SlideShare a Scribd company logo
1 of 12
Download to read offline
1 | Seri #1 Catatan Kebijakan Omnibus Law PWYP Indonesia — 2020
Omnibus Law dan Catatan Proses
Perumusan Undang Undang di Sektor Pertambangan
Penulis: Aryanto Nugroho1
, Asri Nuraeni2
, Sholahudin Al Ayubi3
Penyunting dan Peninjau: Maryati Abdullah4
Februari 2020
www.pwypindonesia.org
Policy Brief
1234
Presiden Jokowi dalam pidato pertamanya se-
telah dilantik sebagai Presiden RI 2019-2024
menyampaikan akan mengusulkan penerbitan 2
(dua) Undang-Undang (UU) besar, yaitu UU Cip-
ta Lapangan Kerja dan UU Pemberdayaan Usa-
ha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), melalui
skema Omnibus Law.5
Melalui skema ini, Peme-
rintah hendak merampingkan, memangkas dan
menghapus puluhan regulasi setingkat UU yang
tumpang tindih dan dianggap menghambat ke-
mudahan berinvestasi.
Dalam perjalanannya, Pemerintah menyusun 4
(empat) Rancangan Undang-Undang (RUU) Om-
nibus Law yaitu RUU tentang Ibu Kota Negara
(IKN), RUU tentang Kefarmasian, RUU tentang
Cipta Lapangan Kerja, dan RUU tentang Keten-
tuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguat-
an Perekonomian. Saat ini paket RUU Omnibus
Law tersebut telah masuk sebagai bagian dari
50 RUU yang masuk Program Legislasi Nasional
(Prolegnas) 2020.6
Draf RUU Cipta kerja disam-
paikan oleh Pemerintah kepada DPR RI pada 12
Januari 2020 lalu.
Omnibus Law yang sering juga disebut sebagai
UU ‘Sapu Jagat’ ini dianggap lebih efektif dan
efisien untuk mengganti dan melakukan sinkro-
1. Program Manager PWYP Indonesia, Wakil CSO dalam MSG EITI Indonesia	
2. Communication Officer PWYP Indonesia
3. Program Assistant PWYP Indonesia
4. Koordinator Nasional/Direktur PWYP Indonesia
5. Naskah Pidato Presiden Joko Widodo, dalam Pelantikan Periode 2019-2024. Diakses dari https://jeo.kompas.com/naskah-lengkap-pidato-pre-
siden-joko-widodo-dalam-pelantikan-periode-2019-2024 pada 07 Februari 2020, 12.30 WIB
6. Hasil Rapat Paripurna Ke-8 DPR RI, tanggal 22 Januari 2020.
7. Bahan Presentasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI dalam Konferensi Pers tanggal 29 Januari 2020 di Jakarta.
8. Asumsi yang menjadi bahan acuan saat kajian ini disusun didasarkan atas informasi yang diterima dan dapat diakses oleh publik per tanggal 23
Februari 2020.
nisasi atas norma hukum dan pasal-pasal teknis
dari beberapa UU secara bersamaan dalam satu
waktu dan satu dokumen UU yang sama. Dimana
perubahan tersebut dapat berupa penambahan
maupun pengurangan pasal-pasal yang diper-
lukan untuk melaksanakan tujuan dibentuknya
Omnibus Law. Di antara yang menjadi cakup-
an dalam Omnibus Law ini adalah UU di sektor
Sumber Daya Alam (SDA) – baik sektor pertam-
bangan, perkebunan, kehutanan, dan lingkungan
hidup.7
Seri catatan kebijakan ini disusun oleh Publish
What You Pay (PWYP) Indonesia sebagai bahan
masukan atas proses dan substansi perumusan
kebijakan Omnibus Law, yang diharapkan juga
menjadi kontribusi PWYP Indonesia bagi perbaik-
an tata kelola sektor industri ekstraktif dan sum-
ber daya alam, khususnya bagi pengembangan
strategi pembangunan ekonomi yang memper-
hatikan tata kelola dan keberlanjutan lingkung-
an hidup, serta bagi kepentingan publik lainnya
yang lebih luas. Catatan kebijakan seri#1 ini di-
fokuskan pada Omnibus Law dan catatan proses
perumusan UU sektor pertambangan mineral
dan batubara yang menjadi fokus utama PWYP
Indonesia.8
2 | Seri #1 Catatan Kebijakan Omnibus Law PWYP Indonesia — 2020
Latar Belakang Omnibus Law
9. Penjelasan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, Presentasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI pada tanggal 29 Januari 2020 di
Jakarta.
10. Presentasi Prof. Dr. Satya Arinanto, Guru Besar Fakultas Hukum UI berjudul “Omnibus Law, Produk Hukum Kolonial dan Sistem Hukum Na-
sional: Beberapa Catatan” yang disampaikan dalam Diskusi Publik “Menyikapi Omnibus Law: Pro dan Kontra RUU Cipta Lapangan Kerja” yang
diselenggarakan oleh Djoko Soetono Research Center Fakultas Hukum UI pada 6 Februari 2020
11. Penjelasan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, Presentasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI pada tanggal 29 Januari 2020 di
Jakarta.
12. Bahan Paparan Ahmad Redi berjudul “Omnibus Law: Gagasan Pengaturan Untuk Kemakmuran Ralyat” dalam PWYP Knowledge Forum yang
diselenggarakan PWYP Indonesia pada 3 Desember 2019
Melalui pidato dan berbagai pernyataan di media,
Pemerintah selalu mendalilkan persoalan regulasi
sebagai dasar penyusunan Omnibus Law. Peme-
rintah mengemukakan adanya masalah tumpang
tindih peraturan antar-sektor, sistem perizinan
berusaha yang cenderung rumit dan gemuk, ser-
ta terkendalanya pelaku ekonomi dalam berin-
vestasi. Kondisi tersebut dianggap sebagai pe-
nyebab turunnya peringkat kompetitif Indonesia
dan rendahnya tingkat kemudahan berbisnis di
Indonesia. Sehingga, diperlukan terobosan baru
dalam penyederhanaan regulasi melalui Omnibus
Law untuk mendorong kemudahan berbisnis dan
berinvestasi di Indonesia.
Melalui RUU Cipta Kerja, pemerintah berharap
akan terjadi perubahan struktur ekonomi yang
mampu menggerakkan semua sektor dengan
mendorong pertumbuhan ekonomi mencapai
5,7% - 6,0% melalui penciptaan lapangan kerja
yang berkualitas sebanyak 2,7 - 3 juta per tahun,
lebih besar bila dibandingkan jika tanpa Omni-
bus Law sebanyak 2 - 2,5 juta. Di samping itu,
peningkatan investasi sebesar 6,6% - 7% juga
dianggap akan meningkatkan income dan daya
beli, serta mendorong peningkatan konsumsi
masyarakat sebesar 5,4%-5,6%. Hal ini diperku-
at dengan upaya peningkatan produktivitas yang
dipercaya akan diikuti dengan peningkatan upah
pekerja.9
Tujuan ini lebih lanjut dinyatakan tidak terlepas
dari dinamika perubahan global yang cepat, se-
hingga perlu direspon secara tepat melalui re-
formulasi kebijakan dalam skema Omnibus Law.
Jika hal ini tidak dilakukan, pemerintah khawatir
lapangan pekerjaan akan pindah ke negara lain
yang lebih kompetitif, sehingga jumlah pengang-
guran akan bertambah dan Indonesia berpotensi
terjebak lebih lama dalam kondisi negara ber-
pendapatan menengah (middle income trap).
Konsep Omnibus Law
Istilah Omnibus Law dalam Black Law Dictionary
10th Edition Karya Bryan A. Garner dinyatakan
sebagai “A single bill containing various distinct
matters; A bill that deals with all proposals rela-
ting to a particular subject”.10
Pemerintah sendiri
mendefinisikan Omnibus Law sebagai metode
yang digunakan untuk mengganti dan/atau men-
cabut ketentuan dalam Undang-Undang, atau
mengatur ulang beberapa ketentuan dalam UU
ke dalam satu UU tematik.11
Omnibus Law digunakan dengan beberapa tu-
juan, diantaranya 1) mengatasi konflik peraturan
perundang-undangan dengan cepat, efektif dan
efisien; 2) menyeragamkan kebijakan pemerintah
baik di tingkat pusat maupun daerah, untuk me-
nunjang iklim investasi; 3) pengurusan perizin-
an menjadi lebih terpadu, efisien, dan efektif; 4)
memutus rantai birokrasi yang rumit; 5) mening-
katnya hubungan koordinasi antar instansi terka-
it karena telah diatur dalam kebijakan omnibus
yang terpadu; serta 6) adanya jaminan kepastian
hukum dan perlindungan hukum bagi pengambil
kebijakan.12
3 | Seri #1 Catatan Kebijakan Omnibus Law PWYP Indonesia — 2020
Praktek Omnibus Law di Beberapa Negara
13. https://www.cnbcindonesia.com/news/20200121152155-4-131621/tak-cuma-di-ri-omnibus-law-banyak-dipakai-negara-lain
Omnibus Law sudah banyak dipraktekan di ber-
bagai negara, khususnya negara-negara dengan
sistem hukum common law misalnya Kanada,
Turki, Selandia Baru, Australia, Filipina dan Vi-
etnam.13
Di Kanada, Omnibus Law digunakan
untuk bisa tunduk pada perjanjian WTO (World
Trade Organization), yaitu dengan memodifikasi
23 UU agar sesuai dengan perjanjian internasi-
onal. Di Turki, Omnibus Law diimplementasikan
untuk amandemen penting seperti penambahan
perbedaan mata uang sebagai basis PPN, men-
jadikan rasio harga konsumen sebagai dasar un-
tuk menentukan kenaikan harga leasing, serta
pembebasan 70% pajak dalam pembayaran gaji
personil swasta.
Di Selandia Baru, Omnibus Law digunakan untuk
meningkatkan pengaturan pajak yang berlaku
dalam kerangka yang luas (broad-base) dan ber-
tarif rendah (low-rate) dalam rangka mendorong
kepatuhan terhadap kewajiban pajak. Australia
juga mengimplementasikan Omnibus Law untuk
Act on Implementation of US FTA (United State-
-Free Trade Agreement) yang digunakan untuk
mengimplementasikan perjanjian perdagangan
bebas antara Amerika Serikat dengan Australia.
Di Filipina, implementasi Omnibus Law berkaitan
dengan investasi. The Omnibus Investment Code
mengatur pemberian insentif baik fiskal mau-
pun non-fiskal demi mendorong pembangunan
nasional. Di negara yang menganut hukum sipil
seperti Vietnam, Omnibus Law diimplementasi-
kan sebagai undang-undang untuk mengaman-
demen dan melengkapi beberapa pasal terkait
UU pajak pertambahan nilai (law on value added
tax), UU pajak cukai (law on excise tax), dan UU
untuk administrasi perpajakan (law on tax admi-
nistration).
Di Indonesia, konsep Omnibus Law memang be-
lum cukup populer. Namun, sudah ada bebera-
pa UU yang telah menerapkan konsep tersebut
meski dengan skala kecil, seperti UU No 9 tahun
2017 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 tahun
2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk
Kepentingan Perpajakan menjadi UU yang men-
cabut beberapa pasal dalam beberapa UU yang
berkaitan dengan keuangan, perbankan, dan un-
dang-undang lainnya yang relevan.
Cakupan RUU Cipta Kerja
Dalam RUU Cipta Kerja yang dipresentasikan
oleh Kemenko Bidang Perekonomian terdiri atas
11 (sebelas) Klaster Pembahasan dengan total 80
(delapan puluh) UU dan 1.201 (seribu dua ratus
satu) pasal. Sebelas kluster tersebut terdiri atas
(1) penyederhanaan perizinan, (2) persyaratan
investasi, (3) ketenagakerjaan, (4) kemudahan
dan perlindungan UMKM, (5) kemudahan beru-
saha, (6) dukungan riset dan inovasi, (7) admi-
nistrasi pemerintahan, (8) pengenaan sanksi, (9)
pengadaan lahan, (10) investasi dan proyek pe-
merintah, serta (11) kawasan ekonomi. Gambaran
cakupan aspek pada setiap klaster tersebut da-
pat dilihat pada Gambar 1.
4 | Seri #1 Catatan Kebijakan Omnibus Law PWYP Indonesia — 2020
Gambar 1. Klaster dalam RUU Cipta Kerja
Sumber: Paparan Kemenko Perekonomian dalam Diskusi Publik “Menyikapi Omnibus Law: Pro dan Kontra RUU Cipta Kerja” yang
diselenggarakan oleh Djoko Soetono Research Center Fakultas Hukum UI pada 6 Februari 2020
Sedangkan khusus pada klaster #1 terkait penyederhanaan perizinan berusaha, terdapat 18 sub-klaster
yang dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Sub Klaster RUU Cipta Kerja dalam Klaster Penyederhanaan Perizinan Berusaha
Sumber: Paparan Kemenko Perekonomian dalam Diskusi Publik “Menyikapi Omnibus Law: Pro dan Kontra RUU Cipta Lapangan
Kerja” yang diselenggarakan oleh Djoko Soetono Research Center Fakultas Hukum UI pada 6 Februari 2020.
5 | Seri #1 Catatan Kebijakan Omnibus Law PWYP Indonesia — 2020
Analisis dan Catatan Proses Perumusan Omnibus Law
14. Tercatat HUMA dan ICEL (salah satu anggota PWYP Indonesia ) telah mengajukan permintaan infromasi publik secara resmi kepada Pemerin-
tah, namun tidak dipenuhi.
Dari berbagai sumber informasi, referensi dan
bahan-bahan presentasi yang didapatkan dari
beberapa forum, serta dari hasil pengamat-
an atas fakta proses perumusan Omnibus Law,
PWYP Indonesia memberikan analisis dan catat-
an kebijakan atas proses perumusan Omnibus
Law sebagai berikut:
1. Proses Penyusunan Naskah Akademis dan RUU Cenderung Tertutup dan Minim
Partisipasi Publik
Sejak awal ide Omnibus Law ini akan digulirkan,
publik kesulitan untuk mendapatkan draf Nas-
kah Akademis maupun Draf RUU Omnibus Law
dari pihak Pemerintah. Sebagai penyelengga-
ra eksekutif dan sebagai pengusul inisiatif dari
RUU Omnibus Law, Pemerintah cenderung ter-
tutup dan minim memberikan akses publik untuk
mendapatkan informasi dari dokumen Omnibus
Law ini, terutama saat tahap penyusunan sebe-
lum RUU disampaikan ke DPR.14
Ketertutupan ini
menjadi pertanyaan bagi publik, karena bagai-
mana mungkin sebuah RUU yang memiliki tujuan
mulia untuk kepentingan orang banyak dan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, justru
prosesnya penyusunan di tahap awalnya cende-
rung tertutup.
Padahal, UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pem-
bentukan Peraturan Perundang-Undangan ter-
utama Pasal 89 jo 96 telah mengatur kewajiban
Pemerintah untuk membuka akses secara mudah
segala rancangan peraturan perundang-undang-
an untuk masyarakat. Namun sayangnya saluran
masukan publik masih dianggap minim.
Bukan hanya publik secara luas, sejumlah lem-
baga negara seperti Ombudsman RI pun ketika
mengajukan permintaan informasi publik kepada
Kemenko Bidang Perekonomian tidak dipenuhi.
Bahkan, Ombudsman juga menerima laporan
aduan dari individu (Anggota Tim Satgas Penyu-
sun RUU Cipta Kerja) yang diminta untuk menan-
datangani pernyataan di atas materai mengenai
disclaimer untuk merahasiakan draf RUU terse-
but. (Kompas, 31/01/2020).
Aspek partisipasi juga menjadi catatan penting
dari proses perumusan Omnibus Law. Pelibat-
an berbagai pemangku kepentingan yang akan
terdampak dari penerapan Omnibus Law ini di-
anggap minim. Penunjukan KADIN (Kamar Da-
gang dan Industri) sebagai ketua tim konsultasi
publik juga dianggap lemah, bias dan berpotensi
adanya konflik kepentingan (conflict of interest),
mengingat tidak semua pemangku kepentingan
publik dapat diwakili oleh KADIN. Membuka keran
partisipasi secara luas bagi berbagai pemangku
kepentingan sangatlah penting sebagai bentuk
assesment atas dampak regulasi (regulatory im-
pact assesment) yang semestinya dikedepankan
dalam proses pembuatan kebijakan regulasi.
2. Omnibus Law dan Pendelegasian kepada Peraturan Pemerintah
Jika kita cermati, sebagian besar perubahan UU
sektoral yang terdampak dari Omnibus Law ini
memandatkan pada pembentukan peraturan le-
bih lanjut di bawah UU untuk melakukan peng-
aturan lebih detail, baik itu melalui Peraturan
Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres)
maupun peraturan turunan lebih lanjut di bawah-
nya. Bahkan, jika terdapat suatu konflik atau dis-
pute dalam pelaksanaan kegiatan investasi dan
perizinan, penyelesaian lebih cenderung dise-
rahkan kepada Presiden melalui Perpres.
6 | Seri #1 Catatan Kebijakan Omnibus Law PWYP Indonesia — 2020
Namun, polemik muncul ketika di dalam RUU ter-
dapat Pasal 170 yang memberikan kewenangan
kepada Pemerintah Pusat untuk dapat meng-
ubah UU melalui Peraturan Pemerintah. Pasal
170 ayat (1) berbunyi “Dalam rangka percepat-
an pelaksanaan kebijakan strategis cipta kerja
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (1),
berdasarkan Undang-Undang ini Pemerintah Pu-
sat berwenang mengubah ketentuan dalam Un-
dang-Undang ini dan/atau mengubah ketentuan
dalam undang-undang yang tidak diubah dalam
Undang-Undang ini" yang kemudian pada ayat
(2) pada pasal yang sama dinyatakan bahwa
perubahan ketentuan dalam UU tersebut diatur
melalui Peraturan Pemerintah (PP).
Hal tersebut selain bertentangan dengan UU No
12 Tahun 2011 (dan perubahannya) mengenai
Pembentukan Peraturan Perundangan-undang-
an, juga berpotensi melanggar Konstitusi UUD
1945; Karena kedudukan PP bukan untuk meng-
gantikan UU melainkan untuk melaksanakan
UU–pada area yang dimandatkan. Argumen lebih
lanjut, pembahasan peraturan setingkat UU-baik
untuk mengganti, menghapus, maupun menam-
bahkan ketentuan dalam peraturan setingkat UU
harus diputuskan bersama antara Eksekutif (Pe-
merintah) dan Legislatif (DPR RI).
Argumen ‘salah ketik’ atas pasal 170 yang dinya-
takan oleh Menkopolhukan dan Menteri Hukum
dan HAM yang dimuat beberapa media merupa-
kan preseden buruk dalam proses penyusunan
peraturan perundangan yang menimbulkan pole-
mik dan kesimpangsiuran di tengah masyarakat.
Situasi tersebut sejatinya tidak terulang sebagai-
mana dalam proses penyusunan UU lain seper-
ti revisi UU mengenai KPK – khususnya terkait
umur komisioner KPK. Namun demikian, pada
prakteknya terdapat beberapa PP yang ditenga-
rai berpotensi melanggar UU, seperti misalnya
PP di sektor ESDM yang memberikan kelonggar-
an (relaksasi) atas kewajiban larangan ekspor
dan pembangunan fasilitas hilirisasi bagi pertam-
bangan Minerba yang dianggap bertentangan
dengan UU No.4/2009 tentang pertambangan
Minerba.
3. Pendekatan Analisis Resiko dan Indikator yang Diperlukan dalam Omnibus Law
Pemerintah melalui RUU Cipta Kerja dinyatakan
akan mengubah paradigma pemberian izin de-
ngan menerapkan standar yang berbasis penilai-
an atas risiko (risk-based approach), dimana izin
kegiatan usaha hanya diterapkan untuk usaha
yang memiliki resiko tinggi terhadap kesehat-
an, keselamatan, dan lingkungan serta kegiatan
pengelolaan sumber daya alam. Melalui pende-
katan ini, kegiatan usaha akan dibagi menjadi 3
(tiga) kategori, yaitu Kegiatan usaha dengan re-
siko tinggi yang wajib mempunyai izin; Kegiatan
usaha risiko menengah dengan menggunakan
standar; dan Kegiatan usaha resiko rendah yang
cukup melalui pendaftaran, dimana penilaian
standar (compliance) dilakukan oleh profesi yang
bersertifikat.
PWYP Indonesia menilai, pendekatan analisis ri-
siko ini akan baik dan berjalan efektif jika diikuti
oleh kesiapan kelembagaan dan kapasitas SDM
yang kuat, termasuk adanya kejelasan indikator
dan mekanisme penilaian dan analisis risiko yang
tepat dan valid. Tantangannya ada pada bagai-
mana indikator kegiatan usaha yang beresiko
tinggi, menengah atau rendah tersebut ditentu-
kan berdasarkan mekanisme penilaian yang ho-
listik dari berbagai sudut pandang dan konteks
sektoral. Termasuk dalam hal ini, menimbang an-
tara biaya (cost) atas dampak eksternalitas yang
ditimbulkan dengan manfaat/keuntungan (bene-
fit) yang mungkin diraih dari sebuah industri.
Sebagai contoh, pada sektor pertambangan
Minerba, indikator dalam penilaian analisis risiko
diperlukan sebelum menetapkan jangka waktu
izin pengusahaan pertambangan, luasan wilayah
pertambangan, desentralisasi kewenangan pe-
merintah daerah, mekanisme perpanjangan izin,
hingga pemberian insentif dan disinsentif yang
berkaitan dengan pajak dan penerimaan negara,
7 | Seri #1 Catatan Kebijakan Omnibus Law PWYP Indonesia — 2020
maupun aspek penerapan standar good mining
practices dan due dilligent atas kepatuhan ke-
tentuan lingkungan dan sosial dari kegiatan ope-
rasi pertambangan.
4. RUU Minerba vs RUU Cipta Kerja, Mana Yang Lebih Prioritas?
RUU Minerba dan RUU Cipta Kerja telah disahkan
menjadi RUU Prioritas di antara 50 RUU dalam
Prolegnas prioritas tahun 2020 dalam Rapat Pa-
ripurna ke-8 pada Rabu (22/1/2020). Bahkan da-
lam agenda Rapat Komisi-7 yang dilangsungkan
secara tertutup pada Kamis (31/01/2020), diin-
formasikan bahwa dibentuk Panitia Kerja (Panja)
untuk membahas Revisi UU Minerba ini. Dimana
kemudian keberadaan dan susunan anggota
Panja ini diumumkan kepada publik pada 13 Feb-
ruari kemarin dalam Rapat kerja Komisi-7 bersa-
ma Kementerian ESDM yang berlangsung secara
terbuka. Sementara, RUU Cipta Kerja baru dise-
rahkan kepada DPR pada 12 Februari 2020 ming-
gu lalu.
Pertanyaan mendasar bagi kedua RUU yang
masuk Prolegnas ini adalah mana dari kedua
draf Undang Undang ini yang akan didahulukan,
mengingat satu sama lain memiliki kesamaan da-
lam menghapus maupun menambahkan pasal-
-pasal yang ada di dalam UU yang sama, yakni
UU Minerba No.4/2009. Pasal pasal mana yang
akan diselesaikan oleh Revisi UU Minerba dan
pasal pasal mana oleh RUU Omnibus Law. Bagai-
mana jika RUU Minerba berkaitan dengan sektor
lain yang ada dalam RUU Omnibus Law, misalnya
berkaitan dengan sektor kelautan, lingkungan hi-
dup, energi kelistrikan dan lain sebagainya. Pro-
ses yang berulang (redundant) dan dikhawatir-
kan tumpang tindih (overlapping) ini tentu akan
berpengaruh pada kualitas RUU yang dihasilkan
nantinya.
Selain di tataran eksekutif, bagaimana proses
pembahasan RUU ini dijalankan secara transpa-
ran, partisipatif dan berkualitas di tingkat legisla-
tif. Terlebih DPR memiliki mekanisme pembahas-
an dan penetapan tersendiri yang tertuang dalam
Tata Tertib (Tatib), pembagian fungsi komisi yang
akan membahas, maupun pembentukan Panitia
Kerja (Panja) oleh Komisi atau pembentukan Pa-
nitia Khusus (Pansus) oleh Badan Musyawarah
DPR. Pembahasan RUU yang berkualitas, memi-
liki nilai prioritasi dan integrasi yang baik tentu
akan berpengaruh pada efisiensi pembahasan,
serta efektifitas pelaksanaan regulasi tersebut
nantinya. Kualitas RUU juga akan dilihat pada
seberapa antisipatif sebuah RUU mencegah ri-
siko dan dampak yang dipresiksi akan terjadi
dari lahirnya sebuah kebijakan berupa Undang-
-Undang.
5. RUU Cipta Kerja dan Pengelolaan Pertambangan Minerba
Tujuan disusunnya RUU Cipta Kerja diantaranya
adalah untuk melakukan penyederhanaan (sim-
plifikasi) dan harmonisasi regulasi, termasuk di-
antaranya yang berkaitan dengan mekanisme
dan sistem perizinan; serta untuk mendapatkan
investasi yang berkualitas dengan metode Om-
nibus Law, dimana UU sektor pertambangan
Minerba menjadi salah satu sasaran yang dica-
kup dalam RUU tersebut, selain sektor lain yang
sangat berkaitan seperti UU lingkungan hidup,
kehutanan, pertanahan dan UU lainnya yang re-
levan.
Secara umum, RUU Cipta Kerja ini mengusulkan
perubahan dan penambahan beberapa pasal
dan klausul yang berkaitan dengan pemanfaatan
pertambangan Minerba melalui sistem perizinan;
pembagian kewenangan antara Pemerintah Pu-
sat dan Daerah; kewajiban hilirisasi/peningkatan
nilai tambah; ketentuan teknis mengenai luas-
an, jangka waktu, dan mekanisme perpanjangan
perizinan/kontrak; tata ruang dan pemanfaatan
lahan; ketentuan pidana; serta aspek lain yang
berkaitan dengan penerimaan negara seperti ke-
tentuan royalti dan penyediaan insentif pajak.
8 | Seri #1 Catatan Kebijakan Omnibus Law PWYP Indonesia — 2020
Aspek penting yang perlu diperhatikan dalam
Omnibus Law RUU Cipta Kerja terkait dengan pe-
ngelolaan sektor pertambangan Minerba antara
lain mengenai fungsi strategis SDA Pertambang-
an sebagai sumberdaya dan cadangan ekonomi
yang strategis, bernilai tinggi (high value), namun
sekaligus juga merupakan sumberdaya yang ti-
dak dapat terbaharui (unrenewable resources),
dipengaruhi oleh faktor geopolitik dan fluktuasi
pasar global. Dimana pengelolaan SDA pertam-
bangan ini memiliki resiko dan dampak ekster-
nalitas yang sistemik, serta memerlukan modal,
teknologi, dan standar teknis yang harus dipe-
nuhi. Untuk itu, pengelolaan dan pemanfaatan-
nya harus dilakukan dengan penuh kehati-hati-
an, memperhitungkan dampak dan resiko, serta
mempertimbangkan prioritas pembangunan dan
strategi ekonomi nasional yang bertujuan untuk
memenuhi kesejahteraan masyarakat.
15. Ulasan lebih detail dan mendalam mengenai substansi perubahan pasal-pasal dalam RUU Cipta Kerja akan dibahas dalam Seri #2 Catatan
Kebijakan Omnibus Law, PWYP Indonesia.
Dasar konstitusi Pasal 33 UUD 1945 telah mem-
berikan kerangka besar bagaimana pemanfaatan
SDA Pertambangan yang merupakan kekayaan
alam-yang terkandung di perut bumi, agar di-
manfaatkan sebesar-besarnya untuk kepen-
tingan rakyat. Tujuan dan filosofis konstitusional
dalam pemanfaatan SDA tersebut harus menjadi
ruh dalam pengembangan ekonomi nasional yang
adil, demokratis dan berkelanjutan. Penyeder-
hanaan perizinan, Desentralisasi kewenangan,
insentif penerimaan negara, dan keberpihakan
pada pembangunan berkelanjutan harus sejalan
dengan tujuan konstitusional pengelolaan ekono-
mi SDA yang adil dan demokratis (tidak menyu-
burkan monopoli) dan memastikan redistribusi
bagi daerah dan masyarakat lokal. Ekonomi SDA
yang konstitusional ini telah yang menjadi cita-
-cita the founding father kita sejak Kemerdekaan
yang terus menjadi semangat dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara kita hingga kini.15
9 | Seri #1 Catatan Kebijakan Omnibus Law PWYP Indonesia — 2020
Rekomendasi Kebijakan
Berdasarkan temuan fakta, data dan analisa dalam kajian ini, PWYP Indonesia merekomendasi aspek-
-aspek perbaikan kebijakan sebagai berikut:
Proses penyusunan kebijakan berupa peraturan perundang-undangan (regulasi)-baik
yang menjadi inisiatif Eksekutif (Pemerintah) maupun Legislatif (DPR), sebaiknya meli-
batkan partisipasi masyarakat dari berbagai pemangku kepentingan sejak awal. Dalam
konteks RUU Cipta kerja, pelibatan dan partisipasi masyarakat tersebut bukan hanya
dari kalangan pelaku ekonomi/industri dan komponen instansi/badan di Pemerintahan,
melainkan juga masyarakat yang akan terdampak dari perubahan regulasi tersebut. Hal
ini penting untuk menghindari bias dan konflik kepentingan, serta untuk melakukan pen-
cegahan resiko dampak dengan parameter penilaian yang mendalam dan partisipatif.
Keterbukaan dan akses publik atas draf Naskah Akademis dan Draft RUU seharusnya
dilakukan sejak awal sebelum fase pembahasan di DPR, untuk mengantisipasi siklus
dan tahapan pembahasan yang terlalu cepat, terburu-buru dan kurang mendalam atau
prematur. Proses pembahasan di DPR maupun dalam Rakor antara DPR dan Pemerin-
tah, sejatinya dilakukan secara dalam rapat-rapat secara terbuka, agar publik dapat
memantau perkembangan serta memberikan masukan dan menyampaikan aspirasinya.
Keterbukaan pembahasan ini juga memungkinkan publik untuk dapat menilai bagaimana
Pemerintah dan Anggota DPR sebagai wakil rakyat bekerja untuk menyuarakan, meng-
analisis, dan memperjuangkan kepentingan masyarakat sebagai konstituen utamanya.
Pendelegasian mandat Undang-Undang kepada Peraturan Pemerintah (PP) harus di-
lakukan secara tepat dan penuh kehati-hatian. Perlu dilakukan pemilahan dan kajian
yang mendalam aspek-aspek dan ketentuan apa saja yang dapat diatur oleh PP, dan
aspek-aspek serta ketentuan apa saja yang harus diatur oleh UU. Hal ini sangat penting
untuk memberikan kepastian hukum bagi perekonomian dan kehidupan bertata negara
sebagai fungsi utama adanya peraturan perundangan. Kepastian hukum sangat penting,
untuk memastikan kualitas pembangunan, pendelegasian mandat kelembagaan, serta
menciptakan kemudahan dan keberlanjutan kegiatan ekonomi.
Koordinasi, singkronisasi dan integrasi antara instansi Kementerian dan Lembaga (baik
di tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah) harus dipastikan berjalan dengan baik. Se-
lain persoalan teknis seperti ‘salah ketik’ dalam penyusunan perundangan-undangan
yang semestinya tidak terulang dan menjadi indikasi lemahnya koordinasi, kedalaman
dan kualitas koordinasi seharusnya ditingkatkan. Demikian halnya dengan ego sektoral
dan ego kelembagaan yang harus dihindari dalam perumusan sebuah kebijakan regulasi
yang sangat penting bagi masyarakat dan bagi kemajuan perekonomian nasional.
1
2
3
4
10 | Seri #1 Catatan Kebijakan Omnibus Law PWYP Indonesia — 2020
Pendekatan berbasis analisis risiko harus dirumuskan secara lebih mendalam dengan
parameter yang terukur, termasuk menggunakan valuasi ekonomi lingkungan hidup.
Pendekatan berbasis analisis risiko menggunakan valuasi ekonomi lingkungan memung-
kinkan lahirnya kebijakan yang kontekstual, mendasarkan pada daya dukung dan daya
tampung lingkungan, memperhatikan perhitungan cost and benefit, serta memungkinkan
untuk dilakukan pencegahan (mitigasi) dan penanganan (handling) resiko yang valid dan
objektif, bukan berdasarkan kepentingan ekonomi sesaat. Valuasi ekonomi lingkungan
juga dapat mencegah adanya over-eksploitasi yang menghitung umur dan keseimbang-
an cadangan sumberdaya yang sangat penting bagi kedaulatan dan ketahanan ekonomi
nasional.
Susbtansi pembahasan ketentuan mengenai pasal-pasal dalam UU Pertambangan
Minerba harus memperhatikan spirit dan kesesuaian norma dan tujuan filosofis pe-
ngelolaan dan pemanfaatan SDA dalam Konstitusi 1945. Kepastian hukum atas penge-
lolaan SDA untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, harus dipastikan memenuhi
unsur keadilan, tata kelola yang baik, dan memiliki visi bagi kedaulatan dan ketahanan
ekonomi nasional yang mempertimbangkan resiko, keberlanjutan serta keseimbangan
lingkungan hidup. Semangat Konstitusi ini juga memastikan bahwa pengelolaan ekonomi
SDA dilaksanakan melalui demokrasi ekonomi yang adil dan tidak menyuburkan mono-
poli, serta memperhatikan aspek redistribusi dan desentralisasi yang seimbang antara
Pusat-Daerah.
Proses pembahasan dan perumusan agenda legislasi di DPR harus dilakukan secara
terintegras dan menghindari dualisme (redundancy), agar berjalan secara efektif, efi-
sien, dan akuntabel. Dualisme antara RUU Minerba dan RUU Cipta Kerja dalam Proleg-
nas seharusnya dapat dihindari dengan perencanaan program legislasi yang terpadu,
serta proses koordinasi dan pembahasan yang matang dan integratif.
5
6
7
11 | Seri #1 Catatan Kebijakan Omnibus Law PWYP Indonesia — 2020
Daftar Pustaka
_______. 2020. Naskah Pidato Presiden Joko Widodo dalam Pelantikan Periode 2019-2024. https://jeo.
kompas.com/naskah-lengkap-pidato-presiden-joko-widodo-dalam-pelantikan-periode-2019-2024
07 Februari 2020, 12.30 WIB
_______. 2020. Hasil Rapat Paripurna Ke-8 DPR RI, Jakarta, 22 Januari 2020
_______. 2020. Penjelasan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Bahan Paparan, Jakarta, 29 Januari
2020.
_______. 2020. Omnibus Law, Produk Hukum Kolonial dan Sistem Hukum Nasional: Beberapa Catatan.
Bahan Paparan, Depok, 6 Februari 2020.
_______. 2020. Penjelasan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, Kementerian Koordinator Bidang Pereko-
nomian RI. Bahan Paparan, Jakarta, 29 Januari 2020.
Redi, Ahmad. 2019. Omnibus Law: Gagasan Pengaturan Untuk Kemakmuran Rakyat, PWYP Knowledge
Forum. Bahan Paparan, Jakarta, 3 Desember 2019.
Citradi Tirta. 2020. Tak Cuma di RI Omnibus Law Banyak Dipakai di Negara Lain. https://www.cnbcindo-
nesia.com/news/20200121152155-4-131621/tak-cuma-di-ri-omnibus-law-banyak-dipakai-negara-lain
12 | Seri #1 Catatan Kebijakan Omnibus Law PWYP Indonesia — 2020
Publish What You Pay (PWYP) Indonesia merupakan lembaga koalisi nasional yang concern
pada transparansi, akuntabilitas, perbaikan tata kelola ekstraktif, pertambangan dan sumber
daya alam. Berdiri sejak tahun 2007, dan terdaftar sebagai badan hukum Indonesia sejak tahun
2012 dengan nama Yayasan Transparansi Sumberdaya Ekstraktif, dan terafiliasi dalam kampa-
nye Publish What You Pay di tingkat global. PWYP Indonesia mendorong transparansi dan akun-
tabilitas di sepanjang rantai sumberdaya ekstraktif, dari tahap pengembangan kontrak dan ope-
rasi pertambangan (publish why you pay and how you extract), tahap produksi dan pendapatan
dari industri (publish what you pay), hingga tahap pengeluaran pendapatan untuk pembangunan
berkelanjutan dan kesejahteraan sosial (publish what you earn and how you spent).
Ikuti Kami di Social Media
pwypindonesia — Instagram
pwyp_indonesia — Twitter
Publish What You Pay Indonesia — Facebook
Hubungi Kami
sekretariat@pwypindonesia.org — Email
www.pwypindonesia.org — Website

More Related Content

What's hot

Hukum Antar Tata Hukum
Hukum Antar Tata HukumHukum Antar Tata Hukum
Hukum Antar Tata Hukum
Aji Wasesa
 
Asas asas Hukum Pidana & Pengertian Perbuatan Pidana menurut Para Ahli
Asas asas Hukum Pidana & Pengertian Perbuatan Pidana menurut Para AhliAsas asas Hukum Pidana & Pengertian Perbuatan Pidana menurut Para Ahli
Asas asas Hukum Pidana & Pengertian Perbuatan Pidana menurut Para Ahli
Ica Diennissa
 
Makalah hukum bisnis
Makalah hukum bisnisMakalah hukum bisnis
Makalah hukum bisnis
Nikky Ningsih
 

What's hot (20)

Pengantar ilmu hukum sumber sumber hukum
Pengantar ilmu hukum sumber   sumber hukumPengantar ilmu hukum sumber   sumber hukum
Pengantar ilmu hukum sumber sumber hukum
 
Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang p...
Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang p...Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang p...
Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang p...
 
Hukum Antar Tata Hukum
Hukum Antar Tata HukumHukum Antar Tata Hukum
Hukum Antar Tata Hukum
 
Perancangan kontrak
Perancangan kontrakPerancangan kontrak
Perancangan kontrak
 
SANKSI dalam HAN
SANKSI dalam HANSANKSI dalam HAN
SANKSI dalam HAN
 
Subjek hukum
Subjek hukumSubjek hukum
Subjek hukum
 
Makalah Hukum dan Penegakan Hukum
Makalah Hukum dan Penegakan HukumMakalah Hukum dan Penegakan Hukum
Makalah Hukum dan Penegakan Hukum
 
Ppt teks negosiasi
Ppt teks negosiasiPpt teks negosiasi
Ppt teks negosiasi
 
PENGANTAR ILMU HUKUM PERTEMUAN 1
PENGANTAR ILMU HUKUM PERTEMUAN 1PENGANTAR ILMU HUKUM PERTEMUAN 1
PENGANTAR ILMU HUKUM PERTEMUAN 1
 
Hukum perdata
Hukum perdataHukum perdata
Hukum perdata
 
Hukum Konstitusi
Hukum KonstitusiHukum Konstitusi
Hukum Konstitusi
 
Hukum Acara Pidana Militer PPT
Hukum Acara Pidana Militer PPT Hukum Acara Pidana Militer PPT
Hukum Acara Pidana Militer PPT
 
Hukum lingkungan
Hukum lingkunganHukum lingkungan
Hukum lingkungan
 
Hukum perdata
Hukum perdataHukum perdata
Hukum perdata
 
Politik Hukum - Pertemuan Pertama - 1. politik hukum suatu pengantar
Politik Hukum - Pertemuan Pertama - 1. politik hukum suatu pengantarPolitik Hukum - Pertemuan Pertama - 1. politik hukum suatu pengantar
Politik Hukum - Pertemuan Pertama - 1. politik hukum suatu pengantar
 
Asas asas Hukum Pidana & Pengertian Perbuatan Pidana menurut Para Ahli
Asas asas Hukum Pidana & Pengertian Perbuatan Pidana menurut Para AhliAsas asas Hukum Pidana & Pengertian Perbuatan Pidana menurut Para Ahli
Asas asas Hukum Pidana & Pengertian Perbuatan Pidana menurut Para Ahli
 
hukum Adat
hukum Adathukum Adat
hukum Adat
 
Hukum pidana
Hukum pidanaHukum pidana
Hukum pidana
 
Makalah hukum bisnis
Makalah hukum bisnisMakalah hukum bisnis
Makalah hukum bisnis
 
Hukum perdata internasional 1
Hukum perdata internasional 1Hukum perdata internasional 1
Hukum perdata internasional 1
 

Similar to Omnibus Law dan Catatan Proses Perumusan Undang Undang di Sektor Pertambangan

Catatan singkat pembahasan paket ruu reformasi perpajakan umi hanik
Catatan singkat pembahasan paket ruu reformasi perpajakan umi hanikCatatan singkat pembahasan paket ruu reformasi perpajakan umi hanik
Catatan singkat pembahasan paket ruu reformasi perpajakan umi hanik
Umi Hanik
 
Pengantar Pajak,minat,potensi,profesi_2018.pptx
Pengantar Pajak,minat,potensi,profesi_2018.pptxPengantar Pajak,minat,potensi,profesi_2018.pptx
Pengantar Pajak,minat,potensi,profesi_2018.pptx
sowiloveu
 

Similar to Omnibus Law dan Catatan Proses Perumusan Undang Undang di Sektor Pertambangan (20)

MAKALAH OMNIBUS LAW DALAM HUKUM KETENAGAKERJAAN
MAKALAH OMNIBUS LAW DALAM HUKUM KETENAGAKERJAANMAKALAH OMNIBUS LAW DALAM HUKUM KETENAGAKERJAAN
MAKALAH OMNIBUS LAW DALAM HUKUM KETENAGAKERJAAN
 
Asep Warlan Yusuf: Catatan hukum awy terhadap ruu cipta kerja 27 feb 2020
Asep Warlan Yusuf: Catatan hukum awy terhadap ruu cipta kerja 27 feb 2020Asep Warlan Yusuf: Catatan hukum awy terhadap ruu cipta kerja 27 feb 2020
Asep Warlan Yusuf: Catatan hukum awy terhadap ruu cipta kerja 27 feb 2020
 
Dampak perundang undangan penanaman modal perekonomian
Dampak perundang   undangan penanaman modal perekonomianDampak perundang   undangan penanaman modal perekonomian
Dampak perundang undangan penanaman modal perekonomian
 
Tax Guide 05_Mei_2017_indonesia
Tax Guide 05_Mei_2017_indonesiaTax Guide 05_Mei_2017_indonesia
Tax Guide 05_Mei_2017_indonesia
 
Haki
HakiHaki
Haki
 
E magz september Kemenkop 2019
E magz september Kemenkop 2019 E magz september Kemenkop 2019
E magz september Kemenkop 2019
 
Bahan Perdagangan Bebas.ppt
Bahan Perdagangan Bebas.pptBahan Perdagangan Bebas.ppt
Bahan Perdagangan Bebas.ppt
 
Kebijakan investasi di indonesia
Kebijakan  investasi di indonesiaKebijakan  investasi di indonesia
Kebijakan investasi di indonesia
 
Memahami Omnibus Law
Memahami Omnibus LawMemahami Omnibus Law
Memahami Omnibus Law
 
Haki
HakiHaki
Haki
 
haki.pdf
haki.pdfhaki.pdf
haki.pdf
 
Perpu_Nomor_2_Tahun_2022.pdf
Perpu_Nomor_2_Tahun_2022.pdfPerpu_Nomor_2_Tahun_2022.pdf
Perpu_Nomor_2_Tahun_2022.pdf
 
Analisis Putusan Komisi Informasi Pusat Mengimplementasikan Keterbukaan Kontr...
Analisis Putusan Komisi Informasi Pusat Mengimplementasikan Keterbukaan Kontr...Analisis Putusan Komisi Informasi Pusat Mengimplementasikan Keterbukaan Kontr...
Analisis Putusan Komisi Informasi Pusat Mengimplementasikan Keterbukaan Kontr...
 
Kerangka Hukum keterbukaan Kontrak Migas dan Minerba di indonesia
Kerangka Hukum keterbukaan Kontrak Migas dan Minerba di indonesiaKerangka Hukum keterbukaan Kontrak Migas dan Minerba di indonesia
Kerangka Hukum keterbukaan Kontrak Migas dan Minerba di indonesia
 
Omnibus Law dari Perspektif Anggota Badan Legislatif DPR
Omnibus Law dari Perspektif Anggota Badan Legislatif DPROmnibus Law dari Perspektif Anggota Badan Legislatif DPR
Omnibus Law dari Perspektif Anggota Badan Legislatif DPR
 
Catatan singkat pembahasan paket ruu reformasi perpajakan umi hanik
Catatan singkat pembahasan paket ruu reformasi perpajakan umi hanikCatatan singkat pembahasan paket ruu reformasi perpajakan umi hanik
Catatan singkat pembahasan paket ruu reformasi perpajakan umi hanik
 
Rencana Workshop "OMNIBUS LAW: Perubahan Regulasi Kewirausahaan Koperasi & UMKM"
Rencana Workshop "OMNIBUS LAW: Perubahan Regulasi Kewirausahaan Koperasi & UMKM"Rencana Workshop "OMNIBUS LAW: Perubahan Regulasi Kewirausahaan Koperasi & UMKM"
Rencana Workshop "OMNIBUS LAW: Perubahan Regulasi Kewirausahaan Koperasi & UMKM"
 
Pengantar Pajak,minat,potensi,profesi_2018.pptx
Pengantar Pajak,minat,potensi,profesi_2018.pptxPengantar Pajak,minat,potensi,profesi_2018.pptx
Pengantar Pajak,minat,potensi,profesi_2018.pptx
 
16109-30657-1-PB.pdf
16109-30657-1-PB.pdf16109-30657-1-PB.pdf
16109-30657-1-PB.pdf
 
P3B
P3BP3B
P3B
 

More from Publish What You Pay (PWYP) Indonesia

Tata Kelola Pelayanan Informasi Publik pada Masa Darurat Kesehatan Masyarakat...
Tata Kelola Pelayanan Informasi Publik pada Masa Darurat Kesehatan Masyarakat...Tata Kelola Pelayanan Informasi Publik pada Masa Darurat Kesehatan Masyarakat...
Tata Kelola Pelayanan Informasi Publik pada Masa Darurat Kesehatan Masyarakat...
Publish What You Pay (PWYP) Indonesia
 

More from Publish What You Pay (PWYP) Indonesia (20)

Newsletter Voicing for Life April 2020 - English Version
Newsletter Voicing for Life April 2020 - English VersionNewsletter Voicing for Life April 2020 - English Version
Newsletter Voicing for Life April 2020 - English Version
 
Newsletter Voicing for Life Desember 2019
Newsletter Voicing for Life Desember 2019Newsletter Voicing for Life Desember 2019
Newsletter Voicing for Life Desember 2019
 
Newsletter Voicing for Life Desember 2019 - English Version
Newsletter Voicing for Life Desember 2019 - English VersionNewsletter Voicing for Life Desember 2019 - English Version
Newsletter Voicing for Life Desember 2019 - English Version
 
Newsletter Voicing for Life April 2020
Newsletter Voicing for Life April 2020Newsletter Voicing for Life April 2020
Newsletter Voicing for Life April 2020
 
Revenue and Fiscal System of Oil and Gas in Indonesia
Revenue and Fiscal System of Oil and Gas in IndonesiaRevenue and Fiscal System of Oil and Gas in Indonesia
Revenue and Fiscal System of Oil and Gas in Indonesia
 
Akses Informasi Publik dan Keterbukaan Kontrak/Izin Industri Ekstraktif di 6 ...
Akses Informasi Publik dan Keterbukaan Kontrak/Izin Industri Ekstraktif di 6 ...Akses Informasi Publik dan Keterbukaan Kontrak/Izin Industri Ekstraktif di 6 ...
Akses Informasi Publik dan Keterbukaan Kontrak/Izin Industri Ekstraktif di 6 ...
 
Opportunities and Challenges of Contract Transparancy in the Implementation o...
Opportunities and Challenges of Contract Transparancy in the Implementation o...Opportunities and Challenges of Contract Transparancy in the Implementation o...
Opportunities and Challenges of Contract Transparancy in the Implementation o...
 
Acces to Public Information and Openess of Extractive Industry Contract / lic...
Acces to Public Information and Openess of Extractive Industry Contract / lic...Acces to Public Information and Openess of Extractive Industry Contract / lic...
Acces to Public Information and Openess of Extractive Industry Contract / lic...
 
Newsletter - Open Contracting - Juli 2020
Newsletter - Open Contracting - Juli 2020Newsletter - Open Contracting - Juli 2020
Newsletter - Open Contracting - Juli 2020
 
Newsletter - Open Contracting - July 2020
Newsletter - Open Contracting - July 2020Newsletter - Open Contracting - July 2020
Newsletter - Open Contracting - July 2020
 
Newsletter - Open Contracting - Mei 2020
Newsletter - Open Contracting - Mei 2020Newsletter - Open Contracting - Mei 2020
Newsletter - Open Contracting - Mei 2020
 
Newsletter - Open Contracting - May 2020
Newsletter - Open Contracting - May 2020Newsletter - Open Contracting - May 2020
Newsletter - Open Contracting - May 2020
 
Newsletter - Open Contracting - April 2020
Newsletter - Open Contracting - April 2020Newsletter - Open Contracting - April 2020
Newsletter - Open Contracting - April 2020
 
Newsletter - Open Contracting - Desember 2019
Newsletter - Open Contracting - Desember 2019Newsletter - Open Contracting - Desember 2019
Newsletter - Open Contracting - Desember 2019
 
Tata Kelola Pelayanan Informasi Publik pada Masa Darurat Kesehatan Masyarakat...
Tata Kelola Pelayanan Informasi Publik pada Masa Darurat Kesehatan Masyarakat...Tata Kelola Pelayanan Informasi Publik pada Masa Darurat Kesehatan Masyarakat...
Tata Kelola Pelayanan Informasi Publik pada Masa Darurat Kesehatan Masyarakat...
 
Contract Disclosure and Beneficial Ownership Transparency
Contract Disclosure and Beneficial Ownership TransparencyContract Disclosure and Beneficial Ownership Transparency
Contract Disclosure and Beneficial Ownership Transparency
 
Peluang dan Tantangan Keterbukaan Kontrak dalam Pelaksanaan Standar EITI
Peluang dan Tantangan Keterbukaan Kontrak dalam Pelaksanaan Standar EITIPeluang dan Tantangan Keterbukaan Kontrak dalam Pelaksanaan Standar EITI
Peluang dan Tantangan Keterbukaan Kontrak dalam Pelaksanaan Standar EITI
 
Legal Framework of Contract Disclosure of Oil and Gas, Mineral and Coal Secto...
Legal Framework of Contract Disclosure of Oil and Gas, Mineral and Coal Secto...Legal Framework of Contract Disclosure of Oil and Gas, Mineral and Coal Secto...
Legal Framework of Contract Disclosure of Oil and Gas, Mineral and Coal Secto...
 
Keterbukaan Kontrak dan Pengungkapan Beneficial Ownership
Keterbukaan Kontrak dan Pengungkapan Beneficial OwnershipKeterbukaan Kontrak dan Pengungkapan Beneficial Ownership
Keterbukaan Kontrak dan Pengungkapan Beneficial Ownership
 
Newsletter - Open Contracting - Desember 2019
Newsletter - Open Contracting - Desember 2019Newsletter - Open Contracting - Desember 2019
Newsletter - Open Contracting - Desember 2019
 

Omnibus Law dan Catatan Proses Perumusan Undang Undang di Sektor Pertambangan

  • 1. 1 | Seri #1 Catatan Kebijakan Omnibus Law PWYP Indonesia — 2020 Omnibus Law dan Catatan Proses Perumusan Undang Undang di Sektor Pertambangan Penulis: Aryanto Nugroho1 , Asri Nuraeni2 , Sholahudin Al Ayubi3 Penyunting dan Peninjau: Maryati Abdullah4 Februari 2020 www.pwypindonesia.org Policy Brief 1234 Presiden Jokowi dalam pidato pertamanya se- telah dilantik sebagai Presiden RI 2019-2024 menyampaikan akan mengusulkan penerbitan 2 (dua) Undang-Undang (UU) besar, yaitu UU Cip- ta Lapangan Kerja dan UU Pemberdayaan Usa- ha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), melalui skema Omnibus Law.5 Melalui skema ini, Peme- rintah hendak merampingkan, memangkas dan menghapus puluhan regulasi setingkat UU yang tumpang tindih dan dianggap menghambat ke- mudahan berinvestasi. Dalam perjalanannya, Pemerintah menyusun 4 (empat) Rancangan Undang-Undang (RUU) Om- nibus Law yaitu RUU tentang Ibu Kota Negara (IKN), RUU tentang Kefarmasian, RUU tentang Cipta Lapangan Kerja, dan RUU tentang Keten- tuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguat- an Perekonomian. Saat ini paket RUU Omnibus Law tersebut telah masuk sebagai bagian dari 50 RUU yang masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020.6 Draf RUU Cipta kerja disam- paikan oleh Pemerintah kepada DPR RI pada 12 Januari 2020 lalu. Omnibus Law yang sering juga disebut sebagai UU ‘Sapu Jagat’ ini dianggap lebih efektif dan efisien untuk mengganti dan melakukan sinkro- 1. Program Manager PWYP Indonesia, Wakil CSO dalam MSG EITI Indonesia 2. Communication Officer PWYP Indonesia 3. Program Assistant PWYP Indonesia 4. Koordinator Nasional/Direktur PWYP Indonesia 5. Naskah Pidato Presiden Joko Widodo, dalam Pelantikan Periode 2019-2024. Diakses dari https://jeo.kompas.com/naskah-lengkap-pidato-pre- siden-joko-widodo-dalam-pelantikan-periode-2019-2024 pada 07 Februari 2020, 12.30 WIB 6. Hasil Rapat Paripurna Ke-8 DPR RI, tanggal 22 Januari 2020. 7. Bahan Presentasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI dalam Konferensi Pers tanggal 29 Januari 2020 di Jakarta. 8. Asumsi yang menjadi bahan acuan saat kajian ini disusun didasarkan atas informasi yang diterima dan dapat diakses oleh publik per tanggal 23 Februari 2020. nisasi atas norma hukum dan pasal-pasal teknis dari beberapa UU secara bersamaan dalam satu waktu dan satu dokumen UU yang sama. Dimana perubahan tersebut dapat berupa penambahan maupun pengurangan pasal-pasal yang diper- lukan untuk melaksanakan tujuan dibentuknya Omnibus Law. Di antara yang menjadi cakup- an dalam Omnibus Law ini adalah UU di sektor Sumber Daya Alam (SDA) – baik sektor pertam- bangan, perkebunan, kehutanan, dan lingkungan hidup.7 Seri catatan kebijakan ini disusun oleh Publish What You Pay (PWYP) Indonesia sebagai bahan masukan atas proses dan substansi perumusan kebijakan Omnibus Law, yang diharapkan juga menjadi kontribusi PWYP Indonesia bagi perbaik- an tata kelola sektor industri ekstraktif dan sum- ber daya alam, khususnya bagi pengembangan strategi pembangunan ekonomi yang memper- hatikan tata kelola dan keberlanjutan lingkung- an hidup, serta bagi kepentingan publik lainnya yang lebih luas. Catatan kebijakan seri#1 ini di- fokuskan pada Omnibus Law dan catatan proses perumusan UU sektor pertambangan mineral dan batubara yang menjadi fokus utama PWYP Indonesia.8
  • 2. 2 | Seri #1 Catatan Kebijakan Omnibus Law PWYP Indonesia — 2020 Latar Belakang Omnibus Law 9. Penjelasan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, Presentasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI pada tanggal 29 Januari 2020 di Jakarta. 10. Presentasi Prof. Dr. Satya Arinanto, Guru Besar Fakultas Hukum UI berjudul “Omnibus Law, Produk Hukum Kolonial dan Sistem Hukum Na- sional: Beberapa Catatan” yang disampaikan dalam Diskusi Publik “Menyikapi Omnibus Law: Pro dan Kontra RUU Cipta Lapangan Kerja” yang diselenggarakan oleh Djoko Soetono Research Center Fakultas Hukum UI pada 6 Februari 2020 11. Penjelasan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, Presentasi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI pada tanggal 29 Januari 2020 di Jakarta. 12. Bahan Paparan Ahmad Redi berjudul “Omnibus Law: Gagasan Pengaturan Untuk Kemakmuran Ralyat” dalam PWYP Knowledge Forum yang diselenggarakan PWYP Indonesia pada 3 Desember 2019 Melalui pidato dan berbagai pernyataan di media, Pemerintah selalu mendalilkan persoalan regulasi sebagai dasar penyusunan Omnibus Law. Peme- rintah mengemukakan adanya masalah tumpang tindih peraturan antar-sektor, sistem perizinan berusaha yang cenderung rumit dan gemuk, ser- ta terkendalanya pelaku ekonomi dalam berin- vestasi. Kondisi tersebut dianggap sebagai pe- nyebab turunnya peringkat kompetitif Indonesia dan rendahnya tingkat kemudahan berbisnis di Indonesia. Sehingga, diperlukan terobosan baru dalam penyederhanaan regulasi melalui Omnibus Law untuk mendorong kemudahan berbisnis dan berinvestasi di Indonesia. Melalui RUU Cipta Kerja, pemerintah berharap akan terjadi perubahan struktur ekonomi yang mampu menggerakkan semua sektor dengan mendorong pertumbuhan ekonomi mencapai 5,7% - 6,0% melalui penciptaan lapangan kerja yang berkualitas sebanyak 2,7 - 3 juta per tahun, lebih besar bila dibandingkan jika tanpa Omni- bus Law sebanyak 2 - 2,5 juta. Di samping itu, peningkatan investasi sebesar 6,6% - 7% juga dianggap akan meningkatkan income dan daya beli, serta mendorong peningkatan konsumsi masyarakat sebesar 5,4%-5,6%. Hal ini diperku- at dengan upaya peningkatan produktivitas yang dipercaya akan diikuti dengan peningkatan upah pekerja.9 Tujuan ini lebih lanjut dinyatakan tidak terlepas dari dinamika perubahan global yang cepat, se- hingga perlu direspon secara tepat melalui re- formulasi kebijakan dalam skema Omnibus Law. Jika hal ini tidak dilakukan, pemerintah khawatir lapangan pekerjaan akan pindah ke negara lain yang lebih kompetitif, sehingga jumlah pengang- guran akan bertambah dan Indonesia berpotensi terjebak lebih lama dalam kondisi negara ber- pendapatan menengah (middle income trap). Konsep Omnibus Law Istilah Omnibus Law dalam Black Law Dictionary 10th Edition Karya Bryan A. Garner dinyatakan sebagai “A single bill containing various distinct matters; A bill that deals with all proposals rela- ting to a particular subject”.10 Pemerintah sendiri mendefinisikan Omnibus Law sebagai metode yang digunakan untuk mengganti dan/atau men- cabut ketentuan dalam Undang-Undang, atau mengatur ulang beberapa ketentuan dalam UU ke dalam satu UU tematik.11 Omnibus Law digunakan dengan beberapa tu- juan, diantaranya 1) mengatasi konflik peraturan perundang-undangan dengan cepat, efektif dan efisien; 2) menyeragamkan kebijakan pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah, untuk me- nunjang iklim investasi; 3) pengurusan perizin- an menjadi lebih terpadu, efisien, dan efektif; 4) memutus rantai birokrasi yang rumit; 5) mening- katnya hubungan koordinasi antar instansi terka- it karena telah diatur dalam kebijakan omnibus yang terpadu; serta 6) adanya jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi pengambil kebijakan.12
  • 3. 3 | Seri #1 Catatan Kebijakan Omnibus Law PWYP Indonesia — 2020 Praktek Omnibus Law di Beberapa Negara 13. https://www.cnbcindonesia.com/news/20200121152155-4-131621/tak-cuma-di-ri-omnibus-law-banyak-dipakai-negara-lain Omnibus Law sudah banyak dipraktekan di ber- bagai negara, khususnya negara-negara dengan sistem hukum common law misalnya Kanada, Turki, Selandia Baru, Australia, Filipina dan Vi- etnam.13 Di Kanada, Omnibus Law digunakan untuk bisa tunduk pada perjanjian WTO (World Trade Organization), yaitu dengan memodifikasi 23 UU agar sesuai dengan perjanjian internasi- onal. Di Turki, Omnibus Law diimplementasikan untuk amandemen penting seperti penambahan perbedaan mata uang sebagai basis PPN, men- jadikan rasio harga konsumen sebagai dasar un- tuk menentukan kenaikan harga leasing, serta pembebasan 70% pajak dalam pembayaran gaji personil swasta. Di Selandia Baru, Omnibus Law digunakan untuk meningkatkan pengaturan pajak yang berlaku dalam kerangka yang luas (broad-base) dan ber- tarif rendah (low-rate) dalam rangka mendorong kepatuhan terhadap kewajiban pajak. Australia juga mengimplementasikan Omnibus Law untuk Act on Implementation of US FTA (United State- -Free Trade Agreement) yang digunakan untuk mengimplementasikan perjanjian perdagangan bebas antara Amerika Serikat dengan Australia. Di Filipina, implementasi Omnibus Law berkaitan dengan investasi. The Omnibus Investment Code mengatur pemberian insentif baik fiskal mau- pun non-fiskal demi mendorong pembangunan nasional. Di negara yang menganut hukum sipil seperti Vietnam, Omnibus Law diimplementasi- kan sebagai undang-undang untuk mengaman- demen dan melengkapi beberapa pasal terkait UU pajak pertambahan nilai (law on value added tax), UU pajak cukai (law on excise tax), dan UU untuk administrasi perpajakan (law on tax admi- nistration). Di Indonesia, konsep Omnibus Law memang be- lum cukup populer. Namun, sudah ada bebera- pa UU yang telah menerapkan konsep tersebut meski dengan skala kecil, seperti UU No 9 tahun 2017 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan menjadi UU yang men- cabut beberapa pasal dalam beberapa UU yang berkaitan dengan keuangan, perbankan, dan un- dang-undang lainnya yang relevan. Cakupan RUU Cipta Kerja Dalam RUU Cipta Kerja yang dipresentasikan oleh Kemenko Bidang Perekonomian terdiri atas 11 (sebelas) Klaster Pembahasan dengan total 80 (delapan puluh) UU dan 1.201 (seribu dua ratus satu) pasal. Sebelas kluster tersebut terdiri atas (1) penyederhanaan perizinan, (2) persyaratan investasi, (3) ketenagakerjaan, (4) kemudahan dan perlindungan UMKM, (5) kemudahan beru- saha, (6) dukungan riset dan inovasi, (7) admi- nistrasi pemerintahan, (8) pengenaan sanksi, (9) pengadaan lahan, (10) investasi dan proyek pe- merintah, serta (11) kawasan ekonomi. Gambaran cakupan aspek pada setiap klaster tersebut da- pat dilihat pada Gambar 1.
  • 4. 4 | Seri #1 Catatan Kebijakan Omnibus Law PWYP Indonesia — 2020 Gambar 1. Klaster dalam RUU Cipta Kerja Sumber: Paparan Kemenko Perekonomian dalam Diskusi Publik “Menyikapi Omnibus Law: Pro dan Kontra RUU Cipta Kerja” yang diselenggarakan oleh Djoko Soetono Research Center Fakultas Hukum UI pada 6 Februari 2020 Sedangkan khusus pada klaster #1 terkait penyederhanaan perizinan berusaha, terdapat 18 sub-klaster yang dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Sub Klaster RUU Cipta Kerja dalam Klaster Penyederhanaan Perizinan Berusaha Sumber: Paparan Kemenko Perekonomian dalam Diskusi Publik “Menyikapi Omnibus Law: Pro dan Kontra RUU Cipta Lapangan Kerja” yang diselenggarakan oleh Djoko Soetono Research Center Fakultas Hukum UI pada 6 Februari 2020.
  • 5. 5 | Seri #1 Catatan Kebijakan Omnibus Law PWYP Indonesia — 2020 Analisis dan Catatan Proses Perumusan Omnibus Law 14. Tercatat HUMA dan ICEL (salah satu anggota PWYP Indonesia ) telah mengajukan permintaan infromasi publik secara resmi kepada Pemerin- tah, namun tidak dipenuhi. Dari berbagai sumber informasi, referensi dan bahan-bahan presentasi yang didapatkan dari beberapa forum, serta dari hasil pengamat- an atas fakta proses perumusan Omnibus Law, PWYP Indonesia memberikan analisis dan catat- an kebijakan atas proses perumusan Omnibus Law sebagai berikut: 1. Proses Penyusunan Naskah Akademis dan RUU Cenderung Tertutup dan Minim Partisipasi Publik Sejak awal ide Omnibus Law ini akan digulirkan, publik kesulitan untuk mendapatkan draf Nas- kah Akademis maupun Draf RUU Omnibus Law dari pihak Pemerintah. Sebagai penyelengga- ra eksekutif dan sebagai pengusul inisiatif dari RUU Omnibus Law, Pemerintah cenderung ter- tutup dan minim memberikan akses publik untuk mendapatkan informasi dari dokumen Omnibus Law ini, terutama saat tahap penyusunan sebe- lum RUU disampaikan ke DPR.14 Ketertutupan ini menjadi pertanyaan bagi publik, karena bagai- mana mungkin sebuah RUU yang memiliki tujuan mulia untuk kepentingan orang banyak dan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, justru prosesnya penyusunan di tahap awalnya cende- rung tertutup. Padahal, UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pem- bentukan Peraturan Perundang-Undangan ter- utama Pasal 89 jo 96 telah mengatur kewajiban Pemerintah untuk membuka akses secara mudah segala rancangan peraturan perundang-undang- an untuk masyarakat. Namun sayangnya saluran masukan publik masih dianggap minim. Bukan hanya publik secara luas, sejumlah lem- baga negara seperti Ombudsman RI pun ketika mengajukan permintaan informasi publik kepada Kemenko Bidang Perekonomian tidak dipenuhi. Bahkan, Ombudsman juga menerima laporan aduan dari individu (Anggota Tim Satgas Penyu- sun RUU Cipta Kerja) yang diminta untuk menan- datangani pernyataan di atas materai mengenai disclaimer untuk merahasiakan draf RUU terse- but. (Kompas, 31/01/2020). Aspek partisipasi juga menjadi catatan penting dari proses perumusan Omnibus Law. Pelibat- an berbagai pemangku kepentingan yang akan terdampak dari penerapan Omnibus Law ini di- anggap minim. Penunjukan KADIN (Kamar Da- gang dan Industri) sebagai ketua tim konsultasi publik juga dianggap lemah, bias dan berpotensi adanya konflik kepentingan (conflict of interest), mengingat tidak semua pemangku kepentingan publik dapat diwakili oleh KADIN. Membuka keran partisipasi secara luas bagi berbagai pemangku kepentingan sangatlah penting sebagai bentuk assesment atas dampak regulasi (regulatory im- pact assesment) yang semestinya dikedepankan dalam proses pembuatan kebijakan regulasi. 2. Omnibus Law dan Pendelegasian kepada Peraturan Pemerintah Jika kita cermati, sebagian besar perubahan UU sektoral yang terdampak dari Omnibus Law ini memandatkan pada pembentukan peraturan le- bih lanjut di bawah UU untuk melakukan peng- aturan lebih detail, baik itu melalui Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres) maupun peraturan turunan lebih lanjut di bawah- nya. Bahkan, jika terdapat suatu konflik atau dis- pute dalam pelaksanaan kegiatan investasi dan perizinan, penyelesaian lebih cenderung dise- rahkan kepada Presiden melalui Perpres.
  • 6. 6 | Seri #1 Catatan Kebijakan Omnibus Law PWYP Indonesia — 2020 Namun, polemik muncul ketika di dalam RUU ter- dapat Pasal 170 yang memberikan kewenangan kepada Pemerintah Pusat untuk dapat meng- ubah UU melalui Peraturan Pemerintah. Pasal 170 ayat (1) berbunyi “Dalam rangka percepat- an pelaksanaan kebijakan strategis cipta kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (1), berdasarkan Undang-Undang ini Pemerintah Pu- sat berwenang mengubah ketentuan dalam Un- dang-Undang ini dan/atau mengubah ketentuan dalam undang-undang yang tidak diubah dalam Undang-Undang ini" yang kemudian pada ayat (2) pada pasal yang sama dinyatakan bahwa perubahan ketentuan dalam UU tersebut diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP). Hal tersebut selain bertentangan dengan UU No 12 Tahun 2011 (dan perubahannya) mengenai Pembentukan Peraturan Perundangan-undang- an, juga berpotensi melanggar Konstitusi UUD 1945; Karena kedudukan PP bukan untuk meng- gantikan UU melainkan untuk melaksanakan UU–pada area yang dimandatkan. Argumen lebih lanjut, pembahasan peraturan setingkat UU-baik untuk mengganti, menghapus, maupun menam- bahkan ketentuan dalam peraturan setingkat UU harus diputuskan bersama antara Eksekutif (Pe- merintah) dan Legislatif (DPR RI). Argumen ‘salah ketik’ atas pasal 170 yang dinya- takan oleh Menkopolhukan dan Menteri Hukum dan HAM yang dimuat beberapa media merupa- kan preseden buruk dalam proses penyusunan peraturan perundangan yang menimbulkan pole- mik dan kesimpangsiuran di tengah masyarakat. Situasi tersebut sejatinya tidak terulang sebagai- mana dalam proses penyusunan UU lain seper- ti revisi UU mengenai KPK – khususnya terkait umur komisioner KPK. Namun demikian, pada prakteknya terdapat beberapa PP yang ditenga- rai berpotensi melanggar UU, seperti misalnya PP di sektor ESDM yang memberikan kelonggar- an (relaksasi) atas kewajiban larangan ekspor dan pembangunan fasilitas hilirisasi bagi pertam- bangan Minerba yang dianggap bertentangan dengan UU No.4/2009 tentang pertambangan Minerba. 3. Pendekatan Analisis Resiko dan Indikator yang Diperlukan dalam Omnibus Law Pemerintah melalui RUU Cipta Kerja dinyatakan akan mengubah paradigma pemberian izin de- ngan menerapkan standar yang berbasis penilai- an atas risiko (risk-based approach), dimana izin kegiatan usaha hanya diterapkan untuk usaha yang memiliki resiko tinggi terhadap kesehat- an, keselamatan, dan lingkungan serta kegiatan pengelolaan sumber daya alam. Melalui pende- katan ini, kegiatan usaha akan dibagi menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu Kegiatan usaha dengan re- siko tinggi yang wajib mempunyai izin; Kegiatan usaha risiko menengah dengan menggunakan standar; dan Kegiatan usaha resiko rendah yang cukup melalui pendaftaran, dimana penilaian standar (compliance) dilakukan oleh profesi yang bersertifikat. PWYP Indonesia menilai, pendekatan analisis ri- siko ini akan baik dan berjalan efektif jika diikuti oleh kesiapan kelembagaan dan kapasitas SDM yang kuat, termasuk adanya kejelasan indikator dan mekanisme penilaian dan analisis risiko yang tepat dan valid. Tantangannya ada pada bagai- mana indikator kegiatan usaha yang beresiko tinggi, menengah atau rendah tersebut ditentu- kan berdasarkan mekanisme penilaian yang ho- listik dari berbagai sudut pandang dan konteks sektoral. Termasuk dalam hal ini, menimbang an- tara biaya (cost) atas dampak eksternalitas yang ditimbulkan dengan manfaat/keuntungan (bene- fit) yang mungkin diraih dari sebuah industri. Sebagai contoh, pada sektor pertambangan Minerba, indikator dalam penilaian analisis risiko diperlukan sebelum menetapkan jangka waktu izin pengusahaan pertambangan, luasan wilayah pertambangan, desentralisasi kewenangan pe- merintah daerah, mekanisme perpanjangan izin, hingga pemberian insentif dan disinsentif yang berkaitan dengan pajak dan penerimaan negara,
  • 7. 7 | Seri #1 Catatan Kebijakan Omnibus Law PWYP Indonesia — 2020 maupun aspek penerapan standar good mining practices dan due dilligent atas kepatuhan ke- tentuan lingkungan dan sosial dari kegiatan ope- rasi pertambangan. 4. RUU Minerba vs RUU Cipta Kerja, Mana Yang Lebih Prioritas? RUU Minerba dan RUU Cipta Kerja telah disahkan menjadi RUU Prioritas di antara 50 RUU dalam Prolegnas prioritas tahun 2020 dalam Rapat Pa- ripurna ke-8 pada Rabu (22/1/2020). Bahkan da- lam agenda Rapat Komisi-7 yang dilangsungkan secara tertutup pada Kamis (31/01/2020), diin- formasikan bahwa dibentuk Panitia Kerja (Panja) untuk membahas Revisi UU Minerba ini. Dimana kemudian keberadaan dan susunan anggota Panja ini diumumkan kepada publik pada 13 Feb- ruari kemarin dalam Rapat kerja Komisi-7 bersa- ma Kementerian ESDM yang berlangsung secara terbuka. Sementara, RUU Cipta Kerja baru dise- rahkan kepada DPR pada 12 Februari 2020 ming- gu lalu. Pertanyaan mendasar bagi kedua RUU yang masuk Prolegnas ini adalah mana dari kedua draf Undang Undang ini yang akan didahulukan, mengingat satu sama lain memiliki kesamaan da- lam menghapus maupun menambahkan pasal- -pasal yang ada di dalam UU yang sama, yakni UU Minerba No.4/2009. Pasal pasal mana yang akan diselesaikan oleh Revisi UU Minerba dan pasal pasal mana oleh RUU Omnibus Law. Bagai- mana jika RUU Minerba berkaitan dengan sektor lain yang ada dalam RUU Omnibus Law, misalnya berkaitan dengan sektor kelautan, lingkungan hi- dup, energi kelistrikan dan lain sebagainya. Pro- ses yang berulang (redundant) dan dikhawatir- kan tumpang tindih (overlapping) ini tentu akan berpengaruh pada kualitas RUU yang dihasilkan nantinya. Selain di tataran eksekutif, bagaimana proses pembahasan RUU ini dijalankan secara transpa- ran, partisipatif dan berkualitas di tingkat legisla- tif. Terlebih DPR memiliki mekanisme pembahas- an dan penetapan tersendiri yang tertuang dalam Tata Tertib (Tatib), pembagian fungsi komisi yang akan membahas, maupun pembentukan Panitia Kerja (Panja) oleh Komisi atau pembentukan Pa- nitia Khusus (Pansus) oleh Badan Musyawarah DPR. Pembahasan RUU yang berkualitas, memi- liki nilai prioritasi dan integrasi yang baik tentu akan berpengaruh pada efisiensi pembahasan, serta efektifitas pelaksanaan regulasi tersebut nantinya. Kualitas RUU juga akan dilihat pada seberapa antisipatif sebuah RUU mencegah ri- siko dan dampak yang dipresiksi akan terjadi dari lahirnya sebuah kebijakan berupa Undang- -Undang. 5. RUU Cipta Kerja dan Pengelolaan Pertambangan Minerba Tujuan disusunnya RUU Cipta Kerja diantaranya adalah untuk melakukan penyederhanaan (sim- plifikasi) dan harmonisasi regulasi, termasuk di- antaranya yang berkaitan dengan mekanisme dan sistem perizinan; serta untuk mendapatkan investasi yang berkualitas dengan metode Om- nibus Law, dimana UU sektor pertambangan Minerba menjadi salah satu sasaran yang dica- kup dalam RUU tersebut, selain sektor lain yang sangat berkaitan seperti UU lingkungan hidup, kehutanan, pertanahan dan UU lainnya yang re- levan. Secara umum, RUU Cipta Kerja ini mengusulkan perubahan dan penambahan beberapa pasal dan klausul yang berkaitan dengan pemanfaatan pertambangan Minerba melalui sistem perizinan; pembagian kewenangan antara Pemerintah Pu- sat dan Daerah; kewajiban hilirisasi/peningkatan nilai tambah; ketentuan teknis mengenai luas- an, jangka waktu, dan mekanisme perpanjangan perizinan/kontrak; tata ruang dan pemanfaatan lahan; ketentuan pidana; serta aspek lain yang berkaitan dengan penerimaan negara seperti ke- tentuan royalti dan penyediaan insentif pajak.
  • 8. 8 | Seri #1 Catatan Kebijakan Omnibus Law PWYP Indonesia — 2020 Aspek penting yang perlu diperhatikan dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja terkait dengan pe- ngelolaan sektor pertambangan Minerba antara lain mengenai fungsi strategis SDA Pertambang- an sebagai sumberdaya dan cadangan ekonomi yang strategis, bernilai tinggi (high value), namun sekaligus juga merupakan sumberdaya yang ti- dak dapat terbaharui (unrenewable resources), dipengaruhi oleh faktor geopolitik dan fluktuasi pasar global. Dimana pengelolaan SDA pertam- bangan ini memiliki resiko dan dampak ekster- nalitas yang sistemik, serta memerlukan modal, teknologi, dan standar teknis yang harus dipe- nuhi. Untuk itu, pengelolaan dan pemanfaatan- nya harus dilakukan dengan penuh kehati-hati- an, memperhitungkan dampak dan resiko, serta mempertimbangkan prioritas pembangunan dan strategi ekonomi nasional yang bertujuan untuk memenuhi kesejahteraan masyarakat. 15. Ulasan lebih detail dan mendalam mengenai substansi perubahan pasal-pasal dalam RUU Cipta Kerja akan dibahas dalam Seri #2 Catatan Kebijakan Omnibus Law, PWYP Indonesia. Dasar konstitusi Pasal 33 UUD 1945 telah mem- berikan kerangka besar bagaimana pemanfaatan SDA Pertambangan yang merupakan kekayaan alam-yang terkandung di perut bumi, agar di- manfaatkan sebesar-besarnya untuk kepen- tingan rakyat. Tujuan dan filosofis konstitusional dalam pemanfaatan SDA tersebut harus menjadi ruh dalam pengembangan ekonomi nasional yang adil, demokratis dan berkelanjutan. Penyeder- hanaan perizinan, Desentralisasi kewenangan, insentif penerimaan negara, dan keberpihakan pada pembangunan berkelanjutan harus sejalan dengan tujuan konstitusional pengelolaan ekono- mi SDA yang adil dan demokratis (tidak menyu- burkan monopoli) dan memastikan redistribusi bagi daerah dan masyarakat lokal. Ekonomi SDA yang konstitusional ini telah yang menjadi cita- -cita the founding father kita sejak Kemerdekaan yang terus menjadi semangat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita hingga kini.15
  • 9. 9 | Seri #1 Catatan Kebijakan Omnibus Law PWYP Indonesia — 2020 Rekomendasi Kebijakan Berdasarkan temuan fakta, data dan analisa dalam kajian ini, PWYP Indonesia merekomendasi aspek- -aspek perbaikan kebijakan sebagai berikut: Proses penyusunan kebijakan berupa peraturan perundang-undangan (regulasi)-baik yang menjadi inisiatif Eksekutif (Pemerintah) maupun Legislatif (DPR), sebaiknya meli- batkan partisipasi masyarakat dari berbagai pemangku kepentingan sejak awal. Dalam konteks RUU Cipta kerja, pelibatan dan partisipasi masyarakat tersebut bukan hanya dari kalangan pelaku ekonomi/industri dan komponen instansi/badan di Pemerintahan, melainkan juga masyarakat yang akan terdampak dari perubahan regulasi tersebut. Hal ini penting untuk menghindari bias dan konflik kepentingan, serta untuk melakukan pen- cegahan resiko dampak dengan parameter penilaian yang mendalam dan partisipatif. Keterbukaan dan akses publik atas draf Naskah Akademis dan Draft RUU seharusnya dilakukan sejak awal sebelum fase pembahasan di DPR, untuk mengantisipasi siklus dan tahapan pembahasan yang terlalu cepat, terburu-buru dan kurang mendalam atau prematur. Proses pembahasan di DPR maupun dalam Rakor antara DPR dan Pemerin- tah, sejatinya dilakukan secara dalam rapat-rapat secara terbuka, agar publik dapat memantau perkembangan serta memberikan masukan dan menyampaikan aspirasinya. Keterbukaan pembahasan ini juga memungkinkan publik untuk dapat menilai bagaimana Pemerintah dan Anggota DPR sebagai wakil rakyat bekerja untuk menyuarakan, meng- analisis, dan memperjuangkan kepentingan masyarakat sebagai konstituen utamanya. Pendelegasian mandat Undang-Undang kepada Peraturan Pemerintah (PP) harus di- lakukan secara tepat dan penuh kehati-hatian. Perlu dilakukan pemilahan dan kajian yang mendalam aspek-aspek dan ketentuan apa saja yang dapat diatur oleh PP, dan aspek-aspek serta ketentuan apa saja yang harus diatur oleh UU. Hal ini sangat penting untuk memberikan kepastian hukum bagi perekonomian dan kehidupan bertata negara sebagai fungsi utama adanya peraturan perundangan. Kepastian hukum sangat penting, untuk memastikan kualitas pembangunan, pendelegasian mandat kelembagaan, serta menciptakan kemudahan dan keberlanjutan kegiatan ekonomi. Koordinasi, singkronisasi dan integrasi antara instansi Kementerian dan Lembaga (baik di tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah) harus dipastikan berjalan dengan baik. Se- lain persoalan teknis seperti ‘salah ketik’ dalam penyusunan perundangan-undangan yang semestinya tidak terulang dan menjadi indikasi lemahnya koordinasi, kedalaman dan kualitas koordinasi seharusnya ditingkatkan. Demikian halnya dengan ego sektoral dan ego kelembagaan yang harus dihindari dalam perumusan sebuah kebijakan regulasi yang sangat penting bagi masyarakat dan bagi kemajuan perekonomian nasional. 1 2 3 4
  • 10. 10 | Seri #1 Catatan Kebijakan Omnibus Law PWYP Indonesia — 2020 Pendekatan berbasis analisis risiko harus dirumuskan secara lebih mendalam dengan parameter yang terukur, termasuk menggunakan valuasi ekonomi lingkungan hidup. Pendekatan berbasis analisis risiko menggunakan valuasi ekonomi lingkungan memung- kinkan lahirnya kebijakan yang kontekstual, mendasarkan pada daya dukung dan daya tampung lingkungan, memperhatikan perhitungan cost and benefit, serta memungkinkan untuk dilakukan pencegahan (mitigasi) dan penanganan (handling) resiko yang valid dan objektif, bukan berdasarkan kepentingan ekonomi sesaat. Valuasi ekonomi lingkungan juga dapat mencegah adanya over-eksploitasi yang menghitung umur dan keseimbang- an cadangan sumberdaya yang sangat penting bagi kedaulatan dan ketahanan ekonomi nasional. Susbtansi pembahasan ketentuan mengenai pasal-pasal dalam UU Pertambangan Minerba harus memperhatikan spirit dan kesesuaian norma dan tujuan filosofis pe- ngelolaan dan pemanfaatan SDA dalam Konstitusi 1945. Kepastian hukum atas penge- lolaan SDA untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, harus dipastikan memenuhi unsur keadilan, tata kelola yang baik, dan memiliki visi bagi kedaulatan dan ketahanan ekonomi nasional yang mempertimbangkan resiko, keberlanjutan serta keseimbangan lingkungan hidup. Semangat Konstitusi ini juga memastikan bahwa pengelolaan ekonomi SDA dilaksanakan melalui demokrasi ekonomi yang adil dan tidak menyuburkan mono- poli, serta memperhatikan aspek redistribusi dan desentralisasi yang seimbang antara Pusat-Daerah. Proses pembahasan dan perumusan agenda legislasi di DPR harus dilakukan secara terintegras dan menghindari dualisme (redundancy), agar berjalan secara efektif, efi- sien, dan akuntabel. Dualisme antara RUU Minerba dan RUU Cipta Kerja dalam Proleg- nas seharusnya dapat dihindari dengan perencanaan program legislasi yang terpadu, serta proses koordinasi dan pembahasan yang matang dan integratif. 5 6 7
  • 11. 11 | Seri #1 Catatan Kebijakan Omnibus Law PWYP Indonesia — 2020 Daftar Pustaka _______. 2020. Naskah Pidato Presiden Joko Widodo dalam Pelantikan Periode 2019-2024. https://jeo. kompas.com/naskah-lengkap-pidato-presiden-joko-widodo-dalam-pelantikan-periode-2019-2024 07 Februari 2020, 12.30 WIB _______. 2020. Hasil Rapat Paripurna Ke-8 DPR RI, Jakarta, 22 Januari 2020 _______. 2020. Penjelasan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Bahan Paparan, Jakarta, 29 Januari 2020. _______. 2020. Omnibus Law, Produk Hukum Kolonial dan Sistem Hukum Nasional: Beberapa Catatan. Bahan Paparan, Depok, 6 Februari 2020. _______. 2020. Penjelasan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, Kementerian Koordinator Bidang Pereko- nomian RI. Bahan Paparan, Jakarta, 29 Januari 2020. Redi, Ahmad. 2019. Omnibus Law: Gagasan Pengaturan Untuk Kemakmuran Rakyat, PWYP Knowledge Forum. Bahan Paparan, Jakarta, 3 Desember 2019. Citradi Tirta. 2020. Tak Cuma di RI Omnibus Law Banyak Dipakai di Negara Lain. https://www.cnbcindo- nesia.com/news/20200121152155-4-131621/tak-cuma-di-ri-omnibus-law-banyak-dipakai-negara-lain
  • 12. 12 | Seri #1 Catatan Kebijakan Omnibus Law PWYP Indonesia — 2020 Publish What You Pay (PWYP) Indonesia merupakan lembaga koalisi nasional yang concern pada transparansi, akuntabilitas, perbaikan tata kelola ekstraktif, pertambangan dan sumber daya alam. Berdiri sejak tahun 2007, dan terdaftar sebagai badan hukum Indonesia sejak tahun 2012 dengan nama Yayasan Transparansi Sumberdaya Ekstraktif, dan terafiliasi dalam kampa- nye Publish What You Pay di tingkat global. PWYP Indonesia mendorong transparansi dan akun- tabilitas di sepanjang rantai sumberdaya ekstraktif, dari tahap pengembangan kontrak dan ope- rasi pertambangan (publish why you pay and how you extract), tahap produksi dan pendapatan dari industri (publish what you pay), hingga tahap pengeluaran pendapatan untuk pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan sosial (publish what you earn and how you spent). Ikuti Kami di Social Media pwypindonesia — Instagram pwyp_indonesia — Twitter Publish What You Pay Indonesia — Facebook Hubungi Kami sekretariat@pwypindonesia.org — Email www.pwypindonesia.org — Website