Makalah ini membahas tentang evaluasi kinerja dan kompensasi sumber daya manusia. Terdiri dari pendahuluan, pembahasan, dan penutup. Pembahasan mencakup pengertian evaluasi kinerja, fungsi evaluasi kinerja, HR scorecard, motivasi dan kepuasan kerja, mengelola potensi kecerdasan dan emosional SDM, serta membangun kapabilitas dan kompetensi SDM.
MODUL AJAR BAHASA INGGRIS KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA.pdf
Makalah uts evaluasi kinerja dan kompensasi eko bayu saputro,11150344,7_h-msdm
1. MAKALAH
EVALUASI KINERJA DAN KOMPENSASI
Disusun Oleh :
Nama : Eko Bayu Saputro
NIM : 11150344
Kelas : 7 H - Manajamen SDM
Dosen Pengampu : Ade Fauji, SE., MM.
UNIVERSITAS BINA BANGSA
BANTEN
2. KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum. Wr. Wb
Ucapan syukur Alhamdulillah senantiasa penulis haturkan kepada
Allah SWT, yang menciptakan langit bumi serta isi dan manfaatnya. Dan
karna RidhoNya penulis bisa menghasilkan karya tulis yang berkaitan deng
an Evaluasi Kinerja MSDM. Sholawat serta salam penulis sampaikan kepad
a Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing kita menuju zaman yang
berilmu pengetahuan seperti yang kita alami sekarang ini.
Dalam penulisan karya tulis ini, penulis sangat berterimakasih kepada
dosen pengampu yakni Bapak Ade Fauji, SE., MM., yang telah membimbing
penulis untuk belajar lebih kreatif dalam proses belajar mengajar. Adapun
isi dari karya tulis ini adalah mengenai Pembagian Hadist dari segi
Kuantitas dan Kualitas. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kriti
k dan saran kepada pembaca yang bersifat membangun. Semoga dengan ad
anya karya tulis yang kami buat ini dapat bermanfaat bagi penulismaupun
pembaca. Akhir kata, penulis ucapkan terimakasih.
Wassalamu’alaikum. Wr. Wb
Cilegon, 19 November 2018
ttd
Eko Bayu Saputro
3. DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………….
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah …………………………………………………….
1.2. Rumusan Masalah …………………………………………………………..
1.3. Tujuan Masalah ……………………………………………………………….
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pengertian, Fungsi Evaluasi Kinerja SDM …………………………......
2.2. HR Score Card …………………………………………………………………
2.3. Motivasi dan Kepuasan Kerja ……………………………………………...
2.4. Mengelola Potensi kecerdasan dan Emosional SDM ………………….
2.5. Membangun Kapabilitas dan Kompetensi SDM ………………………
2.6. Konsep Audit Kinerja & Pelaksanaan Audit Kerja …………………..
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan ……………………………………………………………………
3.2. Saran ……………………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………….
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
4. Masalah sumber daya manusia masih menjadi sorotan dan
tumpuhan bagi perusahaan untuk tetap dapat bertahan di era
globalisasi. Sumber daya manusia mempunyai peran utama dalam
setiap kegiatan perusahaan. Walaupun didukung dengan sarana dan
prasarana serta sumber dana yang berlebihan, tetapi tanpa dukungan
sumber daya manusia yang andal kegiatan perusahaan tidak akan
terselesaikan dengan baik.
Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang
dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikanya.
Selanjutnya peneliti juga akan mengemukakan tentang definisi
kinerja karyawan menurut Bernandin & Russell (1993:135) yang
dikutip oleh Faustino cardoso gomes dalam bukunya yang berjudul
Human Resource Management, Performansi adalah catatan yang
dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan selama
periode waktu tertentu.
1.2. Rumusan Masalah
1. Mengetahui Fungsi, Evaluasi Kinerja MSDM
2. Mengetahui cara mengembangkan Evaluasi MSDM
3. Mengetahui HR Score Card
4. Mengetahui Motivasi dan Kepuasan Kerja
5. Mengetahui Mengelola Potensi kecerdasan dan Emosional SDM
6. Membangun Kapabilitas dan Kompetensi SDM
1.3. Tujuan Masalah
1. Untuk dapat mengetahui Fungsi, Evaluasi Kinerja MSDM
2. Untuk dapat mengetahui cara mengembangkan Evaluasi MSDM
3. Untuk dapat mengetahui HR Score Card
4. Untuk dapat mengetahui Motivasi dan Kepuasan Kerja
5. Untuk dapat mengetahui Mengelola Potensi kecerdasan dan
Emosional SDM
6. Untuk dapat membangun Kapabilitas dan Kompetensi SDM
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian, Fungsi Evaluasi Kinerja SDM
5. A. Pengertian Evaluasi Kinerja
Evaluasi kinerja adalah suatu metode dan proses
penilaian dan pelaksanaan tugas seseorang atau sekelompok
orang atau unit-unit kerja dalam satu perusahaan atau
organisasi sesuai dengan standar kinerja atau tujuan yang
ditetapkan lebih dahulu. Evaluasi kinerja merupakan cara
yang paling adil dalam memberikan imbalan atau penghargaan
kepada pekerja.
Tujuan evaluasi kinerja adalah untuk menjamin
pencapaian sasaran dan tujuan perusahaan dan juga untuk
mengetahui posisi perusahaan dan tingkat pencapaian sasaran
perusahaan, terutama untuk mengetahui bila terjadi
keterlambatan atau penyimpangan supaya segera diperbaiki,
sehingga sasaran atau tujuan tercapai. Hasil evaluasi kinerja
individu dapat dimanfaatkan untuk banyak penggunaan.
· Peningkatan kinerja
· Pengembangan SDM
· Pemberian kompensasi
· Program peningkatan produktivitas
· Program kepegawaian
· Menghindari perlakuan diskriminasi
Tujuan Penilaian kinerja
Ada pendekatan ganda terhadap tujuan penilaian prestasi
kerja sebagai berikut:
1. Tujuan Evaluasi
Hasil-hasil penilaian prestasi kerja digunakan sebagai
dasar bagi evaluasi reguler terhadap prestasi anggota-
anggota organisasi, yang meliputi:
a. Telah Gaji. Keputusan-keputusan kompensasi yang
mencakup kenaikan merit-pay, bonus dan kenaikan gaji
lainnya merupakan salah satu tujuan utama penilaian
prestasi kerja.
b. Kesempatan Promosi. Keputusan-keputusan penyusunan
pegawai(staffing) yang berkenaan dengan promosi,
demosi, transfer dan pemberhentian karyawan
merupakan tujuan kedua dari penilaian prestasi kerja.
6. 2. Tujuan Pengembangan
Informasi yang dihasilkan oleh sistem penilaian prestasi
kerja dapat digunakan untuk mengembangkan pribadi
anggota-anggota organisasi, yang meliputi:
a. Mengukuhkan Dan Menopang Prestasi Kerja. Umpan
balik prestasi kerja(performance feedback) merupakan
kebutuhan pengembangan yang utama karena hampir
semua karyawan ingin mengetahui hasil penilaian yang
dilakukan.
b. Meningkatkan Prestasi Kerja. Tujuan penilaian prestasi
kerja juga untuk memberikan pedoman kepada
karyawan bagi peningkatan prestasi kerja di masa yang
akan datang.
c. Menentukan Tujuan-Tujuan Progresi Karir. Penilaian
prestasi kerja juga akan memberikan informasi kepada
karyawan yang dapat digunakan sebagai dasar
pembahasan tujuan dan rencana karir jangka panjang.
d. Menentukan Kebutuhan-Kebutuhan Pelatihan. Penilaian
prestasi kerja individu dapat memaparkan kumpulan
data untuk digunakan sebagai sumber analisis dan
identifikasi kebutuhan pelatihan.
Faktor-Faktor Penilaian kinerja
Tiga dimensi kinerja yang perlu dimasukkan dalam
penilaian prestasi kerja, yaitu:
1. Tingkat kedisiplinan karyawan sebagai suatu bentuk
pemenuhan kebutuhan organisasi untuk menahan
orang-orang di dalam organisasi, yang dijabarkan dalam
penilaian terhadap ketidakhadiran, keterlambatan, dan
lama waktu kerja.
2. Tingkat kemampuan karyawan sebagai suatu bentuk
pemenuhan Kebutuhan organisasi untuk memperoleh
hasil penyelesaian tugas yang terandalkan, baik dari sisi
kuantitas maupun kualitas kinerja yang harus dicapai
oleh seorang karyawan.
3. Perilaku-perilaku inovatif dan spontan di luar
persyaratan-persyaratan tugas formal untuk
meningkatkan efektivitas organisasi, antara lain dalam
7. bentuk kerja sama, tindakan protektif, gagasan-gagasan
yang konstruktif dan kreatif, pelatihan diri, serta
sikap- sikap lain yang menguntungkan organisasi.
B. Fungsi Evaluasi Kinerja
Penilaian kinerja karyawan secara umum memberikan
berbagai manfaat bagi kedua pihak yaitu organisasi maupun
karyawan. Berikut penilaian kinerja karyawan yang perlu
diketahui :
1. Memberikan informasi mengenai hasil-hasil yang
diinginkan dari suatu pekerjaan.
2. Mencegah adanya miskomunikasi terkait kualitas kerja
yang diharapkan.
3. Menciptakan peningkatan produktivitas karyawan
dikarenakan adanya feedback/reward bagi karyawan
yang berprestasi.
4. Menghargai setiap kontribusi.
5. Menciptakan komunikasi dua arah antara pihak
manajer dengan karyawan.
2.2. Human Resource Scorecard
Human Resources Scorecard adalah suatu alat untuk
mengukur dan mengelola kontribusi stategik dari peran
human resources dalam menciptakan nilai untuk mencapai
strategi perusahaan.
Menurut Brian E. Becker, Mark A Huselid & Dave Ulrich
(2009,pxii) human resource scorecard adalah kapasitas untuk
merancang dan menerapkan sistem pengukuran SDM yang
strategis dengan merepresentasikan “alat pengungkit yang
penting” yang digunakan perusahaan untuk merancang dan
mengerahkan strategi SDM yang lebih efektif secara cermat.
Menurut Gary Desler (2006,p16) human resource
scorecard adalah mengukur keefektifan dan efisiensi fungsi
human resource dalam membentuk perilaku karyawan yang
dibutuhkan untuk mecapai tujuan strategis perusahaan.
Menurut Nurman (2008,p1) human resources scorecard
adalah suatu alat untuk mengukur dan mengelola kontribusi
8. strategic dari peran human resources dalam menciptakan
nilai untuk mencapai strategi perusahaan.
Menurut Riana Sitawati, Sodikin Manaf, & Endah Winarti
(2009,p5) human resource scorecard adalah pendekatan yang
digunakan dengan sedikit memodifikasi dari model balance
scorecard awal yang saat ini paling umum digunakan pada
tingkat korporasi yang di fokuskan pada strategi jangka
panjang dan koneksi yang jelas pada hasil bisnisnya.
Menurut Surya Dharma dan Yuanita Sunatrio (2001,p1)
human resource scorecard adalah pengukuran terhadap
strategi SDM dalam menciptakan nilai – nilai (value creation)
dalam suatu organisasi yang sangat di dominasi oleh “human
capital” dan modal intangible lainnya.
Menurut Uwe Eigenmann (2005,p32) human resource
scorecard adalah secara khusus dirancang untuk
menanamkan sistem sumber daya manusia dalam strategi
keseluruhan perusahaan dan mengelola SDM arsitektur
sebagai aset strategis. Scorecard sumber daya manusia tidak
menggantikan balanced scorecard tradisional tetapi
melengkapi itu.
Perbedaan antara human resources scorecard dengan
balanced scorecard adalah bahwa balance scorecard lebih
mengukur kinerja perusahaan berupa tangible assets
sedangkan human resources scorecard lebih mengukur
kinerja sumber daya manusia perusahaan yang berupa
intangible assets.
Human resources scorecard adalah suatu sistem
pengukuran sumber daya manusia yang mengaitkan orang –
strategi – kinerja untuk menghasilkan perusahaan yang
unggul. Human resources scorecard menjabarkan misi, visi,
strategi menjadi aksi human resources yang dapat di ukur
kontribusinya. Human resources scorecard menjabarkan
sesuatu yang tidak berwujud/intangible (leading/sebab)
menjadi berwujud/tangible (lagging/akibat). Human
9. resources scorecard merupakan suatu sistem pengukuran
yang mengaitkan sumber daya manusia dengan strategi dan
kinerja organisasi yang akhirnya akan mampu menimbulkan
kesadaran mengenai konsekuensi keputusan investasi
sumber daya manusia, sehingga investasi tersebut dapat
dilakukan secara tepat arah dan tepat jumlah. Selain itu,
human resources scorecard dapat menjadi alat bantu bagi
manajer sumber daya manusia untuk memastikan bahwa
semua keputusan sumber daya manusia mendukung atau
mempunyai kontribusi langsung pada implementasi strategi
usaha.
Berdasarkan kesimpulan diatas pengertian HR
Scorecard adalah suatu sistem pengukuran pada kontribusi
departemen sumber daya manusia sebagai aset untuk
menciptakan nilai – nilai bagi suatu organisasi.
HR Scorecard Sebagai Model Pengukuran Kinerja
Sumber Daya Manusia. Human resources scorecard
mengukur keefektifan dan efisiensi fungsi sumber daya
manusia dalam mengerahkan perilaku karyawan untuk
mencapai tujuan strategis perusahaan sehingga dapat
membantu menunjukan bagaimana sumber daya manusia
memberikan kontribusi dalam kesuksesan keuangan dan
strategi perusahaan. Human Resources Scorecard merupakan
bagian dari perusahaan. Human resources scorecard ibarat
sebuah bangunan, yang menjadi bagian dari apa yang kita
turunkan dari strategi perusahaan.
Menurut Becker et al. (2001), dasar dari peran sumber
daya manusia yang strategis terdiri dari tiga dimensi rantai
nilai (value chain) yang dikembangkan oleh arsitektur sumber
daya manusia perusahaan, yaitu fungsi, sistem dan perilaku
karyawan
1. Fungsi sumberdaya manusia (The HR Function).
Dasar penciptaan nilai strategi sumber daya manusia
adalah mengelola infrastruktur untuk memahami dan
mengimplementasikan strategi perusahaan.
10. Biasanya profesi dalam fungsi sumber daya manusia
diharapkan dapat mengarahkan usaha ini. Becker et al
(2001) menemukan bahwa kebanyakan manajer
sumberdaya manusia lebih memusatkan kegiatannya pada
penyampaian (delivery) yang tradisional atau kegiatan
manajemen sumber daya manajemen teknis, dan kurang
memperhatikan pada dimensi manajemen sumber daya
manusia yang stratejik. Kompetensi yang perlu
dikembangkan bagi manajer sumber daya manusia masa
depan dan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap
kinerja organisasi adalah kompetensi manajemen sumber
daya manusia stratejik dan bisnis.
2. Sistem sumber daya manusia (The HR System).
Sistem sumber daya manusia adalah unsur utama
yang berpengaruh dalam sumber daya manusia stratejik.
Model sistem ini yang disebut sebagai High performance
work system (HPWS). Dalam HPWS setiap elemen pada
sistem The HR Functin sumber daya manusia dirancang
untuk memaksimalkan seluruh kualitas human capital
melalui organisasi. Untuk membangun dan memelihara
persediaan human capital yang berkualitas, HPWS
melakukan hal-hal sebagai berikut :
- Mengembangkan keputusan seleksi dan promosi untuk
memvalidasi model kompetensi.
- Mengembangkan strategi yang menyediakan waktu dan
dukungan yang efektif untuk ketermpilan yang dituntut
oleh implementasi strategi organisasi.
- Melaksanakan kebijaksanaan kompensasi dan
manajemen kinerja yang menarik, mempertahankan
dan memotivasi kinerja karyawan yang tinggi.
Hal diatas merupakan langkah penting dalam
pembuatan keputusan peningkatan kualitas karyawan
dalam organisasi, sehingga memungkinkan kinerja
organisasi berkualitas. Agar sumber daya manusia mampu
menciptakan value, organisasi perlu membuat struktur
untuk setiap elemen dari sistem sumber daya manusia
dengan cara menekankan, mendukung HPWS.
11. 3. Perilaku karyawan (Employee Behaviour).
Peran sumber daya manusia yang stratejik akan
memfokuskan pada produktivitas perilaku karyawan
dalam organisasi. Perilaku stratejik adalah perilaku
produktif yang secara langsung mengimplementasikan
strategi organisasi. Strategi ini terdiri dari dua kategori
umum seperti :
- Perilaku inti (core behaviour) adalah alur yang langsung
berasal dari kompetensi inti perilaku yang didefinisikan
organisasi. Perilaku tersebut sangat fundamental untuk
keberhasilan organisasi.
- Perilaku spesifik yang situasional yang essential sebagai
key point dalam organisasi atau rantai nilai dari suatu
bisnis. Mengintegrasikan perhatian pada perilaku
kedalam keseluruhan usaha untuk mempengaruhi dan
mengukur kontribusi sumber daya manusia terhadap
organisasi merupakan suatu tantangan.
Manfaat Human Resource Scorecard
Human resources scorecard memberikan manfaat yaitu
menggambarkan peran dan kontribusi sumber daya manusia
kepada pencapaian visi perusahaan secara jelas dan terukur,
agar profesional sumber daya manusia mampu dalam
mengendalikan biaya yang dikeluarkan dan nilai yang
dikontribusikan dan memberikan gambaran hubungan
sebab akibat. Adapun menurut Bryan E.Becker (2009,p80-
82) sebagai berikut :
1. Memperkuat perbedaan antara HR do able dan HR
deliverable
Sistem pengukuran SDM harus membedakan secara
jelas antara deliverable, yang mempengaruhi implementasi
strategi, dan do able yang tidak. Sebagai contoh,
implementasi kebijakan bukan suatu deliverable hingga ia
menciptakan perilaku karyawan yang mendorong
implementasi strategi. Suatu sistem pengukuran SDM
tepat secara kontinu mendorong professional SDM untuk
berfikir secara strategis serta secara operasional.
12. 2. Mengendalikan biaya dan menciptakan nilai
SDM selalu di harapkan mengendalikan biaya bagi
perusahaan. Pada saat yang sama, memainkan peran
strategis berarti SDM harus pula menciptakan nilai. HR
Scorecard membantu para manajemen sumber daya
manusia untuk menyeimbangkan secara efektif kedua
tujuan tersebut. Hal itu bukan saja mendorong para
praktisi untuk menghapus biaya yang tidak tepat, tetapi
juga membantu mereka mempertahankan “investasi”
dengan menguraikan manfaatpotensial dalam pengertian
kongkrit.
3. HR Scorecard mengukur leading indicators
Model kontribusi strategis SDM kami menghubungkan
keputusan-keputusan dan sistem SDM dengan HR
deliverable, yang selanjutnya mempengarui pendorong
kinerja kunci dalam implementasi perusahaan.
Sebagaimana terdapat leading dan lagging indicator dalam
sistem pengukuran kinerja seimbang
keseluruhan perusahaan, di dalam rantai nilai SDM
terdapat pendorong (deliver) dan hasil (outcome). Hal ini
bersifat essensial untuk memantau keselarasan antara
keputusan-keputusan SDM dan unsur-unsur sistem yang
mendorong HR deliverable. Menilai keselarasan ini
memberikan umpan balik mengenai kemajuan SDM
menuju deliverable tersebut dan meletakan fondasi bagi
pengaruh strategi SDM.
HR Scorecard menilai kontribusi SDM dalam
implementasi strategi dan pada akhirnya kepada “bottom
line”. Sistem pengukuran kinerja strategi apapun harus
memberikan jawaban bagi chief HR officer atas
pertanyaannya, “apa kontribusi SDM terhadap kinerja
perusahaan?” efek kumulatif ukuran - ukuran
HR deliverable pada scorecard harus memberikan jawaban
itu. Para manajer SDM harus memiliki alasan strategi yang
ringkas, kredibel dan jelas, untuk semua ukuran
deliverable. Jika alasan itu tidak ada, begitu pula pada
13. ukuran itu tidak ada. Pada manajer lini harus menemukan
ukuran deliverable ini sekredibel seperti yang dilakukan
manajer SDM, sebab matrik-matriks itu
merepresentasikan solusi - solusi bagi persoalan bisnis,
bukan persoalan SDM.
4. HR Scorecard memungkinkan professional SDM mengelola
secara efektiftanggung jawab strategi mereka. HR
Scorecard mendorong sumber daya manusia untuk
fokus secara tepat pada bagaimana keputusan mereka
mempengaruhi keberhasilan implementasi strategi
perusahaan. Sebagaimana kami menyoroti pentingnya
“fokus strategis karyawan” bagi keseluruhan perusahaan,
HR Scorecard harus memperkuat focus strategis para
manajer SDM dan karena para professional SDM dapat
mencapai pengaruh strategis itu sebagian besar dengan
cara mengadopsi perspektif sistemik dari pada dengan cara
memainkan kebijakan individual, scorecard mendorong
mereka lebih jauh untuk berfikir secara sistematis
mengenai strategi SDM.
5. HR Scorecard mendorong Fleksibilitas dan perubahan.
Kritik yang umum terhadap sistem pengukuran
kinerja ialah sistem ini menjadi terlembagakan dan secara
actual merintangi perubahan. Strategi - strategi tumbuh,
organisasi perlu bergerak dalam arah yang berbeda,
namun sasaran - sasaran kinerja yang sudah tertinggal
menyebabkan manajer dan karyawan ingin memelihara
status quo. Memang, salah satu kritik terhadap
manajemen berdasarkan pengukuran ini ialah bahwa
orang-orang menjadi trampil dalam mencapai angka-angka
yang diisyaratkan dalam sistem nama dan mengubah
pendekatan manajemen mereka ketika kondisi yang
bergeser menuntutnya. HR Scorecard memunculkan
fleksibilitas dan perubahan, sebab ia fokus pada
implementasi strategi perusahaan, yang akan secara
konstan menuntut perubahan. Dengan pendekatan ini,
ukuran-ukuran mendapat makna yang baru.
14. Mereka menjadi sekedar indicator dari logika yang
mendasari yang diterima oleh para manajer sebagai hal
absah. Dengan kata lain, ini bukan sekedar bahwa di
waktu yang lalu orang mengejar sejumlah angka tertentu;
mereka dulu juga memikirkan tentang kontribusi mereka
pada implementasi strategi perushaan.
Mereka melihat gambar besarnya. Kami percaya
bahwa fokus yang lebih besar memudahkan para manajer
untuk mengubah arah. Tidak seperti organisasi
“tradisional”, dalam organisasi yang berfokus pada
strategi, orang memandang ukuran - ukuran sebagai alat
untuk mencapai tujuan, daripada sebagai tujuan
itu sendiri.
PERKEMBANGAN PASAR MODAL DI
INDONESIA : Dalam sejarah Pasar Modal Indonesia,
kegiatan jual beli saham dan obligasi dimulai pada abad
ke-19. Menurut buku Effectengids yang dikeluarkan oleh
Verreninging voor den Effectenhandel pada tahun 1939,
jual beli efek telah berlangsung sejak 1880. Pada tanggal
Desember 1912, Amserdamse Effectenbeurs mendirikan
cabang bursa efek di Batavia. Di tingkat Asia, bursa
Batavia tersebut merupakan yang tertua keempat setelah
Bombay, Hongkong, dan Tokyo. Aktivitas yang sekarang
diidentikkan sebagai aktivitas pasar midal sudah sejak
tahun 1912 di Jakarta. Aktivitas ini pada waktu itu
dilakukan oleh orang-orang Belanda di Batavia yang
dikenal sebagai Jakarta saat ini. Sekitar awal abad ke-19
pemerintah kolonial Belanda mulai membangun
perkebunan secara besar-besaran di Indonesia. Sebagai
salah satu sumber dana adalah dari para penabung yang
telah dikerahkan sebaik-baiknya. Para penabung tersebut
terdiri dari orang-orang Belanda dan Eropa lainnya yang
penghasilannya sangat jauh lebih tinggi dari penghasilan
penduduk pribumi. Atas dasar itulah maka pemerintahan
kolonial waktu itu mendirikan pasar midal. Setelah
mengadakan persiapan akhirnya berdiri secara resmi
15. pasar midal di Indonesia yang terletak di Batavia (Jakarta)
pada tanggal 14 Desember 1912 dan bernama
Verreninging voor den Effectenhandel (bursa efek) dan
langsung memulai perdagangan. Efek yang dperdagangkan
pada saat itu adalah saham dan obligasi perusahaan milik
perusahaan Belanda serta obligasi pemerintah Hindia
Belada. Bursa Batabia dihentikan pada perang dunia yang
pertama dan dibuka kembali pada tahun 1925 dan
menambah jangkauan aktivitasnya dengan membuka
bursa paralel di Surabaya dan Semarang. Aktivitas ini
terhenti pada perang dunia kedua.
Setahun setelah pemerintah Belanda mengakui
kedaulatan RI, tepatnya pada tahun 1950, obligasi
Republik Indonesia dikeluarkan oleh pemerintah. Peristiwa
ini menandai mulai aktifnya kembali Pasar Modal
Indonesia. Didahului dengan diterbitkannya Undang-
undang Darurat No. 13 tanggal 1 September 1951, yang
kelak ditetapkan senagai Undang-undang No. 15 tahun
1952, setelah terhenti 12 tahun. Adapun
penyelenggarannya diserahkan kepada Perserikatan
Perdagangan Uang dan Efek-efek (PPUE) yang terdiri dari 3
bangk negara dan beberapa makelar efek lainnya dengan
Bank Indonesia sebagai penasihat. Aktivitas ini semakin
meningkat sejak Bank Industri Negara mengeluarkan
pinjaman obligasi berturut-turut pada tahun 1954, 1955,
dan 1956. Para pembeli obligasi banyak warga negara
Belanda, baik perorangan maupun badan hukum. Semua
anggota diperbolehkan melakukan transaksi abitrase
dengan luar negeri terutama dengan Amsterdam.
Menjelang akhir era 50-an, terlihat kelesuan dan
kemunduran perdagangan di bursa. Hal ini diakibatkan
politik konfrontasi yang dilancarkan pemerintah RI
terhadap Belanda sehingga mengganggu hubungan
ekonomi kedua negara dan mengakibatkan banyak warga
begara Belanda meninggalkan Indonesia. Perkembangan
tersebyut makin parah sejalan dengan memburuknya
16. hubungan Republik Indonesia denan Belanda mengenai
sengketa Irian Jaya dan memuncaknya aksi pengambil-
alihan semua perusahaan Belanda di Indonesia, sesuai
dengan Undang-undang Nasionalisasi No. 86 Tahun 1958.
Kemudian disusul dengan instruksi dari Badan
Nasonialisasi Perusahaan Belanda (BANAS) pada tahun
1960, yaitu larangan Bursa Efek Indonesia untuk
memperdagangkan semua efek dari perusahaan Belanda
yangberoperasi di Indonesia, termasuk semua efek yang
bernominasi mata uang Belanda, makin memperparah
perdagangan efek di Indonesia.
Pada tahun 1977, bursa saham kembali dibuka dan
ditangani oleh Badan Pelaksana Pasar Modal (Bapepam),
institusi baru di bawah Departemen Keuangan. Unuk
merangsang perusahan melakukan emisi, pemerintah
memberikan keringanan atas pajak persetoan sebesar
10%-20% selama 5 tahun sejak perusahaan yang
bersangkutan go public. Selain itu, untuk investor WNI
yang membeli saham melalui pasar midal tidak dikenakan
pajar pendapatan atas capital gain, pajak atas bunga,
dividen, royalti, dan pajak kekayaan atas nilai
saham/bukti penyertaan modal.
Pada tahun 1988, pemerintah melakuka deregulasi di
sektor keuangan dan perbankan termasuk pasar midal.
Deregulasi yang memengaruhi perkembangan pasar midal
antara lain Pakto 27 tahun 1988 dan Pakses 20 tahun
1988. Sebelum itu telah dikeluarkan Paker 24 Desember
1987 yang berkaitan dengan usaha pengembangan pasar
modal meliputi pokok-pokok:
- Kemudahan syarat go public antar lain laba tidak harus
mencapai 10%.
- Diperkenalkan Bursa Paralel.
- Penghapusan pungutan seperti fee pendaftaran dan
pencatatan di bursa yang sebelumya dipungut oleh
Bapepam.
17. - Investor asing boleh membeli saham di perusahaan
yang go public.
- Saham boleeh dierbitkan atas unjuk.
- Batas fluktuasi harga saham di bursa efek sebesar 4%
dari kurs sebelum ditiadakan.
- Proses emisi sudah diselesaikan Bapepem dalam waktu
selambat-lambatnya 30 hari sejak dilengkapinya
persyaratan.
Pada tanggal 13 Juli 1992, bursa saham dswastanisasi
menjadi PT Bursa Efek Jakarta. Swastanisasi bursa
saham menjadi PT BEJ ini mengakibatkan beralihnya
fungsi Bapepam menjadi Badan Pengawas Pasar Modal.
2.3. Motivasi dan Kepuasan Kerja
A. MOTIVASI KERJA
Menurut Luthan (1992) Motivasi berasal dari kata
latin movere, artinya “bergerak”. Motivasi merupakan suatu proses
yang dimulai dengan adanya kekurangan psikologis atau
kebutuhan yang menimbulkan suatu dorongan dengan maksud
mencapai suatu tujuan atau insentif. Pengertian proses motivasi
ini dapat dipahami melalui hubungan antara kebutuhan,
dorongan dan insentif (tujuan). Motivasi dalam dunia kerja
adalahsuatu yang dapat menimbulkan semangat atau dorongan
kerja. Menurut As’ad (2004) motivasi kerja dalam psikologi karya
biasa disebut pendorong semangat kerja. Kuat dan lemahnya
motivasi seseorang tenaga kerja ikut menentukan besar kecilnya
prestasinya.
Menurut Munandar (2001) motivasi kerja memiliki
hubungan dengan prestasi kerja. Prestasi kerja adalah hasil dari
interaksi anatar motivasi kerja, kemampuan, dan peluang.
Bila kerja rendah, maka prestasi kerja akan rendah
meskipun kemampuannya ada dan baik, serta memiliki peluang.
Motivasi kerja seseorang dapat bersifat proaktif atau reaktif. Pada
motivasi yang proaktif à seseorang akan berusaha meningkatkan
kemampuan-kemampuannya sesuai dengan yang dituntut oleh
pekerjaanya atau akan berusaha untuk mencari, menemukan
atau menciptakan peluang dimana ia akan menggunakan
kemampuan-kemampuannya untuk dapat berprestasi tinggi.
Sebaliknya motivasi yang bersifat reaktif à cenderung menunggu
upaya ata tawaran dari lingkunganya
18. Menurut Martoyo (2000) motivasi kerja adalah suatu yang
menimbulkan dorongan atau semangat kerja. Menurut
Gitosudarmo dan Mulyono (1999) motivasi adalah suatu faktor
yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu perbuatan
atau kegiatan tertentu, oleh karena itu motivasi sering kali
diartikan pula sebagai faktor pendorong perilaku seseorang.
Motivasi dan dorongan kepada karyawan untuk bersedia bekerja
bersama demi tercapainya tujuan bersama ini terdapat dua
macam yaitu :
1. Motivasi Finansial à dorongan yang dilakukan dengan
memberikan imbalan finansial kepada karyawan.
2. Motivasi nonfinansial à dorongan yang diwujudkan tidak
dalam bentuk finansial/uang, akan tetapi berupa hal-hal
seperti penghargaan, pendekatan manusia dan lain – lain.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa motivasi pada dasarnya
adalah kondisi mental yang mendorong dilakukannya suatu
tindakan (action atau activities)dan memberikan kekuatan yang
mengarahkan kepada pencapaian kebutuhan, memberi kepuasan
ataupun mengurai ketidakseimbangan.
B. KEPUASAN KERJA
Dikemukan oleh Robbin (2001) bahwa kepuasan kerja adalah
sikap yang umum terhadap suatu pekerjaan seseorang, selisih
antara banyaknya ganjaran yang diterima seorang pekerja dan
banyaknya yang mereka yakini seharusnya mereka terima.
Pendapat lain bahwa kepuasan kerja merupakan suatu sikap yang
dimiliki oleh para individu sehubungan dengan jabatan atau
pekerjaan mereka (Winardi,1992). Selain itu pendapat Indrawidjaja
(2000) bahwa kepuasan kerja secar umum menyangkut berbagai
hal seperti kognisi, emosi, dan kecenderungan perilaku seseorang.
Adapun yang menentukan kepuasan kerja adalah :
1. Kerja yang secara mental menantang pegawai yang
cenderung menyukai pekerjaan yang memberikan
kesempatan menggunakan keterampilan dan kemampuan
dalam bekerja
2. Gagasan yang pantas pegawai menginginkan sistem
upah/gaji dan kebijakan promosi yang asil, tidak
meragukan san sesuai dengan pengharapan mereka.
3. Kondisi kerja mendukung pegawai peduli lingkungan kerja
baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk
memudahkan mengerjakan tugas yang baik
19. 4. Rekan sekerja yang mendukung adanya interaksi sosial
antara sesama pegawai yang saling mendukung
meningkatkan kepuasan kerja
5. Jangan melupakan kesesuaian antara kepribadian
pekerjaan, Holand dalam Robbin (2001) mengungkapkan
bahwa kecocokan yang tinggi antara kepribadian seorang
pegawai dan pengharapan akan menghasilkan individual
yang lebih terpuaskan
6. Ada dalam gen bahwa 30% dari kepuasan individual dapat
dijelaskan oleh keturunan.
Dalam mengelola personalia (Kepegawaian) harus
senantiasa memonitor kepuasan kerja, karena hal itu
mempengaruhi tingkat absensi, perputaran tenaga kerja,
semangat kerja, keluhan dan masalah personalia vital lainnya
(Handoko,2000). Oleh karena itu fungsi personalia emmpunyai
pengaruh baik langsung maupun tidak langsung, selain itu
berbagai kebijakan dalam kegiatan personalia berdampak pada
iklim organisasi memberikan suatu lingkungan kerja yang
menyenangkan maupun tidak menyenangkan bagi anggota
organisasiyang akhirnya memenuhi kepuasan kerja anggota
organisasi.
Teori – teori tentang Motivasi Kerja
Adapun ulasan teorinya adalah sebagai berikut :
TEORI DISPOSISIONAL MOTIVASI KERJA
a. Teori Hirarki Kebutuhan Maslow
Menurut teori Maslow, setiap kebutuhan harus dipenuhi
sebelum memotivasi perilaku berikutnya; dalam situasi kerja,
ini berarti bahwa orang-orang mengerahkan usaha untuk
mengisi kepuasan kebutuhan yang terendah.
1) Physiological needs (kebutuhan bersifat biologis) àsuatu
kebutuhan yang sangat mendasar. Contohnya: kita
memerlukan makan, air, dan udara untuk hidup.
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang sangat primer,
karena kebutuhan ini telah ada sejak lahir. Jika kebutuhan
ini tidak dipenuhi, maka individu berhenti eksistensinya.
2) Safety needs (kebutuhan rasa aman) àkebutuhan untuk
merasa aman baik secara fisik maupun psikologis dari
gangguan. Apabila kebutuhan ini diterapkan dalam dunia
kerja maka individu membutuhkan keamanan jiwanya ketika
bekerja.
20. 3) Social needs (kebutuhan-kebutuhan sosial) àManusia pada
dasarnya adalah makhluk sosial, sehingga mereka memiliki
kebutuhan-kebutuhan sosial
4) Esteem needs (kebutuhan akan harga diri) àPenghargaan
meliputi faktor internal, sebagai contoh, harga diri,
kepercayaan diri, otonomi, dan prestasi; dan faktor eksternal.
Dalam dunia kerja, kebutuhan harga diri dapat terungkap
dalam keinginan untuk dipuji dan keinginan untuk diakui
prestasi kerjanya.
5) Self Actualization àKebutuhan akan aktualisasi diri,
termasuk kemampuan berkembang, kemampuan mencapai
sesuatu, kemampuan mencukupi diri sendiri. pada
tingkatan ini, contohnya karyawan cenderung untuk selalu
mengembangkan diri dan berbuat yang terbaik.
Teori Maslow telah dipublikasikan lebih dari setengah abad
yang. Itu adalah penelitian yang cukup menarik minat pada
saat itu, namun ketertarikan ini hampir seluruhnya mati
beberapa tahun lalu disebabkan adanya nonsupport untuk
proposisi dasar.Di antara praktisi manajer, mahasiswa, dan
banyak konsultan manajemen, bagaimanapun, "segitiga
Maslow" telah sangat influental.
b. Teori ERG Alderfer
Sebuah teori motivasi kerja didasarkan pada hirarki
kebutuhan Maslow, tetapi menggabungkan perubahan penting,
diusulkan oleh Alderfer. Teori ERG mengadakan hipotesis tiga
set kebutuhan mulai dari yang paling tinggi ke paling konkret
(dasar).
Existence (E)àmerupakan kebutuhan akan substansi
material, seperti keinginan untuk memperoleh makanan, air,
perumahan, uang, mebel, dan mobil. Kebutuhan ini merupakan
kebutuhan fisiological dan rasa aman dari Maslow.
Relatedness (R)àmerupakan kebutuhan untuk
memelihara hubungan antarpribadi yang penting. Individu
berkeinginan untuk berkomunikasi secara terbuka dengan
orang lain yang dianggap penting dalam kehidupan mereka dan
mempunyai hubungan yang bermakna dengan keluarga, teman
dan rekan kerja. Growth (G) àmerupakan kebutuhan-
kebutuhan yang dimiliki seseorang untuk mengembangkan
kecakapan mereka secara penuh. Selain kebutuhan aktualisasi,
juga termasuk bagian intrinsik dari kebutuhan harga diri
Maslow.
21. Menurut ERG Theory, jika upaya untuk memenuhi
kebutuhan pada satu level itu secara terus menerus mengalami
frustasi, individu mungkin mengalami kemunduran (jatuh lagi)
kepada perilaku kebutuhan yang lebih konkret.
c. Teori Dua Faktor Herzberg
Penelitian Herzberg menghasilkan dua kesimpulan
khusus mengenai teori tersebut yaitu:
1) Serangkaian kondisi ekstrinsik àkondisi kerja ekstrinsik
seperti upah dan kondisi kerja tersebut bersifat ekstren
terhadap pekerjaan sepeti: jaminan status, prosedur,
perusahaan, mutu supervisi dan mutu hubungan antara
pribadi diantara rekan kerja, atasan dengan
bawahan.
2) Serangkaian kondisi intrinsik àkondisi kerja intrinsik
seperti tantangan pekerjaan atau rasa berprestasi,
melakukan pekerjaan yang baik, terbentuk dalam
pekerjaan itu sendiri. Faktor-faktor dari rangkaian
kondisi intrinsik dsebut pemuas atau motivator yang
meliputi: prestasi (achivement), pengakuan (recognation),
tanggung jawab (responsibility), kemajuan (advencement),
dan kemungkinan berkembang (the possibility of growth).
d. Teori Motivasi Berprestasi McClelland
Menurut David McClelland (dalam Anoraga & Suyati,
1995) ada tiga macam motif atau kebutuhan yang relevan
dengan situasi kerja, yaitu:
1) The need for achievement (nAch), yaitu kebutuhan untuk
berprestasi, untuk mencapai sukses.
2) The need for power (nPow), kebutuhan untuk dapat
memerintah orang lain.
3) The need for affiliation (nAff), kebutuhan akan kawan,
hubungan akrab antar pribadi.
Karyawan yang memiliki nAch tinggi lebih senang
menghadapi tantangan untuk berprestasi dari pada imbalannya.
Perilaku diarahkan ke tujuan dengan kesukaran menengah.
Karyawan yang memiliki nPow tinggi, punya semangat kompetisi
lebih pada jabatan dari pada prestasi. Ia adalah tipe seorang yang
senang apabila diberi jabatan yang dapat memerintah orang lain.
Sedangkan pada karyawan yang memiliki nAff tinggi, kurang
22. kompetitif. Mereka lebih senang berkawan, kooperatif dan hubungan
antar personal yang akrab.
TEORI KOGNITIF MOTIVASI KERJA
a. Teori Penetapan Tujuan
Teori ini dikemukakan oleh Locke (dalam Berry, 1998). Locke
berpendapat bahwa maksud-maksud untuk bekerja kearah suatu
tujuan merupakan sumber utama dari motivasi kerja. Artinya,
tujuan memberitahukan karyawan apa yang perlu dikerjakan dan
betapa banyak upaya akan dihabiskan.
Lima komponen dasar tujuan untuk meningkatkan tingkat
motivasi karyawan, yaitu:
(1) tujuan harus jelas (misalnya jumlah unit yang harus
diselesaikan)
(2) tujuan harus mempunyai tingkat kesulitan menengah
sampai tinggi
(3) karyawan harus menerima tujuan itu
(4) karyawan harus menerima umpan balik mengenai
kemajuannya dalam usaha mencapai tujuan tersebut
(5) tujuan yang ditentukan secara partisipasif lebih baik dari
pada tujuan yang ditentukan begitu saja.
b. Teori Keadilan (Equilty Theory)
Teori keadilan dari Adam menunjukkan bagaimana upah
dapat memotivasi. Individu dalam dunia kerja akan selalu
membandingkan dirinya dengan orang lain. Apabila terdapat
ketidakwajaran akan mempengaruhi tingkat usahanya untuk
bekerja dengan baik. Ia membuat perbandingan sosial dengan
orang lain dalam pekerjaan yang dapat menyebabkan mereka
merasa dibayar wajar atau tidak wajar. Perasaan ketidakadilan
mengakibatkan perubahan kinerja. Menurut Adam, bahwa
keadaan tegangan negatif akan memberikan motivasi untuk
melakukan sesuatu dalam mengoreksinya.
Faktor – Faktor yang mempengaruhi Motivasi dan Kepuasan
Kerja
Adapun yang menjadi faktornya adalah sebagai berikut :
a. Pekerja itu sendiri( Work It Self)à setiap pekerjaan memerlukan
suatu keterampilan tertentu sesuai dengan bidangnya
masing- masing
b. Atasan (Supervisor)à atasan yang baik berarti mau menghargai
pekerjaan bawahannya
23. c. Teman sekerja (Workers)àfaktor yang menghubungkan pegawai
dengan pegawai atau pegawai dengan atasannya, baik yang
sama ataupun yang beda pekerjaannya
d. Promosi (Promotion) àfaktor yang berhubungan dengan ada
tidaknya kesempatan untuk memperoleh peningkatan karier
selam bekerja
e. Gaji/upah (Pay) à aktor pemenuhan kebutuhan hidup pegawai
yang dianggap layak atau tidak
2.4. Mengelola Potensi Kecerdasan dan Emosional SDM
Istilah Kecerdasan Emosional (Emotional Intelligence) mulai
populer sejak diperkenalkan secara massal pada tahun 1995 oleh
Daniel Goleman lewat bukunya berjudul Emotional Intelligence – Why It
Can Matter More Than IQ. Sebenarnya istilah ini sudah muncul
sebelumnya dan sebagai terminologi dipakai dalam tesis doktoral
Wayne Payne di tahun 1985.
Ada banyak perbedaan pendapat tentang apa yang dimaksud
dengan kecerdasan emosional. Secara relatif bidang ini dianggap masih
baru dalam Psikologi dan masih mencari bentuknya yang lebih
mantap. Secara sederhana saya mencoba memahaminya sebagai:
- kemampuan mengenali emosi diri sendiri
- kemampuan mengendalikan emosi dan mengambil tindakan
yang tepat
- kemampuan mengenali emosi orang lain
- kemampuan bertindak dan berinteraksi dengan orang lain
Dengan demikian orang yang cerdas secara emosional adalah
orang yang memahami kondisi dirinya, emosi-emosi yang terjadi,
serta mengambil tindakan yang tepat. Orang tersebut juga secara
sosial mampu mengenali dan berempati terhadap apa yang terjadi
pada orang lain dan menanggapinya secara proporsional.
Dalam bukunya yang terkenal itu, Daniel Goleman
menyebutkan disamping Kecerdasan Intelektual (IQ) ada kecerdasan
lain yang membantu seseorang sukses yakni Kecerdasan Emosional
(EQ). Bahkan secara khusus dikatakan bahwa kecerdasan emosional
lebih berperan dalam kesuksesan dibandingkan kecerdasan
intelektual. Klaim ini memang terkesan agak dibesarkan meskipun
ada beberapa penelitian yang menunjukkan kebenaran ke arah sana.
24. Sebuah studi bahkan menyebutkan IQ hanya berperan 4%-25%
terhadap kesuksesan dalam pekerjaan. Sisanya ditentukan oleh EQ
atau faktor-faktor lain di luar IQ tadi.
Jika kita melihat dunia kerja, maka kita bisa menyaksikan
bahwa seseorang tidak cukup hanya pintar di bidangnya. Dunia
pekerjaan penuh dengan interaksi sosial di mana orang harus cakap
dalam menangani diri sendiri maupun orang lain. Orang yang cerdas
secara intelektual di bidangnya akan mampu bekerja dengan baik.
Namun jika ingin melejit lebih jauh dia membutuhkan dukungan
rekan kerja, bawahan maupun atasannya. Di sinilah kecerdasan
emosional membantu seseorang untuk mencapai keberhasilan yang
lebih jauh.
Berdasarkan pengalaman saya sendiri dalam proses rekrutmen
karyawan, seseorang dengan nilai IPK yang tinggi sekalipun dan
datang dari Universitas favorit tidak selalu menjadi pilihan yang
terbaik untuk direkrut. Ada kalanya orang yang pintar secara
intelektual kurang memiliki kematangan secara sosial. Orang seperti
ini bisa jadi sangat cerdas, memiliki kemampuan analisa yang kuat,
serta kecepatan belajar yang tinggi. Namun jika harus bekerja sama
dengan orang lain dia kesulitan. Atau jika dia harus memimpin maka
akan cenderung memaksakan pendapatnya serta jika harus menjadi
bawahan punya kecenderungan sulit diatur.
Orang seperti ini mungkin akan melejit jika bekerja pada
bidang yang menuntut keahlian tinggi tanpa banyak ketergantungan
dengan orang lain. Namun kemungkinan besar dia akan sulit
bertahan pada organisasi yang membutuhkan kerja sama, saling
mendukung dan menjadi sebuah “super team”, bukan “super man”.
Tentunya tidak semua orang yang cerdas secara intelektual
seperti itu. Dan bukan berarti kecerdasan intelektual tidak penting.
Dalam dunia kerja kecerdasan intelektual menjadi sebuah prasyarat
awal yang menentukan level kemampuan minimal tertentu yang
dibutuhkan. Sebagai contoh beberapa perusahaan mempersyaratkan
IPK mahasiswa minimal 3.0 atau 2.75 sebagai syarat awal
pendaftaran. Hal ini kurang lebih memberikan indikasi bahwa
setidaknya kandidat tersebut telah belajar dengan baik di masa
kuliahnya dulu.
25. Setelah syarat minimal tersebut terpenuhi, selanjutnya
kecerdasan emosional akan lebih berperan dan dilihat lebih jauh
dalam proses seleksi. Apakah dia punya pengalaman yang cukup
dalam berorganisasi? Apakah calon tersebut pernah memimpin atau
dipimpin? Apa yang dia lakukan ketika menghadapi situasi sulit?
Bagaimana dia mengelola motivasi dan semangat ketika dalam
kondisi tertekan? Dan banyak hal lagi yang akan diuji.
Dalam dunia kerja yang semakin kompetitif, kemampuan
seseorang menangani beban kerja, stres, interaksi sosial,
pengendalian diri, menjadi kunci penting dalam keberhasilan.
Seseorang yang sukses dalam pekerjaan biasanya adalah orang yang
mampu mengelola dirinya sendiri, memotivasi diri sendiri dan orang
lain, dan secara sosial memiliki kemampuan dalam berinteraksi
secara positif dan saling membangun satu sama lain. Dengan cara ini
orang tersebut akan mampu berprestasi baik sebagai seorang
individu maupun tim.
Jika kita melihat orang yang sukses dalam pekerjaan, ada
beberapa karakteristik umum yang mirip satu sama lain:
- Bekerja dengan sepenuh hati dan riang
- Memiliki prestasi dalam pekerjaan sebagai individu dan tim
- Mampu mengelola konflik
- Mampu menghadapi dan menjalankan perubahan
- Memiliki empati terhadap atasan, bawahan dan rekan kerja
- Mampu membaca dan mengenali emosi diri sendiri maupun
orang lain serta mengambil tindakan yang tepat dalam
menanganinya
Jika kita perhatikan, maka hampir semua daftar di atas akan
dimiliki oleh orang yang cerdas secara emosional. Khusus untuk item
nomor dua diperlukan kecerdasan intelektual yaitu bagaimana
seseorang bisa menjadi ahli di bidangnya. Memiliki pengetahuan dan
skill yang mumpuni agar bisa berprestasi secara individu.
Selanjutnya kecerdasan emosional akan membantunya berprestasi
pula sebagai tim bersama rekan kerja, bawahan maupun atasannya.
Secara sederhana, ada dua kelompok keahlian yang dimiliki
orang yang cerdas secara emosional:
26. 1. Kemampuan Pribadi
• Pengenalan diri (Self Awareness), memahami emosi,
batasan yang dapat dicapai, kemampuan, kekuatan dan
kelemahan.
• Manajemen diri (Self Management), mampu
mengendalikan diri menghadapi berbagai situasi
• Orientasi Tujuan (Goal Orientation), mengetahui apa yang
menjadi tujuannya dan menyusun langkah-langkah yang
diperlukan untuk mencapainya.
• Kemampuan Sosial Empati: mengenali perasaan dan emosi
orang lain serta mampu menempatkan diri dalam posisi
tersebut.
• Keahlian sosial (Social skills): mampu berinteraksi dengan
orang lain, bekerjasama, mengelola konflik serta bersikap
dengan tepat terhadap berbagai situasi perasaan dan emosi
orang lain.
Sejak kecil kita telah memiliki emosi dan berinteraksi dengan
emosi tersebut. Kebiasaan kita dalam menanganinya akan terus
terbawa dan menjadi karakter seseorang ketika dewasa. Dengan
demikian, alangkah berbahagianya seorang anak yang memiliki
orangtua yang peka dan pelatih emosi yang baik. Anak seperti ini
akan berlatih menangani dirinya sejak masa kecil. Untuk topik ini
insya Allah akan saya posting dalam kesempatan yang akan datang.
Bagaimana jika ketika dewasa kita kurang memiliki
kematangan secara emosional? Jawabannya adalah kecerdasan
tersebut dapat dilatih. Cara paling awal adalah dengan mengenali
emosi diri Anda ketika terjadi. Kenali apa saja yang berkecamuk
dalam dada Anda dan suara-suara yang memerintahkan Anda untuk
bertindak. Tahapan berikutnya adalah melakukan kontrol diri
terhadap berbagai bentuk emosi yang ada. Bagaimana Anda
mengendalikan diri ketika marah, tidak terpuruk ketika merasa
kecewa, dapat bangkit dari kesedihan, mampu memotivasi diri dan
bangkit ketika tertekan, mengatur diri dari kemalasan, menetapkan
target yang menantang namun wajar, serta bisa menerima
keberhasilan maupun kegagalan dengan lapang dada.
Jika hal tersebut sudah Anda kuasai, selanjutnya adalah
melatih kematangan sosial. Bagaimana Anda berempati – merasakan
apa yang dirasakan orang lain – sehingga bisa memberi respon yang
tepat terhadap sinyal-sinyal emosi yang ditampilkan orang lain.
27. Kematangan ini akan mudah dikembangkan jika Anda aktif terlibat
dalam organisasi, bekerjasama dengan orang lain dan memiliki
interaksi sosial yang intens. Latihlah kemampuan Anda dalam
memimpin dan dipimpin, memotivasi orang lain, serta mengatasi dan
mengelola konflik.
2.5. Membangun Kapabilitas dan Kompetensi SDM
Barney (1991) mengemukakan empat kondisi yang harus
dipenuhi sebelum suatu sumber daya dapat disebut sebagai sumber
keunggulan kompetitif berkelanjutan sebagai berikut:
(1) Merupakan sumber daya organisasional yang sangat berharga
(valuable), terutama dalam kaitannya dengan kemampuan untuk
mengeksploitasi kesempatan dan atau menetralisasi ancaman
dari lingkungan perusahaan.
(2) Relative sulit untuk dikembangkan, sehingga menjadi langka di
lingkungan kompetitif.
(3) Sangat sulit untuk ditiru atau diimitasi.
(4) Tidak dapat dengan muddah digantikan substitute yang secara
strategis signifikan. masalahnya adalah bagaimana
“menterjemahkan” berbagai strategi, kebijakan dan praktik
MSDM menjadi keunggulan kompetitif berkelanjutan.
Kompetensi SDM berkarier di Bidang Sumber Daya Manusia
Menurut Covey, Roger dan Rebecca Merrill (1994), kompetensi
tersebut mencakup:
a. Kompetensi teknis : pengetahuan dan keahlian untuk mencapai
hasil- hasil yang telah disepakati, kemampuan untuk memikirkan
persoalan dan mencari alternatif- alternatif baru
b. Kompetensi Konseptual: kemampuan untuk melihat gambar besar,
untuk menguji berbagai pengandaian dan pengubah prespektif
c. Kompetensi untuk hidup : dan saling ketergantungan kemampuan
secara efektif dengan orang lain, termasuk kemampuan untuk
mendengar, berkomunikasi, mendapat alternatif ketiga.
2.6. Konsep Audit Kinerja & Pelaksanaan Audit Kerja
28. 1. Perencanaan Audit Kinerja
Dalam Pedoman Pelaksanaan Audit Kinerja, Perencanaan audit
merupakan langkah penting yang dilakukan untuk memenuhi
standar audit. Dalam perencanaan audit perlu memperhatikan
perkiraan waktu dan petugas audit, selain itu juga
mempertimbangkan perencanaan lainnya yang meliputi:
1. Sumber dan cara memperoleh informasi yang cukup mengenai
auditan
2. Hasil audit yang diperoleh pada tahap sebelumnya.
2. Prosedur Pelaksanaan Audit Kinerja
Pengertian Prosedur menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(1993: 703) adalah tahap-tahap kegiatan untuk menyelesaikan
suatu aktivitas.
Menurut Setyawan (1988: 35), prosedur adalah langkah-
langkah yang harus dilaksanakan guna mencapai tujuan
pemeriksaan. Pelaksanaan Audit Kinerja oleh kantor akan
berdasarkan prosedur yang terdiri dari tahapan Audit Kinerja yang
menguraikan tentang bagaimana langkah kerja Audit Kinerja itu
dilakukan.
A. Persiapan Audit Kinerja
Dalam tahap ini dilakukan kegiatan-kegiatan yang merupakan
tahap awal dari rangkaian Audit Kinerja sebagai dasar
penyusunan Program Kerja Audit Tahap berikutnya. Tahap ini
meliputi:
a. Pembicaraan pendahuluan dengan auditan
b. Pengumpulan informasi umum dalam pengenalan terhadap
kegiatan yang diaudit
c. Pengidentifikasian aspek manajemen atau bidang masalah yang
menunjukkan kelemahan dan perlu dilakukan pengujian lebih
lanjut.
d. Pembuatan ikhtisar hasil persiapan Audit Kinerja.
Dalam pengumpulan informasi kegiatan persiapan Audit
Kinerja mencakup:
1. Organisasi
2. Peraturan perundangan yang berlaku
3. Tujuan, Visi, Misi, sasaran, strategi dan kegiatan usaha
4. Sistem dan prosedur
5. Data keuangan
6. Informasi lainnya yang relevan
Simpulan Hasil Persiapan Audit Kinerja yang disusun
setelah kegiatan persiapan Audit Kinerja selesai. Simpulan hasil
Audit Kinerja ini antara lain meliputi mengenai kelemahan-
kelemahan yang harus dikembangkan lebih lanjut dalam tahap
29. audit berikutnya. Dari simpulan tersebut dibuat program audit
tahap pengujian pengendalian manajemen. (Deputi Bidang
Akuntan Negara, 2001: 8-15).
B. Pengujian Pengendalian Manajemen
Pada tahap ini harus dilakukan pengujian atas:
1. Sistem pengendalian manajemen
2. Penerapan good cooperate governance (GCG) oleh
manajemen auditan dan jajarannya Pengendalian manajeme
n adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan
komisaris, manajemen dan personil lain dalam perusahaan
yang dirancang untuk memberikan keyakinan memadai
tentang pencapaian tiga kelompok tujuan utama yaitu:
a) Efektivitas dan efisiensi operasi
b) Keandalan pelaporan keuangan
c) Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang
berlaku
Dalam Pengujian penerapan Good Cooperate Governance
(GCG) oleh manajemen, Auditor wajib melakukan pengujian
penerapan prinsip-prinsip GCG oleh manajemen dengan
memperhatikan hal-hal berikut:
a. Prinsip dasar GCG yang harus diterapkan oleh
manajemen auditan sesuai dengan Surat Keputusan
Menteri BUMN Nomor: KEP-117/M-MBU/2002 tanggal
1 Agustus 2002 adalah sebagai berikut:
1. Transparansi dalam mengemukakan informasi
material dan relevan mengenai perusahaan
2. Kemandirian
3. Akuntabilitas
4. Pertanggungjawaban
5. Kewajaran
b. Dalam melakukan pengujian penerapan GCG oleh
manajemen, auditor minimal perlu memanfaatkan dan
mengembangkan indikator/parameter yang relevan. Dan
dari hasil pengujian tersebut kemudian dibuat simpulan
mengenai penerapan GCG.
c. Jika ditemukan kelemahan yang signifikan segera dibuat
manajemen letter (ML). (Deputi Bidang Akuntan Negara:
15-18)
C. Pengukuran dan Pengujian Indikator Kinerja Kunci
Dalam tahap ini dilakukan penilaian atas proses penetapan
indikator kinerja, juga membandingan antara pencapaiaan
indicator kinerja dengan target. Kesenjangan yang ada harus
dianalisis sehingga diperoleh penyebab sebenarnya. Indikator
Kinerja adalah diskripsi kuantitatif dan kualitatif dari kinerja yang
30. dapat digunakan oleh manajemen sebagai salah satu alat untuk
menilai dan melihat perkembangan yang dicapai selama ini atau
dalam jangka Waktu tertentu.
Tujuan pengujian atas pengukuran capaian indikator kinerja
kunci yaitu untuk menilai efisiensi dan efektifitas beberapa
aktivitas utama, guna menyarankan dan mendorong
pengembangan rencana aksi untuk peningkatan kinerja. Rencana
aksi dikembangkan oleh manajemen auditan (Focus Group), dan
kemajuan yang dibuat dalam implementasi rencana akan direview
secara periodik.
Diharapkan manajemen auditan mampu meningkatkan
kinerja perusahaan. Tujuan akhir tersebut akan dicapai melalui
berbagai tujuan setiap kegiatan review yaitu:
1. Menentukan kekuatan dan kelemahan utama yang dimiliki
perusahaan
2. Menentukan implikasi operasional dan strategis dari
kekuatan dan kelemahan tersebut diatas
3. Mengidentifikasi area-area yang perlu perbaikan
4. Mengembangkan rencana aksi perbaikan atas area-area
tersebut diatas.
D. Review Operasional
Pada tahap ini dilakukan review yang sistematis atas
prosedur metode, organisasi, program atau kegiatan-kegiatan
dengan tujuan untuk mengevaluasi sejauh mana pencapaiaan
suatu tujuan/sasaran secara ekonomis, efisien, dan efektif.
Informasi mengenai praktek terbaik (best practice) pada
perusahaan sejenis perlu diperoleh sebagai pembanding
(benchmark). Selain itu perlu perlu dilakukannya pula penilaian
tingkat kesehatan dengan mengacu pada ketentuan yang berlaku
dan evaluasi perkembangan usaha perusahaan.
Tujuan dari fase ini adalah untuk mendapatkan informasi
detail/rinci untuk menguji kinerja dari aktivitas yang direview
dibandingkan dengan criteria yang telahditetapkan.
Review operasional dapat mengarah pada beberapa atau seluruh
sasaran berikut:
1. Kehematan, efisiensi dan/atau efektivitas
2. Keandalan dan integritas system dan prosedur
3. Pengendalian manajemen dan akuntabilitas
4. Perlindungan terhadap aktiva
Terdapat dua pendekatan review pokok:
a) Review hasil secara langsung
Pendekatan ini berfokus pada outcome dan output
(berfokus pada penilaian hasil yang ingin dicapai).
Pendekatan ini secara khusus layak dimana terdapat data
yang tersedia untuk menghitung indikator kinerja kunci bagi
31. aktivitas. Jika hasil memuaskan, resiko karena kesalahan
yang serius dalam dan mengimplementasikan aktivitas
menjadi minimal.
b) Review Sistem pengendalian
Pendekatan ini berfokus pada sistem dan pengendalian.
Pendekatan ini dirancang untuk menentukan apakah
organisasi telah memiliki sistem pengendalian yang cukup
untuk menyediakan jaminan yang layak atas pencapaian
hasil yang diinginkan. Review dirancang untuk melakukan
analisis, review dan pengujian atas komponen kunci dari
sistem pengendalian untuk meyakinkan bahwa hal itu telah
dirancang dan diterapkan secara layak. Hasil akhir dari revi
e w operasional adalah merekomendasikan peningkatan dan
solusi praktis yang dapat dimplementasikan manajemen.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Evaluasi kinerja adalah suatu metode dan proses penilaian dan
pelaksanaan tugas seseorang atau sekelompok orang atau unit-unit kerja
dalam satu perusahaan atau organisasi sesuai dengan standar kinerja atau
tujuan yang ditetapkan lebih dahulu. Evaluasi kinerja merupakan cara
yang paling adil dalam memberikan imbalan atau penghargaan kepada
pekerja.
Human Resources Scorecard adalah suatu alat untuk mengukur dan
mengelola kontribusi stategik dari peran human resources dalam
menciptakan nilai untuk mencapai strategi perusahaan.
Motivasi dalam dunia kerja adalah suatu yang dapat menimbulkan
semangat atau dorongan kerja. Menurut As’ad (2004) motivasi kerja dalam
psikologi karya biasa disebut pendorong semangat kerja. Kuat dan
lemahnya motivasi seseorang tenaga kerja ikut menentukan besar kecilnya
prestasinya.
Istilah Kecerdasan Emosional (Emotional Intelligence) mulai populer
sejak diperkenalkan secara massal pada tahun 1995 oleh Daniel Goleman
lewat bukunya berjudul Emotional Intelligence – Why It Can Matter More
32. Than IQ. Sebenarnya istilah ini sudah muncul sebelumnya dan sebagai
terminologi dipakai dalam tesis doktoral Wayne Payne di tahun 1985.
3.2. Saran
Penulis merasa masih banyak kekurangan dan merasa jauh dari
kesempurnaan.Oleh karena itu setelah makalah ini dibaca diharapkan
memberikan saran dan kritikan yang membangun.
DAFTAR PUSTAKA
https://shelmi.wordpress.com/2009/02/27/evaluasi-kinerja/
http://mynewblogjulisiregar.blogspot.com/2016/05/sistem-pengukuran-
sumber-daya.html
http://12042ma.blogspot.com/2013/07/motivasi-dan-kepuasan-kerja.html
https://www.muhammadnoer.com/kecerdasan-emosional-sukses-
pekerjaan
https://brigitalahutung.wordpress.com/2012/10/16/prosedur-
pelaksanaan-audit-kinerja/