SlideShare a Scribd company logo
1 of 76
Haryatmoko
Definisi Etika Publik
 Etika publik: refleksi ttg standar yg menentukan baik/buruk,
 benar/salah tindakan/keputusan utk mengarahkan
 kebijakan publik utk menjalankan pelayanan publik.
 Tiga fokus etika publik:
 1. Tujuan: pelayanan publik berkualitas, responsif &relevan
 2. Refleksi: membantu pertimbangan pejabat publik dalam
 menentukan pilihan sarana kebijakan publik & sbg
 alat evaluasi yg memperhitungkan konsekuensi etis.
 3. Modalitas etika:
 menjembatani antara norma & tindakan nyata
Refleksi
 Refleksi: upaya untuk bercermin & mengambil jarak sehingga
 bisa melihat dg jernih & kritis suatu masalah (dari berbagai
 aspek) agar memahami diri lebih baik & memperbaiki kinerja.
 Tidak ada norma/nilai yg tidak dapat diperdebatkan, dikritik atau
 dipertanyakan.
 Prinsip revisi: semua persetujuan bisa dipertanyakan
 bila ada argumentasi baru
 Legitimitas mendasarkan pd persetujuan melalui komunikasi,
 bukan pada legitimitas tradisional
 Landasan utama refleksi: argumentasi
Fokus pada Modalitas
Bagaimana menjembatani norma moral & tindakan kongkrit?
 1.Tahu norma moral blm cukup, masih butuh cara/prosedur
 untuk bisa melaksanakannya
 2. Niat baik harus bisa diterjemahkan ke dlm tindakan nyata
 atau bagaimna mengorganisir tanggung jawab?
 Etika publik harus diterjemahkan ke etika institusional
 sehingga memberi “roh” bagi kode etik, hukum, UU
MODALITAS
-Akuntabilitas
-Transparansi
-Netralitas
TINDAKAN
-Integritas
ETIKA PUBLIK
Pelayanan Publik
Relevan & Responsif
TUJUAN
TIGA DIMENSI ETIKA
PUBLIK
Integritas
 Integritas: kualitas tindakan & sikap seseorang/organisasi yang sesuai dengan
 nilai & norma moral yang diterima anggota organisasi dan masyarakat
 Unsur-Unsur Integritas:
 1. Jujur: terbuka, mengatakan yang benar, tidak memanfaatkan pihak lain
 2. Rasa hormat: menghormati pendapat berbeda, membuka kesempatan kepada
 yang lain untuk menyampaikan keprihatinan atau kepedulian
 3. Mendorong tumbuhnya kepercayaan (trust)
 4. Peduli terhadap apa yang diharapkan dari dirinya (outcome)
 5. Tanggungjawab: bisa dipercaya, peduli, mampu mengantisipasi
 6. Menepati janji, konsisten dan bisa menjaga konfidensialitas
 7. Cekatan dalam menjawab kebutuhan atau tuntutan pekerjaan
MORAL ETIKA
1.Etimologi
2. Tradisi
Filsafat
3.Definisi
4.Fokus
-Latin: “mos, moris “ artinya
“kebiasaan” atau “adat”
moral dikaitkan dg kewajiban atau
norma yg dituntut scr kategoris atau
hipothetis sbg cara utk bertindak
-Deontologi Kant, (deon=kewajiban)
(i) Deontologi religius
(ii) Deontologi sekular
-Wacana normatif dlm bentuk
kewajiban hipotetis atau kategoris tyg
dirumuskan dlm kerangka baik/buruk,
benar/salah
-Hakikatnya adalah imperatif baik
kategoris maupun hipotetis
-“Moral” mengacu ke serangkaian
norma/aturan yg diterima oleh suatu
masyarakat sbg cara bertindak &
-Yunani: “ethos” artinya “Kualitas
karakter” atau “kebiasaan”
cara berpikir, merasa, bertindak,
perilaku yg menandai bhw seseorang
bagian dr suatu kelompok sosial ttt.
-Teleologi (Aristotle, telos=tujuan)
-Refleksi filsafat ttg moralitas
Etika adalah wacana normatif tp hakikat-
nya tidak selalu imperatif.
-“Etika adalah tujuan hidup baik untuk &
bersama orang lain dlm keranka
memperluas lingkup kebebasan &
menciptakan institusi yg adil” (Ricoeur)
-Dianggap sbg seni hidup yg mengarahkan
ke kebijaksanaan & kebahagiaan
-Jadi tekanannya pd refleksi
Ekstremisme: Pembedaan Etika &
Moralitas
 Avishai Margalit membedakan etika & moralitas:
 Etika: kewajiban yg muncul dari hubungan tebal (keluarga);
 etika berkaitan dengan loyalitas & pengkhianatan
 Moralitas: kewajiban hubungan tipis bukan dari keluarga.
Moralitas masalah hormat ke orang lain & penghinaan.
 Kejeniusan Hitler: mengubah norma moral universal bangsa
 Jerman menjadi sepenuhnya etika.
 Loyalitas: hasil hubungan tebal yg melibatkan keluarga
ETIKA INDIVIDUAL ETIKA SOSIAL
1.OBJEK
2.VALIDITAS
3.MEDIASI
4.JEMBATAN
antara Tahu &
Bertindak
Baik/buruk perilaku
individu dalam
masyarakat:
norma-norma moral
Tergantung pada
kesahihan premisnya
Hubungan antara visi &
tindakan  langsung
Bila sdh jadi keyakinan
individu, tindakan tidak
butuh persuasi.
-Tgjawab & kewajiban dlm
bermasyarakat: hukum,
politik, strategi,
praktik,kelomp/komunitas &
institusi Sosial
-Terkait dg struktur sosial &
tindakan kolektif.
Perlu persetujuan sebanyak
mungkin anggota masyarakat
Hubungan visi & tindakan
kolektif tidak langsung.
butuh mediasi.
Mediasi: nilai & simbol.
Persuasi menentukan
Profesi sngt berperan.
ETIKA KEUTAMAAN ETIKA INSTITUSIONAL
1.LANDASAN
2.TANGGUNG
JAWAB
3.STABILISASI
TINDAKAN
4.CARA
PEMBENTUKAN
1.Bukan pd prinsip rasional obyektif,
tapi praktik atau pembiasaan yg
menentukan keutamaan/excellence
2.Makna nilai bersama, tokoh teladan,
internalisasi  mempertajam makna
tgjawab
3.Stabilisasi tindakan yg berasal dr
dalam diri pelaku (habitus).
4.Pendidikan, latihan, teladan,
pembiasaan, lingkungan
1.Mendasarkan pd aturan, kebiasaan,
hukum, kode etik institusi sosial.
2.Institusi sosial berperan
mengorganisir tanggung jawab
melalui sanksi atau imbalan
3.Menjamin stabilitas tindakan dari
luar diri pelaku
4.Kepastian dan penegakkan
aturan atau hukum
 KODE ETIK
 1. Pencegahan, pembinaan, dan
pentingnya internalisasi nilai-
nilai (sanksi bersifat mendidik)
 2.Menekankan ‘mengapa’ dan
‘bagaimana’ seharusnya
bertindak nilai& prinsip
 membentuk esprit de corps
 3.Lebih ingin memajukan suatu
ideal (core values).
 4. Kode etik tidak bisa berubah
seturut keinginan pembuatnya
 (kepekaan, kebiasaan, nilai)
 5.Mempertajam makna
tanggungjawab (pendidikan)
 HUKUM
 1.Aturan untuk menjaga stabilitas
tatanan sosial
 menegakkan, menghukum
 2.Bukan hanya berfungsi sbg
stare decisis (prinsip yg ikuti
keputusan kasus sebelumnya) tp
tekanan pd regulasi
 3.Demi tatanan sosial: kontrak
keamanan, kesejahteraan
 4. Mudah diubah pembuat UU
 (beban & keuntungan masy.)
 5.Tekanan: mengorganisir
tanggungjawab dg ancaman
hukuman. Kesesuaian perilaku
Relasi Akuntabilitas dg Kode Etik &
Hukum
 Kode Etik
 1.Akuntabilitas: menjamin
perilaku pejabat sesuai
deontologi pelayanan publik
 2.Menekankan pentingnya
pembatinan nilai-nilai
 3.Mengandaikan sistem
pelayanan publik yg telah
terlembagakan scr baik
 4.Komitmen standar perilaku
yg mencegah korupsi dan
konflik kepentingan
 Refleksi thd regulasi & praktek
 Taat: aktualisasi nilai-nilai
 Hukum
 1.Akuntabilitas: menaati
model yg mengarahkan &
mengontrol
 2.Pentingnya pengawasan
publik, legislator, auditor
 3.Menekankan pentingnya
institusi adil yg mendorong
perilaku pejabat etika pub
 4.Penting: pihak luar yg bisa
identifikasi, mengoreksi,
memaksa. Kontrol dr luar utk
mengorganisir tgjawab
 Tuntutan pokok: taat aturan
Segitiga Kompetensi Profesional
dalam Pelayanan Publik
-Pengetahuan yg terspesialisasi
-Pengetahuan ttg hukum
-Manajemen Program & Strategis
-Manajemen Sumberdaya
Kompetensi Teknis
Kompetensi Etika
 Manajemen Nilai
 Penalaran Moral
 Moralitas Individual
 Moralitas Publik
 Etika Organisasi
Kompetensi Leadership
* Penilaian & Penetapan tujuan
 Ketrampilan manaj. hard/soft
 Gaya Manajemen
 Ketrampilan politik & negosiasi
 Evaluasi
JJjJ.S.Bowman
2010: 23
Integritas : Akuntabel & Transparan
 Upaya meningkatkan kepercayaan publik tergantung pd
kemampuannya memberi pelayanan berkualitas: penuhi standar
profesional & responsif thd kebutuhan publik.
 Revolusi mental perlu kompetensi etis: norma mendorong lebih
responsif thd kebutuhan publik shg membantu dalam pembatinan
integritas publik.
 Integritas publik: sikap jujur & serius utk melakukan yg
benar/adil dlm setiap situasi shg mempertajam keputusan dan
tindakannya dlm kerangka pelayanan publik
 Integritas publik: akuntabilitas & transparansi
Rumus Individualisme
Metodologis
S = f [ a (r, C) ] Raymond Boudon
 S : fenomena sosial (TumbuhnyaTrust/Kepercayaan)
 f : dampak yg muncul (Kerjasama efektif/kesetiaan/solidaritas)
 a : tindakan individual (Diam)
 r : alasan-alasan masing-masing (menyelamatkan diri)
 C: konteks masing-masing (tradisi/komunitas/infrastruktur)
 semua fenomena sosial bisa dijelaskan sbg dampak yg muncul dari
tindakan-tindakan individual. Tindakan ini dilakukan & dipercaya oleh
masing-masing individu sesuai dengan konteks masing-masing
Penjelasan Rumus IM
S & C: menggunakan huruf besar ; (f, a, r) huruf kecil.
 fenomena yg harus dijelaskan (S) & konteks aktor (C)
merupakan unsur-unsur kolektif (Makrososiologi)
 Sedangkan tindakan-tindakan yg didorong alasan-alasan &
berkelindan untuk menghasilkan dampak-dampak yg
muncul merupakan unsur-unsur individual (Mikrososiologi)
Rumus Individualisme
Metodologis
S = f [ a (r, C) ] Raymond Boudon
 S : fenomena sosial (Lemahnya integritas pemimpin)
 f : dampak yg muncul (Korupsi/Konflik Kepentingan)
 a : tindakan individual (Niat baik/buruk, keuntungan diri/kelomp)
 r : alasan-alasan masing-masing (Hidup enak/tuntutan sosial)
 C: konteks masing-masing (Tradisi/komunitas/lingkungan)
 semua fenomena sosial bisa dijelaskan sbg dampak yg muncul dari
tindakan-tindakan individual. Tindakan ini dilakukan & dipercaya oleh
masing-masing individu sesuai dengan konteks masing-masing
Masalah Korupsi Kartel-Elite
 Pendanaan partai politik menyeret ke korupsi kartel-elite
 yg melibatkan jaringan partai politik, pengusaha, penegak
hukum & birokrasi karena kondisi politik berikut:
 1) para pemimpin menghadapi persaingan politik dlm
 lembaga-lembaga yg masih lemah
 2) partai politik tdk mengakar, tp mewakili kepentingan elite
 3) sistem peradilan korup
 4) birokrasi rentan korupsi.
 membuat politik penuh resiko ketidakpastian
 (M. Johnston, 2005: 89-90)
Tujuan Korupsi Kartel-Elite
 Korupsi kartel-elite menghindari ketidakpastian :
 cara elite menggalang dukungan politik dr masyarakat dan
memenangkan kerjasama dg lembaga legislatif, penegak
hukum & birokrasi (F.Lordon, 2008: 10).
 Caranya:
 1) Mempengaruhi kebijakan publik & menghalangi atau
mengkooptasi pesaing-pesaing potensial;
 2) Menghimpun pengaruh utk menguasai /menjauhkan
keuntungan ekonomi & kebijakan publik dari tekanan sosial
dan elektoral.
 Bgmn menumbuhkan kesadaran thd perlunya etika dalam
organisasi pelayanan publik?
Akuntabilitas
 1)Akuntabilitas sebagai transparansi: tuntutan terhadap
organisasi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan apa yang
telah dilakukan. Harus ada laporan terbuka terhadap pihak luar
atau organisasi mandiri (legislator, auditor, publik) yg
dipublikasikan.(Peeters, 2007: 16)
 2) Akuntabilitas menjamin perilaku pejabat agar sesuai dengan
deontologi yang mengatur pelayanan publik
 -menekankan nilai yg telah dibatinkan sebagai pelayan publik
 -menolong mempertajam makna tanggung jawab
mengandaikan sistem pelayanan publik yg terlembagakan baik.
 3) Akuntabilitas: kemampuan merespon kebutuhan publik atau
bertanggungjawab terhadap pimpinan politiknya
Integritas Publik
Integritas: kualitas perilaku seseorang atau organisasi yg
sesuai dg nilai, standar & aturan moral yg diterima
anggota organisasi & masyarakat
memungkinkan pelayanan publik menjadi lebih
berkualitas.
 1) Jujur mengutamakan kepentingan publik dan
 menghindari konflik kepentingan dan korupsi
 2) Responsif thd kebutuhan publik
 3) Akuntabel dalam pelayanan publik.
Integritas : Akuntabel & Transparan
 Upaya pejabat meningkatkan kepercayaan publik tergantung
pd kemampuannya memberi pelayanan berkualitas: penuhi
standar profesional & responsif thd kebutuhan publik.
 Revolusi mental perlu kompetensi etis: norma mendorong
pejabat lebih responsif thd kebutuhan publik shg membantu
dalam pembatinan integritas publik.
 Integritas : sikap jujur & serius utk melakukan yg benar/adil
dlm setiap situasi shg mempertajam keputusan dan
tindakannya dlm kerangka pelayanan publik
 Integritas publik: akuntabilitas & transparansi
Orientasi Baru Pelayanan Publik
 (i) Perampingan, desentralisasi & semangat untuk kreatif
 (ii) Integrasi budaya etika dlm organisasi pelayanan publik
 (iii) Penggunaan perencanaan dan lingkaran kontrol
 (iv) Organisasi kerja lebih luwes
 (v) Prioritas pd masyarakat yg dilayani & kepuasan publik,
 bukan pd prosedur organisasi

 (vi) Ukuran utama: hasil/kinerja & pertanggungjawaban,
 bukan lagi menekankan pada metode.
 (vii) Pelimpahan tanggung jawab semakin besar utk ideal
 etika pelayanan publik: efektif, efisien & hemat .
(P)REVIEW Gagasan Refleksi, orientasi, tetapkan gambar bersama,
kumpulkan gagasan, mengeksplorasi perspektif
baru
bersedia melakukan kritik diri, kreatif & terbuka
PERENCANAAN Tujuan Menyeleksi & memberi prioritas gagasan,
mendefinisikan tujuan dan aktivitas bersama,
mengintegrasikan semua itu ke dlm kerangka yg
koheren secara kronologis & tertata
mau komitmen, jujur & luwes
PELAKSANAAN Implementasi Mengimplementasikan kegiatan dan inovasi dengan
komitmen & scr sistematis belajar dr pengalaman
mau berubah, setia, & disiplin diri
Lingkaran Kontrol Inti Leadership
Membangun Budaya Etika dalam
Organisasi
 I. Mengefektifkan sistem pencegahan
 II. Meningkatkan sistem pengawasan
 III.Mempertajam ketrampilan etika dalam pelayanan publik
 IV. Membangun kompetensi etika
 V. Memperketat seleksi pejabat dg memperhitungkan
 tiga kompetensi profesional
I. Membangun Budaya Etika dg
Pencegahan
 1.Mengidentifikasi risiko penyebab konflik kepentingan
 2.Membangun mekanisme akuntabilitas internal/eksternal yg
diakses pemeriksaan publik (e-policing, e-procurement)
 3.Pendekatan manajemen yg menjamin pejabat publik
mengambil tanggungjawab pribadi, tidak menimpakan ke pihak
lain, bila ada pelanggaran etika publik
 4. Dalam organisasi ditumbuhkan kepedulian untuk
menolak/menghindari korupsi/konflik kepentingan.
 5. Rotasi jabatan yg selalu disertai audit/evaluasi sesudahnya
II.Membangun Budaya Etika dg Sistem
Pengawasan
 1)Menerapkan akuntabilitas/transparansi dg Komisi Etika
 2)Mengelaborasi pedoman transparansi dlm pengadaan barang/
 jasa publik.
 3)Memberdayakan civil society untuk ambil bagian dlm
 pengawasan pelayanan publik dg Kartu Pelaporan Warganegara
 4) Membangun jaringan anti-korupsi melalui pendidikan dan
 pelatihan yg melibatkan asosiasi profesi, LSM, mahasiswa
 5 Mengintegrasikan Kode Etik ke manajemen organisasi
 6) Membangun mekanisme whistle-blowing (komunikasi
 konfidensial, hotlines) & perlindungan hukumnya
III. Ketrampilan Etika dlm Pelayanan
Publik
 1. Tingkat kesadaran penalaran moral sbg dasar
 pengambilan keputusan yang etis
 2. Kemampuan memahami etika sebagai sarana dalam
 menghadapi konflik
 3. Kemampuan menolak perilaku yang berlawanan
 dengan etika
 4. Mampu menerapkan teori-teori etika dlm proses
 pengambilan keputusan & evaluasi
IV. Membangun Kompetensi Etika
 1) Intensitas kepedulian etika & ada/tidaknya pelatihan etika:
 pelatihan rutin (syarat naik pangkat/jabatan) dikembangkan
 keyakinan & pembiasaan pd nilai etika.
 2) Komisi etika pembentukan kompetensi etika krn budaya etika
 organisasi mempertajam penalaran etis.
 3) Peran pimpinan  mencipta perilaku etis dlm organisasi: teladan &
 jeli memahami faktor-faktor keputusan & tindakan agar sesuai
 dengan tuntuntan etika publik.
 4) Keputusan etis tumbuh bila sanksi/imbalan, organisasi & evaluasi
 yg memperhitungkan konsekuensi etis
Kompetensi Etis: Habitus
 Kompetensi etika habitus: hasil ketrampilan yg menjadi
tindakan praktis (tdk hrs selalu disadari), lalu diterjemahkan ke
dlm suatu kemampuan yg nampaknya alamiah dan berkembang
dlm lingkungan sosial (budaya etika orgnisasi)
 Kriterium perolehan kompetensi etis: jasa/perjuangan macam
 apa pernah dilakukan utk kepentingan masyarakat
 Kompetensi etika tdk diperoleh di bangku kuliah, tp melalui
 pengalaman, yg kemudian diorganisir & direfleksikan.
 Kepedulian thd orang kecil bukan dr kunjungan kerja, tp terlibat
bersama mereka & belajar peduli kebutuhan mereka
Habitus: Fasilitas & Perubahan
Sistem
 Habitus: struktur mental yg selalu dlm proses restrukturisasi.
 Praktik kehidupan tdk hanya pelaksanaan norma, tp mener-
jemahkan makna praktis yg diperoleh melalui habitus.
 Tanpa mencari lagi maknanya/mengangkat ke kesadaran,
habitus mengarahkan sesuai dg posisi pelaku & logika arena.

 Karir pejabat Polri karena KKN/uang bertentangan dg
prinsip terbentuknya habitus/etos.
 Perubahan habitus mendorong kreativitas, tp butuh
topangan fasilitas, perubahan sistem atau aturan.
II.5. Enam Langkah Mengintegrasikan Kode
Etik
ke Manajemen Organisasi
 (i) Dlm menyusun kode etik mengikutsertakan anggota-
anggota yang representatif shg ada partisipasi & membentuk
khasanah istilah yg sama rasa memiliki dan komitmen
 (ii) Komisi etika dilibatkan dlm pengambilan keputusan dlm
setiap pertemuan staf dg merumuskan dampak etikanya.
 (iii) Disediakan konsultasi etika & saluran pelaporan untuk
membahas masalah etika, prosedur menyalurkan keluhan,
protes, mekanisme whistle-blowing (hotlines, komunikasi
konfidensial), sistem perlindungan bagi pelapor.
 (iv) Manajemen personalia disesuaikan dg tuntutan etika
publik, termasuk merevisi cara perekrutan calon pejabat.
 Pendidikan & pelatihan etika publik secara berkala; proses
evaluasi kinerja  identifikasi dimensi-dimensi etikanya.
 (v) Audit etika secara berkala meliputi: melihat kembali
dokumen-dokumen, menilai kerentanan masalah, wawancara
dan survei karyawan, & evaluasi terhadap sistem yg ada.
 (vi) Meningkatkan sosialisasi kesadaran etis dg memasang
kode etik di setiap tempat berkumpul
Implementasi Kode Etik
 (i) Perlu komisi yang mengatur, memberlakukan dan
mengawasi aturan dan standar etika
 (ii) Perlu diorganisir secara berkala pelatihan etika untuk
meningkatkan kesadaran moral dan belajar memecahkan
masalah-masalah dilema etika yang dihadapi pejabat publik
 (iii) Komisi etika memberi pengarahan tertulis,
pendampingan & evaluasi dari segi etika publik thd
cara/prosedur menghadapi masalah kebijakan perusahaan
Untuk Implementasi Kode Etik
 (i) Perlu komisi yang mengatur, memberlakukan dan
mengawasi aturan dan standar etika
 (ii) Perlu diorganisir secara berkala suatu pendidikan dan
pelatihan etika publik untuk meningkatkan kesadaran moral
dan belajar memecahkan masalah-masalah dilema etika yang
dihadapi pejabat publik
 (iii) Komisi etika selalu memberi pengarahan tertulis,
pendampingan & evaluasi dari segi etika publik thd
cara/prosedur bgmn pejabat publik menghadapi masalah-
masalah kebijakan publik.
 (iv) Dibuat aturan agar Komisi Etika bisa memberi sanksi
dg mempertimbangkan informasi adanya pelanggaran
pejabat publik, bahkan bila tidak ada keluhan/laporan, bila
ternyata mengganggu kinerja tugasnya.
 Maka perlu ada sub-komisi investigasi yg melibatkan
organisasi independen untuk mengumpulkan fakta
(wawancara saksi, memeriksa dokumen, meninjau lokasi)
agar bisa menentukan benar/tidaknya pelanggaran.
 Komisi bisa mengusulkan bentuk sanksi: pemecatan,
peringatan, skors atau ganti rugi.
Tiga Modalitas agar Kode Etik
Lebih Efektif
Teknologi
E-Governance, E-Policing,
E-Money, E-Procurment
Aspek Organisasional
-Mekanisme Whistle-Blowing, hotlines,
Ombudsman, KPW
-Rotasi jabatan,Mengganti Binkar SDM
-Hukum yg berlaku (gradasi sanksi)
-Deklarasi potensi konflik kepentingan
Perilaku Pejabat yang Diatur
-Komisi Etik, Pendidikan/Pelatihan Etika
di setiap kenaikan jenjang, Konsultasi,
Pendampingan
Infrastruktur Etika
 1. Akuntabilitas & pers bebas yg kritis
 2. Adanya rotasi jabatan karena merupakan benteng
 melawan godaan-godaan korupsi dan konflik kepentingan

 3. Kode etik & legislasi: mencegah konflik kepentingan,
auditor mandiri, sistem pengawasan internal & Komisi Etika
 4. E-policing (pemolisian online) pelayanan POLRI:
 keamanan, keselamatan, administrasi & informasi
 5. E-procurement: transparansi pengadaan barang dan jasa
 6. Pengawasan oleh civil society
Whistle Blower Efektif
 Meniup peluit akan efektif bila memperhitungkan:
 1.Ketepatan laporan yang dituduhkan,
 2.Bukti awal jelas: memungkinkan pihak yang mendapat
laporan bisa memverifikasi.
 3.Telah mencari/mengusahakan upaya lain, tp tdk efektif.
 4.Mencek & mencek kembali fakta yg diketahui sebelum
mengatakan dg spesifikasi tingkat pelanggaran.
 5. Tuduhan fair (sejauh mana penyalahgunaan wewenang itu
mengancam/membahayakan kepentingan publik (bukan
sekedar bentuk balas dendam atau mencari sensasi).
 6. Akan lebih dipercaya oleh publik bila tidak dalam
anonimitas (tp anonimitas tetap berguna)
Mekanisme Perlindungan Whistle-
Blower
 1. Harus ada pernyataan tegas bahwa pelaporan
pelanggaran korupsi akan ditanggapi serius dalam
organisasi asal indikasinya bisa dipertanggungjawabkan.
 2. Konfidensialitas pelapor dilindungi krn informasinya
diharapkan, dan memberi kesempatan mengemukakan
keprihatinan itu di luar jalur struktur manajemen.
 3. Sanksi akan diberikan terhadap siapa saja yg membuat
laporan palsu atau tuduhan jahat.
 4. Memberi indikasi cara yg baik bagaimana
keprihatinan itu akan diangkat di luar organisasi.
 Laporan ke lembaga di luar organisasi atau media.
Kamar Sel
Penjara Panoptikon
dilihat dari dalam
Panoptisme
Teknik dan Mekanisme Kekuasaan
 Mekanisme sistem panoptik: pengawasan dilakukan secara
tidak teratur atau diskontinu, tapi efek dalam kesadaran
adalah perasaan terus menerus diawasi
 dengan demikian terjadi internalisasi pengawasan
 kecenderungan melakukan otosensor
 Efek sistem panoptik ini menyebabkan pada diri narapidana
kesadaran selalu diawasi
 Teknik: disiplin, normalisasi, penomoran, penamaan,
klasifikasi, larangan, pengelompokan identitas,
penyeragaman, pengawasan.
Mekanisme penyaringan &
seleksi
 Harus ada kompetisi kandidat melalui tiga proses :
 1. Selain pertimbangan Biro Binkar SDM Polri, masukan
 masyarakat ke pimpinan Polri: Kompolnas, IPW, & CS.
 2.Kompetisi tdk berhasil: minim informasi ttg kandidat
 yg sudah tersaring atau money politics.
 3.Seleksi dimanipulasi: yg memenuhi syarat tdk terpilih,
 yg tdk kompeten terpilih krn koneksi.
 akuntabilitas: integritas publik dinilai bisa dijamin
Audit Institusional
 Melalui: Komisi etik, Komisi Kerja, lembaga-lembaga yg
berperan menuntut akuntabilitas Polri
 Agar akuntabilitas institusional efektif, perlu dibangun
mekanisme utk menampung masukan, keluhan, laporan
organisasi independen, atau civil society.
 Media: pengawas, penyambung lidah whistle-blower, dan
pemberi sanksi (memberitakan pelanggaran, korupsi,
konflik kepentingan  menyebarkan reputasi buruk).
 Melalui jurnalisme investigatif, media sering bisa
mengungkap pelanggaran secara tajam.
Korupsi
Membangun jaringan di daerah mengajak masyarakat
mendiskusikan korupsi (sebab, mekanisme, jaringan, akibat,
korban, kerugian) dalam pelatihan, seminar, workshop.
 Dlm jangka waktu satu tahun akan banyak warganegara
menyadari pentingnya pemberantasan korupsi. Lalu
terbentuk jaringan yg memiliki visi masyarakat yg bersih.
 Jaringan ini: organisasi lokal, asosiasi profesional, kelompok
perdagangan & orang bisnis.
 Anggota jaringan: sumber informasi KPK, diorganisir oleh
komisi penasehat yg ditunjuk dari pimpinan kelompok .
 Komisi Independen dibentuk untuk mengawasi investigasi
thd laporan-laporan korupsi. Setiap tahun ketiga komisi itu
mengadakan konferensi pers dan menerbitkan laporan
tahunan yg bisa diakses & diperiksa oleh publik.
TIGA DIMENSI TINDAKAN
SUBYEK
-Pengetahuan
-Kehendak
(Kebebasan)
-Emosi
-Hatinurani
-Deontologi
-Emotivisme
SITUASI
KONTEKS
-Waktu:
yang lalu, sekarang,
yg akan datang
-Tempat
-Situasionisme
-Ekstrinsikalisme
-Komunitarianisme
TUJUAN/HASIL
KONSEKUENSI
Utilitarianisme
Konsekuensialisme
Proporsionalisme
Hedonisme
Eudaimonisme
Teleologi
Tiga Dimensi Kebebasan
Kebebasan sbg
Kemampuan
Liberum Arbitrium
Kebebasan sbg Kondisi
[Democratic Liberties]
Kebebasan Sosial-Politik
Kebebasan sbg Tujuan
Kesempurnaan Eksistensi
Bebas dari…
Bebas untuk…
Mampu untuk
memutuskan…
Asosiasi Profesi & Pro Bono
 Jaringan asosiasi profesi (akuntan, hukum, dokter,
insinyur sipil, arsitek) membantu analisa, investigasi,
audit, evaluasi suatu proyek atau advokasi hukum.
 Tuntutan praktek Pro bono (Pro bono publico): kerja
sukarela dari kaum profesional yg tdk dibayar sbg
bentuk pelayanan kepada masyarakat (jam per bulan).
 Kriterium Pro bono ini berfungsi mengingatkan bhw
jabatan publik & profesi mengandung nilai etis atau
kewajiban moral, yaitu sebagai panggilan untuk
pengabdian masyarakat.
 syarat bagi seseorang untuk bisa menduduki jabatan
Metode Kartu Pelaporan
Warganegera
 1.Mendorong umpan balik dr warganegara tentang tingkat
kepuasan warganegara terhadap pelayanan publik dan bisa
memberi indikasi prakiraan adanya korupsi
 2.Memberdayakan warganegara untuk membangun sikap
pro-aktif dg menuntut akuntabilitas & response pejabat
publik
 3.Berguna utk alat diagnosa bagi pelayanan publik,
konsultan, dan peneliti utk memudahkan perencanaan &
pemecahan masalah
 4.Mendorong pelayan publik untuk mendesign standar
kinerja & mempermudah pelaksanaan transparansi.
Masukan Kartu Pelaporan
Warganegara
 Menyelenggarakan benchmark dlm hal akses, menjawab
kebutuhan/tidak & kualitas pelayanan publik sebagaimana
dialami oleh warganegara
 Menyediakan ukuran kepuasan publik sehingga
dimungkinkan untuk melakukan perbaikan
 Memberi indikator bidang masalah dalam pemberian
pelayanan publik
 Memberi prakiraan yang bisa diandalkan terhadap dugaan
korupsi dan beaya lain yg disembunyikan
 Memberi mekanisme untuk mengeksplorasi alternatif bagi
perbaikan pelayanan publik
Tujuan Studi Kartu Pelaporan
Warganegara
 Identifikasi masalah melalui diskusi kelompok fokus
 Merancang instrumen-instrumen
 Mengidentifikasi contoh-contoh ilmiah utk survei
 Survei dilakukan oleh organisasi yg mandiri
 Mengumpulkan data kualitatif
 Melaporkan hasil survei ke publik
 Menerapkan advokasi dan pengaturan kemitraan
(Sampford, 2006: 236)
Transparansi Pengadaan
Barang/Jasa
 (i) Akses ke informasi ttg aturan & prosedur & kesempatan
pengadaan barang/jasa tertentu;
 (ii) Informasi hrs jelas, konsisten dan relevan
  menjamin persaingan dan menghindarkan kolusi;
 (iii) Standardisasi proses melalui benchmark : keputusan-
keputusan bisa dibandingkan utk memudahkan kontrol
internal dan melacak pelanggaran atau penyimpangan;
 (iv) Keputusan penting dlm pengadaan barang/jasa
terdokumentasi baik dan mudah diakses.
 (v) E-Procurement : sistem meninggalkan jejak utk
memudahkan audit, revisi dan evaluasi kebijakan pengadaan
barang/jasa. Sistem elektronik membantu menghubungkan
dg seluruh sistem manajemen keuangan.
12 Tanda Korupsi dlm Pengadaan Barang/Jasa
 (1) kontrak diberikan selalu kpd penyedia yang sama tanpa
ada kompetisi, sering dengan lebih tinggi dari harga pasar

 (2) adanya perantara dalam kontrak padahal dia tidak
menambah mutu atau kinerja kontrak

 (3) pejabat yg bertanggungjawab menerima pemberian,
fasilitas, uang lebih kaya tdk sesuai dg gaji yg diperolehnya
 (4) mutu rendah barang/jasa atau pekerjaan yang diberikan.
Mutu rendah ini karena menaikkan harga kontrak
barang/jasa, atau memberi lebih rendah dari kualitas
seharusnya;
 (8) Perbedaan harga terlalu mencolok antara pemenang tender
dan penawar lain. Kemungkinan persetujuan di antara para
penawar untuk membagi keuntungan atau pekerjaan.

Bila terjadi penawaran ulang karena sebelumnya tdk ada yg
terkualifikasi, sebagian besar penawar menaikkan harga lebih
tinggi dari penawaran pertama, meskipun tidak ada kenaikan
harga pasar
 petunjuk ada kerjasama antara penawar utk memenangkan
salah satu dari mereka.
 (9) Kolusi di antara para peserta tender melalui perjanjian
tersembunyi dlm bentuk subkontrak pelaksanaan kerja atau
pengiriman barang/jasa tanpa sepengetahuan pejabat publik.
Atau pejabat publik tahu, tp krn mendapatkan keuntungan,
menutup mata thd pelanggaran kontrak itu.

(10) Perbaikan penawaran di saat-saat terakhir penyerahan
atau sesudah penyerahan. Ada bukti material kolusi dlm
penyerahan penawaran spt peserta penawaran yg berbeda
format sama, model penghitungan yg persis sama, penulisan
dg kekeliruan yg sama.
 (11) Calon penawar yg memiliki kualifikasi akhirnya mundur, bisa
memberi petunjuk adanya tekanan entah dari pejabat publik atau
kolusi dg penawar lain.

(12)Sistem rotasi untuk mendapatkan kontrak diantara para
penawar atau alokasi pasar shg mereka tidak perlu bersaing
mendapatkan tender.
 Manipulasi dg menunjuk perusahaan supaya mengajukan
penawaran paling murah atas pengetahuan pejabat yg berwenang.
 Begitu penawaran dimenangkan, kontrak diperbaiki dg harga
dinaikan.
 Supaya uang suap tidak terlacak dipakai teknik mendirikan
perusahaan façade untuk manipulasi tender dan pencucian uang.
Syarat Good Governance
 (1) Partisipasi langsung & melalui lembaga-lembaga
perantara sah (termasuk civil society, KPW)
 (2) Aturan adil & tdk memihak dijamin oleh hukum
 (3) Transparansi: semua proses, lembaga dan informasi bisa
diakses langsung oleh publik
 (4) Responsif: lembaga & proses utk melayani publik
 (5) Kesetaraan: semua warganegara mempunyai kesempatan
sama untuk memperbaiki atau menjaga kesejahteraan
 (6) Efektif & efisien berarti semua proses dan lembaga
membawa hasil yang memenuhi kebutuhan masyarakat
 (7) Akuntabilitas: pengambil keputusan di pemerintah,
swasta, organisasi civil society akuntabel terhadap publik.
Modalitas & Infrastruktur Etika
 Modalitas: semua prosedur atau syarat kemungkinan bagi
penerapan norma-norma etika ke tindakan atau kebijakan
publik.
 Di dalam interaksi sosial, modalitas berperan penting karena
menentukan kualitas struktur yang dibentuk baik
pemaknaan, dominasi maupun legitimasi (A. Giddens)
 Infrastruktur etika publik: “semua bentuk sarana yg
mendorong & memberi sanksi untuk mengarahkan secara
koheren dan terkoordinasi ke norma-norma, yg ditingkat-
kan menjadi materi etika dalam pelayanan publik” (F.Piron)
INTERAKSI KOMUNIKASI KEKUASAAN SANKSI
[MORALITAS]
MODALITAS
KERANGKA PENAFSIRAN
-Prinsip Keadilan
subsidiaritas & solidaritas
-Deontologi, Teleologi, Etika
Keutamaan, teori-teori lain
-Enam Tahap Perkembangan
Kesadaran Moral (Kohlberg)
-Hak untuk menjadi bagian
dari Komunitas
F A S I L I T AS
-Infrastruktur Etika
-Akuntabilitas
-Transparansi
-Netralitas
-Tiga Kompetensi
Profesional
-E-Governance
N O R M A
-Kode etik
-Hukum Mencegah
Konflik Kepentinan &
Korupsi
-Integritas Publik
-Pelayanan Publik yg
relevan & responsif
-Nilai-nilai Agama
STRUKTUR PEMAKNAAN DOMINASI LEGITIMASI
BUDAYA
ETIKA DI DALAM PELAYANAN PUBLIK
DINAMIKA ETIKA PUBLIK
Mendasarkan pada Dualitas Struktural
PENGALAMAN
Konfflik Kepentingan
Korupsi
IMPLEMENTATSI
MEDIASI
ANALISA SOSIAL
ANALISA ETIKA
TEORI-TEORI
ETIKA
Lingkaran Hermeneutika Etika Publik
PELAYANAN PUBLIK
Relevant & Responsif
NORMATIVE ORIENTATION
Norm, Value & Conviction
E N V I R O N M E N T
Biology, Social & Culture
G O A L
A G E N T
MEANS 1
MEANS 2
MEANS n
THEORY OF ACTION
Talcott Parsons
MORAL ETIKA
1.Etimologi
2. Tradisi
Filsafat
3.Definisi
4.Fokus
-Latin: “mos, moris “ artinya
“kebiasaan” atau “adat”
moral idikaitkan dg kewajiban atau
norma yg dituntut scr kategoris atau
hipothetis sbg cara utk bertindak
-Deontologi Kant, deon=kewajiban)
(i) Deontologi religius
(ii) Deontologi sekular
-Wacana normatif dlm bentuk
kewajiban hipotetis atau kategoris tyg
dirumuskan dlm kerangka baik/buruk,
benar/salah
-Hakikatnya adalah imperatif baik
kategoris maupun hipotetis
-“Moral” mengacu ke serangkaian
norma/aturan yg diterima oleh suatu
masyarakat sbg cara bertindak &
perilaku dlm kerangka baik/buruk
-Yunani: “ethos” artinya “Kualitas
karakter” or “kebiasaan”
cara berpikir, merasa, bertindak,
perilaku yg menandai bhw seseorang
bagian dr suatu kelompok sosial ttt.
-Teleologi (Aristotle, telos=tujuan)
-Refleksi filsafat ttg moralitas
Etika adalah wacana normatif tp hakikat-
nya tidak selalu imperatif.
-“Etika adalah tujuan hidup baik untuk &
bersama orang lain dlm keranka
memperluas lingkup kebebasan &
menciptakan institusi yg adil” (Ricoeur)
-Dianggap sbg seni hidup yg mengarahkan
ke kebijaksanaan & kebahagiaan
-Jadi tekanannya pd refleksi
H A B I T U S
Proses Perolehan Dasar Kepribadian Logika Sosial
-Etos
-Kerangka Penafsiran
-Perangkat Sosialisasi
-Arah Orientasi Sosial
-Hasil Ketrampilan
-Sumber Kreativitas
-Berfungsinya
Masyarakat
-Gaya Hidup
-Opini
Habitus sebagai Etos
 Habitus yang menekankan pada masalah
nilai dan norma dipahami sbg etos
 Etos: 1) prinsip-prinsip, nilai-nilai yang
dipraktikkan
 2) bentuk moral yang dibatinkan dan
tdk mengemuka dlm kesadaran, namun
mengatur perilaku sehari-hari.
 Misal: rajin, ulet, jujur, kerja keras, cekatan
Reorganisasi Institusi
 Lembaga dinamis bila menunjukkan tanda perubahan
internal dan fleksibel, maka:
 1.Perlu membangun citra dan merekayasa diri
 2.Untuk memecah kebuntuan diperlukan reorganisasi diri
mendatangkan konsultan
 3.Diciptakan unit kerja baru mendobrak
 4.Konsultanmendefinisikan tugas-tugas baru, menghapus
& mendinamisasi dept disertai PHK & pensiun dini
 5.Menggeser tempat orang yg telah mengembangkan
keahlian & lembaga-lembaga
Demokrasi mengikuti Logika Pasar
 Demokrasi diarahkan pasar shg memperlakukan warga
negara spt konsumen politik yg ditekan utk membeli.
Pembelian tergantung pd pencitraan dan pasar.
 Trik-trik merayu spt iklan digunakan utk memasarkan
tokoh, gagasan politik & program.
 Versi politik megastore menekan demokrasi lokal, tp
memungkinkan fantasi warga; menurunkan substansi
politik, tp merangsang imajinasi perubahan
Demokrasi Efektif
 1.Perkembangan pasar ditentukan oleh partisipasi terbuka
dan kompetitif: rakyat mengungkapkan pilihan scr bebas dan
diperhitungkan oleh pengambil keputusan
 2.Partisipasi terstruktur dlm politik-ekonomi: rakyat
memiliki kekuatan tawar riil, artinya mampu memberi
imbalan kpd pem.efektif & bisa menjatuhkan pemerintah yg
tdk kompeten/menyalahgunakan kekuasaan
 3.Partisipasi dilindungi dan dikendalikan oleh institusi yg
sah & efektif
Partisipasi & Korupsi
 1.Di negara berkembang, partisipasi biasanya lemah,
 terbatas & mudah dimanipulasi
 2.Institusi-institusi kaku & lemah dlm koordinasi
 3.Kedua hal itu mempengaruhi bentuk korupsi:
 a)civil society lemah & partai politik serta ekonomi
 didominasi jaringan hub. patron-client
 b)pengadilan & polisi kurang efektif, premanisme merajalela
 c)korupsi dijalankan utk mencari pengaruh birokrasi &
 legislatif
Korupsi & Makna Sosial
 Korupsi bukan hanya masalah moral & hukum, tp terkait
 dengan makna sosial
 1.Pertaruhan budaya & sosial: nilai-nilai kepemimpinan,
 kewarganegaraan, representsi & akuntabilitas kekuasaan
 publik
 2.Korupsi: cara elite untuk membangun dukungan politik
 masyarakat & memenangkan kerjasama dg legislatif
 birokrasi
Korupsi Menghambat Institusi Pasar & Politik yg
Kuat
 1.Tiadanya transparansi & akuntabilitas menghambat
 terbentuknya institusi pasar & politik yg kuat & efektif
 2.Mengaburkan batas-batas antara politik & ekonomi,
 kepentingan publik & privat.
 3.Akses ke pengambil keputusan dijadikan komoditi.
 4.Korupsi memperlemah partisipasi & institusi politik ek.,
 krn memberi imbalan kpd tiadanya efisiensi.
 5.Untuk memperlemah kelompok kepentingan ekonomi
 & faksi politik memonopoli arena,
 maka kompetisi politik harus riil.
 ada kaitan antara tingginya korupsi & rendahnya
 tingkat kompetisi
Skematisasi: Kemampuan Ideologi utk mengubah
G a g a s a n O p i n i
Rigoritas
melemah
Meningkatkan
Efektivitas Sosial
Sistem Pemikiran Sistem Keyakinan
Teladan/Contoh/Model
Bahan Diskusi
 1. Bagaimana anda keluar dari manusia seri?
 2. Bentuk komunitas macam apa bisa menolong anda?
 3. Fasilitas macam apa yang diperlukan dan bisa dibangun
 oleh anda atau komunitas anda?
 4. Sistem apa yg bisa mengubah kebiasaan korupsi dan
 konflik kepentingan?
 5. Bagaimana menciptakan sistem panoptikon menghadapi
 praktik koruptif &konflik kepentingan?
Dimensi Dualitas Struktural
Anthony Giddens
INTERAKSI Komunikasi Kekuasaan
(Moralitas)
Sanksi
MODALITAS Kerangka
Penafsiran
Fasilitas:
Ekomi, Politik,
Budaya, Sosial,
Ideologi, Fisik
Norma:
Hukum, Aturan,
Tradisi, Adat,
Kebiasaan, Agama
STRUKTUR Pemaknaan Dominasi Legitimasi

More Related Content

What's hot

Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia
Sistem Administrasi Negara Republik IndonesiaSistem Administrasi Negara Republik Indonesia
Sistem Administrasi Negara Republik IndonesiaStRahmawatiAPabittei
 
SANKRI (Sistem Administrasi Negara Kesatuan RI)
SANKRI (Sistem Administrasi Negara Kesatuan RI)SANKRI (Sistem Administrasi Negara Kesatuan RI)
SANKRI (Sistem Administrasi Negara Kesatuan RI)Tri Widodo W. UTOMO
 
Modul 4.2 Teknik dan Kriteria dalam Analisis Kebijakan
Modul 4.2 Teknik dan Kriteria dalam Analisis KebijakanModul 4.2 Teknik dan Kriteria dalam Analisis Kebijakan
Modul 4.2 Teknik dan Kriteria dalam Analisis Kebijakanunitpublikasi
 
Membangun Jejaring Kerja Efektif
Membangun Jejaring Kerja EfektifMembangun Jejaring Kerja Efektif
Membangun Jejaring Kerja EfektifTri Widodo W. UTOMO
 
Manajemen strategis pada pemerintah daerah
Manajemen strategis pada pemerintah daerahManajemen strategis pada pemerintah daerah
Manajemen strategis pada pemerintah daerahArief H
 
Membangun Indonesia dari Daerah Melalui Kepemimpinan Inovatif
Membangun Indonesia dari Daerah Melalui Kepemimpinan InovatifMembangun Indonesia dari Daerah Melalui Kepemimpinan Inovatif
Membangun Indonesia dari Daerah Melalui Kepemimpinan InovatifTri Widodo W. UTOMO
 
Etika Administrasi Publik
Etika Administrasi PublikEtika Administrasi Publik
Etika Administrasi PublikSiti Sahati
 
Kepemimpinan & pemberdayaan
Kepemimpinan & pemberdayaanKepemimpinan & pemberdayaan
Kepemimpinan & pemberdayaanSiti Sahati
 
MSDM Sektor Publik by Ade Gumilar Iskandar Part 1
MSDM Sektor Publik by Ade Gumilar Iskandar Part 1MSDM Sektor Publik by Ade Gumilar Iskandar Part 1
MSDM Sektor Publik by Ade Gumilar Iskandar Part 1Ade Iskandar
 
Sistem pengawasan administrasi publik
Sistem pengawasan administrasi publikSistem pengawasan administrasi publik
Sistem pengawasan administrasi publiksigantengkalem
 
Pengantar Ilmu Administrasi Publik
Pengantar Ilmu Administrasi PublikPengantar Ilmu Administrasi Publik
Pengantar Ilmu Administrasi Publikyuniawatiantitirani
 
Birokrasi dan Kajian Politik
Birokrasi dan Kajian PolitikBirokrasi dan Kajian Politik
Birokrasi dan Kajian PolitikMuh Firyal Akbar
 
Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik
Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik
Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik Dadang Solihin
 

What's hot (20)

Analisis Kebijakan Publik
Analisis Kebijakan PublikAnalisis Kebijakan Publik
Analisis Kebijakan Publik
 
Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia
Sistem Administrasi Negara Republik IndonesiaSistem Administrasi Negara Republik Indonesia
Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia
 
SANKRI (Sistem Administrasi Negara Kesatuan RI)
SANKRI (Sistem Administrasi Negara Kesatuan RI)SANKRI (Sistem Administrasi Negara Kesatuan RI)
SANKRI (Sistem Administrasi Negara Kesatuan RI)
 
Modul 4.2 Teknik dan Kriteria dalam Analisis Kebijakan
Modul 4.2 Teknik dan Kriteria dalam Analisis KebijakanModul 4.2 Teknik dan Kriteria dalam Analisis Kebijakan
Modul 4.2 Teknik dan Kriteria dalam Analisis Kebijakan
 
Good Governance
Good GovernanceGood Governance
Good Governance
 
Membangun Jejaring Kerja Efektif
Membangun Jejaring Kerja EfektifMembangun Jejaring Kerja Efektif
Membangun Jejaring Kerja Efektif
 
Manajemen strategis pada pemerintah daerah
Manajemen strategis pada pemerintah daerahManajemen strategis pada pemerintah daerah
Manajemen strategis pada pemerintah daerah
 
Etika publik
Etika publikEtika publik
Etika publik
 
PPT Collaborative Governace.pptx
PPT Collaborative Governace.pptxPPT Collaborative Governace.pptx
PPT Collaborative Governace.pptx
 
Reformasi Pelayanan Publik
Reformasi Pelayanan PublikReformasi Pelayanan Publik
Reformasi Pelayanan Publik
 
Kepemimpinan
KepemimpinanKepemimpinan
Kepemimpinan
 
Sistem Administrasi Negara RI
Sistem Administrasi Negara RISistem Administrasi Negara RI
Sistem Administrasi Negara RI
 
Membangun Indonesia dari Daerah Melalui Kepemimpinan Inovatif
Membangun Indonesia dari Daerah Melalui Kepemimpinan InovatifMembangun Indonesia dari Daerah Melalui Kepemimpinan Inovatif
Membangun Indonesia dari Daerah Melalui Kepemimpinan Inovatif
 
Etika Administrasi Publik
Etika Administrasi PublikEtika Administrasi Publik
Etika Administrasi Publik
 
Kepemimpinan & pemberdayaan
Kepemimpinan & pemberdayaanKepemimpinan & pemberdayaan
Kepemimpinan & pemberdayaan
 
MSDM Sektor Publik by Ade Gumilar Iskandar Part 1
MSDM Sektor Publik by Ade Gumilar Iskandar Part 1MSDM Sektor Publik by Ade Gumilar Iskandar Part 1
MSDM Sektor Publik by Ade Gumilar Iskandar Part 1
 
Sistem pengawasan administrasi publik
Sistem pengawasan administrasi publikSistem pengawasan administrasi publik
Sistem pengawasan administrasi publik
 
Pengantar Ilmu Administrasi Publik
Pengantar Ilmu Administrasi PublikPengantar Ilmu Administrasi Publik
Pengantar Ilmu Administrasi Publik
 
Birokrasi dan Kajian Politik
Birokrasi dan Kajian PolitikBirokrasi dan Kajian Politik
Birokrasi dan Kajian Politik
 
Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik
Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik
Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik
 

Similar to Etika Publik untuk Integritas Pejabat Publik dan Politisi

Begg,eka yulianto, prof. dr. ir. hapzi ali, mm, cma. norma dan etika dan konf...
Begg,eka yulianto, prof. dr. ir. hapzi ali, mm, cma. norma dan etika dan konf...Begg,eka yulianto, prof. dr. ir. hapzi ali, mm, cma. norma dan etika dan konf...
Begg,eka yulianto, prof. dr. ir. hapzi ali, mm, cma. norma dan etika dan konf...Eka Yulianto
 
Makalah pr kelompok 2
Makalah pr kelompok 2Makalah pr kelompok 2
Makalah pr kelompok 2Arjuna Ahmadi
 
be gg, royhan jamaan, prof. dr. ir. hapzi ali, mm, cma, environmental ethics,...
be gg, royhan jamaan, prof. dr. ir. hapzi ali, mm, cma, environmental ethics,...be gg, royhan jamaan, prof. dr. ir. hapzi ali, mm, cma, environmental ethics,...
be gg, royhan jamaan, prof. dr. ir. hapzi ali, mm, cma, environmental ethics,...Royhan Jamaan
 
ETIKA BAB 1-2.ppt
ETIKA BAB 1-2.pptETIKA BAB 1-2.ppt
ETIKA BAB 1-2.pptSahwahardja
 
9, be & gg, cicilia eritawanti widjilestari, hapzi ali,corporate ethics r...
9, be & gg, cicilia eritawanti widjilestari, hapzi ali,corporate ethics r...9, be & gg, cicilia eritawanti widjilestari, hapzi ali,corporate ethics r...
9, be & gg, cicilia eritawanti widjilestari, hapzi ali,corporate ethics r...ciciliaeritawanti
 
Business Ethic Csr Risk management. Universitas Mercu Buana. 2019
Business Ethic Csr Risk management. Universitas Mercu Buana. 2019Business Ethic Csr Risk management. Universitas Mercu Buana. 2019
Business Ethic Csr Risk management. Universitas Mercu Buana. 2019Donna Wibiananda Suryaman
 
Business ethic csr risk management. UMB. 2019
Business ethic csr risk management. UMB. 2019Business ethic csr risk management. UMB. 2019
Business ethic csr risk management. UMB. 2019Donna Wibiananda Suryaman
 
Etika dan Norma - Kelompok 1.pptx
Etika dan Norma - Kelompok 1.pptxEtika dan Norma - Kelompok 1.pptx
Etika dan Norma - Kelompok 1.pptxFlavioGiancarlo1
 
Etika Profesi kelompok 6 kelas 5E
Etika Profesi kelompok 6 kelas 5EEtika Profesi kelompok 6 kelas 5E
Etika Profesi kelompok 6 kelas 5EFikaAmalna
 
9, BE & GG, Riana Fitri, Prof. Dr. Ir Hapzi Ali, MM, CMA, Corporate Ethics Ri...
9, BE & GG, Riana Fitri, Prof. Dr. Ir Hapzi Ali, MM, CMA, Corporate Ethics Ri...9, BE & GG, Riana Fitri, Prof. Dr. Ir Hapzi Ali, MM, CMA, Corporate Ethics Ri...
9, BE & GG, Riana Fitri, Prof. Dr. Ir Hapzi Ali, MM, CMA, Corporate Ethics Ri...rianafitri1
 
BE & GG, Yosua Mickel Tumbelaka 55116120147, Hapzi Ali, ETIKA BISNIS DAN IMPL...
BE & GG, Yosua Mickel Tumbelaka 55116120147, Hapzi Ali, ETIKA BISNIS DAN IMPL...BE & GG, Yosua Mickel Tumbelaka 55116120147, Hapzi Ali, ETIKA BISNIS DAN IMPL...
BE & GG, Yosua Mickel Tumbelaka 55116120147, Hapzi Ali, ETIKA BISNIS DAN IMPL...yosua mickel
 
BE & GG, Yosua Mickel Tumbelaka 55116120147, Hapzi Ali, Ethical Decision Maki...
BE & GG, Yosua Mickel Tumbelaka 55116120147, Hapzi Ali, Ethical Decision Maki...BE & GG, Yosua Mickel Tumbelaka 55116120147, Hapzi Ali, Ethical Decision Maki...
BE & GG, Yosua Mickel Tumbelaka 55116120147, Hapzi Ali, Ethical Decision Maki...yosua mickel
 
9, be & gg, rame priyanto, hapzi ali, corporate right, previliges, proble...
9, be & gg, rame priyanto, hapzi ali, corporate right, previliges, proble...9, be & gg, rame priyanto, hapzi ali, corporate right, previliges, proble...
9, be & gg, rame priyanto, hapzi ali, corporate right, previliges, proble...Rame Priyanto
 
BE & GG, Rudy Harland Seniang Sakti, Prof. Dr. Hapzi Ali, MM, Ethics & Confli...
BE & GG, Rudy Harland Seniang Sakti, Prof. Dr. Hapzi Ali, MM, Ethics & Confli...BE & GG, Rudy Harland Seniang Sakti, Prof. Dr. Hapzi Ali, MM, Ethics & Confli...
BE & GG, Rudy Harland Seniang Sakti, Prof. Dr. Hapzi Ali, MM, Ethics & Confli...Rudy Harland
 
etikaetikaetikaetikaetikaetikaetika .pptx
etikaetikaetikaetikaetikaetikaetika .pptxetikaetikaetikaetikaetikaetikaetika .pptx
etikaetikaetikaetikaetikaetikaetika .pptxayuusofia
 

Similar to Etika Publik untuk Integritas Pejabat Publik dan Politisi (20)

Begg,eka yulianto, prof. dr. ir. hapzi ali, mm, cma. norma dan etika dan konf...
Begg,eka yulianto, prof. dr. ir. hapzi ali, mm, cma. norma dan etika dan konf...Begg,eka yulianto, prof. dr. ir. hapzi ali, mm, cma. norma dan etika dan konf...
Begg,eka yulianto, prof. dr. ir. hapzi ali, mm, cma. norma dan etika dan konf...
 
Bab viii
Bab viiiBab viii
Bab viii
 
Softskill 3
Softskill 3Softskill 3
Softskill 3
 
Makalah pr kelompok 2
Makalah pr kelompok 2Makalah pr kelompok 2
Makalah pr kelompok 2
 
Bab iii
Bab iiiBab iii
Bab iii
 
be gg, royhan jamaan, prof. dr. ir. hapzi ali, mm, cma, environmental ethics,...
be gg, royhan jamaan, prof. dr. ir. hapzi ali, mm, cma, environmental ethics,...be gg, royhan jamaan, prof. dr. ir. hapzi ali, mm, cma, environmental ethics,...
be gg, royhan jamaan, prof. dr. ir. hapzi ali, mm, cma, environmental ethics,...
 
ETIKA BAB 1-2.ppt
ETIKA BAB 1-2.pptETIKA BAB 1-2.ppt
ETIKA BAB 1-2.ppt
 
9, be & gg, cicilia eritawanti widjilestari, hapzi ali,corporate ethics r...
9, be & gg, cicilia eritawanti widjilestari, hapzi ali,corporate ethics r...9, be & gg, cicilia eritawanti widjilestari, hapzi ali,corporate ethics r...
9, be & gg, cicilia eritawanti widjilestari, hapzi ali,corporate ethics r...
 
Business Ethic Csr Risk management. Universitas Mercu Buana. 2019
Business Ethic Csr Risk management. Universitas Mercu Buana. 2019Business Ethic Csr Risk management. Universitas Mercu Buana. 2019
Business Ethic Csr Risk management. Universitas Mercu Buana. 2019
 
Business ethic csr risk management. UMB. 2019
Business ethic csr risk management. UMB. 2019Business ethic csr risk management. UMB. 2019
Business ethic csr risk management. UMB. 2019
 
Etika dan Norma - Kelompok 1.pptx
Etika dan Norma - Kelompok 1.pptxEtika dan Norma - Kelompok 1.pptx
Etika dan Norma - Kelompok 1.pptx
 
Etika Profesi kelompok 6 kelas 5E
Etika Profesi kelompok 6 kelas 5EEtika Profesi kelompok 6 kelas 5E
Etika Profesi kelompok 6 kelas 5E
 
9, BE & GG, Riana Fitri, Prof. Dr. Ir Hapzi Ali, MM, CMA, Corporate Ethics Ri...
9, BE & GG, Riana Fitri, Prof. Dr. Ir Hapzi Ali, MM, CMA, Corporate Ethics Ri...9, BE & GG, Riana Fitri, Prof. Dr. Ir Hapzi Ali, MM, CMA, Corporate Ethics Ri...
9, BE & GG, Riana Fitri, Prof. Dr. Ir Hapzi Ali, MM, CMA, Corporate Ethics Ri...
 
BE & GG, Yosua Mickel Tumbelaka 55116120147, Hapzi Ali, ETIKA BISNIS DAN IMPL...
BE & GG, Yosua Mickel Tumbelaka 55116120147, Hapzi Ali, ETIKA BISNIS DAN IMPL...BE & GG, Yosua Mickel Tumbelaka 55116120147, Hapzi Ali, ETIKA BISNIS DAN IMPL...
BE & GG, Yosua Mickel Tumbelaka 55116120147, Hapzi Ali, ETIKA BISNIS DAN IMPL...
 
BE & GG, Yosua Mickel Tumbelaka 55116120147, Hapzi Ali, Ethical Decision Maki...
BE & GG, Yosua Mickel Tumbelaka 55116120147, Hapzi Ali, Ethical Decision Maki...BE & GG, Yosua Mickel Tumbelaka 55116120147, Hapzi Ali, Ethical Decision Maki...
BE & GG, Yosua Mickel Tumbelaka 55116120147, Hapzi Ali, Ethical Decision Maki...
 
9, be & gg, rame priyanto, hapzi ali, corporate right, previliges, proble...
9, be & gg, rame priyanto, hapzi ali, corporate right, previliges, proble...9, be & gg, rame priyanto, hapzi ali, corporate right, previliges, proble...
9, be & gg, rame priyanto, hapzi ali, corporate right, previliges, proble...
 
118276795 etika-pemerintahan-1
118276795 etika-pemerintahan-1118276795 etika-pemerintahan-1
118276795 etika-pemerintahan-1
 
BE & GG, Rudy Harland Seniang Sakti, Prof. Dr. Hapzi Ali, MM, Ethics & Confli...
BE & GG, Rudy Harland Seniang Sakti, Prof. Dr. Hapzi Ali, MM, Ethics & Confli...BE & GG, Rudy Harland Seniang Sakti, Prof. Dr. Hapzi Ali, MM, Ethics & Confli...
BE & GG, Rudy Harland Seniang Sakti, Prof. Dr. Hapzi Ali, MM, Ethics & Confli...
 
etikaetikaetikaetikaetikaetikaetika .pptx
etikaetikaetikaetikaetikaetikaetika .pptxetikaetikaetikaetikaetikaetikaetika .pptx
etikaetikaetikaetikaetikaetikaetika .pptx
 
Etika.pptx
Etika.pptxEtika.pptx
Etika.pptx
 

More from Farhan Helmy

Green investment magazine vol 01 01/2013
Green investment magazine vol 01 01/2013Green investment magazine vol 01 01/2013
Green investment magazine vol 01 01/2013Farhan Helmy
 
Green investment magazine vol 02 06/2013
Green investment magazine vol 02 06/2013Green investment magazine vol 02 06/2013
Green investment magazine vol 02 06/2013Farhan Helmy
 
Ambisi Persetujuan Paris 2.0/1.5 C: mungkinkah dicapai?
Ambisi Persetujuan Paris 2.0/1.5 C: mungkinkah dicapai?Ambisi Persetujuan Paris 2.0/1.5 C: mungkinkah dicapai?
Ambisi Persetujuan Paris 2.0/1.5 C: mungkinkah dicapai?Farhan Helmy
 
Krisis Iklim: perubahan sosial, inovasi dan tata kelola (Climate Crisis: soci...
Krisis Iklim: perubahan sosial, inovasi dan tata kelola (Climate Crisis: soci...Krisis Iklim: perubahan sosial, inovasi dan tata kelola (Climate Crisis: soci...
Krisis Iklim: perubahan sosial, inovasi dan tata kelola (Climate Crisis: soci...Farhan Helmy
 
Sesi 4 - Simulasi En-ROADS: Tata Guna Lahan dan Kehutanan (En-ROADS Simulatio...
Sesi 4 - Simulasi En-ROADS: Tata Guna Lahan dan Kehutanan (En-ROADS Simulatio...Sesi 4 - Simulasi En-ROADS: Tata Guna Lahan dan Kehutanan (En-ROADS Simulatio...
Sesi 4 - Simulasi En-ROADS: Tata Guna Lahan dan Kehutanan (En-ROADS Simulatio...Farhan Helmy
 
Sesi 3 - Simulasi En-ROADS: Energi dan Carbon Pricing (En-ROADS Simulation: E...
Sesi 3 - Simulasi En-ROADS: Energi dan Carbon Pricing (En-ROADS Simulation: E...Sesi 3 - Simulasi En-ROADS: Energi dan Carbon Pricing (En-ROADS Simulation: E...
Sesi 3 - Simulasi En-ROADS: Energi dan Carbon Pricing (En-ROADS Simulation: E...Farhan Helmy
 
Sesi-2 Pengantar En-ROADS (Introduction to En-ROADS)
Sesi-2 Pengantar En-ROADS  (Introduction to En-ROADS)Sesi-2 Pengantar En-ROADS  (Introduction to En-ROADS)
Sesi-2 Pengantar En-ROADS (Introduction to En-ROADS)Farhan Helmy
 
Sesi -1: Memahami Krisis iklim secara Sistem (Understanding Climate Crisis: A...
Sesi -1: Memahami Krisis iklim secara Sistem (Understanding Climate Crisis: A...Sesi -1: Memahami Krisis iklim secara Sistem (Understanding Climate Crisis: A...
Sesi -1: Memahami Krisis iklim secara Sistem (Understanding Climate Crisis: A...Farhan Helmy
 
EOfactory: from pixel to intelligence
EOfactory: from pixel to intelligenceEOfactory: from pixel to intelligence
EOfactory: from pixel to intelligenceFarhan Helmy
 
Change Detection in Kalimantan using EOfactory Platform
Change Detection in Kalimantan using EOfactory PlatformChange Detection in Kalimantan using EOfactory Platform
Change Detection in Kalimantan using EOfactory PlatformFarhan Helmy
 
Crowd based Geospatial Technology: State of the Art of Civic Engagement
Crowd based Geospatial Technology: State of the Art of Civic EngagementCrowd based Geospatial Technology: State of the Art of Civic Engagement
Crowd based Geospatial Technology: State of the Art of Civic EngagementFarhan Helmy
 
Green Recovery, Teknologi dan UUCK: Beberapa Catatan
Green Recovery, Teknologi dan UUCK: Beberapa CatatanGreen Recovery, Teknologi dan UUCK: Beberapa Catatan
Green Recovery, Teknologi dan UUCK: Beberapa CatatanFarhan Helmy
 
Memahami Krisis Iklim dan Potensi Solusinya berdarkan En-ROADS Simulation
Memahami Krisis Iklim dan Potensi Solusinya berdarkan En-ROADS Simulation Memahami Krisis Iklim dan Potensi Solusinya berdarkan En-ROADS Simulation
Memahami Krisis Iklim dan Potensi Solusinya berdarkan En-ROADS Simulation Farhan Helmy
 
Civic Engagement via En-ROADS Simulation/Game and EOfactory Platform
Civic Engagement via En-ROADS Simulation/Game and EOfactory PlatformCivic Engagement via En-ROADS Simulation/Game and EOfactory Platform
Civic Engagement via En-ROADS Simulation/Game and EOfactory PlatformFarhan Helmy
 
ASEAN and Climate Change Issues: Challenges and Opportunities
ASEAN and Climate Change Issues: Challenges and OpportunitiesASEAN and Climate Change Issues: Challenges and Opportunities
ASEAN and Climate Change Issues: Challenges and OpportunitiesFarhan Helmy
 
Promoting Sustainability Agenda at Micro Level: Translating Ideas into Reality
Promoting Sustainability Agenda at Micro Level: Translating Ideas into RealityPromoting Sustainability Agenda at Micro Level: Translating Ideas into Reality
Promoting Sustainability Agenda at Micro Level: Translating Ideas into RealityFarhan Helmy
 
Perubahan Iklim: Peluang dan Tantanganya
Perubahan Iklim: Peluang dan TantanganyaPerubahan Iklim: Peluang dan Tantanganya
Perubahan Iklim: Peluang dan TantanganyaFarhan Helmy
 
Green Investment, Innovation and Productivity Vol. 2/2014
Green Investment, Innovation and Productivity Vol. 2/2014Green Investment, Innovation and Productivity Vol. 2/2014
Green Investment, Innovation and Productivity Vol. 2/2014Farhan Helmy
 
Flood and Water Scarcity in Jakarta
Flood and Water Scarcity in JakartaFlood and Water Scarcity in Jakarta
Flood and Water Scarcity in JakartaFarhan Helmy
 
Green Investment Magazine Volume 1/2013
Green Investment Magazine Volume 1/2013Green Investment Magazine Volume 1/2013
Green Investment Magazine Volume 1/2013Farhan Helmy
 

More from Farhan Helmy (20)

Green investment magazine vol 01 01/2013
Green investment magazine vol 01 01/2013Green investment magazine vol 01 01/2013
Green investment magazine vol 01 01/2013
 
Green investment magazine vol 02 06/2013
Green investment magazine vol 02 06/2013Green investment magazine vol 02 06/2013
Green investment magazine vol 02 06/2013
 
Ambisi Persetujuan Paris 2.0/1.5 C: mungkinkah dicapai?
Ambisi Persetujuan Paris 2.0/1.5 C: mungkinkah dicapai?Ambisi Persetujuan Paris 2.0/1.5 C: mungkinkah dicapai?
Ambisi Persetujuan Paris 2.0/1.5 C: mungkinkah dicapai?
 
Krisis Iklim: perubahan sosial, inovasi dan tata kelola (Climate Crisis: soci...
Krisis Iklim: perubahan sosial, inovasi dan tata kelola (Climate Crisis: soci...Krisis Iklim: perubahan sosial, inovasi dan tata kelola (Climate Crisis: soci...
Krisis Iklim: perubahan sosial, inovasi dan tata kelola (Climate Crisis: soci...
 
Sesi 4 - Simulasi En-ROADS: Tata Guna Lahan dan Kehutanan (En-ROADS Simulatio...
Sesi 4 - Simulasi En-ROADS: Tata Guna Lahan dan Kehutanan (En-ROADS Simulatio...Sesi 4 - Simulasi En-ROADS: Tata Guna Lahan dan Kehutanan (En-ROADS Simulatio...
Sesi 4 - Simulasi En-ROADS: Tata Guna Lahan dan Kehutanan (En-ROADS Simulatio...
 
Sesi 3 - Simulasi En-ROADS: Energi dan Carbon Pricing (En-ROADS Simulation: E...
Sesi 3 - Simulasi En-ROADS: Energi dan Carbon Pricing (En-ROADS Simulation: E...Sesi 3 - Simulasi En-ROADS: Energi dan Carbon Pricing (En-ROADS Simulation: E...
Sesi 3 - Simulasi En-ROADS: Energi dan Carbon Pricing (En-ROADS Simulation: E...
 
Sesi-2 Pengantar En-ROADS (Introduction to En-ROADS)
Sesi-2 Pengantar En-ROADS  (Introduction to En-ROADS)Sesi-2 Pengantar En-ROADS  (Introduction to En-ROADS)
Sesi-2 Pengantar En-ROADS (Introduction to En-ROADS)
 
Sesi -1: Memahami Krisis iklim secara Sistem (Understanding Climate Crisis: A...
Sesi -1: Memahami Krisis iklim secara Sistem (Understanding Climate Crisis: A...Sesi -1: Memahami Krisis iklim secara Sistem (Understanding Climate Crisis: A...
Sesi -1: Memahami Krisis iklim secara Sistem (Understanding Climate Crisis: A...
 
EOfactory: from pixel to intelligence
EOfactory: from pixel to intelligenceEOfactory: from pixel to intelligence
EOfactory: from pixel to intelligence
 
Change Detection in Kalimantan using EOfactory Platform
Change Detection in Kalimantan using EOfactory PlatformChange Detection in Kalimantan using EOfactory Platform
Change Detection in Kalimantan using EOfactory Platform
 
Crowd based Geospatial Technology: State of the Art of Civic Engagement
Crowd based Geospatial Technology: State of the Art of Civic EngagementCrowd based Geospatial Technology: State of the Art of Civic Engagement
Crowd based Geospatial Technology: State of the Art of Civic Engagement
 
Green Recovery, Teknologi dan UUCK: Beberapa Catatan
Green Recovery, Teknologi dan UUCK: Beberapa CatatanGreen Recovery, Teknologi dan UUCK: Beberapa Catatan
Green Recovery, Teknologi dan UUCK: Beberapa Catatan
 
Memahami Krisis Iklim dan Potensi Solusinya berdarkan En-ROADS Simulation
Memahami Krisis Iklim dan Potensi Solusinya berdarkan En-ROADS Simulation Memahami Krisis Iklim dan Potensi Solusinya berdarkan En-ROADS Simulation
Memahami Krisis Iklim dan Potensi Solusinya berdarkan En-ROADS Simulation
 
Civic Engagement via En-ROADS Simulation/Game and EOfactory Platform
Civic Engagement via En-ROADS Simulation/Game and EOfactory PlatformCivic Engagement via En-ROADS Simulation/Game and EOfactory Platform
Civic Engagement via En-ROADS Simulation/Game and EOfactory Platform
 
ASEAN and Climate Change Issues: Challenges and Opportunities
ASEAN and Climate Change Issues: Challenges and OpportunitiesASEAN and Climate Change Issues: Challenges and Opportunities
ASEAN and Climate Change Issues: Challenges and Opportunities
 
Promoting Sustainability Agenda at Micro Level: Translating Ideas into Reality
Promoting Sustainability Agenda at Micro Level: Translating Ideas into RealityPromoting Sustainability Agenda at Micro Level: Translating Ideas into Reality
Promoting Sustainability Agenda at Micro Level: Translating Ideas into Reality
 
Perubahan Iklim: Peluang dan Tantanganya
Perubahan Iklim: Peluang dan TantanganyaPerubahan Iklim: Peluang dan Tantanganya
Perubahan Iklim: Peluang dan Tantanganya
 
Green Investment, Innovation and Productivity Vol. 2/2014
Green Investment, Innovation and Productivity Vol. 2/2014Green Investment, Innovation and Productivity Vol. 2/2014
Green Investment, Innovation and Productivity Vol. 2/2014
 
Flood and Water Scarcity in Jakarta
Flood and Water Scarcity in JakartaFlood and Water Scarcity in Jakarta
Flood and Water Scarcity in Jakarta
 
Green Investment Magazine Volume 1/2013
Green Investment Magazine Volume 1/2013Green Investment Magazine Volume 1/2013
Green Investment Magazine Volume 1/2013
 

Etika Publik untuk Integritas Pejabat Publik dan Politisi

  • 2. Definisi Etika Publik  Etika publik: refleksi ttg standar yg menentukan baik/buruk,  benar/salah tindakan/keputusan utk mengarahkan  kebijakan publik utk menjalankan pelayanan publik.  Tiga fokus etika publik:  1. Tujuan: pelayanan publik berkualitas, responsif &relevan  2. Refleksi: membantu pertimbangan pejabat publik dalam  menentukan pilihan sarana kebijakan publik & sbg  alat evaluasi yg memperhitungkan konsekuensi etis.  3. Modalitas etika:  menjembatani antara norma & tindakan nyata
  • 3. Refleksi  Refleksi: upaya untuk bercermin & mengambil jarak sehingga  bisa melihat dg jernih & kritis suatu masalah (dari berbagai  aspek) agar memahami diri lebih baik & memperbaiki kinerja.  Tidak ada norma/nilai yg tidak dapat diperdebatkan, dikritik atau  dipertanyakan.  Prinsip revisi: semua persetujuan bisa dipertanyakan  bila ada argumentasi baru  Legitimitas mendasarkan pd persetujuan melalui komunikasi,  bukan pada legitimitas tradisional  Landasan utama refleksi: argumentasi
  • 4. Fokus pada Modalitas Bagaimana menjembatani norma moral & tindakan kongkrit?  1.Tahu norma moral blm cukup, masih butuh cara/prosedur  untuk bisa melaksanakannya  2. Niat baik harus bisa diterjemahkan ke dlm tindakan nyata  atau bagaimna mengorganisir tanggung jawab?  Etika publik harus diterjemahkan ke etika institusional  sehingga memberi “roh” bagi kode etik, hukum, UU
  • 6. Integritas  Integritas: kualitas tindakan & sikap seseorang/organisasi yang sesuai dengan  nilai & norma moral yang diterima anggota organisasi dan masyarakat  Unsur-Unsur Integritas:  1. Jujur: terbuka, mengatakan yang benar, tidak memanfaatkan pihak lain  2. Rasa hormat: menghormati pendapat berbeda, membuka kesempatan kepada  yang lain untuk menyampaikan keprihatinan atau kepedulian  3. Mendorong tumbuhnya kepercayaan (trust)  4. Peduli terhadap apa yang diharapkan dari dirinya (outcome)  5. Tanggungjawab: bisa dipercaya, peduli, mampu mengantisipasi  6. Menepati janji, konsisten dan bisa menjaga konfidensialitas  7. Cekatan dalam menjawab kebutuhan atau tuntutan pekerjaan
  • 7. MORAL ETIKA 1.Etimologi 2. Tradisi Filsafat 3.Definisi 4.Fokus -Latin: “mos, moris “ artinya “kebiasaan” atau “adat” moral dikaitkan dg kewajiban atau norma yg dituntut scr kategoris atau hipothetis sbg cara utk bertindak -Deontologi Kant, (deon=kewajiban) (i) Deontologi religius (ii) Deontologi sekular -Wacana normatif dlm bentuk kewajiban hipotetis atau kategoris tyg dirumuskan dlm kerangka baik/buruk, benar/salah -Hakikatnya adalah imperatif baik kategoris maupun hipotetis -“Moral” mengacu ke serangkaian norma/aturan yg diterima oleh suatu masyarakat sbg cara bertindak & -Yunani: “ethos” artinya “Kualitas karakter” atau “kebiasaan” cara berpikir, merasa, bertindak, perilaku yg menandai bhw seseorang bagian dr suatu kelompok sosial ttt. -Teleologi (Aristotle, telos=tujuan) -Refleksi filsafat ttg moralitas Etika adalah wacana normatif tp hakikat- nya tidak selalu imperatif. -“Etika adalah tujuan hidup baik untuk & bersama orang lain dlm keranka memperluas lingkup kebebasan & menciptakan institusi yg adil” (Ricoeur) -Dianggap sbg seni hidup yg mengarahkan ke kebijaksanaan & kebahagiaan -Jadi tekanannya pd refleksi
  • 8. Ekstremisme: Pembedaan Etika & Moralitas  Avishai Margalit membedakan etika & moralitas:  Etika: kewajiban yg muncul dari hubungan tebal (keluarga);  etika berkaitan dengan loyalitas & pengkhianatan  Moralitas: kewajiban hubungan tipis bukan dari keluarga. Moralitas masalah hormat ke orang lain & penghinaan.  Kejeniusan Hitler: mengubah norma moral universal bangsa  Jerman menjadi sepenuhnya etika.  Loyalitas: hasil hubungan tebal yg melibatkan keluarga
  • 9. ETIKA INDIVIDUAL ETIKA SOSIAL 1.OBJEK 2.VALIDITAS 3.MEDIASI 4.JEMBATAN antara Tahu & Bertindak Baik/buruk perilaku individu dalam masyarakat: norma-norma moral Tergantung pada kesahihan premisnya Hubungan antara visi & tindakan  langsung Bila sdh jadi keyakinan individu, tindakan tidak butuh persuasi. -Tgjawab & kewajiban dlm bermasyarakat: hukum, politik, strategi, praktik,kelomp/komunitas & institusi Sosial -Terkait dg struktur sosial & tindakan kolektif. Perlu persetujuan sebanyak mungkin anggota masyarakat Hubungan visi & tindakan kolektif tidak langsung. butuh mediasi. Mediasi: nilai & simbol. Persuasi menentukan Profesi sngt berperan.
  • 10. ETIKA KEUTAMAAN ETIKA INSTITUSIONAL 1.LANDASAN 2.TANGGUNG JAWAB 3.STABILISASI TINDAKAN 4.CARA PEMBENTUKAN 1.Bukan pd prinsip rasional obyektif, tapi praktik atau pembiasaan yg menentukan keutamaan/excellence 2.Makna nilai bersama, tokoh teladan, internalisasi  mempertajam makna tgjawab 3.Stabilisasi tindakan yg berasal dr dalam diri pelaku (habitus). 4.Pendidikan, latihan, teladan, pembiasaan, lingkungan 1.Mendasarkan pd aturan, kebiasaan, hukum, kode etik institusi sosial. 2.Institusi sosial berperan mengorganisir tanggung jawab melalui sanksi atau imbalan 3.Menjamin stabilitas tindakan dari luar diri pelaku 4.Kepastian dan penegakkan aturan atau hukum
  • 11.  KODE ETIK  1. Pencegahan, pembinaan, dan pentingnya internalisasi nilai- nilai (sanksi bersifat mendidik)  2.Menekankan ‘mengapa’ dan ‘bagaimana’ seharusnya bertindak nilai& prinsip  membentuk esprit de corps  3.Lebih ingin memajukan suatu ideal (core values).  4. Kode etik tidak bisa berubah seturut keinginan pembuatnya  (kepekaan, kebiasaan, nilai)  5.Mempertajam makna tanggungjawab (pendidikan)  HUKUM  1.Aturan untuk menjaga stabilitas tatanan sosial  menegakkan, menghukum  2.Bukan hanya berfungsi sbg stare decisis (prinsip yg ikuti keputusan kasus sebelumnya) tp tekanan pd regulasi  3.Demi tatanan sosial: kontrak keamanan, kesejahteraan  4. Mudah diubah pembuat UU  (beban & keuntungan masy.)  5.Tekanan: mengorganisir tanggungjawab dg ancaman hukuman. Kesesuaian perilaku
  • 12. Relasi Akuntabilitas dg Kode Etik & Hukum  Kode Etik  1.Akuntabilitas: menjamin perilaku pejabat sesuai deontologi pelayanan publik  2.Menekankan pentingnya pembatinan nilai-nilai  3.Mengandaikan sistem pelayanan publik yg telah terlembagakan scr baik  4.Komitmen standar perilaku yg mencegah korupsi dan konflik kepentingan  Refleksi thd regulasi & praktek  Taat: aktualisasi nilai-nilai  Hukum  1.Akuntabilitas: menaati model yg mengarahkan & mengontrol  2.Pentingnya pengawasan publik, legislator, auditor  3.Menekankan pentingnya institusi adil yg mendorong perilaku pejabat etika pub  4.Penting: pihak luar yg bisa identifikasi, mengoreksi, memaksa. Kontrol dr luar utk mengorganisir tgjawab  Tuntutan pokok: taat aturan
  • 13. Segitiga Kompetensi Profesional dalam Pelayanan Publik -Pengetahuan yg terspesialisasi -Pengetahuan ttg hukum -Manajemen Program & Strategis -Manajemen Sumberdaya Kompetensi Teknis Kompetensi Etika  Manajemen Nilai  Penalaran Moral  Moralitas Individual  Moralitas Publik  Etika Organisasi Kompetensi Leadership * Penilaian & Penetapan tujuan  Ketrampilan manaj. hard/soft  Gaya Manajemen  Ketrampilan politik & negosiasi  Evaluasi JJjJ.S.Bowman 2010: 23
  • 14. Integritas : Akuntabel & Transparan  Upaya meningkatkan kepercayaan publik tergantung pd kemampuannya memberi pelayanan berkualitas: penuhi standar profesional & responsif thd kebutuhan publik.  Revolusi mental perlu kompetensi etis: norma mendorong lebih responsif thd kebutuhan publik shg membantu dalam pembatinan integritas publik.  Integritas publik: sikap jujur & serius utk melakukan yg benar/adil dlm setiap situasi shg mempertajam keputusan dan tindakannya dlm kerangka pelayanan publik  Integritas publik: akuntabilitas & transparansi
  • 15. Rumus Individualisme Metodologis S = f [ a (r, C) ] Raymond Boudon  S : fenomena sosial (TumbuhnyaTrust/Kepercayaan)  f : dampak yg muncul (Kerjasama efektif/kesetiaan/solidaritas)  a : tindakan individual (Diam)  r : alasan-alasan masing-masing (menyelamatkan diri)  C: konteks masing-masing (tradisi/komunitas/infrastruktur)  semua fenomena sosial bisa dijelaskan sbg dampak yg muncul dari tindakan-tindakan individual. Tindakan ini dilakukan & dipercaya oleh masing-masing individu sesuai dengan konteks masing-masing
  • 16. Penjelasan Rumus IM S & C: menggunakan huruf besar ; (f, a, r) huruf kecil.  fenomena yg harus dijelaskan (S) & konteks aktor (C) merupakan unsur-unsur kolektif (Makrososiologi)  Sedangkan tindakan-tindakan yg didorong alasan-alasan & berkelindan untuk menghasilkan dampak-dampak yg muncul merupakan unsur-unsur individual (Mikrososiologi)
  • 17. Rumus Individualisme Metodologis S = f [ a (r, C) ] Raymond Boudon  S : fenomena sosial (Lemahnya integritas pemimpin)  f : dampak yg muncul (Korupsi/Konflik Kepentingan)  a : tindakan individual (Niat baik/buruk, keuntungan diri/kelomp)  r : alasan-alasan masing-masing (Hidup enak/tuntutan sosial)  C: konteks masing-masing (Tradisi/komunitas/lingkungan)  semua fenomena sosial bisa dijelaskan sbg dampak yg muncul dari tindakan-tindakan individual. Tindakan ini dilakukan & dipercaya oleh masing-masing individu sesuai dengan konteks masing-masing
  • 18. Masalah Korupsi Kartel-Elite  Pendanaan partai politik menyeret ke korupsi kartel-elite  yg melibatkan jaringan partai politik, pengusaha, penegak hukum & birokrasi karena kondisi politik berikut:  1) para pemimpin menghadapi persaingan politik dlm  lembaga-lembaga yg masih lemah  2) partai politik tdk mengakar, tp mewakili kepentingan elite  3) sistem peradilan korup  4) birokrasi rentan korupsi.  membuat politik penuh resiko ketidakpastian  (M. Johnston, 2005: 89-90)
  • 19. Tujuan Korupsi Kartel-Elite  Korupsi kartel-elite menghindari ketidakpastian :  cara elite menggalang dukungan politik dr masyarakat dan memenangkan kerjasama dg lembaga legislatif, penegak hukum & birokrasi (F.Lordon, 2008: 10).  Caranya:  1) Mempengaruhi kebijakan publik & menghalangi atau mengkooptasi pesaing-pesaing potensial;  2) Menghimpun pengaruh utk menguasai /menjauhkan keuntungan ekonomi & kebijakan publik dari tekanan sosial dan elektoral.  Bgmn menumbuhkan kesadaran thd perlunya etika dalam organisasi pelayanan publik?
  • 20. Akuntabilitas  1)Akuntabilitas sebagai transparansi: tuntutan terhadap organisasi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah dilakukan. Harus ada laporan terbuka terhadap pihak luar atau organisasi mandiri (legislator, auditor, publik) yg dipublikasikan.(Peeters, 2007: 16)  2) Akuntabilitas menjamin perilaku pejabat agar sesuai dengan deontologi yang mengatur pelayanan publik  -menekankan nilai yg telah dibatinkan sebagai pelayan publik  -menolong mempertajam makna tanggung jawab mengandaikan sistem pelayanan publik yg terlembagakan baik.  3) Akuntabilitas: kemampuan merespon kebutuhan publik atau bertanggungjawab terhadap pimpinan politiknya
  • 21. Integritas Publik Integritas: kualitas perilaku seseorang atau organisasi yg sesuai dg nilai, standar & aturan moral yg diterima anggota organisasi & masyarakat memungkinkan pelayanan publik menjadi lebih berkualitas.  1) Jujur mengutamakan kepentingan publik dan  menghindari konflik kepentingan dan korupsi  2) Responsif thd kebutuhan publik  3) Akuntabel dalam pelayanan publik.
  • 22. Integritas : Akuntabel & Transparan  Upaya pejabat meningkatkan kepercayaan publik tergantung pd kemampuannya memberi pelayanan berkualitas: penuhi standar profesional & responsif thd kebutuhan publik.  Revolusi mental perlu kompetensi etis: norma mendorong pejabat lebih responsif thd kebutuhan publik shg membantu dalam pembatinan integritas publik.  Integritas : sikap jujur & serius utk melakukan yg benar/adil dlm setiap situasi shg mempertajam keputusan dan tindakannya dlm kerangka pelayanan publik  Integritas publik: akuntabilitas & transparansi
  • 23. Orientasi Baru Pelayanan Publik  (i) Perampingan, desentralisasi & semangat untuk kreatif  (ii) Integrasi budaya etika dlm organisasi pelayanan publik  (iii) Penggunaan perencanaan dan lingkaran kontrol  (iv) Organisasi kerja lebih luwes  (v) Prioritas pd masyarakat yg dilayani & kepuasan publik,  bukan pd prosedur organisasi   (vi) Ukuran utama: hasil/kinerja & pertanggungjawaban,  bukan lagi menekankan pada metode.  (vii) Pelimpahan tanggung jawab semakin besar utk ideal  etika pelayanan publik: efektif, efisien & hemat .
  • 24. (P)REVIEW Gagasan Refleksi, orientasi, tetapkan gambar bersama, kumpulkan gagasan, mengeksplorasi perspektif baru bersedia melakukan kritik diri, kreatif & terbuka PERENCANAAN Tujuan Menyeleksi & memberi prioritas gagasan, mendefinisikan tujuan dan aktivitas bersama, mengintegrasikan semua itu ke dlm kerangka yg koheren secara kronologis & tertata mau komitmen, jujur & luwes PELAKSANAAN Implementasi Mengimplementasikan kegiatan dan inovasi dengan komitmen & scr sistematis belajar dr pengalaman mau berubah, setia, & disiplin diri Lingkaran Kontrol Inti Leadership
  • 25. Membangun Budaya Etika dalam Organisasi  I. Mengefektifkan sistem pencegahan  II. Meningkatkan sistem pengawasan  III.Mempertajam ketrampilan etika dalam pelayanan publik  IV. Membangun kompetensi etika  V. Memperketat seleksi pejabat dg memperhitungkan  tiga kompetensi profesional
  • 26. I. Membangun Budaya Etika dg Pencegahan  1.Mengidentifikasi risiko penyebab konflik kepentingan  2.Membangun mekanisme akuntabilitas internal/eksternal yg diakses pemeriksaan publik (e-policing, e-procurement)  3.Pendekatan manajemen yg menjamin pejabat publik mengambil tanggungjawab pribadi, tidak menimpakan ke pihak lain, bila ada pelanggaran etika publik  4. Dalam organisasi ditumbuhkan kepedulian untuk menolak/menghindari korupsi/konflik kepentingan.  5. Rotasi jabatan yg selalu disertai audit/evaluasi sesudahnya
  • 27. II.Membangun Budaya Etika dg Sistem Pengawasan  1)Menerapkan akuntabilitas/transparansi dg Komisi Etika  2)Mengelaborasi pedoman transparansi dlm pengadaan barang/  jasa publik.  3)Memberdayakan civil society untuk ambil bagian dlm  pengawasan pelayanan publik dg Kartu Pelaporan Warganegara  4) Membangun jaringan anti-korupsi melalui pendidikan dan  pelatihan yg melibatkan asosiasi profesi, LSM, mahasiswa  5 Mengintegrasikan Kode Etik ke manajemen organisasi  6) Membangun mekanisme whistle-blowing (komunikasi  konfidensial, hotlines) & perlindungan hukumnya
  • 28. III. Ketrampilan Etika dlm Pelayanan Publik  1. Tingkat kesadaran penalaran moral sbg dasar  pengambilan keputusan yang etis  2. Kemampuan memahami etika sebagai sarana dalam  menghadapi konflik  3. Kemampuan menolak perilaku yang berlawanan  dengan etika  4. Mampu menerapkan teori-teori etika dlm proses  pengambilan keputusan & evaluasi
  • 29. IV. Membangun Kompetensi Etika  1) Intensitas kepedulian etika & ada/tidaknya pelatihan etika:  pelatihan rutin (syarat naik pangkat/jabatan) dikembangkan  keyakinan & pembiasaan pd nilai etika.  2) Komisi etika pembentukan kompetensi etika krn budaya etika  organisasi mempertajam penalaran etis.  3) Peran pimpinan  mencipta perilaku etis dlm organisasi: teladan &  jeli memahami faktor-faktor keputusan & tindakan agar sesuai  dengan tuntuntan etika publik.  4) Keputusan etis tumbuh bila sanksi/imbalan, organisasi & evaluasi  yg memperhitungkan konsekuensi etis
  • 30. Kompetensi Etis: Habitus  Kompetensi etika habitus: hasil ketrampilan yg menjadi tindakan praktis (tdk hrs selalu disadari), lalu diterjemahkan ke dlm suatu kemampuan yg nampaknya alamiah dan berkembang dlm lingkungan sosial (budaya etika orgnisasi)  Kriterium perolehan kompetensi etis: jasa/perjuangan macam  apa pernah dilakukan utk kepentingan masyarakat  Kompetensi etika tdk diperoleh di bangku kuliah, tp melalui  pengalaman, yg kemudian diorganisir & direfleksikan.  Kepedulian thd orang kecil bukan dr kunjungan kerja, tp terlibat bersama mereka & belajar peduli kebutuhan mereka
  • 31. Habitus: Fasilitas & Perubahan Sistem  Habitus: struktur mental yg selalu dlm proses restrukturisasi.  Praktik kehidupan tdk hanya pelaksanaan norma, tp mener- jemahkan makna praktis yg diperoleh melalui habitus.  Tanpa mencari lagi maknanya/mengangkat ke kesadaran, habitus mengarahkan sesuai dg posisi pelaku & logika arena.   Karir pejabat Polri karena KKN/uang bertentangan dg prinsip terbentuknya habitus/etos.  Perubahan habitus mendorong kreativitas, tp butuh topangan fasilitas, perubahan sistem atau aturan.
  • 32. II.5. Enam Langkah Mengintegrasikan Kode Etik ke Manajemen Organisasi  (i) Dlm menyusun kode etik mengikutsertakan anggota- anggota yang representatif shg ada partisipasi & membentuk khasanah istilah yg sama rasa memiliki dan komitmen  (ii) Komisi etika dilibatkan dlm pengambilan keputusan dlm setiap pertemuan staf dg merumuskan dampak etikanya.  (iii) Disediakan konsultasi etika & saluran pelaporan untuk membahas masalah etika, prosedur menyalurkan keluhan, protes, mekanisme whistle-blowing (hotlines, komunikasi konfidensial), sistem perlindungan bagi pelapor.
  • 33.  (iv) Manajemen personalia disesuaikan dg tuntutan etika publik, termasuk merevisi cara perekrutan calon pejabat.  Pendidikan & pelatihan etika publik secara berkala; proses evaluasi kinerja  identifikasi dimensi-dimensi etikanya.  (v) Audit etika secara berkala meliputi: melihat kembali dokumen-dokumen, menilai kerentanan masalah, wawancara dan survei karyawan, & evaluasi terhadap sistem yg ada.  (vi) Meningkatkan sosialisasi kesadaran etis dg memasang kode etik di setiap tempat berkumpul
  • 34. Implementasi Kode Etik  (i) Perlu komisi yang mengatur, memberlakukan dan mengawasi aturan dan standar etika  (ii) Perlu diorganisir secara berkala pelatihan etika untuk meningkatkan kesadaran moral dan belajar memecahkan masalah-masalah dilema etika yang dihadapi pejabat publik  (iii) Komisi etika memberi pengarahan tertulis, pendampingan & evaluasi dari segi etika publik thd cara/prosedur menghadapi masalah kebijakan perusahaan
  • 35. Untuk Implementasi Kode Etik  (i) Perlu komisi yang mengatur, memberlakukan dan mengawasi aturan dan standar etika  (ii) Perlu diorganisir secara berkala suatu pendidikan dan pelatihan etika publik untuk meningkatkan kesadaran moral dan belajar memecahkan masalah-masalah dilema etika yang dihadapi pejabat publik  (iii) Komisi etika selalu memberi pengarahan tertulis, pendampingan & evaluasi dari segi etika publik thd cara/prosedur bgmn pejabat publik menghadapi masalah- masalah kebijakan publik.
  • 36.  (iv) Dibuat aturan agar Komisi Etika bisa memberi sanksi dg mempertimbangkan informasi adanya pelanggaran pejabat publik, bahkan bila tidak ada keluhan/laporan, bila ternyata mengganggu kinerja tugasnya.  Maka perlu ada sub-komisi investigasi yg melibatkan organisasi independen untuk mengumpulkan fakta (wawancara saksi, memeriksa dokumen, meninjau lokasi) agar bisa menentukan benar/tidaknya pelanggaran.  Komisi bisa mengusulkan bentuk sanksi: pemecatan, peringatan, skors atau ganti rugi.
  • 37. Tiga Modalitas agar Kode Etik Lebih Efektif Teknologi E-Governance, E-Policing, E-Money, E-Procurment Aspek Organisasional -Mekanisme Whistle-Blowing, hotlines, Ombudsman, KPW -Rotasi jabatan,Mengganti Binkar SDM -Hukum yg berlaku (gradasi sanksi) -Deklarasi potensi konflik kepentingan Perilaku Pejabat yang Diatur -Komisi Etik, Pendidikan/Pelatihan Etika di setiap kenaikan jenjang, Konsultasi, Pendampingan
  • 38. Infrastruktur Etika  1. Akuntabilitas & pers bebas yg kritis  2. Adanya rotasi jabatan karena merupakan benteng  melawan godaan-godaan korupsi dan konflik kepentingan   3. Kode etik & legislasi: mencegah konflik kepentingan, auditor mandiri, sistem pengawasan internal & Komisi Etika  4. E-policing (pemolisian online) pelayanan POLRI:  keamanan, keselamatan, administrasi & informasi  5. E-procurement: transparansi pengadaan barang dan jasa  6. Pengawasan oleh civil society
  • 39. Whistle Blower Efektif  Meniup peluit akan efektif bila memperhitungkan:  1.Ketepatan laporan yang dituduhkan,  2.Bukti awal jelas: memungkinkan pihak yang mendapat laporan bisa memverifikasi.  3.Telah mencari/mengusahakan upaya lain, tp tdk efektif.  4.Mencek & mencek kembali fakta yg diketahui sebelum mengatakan dg spesifikasi tingkat pelanggaran.  5. Tuduhan fair (sejauh mana penyalahgunaan wewenang itu mengancam/membahayakan kepentingan publik (bukan sekedar bentuk balas dendam atau mencari sensasi).  6. Akan lebih dipercaya oleh publik bila tidak dalam anonimitas (tp anonimitas tetap berguna)
  • 40. Mekanisme Perlindungan Whistle- Blower  1. Harus ada pernyataan tegas bahwa pelaporan pelanggaran korupsi akan ditanggapi serius dalam organisasi asal indikasinya bisa dipertanggungjawabkan.  2. Konfidensialitas pelapor dilindungi krn informasinya diharapkan, dan memberi kesempatan mengemukakan keprihatinan itu di luar jalur struktur manajemen.  3. Sanksi akan diberikan terhadap siapa saja yg membuat laporan palsu atau tuduhan jahat.  4. Memberi indikasi cara yg baik bagaimana keprihatinan itu akan diangkat di luar organisasi.  Laporan ke lembaga di luar organisasi atau media.
  • 41.
  • 43. Panoptisme Teknik dan Mekanisme Kekuasaan  Mekanisme sistem panoptik: pengawasan dilakukan secara tidak teratur atau diskontinu, tapi efek dalam kesadaran adalah perasaan terus menerus diawasi  dengan demikian terjadi internalisasi pengawasan  kecenderungan melakukan otosensor  Efek sistem panoptik ini menyebabkan pada diri narapidana kesadaran selalu diawasi  Teknik: disiplin, normalisasi, penomoran, penamaan, klasifikasi, larangan, pengelompokan identitas, penyeragaman, pengawasan.
  • 44. Mekanisme penyaringan & seleksi  Harus ada kompetisi kandidat melalui tiga proses :  1. Selain pertimbangan Biro Binkar SDM Polri, masukan  masyarakat ke pimpinan Polri: Kompolnas, IPW, & CS.  2.Kompetisi tdk berhasil: minim informasi ttg kandidat  yg sudah tersaring atau money politics.  3.Seleksi dimanipulasi: yg memenuhi syarat tdk terpilih,  yg tdk kompeten terpilih krn koneksi.  akuntabilitas: integritas publik dinilai bisa dijamin
  • 45. Audit Institusional  Melalui: Komisi etik, Komisi Kerja, lembaga-lembaga yg berperan menuntut akuntabilitas Polri  Agar akuntabilitas institusional efektif, perlu dibangun mekanisme utk menampung masukan, keluhan, laporan organisasi independen, atau civil society.  Media: pengawas, penyambung lidah whistle-blower, dan pemberi sanksi (memberitakan pelanggaran, korupsi, konflik kepentingan  menyebarkan reputasi buruk).  Melalui jurnalisme investigatif, media sering bisa mengungkap pelanggaran secara tajam.
  • 46. Korupsi Membangun jaringan di daerah mengajak masyarakat mendiskusikan korupsi (sebab, mekanisme, jaringan, akibat, korban, kerugian) dalam pelatihan, seminar, workshop.  Dlm jangka waktu satu tahun akan banyak warganegara menyadari pentingnya pemberantasan korupsi. Lalu terbentuk jaringan yg memiliki visi masyarakat yg bersih.  Jaringan ini: organisasi lokal, asosiasi profesional, kelompok perdagangan & orang bisnis.  Anggota jaringan: sumber informasi KPK, diorganisir oleh komisi penasehat yg ditunjuk dari pimpinan kelompok .  Komisi Independen dibentuk untuk mengawasi investigasi thd laporan-laporan korupsi. Setiap tahun ketiga komisi itu mengadakan konferensi pers dan menerbitkan laporan tahunan yg bisa diakses & diperiksa oleh publik.
  • 47. TIGA DIMENSI TINDAKAN SUBYEK -Pengetahuan -Kehendak (Kebebasan) -Emosi -Hatinurani -Deontologi -Emotivisme SITUASI KONTEKS -Waktu: yang lalu, sekarang, yg akan datang -Tempat -Situasionisme -Ekstrinsikalisme -Komunitarianisme TUJUAN/HASIL KONSEKUENSI Utilitarianisme Konsekuensialisme Proporsionalisme Hedonisme Eudaimonisme Teleologi
  • 48. Tiga Dimensi Kebebasan Kebebasan sbg Kemampuan Liberum Arbitrium Kebebasan sbg Kondisi [Democratic Liberties] Kebebasan Sosial-Politik Kebebasan sbg Tujuan Kesempurnaan Eksistensi Bebas dari… Bebas untuk… Mampu untuk memutuskan…
  • 49. Asosiasi Profesi & Pro Bono  Jaringan asosiasi profesi (akuntan, hukum, dokter, insinyur sipil, arsitek) membantu analisa, investigasi, audit, evaluasi suatu proyek atau advokasi hukum.  Tuntutan praktek Pro bono (Pro bono publico): kerja sukarela dari kaum profesional yg tdk dibayar sbg bentuk pelayanan kepada masyarakat (jam per bulan).  Kriterium Pro bono ini berfungsi mengingatkan bhw jabatan publik & profesi mengandung nilai etis atau kewajiban moral, yaitu sebagai panggilan untuk pengabdian masyarakat.  syarat bagi seseorang untuk bisa menduduki jabatan
  • 50. Metode Kartu Pelaporan Warganegera  1.Mendorong umpan balik dr warganegara tentang tingkat kepuasan warganegara terhadap pelayanan publik dan bisa memberi indikasi prakiraan adanya korupsi  2.Memberdayakan warganegara untuk membangun sikap pro-aktif dg menuntut akuntabilitas & response pejabat publik  3.Berguna utk alat diagnosa bagi pelayanan publik, konsultan, dan peneliti utk memudahkan perencanaan & pemecahan masalah  4.Mendorong pelayan publik untuk mendesign standar kinerja & mempermudah pelaksanaan transparansi.
  • 51. Masukan Kartu Pelaporan Warganegara  Menyelenggarakan benchmark dlm hal akses, menjawab kebutuhan/tidak & kualitas pelayanan publik sebagaimana dialami oleh warganegara  Menyediakan ukuran kepuasan publik sehingga dimungkinkan untuk melakukan perbaikan  Memberi indikator bidang masalah dalam pemberian pelayanan publik  Memberi prakiraan yang bisa diandalkan terhadap dugaan korupsi dan beaya lain yg disembunyikan  Memberi mekanisme untuk mengeksplorasi alternatif bagi perbaikan pelayanan publik
  • 52. Tujuan Studi Kartu Pelaporan Warganegara  Identifikasi masalah melalui diskusi kelompok fokus  Merancang instrumen-instrumen  Mengidentifikasi contoh-contoh ilmiah utk survei  Survei dilakukan oleh organisasi yg mandiri  Mengumpulkan data kualitatif  Melaporkan hasil survei ke publik  Menerapkan advokasi dan pengaturan kemitraan (Sampford, 2006: 236)
  • 53. Transparansi Pengadaan Barang/Jasa  (i) Akses ke informasi ttg aturan & prosedur & kesempatan pengadaan barang/jasa tertentu;  (ii) Informasi hrs jelas, konsisten dan relevan   menjamin persaingan dan menghindarkan kolusi;  (iii) Standardisasi proses melalui benchmark : keputusan- keputusan bisa dibandingkan utk memudahkan kontrol internal dan melacak pelanggaran atau penyimpangan;  (iv) Keputusan penting dlm pengadaan barang/jasa terdokumentasi baik dan mudah diakses.  (v) E-Procurement : sistem meninggalkan jejak utk memudahkan audit, revisi dan evaluasi kebijakan pengadaan barang/jasa. Sistem elektronik membantu menghubungkan dg seluruh sistem manajemen keuangan.
  • 54. 12 Tanda Korupsi dlm Pengadaan Barang/Jasa  (1) kontrak diberikan selalu kpd penyedia yang sama tanpa ada kompetisi, sering dengan lebih tinggi dari harga pasar   (2) adanya perantara dalam kontrak padahal dia tidak menambah mutu atau kinerja kontrak   (3) pejabat yg bertanggungjawab menerima pemberian, fasilitas, uang lebih kaya tdk sesuai dg gaji yg diperolehnya  (4) mutu rendah barang/jasa atau pekerjaan yang diberikan. Mutu rendah ini karena menaikkan harga kontrak barang/jasa, atau memberi lebih rendah dari kualitas seharusnya;
  • 55.
  • 56.  (8) Perbedaan harga terlalu mencolok antara pemenang tender dan penawar lain. Kemungkinan persetujuan di antara para penawar untuk membagi keuntungan atau pekerjaan.  Bila terjadi penawaran ulang karena sebelumnya tdk ada yg terkualifikasi, sebagian besar penawar menaikkan harga lebih tinggi dari penawaran pertama, meskipun tidak ada kenaikan harga pasar  petunjuk ada kerjasama antara penawar utk memenangkan salah satu dari mereka.
  • 57.  (9) Kolusi di antara para peserta tender melalui perjanjian tersembunyi dlm bentuk subkontrak pelaksanaan kerja atau pengiriman barang/jasa tanpa sepengetahuan pejabat publik. Atau pejabat publik tahu, tp krn mendapatkan keuntungan, menutup mata thd pelanggaran kontrak itu.  (10) Perbaikan penawaran di saat-saat terakhir penyerahan atau sesudah penyerahan. Ada bukti material kolusi dlm penyerahan penawaran spt peserta penawaran yg berbeda format sama, model penghitungan yg persis sama, penulisan dg kekeliruan yg sama.
  • 58.  (11) Calon penawar yg memiliki kualifikasi akhirnya mundur, bisa memberi petunjuk adanya tekanan entah dari pejabat publik atau kolusi dg penawar lain.  (12)Sistem rotasi untuk mendapatkan kontrak diantara para penawar atau alokasi pasar shg mereka tidak perlu bersaing mendapatkan tender.  Manipulasi dg menunjuk perusahaan supaya mengajukan penawaran paling murah atas pengetahuan pejabat yg berwenang.  Begitu penawaran dimenangkan, kontrak diperbaiki dg harga dinaikan.  Supaya uang suap tidak terlacak dipakai teknik mendirikan perusahaan façade untuk manipulasi tender dan pencucian uang.
  • 59. Syarat Good Governance  (1) Partisipasi langsung & melalui lembaga-lembaga perantara sah (termasuk civil society, KPW)  (2) Aturan adil & tdk memihak dijamin oleh hukum  (3) Transparansi: semua proses, lembaga dan informasi bisa diakses langsung oleh publik  (4) Responsif: lembaga & proses utk melayani publik  (5) Kesetaraan: semua warganegara mempunyai kesempatan sama untuk memperbaiki atau menjaga kesejahteraan  (6) Efektif & efisien berarti semua proses dan lembaga membawa hasil yang memenuhi kebutuhan masyarakat  (7) Akuntabilitas: pengambil keputusan di pemerintah, swasta, organisasi civil society akuntabel terhadap publik.
  • 60. Modalitas & Infrastruktur Etika  Modalitas: semua prosedur atau syarat kemungkinan bagi penerapan norma-norma etika ke tindakan atau kebijakan publik.  Di dalam interaksi sosial, modalitas berperan penting karena menentukan kualitas struktur yang dibentuk baik pemaknaan, dominasi maupun legitimasi (A. Giddens)  Infrastruktur etika publik: “semua bentuk sarana yg mendorong & memberi sanksi untuk mengarahkan secara koheren dan terkoordinasi ke norma-norma, yg ditingkat- kan menjadi materi etika dalam pelayanan publik” (F.Piron)
  • 61. INTERAKSI KOMUNIKASI KEKUASAAN SANKSI [MORALITAS] MODALITAS KERANGKA PENAFSIRAN -Prinsip Keadilan subsidiaritas & solidaritas -Deontologi, Teleologi, Etika Keutamaan, teori-teori lain -Enam Tahap Perkembangan Kesadaran Moral (Kohlberg) -Hak untuk menjadi bagian dari Komunitas F A S I L I T AS -Infrastruktur Etika -Akuntabilitas -Transparansi -Netralitas -Tiga Kompetensi Profesional -E-Governance N O R M A -Kode etik -Hukum Mencegah Konflik Kepentinan & Korupsi -Integritas Publik -Pelayanan Publik yg relevan & responsif -Nilai-nilai Agama STRUKTUR PEMAKNAAN DOMINASI LEGITIMASI BUDAYA ETIKA DI DALAM PELAYANAN PUBLIK DINAMIKA ETIKA PUBLIK Mendasarkan pada Dualitas Struktural
  • 62. PENGALAMAN Konfflik Kepentingan Korupsi IMPLEMENTATSI MEDIASI ANALISA SOSIAL ANALISA ETIKA TEORI-TEORI ETIKA Lingkaran Hermeneutika Etika Publik PELAYANAN PUBLIK Relevant & Responsif
  • 63. NORMATIVE ORIENTATION Norm, Value & Conviction E N V I R O N M E N T Biology, Social & Culture G O A L A G E N T MEANS 1 MEANS 2 MEANS n THEORY OF ACTION Talcott Parsons
  • 64. MORAL ETIKA 1.Etimologi 2. Tradisi Filsafat 3.Definisi 4.Fokus -Latin: “mos, moris “ artinya “kebiasaan” atau “adat” moral idikaitkan dg kewajiban atau norma yg dituntut scr kategoris atau hipothetis sbg cara utk bertindak -Deontologi Kant, deon=kewajiban) (i) Deontologi religius (ii) Deontologi sekular -Wacana normatif dlm bentuk kewajiban hipotetis atau kategoris tyg dirumuskan dlm kerangka baik/buruk, benar/salah -Hakikatnya adalah imperatif baik kategoris maupun hipotetis -“Moral” mengacu ke serangkaian norma/aturan yg diterima oleh suatu masyarakat sbg cara bertindak & perilaku dlm kerangka baik/buruk -Yunani: “ethos” artinya “Kualitas karakter” or “kebiasaan” cara berpikir, merasa, bertindak, perilaku yg menandai bhw seseorang bagian dr suatu kelompok sosial ttt. -Teleologi (Aristotle, telos=tujuan) -Refleksi filsafat ttg moralitas Etika adalah wacana normatif tp hakikat- nya tidak selalu imperatif. -“Etika adalah tujuan hidup baik untuk & bersama orang lain dlm keranka memperluas lingkup kebebasan & menciptakan institusi yg adil” (Ricoeur) -Dianggap sbg seni hidup yg mengarahkan ke kebijaksanaan & kebahagiaan -Jadi tekanannya pd refleksi
  • 65. H A B I T U S Proses Perolehan Dasar Kepribadian Logika Sosial -Etos -Kerangka Penafsiran -Perangkat Sosialisasi -Arah Orientasi Sosial -Hasil Ketrampilan -Sumber Kreativitas -Berfungsinya Masyarakat -Gaya Hidup -Opini
  • 66. Habitus sebagai Etos  Habitus yang menekankan pada masalah nilai dan norma dipahami sbg etos  Etos: 1) prinsip-prinsip, nilai-nilai yang dipraktikkan  2) bentuk moral yang dibatinkan dan tdk mengemuka dlm kesadaran, namun mengatur perilaku sehari-hari.  Misal: rajin, ulet, jujur, kerja keras, cekatan
  • 67. Reorganisasi Institusi  Lembaga dinamis bila menunjukkan tanda perubahan internal dan fleksibel, maka:  1.Perlu membangun citra dan merekayasa diri  2.Untuk memecah kebuntuan diperlukan reorganisasi diri mendatangkan konsultan  3.Diciptakan unit kerja baru mendobrak  4.Konsultanmendefinisikan tugas-tugas baru, menghapus & mendinamisasi dept disertai PHK & pensiun dini  5.Menggeser tempat orang yg telah mengembangkan keahlian & lembaga-lembaga
  • 68. Demokrasi mengikuti Logika Pasar  Demokrasi diarahkan pasar shg memperlakukan warga negara spt konsumen politik yg ditekan utk membeli. Pembelian tergantung pd pencitraan dan pasar.  Trik-trik merayu spt iklan digunakan utk memasarkan tokoh, gagasan politik & program.  Versi politik megastore menekan demokrasi lokal, tp memungkinkan fantasi warga; menurunkan substansi politik, tp merangsang imajinasi perubahan
  • 69. Demokrasi Efektif  1.Perkembangan pasar ditentukan oleh partisipasi terbuka dan kompetitif: rakyat mengungkapkan pilihan scr bebas dan diperhitungkan oleh pengambil keputusan  2.Partisipasi terstruktur dlm politik-ekonomi: rakyat memiliki kekuatan tawar riil, artinya mampu memberi imbalan kpd pem.efektif & bisa menjatuhkan pemerintah yg tdk kompeten/menyalahgunakan kekuasaan  3.Partisipasi dilindungi dan dikendalikan oleh institusi yg sah & efektif
  • 70. Partisipasi & Korupsi  1.Di negara berkembang, partisipasi biasanya lemah,  terbatas & mudah dimanipulasi  2.Institusi-institusi kaku & lemah dlm koordinasi  3.Kedua hal itu mempengaruhi bentuk korupsi:  a)civil society lemah & partai politik serta ekonomi  didominasi jaringan hub. patron-client  b)pengadilan & polisi kurang efektif, premanisme merajalela  c)korupsi dijalankan utk mencari pengaruh birokrasi &  legislatif
  • 71. Korupsi & Makna Sosial  Korupsi bukan hanya masalah moral & hukum, tp terkait  dengan makna sosial  1.Pertaruhan budaya & sosial: nilai-nilai kepemimpinan,  kewarganegaraan, representsi & akuntabilitas kekuasaan  publik  2.Korupsi: cara elite untuk membangun dukungan politik  masyarakat & memenangkan kerjasama dg legislatif  birokrasi
  • 72. Korupsi Menghambat Institusi Pasar & Politik yg Kuat  1.Tiadanya transparansi & akuntabilitas menghambat  terbentuknya institusi pasar & politik yg kuat & efektif  2.Mengaburkan batas-batas antara politik & ekonomi,  kepentingan publik & privat.  3.Akses ke pengambil keputusan dijadikan komoditi.  4.Korupsi memperlemah partisipasi & institusi politik ek.,  krn memberi imbalan kpd tiadanya efisiensi.  5.Untuk memperlemah kelompok kepentingan ekonomi  & faksi politik memonopoli arena,  maka kompetisi politik harus riil.  ada kaitan antara tingginya korupsi & rendahnya  tingkat kompetisi
  • 73.
  • 74. Skematisasi: Kemampuan Ideologi utk mengubah G a g a s a n O p i n i Rigoritas melemah Meningkatkan Efektivitas Sosial Sistem Pemikiran Sistem Keyakinan Teladan/Contoh/Model
  • 75. Bahan Diskusi  1. Bagaimana anda keluar dari manusia seri?  2. Bentuk komunitas macam apa bisa menolong anda?  3. Fasilitas macam apa yang diperlukan dan bisa dibangun  oleh anda atau komunitas anda?  4. Sistem apa yg bisa mengubah kebiasaan korupsi dan  konflik kepentingan?  5. Bagaimana menciptakan sistem panoptikon menghadapi  praktik koruptif &konflik kepentingan?
  • 76. Dimensi Dualitas Struktural Anthony Giddens INTERAKSI Komunikasi Kekuasaan (Moralitas) Sanksi MODALITAS Kerangka Penafsiran Fasilitas: Ekomi, Politik, Budaya, Sosial, Ideologi, Fisik Norma: Hukum, Aturan, Tradisi, Adat, Kebiasaan, Agama STRUKTUR Pemaknaan Dominasi Legitimasi