Teks tersebut membahas tentang evaluasi kinerja dan kompensasi, yang meliputi definisi evaluasi kinerja menurut beberapa ahli, tujuan evaluasi kinerja, dan manfaat evaluasi kinerja bagi karyawan dan perusahaan.
1. EVALUASI KINERJA DAN KOMPENSASI
RESUME MATERI EVALUASI KINERJA DAN KOMPENSASI
Diajukan untuk memenuhi Ujian Akhir Semester mata kuliah Evaluasi Kinerja dan Kompensasi
yang diampu oleh dosen Bapak Ade Fauji, SE., MM.
Oleh :
IIS SURYATI
11150334 / 7H-MSDM
JURUSAN MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS BINA BANGSA BANTEN
2019
2.
3. Evaluasi kinerja atau penilaian prestasi karyawan yang dikemukakan Leon C.
Menggison (1981:310) dalam Mangkunegara (2000:69) adalah sebagai berikut:
”penilaian prestasi kerja (Performance Appraisal) adalah suatu proses yang
digunakan pimpinan untuk menentukkan apakah seorang karyawan melakukan
pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggng jawabnya”. Selanjutnya Andrew E.
Sikula (1981:2005) yang dikutip oleh Mangkunegara (2000:69) mengemukakan
bahwa ”penilaian pegawai merupakan evaluasi yang sistematis dari pekerjaan
pegawai dan potensi yang dapat dikembangkan. Penilaian dalam proses penafsiran
atau penentuan nilai, kualitas atau status dari beberapa obyek orang ataupun sesuatu
(barang)”. Selanjutnya Menurut Siswanto (2001:35) penilaian kinerja adalah: ” suatu
kegiatan yang dilakukan oleh Manajemen/penyelia penilai untuk menilai kinerja
tenaga kerja dengan cara membandingkan kinerja atas kinerja dengan uraian /
deskripsi pekerjaan dalam suatu periode tertentu biasanya setiap akhir tahun.”
Anderson dan Clancy (1991) sendiri mendefinisikan pengukuran kinerja sebagai:
“Feedbackfrom theaccountanttomanagementthatprovidesinformation abouthow
well the actions represent the plans;it also identifies where managersmay need to
make corrections or adjustments in future planning andcontrolling activities”
sedangkan Anthony, Banker, Kaplan, dan Young (1997) mendefinisikan
pengukuran kinerja sebagai: “the activity of measuring the performance of an
activity or the value chain”. Dari kedua definisi terakhir Mangkunegara (2005:47)
4. menyimpulkan bahwa pengukuran atau penilaian kinerja adalah tindakan
pengukuran yang dilakukan terhadap berbagai aktivitas dalam rantai nilai yang ada
pada peruisahaan. Hasil pengukuran tersebut digunakan sebagai umpan balik yang
memberikan informasi tentang prestasi, pelaksanaan suatu rencana dan apa yang
diperlukan perusahaan dalam penyesuaian-penyesuaian dan pengendalian.
Dari beberapa pendapat ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa evaluasi kinerja
adalah penilaian yang dilakukan secara sistematis untuk mengetahui hasil pekerjaan
karyawan dan kinerja organisasi. Disamping itu, juga untuk menentukan kebutuhan
pelatihan kerja secara tepat, memberikan tanggung jawab yang sesuai kepada
karyawan sehingga dapat melaksanakan pekerjaan yang lebih baik di masa
mendatang dan sebagai dasar untuk menentukan kebijakan dalam hal promosi
jabatan atau penentuan imbalan.
2.1.4. Tujuan Penilaian/Evaluasi Kinerja
Tujuan evaluasi kinerja adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja
organisasi melalui peningkatan kinerja dari SDM organisasi. Secara lebih spesifik,
tujuan dari evaluasi kinerja sebagaimana dikemukakan Sunyoto (1999:1) yang
dikutip oleh Mangkunegara (2005:10) adalah:
1. Meningkatkan Saling pengertian antara karyawan tentang persyaratan kinerja.
5. 2. Mencatat dan mengakui hasil kerja seorang karyawan, sehingga mereka
termotivasi untuk berbuat yang lebih baik, atau sekurang-kurangnya
berprestasi sama dengan prestasi yang terdahulu.
3. Memberikan peluang kepada karyawan untuk mendiskusikan keinginan dan
aspirasinya danmeningkatkan kepedulian terhadap karier atau pekerjaan yang
di embannya sekarang.
4. Mendefinisikan atau merumuskan kembali sasaran masa depan, sehingga
karyawan termotivasi untuk berprestasi sesuai dengan potensinya.
5. Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai dengan
kebutuhan pelatihan, khusus rencana diklat, dan kemudian menyetujui
rencana itu jika tidak ada hal-hal yang perlu diubah.
Kegiatan penilaian kinerja sendiri dimaksudkan untuk mengukur kinerja masing-
masing tenaga kerja dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas kerja,
sehingga dapat diambil tindakan yang efektif semisal pembinaan berkelanjutan
maupun tindakan koreksi atau perbaikan atas pekerjaan yang dirasa kurang sesuai
dengan deskripsi pekerjaan. Penilaian kinerja terhadap tenaga kerja biasanya
dilakukan oleh pihak manajemen atau pegawai yang berwenang untuk memberikan
penilaian terhadap tenaga kerja yang bersangkutan dan biasanya merupakan atasan
langsung secara hierarkis atau juga bisa dari pihak lain yang diberikan wewenang
6. atau ditunjuk langsung untuk memberikan penilaian. Hasil penilaian kinerja tersebut
disampaikan kepada pihak manajemen tenaga kerja untuk mendapatkan kajian
dalam rangka keperluan selanjutnya, baik yang berhubungan dengan pribadi tenaga
kerja yang bersangkutan maupun yang berhubungan dengan perusahaan.
Dalam melakukan penilaian kinerja terhadap seorang tenaga kerja, pihak yang
berwenang dalam memberikan penilaian seringkali menghadapi dua alternatif
pilihan yang harus diambil: pertama, dengan cara memberikan penilaian kinerja
berdasarkan deskripsi pekerjaan yang telah ditetapkan sebelumnya; kedua, dengan
cara menilai kinerja berdasarkan harapan-harapan pribadinya mengenai pekerjaan
tersebut. Kedua alternatif diatas seringkali membingungkan pihak yang berwenang
dalam memberikan penilaian karena besarnya kesenjangan yang ada diantara kedua
alternatif tersebut sehingga besar kemungkinan hanya satu pilihan alternatif yang
bisa dipergunakan oleh pihak yang berwenang dalam melakukan penilaian
Penentuan pilihan yang sederhana adalah menilai kinerja yang dihasilkan tenaga
kerja berdasarkan deskripsipekerjaan yang telah ditetapkan padasaat melaksanakan
kegiatan analisis pekerjaan. Meskipun kenyataannya, cara ini jarang diperoleh
kepastian antara pekerjaan yang telah dilaksanakan oleh seorangtenaga kerja dengan
deskripsi pekerjaan yang telah ditetapkan. Karena seringkali deskripsi pekerjaan
yang etrtulis dalam perusahaan kurang mencerminkan karakteristik seluruh
persoalan yang ada.
7. Kebiasaan yang sering dialami tenaga kerja adalah meskipun penilaian kinerja telah
selesai dilakukan oleh pihak yang berwenang dalam melakukan penilaian, tenaga
kerja yang bersangkutan tetap kurang mengetahui seberapa jauh mereka telah
memenuhi apa yang mereka harapkan. Seluruh proses tersebut (penilaian kinerja)
analisis dan perencanaan diliputi oleh kondisi yang tidak realistis semisal permaian,
improvisasi, dan sebagainya. Jalan yang lebih berat bagi pihak yang berwenang
dalam melakukan penilaian adalah menentukan hal-hal yang sebenarnya diharapkan
tenaga kerja dalam pekerjaan saat itu.
Cara menghindarkan hal tersebut biasa dilakukan manajemen adalah dengan cara
menanyakan pada masing-masing tenaga kerja untuk merumuskan pekerjaanya.
Meskipun cara ini sebenarnya agak bertentangan dengan literatur ketenaga kerjaan
yang ada. Dengan alasan para tenaga kerja cenderung merumuskan pekerjaan
mereka dalam arti apa yang telah mereka kerjakan, bukannya apa yang diperlukan
oleh perusahaan. Hal ini bukan berarti tenaga kerja tidak memiliki hak suara dalam
merumuskan deskripsi pekerjaan mereka. Mereka juga membantu merumuskan
pekerjaan secara konstruktif, karena kesalahan bukan karena tenaga kerja tidak
diminta untuk membantu merumuskan pekerjaan, tetapi karena seluruh beban
pekerjaan dilimpahkan diatas pundak mereka.
8. Dalam buku yang berjudul :”Manajemen Sumber Daya Manusia” (1995:327),
menurut Henry Simamora kinerja karyawan adalah tingkat terhadap mana para
karyawan mencapai persyaratan-persyaratan pekerjaan.
Yang dimaksud dengan sistem penilaian kinerja ialah proses yang mengukur kinerja
karyawan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penilaian kinerja karyawan
adalah :
1. karakteristik situasi,
2. deskripsi pekerjaan, spesifikasi pekerjaan dan standar kinerja pekerjaan,
3. tujuan-tujuan penilaian kinerja,
4. sikap para karyawan dan manajer terhadap evaluasi
Tujuan Penilaian Kinerja
Tujuan diadakannya penilaian kinerja bagi para karyawan dapat kita ketahui dibagi
menjadi dua, yaitu:
Tujuan evaluasi
Seorang manajer menilai kinerja dari masalalu seorang karyawan dengan
menggunakan ratings deskriptif untuk menilai kinerja dan dengan data tersebut
berguna dalam keputusan-keputusan promosi. demosi, terminasi dan kompensasi.
Tujuan pengembangan
9. Seorang manajer mencoba untuk meningkatkan kinerja seorang karyawan dimasa
yang akan datang.
Sedangkan tujuan pokok dari si stem penilaian kinerja karyawan adalah: sesuatu
yang menghasilkan informasi yang akurat dan valid
berkenaandengan prilaku dan kinerja anggota organisasi atau perusahaan.
Manfaat penilaian kinerja karyawan
Pada umumnya orang-orang yang berkecimpung dalam manajemen sumber daya
manusia sependapat bahwa penilaian ini merupakan bagian penting dari seluruh
proses kekaryaan karyawan yang bersangkutan. Hal ini penting juga bagiperusahaan
dimana karyawan tersebut bekerja. Bagi karyawan, penilaian tersebut berperan
sebagai umpan balik tentang berbagai hal seperti kemampuan, kelebihan,
kekurangan, dan potensiyang padagilirannya bermanfaat untuk menentukan tujuan,
jalur, rencana dan pengembangan karir.
Dan bagi organisasi atau perusahaan sendiri, hasil penilaian tersebut sangat penting
artinya dan peranannya dalam pengambilan keputusan tentang berbagai hal, seperti
identifikasi kebutuhan program pendidikan dan pelatihan, rekruitment, seleksi,
program pengenalan, penempatan, promosi, sistem imbalan dan berbagai aspek lain
dari proses dari manajemen sumber daya manusia secara efektif.
10. Secara definitive Bernadine dan Russeldalam Sulistiyani dan Rosidah juga
mengemukakan kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam
melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas
kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu.
Menurut Mangkunegaradalam Sulistiyani dan Rosidah mendefinisikan kinerja
adalah hasil kerja yang secara berkualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang
pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang
diberikan kepadanya. Sulistiyani dan Rosidahmenyatakan kinerja seseorang
merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai
dari hasil kerjanya.
Andrew F. Sikula dalam Hasibuan penilaian kinerja adalah evaluasi yang sistematis
terhadap pekerjaan yang telah dilakukan oleh karyawan dan ditujukan untuk
pengembangan. Dale Yoder dalam Hasibuan mendefinisikan penilaian kinerja
sebagai prosedur yang formal dilakukan di dalam organisasi untuk mengevaluasi
pegawai dan sumbangan serta kepentingan bagi pegawai. Sedangkan
menurut Siswanto penilaian kinerja adalah suatu kegiatan yang dilakukan
manajemen atau penyelia. Penilai untuk menilai kinerja tenaga kerja dengan cara
membandingkan kinerja atas kinerja dengan uraian deskripsi pekerjaan dalam suatu
periode tertentu biasanya setiap akhir tahun.
11. Berdasarkan pengertian tentang kinerja diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja
adalah hasil atau suatu taraf kesuksesan yang dicapai seseorang dalam bidang
pekerjaannya menurut kriteria tertentu dan dievakuasi oleh orang-orang tertentu
terutama atasan pegawai yang bersangkutan.
C. Manfaat Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja sangat bermanfaat bagi dinamika pertumbuhan organisasi secara
keseluruhan. Melalui penilaian tersebut, maka dapat diketahui bagaimana hasil rill
pegawai dilihat dari kinerja dan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam
pengambilan keputusan. Adapun manfaat penilaian menurut Sulistiyani dan Rosidah
adalah:
1. Untuk mengetahui tujuan dan sasaran manajemen dan pegawai
2. Memotivasi pegawai untuk memperbaiki kinerja
3. Mendistribusikan reward dari organisasi atau instansi yang berupa kenaikan
pangkat dan promosi yang adil
4. Mengadakan penelitian manajemen personalia.
Referensi
Rosidah dan Sulistiyani. (2003). Pemimpin dan Kepemimpinan, Pemimpin
dan Kepemimpinan. Jakarta: PT. Grafindo Persaada
12. Hasibuan. H. Malayu. S.p.(2005). Manajemen Sumber Daya Manusia.
Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Siswanto Sastrohadiwiryo. B.(2003). Manajemen Tenaga Kerja Indonesia
Pendekatan Administratif dan Operasional. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Husaini Ustman. (2008). Manajemen, Teori, Praktik Dan Reset Pendidikan.
Jakarta: Rosdakarya.
Abdurrahmat Fatoni. (1991). Organisasi dan Manajemen Sumber Daya
Manusia. Jakarta: PT.Ghalia Indonesia
13. Human Resources Scorecard adalah suatu alat untuk mengukur dan mengelola
kontribusi stategik dari peran human resources dalam menciptakan nilai untuk
mencapai strategi perusahaan.
Menurut Brian E. Becker, Mark A Huselid & Dave Ulrich (2009,pxii) human
resource scorecard adalah kapasitas untuk merancang dan menerapkan sistem
pengukuran SDM yang strategis dengan merepresentasikan “alat pengungkit yang
penting” yang digunakan perusahaan untuk merancang dan mengerahkan strategi
SDM yang lebih efektif secara cermat.
Menurut Gary Desler (2006,p16) human resource scorecard adalah mengukur
keefektifan dan efisiensi fungsi human resource dalam membentuk perilaku
karyawan yang dibutuhkan untuk mecapai tujuan strategis perusahaan.
Menurut Nurman (2008,p1) human resources scorecard adalah suatu alat untuk
mengukur dan mengelola kontribusi strategic dari peran human resources
dalam menciptakan nilai untuk mencapai strategi perusahaan.
14. Menurut Riana Sitawati, Sodikin Manaf, & Endah Winarti (2009,p5) human
resource scorecard adalah pendekatan yang digunakan dengan sedikit
memodifikasi dari model balance scorecard awal yang saat ini paling umum
digunakan padatingkat korporasiyang difokuskan pada strategi jangka panjang dan
koneksi yang jelas pada hasil bisnisnya.
Menurut Surya Dharma dan Yuanita Sunatrio (2001,p1) human resource
scorecard adalahpengukuranterhadap strategi SDM dalam menciptakan nilai – nilai
(value creation) dalam suatu organisasi yang sangat di dominasi oleh “human
capital” dan modal intangible lainnya.
Menurut Uwe Eigenmann (2005,p32) human resource scorecard adalah secara
khusus dirancang untuk menanamkan sistem sumber daya manusia dalam strategi
keseluruhan perusahaan dan mengelola SDM arsitektur sebagai aset
strategis. Scorecard sumber daya manusia tidak menggantikan balanced scorecard
tradisional tetapi melengkapi itu.
Perbedaan antara human resources scorecard dengan balanced scorecard
adalahbahwabalance scorecard lebih mengukur kinerja perusahaan berupatangible
15. assets sedangkan human resources scorecard lebih mengukur kinerja sumber daya
manusia perusahaan yang berupa intangible assets.
Humanresources scorecard adalah suatusistem pengukuran sumber daya manusia
yang mengaitkan orang – strategi – kinerja untuk menghasilkan perusahaan yang
unggul. Human resources scorecard menjabarkan misi, visi, strategi menjadi aksi
human resources yang dapat di ukur kontribusinya. Human resources scorecard
menjabarkan sesuatu yang tidak berwujud/intangible (leading/sebab) menjadi
berwujud/tangible (lagging/akibat). Human resources scorecard merupakan suatu
sistem pengukuran yang mengaitkan sumber daya manusia dengan strategi dan
kinerja organisasi yang akhirnya akan mampu menimbulkan kesadaran mengenai
konsekuensi keputusan investasi sumber daya manusia, sehingga investasi tersebut
dapat dilakukan secara tepat arah dan tepat jumlah. Selain itu, human resources
scorecard dapat menjadi alat bantu bagi manajer sumber daya manusia untuk
memastikan bahwa semua keputusan sumber daya manusia mendukung atau
mempunyai kontribusi langsung pada implementasi strategi usaha.
16. Berdasarkan kesimpulan diatas pengertian HR Scorecard adalah suatu sistem
pengukuran pada kontribusi departemen sumber daya manusia sebagai aset
untuk menciptakan nilai – nilai bagi suatu organisasi.
HR Scorecard Sebagai Model Pengukuran Kinerja Sumber Daya Manusia
Human resources scorecard mengukur keefektifan dan efisiensi fungsi sumber daya
manusia dalam mengerahkan perilaku karyawan untuk mencapai tujuan
strategis perusahaan sehingga dapat membantu menunjukan bagaimana sumber
daya manusia memberikan kontribusi dalam kesuksesan keuangan dan strategi
perusahaan. Human Resources Scorecard merupakan bagian dari perusahaan.
Human resources scorecard ibarat sebuah bangunan, yang menjadi bagian dari apa
yang kita turunkan dari strategi perusahaan.
Menurut Becker et al. (2001), dasar dari peran sumber daya manusia yang strategis
terdiri dari tiga dimensi rantai nilai (value chain) yang dikembangkan oleh arsitektur
sumber daya manusia perusahaan, yaitu fungsi, sistem dan perilaku karyawan.
Arsitektur SDM dapat dilihat pada Gambar dibawah ini :
17. Gambar 2.1 Arsitektur Strategi Sumber Daya Manusia
1. Fungsi sumberdaya manusia (The HR Function).
Dasar penciptaan nilai strategi sumber daya manusia adalah mengelola infrastruktur
untuk memahami dan mengimplementasikan strategi perusahaan.
Biasanya profesidalam fungsi sumber daya manusia diharapkan dapat mengarahkan
usaha ini. Becker et al (2001) menemukan bahwa kebanyakan manajer sumberdaya
manusia lebih memusatkan kegiatannya pada penyampaian (delivery) yang
tradisional atau kegiatan manajemen sumber daya manajemen teknis, dan kurang
memperhatikan pada dimensi manajemen sumber daya manusia yang stratejik.
Kompetensi yang perlu dikembangkan bagi manajer sumber daya manusia masa
depan dan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kinerja organisasi adalah
kompetensi manajemen sumber daya manusia stratejik dan bisnis.
18. 2. Sistem sumber daya manusia (The HR System).
Sistem sumber daya manusia adalah unsur utama yang berpengaruh dalam sumber
daya manusia stratejik. Model sistem ini yang disebut sebagai High performance
work system (HPWS). Dalam HPWS setiap elemen pada sistem The HR Functin
sumber daya manusia dirancang untuk memaksimalkan seluruh kualitas human
capital melalui organisasi. Untuk membangun dan memelihara persediaan human
capital yang berkualitas, HPWS melakukan hal-hal sebagai berikut :
Mengembangkan keputusan seleksi dan promosi untuk memvalidasi model
kompetensi.
Mengembangkan strategi yang menyediakan waktu dan dukungan yang efektif
untuk ketermpilan yang dituntut oleh implementasi strategi organisasi.
Melaksanakan kebijaksanaan kompensasidanmanajemen kinerja yang menarik,
mempertahankan dan memotivasi kinerja karyawan yang tinggi.
Hal diatas merupakan langkah penting dalam pembuatan keputusan peningkatan
kualitas karyawan dalam organisasi, sehingga memungkinkan kinerja organisasi
berkualitas. Agar sumber daya manusia mampu menciptakan value, organisasi perlu
membuat struktur untuk setiap elemen dari sistem sumber daya manusia dengan cara
menekankan, mendukung HPWS.
19. 3. Perilaku karyawan (Employee Behaviour).
Peran sumber daya manusia yang stratejik akan memfokuskan pada produktivitas
perilaku karyawan dalam organisasi. Perilaku stratejik adalah perilaku produktif
yang secara langsung mengimplementasikan strategi organisasi. Strategi ini terdiri
dari dua kategori umum seperti :
Perilaku inti (corebehaviour) adalah alur yang langsung berasaldari kompetensi
inti perilaku yang didefinisikan organisasi. Perilaku tersebut sangat fundamental
untuk keberhasilan organisasi.
Perilaku spesifik yang situasional yang essential sebagai key point dalam
organisasi atau rantai nilai dari suatu bisnis. Mengintegrasikan perhatian pada
perilaku kedalam keseluruhan usaha untuk mempengaruhi dan mengukur
kontribusi sumber daya manusia terhadap organisasi merupakan suatu
tantangan.
Manfaat Human Resource Scorecard
Human resources scorecard memberikan manfaat yaitu menggambarkan peran dan
kontribusi sumber daya manusia kepada pencapaian visi perusahaan secara jelas dan
terukur, agar profesional sumber daya manusia mampu dalam mengendalikan biaya
yang dikeluarkan dan nilai yang dikontribusikan dan memberikan gambaran
hubungan sebab akibat. Adapun menurut Bryan E.Becker (2009,p80-82) sebagai
20. berikut :
1. Memperkuat perbedaan antara HR do able dan HR deliverable
Sistem pengukuran SDM harus membedakan secara jelas antara deliverable, yang
mempengaruhi implementasi strategi, dan do able yang tidak. Sebagai contoh,
implementasi kebijakan bukan suatu deliverable hingga ia menciptakan perilaku
karyawan yang mendorong implementasi strategi. Suatu sistem pengukuran SDM
tepat secara kontinu mendorong professional SDM untuk berfikir secara strategis
serta secara operasional.
2. Mengendalikan biaya dan menciptakan nilai
SDM selalu di harapkan mengendalikan biaya bagi perusahaan. Pada saat yang
sama, memainkan peran strategis berarti SDM harus pula menciptakan nilai. HR
Scorecard membantu para manajemen sumber daya manusia untuk
menyeimbangkan secara efektif kedua tujuan tersebut. Hal itu bukan saja
mendorong para praktisi untuk menghapus biaya yang tidak tepat, tetapi juga
membantu mereka mempertahankan “investasi” dengan menguraikan
manfaatpotensial dalam pengertian kongkrit.
21. 3. HR Scorecard mengukur leading indicators
Model kontribusi strategis SDM kami menghubungkan keputusan-keputusan dan
sistem SDM dengan HR deliverable, yang selanjutnya mempengarui pendorong
kinerja kunci dalam implementasi perusahaan. Sebagaimana terdapat leading dan
lagging indicator dalam sistem pengukuran kinerja seimbang keseluruhan
perusahaan, di dalam rantai nilai SDM terdapat pendorong (deliver) dan hasil
(outcome). Hal ini bersifat essensial untuk memantau keselarasan antara keputusan-
keputusan SDM dan unsur-unsur sistem yang mendorong HR deliverable. Menilai
keselarasan ini memberikan umpan balik mengenai kemajuan SDM menuju
deliverable tersebut dan meletakan fondasi bagi pengaruh strategi SDM.
HR Scorecard menilai kontribusi SDM dalam implementasi strategi dan pada
akhirnya kepada “bottom line”. Sistem pengukuran kinerja strategi apapun harus
memberikan jawaban bagi chief HR officer atas pertanyaannya, “apa kontribusi
SDM terhadap kinerja perusahaan?” efek kumulatif ukuran - ukuran HR
deliverable padascorecard harus memberikan jawaban itu. Para manajer SDM harus
memiliki alasan strategi yang ringkas, kredibel dan jelas, untuk semua ukuran
deliverable. Jika alasan itu tidak ada, begitu pula pada ukuran itu tidak ada. Pada
manajer lini harus menemukan ukuran deliverable ini sekredibel seperti yang
22. dilakukan manajer SDM, sebab matrik-matriks itu merepresentasikan solusi - solusi
bagi persoalan bisnis, bukan persoalan SDM.
4. HR Scorecard memungkinkan professional SDM mengelola secara
efektiftanggung jawab strategi mereka. HR Scorecard mendorong sumber daya
manusia untuk fokus secara tepat pada bagaimana keputusan mereka mempengaruhi
keberhasilan implementasi strategi perusahaan. Sebagaimana kami menyoroti
pentingnya “fokus strategis karyawan” bagi keseluruhan perusahaan, HR Scorecard
harus memperkuat fokus
strategis para manajer SDM dan karena para professional SDM dapat mencapai
pengaruh strategis itu sebagian besar dengan cara mengadopsi perspektif sistemik
dari pada dengan cara memainkan kebijakan individual, scorecard mendorong
mereka lebih jauh untuk berfikir secara sistematis mengenai strategi SDM.
5. HR Scorecard mendorong Fleksibilitas dan perubahan.
Kritik yang umum terhadap sistem pengukuran kinerja ialah sistem ini menjadi
terlembagakan dan secara actual merintangi perubahan. Strategi - strategi tumbuh,
organisasi perlu bergerak dalam arah yang berbeda, namun sasaran - sasaran kinerja
yang sudah tertinggal menyebabkan manajer dan karyawan ingin memelihara status
23. quo. Memang, salah satu kritik terhadap manajemen berdasarkan pengukuran ini
ialah bahwa orang-orang menjadi trampil dalam mencapai angka-angka yang
diisyaratkan dalam sistem nama dan mengubah pendekatan manajemen mereka
ketika kondisi yang bergesermenuntutnya. HR Scorecard memunculkan fleksibilitas
dan perubahan, sebab ia fokus pada implementasi strategi perusahaan, yang akan
secara konstan menuntut perubahan. Dengan pendekatan ini, ukuran-ukuran
mendapat makna yang baru.
Mereka menjadi sekedar indicator dari logika yang mendasari yang diterima oleh
para manajer sebagai hal absah. Dengan kata lain, ini bukan sekedar bahwa di waktu
yang lalu orang mengejar sejumlah angka tertentu; mereka dulu juga memikirkan
tentang kontribusi mereka pada implementasi strategi perushaan.
Mereka melihat gambar besarnya. Kami percaya bahwa fokus yang lebih besar
memudahkan para manajer untuk mengubah arah. Tidak seperti organisasi
“tradisional”, dalam organisasi yang berfokus pada strategi, orang memandang
ukuran - ukuran sebagai alat untuk mencapai tujuan, daripada sebagai tujuan itu
sendiri.
24. Motivasi di dalam dunia kerja adalah sesuatu yang dapat menimbulkan
semangat atau dorongan kerja. Menurut As’ad (2004) motivasi kerja dalam
psikologi karya biasa disebut pendorong semangat kerja. Kuat dan lemahnya
motivasi seseorang tenaga kerja ikut menentukan besar kecilnya prestasinya.
Menurut Munandar (2001) motivasi kerja memiliki hubungan dengan prestasi
kerja. Prestasi kerja adalah hasil dari interaksi antara motivasi kerja, kemampuan
dan peluang. Keterkaiatan antara motivasi dan prestasi kerja dapat di rumuskan
sebagai berikut:
Bila motivasi kerja rendah, maka prestasi kerja akan rendah meskipun
kemampuannya ada dan baik, serta memiliki peluang.
Motivasi kerja seseorang dapat bersifat proaktif atau reaktif. Pada motivasi
kerja yang proaktif seseorang akan berusaha meningkatkan kemampuan-
kemampuannya sesuai dengan yang dituntut oleh pekerjaannya atau akan berusaha
untuk mencari, menemukan atau menciptakan peluang di mana ia akan
menggunakan kemampuan-kemampuannya untuk dapat berprestasi yang tinggi.
Sebaliknya, motivasi kerja yang bersifat reaktif, cenderung menunggu upaya atau
tawaran dari lingkungannya.
25. Motivasi kerja merupakan pemberian dorongan. Pemberian dorongan ini
dimaksudkan untuk mengingatkan orang-orang atau karyawan agar mereka
bersemangat dan dapat mencapai hasil sesuai dengan tuntutan perusahaan. Oleh
karena itu seorang manajer dituntut pengenalan atau pemahaman akan sifat dan
karateristik karyawannya, suatu kebutuhan yang dilandasi oleh motif dengan
penguasaan manajer terhadap perilaku dan tindakan yang dibatasi oleh motif, maka
manajer dapat mempengaruhi bawahannya untuk bertindak sesuai dengan keinginan
organisasi.
Menurut Martoyo (2000) motivasi kinerja adalah sesuatu yang menimbulkan
dorongan atau semangat kerja. Menurut Gitosudarmo dan Mulyono (1999) motivasi
adalah suatu faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu perbuatan
atau kegiatan tertentu, oleh karena itu motivasi sering kali diartikan pula sebagai
faktor pendorong perilaku seseorang. Setiap tindakan yang dilakukan oleh seorang
manusia pastimemiliki sesuatu faktor yang mendorong perbuatan tersebut. Motivasi
atau dorongan untuk bekerja ini sangat penting bagi tinggi rendahnya produktivitas
perusahaan. Tanpa adanya motivasi dari para karyawan atau pekerja untuk bekerja
sama bagi kepentingan perusahaan maka tujuan yang telah ditetapkan tidak akan
tercapai. Sebaliknya apabila terdapat motivasi yang besar dari para karyawan maka
hal tersebut merupakan suatu jaminan atas keberhasilan perusahaan dalam mencapai
tujuannya.
26. Motivasi atau dorongan kepada karyawan untuk bersedia bekerja bersama
demi tercapainya tujuan bersama ini terdapat dua macam, yaitu:
1. Motivasi finansial, yaitu dorongan yang dilakukan dengan memberikan imbalan
finansial kepada karyawan. Imbalan tersebut sering disebut insentif.
2. Motivasi nonfinansial, yaitu dorongan yang diwujudkan tidak dalam bentuk
finansial/ uang, akan tetapi berupa hal-hal seperti pujian, penghargaan, pendekatan
manusia dan lain sebagainya.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa motivasi pada dasarnya adalah
kondisi mental yang mendorong dilakukannya suatu tindakan (action atau activities)
dan memberikan kekuatan yang mengarah kepada pencapaian kebutuhan, memberi
kepuasan ataupun mengurangi ketidak seimbangan.
Teori motivasi dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu teori kepuasan
(content theory) dan teori proses (process theory). Teori ini dikenal dengan nama
konsep Higiene, yang mana cakupannya adalah:
1. Isi Pekerjaan, Hal ini berkaitan langsung dengan sifat-sifat dari suatu pekerjaan
yang dimiliki oleh tenaga kerja yang isinya meliputi: Prestasi, upaya dari pekerjaan
atau karyawan sebagai aset jangka panjang dalam menghasilkan sesuatuyang positif
di dalam pekerjaannya, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab,
pengembangan potensi individu.
27. 2. Faktor Higienis, suatu motivasi yang dapat diwujudkan seperti halnya : gaji dan
upah, kondisi kerja, kebijakan dan administrasi perusahaan, hubungan antara
pribadi, kualitas supervisi.
Pada teori tersebut bahwa perencanaan pekerjaan bagi karyawan haruslah
menunjukkan keseimbangan antara dua faktor.
B. TEORI-TEORI MOTIVASI
Teori motivasi bervariasi, yaitu menurut isi motivasi dan proses motivasi.
Teori yang berhubungan dengan pengidentifikasian isi motivasi berkaitan dengan
apa yang memotivasi tenaga kerja. Sedangkan teori proses lebih berkaitan dengan
bagaimana proses motivasi berlangsung. Sehingga dalam modul 2 ini akan dibahas
delapan teori motivasi, empat teori dari teori motivasi isi, yaitu: teori tata tingkat-
kebutuhan, teori eksistensi-relasi-pertumbuhan, teori dua faktor, teori motivasi
berprestasi, dan empat teori motivasi proses, yaitu: teori penguatan, teori tujuan,
teori expectacy, dan teoriequity. Kedelapan teori ini akan memberikan kontribusi
tentang motivasi kerja.
1. Teori Motivasi Isi
a. Teori Tata Tingkat-Kebutuhan
28. Setiap individu memiliki needs (kebutuhan, dorongan intrinsic dan ekstrinsic
factor), yang pemunculannya sangat terkait dengan dengan kepentingan individu.
Dengan kenyataan ini, kemudian Maslow membuat “need hierarchy theory” untuk
menjawab tentang tingkatan kebutuhan manusia. Bagitu juga individu sebagai
karyawan tidak bisa melepaskan diri dari kebutuhan-kebutuhannya.
Menurut Maslow, kebutuhan-kebutuhan manusia dapat digolongkan dalam
lima tingkatan sebagai berikut:
1) Physiological needs (kebutuhan bersifat biologis). Merupakan suatu kebutuhan
yang sangat mendasar. Contohnya: kita memerlukan makan, air, dan udara untuk
hidup. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang sangat primer, karena kebutuhan
ini telah ada sejak lahir. Jika kebutuhan ini tidak dipenuhi, maka individu berhenti
eksistensinya.
2) Safety needs (kebutuhan rasa aman). Merupakan kebutuhan untuk merasa aman
baik secara fisik maupun psikologis dari gangguan. Apabila kebutuhan ini
diterapkan dalam dunia kerja maka individu membutuhkan keamanan jiwanya
ketika bekerja.
3) Social needs (kebutuhan-kebutuhan sosial). Manusia pada dasarnya adalah
makhluk sosial, sehingga mereka memiliki kebutuhan-kebutuhan sosial, sehingga
mereka mempunyai kebutuhan-kebutuhan sosial sebagai berikut:
29. § Kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain di mana ia hidup dan bekerja
§ Kebutuhan akan perasaan dihormati, karena setiap manusia merasa dirinya penting
§ Kebutuhan untuk dapat berprestasi
§ Kebutuhan untuk ikut serta (sense of participation)
4) Esteem needs (kebutuhan akan harga diri). Penghargaan meliputi faktor internal,
sebagai contoh, harga diri, kepercayaan diri, otonomi, dan prestasi; dan faktor
eksternal, sebagai contoh, status, pengakuan, dan perhatian. Dalam dunia kerja,
kebutuhan harga diri dapat terungkap dalam keinginan untuk dipuji dan keinginan
untuk diakui prestasi kerjanya. Keinginan untuk didengar dan dihargai
pandangannya.
5) Self Actualization. Kebutuhan akan aktualisasi diri, termasuk kemampuan
berkembang, kemampuan mencapai sesuatu, kemampuan mencukupi diri
sendiri. pada tingkatan ini, contohnya karyawan cenderung untuk selalu
mengembangkan diri dan berbuat yang terbaik.
Maslow memisahkan kelima kebutuhan sebagai tingkat tinggi dan tingkat
rendah. Kebutuhan tingkat rendah, kebutuhan yang harus dipuaskan pertama kali
adalah kebutuhan fisiologi. Kemudian kebutuhan itu diikuti oleh kebutuhan
keamanan, sosial dan kebutuhan penghargaan. Di puncak dari hirarki adalah
kebutuhan akan pemenuhan diri sendiri. Setiap kebutuhan dalam tata tingkat tersebut
30. harus dipuaskan menurut tingkatannya. Ketika kebutuhan telah terpuaskan, maka
kebutuhan berhenti memotivasi perilaku, dan kebutuhan berikutnya dalam hirarki
selanjutnya akan mulai memotivasi perilaku. Dalam dunia kerja, orang sewaktu
kerja melakukan usaha untuk memenuhi kebutuhan paling rendah yang belum
terpuaskan.
b. Teori Eksistensi-Relasi-Pertumbuhan
Teori ERG adalah siangkatan dari Existence, Relatedness, dan Growth needs,
yang dikembangkan oleh Alderfer, yang merupakan suatu modifikasi dan
reformulasi dari teori tata tingkat kebutuhan dari Maslow.
Alderfer berargumen bahwa ada tiga kelompok kebutuhan inti, yaitu:
1) Kebutuhan eksistensi (existence needs), merupakan kebutuhan akan substansi
material, seperti keinginan untuk memperoleh makanan, air, perumahan, uang,
mebel, dan mobil. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan fisiological dan rasa aman
dari Maslow.
2) Kebutuhan hubungan (relatedness needs), merupakan kebutuhan untuk
memelihara hubungan antarpribadi yang penting. Individu berkeinginan untuk
berkomunikasi secara terbuka dengan orang lain yang dianggap penting dalam
kehidupan mereka dan mempunyai hubungan yang bermakna dengan keluarga,
31. teman dan rekan kerja. Kebutuhan ini mencakup kebutuhan sosial dan dan bagian
eksternal dari esteem(penghargaan) dari Maslow.
3) Kebutuhan pertumbuhan (growth needs), merupakan kebutuhan-kebutuhan yang
dimiliki seseorang untuk mengembangkan kecakapan mereka secara penuh. Selain
kebutuhan aktualisasi, juga termasuk bagian intrinsik dari kebutuhan harga diri
Maslow.
Teori ERG mengandung suatu dimensi frustasi-regresi. Dalam teori ERG,
dinyatakan bahwa apabila suatu tingkat kebutuhan dari urutan tertinggi terhalang,
akan terjadi hasrat individu untuk meningkatkan kebutuhan tingkat lebih rendah.
Sebagai contoh, ketidakmampuan memuaskan suatu kebutuhan akan interaksi
sosial, akan meningkatkan keinginan untuk memiliki banyak uang atau kondisi yang
lebih baik. Jadi frustasi (halangan) dapat mendorong pada suatu kemunduran yang
lebih rendah.
c. Teori Dua Faktor
Penelitian Herzberg menghasilkan dua kesimpulan khusus mengenai teori
tersebut yaitu:
32. 1) Serangkaian kondisi ekstrinsik, yaitu kondisi kerja ekstrinsik seperti
upah dan kondisi kerja tersebut bersifat ekstren tehadap pekerjaan sepeti: jaminan
status, prosedur, perusahaan, mutu supervisi dan mutu hubungan antara
pribadi diantara rekan kerja, atasan dengan bawahan.
2) Serangkaian kondisi intrinsik, yaitu kondisi kerja intrinsik seperti tantangan
pekerjaan atau rasa berprestasi, melakukan pekerjaan yang baik, terbentuk dalam
pekerjaan itu sendiri. Faktor-faktor dari rangkaian kondisi intrinsik dsebut pemuas
atau motivator yang meliputi: prestasi (achivement), pengakuan (recognation),
tanggung jawab (responsibility), kemajuan (advencement), dan kemungkinan
berkembang (the possibility of growth).
Herzberg (dalam Kreitner & Kinicki, 2004) membedakan dua faktor yang
mempengaruhi motivasi para pekerja dengan cara yang berbeda, faktor motivator
dan faktor hygiene. Faktor motivasi mencakup faktor-faktor yang berkaitan dengan
isi pekerjaan, yang merupakan faktor intrinsik dari pekerjaan, yaitu: tanggung jawab,
kemajuan, pekerjaan itu sendiri, pencapaian prestasi, dan pengakuan. Herzberg
menyatakan ini sebagai faktor motivator. Dinamakan sebagai faktor motivator,
karena masing-masing diasosiasikan dengan usaha yang keras dan kinerja yang
bagus. Motivator menyebabkan seseorang bergerak (move) dari keadaan tidak puas
kepada kepuasan. Oleh karena itu Herzberg memprediksikan bahwa manajer dapat
memotivasi individu dengan memasukkan motivator ke dalam pekerjaan individu.
33. Ketidakpuasan kerja terutama diasosiasikan dengan faktor-faktor di dalam
keadaan atau lingkungan pekerjaan. Yaitu berupa: aturan-aturan administrasi dan
kebijaksanaan perusahaan, supervisi, hubungan antar pribadi, kondisi kerja, gaji dan
sebagainya. faktor-faktor ini dinamakan dengan faktor hygien. Manajer yang ingin
menghilangkan faktor-faktor ketidakpuasan kerja lebih baik menempuh cara dengan
menciptakan ketentraman kerja.
Jadi, menurut teori ini, perbaikan salary dan working conditions tidak akan
enimbulkan kepuasan tetapi hanya mengurangi ketidak puasan. Selanjutnya
dikatakan oleh Herzberg, bahwa yang bisamemacu orang untuk bekerja dengan baik
dan bergairah (motivator) hanyalah kelompok satisfiers. Untuk satisfiers ini kadang-
kadang diberi nama lain sebagai intrinsic factor, job content, dan motivator.
Sedangkan sebutan lain yang sering digunakan untuk dissatisfiers ialah extrinsic
factor, cob context dan danhygiene factor .
Kunci untuk memahami teori motivator-hygien adalah memahami bahwa
lawan “kepuasan” bukan “ketidakpuasan”. Lawan kepuasan adalah “tidak ada
kepuasan”. Dan lawan ketidakpuasan adalah “tidak ada ketidakpuasan”.
34. Manusia diciptakan dengan dianugerahi kelebihan dibanding makhluk lainnya, yaitu adanya
cipta, rasa dan karsa. Dari ketiga kelebihan tadi masing-masing bisa dikembangkan ke dalam
potensi-potensi. Potensi yang bersumber dari cipta, yaitu potensi intelektual atau intelectual
quotient (IQ). Potensi dari rasa, yakni potensi emosional atau emosional quotinet (EQ) dan
potensi spiritual (SQ). Sedangkan potensi yang bersumber dari karsa, adalah potensi
ketahanmalangan atau adversity quotient (AQ) dan potensi vokasional quotient (VQ).
Pengertian Teori Kecerdasan Emosi
Kecerdasan emosional atau yang biasa dikenal dengan EQ (bahasa Inggris: emotional
quotient) adalah kemampuan seseorang untuk menerima, menilai, mengelola, serta
mengontrol emosi dirinya dan oranglain di sekitarnya. Dalam hal ini, emosi mengacu pada
perasaan terhadap informasi akan suatu hubungan. Sedangkan,
kecerdasan (intelijen) mengacu pada kapasitas untuk memberikan alasan yang valid akan
suatu hubungan. Kecerdasan emosional adalah kemampuan mengenali diri sendiri dan
orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan mengelola emosi dengan baik pada diri
sendiri dan hubungannya dengan orang lain (Goleman,2001:512). Seseorang dengan
kecerdasan emosional yang berkembang dengan baik, kemungkinan besar akan berhasil
dalam kehidupannya karena mampu menguasai kebiasaan berfikir yang mendorong
produktivitas (Widagdo, 2001). Goleman (2001) membagi kecerdasan emosional yang dapat
35. memperngaruhi keberhasilan seseorang dalam bekerja ke dalam lima bagian utama yaitu
kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati dan ketrampilan sosial.
Menurut Salovey dan Mayer, 1999 (handbook Emotional Intelligence training, prime
consulting, p.11) kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk merasakan emosi, menerima
dan membangun emosi dengan baik, memahami emosi dan pengetahuan emosional
sehingga dapat meningkatkan perkembangan emosi dan intelektual. Salovey juga
memberikan definisi dasar tentang kecerdasan emosi dalam lima wilayah utama yaitu,
kemampuan mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri, mengenali
emosi orang kain, dan kemampuan membina hubungan dengan orang lain. Seorang ahli
kecerdasan emosi, Goleman (2000, p.8) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan
kecerdasan emosi di dalamnya termasuk kemampuan mengontrol diri, memacu, tetap tekun,
serta dapat memotivasi diri sendiri. Kecakapan tersebut mencakup pengelolaan bentuk
emosi baik yang positif maupun negatif. Purba (1999, p.64) berpendapat bahwa kecerdasan
emosi adalah kemampuan di bidang emosi yaitu kesanggupan menghadapi frustasi,
kemampuan mengendalikan emosi, semamgat optimisme, dan kemampuan menjalin
hubungan dengan orang lain atau empati.
Berikut ini adalah beberapa pendapat tentang kecerdasan emosional menurut para ahli
(Mu’tadin, 2002), yaitu:
1) Salovey dan Mayer (1990)
Salovey dan Mayer (1990) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai kemampuan untuk
mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran,
memahami perasaan dan maknanya, dan mengendalikan perasaan secara mendalam
sehingga dapat membantu perkembangan emosi dan intelektual.
2) Cooper dan Sawaf (1998)
Cooper dan Sawaf (1998) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai kemampuan
merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai
sumber energi, informasi, koneksi dan pengaruh yang manusiawi. Lebih lanjut dijelaskan,
bahwa kecerdasan emosi menuntut seseorang untuk belajar mengakui, menghargai
36. perasaan diri sendiri dan orang lain serta menanggapinya dengan tepat dan menerapkan
secara efektif energi emosi dalam kehidupan sehari-hari.
3) Howes dan Herald (1999)
Howes dan Herald (1999) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai komponen yang
membuat seseorang menjadi pintar menggunakan emosinya. Lebih lanjut dijelaskan, bahwa
emosi manusia berada di wilayah dari perasaan lubuk hati, naluri yang tersembunyi dan
sensasi emosi yang apabila diakui dan dihormati, kecerdasan emosional akan menyediakan
pemahaman yang lebih mendalam dan lebih utuh tentang diri sendiri dan orang lain.
4) Goleman (2003)
Goleman (2003) mendefiniskan kecerdasan emosional sebagai kemampuan lebih yang
dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan,
mengendalikan emosi, dan menunda kepuasan serta mengatur keadaan jiwa. Dengan
kecerdasan emosional tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang
tepat, memilah kepuasan, dan mengatur suasana hati.
Goleman (2003) menjelaskan bahwa kecerdasan emosional terbagi ke dalam lima wilayah
utama, yaitu kemampuan mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri,
mengenali emosi orang lain, dan kemampuan membina hubungan dengan orang lain. Secara
jelas hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a) Kesadaran Diri (Self Awareness)
Self Awareness adalah kemampuan untuk mengetahui apa yang dirasakan dalam
dirinya dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri, memiliki
tolok ukur yang realistis atas kemampuan diri sendiri dan kepercayaan diri yang kuat.
b) Pengaturan Diri (Self Management)
Self Management adalah kemampuan seseorang dalam mengendalikan dan menangani
emosinya sendiri sedemikian rupa sehingga berdampak positif pada pelaksanaan tugas,
memiliki kepekaan pada kata hati, serta sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya
suatu sasaran dan mampu pulih kembali dari tekanan emosi.
c) Motivasi (Self Motivation)
37. Self Motivation merupakan hasrat yang paling dalam untuk menggerakkan dan
menuntun diri menuju sasaran, membantu pengambilan inisiatif serta bertindak sangat
efektif, dan mampu untuk bertahan dan bangkit dari kegagalan dan frustasi.
d) Empati (Empathy/Social awareness)
Empathy merupakan kemampuan merasakan apa yang dirasakakan orang lain, mampu
memahami perspektif orang lain dan menumbuhkan hubungan saling percaya, serta mampu
menyelaraskan diri dengan berbagai tipe hubungan.
e) Ketrampilan Sosial (Relationship Management)
Relationship Management adalah kemampuan untuk menangani emosi dengan baik
ketika berhubungan sosial dengan orang lain, mampu membaca situasi dan jaringan sosial
secara cermat, berinteraksi dengan lancar, menggunakan ketrampilan ini untuk
mempengaruhi, memimpin, bermusyawarah, menyelesaikan perselisihan, serta bekerja
sama dalam tim.
5) Menurut Prati, et al. (2003) kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk membaca dan
memahami orang lain, dan kemampuan untuk menggunakan pengetahuan untuk
mempengaruhi orang lain melalui pengaturan dan penggunaan emosi. Jadi kecerdasan
emosi dapat diartikan tingkat kecemerlangan seseorang dalam menggunakan perasaannya
untuk merespon keadaan perasaan dari diri sendiri maupun dalam menghadapi
lingkungannya. Sementara itu menurut Bitsch (2008) indikator yang termasuk dalam variabel
kecerdasan emosional ada 7. Tujuh indikator tersebut diukur dengan ”The Yong emotional
intelligence Inventory (EQI)”, yakni kuesioner self-report yang mengukur 7 indikator tersebut
adalah:
a) Intrapersonal skills,
b) Interpesonal skills,
c) Assertive,
d) Contentment in life,
e) Reselience,
f) Self-esteem,
38. g) Self-actualization.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosi
a. Faktor Internal.
Faktor internal adalah apa yang ada dalam diri individu yang mempengaruhi kecerdasan
emosinya. Faktor internal ini memiliki dua sumber yaitu segi jasmani dan segi psikologis. Segi
jasmani adalah faktor fisik dan kesehatan individu, apabila fisik dan kesehatan seseorang
dapat terganggu dapat dimungkinkan mempengaruhi proses kecerdasan emosinya. Segi
psikologis mencakup didalamnya pengalaman, perasaan, kemampuan berfikir dan motivasi.
b. Faktor Eksternal.
Faktor ekstemal adalah stimulus dan lingkungan dimana kecerdasan emosi berlangsung.
Faktor ekstemal meliputi: 1) Stimulus itu sendiri, kejenuhan stimulus merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam memperlakukan kecerdasan
emosi tanpa distorsi dan 2) Lingkungan atau situasi khususnya yang melatarbelakangi
proses kecerdasan emosi. Objek lingkungan yang melatarbelakangi merupakan kebulatan
yang sangat sulit dipisahkan.
39. Cara Meningkatkan Kecerdasan Emosional
1. Membaca situasi
Dengan memperhatikan situasi sekitar, kita akan mengetahui apa yang harus dilakukan.
2. Mendengarkan dan menyimak lawan bicara
Dengarkan dan simak pembicaraan dan maksud dari lawan bicara, agar tidak terjadi salah
paham serta dapat menjaga hubungan baik.
3. Siap berkomunikasi
Jika terjadi suatu masalah, bicarakanlah agar tidak terjadi salah paham.
4 . Tak usah takut ditolak
Setiap usaha terdapat dua kemungkinan, diterima atau ditolak, jadi siapkan diri dan jangan
takut ditolak.
5. Mencoba berempati
EQ tinggi biasanya didapati pada orang-orang yang mampu berempati atau bisa mengerti
situasi yang dihadapi orang lain.
6. Pandai memilih prioritas
Ini perlu agar bisa memilih pekerjaan apa yang mendesak, dan apa yang bisa
ditunda.
7. Siap mental
Situasi apa pun yang akan dihadapi, kita harus menyiapkan mental sebelumnya.
8. Ungkapkan lewat kata-kata
Katakan maksud dan keinginan dengan jelas dan baik, agar dapat salaing mengerti.
9. Bersikap rasional
Kecerdasan emosi berhubungan dengan perasaan, namun tetap berpikir rasional.
10. Fokus
Konsentrasikan diri pada suatu masalah yang perlu mendapat perhatian. Jangan
memaksa diri melakukannya dalam 4-5 masalah secara bersamaan.
40. Pengukuran Kompetensi Emosional
EI Kemampuan biasanya diukur menggunakan tes kinerja maksimum dan memiliki hubungan
yang kuat dengan kecerdasan tradisional, sedangkan EI sifat biasanya diukur dengan
menggunakan kuesioner laporan diri dan memiliki hubungan yang kuat dengan kepribadian.
Dua alat pengukuran didasarkan pada model Goleman:
41. 1. Inventory Emotional Kompetensi (ECI), yang diciptakan pada tahun 1999, dan
Inventarisasi Kompetensi Emosional dan Sosial (ESCI), yang diciptakan pada tahun
2007.
2. The Appraisal Kecerdasan Emosional, yang diciptakan pada tahun 2001 dan yang dapat
diambil sebagai laporan diri atau 360 derajat penilaian.
42. Membangun SDM Kapabilitas
dan Kompetensi
Sumber Daya Manusia Kapabilitas
Barney (1991)mengemukakan empat kondisi yang harus dipenuhi
sebelum suatu sumber daya dapat disebut sebagai sumber keunggulan
kompetitif berkelanjutan sebagai berikut:
(1) merupakan sumber daya organisasional yang sangat berharga
(valuable), terutama dalam kaitannya dengan kemampuan untuk
mengeksploitasi kesempatan dan atau menetralisasi ancaman dari
lingkungan perusahaan.
(2) relative sulit untuk dikembangkan, sehingga menjadi langka di
lingkungan kompetitif.
(3) sangat sulit untuk ditiru atau diimitasi.
(4)tidak dapat dengan muddah digantikan substitute yang secara strategis
signifikan. masalahnya adalah bagaimana “menterjemahkan” berbagai
strategi, kebijakan dan praktik MSDM menjadi keunggulan kompetitif
berkelanjutan.
Kompetensi SDM berkarier di Bidang Sumber Daya Manusia
Menurut Covey, Roger dan Rebecca Merrill (1994), kompetensi tersebut
mencakup:
a. Kompetensi teknis : pengetahuan dan keahlian untuk mencapai hasil-
hasil yang telah disepakati, kemampuan untuk memikirkan persoalan dan
mencari alternatif- alternatif baru
b. Kompetensi Konseptual: kemampuan untuk melihat gambar besar, untuk
menguji berbagai pengandaian dan pengubah prespektif
43. c. Kompetensi untuk hidup : dan saling ketergantungan kemampuan secara
efektif dengan orang lain, termasuk kemampuan untuk mendengar,
berkomunikasi, mendapat alternatif ketiga.
sumber: Mangkunegara, Anwar Prabu. 2005. Evaluasi Kinerja
SDM. Bandung: Refika Aditama.
44. Kinerja suatu organisasi dinilai baik jika organisasi yang bersangkutan mampu melaksanakan tugas -
tugas dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan pada standar yang tinggi dengan biaya yang
rendah. Kinerja yang baik bagi suatu organisasi dicapai ketika administrasi dan penyediaan jasa oleh
organisasi yang bersangkutan dilakukan pada tingkat yang ekonomis, efisien dan efektif. Konsep
ekonomi, efisiensi dan efektivitas saling berhubungan satu sama lain dan tidak dapat diartikan secara
terpisah. Konsep ekonomi memastikan bahwa biaya input yang digunakan dalam operasional organisasi
dapat diminimalkan. Konsep efisien memastikan bahwa output yang maksimal dapat dicapai dengan
sumber daya yang tersedia. Sedangkan konsep efektif berarti bahwa jasa yang disediakan/dihasilkan
oleh organisasi dapat melayani kebutuhan pengguna jasa dnegan tepat.
Dalam Undang-undangan Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab
Keuangan Negera, Pasal 4 ayat (3) mendefinisikan pemeriksaan kinerja sebagai pemeriksaan atas
pengelolaan keuangan negara yang terdiri atas pemeriksaan asek ekonomi dan efisiensi serta
pemeriksaan aspek efektivitas. Selanjutnya dalam penjelasan UU tersebut dinyatakan bahwa
pemeriksaan kinerja lazim dilakukan bagi kepentingan manajemen oleh aparat pengawasan intern
pemerintah. Jadi, audit yang dilakukan dalam audit kinerja meliputi audit ekonomi, efisiensi dan
efektivitas. Audit ekonomi dan efisiensi disebut management audit atau operational audit, sedangkan
audit efektivitas disebut program audit. Penekanan kegiatan audit pada ekonomi, efisiensi dan efektivitas
suatu organisasi memberikan ciri khusus yang membedakan audit kinerja dengan audit jenis lainnya.
Umumnya audit kinerja dapat dilihat dari 2 perspektif, yaitu perspektif internal dan eksternal. Dalam
perspektif internal, audit kinerja merupakan perkembangan lebih lanjut dari audit intern (internal
audit)lalau berubah/berkembang lagi menjadi audit operasional (operational audit) dan selanjutnya
menjadi audit manajemen (management audit). Audit manajemen ini berfokus pada penilaian aspek
ekonomi dan efisiensi. Audit manajemen kemudian dilengkapi dengan audit program (program audit)
yang bertujuan untuk menilai efektivitas. Kombinasi antara audit manajemen dan audit program inilah
yang disebut sebagai audit kinerja (performance audit).
Dari perspektif eksternal, audit kinerja merupakan manifestasi dari principal-agent thoery. Masyarakat
sebagai principal memercayakan dananya untuk dikelola oleh pemerintah sebagai agent, dengan sebaik-
baiknya. Untuk itu, pemerintah harus menunjukkan akuntabilitasnya kepada masyarakat. Akuntablitas
kinerja pemerintah ini harus dinilai oleh pihak yang independen, yaitu auditor eksternal. Di sisi lain, audit
kinerja juga didaulat sebagai pengganti mekanisme pasar.
Dari kedua perspektif diatas lah disadari bahwa audit kinerja dapat mendukung tata kelola yang
demokratis yaitu dengan:
Memperkuat kemampuan warganegara untuk mengatur dirinya sendiri;
Meningkatkan kepercayaan masyarakat pada pemerintah; dan
Mendorong kejujuran dalam pemerintahan
SUMBER:
1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab
Keuangan Negara
2. https://dwiermayanti.wordpress.com/2010/03/04/audit-kinerja/
3. http://ekonomister.blogspot.co.id/2010/10/proses-audit-kinerja-pada-sektor-publik.html
4. http://aparatpengawasinternpemerintah.blogspot.co.id/2014/04/audit-kinerja-pemerintah.html
45. I. Prosedur Pelaksanaan
Secara umum, prosedur pelaksanaan audit adalah sebagai berikut:
1. Persiapan Audit Kinerja
2. Pengujian Pengendalian Manajemen
3. Pengukuran dan Pengujian Key Performance Indicator (KPI) atau
yang disebut Indikator Kinerja Kunci (IKK).
4. Review Operasional
5. Pembuatan Kertas Kerja Audit (KKA)
6. Pelaporan
7. Pemantauan Tindak Lanjut
Deskripsi Prosedur Pelaksanaan Audit Kinerja BUMN/BUMD
Pengertian Prosedur menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1993:
703) adalah tahap-tahap kegiatan untuk menyelesaikan suatu
aktivitas.
Menurut Setyawan (1988: 35), prosedur adalah langkah-langkah yang
harus dilaksanakan guna mencapai tujuan pemeriksaan. Pelaksanaan
Audit Kinerja oleh kantor akan berdasarkan prosedur yang terdiri dari
tahapan Audit Kinerja yang menguraikan tentang bagaimana langkah
kerja Audit Kinerja itu dilakukan.
(Brigita Lahutung, 07301541, Manajemen Keuangan)