1. 1
Jadi melalui kegiatan belajar ini anda diharapkan mampu:
1. Menghafal hadis tentang menanggung hidup anak yatim
2. Menjelaskan hadis tentang menanggung hidup anak yatim
3. Menjelaskan fungsi-fungsi hadis terhadap al-Qur’an
URAIAN MATERI
Silakan mulai belajar dengan membaca hadis di bawah ini, memahami arti kata-
kata penting, memahami terjemah Hadis kemudian membaca uraian berikutnya.
Hadis Nabi:
ْنَعَْلهَسَْنبْدعَسْنَعِْيِبَّنالىَّلَصْه َّّللاِْهيَلَعَْمَّلَس َوَْلاَقَانَأْهلِفاَك َوِْيمِتَياليِفِْةَّنَجال
اَذَكَه-َْلاَق َوِْهيَعهبصَأِبِْةَبَّابَّسال)ىْ(رواهْالبخاريْوْالترمذيَطس هوال َوْ
Terjemah Hadis:
Dari Sahl bin Sa’ad, Rasulullah saw bersabda: Saya dan orang yang menanggung hidup
anak yatim akan berada di surga seperti ini –Rasulullah bersabda demikian dengan
sambil merekatkan jari telunjuk dan jari tengahnya. (HR Bukhari dan Turmudzi)
Penjelasan Hadis:
Al-Ahwadzi dalam menjelaskan hadis di atas mengatakan bahwa yang dimaksud
kata “Kafilul Yatim” adalah orang mengurus keperluan anak yatim dan yang
mendidiknya.1 Dalam hadis di atas, Rasulullah memberikan dorongan agar kita mau
menjamin dalam arti yang tidak hanya membesarkan secara fisik, tetapi mencakup
1 Ahwadzi, Syarh Sunan al-Turmudzi, CD Barnamaj al-Hadis al-Syarif
KEGIATAN BELAJAR 2:
INDIKATOR KOMPETENSI
2. 2
berbagai hal yakni memelihara, membiayai kebutuhannya, mendidiknya, dan mengatur
kemaslahatannya. Orang yang mau berbuat demikian dijanjikan akan masuk surga, dan
akan berada berdampingan sebagaimana jari telunjuk dan jari tengah.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, anak yang tidak mempunyai ayah atau
ibu karena ditinggal mati disebut “yatim”2. Tetapi menurut al-Khuly, yatim adalah anak
yang ditinggal mati ayahnya, dan kata yatim juga bisa dipakaikan untuk hewan yang
ditinggal mati induknya.3
Kalau dalam Terminologi (istilah) Bahasa Arab dikatakan bahwa kata yatim
hanya diperuntukkan bagi anak yang ditinggal mati ayahnya, hal itu –sebagaimana
dikatakan al-Jurjani—dikarenakan nafkah anak menjadi tanggung jawab ayah, bukan ibu.
Karena itu pula anak binatang yang ditinggal mati induknya disebut yatim pula karena
induknyalah yang bertanggung jawab memberi makan kepadanya.4 Dalam sejarah
bangsa Arab masa lampau diketahui pula bahwa dalam intern bangsa Arab pada
umumnya sering terjadi peperangan antar suku yang melibatkan kaum laki-laki dan
banyak diantara mereka yang terbunuh. Mereka mingggalkan anak-anak yatim pada istri-
istri mereka yang secara cultural bukanlah orang-orang yang bertanggungjawab mencari
nafkah, melainkan menjadi penanggung jawab urusan domestic atau rumah tangga.
Karena itu, kesan yang timbul dari konsep menyantuni anak yatim adalah memberi
nafkah atau bantuan materi. Uraian berikut akan mencoba menjelaskan bahwa kebutuhan
hidup seorang anak yatim tidak hanya kebutuhan makanan, pakaian, dan tempat tinggal.
1. Kehidupan Anak Yatim
Sungguh bahagia seorang anak yang lahir kedunia dan mendapatkan kasih sayang
lahir dan batin dari kedua orang tuanya. Anak yang dibesarkan dengan kasih sayang,
dukungan dan nasehat akan tumbuh menjadi orang yang mampu mengatasi persoalan
hidup di kemudian hari. Namun tidak semua anak selalu beruntung memiliki kedua orang
tua. Ada anak yang ketika lahir, ayah dan ibunya masih ada tetapi selagi dia masih
membutuhkan kasih sayang dari keduanya dan masih ingin bermanja-manja dengan
2Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002) edisi
III, h.1277
3 Abdul Aziz al-Khuly, al-Adab al-Nabawy, (Beirut: Dar al-Fikr, Tth). H. 116)
4 Ali Ibn Muhammad al-jurjany, Kitab al-Ta’rifat, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Lmiyah, 1988) h. 258
3. 3
mereka, tiba-tiba harus menghadapi kenyataan, menerima musibah kematian ayahnya
atau ibunya. Ada pula anak-anak yang sejak lahir sudah tidak mempunyai ayah atau ibu.
Setiap anak lahir dengan membawa potensi-potensi fisik, psikis, moral,
intelektual, dan spiritual yang dapat dikembangkan dan akan sangat dipengaruhi oleh
lingkungannya. Ibarat kertas yang masih putih bersih, apa saja bisa digoreskan di atasnya,
tulisan yang indah, gambar yang elok, atau sebaliknya coretan-coretan yang tidak jelas,
maupun lukisan yang buruk dapat dituangkan diatas kertas tersebut. Begitulah, setiap
anak sedikit banyak terpengaruh oleh orang tua atau lingkungannya di waktu kecil.
Seorang anak yang dibesarkan oleh orang yang baik dan di lingkungan yang baik, maka
akan terbentuk pada dirinya kepribadian yang baik. Sebaliknya jika dibesarkan oleh
orang yang berkepribadian buruk dan tinggal di lingkungan yang buruk, maka akan lahir
darinya kepribadian yang buruk. Setiap anak memiliki karakter khas yang merupakan
hasil bentukan di masa kecil. Bisa berupa karakter yang baik, bisa juga berupa karakter
yang kurang baik. Bisa berupa karakter yang sulit diubah, bisa juga karakter yang mudah
sekali untuk diubah.
Anak yang dibesarkan dengan kasih sayang orang tua akan berbeda dengan
karakternya dengan anak yang tidak atau sedikit mendapatkan kasih sayang orang tuanya
karena telah meninggal. Karena itulah kita sangat dianjurkan untuk mau memberikan
kasih sayang kepada anak yatim dengan berbagai cara sesuai dengan kebutuhan mereka.
Dalam hal ini harus disadari bahwa anak yatim adalah anak belum menemukan pijakan
yang utuh kepada siapa dia seharusnya menyandarkan kehidupan dan mengharapkan
kasih sayang. Oleh karenanya, dia perlu dihibur, dikuatkan mentalnya, dan ditunjukkan
kepada hakikat cinta dan kasih sayang yang bermuara kepada Allah SWT.
Anak yang tidak atau jarang mendapatkan sentuhan kasih sayang, adakalanya
memiliki karakter yang kurang kondusif bagi kemajuan atau kesuksesan hidupnya di
masa depan. Salah satu penyebabnya adalah karena telah terbentuknya zona aman
(comfort zone) atas karakter yang telah tertanam pada dirinya sejak kecil itu. Sebagai
misal persepsi anak tentang sabar. Telah tertanam dalam dirinya bahwa apa-apa yang
dialaminya adalah bagian dari takdir Allah SWT yang harus diterima dengan sabar.
Namun karena penanaman yang kurang tepat, kesabarannya itu tidak berbuah pada
kegigihan/kemandirian dalam menjalani kehidupan. Dia mengidentikan sabar dengan
4. 4
pasrah atau nrimo yang berkonotasi pasif. Dan dia memiliki persepsi bahwa sabar itu
hanya dilakukan di kala menerima musibah saja. Padahal kapan pun, baik di kala susah
maupun senang, seorang hamba Allah dituntut untuk bersabar.5
Namun apakah anak yang kurang mendapat sentuhan kasih sayang orang tuanya
akan selalu tumbuh dengan kepribadian yang tidak mendorong pada kesuksesan? Data
empiris menunjukkan tidaklah selalu demikian. Hal ini dikarenakan apa yang
berpengaruh pada dirinya tidak terbatas dari kedua orang tuanya, melainkan juga
lingkungan hidupnya dan pendidikan yang diperolehnya. Sebaliknya kita menyaksikan
banyak anak yang tumbuh dengan belaian kasih sayang orang tua yang "berlebih", malah
tumbuh dengan kepribadian yang labil.6
Riwayat hidup Nabi Muhammad SAW yang ketika lahir sudah menjadi yatim
karena ayahnya telah wafat pada saat dia masih dalam kandungan ibunya, kemudian 6
tahun sesudah itu ibunya wafat menyusul kepergian sang ayah, adalah kisah yang patut
menjadi cerminan dan sumber motivasi. Dia hanya sebentar mendapat sentuhan dan
belaian kasih sayang dari ibunya, namun dia dibesarkan di tengah keluarga terhormat,
yang disegani oleh kaumnya. Sepeninggal ibunya dia dipelihara oleh kakeknya, Abdul
Muttalib seorang tokoh keagamaan yang dipercaya memegang kunci Ka’bah, selama dua
tahun. Berikutnya sampai beranjak dewasa dia dipelihara oleh pamannya, Abu Talib
seorang pedagang, yang memberinya pengalaman penting sebagai calon pemimpin, yakni
perjalanan dagang ke berbagai negeri sehingga memberinya bekal wawasan yang luas.
Pribadi dan akhlak yang muncul dari dirinya tentu merupakan perpaduan dari watak yang
diwarisinya dari kedua orang tuanya dan persentuhannya dengan orang-orang di
sekitarnya. Dalam bahasa agama, semua itu adalah karena kehendak dan bimbingan
Allah SWT, yang Maha Pengasih Maha Penyayang, melebihi kasih sayang seorang
pendidik yang terbaik sekalipun.
Karena itu kehilangan seorang ayah atau ibu, bukanlah akhir dari sebuah
kehidupan. Meski terasa berat, kehilangan seorang ayah atau ibu adalah bentuk ujian agar
seseorang bisa menemukan sumber cinta dan kasih sayang yang sesungguhnya, yang
tidak pernah lapuk, tidak pernah lekang, dan tidak terukur dan terbatasi oleh dimensi
5 Muhammad Rizqon, Ibu Bagi Anak Yatim, Multiply.com
6 Ibid.
5. 5
ruang dan waktu, yang abadi, dan tidak fana sebagaimana kasih sayang seorang ibu di
dunia ini. Kehadiran seorang ibu adalah wasilah dari cinta Allah SWT. Allah SWT
berkehendak menunjukkan keagungan cintaNya, maka diutuslah seorang ibu. Seorang
ibu yang memahami akan esensi ini, maka ia merasa bahwa kehadirannya adalah amanah
dariNya, sehingga ia berusaha mencurahkan kasih sayang kepada anak-anaknya sesuai
dengan petunjuk-petunjuk yang diberikanNya. Dia tidak akan pernah mengharapkan
imbal jasa, pamrih, atau menuntut balas. Dia tidak ingin disanjung dan dipuji karena
pemilik segala puji hanyalah Allah yang menurunkan sifat rahman dan rahimNya itu.7
2. Kebutuhan Psikologis Anak Yatim
Orang-orang miskin dan anak yatim termasuk dalam kelompok duafa (orang-
orang yang lemah) posisinya, karena hidupnya tergantung pada bantuan pihak lain. Anak-
anak yatim membutuhkan bimbingan dan kasih sayang orang tua untuk perkembangan
kepribadiannya. Namun, mereka tidak mendapatkan hal tersebut, karena ayah atau ibunya
sudah meninggal. Maka, diperlukan orang lain yang dapat menggantikan peran orang tua
untuk menuntun mereka ke jalan yang benar. Tanpa perhatian dan kasih sayang, anak-
anak yang kehilangan orang tua itu, tidak dapat tumbuh secara seimbang antara jasmani
dan rohaninya, sehingga memungkinkan anak mengalami perkembangan yang timpang.
Oleh karena itu, Rasulullah menganjurkan umat Islam untuk bersikap lembut dan penuh
perhatian kepada anak yatim, yang digambarkan dengan ''usapan atau belaian sayang
pada kepala anak''. Dengan usapan itu, anak akan merasakan kedamaian dalam hatinya.8
Selama ini pengertian menyantuni anak yatim cenderung pada kebutuhan fisiknya
saja. Sedang yang bersifat psikologis belum banyak dilakukan. Padahal anak-anak yatim
yang tinggal di panti maupun di rumahnya sendiri, mereka merindukan figur ayah/ibu
yang menjadi tempat curhat dan bermanja. Oleh karena itu sebaiknya pemberian bantuan
untuk kebutuhan fisik, disertai pula dengan komunikasi pribadi yang intens untuk
memahami kebutuhan psikologis maupun pengembangan bakat minat anak yang
bermanfaat bagi masa depannya. Yang termasuk dalam pengertian anak yatim, tidak
7 Ibid
8 Sri Suhandjati Sukri, Ramadan Angkat Kaum Duafa, Google
6. 6
hanya yatim biologis (yang ayah/ibunya meninggal), tetapi ada pula yatim psikologis
yakni yang orang tuanya masih hidup, tetapi tidak pernah memberi perhatian atau kasih
sayang kepada anaknya, sehingga mereka telantar. Anak-anak semacam ini, belum
mendapat perhatian dari umat Islam sebagaimana yatim biologis.9
3. Usaha Usaha Menolong Anak Yatim
Kematian ibu atau bapa akan menyebabkan anak-anak merasa kekosongan dalam
diri mereka. Hilangnya belaian kasih sayang dari orang tua serta tempat
untuk berlindung, menjadikan anak-anak ini dihantui perasaan sedih. Selain
kehilangan kasih sayang, keperluan hidup mereka juga tidak lagi seperti
sebelumnya. Makan, minum, pakaian dan lain-lain juga turut berubah seiring
dengan kepergian yang tersayang. Realiti kehidupan masyarakat hari ini menunjukkan
bahwa kebanyakan anak yatim yang tidak mendapat perhatian sewajarnya akan
mengharungi kehidupan yang begitu sukar, perih dan menyedihkan.
Sesungguhnya Islam adalah satu agama yang menitikberatkan soal
kasih sayang. Ia menekankan kepada kita agar tidak menyisihkan dan
mengabaikan anak yatim terutama yang datang dari keluarga yang serba
kekurangan dan tidak berkemampuan. Anak-anak ini juga memerlukan belaian dan kasih
sayang serta keperluan hidup seperti makan, minum dan pakaian seperti anusia yang lain.
Ini supaya mereka dapat menjalani kehidupan yang mendatang dengan bahagia.
Salah satu upaya untuk menolong anak yatim yang dilakukan oleh yayasan-
yayasan ataupun organisasi-organisasi Islam di Indonesia adalah mendirikan Panti
Asuhan yang dapat menampung sekian banyak anak yatim, dan kemudian yayasan atau
organisasi tersebut mendapatkan dana dari para donatur untuk mencukupi kebutuhan
anak-anak yatim yang ditampungnya, baik dalam hal makanan, pakaian, pendidikan
maupun keperluan sehari-hari.
Pada dasarnya seluruh kaum muslimin mempunyai tanggung jawab yang sama
dalam mengangkat harkat dan martabat anak-anak yatim di daerah tempat tinggalnya.
Soal apakah mereka dibawa di rumah dan tinggal bersama atau tidak itu hanya teknis
saja. Tapi prinsipnya tidak boleh kaum muslimin berdiam diri saja, ketika ada anak-anak
9 Ibid.
7. 7
yatim telantar dan tidak ada yang mengurus. Demikian dikemukakan Ketua Umum
Gabungan Ormas Islam Bersatu (GOIB), H Andi M Sholeh kepada Harian Terbit,
menjelang datangnya tanggal 10 Muharram yang selama ini dikenal sebagai hari anak-
anak yatim. Sholeh juga mengingatkan masalah penanganan anak-anak yatim harus
menjadi tanggung jawab semua kaum muslimin. Anak-anak yatim dinisbatkan oleh
Rasulullah sebagai anak-anak beliau. Karena itu kalau memang kita mencintai Rasulullah
kita juga harus ikut mencintai mereka.10
Lebih lanjut dia berharap agar pemeliharaan anak-anak yatim betul-betul
dilaksanakan dengan semangat tolong menolong. Pengelolaan panti asuhan yang
sekarang ini banyak ditemukan hendaknya dilaksanakan dengan prinsip-prinsip amanah.
"Jangan sekali-sekali anak-anak yatim itu dijadikan komoditas untuk kepentingan diri
sendiri, pengelola anak-anak yatim harus juga menjaga martabat dan harga diri anak-anak
yatim tersebut. Artinya, janganlah memanfaatkan anak-anak yatim tersebut sebagai
komoditas, dan dimanfaatkan untuk cari-cari sumbangan ke sana ke mari."
Mengenai anak-anak yatim yang dikelola oleh panti asuhan, Sholeh mengatakan
pengelola Panti Asuhan yang memelihara anak-anak yatim, hendaknya betul-betul orang
yang ikhlas dan tidak memanfaatkan anak-anak yatim untuk kepentingan dirinya sendiri.
Justru sebaliknya, para pengelola panti asuhan itulah yang harus menghidupi anak-anak
yatim dengan penuh kasih sayang sebagaimana yang dianjurkan Rasulullah. Sholeh
menyebutkan Alquran dan juga hadist Nabi banyak isyarat yang harus dilakukan oleh
kaum muslimin terhadap anak-anak yatim. Karena itulah bagi mereka yang memelihara
anak-anak yatim haruslah mengikuti pedoman yang sudah digariskan oleh Al-Quran dan
keteladanan yang sudah diperlihatkan oleh Rasulullah. "Jika memang tidak mampu
menghadapi godaan yang ditimbulkan oleh ulah anak-anak yatim yang dipelihara di
rumah masing-masing boleh saja mereka menyantuni anak-anak yatim yang dipelihara di
panti asuhan," Konsep panti asuhan sendiri, ujarnya tidak bertentangan dengan prinsip
Islam dalam memelihara anak-anak yatim. Hanya saja persyaratannya pun sangat berat.
Jangan sekali-sekali memanfaatkan anak-anak yatim itu untuk kepentingan diri sendiri.11
10 Koran Terbit, Jakarta 27 Januari 2007
11 Ibid
8. 8
Sangat disayangkan apabila ada orang yang menjadi pengurus panti asuhan, tapi
memanfaatkan anak-anak yatim piatu. Begitu juga ketika mengadakan acara yang
diperuntukkan membahagiakan anak-anak yatim, jangan sekali-sekali dikurangi jatah
yang seharusnya dinikmati oleh anak-anak yatim. Artinya, kalau ada yang menyumbang
untuk yatim, maka semuanya harus untuk anak yatim. Kalaupun mau untuk konsumsi,
harus dicarikan jalan lain, selain dari sumbangan untuk yatim tersebut.
Dalam sebuah hadis dikatakan bahwa memakan harta anak yatim termasuk dosa
besar. Rasulullah saw bersabda:
َْعبَّسواْالهبِنَتْاجَلاَقَْمَّلَس َْوِهيَلَعْه َّىّْللاَّلَصِْيِبَّنْالنَعْههنَعْه َّّْللاَي ِض ََْرة َري َرههْيِبَْأنَع
َّْْال ِسفَّنْالهلتَق َْو هرِحالس َْوِ َّاَّللِبْ كهِرْالشَلاَقَّْنههْاَم َْوِ َّّْللاَلوهسَاْرَيْواهلاَقِْتاَقِبوهمالْيِت
ْ هفذَق َْو ِفحَّْالز َموَيْيِل َوَّتال َْو ِيمِتَيْال ِلاَمْ هلكَأ َْو اَب ِْالر هلكَأ َْو ِقَحالِبْ ََّّلِإْه َّّْللا َمَّرَح
ِْت ََلِفَاغِْالتَانِمؤهمِْالتَانَصحهمال)(رواهْالبخاريْ
Artinya:
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda: “Jauhilah tujuh dosa besar yang
membinasakan”. Para sahabat bertanya “Apa dosa-dosa itu”? Rasulullah menjawab:
“Syirik, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar,
memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan perang, dan menuduh zina
terhadap orang-orang perempuan yang menjaga kehormatannya”.
Hadis di atas mensejajarkan dosa memakan harta anak yatim dengan dosa-dosa
besar lainnya yang merusak keagamaan pelakunya. Hal itu dapat dimengerti bahwa
perbuatan yang demikian jelas merupakan tindakan dzalim, sebab anak yatim yang
seharusnya dibantu, tetapi malah sebaliknya harta benda miliknya malah dimakan orang
lain.
Meskipun demikian, ibarat amil (panitia) yang melaksanakan pengumpulan dan
pembagian zakat yang dibolehkan mengambil jatah dari zakat yang dikumpulkan, orang-
orang yang mengurus pemeliharaan anak-anak yatim diperbolehkan memperoleh harta
yang diperuntukan bagi anak yatim, dalam jumlah yang sepatutnya, atau dalam istilah al-
Qur’an bi al-ma’ruf atau billati hiya ahsan. Sebagaimana dapat kita baca pada surat al-
Nisa ayat 6 dan al-An’am ayat 152 berikut ini:
9. 9
َْانَكْنَم َْوفِفعَتسَيلَفًّْايِنَغْ َانَكْنَم َْواوهرَبكَيْنَْأاًارَدِب َْواًفا َرسِإَْاهوهلهكأَتْ ََّل َ...وْ
ْ:...(النساءِفوهرعَمالِبْلهكأَيلَفْاًريِقَف6ْ)ْ
Artinya:
“…dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan janganlah
kamu tergesa-gesa membelanjakannya sebelum mereka dewasa. Barangsiapa (di antara
pemelihara anak yatim itu) kaya, maka hendaklah ia menahan diri (tidak memakan harta
anak yatim) dan barangsiapa (di antara pemelihara anak yatim itu) miskin, maka
bolehlah memakan harta itu menurut yang patut (bi al-ma’ruf) … (Al-Nisa:6)
ََلِإ ِْميِتَيْال َلاَم ُواب َرْقَت ََل َو:(األنعام ...َهدُشَأ َغُلْبَي ىَتَح نَسْح َََأ َيِه يِتَالِب152)
Artinya:
Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim kecuali dengan cara yang lebih baik
(bermanfaat), hingga sampai ia dewasa…(al-An’am: 152)
4. Ancaman Kepada Orang Yang Menyakiti Anak Yatim
Dalam surat al-Ma’un Allah berfirman:
ِينِكْسِمْال ِامَعَط ىَلَع ُّضُحَي ََل َو َيمِتَيْال ُّعُدَي ِيذَال َكِلاَذَف ِِينالدِب ُِبذَكُي ِيذَال َْتيَأ َرَأ
:(الماعون1-3)
“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama, itulah orang-orang yang menindas
anak-anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan kepada orang-orang miskin”.
(al-Ma’un ayat 1-3).
Keimanan terhadap agama Allah itu tidaklah dapat dinilai hanya dengan shalat
atau ibadah lain semata-mata, sebab Islam bukanlah agama kulit dan agama ritual.
Sesungguhnya hakikat iman itu mempunyai ciri-ciri yang dapat membuktikan
perwujudannya. Selama ciri-ciri itu belum terwujudkan, maka keimanan dan kepercayaan
itu pun tidak akan terwujud. Sebenarnya, di antara akidah dan syariat Islam tidak boleh
berpisah antara satu bagian dengan bagian yang lain. Islam adalah agama yang bersatu
padu di mana kegiatan akidah membuahkan ibadah, sedangkan ibadat berkaitan dengan
10. 10
tugas perseorangan. Tugas perseorangan berkaitan erat dengan tugas masyarakat yang
kesemuanya menuju ke arah kebaikan manusia dan pengabdian kepada Allah SWT.12
Seorang Muslim tidak boleh mengambil sebagian dari syariat Islam yang
dianggapnya menguntungkan dan menolak sebagian lain yang dianggapnya merugikan.
Ia tidak boleh menerima sesuatu dari syariah yang dia sukai dan menolak sebagiannya
yang tidak dia sukai. Seorang Muslim sudah memproklamirkan diri dan menyerah diri
sepenuhnya yang tersimpul dalam kalimat syahadat “Sesunguhnya aku bersaksi bahwa
tiada tuhan melainkan Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah”.
Syahadat ini, memberi pengertian yang bahwa dengan mengakui Allah SWT adalah
Tuhannya dan Muhammad sebagai pesuruh Allah, maka seorang Muslim wajib tunduk
dan ta’at kepada aturan yang dibuat oleh Allah SWT dan dibawa oleh Rasulullah saw
serta wajib menjalankan perintahNya dan wajib pula menjahui segala larangNya. Inilah
pengertian Islam dalam kontek penyerahan diri dan pengabdian kepada Allah SWT dan
di sinilah letaknya batas perbedan antara iman dan kufur, antara percaya dan tidak
percaya.
Tiga ayat dalam surat Al Ma’un tersebut, menjadi contoh serta gambaran yang
jelas mengenai hakikat keberagamaan. Firman Allah itu, dimulai dengan pertanyaan
Allah: “Adakah engkau melihat atau adakah engkau tahu siapakah pendusta-pendusta
agama itu?” Kemudian Allah menegaskan sebagai jawabannya. Sesungguhnya, yang
demikian itu adalah mereka yang menindaskan anak-anak yatim dan orang-orang tidak
memberi makan kepada orang-orang miskin.
Kalimat tersebut adalah suatu jawaban yang mengejutkan, karena hanya dengan
sebab mengabaikan beberapa kebaikan terhadap anak yatim dan orang-orang miskin,
digolongkan sebagai pendusta-pendusta agama sendiri. Terlebih jika kita juga melakukan
perbuatan jahat, seperti; meninggalkan sembahyang, berjudi, berzina, korupsi, perampok,
pengkhianat dan sebagainya. Allah memberi peringatan kepada kita tentang kebaikan
anak-anak yatim dan orang-orang miskin sehingga ia dihubungkan dengan pengertian
agama itu sendiri. Mengabaikan kebaikan mereka bererti mengabaikan agama, sebaliknya
memuliakan mereka menjadi sifat-sifat orang yang beragama.
Dalam surat lain Allah berfirman:
12 Ahmad Buwaethy, Sayangilah Anak Yatim, Google 12 February 2008
11. 11
ْ:ْ(الضحىرَهنَتَْلَفْلِئاَساْالَّمَْوأرَهقَتََْلَفَْميِتَياْالَّمَأَف9-10)ْ
Artinya:
“Adapun terhadap anak-anak yatim maka janganlah kamu bersikap kasar
terhadapnya dan adapun orang yang meminta-minta maka janganlah engkau usir (Surah
Adh Dhuha Ayat 9-10).
Orang yang paling bertanggungjawab untuk memelihara, mendidik dan
membesarkannya anak yatim adalah ahli waris orang tuanya yang meninggal, hingga dia
dapat menjalani hidup secara mandiri. Mereka tidak boleh menganiaya, menindas,
mengkhianati dan berbuat zholim terhadap harta kepunyaan mereka. Maka apabila ahli
waris tidak mampu memeliharanya kerana kemiskinan dan ketidakmampuan, maka
wajiblah bagi orang yang mampu dan berupaya memberikan bantuan dan memelihara
mereka. Sekiranya golongan yang kaya dan mampu mengabaikannya, maka yang
bertanggungjawab terhadap anak yatim adalah seluruh masyarakat. Memelihara anak
yatim dalam rumah sendiri adalah sebaik-baik amal yang dituntut oleh Islam, sehingga
Rasulullah saw pernah bersabda: “Rumah-rumah yang dicintai di sisi Allah ialah rumah
yang di dalamnya terdapat anak-anak yatim yang dimuliakannya”.
5. Fungsi Fungsi Hadis Terhadap Al-Qur’an
Setelah anda mempelajari hadis-hadis dan ayat-ayat al-Qur’an di atas, anda dapat
menyimpulkan bahwa hadis-hadis itu memperkuat ayat-ayat al-Qur’an yang membahas
persoalan yang sama. Demikianlah memang hadis memiliki beberapa fungsi bila
dikaitkan dengan al-Qur’an. Untuk memperkaya wawasan anda dalam hal ini, anda akan
diajak memehami fungsi Hadis terhadap al-Qur’an. Secara umum fungsi hadis adalah
sebagai penjelas (bayân) terhadap makna al-Qur’an yang umum, global dan mutlak.
Sebagaimana firman Allah swt dalam Surah al-Nahl/16 : 44
َْونهرَّكَفَتَيْمههَّلَعَل َْومِهيَلِإَْل ِزهنْاَمْ ِاسَّنلِلَْنِيَبهتِلَْرِكْالذَكيَلِإَْانلَزنَأ َوْ
“Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur'an, agar kamu menerangkan kepada
umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka
memikirkan”,
12. 12
Secara lebih rinci fungsi penjelasan (bayân) Hadis terhadap al-Qur’an,
dikelompokkan sebagai berikut:
a. Bayân Taqrîr
Posisi Hadis sebagai penguat (taqrîr/ta’kid) keterangan al-Qur’an.
Artinya Hadis menjelaskan apa yang sudah dijelaskan al-Qur’an, sepert Hadis
tentang shalat, zakat, puasa, dan haji. Begitu juga hadis-hadis tentang kepedulian
terhadap anak yatim yang sudah diuraikan di atas menjadi penguat terhadap ayat-
ayat al-Qur’an yang membahas hal yang sama.
b. Bayân Tafsîr
Hadis sebagai penjelas (tafsîr) terhadap al-Qur’an dan fungsi inilah yang
terbanyak pada umumnya. Penjelasan yang diberikan ada 3 macam, yaitu
sebagai berikut :
1. Tafsîl al-Mujmal
Hadis memberi penjelasan secara terperinci pada ayat-ayat al-Qur’an
yang masih global (tafsîl al-mujmal= memperinci yang gelobal), baik
menyangkut masalah ibadah maupun hukum, sebagian ulama menyebutnya
bayân tafshîl atau bayân tafsîr. Misalnya perintah shalat pada beberapa ayat
dalam al-Qur’an hanya diterangkan secara global “dirikanlah shalat” tanpa
disertai petunjuk bagaimana pelaksanaannya berapa kali sehari semalam,
berapa raka`at, kapan waktunya, rukun-rukunnya, dan lain sebagainya.
Perincian itu adanya dalam Hadis Nabi, misalnya sabda Nabi saw :
ْ ْ“Shalatlah sebagaimana engkau melihat aku shalat “. (HR. al-Bukhari)
Dalam masalah haji al-Qur’an hanya menjelaskan secara gelobal,
rinciannya dijelaskan Hadis, Nabi bersabda : َْكِسَانَمْاوهذهخأَتِلْ""ْمهك
“Ambilah (dari padaku) ibadah hajjimu “. (HR. Muslim)
2. Takhshîsh al-`Amm
13. 13
Hadis mengkhususkan (mengecualikan) ayat-ayat al-Qur’an yang umum,
sebagian ulama menyebut bayân takhshîsh. Misalnya ayat-ayat tentang waris
dalam QS. Al-Nisa’/4: 10
“ Allah mensyari`atkan bagi mu tentang (bagian pusaka untuk) anak-
anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua
orang perempuan…”
Kandungan ayat di atas menjelaskan pembagian harta pusaka terhadap
ahli waris, baik anak-lelaki, anak perempuan, satu, dan atau banyak, orang
tua (bapak dan ibu) jika ada anak atau tidak ada anak, jika ada saudara atau
tidak ada dan seterusnya. Ayat harta warisan ini bersifat umum, kemudian
dikhususkan (takhsîsh) dengan Hadis Nabi yang melarang mewarisi harta
peninggalan para Nabi, berlainan agama, dan pembunuh.
3. Taqyîd al-Muthlaq
Hadis membatasi kemutlakan ayat-ayat al-Qur’an. Artinya al-Qur’an
keterangannya secara mutlak, kemudian ditakhshish dengan Hadis yang
khusus. Sebagian ulama menyebut bayân taqyîd. Misalnya firman Allah
dalam QS. Al-Mâidah : 38
"...ْاَمههَيِديَأْاوهعَطاقَفْهةَق ِارَّسال َْوهق ِارَّسال َ"ْو
“Pencuri lelaki dan pencuri perempuan, maka potonglah tangan-tangan
mereka…”
Pemotongan tangan pencuri dalam ayat di atas secara mutlak nama tangan
tanpa dijelaskan batas tangan yang harus dipotong apakah dari pundak, sikut,
dan pergelangan tangan. Kata tangan mutlak meliputi hasta dari bahu pundak,
lengan, dan sampai telapak tangan. Kemudian pembatasan itu baharu
dijelaskan dengan Hadis ketika ada seorang pencuri tertangkap dan
didatangkan ke hadapan Nabi dan diputuskan hukuman dengan pemotongan
tangan, maka Nabi memerintahkan agar percuri tersebut dipotong pada
pergelangan tangan.
c. Bayân Tasyrî`î
14. 14
Hadis menciptakan hukum syari`at (tasyri`) yang belum dijelaskan oleh
al-Qur’an. Para ulama berbeda pendapat tentang fungsi Sunah sebagai dalil pada
sesuatu hal yang tidak disebutkan dalam al-Qur’an. Mayoritas mereka
berpendapat bahwa Sunah berdiri sendiri sebagai dalil hukum dan yang lain
berpendapat bahwa Sunah menetapkan dalil yang terkandung atau tersirat secara
implisit dalam teks al-Qur’an. Misalnya keharaman makan daging keledai ternak,
keharaman setiap binatang yang bertelalai, dan keharaman menikahi seorang
wanita bersama bibik dan paman wanitanya. Hadis tasyri` diterima oleh para
ulama karena kapasitas Hadis juga sebagai wahyu dari Allah swt yang menyatu
dengan al-Qur’an, hakekatnya ia juga merupakan penjelasan secara implisit dalam
al-Qur’an.
Jelasnya, hubungan antara Hadis dan al-Qur’an sangat integral keduanya
tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya, karena keduanya berdasrkan
wahyu yang datang dari Allah swt kepada Nabi Muhammad saw untuk
disampaikan kepada umatnya, hanya proses penyampaiannya dan
periwayatannya yang berbeda. Sunnah mempunyai peran yang utama yakni
menjelaskan al-Qur’an baik secara eksplisit atau implisit, sehingga tidak ada
istilah kontra antara satu dengan lain.