1. 1
Menjelaskan Ayat Al Qur’an tentang konsep integrasi ilmu pengetahuan.
Manganalisis Karakteristik Ulul albab.
URAIAN MATERI
1. Sosok Ulul Albab
Dikisahkan bahwa suatu ketika orang-orang Quraisy datang kepada kaum Yahudi dan
bertanya kepada mereka, apa tanda-tanda yang dibawa Musa kepada kalian?” orang-orang Yahudi itu
menjawab “Tongkat dan tangan yang mengeluarkan cahaya putih.” Selanjutnya orang-orang Quraisy
itu mendatangi kaum Nasrani, lalu bertanya kepada mereka, “apa tanda-tanda yang diperlihatkan
Isa?.” Kaum Nasrani menjawab, “Isa menyembuhkan orang yang buta, orang yang sakit kusta dan
menghidupkan orang mati.” Setelah orang-orang Quraisy mendatangi Yahudi dan Nasrani, kemudian
mereka mendatangi Nabi Saw sambil berkata kepada beliau; “Berdoalah kepada Tuhanmu untuk
mengubah bukit shafa menjadi emas untuk kami.” Nabi Saw kemudian berdoa, maka turunlah firman
Allah Q.S Ali Imran 190 ini ;1
ِلْيَّالل ِف ََلِتْاخ َو ِض ْرَ ْاْل َو ِتا َاوَمَّسال ِقَْلخ يِف َّنِإ( ِباَبْلَ ْاْل يِلوُ ِْل ٍتاَي ََل ِارَهَّنال َو190َونُرُكْذَي َِينذَّال )
َه َتْقَلَخ اَم َانَّب َر ِض ْرَ ْاْل َو ِتا َاوَمَّسال ِقَْلخ يِف َونُرَّكَفَتَي َو ْمِهِبوُنُج ىَلَع َو ًادوُعُق َو اًماَيِق َ ََّّللاًَلِِاَب اَذ
( ِارَّنال َابَذَع َانِقَف ََكناَحْبُس191(
Artinya : “
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (190). (yaitu) orang-orang yang mengingat
atau berdzikir kepada Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka
memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah
1
. Jalaluddin as-Suyuthi, Asbabun Nuzul: Sebab-sebab turunnya ayat Al-Qur’an, terj. Lubaabun Nuquul fii
Asbaabin Nuzuul, Tim Abdul Hayyie, (Jakarta: Gema Insani, 2008) hlm. 148-149
KEGIATAN BELAJAR 4:
INDIKATOR KOMPETENSI
2. 2
Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa
neraka (191)
Nabi Saw ketika berdiri mengerjakan salat beliau menangis sehingga jenggotnya basah oleh
air mata. Ketika sujud beliau juga menangis hingga air matanya membasahi tanah kemudian berbaring
beliau menangis lagi. Ketika Bilal datang untuk memberitahukan kepadanya waktu salat subuh,
seraya bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah yang menyebabkan engkau menangis, padahal Allah
telah memberikan ampunan kepadamu terhadap dosa-dosamu yang telah lalu dan yang akan datang?"
Nabi Saw. menjawab, “Bagaimana aku tidak menangis, malam ini Allah telah menurunkan kepadaku
ayat ini: 'Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
hari terdapat tanda-tanda bagi para ulul albab (Ali Imran: 190)." Kemudian Nabi Saw. bersabda
pula, 'Celakalah bagi orang yang membacanya, lalu ia tidak merenungkan semuanya itu."
Pada Surat Ali Imran 190 ini mengisyaratkan tentang tauhid, keesaan, dan kekuasaan
Allah SWT. Hukum-hukum alam yang melahirkan kebiasaan-kebiasaan, pada hakikatnya
ditetapkan dan diatur oleh Allah Yang Mahahidup lagi Qayyum (Maha Menguasai dan Maha
Mengelola segala sesuatu).2
Surat Ali Imran ayat 190-191 menegaskan penciptaan semesta, yaitu langit dan bumi
serta pergantian malam dan siang adalah sebagai tanda-Nya. Tanda itu mampu diterima oleh
ulul albab, yaitu orang-orang yang selalu berdzikir dan bertafakkur. Berdzikir berarti
senantiasa mengingat Allah dan bertafakkur berarti merenungi dan memikirkan segala
ciptaan Allah Swt yang meliputi langit dan bumi serta segala isinya dan hukum-hukum yang
berlaku di dalamnya.
Dua dimensi yang tidak dipisahkan dalam ayat tersebut sehingga disebut ulul albab
adalah dimensi dzikir (mengingat Allah Swt) dalam kondisi apapun; baik berdiri,duduk
maupun berbaring, di mana setiap orang secara umum memang berada di salah satu dari tiga
kondisi tersebut. Dimensi kedua adalah bertafakkur (melakukan renungan) terhadap ciptaan
Allah Swt yang tersebar di semesta alam ini; penciptaan langit dan bumi serta pergantian
siang dan malam. Dimensi ke dua ini tentu saja bersifat global dengan tidak merinci bagian-
bagian langit dan bagian-bagian bumi serta hukum-hukum alam yang menjadi sunnatullah,
karena menyebut tiga hal tersebut sudah mewakili apapun yang ada padanya dan
bagaimanapun keadaannya dan yang diakibatkannya telah masuk pada system keberadaan
langit, bumi dan perputarannya.
Memikirkan dan merenungkan bagian-bagian kecil dari langit, misalnya; memikirkan
bulan, matahari, planet atau sinarnya, awannya, panasnya dan juga bagian kecil dari bumi;
2
. M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Jilid 2,… hlm. 370.
3. 3
memikirkan hewannya, tumbuhannya, manusianya atau udaranya, maka perbuatan ini juga di
sebut tafakkur fi khalqissamawati wa al ardhi (merenungkan penciptakan langit dan bumi ).
Lebih terperinci lagi bahwa seseorang yang melakukan perenungan melalui berbagai kajian
yang sungguh-sungguh dalam berbagai disiplin ilmu baik social maupun sains pada
hakekatnya sedang melakukan tafakkur.
Kembali pada surat Ali Imran;190 yang menegaskan bahwa dalam penciptaan langit
dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang benar-benar terdapat tanda-tanda bagi ulul
albab. Kata Ulul albab menurut tafsir Ibnu Katsir adalah orang yang memiliki akal yang
sempurna lagi cerdas yang mengerti tentang hakekat dibalik adanya segala sesuatu yang
tampak. Tanda-tanda yang tersebar di semesta adalah tanda adanya Allah Swt, yang berarti
tanda wujud-Nya, keagungan-Nya, kemahabesaran-Nya, kemahaindahan-Nya,
kemahakaryaannya dan kemahasempurnaan-Nya meliputi segala sesuatu.
Namun tanda wujudnya Allah Swt tersebut hanya dapat ditangkap dan dipahami oleh
orang-orang yang disebut ulul albab, bukan oleh orang lain. Siapakah ulul albab tersebut ?
Seseorang disebut Ulul albab pada ayat tersebut harus memiliki dua syarat, sebagaimana
telah dijelaskan sebelumnya; syarat pertama yaitu dimensi dzikir (mengingat Allah Swt)
dalam kondisi apapun. Syarat kedua yaitu dimensi kedua adalah bertafakkur (melakukan
renungan) terhadap ciptaan Allah Swt yang tersebar di semesta. Dua dimensi itu ibarat dua
sisi mata uang pada satu logam yang tidak bisa dipisah-pisahkan, bertafakur tanpa berdzikir
tidaklah di sebut ulul albab, demikian juga sebaliknya.
Seorang ulul albab senantiasa mengingat kepada Allah Swt dan melakukan kajian-
kajian serta renungan terhadap kejadian-kejadian pada ciptaan Allah Swt, sehingga pada
akhirnya dia menemukan hikmah yang agung pada setiap ciptaan Allah Swt. Dia menemukan
sebuah system keserasiaan, keseimbangan dan keharmonisan serta penjagaan Allah Swt
terhadap semesta. Dan pada seorang ululalbab memahami bahwa segala apa yang Allah
ciptakakan memberikan manfaat yang besar terhadap kehidupan dan tidak ada yang sia-sia.
Dalam konteks saat ini seorang ulul albab memiliki sifat dan sikap seperti kritis, mau
berusaha dan berkreasi untuk kemanfaatan, kemaslahatan dan kelestarian kehidupan. Sifat
dan sikap tersebut dapat dijelaskan berikut ini 3
:
a. Memiliki sikap kritis secra rinci rinci lagi ada tiga cirri utama; yaitu berdzikir,
memikirkan atau mengamati fenomena alam dan berkreasi. Dari uraian tersebut dapat
dipahami bahwa berfikir kritis memiliki tiga tuntutan besar: 1) Berdzikir. Seorang
3
. Abdul Majid Khon, dkk, Modul Pendalaman Materi Alqur’an Hadis. Fitk Uin Syarif Hidayatullah
Jakarta.Cetakan Pertama, 2018
4. 4
yang berfikir kritis dan cerdas, ciri pertama adalah selalu berdzikir kepada Allah swt
baik siang dan malam, pada saat berdiri, duduk dan berbaring. Maknanya tiada waktu
tanpa berdzikir, segala waktu diisi dengan dzikir baik dalam shalat maupun di luar
shalat. Berdzikir bukan saja hanya ingat tetapi juga membaca kitab Allah, memahami
isinya, menyebar luaskan dan mengamalkan isi kandungannya. Membelajari kitab suci
dalam rangka memahami , menyebar luaskan dan menerapkan nilai-nilainya di tengah-
tengah masyarakat yang sangat beragam kebutuhan dan problemanya. 2) Berfikir
Kritis. Berfikir kritis berarti mengamati, meneliti, menyimpulkan dan membuktikan
kebenarannya. Mengamati ayat-ayat Tuhan di alam raya ini baik dalam diri manusia
secara perorangan maupun berkelompok, di samping juga mengamati fenomena alam.
Mereka berfikir tentang ciptaan langit dan bumi. Menurut Muhammad Quthub
sebagaimana dikutip oleh M Quraish Shihab bahwa ayat-ayat tersebut merupakan
metode yang sempurna bagi penalaran dan pengamatan Islam terhadap alam. Ayat-
ayat itu mengarahkan akal manusia kepada fungsi pertama di antara sekian banyak
fungsinya, yakni mempelajari ayat-ayat Tuhan yang tersaji dalam alam jagat raya ini.
Ayat tersebut bermula dari tafakkur dan berakhir dengan amal.3 Di samping itu
bertafakkur terhadap penciptaan langit bumi, juga bermakna memikirkan tentang tata
kerja alam semesta. Karena kata Khalq selain berarti penciptaan juga berarti
pengaturan dan pengukuran yang cermat. Pengetahuan yang terakhir ini mengantarkan
ilmuan kepada rahasia alam dan pada gilirannya mengantarkan kepada penciptaan
teknologi yang menghasilkan kemudahan dan manfaat bagi manusia.
b. Berusaha dan berkreasi dapat berarti melakukan upaya-upaya kreatifitas pada hasil-
hasil penemuan ilmiah dan teknologi. Karena itu setelah mereka menemukan dan
memahami suatu ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan bagian kecil dari
system yang sempurna dari Dzat Yang Maha Karya, kemudian mereka berkata: Ya
Allah tidaklah Engkau menciptakan ini dengan sia - sia Maha Suci Engkau, maka
peliharalah kami dari siksa neraka.
Adanya usaha dan kreasi dalam bentuk nyata dari ilmuwan, khususnya dalam kaitan
hasil-hasil yang diperoleh dari pemikiran dan perhatian tersebut berarti bahwa mereka harus
selalu peka terhadap kenyataan-kenyataan social dan semesta alam serta bahwa peran
mereka tidak sekedar merumuskan atau mengarahkan tujuan-tujuan tetapi juga sekaligus
memberi contoh pelaksanaan dan sosialisasinya. Keindahan alam dan keberhasilan sains dan
tekhnologi yang dihasilkan dari proses berfikir dan berdzikir itu memperkuat keimanan
kepada Allah swt dan dalam meningkatkan kepatuhannya kepada Sang Pencipta.
5. 5
Pemahaman terhadap penciptaan semesta yang agung disertai dengan selalu berdzikir
menimbulkan sebuah kemampuan pada dirinya untuk melihat sebuah tanda wujudnya Allah Swt,
keagungan-Nya dan kemahabesaran-Nya, sehingga terlontar dari dirinya ucapan subhaanak ( maha
suci Engkau ya Allah). Penjelasan seperti ini tergambar pada ayat 191;
ََكناَحْبُس ًَلِِاَب اَذَه َتْقَلَخ اَم َانَّب َر
Artinya;
"Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau
Masih belum berhenti di sini, setelah seorang ulul albab mampu melihat tanda wujudnya
Allah Swt dan memahami ciptaan-Nya yang penuh hikmah; serasi, seimbang, harmonis dan penuh
manfaat. Maka seorang ulul albab mengkhawatirkan terjadi suatu kezhaliman (pengrusakan) terhadap
segala ciptaan Allah Swt dan tata aturan-Nya yang Maha Indah yang mungkin kezholiman itu
dilakukan oleh dirinya maupun orang lain, di mana kezholiman itu dapat membawa masuk ke dalam
api neraka. Karena itu, seorang ulul albab melanjutkan ucapannya; ِارَّنال َابَذَع اَنِقَف (maka jagalah kami
dari siksa api neraka).
Sosok ulul albab di atas menggambarkan seorang yang di samping memiliki ilmu
pengetahuan yang tinggi, juga sosok yang selalu dekat dengan Allah Swt. Kedekatan kepada
Tuhannya dan keluasan ilmunya memberikan dampak terhadap kehidupannya sebagai seorang yang
selalu melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi kemaslahatan kehidupan yang sejalan dengan aturan
Allah Swt.
Ilmu yang dimiliki oleh seorang ulul albab tidak tersekat oleh batasan-batasan yang dibuat
oleh manusia, yang sekat-sekat tersebut diakibatkan oleh keterbatasan manusia itu sendiri. Bagi
seorang ulul albab ilmu pengetahuan apapun yang berhubungan dengan alam semesta ini hakekatnya
adalah ciptaan-ciptaan Allah Swt yang tunduk kepada sitem aturan yang telah dibuat-Nya. Sehingga
semua ilmu itu hakekatnya hanya satu yaitu ilmu Allah Swt, dan manusia hanya diberi sedikit ilmu
dari Allah Swt.
ًَلْيِلَق اِّلا ِمْلِعال َنِم ْمُتْيِتوُا اَم َو
Adapun berbagai disiplin ilmu pengetahuan seperti ilmu social dan sains serta cabang-
cabangnya adalah nama-nama yang dibuat oleh manusia sendiri untuk memudahkan bidang focus
kajian dan bidang keahlian yang ditekuni. Sehingga nama-nama bidang ilmu tersebut sangatlah
bermanfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan. Namun yang perlu diingat bahwa bidang-bidang
ilmu itu secara makro dipahami sebagai satu-kesatuan yang saling berhubungan, tidak untuk
dipisahkan, apalagi dipisahkan dari ciptaan dan system aturan Allah Swt.
Dapat dipahami juga bahwa Allah Swt yang maha agung memilki ilmu yang maha luas, di
mana untuk mendapatkan pemahaman tentang Allah Swt atau dengan kata lain memahami tanda (
dalam ayat al qur’an disebut ayat ) diperlukan ilmu Allah, karena itu belajar suatu ilmu adalah untuk
6. 6
lebih mengetahui tentang Allah Swt dan agar mampu lebih banyak melakukan kemaslahatan dan
kemanfaatan dalam kehdupan sesuai petunjuknya, sehingga semakin bertambah ilmu seseorang akan
menambah juga kedekatannya kepada Allah Swt dan kebaikannya dalam kehidupan.
Namun, apabila suatu ilmu dipisahkan dari pemiliknya yakni Allah Swt dan berdiri sendiri,
maka dikuatirkan fungsi dari ilmu tersebut akan lepas kendali dan jauh dari aturan dan tujuan serta
manfat dari ilmu tersebut.
َد ْزَي ْمَل َو ماْلِع َداَد ْاز ِنَمًىدْعُب اِّلا ِهللا َنِم ْدَد ْزَي ْمَل # ًىدُه ْد
Barangsiapa bertambah ilmunya tetapi tidak bertambah petunjuknya maka hanya akan
membuat semakin jauh dari Allah Swt
2. Integrasi Ilmu Pengetahuan
Al Qur’an adalah petunjuk bagi manusia untuk menjalani kehidupan di dunia dan memberi
informasi tentang kehidupan di akherat. Petunjuk tentang menjalin hubungan dengan Allah (hablun
minallah) yang menciptakannya dan hubungan dengan sesama manusia (hablun minannas) serta
hubungan manusia dengan alam sekitarnya agar dijaga dan dilestarikan.
Sebelum kajian ilmu social dan sains berkembang pesat, al Qur’an telah memberikan
informasi yang sangat luas dan benar bagaimana seharusnya berinteraksi sesama manusia ( social
interaction), demikian juga sebelum sains berkembang al Qur’an telah begitu dalam membicarakan
semesta alam.
Dalam hal interaksi social misalnya al Qur’an sebagai petunjuk tidak hanya membicarakan
pola-pola interaksinya saja, namun telah mengatur secara tepat bagaimana seharusnya interaksi social
itu dapat berjalan seimbang, adil dan tidak terjadi kedzoliman, agar kehidupan ini terjaga dan sesuai
dengan tujuan penciptaannya. Karena itu petunjuk tentang bagaimana interaksi social sangat banyak
sekali, misalnya; ayat-ayat tentang perdagangan, hutang piutang, pernikahan, kepemimpinan,
keadilan, perceraian, perjanjian, kepemilikan, komunikasi dan sebagainya.
Demikian juga al Qur’an memberikan informasi yang sangat luas tentang sains, mulai
membahas penciptaan alam semesta, tata surya, hewan, tumbuhan, hujan, angin dan sebagainya.
Namun, pembicaraan sains dalam al Qur’an bukan hanya terbatas pada aspek sains itu saja, tetapi
pasti dikaitkan dengan aspek yang lain, misalnya; agar manusia mengenal tuhannya, agar manusia
mau bersyukur, menjaga kelestariannya, agar mau berfikir, agar manusia selalu beramal sholeh, dst.
Al Qur’an membicarakan semesta alam; langit, bumi, hewan, tumbuhan yang semua
diciptakan untuk manusia maka manusia diperintahkan untuk menjaga, mengelola dan
memanfaatkannya dengan baik . Mengenai cara dan tekhnik mengelola atau memanfaatkannya
diserahkan kepada manusia sendiri. Karena itu al Qur’an tidak membicarakan secara spesifik
bagaimana cara mengelola dan alat apa yang digunakannya, demikian itu supaya manusia berfikir
karena sudah diberi potensi akal untuk dikembangkan afala ta’qilun (tidakkah kalian menggunakan
7. 7
akal), ini artinya manusia diperintah untuk mengembangkan tekhnologi. Manusia dapat
mengembangkan tekhnologi apapun dalam rangka mendukung dan menunjang proses
kekhalifahannya di muka bumi. Namun al Qur’an memberikan rambu-rambu atau asas-asas yang
dapat dijadikan sebagai petunjuk melaksanakannya, agar tidak menyalahi dengan ketentuan-ketentuan
Allah Swt. Adapun asas-asas tersebut adalah a)asas tauhid, artinya tidak diperkenankan segala sains
dan tekhnologi berdampak kepada penyekutuan terhadap Allah Swt (syirik). b) Asas manfaat, c) Asas
kemudahan, d) asas keindahan, dan e) asas keadilan;
a. Asas Tauhid
Di dalam al Qur’an tidaklah diperkenankan segala apapun berdampak kepada
penyekutuan terhadap Allah Swt dan sehala apaun yang dilakukan semata-mata karena
mengabdi kepada Allah Swt secara tulus.
ْفا ِدَقَف ِ َّاَّللِب ْك ِرْشُي ْنَم َو ُءَاشَي ْنَمِل َِكلَذ َُوند اَم ُرِفْغَي َو ِهِب َك َرْشُي ْنَأ ُرِفْغَي َّل َ ََّّللا َّنِإىََرت
اًميِظَعاًمْثِإ
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia
mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka
sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An Nisa: 48)
َو َةاَكَّالز واُتْؤُي َو َة ََلَّصال واُميِقُي َو اءَفَنُح َِينادال ُهَل َين ِصِلْخُم َ ََّّللا ُوادُبْعَيِل َّّلِإ واُرِمُأ اَم َوِةَمِايَقْال ُِيند َِكلَذ
Dan tidaklah mereka diperinta kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan
supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian
itulah agama yang lurus.” (Al-Bayyinah : 5)
b. Asas manfaat
Al Qur’an sangat menganjurkan agar segala upaya dan kreasi manusia dilakukan
dengan mempertimbangkan sisi kemanfaatannya.
ِض ْرَ ْاْل يِف ُثُكْمَيَف َاسَّنال ُعَفْنَي اَم اَّمَأ َۖو ًءاَفُج َُبهْذَيَف ُدَبَّالز اَّمَأَف
8. 8
Maka adapun buih itu, akan hilang (sebagai sesuatu yang tak ada harganya),
adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. ) al
Ro’d, 13 :17)
Nabi Saw menjelaskan :
ِم :َلاَق َمَّلَس َو ِهْيَلَع ُهللا ىَّلَص ِهللا ُل ْوُس َر َلاَق :َلاَق ُهْنَع ُهللا َي ِض َر َة َْريَرُه يِبَأ ْنَعْن
ِم ْراِتال ُها َوَر ( ِهْيِنْعَي َّل اَم ُهُك َْرت ِء ْرَمْال ِمََلْسِإ ِْنسُح)ِيذ .
Dari Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah Saw bersabda, “Di antara
tanda kebaikan Islam seseorang adalah jika dia meninggalkan hal-hal
yang tidak bermanfaat baginya.”
c. Asas Kemudahan
Allah Swt Yang Maha Pengasih menginginkan agar manusia dalam
menjalankan tugasnya tidak mengalami kesulitan, karena itu Allah Swt
menganjurkan agar manusia dapat melakukan hal-hal yang dapat memudahkan
dan meringankannya.
َْرسُيْال ُمُكِب ُ ََّّللا ُدي ُِريَْرسُعْال ُمُكِب ُدي ُِري َّل َو
Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu” (QS. Al Baqarah, 2: 185).
اًفيِعَض ُانَسْنِ ْاْل َِقلُخ َو ْمُكْنَع َفاِفَخُي ْنَأ ُ ََّّللا ُدي ُِري
Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia
dijadikan bersifat lemah.” (QS. An Nisa’, 4: 28).
وسلم عليه هللا صلى هللا رسول قال قال عنه هللا رضي ٍَسنَأ نَع,واُِراسَعُت َّل َو واُِراسَي
واُرِافَنُت َّل َو واُِراشَب َو) مسلم رواه (
Artinya
Dari Anas r.a berkata: Nabi Saw bersabda; Mudahkanlah, jangan
mempersulit, buatlah senang dan jangan buat mereka berpaling
(meninggalkan) kalian.
9. 9
d. Asas Keindahan
Ayat-ayat al Qur’an banyak sekali menyampaikan secara tersirat
tentang keindahan, misalnya penciptaan manusia yang dengan sebaik-baik
bentuk, penciptaan binatang , penciptaan langit (badi’ussamaawaati), dst.
Keindahan yang dimaksud oleh al Qur’an bukan hanya indah dari segi lahiriyah
yang tampak oleh mata, namun keindahan yang disertai dengan keseimbangan
dan keharmonisan, keindahan yang seimbang antara yang lahir dan yang
bathin.
Nabi Saw bersabda :
َِاسنال ِطَْمغ َو ِاقَحال ُرْطَب ُْربِكال ،ِلماَجال ُّب ُِحي ٌليِمَج هللا إن-.مسلم رواه
Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya Allah Maha Indah dan
mencintai keindahan, kesombongan itu adalah menolak kebenaran
dan merendahkan orang lain.
e. Asas Keadilan
Allah Swt memerintahkan secara tegas diperbagai ayat al Qur’an agar
keadilan selalu ditegakkan diperbagai aspek kehidupan, termasuk bidang
tekhnologi. Penggunaan tekhnologi hendaknya juga dalam rangka penegakan
keadilan.
ِْطسِقْالِب َينِام َّوَق واُنوُك واُنَمآ َِينذَّال اَهُّيَأ اَي
Wahai orang-orang yang beriman, Jadilah kamu penegak keadilan
(Q.S An-Nisa: 135)