Merawat usila dalam keluarga tidak terlepas dari latar belakang budaya masyarakat Indonesia yang masih memegang teguh nilai agama dan norma budaya. Masyarakat Indonesia masih menganggap mengasuh usila merupakan wujud balas budi dari masing-masing anggota keluarga kepada orangtuanya ( , ). Oleh karenanya, anggota keluarga harus mampu memahami apa dan bagaimana cara memperlakukan usila dalam kondisi keterbatasannya. Keluarga harus dapat mengerti dan memahami kebutuhan usila baik dalam aspek kesehatan maupun psikologis sehingga usila mampu menjalani masa tuanya secara produktif.
seminar kasus Preaterm premature rupture of membrane.pptx
Perawatan Usila dalam Keluarga
1. Bondan Palestin,
SKM, M.Kep., Sp.Kom
Politeknik Kesehatan
Yogyakarta Jurusan
Keperawatan
Telephone:
0274-617885
Fax: 0274-617885
E-mail:
bondanp@gmail.com
Blog:
www.bondan-
palestin.blogspot.com
Disampaikan dalam
Seminar Sehari SEHAT
DAN BAHAGIA DI HARI
TUA pada hari Kamis
tanggal 22 November
2007 di Jogja
International Hospital
dalam
PENDAHULUAN
Proses menua (aging) merupakan suatu perubahan progresif pada
organisme yang telah mencapai kematangan intrinsik dan bersifat
irreversibel serta menunjukkan adanya kemunduran sejalan dengan
waktu. Proses alami yang disertai dengan adanya penurunan kondisi
fisik, psikologis maupun sosial akan saling berinteraksi satu sama lain
(1,2,3)
. Proses menua yang terjadi pada usila secara linier dapat
digambarkan melalui tiga tahap yaitu, kelemahan (impairment),
keterbatasan fungsional (functional limitations), ketidakmampuan
(disability), dan keterhambatan (handicap) yang akan dialami
bersamaan dengan proses kemunduran (4,5, 6)
.
Menurut Chappel et al., terdapat dua macam kelompok usila,
yaitu (1) usila yang sehat dan produktif, serta (2) usila yang memiliki
gangguan kesehatan atau kerentanan tubuh. Hal tersebut ditandai
dengan kondisi fisik yang mulai melemah, sakit-sakitan, dan daya pikir
menurun (7)
. Sedangkan dalam konteks keperawatan, merawat usila
terdiri dari dua kategori, yaitu (1) merawat usila yang masih mandiri,
dan (2) merawat usila yang bergantung pada orang lain. Pemberian
asuhan keperawatan bagi kedua kelompok tersebut bertujuan untuk
membantu usila meningkatkan kapasitas fungsional, kemandirian,
kualitas hidup dan harapan hidup yang lebih sehat (healthy life
expectancy) sesuai dengan usia kronologisnya dan atau dalam kondisi
keterbatasannya (8)
.
Masalah kesehatan yang sering ditemukan dalam asuhan
keperawatan usila, adalah :
Sistem Masalah Kesehatan
Muskuloskeletal
1. Kelemahan kontraksi otot, nyeri sendi : Ketergantungan aktifitas
dasar sehari-hari (Activity of Daily Living)
2. Dekalsifikasi tulang : Risiko fraktur, Risiko cedera
Respirasi
1. Penurunan perfusi jaringan : Keterbatasan mobilisasi
2. Penurunan refleksi batuk : Bersihan jalan nafas tidak efektif
Kardiovaskular
1. Hipertensi : Risiko stroke
2. Gagal jantung : Kelemahan fisik
Digestif
1. Penurunan sensasi rasa pada mulut : Penurunan intake makanan
kurang dari yang dibutuhkan tubuh.
2. Penurunan motilitas usus. Gangguan eliminasi : Konstipasi,
inkontinensia usus besar
1
2. Sistem Masalah Kesehatan
Genitourinaria
1. Kekuatan otot dasar panggul melemah. Gangguan eliminasi :
inkontinensia urin
2. Akibat sekunder DM. Disfungsi seksual : Gangguan pola seksual
Neurologi
3. Penurunan transmisi impuls saraf. Mudah terjatuh : Risiko injuri
4. Penurunan pendengaran : Gangguan komunikasi
5. Penurunan Penglihatan : Risiko kecelakaan, gangguan orientasi
realitas waktu-orang-tempat.
Psikososial
1. Perilaku agresif
2. Gangguan interaksi sosial : menarik diri
3. Penurunan kognitif : Demensia
Merawat usila dalam keluarga tidak terlepas dari latar belakang budaya masyarakat
Indonesia yang masih memegang teguh nilai agama dan norma budaya. Masyarakat
Indonesia masih menganggap mengasuh usila merupakan wujud balas budi dari masing-
masing anggota keluarga kepada orangtuanya (9,10)
. Oleh karenanya, anggota keluarga
harus mampu memahami apa dan bagaimana cara memperlakukan usila dalam kondisi
keterbatasannya. Keluarga harus dapat mengerti dan memahami kebutuhan usila baik
dalam aspek kesehatan maupun psikologis sehingga usila mampu menjalani masa tuanya
secara produktif.
Berdasarkan uraian tersebut, maka perlu dijelaskan beberapa tindakan sederhana
yang dapat dilakukan keluarga dalam merawat usila di rumah dengan tanpa permasalahan
kesehatan maupun dengan permasalahan kesehatan.
PRINSIP-PRINSIP MENGASUH ORANG TUA
1. Setiap usila berbeda satu sama lainnya dan masing-masing usila memiliki keunikan
tersendiri, oleh karenanya keluarga perlu memperhatikan kebutuhan, kepribadian
serta kekhususannya masing-masing.
2. Mengasuh usila di rumah hendaknya tetap memberikan kebebasan beraktivitas
(misalnya: menyapu, memasak, atau jalan-jalan) yang disesuaikan dengan kapasitas
yang dimiliki akan meningkatkan kebugaran fisik dan konsep diri usila. Tindakan
anggota keluarga dalam mengasuh usila yang melarang usila untuk melakukan
pekerjaan apapun di rumah karena kasihan, melarang usila bepergian ke suatu
tempat karena takut kecapaian, atau menganjurkan usila untuk tetap beristirahat saja
di rumah, cara demikian justru akan memperburuk kondisi usila yang berakibat
bahwa usila akhirnya merasa tak berdaya.
3. Usila berperan sebagai orang tua yang bijaksana dan penuh ketauladanan, oleh
karenanya keluarga dan masyarakat perlu mengikutsertakan usila (enganging the
elderly) dalam kehidupan sosial bermasyarakat sehingga dapat mendorong ikatan
antar generasi serta mengurangi risiko stress pada usila.
4. Keluarga perlu memberikan pengertian dan pemahaman yang benar sehingga usila
memiliki hak dan kewajiban yang sama sesuai dengan kondisi, usia, jenis kelamin
dan status sosial mereka dalam masyarakat. Salah satu cara mengurangi salah
kaprah dan tindakan yang keliru sehingga dapat memahami usila secara benar
adalah dengan melihat realita yang ada.
5. Kegiatan yang sifatnya kegiatan kognitif sebaiknya tetap diadakan sepanjang yang
bersangkutan (usila) masih bersedia.
2
3. 6. Biasakan secara rutin kontrol kesehatan ke pelayanan kesehatan.
7. Mengaktifkan diri dalam kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan, mencari teman
berdiskusi atau mengobrol. Mengikuti kelompok-kelompok usila bertujuan untuk
mendapatkan dukungan sosial kelompok.
8. Terapkan pola hidup alami sejak dini dengan prinsip 3G (gizi seimbang, gerak
badan, dan gaya hidup sehat)
MENGASUH ORANG TUA YANG MENGALAMI GANGGUAN KESEHATAN
1. Menjaga mobilitas dan postur tubuh
Kemampuan mobilitas sendi dipengaruhi oleh keadaan struktur sendi dan
kekuatan otot penggerak sendi. Kekakuan sendi yang dialami oleh usila, biasanya
berhubungan dengan kelemahan otot sehingga memerlukan latihan penguatan otot.
Otot akan bekerja efektif atau lebih mudah menghasilkan dan mengontrol gerakan
apabila tidak terdapat hambatan luas gerak sendi (LGS). Kekuatan otot diperlukan
usila untuk menghasilkan gerakan dalam beraktivitas.
Latihan untuk menjaga mobilitas dan postur tubuh bertujuan, untuk : (1)
menjaga dan meningkatkan gerakan sendi di seluruh tubuh; (2) meningkatkan
kekuatan otot; (3) menstimulasi peredaran darah; (4) menjaga kapasitas fungsional;
(5) mencegah kontraktur; dan (6) memelihara postur tubuh yang baik. Latihan bisa
dilakukan usila pada saat melakukan aktivitas keseharian terutama bagi usila yang
sudah mengalami kepayahan. Bentuk latihan sederhana dapat dilakukan usila di
dalam rumah selama 20 s.d. 30 menit, misalnya: latihan di tempat tidur, latihan di
ruang tamu, latihan di kursi, atau latihan diwaktu senggang.
Latihan dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan usila, pada latihan
awal dilakukan 3 kali seminggu dengan 5 s.d. 10 ulangan. Selanjutnya ditambah 2 s.d.
4 ulangan, penambahan dilakukan setiap 5 s.d. 10 sekali sampai mendekati 15 s.d. 20
kali ulangan setiap kali latihan.
a. Latihan rangkaian gerakan sendi (range of motion) (11)
1) Gerakan lengan :
2) Gerakan pada siku : 3) Gerakan pada lengan bawah :
Tangan lurus
digerakkan ke
depan dan belakang
Tangan diangkat lurus
di samping tubuh,
kemudian turunkan
perlahan-lahan
Luruskan tangan ke
depan kemudian
angkat 900
Lengan bawah
dalam posisi siku,
telapak tangan
bolak-balikkan
3
4. 4) Gerakan telapak tangan :
5) Gerakan kaki :
6) Gerakan lutut : 7) Gerakan leher :
Posisi tubuh terlentang di lantai atau
kasur. Angkat kaki sampai lurus
kemudian turunkan secara perlahan
dan kaki ditekuk. Lakukan bergantian
antara kaki kanan dan kiri.
8) Gerakan ibu jari :
Gerakkan telapak
tangan ke samping
kanan dan kiri
Gerakkan telapak
tangan ke atas dan
ke bawah
Angkat tumit
kemudian putar-
putarkan,
bergantian
angkat telapak
kaki bagian
depan dan
putar-putarkan
Gerakkan
kaki menjauh
dari tubuh
kemudian
sebaliknya
mengarah ke
dalam
Posisi Regangkan leher Regangkan leher
netral ke bawah ke atas
Posisi Regangkan leher ke
netral samping kanan dan kiri
Posisi Regangkan leher miring
netral ke samping kanan dan kiri
Tekuk ibu jari Regangkan ibu jari Pertemukan ibu jari
dan jari kelingking
4
5. 9) Gerakan jari tangan :
Gerakkan jari tangan merapat dan membuka.
Posisi telapak tangan lurus kemudian jari
tangan diangkat.
10) Gerakan pergelangan kaki :
Pergelangan kaki Pergelangan kaki Pergelangan kaki Pergelangan kaki
regangkan ke atas regangkan ke bawah regangkan ke samping regangkan ke dalam
11) Gerakan jari kaki :
Regangkan jari kaki ke arah atas dan
bawah tubuh
Regangkan jari kaki ke bagian dalam dan
ke luar
b. Latihan sambil berdiri : (12)
a. Mengayun Lengan
Ayunkan lengan ke samping atas setinggi mungkin dan
lepaskan dengan rileks. Kemudian ayunkan lengan ke depan
dan ke belakang setinggi mungkin dan lepaskan dengan rileks.
Gerakan ini dilakukan pada kedua lengan dengan arah yang
berlawanan, seperti berlenggang saat berjalan.
Gerakan ini bertujuan untuk peregangan dan menguatkan otot
lengan, otot punggung, otot dada dan memperbaiki postur.
b. Membungkukkan badan
Diawali dengan kedua tangan di pinggang, kemudian
bungkukkan badan sambil meregangkan otot punggung namun
harus berhati-hati jangan sampai dipaksakan. Selanjutnya
badan diangkat sambil kedua tangan berada di pinggang dan
regangkan dada ke belakang.
Gerakan ini bertujuan untuk peregangan dan menguatkan otot
punggung, otot dada dan memperbaiki postur.
5
6. c. Berdiri dengan mengangkat dan memutar satu tungkai
Usila berdiri tegak dengan berpegangan pada kursi. Angkat
satu tungkai ke samping, putar searah jarum jam kemudian
bergantian putar berlawanan arah jarum jam. Lakukan
bergantian untuk tungkai kanan dan kiri.
Gerakan ini bertujuan untuk meningkatkan kekuatan otot
panggul dan tungkai serta keseimbangan tubuh.
d. Berdiri dengan mengangkat satu tungkai ke samping
Usila berdiri tegak berpengangan pada kursi atau tembok.
Ayunkan satu tungkai ke samping dan pertahankan dalam lima
hitungan. Lakukan bergantian untuk tungkai kanan dan kiri.
Gerakan ini bertujuan untuk meningkatkan kekuatan otot
panggul dan tungkai serta keseimbangan tubuh.
c. Latihan di tempat tidur :
Regangkan lutut dan tahan dengan
bantuan tangan. Angkat bagian atas
tubuh usila dengan ditopang tangan
yang lain. Posisi bergantian antara
kanan dan kiri
Usila merebahkan tubuhnya di kasur/
lantai. Badan berguling bergantian ke
kanan dan kiri. Upayakan usila men-
jaga keseimbangan badannnya sewaktu
berguling.
Usila terlentang, kemudian angkat
bagian dada dengan kedua tangan
menopang beban tubuh. Tahan beberapa
hitungan selanjutnya tubuh direbahkan
pelan-pelan.
Silangkan kaki pada sisi kaki yang lain
seperti gunting. Kemudian regangkan
dan ayun-ayunkan. Selanjutnya bergan-
tian antara kaki kanan dan kiri.
Posisi tubuh tengkurap, kemudian
kedua kaki diangkat
Kedua kaki mengayuh seperti mengayuh
sepeda
6
7. Angkat bantal di atas kepala dengan
kedua tangan lurus dan diregangkan
d. Latihan di kursi :
Gerakkan sendi lengan atas dengan
posisi lengan diangkat. Gerakkan ke
depan dan belakang secara bergantian
Angkat kedua tangan ke samping
kemudian gerakkan memutar ke depan
dan belakang secara bergantian
Putar leher ke kanan dan ke keri secara
bergantian
Regangkan leher ke depan dan belakang
secara bergantian
Peganglah kedua sisi kursi, kemudian
badan diangkat di atas kursi dengan
menggunakan lengan
Sambil duduk, ayunkan kedua kaki
Gelindingkan botol atau kaleng dengan
telapak kaki ke depan dan ke belakang
kemudian dilakukan secara bergantian
antara kaki kanan dan kiri
7
8. e. Latihan diwaktu senggang :
Gelindingkan pensil di atas meja dengan
menggunakan tepak tangan kanan maupun
kiri
Genggam erat jari-jemari pada sebuah
pensil kemudian longgarkan, lakukan
secara berulang-ulang di kedua tangan
Lakukan gerakan mengunyah secara
berulang
Gosokkan handuk pada punggung
berulang-ulang
Regangkan otot-otot pada bagian pantat
secara berulang
Regangkan otot-otot pada bagian perut
secara berulang
2. Melatih kekuatan otot dasar panggul
Penuaan menyebabkan menurunnya kekuatan otot dasar panggul (pelvic floor)
karena adanya kelainan (dysfunction) atau kelemahan otot (weakness). Otot dasar
panggul bagian luar dibentuk oleh saluran uretra, vagina dan anus yang diikat oleh
otot levator anii. Fungsi otot dasar panggul adalah menjaga stabilitas organ panggul
secara aktif untuk berkontraksi mengencangkan dan mengendorkan organ atau
mengontrol pada saat defekasi dan berkemih.
Latihan bertujuan, agar : (1) lansia dapat mengontrol berkemih; (2) lansia dapat
mengontrol buang air besar (defekasi); (3) menghindari kelembaban dan iritasi pada
kulit lansia; (4) menghindari risiko jatuh pada lansia akibat air kencing (urin) dan
kotoran (feses) yang tercecer; (5) menghindari isolasi sosial bagi lansia. Sebelum
dilakukan latihan kekuatan otot lansia untuk eliminasi perlu diperhatikan kondisi
lansia terlebih dahulu. Latihan lebih cocok diberikan kepada lansia yang masih
memiliki kemampuan atau agak melemah untuk mengontrol eliminasi, sedangkan
bagi lansia yang sudah tidak memiliki kemampuan mengontrol eliminasi maka
8
9. program latihan tidak realistis dan justru akan menambah frustasi.
a. Latihan mengontrol berkemih (bladder training)
Ketidakmampuan mengontrol berkemih (inkontinensia urin) pada lansia
merupakan suatu kondisi dimana lansia kehilangan kemampuan untuk menahan
saat berkemih sebagai akibat dari menurunnya kekuatan otot dasar panggul,
infeksi kandung kemih, pembesaran kelenjar prostate, tumor pada daerah kandung
kencing atau dasar panggul, sumbatan saluran kemih, pengobatan (misal obat-
obatan penenang dan diuretik), cedera lapisan otak (korteks serebral), gangguan
persyarafan, menurunnya kapasitas kognitif (demensia, pikun), dan
ketergantungan terhadap orang lain.
Latihan mengontrol berkemih direkomendasikan untuk lansia yang
mengalami stres atau memiliki kecenderungan tidak dapat menahan berkemih.
Intervensi keperawatan yang diberikan dalam latihan mengontrol berkemih, yaitu:
pendidikan kepada lansia (anatomi sistem perkemihan yang normal, fisiologi
perkemihan, dan prinsip dasar latihan mengontrol berkemih), berkemih yang
direncanakan dan penguatan perilaku yang positif bagi lansia. Lansia diajarkan
untuk mengatur berkemih setiap 2 s.d. 3 jam pada saat terjaga (tidak tidur). Jarak
waktu antara latihan secara bertahap ditingkatkan apabila lansia berhasil
mengaturnya maka lansia diberikan penguatan atau penghargaan sehingga
menumbuhkan motivasi yang lebih tinggi untuk dapat mengatur berkemih secara
normal. Tahapan latihan mengontrol berkemih, yaitu :
Pastikan lansia masih mampu mengendalikan otot dasar panggul.
Evaluasi pola berkemih lansia. Apabila lansia memiliki kebiasaan berkemih
dengan selang waktu setiap 2 jam di siang hari dan 4 jam di malam hari maka
perlu diperiksa kemampuannya dalam mengontrol berkemih.
Setengah jam sebelum latihan dilakukan, lansia disuruh minum segelas air
terlebih dahulu.
Tanyakan pada lansia, apakah masih mampu menahan berkemih.
Lansia disuruh menunggu / menahan berkemih dalam rentang waktu yang
telah ditentukan. Pada latihan awal rentang waktu 2 s.d. 3 jam.
Lansia disuruh berkemih sampai tuntas, instruksikan lansia agar menekan
daerah kandung kemih.
Berikan penguatan perilaku (reinforcement) yang positif kepada lansia.
Apabila lansia sudah berhasil menahan berkemih secara terencana, selanjutnya
rentang waktu berkemih ditingkatkan.
b. Latihan mengontrol buang air besar (bowel training)
Ketidakmampuan mengontrol buang air besar (inkontinensia usus besar)
pada lansia merupakan suatu kondisi dimana lansia kehilangan kemampuan untuk
menahan buang air besar saat akan menuju kamar belakang (WC). Kondisi
tersebut sebagai akibat dari menurunnya kekuatan otot yang berada pada daerah
anus, kelemahan persyarafan di daerah dubur, anus tedung, diare atau
menurunnya status kognisi.
Tahapan latihan mengontrol buang air besar, yaitu:
• Evaluasi pola defekasi lansia
9
10. • Perkirakan waktu yang sesuai untuk persiapan ke kamar belakang berdasarkan
pola defekasi lansia
• Atur posisi psikologis yang sesuai pada saat buang air besar (posisi jongkok
atau duduk)
• Anjurkan lansia menahan defekasi sesaat.
• Untuk mendukung latihan mengontrol buang air besar, berikan tambahan olah
raga, cukup asupan air dan makanan berserat.
c. Latihan Kegel (Kegel’s exercise) (13)
Latihan Kegel merupakan latihan kontraksi otot dasar panggul secara aktif,
dengan prosedur sebagai berikut :
Posisi duduk tegak pada kursi dengan panggul dan lutut tersokong dengan
rileks.
Badan sedikit membungkuk dengan lengan menyangga pada paha.
Konsentrasikan kontraksi pada daerah vagina, saluran kemih (uretra), dan
dubur (rektum).
Kontraksikan otot dasar panggul seperti menahan buang air besar dan
berkemih.
Rasakan kontraksi otot dasar panggul.
Pertahankan kontraksi sebatas kemampuannya (+ 10 detik).
Rileks, rasakan otot dasar panggul yang rileks.
kontraksikan otot dasar panggul lagi, pastikan otot berkontraksi dengan benar
tanpa ada kontraksi otot perut, misal: jangan menahan nafas. Kontrol
kontraksi otot perut dengan meletakkan tangan pada perut.
Rileks, coba rasakan perbedaan saat berkontraksi dan rileks.
Sesekali kontraksi dipercepat. Pastikan tidak ada kontraksi otot yang lain.
lakukan kontraksi yang cepat beberapa kali. Pada latihan awal, lakukan tiga
kali pengulangan karena otot yang lemah akan mudah lelah.
Latih untuk mengontraksikan otot dasar panggul dan mempertahankanya
debelum dan selama aktivitas tertawa, batuk, bersin, mengangkat benda,
bangun dari kursi atau tempat tidur, dan jogging.
Target latihan ini adalah 10 kali kontraksi lambat dan 10 kali konstraksi cepat.
Tiap kontraksi dipertahankan selama 10 hitungan. Untuk mendapatkan hasil
yang optimal, latihan dilakukan 6 s.d 8 kali sehari atau setiap saat dapat
melakukannya, minimal enam minggu.
Latihan Kegel juga dapat dilakukan secara sederhana, misalnya :
a. Pada saat lansia berkemih, coba untuk menghentikan aliran air seni sampai
beberapa kali.
b. Pada posisi apapun, cobalah mengkontraksikan otot dasar panggul secara
berurutan mulai dari dubur, vagina dan saluran kemih. Pertahankan 3 s.d. 5
detik. Kemudian rileks mulai dari saluran kemih, vagina dan dubur.
c. Pada posisi apapun, coba untuk mengontraksikan otot dasar panggul dengan
merasakan peningkatan kekuatan otot sambil menghitung 1 s.d. 10 kemudian
rileks kembali.
10
11. 3. Mencegah demensia
a. Terapi lingkungan (milleu therapy)
Untuk membantu daya ingat para usila, keluarga perlu melakukan terapi
lingkungan, yaitu menggunakan lingkungan secara total untuk tujuan terapi.
Lingkup terapi lingkungan antara lain: lingkungan fisik, intelektual, sosial,
emosional, dan spiritual. Terapi lingkungan untuk usila yang mengidap demensia,
misalnya:
1) Lingkungan orientasi realitas, dinding dalam rumah perlu dipasang jam
dinding atau kalender dengan ukuran huruf besar, jelas, dan dapat disobek
setiap hari. Ditempat-tempat tertentu misalnya ruang tamu, kamar mandi,
ruang makan, atau lemari pakaian sebaiknya diberi tulisan atau tanda khusus
agar mudah dikenali para usila.
2) Keamanan usila, bentuk tempat tidur, kursi, pintu, jendela dan sebagainya
yang sering kali mereka gunakan/lewati/pegang seyogyanya dibuat sederhana,
kuat dan mudah dipergunakan. Bila perlu diberi alat bantu yang memudahkan
untuk berjalan, bangun, duduk dan sebagainya. Hal tersebut sangat penting
untuk menambah rasa aman mereka dan memperkecil bahaya. Lantai tidak
licin. Bentuk kamar mandi khusus sebaiknya dibuat untuk keperluan usila,
misalnya : bak kamar mandi tidak terlalu dalam, tidak menggunakan tangga
atau tanjakan. Demikian pula dibuatkan jamban duduk sehinga mudah
digunakan usila dan pada dinding sebaiknya dipasang pegangan tangan.
Penerangan dan pencahayaan di dalam rumah cukup (>30 lux). Bila fasilitas
terpenuhi mereka akan merasa aman dan bahayapun akan berkurang.
3) Lingkungan intelektual, biasakan mereka untuk memiliki kebiasaan yang
positif misalnya buang sampah, meludah dan sebagainya pada tempat yang
tersedia. Hindarkan mereka dari kebiasaan buruk seperti mengisolasi diri,
menarik diri dari pergaulan dengan rekan-rekannya dan sebagainya.
b. Senam Gerak Latih Otak (SGLO)
Penyakit pikun sebenarnya bisa dicegah jika kita rajin melatih otak agar tidak
mudah lupa dengan SGLO. Langkah-langkah pelaksanaan SGLO, yaitu:
1) Peregangan
a) Posisi badan menghadap lurus ke depan. Letakkan telapak tangan kanan di
sisi kanan kepala. Tekan kepala ke arah kiri, namun kepala tetap
menghadap lurus ke depan. Lakukan 8 kali hitungan tanpa menahan nafas.
b) Badan menghadap lurus ke depan. Dekatkan telinga kanan ke arah bahu
kanan secara perlahan-lahan. Hitung hingga 8 kali, lakukan bergantian.
2) Pemanasan
a) Kaki kanan menyilang ke kiri, kedua tangan bergerak lurus ke arah kanan.
Lakukan secara bergantian 2 x 8 hitungan.
b) Tangan kanan lurus (diam) di samping tubuh. Kaki kanan diangkat
bersamaan dengan tangan kiri menyentuh lutut kanan. Lakukan
bergantian, 2x8 hitungan.
3) Inti
a) Berdiri tegak, tangan kanan lurus ke depan dengan ibu jari ditegakkan.
11
12. Lalu ayunkan ibu jari ke kiri dan ke kanan membentuk setengah lingkaran.
Saat ibu jari bergerak, bola mata mengikuti gerakan ibu jari.
b) Duduk dengan kaki sejajar lantai. Angkat tangan di samping tubuh dengan
posisi netral. Kaki kanan ke samping kanan dan kedua tangan ke samping
kiri. Lakukan bergantin, 2X8 hitungan.
4. Melatih pemenuhan aktivitas dasar sehari-hari
Aktivitas Dasar Sehari-hari (ADS) merupakan rangkaian aktivitas yang secara
khas dilakukan rutin setiap hari oleh seseorang dengan tetap mempertahankan
kemandirian di saat menyelesaikan tugas-tugas tersebut. ADS meliputi : makan,
berpindah dari kursi roda ke tempat tidur dan sebaliknya, termasuk duduk di tempat
tidur, kebersihan diri (mencuci muka, menyisir, mencukur, dan menggosok gigi),
aktivitas di toilet (ke/dari WC, menyiram, menyeka, lepas/pakai celana), mandi,
berjalan di jalan yang datar (jika tidak mampu berjalan, lakukan dengan kursi roda),
naik turun tangga, berpakaian termasuk mengenakan sepatu, mengontrol defekasi
(b.a.b) dan mengontrol berkemih (b.a.k).
Apabila kemampuan dalam melakukan aktivitas harian tersebut menurun, maka
dapat menimbulkan stres tersendiri bagi lansia. Pada akhirnya, situasi tersebut dapat
berdampak serius pada status kesehatan dan kepercayaan diri lansia. ADS dapat
menurun sesuai dengan bertambahnya umur lansia, proses penyakit atau disabilitas
fungsional. Penurunan kapasitas fungsional tersebut dapat bersifat permanen namun
sesungguhnya dapat di tingkatkan melalui program latihan khusus untuk memulihkan
kemampuan lansia meskipun tidak dapat pulih seperti sediakala.
Tujuan latihan pemenuhan ADS, yaitu: (1) meningkatkan kemandirian lansia
dalam memenuhi ADS; (2) meningkatkan aktivitas sosial; (3) mencegah isolasi sosial
dan depresi; (4) meningkatkan kemampuan motorik; (5) meningkatkan kemampuan
berkomunikasi; (6) meningkatkan kesempatan untuk melakukan aktivitas yang
berarti; (7) meningkatkan martabat dan peran sosial; dan (8) meningkatkan moralitas
dan kepuasan dalam bekerja. Beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait dengan
ADS, adalah : (1) Penurunan kemampuan lansia dalam memenuhi ADS-nya akan
berdampak pada satu atau lebih kemampuan dasar dalam perawatan diri; (2)
Penurunan kemampuan tersebut bisa terjadi pada sebagian aktivitas dasar sehari-hari
(parsial) atau secara keseluruhan (total); (3) Bantuan dalam memenuhi kebutuhan
ADS dapat menimbulkan ketergantungan lansia; (4) Untuk menghindari
ketergantungan lansia dalam memenuhi kebutuhan ADS perlu dilakukan dukungan
sosial dan intervensi perilaku; (5) Penurunan kemampuan dapat berjalan secara
progresif tergantung dari respons lansia terhadap proses penyakit yang terkait dengan
usia, misalnya: stroke, gangguan jantung atau penyakit terminal lainnya; (6)
Komplikasi gangguan ADS, misalnya: jatuh, malnutrisi, luka akibat tekanan
(decubitus), inkontinensia kandung kemih, harga diri rendah dan kontraktur otot; (7)
Tujuan atau harapan yang ingin dicapai melalui upaya pemulihan harus realistis
disesuaikan dengan kondisi lansia; (8) Lansia kadangkala memerlukan alat bantu
untuk memenuhi kebutuhannya secara mandiri, misalnya: tongkat, kursi roda atau
walker; (9) Keadaan depresi, cemas, khawatir, atau frustasi dapat memperparah
kondisi lansia; dan (10) Kepercayaan diri dan motivasi untuk menjalani hidup lebih
12
13. baik merupakan dorongan dari dalam diri lansia yang paling efektif dalam perawatan
lansia.
Risiko penurunan kemampuan lansia dalam memenuhi kebutuhan ADS dapat
dicegah atau diturunkan dengan beberapa latihan yang dapat dibimbing oleh pengasuh
lansia atau keluarga, namun perlu disampaikan kepada perawat beberapa hal berikut
di bawah ini, yaitu: (1) Masalah yang dialami lansia ketika melakukan mobilisasi,
berjalan atau serangkaian pergerakan sendi-sendi tubuh; (2) Nyeri selama melakukan
pergerakan atau aktivitas harian; (3) Riwayat jatuh; (4) Gangguan penglihatan dan
pendengaran; (5) Aktivitas harian yang membutuhkan bantuan orang lain; (6) Pusing
ketika berdiri; (7) Masalah ketika makan dan minum; (8) Masalah ketika berkemih
dan defekasi; dan (9) Perubahan hygien perseorangan lansia.
a. Makan dan minum
Lansia dilatih menggunakan alat makan yang dimodifikasi.
b. Berpindah dari kursi roda ke tempat tidur
1) Sebelum berpindah ke tempat tidur, pastikan
kursi roda telah dikunci. Dekatkan sudut kursi
roda dengan tempat tidur, badan menghadap
tempat tidur atau pada posisi yang tidak
terhalang bila pindah ke tempat tidur.
Instruksikan lansia untuk menurunkan kedua
telapak kakinya ke lantai.
2) Kaki yang lumpuh ditempatkan di belakang
kaki yang normal
3) Ketika badan mulai diangkat dari kursi roda,
peganglah pada sandaran lengan kursi roda
untuk menjaga keseimbangan tubuh.
4) Setelah keseimbangan badan
terjaga, selanjutnya
berpegangan pada sisi tempat
tidur.
5) Pastikan posisi tubuh lansia di
atas tempat tidur telah aman.
c. Berpindah dari tempat tidur ke kursi roda
Kuncilah terlebih dahulu kursi
roda. Tangan berpegangan pada
sandaran lengan.
Posisi tangan, kaki dan kursi roda seperti
pada gambar (B).
13
14. d. Perpindahan di kloset duduk
A. B.
C.
e. Berpakaian
1) Mengenakan baju
2) Mengenakan bra
3) Mengenakan celana
14
15. 4) Mengenakan celana pada posisi tidur
f. Mengenakan sepatu
a. Mengenakan kaos kaki
b. Menalikan sepatu
c. Mengenakan sepatu dengan bantuan cermin dan pengait
15
16. DAFTAR PUSTAKA :
1
Guralnik, JM., La Croix, A., & Abbott, RD. (1993). Maintaining Mobility in Late
Life. Demographic Characteristics and Chronic Conditions. Am J Epidemiol, 137:845-
857.
2
Harris, T., Kovar, M.G., Suzman, R., Kleinman, J.C., & Feldman, J.J. (1989).
Longitudinal Study of Physical Ability in the Oldest-old. Am J Public Health, 79:
698-702.
3
Oida, Y., Kitabatake, Y., Nishijima, Y. et al. (2003). Effects of a 5-year exercise-
centered health-promoting programme on mortality and ADL impairment in the
elderly. Age and Ageing, 32(6): 585–592.
4
Setiabudhi, T. & Hardywinoto. (1999). Panduan Gerontologi Tinjauan Dari Berbagai
Aspek, Menjaga Keseimbangan Kualitas Hidup Para Lanjut Usia, Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama.
5
Eliopoulos, C. (1997). Gerontological Nursing, Philadelphia: Lippincott-Raven Pub.
6
Hogan DB, Effects of Age and Disease on Disability in the Very Elderly, Clinical
Geriatrics Online, Diunduh pada tanggal 15 November 2007 dari
http://www.mmhc.com/cg/1093.shtml.
7
Chappel, Neena L, Laurel AS, & Blanford AA, Aging and Health Care: a Social
Perspective, Toronto: Holt, Rinehart and Winston of Canada, 1986.
8
Edwards, P. (2002). Active Ageing: a Policy Framework. Geneva: WHO
[WHO/NMH/NPH/02.8].
9
Noveria, M. (2001). Studi Penjajagan Kebutuhan Program Usila PKBI di Daerah Bali.
Prosiding Seminar Dan Lokakarya Pengembangan Pusat Pelayanan Lanjut Usia
Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia di Jakarta tanggal 2 Oktober 2001.
10
Faturochman & Kusumasari, B. (2001). Alternatif Kebijakan terhadap Usila. Policy
Brief Center for Population and Policy Studies, 7: 1-4.
11
Eliopoulos, C. (1997). Gerontological Nursing (6th
Ed), Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins. p. 499-501.
12
Edelman, C.L. & Mandle, C.L. (1998). Health Promotion Throughout the Life Span.
St. Louis: Mosby Inc. p.643.
13
Linton, A.D., Matteson, M.A. & Maebius, N.K. (2000). Introductory Nursing Care of
Adults (2nd
Ed). Philadelphia: W.B. Saunders Company.
16