SlideShare a Scribd company logo
1 of 14
Download to read offline
1
Mampu menganalisis hakekat amal shaleh dan unsur-unsur iman yang mendasari
dalam implementasinya.
Mendefinisikan hakekat amal Shalih.
1. Menganalisis terbentuknya amal Shalih, berdasarkan konsep iman; tawakkal,
ikhlas, shabar, dan syukur.
2. Membedakan antara amal Shalih dan amal baik dalam kehidupan sehari-hari.
URAIAN MATERI
1. HAKEKAT AMAL SHALIH
Menurut bahasa “Amal Shaleh”, berarti perbutan yang baik, bermanfaat, selamat, atau
cocok. Sedang menurut istilah terdapat beberapa definisi, antara lain:
Menurut Zamahsyari’ amal shalih diartikan sebagai semua perbuatan yang sesuai
dengan ajaran al-Qur’an dan Sunnah Nabi Saw. Amal shalih juga disefinisikan sebagi
perbuatan baik yang dilakukan seseorang karena Allah Swt. dengan tujuan untuk mendapatkan
rahmat dan ridha-Nya, baik menjalankan perintah maupun menjalankan perintah maupun
menjauhi larangan-Nya. sesuai dengan aturan-aturan ajaran Islam.
Dilihat dari hubungan antara manusia sebagai makhluk dan Allah Swt. sebagai Khalik,
maka amal shalih dapat didefinisikan dengan semua perbuatan yang dilakukan hamba kepada
Allah Swt. sebagai bentuk pengabdiannya yang didasari dengan iman. Didasari dengan iman
artinya disyaratkan dengan keyakinan dan pengetahuan yang benar.
Siapapun yang amalnya ingin menjadi amal shalih, maka ia harus beriman kepada Allah
Swt. terlebih dahulu, lalu memiliki ilmu yang cukup sebelum tawakkal. Ini sebagai syarat
supaya pelaksanaannya dapat dikerjakan dengan benar. Kemudian ia harus ikhlas hanya karena
KEGIATAN BELAJAR 2:
CAPAIAN PEMBELAJARAN
INDIKATOR KOMPETENSI
2
Allah, bersabar dan atau bersyukur dalam pelaksaanya. Dan terakhir ridha terhadap semua
keputusan Allah Swt. dengan hasil dari ikhtiar dan amal kita.
Untuk lebih mudah memahami hakekat dari amal shalih Saudara dapat melihat gambar
di bawah ini.
Keterangan:
Untuk bisa menilai amal Saudara shaleh atau tidak, Saudara harus menjawab “YA”
pmelalui proses sebagai berikut:
1. Sebelum mengamalkan sesuatu pastikan dahulu, tanyakan pada diri Saudara sendiri,
apakah Saudara sudah mempunyai rencana yang matang? Rencana yang didasari
iman dan pengetahuan yag cukup tentang apa yang Saudara akan kerjakan? Karena
siapa yang beramal tanpa ilmu, amalnya tidak akan diterima. Jika jawaban Saudara
“TIDAK” berarti salah, batal atau rusak. Artinya amal Saudara tidak dapat
YA
YA
DIAMALKAN DENGAN SABAR DAN
ATAU SYUKUR?
YA
RIDHA DENGAN KEPUTUSAN ALLAH?
TIDAK
SALAH/BATAL/RUSAK
TIDAK
SALAH/BATAL/RUSAK
AMAL SHALIH
PUNYA RENCANA YANG MATANG (TEKAD DAN TAWAKKAL)?
YA
DIMULAI DENGAN IKHLAS, NIAT
HANYA KARENA ALLAH ?
TIDAK
SALAH/BATAL/RUSAK
TIDAK
SALAH/BATAL/RUSAK
3
dikategorikan amal shalih, meskipun menurut pandangan manusia mungkin baik.
Jika jawaban Saudara “YA”, maka lanjutkan.
2. Apabila jawaban Saudara “Ya” sudah, maka tanyakan lagi apakah yang Saudara
amalkan niatnya hanya untuk mendapatkan ridha Allah Swt. semata. Dan
menyerahkan penilaiannya juga hanya kepada-Nya? Apabila jawaban Saudara
ternyata masih ada sedikit saja ingin dinilai oleh selain Allah Swt. apalagi ingin
imbalan dari yang lain misalnya ucapan terima kasih. Berarti jawaban Saudara
hakekatnya “TIDAK” dan amal Saudara termasuk amal yang salah, batal atau rusak.
3. Apabila jawaban Saudara “YA”, teruskan pertanyaan berikutnya. Apakah ketika
menjalankan pekerjaan tersebut bersabar apabila susah atau bersyukur jika
menyenangkan? Apabila jawaban Saudara “TIDAK”, maka amal Saudara salah,
batal atau rusak.
4. Apabila jawaban Saudara “YA”, maka tanyakan kembali apakah setelah selesai
Saudara ridha denga hasil pekerjaan atau amal Saudara sebagai takdir terbaik yang
Allah berikan kepada Saudara? Apabila jawaban Saudara “TIDAK”, maka amal
Saudara salah, batal atau rusak. Dan sebaliknya jika Saudara menerima InsyaAllah
akan menjadi amal shalih. Amin Ya Rabbal Alamin.
4
2. AMAL SHALIH SEBAGAI AKHLAK AL-KARIMAH KEPADA ALLAH SWT.
Bagaimana Saudara, apakah sudah faham tentang hakekat amal shalih? Tentu sudah
mulai kebuka. Selanjutnya mari kita dalami hal-hal yang terkait dengan nilai-nilai keimanan
dan ubudiyyah yang harus melekat dan mendasari amal, sehingga amal kita dapat dikategorikan
sebagai amal shalih.
Manusia diciptakan oleh Allah Swt. tujuannya adalah supaya beribadah hanya kepada-
Nya. Sebagaimana dinyataka dalam Al-Qur’an surah adz-Dzariyat/51: 56 sebagai berikut:
‫ا‬َ‫م‬ َ‫و‬‫ت‬ْ‫ق‬َ‫ل‬َ‫خ‬‫ن‬ ِ‫ج‬ْ‫ال‬َ‫س‬ْ‫ن‬ِ ْ‫اْل‬ َ‫و‬‫ّل‬ِ‫إ‬ِ‫ون‬‫د‬‫ب‬ْ‫ع‬َ‫ي‬ِ‫ل‬(‫الذاريات‬:56)
Artinya :Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku
Oleh sebab itu semua amal perbuatan manusia yang beriman harus bernilai ibadah dan
menjadi amal shalih. Amal yang hanya dipersembahkan kepada Allah Swt. dan ridah
penilaiannya diserahkan sepenuhnya hanya kepada-Nya.
Adapun kisi-kisi penilaian amal shalih sebenarnya sudah disampaiakan dalam ajaran
Islam yang dibawakan oleh Nabi Muhammad Saw., yakni amal yang dibingkai dengan iman;
diawali rencana yang matang dan tawakkal, niat yang ikhlas, dikerjakan dengan sabar dan atau
syukur, serta akhirnya dapat menerima (ridha) hasilnya sebagai bagian dari takdir Allah Swt.
Untuk lebih detilnya mari kita pelajari satu persatu konsep bingkai amal shalih dengan
baik!
a. Tawakkal
Menurut bahasa kata tawakkal diambil dari Bahasa Arab ‫ل‬ُّ‫ك‬ َ‫َو‬‫ت‬‫/ال‬tawakkul dari
akar kata َ‫ل‬َ‫ك‬ َ‫و‬ /wakala) yang berarti lemah. Adapun ‫ل‬ُّ‫ك‬ َ‫َو‬‫ت‬‫/ال‬tawakkul berarti
menyerahkan atau mewakilkan. Seperti seseorang mewakilkan urusan kepada orang
lain atau menggantikannya. Artinya, dia menyerahkan suatu perkara atau urusannya
dan dia menaruh kepercayaan kepada orang itu mengenai urusan tadi.
Secara istilah tawakkal telah didefinisikan oleh ulama, antara lain Imam al-
Ghazali. Beliau menyebutkan dalam kitab Ihya’ Ulumuddin pada bab at-Tauhid wa
at-Tawakkal, bahwa tawakkal itu adalah hakikat tauhid yang merupakan dasar dari
keimanan, dan seluruh bagian dari keimanan tidak akan terbentuk melainkan dengan
ilmu, keadaan, dan perbuatan. Begitupula dengan sikap tawakkal, ia terdiri dari suatu
ilmu yang merupakan dasar, dan perbuatan yang merupakan buah (hasil), serta
keadaan yang merupakan maksud dari tawakkal. Tawakkal adalah menyerahkan diri
5
kepada Allah tatkala menghadapi suatu kepentingan, bersandar kepada-Nya dalam
kesulitan di luar batas kemampuan manusia.
Berikutnya Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, dalam kitabnya Madarij as-Salikin
menjelaskan bahwa Tawakkal merupakan amalan dan penghambaan hati dengan
menyandarkan segala sesuatunya hanya kepada Allah Swt. semata, percaya
terhadap-Nya, berlindung hanya kepada-Nya dan ridha atas sesuatu yang menimpa
dirinya, berdasarkan keyakinan bahwa Allah akan memberikan segala ‘kecukupan’
bagi dirinya, dengan tetap berikhtiar semaksimal mungkin untuk dapat
memperolehnya.
Allah Swt. berfirman:
‫ا‬َ‫م‬ِ‫ب‬َ‫ف‬‫ة‬َ‫م‬ْ‫ح‬َ‫ر‬َ‫ن‬ِ‫م‬ِ‫ّللا‬َ‫ت‬ْ‫ن‬ِ‫ل‬ْ‫م‬‫ه‬َ‫ل‬ْ‫و‬َ‫ل‬ َ‫و‬َ‫ت‬ْ‫ن‬‫ك‬‫ا‬ًّ‫ظ‬َ‫ف‬َ‫ظ‬‫ي‬ِ‫ل‬َ‫غ‬ِ‫ب‬ْ‫ل‬َ‫ق‬ْ‫ال‬‫ُّوا‬‫ض‬َ‫ف‬ْ‫ن‬ َ‫ّل‬ْ‫ن‬ِ‫م‬َ‫ح‬ََِ‫ل‬ ْ‫و‬
‫ْف‬‫ع‬‫ا‬َ‫ف‬ْ‫م‬‫ه‬ْ‫ن‬َ‫ع‬ْ‫ر‬ِ‫ف‬ْ‫غ‬َ‫ت‬ْ‫س‬‫ا‬ َ‫و‬ْ‫م‬‫ه‬َ‫ل‬ْ‫م‬‫ه‬ ْ‫ر‬ِ‫و‬‫َا‬‫ش‬ َ‫و‬‫ي‬ِ‫ف‬ِ‫ر‬ْ‫م‬َ ْ‫اْل‬‫ا‬َ‫ذ‬ِ‫إ‬َ‫ف‬َ‫ت‬ْ‫م‬ َ‫ز‬َ‫ع‬ْ‫ل‬‫ك‬ َ‫و‬َ‫ت‬َ‫ف‬‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ِ‫ّللا‬
‫ن‬ِ‫إ‬َ‫ّللا‬ُّ‫ب‬ ِ‫ح‬‫ي‬َ‫ين‬ِ‫ل‬ِ‫ك‬ َ‫و‬َ‫ت‬‫م‬ْ‫ال‬(‫آل‬‫عمران‬:159)
Artinya:
Maka sebab rahmat dari Allah, Engkau bersikap lemah lembut kepada mereka.
Seandainya Engkau bersikap kasar lagi keras hati, niscaya mereka akan pergi dari
sekelilingmu. Sebab itu maafkan mereka, mintakan ampunan baginya dan ajaklah
bermusyawarah mereka dalam urusan itu (menentukan strategi perang). Lalu
apabila Engkau telah memiliki tekad yang bulat, maka bertawakkallah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakkal (QS. Ali
Imran/3: 159).
Ayat di atas menempatkan tawakkal pada posisi penyusunan rencana tahap
rakhir setelah mempunyai keputusan dan tekad yang bulat. Hal ini menunjukkan
bahwa sebelum tawakkal manusia harus terlebih dahulu berikhtiyar secara zhahir,
selanjutnya jangan lupa ikhtiar batin, yakni ikhtiyar dan do’a. Sebagaimana
dicontohkan oleh Nabi kita Muhammad Saw., beliau melakukan rundingan dahulu
dengan para sahabat dengan meminta pendapat atau buah pikiran mereka mengenai
urusan peperangan dan lain-lain demi mengambil hati mereka dengan sikap lemah
lembut, kemudian setelah keputusan diambil dan telah menetapkan hati, lalu
bertawakkal kepada Allah dengan berserah kepada-Nya.
Jadi tawakkal bukan berarti tinggal diam, tanpa kerja dan usaha, bukan
menyerahkan semata-mata kepada keadaan dan nasib dengan tegak berpangku
tangan duduk memekuk lutut, menanti apa-apa yang akan terjadi. Memohon
pertolongan dan Bertawakkal tidaklah berarti meninggalkan upaya, bertawakkal
6
mengharuskan seseorang meyakini bahwa Allah yang mewujudkan segala sesuatu,
sebagaimana ia harus menjadikan kehendak dan tindakannya sejalan dengan
kehendak dan ketentuan Allah Swt. Seorang muslim dituntut untuk berusaha tetapi
di saat yang sama ia dituntut pula berserah diri kepada Allah Swt, ia dituntut
melaksanakan kewajibannya, kemudian menanti hasilnya sebagaimana kehendak
dan ketentuan Allah.
Seorang muslim berkewajiban menimbang dan memperhitungkan segala segi
sebelum dia melangkahkan kaki dan mengerjakan sesuatu. Tetapi bila
pertimbangannya keliru atau perhitungannya meleset, maka ketika itu akan tampil
dihadapannya Allah Swt., Tuhan yang kepada-Nya yakni dengan bertawakkal dan
berserah diri.
Dalam sebuah hadis Rasullah Saw. diriwayatkan sebagai berikut:
ْ‫ن‬َ‫ع‬ِ‫َس‬‫ن‬َ‫أ‬ِ‫ْن‬‫ب‬،َِ‫ل‬‫ا‬َ‫م‬‫ن‬َ‫أ‬‫ي‬ِ‫ب‬‫الن‬‫ى‬‫ل‬َ‫ص‬‫للا‬ِ‫ه‬ْ‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬،َ‫م‬‫ل‬َ‫س‬ َ‫و‬َ‫ل‬‫ا‬َ‫ق‬" :‫ا‬َ‫ذ‬ِ‫إ‬َ‫ج‬َ‫َر‬‫خ‬‫ج‬‫الر‬‫ل‬
ْ‫ن‬ِ‫م‬ِ‫ه‬ِ‫ت‬ْ‫ي‬َ‫ب‬َ‫ل‬‫ا‬َ‫ق‬َ‫ف‬ِ‫م‬ْ‫س‬ِ‫ب‬ِ‫ّللا‬‫ت‬ْ‫ل‬‫ك‬ َ‫و‬َ‫ت‬‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬،ِ‫ّللا‬َ‫ّل‬َ‫ل‬ ْ‫و‬َ‫ح‬َ‫ّل‬ َ‫و‬َ‫ة‬‫و‬‫ق‬‫ّل‬ِ‫إ‬،ِ‫اَّلل‬ِ‫ب‬َ‫ق‬َ‫ل‬‫ا‬:‫ال‬َ‫ق‬‫ي‬
‫ذ‬ِ‫ئ‬َ‫ن‬‫ي‬ ِ‫ح‬:،َ‫ِيت‬‫د‬‫ه‬،َ‫يت‬ِ‫ف‬‫ك‬ َ‫و‬،َ‫يت‬ِ‫ق‬‫و‬ َ‫و‬‫ى‬‫َح‬‫ن‬َ‫ت‬َ‫ت‬َ‫ف‬‫ه‬َ‫ل‬،‫ين‬ِ‫اط‬َ‫ي‬‫الش‬َ‫ف‬‫ول‬‫ق‬َ‫ي‬َ‫ل‬‫ه‬‫ان‬َ‫ط‬ْ‫ي‬َ‫ش‬‫َر‬‫خ‬‫آ‬:
َ‫ْف‬‫ي‬َ‫ك‬َََ‫ل‬‫ل‬‫ج‬َ‫ر‬ِ‫ب‬ْ‫د‬َ‫ق‬َ‫ِي‬‫د‬‫ه‬َ‫ي‬ِ‫ف‬‫ك‬ َ‫و‬‫؟‬َ‫ي‬ِ‫ق‬‫و‬ َ‫و‬"‫رواه‬‫ابو‬‫داود‬)
Artinya:
Dari Anas bin Malik berkata, bahwasannya Nabi Saw. bersabda, “Apabila seorang
laki-laki keluar dari rumahnya, lalau membaca ‘ ،ِ‫ّللا‬ ِ‫ْم‬‫س‬ِ‫ب‬ِ‫اَّلل‬ِ‫ب‬ ‫ّل‬ِ‫إ‬ َ‫ة‬‫و‬‫ق‬ َ‫ّل‬ َ‫و‬ َ‫ل‬ ْ‫و‬َ‫ح‬ َ‫ّل‬ ،ِ‫ّللا‬ ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ ‫ت‬ْ‫ل‬‫ك‬ َ‫َو‬‫ت‬ ’,
maka pada saat itu dikatakan kepadanya: engkau telah diberi hidayah, engkau telah
dicukupkan, engkau telah dijaga dan ditinggalkan syaitan. Dan syaitan yang lain
berkata kepadanya, Bagaimana bisa menggoda dengan laki-laki ini yang sudah
diberijamin hidayahnya, kecukupannya dan penjagaannya” (HR. Abu Dawud)
Hadits di atas mengisyarahkan kepada kita bahwa tawakkal itu dilakukan
sebelum melakukan aktivitas. Kita harus menyadari sematang apapun rencana yang
kita buat adalah rencana yang dibuat oleh manusia yang serba lemah, dan tidak dapat
mengetahui secara universal tentang hubungan sebab akibat dari semua unsur yang
menentukan dan mempengarui keberhasilannya. Manusia hanya bisa berencana
Allah yang menentukan segalanya. Sebab itu sebelum kita menjalankan rencana,
sudah semestinya kita serahkan sepenuhnya kepada Dzat yang Maha Mengatur dan
Menentukan, Allah Swt.
Sampai di sini bagaimana? Sudah nyambung? Mari kita lanjutkan belajar
konsep tahapan kedua, yakni tahapan dalam membangun amal shalih.
7
b. Ikhlas
Menurut bahasa, ikhlas berarti jujur, tulus dan rela. Dalam bahasa Arab, kata
‫الص‬ْ‫/إخ‬ikhlas merupakan bentuk mashdar dari َ‫ص‬َ‫ل‬ْ‫/أخ‬akhlasa yang berasal dari akar
kata ‫/خلص‬khalasa. Kata ini mengandung beberapa makna sesuai dengan kontek
kalimatnya. Ia biasa berarti shafaa (jernih), najaa wa salima (selamat), washala
(sampai) dan I’tazala (memisahkan diri).3 Atau berarti perbaikan dan pembersihan
sesuatu (Ibn Zakaria, Mu’jam Maqayis al-Lughah Jilid 2, 1986: hlm. 208)
Menurut istilah, makna ikhlas diungkapkan oleh para ulama antara lain
adalah sebagai berikut:
1). Muhammad Abduh mengatakan ikhlas adalah ikhlas beragama untuk Allah
SWT. dengan selalu manghadap kepada-Nya, dan tidak mengakui kesamaan-
Nya dengan makhluk apapun dan bukan dengan tujuan khusus seperti
menghindarkan diri dari malapetaka atau untuk mendapatkan keuntungan serta
tidak mengangkat selain dari-Nya sebagai pelindung (Muhammad Rasyid
Ridha,1973, hlm. 475).
2). Muhammad al-Ghazali mengatakan ikhlas adalah melakukan amal kebajikan
semata-mata karena Allah SWT (Muhammad al-Ghazali, 1993, hlm. 139)
Sekilas apabila diperhatikan makna ikhlas dari dua definisi di atas itu dapat
digambarkan seseorang yang sedang membersihkan beras dari batu-batu kecil
(kerikil) yang ada di sekitar beras itu. Maka apabila beras itu dimasak akan terasa
nikmat memakannya karena sudah bersih dari kerikil dan batu-batu kecil. Caoba
bayangkan jika beras itu masih kotor, niscaya nasi yang kita kunyah akan ternyata
kerikil juga tergigit. Sungguh tidak nikmatnya nasi tersebut karena masih ada yang
mengganjal kenikmatan rasanya.
Dari ungkapan di atas dapat dipahami bahwa ikhlas itu adalah segala sesuatu
yang berkenaan dengan masalah niat sebab niat merupakan titik penentu dalam
menentukan amal seseorang. Orang yang ikhlas tidak dinamakan orang ikhlas
sampai ia mengesakan Allah SWT. dari segala sesuatu dan ia hanya menginginkan
Allah SWT.
Ikhlas adalah menyengajakan suatu perbuatan karena Allah Swt. dan
mengharapkan ridha-Nya serta memurnikan dari segala macam kotoran dan godaan
seperti keinginan terhadap populeritas, simpati orang lain, kemewahan, kedudukan,
harta, pemuasan hawa nafsu dan penyakit hati lainnya. Hal ini sesuai dengan perintah
8
Allah-Nya yang tercantum dalam QS. al-An’am/6: 162-163. Demikian juga dalam
firman-Nya yang terdapat dalam QS. al-Bayyinah/98: 5.
Apabila ikhlas digambarkan sebagai akad, maka akadnya hanya kepada Allah.
Dan penilaian amal kita sepenuhnya terserah Allah Swt. Jadi apabila penilaiannya
disekutukan dengan manusia, seperti supaya dinilai baik dan dihargai dengan harga
sekecil apapun misalnya ucapan terima kasih, maka akan merusak keikhlasan kita
(QS. Al-Insan/76:9)
Ikhlas merupakan bentuk implementasi iman dalam beramal, karena itu nyata
sama dengan keimanan yang bisa bertambah dan berkurang. Untuk itu umat Islam
harus berhati-hati terhadap sifat-sifat yang dapat merusak keikhlasannya, di
antaranya:
1). Ria, yakni melakukan amal perbuatan tidak untuk mencari ridha Allah SWT.,
akan tetapi untuk dinilai oleh manusia untuk memperoleh pujian atau
kemashuran, posisi, kedudukan di tengah masyarakat, sebagaimana tergambar
di dalam firman Allah SWT. Q. S. al-Ma’un/107: 4-7. Riya’ merupakan salah
satu penyakit yang sifatnya abstrak, namun tanda-tandanya secara empiris dapat
dirasakan, terutama bagi orang yang melakukannya. Ada pun tanda-tanda orang
yang riya’, adalah: (1). Seseorang yang bertambah ketaatannya apabila dipuji
atau disanjung oleh orang lain akan tetapi menjadi berkurang atau bahkan
meninggalkan amalan tersebut apabila mendapat celaan dan ejekan, (b). Tekun
dalam beribadah apabila di depan orang banyak akan tetapi malas apabila
dikerjakan sendirian, (c). Mau memberi atau sedekah apabila dilihat orang
banyak, tetapi enggan apabila tidak ada orang yang melihatnya, (d). Berkata dan
berbuat kebaikan bukan semata-mata karena Allah SWT. Akan tetapi karena
mengharap pamrih kepada manusia
2). Sum’ah, yakni menceritakan amal yang telah dilakukan kepada orang lain supaya
mendapat penilain dan dihargai misalnya kedudukan di hatinya. Pada dasarnya
sama dengan ria, tetapi sum’ah adalah perbuatannya sudah dilaksanakan
sehingga perlu diceriterakan.
3). Nifak, sifat menyembunyikan kekafiran dengan menyatakan dan mengikrarkan
keimanannya kepada Allah Swt. Jadi jelas akan menghilangkan keikhlasan
karena tidak didasari dengan keimanan yang benar kepada Allah Swt.
Bagaimana apa Saudara sudah faham tentang ikhlas sebagai nilai landasan
amal manusia supaya bisa menjadi amal shaleh dan bernilai ibadah? Jika nilai
9
keikhlasan seseorang semakin tinggi, berarti akhlaknya kepada Allah Swt. semakin
baik pula. Dan amalnya akan dinilai oleh Allah Swt. sebaliknya apabila disertakan
keinginan untuk dinilai manusia, maka Allah Swt. tidak akan mau menilai dan
didiskualifikasi sebelum dihisab di hadapan-Nya kelak di hari perhidtungan amal.
Allah Swt. berfirman:
ََِ‫ئ‬َ‫ل‬‫و‬‫أ‬َ‫ِين‬‫ذ‬‫ال‬‫وا‬‫ر‬َ‫ف‬َ‫ك‬ِ‫ت‬‫ا‬َ‫ي‬‫آ‬ِ‫ب‬ْ‫م‬ِ‫ه‬ِ‫ب‬ َ‫ر‬ِ‫ه‬ِ‫ئ‬‫ا‬َ‫ق‬ِ‫ل‬ َ‫و‬ْ‫ت‬َ‫ط‬ِ‫ب‬َ‫ح‬َ‫ف‬ْ‫م‬‫ه‬‫ال‬َ‫م‬ْ‫ع‬َ‫أ‬َ‫ال‬َ‫ف‬‫يم‬ِ‫ق‬‫ن‬َ‫ل‬ْ‫م‬‫ه‬َ‫م‬ ْ‫و‬َ‫ي‬
ِ‫ة‬َ‫م‬‫ا‬َ‫ي‬ِ‫ق‬ْ‫ال‬‫ا‬ً‫ن‬ ْ‫ز‬ َ‫و‬(‫الكهف‬:105)
Artinya:
Mereka itu adalah orang-orang yang mengingkari (tidak percaya) dengan ayat-ayat
Tuhannya dan pertemuan dengan-Nya (di akhirat), maka rusaklah amal-amal
mereka. Kami tidak akan melakukan penimbangan amal di hari kiamat kelak (QS.
Al-Kahfi/18: 105)
c. Sabar
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sabar berarti tahan menghadapi
cobaan, tidak lekas marah, putus asa atau patah hati. Sebenarnya kata sabar berasal
dari bahasa arab, yaitu shabara- yashbiru-shabran yang artinya menahan. Kata
lainnya adalah alhabs yang artinya menahan atau memenjarakan. Artinya adalah
menahan hatinya dari keinginan atau nafsunya. Kata sabar dengan aneka ragam
derivasinya memiliki makna yang beragam antara lain: shabara bih yang berarti
“menjamin”. Shabîr yang berarti “pemuka masyarakat yang melindungi kaumnya”.
Dari akar kata tersebut terbentuk pula kata yang berarti “gunung yang tegar dan
kokoh”, “awan yang berada di atas awan lainnya sehingga melindungi apa yang
terdapat di bawahnya”, “batu-batu yang kokoh”, “tanah yang gersang”, “sesuatu
yang pahit atau menjadi pahit”.
Sedangkan menurut istilah sabar didefinisikan oleh para ulama, antara lain:
(1). Shabar adalah sikap tegar dalam menghadapai ketentuan dari Allah. Orang yang
sabar menerima segala musibah dari Allah dengan lapang dada, (2). Sabar adalah
keteguhan hati yang mendorong akal pikiran dan agama dalam menghadapi
dorongan-dorongan nafsu syahwat. (3). Shabar adalah tabah hati tanpa mengeluh
dalam menghadapi godaan dan rintangan dalam jangka waktu tertentu dalam rangka
mencapai tujuan.
Ada juga yang memahami bahwa shabar bermakna kemampuan
mengendalikan emosi, sehingga sabar memiliki padananan nama yang berbeda-beda
10
sesuai dengan objeknya: (1). Shabar adalah ketabahan menghadapi musibah,
sehingga kebalikannya gelisah dan keluh kesah berarti tidak shabar, (2). Shabar itu
dhobith an nafs disebabkan mampu menghadapi dan menahan diri dari godaan hidup
yang menyenangkan, (3). Shabar dalam peperangan disebut pemberani,
kebalikannya disebut pengecut, (4). Shabar dalam menahan marah disebut santun
(hilm), kebalikannya disebut pemarah (tazammur), (5). Shabar dalam menghadapi
bencana yang mencekam disebut lapang dada (ridha), (6). Shabar dalam mendengar
gosip disebut mampu menyembunyikan rahasia, (7). Shabar terhadap kemewahan
disebut zuhud, dan (8). Shabar dalam menerima yang sedikit disebut kaya hati
(qana‟ah) kebalikannya disebut tamak atau rakus.
Dari pengertian-pengertian di atas dapat difahami bahwa shabar itu
merupakan kemampuan menahan atau mengatur diri untuk dapat tetap taat terhadap
aturan-aturan yang benar berdasarkan syariat dalam menjalankan perintah Allah
Swt., menjauhi larangan-Nya dan menerima cobaan, pada waktu tertentu mulai dari
awal sampai selesai. Seperti shabar mengerjakan shalat berarti mulai takbiratul
ihram sampai salam. Seseorang dikatakan shabar dalam shalat jika ia tidak
melanggar aturan-aturan shalat dari mulai takbiratul ihram sampai salam. Dan
shalatnya akan salah, batal atau rusak. Harus mengulang kembali dari awal sampai
akhir tanpa ada pelanggaran, jika mau shalatnya menjadi bagian amal shalih.
Bagaimana kalau ada yang bertanya apa shabar ada batasnya? Jawabnya
“Ada”. Kenapa? Karena sesuatu yang tidak ada batasnya berarti sesuatu itu belum
jelas dan sesuatu yang belum jelas itu masih bersifat umum atau mutlak. Dan sesuatu
yang masih bersifat umum atau masih mutlak atau syubhat itu harus ditinggalkan,
tidak boleh diamalkan sampai ada dalil yang mentakhshish dan mentaqyidnya
sehingga jelas batasnya.
Ayat yang sering difahami oleh sebagian orang sebagai dalil bahwa shabar
tidak ada batasnya adalah QS. Ali Imran/3: 200 sebagi berikut:
‫ا‬َ‫ي‬‫ا‬َ‫ه‬ُّ‫ي‬َ‫أ‬َ‫ِين‬‫ذ‬‫ال‬‫وا‬‫ن‬َ‫م‬‫آ‬‫وا‬‫ر‬ِ‫ب‬ْ‫ص‬‫ا‬‫وا‬‫ر‬ِ‫ب‬‫ا‬َ‫ص‬ َ‫و‬‫وا‬‫ط‬ِ‫ب‬‫ا‬ َ‫ر‬ َ‫و‬‫وا‬‫ق‬‫ات‬ َ‫و‬َ‫ّللا‬ْ‫م‬‫ك‬‫ل‬َ‫ع‬َ‫ل‬ِ‫ل‬ْ‫ف‬‫ت‬َ‫ون‬‫ح‬(‫ال‬
‫عمران‬:200)
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah terus bersabar dan tetaplah dalam
kesabaran. Bertaqwalah kalian kepada Allah supaya kalian beruntung”.
Kalimat tetaplah kalian dalam kesabaran, karena ayat ini konteknya adalah
dalam kondisi perang yang maksudnya yaitu tetap shabar sampai perang berakhir.
11
Tidak boleh melanggar strategi dan aturan-aturan perang sesuai dengan hukum yang
ditetapkan Allah. Sama dengan tidak boleh melanggar aturan-aturan shalat sampai
shalat berakhir. Apabila melanggar aturan, maka amalnya menjadi amal yang salah,
batal dan rusak. Dan berarti tidak shabar, berarti pula buruk akhlaknya kepada Allah.
Sebab itu shabar memerlukan pengetahuan yang cukup tentang apa yang
sedang diamalkan. Mustahil orang yang bodoh akan dapat shabar, karena
kemungkinan besar ia akan melanggar aturan-aturan yang sudah ditetapkan sebab
tidak mengetahuinya. Nabi Musa AS. tidak bisa shabar mengikuti Nabi Khidir AS.,
dikarenakan Nabi Musa tidak mengetahui apa maksud dan apa yang akan terjadi.
Allah Swt. berfirman:
َ‫ْف‬‫ي‬َ‫ك‬ َ‫و‬‫ر‬ِ‫ب‬ْ‫ص‬َ‫ت‬‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬‫ا‬َ‫م‬ْ‫م‬َ‫ل‬ْ‫ط‬ ِ‫ح‬‫ت‬ِ‫ه‬ِ‫ب‬‫ا‬ً‫ْر‬‫ب‬‫خ‬(‫كهف‬:68)
Artinya:
“Bagaimana mungkin engkau dapat bersabar terhadap apa yang engkau belum tahu
persis masalahnya”
d. Syukur
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), syukur diartikan sebagai: (1)
rasa terima kasih kepada Allah, dan (2) untunglah (menyatakan lega, senang dan
sebagainya). Sebenarnya kata syukur berasal dari bahasa Arab yakni dalam bentuk
mashdar dari kata kerja syakara–yasykuru–syukran–wa syukuran–wa syukranan..
Secara bahasa berarti pujian atas kebaikan dan penuhnya sesuatu. Syukur juga berarti
menampakkan sesuatu kepermukaan. Dalam hal ini menampakkan sesuatu
kepermukaan, yakni menampakkan nikmat Allah.
Sedangkan menurut istilah syukur adalah pengakuan terhadap nikmat yang
dikaruniakan Allah yang disertai dengan kedudukan kepada-Nya dan
mempergunakan nikmat tersebut sesuai dengan tuntunan dan kehendak-Nya. Dalam
hal ini, hakikat syukur adalah “menampakkan nikmat,” dan sebaliknya hakikat
kekufuran adalah menyembunyikannya. Menampakkan nikmat antara lain berarti
menggunakannya pada tempat dan sesuai dengan yang dikehendaki oleh pemberi-
Nya, juga menyebut-nyebut nikmat dan pemberi-Nya dengan lidah. M. Quraish
Shihab menegaskan bahwa syukur mencakup tiga sisi. Pertama, syukur dengan hati,
yakni kepuasaan batin atas anugerah. Kedua, syukur dengan lidah, yakni dengan
mengakui anugerah dan memuji pemberinya. Ketiga, syukur dengan perbuatan,
12
yakni dengan memanfaatkan anugerah yang diperoleh sesuai dengan tujuan
penganugerahannya.
Kaitannya dengan amal shalih syukur itu menjadi landasan tauhid seseorang
ketika diberikan fasilitas yang enak dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang
hamba di dunia ini. Dengan kata lain dalam beramal ketika fasilitasnya terbatas maka
harus shabar sementara kalau fasilitasnya cukup apalagi berlimpah maka harus
bersyukur. Dalam perspektif amal shalih keduanya (shabar dan syukur)
kedudukannya sama menjadi cara atau ukuran bagi orang yang beriman apakah
tindakannya akan menjadi amal ibadah atau bukan. Rasulullah Saw. bersabda:
ْ‫ن‬َ‫ع‬‫ْب‬‫ي‬َ‫ه‬‫ص‬َ‫ل‬‫ا‬َ‫ق‬:َ‫ل‬‫ا‬َ‫ق‬‫ول‬‫س‬ َ‫ر‬ِ‫للا‬‫ى‬‫ل‬َ‫ص‬‫للا‬ِ‫ه‬ْ‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬َ‫م‬‫ل‬َ‫س‬ َ‫و‬" :‫ْت‬‫ب‬ ِ‫ج‬َ‫ع‬ْ‫ن‬ِ‫م‬ِ‫ر‬ْ‫م‬َ‫أ‬
،ِ‫ن‬ِ‫م‬ْ‫ؤ‬‫م‬ْ‫ال‬‫ن‬ِ‫إ‬َ‫ر‬ْ‫م‬َ‫أ‬ِ‫ن‬ِ‫م‬ْ‫ؤ‬‫م‬ْ‫ال‬‫ه‬‫ل‬‫ك‬‫ه‬َ‫ل‬،‫ْر‬‫ي‬َ‫خ‬َ‫ْس‬‫ي‬َ‫ل‬ َ‫و‬ََِ‫ل‬َ‫ذ‬‫د‬َ‫ح‬َ ِ‫ْل‬‫ّل‬ِ‫إ‬،ِ‫ن‬ِ‫م‬ْ‫ؤ‬‫م‬ْ‫ل‬ِ‫ل‬ْ‫ن‬ِ‫إ‬
‫ه‬ْ‫ت‬َ‫ب‬‫ا‬َ‫ص‬َ‫أ‬‫اء‬‫ر‬َ‫س‬، َ‫ر‬َ‫ك‬َ‫ش‬َ‫ان‬َ‫ك‬ََِ‫ل‬َ‫ذ‬‫ه‬َ‫ل‬،‫ا‬ً‫ْر‬‫ي‬َ‫خ‬ْ‫ن‬ِ‫إ‬ َ‫و‬‫ه‬ْ‫ت‬َ‫ب‬‫ا‬َ‫ص‬َ‫أ‬‫اء‬‫ر‬َ‫ض‬، َ‫ر‬َ‫ب‬َ‫ص‬َ‫ف‬َ‫ك‬َ‫ان‬
ََِ‫ل‬َ‫ذ‬‫ه‬َ‫ل‬‫ا‬ً‫ْر‬‫ي‬َ‫خ‬("‫رواه‬‫احمد‬)
Artinya:
Dari Shuhaib berkata: Rasulullah Saw. bersabda: “Saya heran terhadap urusan
orang yang beriman, sesungguhnya semua urusannya akan menjadi kebaikan, dan itu
tidak dapat terjadi keculi bagi orang yang beriman. Jika ia memperoleh kesenangan lalu
ia bersyukur, maka yang demikian itu akan menjadikan kebaikan baginya. Dan jika ia
ditimpa keburukan lalu ia bersabar, maka yang demikian itu juga menjadi kebaikan (HR.
Ahmad)
Pernyataan Rasulullah Saw. tersebut di atas, yang dimaksud menjadi kebaikan
bagi orang yang beriman adalah menjadi amal yang bernilai ibadah. Karena memang
tugas manusia di dunia ini adalah untuk beribadah kepada-Nya. Dan nilai ibadah itu
bentuknya adalah amal shalih, ketakwaan kepada-Nya. Selalu menjadi hamba yang
shalih dalam kondisi apapun, baik sedang dalam kesusahan maupun sedang dalam
kelapangan. Kesusahan dan kesenangan di dunia, bagi seorang yang beriman itu sama
kedudukannya sebagai alat ujian untuk mendapatkan amal shalih sebanyak-banyaknya.
Maaf, Saudara baiknya Jedda dulu, bagaimana setelah baca teks di atas? Sudah
nyambung? Kalau sudah nyambung mari kita lanjutkan.
e. Ridha
Menurut bahasa kata ‫/الرضا‬ridha berasal dari bahasa Arab yang berarti
senang, suka, rela. Ia merupakan lawan dari kata ‫/السخط‬al-sukht yang berarti
kemarahan, kemurkaan, rasa tidak suka. Orang yang ‫/الرضا‬ridha berarti orang yang
13
sanggup melepaskan ketidak senangan dari dalam hati, sehingga yang tinggal di
dalam hatinya hanyalah kesenangan.
Menurut istilah para ulama ridha didefinisikan antara lain oleh; (1). Dzunnun
Al-Miṣri, beliau mengatakan bawa ridha ialah kegembiraan hati dalam menghadapi
qadha tuhan, (2). Ibnu Ujaibah mengatakan bahwa ridha adalah menerima
kehancuran dengan wajah tersenyum, atau bahagianya hati ketika ketetapan terjadi,
atau tidak memilih-milih apa yang telah diatur dan ditetapkan oleh Allah, atau lapang
dada dan tidak mengingkari apa-apa yang datang dari Allah, (3). Al-Barkawi
berpendapat bawa ridha adalah jiwa yang bersih terhadap apa-apa yang menimpanya
dan apa-apa yang hilang, tanpa perubahan. Ibnu Aṭaillah as-Sakandari berkata,
“ridha adalah pandangan hati terhadap pilihan Allah yang kekal untuk hamba-Nya,
yaitu, menjauhkan diri dari kemarahan.
Dari definisi-definisi di atas dapat difahami bahwa ridha itu merupakan
kondisi kejiwaan atau sikap mental yang senantiasa menerima dengan lapang dada
atas segala keputusan Allah Swt. yang terkait dengan diri seorang hamba, baik
berupa karunia yang baik berupa nikmat maupun yang buruk berupa bala’. Ia akan
senantiasa merasa senang dalam setiap situasi yang meliputinya. Sikap seperti inilah
yang dapat menjadikan amal seorang hamba dapat diterima di sisi Allah Swt. dan
merupakan akhlak yang mulia kepada Penciptanya.
Orang yang ridha terhadap cobaan dan musibah yang menimpanya sebenarnya
merasakan apa yang dirasakan manusia pada umumnya. Akan tetapi dia ridha
dengan akal dan imannya, karena dia meyakini besarnya pahala dan balasan atas
musibah dan cobaan tersebut. Oleh karena itu dia tidak menolaknya dan tidak
gelisah. Abu Ali Ad-Daqqaq berkata, “ridha bukan berarti tidak merasakan bencana.
Akan tetapi, ridha itu berarti tidak menolak qadha dan takdir.
Orang yang jiwanya rela (puas) menerima apapun yang terjadi pada diri
mereka, tidak ada sedikitpun kekecewaan yang melanda dirinya.Orang-orang seperti
inilah yang disebut dengan orang yang ridha . Orang yang ridha sadar bahwa
penderitaan yang menimpanya juga menimpa orang lain, namun dalam bentuk yang
berbeda-beda. Sikap seperti itu muncul karena ia mengimani sepenuhnya rencana
dan kebijaksanaan Allah. Apa yang menimpanya diyakini sebagai ketentuan yang
telah ditentukan oleh Allah kepadanya. Ia menerima dan mensikapi dengan senang
hati sehingga ia dapat terhindar dari kebencian terhadap manusia, karena seseorang
yang berusaha mencari ridha Allah tidak peduli terhadap komentar apapun dari
14
orang lain mengenai dirinya, dan hal itu tidak membuatnya sakit hati, sehingga
hatinya menjadi tenang dan jauh dari gejolak dan gelisah.
Bagaimana hubungannya dengan amal shalih? Ridha terhadap keputusan
Allah Swt. merupakan syarat diterimanya penghambaan seseorang. Siapa yang tidak
ridha dengan keputusan dan takdir-Nya dia tidak berhak mengakui Allah sebagai
Tuhannya. Dan berarti amalnya akan didiskualifikasi, tidak akan dihitung dalam
perhitungan di yaum al-hisab kelak. Karena Allah Swt. tidak ridha dengan
akhlaknya. Sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadis Qudsi dari Anas bin
Malik sebagai berikut:
‫عن‬َ‫أ‬‫َس‬‫ن‬ْ‫ن‬ِ‫ب‬َِ‫ل‬‫ا‬َ‫م‬َ‫ل‬‫ا‬َ‫ق‬:‫ت‬ْ‫ع‬ِ‫م‬َ‫س‬َ‫ل‬‫و‬‫س‬ َ‫ر‬ِ‫للا‬‫ى‬‫ل‬َ‫ص‬‫ّللا‬ِ‫ه‬ْ‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬َ‫م‬‫ل‬َ‫س‬ َ‫و‬‫ول‬‫ق‬َ‫ي‬:َ‫ل‬‫ا‬َ‫ق‬
‫للا‬‫ى‬َ‫ل‬‫ا‬َ‫ع‬َ‫ت‬" :ْ‫ن‬َ‫م‬ْ‫م‬َ‫ل‬َ‫ض‬ ْ‫ر‬َ‫ي‬‫ي‬ِ‫ئ‬‫ا‬َ‫ض‬َ‫ق‬ِ‫ب‬‫ي‬ ِ‫ر‬َ‫د‬َ‫ق‬ َ‫و‬ْ‫س‬ِ‫م‬َ‫ت‬ْ‫ل‬َ‫ي‬ْ‫ل‬َ‫ف‬‫ًّا‬‫ب‬ َ‫ر‬‫ي‬ ِ‫ْر‬‫ي‬َ‫غ‬"(‫رواه‬
‫البيهقي‬)
Atinya:
Dari Anas bin Malik berkata, saya mendengan Rasulullah Saw. bersabda,
Allah Swt. berfirman, “Siapa yang tidak ridha dengan keputusan dan takdirku, maka
hendaknya mencari dan memohon doa kepada Tuhan selain Aku” (HR. Baihaki)

More Related Content

What's hot

Aqidah akhlak - Ruang Lingkup Pembahasan Aqidah
Aqidah akhlak - Ruang Lingkup Pembahasan AqidahAqidah akhlak - Ruang Lingkup Pembahasan Aqidah
Aqidah akhlak - Ruang Lingkup Pembahasan AqidahMulia Fathan
 
Nota tafsir ayat makiyyah
Nota tafsir ayat makiyyahNota tafsir ayat makiyyah
Nota tafsir ayat makiyyahustazahruby
 
Akhlak terpuji dan_tercela
Akhlak terpuji dan_tercelaAkhlak terpuji dan_tercela
Akhlak terpuji dan_tercelaSharbi Ali
 
Akhlak tasawuf (staipana)
Akhlak tasawuf (staipana)Akhlak tasawuf (staipana)
Akhlak tasawuf (staipana)wahyu islami
 
Presentasi pendidikan agama islam akhlak dan tasawuf
Presentasi pendidikan agama islam akhlak dan tasawufPresentasi pendidikan agama islam akhlak dan tasawuf
Presentasi pendidikan agama islam akhlak dan tasawufRatih Kisdiani Riadi
 
Pengertian akhlak dan tasawuf
Pengertian akhlak dan tasawufPengertian akhlak dan tasawuf
Pengertian akhlak dan tasawufAbu Rijal
 
Makalah maqamat dan ahwal
Makalah maqamat dan ahwalMakalah maqamat dan ahwal
Makalah maqamat dan ahwaljuniska efendi
 
Rpp 1 akidah islam
Rpp 1 akidah islamRpp 1 akidah islam
Rpp 1 akidah islamopik13
 
Pemikiran daripada perspektif islam
Pemikiran daripada perspektif islamPemikiran daripada perspektif islam
Pemikiran daripada perspektif islamMazmon Mahmud
 
Agama Islam : Akhlak Terpuji
Agama Islam : Akhlak TerpujiAgama Islam : Akhlak Terpuji
Agama Islam : Akhlak TerpujiMaya Hadiyuni
 
Materi keimanan dan ketaqwaan kelompok 2
Materi keimanan dan ketaqwaan kelompok 2Materi keimanan dan ketaqwaan kelompok 2
Materi keimanan dan ketaqwaan kelompok 2fitridheasari
 
Mata Kuliah Pend. Agama Islam
Mata Kuliah Pend. Agama IslamMata Kuliah Pend. Agama Islam
Mata Kuliah Pend. Agama Islamdewi novita
 

What's hot (20)

Aqidah akhlak - Ruang Lingkup Pembahasan Aqidah
Aqidah akhlak - Ruang Lingkup Pembahasan AqidahAqidah akhlak - Ruang Lingkup Pembahasan Aqidah
Aqidah akhlak - Ruang Lingkup Pembahasan Aqidah
 
Tugas makalah agama
Tugas makalah agamaTugas makalah agama
Tugas makalah agama
 
Akhlak terpuji & tercela
Akhlak terpuji & tercelaAkhlak terpuji & tercela
Akhlak terpuji & tercela
 
Akhlak Madzmumah
Akhlak MadzmumahAkhlak Madzmumah
Akhlak Madzmumah
 
Makalah "Taqwa"
Makalah "Taqwa"Makalah "Taqwa"
Makalah "Taqwa"
 
Nota tafsir ayat makiyyah
Nota tafsir ayat makiyyahNota tafsir ayat makiyyah
Nota tafsir ayat makiyyah
 
Akhlak terpuji dan_tercela
Akhlak terpuji dan_tercelaAkhlak terpuji dan_tercela
Akhlak terpuji dan_tercela
 
Akhlak tasawuf (staipana)
Akhlak tasawuf (staipana)Akhlak tasawuf (staipana)
Akhlak tasawuf (staipana)
 
Presentasi pendidikan agama islam akhlak dan tasawuf
Presentasi pendidikan agama islam akhlak dan tasawufPresentasi pendidikan agama islam akhlak dan tasawuf
Presentasi pendidikan agama islam akhlak dan tasawuf
 
Maqamat wa Ahwal
Maqamat wa AhwalMaqamat wa Ahwal
Maqamat wa Ahwal
 
Pengertian akhlak dan tasawuf
Pengertian akhlak dan tasawufPengertian akhlak dan tasawuf
Pengertian akhlak dan tasawuf
 
Makalah maqamat dan ahwal
Makalah maqamat dan ahwalMakalah maqamat dan ahwal
Makalah maqamat dan ahwal
 
Rpp 1 akidah islam
Rpp 1 akidah islamRpp 1 akidah islam
Rpp 1 akidah islam
 
Perbezaan mazhab ilmu kalam
Perbezaan mazhab ilmu kalamPerbezaan mazhab ilmu kalam
Perbezaan mazhab ilmu kalam
 
Presentation of ilmu kalam
Presentation of ilmu kalamPresentation of ilmu kalam
Presentation of ilmu kalam
 
AHKLAK DAN TASAWUF DALAM ISLAM
AHKLAK DAN TASAWUF DALAM ISLAMAHKLAK DAN TASAWUF DALAM ISLAM
AHKLAK DAN TASAWUF DALAM ISLAM
 
Pemikiran daripada perspektif islam
Pemikiran daripada perspektif islamPemikiran daripada perspektif islam
Pemikiran daripada perspektif islam
 
Agama Islam : Akhlak Terpuji
Agama Islam : Akhlak TerpujiAgama Islam : Akhlak Terpuji
Agama Islam : Akhlak Terpuji
 
Materi keimanan dan ketaqwaan kelompok 2
Materi keimanan dan ketaqwaan kelompok 2Materi keimanan dan ketaqwaan kelompok 2
Materi keimanan dan ketaqwaan kelompok 2
 
Mata Kuliah Pend. Agama Islam
Mata Kuliah Pend. Agama IslamMata Kuliah Pend. Agama Islam
Mata Kuliah Pend. Agama Islam
 

Similar to OPTIMALKAN AMAL (20)

Rian
RianRian
Rian
 
KB 2 Hakikat Amal Shalih
KB 2 Hakikat Amal ShalihKB 2 Hakikat Amal Shalih
KB 2 Hakikat Amal Shalih
 
aqidah akhlak
aqidah akhlakaqidah akhlak
aqidah akhlak
 
Akhlak terpuji
Akhlak terpujiAkhlak terpuji
Akhlak terpuji
 
Kitab al hikam 1
Kitab al hikam 1Kitab al hikam 1
Kitab al hikam 1
 
Tawakal
TawakalTawakal
Tawakal
 
Akhlak terpuji bab 11
Akhlak terpuji bab 11Akhlak terpuji bab 11
Akhlak terpuji bab 11
 
Bab 1 dalil aqli dan naqli
Bab 1 dalil aqli dan naqliBab 1 dalil aqli dan naqli
Bab 1 dalil aqli dan naqli
 
Kitabal hikam1
Kitabal hikam1Kitabal hikam1
Kitabal hikam1
 
Agama Islam
Agama IslamAgama Islam
Agama Islam
 
Agama islam
Agama islamAgama islam
Agama islam
 
Agama islam
Agama islamAgama islam
Agama islam
 
Agama islam
Agama islamAgama islam
Agama islam
 
Agama islam
Agama islamAgama islam
Agama islam
 
Agama islam
Agama islamAgama islam
Agama islam
 
Pendidikan Agama Islam
Pendidikan Agama IslamPendidikan Agama Islam
Pendidikan Agama Islam
 
Agama islam
Agama islamAgama islam
Agama islam
 
Agama islam
Agama islamAgama islam
Agama islam
 
Pendidikan Agama Islam
Pendidikan Agama IslamPendidikan Agama Islam
Pendidikan Agama Islam
 
Agama islam
Agama islamAgama islam
Agama islam
 

More from kasmuddin nanang (20)

Modul 13 kb 4
Modul 13 kb 4Modul 13 kb 4
Modul 13 kb 4
 
Modul 13 kb 3
Modul 13 kb 3Modul 13 kb 3
Modul 13 kb 3
 
Modul 13 kb 2
Modul 13 kb 2Modul 13 kb 2
Modul 13 kb 2
 
Modul 13 kb 1
Modul 13 kb 1Modul 13 kb 1
Modul 13 kb 1
 
Modul 12 kb 3
Modul 12 kb 3Modul 12 kb 3
Modul 12 kb 3
 
Modul 12 kb 2
Modul 12 kb 2Modul 12 kb 2
Modul 12 kb 2
 
Modul 12 kb 1
Modul 12 kb 1Modul 12 kb 1
Modul 12 kb 1
 
Modul 11 kb 4
Modul 11 kb 4Modul 11 kb 4
Modul 11 kb 4
 
Modul 11 kb 3
Modul 11 kb 3Modul 11 kb 3
Modul 11 kb 3
 
Modul 11 kb 1
Modul 11 kb 1Modul 11 kb 1
Modul 11 kb 1
 
Modul 10 kb 4
Modul 10 kb 4Modul 10 kb 4
Modul 10 kb 4
 
Modul 10 kb 3
Modul 10 kb 3Modul 10 kb 3
Modul 10 kb 3
 
Modul 10 kb 2
Modul 10 kb 2Modul 10 kb 2
Modul 10 kb 2
 
Modul 10 kb 1
Modul 10 kb 1Modul 10 kb 1
Modul 10 kb 1
 
Modul 9 kb 4
Modul 9 kb 4Modul 9 kb 4
Modul 9 kb 4
 
Modul 9 kb 3
Modul 9 kb 3Modul 9 kb 3
Modul 9 kb 3
 
Modul 9 kb 2
Modul 9 kb 2Modul 9 kb 2
Modul 9 kb 2
 
Modul 9 kb 1
Modul 9 kb 1Modul 9 kb 1
Modul 9 kb 1
 
Modul 8 kb 4
Modul 8 kb 4Modul 8 kb 4
Modul 8 kb 4
 
Modul 8 kb 3
Modul 8 kb 3Modul 8 kb 3
Modul 8 kb 3
 

Recently uploaded

CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7IwanSumantri7
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxmawan5982
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..ikayogakinasih12
 
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarantugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarankeicapmaniez
 
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxTugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxmawan5982
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5ssuserd52993
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxIgitNuryana13
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKirwan461475
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxadimulianta1
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfElaAditya
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfSitiJulaeha820399
 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptxHendryJulistiyanto
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfDimanWr1
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASKurniawan Dirham
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxssuser50800a
 
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptxMiftahunnajahTVIBS
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CAbdiera
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdfsdn3jatiblora
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxazhari524
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BAbdiera
 

Recently uploaded (20)

CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
 
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarantugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
 
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxTugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
 
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
JAWAPAN BAB 1 DAN BAB 2 SAINS TINGKATAN 5
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
 
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptxPerumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
Perumusan Visi dan Prakarsa Perubahan.pptx
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
 
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdfModul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
Modul 1.2.a.8 Koneksi antar materi 1.2.pdf
 
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
442539315-ppt-modul-6-pend-seni-pptx.pptx
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
 
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
 
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptxsoal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
soal AKM Mata Pelajaran PPKN kelas .pptx
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
 

OPTIMALKAN AMAL

  • 1. 1 Mampu menganalisis hakekat amal shaleh dan unsur-unsur iman yang mendasari dalam implementasinya. Mendefinisikan hakekat amal Shalih. 1. Menganalisis terbentuknya amal Shalih, berdasarkan konsep iman; tawakkal, ikhlas, shabar, dan syukur. 2. Membedakan antara amal Shalih dan amal baik dalam kehidupan sehari-hari. URAIAN MATERI 1. HAKEKAT AMAL SHALIH Menurut bahasa “Amal Shaleh”, berarti perbutan yang baik, bermanfaat, selamat, atau cocok. Sedang menurut istilah terdapat beberapa definisi, antara lain: Menurut Zamahsyari’ amal shalih diartikan sebagai semua perbuatan yang sesuai dengan ajaran al-Qur’an dan Sunnah Nabi Saw. Amal shalih juga disefinisikan sebagi perbuatan baik yang dilakukan seseorang karena Allah Swt. dengan tujuan untuk mendapatkan rahmat dan ridha-Nya, baik menjalankan perintah maupun menjalankan perintah maupun menjauhi larangan-Nya. sesuai dengan aturan-aturan ajaran Islam. Dilihat dari hubungan antara manusia sebagai makhluk dan Allah Swt. sebagai Khalik, maka amal shalih dapat didefinisikan dengan semua perbuatan yang dilakukan hamba kepada Allah Swt. sebagai bentuk pengabdiannya yang didasari dengan iman. Didasari dengan iman artinya disyaratkan dengan keyakinan dan pengetahuan yang benar. Siapapun yang amalnya ingin menjadi amal shalih, maka ia harus beriman kepada Allah Swt. terlebih dahulu, lalu memiliki ilmu yang cukup sebelum tawakkal. Ini sebagai syarat supaya pelaksanaannya dapat dikerjakan dengan benar. Kemudian ia harus ikhlas hanya karena KEGIATAN BELAJAR 2: CAPAIAN PEMBELAJARAN INDIKATOR KOMPETENSI
  • 2. 2 Allah, bersabar dan atau bersyukur dalam pelaksaanya. Dan terakhir ridha terhadap semua keputusan Allah Swt. dengan hasil dari ikhtiar dan amal kita. Untuk lebih mudah memahami hakekat dari amal shalih Saudara dapat melihat gambar di bawah ini. Keterangan: Untuk bisa menilai amal Saudara shaleh atau tidak, Saudara harus menjawab “YA” pmelalui proses sebagai berikut: 1. Sebelum mengamalkan sesuatu pastikan dahulu, tanyakan pada diri Saudara sendiri, apakah Saudara sudah mempunyai rencana yang matang? Rencana yang didasari iman dan pengetahuan yag cukup tentang apa yang Saudara akan kerjakan? Karena siapa yang beramal tanpa ilmu, amalnya tidak akan diterima. Jika jawaban Saudara “TIDAK” berarti salah, batal atau rusak. Artinya amal Saudara tidak dapat YA YA DIAMALKAN DENGAN SABAR DAN ATAU SYUKUR? YA RIDHA DENGAN KEPUTUSAN ALLAH? TIDAK SALAH/BATAL/RUSAK TIDAK SALAH/BATAL/RUSAK AMAL SHALIH PUNYA RENCANA YANG MATANG (TEKAD DAN TAWAKKAL)? YA DIMULAI DENGAN IKHLAS, NIAT HANYA KARENA ALLAH ? TIDAK SALAH/BATAL/RUSAK TIDAK SALAH/BATAL/RUSAK
  • 3. 3 dikategorikan amal shalih, meskipun menurut pandangan manusia mungkin baik. Jika jawaban Saudara “YA”, maka lanjutkan. 2. Apabila jawaban Saudara “Ya” sudah, maka tanyakan lagi apakah yang Saudara amalkan niatnya hanya untuk mendapatkan ridha Allah Swt. semata. Dan menyerahkan penilaiannya juga hanya kepada-Nya? Apabila jawaban Saudara ternyata masih ada sedikit saja ingin dinilai oleh selain Allah Swt. apalagi ingin imbalan dari yang lain misalnya ucapan terima kasih. Berarti jawaban Saudara hakekatnya “TIDAK” dan amal Saudara termasuk amal yang salah, batal atau rusak. 3. Apabila jawaban Saudara “YA”, teruskan pertanyaan berikutnya. Apakah ketika menjalankan pekerjaan tersebut bersabar apabila susah atau bersyukur jika menyenangkan? Apabila jawaban Saudara “TIDAK”, maka amal Saudara salah, batal atau rusak. 4. Apabila jawaban Saudara “YA”, maka tanyakan kembali apakah setelah selesai Saudara ridha denga hasil pekerjaan atau amal Saudara sebagai takdir terbaik yang Allah berikan kepada Saudara? Apabila jawaban Saudara “TIDAK”, maka amal Saudara salah, batal atau rusak. Dan sebaliknya jika Saudara menerima InsyaAllah akan menjadi amal shalih. Amin Ya Rabbal Alamin.
  • 4. 4 2. AMAL SHALIH SEBAGAI AKHLAK AL-KARIMAH KEPADA ALLAH SWT. Bagaimana Saudara, apakah sudah faham tentang hakekat amal shalih? Tentu sudah mulai kebuka. Selanjutnya mari kita dalami hal-hal yang terkait dengan nilai-nilai keimanan dan ubudiyyah yang harus melekat dan mendasari amal, sehingga amal kita dapat dikategorikan sebagai amal shalih. Manusia diciptakan oleh Allah Swt. tujuannya adalah supaya beribadah hanya kepada- Nya. Sebagaimana dinyataka dalam Al-Qur’an surah adz-Dzariyat/51: 56 sebagai berikut: ‫ا‬َ‫م‬ َ‫و‬‫ت‬ْ‫ق‬َ‫ل‬َ‫خ‬‫ن‬ ِ‫ج‬ْ‫ال‬َ‫س‬ْ‫ن‬ِ ْ‫اْل‬ َ‫و‬‫ّل‬ِ‫إ‬ِ‫ون‬‫د‬‫ب‬ْ‫ع‬َ‫ي‬ِ‫ل‬(‫الذاريات‬:56) Artinya :Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku Oleh sebab itu semua amal perbuatan manusia yang beriman harus bernilai ibadah dan menjadi amal shalih. Amal yang hanya dipersembahkan kepada Allah Swt. dan ridah penilaiannya diserahkan sepenuhnya hanya kepada-Nya. Adapun kisi-kisi penilaian amal shalih sebenarnya sudah disampaiakan dalam ajaran Islam yang dibawakan oleh Nabi Muhammad Saw., yakni amal yang dibingkai dengan iman; diawali rencana yang matang dan tawakkal, niat yang ikhlas, dikerjakan dengan sabar dan atau syukur, serta akhirnya dapat menerima (ridha) hasilnya sebagai bagian dari takdir Allah Swt. Untuk lebih detilnya mari kita pelajari satu persatu konsep bingkai amal shalih dengan baik! a. Tawakkal Menurut bahasa kata tawakkal diambil dari Bahasa Arab ‫ل‬ُّ‫ك‬ َ‫َو‬‫ت‬‫/ال‬tawakkul dari akar kata َ‫ل‬َ‫ك‬ َ‫و‬ /wakala) yang berarti lemah. Adapun ‫ل‬ُّ‫ك‬ َ‫َو‬‫ت‬‫/ال‬tawakkul berarti menyerahkan atau mewakilkan. Seperti seseorang mewakilkan urusan kepada orang lain atau menggantikannya. Artinya, dia menyerahkan suatu perkara atau urusannya dan dia menaruh kepercayaan kepada orang itu mengenai urusan tadi. Secara istilah tawakkal telah didefinisikan oleh ulama, antara lain Imam al- Ghazali. Beliau menyebutkan dalam kitab Ihya’ Ulumuddin pada bab at-Tauhid wa at-Tawakkal, bahwa tawakkal itu adalah hakikat tauhid yang merupakan dasar dari keimanan, dan seluruh bagian dari keimanan tidak akan terbentuk melainkan dengan ilmu, keadaan, dan perbuatan. Begitupula dengan sikap tawakkal, ia terdiri dari suatu ilmu yang merupakan dasar, dan perbuatan yang merupakan buah (hasil), serta keadaan yang merupakan maksud dari tawakkal. Tawakkal adalah menyerahkan diri
  • 5. 5 kepada Allah tatkala menghadapi suatu kepentingan, bersandar kepada-Nya dalam kesulitan di luar batas kemampuan manusia. Berikutnya Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, dalam kitabnya Madarij as-Salikin menjelaskan bahwa Tawakkal merupakan amalan dan penghambaan hati dengan menyandarkan segala sesuatunya hanya kepada Allah Swt. semata, percaya terhadap-Nya, berlindung hanya kepada-Nya dan ridha atas sesuatu yang menimpa dirinya, berdasarkan keyakinan bahwa Allah akan memberikan segala ‘kecukupan’ bagi dirinya, dengan tetap berikhtiar semaksimal mungkin untuk dapat memperolehnya. Allah Swt. berfirman: ‫ا‬َ‫م‬ِ‫ب‬َ‫ف‬‫ة‬َ‫م‬ْ‫ح‬َ‫ر‬َ‫ن‬ِ‫م‬ِ‫ّللا‬َ‫ت‬ْ‫ن‬ِ‫ل‬ْ‫م‬‫ه‬َ‫ل‬ْ‫و‬َ‫ل‬ َ‫و‬َ‫ت‬ْ‫ن‬‫ك‬‫ا‬ًّ‫ظ‬َ‫ف‬َ‫ظ‬‫ي‬ِ‫ل‬َ‫غ‬ِ‫ب‬ْ‫ل‬َ‫ق‬ْ‫ال‬‫ُّوا‬‫ض‬َ‫ف‬ْ‫ن‬ َ‫ّل‬ْ‫ن‬ِ‫م‬َ‫ح‬ََِ‫ل‬ ْ‫و‬ ‫ْف‬‫ع‬‫ا‬َ‫ف‬ْ‫م‬‫ه‬ْ‫ن‬َ‫ع‬ْ‫ر‬ِ‫ف‬ْ‫غ‬َ‫ت‬ْ‫س‬‫ا‬ َ‫و‬ْ‫م‬‫ه‬َ‫ل‬ْ‫م‬‫ه‬ ْ‫ر‬ِ‫و‬‫َا‬‫ش‬ َ‫و‬‫ي‬ِ‫ف‬ِ‫ر‬ْ‫م‬َ ْ‫اْل‬‫ا‬َ‫ذ‬ِ‫إ‬َ‫ف‬َ‫ت‬ْ‫م‬ َ‫ز‬َ‫ع‬ْ‫ل‬‫ك‬ َ‫و‬َ‫ت‬َ‫ف‬‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ِ‫ّللا‬ ‫ن‬ِ‫إ‬َ‫ّللا‬ُّ‫ب‬ ِ‫ح‬‫ي‬َ‫ين‬ِ‫ل‬ِ‫ك‬ َ‫و‬َ‫ت‬‫م‬ْ‫ال‬(‫آل‬‫عمران‬:159) Artinya: Maka sebab rahmat dari Allah, Engkau bersikap lemah lembut kepada mereka. Seandainya Engkau bersikap kasar lagi keras hati, niscaya mereka akan pergi dari sekelilingmu. Sebab itu maafkan mereka, mintakan ampunan baginya dan ajaklah bermusyawarah mereka dalam urusan itu (menentukan strategi perang). Lalu apabila Engkau telah memiliki tekad yang bulat, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakkal (QS. Ali Imran/3: 159). Ayat di atas menempatkan tawakkal pada posisi penyusunan rencana tahap rakhir setelah mempunyai keputusan dan tekad yang bulat. Hal ini menunjukkan bahwa sebelum tawakkal manusia harus terlebih dahulu berikhtiyar secara zhahir, selanjutnya jangan lupa ikhtiar batin, yakni ikhtiyar dan do’a. Sebagaimana dicontohkan oleh Nabi kita Muhammad Saw., beliau melakukan rundingan dahulu dengan para sahabat dengan meminta pendapat atau buah pikiran mereka mengenai urusan peperangan dan lain-lain demi mengambil hati mereka dengan sikap lemah lembut, kemudian setelah keputusan diambil dan telah menetapkan hati, lalu bertawakkal kepada Allah dengan berserah kepada-Nya. Jadi tawakkal bukan berarti tinggal diam, tanpa kerja dan usaha, bukan menyerahkan semata-mata kepada keadaan dan nasib dengan tegak berpangku tangan duduk memekuk lutut, menanti apa-apa yang akan terjadi. Memohon pertolongan dan Bertawakkal tidaklah berarti meninggalkan upaya, bertawakkal
  • 6. 6 mengharuskan seseorang meyakini bahwa Allah yang mewujudkan segala sesuatu, sebagaimana ia harus menjadikan kehendak dan tindakannya sejalan dengan kehendak dan ketentuan Allah Swt. Seorang muslim dituntut untuk berusaha tetapi di saat yang sama ia dituntut pula berserah diri kepada Allah Swt, ia dituntut melaksanakan kewajibannya, kemudian menanti hasilnya sebagaimana kehendak dan ketentuan Allah. Seorang muslim berkewajiban menimbang dan memperhitungkan segala segi sebelum dia melangkahkan kaki dan mengerjakan sesuatu. Tetapi bila pertimbangannya keliru atau perhitungannya meleset, maka ketika itu akan tampil dihadapannya Allah Swt., Tuhan yang kepada-Nya yakni dengan bertawakkal dan berserah diri. Dalam sebuah hadis Rasullah Saw. diriwayatkan sebagai berikut: ْ‫ن‬َ‫ع‬ِ‫َس‬‫ن‬َ‫أ‬ِ‫ْن‬‫ب‬،َِ‫ل‬‫ا‬َ‫م‬‫ن‬َ‫أ‬‫ي‬ِ‫ب‬‫الن‬‫ى‬‫ل‬َ‫ص‬‫للا‬ِ‫ه‬ْ‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬،َ‫م‬‫ل‬َ‫س‬ َ‫و‬َ‫ل‬‫ا‬َ‫ق‬" :‫ا‬َ‫ذ‬ِ‫إ‬َ‫ج‬َ‫َر‬‫خ‬‫ج‬‫الر‬‫ل‬ ْ‫ن‬ِ‫م‬ِ‫ه‬ِ‫ت‬ْ‫ي‬َ‫ب‬َ‫ل‬‫ا‬َ‫ق‬َ‫ف‬ِ‫م‬ْ‫س‬ِ‫ب‬ِ‫ّللا‬‫ت‬ْ‫ل‬‫ك‬ َ‫و‬َ‫ت‬‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬،ِ‫ّللا‬َ‫ّل‬َ‫ل‬ ْ‫و‬َ‫ح‬َ‫ّل‬ َ‫و‬َ‫ة‬‫و‬‫ق‬‫ّل‬ِ‫إ‬،ِ‫اَّلل‬ِ‫ب‬َ‫ق‬َ‫ل‬‫ا‬:‫ال‬َ‫ق‬‫ي‬ ‫ذ‬ِ‫ئ‬َ‫ن‬‫ي‬ ِ‫ح‬:،َ‫ِيت‬‫د‬‫ه‬،َ‫يت‬ِ‫ف‬‫ك‬ َ‫و‬،َ‫يت‬ِ‫ق‬‫و‬ َ‫و‬‫ى‬‫َح‬‫ن‬َ‫ت‬َ‫ت‬َ‫ف‬‫ه‬َ‫ل‬،‫ين‬ِ‫اط‬َ‫ي‬‫الش‬َ‫ف‬‫ول‬‫ق‬َ‫ي‬َ‫ل‬‫ه‬‫ان‬َ‫ط‬ْ‫ي‬َ‫ش‬‫َر‬‫خ‬‫آ‬: َ‫ْف‬‫ي‬َ‫ك‬َََ‫ل‬‫ل‬‫ج‬َ‫ر‬ِ‫ب‬ْ‫د‬َ‫ق‬َ‫ِي‬‫د‬‫ه‬َ‫ي‬ِ‫ف‬‫ك‬ َ‫و‬‫؟‬َ‫ي‬ِ‫ق‬‫و‬ َ‫و‬"‫رواه‬‫ابو‬‫داود‬) Artinya: Dari Anas bin Malik berkata, bahwasannya Nabi Saw. bersabda, “Apabila seorang laki-laki keluar dari rumahnya, lalau membaca ‘ ،ِ‫ّللا‬ ِ‫ْم‬‫س‬ِ‫ب‬ِ‫اَّلل‬ِ‫ب‬ ‫ّل‬ِ‫إ‬ َ‫ة‬‫و‬‫ق‬ َ‫ّل‬ َ‫و‬ َ‫ل‬ ْ‫و‬َ‫ح‬ َ‫ّل‬ ،ِ‫ّللا‬ ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ ‫ت‬ْ‫ل‬‫ك‬ َ‫َو‬‫ت‬ ’, maka pada saat itu dikatakan kepadanya: engkau telah diberi hidayah, engkau telah dicukupkan, engkau telah dijaga dan ditinggalkan syaitan. Dan syaitan yang lain berkata kepadanya, Bagaimana bisa menggoda dengan laki-laki ini yang sudah diberijamin hidayahnya, kecukupannya dan penjagaannya” (HR. Abu Dawud) Hadits di atas mengisyarahkan kepada kita bahwa tawakkal itu dilakukan sebelum melakukan aktivitas. Kita harus menyadari sematang apapun rencana yang kita buat adalah rencana yang dibuat oleh manusia yang serba lemah, dan tidak dapat mengetahui secara universal tentang hubungan sebab akibat dari semua unsur yang menentukan dan mempengarui keberhasilannya. Manusia hanya bisa berencana Allah yang menentukan segalanya. Sebab itu sebelum kita menjalankan rencana, sudah semestinya kita serahkan sepenuhnya kepada Dzat yang Maha Mengatur dan Menentukan, Allah Swt. Sampai di sini bagaimana? Sudah nyambung? Mari kita lanjutkan belajar konsep tahapan kedua, yakni tahapan dalam membangun amal shalih.
  • 7. 7 b. Ikhlas Menurut bahasa, ikhlas berarti jujur, tulus dan rela. Dalam bahasa Arab, kata ‫الص‬ْ‫/إخ‬ikhlas merupakan bentuk mashdar dari َ‫ص‬َ‫ل‬ْ‫/أخ‬akhlasa yang berasal dari akar kata ‫/خلص‬khalasa. Kata ini mengandung beberapa makna sesuai dengan kontek kalimatnya. Ia biasa berarti shafaa (jernih), najaa wa salima (selamat), washala (sampai) dan I’tazala (memisahkan diri).3 Atau berarti perbaikan dan pembersihan sesuatu (Ibn Zakaria, Mu’jam Maqayis al-Lughah Jilid 2, 1986: hlm. 208) Menurut istilah, makna ikhlas diungkapkan oleh para ulama antara lain adalah sebagai berikut: 1). Muhammad Abduh mengatakan ikhlas adalah ikhlas beragama untuk Allah SWT. dengan selalu manghadap kepada-Nya, dan tidak mengakui kesamaan- Nya dengan makhluk apapun dan bukan dengan tujuan khusus seperti menghindarkan diri dari malapetaka atau untuk mendapatkan keuntungan serta tidak mengangkat selain dari-Nya sebagai pelindung (Muhammad Rasyid Ridha,1973, hlm. 475). 2). Muhammad al-Ghazali mengatakan ikhlas adalah melakukan amal kebajikan semata-mata karena Allah SWT (Muhammad al-Ghazali, 1993, hlm. 139) Sekilas apabila diperhatikan makna ikhlas dari dua definisi di atas itu dapat digambarkan seseorang yang sedang membersihkan beras dari batu-batu kecil (kerikil) yang ada di sekitar beras itu. Maka apabila beras itu dimasak akan terasa nikmat memakannya karena sudah bersih dari kerikil dan batu-batu kecil. Caoba bayangkan jika beras itu masih kotor, niscaya nasi yang kita kunyah akan ternyata kerikil juga tergigit. Sungguh tidak nikmatnya nasi tersebut karena masih ada yang mengganjal kenikmatan rasanya. Dari ungkapan di atas dapat dipahami bahwa ikhlas itu adalah segala sesuatu yang berkenaan dengan masalah niat sebab niat merupakan titik penentu dalam menentukan amal seseorang. Orang yang ikhlas tidak dinamakan orang ikhlas sampai ia mengesakan Allah SWT. dari segala sesuatu dan ia hanya menginginkan Allah SWT. Ikhlas adalah menyengajakan suatu perbuatan karena Allah Swt. dan mengharapkan ridha-Nya serta memurnikan dari segala macam kotoran dan godaan seperti keinginan terhadap populeritas, simpati orang lain, kemewahan, kedudukan, harta, pemuasan hawa nafsu dan penyakit hati lainnya. Hal ini sesuai dengan perintah
  • 8. 8 Allah-Nya yang tercantum dalam QS. al-An’am/6: 162-163. Demikian juga dalam firman-Nya yang terdapat dalam QS. al-Bayyinah/98: 5. Apabila ikhlas digambarkan sebagai akad, maka akadnya hanya kepada Allah. Dan penilaian amal kita sepenuhnya terserah Allah Swt. Jadi apabila penilaiannya disekutukan dengan manusia, seperti supaya dinilai baik dan dihargai dengan harga sekecil apapun misalnya ucapan terima kasih, maka akan merusak keikhlasan kita (QS. Al-Insan/76:9) Ikhlas merupakan bentuk implementasi iman dalam beramal, karena itu nyata sama dengan keimanan yang bisa bertambah dan berkurang. Untuk itu umat Islam harus berhati-hati terhadap sifat-sifat yang dapat merusak keikhlasannya, di antaranya: 1). Ria, yakni melakukan amal perbuatan tidak untuk mencari ridha Allah SWT., akan tetapi untuk dinilai oleh manusia untuk memperoleh pujian atau kemashuran, posisi, kedudukan di tengah masyarakat, sebagaimana tergambar di dalam firman Allah SWT. Q. S. al-Ma’un/107: 4-7. Riya’ merupakan salah satu penyakit yang sifatnya abstrak, namun tanda-tandanya secara empiris dapat dirasakan, terutama bagi orang yang melakukannya. Ada pun tanda-tanda orang yang riya’, adalah: (1). Seseorang yang bertambah ketaatannya apabila dipuji atau disanjung oleh orang lain akan tetapi menjadi berkurang atau bahkan meninggalkan amalan tersebut apabila mendapat celaan dan ejekan, (b). Tekun dalam beribadah apabila di depan orang banyak akan tetapi malas apabila dikerjakan sendirian, (c). Mau memberi atau sedekah apabila dilihat orang banyak, tetapi enggan apabila tidak ada orang yang melihatnya, (d). Berkata dan berbuat kebaikan bukan semata-mata karena Allah SWT. Akan tetapi karena mengharap pamrih kepada manusia 2). Sum’ah, yakni menceritakan amal yang telah dilakukan kepada orang lain supaya mendapat penilain dan dihargai misalnya kedudukan di hatinya. Pada dasarnya sama dengan ria, tetapi sum’ah adalah perbuatannya sudah dilaksanakan sehingga perlu diceriterakan. 3). Nifak, sifat menyembunyikan kekafiran dengan menyatakan dan mengikrarkan keimanannya kepada Allah Swt. Jadi jelas akan menghilangkan keikhlasan karena tidak didasari dengan keimanan yang benar kepada Allah Swt. Bagaimana apa Saudara sudah faham tentang ikhlas sebagai nilai landasan amal manusia supaya bisa menjadi amal shaleh dan bernilai ibadah? Jika nilai
  • 9. 9 keikhlasan seseorang semakin tinggi, berarti akhlaknya kepada Allah Swt. semakin baik pula. Dan amalnya akan dinilai oleh Allah Swt. sebaliknya apabila disertakan keinginan untuk dinilai manusia, maka Allah Swt. tidak akan mau menilai dan didiskualifikasi sebelum dihisab di hadapan-Nya kelak di hari perhidtungan amal. Allah Swt. berfirman: ََِ‫ئ‬َ‫ل‬‫و‬‫أ‬َ‫ِين‬‫ذ‬‫ال‬‫وا‬‫ر‬َ‫ف‬َ‫ك‬ِ‫ت‬‫ا‬َ‫ي‬‫آ‬ِ‫ب‬ْ‫م‬ِ‫ه‬ِ‫ب‬ َ‫ر‬ِ‫ه‬ِ‫ئ‬‫ا‬َ‫ق‬ِ‫ل‬ َ‫و‬ْ‫ت‬َ‫ط‬ِ‫ب‬َ‫ح‬َ‫ف‬ْ‫م‬‫ه‬‫ال‬َ‫م‬ْ‫ع‬َ‫أ‬َ‫ال‬َ‫ف‬‫يم‬ِ‫ق‬‫ن‬َ‫ل‬ْ‫م‬‫ه‬َ‫م‬ ْ‫و‬َ‫ي‬ ِ‫ة‬َ‫م‬‫ا‬َ‫ي‬ِ‫ق‬ْ‫ال‬‫ا‬ً‫ن‬ ْ‫ز‬ َ‫و‬(‫الكهف‬:105) Artinya: Mereka itu adalah orang-orang yang mengingkari (tidak percaya) dengan ayat-ayat Tuhannya dan pertemuan dengan-Nya (di akhirat), maka rusaklah amal-amal mereka. Kami tidak akan melakukan penimbangan amal di hari kiamat kelak (QS. Al-Kahfi/18: 105) c. Sabar Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sabar berarti tahan menghadapi cobaan, tidak lekas marah, putus asa atau patah hati. Sebenarnya kata sabar berasal dari bahasa arab, yaitu shabara- yashbiru-shabran yang artinya menahan. Kata lainnya adalah alhabs yang artinya menahan atau memenjarakan. Artinya adalah menahan hatinya dari keinginan atau nafsunya. Kata sabar dengan aneka ragam derivasinya memiliki makna yang beragam antara lain: shabara bih yang berarti “menjamin”. Shabîr yang berarti “pemuka masyarakat yang melindungi kaumnya”. Dari akar kata tersebut terbentuk pula kata yang berarti “gunung yang tegar dan kokoh”, “awan yang berada di atas awan lainnya sehingga melindungi apa yang terdapat di bawahnya”, “batu-batu yang kokoh”, “tanah yang gersang”, “sesuatu yang pahit atau menjadi pahit”. Sedangkan menurut istilah sabar didefinisikan oleh para ulama, antara lain: (1). Shabar adalah sikap tegar dalam menghadapai ketentuan dari Allah. Orang yang sabar menerima segala musibah dari Allah dengan lapang dada, (2). Sabar adalah keteguhan hati yang mendorong akal pikiran dan agama dalam menghadapi dorongan-dorongan nafsu syahwat. (3). Shabar adalah tabah hati tanpa mengeluh dalam menghadapi godaan dan rintangan dalam jangka waktu tertentu dalam rangka mencapai tujuan. Ada juga yang memahami bahwa shabar bermakna kemampuan mengendalikan emosi, sehingga sabar memiliki padananan nama yang berbeda-beda
  • 10. 10 sesuai dengan objeknya: (1). Shabar adalah ketabahan menghadapi musibah, sehingga kebalikannya gelisah dan keluh kesah berarti tidak shabar, (2). Shabar itu dhobith an nafs disebabkan mampu menghadapi dan menahan diri dari godaan hidup yang menyenangkan, (3). Shabar dalam peperangan disebut pemberani, kebalikannya disebut pengecut, (4). Shabar dalam menahan marah disebut santun (hilm), kebalikannya disebut pemarah (tazammur), (5). Shabar dalam menghadapi bencana yang mencekam disebut lapang dada (ridha), (6). Shabar dalam mendengar gosip disebut mampu menyembunyikan rahasia, (7). Shabar terhadap kemewahan disebut zuhud, dan (8). Shabar dalam menerima yang sedikit disebut kaya hati (qana‟ah) kebalikannya disebut tamak atau rakus. Dari pengertian-pengertian di atas dapat difahami bahwa shabar itu merupakan kemampuan menahan atau mengatur diri untuk dapat tetap taat terhadap aturan-aturan yang benar berdasarkan syariat dalam menjalankan perintah Allah Swt., menjauhi larangan-Nya dan menerima cobaan, pada waktu tertentu mulai dari awal sampai selesai. Seperti shabar mengerjakan shalat berarti mulai takbiratul ihram sampai salam. Seseorang dikatakan shabar dalam shalat jika ia tidak melanggar aturan-aturan shalat dari mulai takbiratul ihram sampai salam. Dan shalatnya akan salah, batal atau rusak. Harus mengulang kembali dari awal sampai akhir tanpa ada pelanggaran, jika mau shalatnya menjadi bagian amal shalih. Bagaimana kalau ada yang bertanya apa shabar ada batasnya? Jawabnya “Ada”. Kenapa? Karena sesuatu yang tidak ada batasnya berarti sesuatu itu belum jelas dan sesuatu yang belum jelas itu masih bersifat umum atau mutlak. Dan sesuatu yang masih bersifat umum atau masih mutlak atau syubhat itu harus ditinggalkan, tidak boleh diamalkan sampai ada dalil yang mentakhshish dan mentaqyidnya sehingga jelas batasnya. Ayat yang sering difahami oleh sebagian orang sebagai dalil bahwa shabar tidak ada batasnya adalah QS. Ali Imran/3: 200 sebagi berikut: ‫ا‬َ‫ي‬‫ا‬َ‫ه‬ُّ‫ي‬َ‫أ‬َ‫ِين‬‫ذ‬‫ال‬‫وا‬‫ن‬َ‫م‬‫آ‬‫وا‬‫ر‬ِ‫ب‬ْ‫ص‬‫ا‬‫وا‬‫ر‬ِ‫ب‬‫ا‬َ‫ص‬ َ‫و‬‫وا‬‫ط‬ِ‫ب‬‫ا‬ َ‫ر‬ َ‫و‬‫وا‬‫ق‬‫ات‬ َ‫و‬َ‫ّللا‬ْ‫م‬‫ك‬‫ل‬َ‫ع‬َ‫ل‬ِ‫ل‬ْ‫ف‬‫ت‬َ‫ون‬‫ح‬(‫ال‬ ‫عمران‬:200) Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah terus bersabar dan tetaplah dalam kesabaran. Bertaqwalah kalian kepada Allah supaya kalian beruntung”. Kalimat tetaplah kalian dalam kesabaran, karena ayat ini konteknya adalah dalam kondisi perang yang maksudnya yaitu tetap shabar sampai perang berakhir.
  • 11. 11 Tidak boleh melanggar strategi dan aturan-aturan perang sesuai dengan hukum yang ditetapkan Allah. Sama dengan tidak boleh melanggar aturan-aturan shalat sampai shalat berakhir. Apabila melanggar aturan, maka amalnya menjadi amal yang salah, batal dan rusak. Dan berarti tidak shabar, berarti pula buruk akhlaknya kepada Allah. Sebab itu shabar memerlukan pengetahuan yang cukup tentang apa yang sedang diamalkan. Mustahil orang yang bodoh akan dapat shabar, karena kemungkinan besar ia akan melanggar aturan-aturan yang sudah ditetapkan sebab tidak mengetahuinya. Nabi Musa AS. tidak bisa shabar mengikuti Nabi Khidir AS., dikarenakan Nabi Musa tidak mengetahui apa maksud dan apa yang akan terjadi. Allah Swt. berfirman: َ‫ْف‬‫ي‬َ‫ك‬ َ‫و‬‫ر‬ِ‫ب‬ْ‫ص‬َ‫ت‬‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬‫ا‬َ‫م‬ْ‫م‬َ‫ل‬ْ‫ط‬ ِ‫ح‬‫ت‬ِ‫ه‬ِ‫ب‬‫ا‬ً‫ْر‬‫ب‬‫خ‬(‫كهف‬:68) Artinya: “Bagaimana mungkin engkau dapat bersabar terhadap apa yang engkau belum tahu persis masalahnya” d. Syukur Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), syukur diartikan sebagai: (1) rasa terima kasih kepada Allah, dan (2) untunglah (menyatakan lega, senang dan sebagainya). Sebenarnya kata syukur berasal dari bahasa Arab yakni dalam bentuk mashdar dari kata kerja syakara–yasykuru–syukran–wa syukuran–wa syukranan.. Secara bahasa berarti pujian atas kebaikan dan penuhnya sesuatu. Syukur juga berarti menampakkan sesuatu kepermukaan. Dalam hal ini menampakkan sesuatu kepermukaan, yakni menampakkan nikmat Allah. Sedangkan menurut istilah syukur adalah pengakuan terhadap nikmat yang dikaruniakan Allah yang disertai dengan kedudukan kepada-Nya dan mempergunakan nikmat tersebut sesuai dengan tuntunan dan kehendak-Nya. Dalam hal ini, hakikat syukur adalah “menampakkan nikmat,” dan sebaliknya hakikat kekufuran adalah menyembunyikannya. Menampakkan nikmat antara lain berarti menggunakannya pada tempat dan sesuai dengan yang dikehendaki oleh pemberi- Nya, juga menyebut-nyebut nikmat dan pemberi-Nya dengan lidah. M. Quraish Shihab menegaskan bahwa syukur mencakup tiga sisi. Pertama, syukur dengan hati, yakni kepuasaan batin atas anugerah. Kedua, syukur dengan lidah, yakni dengan mengakui anugerah dan memuji pemberinya. Ketiga, syukur dengan perbuatan,
  • 12. 12 yakni dengan memanfaatkan anugerah yang diperoleh sesuai dengan tujuan penganugerahannya. Kaitannya dengan amal shalih syukur itu menjadi landasan tauhid seseorang ketika diberikan fasilitas yang enak dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang hamba di dunia ini. Dengan kata lain dalam beramal ketika fasilitasnya terbatas maka harus shabar sementara kalau fasilitasnya cukup apalagi berlimpah maka harus bersyukur. Dalam perspektif amal shalih keduanya (shabar dan syukur) kedudukannya sama menjadi cara atau ukuran bagi orang yang beriman apakah tindakannya akan menjadi amal ibadah atau bukan. Rasulullah Saw. bersabda: ْ‫ن‬َ‫ع‬‫ْب‬‫ي‬َ‫ه‬‫ص‬َ‫ل‬‫ا‬َ‫ق‬:َ‫ل‬‫ا‬َ‫ق‬‫ول‬‫س‬ َ‫ر‬ِ‫للا‬‫ى‬‫ل‬َ‫ص‬‫للا‬ِ‫ه‬ْ‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬َ‫م‬‫ل‬َ‫س‬ َ‫و‬" :‫ْت‬‫ب‬ ِ‫ج‬َ‫ع‬ْ‫ن‬ِ‫م‬ِ‫ر‬ْ‫م‬َ‫أ‬ ،ِ‫ن‬ِ‫م‬ْ‫ؤ‬‫م‬ْ‫ال‬‫ن‬ِ‫إ‬َ‫ر‬ْ‫م‬َ‫أ‬ِ‫ن‬ِ‫م‬ْ‫ؤ‬‫م‬ْ‫ال‬‫ه‬‫ل‬‫ك‬‫ه‬َ‫ل‬،‫ْر‬‫ي‬َ‫خ‬َ‫ْس‬‫ي‬َ‫ل‬ َ‫و‬ََِ‫ل‬َ‫ذ‬‫د‬َ‫ح‬َ ِ‫ْل‬‫ّل‬ِ‫إ‬،ِ‫ن‬ِ‫م‬ْ‫ؤ‬‫م‬ْ‫ل‬ِ‫ل‬ْ‫ن‬ِ‫إ‬ ‫ه‬ْ‫ت‬َ‫ب‬‫ا‬َ‫ص‬َ‫أ‬‫اء‬‫ر‬َ‫س‬، َ‫ر‬َ‫ك‬َ‫ش‬َ‫ان‬َ‫ك‬ََِ‫ل‬َ‫ذ‬‫ه‬َ‫ل‬،‫ا‬ً‫ْر‬‫ي‬َ‫خ‬ْ‫ن‬ِ‫إ‬ َ‫و‬‫ه‬ْ‫ت‬َ‫ب‬‫ا‬َ‫ص‬َ‫أ‬‫اء‬‫ر‬َ‫ض‬، َ‫ر‬َ‫ب‬َ‫ص‬َ‫ف‬َ‫ك‬َ‫ان‬ ََِ‫ل‬َ‫ذ‬‫ه‬َ‫ل‬‫ا‬ً‫ْر‬‫ي‬َ‫خ‬("‫رواه‬‫احمد‬) Artinya: Dari Shuhaib berkata: Rasulullah Saw. bersabda: “Saya heran terhadap urusan orang yang beriman, sesungguhnya semua urusannya akan menjadi kebaikan, dan itu tidak dapat terjadi keculi bagi orang yang beriman. Jika ia memperoleh kesenangan lalu ia bersyukur, maka yang demikian itu akan menjadikan kebaikan baginya. Dan jika ia ditimpa keburukan lalu ia bersabar, maka yang demikian itu juga menjadi kebaikan (HR. Ahmad) Pernyataan Rasulullah Saw. tersebut di atas, yang dimaksud menjadi kebaikan bagi orang yang beriman adalah menjadi amal yang bernilai ibadah. Karena memang tugas manusia di dunia ini adalah untuk beribadah kepada-Nya. Dan nilai ibadah itu bentuknya adalah amal shalih, ketakwaan kepada-Nya. Selalu menjadi hamba yang shalih dalam kondisi apapun, baik sedang dalam kesusahan maupun sedang dalam kelapangan. Kesusahan dan kesenangan di dunia, bagi seorang yang beriman itu sama kedudukannya sebagai alat ujian untuk mendapatkan amal shalih sebanyak-banyaknya. Maaf, Saudara baiknya Jedda dulu, bagaimana setelah baca teks di atas? Sudah nyambung? Kalau sudah nyambung mari kita lanjutkan. e. Ridha Menurut bahasa kata ‫/الرضا‬ridha berasal dari bahasa Arab yang berarti senang, suka, rela. Ia merupakan lawan dari kata ‫/السخط‬al-sukht yang berarti kemarahan, kemurkaan, rasa tidak suka. Orang yang ‫/الرضا‬ridha berarti orang yang
  • 13. 13 sanggup melepaskan ketidak senangan dari dalam hati, sehingga yang tinggal di dalam hatinya hanyalah kesenangan. Menurut istilah para ulama ridha didefinisikan antara lain oleh; (1). Dzunnun Al-Miṣri, beliau mengatakan bawa ridha ialah kegembiraan hati dalam menghadapi qadha tuhan, (2). Ibnu Ujaibah mengatakan bahwa ridha adalah menerima kehancuran dengan wajah tersenyum, atau bahagianya hati ketika ketetapan terjadi, atau tidak memilih-milih apa yang telah diatur dan ditetapkan oleh Allah, atau lapang dada dan tidak mengingkari apa-apa yang datang dari Allah, (3). Al-Barkawi berpendapat bawa ridha adalah jiwa yang bersih terhadap apa-apa yang menimpanya dan apa-apa yang hilang, tanpa perubahan. Ibnu Aṭaillah as-Sakandari berkata, “ridha adalah pandangan hati terhadap pilihan Allah yang kekal untuk hamba-Nya, yaitu, menjauhkan diri dari kemarahan. Dari definisi-definisi di atas dapat difahami bahwa ridha itu merupakan kondisi kejiwaan atau sikap mental yang senantiasa menerima dengan lapang dada atas segala keputusan Allah Swt. yang terkait dengan diri seorang hamba, baik berupa karunia yang baik berupa nikmat maupun yang buruk berupa bala’. Ia akan senantiasa merasa senang dalam setiap situasi yang meliputinya. Sikap seperti inilah yang dapat menjadikan amal seorang hamba dapat diterima di sisi Allah Swt. dan merupakan akhlak yang mulia kepada Penciptanya. Orang yang ridha terhadap cobaan dan musibah yang menimpanya sebenarnya merasakan apa yang dirasakan manusia pada umumnya. Akan tetapi dia ridha dengan akal dan imannya, karena dia meyakini besarnya pahala dan balasan atas musibah dan cobaan tersebut. Oleh karena itu dia tidak menolaknya dan tidak gelisah. Abu Ali Ad-Daqqaq berkata, “ridha bukan berarti tidak merasakan bencana. Akan tetapi, ridha itu berarti tidak menolak qadha dan takdir. Orang yang jiwanya rela (puas) menerima apapun yang terjadi pada diri mereka, tidak ada sedikitpun kekecewaan yang melanda dirinya.Orang-orang seperti inilah yang disebut dengan orang yang ridha . Orang yang ridha sadar bahwa penderitaan yang menimpanya juga menimpa orang lain, namun dalam bentuk yang berbeda-beda. Sikap seperti itu muncul karena ia mengimani sepenuhnya rencana dan kebijaksanaan Allah. Apa yang menimpanya diyakini sebagai ketentuan yang telah ditentukan oleh Allah kepadanya. Ia menerima dan mensikapi dengan senang hati sehingga ia dapat terhindar dari kebencian terhadap manusia, karena seseorang yang berusaha mencari ridha Allah tidak peduli terhadap komentar apapun dari
  • 14. 14 orang lain mengenai dirinya, dan hal itu tidak membuatnya sakit hati, sehingga hatinya menjadi tenang dan jauh dari gejolak dan gelisah. Bagaimana hubungannya dengan amal shalih? Ridha terhadap keputusan Allah Swt. merupakan syarat diterimanya penghambaan seseorang. Siapa yang tidak ridha dengan keputusan dan takdir-Nya dia tidak berhak mengakui Allah sebagai Tuhannya. Dan berarti amalnya akan didiskualifikasi, tidak akan dihitung dalam perhitungan di yaum al-hisab kelak. Karena Allah Swt. tidak ridha dengan akhlaknya. Sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadis Qudsi dari Anas bin Malik sebagai berikut: ‫عن‬َ‫أ‬‫َس‬‫ن‬ْ‫ن‬ِ‫ب‬َِ‫ل‬‫ا‬َ‫م‬َ‫ل‬‫ا‬َ‫ق‬:‫ت‬ْ‫ع‬ِ‫م‬َ‫س‬َ‫ل‬‫و‬‫س‬ َ‫ر‬ِ‫للا‬‫ى‬‫ل‬َ‫ص‬‫ّللا‬ِ‫ه‬ْ‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬َ‫م‬‫ل‬َ‫س‬ َ‫و‬‫ول‬‫ق‬َ‫ي‬:َ‫ل‬‫ا‬َ‫ق‬ ‫للا‬‫ى‬َ‫ل‬‫ا‬َ‫ع‬َ‫ت‬" :ْ‫ن‬َ‫م‬ْ‫م‬َ‫ل‬َ‫ض‬ ْ‫ر‬َ‫ي‬‫ي‬ِ‫ئ‬‫ا‬َ‫ض‬َ‫ق‬ِ‫ب‬‫ي‬ ِ‫ر‬َ‫د‬َ‫ق‬ َ‫و‬ْ‫س‬ِ‫م‬َ‫ت‬ْ‫ل‬َ‫ي‬ْ‫ل‬َ‫ف‬‫ًّا‬‫ب‬ َ‫ر‬‫ي‬ ِ‫ْر‬‫ي‬َ‫غ‬"(‫رواه‬ ‫البيهقي‬) Atinya: Dari Anas bin Malik berkata, saya mendengan Rasulullah Saw. bersabda, Allah Swt. berfirman, “Siapa yang tidak ridha dengan keputusan dan takdirku, maka hendaknya mencari dan memohon doa kepada Tuhan selain Aku” (HR. Baihaki)