahyu tuhan dalam hermeneutika hasan hanafiChi'onk Pemimpin
 
Model Penafsiran Hassan Hanafi.docx
Model Penafsiran Hassan Hanafi.docxModel Penafsiran Hassan Hanafi.docx
Model Penafsiran Hassan Hanafi.docxNurFaridah44
 
kontekstualisasi pemahaman hadis nabawi.
kontekstualisasi pemahaman hadis nabawi.kontekstualisasi pemahaman hadis nabawi.
kontekstualisasi pemahaman hadis nabawi.adybudiman1
 
HERMENEUTIKA DALAM PANDANGAN INTELEKTUAL INDONESIA
HERMENEUTIKA DALAM PANDANGAN INTELEKTUAL INDONESIAHERMENEUTIKA DALAM PANDANGAN INTELEKTUAL INDONESIA
HERMENEUTIKA DALAM PANDANGAN INTELEKTUAL INDONESIAIdrus Abidin
 
Tafsir feminis tantangan terhadap konsep wahyu dan tafsir
Tafsir feminis tantangan terhadap konsep wahyu dan tafsirTafsir feminis tantangan terhadap konsep wahyu dan tafsir
Tafsir feminis tantangan terhadap konsep wahyu dan tafsirHibatul Wafi
 
Mencari Model Tafsir Alternatif
Mencari Model Tafsir AlternatifMencari Model Tafsir Alternatif
Mencari Model Tafsir AlternatifNur Laily
 
Metodologi Tafsir Modern - Kontemporer di Indonesia - 1401-Article Text-2181-...
Metodologi Tafsir Modern - Kontemporer di Indonesia - 1401-Article Text-2181-...Metodologi Tafsir Modern - Kontemporer di Indonesia - 1401-Article Text-2181-...
Metodologi Tafsir Modern - Kontemporer di Indonesia - 1401-Article Text-2181-...Hasaniahmadsaid
 

Similar to Hermenutik double movement fazlur rahman (20)

Masuknya hermeneutika dalam penafsiran
Masuknya hermeneutika dalam penafsiranMasuknya hermeneutika dalam penafsiran
Masuknya hermeneutika dalam penafsiran
 
Hermeneutika dan pengembangan ulumul qur’an
Hermeneutika dan pengembangan ulumul qur’anHermeneutika dan pengembangan ulumul qur’an
Hermeneutika dan pengembangan ulumul qur’an
 
Makalah filsafat or soni
Makalah filsafat or soniMakalah filsafat or soni
Makalah filsafat or soni
 
Definisi hermeneutika
Definisi hermeneutikaDefinisi hermeneutika
Definisi hermeneutika
 
Hermeneutika dan Penerapannya dalam Penafsiran Al-Qur'an (Konteks ke-Indonesi...
Hermeneutika dan Penerapannya dalam Penafsiran Al-Qur'an (Konteks ke-Indonesi...Hermeneutika dan Penerapannya dalam Penafsiran Al-Qur'an (Konteks ke-Indonesi...
Hermeneutika dan Penerapannya dalam Penafsiran Al-Qur'an (Konteks ke-Indonesi...
 
Metode hermeneutika dan penerapannya pada psikoanalisa
Metode hermeneutika dan penerapannya pada psikoanalisaMetode hermeneutika dan penerapannya pada psikoanalisa
Metode hermeneutika dan penerapannya pada psikoanalisa
 
Al qur'an di era modern
Al qur'an di era modernAl qur'an di era modern
Al qur'an di era modern
 
Kajian Hermeneutika
Kajian HermeneutikaKajian Hermeneutika
Kajian Hermeneutika
 
18. edi susilo nim 1903018029 (review buku teologi islam dr.nasihun)
18. edi susilo  nim 1903018029 (review buku teologi islam dr.nasihun)18. edi susilo  nim 1903018029 (review buku teologi islam dr.nasihun)
18. edi susilo nim 1903018029 (review buku teologi islam dr.nasihun)
 
Otentisitas wahyu tuhan dalam hermeneutika hasan hanafi
Otentisitas wahyu tuhan dalam hermeneutika hasan hanafiOtentisitas wahyu tuhan dalam hermeneutika hasan hanafi
Otentisitas wahyu tuhan dalam hermeneutika hasan hanafi
 
Epistimologi bayani
Epistimologi bayaniEpistimologi bayani
Epistimologi bayani
 
Model Penafsiran Hassan Hanafi.docx
Model Penafsiran Hassan Hanafi.docxModel Penafsiran Hassan Hanafi.docx
Model Penafsiran Hassan Hanafi.docx
 
kontekstualisasi pemahaman hadis nabawi.
kontekstualisasi pemahaman hadis nabawi.kontekstualisasi pemahaman hadis nabawi.
kontekstualisasi pemahaman hadis nabawi.
 
Hermeneutika
HermeneutikaHermeneutika
Hermeneutika
 
HERMENEUTIKA DALAM PANDANGAN INTELEKTUAL INDONESIA
HERMENEUTIKA DALAM PANDANGAN INTELEKTUAL INDONESIAHERMENEUTIKA DALAM PANDANGAN INTELEKTUAL INDONESIA
HERMENEUTIKA DALAM PANDANGAN INTELEKTUAL INDONESIA
 
Interpretivist Hermeneutic
Interpretivist HermeneuticInterpretivist Hermeneutic
Interpretivist Hermeneutic
 
Tafsir feminis tantangan terhadap konsep wahyu dan tafsir
Tafsir feminis tantangan terhadap konsep wahyu dan tafsirTafsir feminis tantangan terhadap konsep wahyu dan tafsir
Tafsir feminis tantangan terhadap konsep wahyu dan tafsir
 
Buku filsafat islam masa awal
Buku filsafat islam masa awalBuku filsafat islam masa awal
Buku filsafat islam masa awal
 
Mencari Model Tafsir Alternatif
Mencari Model Tafsir AlternatifMencari Model Tafsir Alternatif
Mencari Model Tafsir Alternatif
 
Metodologi Tafsir Modern - Kontemporer di Indonesia - 1401-Article Text-2181-...
Metodologi Tafsir Modern - Kontemporer di Indonesia - 1401-Article Text-2181-...Metodologi Tafsir Modern - Kontemporer di Indonesia - 1401-Article Text-2181-...
Metodologi Tafsir Modern - Kontemporer di Indonesia - 1401-Article Text-2181-...
 

Recently uploaded

Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfbibizaenab
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxIgitNuryana13
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASreskosatrio1
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfCloverash1
 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptxHendryJulistiyanto
 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdftsaniasalftn18
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Abdiera
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxJamhuriIshak
 
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxPPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxnerow98
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxawaldarmawan3
 
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxTugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxmawan5982
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5ssuserd52993
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..ikayogakinasih12
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BAbdiera
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxWirionSembiring2
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfElaAditya
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMmulyadia43
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptArkhaRega1
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...Kanaidi ken
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfirwanabidin08
 

Recently uploaded (20)

Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdfBab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
Bab 6 Kreatif Mengungap Rasa dan Realitas.pdf
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
 
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdfKelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
Kelompok 2 Karakteristik Negara Nigeria.pdf
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
 
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptxPPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
PPT Integrasi Islam & Ilmu Pengetahuan.pptx
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
 
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxTugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
 
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptxAKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
 

Hermenutik double movement fazlur rahman

  • 1. 1 Hermenutik Double Movement Fazlur Rahman Oleh: Aristophan firdaus ABSTRAK Di dalam proses penafsiran Al-Qur’an, salah satu problem utamanya adalah menyangkut pemberian makna dan produksi makna; apakah makna itu sebatas apa yang tertulis pada bunyi teks(makna literal), ataukah juga terdapat pada apa yang ada di balik teks (makna kontekstual). sebagian mufassir cenderung menganut paham literalis, sementara sebagian yang lain menganut paham kontekstualis.1 Metodologi baru dalam memahami al-Qur’an ditawarkan oleh Fazlur Rahman yang terkenal dengan teori double movement. Dalam metode ini, seorang muffasir ketika berhadapan dengan teks harus bergerak dari situasi sekarang ke masa lampau guna melihat konteks sosio-historisnya dan menemukan prinsip-prinsip ideal moralnya untuk kemudian kembali lagi ke situasi sekarang guna melakukan kontekstualitas atas nilai-nilai tersebut. Dengan demikian, produk-produk penafsiran harus mengabdi pada nilai-nilai ideal moral yang merupakan prinsip etis Al-Qur’an. Kata kunci : Hermenutik. Double Movement, Fazlur Rahman Pendahuluan Secara etimologis, kata ‘hermeneutik’ atau ‘hermeneutika’ berasal dari bahasa Inggris hermeneutics. Kata hermeneutics sendiri berasal dari bahasa Yunani hermeneuo yang berarti ‘mengungkapkan pikiran-pikiran seseorang dalam kata-kata’ atau hermeneuein yang berarti ‘menafsirkan’ dan hermeneia yang berarti ‘penafsiran’. Kata hermeneuo juga bermakna ‘menerjemahkan’ atau ‘bertindak sebagai penafsir’. Dari beberapa makna ini dapat disimpulkan bahwa hermeneutik adalah ‘usaha untuk beralih dari sesuatu yang relatif gelap kepada sesuatu yang lebih terang’ atau ‘proses mengubah sesuatu atau situasi ketidak tahuan menjadi mengerti.2 Istilah hermeneutik sering diasosiasikan kepada tokoh mitologis Yunani yang bernama Hermes. Hermes adalah seorang utusan yang bertugas menyampaikan pesan Jupiter kepada manusia. Sosok Hermes digambarkan sebagi seseorang yang mempunyai kaki bersayap. Dalam bahasa Latin, sosok ini lebih dikenal dengan nama Mercurius. Tugas Hermes adalah 1 Abdul Mustaqim, Epistemologi Tafsir Kontemporer,(Yogyakarta: LKiS, 2010), hlm. 135 2 F. Budi Hardiman, Melampaui Positivisme dan Modernitas: Diskursus Filosofis tentang Metode Ilmiah dan Problem Modernitas (Yogyakarta: Kanisius, 2003), hlm. 37. Bandingkan dengan E. Sumaryono, Hermeneutik: Sebuah Metode Filsafat (Yogyakarta: Kanisius, 1999), hlm. 23-24.
  • 2. 2 menerjemahkan pesan-pesan dari dewa di Gunung Olympus ke dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh manusia. Oleh karena itu, Hermes harus mampu menginterpretasikan atau menyadur sebuah pesan ke dalam bahasa yang digunakan oleh pendengarnya. 3 Dalam proses menerjemahkan pesan dewa yang dilakukan oleh Hermes tersebut terdapat faktor memahami dan menerangkan sebuah pesan ke dalam medium bahasa. Inilah sesungguhnya rahim historis yang kemudian melahirkan hermeneutik. Akan tetapi, proses hermeneutik tidak sekadar memahami, menerjemahkan, dan menjelaskan sebuah pesan. Di balik proses hermeneutik berjubel elemen-elemen lain yang saling berkait dan berkelindan, seperti praanggapan, tradisi, dialektika, bahasa, dan realitas. Secara sederhana, hermeneutika diartikan sebagai seni dan ilmu untuk menafsirkan teks- teks yang punya otoritas, khususnya teks suci. Dalam definisi yang lebih jelas, hermeneutika diartikan sebagai sekumpulan kaidah atau pola yang harus diikuti oleh seorang mufassir dalam memahami teks keagamaan.4 Namun, dalam perjalanan sejarahnya, hermeneutika ternyata tidak hanya digunakan untuk memahami teks suci melainkan meluas untuk semua bentuk teks, baik sastra, karya seni maupun tradisi masyarakat. Selanjutnya, sebagai sebuah metodologi penafsiran, hermeneutika bukan hanya sebuah bentuk yang tunggal melainkan terdiri atas berbagai model dan varian. Paling tidak ada tiga bentuk atau model hermeneutika yang dapat kita lihat. Pertama, hermeneutika objektif yang dikembangkan tokoh-tokoh klasik, khususnya Friedrick Schleiermacher (1768-1834), Wilhelm Dilthey (1833-1911) dan Emilio Betti (1890-1968).5 Menurut model pertama ini, penafsiran berarti memahami teks sebagaimana yang dipahami pengarangnya, sebab apa yang disebut teks, menurut Schleiermacher, adalah ungkapan jiwa pengarangnya, sehingga seperti juga disebutkan dalam hukum Betti, apa yang disebut makna atau tafsiran atasnya tidak didasarkan atas kesimpulan kita melainkan diturunkan dan bersifat intruktif.6 Kedua, hermeneutika subjektif yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh modern khususnya Hans-Georg Gadamer (1900-2002) dan Jacques Derida (l. 1930).7 Menurut model kedua ini, hermeneutika bukan usaha menemukan makna objektif yang dimaksud si penulis seperti yang 3 Ibid. 4 K. Bertens, Filsafat Barat Abad XX, I, (Jakarta, Gramedia, 1981), hlm.225. 5 Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas, terj. Ahsin Muhammad, (Bandung, Pustaka, 1985),hlm. 9-10. Rahman memasukkan juga Emilio Betti dalam tradisi hermeneutika objektif ini. 6 Sumaryono, Hermeneutik, (Yogya, Kanisius, 1999),hlm. 31. 7 Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas, terj. Ahsin Muhammad, (Bandung, Pustaka, 1985), hlm. 13.
  • 3. 3 diasumsikan model hermeneutika objektif melainkan memahami apa yang tertera dalam teks itu sendiri.8 Stressing mereka adalah isi teks itu sendiri secara mandiri bukan pada ide awal si penulis. Inilah perbedaan mendasar antara hermeneutika objektif dan subjektif. Ketiga, hermeneutika pembebasan yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh muslim kontemporer khususnya Hasan Hanafi (l. 1935) dan Farid Esack (l. 1959).9 Hermeneutika ini sebenarnya didasarkan atas pemikiran hermeneutika subjektif, khususnya dari Gadamer. Namun, menurut para tokoh hermeneutika pembebasan ini, hermeneutika tidak hanya berarti ilmu interpretasi atau metode pemahaman tetapi lebih dari itu adalah aksi.10 Menurut Hanafi, dalam kaitannya dengan al-Qur`an, hermeneutika adalah ilmu tentang proses wahyu dari huruf sampai kenyataan, dari logos sampai praksis, dan juga tranformasi wahyu dari pikiran Tuhan kepada kehidupan manusia. Hermeneutika sebagai sebuah proses pemahaman hanya menduduki tahap kedua dari keseluruhan proses hermeneutika. Yang pertama adalah kritik historis untuk menjamin keaslian teks dalam sejarah. Ini penting, karena tidak akan terjadi pemahaman yang benar jika tidak ada kepastian bahwa yang difahami tersebut secara historis adalah asli. Pemahaman atas teks yang tidak asli akan menjerumuskan orang pada kesalahan.11 Dengan demikian, ada tiga model hermeneutika yang berbeda. Pertama, hermeneutika objektif yang berusaha memahami makna asal dengan cara mengajak kembali ke masa lalu; kedua, hermeneutika subjektif yang memahami makna dalam konteks kekinian dengan menepikan masa lalu; ketiga, hermeneutika pembebasan yang memahami makna asal dalam konteks kekinian tanpa menghilangkan masa lalu dan yang terpenting pemahaman tersebut tidak sekedar berkutat dalam wacana melainkan benar-benar mampu menggerakan sebuah aksi dan perubahan sosial. Dalam makalah ini, penulis tidak akan mengupas secara tuntas ketiga model hermeneutik tersebut. Penulis hanya akan menelaah epistemologi hermeneutika Fazlur Rahman yang masuk dalam kategori hermeneutika krtitis dan rasionalis. Di sisi lain, Fazlur Rahman merupakan seorang critical lover, meminjam istilah farid Esack. Ia tidak menolak Al-Qur’an sebagai kalam Allah (the wod of God), namun pada saat yang sama ia kritis terhadap pembacaan 8 K. Bertens, Filsafat Barat Abad XX, I, (Jakarta, Gramedia, 1981), hlm. 231. 9 Lihat Nur Ikhwan, “Al-Qur`an Sebagai Teks Hermeneutika Abu Zaid” dalam Abd Mustaqim(ed), Studi Al-Qur`an Kontemporer, (Yogya, Tiara Wacana, 2002), 163. 10 Hasan Hanafi, Liberalisasi, Revolusi, Hermeneutik, terj. Jajat Firdaus, (Yogya, Prisma, 2003), hlm. 109. 11 Hasan Hanafi, Dialog Agama dan Revolusi,(Jakarta, Pustaka Firdaus, 1994), hlm. 1.
  • 4. 4 dan pemahaman atasnya.12 kajian sederhana ini juga diinspirasi oleh karya Fazlur Rahman tentang teori double movement nya. Yang mana teori double movent Rahman ini juga berhasil mendobrak kebuntuan dunia pemahaman yang sempat mandek. Kontribusi teori double movement Fazlur Rahman mencoba melakukan terobosan baru dengan merekonstruksi pemahaman terhadap Al-Qur’an yang compatible dengan kehidupan kontemporer melalui metode penafsiran hermeneutika. Maka dalam makalah ini hendak membahas tentang bagaimana hermenutik double movement fazlur rahman? Sketsa Biografi Fazlur Rahman Fazlur Rahman adalah salah satu mufassir libeal-reformatif yang diberi kesempatan “sejarah” untuk menerapkan gagasan neo mederenismenya. Ia lahir di anak benua Indo-Pakistan pada 21 september 1919 di Barat Laut Pakistan.13 Fazlur Rahman dibesarkan dalam tradisi keluarga yang salih bermadzhab Hanafi, sebuah madzhab sunni yang lebih bercorak rasionalis dibandingkan dengan madzhab yang lainnya, seperti madzhab Maliki, Syafi’i, dan Hambali. Rahman kecil diasuh oleh ayah dan ibunya sendiri dengan lingkungan keluarga yang sangat relegius. Dari ayahnya, yang notabene seorang ahli agama dari Deoban, Rahman mendapat pendidikan formal di madrsah yang dulunya didirikan oleh Muhammad Qasim Natonawi pada 1867.14 Semasa Rahman kecil, sang ayah sering memberikan pelajaran hadis dan juga ilmu syari’ah. Namun sejak umur belasan tahun, Rahman telah merasa skeptis terhadap hadis. Menurutnya , pada masa awal sejarah Islam, sebagian besar hadis yang ada tidak bersumber dari Nabi Muhammad, teteapi bersumber dari para sahabat, tabi’in, dan generasi muslim ketiga (atba at-tabi in). Hal ini bukan karena hadits-hadits nabi memang sedikit jumlahnya, melainkan karenah ulah generai-generasi kemudian.15 Setelah menamatkan pendidikan menengah, Fazlur Rahman kemudian melanjutkan studinya di Departemen Ketimuran Universitas Punjab. Selanjunya ia mengambil master di Punjab University, dan pada tahun 1942 berhasil merai gelar MA dalam bidang Sastra Arab. Di 12 Abdul Mustaqim, Epistemologi Tafsir Kontemporer,(Yogyakarta: LKiS, 2010), hlm. 121 13 Selain Fazlur Rahman, anak benua ini juga melahirkan banyak pemikir libral lain, seperti Syaikh Waliyullah ad-Dihlawi, Sayyid Amir Ali, dan Muhammad Iqbal. Lihat Abd. A’la, Dari Neo Modernisme KeIslam Liberal, (Jakarta: Dian Rakyat, 2009), hlm. 25-27. 14 Abdul Mustaqim, Epistemologi Tafsir Kontemporer,(Yogyakarta: LKiS, 2010), hlm 88. 15 Fazlur Rahman, Membuka Pintu Ijtihad, (Bandung: Pustaka,1984), hlm. 47
  • 5. 5 sinilah babak kritisismenya semakin teruji. Sebab, pada masa ini Rahman tidak hanya mempelajari Fisafat Islam, tetapi juga mendalami bahasa-bahasa Barat yang mana hal itu sangat membantunya dalam menelusuri literature-literatur keislaman yang ditulis oleh para orientalis.16 Akan tetapi yang menarik, meskipun Fazlur Rahman banyak berguru kepada para orientalis, ia tetep kritis terhadap pandangan-pandangan barat yang berkaitan dengan Islam dan umat Islam. Sebagai contoh adalah kritiknya terhadap para orientalis yang tidak mengakui adanya hadits dan mereka juga meragukan otentisitas Al-Qur’an. Bagi Rahman, sebagai seorang figure utama, kata-kata dan prilaku nabi tidak mungkin tidak direkam oleh para pengikutnya. Sebab, seorang kepala suku saja pada waktu itu biasa di kutip kata-katanya, apalagi nabi sebagai pemimpin umat. Rahman juga menegaskan bahwa otentisitas Al-Qur’an sudah final dan tidak perlu lagi di persoalkan. Adapun yang perlu di kritisi ulang hanyalah pemahaman para muffasir atas Al-Qur’an itu sendiri.17 Kritik Fazlur Rahman terhadap khazanah keilmuan klasik Islam dan Barat pada akhirnya juga semakin menegaskan posisinya sebagai tokoh neo-moderenisme. Menurutnya, kaum muslimin harus mengkaji dunia Barat beserta gagasan-gagasannya secara kritis dan objektif. Bila ini tidak dilakukan maka umat Islam akan gagal dalam menghadapi dunia modern. Untuk itu, tugas utama umat Islam adalah mengembangkan metodologi yang tepat dan logis untuk mempelajari Al-Qur’an guna mendapakan petunjuk bagi masa depannya.18 Setelah berhasil menyelesaikan program master, Rahman kemudian melanjutkan studinya ke program doctor di Oxford University Inggris. Ia mengambil bidang filsafat, terutama pemikiran filsafat Ibnu Sina, dan berhasil merai gelar Ph.D 1949. Keputusan Rahman untuk belajar di Oxford University dianggap sebagai langkah yang sangat berani sebab selama ini jika ada seorang muslim pergi ke Barat untuk belajar Islam maka dia dianggap sangat aneh. Kalaupun ada yang berani mengambil langkah seperti itu maka dia tidak akan diterima kembali di negeri asalnya. Oleh karena itu, sangat wajar jika kebanyakan pelajar muslim merasa cemas jika belajar ke Barat sebab mereka akan di kucilkan oleh masyarakat dan bahkan sebagian dari mereka akan mengalami ”penindasan”. Situasi ini menunjukan bahwa kebanyakan masyarakat Indo-Pakistan memang masih sangat konservatif cara berfikirnya sehingga setiap ada hal-hal yang baru yang datang dari luar seolah harus ditolak 16 Abdul Mustaqim, Epistemologi Tafsir Kontemporer,(Yogyakarta: LKiS, 2010), hlm. 89. 17 Ibid,…hlm. 89. 18 Ibid,…hlm. 90
  • 6. 6 Karena dianggap akan menggangggu status quo. Akan tetapi, demi sebuah cita-cita dan reformasi, Rahman berani melawan arus utama tersebut. Setelah menamatkan pendidikan program doctor di oxford university, Fazlur Rahman mengajar beberapa saat di Durhaim University Inggris. Setelah itu, ia pindah ke Institute of Islamic Studies, McGill University Canada, dan disitulah ia menjabat sebagai Associate Professor of Philosophy, kemudian di awal tahun 1960-an19, Rahman kembali ke negeri asalnya, Pakistan, dan menjabat sebagai salah satu staf senior pada Insitute of Islamic Research. Lembaga riset ini dahulu didirikan oleh Ayyub Khan pada tahun 1960. Ayyub Khan inilah yang kemudian bertindak sebagai pelindung Rahman. Sedangkan direktur pertama lembaga ini adalah Dr. I.H. Qureshi. Pada bulan Agustus 1962, Rahman ditunjuk sebagai direktur lembaga riset tersebut untuk menggantikan Qureshi. Lembaga riset ini bertugas menafsirkan Islam dan term-term rasional dan ilmiah untuk memenuhi kebutuhan masyarkat modern yang progresif. Kemudian, pada 1964, Fazlur Rahman diangkat sebagai anggota Adivisory Council of Islamic Ideology Pemerintahan Pakistan. Dewan penasehat ini dibentuk pada 1962 dan bertugas meninjau seluruh hukum, baik yang telah ada maupun yang akan dibuat agar selaras dengan al- Qur’an dan Sunnah, lalu merekomendasikan kepada pemeintah pusat dan provinsi-provinsi agar kaum muslimin di Pakistan bisa menjadi lebih baik. Dengan antusias, Rahman menerima tawaran ini. Pandangan-pandangan keislamannya yang mewakili sudut pandang moderenisme dia utarakan dalam tiga jurnal yang diterbitkan Lembaga Riset Islam, yaitu Dirasah Islamiyyah (Arab), Islamic Studies (inggris), dan Fikr-O-Nazr (Urdu). Di lembaga tersebut, Rahman tidak saja bergerak dan bergulat dengan bidang kajian teoritis Islam, seperti sejarah filsafat dan pemikiran Islam pada umumnya, tetapi pada bidang-bidang praktis, seperti masalah bunga bank dan penyembelihan mekanik.20 Usaha-usaha untuk melakukan pembaharuan pemikiran Islam dengan merumuskan metodologi tafsir juga mulai digeluti Rahman. Akan tetapi, hampir seluruh pandangannya mendapat resistensi yang sangat keras dari para ulama konservatif dan bahkan Rahman nyaris dibunuh. Beberapa pengamat menilai bahwa penolakan ulama konservatif terhadap pemikiran 19 Abd. A’la, Dari Neo Modernisme KeIslam Liberal, (Jakarta: Dian Rakyat, 2009), hlm. 35. 20Abdul Mustaqim, Epistemologi Tafsir Kontemporer,(Yogyakarta: LKiS, 2010), hlm. 91.
  • 7. 7 Rahman bersifat politis dimana penolakan itu sebenarnya ditujukan kepad rezim Ayyub Khan yang dipandang sangat otoriter. Melihat kondisi seperti itu, Rahman akhirnya hengkang dari Pakistan. Pada 1968, ia hijrah dari Pakistan ke Chicago, Amerika Serikat dan menetap di sana hingga wafatnya pada 1988. Sehubungan dengan kepindahan Rahman dari Pakistan ke Chicago, ada pernyataan menarik dari Ahmad Syafii Ma’arif yang pernah menjadi muridnya: Bila bumi muslim belum “peka” terhadap imbauan-imbauannya maka bumi lain yang juga bumi allah telah menampungnya dan dari sanalah ia menyusun dan merumuskan pemikiran- pemikirannya tentang Islam, sejak 1970. Dan kesanalah beberapa mahasiswa muslim dari berbagai negeri muslimin belajar Islam dengannya.21 Metode Hermanutik Double Movement dan Pendekatan Sosio-Historis Sebagaimana telah dipaparkan di depan bahwa salah satu kecendrungan tafsir kontemporer adalah di gunakannya metode hermenutika dalam menggali teks Al-Qur’an. Pada saat wahyu masih berupa wacana verbal (disocurse), bukan teks, terutama di masa nabi masih hidup, hermenutik dalam pengertian yang lebih bersifat metodologis tidak begitu diperlukan. Para sahabat ketika itu cendrung bersifat pragmatis dalam mengamalkan Al-Qur’an dan umumya mereka dengan mudah dapat memahaminya. Apalagi ketika itu nabi masih hidup sehingga jika ada kesulitan dalam memahami Al-Qur’an, mereka dapat langsung bertanya kepada beliau sebagai penafsir pertama yang menerima Al-Qur’an.22 Akan tetapi setelah wahyu menjadi sebuah teks bahasa (nash lughawi) meminja istilah Nashr Hamid maka Hermenutika menjadi sangat penting untuk membedah dan mengurai makna teks tersebut. Bagaimana dialektika antara teks dengan Konteks sosio-historis ketika itu, dan bagaimana pula kontekstualisasinya diera modern-kontemporer, semua itu perlu dianalisis secara cermat dan kritis melalui poses hermenutika. Di sinilah urgensi hermenutika sebagai sebuah teori penafsiran kitab suci yang dalam tradisi Islam dapat disamakan dengan fiqh at-ta’wil.23 Teologi menurut Fazlur Rahman harus dirumuskan kembali agar mampu berdialog dengan zamannya. Untuk melakukan refomulasi teologi, ia mengusulkan untuk kembali kepada sumber ajaran Islam, al-Qur’an dan Sunnah Nabi yang hidup. Sebelum membahas tentang 21 Ahmad Syafi’I Ma’arif, ”Fazlur Rahman, Al-Qur’an dan Pemikiran Islam” dalam pengantar buku Fazlur Rahman, Islam, (Bandung: pustaka,1984), hlm. vi-viii. 22 Abdul Mustaqim, Epistemologi Tafsir Kontemporer,(Yogyakarta: LKiS, 2010), hlm 173 23Ibid… hlm 173
  • 8. 8 metode penafsiran al-Qur’an yang ditawarkannya, terlebih dahulu akan dipaparkan pandangannya mengenai al-Qur’an. Uraian itu dianggap penting untuk menangkap nilai-nilai dan pandangan al-Qur’an di mata Fazlur Rahman.24 Fazlur Rahman menyatakan, al-Qur’an sebagai firman Allah25 pada dasarnya adalah suatu kitab mengenai prinsip-prinsip dan nasehat-nasehat keagamaan dan moral bagi umat manusia, dan ia bukan sebuah dokumen hukum, meskipun ia mengandung sejumlah hukum- hukum dasar seperti salat, puasa,dan haji. Dari awal hingga akhir, al-Qur’an selalu memberikan penekanan pada semua aspek-aspek moral, yang di perlukan bagi tindakan kreatif manusia. Oleh karena itu, kepentingan sentral al-Qur’an adalah manusia dan perbaikannya.26 Pernyataannya itu menunjukan bahwa Fazlur Rahman memandang Al-Qur’an termasuk ajaran Nabi secara substantive dan konstitutif adalah untuk keperluaan tindakan manusia di dunia. Dengan demikian, al-Qur’an harus dijadikan dasar dan acuan pokok dalam semua sikap dan perilaku umat Islam, baik sebagai individu maupun sebagai bagian dari masyarakat. Sekaligus kitab suci terrsbut hendaknya menjadi sumber nilai yang dapat dijadikan landasan untuk pengembangan solusi dalam menjawab persoalan yang dihadapi mereka. Pada dataran ini, al-Qur’an sebagai dasar ajaran Islam dan petunjuk bagi umat manusia menappakan signifikansi dan relevansinya. Ia hadir sebagai nilai yang bersifat transformative bagi umat manusia. Dalam mengembangkan keilmun Islam, Fazlur Rahman sangat bersemangat untuk selalu merujuk kepada al-Qur’an karena dalam pandangannya al-Qur’an sebagai firman Allah sama kongkritnya dengan Perintah atau Hukum Allah sendiri, bahkan Allah itu sendiri, dan sekaligus memperesentasikannya kedalam dan keluasan hidup itu sendiri. Al-Qur’an tidak dapat dipergunakan untuk mendukung bias-bias intelektual dan cultural. Atas dasar itu, semua pandangan keagamaan, termasuk teologi harus mengacu kepada sumber dasar tersebut. Fazlur Rahman menegaskan, al-Qur’an merupakan petunjuk yang paling komperhensif bagi manusia. Pandangan itu didasarkan pada surat Yusuf (12):111 (Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman), dan ayat yang seumpamanya, seperti surat Yunus (10):37 dan surat al-An’am (6):114. Sebagai konsekuensi dari hal tersebut, ia menyarankan (dan berupaya) agar kitab suci ini dipahami sebagai suatu kepaduan 24 Abd. A’la, Dari Neo Modernisme KeIslam Liberal, (Jakarta: Dian Rakyat, 2009), hlm 82. 25 Fazlur Rahman, Islam, (Bandung: Pustaka,1984), hlm 30-33 26 Abd. A’la, Dari Neo Modernisme KeIslam Liberal, (Jakarta: Dian Rakyat, 2009), hlm 82.
  • 9. 9 yang berjalin kelindan yang dapat menghasilkan suatu pandangan hidup yang pasti dan menyeluruh. Dalam rangka mencapai hal itu, dia mengemukakan suatu metode interpretasi al- Qur’an yang rasional, sistematis dan komperhensif. Pola seperti itu merupakan satu-satunya metode yang dapat di andalkan (reliable) baik dalam memahami nilai-nilai moral, aspek legal dan tentunya aspek-aspek teologis.27 Secara umum, Fazlur Rahman dalam membangun metodologi pemahaman al-Qur’an yang komperhensif tidak dapat dilepaskan dari pengaruh al-Syathibi (w.1388 M) dan Muhmmad Abduh (w. 1905M). menurut tokoh yuris maliki itu, dalil-dalil syariah (al-Qur’an dan sunnah Nabi) harus dipahami dalam suatu totalitas dan kumulatif. Pandangan in kemudian di ikuti oleh Abduh. Sama dengan tokoh hukum Islam abad pertengahan itu, abduh mendesak perlunya penafsiran dan pemahaman al-Qur’an secara keseluruhan dan tidak dipahami secara sepenggal- sepenggal. Pada sisi ini adanya pengaruh kedua tokoh itu terhadap, atau menimal memiliki horizon yang sama dengan Fazlur Rahman dapat dilacak.28 Bertolak dari keharusan pemahaman al-Qur’an secara komperhensif, doctor lulusan Universitas Oxford itu mengembangkan suatu metodologi yang sistematis dan aplikatif yang, dalam anggapannya, pada masa-masa sebelumnya belum ditangani secara sungguh-sungguh. Metodologi tersebut harus melibatkan factor-faktor kognitif dari wahyu dan mengesampingkan aspek-aspek estetik-apresiatif atau kekuatan presiasinya. Tujuannya adalah agar risalah atau misi al-Qur’an dapat benar-benar dipahami sehingga memungkinkan orang-orang yang beriman dan yang ingin hidup dalam bimbingannya dapat melaksanakannya secara koheren dan bermakna. Lebih dari itu, melalui pendekatan yang murni kognitif, baik orang muslim atau non muslim dalam masalah-masah tertentu dapat bersatu, asalkan mereka memiliki simpati dan ketulusan hati yang diperlukan. Meskipun demikian, iman yang memberikan motivasi yang diperlukan untuk hidup dibawah bimbingannya hanya milik oang-orang yang benar-benar muslim. Jelasnya, melalui pendekatan kognitif, orang muslim dan lainnya sama-sama mempunyai kesempatan yang tidak berbeda secara intelektual untuk memahami al-Qur’an secara objektif dan benar meskipun untuk mengimani dan mempercayainya meupakan masalah yang lain. Secara umum, proses penafsiran yang ditawarkan Rahman mempunyai dua gerakan ganda. Pertama, dari situasi sekarang menuju ke masa turunnya al-Qur’an dan kedua, dari masa 27 Abd. A’la, Dari Neo Modernisme KeIslam Liberal, (Jakarta: Dian Rakyat, 2009), hlm 83. 28 Ibid,…hlm 83
  • 10. 10 turunnya al-Qur’an kembali kepada masa kini. Gerakan pertama terdiri dari dua langkah, yaitu pemahaman arti atau makna dari suatu pernyataan al-Qur’an melalui cara mengkaji situasi atau problem historis dimana pernyataan Kitab Suci tersebut turun sebagai jawabannya. Dalam proses ini, kajian mengenai pandangan-pandangan kaum muslimin, disamping bahasa, tata bahasa, gaya bahas, dan lain-lainya akan sangat membantu sesudah hal itu diuji dengan pemahaman yang diperoleh dari al-Qur’an sendiri. Setelah itu langkah kedua yang harus diambil ialah membuat generalisasi dari jawaban-jawaban spesifik tersebut, dan mengungkapkanya dalam bentuk pernyataan-pernyataan yang memiliki tujuan-tujuan moral yang besifat umum. Sesudah dua langkah pertama ini, dilanjutkan menuju gerakan kedua yang berbentuk perumusan ajaran-ajaran yang bersifat umum tersebut, dan kemudian meletakannya kedalam konteks sosio-historis yang kongkrit saat ini.29 Melalui metode itu, Fazlur Rahman berupaya memahami alasan-alasan jawaban yang diberikan al-Qur’an dan menyimpulkan pinsip-prinsip hukum atau ketentuan umumnya. Dengan demikian, Fazlur Rahaman mengesankan lebih memilih signifikansi makna yang bersifat universal daripada makna tekstual yang terikat dengan peristiwa local-historis. Rahman tidak terikat kepada ungkapan tekstual semata, tapi kepada nilai-nilai substansial yang terkandung dibalik ungkapan itu.30 Terkait dengan hermeneutika ini, paling tidak ada dua aliran utama, yakni aliran objektivis dan aliran subjektivis. Dalam hal ini, Rahman dapat dikategorikan sebagai pemikir aliran objektivis. Ia tampaknya terpengaruh oleh hermeneutika model Emelio Betti yang masih mengakui original meaning (makna otentik), ketimbang hermeneutika Hans-Georg Gadamer (penganut aliran subjektivis) yang sudah tidak percaya lagi pada original meaning. Bagi Gadamer, setiap penafsir pasti sudah memiliki prejudice sebelum berhadapan dengan teks. Dengan demikian, sebuah penafsiran pasti melibatkan subjektvitas penafsir. 31 Meskipun Fazlur Rahman sealiran dengan Emilio Betti yang masih percaya pada makna objektif dan juga masih mengakui adanya original meaning (makna otentik), namun ada perbedaan mengenai konsep the original meaning antara Betti dan Rahman. Jika Betti berkeyakinan bahwa makna asli suatu teks terletak pada akal pengarang, maka tidak demikian halnya dengan Rahman yang menganggap makna asli teks dapat dipahami melalui konteks 29 Abd. A’la, Dari Neo Modernisme KeIslam Liberal, (Jakarta: Dian Rakyat, 2009), hlm 84. 30 Ibid,…hlm.85 31 Abdul Mustaqim, Epistemologi Tafsir Kontemporer,(Yogyakarta: LKiS, 2010), hlm 176.
  • 11. 11 sejarah ketika teks itu ditulis atau diturunkan. Sebab, menurut Rahman, seorang muffasir tidak mungkin masuk kedalam ”pikiran” Tuhan. Adapun yang paling mungkin adalah memahami konteks environmental di saat teks al-Qur’an itu di turunkan. konteks environmental itu oleh Rahman disebut dengan asbab an-nuzul makro yang dapat diketahui melalui kajian sejarah.32 Poligami dalam pandangan Fazlur Rahman Salah satu isu gender yang hingga sekarang masih menjadi polemik adalah masalah poligami. Secara tekstual memang ada ayat yang membolehkan praktik poligami. Akan tetapi penafsiran terhadap ayat poligami tersebut beragam. Terkait dalam hal ini paling tidak ada tiga aliran. Pertama, aliran yang membolehkan poligami secara mutlak, dengan jumlah maksimal empat. Ini biasanya diwakili oleh mayoritas mufassir klasik dan pertengahan. Kedua, aliran yang “membolehkan” poligami dengan syarat-syarat yang sangat ketat dan dalam kondisi darurat. Ini biasanya diwakili oleh para mufassir modern kontemporer. Ketiga, aliran yang melarang poligami secara mutlak. Ini biasanya diwakili oleh para aktivis feminis liberal yang menganggap bahwa praktik poligami dalam konteks sekarang jelas sangat bias gender dan diskriminatif terhadap perempuan.33 Dalam kaitannya dengan masalah poligami ini, Fazlur Rahman menyatakan bahwa al- Qur’an secara hukum mengakui adanya system poligami, namun al-Qur’an juga melakukan pembatasan maksimal empat dan menggariskan tuntunan penting untuk berlaku adil serta meningkatkan nasib perempuan. Bagi Rahman, ayat poligami berhubungan dan merupakan jawaban ad hoc terhadap masalah social yang terjadi ketika itu. Oleh karenanya, ayat tersebut dapat di kategorikan sebagai ayat yang bersifat kontekstual, tergantung pada tuntutan problem social yang ada.34 Selain itu, Rahman juga menyatakan bawa ada satu hal yang penting untuk diingat, yaitu bahwa al-Qur’an bukanlah sebuah dokumen hukum, melainkan sebuah buku yang berisi prinsip- prinsip dan seruan-seruan moral, meskipun ia mengandung pernyataan-pernyataan hukum yang dikeluarkan selama poses pembinaan masyrakat. Ketetapan hukum dan reformasi umum yang paling penting dari al-Qur’an adalah menyangkut masalah perempuan dan perbudakan, termasuk didalamnya adalah masalah pologami, dimana al-Qur’an membatasi jumlah istri maksimal empat. Al-Qur’an juga meyatakan bahwa suami-istri dinyatakan sebagai libas (pakain) bagi satu 32 Abdul Mustaqim, Epistemologi Tafsir Kontemporer,(Yogyakarta: LKiS, 2010), hlm. 177. 33 Ibid,… hlm. 257. 34Ibid,… hlm. 258.
  • 12. 12 sama lain. Kepada perempuan diberikan hak-hak yang sama atas kaum laki-laki sebagimana hak laki-laki atas perempuan, dengan perkecualian bahwa laki-laki, sebagai pihak yang mencari nafkah, mempunyai kedudukan satu tingkat lebih tinggi dibanding perempuan. Didalam al-Qur’an sebenarnya hanya ada satu ayat yang berbicara tentang poligami, yakni: QS. An-Nisa (4): 3: Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. Akan tetapi sayangnya, ayat tersebut sering ditafsirkan secara parsial dan bahkan tidak jarang disalah fahami sehingga seakan-akan seorang dibolehkan begitu saja melakukan poligami, tanpa memperhatikan bagimana konteks turunnya ayat tersebut dan apa sesungguhnya ideal moral dibalik praktik poligami. dalam QS.an-Nisa (4) ayat 2, misalnya, al-Qur’an mengeluhkan bahwa banyak pengampu anak yatim yang menyalah gunakan kekayaan anak-anak yatim serta memakannya secara batil. Atas kondisi itu, Allah berfirman: Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu Makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar.35 Al-Qur’an juga menyatakan bahwa para pengampu anak-anak yatim ini lebih baik mengawini gadis-gadis yatim daripada mngembalikan kekayaan mereka lantaran mereka ingin menikmati kekayaan tersebut. Dan mereka minta fatwa kepadamu tentang Para wanita. Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang mereka, dan apa yang dibacakan kepadamu dalam Al Quran (juga memfatwakan) tentang Para wanita yatim yang kamu tidak memberikan kepada mereka apa yang ditetapkan untuk mereka, sedang kamu ingin mengawini mereka dan tentang anak-anak yang masih dipandang lemah. dan (Allah menyuruh kamu) supaya kamu mengurus anak-anak yatim secara adil. dan kebajikan apa saja yang kamu kerjakan, Maka Sesungguhnya Allah 35 QS. An-Nisa [4]:2
  • 13. 13 adalah Maha mengetahuinya.36 Dalam QS: an-Nissa(4): ayat 3 juga dinyatakan bahwa jika para pengampu ini tidak dapat berbuat adil terhadap kekayaaan gadis-gadis yatim (dan mereka bersihkeras untuk mengawininya) maka mereka boleh mengawini gadis-gadis yatim tersebut hingga empat, asal mereka dapat berlaku adil diantara istri-istri. Akan tetapi jika khawatir tidak dapat berbuat adil terhadap para istri maka mereka disuruh menikahi seorang saja dari gadis-gadis yatim itu. Kerena hal ini merupakan yang terdekat kepada titik dimana mereka tidak akan melakukan kesalahan dan penyimpangan. Disisi lain, al-Qur’an memperingatkan bahwa orang yang berpoligami tidak akan mampu benar-benar berbuat adil, sebagimana ditegaskan dalam al- Qur’an: Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat Berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu Mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.37 Menurut Rahman, ayat-ayat diatas terkesan ada kontradiksi, yakni antara ayat yang mengizinkan poligami sampai empat dengan tututan berbuat adil kepada para istri dan deklarasi yang tegas bahwa tuntutan itu tidaklah mungkin terwujud. Jika demikian halnya, lantas mengapa masaalah tuntutan berbuat adil tidak dijadikan klausal pokok dalam menetapkan system perkawininan dalam islam? Interpretasi tradisionalis memang menegaskan bahwa klausal izin berpoligami punya kekutan legal, sementara tuntutan akan keadilan diserahkan pada kesadaran suami. Pendapat sepert ini dinilai tidak tepat oleh kaum moderenis. Bagi kaum moderenis, yang utama adalah tuntutan berbuat adil dan deklarsi tentang ketidak mungkinan berbuat adil. Oleh kerena itu, izin poligami besifat sementara dan untuk suatu maksud yang terbatas. Dengan petimbangan sepeti itu, Rahman menegaskan tentang cita-cita moral al-Qur’an berkaitan dengan masalah poligami. Izin poligami menjadi legal dengan sanksi-sanksi yang dikenakan atasnya adalah dalam wujud suatu cita-cita moral ke arah mana masyrakat diharapkan bergerak karena memang tidak mungkin menghapus pologami secara legal dengan sekaligus. Dalam kaitan ini, Rahman tanpanya ingin mengatakan bahwa poligami secara berangsur-angsur 36 QS. An-Nisa [4]:127 37 QS. An-Nisa [4]:129
  • 14. 14 namun pasti harus dihapuskan, kecuali dalam menghadapi kasus yang sangat darurat. Dalam al-Qur’an, izin poligami sesungguhnya juga berkaitan erat dengan masaalah penyantunan anak yatim. Oleh karena itu, ayat tentang poligami harus dipahami dalam konteks struktur social yang khusus, dimana masyarakat ketika itu belum memungkinankan untuk meninggalkan secara keseluruhan praktik poligami. Masyarakat tersebut hanya didorong maju sejauh yang mereka mampu. Dalam hal ini, pendekatan hukum maupun moral sangat diperlukan, secara hukum, dilakukan pembatasan mengenai jumlah perempuan yang boleh dipoligami, namun secara moral semangat poligami adalah semangat menyantuni anak yatim dan para janda. Dari urain tersebut tampak bahwa Fazlur Rahman konsisten menerapkan metode tafsir tematik dengan meneliti dan menyusun konsep secara logis dari seluruh ayat yang berkaitan dengan masalah poligami sehingga memperoleh gambaran yang utuh dan komperhensif. Rahman juga mnggunakan pendekatan asbab an-nuzul makro yang merupakan aplikasi dari pendekatan sosi-historis untuk menemukan idieal moral yang terdapat dibalik ketentuan legal spesifik ayat poligami tersebut. Konteks sosio-histrois tersebut sejalan dengan konteks historis verbal yang ditulis oleh al-Wahidi bahwa ayat tersebut turun berkaitan dengan seorang wali (pengampu) yang hendak menikahi perempuan yatim, tetapi ia tidak dapat berbuat adil dan tidak dapat mempergaulinya dengan baik, maka turunlah QS.al-Maidah (5): 3 tersebut. Dari penafsiran Fazur Rahman diatas, dapat disimpulkan bahwa ideal moral dari ayat poligami adalah masalah pentingnya berbuat adil, penyantunan janda, dan anak-anak yatim, dengan cara menikahi ibu dari anak-anak yatim tersebut penafsiran ini tidak bisa diragukan lagi karena ayat ini turun dalam kondisi ketika banyak terjadi perang sehingga banyak laki-laki yang meninggaldunia. Akibatnya, terdapat banyak janda dan anak-anak yatim yang sudah semestinya disantuni. Kesimpulan Dari paparan makalah ini dapat disimpulkan bahwa Fazlur Rahman adalah sosok ilmuan yang kritis dalam memandang al-Qur’an. Fazlur Rahman merupakan seorang critical lover (seseorang kekasih yang kritis) terhadap al-Qur’an, meminjam istilah farid Esack. Bagi Rahman betapapun al-Qur’an adalah kalam Allah (the word of God), namun karena ia hendak di komunikasikan kepada manusia maka ia memerlukan medium bahasa Arab yang tentu memiliki historisitas dan konteks tersendiri sehingga untuk memahaminya perlu mempertimbangkan konteks sosio-historisnya, terutama konteks masyarakat Arab abad VII M. Dalam hal ini,
  • 15. 15 Rahman sama sekali tidak mempersoalkan otentisitas al-Qur’an sebab, menurutnya otentisitas al- Qur’an sudah final. Pendekatan sosio-historis yang dipakai Fazlur Rahman adalah salah salah satu pisau analisis dalam hermeneutika double movement. Asumsinya adalah bahwa teks itu tidak otonom sehingga ia tidak dapat dipahami dengan baik tanpa mempertimbangkan konteks. Untuk menemukan makna original (original meaning) di masa lalu, diperlukan analisis sosio-historis, yakni dengan cara mencoba memahami situasi dan konteks ketika ayat itu diturunkan, baik konteks bersifat spesifik (asbab an-nuzul mikro) maupun konteks environmental (asbab an-nuzul makro), lalu menangkap pesan moralnya di balik makna literal yang ada. Dengan begitu seorang mufassir akan mampu melakukan kontekstualisasi gagasan al-Qur’an tanpa harus terjebak pada bingakai teks yang cenderung melahirkan pemahaman tekstualis, literalis, dan skripturalis. Dengan kata lain, tujuan lebih jauh ketika seorang menafsirkan al-Qur’an adalah mengaktualkan makna teks bagi pembaca tekini, dengan tanpa mengabaikan makna teks di masa lalu. Dengan demikian, sebuah penafsiran tidak boleh betentangan dengan pandangan dunia al-Qur’an itu sendiri. Rahman berangkat dari adagium lama bahwa ”ayat-ayat al-Qur’an saling menafsirkan satu dengan lainnya” (Al-Qur’anu yufassiru ba’dhuhu ba’dha). Dengan prinsip tersebut, pemahaman yang kompehensif dan holistic dapat dicapai melalui melalui metode tematik. Dengan demikian, biarkanlah al-Qur’an berbicara dengan dirinya sendiri.
  • 16. 16