Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1) Dokumen tersebut membahas tentang keterampilan observasi, termasuk definisi observasi, hal yang perlu diamati dalam observasi seperti tingkah laku verbal dan non verbal, jenis-jenis observasi, dan analisis observasi.
2. DEFINISI
Observasi ialah metode atau cara yang menganalisis dan
mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai
tingkah laku dengan melihat atau mengamati individu
atau kelompok secara langsung. Pengamatan (observasi)
merupakan suatu cara pengumpulan data yang
pengisiannya berdasarkan atas pengamatan langsung
terhadap sikap dan perilaku individu atau kelompok.
2
3. HAL YANG PERLU DI OBSERVASI
1. Tingkah Laku Verbal dan Non Verbal
2. Pengamatan dan Penafsiran
3. Jenis Observasi
4. Analisa Observasi
3
4. TINGKAH LAKU VERBAL DAN NON VERBAL
A. Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal adalah komunikasi yang
menggunakan kata-kata baik secara lisan maupun
tertulis. Komunikasi verbal (verbal communication)
adalah bentuk komunikasi yang disampaikan
komunikator kepada komunikan dengan cara tertulis
atau lisan. Bahasa verbal merupakan sarana untuk
menyampaikan perasaan, pikiran dan maksud tujuan.
Aspek dalam komunikasi verbal yaitu perbendaharaan
kata-kata(vocabulary), kecepatan(racing), intonasi suara,
humor, waktu yang tepat dan singkat.
4
5. 1) Vocabulary (pembendaharaan kata-kata) Komunikasi tidak akan
efektif bila pesan disampaikan dengan kata-kata yang tidak
dimengerti. Olah kata menjadi penting dalam berkomunikasi verbal
ini. Pergaulan, wawasan, dan banyak membaca sangat membantu
seseorang dalam memperbanyak vocabulary tersebut.
2) Racing (kecepatan) Komunikasi akan lebih efektif dan sukses bila
kecepatan bicara dapat diatur dengan baik. Kecepatan dalam
berkomunikasi yang baik adalah tidak terlalu lambat.
Kesempurnaan organ bicara terutama mulut dan gigi- geligi
merupakan hal yang sangat penting dan mempengaruhi kecepatan
seseorang dalam berbicara.
3) Intonasi Intonasi atau penekanan suara pada saat berkomunikasi
akan mempengaruhi arti pesan secara dramatik sehingga pesan
akan menjadi lain artinya bila diucapkan dengan intonasi yang
berbeda. Intonasi suara yang tidak proposional merupakan
hambatan dalam berkomunikasi. Ras, suku, dan tempat kelahiran
atau domisili seseorang akan sangat berpengaruh terhadap intonasi
seseorang saat seseorang tersebut berkomunikasi.
5
6. 4) Humor Komunikasi yang datar dan kurang berdaya humor
menimbulkan kesan kaku pada seseorang saat berkomunikasi.
Komunikasi yang diselingi humor dapat meningkatkan
kehidupan yang bahagia. Para ahli memberikan catatan bahwa
humor dapat merupakan terapi karena dapat menimbulkan tawa
bagi pendengarnya. Dengan tertawa dapat membantu
menghilangkan stres dan nyeri.
5) Singkat dan jelas Komunikasi akan efektif bila disampaikan
secara singkat dan jelas. Sebaiknya pembicaraan langsung pada
pokok permasalahanya sehingga lebih mudah dimengerti.
Pembicaraan yang bertele-tele dan tak langsung ke pokok
permasalahan sering menimbulkan perasaan jenuh dan kadang
tidak menarik.
6
7. 6) Timing (waktu yang tepat) Waktu dan kondisi atau hal yang
kritis perlu diperhatikan karena komunikasi akan berarti bila
seseorang bersedia untuk berkomunikasi. Meminta kesediaan
atau waktu yang khusus dapat menimbulkan kenyamanan dalam
berkomunikasi dibandingkan dengan melakukan komunikasi di
tengah kesibukan dan saat waktunya istirahat/tidur. Ciri-ciri
tingkah laku verbal adalah sebagai berikut.
a. Pertukaran komunikasi terjadi secara interakaktif,
mendengarkan lawan bicara atau sebaliknya.
b. Kontak mata sangat membantu kelancaran komunikasi
c. Pengamatan bahasa dan gaya bicara
d. Berlangsung dua arah atau timbal balik
e. Pemahaman dan penyerapan informasi, berlangsung secara
relative cepat dan baik
7
8. Menurut Larry L. Barker (dalam Deddy Mulyana,2005), bahasa
mempunyai tiga fungsi: penamaan (naming atau labeling),
interaksi, dan transmisi informasi.
1. Penamaan atau penjulukan merujuk pada usaha
mengidentifikasikan objek, tindakan, atau orang dengan
menyebut namanya sehingga dapat dirujuk dalam
komunikasi.
2. Fungsi interaksi menekankan berbagi gagasan dan emosi,
yang dapat mengundang simpati dan pengertian atau
kemarahan dan kebingungan.
3. Melalui bahasa, informasi dapat disampaikan kepada orang
lain, inilah yang disebut fungsi transmisi dari bahasa.
Keistimewaan bahasa sebagai fungsi transmisi informasi yang
lintas-waktu, dengan menghubungkan masa lalu, masa kini,
dan masa depan, memungkinkan kesinambungan budaya dan
tradisi kita.
8
9. B. Komunikasi Non Verbal
Komunikasi non verbal adalah pesan yang di sampaikan
dalam komunikasi di kemas dalam bentuk non verbal, tanpa
kata-kata. Komunikasi non verbal adalah setiap bentuk perilaku
manusia yang langsung dapat diamati oleh orang lain dan yang
mengandung informasi tertentu tentang pengirim atau
pelakunya.
9
10. BENTUK KOMUNIKASI NON VERBAL
a. Bahasa tubuh: meliputi lambaian tangan, ekspresi wajah,
kontak mata, sentuhan, gerakan kepala, sikap atau postur
tubuh, dan lain-lain.
b. Tanda: dalam komunikasi non verbal menggantikan kata-
kata, misal: bendara putih mengartikan ada lelayu
c. Tindakan atau perbuatan: tindakan tidak menggantikan kata-
kata tetapi mengandung makna, misal: menggebrak meja
berarti marah.
d. Objek: objek tidak menggantikan kata-kata tetapi juga
mengandung makna, misal: pakaian mencerminkan gaya
hidup seseorang
e. Warna: menunjukan warna emosional, cita rasa, keyakinan
agama, politik, dan lain-lain, misal: warna merah muda
adalah warna feminim.
10
11. FUNGSI PESAN NON VERBAL
Mark L. Knapp (dalam Jalaludin, 1994), menyebut lima fungsi pesan nonverbal
yang dihubungkan dengan pesan verbal:
1. Repetisi, yaitu mengulang kembali gagasan yang sudah disajikan secara
verbal. Misalnya setelah mengatakan penolakan saya, saya menggelengkan
kepala.
2. Substitusi, yaitu menggantikan lambang-lambang verbal. Misalnya tanpa
sepatah katapun kita berkata, kita menunjukkan persetujuan dengan
mengangguk-anggukkan kepala.
3. Kontradiksi, menolak pesan verbal atau memberi makna yang lain terhadap
pesan verbal. Misalnya anda ’memuji’ prestasi teman dengan mencibirkan
bibir, seraya berkata ”Hebat, kau memang hebat.”
4. Komplemen, yaitu melengkapi dan memperkaya makna pesan nonverbal.
Misalnya, air muka anda menunjukkan tingkat penderitaan yang tidak
terungkap dengan kata-kata.
5. Aksentuasi, yaitu menegaskan pesan verbal atau
menggarisbawahinya. Misalnya, anda mengungkapkan betapa jengkelnya
anda dengan memukul meja.
11
12. FUNGSI KOMUNIKASI NON
VERBAL
Fungsi komunikasi non verbal adalah :
1. Melengkapi komunikasi verbal. Misalkan ada anak kecil yang
bertengkar, maka selain kita melerai dengan katakata, biasanya
diikuti dengan mata yang melotot.
2. Menekankan komunikasi verbal Misalkan dalam suatu rapat ada
orang yang tidak sependapat maka dia berkata saya akan out
dari ruangan sambil menutup pintu keras-keras.
3. Membesar-besarkan komunikasi non verbal Misalkan bercerita
tentang gorilla yang tubuhnya besar sambil melebar-lebarkan
tangannya kesamping.
4. Melawan komunikasi verbal Misalnya saat orang mengatakan
tidak malu, tetapi pipi dan wajahnya memerah.
5. Meniadakan komunikasi non verbal Misalnya kita dipaksa untuk
memberikan uang lalu kita katakana ini uangnya sambil
memasukkan uang itu kesaku.
12
13. Kekurangan tingkah laku non verbal
1. Melalui observasi dari gerak-gerik, ekspresi, gerak
tubuh, dan isyarat
2. Sulit untuk meyelami maksud dan perasaan klien
3. Sering terjadi salah persepsi
4. Komunikasi terganggu apabila kedua belah pihak
tidak mengupayakan komunikasi verbal.
13
14. PENGAMATAN DAN PENAFSIRAN
Pengamatan objektif adalah berbagai tingkah laku yang biasa
dilihat dan didengar. Sedangkan penafsiran/interprestasi adalah
kesan yang kita berikan pada apa yang kita lihat dan dengar.
Tahap-tahap interprestasi meliputi:
1. Refleksi perasaan; konselor tidak jauh dari apa yang
dikatakan klien.
2. Klarifikasi; menjelaskan apa yang tersirat dalam
perkataan klien.
3. Refleksi; penilaian konselor terhadap apa yang
diungkapkan klien.
4. Konfrontasi; konselor membawa kepada perhatian dan
perasaan klien tanpa disadari.
5. Interprestasi; konselor memperkenalkan konsep-konsep
hubungan yang berakar dari pengalaman.
14
15. JENIS OBSERVASI
1. Dilihat dari keterlibatan subyek terhadap obyek yang
sedang diobservasi (observee), observasi bisa dibedakan
menjadi tiga bentuk, yaitu :
a. Observasi partisipan, yaitu bila pihak yang melakukan
observasi (observer) turut serta atau berpartisipasi dalam
kegiatan yang sedang diobservasi (observee). Observasi
partisipan juga sering digunakan dalam penelitian
eksploratif.Observasi partisipan ini memiliki kelebihan, yaitu
observee bisa jadi tidak mengetahui bahwa mereka sedang
diobservasi, sehingga perilaku yang nampak diharapkan
wajar atau tidak dibuat – buat. Disisi lain, observasi
partisipan mengandung kelemahan, terutama berkaitan
dengan kecermatan dalam melakukan pengamatan dan
pencatatan, sebab ketika observer terlibat langsung dalam
aktifitas yang sedang dilakukan observee, sangat mungkin
observer tidak bisa melakukan pengamatan dan pencatatan
secara detail.
15
16. JENIS OBSERVASI
b. Observasi non – partisipan, yaitu bila observer tidak
secara langsung atau tidak berpartisipasi dalam aktifitas
yang sedang dilakukan oleh observee.Observasi non –
partisipan ini memiliki kelebihan, yaitu observer bisa
melakukan pengamatan dan pencatatan secara detail dan
cermat terhadap segala aktivitas yang dilakukan observee.
Disisi lain, bentuk ini juga memiliki kelemahan yaitu bila
observee mengetahui bahwa mereka sedang diobeservasi,
maka perilakunya biasanya buat – buat atau tidak wajar.
Akibatnya, observer tidak mendapatkan data yang asli.
c. Observasi kuasi – partisipan, yaitu bila observer terlibat
pada sebagian kegiatan yang sedang dilakukan oleh
observee, sementara pada sebagian kegiatan lain observer
tidak melibatkan diri. Bentuk ini merupakan jalan tengah
untuk mengatasi kelemahan kedua bentuk observasi di
atas, dan sekaligus memanfaatkan kelebihan dari kedua
bentuk tersebut.
16
17. 2. Dilihat dari segi situasi lingkungan dimana subjek
diobservasi, Gall dkk (2003 : 254) membedakan observasi
menjadi dua, yaitu :
a. Observasi naturalistik, jika observasi dilakukan secara
alamiah atau dalam kondisi apa adanya. Contoh : melihat
pertandingan sepak bola, guru mengamati murid ketika
sedang bermain di halaman sekolah, seorang peneliti
mengamati perilaku binatang di hutan atau kebun binatang.
b. Observasi eksperimental, jika observasi itu dilakukan
terhadap subjek dalam suasana eksperimen atau kondisi yang
diciptakan. Contoh : para ilmuwan mengamati perubahan hewan
percobaannya yang diberi vaksin dengan hewan yang tidak
diberi vaksin.
17
18. 3. Khususnya bentuk observasi sistematis, Blocher (1987)
mengelompokan ke dalam tiga bentuk dasar observasi, yaitu :
a. Observasi naturalistik, yaitu ketika sesorang ingin
mengobservasi subjek (observee) dalam kondisi alami atau
natural.
b. Metode survai, yaitu ketika seseorang mensurvai
(mengobservasi) contoh – contoh tertentu dari perilaku individu
yang ingin kita nilai.
c. Eksperimentasi, yaitu ketika sesorang tidak hanya
mengobservasi tetapi memaksakan kondisi – kondisi spesifik
terhadap subjek yang diobservasi.
18
19. 4. Berdasarkan pada tujuan dan lapangannya, Hanna
Djumhana (1983 : 205) mengelompokkan observasi menjadi,
yaitu :
a. Finding observasi, yaitu kegiatan observasi untuk tujuan
penjajagan. Dalam melakukan observasi ini observer belum
mengetahui dengan jelas apa yang harus diobservasi, ia hanya
mengetahui bahwa ia akan mengahadapi suatu situasi saja.
Selama berhadapan dengan situasi itu, ia bersikap menjajagi
saja, kemudian ia mengamati berbagai variabel yang mungkin
dapat dijadikan bahan untuk menyusun observasi yang lebih
terarah.
b. Direct observation, yaitu observasi yang menggunakan
“daftar isi” sebagai pedomannya. Daftar ini bisa
berupa checklist kategori tingkah laku yang diobservasi. Pada
umumnya pembuatan daftar isian ini didasarkan pada data
yang diperoleh dari finding observation dan atau penjabaran
dari konsep dalam teori yang dipandang sudah mapan.
19
20. 5. Berdasarkan pada tingkat kesempurnaannya dan
pelatihan yang disyaratkan, Gibson & Mitchell (1995 :
261), mengklasifikasikan observasi sebagai berikut :
a. Level pertama, observasi informasi kasual (casual
information observation ). Observasi jenis ini banyak
dilakukan dalam kehidupan sehari – hari dengan tidak
terstruktur, dan biasanya observasi – observasi yang tidak
terencana yang memberikan kesan – kesan kasual yang
terjadi sehari –hari oleh orang – orang di dekat kita. Tidak
ada pelatihan atau instrumentasi yang diharapkan atau
disyaratkan.
b. Level kedua, observasi terstruktur (guided observation).
Terencana, diarahkan pada sebuah maksud atau tujuan.
Observasi pada tingkat ini biasanya difasilitasi oleh
instrumen yang sederhana seperti cheklist dan skala
penilaian. Beberapa training juga diperlukan.
20
21. c. Level ketiga, level klinis. Observasi,
selalu diperpanjang, dan sering dengan
kondisi – kondisi yang terkontrol. Teknik –
teknik dan instrumen – instrumen yang
digunakan direncanakan dengan baik, dan
digunakan melalui pelatihan secara
khusus, biasanya diberikan pada level
doktoral. (Pemahaman Individu oleh Drs.
Anwar Sutoyo, M.Pd, 2012 : 86 – 91)
21
22. ANALISA OBSERVASI
Gibson (1995 : 263) menyarankan agar dalam melakukan
analisis selama atau setelah observasi memperhatikan
hal – hal sebagai berikut :
1. Mengamati satu klien dalam satu waktu. Observasi
untuk analisis individu sebaiknya difokuskan pada
individu tersebut. Utamanya terhadap perilaku klien
secara detail yang mungkin berguna dalam konseling.
22
23. ANALISA OBSERVASI
2. Ada kriteria spesifik untuk melakukan observasi.
Konselor hendaknya selalu ingat bahwa observasi yang
dilakukan adalah untuk mencapai tujuan tertentu. Oleh
sebab itu, ketika melakukan analisis hendaknya
difokuskan pada hal – hal yang berkaitan dengan tujuan
observasi.
3. Observasi seharusnya dilakukan tanpa batas
waktu. Utamanya dalam dunia pendidikan, observasi
dalam rangka konseling sebaiknya tidak hanya dibatasi
pada waktu tertentu saja, tetapi dilakukan secara
berkesinambungan ini sekurang – kurangnya memiliki
dua manfaat, yaitu untuk validasi dan evaluasi.
23
24. ANALISA OBSERVASI
4. Konseli seharusnya diamati dalam situasi yang
natural dan berbeda. Perilaku natural kebanyakan terjadi
dalam situasi yang juga natural. Meskipun situasi
naturalitu beragam antara satu orang dengan yang lain,
tetapi ada situasi umum yang kurang lebih sama,
misalnya : ketika di sekolah, di rumah, ketika
berhubungan dengan teman, dengan guru, dengan
karyawan, dan dengan orang dewasa lainnya. Sebab bisa
jadi seseorang ketika di tengah – tengah keluarga
menunjukkan perilaku sopan, tetapi ketika berhubungan
dengan orang – orang di luar rumah terjadi sebaliknya.
Mengamati perilaku dalam situasi yang berbeda itu
sangat membantu dalam penyimpulan apakah
karakteristik tingkah laku tersebut konsisten atau tidak.
24
25. ANALISA OBSERVASI
5. Mengamati klien dalam konteks semua situasi atau
situasi total. Dalam melakukan observasi terhadap
tingkah laku manusia, sangatlah penting menghindari
pendekatan “tunnel vision”, dimana kita hanya
bermaksud mengamati klien secara visual atau sebatas
yang tampak mata, tetapi observasi sebaiknya dilakukan
dengan melihat faktor – faktor yang mendorong
munculnya tingkah laku tersebut, sehingga kita bisa
memberi makna yang lebih tepat terhadap tingkah laku
yang kita amati.
25
26. ANALISA OBSERVASI
6. Data dari observasi seharusnya digabungkan dengan
data yang lain. Dalam analisis individu sangatlah penting
untuk menggabungkan semua yang diketahui tentang
konseli. Hal ini karena untuk melihat konseli sebagai
seorang manusia yang utuh, semua kesan yang
didapatkan dari observasi harus dipadukan dengan
semua informasi yang mungkin didapatkan. Teknik studi
kasus yang diguanakan oleh sebagian besar bantuan
profesional memberikan ilustrasi terhadap integrasi dan
hubungan antar data sebelum dilakukan interpretasi.
26
27. ANALISA OBSERVASI
7. Observasi seharusnya dilakukan dalam kondisi yang
menyenangkan. Dalam melakukan observasi sangat
diharapkan observer berada pada posisi yang cukup jelas
untuk melihat apa yang ingin dilaporkan. Idealnya,
observer mampu melakukan observasi dalam waktu yang
cukup tanpa halangan dan gangguan, serta kondisi yang
menyenangkan untuk melakukan observasi. Observer
seharusnya juga siap terhadap kemungkinan lain yang
mungkin terjadi ketika seseorang diamati memodifikasi
perilakunya karena dia sadar bahwa dirinya sedang
diamati. (Pemahaman Individu oleh Drs. Anwar Sutoyo,
M.Pd, 2012 : 124 -126)
27