SlideShare a Scribd company logo
1 of 36
Nama kelompok:
•Elfrida Dwi Utami
•Fajar Aji Nugroho
•M.Dini Setyadi
Kelas

: 4J
7.1 Pengantar
Koordinasi isolasi dinyatakan dalam bentuk langkah-langkah yang
diambil untuk menghindarkan kerusakan terhadap alat-alat listrik karena
tegangan lebih dan membatasi lompatan (yang tak dapat dihindarkan karena
alasan-alasan ekonomis)sehingga tak menimbulkan kerusakan.

Koordinasi isolasi mempunyai dua tujuan :
•Perlindungan terhadap peralatan dan
•Penghematan (ekonomi)
7.2 Sejarah Perkembangan

Dalam masa 30 tahun sesudah itu dilakukan penyelidikan dan riset yang menghasilkan :
•Penemuan sifat petir pada transmisi dan karakteristiknya pada waktu mendekati gardu
•Penentuan daya isolasi peralatan, bukan saja daya yang berisolasikan udara, misalnya
isolator dan bushing, tetapi juga peralatan yang lebih sulit dan mahal, seperti trafo, bushing
istimewa
•Penentuan tegangan impuls standar dan cara pengujian trafo untuk menentukan daya
impulsnya
•Karakteristik alat-alat pelindung terutama arester; dari hasi;-hasil pengujian di lapangan
surja arus petir (besar dan kecepatan naiknya) ditetapkan
•Dengan ditetapkannya gelombang impuls standar dan dengan diketemukannya osilograp
maka didapatkan data lain yang diperlukan guna memecahkan persoalan koordinasi isolasi
•Penentuan tingkat isolasi impuls dasar (Basic Impulse Insulation Level, disingkat BIL)
yang didefinisikan sebagai “tingkat-tingkat patokan (reference levels) dinyatakan dalam
tegangan puncak impuls dengan gelombang standar
7.3 Prinsip dan Pengertian Dasar

Rasionalisasi dari pada daya isolasi suatu sistim dan implementasi dari pada koordinasi isolasi
menyangkut prinsip-prinsip tertentu yang didalam praktek berupa aturan-aturan sebagai berikut :
•Arester petir (lightning arrester) dipakai sebagai alat pelindung pokok
•Tegangan sistim mempunyai tiga harga :
Tegangan nominal,
Tegangan dasar (rated)
Tegangan maksimum
•Ada dua macam sistim : yang netralnya diisolasikan (isolated neutral system) dan yang
dibumikan secara efektif
•Tegangan dasar (rating) yang dipakai pada arrester adalah tegangan maksimum frekuensi rendah
(50 c/s) dimana arrester tersebut bekerja dengan baik.
•Dalam penentuan isolasi trafo, dipakai isolasi yang dikurangi (reduced insulation), yaitu tingkat
isolasi yang lebih rendah dari apa yang telah ditetapkan dalam standar
•Dua unsur utama koordinasi isolasi yang penting ialah karakteristik volt-waktu dari isolasi yang
harus dilindungi dan karakteristik pelindung dari arester
7.4 Karakteristik Alat Pelindung

7.4.1 Pengantar
Alat pelindung berfungsi melindungi peralatan tenaga listrik dengan
cara membatasi surja (surge) tegangan lebih yang datang dan mengalirkannya ke tanah.
7.4.2 Karakteristik Alat Pelindung Sederhana
Sela batang adalah alat pelindung yang paling sederhana. Sela ini diadakan
oleh dua buah batang logam yang mempunyai penampang tertentu (biasanya persegi),
yang satu dihubungkan dengan kawat transmisi, satunya dihubungkan dengan tanah.
Oleh karena jarak suatu sela berkorespondensi dengan suatu tegangan percikan untuk
suatu bentuk gelombang tegangan tertentu, maka untuk beberapa macam karakteristik
isolasi alat ini dapat dipakai sebagai pelindung. Keuntungan dari sela batang ialah
bentuknya yang sederhana, mudah dibuat dan kuat (rugged). Kekurangannya ialah
bahwa sekali tejadi percikan karena tegangan lebih, api (arc) timbul terus meskipun
tegangan lebihnya sudah tidak ada.
7.4.3 Prinsip Kerja Arester
Alat pelindung yang paling sempurna adalah arester (lightning arrester, kadangkadang juga disebut surge diverter). Pada pokoknya arester ini terdiri dari dua unsur sela api
(spark gap) dan tahanan tak linear atau tahanan kran (valve resistor). Sebenarnya srester
terdiri dari tiga unsur sela api, tahanan kran atau tahanan katup, dan sistim pengaturan atau
pembagian tegangan (grading system).
7.4.4 Karakteristik Arester
Perlu diketahui karakteristik arester sebagai berikut :
•Ia mempunyai tegangan dasar (rated) 50 c/s yang tidak boleh dilampaui
•Ia mempunyai karakteristik yang dibatasi oleh tegangan (voltage limiting) bila dilalui oleh
berbagai macam arus petir
•Ia mempunyai batas termis
Karakteristik pembatas tegangan impuls dari arester adalah harga yang dapat
ditahannya pada terminalnya bila menyalurkan arus tertentu; harga ini berubah dengan
besarnya arus. Supaya tekanan (stresses) pada isolasi dapat dibuat serendah mungkin, suatu
sistim perlindungan tegangan lebih perlu memenuhi persyaratan sebagai berikut :
•Dapat melepas tegangan lebih ke tanah tanpa menyebabkan hubung singkat ketanah
(saturated ground fault)
•Dapat memutuskan arus susulan
•Mempunyai tingkat perlindungan (protection level) yang rendah, artinya tegangan percikan
sela dan tegangan pelepasannya rendah
7.5 Karakteristik Isolasi
1. Lengkung Volt Waktu (volt time curve)
Surja pada kawat transmisi dapat
menyerupai lengkung A pada gbr.7.10 bila ia sampai pada
suatu gardu. Tergantung pada besarnya surja yang datang,
maka ia dapat datang kepada gardu sebagai gelombang yang
curam terpotong pada mukanya (lengkung B), atau sebagai
gelombang curam yang terpotong kira-kira 3 us pada ekornya
(lengkung C), atau ia dapat datang berbentuk gelomabang
penuh (lengkung D). Lengkung E, yang didapat dengan
menghubungkan ketiga puncak dari ketiga gelombang diatas,
merupakan karakteristik volt waktu dari isolasi yang harus
menahan bermacam-macam gelombang tegangan yang datang
pada gardu. Lengkung ini juga melalui titik-titik lompatan api
pada puncak (lengkung F) dan lompatan api 50% (lengkung
G). Jadi, lengkung volt waktu adalah lengkung yang
menghubungkan puncak-puncak tegangan lompatan api bila
sejumlah impuls dengan bentuk tertentu ditrapkan pada
isolasi.dengan perkataan lain lengkung volt waktu adalah
tempat kedudukan titik-titik dengan koordinat (tlompatan,
emaks).
Lengkung volt-waktu di atas adalah lengkung dasar yang dipakai sebagai
pegangan dalam pengujian impuls terhadap trafo tenaga yang sudah diterapkan selama
lebih dari 40 tahun yang lalu. Sekarang biasanya yang diuji adalah semua trafo tenaga
138kV ke atas, dengan memakai dua macam bentuk gelombang saja: gelombang cepat
(lengkung B) dan gelombang penuh (D), oleh karena gelombang bentuk C hanya
menetukan satu titik saja pada lengkung isolasi dari pada trafo.
Pengujian terhadap trafo dilakukan terutama karena trafo adalah alat yang
termahal dalam gardu, dehingga kegagalannya berarti keluarnya dari pemakaian yang
memakan waktu dan uang.
Tingkat impuls sebagai diutarakan di muka dapat ditentukan oleh:
Tegangan gagal dari isolasi utama (terhadap tanah);
Tegangan gagal dari isolasi lainnya (antara lilitan dan gulungan);
Tegangan lompatan api dari bushing; atau
Kombinasi dari tegangan – tegangan di atas.
Oleh
karena
bushing
merupakan bagian yang vital dari trafo,
lompatan
api
impulsnya
harus
diperhatikan waktu menetapkan tingkat
isolasi trafo. Karakteristik volt-waktu
dari bushing sedikit berbedadari isolasi
trafo.
Pada
umumnya,
bushing
mempunyai lompatan api lebih tinggi
pada waktu – waktu pendek, sedang
pada waktu – waktu panjang lompatan
apinya mungkin lebih tinggi atau lebih
rendah dari gulungan trafo (periksa
Gbr. 7.11). daya impuls dari gulungan
sama untuk gelombang positif dan
negatif,
sedang
untuk
bushing
lompatan api kritisnya mungkin lebih
tinggi untuk satu polaritas.
3. Karakteristik
Lompatan Api dari SelaBatang dan Isolator
Dahulu berhubung dengan perbedaan
hasil pengujian laboratorium terhadap
isolasi peralatan pada pengujian impuls,
maka sela batang dipilih sebagai alat tera
daya isolasi. Oleh karena sela yang
berbeda
memberikan
hasil
yang
berlainan, maka ditentukanlah selabatang standar, yang menurut standar
Amerika adalah17) sela-batang yang
terdiri dari dua batang persegi empat
dipotong rata (square-cornered, square
cut) berukuran 0,5 inci, dipasang koaksial
dan menggantung dari titik penyangganya
setengah jarak sela. Kedua batang
dipasang di atas isolator standarsehingga
tinggi sela dari permukaan tanah 1,3 kali
jarak sela ditambah 4 inci, dengan
toleransi 10%; periksa Gbr. 7.12.
solator
gatung
dan
isolator peralatan memegang
peranan
penting
dalam
koordinasi peralatan gardu, tidak
hanya dalam penentuan tingkat
isolasi
tetapi
juga
dalam
penetuan besarnya surja yang
memasuki
gardu.
Isolator
gantung biasanya terdiridari tiga
unit berdiameter 10 inci dalam
satu gandeng dengan jarak 53/4
inci. Isolator peralatan biasanya
terdiri dari dua macam: pedestal
dan post. Karakteristik dari kedua
macam isolator tertera pada Gbr.
7.15 (impuls 1,5 x 40 positif untuk
isolator gantung) dan Gbr. 7.16
(impuls 1,5 x 40 positif untuk
isolator peralatan).
4. Karakteristik Impuls
Alat-Alat Gardu Lainnya
Kecuali trafo tenaga, di dalam gardu induk
juga terdapat trafo instrument, pemutus beban (circuit
breakers), pemisah (disconnect-switches), dan isolator
ril yang dapat terkena.
__________
*) bila tegangan yang dipasang pada segandeng isolator
adalah DC, maka tegangan pada tiap isolator sama.
Sejumlah arus bocor mengalir pada gandengan tersebut
dan tegangan pada satu isolator adalah arus bocor itu
dikalikan dengan tahanan tiap isolator
Bila tegangan terpasang adalah AC, maka
tegangan pada tiap isolator tidak sama, oleh
karena arus pemuat tidak sama, berhubung
dengan adanya (a) kapasitor antara dua
penghubung (connectors), periksa Gbr. 7.18;
(b) kapasitansi antara penghubung dengan tanah, periksa Gbr. 7.19; dan (c) antara
penghubung dengan kawat, periksa Gbr. 7.20. sudah jelas bahwa untuk hal (a)
tegangan pada tiap unit sama. Dapat dibuktikan bahwa untuk hal (b) perbandingan
tegangan untuk masing-masing isolator mulai dari tanah adalah;18) 14,5; 18,1; 26,3
dan 41,1% dari seluruh tegangan. Untuk hal (c) dengan gandengan 4 isolator,
perbandingannya adalah 23,2; 19,3; 22,8 dan 34,7%
5. Memburuknya Isolasi
Sebuah faktor yang perlu diperhatikan
dalam menganalisa karakteristik isolasi adalah
kemungkinan memburuknya selama dipakai.
Karakteristiknya mungkin baik sekali pada waktu
masih baru, tetapi apakah sifat ini dapat
sipertahankan sesudah dipakai selama 10, 20 atau
50 tahun? Porselin sedikit sekali memburuknya
selama dipakai, demikian pula minyak dan serat
(pada trafo).
Meskipun isolator jaman sekarang dapat
dikatakan memenuhi syarat bila diperlihara dan
dirawat dengan baik, tetapi faktor pemburukan
harus diingat waktu menetukan selisih (margin )
antara
daya
isolasi
alat
dan
tingkat
perlindungannya.
6. Pengetrapan Arester
Agar dapat arrester dalam koordinasi isolasi dapat memberikan hasil yang maksimal
perlu diturutnazas-azas berikut:
•Sebagai disinggung dimuka tegangan dasar 50 c/s dari pada arrester dipilih sedimikian rupa
sehingga nilainya tidak dilampui pada waktu dipakai, baik dalam keadaan normal maupun
hubungan singkat.
•Arrester ini akan memberikan perlindungan bila ada selisih (margin) yang cukup antara
tingkat arrester dan peralatan.
Daerah perlindungan harus mempunyai jangkau (range) cukup untuk melindungi
semua peralatan gardu yang mempunyai BIL yang sama dengan BIL yang harus dilindungi
arrester, atau lebih tinggi dari daerah perlindungan.
•Arester harus dipasang sedekat mungkin kepada peralatan utama dan tahanan tanahnya
rendah.
•Kapasitas termis arrester harus dapat meneruskan arus besar yang berasal dari simpanan
tenaga yang terhadap dalam saluran yang panjang.
•Jatuh tegangan maksimum dari arrester dipakai sebagai tingkat perlindungan arester (bukan
jatuh tegangan rata-rata).
•Sebuah harga tegangan pelepasan arus-petir harus ditetapkan untuk menentukan tingkat
perlindungan arester yang harus dikoordinasikan dengan BIL. Sekarang dipakai dua macam
arus19): 500 A dan 10000 A. Pada sebuah sistim di amerika serikat12) hanya dipakai arus
5000 A oleh karena arester dengan kapasitas ini dipandang cukup memenuhi syarat.*)
•Pengaruh dari sejumlah kawat (multiple-lines)20-22) dalam melindungi kegawatan petir pada
gardu perlu diperhatikan pada pengetrapan arrester.
•Bila ada keragu-raguan mengenai kemampuan 50 c/s dari arrester, maka sejumlah
persentase ditambahkan pada harga yang dihitung atau ditetatpkan untuk arester. Sekarang
masih dipakai tambahan 10% sebagai faktor keamanan, juga untuk menanggulangi
kemugkinan bahwa bila arester bekerja sebuah tegangan peralihan mungkin tertumpuk pada
tegangan 50 c/s; tegangan ini harus diinterrupsikan oleh arrester tersebut.
*) Alasan untuk pemakai
5000 A dapat dilihat pada
Gbr. 7.21, yang
menyimpulkan
pengukuran pada dua
buah sistim A23)dan B24).
Arus pelepasan 5000 A
hanya terjadi pada 3,5%
dari sejumlah arus petir
yang diukur, sedangkan
arus 1000 A kurang dari
1% dari jumlah yang
diukur.
,

7. Pemilihan Arester
Sebagai sudah disinggung dimuka faktor pertama yang menentukan
dalam pemilihan arester adalah macam pembumian, oleh karena hal ini
menentukan besarnya tegangan kawat maksimum (terhadap tanah) dalam keadaan
hubung-singkat. Tegangan maksimum ini dapat dihitung bila diketahui konstanta
komponen simetris daripada sistim, macam hubung-singkat dan tanahnya, dan
macam pembumian. Bila tegangan tidak dapat dihitung dengan teliti, maka Gbr.
7.22 dan Gbr 7.23 dapat dijadikan pegangan dalam pemilihan arester.25) Lengkung
dari Gbr. 7.22 menunjukkan tegangan kawat-ke-tanah maksimum dalam keadaan
hubung-singkat untuk sistim tak dibumikan sebagai fungsi dari , dengan
konstanta lain sebagai parameter. Dalam Gbr. 7.23 yang berlaku bagi sistim yang
dibumikan ditunjukkan sebagai fungsi dari dengan konstanta lain sebagai
parameter. Dalam Gbr 7.23 yang berlaku bagi sistim yang dibumikan ditunjukkan
sebagai fungsi dari dengan konstanta lain sebagai parameter. Dalam Gbr 7.23
yang berlaku bagi sistim yang dibumikan ditunjukkan
sebagai parameter kedua*).
Lengkung-lengkung
menyatakan tegangan
maksimum di tempat terjadinya
hubung singkat
*) Xo = Reaktansi induktip
urutan nol
X1 = Reaktansi sub-transien
urutan positip
Ro = Tahanan urutan nol
X2 = Reaktansi urutan
negatip
Arester 84% dapat dipakai dengan pasti (safe) untuk konstanta
di mana jangkauannya ada dalam wilayah 80% dari Gbr. 7.23, asalkan
tingkat isolasi impuls dari peralatan dilindungi. Sebagai pegangan
untuk pengetrapan arester 84% dengan isolasi penuh dapat
dipergunakan pedoman sebagai berikut:

1. Dilihat dari empat arester <1 dan < 3.
2. Arester tidak boleh tetap mendapat tenaga dari sumber
terisolasi, sesudah sumber yang dibumikan diputuskan
untuk menghilangkan hubung-singkat.
3. Semua titik netral harus dibumikan pada tiap sumber arus
hubung-singkat.
Sebagai contoh diambil sebuah sistim 12) 138 kV. Pada sistim ini
tegangan maksimum adalah 145 kV. Tegangan VLG=85. 100 kV dalam keadaan
hubung-singkat. Ditambah selisih 10% kepada tegangan VLG maksimum
memberikan 1.1 x 100 = 110 kV. Dipilih tegangan dasar arester yang terdekat
(dari Tabel 7.2) ditentukan 109 kV. Arester ini disebut arester 75% karena
109/145 = 0,75. Jatuh tegangan IR yang tertera pada table 7.2 adalah untuk
arester produksi tahun 1955. Untuk arester produksi tahun 1940, IR adalah 417
kV. Ditambah 30% menjadi 1,3 x 417 = 540 kV. Dari table 7.1 dicari BIL yang
memenuhi syarat (550 kV), yaitu untuk sistim 115 kV. Ini adalah satu contoh
bagaimana BIL 550 kV dipakai untuk sistim 132 kV beberapa tahun lalu.
8. Koordinasi Alat Pelindung
dengan Isolasi Peralatan
Sebagai telah sering disinggung di muka, selisih antara
BIL isolasi yang harus dilindungi dan tegangan maksimum yang
dapat terjadi pada arester adalah persoalan yang banyak
dibicarakan. Jawabannya sukar karena banyak faktor yang perlu
diperhatikan antara lain :
•Tegangan gagal ditrntukan oleh kecepatan naiknya tegangan;
•Tegangan pelepasan ditentukan oleh kecepatan naiknya arus
surja dan besarnya arus surja tersebut;
•Jarak antara arester dan isolasi yang harus dilindungi
mempengaruhi besarnya tegangan yang sampai pada isolasi
tersebut;
•Kegawatan surja tergantung dari baik-buruknya perlindungan
terhadap gardu, tingkat isolasi gardu dan isolasi kawat
transmisi yang masuk ke gardu, sebagai sudah disinggung di
atas dan akan dibicarakan lagi nanti.
Untuk gelombang berjalan yang datang pada sebuah gardu terletak di ujung,
arus pelepasan dalam arester ditentukan oleh tegangan maksimum yang diterusaka
oleh kawat (isolasinya), oleh impendansi surja daripada kawat, dan oleh karakterist
dari arester sebagi berikut:

Ia = 2V – Va
Z
Dimana :

Ia = arus pelepasan arester
V = besarnya tegangan surja
yang datang
Va = tegangan terminal arester
Z = inoendansi surja daripada
kawat
Urutan dari tingkat isolasi diuraikan secara terperinci dalam
sebuah risalah klasik.28) pada pokoknya urutan itu ditentukan
dengan tujuan :
•Mengurangi interupsi seminimum mungkin;
•Mengurangi bahaya interupsi total sekecil mungkin, dan
•Mengecilkan sejauh mungkin biaya perbaikan yang di
akibatkan oleh kerusakan dan interupsi.
7.7 Isolasi Kawat terhadap
Isolasi Gardu
Dalam pengetrapan koordinasi isolasi pada sebuah sistim12) isolasi
saluran transmisi tidak tergantung pada isolasi gardu, artinya kawat diisolasikan
sampai suatu harga sehingga kawat dapat memenuhi tugasnya dengan baik,
bersama dengan alat pe;indung dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi
kontinuitas pemakai kawat tersebut.
9. Perisaian Gardu
Kegawatan (severity) petir yang datang pada gardu ditentukan oleh apa
yang datang dari kawat transmisi yang masuk oleh apa yang terjadi sebagai
pukulan langsung. Perisaian kawat transmisi dengan kawat tanah dengan
maksud untuk mengurangi surja yang datang ke gardu sudah diuraikan di muka.
Untuk melindungi gardu itu sendiri, dipakai perisai terhadap kawat bertegangan
berupa kawat-kawat tanah yang ditinggalkan atau tiang-tiang yang dihubungkan
dengan sistim pembumian. Pola yang dipakai untuk gardu didasarkan atas
prinsip bahawa kawat atau tiang perisai yang ditinggikan harus melindungi jarak
2 kaki mendatar untuk tiap jarak 1 kaki tegak, di mana jarak mendatar diukur dari
kaki tiang pada bidang yang melalui kawat yang harus dilindungi; dan jarak
tegak diukur di atas bidang ini; periksa Gbr. 7.25.
Perisaian Gardu
10. Koordinasi Isolasi dalam Gardu
Sesuai dengan prinsip yang diuraikan dalam 7.6.3, maka koordinasi isolasi
untuk sistim yang di dalamnya terdapat tegangan 22 sampai dengan 345 kV
tertera pada table 7.6 dan Gbr 7.26. di dini 4 tingkat isolasi dipakai : isolasi ril
tertinggi, pemisah dan isolator-susun berikut, kemudian trafo, dan arester
terrendah. Persentase selisih antara berbagai tingkat isolasi ini tidak seragam
oleh karena hanya dipakai peralatan yang komersiil sudah ada (tersedia).

*) Tegangan ketahanan dengan gelombang 1,5 x 40 untuk trafo dan pemutus bebean, dan tegangan kritis untuk, isolasi
ril dan pemisah.
7.7.4 Trafo dengan Isolasi yang
Dikurangi
Koordinasi Isolasi
Sudah jelas bahwa, dalam mempelajari kemungkinan penurunan isolasi yang
berarti penurunan harga trafo, situasinya harus diteliti dengan saksama dan hati-hati
terutama berhubungan dengan risiko yang harus diambil sebagai akibatnya. Faktor lain
yang harus mendapat perhatian pada waktu keputusan penurunan hendak diambil, ialah
daya isolasi terhadap surja hubung.
11. Faktor Surja Hubung (Switching
Surge) dalam Koordinasi Isolasi
Dalam uaraian ini dianggap bahwa pengetahuan dasar mengenai surja
hubung sudah ada. Koordinasi isolasi yang diuraikan di muka dilakukan antara BIL,
yang hanya berorientasikan pada surja-petir, di satu pihak, dan tingkat proteksi dari
pada arrester di lain pihak. Berhubung dengan perbaikan laralteristik arester yang
mengakibatkan penurunan tingkat perlindunggannya, maka BIL-pun dapat
diturunkan (dilihat dari sudut bahaya petir). Oleh karena besarnya surja hubung
sangat tergantung pada tegangan sistim, maka makin tinggi tegangannya, makin
tinggi pula besarnya tegangan lebih yang disebabkan oleh surja hubung. Inilah
sebabnya perbaikan karakteristik arester yang memungkinkan penurunan BIL (petir)
menjadikan surja hubung sebagai faktor utama dalam penentuan tingkat isolasi.
Pengambilan alih peranan surja petir oleh surja hubung diilustrasikan oleh Gbr.
7.29.
11.2 Seleksi Arester
Dengan memasukkan faktor surja hubung maka ada dua criteria yang perlu diperhatikan dalam
seleksi arester :
•Perlindungan yang diberikan oleh arester terhadap sistim, dan
•Perlindungan terhadap arester dari gangguan sistim.

11.3 Tingkat Isolasi Trafo
Untuk trafo dipelajari tiga tingkat isolasi untuk 500 kV: penurunan tiga tingkat (1550
kV BIL), penurunan 31/2 tingkat (1425 kV BIL) dan penurunan 4 tingkat (1300 kV BIL). BIL
ini menyatakan tingkat isolasi terhadap petir. Dalam analisa ini tingkat isolasi terhadap surja
hubung, disingkat SIL (Switching Surge Insulation Level), diambil sama dengan 83% dari
BIL, atau masing-masing 1290 kV, 1180 kV dan 1080 kV.
Cukup atau tidaknya perlindungan yang diberikan oleh arester ditentukan oleh selisih
(margin) perlindungan, baik terhadap impuls (BIL) mau pun terhadap surja hubung. Terhadap
surja-hubung, selisih ini dapat dinyatakan dengan rumus :
Di mana SSM = switching-surge margin
SIL = switching-surge insulation level = 83% BIL
KSSA = karakteristik surja hubung daripada arester
= maximum switching-surge sparkover voltage
Terhadap petir, selisihnya adalah :

Di mana IM = impulse margin
KIA = karakteristik impuls daripada arrester
BIL = (tegangan pelepasan maksimum pada 10 kA) + 30 kV (arester lead drop).
12. Faktor Tegangan-Lebih Sementara
dalam Koordinasi Isolasi
Pada sistim tegangan tinggi bolak-balik yang modern sering terjadi
tegangan-lebih sementara (temporary), antara lain karena saluran transmisinya
lebih panjang, serta karena adaya reactor shunt yang besar dan kapasitor seri
pada bagian-bagian saluran yang dibuka dan ditutup (switched sections).
Dengan demikian, maka ada empat jenis tegangan lebih, yang
karakteristiknya terlihat pada tabel 7.9 sebagai berikut :
•Tegangan-lebih bertahan (sustained).
•Tegangan-lebih sementara (temporary).
•Surja hubung (impuls).
•Surja petir (impuls).
Berhubung dengan hal-hal di atas maka prosedur
koordinasi isolasi seperti diuraikan dalam 7.6, 7.7 dan 7.8
mengalami perubahan, sebagai berikut:32)
Berhubung dengan hal-hal di atas maka prosedur koordinasi isolasi seperti diuraikan
dalam 7.6, 7.7 dan 7.8 mengalami perubahan, sebagai berikut:32)
•Dari tegangan dan karakteristik sistim tenaga listrik ditentukan besarnya tegangan-lebih sementara
dan surja hubung.
•Dimensi sementara dari isolasi ditentukan, tanpa melihat ada atau tidaknya arester, karena semua
isolasi peralatan harus dapat menahan tegangan kerja sistim dan tegangan-lebih sementara.
•Sesudah itu arester ditetapkan atas dasar tegangan-lebih sementara. Ini menetapkan tingkat isolasi
terhadap petir dan surja hubung pada umumnya. Dari harga ini ditentukan tingkat isolasi yang harus
dipilih untuk isolasi yang dilindungi oleh arester. Kalau isolasi ini terlalu mahal, maka ia dikurangi
dengan cara mengurangi tegangan-lebih sementara pada sistim. Nyatalah, bahwa tegangan-lebih
sementara adalah yang menentukan dalam penetapan tingkat isolasi dari peralatan yang dilindungi
arester.
•Isolasi peralatan yang tidak dilindungi arester ditentukan atas dasar pengetahuan tentang surja
hubung dan surja petir. Urutan penentuannya pada tegangan tinggi sekali (EHV dan UHV) adalah atas
dasar surja hubung lebih dahulu, baru kemudian surja petir. Bila isolasi atas dasar surja hubung ini
terlalu mahal, maka karakteristik sistim tinjau kembali (misalnya jenis pemutus beban yang dipakai
dan cara penekanan surja hubung) dan prosesnya diulangi. Bila isolasi dasar surja petir terlalu tinggi
atau terlalu rendah, maka karakteristik pentanahan dan perisaiannya ditinjau kembali, lalu prosesnya
diulangi.
Terimakasih atas perhatiannya
Bila ada sumur di ladang boleh kita menumpang mandi,
bila ada umurku panjang boleh kita jumpa lagi.

More Related Content

What's hot

Tugas Kelompok 4 - Teknik Tegangan Tinggi - Prof.Ir. Syamsir Abduh , MM, Ph.D...
Tugas Kelompok 4 - Teknik Tegangan Tinggi - Prof.Ir. Syamsir Abduh , MM, Ph.D...Tugas Kelompok 4 - Teknik Tegangan Tinggi - Prof.Ir. Syamsir Abduh , MM, Ph.D...
Tugas Kelompok 4 - Teknik Tegangan Tinggi - Prof.Ir. Syamsir Abduh , MM, Ph.D...Rio Afdhala
 
Disconnecting Switch ( Saklar Pemisah )
Disconnecting Switch ( Saklar Pemisah )Disconnecting Switch ( Saklar Pemisah )
Disconnecting Switch ( Saklar Pemisah )TEMMY NGEDY
 
Makalah Sistem Proteksi Tenaga Listrik
Makalah Sistem Proteksi Tenaga ListrikMakalah Sistem Proteksi Tenaga Listrik
Makalah Sistem Proteksi Tenaga ListrikSyahrul Ramazan
 
PPT Transmisi & Distribusi Listrik Kelompok 1
PPT Transmisi & Distribusi Listrik Kelompok 1PPT Transmisi & Distribusi Listrik Kelompok 1
PPT Transmisi & Distribusi Listrik Kelompok 1Maulana Ilham Saputra
 
Tugas Kelompok 1 Dasar Pembangkitan dan Pengukuran Teknik Tegangan Tinggi
Tugas Kelompok 1 Dasar Pembangkitan dan Pengukuran Teknik Tegangan TinggiTugas Kelompok 1 Dasar Pembangkitan dan Pengukuran Teknik Tegangan Tinggi
Tugas Kelompok 1 Dasar Pembangkitan dan Pengukuran Teknik Tegangan TinggiNurFauziPamungkas
 
PPT ISOLASI JARINGAN DISTRIBUSI
PPT ISOLASI JARINGAN DISTRIBUSIPPT ISOLASI JARINGAN DISTRIBUSI
PPT ISOLASI JARINGAN DISTRIBUSIHastih Leo
 
Teknik tegangan tinggi DC
Teknik tegangan tinggi DCTeknik tegangan tinggi DC
Teknik tegangan tinggi DCedofredikaa
 
Dasar pembangkit dan pengukuran teknik tegangan tinggi
Dasar pembangkit dan pengukuran teknik tegangan tinggiDasar pembangkit dan pengukuran teknik tegangan tinggi
Dasar pembangkit dan pengukuran teknik tegangan tinggiIndra S Wahyudi
 
Buku ast(yusreni warmi)
Buku ast(yusreni warmi)Buku ast(yusreni warmi)
Buku ast(yusreni warmi)Kevin Adit
 
Generator sinkron
Generator sinkronGenerator sinkron
Generator sinkronbeninass
 
Proteksi sistem-tenaga-listrik
Proteksi sistem-tenaga-listrikProteksi sistem-tenaga-listrik
Proteksi sistem-tenaga-listrikJohari Zhou Hao Li
 
PEMBANGKITAN DAN PENGUKURAN TEGANGAN TINGGI BOLAK-BALIK
PEMBANGKITAN DAN PENGUKURANTEGANGAN TINGGI BOLAK-BALIKPEMBANGKITAN DAN PENGUKURANTEGANGAN TINGGI BOLAK-BALIK
PEMBANGKITAN DAN PENGUKURAN TEGANGAN TINGGI BOLAK-BALIK Politeknik Negeri Ujung Pandang
 

What's hot (20)

JARINGAN TEGANGAN MENENGAH (JTM)
JARINGAN TEGANGAN MENENGAH (JTM)JARINGAN TEGANGAN MENENGAH (JTM)
JARINGAN TEGANGAN MENENGAH (JTM)
 
Tugas Kelompok 4 - Teknik Tegangan Tinggi - Prof.Ir. Syamsir Abduh , MM, Ph.D...
Tugas Kelompok 4 - Teknik Tegangan Tinggi - Prof.Ir. Syamsir Abduh , MM, Ph.D...Tugas Kelompok 4 - Teknik Tegangan Tinggi - Prof.Ir. Syamsir Abduh , MM, Ph.D...
Tugas Kelompok 4 - Teknik Tegangan Tinggi - Prof.Ir. Syamsir Abduh , MM, Ph.D...
 
Kegagalan Tembus Gas pada Teknik Tegangan Tinggi
Kegagalan Tembus Gas pada Teknik Tegangan TinggiKegagalan Tembus Gas pada Teknik Tegangan Tinggi
Kegagalan Tembus Gas pada Teknik Tegangan Tinggi
 
Disconnecting Switch ( Saklar Pemisah )
Disconnecting Switch ( Saklar Pemisah )Disconnecting Switch ( Saklar Pemisah )
Disconnecting Switch ( Saklar Pemisah )
 
Makalah Sistem Proteksi Tenaga Listrik
Makalah Sistem Proteksi Tenaga ListrikMakalah Sistem Proteksi Tenaga Listrik
Makalah Sistem Proteksi Tenaga Listrik
 
PPT Transmisi & Distribusi Listrik Kelompok 1
PPT Transmisi & Distribusi Listrik Kelompok 1PPT Transmisi & Distribusi Listrik Kelompok 1
PPT Transmisi & Distribusi Listrik Kelompok 1
 
Tugas Kelompok 1 Dasar Pembangkitan dan Pengukuran Teknik Tegangan Tinggi
Tugas Kelompok 1 Dasar Pembangkitan dan Pengukuran Teknik Tegangan TinggiTugas Kelompok 1 Dasar Pembangkitan dan Pengukuran Teknik Tegangan Tinggi
Tugas Kelompok 1 Dasar Pembangkitan dan Pengukuran Teknik Tegangan Tinggi
 
JARINGAN TEGANGAN MENENGAH (JTM)
JARINGAN TEGANGAN MENENGAH (JTM)JARINGAN TEGANGAN MENENGAH (JTM)
JARINGAN TEGANGAN MENENGAH (JTM)
 
Transmisi Tenaga Listrik
 Transmisi Tenaga Listrik  Transmisi Tenaga Listrik
Transmisi Tenaga Listrik
 
PPT ISOLASI JARINGAN DISTRIBUSI
PPT ISOLASI JARINGAN DISTRIBUSIPPT ISOLASI JARINGAN DISTRIBUSI
PPT ISOLASI JARINGAN DISTRIBUSI
 
Teknik tegangan tinggi DC
Teknik tegangan tinggi DCTeknik tegangan tinggi DC
Teknik tegangan tinggi DC
 
Dasar pembangkit dan pengukuran teknik tegangan tinggi
Dasar pembangkit dan pengukuran teknik tegangan tinggiDasar pembangkit dan pengukuran teknik tegangan tinggi
Dasar pembangkit dan pengukuran teknik tegangan tinggi
 
Buku ast(yusreni warmi)
Buku ast(yusreni warmi)Buku ast(yusreni warmi)
Buku ast(yusreni warmi)
 
JARINGAN DISTRIBUSI PRIMER
JARINGAN DISTRIBUSI PRIMERJARINGAN DISTRIBUSI PRIMER
JARINGAN DISTRIBUSI PRIMER
 
TRANSMISI TENAGA LISTRIK
TRANSMISI TENAGA LISTRIK TRANSMISI TENAGA LISTRIK
TRANSMISI TENAGA LISTRIK
 
Generator sinkron
Generator sinkronGenerator sinkron
Generator sinkron
 
Proteksi sistem-tenaga-listrik
Proteksi sistem-tenaga-listrikProteksi sistem-tenaga-listrik
Proteksi sistem-tenaga-listrik
 
9 Sistem Pentanahan
9 Sistem Pentanahan9 Sistem Pentanahan
9 Sistem Pentanahan
 
SISTEM SALURAN TRANSMISI TENAGA LISTRIK
SISTEM SALURAN TRANSMISI TENAGA LISTRIK SISTEM SALURAN TRANSMISI TENAGA LISTRIK
SISTEM SALURAN TRANSMISI TENAGA LISTRIK
 
PEMBANGKITAN DAN PENGUKURAN TEGANGAN TINGGI BOLAK-BALIK
PEMBANGKITAN DAN PENGUKURANTEGANGAN TINGGI BOLAK-BALIKPEMBANGKITAN DAN PENGUKURANTEGANGAN TINGGI BOLAK-BALIK
PEMBANGKITAN DAN PENGUKURAN TEGANGAN TINGGI BOLAK-BALIK
 

Viewers also liked

Teknik Tegangan Tinggi - GELOMBANG BERJALAN PADA SALURAN TRANSMISI DAN SIFAT ...
Teknik Tegangan Tinggi - GELOMBANG BERJALAN PADA SALURAN TRANSMISI DAN SIFAT ...Teknik Tegangan Tinggi - GELOMBANG BERJALAN PADA SALURAN TRANSMISI DAN SIFAT ...
Teknik Tegangan Tinggi - GELOMBANG BERJALAN PADA SALURAN TRANSMISI DAN SIFAT ...Rico Afrinando
 
Isolasi adalah sifat bahan yang dapat memisahkan secara elektris dua buah pen...
Isolasi adalah sifat bahan yang dapat memisahkan secara elektris dua buah pen...Isolasi adalah sifat bahan yang dapat memisahkan secara elektris dua buah pen...
Isolasi adalah sifat bahan yang dapat memisahkan secara elektris dua buah pen...Devia Titania
 
Peralatan tegangan-tinggi
Peralatan tegangan-tinggiPeralatan tegangan-tinggi
Peralatan tegangan-tinggiYubel Sitompul
 
Lightning arrester dan gejala petir
Lightning arrester dan gejala petirLightning arrester dan gejala petir
Lightning arrester dan gejala petirrezon arif
 
Materi tugas saluran transmisi dan matching impedance
Materi tugas saluran transmisi dan matching impedanceMateri tugas saluran transmisi dan matching impedance
Materi tugas saluran transmisi dan matching impedanceEmyu Rahmawan
 
Transmisi Daya Listrik
Transmisi Daya ListrikTransmisi Daya Listrik
Transmisi Daya ListrikMulia Damanik
 

Viewers also liked (8)

Teknik Tegangan Tinggi - GELOMBANG BERJALAN PADA SALURAN TRANSMISI DAN SIFAT ...
Teknik Tegangan Tinggi - GELOMBANG BERJALAN PADA SALURAN TRANSMISI DAN SIFAT ...Teknik Tegangan Tinggi - GELOMBANG BERJALAN PADA SALURAN TRANSMISI DAN SIFAT ...
Teknik Tegangan Tinggi - GELOMBANG BERJALAN PADA SALURAN TRANSMISI DAN SIFAT ...
 
Isolasi adalah sifat bahan yang dapat memisahkan secara elektris dua buah pen...
Isolasi adalah sifat bahan yang dapat memisahkan secara elektris dua buah pen...Isolasi adalah sifat bahan yang dapat memisahkan secara elektris dua buah pen...
Isolasi adalah sifat bahan yang dapat memisahkan secara elektris dua buah pen...
 
Sptl 1
Sptl 1Sptl 1
Sptl 1
 
TEGANGAN TEMBUS PADAT PADA TEKNIK TEGANGAN TINGGI
TEGANGAN TEMBUS PADAT PADA TEKNIK TEGANGAN TINGGI TEGANGAN TEMBUS PADAT PADA TEKNIK TEGANGAN TINGGI
TEGANGAN TEMBUS PADAT PADA TEKNIK TEGANGAN TINGGI
 
Peralatan tegangan-tinggi
Peralatan tegangan-tinggiPeralatan tegangan-tinggi
Peralatan tegangan-tinggi
 
Lightning arrester dan gejala petir
Lightning arrester dan gejala petirLightning arrester dan gejala petir
Lightning arrester dan gejala petir
 
Materi tugas saluran transmisi dan matching impedance
Materi tugas saluran transmisi dan matching impedanceMateri tugas saluran transmisi dan matching impedance
Materi tugas saluran transmisi dan matching impedance
 
Transmisi Daya Listrik
Transmisi Daya ListrikTransmisi Daya Listrik
Transmisi Daya Listrik
 

Similar to koordinasi isolasi

Tugas Distribusi
Tugas DistribusiTugas Distribusi
Tugas Distribusiazikin
 
JENIS & KOMPONEN - KOMPONEN TRANSMISI ( II ).pdf
JENIS & KOMPONEN - KOMPONEN TRANSMISI ( II ).pdfJENIS & KOMPONEN - KOMPONEN TRANSMISI ( II ).pdf
JENIS & KOMPONEN - KOMPONEN TRANSMISI ( II ).pdfRonigirsang3
 
Jbptunikompp gdl-ferifirdia-21037-7-babivp-r
Jbptunikompp gdl-ferifirdia-21037-7-babivp-rJbptunikompp gdl-ferifirdia-21037-7-babivp-r
Jbptunikompp gdl-ferifirdia-21037-7-babivp-rAzis Nurrochma Wardana
 
SISTEM_PROTEKSI_PADA_STL teknik tenaga listrik.pdf
SISTEM_PROTEKSI_PADA_STL teknik tenaga listrik.pdfSISTEM_PROTEKSI_PADA_STL teknik tenaga listrik.pdf
SISTEM_PROTEKSI_PADA_STL teknik tenaga listrik.pdfLastDay24
 
CIRI STATIK TRANSISTOR
CIRI STATIK TRANSISTORCIRI STATIK TRANSISTOR
CIRI STATIK TRANSISTORsuyono fis
 

Similar to koordinasi isolasi (20)

Tugas Distribusi
Tugas DistribusiTugas Distribusi
Tugas Distribusi
 
SUBSTATION ( GARDU INDUK )
 SUBSTATION  ( GARDU  INDUK ) SUBSTATION  ( GARDU  INDUK )
SUBSTATION ( GARDU INDUK )
 
GARDU INDUK SISTEM TENAGA LISTRIK
GARDU INDUK SISTEM TENAGA LISTRIK  GARDU INDUK SISTEM TENAGA LISTRIK
GARDU INDUK SISTEM TENAGA LISTRIK
 
Jaringan distribusi tegangan rendah
Jaringan distribusi tegangan rendahJaringan distribusi tegangan rendah
Jaringan distribusi tegangan rendah
 
Ibnu
IbnuIbnu
Ibnu
 
JARINGAN DISTRIBUSI PRIMER (JTM ) SISTEM TENAGA LISTRIK
JARINGAN DISTRIBUSI PRIMER (JTM ) SISTEM TENAGA LISTRIKJARINGAN DISTRIBUSI PRIMER (JTM ) SISTEM TENAGA LISTRIK
JARINGAN DISTRIBUSI PRIMER (JTM ) SISTEM TENAGA LISTRIK
 
JENIS & KOMPONEN - KOMPONEN TRANSMISI ( II ).pdf
JENIS & KOMPONEN - KOMPONEN TRANSMISI ( II ).pdfJENIS & KOMPONEN - KOMPONEN TRANSMISI ( II ).pdf
JENIS & KOMPONEN - KOMPONEN TRANSMISI ( II ).pdf
 
Sistem proteksi tenaga listrik
Sistem proteksi tenaga listrikSistem proteksi tenaga listrik
Sistem proteksi tenaga listrik
 
235810675 210725848-proteksi-jtr-dan-gardu-distribusi
235810675 210725848-proteksi-jtr-dan-gardu-distribusi235810675 210725848-proteksi-jtr-dan-gardu-distribusi
235810675 210725848-proteksi-jtr-dan-gardu-distribusi
 
Jbptunikompp gdl-ferifirdia-21037-7-babivp-r
Jbptunikompp gdl-ferifirdia-21037-7-babivp-rJbptunikompp gdl-ferifirdia-21037-7-babivp-r
Jbptunikompp gdl-ferifirdia-21037-7-babivp-r
 
JTM (JARINGAN TEGANGAN MENENGAH)
JTM (JARINGAN TEGANGAN MENENGAH)JTM (JARINGAN TEGANGAN MENENGAH)
JTM (JARINGAN TEGANGAN MENENGAH)
 
Transmisi Tenaga Listrik
Transmisi Tenaga ListrikTransmisi Tenaga Listrik
Transmisi Tenaga Listrik
 
82192446 gardu-distribusi
82192446 gardu-distribusi82192446 gardu-distribusi
82192446 gardu-distribusi
 
04. transmisi.pdf
04. transmisi.pdf04. transmisi.pdf
04. transmisi.pdf
 
SISTEM TRANSMISI ( PENYALURAN) TENAGA LISTRIK
SISTEM TRANSMISI ( PENYALURAN) TENAGA LISTRIKSISTEM TRANSMISI ( PENYALURAN) TENAGA LISTRIK
SISTEM TRANSMISI ( PENYALURAN) TENAGA LISTRIK
 
SISTEM_PROTEKSI_PADA_STL teknik tenaga listrik.pdf
SISTEM_PROTEKSI_PADA_STL teknik tenaga listrik.pdfSISTEM_PROTEKSI_PADA_STL teknik tenaga listrik.pdf
SISTEM_PROTEKSI_PADA_STL teknik tenaga listrik.pdf
 
Jenis jenis kawat dan kabel pengantar
Jenis   jenis kawat dan kabel pengantarJenis   jenis kawat dan kabel pengantar
Jenis jenis kawat dan kabel pengantar
 
Switchgear,
Switchgear,Switchgear,
Switchgear,
 
CIRI STATIK TRANSISTOR
CIRI STATIK TRANSISTORCIRI STATIK TRANSISTOR
CIRI STATIK TRANSISTOR
 
JARINGAN TRANSMISI
JARINGAN TRANSMISIJARINGAN TRANSMISI
JARINGAN TRANSMISI
 

Recently uploaded

Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajatLatihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajatArfiGraphy
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxssuser35630b
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxRezaWahyuni6
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikaAtiAnggiSupriyati
 
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxMODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxSlasiWidasmara1
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxmawan5982
 
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SDPPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SDNurainiNuraini25
 
contoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan .pptx
contoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan  .pptxcontoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan  .pptx
contoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan .pptxHR MUSLIM
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...Kanaidi ken
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSovyOktavianti
 
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptxMiftahunnajahTVIBS
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxRizkyPratiwi19
 
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxAksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxsdn3jatiblora
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1udin100
 
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarantugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarankeicapmaniez
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxIgitNuryana13
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CAbdiera
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..ikayogakinasih12
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggeraksupriadi611
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfElaAditya
 

Recently uploaded (20)

Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajatLatihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
Latihan Soal bahasa Indonesia untuk anak sekolah sekelas SMP atau pun sederajat
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
 
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ikabab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
bab 6 ancaman terhadap negara dalam bingkai bhinneka tunggal ika
 
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptxMODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
MODUL P5 KEWIRAUSAHAAN SMAN 2 SLAWI 2023.pptx
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
 
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SDPPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
 
contoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan .pptx
contoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan  .pptxcontoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan  .pptx
contoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan .pptx
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
 
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
11 PPT Pancasila sebagai Paradigma Kehidupan dalam Masyarakat.pptx
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
 
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptxAksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
Aksi nyata Malaikat Kebaikan [Guru].pptx
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
 
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajarantugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
 
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptxPaparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
Paparan Refleksi Lokakarya program sekolah penggerak.pptx
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
 
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
AKSI NYATA NARKOBA ATAU OBAT TERLARANG..
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
 

koordinasi isolasi

  • 1. Nama kelompok: •Elfrida Dwi Utami •Fajar Aji Nugroho •M.Dini Setyadi Kelas : 4J
  • 2. 7.1 Pengantar Koordinasi isolasi dinyatakan dalam bentuk langkah-langkah yang diambil untuk menghindarkan kerusakan terhadap alat-alat listrik karena tegangan lebih dan membatasi lompatan (yang tak dapat dihindarkan karena alasan-alasan ekonomis)sehingga tak menimbulkan kerusakan. Koordinasi isolasi mempunyai dua tujuan : •Perlindungan terhadap peralatan dan •Penghematan (ekonomi)
  • 3. 7.2 Sejarah Perkembangan Dalam masa 30 tahun sesudah itu dilakukan penyelidikan dan riset yang menghasilkan : •Penemuan sifat petir pada transmisi dan karakteristiknya pada waktu mendekati gardu •Penentuan daya isolasi peralatan, bukan saja daya yang berisolasikan udara, misalnya isolator dan bushing, tetapi juga peralatan yang lebih sulit dan mahal, seperti trafo, bushing istimewa •Penentuan tegangan impuls standar dan cara pengujian trafo untuk menentukan daya impulsnya •Karakteristik alat-alat pelindung terutama arester; dari hasi;-hasil pengujian di lapangan surja arus petir (besar dan kecepatan naiknya) ditetapkan •Dengan ditetapkannya gelombang impuls standar dan dengan diketemukannya osilograp maka didapatkan data lain yang diperlukan guna memecahkan persoalan koordinasi isolasi •Penentuan tingkat isolasi impuls dasar (Basic Impulse Insulation Level, disingkat BIL) yang didefinisikan sebagai “tingkat-tingkat patokan (reference levels) dinyatakan dalam tegangan puncak impuls dengan gelombang standar
  • 4. 7.3 Prinsip dan Pengertian Dasar Rasionalisasi dari pada daya isolasi suatu sistim dan implementasi dari pada koordinasi isolasi menyangkut prinsip-prinsip tertentu yang didalam praktek berupa aturan-aturan sebagai berikut : •Arester petir (lightning arrester) dipakai sebagai alat pelindung pokok •Tegangan sistim mempunyai tiga harga : Tegangan nominal, Tegangan dasar (rated) Tegangan maksimum •Ada dua macam sistim : yang netralnya diisolasikan (isolated neutral system) dan yang dibumikan secara efektif •Tegangan dasar (rating) yang dipakai pada arrester adalah tegangan maksimum frekuensi rendah (50 c/s) dimana arrester tersebut bekerja dengan baik. •Dalam penentuan isolasi trafo, dipakai isolasi yang dikurangi (reduced insulation), yaitu tingkat isolasi yang lebih rendah dari apa yang telah ditetapkan dalam standar •Dua unsur utama koordinasi isolasi yang penting ialah karakteristik volt-waktu dari isolasi yang harus dilindungi dan karakteristik pelindung dari arester
  • 5. 7.4 Karakteristik Alat Pelindung 7.4.1 Pengantar Alat pelindung berfungsi melindungi peralatan tenaga listrik dengan cara membatasi surja (surge) tegangan lebih yang datang dan mengalirkannya ke tanah. 7.4.2 Karakteristik Alat Pelindung Sederhana Sela batang adalah alat pelindung yang paling sederhana. Sela ini diadakan oleh dua buah batang logam yang mempunyai penampang tertentu (biasanya persegi), yang satu dihubungkan dengan kawat transmisi, satunya dihubungkan dengan tanah. Oleh karena jarak suatu sela berkorespondensi dengan suatu tegangan percikan untuk suatu bentuk gelombang tegangan tertentu, maka untuk beberapa macam karakteristik isolasi alat ini dapat dipakai sebagai pelindung. Keuntungan dari sela batang ialah bentuknya yang sederhana, mudah dibuat dan kuat (rugged). Kekurangannya ialah bahwa sekali tejadi percikan karena tegangan lebih, api (arc) timbul terus meskipun tegangan lebihnya sudah tidak ada.
  • 6. 7.4.3 Prinsip Kerja Arester Alat pelindung yang paling sempurna adalah arester (lightning arrester, kadangkadang juga disebut surge diverter). Pada pokoknya arester ini terdiri dari dua unsur sela api (spark gap) dan tahanan tak linear atau tahanan kran (valve resistor). Sebenarnya srester terdiri dari tiga unsur sela api, tahanan kran atau tahanan katup, dan sistim pengaturan atau pembagian tegangan (grading system). 7.4.4 Karakteristik Arester Perlu diketahui karakteristik arester sebagai berikut : •Ia mempunyai tegangan dasar (rated) 50 c/s yang tidak boleh dilampaui •Ia mempunyai karakteristik yang dibatasi oleh tegangan (voltage limiting) bila dilalui oleh berbagai macam arus petir •Ia mempunyai batas termis Karakteristik pembatas tegangan impuls dari arester adalah harga yang dapat ditahannya pada terminalnya bila menyalurkan arus tertentu; harga ini berubah dengan besarnya arus. Supaya tekanan (stresses) pada isolasi dapat dibuat serendah mungkin, suatu sistim perlindungan tegangan lebih perlu memenuhi persyaratan sebagai berikut : •Dapat melepas tegangan lebih ke tanah tanpa menyebabkan hubung singkat ketanah (saturated ground fault) •Dapat memutuskan arus susulan •Mempunyai tingkat perlindungan (protection level) yang rendah, artinya tegangan percikan sela dan tegangan pelepasannya rendah
  • 7.
  • 8. 7.5 Karakteristik Isolasi 1. Lengkung Volt Waktu (volt time curve) Surja pada kawat transmisi dapat menyerupai lengkung A pada gbr.7.10 bila ia sampai pada suatu gardu. Tergantung pada besarnya surja yang datang, maka ia dapat datang kepada gardu sebagai gelombang yang curam terpotong pada mukanya (lengkung B), atau sebagai gelombang curam yang terpotong kira-kira 3 us pada ekornya (lengkung C), atau ia dapat datang berbentuk gelomabang penuh (lengkung D). Lengkung E, yang didapat dengan menghubungkan ketiga puncak dari ketiga gelombang diatas, merupakan karakteristik volt waktu dari isolasi yang harus menahan bermacam-macam gelombang tegangan yang datang pada gardu. Lengkung ini juga melalui titik-titik lompatan api pada puncak (lengkung F) dan lompatan api 50% (lengkung G). Jadi, lengkung volt waktu adalah lengkung yang menghubungkan puncak-puncak tegangan lompatan api bila sejumlah impuls dengan bentuk tertentu ditrapkan pada isolasi.dengan perkataan lain lengkung volt waktu adalah tempat kedudukan titik-titik dengan koordinat (tlompatan, emaks).
  • 9.
  • 10. Lengkung volt-waktu di atas adalah lengkung dasar yang dipakai sebagai pegangan dalam pengujian impuls terhadap trafo tenaga yang sudah diterapkan selama lebih dari 40 tahun yang lalu. Sekarang biasanya yang diuji adalah semua trafo tenaga 138kV ke atas, dengan memakai dua macam bentuk gelombang saja: gelombang cepat (lengkung B) dan gelombang penuh (D), oleh karena gelombang bentuk C hanya menetukan satu titik saja pada lengkung isolasi dari pada trafo. Pengujian terhadap trafo dilakukan terutama karena trafo adalah alat yang termahal dalam gardu, dehingga kegagalannya berarti keluarnya dari pemakaian yang memakan waktu dan uang. Tingkat impuls sebagai diutarakan di muka dapat ditentukan oleh: Tegangan gagal dari isolasi utama (terhadap tanah); Tegangan gagal dari isolasi lainnya (antara lilitan dan gulungan); Tegangan lompatan api dari bushing; atau Kombinasi dari tegangan – tegangan di atas.
  • 11. Oleh karena bushing merupakan bagian yang vital dari trafo, lompatan api impulsnya harus diperhatikan waktu menetapkan tingkat isolasi trafo. Karakteristik volt-waktu dari bushing sedikit berbedadari isolasi trafo. Pada umumnya, bushing mempunyai lompatan api lebih tinggi pada waktu – waktu pendek, sedang pada waktu – waktu panjang lompatan apinya mungkin lebih tinggi atau lebih rendah dari gulungan trafo (periksa Gbr. 7.11). daya impuls dari gulungan sama untuk gelombang positif dan negatif, sedang untuk bushing lompatan api kritisnya mungkin lebih tinggi untuk satu polaritas.
  • 12. 3. Karakteristik Lompatan Api dari SelaBatang dan Isolator Dahulu berhubung dengan perbedaan hasil pengujian laboratorium terhadap isolasi peralatan pada pengujian impuls, maka sela batang dipilih sebagai alat tera daya isolasi. Oleh karena sela yang berbeda memberikan hasil yang berlainan, maka ditentukanlah selabatang standar, yang menurut standar Amerika adalah17) sela-batang yang terdiri dari dua batang persegi empat dipotong rata (square-cornered, square cut) berukuran 0,5 inci, dipasang koaksial dan menggantung dari titik penyangganya setengah jarak sela. Kedua batang dipasang di atas isolator standarsehingga tinggi sela dari permukaan tanah 1,3 kali jarak sela ditambah 4 inci, dengan toleransi 10%; periksa Gbr. 7.12.
  • 13. solator gatung dan isolator peralatan memegang peranan penting dalam koordinasi peralatan gardu, tidak hanya dalam penentuan tingkat isolasi tetapi juga dalam penetuan besarnya surja yang memasuki gardu. Isolator gantung biasanya terdiridari tiga unit berdiameter 10 inci dalam satu gandeng dengan jarak 53/4 inci. Isolator peralatan biasanya terdiri dari dua macam: pedestal dan post. Karakteristik dari kedua macam isolator tertera pada Gbr. 7.15 (impuls 1,5 x 40 positif untuk isolator gantung) dan Gbr. 7.16 (impuls 1,5 x 40 positif untuk isolator peralatan).
  • 14. 4. Karakteristik Impuls Alat-Alat Gardu Lainnya Kecuali trafo tenaga, di dalam gardu induk juga terdapat trafo instrument, pemutus beban (circuit breakers), pemisah (disconnect-switches), dan isolator ril yang dapat terkena. __________ *) bila tegangan yang dipasang pada segandeng isolator adalah DC, maka tegangan pada tiap isolator sama. Sejumlah arus bocor mengalir pada gandengan tersebut dan tegangan pada satu isolator adalah arus bocor itu dikalikan dengan tahanan tiap isolator Bila tegangan terpasang adalah AC, maka tegangan pada tiap isolator tidak sama, oleh karena arus pemuat tidak sama, berhubung dengan adanya (a) kapasitor antara dua penghubung (connectors), periksa Gbr. 7.18;
  • 15. (b) kapasitansi antara penghubung dengan tanah, periksa Gbr. 7.19; dan (c) antara penghubung dengan kawat, periksa Gbr. 7.20. sudah jelas bahwa untuk hal (a) tegangan pada tiap unit sama. Dapat dibuktikan bahwa untuk hal (b) perbandingan tegangan untuk masing-masing isolator mulai dari tanah adalah;18) 14,5; 18,1; 26,3 dan 41,1% dari seluruh tegangan. Untuk hal (c) dengan gandengan 4 isolator, perbandingannya adalah 23,2; 19,3; 22,8 dan 34,7%
  • 16. 5. Memburuknya Isolasi Sebuah faktor yang perlu diperhatikan dalam menganalisa karakteristik isolasi adalah kemungkinan memburuknya selama dipakai. Karakteristiknya mungkin baik sekali pada waktu masih baru, tetapi apakah sifat ini dapat sipertahankan sesudah dipakai selama 10, 20 atau 50 tahun? Porselin sedikit sekali memburuknya selama dipakai, demikian pula minyak dan serat (pada trafo). Meskipun isolator jaman sekarang dapat dikatakan memenuhi syarat bila diperlihara dan dirawat dengan baik, tetapi faktor pemburukan harus diingat waktu menetukan selisih (margin ) antara daya isolasi alat dan tingkat perlindungannya.
  • 17. 6. Pengetrapan Arester Agar dapat arrester dalam koordinasi isolasi dapat memberikan hasil yang maksimal perlu diturutnazas-azas berikut: •Sebagai disinggung dimuka tegangan dasar 50 c/s dari pada arrester dipilih sedimikian rupa sehingga nilainya tidak dilampui pada waktu dipakai, baik dalam keadaan normal maupun hubungan singkat. •Arrester ini akan memberikan perlindungan bila ada selisih (margin) yang cukup antara tingkat arrester dan peralatan. Daerah perlindungan harus mempunyai jangkau (range) cukup untuk melindungi semua peralatan gardu yang mempunyai BIL yang sama dengan BIL yang harus dilindungi arrester, atau lebih tinggi dari daerah perlindungan. •Arester harus dipasang sedekat mungkin kepada peralatan utama dan tahanan tanahnya rendah. •Kapasitas termis arrester harus dapat meneruskan arus besar yang berasal dari simpanan tenaga yang terhadap dalam saluran yang panjang. •Jatuh tegangan maksimum dari arrester dipakai sebagai tingkat perlindungan arester (bukan jatuh tegangan rata-rata). •Sebuah harga tegangan pelepasan arus-petir harus ditetapkan untuk menentukan tingkat perlindungan arester yang harus dikoordinasikan dengan BIL. Sekarang dipakai dua macam arus19): 500 A dan 10000 A. Pada sebuah sistim di amerika serikat12) hanya dipakai arus 5000 A oleh karena arester dengan kapasitas ini dipandang cukup memenuhi syarat.*) •Pengaruh dari sejumlah kawat (multiple-lines)20-22) dalam melindungi kegawatan petir pada gardu perlu diperhatikan pada pengetrapan arrester. •Bila ada keragu-raguan mengenai kemampuan 50 c/s dari arrester, maka sejumlah persentase ditambahkan pada harga yang dihitung atau ditetatpkan untuk arester. Sekarang masih dipakai tambahan 10% sebagai faktor keamanan, juga untuk menanggulangi kemugkinan bahwa bila arester bekerja sebuah tegangan peralihan mungkin tertumpuk pada tegangan 50 c/s; tegangan ini harus diinterrupsikan oleh arrester tersebut.
  • 18. *) Alasan untuk pemakai 5000 A dapat dilihat pada Gbr. 7.21, yang menyimpulkan pengukuran pada dua buah sistim A23)dan B24). Arus pelepasan 5000 A hanya terjadi pada 3,5% dari sejumlah arus petir yang diukur, sedangkan arus 1000 A kurang dari 1% dari jumlah yang diukur.
  • 19. , 7. Pemilihan Arester Sebagai sudah disinggung dimuka faktor pertama yang menentukan dalam pemilihan arester adalah macam pembumian, oleh karena hal ini menentukan besarnya tegangan kawat maksimum (terhadap tanah) dalam keadaan hubung-singkat. Tegangan maksimum ini dapat dihitung bila diketahui konstanta komponen simetris daripada sistim, macam hubung-singkat dan tanahnya, dan macam pembumian. Bila tegangan tidak dapat dihitung dengan teliti, maka Gbr. 7.22 dan Gbr 7.23 dapat dijadikan pegangan dalam pemilihan arester.25) Lengkung dari Gbr. 7.22 menunjukkan tegangan kawat-ke-tanah maksimum dalam keadaan hubung-singkat untuk sistim tak dibumikan sebagai fungsi dari , dengan konstanta lain sebagai parameter. Dalam Gbr. 7.23 yang berlaku bagi sistim yang dibumikan ditunjukkan sebagai fungsi dari dengan konstanta lain sebagai parameter. Dalam Gbr 7.23 yang berlaku bagi sistim yang dibumikan ditunjukkan sebagai fungsi dari dengan konstanta lain sebagai parameter. Dalam Gbr 7.23 yang berlaku bagi sistim yang dibumikan ditunjukkan
  • 20. sebagai parameter kedua*). Lengkung-lengkung menyatakan tegangan maksimum di tempat terjadinya hubung singkat *) Xo = Reaktansi induktip urutan nol X1 = Reaktansi sub-transien urutan positip Ro = Tahanan urutan nol X2 = Reaktansi urutan negatip
  • 21. Arester 84% dapat dipakai dengan pasti (safe) untuk konstanta di mana jangkauannya ada dalam wilayah 80% dari Gbr. 7.23, asalkan tingkat isolasi impuls dari peralatan dilindungi. Sebagai pegangan untuk pengetrapan arester 84% dengan isolasi penuh dapat dipergunakan pedoman sebagai berikut: 1. Dilihat dari empat arester <1 dan < 3. 2. Arester tidak boleh tetap mendapat tenaga dari sumber terisolasi, sesudah sumber yang dibumikan diputuskan untuk menghilangkan hubung-singkat. 3. Semua titik netral harus dibumikan pada tiap sumber arus hubung-singkat.
  • 22. Sebagai contoh diambil sebuah sistim 12) 138 kV. Pada sistim ini tegangan maksimum adalah 145 kV. Tegangan VLG=85. 100 kV dalam keadaan hubung-singkat. Ditambah selisih 10% kepada tegangan VLG maksimum memberikan 1.1 x 100 = 110 kV. Dipilih tegangan dasar arester yang terdekat (dari Tabel 7.2) ditentukan 109 kV. Arester ini disebut arester 75% karena 109/145 = 0,75. Jatuh tegangan IR yang tertera pada table 7.2 adalah untuk arester produksi tahun 1955. Untuk arester produksi tahun 1940, IR adalah 417 kV. Ditambah 30% menjadi 1,3 x 417 = 540 kV. Dari table 7.1 dicari BIL yang memenuhi syarat (550 kV), yaitu untuk sistim 115 kV. Ini adalah satu contoh bagaimana BIL 550 kV dipakai untuk sistim 132 kV beberapa tahun lalu.
  • 23. 8. Koordinasi Alat Pelindung dengan Isolasi Peralatan Sebagai telah sering disinggung di muka, selisih antara BIL isolasi yang harus dilindungi dan tegangan maksimum yang dapat terjadi pada arester adalah persoalan yang banyak dibicarakan. Jawabannya sukar karena banyak faktor yang perlu diperhatikan antara lain : •Tegangan gagal ditrntukan oleh kecepatan naiknya tegangan; •Tegangan pelepasan ditentukan oleh kecepatan naiknya arus surja dan besarnya arus surja tersebut; •Jarak antara arester dan isolasi yang harus dilindungi mempengaruhi besarnya tegangan yang sampai pada isolasi tersebut; •Kegawatan surja tergantung dari baik-buruknya perlindungan terhadap gardu, tingkat isolasi gardu dan isolasi kawat transmisi yang masuk ke gardu, sebagai sudah disinggung di atas dan akan dibicarakan lagi nanti.
  • 24. Untuk gelombang berjalan yang datang pada sebuah gardu terletak di ujung, arus pelepasan dalam arester ditentukan oleh tegangan maksimum yang diterusaka oleh kawat (isolasinya), oleh impendansi surja daripada kawat, dan oleh karakterist dari arester sebagi berikut: Ia = 2V – Va Z Dimana : Ia = arus pelepasan arester V = besarnya tegangan surja yang datang Va = tegangan terminal arester Z = inoendansi surja daripada kawat
  • 25. Urutan dari tingkat isolasi diuraikan secara terperinci dalam sebuah risalah klasik.28) pada pokoknya urutan itu ditentukan dengan tujuan : •Mengurangi interupsi seminimum mungkin; •Mengurangi bahaya interupsi total sekecil mungkin, dan •Mengecilkan sejauh mungkin biaya perbaikan yang di akibatkan oleh kerusakan dan interupsi.
  • 26.
  • 27. 7.7 Isolasi Kawat terhadap Isolasi Gardu Dalam pengetrapan koordinasi isolasi pada sebuah sistim12) isolasi saluran transmisi tidak tergantung pada isolasi gardu, artinya kawat diisolasikan sampai suatu harga sehingga kawat dapat memenuhi tugasnya dengan baik, bersama dengan alat pe;indung dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi kontinuitas pemakai kawat tersebut. 9. Perisaian Gardu Kegawatan (severity) petir yang datang pada gardu ditentukan oleh apa yang datang dari kawat transmisi yang masuk oleh apa yang terjadi sebagai pukulan langsung. Perisaian kawat transmisi dengan kawat tanah dengan maksud untuk mengurangi surja yang datang ke gardu sudah diuraikan di muka. Untuk melindungi gardu itu sendiri, dipakai perisai terhadap kawat bertegangan berupa kawat-kawat tanah yang ditinggalkan atau tiang-tiang yang dihubungkan dengan sistim pembumian. Pola yang dipakai untuk gardu didasarkan atas prinsip bahawa kawat atau tiang perisai yang ditinggikan harus melindungi jarak 2 kaki mendatar untuk tiap jarak 1 kaki tegak, di mana jarak mendatar diukur dari kaki tiang pada bidang yang melalui kawat yang harus dilindungi; dan jarak tegak diukur di atas bidang ini; periksa Gbr. 7.25.
  • 29. 10. Koordinasi Isolasi dalam Gardu Sesuai dengan prinsip yang diuraikan dalam 7.6.3, maka koordinasi isolasi untuk sistim yang di dalamnya terdapat tegangan 22 sampai dengan 345 kV tertera pada table 7.6 dan Gbr 7.26. di dini 4 tingkat isolasi dipakai : isolasi ril tertinggi, pemisah dan isolator-susun berikut, kemudian trafo, dan arester terrendah. Persentase selisih antara berbagai tingkat isolasi ini tidak seragam oleh karena hanya dipakai peralatan yang komersiil sudah ada (tersedia). *) Tegangan ketahanan dengan gelombang 1,5 x 40 untuk trafo dan pemutus bebean, dan tegangan kritis untuk, isolasi ril dan pemisah.
  • 30. 7.7.4 Trafo dengan Isolasi yang Dikurangi Koordinasi Isolasi Sudah jelas bahwa, dalam mempelajari kemungkinan penurunan isolasi yang berarti penurunan harga trafo, situasinya harus diteliti dengan saksama dan hati-hati terutama berhubungan dengan risiko yang harus diambil sebagai akibatnya. Faktor lain yang harus mendapat perhatian pada waktu keputusan penurunan hendak diambil, ialah daya isolasi terhadap surja hubung.
  • 31. 11. Faktor Surja Hubung (Switching Surge) dalam Koordinasi Isolasi Dalam uaraian ini dianggap bahwa pengetahuan dasar mengenai surja hubung sudah ada. Koordinasi isolasi yang diuraikan di muka dilakukan antara BIL, yang hanya berorientasikan pada surja-petir, di satu pihak, dan tingkat proteksi dari pada arrester di lain pihak. Berhubung dengan perbaikan laralteristik arester yang mengakibatkan penurunan tingkat perlindunggannya, maka BIL-pun dapat diturunkan (dilihat dari sudut bahaya petir). Oleh karena besarnya surja hubung sangat tergantung pada tegangan sistim, maka makin tinggi tegangannya, makin tinggi pula besarnya tegangan lebih yang disebabkan oleh surja hubung. Inilah sebabnya perbaikan karakteristik arester yang memungkinkan penurunan BIL (petir) menjadikan surja hubung sebagai faktor utama dalam penentuan tingkat isolasi. Pengambilan alih peranan surja petir oleh surja hubung diilustrasikan oleh Gbr. 7.29.
  • 32. 11.2 Seleksi Arester Dengan memasukkan faktor surja hubung maka ada dua criteria yang perlu diperhatikan dalam seleksi arester : •Perlindungan yang diberikan oleh arester terhadap sistim, dan •Perlindungan terhadap arester dari gangguan sistim. 11.3 Tingkat Isolasi Trafo Untuk trafo dipelajari tiga tingkat isolasi untuk 500 kV: penurunan tiga tingkat (1550 kV BIL), penurunan 31/2 tingkat (1425 kV BIL) dan penurunan 4 tingkat (1300 kV BIL). BIL ini menyatakan tingkat isolasi terhadap petir. Dalam analisa ini tingkat isolasi terhadap surja hubung, disingkat SIL (Switching Surge Insulation Level), diambil sama dengan 83% dari BIL, atau masing-masing 1290 kV, 1180 kV dan 1080 kV. Cukup atau tidaknya perlindungan yang diberikan oleh arester ditentukan oleh selisih (margin) perlindungan, baik terhadap impuls (BIL) mau pun terhadap surja hubung. Terhadap surja-hubung, selisih ini dapat dinyatakan dengan rumus :
  • 33. Di mana SSM = switching-surge margin SIL = switching-surge insulation level = 83% BIL KSSA = karakteristik surja hubung daripada arester = maximum switching-surge sparkover voltage Terhadap petir, selisihnya adalah : Di mana IM = impulse margin KIA = karakteristik impuls daripada arrester BIL = (tegangan pelepasan maksimum pada 10 kA) + 30 kV (arester lead drop).
  • 34. 12. Faktor Tegangan-Lebih Sementara dalam Koordinasi Isolasi Pada sistim tegangan tinggi bolak-balik yang modern sering terjadi tegangan-lebih sementara (temporary), antara lain karena saluran transmisinya lebih panjang, serta karena adaya reactor shunt yang besar dan kapasitor seri pada bagian-bagian saluran yang dibuka dan ditutup (switched sections). Dengan demikian, maka ada empat jenis tegangan lebih, yang karakteristiknya terlihat pada tabel 7.9 sebagai berikut : •Tegangan-lebih bertahan (sustained). •Tegangan-lebih sementara (temporary). •Surja hubung (impuls). •Surja petir (impuls).
  • 35. Berhubung dengan hal-hal di atas maka prosedur koordinasi isolasi seperti diuraikan dalam 7.6, 7.7 dan 7.8 mengalami perubahan, sebagai berikut:32) Berhubung dengan hal-hal di atas maka prosedur koordinasi isolasi seperti diuraikan dalam 7.6, 7.7 dan 7.8 mengalami perubahan, sebagai berikut:32) •Dari tegangan dan karakteristik sistim tenaga listrik ditentukan besarnya tegangan-lebih sementara dan surja hubung. •Dimensi sementara dari isolasi ditentukan, tanpa melihat ada atau tidaknya arester, karena semua isolasi peralatan harus dapat menahan tegangan kerja sistim dan tegangan-lebih sementara. •Sesudah itu arester ditetapkan atas dasar tegangan-lebih sementara. Ini menetapkan tingkat isolasi terhadap petir dan surja hubung pada umumnya. Dari harga ini ditentukan tingkat isolasi yang harus dipilih untuk isolasi yang dilindungi oleh arester. Kalau isolasi ini terlalu mahal, maka ia dikurangi dengan cara mengurangi tegangan-lebih sementara pada sistim. Nyatalah, bahwa tegangan-lebih sementara adalah yang menentukan dalam penetapan tingkat isolasi dari peralatan yang dilindungi arester. •Isolasi peralatan yang tidak dilindungi arester ditentukan atas dasar pengetahuan tentang surja hubung dan surja petir. Urutan penentuannya pada tegangan tinggi sekali (EHV dan UHV) adalah atas dasar surja hubung lebih dahulu, baru kemudian surja petir. Bila isolasi atas dasar surja hubung ini terlalu mahal, maka karakteristik sistim tinjau kembali (misalnya jenis pemutus beban yang dipakai dan cara penekanan surja hubung) dan prosesnya diulangi. Bila isolasi dasar surja petir terlalu tinggi atau terlalu rendah, maka karakteristik pentanahan dan perisaiannya ditinjau kembali, lalu prosesnya diulangi.
  • 36. Terimakasih atas perhatiannya Bila ada sumur di ladang boleh kita menumpang mandi, bila ada umurku panjang boleh kita jumpa lagi.

Editor's Notes

  1. Kelas: 4J
  2. Tegangan dasar (rated),
  3. Bilaadasumurdiladangbolehkitamenumpangmandi, bilaadaumurkupanjangbolehkitajumpalagi.