SlideShare a Scribd company logo
1 of 14
1 
“URGENSI KEMANDIRIAN BADAN PERADILAN DI INDONESIA” 
Oleh : 
Lanka Asmar, S.HI, M.H 
(Telah dimuat di koran Waspada hari Kamis tanggal 17 April 2014) 
A. PENDAHULUAN 
Negara hukum Indonesia bertujuan mewujudkan tata kehidupan bangsa, 
negara, dan masyarakat yang tertib, bersih, makmur dan keadilan berdasarkan 
Pancasila.1 Cita negara hukum Indonesia yang berdasarkan Pancasila telah 
dirumuskan dalam pembukaan Undang-undang Dasar (UUD) 1945. Para pendiri 
negara Republik Indonesia (the founding father’s) telah meletakkan dasar-dasar 
negara hukum bagi Republik Indonesia, sebagaimana dituangkan dalam 
pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang 
menyatakan bahwa negara Indonesia yang hendak dibentuk adalah : 
“ ….negara yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh 
tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, 
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia 
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.” 
Selanjutnya dalam pasal 1 ayat (3) UUD 1945 hasil amandemen ketiga 
menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Sejalan dengan 
ketentuan tersebut salah satu prinsip negara hukum adalah adanya jaminan 
penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh 
kekuasaan lainnya untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum 
1 Oemar Seno Adji, Peradilan Bebas Negara Hukum, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1985 hal. 13
dan keadilan. Pasal 24 ayat (1) Undang-undang Dasar Negara Republik 
Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan 
kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan 
2 
hukum dan keadilan. 
Pasca Amandemen UUD 1945 ada perubahan yaitu diakui dan 
dibentuknya lembaga independen/mandiri, selain dari eksekutif, legislatif dan 
yudikatif. Lembaga yang mempunyai kedudukan sebagai lembaga negara 
mandiri yaitu BPK (pasal 23 E), Komisi Yudisial (pasal 24 B ayat 1) Bank Sentral 
(Pasal 23 D), Komisi Pemilihan Umum (pasal 22 E ayat 5).2 
Dalam penyelenggaraan peradilan ada hubungan erat antara hukum dan 
kekuasaan. Hubungan hukum dan kekuasaan dapat dirumuskan yaitu hukum 
tanpa kekuasaan adalah angan-angan, kekuasaan tanpa hukum adalah 
kezaliman”. Dalam penerapannya hukum memerlukan suatu kekuasaan untuk 
pendukungnya. Ciri utama inilah yang membedakan antara hukum di satu pihak 
dengan norma-norma sosial dan norma-norma agama. Kekuasaan itu diperlukan 
oleh karena hukum itu bersifat memaksa, tanpa adanya kekuasaan pelaksanaan 
hukum di masyarakat akan mengalami hambatan-hambatan. 3 
Apabila suatu masyarakat tertib dan teratur, makin berkurang diperlukan 
dukungan kekuasaan. Masyarakat tipe ini memiliki kesadaran hukum yang tinggi 
di lingkungan anggota-anggotanya. 4 
Meskipun masyarakat memiliki kesadaran hukum yang tinggi, namun 
lembaga peradilan tetap diperlukan. Di Indonesia ada 4 macam lingkungan 
peradilan yaitu Peradilan Negeri, Peradilan Agama, Peradilan Tata Usaha 
2 Imam Soebechi, “Eksistensi Peradilan Tata Usaha Negara Dalam Dinamika Hukum Dan Demokrasi”, 
Varia Peradilan Tahun XXVII No. 329, Tahun 2013, Hal. 18-19 
3 Lili Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2007 hal. 75 
4 ibid
Negara dan Peradilan Militer. Namun eksistensi lembaga peradilan dan 
3 
kemandiriannya masih dibawah bayang-bayang lembaga eksekutif dan legislatif. 
Pada zaman Orde Lama dan Orde Baru, lembaga peradilan masih 
bernaung dibawah kekuasaan eksekutif. Hal ini dapat dilihat masing-masing 
peradilan bernaung dibawah Departemen Kehakiman, Departemen Agama, dan 
Departemen Pertahanan. Namun pada zaman reformasi, telah dilakukan 
beberapa perubahan yaitu dikembalikannya lembaga peradilan ke bawah 
kekuasaan yudikatif yaitu Mahkamah Agung RI. 
Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis ingin mengangkat 3 
permasalahan yaitu : 
1. Bagaimana eksistensi lembaga peradilan di Indonesia? 
2. Bagaimana faktor-faktor yang berperan dalam penyelenggaraan 
peradilan? 
3. Bagaimana hambatan dan kendala dalam penyelenggaraan peradilan? 
B. PEMBAHASAN 
1. Eksistensi lembaga peradilan di Indonesia 
Pengadilan memiliki kedudukan dan peran penting dalam pembaharuan 
hukum. Berlaku adagium bahwa hakim dianggap tahu tentang hukumnya (ius 
curia novit) dari perkara yang diajukan kepadanya. Karena itu Undang-undang 
kekuasaan kehakiman menegaskan bahwa pengadilan tidak boleh menolak 
mengadili perkara dengan alasan hukum tidak jelas atau hukum tidak mengatur.
Pengadilan berkewajiban memeriksa, mengadili, dan memberikan putusan 
4 
terhadap perkara yang diajukan kepadanya.5 
Makna dari adagium tersebut adalah figur hakim harus memiliki 
pengetahuan dan wawasan yang dalam dan luas tentang hukum, hingga hukum-hukum 
paling mutakhir sekalipun. Hakim yang secara mitologi dianggap sebagai 
“wakil tuhan di dunia” diyakini akan mampu menggunakan kewenangan yang 
dimilikinya untuk memeriksa dan memutus perkara sesuai dengan hukum dan 
keadilan. 6 
Pada tahun 2012, pemerintah dan parlemen mengesahkan Undang-undang 
Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Ada 
beberapa pasal yaitu pasal 96, pasal 100, dan pasal 101 Undang-undang Sistem 
Peradilan Pidana Anak (SPPA) yang dianggap menganggu independensi 
peradilan. Sehingga Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) melakukan Judicial Review 
ke Mahkamah Konstitusi dengan Nomor perkara : 110/PUU-X/2012. Akhirnya 
pada tanggal 28 Maret 2013 putusan Mahkamah Konstitusi mengabulkan 
permohonan IKAHI secara keseluruhan. Hal ini merupakan salah satu upaya 
menganggu kemandirian lembaga peradilan oleh lembaga eksekutif dan lembaga 
yudikatif. 
Menurut teori pemisahan kekuasaan Montesquieu, bahwa semua lembaga 
diatur dalam konstitusi dapat dikualifikasikan dalam 3 kelompok yaitu kekuasaan 
legislatif, yudikatif dan eksekutif. Namun di Indonesia, pengertian lembaga 
negara sangat beragam tidak hanya dibatasi pada lembaga eksekutif, legislatif, 
5 Basuki Rekso Wibowo, “Pembaruan hukum yang berwajah keadilan”, Varia Peradilan Tahun XXVII, 
No. 313 Tahun 2011 Hal. 11 
6 Ibid
yudikatif. Dalam UUD 1945 lembaga-lembaga yang dimaksud dapat dibedakan 
5 
dalam 4 tingkatan lembaga :7 
a. Lembaga yang dibentuk berdasarkan UUD yang diatur dan ditentukan 
lebih lanjut dalam atau dengan Undang-undang (UU), Peraturan 
Pemerintah (PP), Peraturan Presiden, dan Keputusan Presiden 
b. Lembaga yang dibentuk berdasarkan Undang-undang (UU) yang diatur 
atau ditentukan lebih lanjut dalam atau dengan Peraturan Pemerintah 
(PP), Peraturan Presiden dan Keputusan Presiden. 
c. Lembaga yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) atau 
Peraturan Presiden yang ditentukan lebih lanjut dengan Keputusan 
Presiden 
d. Lembaga yang dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri yang ditentukan 
lebih lanjut dengan Keputusan Menteri atau Keputusan Pejabat di bawah 
menteri. 
Perubahan dan perkembangan struktur kelembagaan negara dan 
demokrasi di Indonesia merupakan bentuk pergeseran paradigm hukum, politik 
dan demokrasi. 
Proses legislasi seharusnya memperhatikan perkembangan hukum, politik 
dan demokrasi di Indonesia. Produk perundang-undangan dalam 
penyelenggaraan peradilan harus dilakukan pembaharuan, agar dalam 
prakteknya tidak ketinggalan oleh zaman. Misalnya : Kitab Undang-undang 
Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana 
(KUHAP) adalah salah satu produk hukum yang mesti dilakukan pembaharuan 
dan saat ini telah dibahas oleh DPR dan Pemerintah. Hal ini sejalan dengan teori 
7 Abdul Latif, “Jaminan Negara Hukum Dalam Proses Hukum Yang Adil”, Varia Peradilan Tahun XXVI 
No. 310 Tahun 2011, Hal. 16-18
Roscoe Pound (Bapak Ilmu Hukum Sosiologis) yang menyatakan bagaimana 
hukum menjadi faktor penggerak ke arah perubahan masyarakat (law is a tool of 
6 
social engineering) 8 
Kontrol hukum terhadap produk hukum yang merupakan kewenangan 
pemerintah dan legislatif penting dilakukan, agar perbuatan hukum publik yang 
dilakukan oleh birokrasi tetap berdasarkan hukum (rechtmatigheid) dan peraturan 
perundang-undangan (wetmatigheid) serta asas-asas pemerintahan yang baik 
(algemeine beginselen van behoorlijk bestuur).9 
Pada zaman orde lama dan orde baru terjadi dualisme kekuasaan 
kehakiman yaitu berada di bawah eksekutif dan legislatif. Menurut Benny K 
Harman dan Muhammad Asrun yang menyimpulkan bahwa dengan adanya 
dualisme tersebut menyebabkan rentannya peradilan terhadap intervensi politik 
dan korupsi. Oleh karena itulah pada zaman reformasi, agenda utama reformasi 
hukum lahirnya amanat Ketetapan MPR No. X/1998 yang isinya mengandung 
pemisahan tugas fungsi yudikatif dari eksekutif. 10 
Pada kebanyakan negara berkembang, termasuk Indonesia pendekatan 
dalam sistem politik menggunakan sistem “distribution of power” yang 
menghendaki adanya kooperasi dan konsultasi kelembagaan diantara badan 
eksekutif dan legislatif. Hal seperti ini sangat potensial terjadinya “judgment of 
political interference”. Untuk mengantisipasi problematik eksternal, maka secara 
politik dalam sistem politik harus dilakukan pemisahan yang tegas antara 
lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Tetapi tidak berarti bahwa kekuasaan 
kehakiman akan bebas sebebasnya, mekanisme check and balances, check and 
8 Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Bogor : Ghalia Indonesia, 2011, Hal. 156 
9 Ibid, Hal. 27 
10 Lihat http://forumduniahukumblogku.wordpress.com/2012/12/24/eksistensi -pengadilan-pajak-dalam- 
kekuasaan-kehakiman-di-indonesia/
control harus didorong dan diciptakan untuk menghindari adanya power block11. 
Menurut teori “power block” yaitu birokrasi merupakan alat penghalang (block) 
7 
rakyat dalam melaksanakan kekuasaan.12 
Kekuasaan badan peradilan harus independen dan terpisah dari kekuasaan 
negara lainnya. Independen itu meliputi kemandirian personal (personal judicial 
indepence), kemandirian substantial (subtantif judicial independence) dan 
kemandirian kelembagaan (institusional judicial independence). Kemandirian 
personal adalah kemandirian dalam mengurus rekan sejawat, pimpinan dan 
institusi peradilan. Kemandirian subtantif adalah kemandirian dalam memeriksa 
dan memutuskan suatu perkara, semata-mata untuk menegakkan kebenaran 
dan keadilan sesuai dengan prinsip-prinsip hukum. Kemandirian kelembagaan 
adalah kemandirian dari intervensi beragai lembaga kenegaraan dan 
pemerintahan lainnya di dalam memutus suatu perkara.13 
Menurut Andi Hamzah, harus dibedakan antara mandiri dan independen. 
Misalnya pada zaman orde lama, kejaksaan dan peradilan tidak mandiri karena 
berada di bawah kementerian (departemen) kehakiman, namun independen 
karena Jaksa Agung pada Mahkamah Agung bukan anggota kabinet dan dapat 
menangkap Menteri Kehakiman yang secara administrative adalah atasannya.14 
Menurut Prof. Dr. Paulus E Lotolung bahwa kekuasaan kehakiman 
merdeka atau independen itu sudah bersifat universal. Ketentuan universal yang 
terpenting adalah “The universal Declaration of Human Rights”. Pada pasal 10 
“The universal Declaration of Human Rights” dinyatakan bahwa “ Everyone is 
11Lihathttp://www.reformasihukum.org/ID/file/kajian/Reformasi%20Kebebasan%20Kekuasaan%20Ke 
hakiman.pdf 
12 Lihat http://www.scribd.com/doc/38409735/Pengantar -Ilmu-Administrasi-Negara 
13 Ibid 
14 Lihat http://www.lfip.org/english/pdf/bali -seminar/Kemandirian%20Hakim%20- 
%20A%20hamzah.pdf
entitled in full equality to a fair and public hearing by an independent and 
impartial tribunal in the determination of his rights and obligation of any criminal 
charge agains him” artinya setiap orang berhak dalam persamaan sepenuhnya 
didengarkan suaranya di muka umum dan secara adil oleh Pengadilan yang 
merdeka dan tidak memihak, dalam hal menetapkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban 
8 
dan dalam setiap tuntutan pidana yang diajukan kepadanya. 
Menurut Wirjono Prodjodikoro perbedaan pengadilan dengan instansi lain 
yaitu : 
“…tetapi saya tekankan lagi, bahwa perbedaan antara pengadilan dan 
instansi-instansi lain adalah bahwa pengadilan dalam melakukan tugasnya 
sehari-hari selalu positif dan aktif memperhatikan dan melaksanakan macam-macam 
peraturan hukum yang berlaku dalam suatu negara” 15 
Di dalam pasal 24 ayat 2 Undang-undang Dasar Negara Republik 
Indonesia Tahun 1945 dijelaskan bahwa Kekuasaan Mahkamah Konstitusi dan 
Mahkamah Agung juga disejajarkan. Artinya antara Mahkamah Konstitusi dan 
Mahkamah Agung sama-sama merupakan kekuasaan kehakiman. Begitu juga 
kalau kita lihat di Thailand Mahkamah Konstitusi berada disamping atau sejajar 
dengan Mahkamah Agung (Supreme Court) bukan berada di bawahnya.16 
Masalah kebebasan hakim perlu dihubungkan dengan masalah bagaimana 
hakim mengikuti yurisprudensi. Kebebasan hakim dalam menemukan hukum 
tidaklah berarti ia menciptakan hukum. Wirjono Prodjodikoro menolak pendapat 
orang yang mengatakan hakim menciptakan hukum. Menurut beliau hakim hanya 
merumuskan hukum. Pekerjaan hakim menurut Wirjono Prodjodikoro, mendekati 
pembuatan undang-undang, tetapi tidak sama. Beliau berpendapat, meskipun 
Ter Haar menyatakan isi hukum adat baru tercipta secara resmi dan dianggap 
15 Ibid 
16 Ibid
ada, apabila ada beberapa putusan dari penguasa terutama hakim, ucapan Ter 
Haar itu pun tidak dapat dianggap bahwa dengan putusan hakim terciptalah 
hukum adat, tetapi hanya merumuskan hukum adat. Di negara Belanda, hakim 
tidak terikat kepada putusan hakim-hakim lain dan juga tidak kepada hakim yang 
lebih tinggi. Terbentuknya yurisprudensi tetap adalah berdasarkan kebiasaan, 
9 
bukan berdasarkan keputusan hakim. 
Pada zaman Umar r.a, beliau pernah mengirim surat kepada Abu Musa al 
Ash’ari r.a tentang pentingnya lembaga hukum (lembaga peradilan) yaitu: 
”Menyelesaikan perkara adalah suatu kewajiban dari Allah SWT dan suatu 
sunnah yang harus diikuti”. Kalimat tersebut berarti formasi pengaturan 
kekuasaan kehakiman pemerintahan Islam adalah suatu kewajiban umat Islam. 
Oleh karena itu, setiap daerah Islam harus mempunyai formasi kehakiman. Jika 
tidak ada orang yang mengatur hukum, maka kehidupan masyarakat akan 
menjadi kacau balau dan pemerintahan tidak bisa ditegakkan. Oleh karena itu 
kehormatan pada kepentingan dan kebutuhan pengadilan sangat diperlukan 
untuk menjaga ketertiban perdamaian, maka mewujudkan pengadilan 
merupakan fardhu kifayah. Sehubungan dengan hal ini, Imam Ahmad bin Hanbal 
mengatakan “Harus ada hakim di antara masyarakat, jika tidak ada, haruskah 
hak-hak rakyat dihancurkan?”. Pernyataan Imam Ahmad bin Hambal 
menunjukkan bahwa lembaga peradilan sangat dibutuhkan dalam suatu negara.17 
Sebagai bentuk diakuinya lembaga peradilan dan kekuasaan kehakiman, 
maka diaturlah dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Yaitu diatur dalam 
Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman, Undang-undang 
Nomor 49 tahun 2009 tentang peradilan umum, Undang-undang Nomor 
17 Abdul Manan, Etika Hakim dalam Penyelenggaraan Peradilan Suatu Kajian dalam Sistem Peradilan 
Islam, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010, Hal. 95-96
50 Tahun 2009 tentang peradilan agama, Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 
10 
tentang Peradilan Militer. 
2. Faktor-faktor yang berperan dalam penyelenggaraan peradilan 
Peranan peradilan tidak sekedar melaksanakan tugas yuridis dengan 
mengotak-atik dalam penerapan aturan-aturan hukum formal dalam memutus 
perkara yang dihadapinya, melainkan pula harus mengambil peran lain yakni 
peran politik, yang berarti bahwa pengadilan harus juga berpolitik dan menjadi 
pejuang ideologi. Satjipto Rahardjo mengatakan bahwa “Peran politik meliputi 
keterlibatan Mahkamah Agung RI untuk secara sadar membawa perahu negara 
ini menuju kepada tujuan seperti tercantum dalam konstitusi”.18 
Pengadilan dibuat dengan tugas-tugas tertentu. Tujuannya adalah untuk 
melaksanakan dan menetapkan aturan hukum agar keadilan dapat diwujudkan 
kepada berbagai pihak. 
Lembaga pengadilan yang bertugas menyelenggarakan peradilan tidak 
dapat berbuat dan menghasilkan suatu karya tanpa mengaitkan diri pada peran-peran 
dari komponen-komponen social dan lingkungan masyarakat yang 
membentuknya. Bekerjanya lembaga peradilan yang berpangkal kepada 
kepentingan perseorangan dan kepentingan masyarakat menunjukkan bahwa 
pengadilan merupakan suatu pranata yang melayani kehidupan social. 
Adapun faktor-faktor yang berperan dalam penyelenggaraan peradilan 
adalah : 19 
a. Faktor perkara yang terjadi 
18 Rusli Muhammad, Potret Lembaga Pengadilan Indonesia, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2006, 
Hal. 10 
19 Ibid, hal. 72-82
11 
b. Faktor peraturan-peraturan hukum 
c. Faktor penegak hukum 
d. Faktor fasilitas dan sarana penunjang 
Dari keempat faktor tersebut, maka faktor (b) dan faktor (d) ditentukan oleh 
lembaga eksekutif dan lembaga legislatif yaitu faktor peraturan-peraturan hukum 
dan faktor fasilitas dan sarana penunjang. Oleh karena itu, saat ini kemandirian 
lembaga peradilan tengah diuji dan reformasi hukum pada saat ini masih perlu 
dilakukan. 
3. Hambatan dan Kendala dalam penyelenggaraan peradilan 
Pada dasarnya manusia senantiasa menginginkan ketertiban dan akibatnya 
dikehendaki adanya peraturan-peraturan hukum, yang dapat dijadikan 
patokan/pedoman dalam kehidupan bersama, sehingga masing-masing anggota 
masyarakat akan tahu hak dan kewajibannya. Meskipun manusia mengharapkan 
peraturan hukum, tidak selamanya aturan hukum mampu menciptakan 
masyarakat yang tertib dan damai, justru bisa terjadi sebaliknya, yang 
disebabkan karena aturan itu sendiri dan karena ulah beberapa anggota 
masyarakat yang tidak tunduk bahkan menentang peraturan hukum itu. 
Dalam pelaksanaan peradilan tentunya terdapat kendala dan hambatan. 
Kebanyakan kendala yang terjadi adalah adanya warga peradilan yaitu hakim 
dan pegawai yang tidak memahami kode etik. Bagi hakim berlaku kode etik 
hakim berdasarkan Peraturan Bersama Mahkamah Agung RI dan Komisi 
Yudisial Nomor : 02/PB/MA/IX/2012 dan bagi pegawai Mahkamah Agung berlaku 
kode etik PNS yang tertuang dalam Keputusan Sekretaris Mahkamah Agung RI 
Nomor : 008A/SEK/SK/I/2012. Dalam pasal 2 Keputusan Sekretaris Mahkamah 
Agung RI : 008A/SEK/SK/I/2012 dinyatakan bahwa aturan kode etik bertujuan
menjaga citra dan kredibilitas Mahkamah Agung RI dan badan peradilan di 
12 
bawahnya. 
Banyaknya pelanggaran yang terjadi juga disebabkan oleh faktor 
rendahnya moral dan pemahaman spiritual (agama) dari warga peradilan 
tersebut. Sesuai dengan hukuman disiplin yang dikeluarkan oleh Badan 
Pengawasan Mahkamah Agung RI periode Januari s.d Maret 2014 dinyatakan 
bahwa pelanggaran dengan total 78 orang dengan rincian pelanggaran oleh 
hakim dilakukan sebanyak 45 orang dan pegawai sebanyak 33 orang. 
C. KESIMPULAN 
1. Kekuasaan badan peradilan harus independen dan terpisah dari kekuasaan 
negara lainnya. Independen itu meliputi kemandirian personal (personal judicial 
indepence), kemandirian substantial (subtantif judicial independence) dan 
kemandirian kelembagaan (institusional judicial independence) dan pada zaman 
Umar r.a, beliau pernah mengirim surat kepada Abu Musa al Ash’ari r.a tentang 
pentingnya lembaga hukum (lembaga peradilan). 
2. Adapun faktor-faktor yang berperan dalam penyelenggaraan peradilan adalah : 
Faktor perkara yang terjadi, Faktor peraturan-peraturan hukum, Faktor penegak 
hukum dan Faktor fasilitas dan sarana penunjang 
3. Dalam pelaksanaan peradilan tentunya terdapat kendala dan hambatan. 
Kebanyakan kendala yang terjadi adalah adanya warga peradilan yaitu hakim 
dan pegawai yang tidak memahami kode etik
13 
DAFTAR PUSTAKA 
A. BUKU 
Adji, Oemar Seno, Peradilan Bebas Negara Hukum, Penerbit Erlangga, Jakarta, 
1985 
Ali, Achmad, Menguak Tabir Hukum, Bogor : Ghalia Indonesia, 2011 
Manan, Abdul, Etika Hakim dalam Penyelenggaraan Peradilan Suatu Kajian 
dalam Sistem Peradilan Islam, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 
2010 
Muhammad, Rusli, Potret Lembaga Pengadilan Indonesia, Jakarta, PT. Raja 
Grafindo Persada, 2006, 
Rasjidi,Lili, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, Bandung, PT. Citra Aditya 
Bakti, 2007 
B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN PUTUSAN 
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 
Ketetapan MPR No. X/1998 
Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman 
Undang-undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Pengadilan Negeri 
Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Pengadilan Agama 
Undang-undanga Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara 
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak 
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
14 
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 110/PUU-X/2012 
Peraturan Bersama Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial Nomor : 
02/PB/MA/IX/2012 
Keputusan Sekretaris Mahkamah Agung RI Nomor : 008A/SEK/SK/I/2012 
C. JURNAL 
Latif, Abdul, “Jaminan Negara Hukum Dalam Proses Hukum Yang Adil ”, Varia 
Peradilan Tahun XXVI No. 310 Tahun 2011 
Soebechi, Imam, “Eksistensi Peradilan Tata Usaha Negara Dalam Dinamika 
Hukum Dan Demokrasi”, Varia Peradilan Tahun XXVII No. 329, Tahun 
2013 
Wibowo, Basuki Rekso, “Pembaruan Hukum Yang Berwajah Keadilan”, Varia 
Peradilan Tahun XXVII, No. 313 Tahun 2011 
D. INTERNET 
http://forumduniahukumblogku.wordpress.com/2012/12/24/eksistensi-pengadilan- 
pajak-dalam-kekuasaan-kehakiman-di-indonesia/ 
http://www.reformasihukum.org/ID/file/kajian/Reformasi%20Kebebasan%20Keku 
asaan%20Kehakiman.pdf 
http://www.scribd.com/doc/38409735/Pengantar-Ilmu-Administrasi-Negara 
http://www.lfip.org/english/pdf/bali-seminar/Kemandirian%20Hakim%20- 
%20A%20hamzah.pdf

More Related Content

What's hot

Makalah hukum tata pemerintahan
Makalah hukum tata pemerintahanMakalah hukum tata pemerintahan
Makalah hukum tata pemerintahanRoberto Pecah
 
Jurnal konstitusi
Jurnal konstitusiJurnal konstitusi
Jurnal konstitusivirmannsyah
 
SIstem Hukum Indonesia
SIstem Hukum IndonesiaSIstem Hukum Indonesia
SIstem Hukum Indonesiafeggyernes
 
Tugas makalah hukum perundang undangan terbaru
Tugas makalah hukum perundang undangan terbaruTugas makalah hukum perundang undangan terbaru
Tugas makalah hukum perundang undangan terbaruairlangga03
 
SISTEM HUKUM DAN PERADILAN NASIONAL
SISTEM HUKUM DAN PERADILAN NASIONALSISTEM HUKUM DAN PERADILAN NASIONAL
SISTEM HUKUM DAN PERADILAN NASIONALZainal Abidin
 
Sistem hukum indonesia
Sistem hukum indonesiaSistem hukum indonesia
Sistem hukum indonesiaRizqi Maulana
 
Journal efektivitas hak veto presiden dlm uud nri tahun 1945
Journal  efektivitas hak veto presiden dlm uud nri tahun 1945Journal  efektivitas hak veto presiden dlm uud nri tahun 1945
Journal efektivitas hak veto presiden dlm uud nri tahun 1945Muhelwan Muhelwan
 
Contoh kasus penegakkan hukum indonesia
Contoh kasus penegakkan hukum indonesiaContoh kasus penegakkan hukum indonesia
Contoh kasus penegakkan hukum indonesiafadylirma.blogspot.com
 
SISTEM HUKUM DI INDONESIA
SISTEM HUKUM DI INDONESIA SISTEM HUKUM DI INDONESIA
SISTEM HUKUM DI INDONESIA Muhamad Yogi
 
SISTEM HUKUM DAN PERADILAN NASIONAL (PKN SMK KURIKULUM 2013)
SISTEM HUKUM DAN PERADILAN NASIONAL (PKN SMK KURIKULUM 2013)SISTEM HUKUM DAN PERADILAN NASIONAL (PKN SMK KURIKULUM 2013)
SISTEM HUKUM DAN PERADILAN NASIONAL (PKN SMK KURIKULUM 2013)Rahmanu Juwono
 
1. hukum administrasi negara
1. hukum administrasi negara1. hukum administrasi negara
1. hukum administrasi negaranurul khaiva
 
SISTEM HUKUM DAN PERADILAN NASIONAL
SISTEM HUKUM DAN PERADILAN NASIONALSISTEM HUKUM DAN PERADILAN NASIONAL
SISTEM HUKUM DAN PERADILAN NASIONALAulia Ulil Fadhilah
 
makalah han.docx
makalah  han.docxmakalah  han.docx
makalah han.docxsandiadipu1
 
IMPLEMENTASI PENEGAK HUKUM DALAM NEGARA YANG BERDASARKAN PANCASILA
IMPLEMENTASI PENEGAK HUKUM DALAM NEGARA YANG BERDASARKAN PANCASILAIMPLEMENTASI PENEGAK HUKUM DALAM NEGARA YANG BERDASARKAN PANCASILA
IMPLEMENTASI PENEGAK HUKUM DALAM NEGARA YANG BERDASARKAN PANCASILAMuhamad Yogi
 
ppkn tentang : Hukum di indonesia
ppkn tentang : Hukum di indonesiappkn tentang : Hukum di indonesia
ppkn tentang : Hukum di indonesiaYogi andreansyah
 

What's hot (20)

Makalah hukum tata pemerintahan
Makalah hukum tata pemerintahanMakalah hukum tata pemerintahan
Makalah hukum tata pemerintahan
 
Jurnal konstitusi
Jurnal konstitusiJurnal konstitusi
Jurnal konstitusi
 
SIstem Hukum Indonesia
SIstem Hukum IndonesiaSIstem Hukum Indonesia
SIstem Hukum Indonesia
 
Tugas makalah hukum perundang undangan terbaru
Tugas makalah hukum perundang undangan terbaruTugas makalah hukum perundang undangan terbaru
Tugas makalah hukum perundang undangan terbaru
 
Studi kasus hukum tata negara
Studi kasus hukum tata negaraStudi kasus hukum tata negara
Studi kasus hukum tata negara
 
Ilmu Perundang-Undangan, Norma Hukum, dan yang Lainnya
Ilmu Perundang-Undangan, Norma Hukum, dan yang Lainnya Ilmu Perundang-Undangan, Norma Hukum, dan yang Lainnya
Ilmu Perundang-Undangan, Norma Hukum, dan yang Lainnya
 
SISTEM HUKUM DAN PERADILAN NASIONAL
SISTEM HUKUM DAN PERADILAN NASIONALSISTEM HUKUM DAN PERADILAN NASIONAL
SISTEM HUKUM DAN PERADILAN NASIONAL
 
Sistem hukum indonesia
Sistem hukum indonesiaSistem hukum indonesia
Sistem hukum indonesia
 
Ilmu Perundang-undangan, UU Korupsi dan Perundang-undangan, Perumusan Pidana ...
Ilmu Perundang-undangan, UU Korupsi dan Perundang-undangan, Perumusan Pidana ...Ilmu Perundang-undangan, UU Korupsi dan Perundang-undangan, Perumusan Pidana ...
Ilmu Perundang-undangan, UU Korupsi dan Perundang-undangan, Perumusan Pidana ...
 
Sistem hukum
Sistem hukumSistem hukum
Sistem hukum
 
Journal efektivitas hak veto presiden dlm uud nri tahun 1945
Journal  efektivitas hak veto presiden dlm uud nri tahun 1945Journal  efektivitas hak veto presiden dlm uud nri tahun 1945
Journal efektivitas hak veto presiden dlm uud nri tahun 1945
 
Contoh kasus penegakkan hukum indonesia
Contoh kasus penegakkan hukum indonesiaContoh kasus penegakkan hukum indonesia
Contoh kasus penegakkan hukum indonesia
 
SISTEM HUKUM INDONESIA
SISTEM HUKUM INDONESIASISTEM HUKUM INDONESIA
SISTEM HUKUM INDONESIA
 
SISTEM HUKUM DI INDONESIA
SISTEM HUKUM DI INDONESIA SISTEM HUKUM DI INDONESIA
SISTEM HUKUM DI INDONESIA
 
SISTEM HUKUM DAN PERADILAN NASIONAL (PKN SMK KURIKULUM 2013)
SISTEM HUKUM DAN PERADILAN NASIONAL (PKN SMK KURIKULUM 2013)SISTEM HUKUM DAN PERADILAN NASIONAL (PKN SMK KURIKULUM 2013)
SISTEM HUKUM DAN PERADILAN NASIONAL (PKN SMK KURIKULUM 2013)
 
1. hukum administrasi negara
1. hukum administrasi negara1. hukum administrasi negara
1. hukum administrasi negara
 
SISTEM HUKUM DAN PERADILAN NASIONAL
SISTEM HUKUM DAN PERADILAN NASIONALSISTEM HUKUM DAN PERADILAN NASIONAL
SISTEM HUKUM DAN PERADILAN NASIONAL
 
makalah han.docx
makalah  han.docxmakalah  han.docx
makalah han.docx
 
IMPLEMENTASI PENEGAK HUKUM DALAM NEGARA YANG BERDASARKAN PANCASILA
IMPLEMENTASI PENEGAK HUKUM DALAM NEGARA YANG BERDASARKAN PANCASILAIMPLEMENTASI PENEGAK HUKUM DALAM NEGARA YANG BERDASARKAN PANCASILA
IMPLEMENTASI PENEGAK HUKUM DALAM NEGARA YANG BERDASARKAN PANCASILA
 
ppkn tentang : Hukum di indonesia
ppkn tentang : Hukum di indonesiappkn tentang : Hukum di indonesia
ppkn tentang : Hukum di indonesia
 

Similar to Kemandirian Badan Peradilan Penting untuk Negara Hukum

Rule of law new
Rule of law newRule of law new
Rule of law newRuqayyah S
 
DOC-20230403-WA0010..pptx
DOC-20230403-WA0010..pptxDOC-20230403-WA0010..pptx
DOC-20230403-WA0010..pptxSriRahayu777458
 
Negara hukum dan ham
Negara hukum dan hamNegara hukum dan ham
Negara hukum dan hamRobet Saputra
 
BAGAIMANA DINAMIKA HISTORIS KONSTITUSIONAL, SOSIAL-POLITIK, KULTURAL, SERTA K...
BAGAIMANA DINAMIKA HISTORIS KONSTITUSIONAL, SOSIAL-POLITIK, KULTURAL, SERTA K...BAGAIMANA DINAMIKA HISTORIS KONSTITUSIONAL, SOSIAL-POLITIK, KULTURAL, SERTA K...
BAGAIMANA DINAMIKA HISTORIS KONSTITUSIONAL, SOSIAL-POLITIK, KULTURAL, SERTA K...Eny Ardhika Putri
 
Penerapan prinsip rule of law, mensyaratkan adanya penyelenggaraan pemerintah...
Penerapan prinsip rule of law, mensyaratkan adanya penyelenggaraan pemerintah...Penerapan prinsip rule of law, mensyaratkan adanya penyelenggaraan pemerintah...
Penerapan prinsip rule of law, mensyaratkan adanya penyelenggaraan pemerintah...Julaiha Probo Anggraini
 
Sistem Ketatanegaraan Indonesia (Mata Kuliah Pendidikan Pancasila)
Sistem Ketatanegaraan Indonesia (Mata Kuliah Pendidikan Pancasila)Sistem Ketatanegaraan Indonesia (Mata Kuliah Pendidikan Pancasila)
Sistem Ketatanegaraan Indonesia (Mata Kuliah Pendidikan Pancasila)Rajabul Gufron
 
Makalah peradilan administrasi negara dan implementasi dalam penegakan hukum
Makalah peradilan administrasi negara dan implementasi dalam penegakan hukumMakalah peradilan administrasi negara dan implementasi dalam penegakan hukum
Makalah peradilan administrasi negara dan implementasi dalam penegakan hukumadeasuharja
 
TUGAS PKN SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA
TUGAS PKN SISTEM PEMERINTAHAN NEGARATUGAS PKN SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA
TUGAS PKN SISTEM PEMERINTAHAN NEGARADiana Nova
 
Sejarah terbentuknya mahkamah konstitusi
Sejarah terbentuknya mahkamah konstitusiSejarah terbentuknya mahkamah konstitusi
Sejarah terbentuknya mahkamah konstitusiRaypietmat Raypietmat
 
Sejarah terbentuknya mahkamah konstitusi
Sejarah terbentuknya mahkamah konstitusiSejarah terbentuknya mahkamah konstitusi
Sejarah terbentuknya mahkamah konstitusiRaypietmat Raypietmat
 

Similar to Kemandirian Badan Peradilan Penting untuk Negara Hukum (20)

Rule of law new
Rule of law newRule of law new
Rule of law new
 
Kehakiman
KehakimanKehakiman
Kehakiman
 
Wewenang mahkamah konstitusi menguji undang
Wewenang mahkamah konstitusi menguji undangWewenang mahkamah konstitusi menguji undang
Wewenang mahkamah konstitusi menguji undang
 
Pkn
Pkn Pkn
Pkn
 
DOC-20230403-WA0010..pptx
DOC-20230403-WA0010..pptxDOC-20230403-WA0010..pptx
DOC-20230403-WA0010..pptx
 
Nur Sania Dasopang
Nur Sania DasopangNur Sania Dasopang
Nur Sania Dasopang
 
Konstitusi dan rule of law
Konstitusi dan rule of lawKonstitusi dan rule of law
Konstitusi dan rule of law
 
Negara hukum dan ham
Negara hukum dan hamNegara hukum dan ham
Negara hukum dan ham
 
BAGAIMANA DINAMIKA HISTORIS KONSTITUSIONAL, SOSIAL-POLITIK, KULTURAL, SERTA K...
BAGAIMANA DINAMIKA HISTORIS KONSTITUSIONAL, SOSIAL-POLITIK, KULTURAL, SERTA K...BAGAIMANA DINAMIKA HISTORIS KONSTITUSIONAL, SOSIAL-POLITIK, KULTURAL, SERTA K...
BAGAIMANA DINAMIKA HISTORIS KONSTITUSIONAL, SOSIAL-POLITIK, KULTURAL, SERTA K...
 
Upaya penegakan hukum di indonesia
Upaya penegakan hukum di indonesiaUpaya penegakan hukum di indonesia
Upaya penegakan hukum di indonesia
 
Penerapan prinsip rule of law, mensyaratkan adanya penyelenggaraan pemerintah...
Penerapan prinsip rule of law, mensyaratkan adanya penyelenggaraan pemerintah...Penerapan prinsip rule of law, mensyaratkan adanya penyelenggaraan pemerintah...
Penerapan prinsip rule of law, mensyaratkan adanya penyelenggaraan pemerintah...
 
Sistem Ketatanegaraan Indonesia (Mata Kuliah Pendidikan Pancasila)
Sistem Ketatanegaraan Indonesia (Mata Kuliah Pendidikan Pancasila)Sistem Ketatanegaraan Indonesia (Mata Kuliah Pendidikan Pancasila)
Sistem Ketatanegaraan Indonesia (Mata Kuliah Pendidikan Pancasila)
 
Pkn
PknPkn
Pkn
 
Makalah peradilan administrasi negara dan implementasi dalam penegakan hukum
Makalah peradilan administrasi negara dan implementasi dalam penegakan hukumMakalah peradilan administrasi negara dan implementasi dalam penegakan hukum
Makalah peradilan administrasi negara dan implementasi dalam penegakan hukum
 
TUGAS PKN SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA
TUGAS PKN SISTEM PEMERINTAHAN NEGARATUGAS PKN SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA
TUGAS PKN SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA
 
Penemuan Hukumm
Penemuan HukummPenemuan Hukumm
Penemuan Hukumm
 
Presentasi pkn Kel. Fadia
Presentasi  pkn Kel. FadiaPresentasi  pkn Kel. Fadia
Presentasi pkn Kel. Fadia
 
Sejarah terbentuknya mahkamah konstitusi
Sejarah terbentuknya mahkamah konstitusiSejarah terbentuknya mahkamah konstitusi
Sejarah terbentuknya mahkamah konstitusi
 
Sejarah terbentuknya mahkamah konstitusi
Sejarah terbentuknya mahkamah konstitusiSejarah terbentuknya mahkamah konstitusi
Sejarah terbentuknya mahkamah konstitusi
 
Hukum Ditaati Orang
Hukum Ditaati OrangHukum Ditaati Orang
Hukum Ditaati Orang
 

Kemandirian Badan Peradilan Penting untuk Negara Hukum

  • 1. 1 “URGENSI KEMANDIRIAN BADAN PERADILAN DI INDONESIA” Oleh : Lanka Asmar, S.HI, M.H (Telah dimuat di koran Waspada hari Kamis tanggal 17 April 2014) A. PENDAHULUAN Negara hukum Indonesia bertujuan mewujudkan tata kehidupan bangsa, negara, dan masyarakat yang tertib, bersih, makmur dan keadilan berdasarkan Pancasila.1 Cita negara hukum Indonesia yang berdasarkan Pancasila telah dirumuskan dalam pembukaan Undang-undang Dasar (UUD) 1945. Para pendiri negara Republik Indonesia (the founding father’s) telah meletakkan dasar-dasar negara hukum bagi Republik Indonesia, sebagaimana dituangkan dalam pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa negara Indonesia yang hendak dibentuk adalah : “ ….negara yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.” Selanjutnya dalam pasal 1 ayat (3) UUD 1945 hasil amandemen ketiga menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Sejalan dengan ketentuan tersebut salah satu prinsip negara hukum adalah adanya jaminan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum 1 Oemar Seno Adji, Peradilan Bebas Negara Hukum, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1985 hal. 13
  • 2. dan keadilan. Pasal 24 ayat (1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan 2 hukum dan keadilan. Pasca Amandemen UUD 1945 ada perubahan yaitu diakui dan dibentuknya lembaga independen/mandiri, selain dari eksekutif, legislatif dan yudikatif. Lembaga yang mempunyai kedudukan sebagai lembaga negara mandiri yaitu BPK (pasal 23 E), Komisi Yudisial (pasal 24 B ayat 1) Bank Sentral (Pasal 23 D), Komisi Pemilihan Umum (pasal 22 E ayat 5).2 Dalam penyelenggaraan peradilan ada hubungan erat antara hukum dan kekuasaan. Hubungan hukum dan kekuasaan dapat dirumuskan yaitu hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan, kekuasaan tanpa hukum adalah kezaliman”. Dalam penerapannya hukum memerlukan suatu kekuasaan untuk pendukungnya. Ciri utama inilah yang membedakan antara hukum di satu pihak dengan norma-norma sosial dan norma-norma agama. Kekuasaan itu diperlukan oleh karena hukum itu bersifat memaksa, tanpa adanya kekuasaan pelaksanaan hukum di masyarakat akan mengalami hambatan-hambatan. 3 Apabila suatu masyarakat tertib dan teratur, makin berkurang diperlukan dukungan kekuasaan. Masyarakat tipe ini memiliki kesadaran hukum yang tinggi di lingkungan anggota-anggotanya. 4 Meskipun masyarakat memiliki kesadaran hukum yang tinggi, namun lembaga peradilan tetap diperlukan. Di Indonesia ada 4 macam lingkungan peradilan yaitu Peradilan Negeri, Peradilan Agama, Peradilan Tata Usaha 2 Imam Soebechi, “Eksistensi Peradilan Tata Usaha Negara Dalam Dinamika Hukum Dan Demokrasi”, Varia Peradilan Tahun XXVII No. 329, Tahun 2013, Hal. 18-19 3 Lili Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2007 hal. 75 4 ibid
  • 3. Negara dan Peradilan Militer. Namun eksistensi lembaga peradilan dan 3 kemandiriannya masih dibawah bayang-bayang lembaga eksekutif dan legislatif. Pada zaman Orde Lama dan Orde Baru, lembaga peradilan masih bernaung dibawah kekuasaan eksekutif. Hal ini dapat dilihat masing-masing peradilan bernaung dibawah Departemen Kehakiman, Departemen Agama, dan Departemen Pertahanan. Namun pada zaman reformasi, telah dilakukan beberapa perubahan yaitu dikembalikannya lembaga peradilan ke bawah kekuasaan yudikatif yaitu Mahkamah Agung RI. Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis ingin mengangkat 3 permasalahan yaitu : 1. Bagaimana eksistensi lembaga peradilan di Indonesia? 2. Bagaimana faktor-faktor yang berperan dalam penyelenggaraan peradilan? 3. Bagaimana hambatan dan kendala dalam penyelenggaraan peradilan? B. PEMBAHASAN 1. Eksistensi lembaga peradilan di Indonesia Pengadilan memiliki kedudukan dan peran penting dalam pembaharuan hukum. Berlaku adagium bahwa hakim dianggap tahu tentang hukumnya (ius curia novit) dari perkara yang diajukan kepadanya. Karena itu Undang-undang kekuasaan kehakiman menegaskan bahwa pengadilan tidak boleh menolak mengadili perkara dengan alasan hukum tidak jelas atau hukum tidak mengatur.
  • 4. Pengadilan berkewajiban memeriksa, mengadili, dan memberikan putusan 4 terhadap perkara yang diajukan kepadanya.5 Makna dari adagium tersebut adalah figur hakim harus memiliki pengetahuan dan wawasan yang dalam dan luas tentang hukum, hingga hukum-hukum paling mutakhir sekalipun. Hakim yang secara mitologi dianggap sebagai “wakil tuhan di dunia” diyakini akan mampu menggunakan kewenangan yang dimilikinya untuk memeriksa dan memutus perkara sesuai dengan hukum dan keadilan. 6 Pada tahun 2012, pemerintah dan parlemen mengesahkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Ada beberapa pasal yaitu pasal 96, pasal 100, dan pasal 101 Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) yang dianggap menganggu independensi peradilan. Sehingga Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) melakukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi dengan Nomor perkara : 110/PUU-X/2012. Akhirnya pada tanggal 28 Maret 2013 putusan Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan IKAHI secara keseluruhan. Hal ini merupakan salah satu upaya menganggu kemandirian lembaga peradilan oleh lembaga eksekutif dan lembaga yudikatif. Menurut teori pemisahan kekuasaan Montesquieu, bahwa semua lembaga diatur dalam konstitusi dapat dikualifikasikan dalam 3 kelompok yaitu kekuasaan legislatif, yudikatif dan eksekutif. Namun di Indonesia, pengertian lembaga negara sangat beragam tidak hanya dibatasi pada lembaga eksekutif, legislatif, 5 Basuki Rekso Wibowo, “Pembaruan hukum yang berwajah keadilan”, Varia Peradilan Tahun XXVII, No. 313 Tahun 2011 Hal. 11 6 Ibid
  • 5. yudikatif. Dalam UUD 1945 lembaga-lembaga yang dimaksud dapat dibedakan 5 dalam 4 tingkatan lembaga :7 a. Lembaga yang dibentuk berdasarkan UUD yang diatur dan ditentukan lebih lanjut dalam atau dengan Undang-undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden, dan Keputusan Presiden b. Lembaga yang dibentuk berdasarkan Undang-undang (UU) yang diatur atau ditentukan lebih lanjut dalam atau dengan Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden dan Keputusan Presiden. c. Lembaga yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) atau Peraturan Presiden yang ditentukan lebih lanjut dengan Keputusan Presiden d. Lembaga yang dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri yang ditentukan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri atau Keputusan Pejabat di bawah menteri. Perubahan dan perkembangan struktur kelembagaan negara dan demokrasi di Indonesia merupakan bentuk pergeseran paradigm hukum, politik dan demokrasi. Proses legislasi seharusnya memperhatikan perkembangan hukum, politik dan demokrasi di Indonesia. Produk perundang-undangan dalam penyelenggaraan peradilan harus dilakukan pembaharuan, agar dalam prakteknya tidak ketinggalan oleh zaman. Misalnya : Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah salah satu produk hukum yang mesti dilakukan pembaharuan dan saat ini telah dibahas oleh DPR dan Pemerintah. Hal ini sejalan dengan teori 7 Abdul Latif, “Jaminan Negara Hukum Dalam Proses Hukum Yang Adil”, Varia Peradilan Tahun XXVI No. 310 Tahun 2011, Hal. 16-18
  • 6. Roscoe Pound (Bapak Ilmu Hukum Sosiologis) yang menyatakan bagaimana hukum menjadi faktor penggerak ke arah perubahan masyarakat (law is a tool of 6 social engineering) 8 Kontrol hukum terhadap produk hukum yang merupakan kewenangan pemerintah dan legislatif penting dilakukan, agar perbuatan hukum publik yang dilakukan oleh birokrasi tetap berdasarkan hukum (rechtmatigheid) dan peraturan perundang-undangan (wetmatigheid) serta asas-asas pemerintahan yang baik (algemeine beginselen van behoorlijk bestuur).9 Pada zaman orde lama dan orde baru terjadi dualisme kekuasaan kehakiman yaitu berada di bawah eksekutif dan legislatif. Menurut Benny K Harman dan Muhammad Asrun yang menyimpulkan bahwa dengan adanya dualisme tersebut menyebabkan rentannya peradilan terhadap intervensi politik dan korupsi. Oleh karena itulah pada zaman reformasi, agenda utama reformasi hukum lahirnya amanat Ketetapan MPR No. X/1998 yang isinya mengandung pemisahan tugas fungsi yudikatif dari eksekutif. 10 Pada kebanyakan negara berkembang, termasuk Indonesia pendekatan dalam sistem politik menggunakan sistem “distribution of power” yang menghendaki adanya kooperasi dan konsultasi kelembagaan diantara badan eksekutif dan legislatif. Hal seperti ini sangat potensial terjadinya “judgment of political interference”. Untuk mengantisipasi problematik eksternal, maka secara politik dalam sistem politik harus dilakukan pemisahan yang tegas antara lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Tetapi tidak berarti bahwa kekuasaan kehakiman akan bebas sebebasnya, mekanisme check and balances, check and 8 Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Bogor : Ghalia Indonesia, 2011, Hal. 156 9 Ibid, Hal. 27 10 Lihat http://forumduniahukumblogku.wordpress.com/2012/12/24/eksistensi -pengadilan-pajak-dalam- kekuasaan-kehakiman-di-indonesia/
  • 7. control harus didorong dan diciptakan untuk menghindari adanya power block11. Menurut teori “power block” yaitu birokrasi merupakan alat penghalang (block) 7 rakyat dalam melaksanakan kekuasaan.12 Kekuasaan badan peradilan harus independen dan terpisah dari kekuasaan negara lainnya. Independen itu meliputi kemandirian personal (personal judicial indepence), kemandirian substantial (subtantif judicial independence) dan kemandirian kelembagaan (institusional judicial independence). Kemandirian personal adalah kemandirian dalam mengurus rekan sejawat, pimpinan dan institusi peradilan. Kemandirian subtantif adalah kemandirian dalam memeriksa dan memutuskan suatu perkara, semata-mata untuk menegakkan kebenaran dan keadilan sesuai dengan prinsip-prinsip hukum. Kemandirian kelembagaan adalah kemandirian dari intervensi beragai lembaga kenegaraan dan pemerintahan lainnya di dalam memutus suatu perkara.13 Menurut Andi Hamzah, harus dibedakan antara mandiri dan independen. Misalnya pada zaman orde lama, kejaksaan dan peradilan tidak mandiri karena berada di bawah kementerian (departemen) kehakiman, namun independen karena Jaksa Agung pada Mahkamah Agung bukan anggota kabinet dan dapat menangkap Menteri Kehakiman yang secara administrative adalah atasannya.14 Menurut Prof. Dr. Paulus E Lotolung bahwa kekuasaan kehakiman merdeka atau independen itu sudah bersifat universal. Ketentuan universal yang terpenting adalah “The universal Declaration of Human Rights”. Pada pasal 10 “The universal Declaration of Human Rights” dinyatakan bahwa “ Everyone is 11Lihathttp://www.reformasihukum.org/ID/file/kajian/Reformasi%20Kebebasan%20Kekuasaan%20Ke hakiman.pdf 12 Lihat http://www.scribd.com/doc/38409735/Pengantar -Ilmu-Administrasi-Negara 13 Ibid 14 Lihat http://www.lfip.org/english/pdf/bali -seminar/Kemandirian%20Hakim%20- %20A%20hamzah.pdf
  • 8. entitled in full equality to a fair and public hearing by an independent and impartial tribunal in the determination of his rights and obligation of any criminal charge agains him” artinya setiap orang berhak dalam persamaan sepenuhnya didengarkan suaranya di muka umum dan secara adil oleh Pengadilan yang merdeka dan tidak memihak, dalam hal menetapkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban 8 dan dalam setiap tuntutan pidana yang diajukan kepadanya. Menurut Wirjono Prodjodikoro perbedaan pengadilan dengan instansi lain yaitu : “…tetapi saya tekankan lagi, bahwa perbedaan antara pengadilan dan instansi-instansi lain adalah bahwa pengadilan dalam melakukan tugasnya sehari-hari selalu positif dan aktif memperhatikan dan melaksanakan macam-macam peraturan hukum yang berlaku dalam suatu negara” 15 Di dalam pasal 24 ayat 2 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dijelaskan bahwa Kekuasaan Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung juga disejajarkan. Artinya antara Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung sama-sama merupakan kekuasaan kehakiman. Begitu juga kalau kita lihat di Thailand Mahkamah Konstitusi berada disamping atau sejajar dengan Mahkamah Agung (Supreme Court) bukan berada di bawahnya.16 Masalah kebebasan hakim perlu dihubungkan dengan masalah bagaimana hakim mengikuti yurisprudensi. Kebebasan hakim dalam menemukan hukum tidaklah berarti ia menciptakan hukum. Wirjono Prodjodikoro menolak pendapat orang yang mengatakan hakim menciptakan hukum. Menurut beliau hakim hanya merumuskan hukum. Pekerjaan hakim menurut Wirjono Prodjodikoro, mendekati pembuatan undang-undang, tetapi tidak sama. Beliau berpendapat, meskipun Ter Haar menyatakan isi hukum adat baru tercipta secara resmi dan dianggap 15 Ibid 16 Ibid
  • 9. ada, apabila ada beberapa putusan dari penguasa terutama hakim, ucapan Ter Haar itu pun tidak dapat dianggap bahwa dengan putusan hakim terciptalah hukum adat, tetapi hanya merumuskan hukum adat. Di negara Belanda, hakim tidak terikat kepada putusan hakim-hakim lain dan juga tidak kepada hakim yang lebih tinggi. Terbentuknya yurisprudensi tetap adalah berdasarkan kebiasaan, 9 bukan berdasarkan keputusan hakim. Pada zaman Umar r.a, beliau pernah mengirim surat kepada Abu Musa al Ash’ari r.a tentang pentingnya lembaga hukum (lembaga peradilan) yaitu: ”Menyelesaikan perkara adalah suatu kewajiban dari Allah SWT dan suatu sunnah yang harus diikuti”. Kalimat tersebut berarti formasi pengaturan kekuasaan kehakiman pemerintahan Islam adalah suatu kewajiban umat Islam. Oleh karena itu, setiap daerah Islam harus mempunyai formasi kehakiman. Jika tidak ada orang yang mengatur hukum, maka kehidupan masyarakat akan menjadi kacau balau dan pemerintahan tidak bisa ditegakkan. Oleh karena itu kehormatan pada kepentingan dan kebutuhan pengadilan sangat diperlukan untuk menjaga ketertiban perdamaian, maka mewujudkan pengadilan merupakan fardhu kifayah. Sehubungan dengan hal ini, Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan “Harus ada hakim di antara masyarakat, jika tidak ada, haruskah hak-hak rakyat dihancurkan?”. Pernyataan Imam Ahmad bin Hambal menunjukkan bahwa lembaga peradilan sangat dibutuhkan dalam suatu negara.17 Sebagai bentuk diakuinya lembaga peradilan dan kekuasaan kehakiman, maka diaturlah dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Yaitu diatur dalam Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman, Undang-undang Nomor 49 tahun 2009 tentang peradilan umum, Undang-undang Nomor 17 Abdul Manan, Etika Hakim dalam Penyelenggaraan Peradilan Suatu Kajian dalam Sistem Peradilan Islam, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010, Hal. 95-96
  • 10. 50 Tahun 2009 tentang peradilan agama, Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 10 tentang Peradilan Militer. 2. Faktor-faktor yang berperan dalam penyelenggaraan peradilan Peranan peradilan tidak sekedar melaksanakan tugas yuridis dengan mengotak-atik dalam penerapan aturan-aturan hukum formal dalam memutus perkara yang dihadapinya, melainkan pula harus mengambil peran lain yakni peran politik, yang berarti bahwa pengadilan harus juga berpolitik dan menjadi pejuang ideologi. Satjipto Rahardjo mengatakan bahwa “Peran politik meliputi keterlibatan Mahkamah Agung RI untuk secara sadar membawa perahu negara ini menuju kepada tujuan seperti tercantum dalam konstitusi”.18 Pengadilan dibuat dengan tugas-tugas tertentu. Tujuannya adalah untuk melaksanakan dan menetapkan aturan hukum agar keadilan dapat diwujudkan kepada berbagai pihak. Lembaga pengadilan yang bertugas menyelenggarakan peradilan tidak dapat berbuat dan menghasilkan suatu karya tanpa mengaitkan diri pada peran-peran dari komponen-komponen social dan lingkungan masyarakat yang membentuknya. Bekerjanya lembaga peradilan yang berpangkal kepada kepentingan perseorangan dan kepentingan masyarakat menunjukkan bahwa pengadilan merupakan suatu pranata yang melayani kehidupan social. Adapun faktor-faktor yang berperan dalam penyelenggaraan peradilan adalah : 19 a. Faktor perkara yang terjadi 18 Rusli Muhammad, Potret Lembaga Pengadilan Indonesia, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2006, Hal. 10 19 Ibid, hal. 72-82
  • 11. 11 b. Faktor peraturan-peraturan hukum c. Faktor penegak hukum d. Faktor fasilitas dan sarana penunjang Dari keempat faktor tersebut, maka faktor (b) dan faktor (d) ditentukan oleh lembaga eksekutif dan lembaga legislatif yaitu faktor peraturan-peraturan hukum dan faktor fasilitas dan sarana penunjang. Oleh karena itu, saat ini kemandirian lembaga peradilan tengah diuji dan reformasi hukum pada saat ini masih perlu dilakukan. 3. Hambatan dan Kendala dalam penyelenggaraan peradilan Pada dasarnya manusia senantiasa menginginkan ketertiban dan akibatnya dikehendaki adanya peraturan-peraturan hukum, yang dapat dijadikan patokan/pedoman dalam kehidupan bersama, sehingga masing-masing anggota masyarakat akan tahu hak dan kewajibannya. Meskipun manusia mengharapkan peraturan hukum, tidak selamanya aturan hukum mampu menciptakan masyarakat yang tertib dan damai, justru bisa terjadi sebaliknya, yang disebabkan karena aturan itu sendiri dan karena ulah beberapa anggota masyarakat yang tidak tunduk bahkan menentang peraturan hukum itu. Dalam pelaksanaan peradilan tentunya terdapat kendala dan hambatan. Kebanyakan kendala yang terjadi adalah adanya warga peradilan yaitu hakim dan pegawai yang tidak memahami kode etik. Bagi hakim berlaku kode etik hakim berdasarkan Peraturan Bersama Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial Nomor : 02/PB/MA/IX/2012 dan bagi pegawai Mahkamah Agung berlaku kode etik PNS yang tertuang dalam Keputusan Sekretaris Mahkamah Agung RI Nomor : 008A/SEK/SK/I/2012. Dalam pasal 2 Keputusan Sekretaris Mahkamah Agung RI : 008A/SEK/SK/I/2012 dinyatakan bahwa aturan kode etik bertujuan
  • 12. menjaga citra dan kredibilitas Mahkamah Agung RI dan badan peradilan di 12 bawahnya. Banyaknya pelanggaran yang terjadi juga disebabkan oleh faktor rendahnya moral dan pemahaman spiritual (agama) dari warga peradilan tersebut. Sesuai dengan hukuman disiplin yang dikeluarkan oleh Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI periode Januari s.d Maret 2014 dinyatakan bahwa pelanggaran dengan total 78 orang dengan rincian pelanggaran oleh hakim dilakukan sebanyak 45 orang dan pegawai sebanyak 33 orang. C. KESIMPULAN 1. Kekuasaan badan peradilan harus independen dan terpisah dari kekuasaan negara lainnya. Independen itu meliputi kemandirian personal (personal judicial indepence), kemandirian substantial (subtantif judicial independence) dan kemandirian kelembagaan (institusional judicial independence) dan pada zaman Umar r.a, beliau pernah mengirim surat kepada Abu Musa al Ash’ari r.a tentang pentingnya lembaga hukum (lembaga peradilan). 2. Adapun faktor-faktor yang berperan dalam penyelenggaraan peradilan adalah : Faktor perkara yang terjadi, Faktor peraturan-peraturan hukum, Faktor penegak hukum dan Faktor fasilitas dan sarana penunjang 3. Dalam pelaksanaan peradilan tentunya terdapat kendala dan hambatan. Kebanyakan kendala yang terjadi adalah adanya warga peradilan yaitu hakim dan pegawai yang tidak memahami kode etik
  • 13. 13 DAFTAR PUSTAKA A. BUKU Adji, Oemar Seno, Peradilan Bebas Negara Hukum, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1985 Ali, Achmad, Menguak Tabir Hukum, Bogor : Ghalia Indonesia, 2011 Manan, Abdul, Etika Hakim dalam Penyelenggaraan Peradilan Suatu Kajian dalam Sistem Peradilan Islam, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010 Muhammad, Rusli, Potret Lembaga Pengadilan Indonesia, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2006, Rasjidi,Lili, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2007 B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN PUTUSAN Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Ketetapan MPR No. X/1998 Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Undang-undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Pengadilan Negeri Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Pengadilan Agama Undang-undanga Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
  • 14. 14 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 110/PUU-X/2012 Peraturan Bersama Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial Nomor : 02/PB/MA/IX/2012 Keputusan Sekretaris Mahkamah Agung RI Nomor : 008A/SEK/SK/I/2012 C. JURNAL Latif, Abdul, “Jaminan Negara Hukum Dalam Proses Hukum Yang Adil ”, Varia Peradilan Tahun XXVI No. 310 Tahun 2011 Soebechi, Imam, “Eksistensi Peradilan Tata Usaha Negara Dalam Dinamika Hukum Dan Demokrasi”, Varia Peradilan Tahun XXVII No. 329, Tahun 2013 Wibowo, Basuki Rekso, “Pembaruan Hukum Yang Berwajah Keadilan”, Varia Peradilan Tahun XXVII, No. 313 Tahun 2011 D. INTERNET http://forumduniahukumblogku.wordpress.com/2012/12/24/eksistensi-pengadilan- pajak-dalam-kekuasaan-kehakiman-di-indonesia/ http://www.reformasihukum.org/ID/file/kajian/Reformasi%20Kebebasan%20Keku asaan%20Kehakiman.pdf http://www.scribd.com/doc/38409735/Pengantar-Ilmu-Administrasi-Negara http://www.lfip.org/english/pdf/bali-seminar/Kemandirian%20Hakim%20- %20A%20hamzah.pdf