Dokumen tersebut membahas latar belakang dan konsep Omnibus Law yang diusulkan pemerintah Indonesia untuk menyederhanakan regulasi dengan menggabungkan beberapa undang-undang yang tumpang tindih ke dalam satu undang-undang besar. Dokumen tersebut juga menjelaskan cakupan Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja yang merupakan salah satu Omnibus Law yang diajukan pemerintah serta memberikan analisis
Omnibus Law dan Catatan Proses Perumusan Undang Undang di Sektor Pertambangan
1. 1 | Seri #1 Catatan Kebijakan Omnibus Law PWYP Indonesia — 2020
Omnibus Law dan Catatan Proses
Perumusan Undang Undang di Sektor Pertambangan
Penulis: Aryanto Nugroho1
, Asri Nuraeni2
, Sholahudin Al Ayubi3
Penyunting dan Peninjau: Maryati Abdullah4
Februari 2020
www.pwypindonesia.org
Policy Brief
1234
Presiden Jokowi dalam pidato pertamanya se-
telah dilantik sebagai Presiden RI 2019-2024
menyampaikan akan mengusulkan penerbitan 2
(dua) Undang-Undang (UU) besar, yaitu UU Cip-
ta Lapangan Kerja dan UU Pemberdayaan Usa-
ha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), melalui
skema Omnibus Law.5
Melalui skema ini, Peme-
rintah hendak merampingkan, memangkas dan
menghapus puluhan regulasi setingkat UU yang
tumpang tindih dan dianggap menghambat ke-
mudahan berinvestasi.
Dalam perjalanannya, Pemerintah menyusun 4
(empat) Rancangan Undang-Undang (RUU) Om-
nibus Law yaitu RUU tentang Ibu Kota Negara
(IKN), RUU tentang Kefarmasian, RUU tentang
Cipta Lapangan Kerja, dan RUU tentang Keten-
tuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguat-
an Perekonomian. Saat ini paket RUU Omnibus
Law tersebut telah masuk sebagai bagian dari
50 RUU yang masuk Program Legislasi Nasional
(Prolegnas) 2020.6
Draf RUU Cipta kerja disam-
paikan oleh Pemerintah kepada DPR RI pada 12
Januari 2020 lalu.
Omnibus Law yang sering juga disebut sebagai
UU ‘Sapu Jagat’ ini dianggap lebih efektif dan
efisien untuk mengganti dan melakukan sinkro-
1. Program Manager PWYP Indonesia, Wakil CSO dalam MSG EITI Indonesia
2. Communication Officer PWYP Indonesia
3. Program Assistant PWYP Indonesia
4. Koordinator Nasional/Direktur PWYP Indonesia
5. Naskah Pidato Presiden Joko Widodo, dalam Pelantikan Periode 2019-2024. Diakses dari https://jeo.kompas.com/naskah-lengkap-pidato-pre-
siden-joko-widodo-dalam-pelantikan-periode-2019-2024 pada 07 Februari 2020, 12.30 WIB
6. Hasil Rapat Paripurna Ke-8 DPR RI, tanggal 22 Januari 2020.
7. Bahan Presentasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI dalam Konferensi Pers tanggal 29 Januari 2020 di Jakarta.
8. Asumsi yang menjadi bahan acuan saat kajian ini disusun didasarkan atas informasi yang diterima dan dapat diakses oleh publik per tanggal 23
Februari 2020.
nisasi atas norma hukum dan pasal-pasal teknis
dari beberapa UU secara bersamaan dalam satu
waktu dan satu dokumen UU yang sama. Dimana
perubahan tersebut dapat berupa penambahan
maupun pengurangan pasal-pasal yang diper-
lukan untuk melaksanakan tujuan dibentuknya
Omnibus Law. Di antara yang menjadi cakup-
an dalam Omnibus Law ini adalah UU di sektor
Sumber Daya Alam (SDA) – baik sektor pertam-
bangan, perkebunan, kehutanan, dan lingkungan
hidup.7
Seri catatan kebijakan ini disusun oleh Publish
What You Pay (PWYP) Indonesia sebagai bahan
masukan atas proses dan substansi perumusan
kebijakan Omnibus Law, yang diharapkan juga
menjadi kontribusi PWYP Indonesia bagi perbaik-
an tata kelola sektor industri ekstraktif dan sum-
ber daya alam, khususnya bagi pengembangan
strategi pembangunan ekonomi yang memper-
hatikan tata kelola dan keberlanjutan lingkung-
an hidup, serta bagi kepentingan publik lainnya
yang lebih luas. Catatan kebijakan seri#1 ini di-
fokuskan pada Omnibus Law dan catatan proses
perumusan UU sektor pertambangan mineral
dan batubara yang menjadi fokus utama PWYP
Indonesia.8
2. 2 | Seri #1 Catatan Kebijakan Omnibus Law PWYP Indonesia — 2020
Latar Belakang Omnibus Law
9. Penjelasan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, Presentasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI pada tanggal 29 Januari 2020 di
Jakarta.
10. Presentasi Prof. Dr. Satya Arinanto, Guru Besar Fakultas Hukum UI berjudul “Omnibus Law, Produk Hukum Kolonial dan Sistem Hukum Na-
sional: Beberapa Catatan” yang disampaikan dalam Diskusi Publik “Menyikapi Omnibus Law: Pro dan Kontra RUU Cipta Lapangan Kerja” yang
diselenggarakan oleh Djoko Soetono Research Center Fakultas Hukum UI pada 6 Februari 2020
11. Penjelasan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, Presentasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI pada tanggal 29 Januari 2020 di
Jakarta.
12. Bahan Paparan Ahmad Redi berjudul “Omnibus Law: Gagasan Pengaturan Untuk Kemakmuran Ralyat” dalam PWYP Knowledge Forum yang
diselenggarakan PWYP Indonesia pada 3 Desember 2019
Melalui pidato dan berbagai pernyataan di media,
Pemerintah selalu mendalilkan persoalan regulasi
sebagai dasar penyusunan Omnibus Law. Peme-
rintah mengemukakan adanya masalah tumpang
tindih peraturan antar-sektor, sistem perizinan
berusaha yang cenderung rumit dan gemuk, ser-
ta terkendalanya pelaku ekonomi dalam berin-
vestasi. Kondisi tersebut dianggap sebagai pe-
nyebab turunnya peringkat kompetitif Indonesia
dan rendahnya tingkat kemudahan berbisnis di
Indonesia. Sehingga, diperlukan terobosan baru
dalam penyederhanaan regulasi melalui Omnibus
Law untuk mendorong kemudahan berbisnis dan
berinvestasi di Indonesia.
Melalui RUU Cipta Kerja, pemerintah berharap
akan terjadi perubahan struktur ekonomi yang
mampu menggerakkan semua sektor dengan
mendorong pertumbuhan ekonomi mencapai
5,7% - 6,0% melalui penciptaan lapangan kerja
yang berkualitas sebanyak 2,7 - 3 juta per tahun,
lebih besar bila dibandingkan jika tanpa Omni-
bus Law sebanyak 2 - 2,5 juta. Di samping itu,
peningkatan investasi sebesar 6,6% - 7% juga
dianggap akan meningkatkan income dan daya
beli, serta mendorong peningkatan konsumsi
masyarakat sebesar 5,4%-5,6%. Hal ini diperku-
at dengan upaya peningkatan produktivitas yang
dipercaya akan diikuti dengan peningkatan upah
pekerja.9
Tujuan ini lebih lanjut dinyatakan tidak terlepas
dari dinamika perubahan global yang cepat, se-
hingga perlu direspon secara tepat melalui re-
formulasi kebijakan dalam skema Omnibus Law.
Jika hal ini tidak dilakukan, pemerintah khawatir
lapangan pekerjaan akan pindah ke negara lain
yang lebih kompetitif, sehingga jumlah pengang-
guran akan bertambah dan Indonesia berpotensi
terjebak lebih lama dalam kondisi negara ber-
pendapatan menengah (middle income trap).
Konsep Omnibus Law
Istilah Omnibus Law dalam Black Law Dictionary
10th Edition Karya Bryan A. Garner dinyatakan
sebagai “A single bill containing various distinct
matters; A bill that deals with all proposals rela-
ting to a particular subject”.10
Pemerintah sendiri
mendefinisikan Omnibus Law sebagai metode
yang digunakan untuk mengganti dan/atau men-
cabut ketentuan dalam Undang-Undang, atau
mengatur ulang beberapa ketentuan dalam UU
ke dalam satu UU tematik.11
Omnibus Law digunakan dengan beberapa tu-
juan, diantaranya 1) mengatasi konflik peraturan
perundang-undangan dengan cepat, efektif dan
efisien; 2) menyeragamkan kebijakan pemerintah
baik di tingkat pusat maupun daerah, untuk me-
nunjang iklim investasi; 3) pengurusan perizin-
an menjadi lebih terpadu, efisien, dan efektif; 4)
memutus rantai birokrasi yang rumit; 5) mening-
katnya hubungan koordinasi antar instansi terka-
it karena telah diatur dalam kebijakan omnibus
yang terpadu; serta 6) adanya jaminan kepastian
hukum dan perlindungan hukum bagi pengambil
kebijakan.12
3. 3 | Seri #1 Catatan Kebijakan Omnibus Law PWYP Indonesia — 2020
Praktek Omnibus Law di Beberapa Negara
13. https://www.cnbcindonesia.com/news/20200121152155-4-131621/tak-cuma-di-ri-omnibus-law-banyak-dipakai-negara-lain
Omnibus Law sudah banyak dipraktekan di ber-
bagai negara, khususnya negara-negara dengan
sistem hukum common law misalnya Kanada,
Turki, Selandia Baru, Australia, Filipina dan Vi-
etnam.13
Di Kanada, Omnibus Law digunakan
untuk bisa tunduk pada perjanjian WTO (World
Trade Organization), yaitu dengan memodifikasi
23 UU agar sesuai dengan perjanjian internasi-
onal. Di Turki, Omnibus Law diimplementasikan
untuk amandemen penting seperti penambahan
perbedaan mata uang sebagai basis PPN, men-
jadikan rasio harga konsumen sebagai dasar un-
tuk menentukan kenaikan harga leasing, serta
pembebasan 70% pajak dalam pembayaran gaji
personil swasta.
Di Selandia Baru, Omnibus Law digunakan untuk
meningkatkan pengaturan pajak yang berlaku
dalam kerangka yang luas (broad-base) dan ber-
tarif rendah (low-rate) dalam rangka mendorong
kepatuhan terhadap kewajiban pajak. Australia
juga mengimplementasikan Omnibus Law untuk
Act on Implementation of US FTA (United State-
-Free Trade Agreement) yang digunakan untuk
mengimplementasikan perjanjian perdagangan
bebas antara Amerika Serikat dengan Australia.
Di Filipina, implementasi Omnibus Law berkaitan
dengan investasi. The Omnibus Investment Code
mengatur pemberian insentif baik fiskal mau-
pun non-fiskal demi mendorong pembangunan
nasional. Di negara yang menganut hukum sipil
seperti Vietnam, Omnibus Law diimplementasi-
kan sebagai undang-undang untuk mengaman-
demen dan melengkapi beberapa pasal terkait
UU pajak pertambahan nilai (law on value added
tax), UU pajak cukai (law on excise tax), dan UU
untuk administrasi perpajakan (law on tax admi-
nistration).
Di Indonesia, konsep Omnibus Law memang be-
lum cukup populer. Namun, sudah ada bebera-
pa UU yang telah menerapkan konsep tersebut
meski dengan skala kecil, seperti UU No 9 tahun
2017 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 tahun
2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk
Kepentingan Perpajakan menjadi UU yang men-
cabut beberapa pasal dalam beberapa UU yang
berkaitan dengan keuangan, perbankan, dan un-
dang-undang lainnya yang relevan.
Cakupan RUU Cipta Kerja
Dalam RUU Cipta Kerja yang dipresentasikan
oleh Kemenko Bidang Perekonomian terdiri atas
11 (sebelas) Klaster Pembahasan dengan total 80
(delapan puluh) UU dan 1.201 (seribu dua ratus
satu) pasal. Sebelas kluster tersebut terdiri atas
(1) penyederhanaan perizinan, (2) persyaratan
investasi, (3) ketenagakerjaan, (4) kemudahan
dan perlindungan UMKM, (5) kemudahan beru-
saha, (6) dukungan riset dan inovasi, (7) admi-
nistrasi pemerintahan, (8) pengenaan sanksi, (9)
pengadaan lahan, (10) investasi dan proyek pe-
merintah, serta (11) kawasan ekonomi. Gambaran
cakupan aspek pada setiap klaster tersebut da-
pat dilihat pada Gambar 1.
4. 4 | Seri #1 Catatan Kebijakan Omnibus Law PWYP Indonesia — 2020
Gambar 1. Klaster dalam RUU Cipta Kerja
Sumber: Paparan Kemenko Perekonomian dalam Diskusi Publik “Menyikapi Omnibus Law: Pro dan Kontra RUU Cipta Kerja” yang
diselenggarakan oleh Djoko Soetono Research Center Fakultas Hukum UI pada 6 Februari 2020
Sedangkan khusus pada klaster #1 terkait penyederhanaan perizinan berusaha, terdapat 18 sub-klaster
yang dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Sub Klaster RUU Cipta Kerja dalam Klaster Penyederhanaan Perizinan Berusaha
Sumber: Paparan Kemenko Perekonomian dalam Diskusi Publik “Menyikapi Omnibus Law: Pro dan Kontra RUU Cipta Lapangan
Kerja” yang diselenggarakan oleh Djoko Soetono Research Center Fakultas Hukum UI pada 6 Februari 2020.
5. 5 | Seri #1 Catatan Kebijakan Omnibus Law PWYP Indonesia — 2020
Analisis dan Catatan Proses Perumusan Omnibus Law
14. Tercatat HUMA dan ICEL (salah satu anggota PWYP Indonesia ) telah mengajukan permintaan infromasi publik secara resmi kepada Pemerin-
tah, namun tidak dipenuhi.
Dari berbagai sumber informasi, referensi dan
bahan-bahan presentasi yang didapatkan dari
beberapa forum, serta dari hasil pengamat-
an atas fakta proses perumusan Omnibus Law,
PWYP Indonesia memberikan analisis dan catat-
an kebijakan atas proses perumusan Omnibus
Law sebagai berikut:
1. Proses Penyusunan Naskah Akademis dan RUU Cenderung Tertutup dan Minim
Partisipasi Publik
Sejak awal ide Omnibus Law ini akan digulirkan,
publik kesulitan untuk mendapatkan draf Nas-
kah Akademis maupun Draf RUU Omnibus Law
dari pihak Pemerintah. Sebagai penyelengga-
ra eksekutif dan sebagai pengusul inisiatif dari
RUU Omnibus Law, Pemerintah cenderung ter-
tutup dan minim memberikan akses publik untuk
mendapatkan informasi dari dokumen Omnibus
Law ini, terutama saat tahap penyusunan sebe-
lum RUU disampaikan ke DPR.14
Ketertutupan ini
menjadi pertanyaan bagi publik, karena bagai-
mana mungkin sebuah RUU yang memiliki tujuan
mulia untuk kepentingan orang banyak dan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, justru
prosesnya penyusunan di tahap awalnya cende-
rung tertutup.
Padahal, UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pem-
bentukan Peraturan Perundang-Undangan ter-
utama Pasal 89 jo 96 telah mengatur kewajiban
Pemerintah untuk membuka akses secara mudah
segala rancangan peraturan perundang-undang-
an untuk masyarakat. Namun sayangnya saluran
masukan publik masih dianggap minim.
Bukan hanya publik secara luas, sejumlah lem-
baga negara seperti Ombudsman RI pun ketika
mengajukan permintaan informasi publik kepada
Kemenko Bidang Perekonomian tidak dipenuhi.
Bahkan, Ombudsman juga menerima laporan
aduan dari individu (Anggota Tim Satgas Penyu-
sun RUU Cipta Kerja) yang diminta untuk menan-
datangani pernyataan di atas materai mengenai
disclaimer untuk merahasiakan draf RUU terse-
but. (Kompas, 31/01/2020).
Aspek partisipasi juga menjadi catatan penting
dari proses perumusan Omnibus Law. Pelibat-
an berbagai pemangku kepentingan yang akan
terdampak dari penerapan Omnibus Law ini di-
anggap minim. Penunjukan KADIN (Kamar Da-
gang dan Industri) sebagai ketua tim konsultasi
publik juga dianggap lemah, bias dan berpotensi
adanya konflik kepentingan (conflict of interest),
mengingat tidak semua pemangku kepentingan
publik dapat diwakili oleh KADIN. Membuka keran
partisipasi secara luas bagi berbagai pemangku
kepentingan sangatlah penting sebagai bentuk
assesment atas dampak regulasi (regulatory im-
pact assesment) yang semestinya dikedepankan
dalam proses pembuatan kebijakan regulasi.
2. Omnibus Law dan Pendelegasian kepada Peraturan Pemerintah
Jika kita cermati, sebagian besar perubahan UU
sektoral yang terdampak dari Omnibus Law ini
memandatkan pada pembentukan peraturan le-
bih lanjut di bawah UU untuk melakukan peng-
aturan lebih detail, baik itu melalui Peraturan
Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres)
maupun peraturan turunan lebih lanjut di bawah-
nya. Bahkan, jika terdapat suatu konflik atau dis-
pute dalam pelaksanaan kegiatan investasi dan
perizinan, penyelesaian lebih cenderung dise-
rahkan kepada Presiden melalui Perpres.
6. 6 | Seri #1 Catatan Kebijakan Omnibus Law PWYP Indonesia — 2020
Namun, polemik muncul ketika di dalam RUU ter-
dapat Pasal 170 yang memberikan kewenangan
kepada Pemerintah Pusat untuk dapat meng-
ubah UU melalui Peraturan Pemerintah. Pasal
170 ayat (1) berbunyi “Dalam rangka percepat-
an pelaksanaan kebijakan strategis cipta kerja
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (1),
berdasarkan Undang-Undang ini Pemerintah Pu-
sat berwenang mengubah ketentuan dalam Un-
dang-Undang ini dan/atau mengubah ketentuan
dalam undang-undang yang tidak diubah dalam
Undang-Undang ini" yang kemudian pada ayat
(2) pada pasal yang sama dinyatakan bahwa
perubahan ketentuan dalam UU tersebut diatur
melalui Peraturan Pemerintah (PP).
Hal tersebut selain bertentangan dengan UU No
12 Tahun 2011 (dan perubahannya) mengenai
Pembentukan Peraturan Perundangan-undang-
an, juga berpotensi melanggar Konstitusi UUD
1945; Karena kedudukan PP bukan untuk meng-
gantikan UU melainkan untuk melaksanakan
UU–pada area yang dimandatkan. Argumen lebih
lanjut, pembahasan peraturan setingkat UU-baik
untuk mengganti, menghapus, maupun menam-
bahkan ketentuan dalam peraturan setingkat UU
harus diputuskan bersama antara Eksekutif (Pe-
merintah) dan Legislatif (DPR RI).
Argumen ‘salah ketik’ atas pasal 170 yang dinya-
takan oleh Menkopolhukan dan Menteri Hukum
dan HAM yang dimuat beberapa media merupa-
kan preseden buruk dalam proses penyusunan
peraturan perundangan yang menimbulkan pole-
mik dan kesimpangsiuran di tengah masyarakat.
Situasi tersebut sejatinya tidak terulang sebagai-
mana dalam proses penyusunan UU lain seper-
ti revisi UU mengenai KPK – khususnya terkait
umur komisioner KPK. Namun demikian, pada
prakteknya terdapat beberapa PP yang ditenga-
rai berpotensi melanggar UU, seperti misalnya
PP di sektor ESDM yang memberikan kelonggar-
an (relaksasi) atas kewajiban larangan ekspor
dan pembangunan fasilitas hilirisasi bagi pertam-
bangan Minerba yang dianggap bertentangan
dengan UU No.4/2009 tentang pertambangan
Minerba.
3. Pendekatan Analisis Resiko dan Indikator yang Diperlukan dalam Omnibus Law
Pemerintah melalui RUU Cipta Kerja dinyatakan
akan mengubah paradigma pemberian izin de-
ngan menerapkan standar yang berbasis penilai-
an atas risiko (risk-based approach), dimana izin
kegiatan usaha hanya diterapkan untuk usaha
yang memiliki resiko tinggi terhadap kesehat-
an, keselamatan, dan lingkungan serta kegiatan
pengelolaan sumber daya alam. Melalui pende-
katan ini, kegiatan usaha akan dibagi menjadi 3
(tiga) kategori, yaitu Kegiatan usaha dengan re-
siko tinggi yang wajib mempunyai izin; Kegiatan
usaha risiko menengah dengan menggunakan
standar; dan Kegiatan usaha resiko rendah yang
cukup melalui pendaftaran, dimana penilaian
standar (compliance) dilakukan oleh profesi yang
bersertifikat.
PWYP Indonesia menilai, pendekatan analisis ri-
siko ini akan baik dan berjalan efektif jika diikuti
oleh kesiapan kelembagaan dan kapasitas SDM
yang kuat, termasuk adanya kejelasan indikator
dan mekanisme penilaian dan analisis risiko yang
tepat dan valid. Tantangannya ada pada bagai-
mana indikator kegiatan usaha yang beresiko
tinggi, menengah atau rendah tersebut ditentu-
kan berdasarkan mekanisme penilaian yang ho-
listik dari berbagai sudut pandang dan konteks
sektoral. Termasuk dalam hal ini, menimbang an-
tara biaya (cost) atas dampak eksternalitas yang
ditimbulkan dengan manfaat/keuntungan (bene-
fit) yang mungkin diraih dari sebuah industri.
Sebagai contoh, pada sektor pertambangan
Minerba, indikator dalam penilaian analisis risiko
diperlukan sebelum menetapkan jangka waktu
izin pengusahaan pertambangan, luasan wilayah
pertambangan, desentralisasi kewenangan pe-
merintah daerah, mekanisme perpanjangan izin,
hingga pemberian insentif dan disinsentif yang
berkaitan dengan pajak dan penerimaan negara,
7. 7 | Seri #1 Catatan Kebijakan Omnibus Law PWYP Indonesia — 2020
maupun aspek penerapan standar good mining
practices dan due dilligent atas kepatuhan ke-
tentuan lingkungan dan sosial dari kegiatan ope-
rasi pertambangan.
4. RUU Minerba vs RUU Cipta Kerja, Mana Yang Lebih Prioritas?
RUU Minerba dan RUU Cipta Kerja telah disahkan
menjadi RUU Prioritas di antara 50 RUU dalam
Prolegnas prioritas tahun 2020 dalam Rapat Pa-
ripurna ke-8 pada Rabu (22/1/2020). Bahkan da-
lam agenda Rapat Komisi-7 yang dilangsungkan
secara tertutup pada Kamis (31/01/2020), diin-
formasikan bahwa dibentuk Panitia Kerja (Panja)
untuk membahas Revisi UU Minerba ini. Dimana
kemudian keberadaan dan susunan anggota
Panja ini diumumkan kepada publik pada 13 Feb-
ruari kemarin dalam Rapat kerja Komisi-7 bersa-
ma Kementerian ESDM yang berlangsung secara
terbuka. Sementara, RUU Cipta Kerja baru dise-
rahkan kepada DPR pada 12 Februari 2020 ming-
gu lalu.
Pertanyaan mendasar bagi kedua RUU yang
masuk Prolegnas ini adalah mana dari kedua
draf Undang Undang ini yang akan didahulukan,
mengingat satu sama lain memiliki kesamaan da-
lam menghapus maupun menambahkan pasal-
-pasal yang ada di dalam UU yang sama, yakni
UU Minerba No.4/2009. Pasal pasal mana yang
akan diselesaikan oleh Revisi UU Minerba dan
pasal pasal mana oleh RUU Omnibus Law. Bagai-
mana jika RUU Minerba berkaitan dengan sektor
lain yang ada dalam RUU Omnibus Law, misalnya
berkaitan dengan sektor kelautan, lingkungan hi-
dup, energi kelistrikan dan lain sebagainya. Pro-
ses yang berulang (redundant) dan dikhawatir-
kan tumpang tindih (overlapping) ini tentu akan
berpengaruh pada kualitas RUU yang dihasilkan
nantinya.
Selain di tataran eksekutif, bagaimana proses
pembahasan RUU ini dijalankan secara transpa-
ran, partisipatif dan berkualitas di tingkat legisla-
tif. Terlebih DPR memiliki mekanisme pembahas-
an dan penetapan tersendiri yang tertuang dalam
Tata Tertib (Tatib), pembagian fungsi komisi yang
akan membahas, maupun pembentukan Panitia
Kerja (Panja) oleh Komisi atau pembentukan Pa-
nitia Khusus (Pansus) oleh Badan Musyawarah
DPR. Pembahasan RUU yang berkualitas, memi-
liki nilai prioritasi dan integrasi yang baik tentu
akan berpengaruh pada efisiensi pembahasan,
serta efektifitas pelaksanaan regulasi tersebut
nantinya. Kualitas RUU juga akan dilihat pada
seberapa antisipatif sebuah RUU mencegah ri-
siko dan dampak yang dipresiksi akan terjadi
dari lahirnya sebuah kebijakan berupa Undang-
-Undang.
5. RUU Cipta Kerja dan Pengelolaan Pertambangan Minerba
Tujuan disusunnya RUU Cipta Kerja diantaranya
adalah untuk melakukan penyederhanaan (sim-
plifikasi) dan harmonisasi regulasi, termasuk di-
antaranya yang berkaitan dengan mekanisme
dan sistem perizinan; serta untuk mendapatkan
investasi yang berkualitas dengan metode Om-
nibus Law, dimana UU sektor pertambangan
Minerba menjadi salah satu sasaran yang dica-
kup dalam RUU tersebut, selain sektor lain yang
sangat berkaitan seperti UU lingkungan hidup,
kehutanan, pertanahan dan UU lainnya yang re-
levan.
Secara umum, RUU Cipta Kerja ini mengusulkan
perubahan dan penambahan beberapa pasal
dan klausul yang berkaitan dengan pemanfaatan
pertambangan Minerba melalui sistem perizinan;
pembagian kewenangan antara Pemerintah Pu-
sat dan Daerah; kewajiban hilirisasi/peningkatan
nilai tambah; ketentuan teknis mengenai luas-
an, jangka waktu, dan mekanisme perpanjangan
perizinan/kontrak; tata ruang dan pemanfaatan
lahan; ketentuan pidana; serta aspek lain yang
berkaitan dengan penerimaan negara seperti ke-
tentuan royalti dan penyediaan insentif pajak.
8. 8 | Seri #1 Catatan Kebijakan Omnibus Law PWYP Indonesia — 2020
Aspek penting yang perlu diperhatikan dalam
Omnibus Law RUU Cipta Kerja terkait dengan pe-
ngelolaan sektor pertambangan Minerba antara
lain mengenai fungsi strategis SDA Pertambang-
an sebagai sumberdaya dan cadangan ekonomi
yang strategis, bernilai tinggi (high value), namun
sekaligus juga merupakan sumberdaya yang ti-
dak dapat terbaharui (unrenewable resources),
dipengaruhi oleh faktor geopolitik dan fluktuasi
pasar global. Dimana pengelolaan SDA pertam-
bangan ini memiliki resiko dan dampak ekster-
nalitas yang sistemik, serta memerlukan modal,
teknologi, dan standar teknis yang harus dipe-
nuhi. Untuk itu, pengelolaan dan pemanfaatan-
nya harus dilakukan dengan penuh kehati-hati-
an, memperhitungkan dampak dan resiko, serta
mempertimbangkan prioritas pembangunan dan
strategi ekonomi nasional yang bertujuan untuk
memenuhi kesejahteraan masyarakat.
15. Ulasan lebih detail dan mendalam mengenai substansi perubahan pasal-pasal dalam RUU Cipta Kerja akan dibahas dalam Seri #2 Catatan
Kebijakan Omnibus Law, PWYP Indonesia.
Dasar konstitusi Pasal 33 UUD 1945 telah mem-
berikan kerangka besar bagaimana pemanfaatan
SDA Pertambangan yang merupakan kekayaan
alam-yang terkandung di perut bumi, agar di-
manfaatkan sebesar-besarnya untuk kepen-
tingan rakyat. Tujuan dan filosofis konstitusional
dalam pemanfaatan SDA tersebut harus menjadi
ruh dalam pengembangan ekonomi nasional yang
adil, demokratis dan berkelanjutan. Penyeder-
hanaan perizinan, Desentralisasi kewenangan,
insentif penerimaan negara, dan keberpihakan
pada pembangunan berkelanjutan harus sejalan
dengan tujuan konstitusional pengelolaan ekono-
mi SDA yang adil dan demokratis (tidak menyu-
burkan monopoli) dan memastikan redistribusi
bagi daerah dan masyarakat lokal. Ekonomi SDA
yang konstitusional ini telah yang menjadi cita-
-cita the founding father kita sejak Kemerdekaan
yang terus menjadi semangat dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara kita hingga kini.15
9. 9 | Seri #1 Catatan Kebijakan Omnibus Law PWYP Indonesia — 2020
Rekomendasi Kebijakan
Berdasarkan temuan fakta, data dan analisa dalam kajian ini, PWYP Indonesia merekomendasi aspek-
-aspek perbaikan kebijakan sebagai berikut:
Proses penyusunan kebijakan berupa peraturan perundang-undangan (regulasi)-baik
yang menjadi inisiatif Eksekutif (Pemerintah) maupun Legislatif (DPR), sebaiknya meli-
batkan partisipasi masyarakat dari berbagai pemangku kepentingan sejak awal. Dalam
konteks RUU Cipta kerja, pelibatan dan partisipasi masyarakat tersebut bukan hanya
dari kalangan pelaku ekonomi/industri dan komponen instansi/badan di Pemerintahan,
melainkan juga masyarakat yang akan terdampak dari perubahan regulasi tersebut. Hal
ini penting untuk menghindari bias dan konflik kepentingan, serta untuk melakukan pen-
cegahan resiko dampak dengan parameter penilaian yang mendalam dan partisipatif.
Keterbukaan dan akses publik atas draf Naskah Akademis dan Draft RUU seharusnya
dilakukan sejak awal sebelum fase pembahasan di DPR, untuk mengantisipasi siklus
dan tahapan pembahasan yang terlalu cepat, terburu-buru dan kurang mendalam atau
prematur. Proses pembahasan di DPR maupun dalam Rakor antara DPR dan Pemerin-
tah, sejatinya dilakukan secara dalam rapat-rapat secara terbuka, agar publik dapat
memantau perkembangan serta memberikan masukan dan menyampaikan aspirasinya.
Keterbukaan pembahasan ini juga memungkinkan publik untuk dapat menilai bagaimana
Pemerintah dan Anggota DPR sebagai wakil rakyat bekerja untuk menyuarakan, meng-
analisis, dan memperjuangkan kepentingan masyarakat sebagai konstituen utamanya.
Pendelegasian mandat Undang-Undang kepada Peraturan Pemerintah (PP) harus di-
lakukan secara tepat dan penuh kehati-hatian. Perlu dilakukan pemilahan dan kajian
yang mendalam aspek-aspek dan ketentuan apa saja yang dapat diatur oleh PP, dan
aspek-aspek serta ketentuan apa saja yang harus diatur oleh UU. Hal ini sangat penting
untuk memberikan kepastian hukum bagi perekonomian dan kehidupan bertata negara
sebagai fungsi utama adanya peraturan perundangan. Kepastian hukum sangat penting,
untuk memastikan kualitas pembangunan, pendelegasian mandat kelembagaan, serta
menciptakan kemudahan dan keberlanjutan kegiatan ekonomi.
Koordinasi, singkronisasi dan integrasi antara instansi Kementerian dan Lembaga (baik
di tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah) harus dipastikan berjalan dengan baik. Se-
lain persoalan teknis seperti ‘salah ketik’ dalam penyusunan perundangan-undangan
yang semestinya tidak terulang dan menjadi indikasi lemahnya koordinasi, kedalaman
dan kualitas koordinasi seharusnya ditingkatkan. Demikian halnya dengan ego sektoral
dan ego kelembagaan yang harus dihindari dalam perumusan sebuah kebijakan regulasi
yang sangat penting bagi masyarakat dan bagi kemajuan perekonomian nasional.
1
2
3
4
10. 10 | Seri #1 Catatan Kebijakan Omnibus Law PWYP Indonesia — 2020
Pendekatan berbasis analisis risiko harus dirumuskan secara lebih mendalam dengan
parameter yang terukur, termasuk menggunakan valuasi ekonomi lingkungan hidup.
Pendekatan berbasis analisis risiko menggunakan valuasi ekonomi lingkungan memung-
kinkan lahirnya kebijakan yang kontekstual, mendasarkan pada daya dukung dan daya
tampung lingkungan, memperhatikan perhitungan cost and benefit, serta memungkinkan
untuk dilakukan pencegahan (mitigasi) dan penanganan (handling) resiko yang valid dan
objektif, bukan berdasarkan kepentingan ekonomi sesaat. Valuasi ekonomi lingkungan
juga dapat mencegah adanya over-eksploitasi yang menghitung umur dan keseimbang-
an cadangan sumberdaya yang sangat penting bagi kedaulatan dan ketahanan ekonomi
nasional.
Susbtansi pembahasan ketentuan mengenai pasal-pasal dalam UU Pertambangan
Minerba harus memperhatikan spirit dan kesesuaian norma dan tujuan filosofis pe-
ngelolaan dan pemanfaatan SDA dalam Konstitusi 1945. Kepastian hukum atas penge-
lolaan SDA untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, harus dipastikan memenuhi
unsur keadilan, tata kelola yang baik, dan memiliki visi bagi kedaulatan dan ketahanan
ekonomi nasional yang mempertimbangkan resiko, keberlanjutan serta keseimbangan
lingkungan hidup. Semangat Konstitusi ini juga memastikan bahwa pengelolaan ekonomi
SDA dilaksanakan melalui demokrasi ekonomi yang adil dan tidak menyuburkan mono-
poli, serta memperhatikan aspek redistribusi dan desentralisasi yang seimbang antara
Pusat-Daerah.
Proses pembahasan dan perumusan agenda legislasi di DPR harus dilakukan secara
terintegras dan menghindari dualisme (redundancy), agar berjalan secara efektif, efi-
sien, dan akuntabel. Dualisme antara RUU Minerba dan RUU Cipta Kerja dalam Proleg-
nas seharusnya dapat dihindari dengan perencanaan program legislasi yang terpadu,
serta proses koordinasi dan pembahasan yang matang dan integratif.
5
6
7
11. 11 | Seri #1 Catatan Kebijakan Omnibus Law PWYP Indonesia — 2020
Daftar Pustaka
_______. 2020. Naskah Pidato Presiden Joko Widodo dalam Pelantikan Periode 2019-2024. https://jeo.
kompas.com/naskah-lengkap-pidato-presiden-joko-widodo-dalam-pelantikan-periode-2019-2024
07 Februari 2020, 12.30 WIB
_______. 2020. Hasil Rapat Paripurna Ke-8 DPR RI, Jakarta, 22 Januari 2020
_______. 2020. Penjelasan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Bahan Paparan, Jakarta, 29 Januari
2020.
_______. 2020. Omnibus Law, Produk Hukum Kolonial dan Sistem Hukum Nasional: Beberapa Catatan.
Bahan Paparan, Depok, 6 Februari 2020.
_______. 2020. Penjelasan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, Kementerian Koordinator Bidang Pereko-
nomian RI. Bahan Paparan, Jakarta, 29 Januari 2020.
Redi, Ahmad. 2019. Omnibus Law: Gagasan Pengaturan Untuk Kemakmuran Rakyat, PWYP Knowledge
Forum. Bahan Paparan, Jakarta, 3 Desember 2019.
Citradi Tirta. 2020. Tak Cuma di RI Omnibus Law Banyak Dipakai di Negara Lain. https://www.cnbcindo-
nesia.com/news/20200121152155-4-131621/tak-cuma-di-ri-omnibus-law-banyak-dipakai-negara-lain
12. 12 | Seri #1 Catatan Kebijakan Omnibus Law PWYP Indonesia — 2020
Publish What You Pay (PWYP) Indonesia merupakan lembaga koalisi nasional yang concern
pada transparansi, akuntabilitas, perbaikan tata kelola ekstraktif, pertambangan dan sumber
daya alam. Berdiri sejak tahun 2007, dan terdaftar sebagai badan hukum Indonesia sejak tahun
2012 dengan nama Yayasan Transparansi Sumberdaya Ekstraktif, dan terafiliasi dalam kampa-
nye Publish What You Pay di tingkat global. PWYP Indonesia mendorong transparansi dan akun-
tabilitas di sepanjang rantai sumberdaya ekstraktif, dari tahap pengembangan kontrak dan ope-
rasi pertambangan (publish why you pay and how you extract), tahap produksi dan pendapatan
dari industri (publish what you pay), hingga tahap pengeluaran pendapatan untuk pembangunan
berkelanjutan dan kesejahteraan sosial (publish what you earn and how you spent).
Ikuti Kami di Social Media
pwypindonesia — Instagram
pwyp_indonesia — Twitter
Publish What You Pay Indonesia — Facebook
Hubungi Kami
sekretariat@pwypindonesia.org — Email
www.pwypindonesia.org — Website