SlideShare a Scribd company logo
1 of 6
Download to read offline
Catatan tambahan

Modul Kursus Persiapan Pernikahan
Keuskupan Agung Jakarta
20 Mei 2003

1. Panggilan menjadi Orangtua
•
•
•
•

“Akulah yang memilih kamu menjadi orangtua”, panggilan Tuhan.
“Jangan katakan aku ini masih muda”: tak pernah ada orang yang siap menjadi
orangtua; tak ada teori yang sanggup membekali bagaimana menjadi orangtua
jaman ini
Setiap anak adalah anugerahNya; Tuhan sendiri punya rencana dan sediakan
sarana untuk membesarkannya (menyiapkan demi panggilan dan pengutusannya)
“Buah jatuhnya tak jauh dari pohonnya”, “kacang mangsa ninggala lanjaran”!
perlu dan penting berkaitan dengan peran orangtua bagi anak-anaknya.

Menjadi orangtua tidak sama dengan menjadi suami istri. Untuk menjadi suami istri,
persiapan cinta sudah diproses lama. Iman sebagai calon suami-istri juga sudah cukup
digulati dalam masa persiapan mereka sejak pacaran. Yang barangkali masih perlu
waktu dan perjuangan adalah pergulatan psikologis, sosio ekonomi dan budaya, dari satu
pribadi sendirian menjadi satu keutuhan dua pribadi yang komplementer. Untuk itu
mendalami psikologi pria dan wanita, Mars dan Venus, dan mengolahnya dalam hidup
sehari-hari akan menolong.
Untuk menjadi orangtua, perlu
• Kematangan pribadi, fisik dan psikik
• Cinta yang altruis, bukan cinta diri lagi
• Iman yang hidup, yang mendasari setiap pergulatan konkret sehar-hari
• Rasa perasa yang matang, manusiawi, dan balans
Lima (5) tahun pertama seorang anak manusia (dihitung sejak mulai dikandung) terbukti
secara ilmiah, amat menentukan merah hijau-nya pribadi si anak. Lima tahun pertama
OK, seluruh pribadinya, punya dasar OK, tinggal pengembangannya kemudian. Lima
tahun pertama tak OK, seluruh hidupnya pasti berantakan, karena pribadinya tidak OK.
Betapa pentingnya 5 tahun pertama dalam hidup seorang anak manusia.
Pada masa 5 tahun pertama itu, komunikasi anak masih mengandalkan rasa, bukan
indera. Komunikasi rasa punya akurasi tinggi, daya rekam peka dan pekat. Tetapi
kelemahnnya, sekali terekam keliru, sulit diedit kembali. Sejalan dengan proses
perkembangan anak, “rekaman” itu sering tersimpan di bawah sadar, namun tetap
mengendalikan perilaku si anak. Misalnya ketika anak merasa ditolak oleh orangtuanya,
-jika tidak disadari dan diolah dengan baik-, maka selama hidup ia dapat merasa diri tidak
berharga. Dia merasa bahwa dirinya tak layak hidup, sebab orang yang “katanya”

1
mencintai pun menolaknya, apalagi orang lain di dunia ini. Padahal orangtuanya mungkin
sudah lupa bahwa “dulu pernah menolaknya”.
Pada masa lima tahun itu, yang dibutuhkan anak adalah rasa dicinta. Ia perlu cinta, perlu
kasih yang konkret dan nyata. Anak tidak butuh harta dan tidak mengerti kata. Kasih
nyata itu bentuknya sering amat sederhana: kehadiran, kebersamaan, sentuhan, belaian,
gendongan, penerimaan, pengampunan serta kesediaan untuk mendengarkan “anak”, dll.
Segala teori atau konsepsi tak banyak gunanya. Nasihat sering hanya lewat, jika tidak
diberikan di saat yang tepat. Karena itu seorang anak akan lebih memerlukan teman
bermain, daripada barang mainan! Sayangnya banyak orangtua kurban ekonomi
moderen, akan merasa mutlak perlu mencari harta demi anaknya, kini dan terutama nanti.
Daripada membuang waktu untuk hadir, bermain bersama anaknya lebih senang
membelikan mainan-mainan canggih dan mahal untuk anaknya. Padahal peran orangtua
tidak dapat digantikan oleh siapa pun atau apa pun yang lain. Pembantu, baby sitter pun
tidak.
Tujuan dan orientasi orangtua hendaknya adalah agar anak merasa dicintai oleh
orangtuanya, merasa dirinya berharga di harapan orangtuanya. Kalau ini tak sampai
dirasai oleh anak, segala prestasi, posisi, pangkat, drajat orantua, sia-sia. Apalah artinya
memiliki seluruh dunia, kalau anaknya sendiri tidak “jadi orang”. Ia hanya akan
menangis menyesali diri sampai di akhirat. Harus diakui bahwa yang paling pengalaman
dalam hal rasa adalah wanita. Maka kalau orangtua, khususnya ibu dapat menggunakan
kekuatan rasa-nya untuk membantu membuat anak merasa dicintai, tentu anak akan amat
terbantu untuk menjadi dirinya sendiri.
Yang dibutuhkan anak bukan pengajaran, atau nasihat. Yang diperlukan anak adalah
pendidikan dan teladan. Pendidikan ini terjadi dalam kehidupan, dengan contoh konkret
bagaimana orangtua menjalani kehidupan ini dengan cinta dan iman. (Cf filem life is
beautiful) Contoh dan teladan hidup ini maha penting bagi pendidikan dan pembentukan
kepribadian anak. Kesalahan banyak orangtua adalah bahwa mereka berorientasi pada
hasil, bukan pada proses. Orientasi proses berarti memberi tempat dan kesempatan
kepada anak untuk keliru dan gagal dalam hidup si anak. Salah dan gagal adalah
manusiawi, maka tidak hanya perlu ditolerir, tapi itu memang hak anak, sebagai orang
yang sedang belajar. Yang penting dan perlu adalah justru bagaimana orangtua dapat
mendampingi anak mengolah pengalaman “negatif” (salah dan gagal) itu menjadi
sumber berkat dan kekuatan. Untuk itu anak perlu mengalaminya sendiri, jatuh bangun di
belantara kehidupan ini. Memanfaatkan kelemahan sebagai kekuatan untuk hidup. Itu
seni hidup. Seni yang akan makin bermutu tinggi bila diolah dalam iman. Dan itu sulit.
Oleh karena itu, yang paling mudah dan paling bagus adalah anak belajar dari contoh
dan teladan dari orangtuanya. Sebab bagi anak, orangtua (semestinya, semoga) dialami
sebagai tokoh andalan, pahlawan hidupnya.
Syukur anak dapat belajar bagaimana hidup tabah sebagai manusia yang manusiawi,
mengarungi dunia yang ganas dan penuh tantangan ini. Syukur anak dapat belajar
beriman, justru karena menyaksikan kedua orangtuanya bergulat untuk tetap dan makin
mengimani Allah, apa pun yang dialami dalam hidup ini.

2
Ketika mendampingi proses pergulatan anak, -kadang juga pergulatan dalam diri
orangtua,- itulah saat yang tepat dan indah untuk mengenalkan nilai-nilai kemanusiaan
dan nilai-nilai kristiani pada anaknya. Seyogyanya sejak dini anak dilatih untuk
menggunakan prinsip perbandingan nilai, sebagai prinsip moral utama. Bukan hanya
prinsip moral baik-buruk, hitam-putih saja. Tentu untuk ini diandaikan orangtua terbiasa
dan berpengalaman dalam prinsip perbandingan nilai ini.
Akhirnya, tentu saja orangtua perlu menyadari perlunya kemampuan untuk memproses
sesuai dengan proses pertumbuhan anak. Bagaimana metode direktif, dialektif, maupun
diskursif, dapat dikenakan secara tepat guna, juga perlu dimiliki oleh suami istri calon
orangtua anak-anak mereka.

Catatan kecil untuk diwaspadai oleh calon orangtua
Bukan karena jahat, tetapi karena saking cintanya, ada banyak orangtua yang defakto,
tindakannya membuat anak-anak mereka jadi “kurban cinta“. Seperti misalnya:
- anak-anak dijadikan artis cilik, ulama kecil, eksekutif kecil, demi memenuhi
ambisi orangtua, sehingga anak jadi tua sebelum muda.
- Anak main sombong karena harta orangtua, sehingga untuk berterimakasih,
menghargai orang lain, bahkan pembantunya pun tidak mampu dan tidak mau.
Tak ada kosa kata “terimakasih” dalam hidup si anak.
- Anak main tak peduli dalam hidup mulai di sekolah, karena anak mengejar angka
rapor, sehingga anak tak merasa perlu orang lain, apalagi teman yang “bodoh”,
“miskin”. Sebab yang baginya dan bagi orangtuanya bernilai adalah rangking
kelas.
- Terjadi “pembunuhan” jiwa anak, karena terus-menerus ditekan, diteror untuk
memenuhi kerinduan orangtua, dan orangtua tidak mau tahu, usaha dan
kemampuan anak.
- Terjadi pengkerdilan kepribadian, karena terus-menerus ditekan, dituduh, divonis,
diteror, sebagai anak yang tak tahu diri, anak yang tidak dimaui, sebagai anak
pembawa bencana dalam keluarga.
- anak-anak kehilangan masa kanak-kanaknya, menjadi tua sebelum muda, karena
anak dikurung oleh larangan bermain dengan sesama anak-anak, karena orangtua
merasa tidak aman, malu; untuk belajar dan mencoba sendiri, misalnya cuci
piring, membersihan kamarnya pun dilarang orangtua karena dianggap
memalukan orangtua, dll.
- Tindakan overprotektif dari orangtua tidak pernah mendewasakan anak; orangtua
terlalu takut terhadap pengaruh negatif dari teman-teman sebayanya, bahkan
takut sakit karena naik kendaraan umum,
- Tindakan persimisif juga tidak menguntungkan untuk pendewasaan kepribadian
anak.

3
2. Iman dan Agama
Untuk menjadi orangtua tidak cukup bermodalkan cinta antara suami istri. Orang perlu
punya pengalaman hidup sebagai orang beriman.
• Ttg iman, calon tak jauh beda dengan kebanyakan umat, masih sebatas agama, itu
pun sering amat minim; contoh: percaya bhw istri/suami adalah pemberian Tuhan
atau semata-mata hasil prestasi diri? Anak, harta, anugerah, duka?
• Defaktonya, sering orangtua membawa budaya dari keluarga atau sukunya.
Misalnya kalau ada masalah lalu lari ke “orang pinter”, atau percaya pada
kekuatan barang, atau orang tertentu
• Tradisi Gereja membuat agama lebih “masuk” dalam kehidupan rohani umat,
daripada iman
• Agama penting dan perlu sejauh iman itu hidup, tapi agama jangan dimutlakkan
• Iman: keyakinan pribadi berdasarkan pengalaman personal berelasi dengan Allah
• Agama adalah ungkapan iman personal itu dalam rangka sosialitas dengan sesama
manusia.
• Jangankan iman, tafsir tentang cinta pun seringkali sempit dan dangkal: contoh
hamil di luar nikah, dll. Dia bukan musuh, tapi diperlakukan seperti orang kusta
jaman di jaman Yesus dulu
• Gereja Perdana: Umat Beriman
• Gereja Katolik: abat 4 – abat 20 berkembang menjadi “Agama”
• Gereja Vatikan II: Umat Beriman
• Tradisi Gereja sudah berlangsung 16 abat, dan ada dalam bahaya berkembang
menjadi adat.
• Suami istri perlu memahami Trilogi Paulus: cinta, iman dan harapan.
• Ttg cinta calon pasutri sudah lumayan, tetapi tentang iman mereka perlu diolah
lebih dalam lagi.
Kesempatan kursus pernikahan ini, dapat menjadi momen yang tepat untuk menyiapkan
calon suami istri menjadi orangtua yang beriman.
Beragama belum tentu beriman. Orang beriman pun tak selalu harus punya agama
tertentu. Dalam membangun cinta suami istri, lebih baik satu iman daripada satu agama
tanpa iman yang hidup.
Untuk pendidikan, contoh/teladan selalu memegang peran kunci. Tak mungkin, dan sulit
dibayangkan seorang anak akan mampu beriman, jika tidak melihat contoh beriman dari
kedua orangtua mereka. Tumbuh tidaknya iman seseorang anak akan amat ditentukan
oleh pengalaman hidup berimannya di tengah keluarga. Sulitlah menghayati Allah
sebagai Bapa, jika di keluarga punya pengalaman negatif terhadap ayahnya. Sukar pula
untuk menghayati relasi kasih dengan Bunda Maria, jika di keluarganya si anak punya
pengalaman negatif dengan ibunya. Tak akan mudah menghayati kasih pengampunan
Allah, jika di tengah keluarga ia tak mengalami kasih pengampunan, kalau yang ada
cuma hukuman dan tuntutan semata. Iman yang hidup berarti mampu menempatkan
peristiwa dan pengalaman hidup sehari-hari dalam konteks PI (Penyelenggaraan Ilahi).

4
Oleh karena itu beriman bukan perkara muluk-muluk. Beriman dimiliki oleh setiap
orang, dalam pengalaman hidup nyata sehari-hari. Yang perlu cuma kemampuan dan
kemauan untuk merangkai, menguntai pengalaman manusiawi dengan pengalaman
relasinya dengan yang ilahi. Misalnya:
 percaya –dari pengalaman- bahwa suami/istri adalah pemberian/pilihan
Tuhan untuk istri/suami-nya
 percaya –jika mereka diberi anak oleh Tuhan- berarti Tuhan menilai
mereka sebagai suami-istri mampu mendidik anak. Karena itu bila ada
kesulitan dengan dan tentang anak, harus dicari pemecahannya pada dan
bersama Tuhan. Seperti Tuhan telah menyediakan air, tapi orang harus
menggali untuk menemukannya. Dan sebagaimana dijanjikan dan diyakini
ketika mereka berdua menikah.
 Yang mahapenting bukan satu agama, tetapi satu iman.
 Yang super penting adalah bahwa bagaimana diusahakan agar Allah
meraja dalam keluarga, dalam masing-masing anggota keluarga, apa pun
agama yang dipilihnya.
 Maka cita-cita suami istri sebaiknya bukan bagaimana mengembangkan
Gereja, tetapi bagaimana mengembangkan Kerajaan Allah.
 Yang penting bukan supaya beragama Katolik, tetapi supaya bersemangat
Kristiani: kasih, pengampunan, adil, jujur, berbagi dll.
2. Psikologi praktis:

“Mars & Venus”, Perkembangan anak dan orangtua
•
•
•
•

•

Istri dan, maupun suami perlu dilatih dan latihan untuk memahami ekspresi dan
ungkapan yang terkait dengan Mars/Venus-nya, dalam dirinya sendiri maupun
dalam diri pasangannya.
Memperhatikan manifestasi dan problematika yang timbul karena Mars dan
Venus-nya.
Psikologi/psikososiologi orangtua: karena tuntutan jaman sering orangtua
menuntut apa yang tak pernah kesampaian dalam dirinya. Akibatnya anak jadi
kurban cinta orangtua.
Psikologi anak: perkembangan anak membutuhkan orangtua yang memahami
psikologi perkembangan dalam diri anak. Contoh paling mudah adalah ketika
anak usia remaja. Pada masa itu, anak akan berpikir bahwa orangtuanya “jahat”.
Pikiran itulah yang mempengaruhi perilaku anak. Proses ini butuh waktu, dan
butuh teman untuk melewatinya. Sayangnya orangtua sering tidak siap untuk
menerima kenyataan, apalagi mendampingi anaknya, sebagai teman anaknya.
Maka tak heran bahwa yang terjadi bahwa orangtua justru menvonis, menekan,
atau mengancam anak. Akibatnya ketegangan orangtua >< anak menjadi makin
tajam.
Sebagai orang beriman, ilmu pengetahuan tidak cukup. Ia harus mengolahnya
dalam pengalaman beriman mereka.

5
4. If only … just in case
Adalah kenyataan bahwa tidak semua calon pengantin sebetulnya boleh dibilang “OK”.
Kalau saja –if only- kursus ini juga membantu para calon suami-istri untuk berdeskrisi
lebih baik, tentu akan membantu pastor dan keluarganya.
Konsern kita adalah pada anak-anak yang akan dilahirkan mereka nanti. Kalau pasangan
“tidak OK”, apa dapat diharapkan anak-anak akan OK?
Bagaimana kalau calon orangtua tersebut relasinya tidak OK ketika mereka menikah.
Entah mereka yang menikah karena kecelakaan, karena dijodohkan orangtua, atau
karena safety purposes only (daripada jadi perawan tua, mumpung ada yg mencintai dan
adore walau sebetulnya dia sendiri nggak pernah cinta pada pasangannya; Atau
pasangan yang asal tubruk aja karena nggak kesampaian menikah dengan orang yg
dicintainya, lalu memutuskan untuk menikah dengan pasangannya yang sekarang kursus
bersama). Pasangan demikian perlu diingatkan dan diperingatkan, akan kemungkinan
problematikanya serta resiko yang harus ditanggung oleh mereka, oleh keluarganya dan
juga anak-anaknya di kemudian hari.
Orangtua yang demikian, karena awalnya mereka menikah secara fungsional saja, maka
ketika mereka mendidik dan membesarkan anak pun juga bersifar “fungsional”.
Anakdilahirkan, diberi makan, disekolahkan, diberi duit, jadi gede, selesai! Bagaimana
mereka mau memikirkan apa yang terbaik yg bisa mereka berikan untuk anak, kalau
kehadiran anak itu sendiri tidak pernah menyentuh kehidupan mereka. Bukankah
mencintai artinya memberikan yang terbaik bagi pribadi yang dikasihi ? If only, … just in
case, ada pasangan yang gak OK, yang istimewa seperti itu, apakah mungkin dalam
kursus ini dapat dicegah untuk menikah? Pastur kiranya tidak mungkin melakukannya,
apakah di dalam kursus ini calon tersebut dapat diberi lampu kuning?

5. Catatan tentang keteladanan orangtua
Orangtua harus memberikan contoh terbaik. Mesti diwaspadai pula bahwa pengertian
“terbaik” ini pun relatif. Kalau ibunya lebih senang dugem (dunia gemerlap), jelas yang
terbaik adalah kalau anaknya cantik, modis, bergaya, dsb. Kalau ibunya ilmuwan, jelas
yang terbaik adalah anak jadi pinter dsb. Demikian juga kalau bapaknya punya prinsipp
bersikap adil (terhadap selir-selirnya), ya si anak pasti punya perbendaharaan kalau
banyak cewek nggak apa-apa asal adil. Kalau orang tua selingkuh dsb., ya di kamus
hidup si anak pasti isinya nggak jauh-jauh dari situ. Intinya, orang tua jelas harus punya
perbendaharaan (baca: value) yang banyak (yang baik tentunya), agar bisa juga diberikan
ke anaknya. Nemo? quod non habet. Dapatkah Bunda Maria dan Yosef dijadikan teladan
para orangtua sepanjang jaman? Semoga!

YR Widadaprayitna, SJ
20. 05. 2003

6

More Related Content

What's hot

Retiro espiritual (sacerdotes)
Retiro espiritual (sacerdotes)Retiro espiritual (sacerdotes)
Retiro espiritual (sacerdotes)
Eymard Puerto
 
Diversos temas para formación de sacerdotes
Diversos temas para formación de sacerdotesDiversos temas para formación de sacerdotes
Diversos temas para formación de sacerdotes
Manuel Alfonso Reales
 

What's hot (12)

Luận văn: Tội vi phạm các quy định về khai thác và bảo vệ rừng, 9đ
Luận văn: Tội vi phạm các quy định về khai thác và bảo vệ rừng, 9đLuận văn: Tội vi phạm các quy định về khai thác và bảo vệ rừng, 9đ
Luận văn: Tội vi phạm các quy định về khai thác và bảo vệ rừng, 9đ
 
Retiro espiritual (sacerdotes)
Retiro espiritual (sacerdotes)Retiro espiritual (sacerdotes)
Retiro espiritual (sacerdotes)
 
The Danger of Ungodly Fellowship!
The Danger of Ungodly Fellowship!The Danger of Ungodly Fellowship!
The Danger of Ungodly Fellowship!
 
Romans 14, Non-Essentials, Legalism, Judging Others, weak in faith, Stumble
Romans 14, Non-Essentials, Legalism, Judging Others, weak in faith, StumbleRomans 14, Non-Essentials, Legalism, Judging Others, weak in faith, Stumble
Romans 14, Non-Essentials, Legalism, Judging Others, weak in faith, Stumble
 
13 cost of discipleship
13 cost of discipleship13 cost of discipleship
13 cost of discipleship
 
Luận án: Pháp luật tố tụng phong kiến Việt Nam từ thế kỷ XV đến XIX
Luận án: Pháp luật tố tụng phong kiến Việt Nam từ thế kỷ XV đến XIXLuận án: Pháp luật tố tụng phong kiến Việt Nam từ thế kỷ XV đến XIX
Luận án: Pháp luật tố tụng phong kiến Việt Nam từ thế kỷ XV đến XIX
 
Manual de sectas
Manual de sectasManual de sectas
Manual de sectas
 
Vai trò của kiểm sát viên tại phiên tòa dân sự,Vai trò của Kiểm sát viên tại ...
Vai trò của kiểm sát viên tại phiên tòa dân sự,Vai trò của Kiểm sát viên tại ...Vai trò của kiểm sát viên tại phiên tòa dân sự,Vai trò của Kiểm sát viên tại ...
Vai trò của kiểm sát viên tại phiên tòa dân sự,Vai trò của Kiểm sát viên tại ...
 
Diversos temas para formación de sacerdotes
Diversos temas para formación de sacerdotesDiversos temas para formación de sacerdotes
Diversos temas para formación de sacerdotes
 
LA IMPORTANCIA DE LLEVAR FRUTO Jn 15_1-8.pptx
LA IMPORTANCIA DE LLEVAR FRUTO Jn 15_1-8.pptxLA IMPORTANCIA DE LLEVAR FRUTO Jn 15_1-8.pptx
LA IMPORTANCIA DE LLEVAR FRUTO Jn 15_1-8.pptx
 
Rs 35: SACRAMENT OF MATRIMONY/ MARRIAGE
Rs 35: SACRAMENT OF MATRIMONY/ MARRIAGERs 35: SACRAMENT OF MATRIMONY/ MARRIAGE
Rs 35: SACRAMENT OF MATRIMONY/ MARRIAGE
 
“Traditions, Are They Good or Bad?"
“Traditions, Are They Good or Bad?"“Traditions, Are They Good or Bad?"
“Traditions, Are They Good or Bad?"
 

Similar to Panggilan menjadi orangtua

Kenakalan Remaja
Kenakalan RemajaKenakalan Remaja
Kenakalan Remaja
imamgazpada
 
Peranan keluarga dalam menangani gejala (pidato)
Peranan keluarga dalam menangani gejala (pidato)Peranan keluarga dalam menangani gejala (pidato)
Peranan keluarga dalam menangani gejala (pidato)
Marzura Abu Bakar
 
Memahami peran remaja dalam keluarga
Memahami peran remaja dalam keluargaMemahami peran remaja dalam keluarga
Memahami peran remaja dalam keluarga
Badrus Baedowi Majid
 
buletin IFL Mei-Juni'13
buletin IFL Mei-Juni'13buletin IFL Mei-Juni'13
buletin IFL Mei-Juni'13
ifutureleaders
 
Rahsia perangai anak
Rahsia perangai anakRahsia perangai anak
Rahsia perangai anak
dhiyadamia
 
Slide show berkenaan "anak derhaka"
Slide show berkenaan "anak derhaka"Slide show berkenaan "anak derhaka"
Slide show berkenaan "anak derhaka"
Effa Fazlaili
 
Anggota kehidupan keluarga
Anggota kehidupan keluargaAnggota kehidupan keluarga
Anggota kehidupan keluarga
Iyens Syeikhbu
 
Anggota kehidupan keluarga
Anggota kehidupan keluargaAnggota kehidupan keluarga
Anggota kehidupan keluarga
Iyens Syeikhbu
 

Similar to Panggilan menjadi orangtua (20)

Pentingnya edukasi untuk orang tua tentang anak aqil baligh kel 3 bun say tan...
Pentingnya edukasi untuk orang tua tentang anak aqil baligh kel 3 bun say tan...Pentingnya edukasi untuk orang tua tentang anak aqil baligh kel 3 bun say tan...
Pentingnya edukasi untuk orang tua tentang anak aqil baligh kel 3 bun say tan...
 
Bfamilynd health pk asgm^^
Bfamilynd health pk asgm^^Bfamilynd health pk asgm^^
Bfamilynd health pk asgm^^
 
Pertemuan 9-Pergaulan Muda-i Kristen.pptx
Pertemuan 9-Pergaulan Muda-i  Kristen.pptxPertemuan 9-Pergaulan Muda-i  Kristen.pptx
Pertemuan 9-Pergaulan Muda-i Kristen.pptx
 
Kenakalan Remaja
Kenakalan RemajaKenakalan Remaja
Kenakalan Remaja
 
Peranan keluarga dalam menangani gejala (pidato)
Peranan keluarga dalam menangani gejala (pidato)Peranan keluarga dalam menangani gejala (pidato)
Peranan keluarga dalam menangani gejala (pidato)
 
Memahami peran remaja dalam keluarga
Memahami peran remaja dalam keluargaMemahami peran remaja dalam keluarga
Memahami peran remaja dalam keluarga
 
PK T4 KSSM Unit 1 PEERS KEKELUARGAAN.pptx
PK T4 KSSM Unit 1 PEERS KEKELUARGAAN.pptxPK T4 KSSM Unit 1 PEERS KEKELUARGAAN.pptx
PK T4 KSSM Unit 1 PEERS KEKELUARGAAN.pptx
 
buletin IFL Mei-Juni'13
buletin IFL Mei-Juni'13buletin IFL Mei-Juni'13
buletin IFL Mei-Juni'13
 
Pd (tugasan 2)
Pd (tugasan 2)Pd (tugasan 2)
Pd (tugasan 2)
 
Rahsia perangai anak
Rahsia perangai anakRahsia perangai anak
Rahsia perangai anak
 
Artkel 3 Mengelola Persepsi
Artkel 3 Mengelola PersepsiArtkel 3 Mengelola Persepsi
Artkel 3 Mengelola Persepsi
 
Peran Orang Tua dalam Membimbing Karir Pada Anak
Peran Orang Tua dalam Membimbing Karir Pada AnakPeran Orang Tua dalam Membimbing Karir Pada Anak
Peran Orang Tua dalam Membimbing Karir Pada Anak
 
Educational Psychology
Educational PsychologyEducational Psychology
Educational Psychology
 
Slide show berkenaan "anak derhaka"
Slide show berkenaan "anak derhaka"Slide show berkenaan "anak derhaka"
Slide show berkenaan "anak derhaka"
 
Pd (tugasan 2)
Pd (tugasan 2)Pd (tugasan 2)
Pd (tugasan 2)
 
Sex education
Sex educationSex education
Sex education
 
Anggota kehidupan keluarga
Anggota kehidupan keluargaAnggota kehidupan keluarga
Anggota kehidupan keluarga
 
Anggota kehidupan keluarga
Anggota kehidupan keluargaAnggota kehidupan keluarga
Anggota kehidupan keluarga
 
Remaja Sebagai Calon Pasutri
Remaja Sebagai Calon PasutriRemaja Sebagai Calon Pasutri
Remaja Sebagai Calon Pasutri
 
Eem432 isu dan trend dlm pendidikan moral (1)
Eem432   isu dan trend dlm pendidikan moral (1)Eem432   isu dan trend dlm pendidikan moral (1)
Eem432 isu dan trend dlm pendidikan moral (1)
 

More from YR Widadaprayitna

Litani santa maria bunda keluarga beriman
Litani santa maria bunda keluarga berimanLitani santa maria bunda keluarga beriman
Litani santa maria bunda keluarga beriman
YR Widadaprayitna
 
Nasib kaum muda dalam gereja
Nasib kaum muda dalam gerejaNasib kaum muda dalam gereja
Nasib kaum muda dalam gereja
YR Widadaprayitna
 

More from YR Widadaprayitna (20)

Jadilah kehendakMu Tuhan
Jadilah kehendakMu TuhanJadilah kehendakMu Tuhan
Jadilah kehendakMu Tuhan
 
Anak Digendong
Anak DigendongAnak Digendong
Anak Digendong
 
Anak Menangis
Anak  MenangisAnak  Menangis
Anak Menangis
 
MPASI
MPASIMPASI
MPASI
 
Asi formula
Asi   formulaAsi   formula
Asi formula
 
Belajar berkeluarga dari Maria Yosef
Belajar berkeluarga dari Maria YosefBelajar berkeluarga dari Maria Yosef
Belajar berkeluarga dari Maria Yosef
 
Retret keluarga 2015
Retret keluarga 2015Retret keluarga 2015
Retret keluarga 2015
 
Litani santa maria bunda keluarga beriman
Litani santa maria bunda keluarga berimanLitani santa maria bunda keluarga beriman
Litani santa maria bunda keluarga beriman
 
DEVOSI MARIA
DEVOSI MARIADEVOSI MARIA
DEVOSI MARIA
 
BULAN MARIA
BULAN   MARIABULAN   MARIA
BULAN MARIA
 
Retret keluarga 2014
Retret keluarga 2014Retret keluarga 2014
Retret keluarga 2014
 
Liturgi kontekstual
Liturgi kontekstualLiturgi kontekstual
Liturgi kontekstual
 
Ibadat
IbadatIbadat
Ibadat
 
Perayaan ekaristi
Perayaan ekaristiPerayaan ekaristi
Perayaan ekaristi
 
Liturgi gereja vatikan ii
Liturgi gereja vatikan iiLiturgi gereja vatikan ii
Liturgi gereja vatikan ii
 
Hukum&moral perkawinan katolik
Hukum&moral perkawinan katolikHukum&moral perkawinan katolik
Hukum&moral perkawinan katolik
 
Gereja vatikan II
Gereja vatikan IIGereja vatikan II
Gereja vatikan II
 
Liturgi kontekstual 2001
Liturgi kontekstual 2001Liturgi kontekstual 2001
Liturgi kontekstual 2001
 
Buku pertanyaan pernikahan
Buku pertanyaan pernikahanBuku pertanyaan pernikahan
Buku pertanyaan pernikahan
 
Nasib kaum muda dalam gereja
Nasib kaum muda dalam gerejaNasib kaum muda dalam gereja
Nasib kaum muda dalam gereja
 

Recently uploaded (7)

SIAPAKAH KITA DI DALAM KRISTUS.pptx BULAN MEI
SIAPAKAH KITA DI DALAM KRISTUS.pptx BULAN MEISIAPAKAH KITA DI DALAM KRISTUS.pptx BULAN MEI
SIAPAKAH KITA DI DALAM KRISTUS.pptx BULAN MEI
 
KEL 1 HAKIKAT IBADAH dalam ajaran agama islam
KEL 1 HAKIKAT IBADAH dalam ajaran agama islamKEL 1 HAKIKAT IBADAH dalam ajaran agama islam
KEL 1 HAKIKAT IBADAH dalam ajaran agama islam
 
Perintah Tuhan untuk Nabi Hosea Mengawini Perempuan Sundal
Perintah Tuhan untuk Nabi Hosea Mengawini Perempuan SundalPerintah Tuhan untuk Nabi Hosea Mengawini Perempuan Sundal
Perintah Tuhan untuk Nabi Hosea Mengawini Perempuan Sundal
 
4 RAHSIA UMUR PANJANG BAGI ORANG KRISTEN.ppt
4 RAHSIA UMUR PANJANG BAGI ORANG KRISTEN.ppt4 RAHSIA UMUR PANJANG BAGI ORANG KRISTEN.ppt
4 RAHSIA UMUR PANJANG BAGI ORANG KRISTEN.ppt
 
APA YANG TERJADI SEKARANG NEW.pptx BULAN MEI 2024
APA YANG TERJADI SEKARANG NEW.pptx BULAN MEI 2024APA YANG TERJADI SEKARANG NEW.pptx BULAN MEI 2024
APA YANG TERJADI SEKARANG NEW.pptx BULAN MEI 2024
 
PPT puasa: menjekaskan tentang pengertian puasa dan hal hak yang berkaitan te...
PPT puasa: menjekaskan tentang pengertian puasa dan hal hak yang berkaitan te...PPT puasa: menjekaskan tentang pengertian puasa dan hal hak yang berkaitan te...
PPT puasa: menjekaskan tentang pengertian puasa dan hal hak yang berkaitan te...
 
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 7
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 7Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 7
Sekolah Sabat - Triwulan 2 2024 - Pelajaran 7
 

Panggilan menjadi orangtua

  • 1. Catatan tambahan Modul Kursus Persiapan Pernikahan Keuskupan Agung Jakarta 20 Mei 2003 1. Panggilan menjadi Orangtua • • • • “Akulah yang memilih kamu menjadi orangtua”, panggilan Tuhan. “Jangan katakan aku ini masih muda”: tak pernah ada orang yang siap menjadi orangtua; tak ada teori yang sanggup membekali bagaimana menjadi orangtua jaman ini Setiap anak adalah anugerahNya; Tuhan sendiri punya rencana dan sediakan sarana untuk membesarkannya (menyiapkan demi panggilan dan pengutusannya) “Buah jatuhnya tak jauh dari pohonnya”, “kacang mangsa ninggala lanjaran”! perlu dan penting berkaitan dengan peran orangtua bagi anak-anaknya. Menjadi orangtua tidak sama dengan menjadi suami istri. Untuk menjadi suami istri, persiapan cinta sudah diproses lama. Iman sebagai calon suami-istri juga sudah cukup digulati dalam masa persiapan mereka sejak pacaran. Yang barangkali masih perlu waktu dan perjuangan adalah pergulatan psikologis, sosio ekonomi dan budaya, dari satu pribadi sendirian menjadi satu keutuhan dua pribadi yang komplementer. Untuk itu mendalami psikologi pria dan wanita, Mars dan Venus, dan mengolahnya dalam hidup sehari-hari akan menolong. Untuk menjadi orangtua, perlu • Kematangan pribadi, fisik dan psikik • Cinta yang altruis, bukan cinta diri lagi • Iman yang hidup, yang mendasari setiap pergulatan konkret sehar-hari • Rasa perasa yang matang, manusiawi, dan balans Lima (5) tahun pertama seorang anak manusia (dihitung sejak mulai dikandung) terbukti secara ilmiah, amat menentukan merah hijau-nya pribadi si anak. Lima tahun pertama OK, seluruh pribadinya, punya dasar OK, tinggal pengembangannya kemudian. Lima tahun pertama tak OK, seluruh hidupnya pasti berantakan, karena pribadinya tidak OK. Betapa pentingnya 5 tahun pertama dalam hidup seorang anak manusia. Pada masa 5 tahun pertama itu, komunikasi anak masih mengandalkan rasa, bukan indera. Komunikasi rasa punya akurasi tinggi, daya rekam peka dan pekat. Tetapi kelemahnnya, sekali terekam keliru, sulit diedit kembali. Sejalan dengan proses perkembangan anak, “rekaman” itu sering tersimpan di bawah sadar, namun tetap mengendalikan perilaku si anak. Misalnya ketika anak merasa ditolak oleh orangtuanya, -jika tidak disadari dan diolah dengan baik-, maka selama hidup ia dapat merasa diri tidak berharga. Dia merasa bahwa dirinya tak layak hidup, sebab orang yang “katanya” 1
  • 2. mencintai pun menolaknya, apalagi orang lain di dunia ini. Padahal orangtuanya mungkin sudah lupa bahwa “dulu pernah menolaknya”. Pada masa lima tahun itu, yang dibutuhkan anak adalah rasa dicinta. Ia perlu cinta, perlu kasih yang konkret dan nyata. Anak tidak butuh harta dan tidak mengerti kata. Kasih nyata itu bentuknya sering amat sederhana: kehadiran, kebersamaan, sentuhan, belaian, gendongan, penerimaan, pengampunan serta kesediaan untuk mendengarkan “anak”, dll. Segala teori atau konsepsi tak banyak gunanya. Nasihat sering hanya lewat, jika tidak diberikan di saat yang tepat. Karena itu seorang anak akan lebih memerlukan teman bermain, daripada barang mainan! Sayangnya banyak orangtua kurban ekonomi moderen, akan merasa mutlak perlu mencari harta demi anaknya, kini dan terutama nanti. Daripada membuang waktu untuk hadir, bermain bersama anaknya lebih senang membelikan mainan-mainan canggih dan mahal untuk anaknya. Padahal peran orangtua tidak dapat digantikan oleh siapa pun atau apa pun yang lain. Pembantu, baby sitter pun tidak. Tujuan dan orientasi orangtua hendaknya adalah agar anak merasa dicintai oleh orangtuanya, merasa dirinya berharga di harapan orangtuanya. Kalau ini tak sampai dirasai oleh anak, segala prestasi, posisi, pangkat, drajat orantua, sia-sia. Apalah artinya memiliki seluruh dunia, kalau anaknya sendiri tidak “jadi orang”. Ia hanya akan menangis menyesali diri sampai di akhirat. Harus diakui bahwa yang paling pengalaman dalam hal rasa adalah wanita. Maka kalau orangtua, khususnya ibu dapat menggunakan kekuatan rasa-nya untuk membantu membuat anak merasa dicintai, tentu anak akan amat terbantu untuk menjadi dirinya sendiri. Yang dibutuhkan anak bukan pengajaran, atau nasihat. Yang diperlukan anak adalah pendidikan dan teladan. Pendidikan ini terjadi dalam kehidupan, dengan contoh konkret bagaimana orangtua menjalani kehidupan ini dengan cinta dan iman. (Cf filem life is beautiful) Contoh dan teladan hidup ini maha penting bagi pendidikan dan pembentukan kepribadian anak. Kesalahan banyak orangtua adalah bahwa mereka berorientasi pada hasil, bukan pada proses. Orientasi proses berarti memberi tempat dan kesempatan kepada anak untuk keliru dan gagal dalam hidup si anak. Salah dan gagal adalah manusiawi, maka tidak hanya perlu ditolerir, tapi itu memang hak anak, sebagai orang yang sedang belajar. Yang penting dan perlu adalah justru bagaimana orangtua dapat mendampingi anak mengolah pengalaman “negatif” (salah dan gagal) itu menjadi sumber berkat dan kekuatan. Untuk itu anak perlu mengalaminya sendiri, jatuh bangun di belantara kehidupan ini. Memanfaatkan kelemahan sebagai kekuatan untuk hidup. Itu seni hidup. Seni yang akan makin bermutu tinggi bila diolah dalam iman. Dan itu sulit. Oleh karena itu, yang paling mudah dan paling bagus adalah anak belajar dari contoh dan teladan dari orangtuanya. Sebab bagi anak, orangtua (semestinya, semoga) dialami sebagai tokoh andalan, pahlawan hidupnya. Syukur anak dapat belajar bagaimana hidup tabah sebagai manusia yang manusiawi, mengarungi dunia yang ganas dan penuh tantangan ini. Syukur anak dapat belajar beriman, justru karena menyaksikan kedua orangtuanya bergulat untuk tetap dan makin mengimani Allah, apa pun yang dialami dalam hidup ini. 2
  • 3. Ketika mendampingi proses pergulatan anak, -kadang juga pergulatan dalam diri orangtua,- itulah saat yang tepat dan indah untuk mengenalkan nilai-nilai kemanusiaan dan nilai-nilai kristiani pada anaknya. Seyogyanya sejak dini anak dilatih untuk menggunakan prinsip perbandingan nilai, sebagai prinsip moral utama. Bukan hanya prinsip moral baik-buruk, hitam-putih saja. Tentu untuk ini diandaikan orangtua terbiasa dan berpengalaman dalam prinsip perbandingan nilai ini. Akhirnya, tentu saja orangtua perlu menyadari perlunya kemampuan untuk memproses sesuai dengan proses pertumbuhan anak. Bagaimana metode direktif, dialektif, maupun diskursif, dapat dikenakan secara tepat guna, juga perlu dimiliki oleh suami istri calon orangtua anak-anak mereka. Catatan kecil untuk diwaspadai oleh calon orangtua Bukan karena jahat, tetapi karena saking cintanya, ada banyak orangtua yang defakto, tindakannya membuat anak-anak mereka jadi “kurban cinta“. Seperti misalnya: - anak-anak dijadikan artis cilik, ulama kecil, eksekutif kecil, demi memenuhi ambisi orangtua, sehingga anak jadi tua sebelum muda. - Anak main sombong karena harta orangtua, sehingga untuk berterimakasih, menghargai orang lain, bahkan pembantunya pun tidak mampu dan tidak mau. Tak ada kosa kata “terimakasih” dalam hidup si anak. - Anak main tak peduli dalam hidup mulai di sekolah, karena anak mengejar angka rapor, sehingga anak tak merasa perlu orang lain, apalagi teman yang “bodoh”, “miskin”. Sebab yang baginya dan bagi orangtuanya bernilai adalah rangking kelas. - Terjadi “pembunuhan” jiwa anak, karena terus-menerus ditekan, diteror untuk memenuhi kerinduan orangtua, dan orangtua tidak mau tahu, usaha dan kemampuan anak. - Terjadi pengkerdilan kepribadian, karena terus-menerus ditekan, dituduh, divonis, diteror, sebagai anak yang tak tahu diri, anak yang tidak dimaui, sebagai anak pembawa bencana dalam keluarga. - anak-anak kehilangan masa kanak-kanaknya, menjadi tua sebelum muda, karena anak dikurung oleh larangan bermain dengan sesama anak-anak, karena orangtua merasa tidak aman, malu; untuk belajar dan mencoba sendiri, misalnya cuci piring, membersihan kamarnya pun dilarang orangtua karena dianggap memalukan orangtua, dll. - Tindakan overprotektif dari orangtua tidak pernah mendewasakan anak; orangtua terlalu takut terhadap pengaruh negatif dari teman-teman sebayanya, bahkan takut sakit karena naik kendaraan umum, - Tindakan persimisif juga tidak menguntungkan untuk pendewasaan kepribadian anak. 3
  • 4. 2. Iman dan Agama Untuk menjadi orangtua tidak cukup bermodalkan cinta antara suami istri. Orang perlu punya pengalaman hidup sebagai orang beriman. • Ttg iman, calon tak jauh beda dengan kebanyakan umat, masih sebatas agama, itu pun sering amat minim; contoh: percaya bhw istri/suami adalah pemberian Tuhan atau semata-mata hasil prestasi diri? Anak, harta, anugerah, duka? • Defaktonya, sering orangtua membawa budaya dari keluarga atau sukunya. Misalnya kalau ada masalah lalu lari ke “orang pinter”, atau percaya pada kekuatan barang, atau orang tertentu • Tradisi Gereja membuat agama lebih “masuk” dalam kehidupan rohani umat, daripada iman • Agama penting dan perlu sejauh iman itu hidup, tapi agama jangan dimutlakkan • Iman: keyakinan pribadi berdasarkan pengalaman personal berelasi dengan Allah • Agama adalah ungkapan iman personal itu dalam rangka sosialitas dengan sesama manusia. • Jangankan iman, tafsir tentang cinta pun seringkali sempit dan dangkal: contoh hamil di luar nikah, dll. Dia bukan musuh, tapi diperlakukan seperti orang kusta jaman di jaman Yesus dulu • Gereja Perdana: Umat Beriman • Gereja Katolik: abat 4 – abat 20 berkembang menjadi “Agama” • Gereja Vatikan II: Umat Beriman • Tradisi Gereja sudah berlangsung 16 abat, dan ada dalam bahaya berkembang menjadi adat. • Suami istri perlu memahami Trilogi Paulus: cinta, iman dan harapan. • Ttg cinta calon pasutri sudah lumayan, tetapi tentang iman mereka perlu diolah lebih dalam lagi. Kesempatan kursus pernikahan ini, dapat menjadi momen yang tepat untuk menyiapkan calon suami istri menjadi orangtua yang beriman. Beragama belum tentu beriman. Orang beriman pun tak selalu harus punya agama tertentu. Dalam membangun cinta suami istri, lebih baik satu iman daripada satu agama tanpa iman yang hidup. Untuk pendidikan, contoh/teladan selalu memegang peran kunci. Tak mungkin, dan sulit dibayangkan seorang anak akan mampu beriman, jika tidak melihat contoh beriman dari kedua orangtua mereka. Tumbuh tidaknya iman seseorang anak akan amat ditentukan oleh pengalaman hidup berimannya di tengah keluarga. Sulitlah menghayati Allah sebagai Bapa, jika di keluarga punya pengalaman negatif terhadap ayahnya. Sukar pula untuk menghayati relasi kasih dengan Bunda Maria, jika di keluarganya si anak punya pengalaman negatif dengan ibunya. Tak akan mudah menghayati kasih pengampunan Allah, jika di tengah keluarga ia tak mengalami kasih pengampunan, kalau yang ada cuma hukuman dan tuntutan semata. Iman yang hidup berarti mampu menempatkan peristiwa dan pengalaman hidup sehari-hari dalam konteks PI (Penyelenggaraan Ilahi). 4
  • 5. Oleh karena itu beriman bukan perkara muluk-muluk. Beriman dimiliki oleh setiap orang, dalam pengalaman hidup nyata sehari-hari. Yang perlu cuma kemampuan dan kemauan untuk merangkai, menguntai pengalaman manusiawi dengan pengalaman relasinya dengan yang ilahi. Misalnya:  percaya –dari pengalaman- bahwa suami/istri adalah pemberian/pilihan Tuhan untuk istri/suami-nya  percaya –jika mereka diberi anak oleh Tuhan- berarti Tuhan menilai mereka sebagai suami-istri mampu mendidik anak. Karena itu bila ada kesulitan dengan dan tentang anak, harus dicari pemecahannya pada dan bersama Tuhan. Seperti Tuhan telah menyediakan air, tapi orang harus menggali untuk menemukannya. Dan sebagaimana dijanjikan dan diyakini ketika mereka berdua menikah.  Yang mahapenting bukan satu agama, tetapi satu iman.  Yang super penting adalah bahwa bagaimana diusahakan agar Allah meraja dalam keluarga, dalam masing-masing anggota keluarga, apa pun agama yang dipilihnya.  Maka cita-cita suami istri sebaiknya bukan bagaimana mengembangkan Gereja, tetapi bagaimana mengembangkan Kerajaan Allah.  Yang penting bukan supaya beragama Katolik, tetapi supaya bersemangat Kristiani: kasih, pengampunan, adil, jujur, berbagi dll. 2. Psikologi praktis: “Mars & Venus”, Perkembangan anak dan orangtua • • • • • Istri dan, maupun suami perlu dilatih dan latihan untuk memahami ekspresi dan ungkapan yang terkait dengan Mars/Venus-nya, dalam dirinya sendiri maupun dalam diri pasangannya. Memperhatikan manifestasi dan problematika yang timbul karena Mars dan Venus-nya. Psikologi/psikososiologi orangtua: karena tuntutan jaman sering orangtua menuntut apa yang tak pernah kesampaian dalam dirinya. Akibatnya anak jadi kurban cinta orangtua. Psikologi anak: perkembangan anak membutuhkan orangtua yang memahami psikologi perkembangan dalam diri anak. Contoh paling mudah adalah ketika anak usia remaja. Pada masa itu, anak akan berpikir bahwa orangtuanya “jahat”. Pikiran itulah yang mempengaruhi perilaku anak. Proses ini butuh waktu, dan butuh teman untuk melewatinya. Sayangnya orangtua sering tidak siap untuk menerima kenyataan, apalagi mendampingi anaknya, sebagai teman anaknya. Maka tak heran bahwa yang terjadi bahwa orangtua justru menvonis, menekan, atau mengancam anak. Akibatnya ketegangan orangtua >< anak menjadi makin tajam. Sebagai orang beriman, ilmu pengetahuan tidak cukup. Ia harus mengolahnya dalam pengalaman beriman mereka. 5
  • 6. 4. If only … just in case Adalah kenyataan bahwa tidak semua calon pengantin sebetulnya boleh dibilang “OK”. Kalau saja –if only- kursus ini juga membantu para calon suami-istri untuk berdeskrisi lebih baik, tentu akan membantu pastor dan keluarganya. Konsern kita adalah pada anak-anak yang akan dilahirkan mereka nanti. Kalau pasangan “tidak OK”, apa dapat diharapkan anak-anak akan OK? Bagaimana kalau calon orangtua tersebut relasinya tidak OK ketika mereka menikah. Entah mereka yang menikah karena kecelakaan, karena dijodohkan orangtua, atau karena safety purposes only (daripada jadi perawan tua, mumpung ada yg mencintai dan adore walau sebetulnya dia sendiri nggak pernah cinta pada pasangannya; Atau pasangan yang asal tubruk aja karena nggak kesampaian menikah dengan orang yg dicintainya, lalu memutuskan untuk menikah dengan pasangannya yang sekarang kursus bersama). Pasangan demikian perlu diingatkan dan diperingatkan, akan kemungkinan problematikanya serta resiko yang harus ditanggung oleh mereka, oleh keluarganya dan juga anak-anaknya di kemudian hari. Orangtua yang demikian, karena awalnya mereka menikah secara fungsional saja, maka ketika mereka mendidik dan membesarkan anak pun juga bersifar “fungsional”. Anakdilahirkan, diberi makan, disekolahkan, diberi duit, jadi gede, selesai! Bagaimana mereka mau memikirkan apa yang terbaik yg bisa mereka berikan untuk anak, kalau kehadiran anak itu sendiri tidak pernah menyentuh kehidupan mereka. Bukankah mencintai artinya memberikan yang terbaik bagi pribadi yang dikasihi ? If only, … just in case, ada pasangan yang gak OK, yang istimewa seperti itu, apakah mungkin dalam kursus ini dapat dicegah untuk menikah? Pastur kiranya tidak mungkin melakukannya, apakah di dalam kursus ini calon tersebut dapat diberi lampu kuning? 5. Catatan tentang keteladanan orangtua Orangtua harus memberikan contoh terbaik. Mesti diwaspadai pula bahwa pengertian “terbaik” ini pun relatif. Kalau ibunya lebih senang dugem (dunia gemerlap), jelas yang terbaik adalah kalau anaknya cantik, modis, bergaya, dsb. Kalau ibunya ilmuwan, jelas yang terbaik adalah anak jadi pinter dsb. Demikian juga kalau bapaknya punya prinsipp bersikap adil (terhadap selir-selirnya), ya si anak pasti punya perbendaharaan kalau banyak cewek nggak apa-apa asal adil. Kalau orang tua selingkuh dsb., ya di kamus hidup si anak pasti isinya nggak jauh-jauh dari situ. Intinya, orang tua jelas harus punya perbendaharaan (baca: value) yang banyak (yang baik tentunya), agar bisa juga diberikan ke anaknya. Nemo? quod non habet. Dapatkah Bunda Maria dan Yosef dijadikan teladan para orangtua sepanjang jaman? Semoga! YR Widadaprayitna, SJ 20. 05. 2003 6