Paparan kuliah Romo Haryatmoko di Lecture on Public Ethics and Policy, 8 Pebruari 2021, yang difasilitasi oleh phi-LAB fpr social innovation and movement.
SINOPSIS:
Bagaimana kita menempatkan etika didalam mengelola kehidupan bernergara? Barangkali inilah pertanyaan yang ingin digali dalam berbagai praktek penyelengaraan negara.
Etika publik merupakan standar kepatutan dan justifikasi moral yang tidak hanya diwujudkan terbatas pada penyusunan kebijakan publik dan menjalankannya oleh birokrasi, tetapi lebih dalam lagi menjaga keberpihakan terhadap nilai dan kepentingan publik secara inklusif dan berkeadilan.
Berbagai praktek penyimpangan etika publik bukanlah khas dari suatu negara, terjadi di berbagai negara. Kecanggihan dan modusnya bahkan menempel kepada suatu desain tata kelola yang lebih berpihak pada kelompok kepentingan tertentu.
Narasumber:
Romo Haryatmoko*
Universitas Sanata Dharma Yogjakarta, Penelititi etika publik dan Penulis Buku, "Etika Publik untuk Integritas Pejabat Publik dan Politisi" (Kanisius, 2011)
2. Definisi Etika Publik
Etika publik: refleksi ttg standar yg menentukan baik/buruk,
benar/salah tindakan/keputusan utk mengarahkan
kebijakan publik utk menjalankan pelayanan publik.
Tiga fokus etika publik:
1. Tujuan: pelayanan publik berkualitas, responsif &relevan
2. Refleksi: membantu pertimbangan pejabat publik dalam
menentukan pilihan sarana kebijakan publik & sbg
alat evaluasi yg memperhitungkan konsekuensi etis.
3. Modalitas etika:
menjembatani antara norma & tindakan nyata
3. Refleksi
Refleksi: upaya untuk bercermin & mengambil jarak sehingga
bisa melihat dg jernih & kritis suatu masalah (dari berbagai
aspek) agar memahami diri lebih baik & memperbaiki kinerja.
Tidak ada norma/nilai yg tidak dapat diperdebatkan, dikritik atau
dipertanyakan.
Prinsip revisi: semua persetujuan bisa dipertanyakan
bila ada argumentasi baru
Legitimitas mendasarkan pd persetujuan melalui komunikasi,
bukan pada legitimitas tradisional
Landasan utama refleksi: argumentasi
4. Fokus pada Modalitas
Bagaimana menjembatani norma moral & tindakan kongkrit?
1.Tahu norma moral blm cukup, masih butuh cara/prosedur
untuk bisa melaksanakannya
2. Niat baik harus bisa diterjemahkan ke dlm tindakan nyata
atau bagaimna mengorganisir tanggung jawab?
Etika publik harus diterjemahkan ke etika institusional
sehingga memberi “roh” bagi kode etik, hukum, UU
6. Integritas
Integritas: kualitas tindakan & sikap seseorang/organisasi yang sesuai dengan
nilai & norma moral yang diterima anggota organisasi dan masyarakat
Unsur-Unsur Integritas:
1. Jujur: terbuka, mengatakan yang benar, tidak memanfaatkan pihak lain
2. Rasa hormat: menghormati pendapat berbeda, membuka kesempatan kepada
yang lain untuk menyampaikan keprihatinan atau kepedulian
3. Mendorong tumbuhnya kepercayaan (trust)
4. Peduli terhadap apa yang diharapkan dari dirinya (outcome)
5. Tanggungjawab: bisa dipercaya, peduli, mampu mengantisipasi
6. Menepati janji, konsisten dan bisa menjaga konfidensialitas
7. Cekatan dalam menjawab kebutuhan atau tuntutan pekerjaan
7. MORAL ETIKA
1.Etimologi
2. Tradisi
Filsafat
3.Definisi
4.Fokus
-Latin: “mos, moris “ artinya
“kebiasaan” atau “adat”
moral dikaitkan dg kewajiban atau
norma yg dituntut scr kategoris atau
hipothetis sbg cara utk bertindak
-Deontologi Kant, (deon=kewajiban)
(i) Deontologi religius
(ii) Deontologi sekular
-Wacana normatif dlm bentuk
kewajiban hipotetis atau kategoris tyg
dirumuskan dlm kerangka baik/buruk,
benar/salah
-Hakikatnya adalah imperatif baik
kategoris maupun hipotetis
-“Moral” mengacu ke serangkaian
norma/aturan yg diterima oleh suatu
masyarakat sbg cara bertindak &
-Yunani: “ethos” artinya “Kualitas
karakter” atau “kebiasaan”
cara berpikir, merasa, bertindak,
perilaku yg menandai bhw seseorang
bagian dr suatu kelompok sosial ttt.
-Teleologi (Aristotle, telos=tujuan)
-Refleksi filsafat ttg moralitas
Etika adalah wacana normatif tp hakikat-
nya tidak selalu imperatif.
-“Etika adalah tujuan hidup baik untuk &
bersama orang lain dlm keranka
memperluas lingkup kebebasan &
menciptakan institusi yg adil” (Ricoeur)
-Dianggap sbg seni hidup yg mengarahkan
ke kebijaksanaan & kebahagiaan
-Jadi tekanannya pd refleksi
8. Ekstremisme: Pembedaan Etika &
Moralitas
Avishai Margalit membedakan etika & moralitas:
Etika: kewajiban yg muncul dari hubungan tebal (keluarga);
etika berkaitan dengan loyalitas & pengkhianatan
Moralitas: kewajiban hubungan tipis bukan dari keluarga.
Moralitas masalah hormat ke orang lain & penghinaan.
Kejeniusan Hitler: mengubah norma moral universal bangsa
Jerman menjadi sepenuhnya etika.
Loyalitas: hasil hubungan tebal yg melibatkan keluarga
9. ETIKA INDIVIDUAL ETIKA SOSIAL
1.OBJEK
2.VALIDITAS
3.MEDIASI
4.JEMBATAN
antara Tahu &
Bertindak
Baik/buruk perilaku
individu dalam
masyarakat:
norma-norma moral
Tergantung pada
kesahihan premisnya
Hubungan antara visi &
tindakan langsung
Bila sdh jadi keyakinan
individu, tindakan tidak
butuh persuasi.
-Tgjawab & kewajiban dlm
bermasyarakat: hukum,
politik, strategi,
praktik,kelomp/komunitas &
institusi Sosial
-Terkait dg struktur sosial &
tindakan kolektif.
Perlu persetujuan sebanyak
mungkin anggota masyarakat
Hubungan visi & tindakan
kolektif tidak langsung.
butuh mediasi.
Mediasi: nilai & simbol.
Persuasi menentukan
Profesi sngt berperan.
10. ETIKA KEUTAMAAN ETIKA INSTITUSIONAL
1.LANDASAN
2.TANGGUNG
JAWAB
3.STABILISASI
TINDAKAN
4.CARA
PEMBENTUKAN
1.Bukan pd prinsip rasional obyektif,
tapi praktik atau pembiasaan yg
menentukan keutamaan/excellence
2.Makna nilai bersama, tokoh teladan,
internalisasi mempertajam makna
tgjawab
3.Stabilisasi tindakan yg berasal dr
dalam diri pelaku (habitus).
4.Pendidikan, latihan, teladan,
pembiasaan, lingkungan
1.Mendasarkan pd aturan, kebiasaan,
hukum, kode etik institusi sosial.
2.Institusi sosial berperan
mengorganisir tanggung jawab
melalui sanksi atau imbalan
3.Menjamin stabilitas tindakan dari
luar diri pelaku
4.Kepastian dan penegakkan
aturan atau hukum
11. KODE ETIK
1. Pencegahan, pembinaan, dan
pentingnya internalisasi nilai-
nilai (sanksi bersifat mendidik)
2.Menekankan ‘mengapa’ dan
‘bagaimana’ seharusnya
bertindak nilai& prinsip
membentuk esprit de corps
3.Lebih ingin memajukan suatu
ideal (core values).
4. Kode etik tidak bisa berubah
seturut keinginan pembuatnya
(kepekaan, kebiasaan, nilai)
5.Mempertajam makna
tanggungjawab (pendidikan)
HUKUM
1.Aturan untuk menjaga stabilitas
tatanan sosial
menegakkan, menghukum
2.Bukan hanya berfungsi sbg
stare decisis (prinsip yg ikuti
keputusan kasus sebelumnya) tp
tekanan pd regulasi
3.Demi tatanan sosial: kontrak
keamanan, kesejahteraan
4. Mudah diubah pembuat UU
(beban & keuntungan masy.)
5.Tekanan: mengorganisir
tanggungjawab dg ancaman
hukuman. Kesesuaian perilaku
12. Relasi Akuntabilitas dg Kode Etik &
Hukum
Kode Etik
1.Akuntabilitas: menjamin
perilaku pejabat sesuai
deontologi pelayanan publik
2.Menekankan pentingnya
pembatinan nilai-nilai
3.Mengandaikan sistem
pelayanan publik yg telah
terlembagakan scr baik
4.Komitmen standar perilaku
yg mencegah korupsi dan
konflik kepentingan
Refleksi thd regulasi & praktek
Taat: aktualisasi nilai-nilai
Hukum
1.Akuntabilitas: menaati
model yg mengarahkan &
mengontrol
2.Pentingnya pengawasan
publik, legislator, auditor
3.Menekankan pentingnya
institusi adil yg mendorong
perilaku pejabat etika pub
4.Penting: pihak luar yg bisa
identifikasi, mengoreksi,
memaksa. Kontrol dr luar utk
mengorganisir tgjawab
Tuntutan pokok: taat aturan
13. Segitiga Kompetensi Profesional
dalam Pelayanan Publik
-Pengetahuan yg terspesialisasi
-Pengetahuan ttg hukum
-Manajemen Program & Strategis
-Manajemen Sumberdaya
Kompetensi Teknis
Kompetensi Etika
Manajemen Nilai
Penalaran Moral
Moralitas Individual
Moralitas Publik
Etika Organisasi
Kompetensi Leadership
* Penilaian & Penetapan tujuan
Ketrampilan manaj. hard/soft
Gaya Manajemen
Ketrampilan politik & negosiasi
Evaluasi
JJjJ.S.Bowman
2010: 23
14. Integritas : Akuntabel & Transparan
Upaya meningkatkan kepercayaan publik tergantung pd
kemampuannya memberi pelayanan berkualitas: penuhi standar
profesional & responsif thd kebutuhan publik.
Revolusi mental perlu kompetensi etis: norma mendorong lebih
responsif thd kebutuhan publik shg membantu dalam pembatinan
integritas publik.
Integritas publik: sikap jujur & serius utk melakukan yg
benar/adil dlm setiap situasi shg mempertajam keputusan dan
tindakannya dlm kerangka pelayanan publik
Integritas publik: akuntabilitas & transparansi
15. Rumus Individualisme
Metodologis
S = f [ a (r, C) ] Raymond Boudon
S : fenomena sosial (TumbuhnyaTrust/Kepercayaan)
f : dampak yg muncul (Kerjasama efektif/kesetiaan/solidaritas)
a : tindakan individual (Diam)
r : alasan-alasan masing-masing (menyelamatkan diri)
C: konteks masing-masing (tradisi/komunitas/infrastruktur)
semua fenomena sosial bisa dijelaskan sbg dampak yg muncul dari
tindakan-tindakan individual. Tindakan ini dilakukan & dipercaya oleh
masing-masing individu sesuai dengan konteks masing-masing
16. Penjelasan Rumus IM
S & C: menggunakan huruf besar ; (f, a, r) huruf kecil.
fenomena yg harus dijelaskan (S) & konteks aktor (C)
merupakan unsur-unsur kolektif (Makrososiologi)
Sedangkan tindakan-tindakan yg didorong alasan-alasan &
berkelindan untuk menghasilkan dampak-dampak yg
muncul merupakan unsur-unsur individual (Mikrososiologi)
17. Rumus Individualisme
Metodologis
S = f [ a (r, C) ] Raymond Boudon
S : fenomena sosial (Lemahnya integritas pemimpin)
f : dampak yg muncul (Korupsi/Konflik Kepentingan)
a : tindakan individual (Niat baik/buruk, keuntungan diri/kelomp)
r : alasan-alasan masing-masing (Hidup enak/tuntutan sosial)
C: konteks masing-masing (Tradisi/komunitas/lingkungan)
semua fenomena sosial bisa dijelaskan sbg dampak yg muncul dari
tindakan-tindakan individual. Tindakan ini dilakukan & dipercaya oleh
masing-masing individu sesuai dengan konteks masing-masing
18. Masalah Korupsi Kartel-Elite
Pendanaan partai politik menyeret ke korupsi kartel-elite
yg melibatkan jaringan partai politik, pengusaha, penegak
hukum & birokrasi karena kondisi politik berikut:
1) para pemimpin menghadapi persaingan politik dlm
lembaga-lembaga yg masih lemah
2) partai politik tdk mengakar, tp mewakili kepentingan elite
3) sistem peradilan korup
4) birokrasi rentan korupsi.
membuat politik penuh resiko ketidakpastian
(M. Johnston, 2005: 89-90)
19. Tujuan Korupsi Kartel-Elite
Korupsi kartel-elite menghindari ketidakpastian :
cara elite menggalang dukungan politik dr masyarakat dan
memenangkan kerjasama dg lembaga legislatif, penegak
hukum & birokrasi (F.Lordon, 2008: 10).
Caranya:
1) Mempengaruhi kebijakan publik & menghalangi atau
mengkooptasi pesaing-pesaing potensial;
2) Menghimpun pengaruh utk menguasai /menjauhkan
keuntungan ekonomi & kebijakan publik dari tekanan sosial
dan elektoral.
Bgmn menumbuhkan kesadaran thd perlunya etika dalam
organisasi pelayanan publik?
20. Akuntabilitas
1)Akuntabilitas sebagai transparansi: tuntutan terhadap
organisasi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan apa yang
telah dilakukan. Harus ada laporan terbuka terhadap pihak luar
atau organisasi mandiri (legislator, auditor, publik) yg
dipublikasikan.(Peeters, 2007: 16)
2) Akuntabilitas menjamin perilaku pejabat agar sesuai dengan
deontologi yang mengatur pelayanan publik
-menekankan nilai yg telah dibatinkan sebagai pelayan publik
-menolong mempertajam makna tanggung jawab
mengandaikan sistem pelayanan publik yg terlembagakan baik.
3) Akuntabilitas: kemampuan merespon kebutuhan publik atau
bertanggungjawab terhadap pimpinan politiknya
21. Integritas Publik
Integritas: kualitas perilaku seseorang atau organisasi yg
sesuai dg nilai, standar & aturan moral yg diterima
anggota organisasi & masyarakat
memungkinkan pelayanan publik menjadi lebih
berkualitas.
1) Jujur mengutamakan kepentingan publik dan
menghindari konflik kepentingan dan korupsi
2) Responsif thd kebutuhan publik
3) Akuntabel dalam pelayanan publik.
22. Integritas : Akuntabel & Transparan
Upaya pejabat meningkatkan kepercayaan publik tergantung
pd kemampuannya memberi pelayanan berkualitas: penuhi
standar profesional & responsif thd kebutuhan publik.
Revolusi mental perlu kompetensi etis: norma mendorong
pejabat lebih responsif thd kebutuhan publik shg membantu
dalam pembatinan integritas publik.
Integritas : sikap jujur & serius utk melakukan yg benar/adil
dlm setiap situasi shg mempertajam keputusan dan
tindakannya dlm kerangka pelayanan publik
Integritas publik: akuntabilitas & transparansi
23. Orientasi Baru Pelayanan Publik
(i) Perampingan, desentralisasi & semangat untuk kreatif
(ii) Integrasi budaya etika dlm organisasi pelayanan publik
(iii) Penggunaan perencanaan dan lingkaran kontrol
(iv) Organisasi kerja lebih luwes
(v) Prioritas pd masyarakat yg dilayani & kepuasan publik,
bukan pd prosedur organisasi
(vi) Ukuran utama: hasil/kinerja & pertanggungjawaban,
bukan lagi menekankan pada metode.
(vii) Pelimpahan tanggung jawab semakin besar utk ideal
etika pelayanan publik: efektif, efisien & hemat .
24. (P)REVIEW Gagasan Refleksi, orientasi, tetapkan gambar bersama,
kumpulkan gagasan, mengeksplorasi perspektif
baru
bersedia melakukan kritik diri, kreatif & terbuka
PERENCANAAN Tujuan Menyeleksi & memberi prioritas gagasan,
mendefinisikan tujuan dan aktivitas bersama,
mengintegrasikan semua itu ke dlm kerangka yg
koheren secara kronologis & tertata
mau komitmen, jujur & luwes
PELAKSANAAN Implementasi Mengimplementasikan kegiatan dan inovasi dengan
komitmen & scr sistematis belajar dr pengalaman
mau berubah, setia, & disiplin diri
Lingkaran Kontrol Inti Leadership
25. Membangun Budaya Etika dalam
Organisasi
I. Mengefektifkan sistem pencegahan
II. Meningkatkan sistem pengawasan
III.Mempertajam ketrampilan etika dalam pelayanan publik
IV. Membangun kompetensi etika
V. Memperketat seleksi pejabat dg memperhitungkan
tiga kompetensi profesional
26. I. Membangun Budaya Etika dg
Pencegahan
1.Mengidentifikasi risiko penyebab konflik kepentingan
2.Membangun mekanisme akuntabilitas internal/eksternal yg
diakses pemeriksaan publik (e-policing, e-procurement)
3.Pendekatan manajemen yg menjamin pejabat publik
mengambil tanggungjawab pribadi, tidak menimpakan ke pihak
lain, bila ada pelanggaran etika publik
4. Dalam organisasi ditumbuhkan kepedulian untuk
menolak/menghindari korupsi/konflik kepentingan.
5. Rotasi jabatan yg selalu disertai audit/evaluasi sesudahnya
27. II.Membangun Budaya Etika dg Sistem
Pengawasan
1)Menerapkan akuntabilitas/transparansi dg Komisi Etika
2)Mengelaborasi pedoman transparansi dlm pengadaan barang/
jasa publik.
3)Memberdayakan civil society untuk ambil bagian dlm
pengawasan pelayanan publik dg Kartu Pelaporan Warganegara
4) Membangun jaringan anti-korupsi melalui pendidikan dan
pelatihan yg melibatkan asosiasi profesi, LSM, mahasiswa
5 Mengintegrasikan Kode Etik ke manajemen organisasi
6) Membangun mekanisme whistle-blowing (komunikasi
konfidensial, hotlines) & perlindungan hukumnya
28. III. Ketrampilan Etika dlm Pelayanan
Publik
1. Tingkat kesadaran penalaran moral sbg dasar
pengambilan keputusan yang etis
2. Kemampuan memahami etika sebagai sarana dalam
menghadapi konflik
3. Kemampuan menolak perilaku yang berlawanan
dengan etika
4. Mampu menerapkan teori-teori etika dlm proses
pengambilan keputusan & evaluasi
29. IV. Membangun Kompetensi Etika
1) Intensitas kepedulian etika & ada/tidaknya pelatihan etika:
pelatihan rutin (syarat naik pangkat/jabatan) dikembangkan
keyakinan & pembiasaan pd nilai etika.
2) Komisi etika pembentukan kompetensi etika krn budaya etika
organisasi mempertajam penalaran etis.
3) Peran pimpinan mencipta perilaku etis dlm organisasi: teladan &
jeli memahami faktor-faktor keputusan & tindakan agar sesuai
dengan tuntuntan etika publik.
4) Keputusan etis tumbuh bila sanksi/imbalan, organisasi & evaluasi
yg memperhitungkan konsekuensi etis
30. Kompetensi Etis: Habitus
Kompetensi etika habitus: hasil ketrampilan yg menjadi
tindakan praktis (tdk hrs selalu disadari), lalu diterjemahkan ke
dlm suatu kemampuan yg nampaknya alamiah dan berkembang
dlm lingkungan sosial (budaya etika orgnisasi)
Kriterium perolehan kompetensi etis: jasa/perjuangan macam
apa pernah dilakukan utk kepentingan masyarakat
Kompetensi etika tdk diperoleh di bangku kuliah, tp melalui
pengalaman, yg kemudian diorganisir & direfleksikan.
Kepedulian thd orang kecil bukan dr kunjungan kerja, tp terlibat
bersama mereka & belajar peduli kebutuhan mereka
31. Habitus: Fasilitas & Perubahan
Sistem
Habitus: struktur mental yg selalu dlm proses restrukturisasi.
Praktik kehidupan tdk hanya pelaksanaan norma, tp mener-
jemahkan makna praktis yg diperoleh melalui habitus.
Tanpa mencari lagi maknanya/mengangkat ke kesadaran,
habitus mengarahkan sesuai dg posisi pelaku & logika arena.
Karir pejabat Polri karena KKN/uang bertentangan dg
prinsip terbentuknya habitus/etos.
Perubahan habitus mendorong kreativitas, tp butuh
topangan fasilitas, perubahan sistem atau aturan.
32. II.5. Enam Langkah Mengintegrasikan Kode
Etik
ke Manajemen Organisasi
(i) Dlm menyusun kode etik mengikutsertakan anggota-
anggota yang representatif shg ada partisipasi & membentuk
khasanah istilah yg sama rasa memiliki dan komitmen
(ii) Komisi etika dilibatkan dlm pengambilan keputusan dlm
setiap pertemuan staf dg merumuskan dampak etikanya.
(iii) Disediakan konsultasi etika & saluran pelaporan untuk
membahas masalah etika, prosedur menyalurkan keluhan,
protes, mekanisme whistle-blowing (hotlines, komunikasi
konfidensial), sistem perlindungan bagi pelapor.
33. (iv) Manajemen personalia disesuaikan dg tuntutan etika
publik, termasuk merevisi cara perekrutan calon pejabat.
Pendidikan & pelatihan etika publik secara berkala; proses
evaluasi kinerja identifikasi dimensi-dimensi etikanya.
(v) Audit etika secara berkala meliputi: melihat kembali
dokumen-dokumen, menilai kerentanan masalah, wawancara
dan survei karyawan, & evaluasi terhadap sistem yg ada.
(vi) Meningkatkan sosialisasi kesadaran etis dg memasang
kode etik di setiap tempat berkumpul
34. Implementasi Kode Etik
(i) Perlu komisi yang mengatur, memberlakukan dan
mengawasi aturan dan standar etika
(ii) Perlu diorganisir secara berkala pelatihan etika untuk
meningkatkan kesadaran moral dan belajar memecahkan
masalah-masalah dilema etika yang dihadapi pejabat publik
(iii) Komisi etika memberi pengarahan tertulis,
pendampingan & evaluasi dari segi etika publik thd
cara/prosedur menghadapi masalah kebijakan perusahaan
35. Untuk Implementasi Kode Etik
(i) Perlu komisi yang mengatur, memberlakukan dan
mengawasi aturan dan standar etika
(ii) Perlu diorganisir secara berkala suatu pendidikan dan
pelatihan etika publik untuk meningkatkan kesadaran moral
dan belajar memecahkan masalah-masalah dilema etika yang
dihadapi pejabat publik
(iii) Komisi etika selalu memberi pengarahan tertulis,
pendampingan & evaluasi dari segi etika publik thd
cara/prosedur bgmn pejabat publik menghadapi masalah-
masalah kebijakan publik.
36. (iv) Dibuat aturan agar Komisi Etika bisa memberi sanksi
dg mempertimbangkan informasi adanya pelanggaran
pejabat publik, bahkan bila tidak ada keluhan/laporan, bila
ternyata mengganggu kinerja tugasnya.
Maka perlu ada sub-komisi investigasi yg melibatkan
organisasi independen untuk mengumpulkan fakta
(wawancara saksi, memeriksa dokumen, meninjau lokasi)
agar bisa menentukan benar/tidaknya pelanggaran.
Komisi bisa mengusulkan bentuk sanksi: pemecatan,
peringatan, skors atau ganti rugi.
37. Tiga Modalitas agar Kode Etik
Lebih Efektif
Teknologi
E-Governance, E-Policing,
E-Money, E-Procurment
Aspek Organisasional
-Mekanisme Whistle-Blowing, hotlines,
Ombudsman, KPW
-Rotasi jabatan,Mengganti Binkar SDM
-Hukum yg berlaku (gradasi sanksi)
-Deklarasi potensi konflik kepentingan
Perilaku Pejabat yang Diatur
-Komisi Etik, Pendidikan/Pelatihan Etika
di setiap kenaikan jenjang, Konsultasi,
Pendampingan
38. Infrastruktur Etika
1. Akuntabilitas & pers bebas yg kritis
2. Adanya rotasi jabatan karena merupakan benteng
melawan godaan-godaan korupsi dan konflik kepentingan
3. Kode etik & legislasi: mencegah konflik kepentingan,
auditor mandiri, sistem pengawasan internal & Komisi Etika
4. E-policing (pemolisian online) pelayanan POLRI:
keamanan, keselamatan, administrasi & informasi
5. E-procurement: transparansi pengadaan barang dan jasa
6. Pengawasan oleh civil society
39. Whistle Blower Efektif
Meniup peluit akan efektif bila memperhitungkan:
1.Ketepatan laporan yang dituduhkan,
2.Bukti awal jelas: memungkinkan pihak yang mendapat
laporan bisa memverifikasi.
3.Telah mencari/mengusahakan upaya lain, tp tdk efektif.
4.Mencek & mencek kembali fakta yg diketahui sebelum
mengatakan dg spesifikasi tingkat pelanggaran.
5. Tuduhan fair (sejauh mana penyalahgunaan wewenang itu
mengancam/membahayakan kepentingan publik (bukan
sekedar bentuk balas dendam atau mencari sensasi).
6. Akan lebih dipercaya oleh publik bila tidak dalam
anonimitas (tp anonimitas tetap berguna)
40. Mekanisme Perlindungan Whistle-
Blower
1. Harus ada pernyataan tegas bahwa pelaporan
pelanggaran korupsi akan ditanggapi serius dalam
organisasi asal indikasinya bisa dipertanggungjawabkan.
2. Konfidensialitas pelapor dilindungi krn informasinya
diharapkan, dan memberi kesempatan mengemukakan
keprihatinan itu di luar jalur struktur manajemen.
3. Sanksi akan diberikan terhadap siapa saja yg membuat
laporan palsu atau tuduhan jahat.
4. Memberi indikasi cara yg baik bagaimana
keprihatinan itu akan diangkat di luar organisasi.
Laporan ke lembaga di luar organisasi atau media.
43. Panoptisme
Teknik dan Mekanisme Kekuasaan
Mekanisme sistem panoptik: pengawasan dilakukan secara
tidak teratur atau diskontinu, tapi efek dalam kesadaran
adalah perasaan terus menerus diawasi
dengan demikian terjadi internalisasi pengawasan
kecenderungan melakukan otosensor
Efek sistem panoptik ini menyebabkan pada diri narapidana
kesadaran selalu diawasi
Teknik: disiplin, normalisasi, penomoran, penamaan,
klasifikasi, larangan, pengelompokan identitas,
penyeragaman, pengawasan.
44. Mekanisme penyaringan &
seleksi
Harus ada kompetisi kandidat melalui tiga proses :
1. Selain pertimbangan Biro Binkar SDM Polri, masukan
masyarakat ke pimpinan Polri: Kompolnas, IPW, & CS.
2.Kompetisi tdk berhasil: minim informasi ttg kandidat
yg sudah tersaring atau money politics.
3.Seleksi dimanipulasi: yg memenuhi syarat tdk terpilih,
yg tdk kompeten terpilih krn koneksi.
akuntabilitas: integritas publik dinilai bisa dijamin
45. Audit Institusional
Melalui: Komisi etik, Komisi Kerja, lembaga-lembaga yg
berperan menuntut akuntabilitas Polri
Agar akuntabilitas institusional efektif, perlu dibangun
mekanisme utk menampung masukan, keluhan, laporan
organisasi independen, atau civil society.
Media: pengawas, penyambung lidah whistle-blower, dan
pemberi sanksi (memberitakan pelanggaran, korupsi,
konflik kepentingan menyebarkan reputasi buruk).
Melalui jurnalisme investigatif, media sering bisa
mengungkap pelanggaran secara tajam.
46. Korupsi
Membangun jaringan di daerah mengajak masyarakat
mendiskusikan korupsi (sebab, mekanisme, jaringan, akibat,
korban, kerugian) dalam pelatihan, seminar, workshop.
Dlm jangka waktu satu tahun akan banyak warganegara
menyadari pentingnya pemberantasan korupsi. Lalu
terbentuk jaringan yg memiliki visi masyarakat yg bersih.
Jaringan ini: organisasi lokal, asosiasi profesional, kelompok
perdagangan & orang bisnis.
Anggota jaringan: sumber informasi KPK, diorganisir oleh
komisi penasehat yg ditunjuk dari pimpinan kelompok .
Komisi Independen dibentuk untuk mengawasi investigasi
thd laporan-laporan korupsi. Setiap tahun ketiga komisi itu
mengadakan konferensi pers dan menerbitkan laporan
tahunan yg bisa diakses & diperiksa oleh publik.
48. Tiga Dimensi Kebebasan
Kebebasan sbg
Kemampuan
Liberum Arbitrium
Kebebasan sbg Kondisi
[Democratic Liberties]
Kebebasan Sosial-Politik
Kebebasan sbg Tujuan
Kesempurnaan Eksistensi
Bebas dari…
Bebas untuk…
Mampu untuk
memutuskan…
49. Asosiasi Profesi & Pro Bono
Jaringan asosiasi profesi (akuntan, hukum, dokter,
insinyur sipil, arsitek) membantu analisa, investigasi,
audit, evaluasi suatu proyek atau advokasi hukum.
Tuntutan praktek Pro bono (Pro bono publico): kerja
sukarela dari kaum profesional yg tdk dibayar sbg
bentuk pelayanan kepada masyarakat (jam per bulan).
Kriterium Pro bono ini berfungsi mengingatkan bhw
jabatan publik & profesi mengandung nilai etis atau
kewajiban moral, yaitu sebagai panggilan untuk
pengabdian masyarakat.
syarat bagi seseorang untuk bisa menduduki jabatan
50. Metode Kartu Pelaporan
Warganegera
1.Mendorong umpan balik dr warganegara tentang tingkat
kepuasan warganegara terhadap pelayanan publik dan bisa
memberi indikasi prakiraan adanya korupsi
2.Memberdayakan warganegara untuk membangun sikap
pro-aktif dg menuntut akuntabilitas & response pejabat
publik
3.Berguna utk alat diagnosa bagi pelayanan publik,
konsultan, dan peneliti utk memudahkan perencanaan &
pemecahan masalah
4.Mendorong pelayan publik untuk mendesign standar
kinerja & mempermudah pelaksanaan transparansi.
51. Masukan Kartu Pelaporan
Warganegara
Menyelenggarakan benchmark dlm hal akses, menjawab
kebutuhan/tidak & kualitas pelayanan publik sebagaimana
dialami oleh warganegara
Menyediakan ukuran kepuasan publik sehingga
dimungkinkan untuk melakukan perbaikan
Memberi indikator bidang masalah dalam pemberian
pelayanan publik
Memberi prakiraan yang bisa diandalkan terhadap dugaan
korupsi dan beaya lain yg disembunyikan
Memberi mekanisme untuk mengeksplorasi alternatif bagi
perbaikan pelayanan publik
52. Tujuan Studi Kartu Pelaporan
Warganegara
Identifikasi masalah melalui diskusi kelompok fokus
Merancang instrumen-instrumen
Mengidentifikasi contoh-contoh ilmiah utk survei
Survei dilakukan oleh organisasi yg mandiri
Mengumpulkan data kualitatif
Melaporkan hasil survei ke publik
Menerapkan advokasi dan pengaturan kemitraan
(Sampford, 2006: 236)
53. Transparansi Pengadaan
Barang/Jasa
(i) Akses ke informasi ttg aturan & prosedur & kesempatan
pengadaan barang/jasa tertentu;
(ii) Informasi hrs jelas, konsisten dan relevan
menjamin persaingan dan menghindarkan kolusi;
(iii) Standardisasi proses melalui benchmark : keputusan-
keputusan bisa dibandingkan utk memudahkan kontrol
internal dan melacak pelanggaran atau penyimpangan;
(iv) Keputusan penting dlm pengadaan barang/jasa
terdokumentasi baik dan mudah diakses.
(v) E-Procurement : sistem meninggalkan jejak utk
memudahkan audit, revisi dan evaluasi kebijakan pengadaan
barang/jasa. Sistem elektronik membantu menghubungkan
dg seluruh sistem manajemen keuangan.
54. 12 Tanda Korupsi dlm Pengadaan Barang/Jasa
(1) kontrak diberikan selalu kpd penyedia yang sama tanpa
ada kompetisi, sering dengan lebih tinggi dari harga pasar
(2) adanya perantara dalam kontrak padahal dia tidak
menambah mutu atau kinerja kontrak
(3) pejabat yg bertanggungjawab menerima pemberian,
fasilitas, uang lebih kaya tdk sesuai dg gaji yg diperolehnya
(4) mutu rendah barang/jasa atau pekerjaan yang diberikan.
Mutu rendah ini karena menaikkan harga kontrak
barang/jasa, atau memberi lebih rendah dari kualitas
seharusnya;
55.
56. (8) Perbedaan harga terlalu mencolok antara pemenang tender
dan penawar lain. Kemungkinan persetujuan di antara para
penawar untuk membagi keuntungan atau pekerjaan.
Bila terjadi penawaran ulang karena sebelumnya tdk ada yg
terkualifikasi, sebagian besar penawar menaikkan harga lebih
tinggi dari penawaran pertama, meskipun tidak ada kenaikan
harga pasar
petunjuk ada kerjasama antara penawar utk memenangkan
salah satu dari mereka.
57. (9) Kolusi di antara para peserta tender melalui perjanjian
tersembunyi dlm bentuk subkontrak pelaksanaan kerja atau
pengiriman barang/jasa tanpa sepengetahuan pejabat publik.
Atau pejabat publik tahu, tp krn mendapatkan keuntungan,
menutup mata thd pelanggaran kontrak itu.
(10) Perbaikan penawaran di saat-saat terakhir penyerahan
atau sesudah penyerahan. Ada bukti material kolusi dlm
penyerahan penawaran spt peserta penawaran yg berbeda
format sama, model penghitungan yg persis sama, penulisan
dg kekeliruan yg sama.
58. (11) Calon penawar yg memiliki kualifikasi akhirnya mundur, bisa
memberi petunjuk adanya tekanan entah dari pejabat publik atau
kolusi dg penawar lain.
(12)Sistem rotasi untuk mendapatkan kontrak diantara para
penawar atau alokasi pasar shg mereka tidak perlu bersaing
mendapatkan tender.
Manipulasi dg menunjuk perusahaan supaya mengajukan
penawaran paling murah atas pengetahuan pejabat yg berwenang.
Begitu penawaran dimenangkan, kontrak diperbaiki dg harga
dinaikan.
Supaya uang suap tidak terlacak dipakai teknik mendirikan
perusahaan façade untuk manipulasi tender dan pencucian uang.
59. Syarat Good Governance
(1) Partisipasi langsung & melalui lembaga-lembaga
perantara sah (termasuk civil society, KPW)
(2) Aturan adil & tdk memihak dijamin oleh hukum
(3) Transparansi: semua proses, lembaga dan informasi bisa
diakses langsung oleh publik
(4) Responsif: lembaga & proses utk melayani publik
(5) Kesetaraan: semua warganegara mempunyai kesempatan
sama untuk memperbaiki atau menjaga kesejahteraan
(6) Efektif & efisien berarti semua proses dan lembaga
membawa hasil yang memenuhi kebutuhan masyarakat
(7) Akuntabilitas: pengambil keputusan di pemerintah,
swasta, organisasi civil society akuntabel terhadap publik.
60. Modalitas & Infrastruktur Etika
Modalitas: semua prosedur atau syarat kemungkinan bagi
penerapan norma-norma etika ke tindakan atau kebijakan
publik.
Di dalam interaksi sosial, modalitas berperan penting karena
menentukan kualitas struktur yang dibentuk baik
pemaknaan, dominasi maupun legitimasi (A. Giddens)
Infrastruktur etika publik: “semua bentuk sarana yg
mendorong & memberi sanksi untuk mengarahkan secara
koheren dan terkoordinasi ke norma-norma, yg ditingkat-
kan menjadi materi etika dalam pelayanan publik” (F.Piron)
61. INTERAKSI KOMUNIKASI KEKUASAAN SANKSI
[MORALITAS]
MODALITAS
KERANGKA PENAFSIRAN
-Prinsip Keadilan
subsidiaritas & solidaritas
-Deontologi, Teleologi, Etika
Keutamaan, teori-teori lain
-Enam Tahap Perkembangan
Kesadaran Moral (Kohlberg)
-Hak untuk menjadi bagian
dari Komunitas
F A S I L I T AS
-Infrastruktur Etika
-Akuntabilitas
-Transparansi
-Netralitas
-Tiga Kompetensi
Profesional
-E-Governance
N O R M A
-Kode etik
-Hukum Mencegah
Konflik Kepentinan &
Korupsi
-Integritas Publik
-Pelayanan Publik yg
relevan & responsif
-Nilai-nilai Agama
STRUKTUR PEMAKNAAN DOMINASI LEGITIMASI
BUDAYA
ETIKA DI DALAM PELAYANAN PUBLIK
DINAMIKA ETIKA PUBLIK
Mendasarkan pada Dualitas Struktural
63. NORMATIVE ORIENTATION
Norm, Value & Conviction
E N V I R O N M E N T
Biology, Social & Culture
G O A L
A G E N T
MEANS 1
MEANS 2
MEANS n
THEORY OF ACTION
Talcott Parsons
64. MORAL ETIKA
1.Etimologi
2. Tradisi
Filsafat
3.Definisi
4.Fokus
-Latin: “mos, moris “ artinya
“kebiasaan” atau “adat”
moral idikaitkan dg kewajiban atau
norma yg dituntut scr kategoris atau
hipothetis sbg cara utk bertindak
-Deontologi Kant, deon=kewajiban)
(i) Deontologi religius
(ii) Deontologi sekular
-Wacana normatif dlm bentuk
kewajiban hipotetis atau kategoris tyg
dirumuskan dlm kerangka baik/buruk,
benar/salah
-Hakikatnya adalah imperatif baik
kategoris maupun hipotetis
-“Moral” mengacu ke serangkaian
norma/aturan yg diterima oleh suatu
masyarakat sbg cara bertindak &
perilaku dlm kerangka baik/buruk
-Yunani: “ethos” artinya “Kualitas
karakter” or “kebiasaan”
cara berpikir, merasa, bertindak,
perilaku yg menandai bhw seseorang
bagian dr suatu kelompok sosial ttt.
-Teleologi (Aristotle, telos=tujuan)
-Refleksi filsafat ttg moralitas
Etika adalah wacana normatif tp hakikat-
nya tidak selalu imperatif.
-“Etika adalah tujuan hidup baik untuk &
bersama orang lain dlm keranka
memperluas lingkup kebebasan &
menciptakan institusi yg adil” (Ricoeur)
-Dianggap sbg seni hidup yg mengarahkan
ke kebijaksanaan & kebahagiaan
-Jadi tekanannya pd refleksi
65. H A B I T U S
Proses Perolehan Dasar Kepribadian Logika Sosial
-Etos
-Kerangka Penafsiran
-Perangkat Sosialisasi
-Arah Orientasi Sosial
-Hasil Ketrampilan
-Sumber Kreativitas
-Berfungsinya
Masyarakat
-Gaya Hidup
-Opini
66. Habitus sebagai Etos
Habitus yang menekankan pada masalah
nilai dan norma dipahami sbg etos
Etos: 1) prinsip-prinsip, nilai-nilai yang
dipraktikkan
2) bentuk moral yang dibatinkan dan
tdk mengemuka dlm kesadaran, namun
mengatur perilaku sehari-hari.
Misal: rajin, ulet, jujur, kerja keras, cekatan
67. Reorganisasi Institusi
Lembaga dinamis bila menunjukkan tanda perubahan
internal dan fleksibel, maka:
1.Perlu membangun citra dan merekayasa diri
2.Untuk memecah kebuntuan diperlukan reorganisasi diri
mendatangkan konsultan
3.Diciptakan unit kerja baru mendobrak
4.Konsultanmendefinisikan tugas-tugas baru, menghapus
& mendinamisasi dept disertai PHK & pensiun dini
5.Menggeser tempat orang yg telah mengembangkan
keahlian & lembaga-lembaga
68. Demokrasi mengikuti Logika Pasar
Demokrasi diarahkan pasar shg memperlakukan warga
negara spt konsumen politik yg ditekan utk membeli.
Pembelian tergantung pd pencitraan dan pasar.
Trik-trik merayu spt iklan digunakan utk memasarkan
tokoh, gagasan politik & program.
Versi politik megastore menekan demokrasi lokal, tp
memungkinkan fantasi warga; menurunkan substansi
politik, tp merangsang imajinasi perubahan
69. Demokrasi Efektif
1.Perkembangan pasar ditentukan oleh partisipasi terbuka
dan kompetitif: rakyat mengungkapkan pilihan scr bebas dan
diperhitungkan oleh pengambil keputusan
2.Partisipasi terstruktur dlm politik-ekonomi: rakyat
memiliki kekuatan tawar riil, artinya mampu memberi
imbalan kpd pem.efektif & bisa menjatuhkan pemerintah yg
tdk kompeten/menyalahgunakan kekuasaan
3.Partisipasi dilindungi dan dikendalikan oleh institusi yg
sah & efektif
70. Partisipasi & Korupsi
1.Di negara berkembang, partisipasi biasanya lemah,
terbatas & mudah dimanipulasi
2.Institusi-institusi kaku & lemah dlm koordinasi
3.Kedua hal itu mempengaruhi bentuk korupsi:
a)civil society lemah & partai politik serta ekonomi
didominasi jaringan hub. patron-client
b)pengadilan & polisi kurang efektif, premanisme merajalela
c)korupsi dijalankan utk mencari pengaruh birokrasi &
legislatif
71. Korupsi & Makna Sosial
Korupsi bukan hanya masalah moral & hukum, tp terkait
dengan makna sosial
1.Pertaruhan budaya & sosial: nilai-nilai kepemimpinan,
kewarganegaraan, representsi & akuntabilitas kekuasaan
publik
2.Korupsi: cara elite untuk membangun dukungan politik
masyarakat & memenangkan kerjasama dg legislatif
birokrasi
72. Korupsi Menghambat Institusi Pasar & Politik yg
Kuat
1.Tiadanya transparansi & akuntabilitas menghambat
terbentuknya institusi pasar & politik yg kuat & efektif
2.Mengaburkan batas-batas antara politik & ekonomi,
kepentingan publik & privat.
3.Akses ke pengambil keputusan dijadikan komoditi.
4.Korupsi memperlemah partisipasi & institusi politik ek.,
krn memberi imbalan kpd tiadanya efisiensi.
5.Untuk memperlemah kelompok kepentingan ekonomi
& faksi politik memonopoli arena,
maka kompetisi politik harus riil.
ada kaitan antara tingginya korupsi & rendahnya
tingkat kompetisi
73.
74. Skematisasi: Kemampuan Ideologi utk mengubah
G a g a s a n O p i n i
Rigoritas
melemah
Meningkatkan
Efektivitas Sosial
Sistem Pemikiran Sistem Keyakinan
Teladan/Contoh/Model
75. Bahan Diskusi
1. Bagaimana anda keluar dari manusia seri?
2. Bentuk komunitas macam apa bisa menolong anda?
3. Fasilitas macam apa yang diperlukan dan bisa dibangun
oleh anda atau komunitas anda?
4. Sistem apa yg bisa mengubah kebiasaan korupsi dan
konflik kepentingan?
5. Bagaimana menciptakan sistem panoptikon menghadapi
praktik koruptif &konflik kepentingan?
76. Dimensi Dualitas Struktural
Anthony Giddens
INTERAKSI Komunikasi Kekuasaan
(Moralitas)
Sanksi
MODALITAS Kerangka
Penafsiran
Fasilitas:
Ekomi, Politik,
Budaya, Sosial,
Ideologi, Fisik
Norma:
Hukum, Aturan,
Tradisi, Adat,
Kebiasaan, Agama
STRUKTUR Pemaknaan Dominasi Legitimasi