Mahkamah Konstitusi merupakan sebuah Lembaga Negara yang menjalankan kekuasaan kehakiman. Pada dasarnya, Mahkamah Konstitusi memiliki beberapa kewenangan yang diatur dalam Pasal 7B dan Pasal 24C UUD 1945.
Sejak berdiri pada tahun 2003, sampai saat ini Mahkamah Konstitusi telah menyelesaikan ratusan perkara yang masuk pada Mahkamah Konstitusi. Tentunya penyelesaian perkara tersebut sesuai dengan porsi kewenangan yang diberikan kepada Mahkamah Konstitusi.
Mengenal Lebih Jauh Mahkamah Konstitusi dari Fungsi dan Produktivitasnya
1. i
Mengenal Lebih Jauh Mahkamah Konstitusi
dari Fungsi dan Produktivitasnya
Disusun Oleh:
Anrihal Rona Fajari
110110130299
Mata Kuliah Hukum Tentang Lembaga-Lembaga Negara
Dosen : Dr. Hernadi Affandi, S.H., LL.M.
Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran
2. i
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat dan
Hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan karya ilmiah ini dalam bentuk
maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga karya ilmiah ini dapat dipergunakan sebagai
pemenuhan tugas akhir mata kuliah Hukum Tentang Lembaga-Lembaga Negara, Fakultas
Hukum, Universitas Padjadjaran.
Harapan penulis, semoga karya ilmiah ini dapat membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga penulis dapat memperbaiki bentuk maupun isi karya
ilmiah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik lagi.
Karya ilmiah ini penulis akui masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mohon
maaf yang sebesar-besarnya atas kesalahan dan kekurangannya.
Bandung, Juni 2015
Penulis
3. ii
Daftar Isi
Kata Pengantar..................................................................................................................................i
Daftar Isi..........................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................................2
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian Mahkamah Konstitusi........................................................................................3
BAB III PEMBAHASAN
A. Fungsi dan Kedudukan Mahkamah Konstitusi di Indonesia...............................................4
B. Produktivitas Mahkamah Konstitusi....................................................................................8
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................................................10
B. Saran..................................................................................................................................10
Daftar Pustaka..................................................................................................................................x
4. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mahkamah Konstitusi adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan
Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah
Agung. Keberadaan Mahkamah Konstitusi di Indonesia didasari oleh Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.1
Lahirnya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tersebut diawali dengan perubahan
yang terjadi terhadap Undang-Undang Dasar 1945 yang terjadi pada saat setelah reformasi.
Puncaknya terjadi ketika saat perubahan ketiga Undang-Undang Dasar 1945 yang dilakukan oleh
MPR, yang kemudian sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan yang terdapat dalam Bab IX
tentang Kekuasaan Kehakiman yakni Pasal 24 ayat (2) serta Pasal 24C Undang-Undang Dasar
1945.
Apabila melihat kepada kedua pasal tersebut, maka akan dijumpai pelaksana Kekuasaan
Kehakiman di Indonesia yakni Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya
dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer,
lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
Selain itu, dapat pula dijumpai mengenai kewenangan yang dimilki oleh Mahkamah
Konstitusi. Kewenangan tersebut antara lain mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar,
memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-
Undang Dasar, memutus pembubaran partai polotik dan memutus perselisihan tentang hasil
pemilihan umum.
1
http://id.wikipedia.org/wiki/Mahkamah_Konstitusi_Republik_Indonesia
5. 2
Setelah melihat mengenai kewenangan dari Mahkamah Konstitusi yang sebagaimana
berarti sebagai fungsi dari Mahkamah Konstitusi, maka apabila dihubungkan dengan tugas yang
dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi pada saat-saat ini, akan terlihat pula ke-produktivitasan
dari sebuah lembaga tinggi negara yang bernama Mahkamah Konstitusi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang menjadi fungsi serta bagaimana kedudukan dari Mahkamah Konstitusi di
Indonesia?
2. Bagaimana produktivitas dari Mahkamah Konstitusi?
6. 3
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Kosntitusi merupakan salah satu lembaga tinggi negara yanga melaksanakan
kekuasaan kehakiman, sesuai dengan yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Sejarah mengenai awal mula berdirinya Mahkamah Konstitusi diawali dengan pada saat
dilakukannya Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945, tepatnya pada Pasal 24 ayat (2),
Pasal 24C, serta pada Pasal 7B yang telah disahkan pada tanggal 9 November 2001.
Setelah adanya perubahan ketiga terhadap Undang-Undang Dasar 1945 tersebut, untuk
membuat dasar hukum mengenai berdirinya Mahkamah Konstitusi, dibuatlah Rancangan
Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi. Setelah adanya pembahasan lebih mendalam
mengenai Rancangan Undang-Undang tersebut, kemudian Dewan Perwakilan Rakyat bersama
dengan Pemerintah menyetujui Rancangan Undang-Undang tersebut, yang kemudian menjadi
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi dan disahkan pada
tanggal 13 Agustus 2003 oleh Presiden Republik Indonesia saat itu, yakni Megawati Soekarno
Putri.
Selanjutnya, setelah diadakannya pengesahan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003
tersebut, diadakan pengambilan sumpah jabatan para hakim konstitusi yang dilakukan oleh
Presiden di Istana Negara pada tanggal 15 Agustus 2003. Kemudian setelah dilakukan rapat
internal antara anggota hakim Mahkamah Konstitusi pada tanggal 19 Agustus 2003, terpilihlah
Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia yang pertama, yakni Prof. Dr. Jimli
Asshiddiqie, S.H.2
2
http://id.wikipedia.org/wiki/Jimly_Asshiddiqie
7. 4
BAB III
PEMBAHASAN
A. Fungsi dan Kedudukan Mahkamah Konstitusi di Indonesia
Setelah adanya perubahan ketiga terhadap UUD 1945, kekuasaan kehakiman diatur
dalam Bab IX, tepatnya pada Pasal 24, Pasal 24A, Pasal 24B, Pasal 24C. Selain itu, terdapat
Pasal 7B terkait dengan Pasal 24C ayat (2) yang membahas mengenai salah satu kewenangan
Mahkamah Konstitusi.
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai Pasal-Pasal terkait, berikut adalah Pasal-Pasal
yang terkait dengan keberadaan Mahkamah Konstitusi:
Pasal 24
(1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guan menegakkan hukum dan keadilan.
(2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan
peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum,
lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan
peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
(3) Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman
diatur dalam undang-undang.
Pasal 24B
(1) Komisi Yudisial bersifat madniri yang berwenang mengusulkan pengangkatan
hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan
menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
(2) Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di
bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela.
(3) Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 24C
8. 5
(1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir
yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap
Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran
partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
(2) Mahkamah Agung wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan
Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau
Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar.
(3) Mahkamah Konstitusi mempunyai Sembilan orang hakim konstitusi yang
ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh
Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang
oleh Presiden.
(4) Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh hakim
konstitusi.
(5) Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela,
adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak
merangkap sebagai pejabat negara.
(6) Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta
ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi diatur dengan Undang-
Undang.
Pasal 25
Syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diberhentikan sebagai hakim ditetapkan
dengan undang-undang.
Pasal 7B
(1) Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh
Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya
dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi
untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan
Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran
hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak
pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa
9. 6
Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai
Presiden dan/atau Wakil Presiden.
(2) Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden
telah melakukan pelanggaran hukum tersebut ataupun telah tidak lagi
memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah dalam
rangka pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat.
(3) Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah
Konstitusi hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3
dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir dalam sidang
paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota
Dewan Perwakilan Rakyat.
(4) Mahkamah Konstitusi wajib memriksa, mengadili dan memutus dengan
seadil-adilnya terhadap pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling
lama sembilan puluh hari setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu
diterima oleh Mahkamah Konstitusi.
(5) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil
Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan
terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau
perbuatan tercela, dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden
tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, Dewan
Perwakilan Rakyat menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan
usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada Majelis
Permusyawaratan Rakyat.
(6) Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk
memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lambat tiga puluh
hari sejak Majelis Permusyawaratan Rakyat menerima usul tersebut.
(7) Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul pemberhentian
Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna Majelis
Permusyawaratan Rakyat yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya ¾ dari
jumlah anggota dan disetujui sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota
yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan
10. 7
menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan
Rakyat.
Untuk mengenai Pasal 7B UUD 1945, pada intinya adalah membahas ketentuan
tentang pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya, hal ini
biasa dikenal dengan istilah impeachment. Proses ini melibatkan tiga lembaga negar yaitu
Dewan Perwakilan Rakyat-Mahkamah Konstitusi-Majaleis Permusyawaratan Rakyat.
Proses pertama, DPR melalui hak pengawasannya melakukan proses investigasi atas
dugaan-dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan tindakan-tindakan yang
dapat dikategorikan sebagai tindakan yang tergolong dalam ketentuan Pasal 7A UUD 1945.
Untuk proses yang kedua, apabila setelah adanya kesepakatan untuk menyatakan Presiden
dan/atau Wakil Presiden telah melakukan tindakan yang tergolong dalam ketentuan Pasal 7A
UUD 1945 maka selanjutnya dibawa ke Mahkamah Konstitusi, yang dimana Mahkamah
Konstitusi menentukan hasil dugaan Dewan Perwakilan Rakyat tersebut dengan putusan hasil
sidang peradilan konstitusi. Dan untuk proses yang terakhir adalah diberhentikan oleh
Majelis Permusyawaratan Rakyat. 3
Secara resmi, perubahan ketiga Undang-Undang Dasar 1945 yakni pada tahun 2001
menerima masuknya Mahkamah Konstitusi di dalam Undang-Undang Dasar 1945. Dengan
demikian, seperti apa yang tercantum dalam Pasal 7B dan Pasal 24C Undang-Undang Dasar
1945, maka dapat diketahui kewenangan yang dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi antara
lain:4
1. Pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar;
2. Mengadili sengketa kewenangan antarlembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh Undang-Undang Dasar;
3. Memutus pembubaran partai politik;
4. Memeriksa dan memutus perselisihan hasil pemiilihan umum; dan
5. Sejak keluarnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
3
Soimin. Impeachment Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia. UII Press. Yogyakarta: 2009. Halaman 7.
4
Moh. Mahfud MD. Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu. Rajawali Pers. Jakarta: 2010. Halaman 262.
11. 8
Mahkamah Konstitusi diberikan kewenangan baru, yakni memeriksa dan
memutus perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah.
Dengan terdapatnya Mahkamah Konstitutif yang berwenang memeriksa dan memutus
kelima hal tersebut, maka Indonesia mempunyai dua lembaga yudikatif yang wewenangnya
bersilangan dalam pengujian yudisial, yakni Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung.
Terdapat beberapa catatan mengenai persilangan kewenangan tersebut, antara lain:5
Idealnya Mahkamah Konstitusi berfungsi untuk menjamin konsistensi semua
peraturan perundang-undangan sehingga Mahkamah Konstitusi hanya memeriksa
konflik peraturan perundang-undangan mulai dari yang paling tinggi sampai yang
paling rendah derajatnya. Oleh sebab itu, kewenangan uji materi peraturan
perundang-undangan di bawah Undang-Undang terhadap peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi lebih ideal jika diberikan pada Mahkamah Konstitusi
ini. Dengan ide ini, maka konsistensi dan sinkronisasi semua peraturan
perundang-undangan secara linear ada di satu lembaga, yaitu Mahkamah
Konstitusi.
Idealnya Mahkamah Agung menangani semua konflik peristiwa antar-person
dan/atau antar-rechtpersoon sehingga masalah hasil pemilihan umum atau
pembubaran partai politik dan sebagainya dijadikan kewenangan Mahkamah
Agung, dan Mahkamah Agung dibebaskan dari kewenangan menguji materi
peraturan perundang-undangan.
B. Produktivitas Mahkamah Konstitusi
Sejak didirikan yakni pada Agustus 2013, Mahkamah Konstitusi sudah menangani
ratusan kasus dan memutus pula ratusan kasus. Pada Pemilu 2004, sengketa hasil pemilihan
umum yang masuk ke Mahkamah Konstitusi sebanyak 479 kasus. Namun, setelah diseleksi
yang memenuhi syarat sebagai perkara adalah sebanyak 274 kasus. Semua perkara sengketa
5
Moh. Mahfud MD. Ibid. Halaman 263.
12. 9
hasil Pemilu 2004 tersebut, dapat diselesaikan dan divonis dalam kurun waktu yang telah
ditentukan oleh undang-undang, yaitu 30 hari.
Selanjutnya, dalam kurun waktu 2004 sampai dengan Februari 2009, Mahkamah
Konstitusi telah menangani 178 kasus pengujian Undang-Undang, dengan perincian: 161
perkara sudah divonis 17 perkara masih dalam pemeriksaan (sampai dengan Februari 2009).
Sebanyak 161 perkara yang sudah divonis tersebut, mempunyai perincian antara lain: 43
perkara dikabulkan, 53 perkara ditolak, 48 perkara tidak dapat diterima, dan 17 perkara
ditarik kembali. Selain itu, dalam kurun waktu tersebut, terdapat pula 11 perkara mengenai
sengketa kewenangan lembaga negara. Yang dimana dari 11 perkara tersebut, terdapat 2
perkara yang ditolak, 6 perkara tidak dapat diterima, dan 3 perkara ditarik oleh pemohonnya.
Pada tahun 2008, Mahkamah Konstitusi diberikan kewenangan untuk mengadili
sengketa perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah. Kewenangan tersebut secara
resmi dialihkan dari Mahkamah Agung kepada Mahkamah Konstitusi pada tanggal 1
November 2008, namun sampai dengan pertengahan Januari 2009, Mahkamah Konstitusi
menerima perkara perselisihan hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah itu sebanyak 27
perkara. Jadi, apabila dirata-ratakan, setiap 3 hari terdapat Pemilihan Umum Kepala Daerah
dan sebagian besar dari yang kalah tersebut berperkara.6
6
Moh. Mahfud MD. Ibid. Halaman 165.
13. 10
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman di
Indonesia, memiliki pernanan penting dalam menegakkan konstitusi dan prinsip negara
hukum sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Apabila melihat fungsi yang merupakan
implementasi dari kewenangan yang dimilki oleh Mahkamah Konstitusi yang tertuang pada
Pasal 7B dan Pasal 24C UUD 1945 ditambah dengan UU Nomor 12 Tahun 2008, Mahkamah
Konstutis telah menjalankan fungsi dengan baik sebagaimana mestinya. Hal ini terbukti
dengan ke-produktivitasan dari Mahkamah Konstitusi dalam menjalankan tugasnya sesuai
dengan kewenangan dari Mahkamah Konstitusi sendiri.
Apabila melihat pada produktivitas Mahkamah Konstitusi, hal tersebut cukup terbukti
dengan beberapa pencapaian dari Mahkamah Konstitusi yang tercantum dalam beberapa
penyelesaian perkara yang masuk ke dalam Mahkamah Konsitusi. Tentunya, penyelesaian
perkara tersebut sesuai dengan kewenangan yang dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi.
B. Saran
Melihat lebih jauh kedalam kewenangan yang dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi,
tentulah dalam menjalankan kewenangan yang ada tersebut haruslah sesuai dengan peraturan
yang berlaku, dan tentu harus dapat menyelesaikan kewajiban dari menjalankan kewenangan
tersebut sesuai dengan waktu-waktu yang telah ditentukan. Maka dari itu, butuh kehati-hatian
yang sangat dalam menyelesaikan perkara-perkara yang masuk ke Mahkamah Konstitusi,
melihat banyaknya perkara yang masuk dan kurun waktu penyelesaiannya.
Melihat banyaknya perkara yang masuk kedalam Mahkamah Konstitusi, tentunya
banyak pula orang yang ingin mengutamakan kepentingannya dengan melalui banyak
carayang tentunya tidak jujur dan tidak sesuai dengan aturan yang ada. Maka dari itu,
dibutuhkan kejujuran dan ketegasan yang dimiliki oleh setiap hakim Mahkamah Konstitusi,
demi terciptanya ketegakan dan keadilan hukum yang setinggi-tingginya sebagai penunjang
pembangunan hukum dalam negara Indonesia.
14. x
Daftar Pustaka
Soimin. Impeachment Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia. UII Press. Yogyakarta: 2009.
Mahfud MD, Moh. Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu. Rajawali Pers. Jakarta: 2010.
http://id.wikipedia.org/wiki/Mahkamah_Konstitusi_Republik_Indonesia
http://id.wikipedia.org/wiki/Jimly_Asshiddiqie