Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Inflamasi farin
1. INFLAMASI
Inflamasi adalah respon jaringan yang bersifat protektif terhadap cedera atau
pengrusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengencerkan, atau
mengurung agen yang menyebabkan cedera itu atau bisa juga didefinisikan
sebagai reaksi jaringan tubuh terhadap invasi mikroorganisme pathogen, atau
terhadap trauma karena luka, terbakar atau bahan kimia. Inflamasi sendiri terbagi
menjadi dua, yaitu inflamasi akut dan inflamasi kronis.
INFLAMASI AKUT
a. Definisi
Inflamasi akut adalah respon cepat akibat adanya jejas dengan
mengirimkan berbagai mediator pertahanan tubuh (leukosit dan protein
plasma) menuju ke tempat jejas. Inflamasi akut ini mulainya cepat, gejalanya
parah, dan pada umumnya berlangsung sebentar, ditandai dengan tanda
tanda klasik yaitu nyeri (dolor), panas (kalor), kemerahan (rubor), bengkak
(tumor), dan hilangnya fungsi (function laesa) dengan proses eksudatif dan
seluler yang dominan.
b. Tanda Tanda Klinis
1. Rubor atau Kemerahan. Ini terjadi pada area yang mengalami infeksi
yang disebabkan karena vasodilatasi vaskuler yang menyebabkan
peningkatan aliran darah ke area yang mengalami infeksi sehingga
menimbulkan warna kemerahan.
2. Calor atau Panas. Peningkatan suhu pada area yang terkena inflamasi
yang bisa dilihat atau dirasakan pada permukaan tubuh, misalnya kulit dan
membran mukosa. Ini terjadi karena tubuh mengkompensasi aliran darah
lebih banyak ke area yang mengalami infeksi.
3. Tumor atau Pembengkakan. Pembengkakan ini terjadi karena faktor
akumulasi dari cairan eksudat pada ruang ekstravaskuler.
4. Dolor atau Nyeri. Nyeri disebabkan karena peregangan dan distorsi
jaringan akibat pembengkakan. Bisa juga terjadi karena pelepasan
mediator kimia dari tubuh, misalnya prostaglandin, bradikinin, dan
serotonin.
5. Functio Laesa atau Kehilangam Fungsi. Ini terjadi karena pada tubuh
yang cedera mengalami pembengkakan atau nyeri, jadi fungsi yang
harusnya dijalankan menjadi terganggu.
c. Etiologi
Inflamasi akut ini terjadi bisa disebabkan oleh:
1. Infeksi (bakteri, virus, jamur, parasit) dan mikroba yang beracun
merupakan penyebab yang paling sering dari inflamasi akut. Perbedaan
mikroba yang menginvasi, berbeda pula respon inflamasinya.
2. Nekrosis jaringan ini disebabkan karena adanya faktor dari luar, misalnya
iskemia (berkurangnya aliran darah, penyebab infark dan miokard), trauma,
2. cedera fisik dan kimia (misalnya cedera termal; suhu yang terlalu panas
atau terlalu dingin).
3. Benda asing yang menempel ditubuh (serpihan, kotoran, jahitan) dapat
menimbulkan peradangan juga karena mereka menyebabkan cedera
jaringan traumatis atau membawa mikroba.
4. Reaksi imun yang berlebihan (dimana juga disebut hipersensitivitas)
adalah reaksi imun yang membahayakan atau menyerang sel individu itu
sendiri. Misalnya penyakit autoimun dan alergi.
d. Patogenesis
Inflamasi akut memiliki 3 komponen utama, yaitu pelebaran pembuluh
darah kecil yang menyebabkan peningkatan aliran darah dan peningkatan
permeabilitas yang memungkinkan protein plasma dan leukosut untuk
meninggalkan sirkulasi (respon vaskuler) dan emigrasi leukosit dari pembuluh
darah kecil, akumulasi pada daerah yang terjadi cedera, dan aktivasinya untuk
menghilangkan agen yang menyerang. Ketika individu terkena agen
berbahaya seperti mikroba, sel sel fagosit yang berada di semua jaringan akan
mencobauntuk mneghilangkan agen agen ini. Pada saatyang samasel fagosit
dan sel sentinen mengenali keberadaan zat asing atau abnormal dengan cara
membebaskan sitokin, lipid messenger dan mediator peradangan lainnya.
Beberapa mediator ini bertindak pada pembuluh darah kecil disekitarnya.
1. Respon Vaskuler
Arteriol tervasodilatasi menyebabkan peningkatan aliran darah pada
daerah tersebut sehingga terasa hangat dan kemerahan. Vasodilatasi ini
diinduksi oleh berbagai mediator kimia, salah satunya adalah histamine.
Peningkatan permeabilitas diikuti dengan keluarnya cairan kaya protein
ke jaringan ekstravaskuler. Akibatnya konsentrasi eritrosit dalam pembuluh
darah meningkat (viskositas meningkat) terjadi dilatasi pada pembukuh
darah kecil yang dipadati eritrosit.
Pada saat vasodilatasi arteriol dan aliran darah bertambah, tekanan
hidrostatik intravaskuler meningkat dan pergerakan cairan ke kapiler
(transudate) cairan ini rendah protein dan akan terjadi ketika ada gangguan
keseimbangan tubuh, tetapi akan segera menghilang. Akibat permeabilitas
membrane yang meningkat memungkinkan cairan kaya protein berpindah
ke interstitium (eksudat). Keluarnya cairan kaya protein menuju interstitium
akan menurunkan tekanan osmotic intravaskuler dan meningkatkan
tekanan osmotic interstitium sehingga terjadilah akumulasi cairan kaya
protein yang disebut edema.
2. Respon Seluler
Emigrasi aktif dari sel sel inflamasi dari intravaskuler menuju tempat
terjadinya jejas.
Ekstravasasi leukosit, terjadi pada tiga tahapan
3. - Margination. Eritrosit dan leukosit normal mengalir di pembuluh darah,
tetapi karena kecepatan aliran darah melambat, leukosit seolah olah
jatuh ke pinggiran sel
- Pavementing. Neutrofil (leukosit yang palig banyak pada pembuluh
darah) mendekati dinding pembuluh darah
- Adhesion. Keterikatan leukosit ke endothelium pembuluh darah
dimediasi oleh molekul sitokin. Sitokin sendiri diekskresikan oleh sel
sentinel di jaringan sebagai respon terhadap mikroba dan agen
berbahaya. Sitokin ini memastikan bahwa leukosit direkrut ke tempat
dimana rangsangan itu hadir.
Leukosit melakukan emigrasi keluar pembuluh darah dengan cara
kemotaksis, yaitu pergerakan yang dipengaruhi oleh faktor kimia. Terdapat
dua faktor dari kemotaksis itu sendiri, yaitu:
- Faktor endogen.Dari dalam tubuh kita sendiri, misalnya mediator kimia
(leukonutrien, C5a)
- Faktor eksogen. Stimulasi dari luar, misalnya produk dari bakteri atau
bakteri itu sendiri.
Setelah keluar dari jaringan, sel akan memulai tugasnya, yaitu
fagositosis (menelan partikel padat yang berbahaya yang dilakukan oleh
makrofag). Terbagi menjadi tiga tahap, yaitu:
- Recognition and Attachment. Sel fagosit mendekati bakteri karena
mediator kimia yang dikeluarkan oleh bakteri, lalu bakteri dilapisi oleh
opsonin
- Engulfment. Bakteri masuk ke dalam sel, lalu di dalam sel bakteri
bercampur dengan lisosom membentuk fagolisosom. Lisosom
mengandung enzim untuk mencerna bakteri.
- Killing anda Degradation. Setelah dicerna bakteri akan hancur dan
mati.
4. e. Mediator Kimia
Mediator untuk inflamasi adalah zat zat tertentu yang memulai dan
mengatur reaksi inflamasi. Banyak mediator kimia yang telah diidentifikasi dan
ditetapkan secara terapeutik untuk membatasi inflamasi.
- Mediator yang paling penting pada inflamasi akut ini adalah amina
vasoaktif, produk lipid (prostaglandin dan leukonutrien), sitokin
(termasuk juga kemokin) dan produk aktivasi pelengkap.
- Mediator mediator ini disekresesikan oleh sel atau bisa juga dihasilkan
oleh protein plasma
- Mediator yang aktif hanya di produksi untuk merespon stimulus tertentu
- Sebagian besar dari mediator mempunyai siklus hidup pendek
- Satu mediator bisa menstimulasi pengeluaran mediator lainnya.
5. f. Bentuk Bentuk Inflamasi Akut
1. Inflamasi Serosa
Ditandai dengan eksudasi cairan minim protein ke dalam rongga yang
diciptakan oleh cedera sel, atau bisa juga ke rongga tubuh dilapisi oleh
perioneum, pleura, atau pericardium. Biasanya cairan dalam peradangan
serosa tidak terinfeksi oleh organisme yang merusak dan tidak
mengandung leukosit. Dalam rongga tubuh, cairan mungkin berasal dari
plasma atau sekresi sel mesothelial. Akumulasi cairan dalam rongga ini
disebut efusi. Efusi ini juga terjadi pada kondisi noninflamasi, seperti
berkurangnya aliran daraha pada gagal jantung, atau berkurangnya kadar
protein plasma pada beberapa penyakit ginjal dan hati)
6. 2. Inflamasi Fibrinosa
Akibat peningkatan permeabilitas pembuluh darah yang besar, molekul
besar sperti fibrinogen keluar dai daraah dan fibrin terbentuk dan
disimpang diruang ekstraseluler. Eksudat fibrinous dapat dilarutkan oleh
fibrinolysis dan dibersihkan oleh makrofag. Jika tidak dihilangkan, seiring
waktu dapat menstimulasi pertubuhan fibroblast dan pembuluh darah
sehingga mengakibatkan jaringan parut.
3. Inflamasi Purulent
Ditandai dengan produksi nanah, eksudat yang terdiri dari neutrofil, puing-
puing nekrotik cair, dan cairan edema. Penyebab peradangan purulen
(juga disebut supuratif) yang paling sering adalah infeksi bakteri yang
menyebabkan nekrosis jaringan cair, seperti staphylococci; patogen ini
disebut sebagai bakteri piogenik (nanah). Contoh umum dari peradangan
supuratif akut adalah apendisitis akut. Abses adalah koleksi lokal dari
7. jaringan inflamasi purulen yang disebabkan oleh supurasi yang terkubur di
jaringan, organ, atau ruang terbatas. Abses memiliki wilayah sentral yang
muncul sebagai massaleukosit nekrotik dan sel-sel jaringan. Biasanya ada
zona neutrofil yang diawetkan di sekitar fokus nekrotik ini, dan di luar
wilayah ini mungkin ada dilatasi pembuluh darah dan proliferasi parenkim
dan fibroblastik, menunjukkan peradangan dan perbaikan kronis. Pada
waktunya, abses bisa menjadi berdinding dan akhirnya digantikan oleh
jaringan ikat.
Inflamasi Purrulen
4. Ulser
Ulkus adalah cacat lokal, atau penggalian, dari permukaan organ atau
jaringan yang dihasilkan oleh peluruhan (shedding) dari jaringan nekrotik
yang meradang. Ulserasi dapat terjadi hanya ketika nekrosis jaringan dan
peradangan yang dihasilkan ada di atau dekat permukaan. Hal ini paling
sering ditemui di (1) mukosa mulut, lambung, usus, atau saluran
genitourinari, dan (2) kulit dan jaringan subkutan ekstremitas bawah pada
orang tua yang memiliki gangguan sirkulasi yang mempengaruhi nekrosis
iskemik yang luas.
Ulkus pada usus 12 jari
Sumber :
8. Abbas, A.K., Aster, J.C., dan Kumar, V. 2015. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi
9. Singapura: Elsevier Saunders.