SlideShare a Scribd company logo
1 of 39
Download to read offline
No Kode: DAR2./PROFESIONAL/810/4/2019
PENDALAMAN MATERI BIMBINGAN DAN KONSELING
MODUL4 STRATEGI LAYANAN DASAR, PERENCANAAN
INDIVIDUAL DAN DUKUNGAN SISTEM
KEGIATAN BELAJAR 2
STRATEGI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK
Penulis:
Sigit Hariyadi, S.Pd., M.Pd
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
2019
A. Pendahuluan
Pendidikan merupakan usaha sadar yang terencana, terprogram dan berkesinambungan
membantu peserta didik mengembangkan kemampuannya secara optimal, baik aspek kognitif,
aspek afektif maupun aspek psikomotorik dalam segala aspek kehidupan (Drost, 2001:14). Salah
satu upaya pendidikan adalah pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah yang memandirikan.
Bimbingan kelompok meruapakan salah satu dari strategi layanan dasar yang perananya cukup
penting dalam upaya pengembangan diri siswa. Bimbingan kelompok merupakan bentuk
intervensi layanan kepada sekelompok siswa untuk membantu mereka menyusun rencana dan
keputusan yang tepat. Dengan kata lain bimbingan kelompok membantu dalam memperkaya
persepsi, wawasan, perasaan dan pikiran anggota tentang siapa mereka dan bagaimana
mengembangkan pribadi untuk kehidupan yang lebih baik. Bimbingan kelompok berupaya
memanfaatkan dinamika dan proses kelompok untuk membantu anggota dalam memenuhi
kebutuhan atau mengatasi problematika yang dihadapi melalui upaya penyesuian diri dan
perkembangan kepribadian. Dengan kata lain, bimbingan kelompok sebagai upaya preventif-
developmental bagi setiap peserta didik.
Permasalah di lapangan dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa masih terdapat
beberapa kekurangan baik dalam hal pemahaman praktik layanan maupun upaya dalam
pengoptimalkan pengembangan layanan bimbingan kelompok. Hal ini terlihat dari hasil informasi
lisan dan data dokumentasi bahwa pada beberapa laporan layanan diketahui miskonsepsi antara
bimbingan kelompok yang masih sering terjadi. Selain itu pelaksanaan layanan bimbingan
kelompok jarang sekali dikembangkan atau dioptimalkan dengan penggunaan teknik atau media
pendukung yang memadai
Persoalan pelaksanaan layanan bimbingan kelompok tersebut tentunya sangat disayangkan
apalagi melihat potensi dan pentingnya layanan bimbingan kelompok dalam membantu
mengoptimalkan potensi Siswa. Ditagaskan lagi bagaimana layanan bimbingan kelompok menjadi
salah satu layanan yang penting untuk menopang perkembangan mereka, terutama perkembangan
karier, perkembangan sosial dan peningkatan kesadaran diri (Gibson & Mitchell, 2011; Winkel &
Hastuti, 2005),.
Modul ini dikemas dalam 7 pokok bahasan yang membahas konsep dasar bimbingan
kelompok mulai dari (1) pengertian, (2) tujuan, (3) asas, (4) kepemimpinan dalam kelompok, (5)
keuntungan dan kelemahan yang menyertai, (6) teknik serta (7) etik dalam bimbingan dan
konseling kelompok.
Setelah mempelajari modul ini diharapkan Saudara dapat memahami konsep dari
bimbingan kelompok secara lebih komprehensif dan utuh. Selain itu diharapkan saudara mampu
menyiapkan diri sebagai pemimpin kelompok yang efektif dan menganlisis kelemana dan
kelebihan yang ada.
Pembelajaran ini dapat berjalan dengan efektif apabila Saudara telah melakukan langkah-
langkah sebagai berikut:
1. Pelajari modul perencanaan layanan bimbingan dan konseling terlebih dahulu karena
modul tersebut menjadi karangka dasar pada modul ini
2. Pelajari dengan seksama isi modul ini karena pemahaman Anda akan berpengaruh
kepada pemahaman Anda akan modul bidang kajian bimbingan dan kelompok lainnya.
3. Keberhasilan pembelajar sangat tergantung pada bagaimana saudara secara aktif
memepelajari dan menambah wawasan yang ada.
4. Apabila ada kesulitan dalam mempelajari model ini silahkan Anda dapat menghubungi
instruktur atau fasilitator yang mengajarkan modul ini.
Selamat belajar dalam mempelajari modul ini semoga apa yang anda pelajari dapat
membantu anda dalam melaksanakan pelayanan bimbingan dan konseling kelompok di lapangan
nantinya
B. Inti
1. Capaian Pembelajaran
Mampu mengelola (merancang, menyusun, mengorganisasi, melaksanakan, memonitor,
dan mengevaluasi) layanan dasar, layanan responsif, perencanaan individual dan peminatan, dan
dukungan sistem secara individual, kelompok, klasikal, dan kelas besar/lintas kelas dengan
menggunakan metode, teknik, dan multimedia yang relevan serta memperhatikan kebutuhan
sasaran layanan yang berasal dari keberagaman sosial budaya pada jenis, jalur dan jenjang satuan
pendidikan
Setelah mempelajari modul ini, peserta/mahasiswa dapat menjelaskan konsep dasar
bimbingan dan konseling kelompok.
Tujuan pembelajaran :
a. Mahasiswa dapat menjelaskan konsep dasar bimbingan kelompok.
b. Mahasiswa dapat menjelaskan dan mengidentifikasi beberapa kemampuan yang harus
dimiliki oleh pemimpin kelompok.
c. Mahasiswa dapat mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan bimbingan kelompok.
d. Mahasiswa mampu melaksanakan bimbingan kelompok sesuai dengan tahapan-tahapan
dalam layanan bimbingan kelompok
e. Mahasiswa dapat mengaplikasikan teknik dalam bimbingan kelompok
2. Pokok Materi
Dalam modul 4 kegiatan belajar 2 ini akan dibahas materi terkait dengan strategi layanan
bimbingan kelompok dengan beberapa pokok materi sebagai berikut:
a. Konsep dasar layanan bimbingan kelompok
b. Keterampilan pemimpin kelompok
c. Kelebihan dan kekurangan bimbingan kelompok
d. Tahapan bimbingan kelompok
e. Teknik bimbingan kelompok
f. Etika dalam layanan bimbingan kelompok
3. Uraian Materi
a. Konsep Dasar Layanan Bimbingan Kelompok
1) Bimbingan Kelompok
Bimbingan kelompok kita pahami bersama sebagai suatu bentuk layanan, dimana siswa
diajak bersama-sama untuk saling bertukar informasi tentang topik-topik yang dibicarakan dan
mengembangkan bersama pemikiran dan perencanaan dalam upaya pengembangan diri didalam
kelompok. Senada dengan pemahaman tersebut. Pendapat tersebut diperkuat dengan apa yang
disampaikan oleh Gazda (Prayitno & Amti, 2004) bahwa “bimbingan kelompok merupakan
kegiatan informasi kepada sekelompok siswa untuk membantu mereka menyusun rencana dan
keputusan yang tepat”. Selanjutnya ditegaskan bahwa layanan bimbingan kelompok merupakan
salah satu strategi bimbingan yang berusaha membantu individu agar dapat mencapai
perkembangannya secara optimal sesuai dengan kemampuan, bakat, minat, serta nilai-nilai yang
dianutnya dan dilaksanakan dalam situasi kelompok (Romlah, 2006).
Dijelaskan pula bahwa bimbingan kelompok lebih berfokus kepada bagaimana
meningkatkan pemahaman diri, serta upaya mendukung individu dalam perkembangan baik yang
bersifat intrapersonal maupun interpersonal. Kegiatan bimbingan kelompok dapat dilakukan
dengan pembahasan topik-topik seperti pendidikan sex, keterampilan komunikasi, isu mutakhir,
isu keragaman dan stress management (Neukrug, 2011). Dari apa yang dipahami maka bimbingan
kelompok didesain dengan tujuan psikoedukasi serta pemberian dorongan secara psikologis kepada
setiap anggota kelompok guna mengembangkan diri. Melalui bimbingan kelompok dimungkinkan
bagi setiap anggota atau peserta mampu membuka diri lebih baik dan melakukan kegiatan berbagi
informasi, berbagi pengamalan Psikologis yang terbentuk dalam suasana kelompok.
Layanan bimbingan kelompok berjalan dengan memanfaatkan dinamika kelompok untuk
mencapai tujuan layanan. Melalui media dinamika kelompok anggota akan dapat mencapai tujuan
ganda, yaitu mendapat kesempatan untuk mengembangkan diri untuk memperoleh kemampuan-
kemampuan sosial seperti kemampuan beradaptasi, dan diperoleh berbagai wawasan, nilai dan
sikap, serta berbagai alternatif yang akan memperkaya pengalaman yang dapat mereka pratikkan
dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Rusman (2010)
yang secara singkat dapat dijelaskan bahwa bimbingan kelompok diartikan suatu proses pemberian
bantuan kepada individu melalui suasana kelompok yang memungkinkan setiap anggota untuk
belajar berpartisipasi aktif dan berbagi pengalaman dalam upaya pengembangan wawasan, sikap
dan atau ketrampilan yang diperlukan dalam upaya mencegah timbulnya masalah atau dalam
upaya pengembangan pribadi.
Dari pendapat para ahli tersebut, dapat ditarik beberapa pokok pengertian dari bimbingan
kelompok yaitu : (a) bimbingan diberikan kepada lebih dari satu orang pada waktu yang bersamaan
(efektif ≤ 8 anggota), (b) bimbingan dilaksanakan untuk membantu individu dalam uapaya
pengembangan diri, (c) merupakan penyediaan informasi melalui aktivitas kelompok yang
terencana dan terorganisasi, (d) memungkinkan setiap anggota kelompok untuk belajar
berpartisipasi aktif dan berbagi pengalaman dan berbagi pengalaman dalam upaya pengembangan
wawasan, sikap dan atau ketrampilan yang diperlukan dalam upaya mencegah timbulnya masalah
atau dalam upaya pengembangan pribadi.
2) Tujuan Bimbingan Kelompok
Gibson & Mitchell (2011), menjelaskan bahwa bimbingan kelompok dengan isi yang
meliputi informasi pendidikan, pekerjaan, pribadi atau sosial bertujuan menyediakan informasi
akurat bagi anggota kelompok yang dapat membantu mereka membuat perencanaan dan keputusan
hidup yang lebih tepat. Dengan kata lain dapat dijelaskan bahwa tujuan layanan bimbingan secara
kelompok, yaitu supaya konseli yang dilayani menjadi mampu mengatur kehidupan sendiri,
memiliki pandangan sendiri, tidak sekedar meniru pendapat orang lain, mengambil sikap sendiri,
dan berani menanggung sendiri efek serta konsekuensi dari tindakan-tindakannya.
Selain itu tujuan yang ingin dicapai dalam bimbingan kelompok yakni pengembangan
pribadi, pembahasan topik-topik atau masalah-masalah umum secara luas dan mendalam yang
bermanfaat bagi para anggota kelompok sehingga terhindar dari permasalahan yang berkaitan
dengan topik atau masalah yang dibahas (Wibowo, 2005). Bimbingan kelompok di jenjang
pendidikan menengah mempunyai manfaat, baik bagi tenaga bimbingan profesional maupun bagi
para siswa. Siswa memerlukan bimbingan kelompok yang menopang perkembangan mereka,
terutama perkembangan karier, perkembangan sosial dan peningkatan kesadaran diri (Winkel &
Hastuti, 2005).
Jadi secara umum tujuan bimbingan kelompok ada 2 yaitu pengembangan pribadi anggota
dan pembahasan topik bahasan secara mendalam. Pengembangan pribadi meliputi pengembangan
segala potensi dan keterampilan sosial yang dimiliki. Sedangkan pembahasan topik dalah sebagai
upaya preventif agar terhindar dari permasalahan yang dibahas.
3) Asas dalam Layanan Bimbingan Kelompok
Dalam penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling kelompok seorang pemimpin
kelompok perlu memperhatikan beberapa asas yang ada dalam pelaksanaan layanan. Secara umum
12 asas yang ada dalam pelayanan bimbingan dan konseling haruslah terwujud dalam setiap
layanan yang diberikan akan tetapi beberapa asas yang cukup memiliki nilai besar dalam
bimbingan dan konseling kelompok, antara lain:
a) Asas kerahasiaan
Para anggota harus menyimpan dan merahasiakan informasi apa yang dibahas dalam
kelompok, terutama hal-hal yang tidak layak diketahui orang lain. Asas ini merupakan kunci
dalam pemberian layanan bimbingan kelompok. Jika asas ini benar-benar dilaksanakan, maka
penyelenggara atau pemberi bimbingan akan mendapat kepercayaan dari semua pihak
terutama penerima bimbingan (konseli) sehingga mereka akan mau memanfaatkan jasa
bimbingan dan konseling dengan sebaik-baiknya. Sebaliknya apabila Guru Bimbingan dan
Konseling tidak dapat memegang asas kerahasiaan dengan baik maka hilanglah kepercayaan
konseli yang berakibat pelayanan bimbingan dan konseling tidak dapat tempat di hati konseli
dan para calon konseli.
b) Asas keterbukaan
Para anggota bebas dan terbuka mengemukakan pendapat, ide, saran, tentang apa saja
yang yang dirasakan dan dipikirkannya tanpa adanya rasa malu dan ragu-ragu. Dengan kata
lain dalam pelaksanaan layanan bimbingan kelompok sangat diperlukan suasana keterbukaan
baik keterbukaan dari Guru Bimbingan dan Konseling maupun keterbukaan dari konseli.
Dalam asas ini, arti dari keterbukaan bukan hanya sekedar bersedia menerima saran-saran dari
luar, tetapi lebih dari itu diharapkan masing-masing pihak yang bersangkuatan bersedia
membuka diri untuk kepentingan pemecahan masalah individu yang membutuhkan
bimbingan dan dapat berbicara sejujur mungkin dan berterus terang tentang dirinya.
c) Asas kesukarelaan
Proses layanan bimbingan kelompok harus berlangsung atas dasar kesukarelaan, baik
dari pihak konseli, maupun dari pihak Guru Bimbingan dan Konseling. Oleh karena itu, pada
asas ini diharapkan konseli secara suka dan rela tanpa ragu-ragu ataupun merasa terpaksa,
menyampaikan masalah yang dihadapinya serta mengungkapkan segenap fakta, data, dan
seluk-beluk berkenaan dengan masalahnya itu kepada Guru Bimbingan dan Konseling, dan
Guru Bimbingan dan Konseling dapat memberikan bantuan dengant idak terpaksa atau ikhlas.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa dalah hal ini semua anggota dapat menampilkan diri
secara spontan tanpa malu atau dipaksa oleh teman lain atau pemimpin kelompok.
d) Asas kenormatifan
Asas kenormatifan diterapkan terhadap isi maupun proses penyelenggaraan layanan
bimbingan kelompok. Semua layanan yang diberikan oleh Guru Bimbingan dan Konseling
harus sesuai dengan norma-norma yang ada termasuk prosedur, teknik, dan peralatan yang
dipakai tidak menyimpang dari norma-norma yang ada.
b. Keterampilan Pemimpin Kelompok
Dalam konsep pendekatan bimbingan kelompok dipahami sebagai suatu sistem pelayanan
yang memiliki struktur didalamnya. Struktur dalam kelompok meliputi bentuk, tujuan, aturan serta
peran akan anggota dan pemimpin kelompok. Kepemimpinan sendiri merupakan hal esensial
dalam pendekatan kelompok. Banyak sekali persoalan yang menyertai konsep pemimpin dan
kepemimpinan dalam kelompok konseling baik itu meliputi peran maupun tanggungjawab yang
ada. Meskipun karakteristik dari kepemimpinan yang berbeda menunjukkan keberhasilan dalam
lingkup situasi dan lingkungan spesifik secara umum terdapat beberapa hal yang perlu dikaji lebih
jauh. Beberapa poin secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Pemimpin menjaga diri tetap jujur, terbuka dan bersikap etis setiap saat
2. Pemimpin terbuka dan menerima masukan dari semua anggota kelompok, bahkan
opini anggota yang tidak disetujuinya
3. Perhatian pemimpin di sepanjang waktu adalah pertumbuhan pribadi dan
kesejahteraan semua anggota kelompoknya
4. Pemimpin memodelkan nilai dan perilaku yang bisa menungkatkan kualitas hidup
anggota kelompoknya
(Gibson & Mitchell, 2011)
Dari beberapa penjelalasan tersebut dipahami bahwa Guru Bimbingan dan Konseling
sebagai pemimpin kelompok bukan hanya berperan sebagai sorang terapis melainkan juga live
model bagi anggota kelompok tentang bagaimana menghadapi sebuah masalah. Guru Bimbingan
dan Konseling sebagai pemimpin kelompok memlili dua peran dalam prosesnya. Guru Bimbingan
dan Konseling dituntut menjadi pemicu atau ambil bagian dalam meningkatkan rangsangan
emosional pada diri setiap anggota kelompok. Di sisi lain Guru Bimbingan dan Konseling
memiliki peran eksekutor atau eksekutif sebagaimana dalam pengambilan sikap dan putusan,
norma, atau prosedur yang diperlukan dalam melakukan proses layanan (Gladding, 2012). Walau
demikian sacara umum terdapat 4 kualitas kepemimpinan yang efektif tanpa mengecualikan
masing-masing karakteristik dari tipe-tipe kepemimpinan yang ada yaitu moderat, penuh
perhatian, mempu bersosialisai dan peran eksekusi (Morran, Stockton, & Whittingham, 2004;
Stockton & Morran, 1982; Yalom, 1995).
1) Moderat dalam memberikan rangsangan emosi dalam hal ini meliputi pengungkapan
diri, pengambilan resiko, konfrontasi, penyingkapan perasaan, refleksi perasaan.
2) Pemimpin yang efektif dapat memberikan perhatian yang cukup. Konsep perhatian
dalam hal ini layaknya memberikan dukungan, penguatan, proteksi dll. Akan tetapi
perlu dipahami bahwa kontek cukup artinya perhatian yang diberikan sesuai dengan
kubutuhan yang ada tidak kurang ataupun berlebih-lebihan.
3) Hubungan yang bermakna atau dapat memanfatkan atribusi pemaknaan. Seorang
pemimpin kelompok harus dapat memahamkan anggota kelompoknya tentang apa yang
dirasakan, dialami serta apa yang harus dipahami. Oleh karenya kemampuan dalam
penjelasan, klarifikasi, memberikan kerangka kerja kognitif guna perubahan serta
melakukan intepretasi sangatlah dibutuhkan.
4) Mengekspresikan fungsi eksekusi yaitu aturan, norma, batasan, manajemen waktu,
prosedur dan lain-lain.
Ditegaskan pula bahwa seorang pemimpin kelompok perlu memliki kemampuan dalam
menganalisis dan mengidentifikasi arah kelompok yang artinya Guru Bimbingan dan Konseling
mampu memberikan penilian apakah kelmpok telah berjalan sesuai dengan nilai-nilai teraputik
atau tidak. Apabila tidak maka Guru Bimbingan dan Konseling hendaknya dapat mengembil
strategi intervensi dari awal agar kelompok berjalan sebagaimana tujuan bimbingan kelompok
yang benar (Yalom & Leszcz, 2005).
Pemimpin kelompok yang berkualitas tidak saja dilihat dari seberapa efektif keterampilan
yang dimiliki melainkan pada kualitas pribadi atau karakteristik pribadi yang baik. Corey (2012)
menjelaskan terdapat 9 karakteristik yang harus dimiliki seorang Guru Bimbingan dan Konseling
sebagai pemimpin antara lain
1) Kehadiran (Presence)
Kehadiran tidak hanya berbicara tentang keberadaan fisik. Kehadiran juga dimaknasi
secara emosional seorang pemimpin terlibat secara suka cita terhadap kelompok, mampu
merasakan “rasa sakit” yang dialami oleh orang lain. Kemampuan pemimpin untuk
mengekspresikan emosi dan perasaannya akan mempermudah keterlibatan secara
emosional dengan orang lain. Kehadiran juga memiliki arti “being there” untuk anggota
kelompok. Artinya mereka tulus bersama dengan anggota kelompok tidak terpecah dengan
kegiatan atau fikiran lain dan menyatu bersama kelompok.
2) Kekuatan pribadi (Personal power)
Kekuatan pribadi melibatkan kepercayaan diri dan kesadaran akan pengaruh seseorang
terhadap orang lain. Jika pemimpin kelompok tidak merasakan kekuatan dalam kehidupan
mereka sendiri (atau jika mereka tidak merasa mengendalikan nasib mereka), sulit bagi
mereka untuk memfasilitasi kebutuhan dari anggota ke arah pengembangan yang
diharapkan. Singkatnya, tidak mungkin memberikan sesuatu jika kita tidak memilikinya.
Perlu ditegaskan bahwa kekuatan dalam hal ini bukan sesuatu yang bersifat mendominasi
atau mengatur anggota, tetapi bagaimana kekuatan dalam hal ini mempengaruhi anggota
secara bersama-sama untuk menuju pada pengembangan diri.
3) keberanian (Courage)
Pemimpin kelompok yang efektif menunjukkan keberanian dalam berinteraksi dengan
anggota kelompok dan tidak bersembunyi di balik peran khusus mereka sebagai guru
bimbingan dan konseling Mereka menunjukkan keberanian dengan mengambil resiko
dalam kelompok dengan mengakui kesalahan, dengan menjadi lemah, dengan bersedia
menantang anggota dengan cara yang terhormat, dengan bertindak berdasarkan intuisi dan
keyakinan, dengan mendiskusikan segala sesuatu bersama kelompok akan pikiran dan
perasaan mereka tentang proses kelompok, dan bersedia membagikan kekuatan mereka
dengan anggota kelompok. Pemimpin dapat memodelkan pelajaran penting kepada
anggota dengan mengambil sikap terhadap kehidupan dan mengambil sikap terlepas dari
fakta bahwa mereka tidak sempurna. Ketika anggota mendorong diri mereka untuk
meninggalkan pola yang normatif dan aman, mereka sering merasa cemas dan takut.
Pemimpin kelompok dapat menunjukkan, melalui perilaku mereka sendiri, kesediaan
mereka untuk bergerak maju meskipun kadang-kadang merasa takut.
4) Kesediaan untuk mengkonforntasi diri sendiri (Willingness to confront oneself )
Salah satu tugas utama pemimpin adalah menunjukkan identifikasi diri kepada anggota.
Kesadaran diri memerlukan kesediaan untuk melihat dengan jujur siapa diri kita dan
pemimpin kelompok harus menunjukkan bahwa mereka bersedia mempertanyakan diri
mereka sendiri. Karakteristik ini mencakup kesadaran tidak hanya tentang kebutuhan dan
motivasi seseorang tetapi juga konflik dan masalah pribadi, serta potensi pengaruh semua
ini pada proses kelompok. Pemimpin yang sadar diri mampu bekerja secara terapeutik
dengan tranferensi yang tercipta dalam seting kelompok, baik terhadap diri mereka sendiri
maupun terhadap anggota lain. Lebih jauh lagi, para pemimpin kelompok sadar akan
kelemahan mereka sendiri, terutama akan potensi dan bagaimana mereka bertanggung
jawab atas reaksi mereka sendiri.
5) Ketulusan dan keautentikan (Sincerity and Authenticity)
Salah satu kualitas terpenting seorang pemimpin adalah minat yang tulus terhadap
terpenuhinya kebutuhan dan pertumbuhan anggota. Bagi seorang pemimpin kelompok,
kepedulian berarti mengajak para anggota untuk melihat bagian dari kehidupan mereka
sehingga mereka menolak dan mengecilkan segala bentuk perilaku tidak jujur dalam
kelompok. Memberikan anggota umpan balik yang bermanfaat membutuhkan nilai
ketulusan dan rasa hormat dalam arti bahwa memenuhi kebutuhan terbaik klien adalah
yang terpenting bagi pemimpin
Keautentikan adalah bentuk ketulusan. Pemimpin kelompok yang autentik tidak hidup
dengan kepura-puraan dan tidak bersembunyi di balik pertahanan. Otentisitas
mensyaratkan kesediaan untuk mengungkapkan diri secara tepat dan berbagi perasaan serta
reaksi terhadap apa yang sedang terjadi di dalam kelompok. Keaslian tidak berarti secara
sembarangan berbagi setiap pemikiran, persepsi, perasaan, fantasi, dan reaksi,
bagaimanapun. Sebagai contoh, meskipun seorang pemimpin mungkin awalnya tertarik
pada seorang anggota, tidak akan bijaksana untuk mengungkapkan kenyataan ini pada sesi
awal. "tidak diuangkapkan" semacam itu tidak menyiratkan ketidak-autentisitas;
sebaliknya, ini menunjukkan rasa hormat dan pertimbangan bagi anggota pada tahap awal
grup ini.
6) Rasa identitas (Sense of Identity)
Jika pemimpin kelompok membantu orang lain menemukan siapa mereka, para pemimpin
harus memiliki jati diri yang jelas. Ini berarti mengetahui apa yang pemimpon hargai dan
hidup dengan standar-standar yang ada, bukan berdasarkan apa yang diharapkan orang lain.
Itu berarti menyadari kekuatan, keterbatasan, kebutuhan, ketakutan, motivasi, dan tujuan
sendiri. Itu berarti mengetahui apa yang Anda mampu menjadi, apa yang Anda inginkan
dari kehidupan, dan bagaimana Anda akan mendapatkan apa yang Anda inginkan.
Menyadari warisan budaya Anda, etnis Anda, dan identitas seksual dan gender Anda adalah
komponen penting dari rasa identitas ini.
7) Yakin akan pentingnya proses kelompok dan antusias (Belief in the Group Process and
Enthusiasm)
Keyakinan mendalam pemimpin dalam nilai proses kelompok sangat penting bagi
keberhasilan kelompok. Praktisi yang memimpin kelompok hanya karena mereka
diharapkan, tanpa diyakinkan bahwa intervensi kelompok membuat perbedaan, tidak
mungkin menginspirasi anggota kelompok. Mengapa para anggota percaya bahwa
pengalaman kelompok akan bernilai bagi mereka jika pemimpin tidak antusias
terhadapnya? Para pemimpin kelompok antusias membawa kelompok dapat memiliki
kualitas infeksi. Para pemimpin perlu menunjukkan bahwa mereka menikmati pekerjaan
mereka dan seperti berada bersama kelompok mereka. Minimnya antusias seorang
pemimpin umumnya tercermin pada kurangnya kegembiraan anggota tentang datang ke
sesi grup dan ketidakmampuan anggota untuk melakukan peran dan tugas yang signifikan.
8) Daya cipta dan kreativitas (Inventiveness and Creativity)
Pemimpin harus menghindari terjebak dalam teknik ritual (monoton dan berulang) dan
presentasi yang diprogram. Mungkin tidak mudah untuk mendekati setiap kelompok
dengan ide-ide baru. Pemimpin yang kreatif dan inovatif terbuka untuk pengalaman baru
dan pandangan dunia yang berbeda. Salah satu keuntungan utama kerja kelompok adalah
bahwa Ia menawarkan banyak peluang untuk menjadi inventif.
9) Tampil sebagai Guru BK yang sangat efektif (Portrait of Highly Effective Therapists)
Karakteristik yang menggambarkan sifat-sifat Guru Bimbingan dan Konseling yang efektif
yakni yang hidup, tulus, berkomitmen, bertekad, intensif, terbuka, ingin tahu, toleran, vital,
reflektif, sadar diri, murah hati, dewasa, optimis, analitik, menyenangkan, cerdas, energik,
kuat, inspiratif, dan bersemangat. ini menegaskan karakteristik pribadi terapis yang penting
untuk dimiliki guna menunjukkan bagaimana karakteristik tersebut dimanifestasikan
dalam kerja profesional terapis.
c. Kelebihan dan Kekurangan bimbingan kelompok
Pendekatan kelompok memiliki kekurangan dan kelebihan tersendiri. Banyak penelitian
yang telah dilakukan yang menggambarkan pendekatan kelompok dan secara statistik
memaparkan kelebihan dan kelemahan yang ditemukan.
1) Pendekatan kelompok dalam konseling juga menemukan hasil yang positif terhadap
upaya mengurangi perilaku agresi pada konseli (Gibbs, Potter, Barriga, & Liau, 1996;
Horne, Stoddard, & Bell, 2007)
2) Kelompok dapat digunakan untuk meningkatkan perkembangan karir dari anggota
(Clark, Severy, & Sawyer, 2004; Sullivan & Mahalik, 2000), selain itu kelompok juga
dapat digunakan secara efektif untuk merencanakan karir pada kelompok minoritas
dengan permasalahan yang spesifik (Peterson & González, 2000)
Masing banyak lagi hasil penelitian lainya yang menjelaskan bagaimana pendekatan
kelompok memberikan acuan dan temuan baru dalam perkembangan pelayanan bimbingan dan
konseling berbasis kelompok.
Kelebihan atau keuntungan bimbingan kelompok
Beberapa keuntungan atau kelebihan dari pelayanan konseling kelompok dapat dijabarkan
sebagai berikut:
1) Bimbingan kelompok menjadi bagian dari seting sosial bagi murid/anggota untuk
mempelajari perilaku atau tingkah laku baru, dan mendukung satu sama lain. Dalam
kelompok anggota dapat berbagi dan bertukar ide, asumsi, dan membandingkan sudut
pandang satu dengan yang lain sebagai sebuah kesempatan untuk memperoleh pegalaman
dan mengubahnya.
2) Dengan fokus berbagi pada kelompok anggota dapat belajar tentang identitas diri satu sama
lain termasuk isu yang menyertai. Proses identifikasi ini menjadikan anggota lebih
meningkatkan kohesivitas dan meningkatkan pemahaman yang utuh akan dirinya.
3) Melalui kegiatan bimbingan kelompok mencoba mendorong dan memfasilitasi setiap
anggota satu sama lain dalam memperoleh penerimaan diri, empati, tolong menolong,
solidaritas, dan keterampilan sosial lainnya.
4) Control kelompok atau anggota kelompok yang lain dapat meningatkan dorongan sekaligus
tolak ukur bagi konseli dalam menentukan arah perubahan perilaku dan atau tujuan serta
strategi yang akan diambil untuk melakukan perubahan tersebut.
5) Melalui bimbingan kelompok individu-individu mencapai tujuannya dan berhubungan
dengan individu-individu lain dengan cara yang produktif dan inovatif. Keadaan nyata yang
dihadirkan dalam kegiatan kelompok, merupakan keunggulan yang tidak dijumpai dalam
konseling individual.
Jacobs, Harvill, & Masson (1994) juga mengemukakan tujuh keuntungan yang dapat
diperoleh berkaitan dengan layanan format kelompok, yaitu :
1) Berbagi perasaan akan dalam kondisi kebersamaan
2) pengalaman merasa memiliki,
3) kesempatan untuk berpraktik dengan orang lain,
4) kesempatan untuk menerima berbagai umpan balik,
5) belajar seolah-olah mengalami berdasarkan kepedulian orang lain,
6) memberikan gambaran untuk menghadapi kenyataan hidup, dan
7) ada dukungan teman guna memelihara komitmen
Dari apa yang dipahami diatas maka dapat dijelaskan bagaimana, seorang siswa mungkin
mengalami kesulitan dalam mengungkapkan perasaan dan opini, tetapi dalam suasana kelompok
sangat memungkinkan siswa tersebut dapat mengungkapkan secara leluasa. Melalui suasana
kelompok dapat pula dikembangkan berbagai keterampilan sosial dan sikap-sikap tertentu, yaitu
keterampilan berkomunikasi, keterampilan menghargai pendapat orang lain, kerja kelompok,
membantu orang lain, belajar dari anggota lain dan sebagainya, yang dalam konseling individual
sulit dikembangkan. Mereka akan dapat saling berbagi pengalaman, dan saling memberikan
masukan yang semuanya itu sangat berharga bagi upaya pengembangan pribadi, pencegahan
masalah dan pemecahan masalah. Melalui suasana bimbingan kelompok dapat dikembangkan
suasana untuk menumbuhkan rasa toleransi, rasa percaya diri, dan peningkatan tanggung jawab.
Kelemahan atau keterbatasan bimbingan kelompok
1) Bimbingan kelompok lebih berfokus pada pendidikan dan informational sehingga cukup
lemah dalam kaitanya pada proses terapeutik dan pengembangan pribadi, dibandingkan
dengan konseling kelompok.
2) Dikarekan jumlah anggota yang lebih banyak maka kegiatan bimbingan kelompok tidak
terlalu banyak memberikan waktu bagi setiap anggota untuk berkomunikasi dan berbagi satu
sama lain dengan lebih intens.
3) Saat bimbingan kelompok membahas beberap topik yang ada maka Guru Bimbingan dan
Konseling perlu lebih fokus pada tujuan dari masing-masing anggota dan kadangkala
membuat hal tersebut tumpang tindih dengan kepentingan kelompok. Padahal dalam kontrak
pelayanan dipahami bahwa tujuan dalam layanan bimbingan kelompok adalah untuk
memfasilitasi pengembangan diri anggota kelompok.
4) Dikarekan bimbingan kelompok menggunakan teknik instraksional dan jumlah anggota yang
lebih besar terkadang membuat Guru Bimbingan dan Konseling lebih bersifat direktif dan
terstruktur dalam melakukan pelayanan.
d. Tahapan Bimbingan Kelompok
Terdapat empat tahapan bimbingan kelompok yaitu pembukaan, transisi, inti, dan
penutupan (Depdikbud, 2016). Uraian langkah setiap tahap disajikan dalam tabel sebagai
berikut:
Tabel 1.1 Tahapan Bimbingan Kelompok
No. Tahap Kegiatan
1. Pembukaan 1. Menciptakan suasana saling mengenal, hangat,
dan rileks,
2. Menjelaskan tujuan dan manfaat bimbingan
kelompok secara singkat,
3. Menjelaskan peran masing-masing anggota dan
pembimbing pada proses bimbingan kelompok
yang akan dilaksanakan,
4. Menjelaskan aturan kelompok dan mendorong
anggota untuk berperan penuh dalam kegiatan
kelompok,
5. Memotivasi anggota untuk saling
mengungkapkan diri secara terbuka,
6. Memotivasi anggota untuk mengungkapkan
harapannya dan membantu merumuskan tujuan
bersama.
2. Transisi 1. Melakukan kegiatan selingan berupa permainan
kelompok,
2. Mereview tujuan dan kesepakatan bersama,
3. Memotivasi anggota untuk terlibat aktif dan
mengambil manfaat dalam tahap inti,
4. Mengingatkan anggota bahwa kegiatan akan
segera memasuki tahap inti.
3. Inti 1. Mendorong tiap anggota untuk mengungkapkan
topik yang perlu dibahas,
2. Menetapkan topik yang akan dibahas sesuai
dengan kesepakatan bersama,
3. Mendorong tiap anggota untuk terlibat aktif
saling membantu,
4. Melakukan kegiatan selingan yang bersifat
menyenangkan mungkin perlu diadakan
5. Mereview hasil yang dicapai dan menetapkan
pertemuan selanjutnya, apabila dibutuhkan.
4. Penutupan 1. Mengungkap kesan dan keberhasilan yang
dicapai oleh setiap anggota,
2. Merangkum proses dan hasil yang dicapai,
3. Mengungkapkan kegiatan lanjutan yang penting
bagi anggota kelompok,
4. Menyatakan bahwa kegiatan akan segera
berakhir,
5. Menyampaikan pesan dan harapan.
e. Teknik Bimbingan Kelompok
Teknik bimbingan kelompok dipilih sesuai dengan topik atau tema yang akan dibicarakan
dalam bimbingan kelompok. Banyak teknik bimbingan kelompok yang bisa dipakai, karena
pembatasan halaman, pada modul ini hanya dibahas empat teknik yaitu diskusi kelompok,
sosiodrama, psikodrama, dan homeroome. Teknik-teknik lain silahkan dipelajari sendiri di luar
modul ini.
Penggunaan/implementasi teknik-teknik bimbingan kelompok dalam keseluruhan
tahapan bimbingan kelompok dilaksanakan pada tahap inti. Pada tahap inti diuraikan secara detail
tahapan yang dilakukan (sesuai teknik yang dipakai) dan dijelaskan pula kegiatan yang harus
dilakukan pemimpin kelompok. Pada tahap pembukaan, transisi, dan penutup disesuaikan dengan
tujuan dan hal-hal lain terkait teknik yang digunkan.
Keempat teknik (diskusi kelompok, sosiodrama, psikodrama, dan homeroome)
dijelaskan pada uraian dibawah sedangkan untuk beberapa contoh teknik lain dapat di simak pada
link https://....:
1) Diskusi Kelompok
a) Konsep Dasar
Metode diskusi kelompok adalah suatu cara penyajian bahan pelajaran dimana seorang
guru memberi kesempatan kepada siswa (kelompok siswa) untuk mengadakan percakapan
guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternatif
pemecahan atas masalah.
Dijelaskan bahwa diskusi kelompok adalah suatu percakapan ilmiah oleh beberapa orang
yang tergabung dalam suatu kelompok untuk saling bertukar pendapat suatu masalah atau
bersama-sama mencari pemecahan mendapatkan jawaban atau kebenaran atas suatu masalah
(Damayanti, Sudarmanto, & Rusman, 2013). Diskusi kelompok dapat pula diartikan sebagai
percakapan yang sudah direncanakan antara tiga orang atau lebih dengan tujuan untuk
memecahkan masalah atau untuk memperjelas suatu persoalan, di bawah pimpinan seorang
pemimpin (Romlah, 2006).
Sukerteyasa, Koyan, & Suarni (2014) menyatakan bahwa diskusi kelompok merupakan
suatu proses yang teratur yang melibatkan sekelompok orang dalam interaksi tatap muka yang
informal dengan berbagai pengalaman atau informasi, pengambilan kesimpulan atau
pemecahan masalah. Diskusi kelompok merupakan suatu proses bimbingan dimana murid-
murid akan mendapatkan suatu kesempatan untuk menyumbangkan pikiran masing-masing
dalam memecahkan masalah bersama. Dalam diskusi ini tetanam pula tanggung jawab dan
harga diri (Djumhur & Surya, 1975)
Jadi diskusi kelompok adalah suatu percakapan yang dilakukan oleh tiga orang atau lebih
melalui proses bertukar pikiran dan argumentasi kearah pemecahan masalah secara bersama-
sama. Proses diskusi kelompok ini dapat dilakukan melalui forum diskusi diikuti oleh semua
siswa di dalam kelas, dapat pula dibentuk kelompok-kelompok lebih kecil. Yang perlu
diperhatikan ialah para siswa dapat melibatkan dirinya untuk ikut berpartisipasi secara aktif
di dalam forum diskusi kelompok.
b) Tujuan
Dalam pelaksanaan bimbingan kelompok, diskusi kelompok tidak hanya untuk
memecahkan masalah, melainkan juga untuk mencerahkan suatu persoalan serta untuk
pengembangan pribadi. Dinkmeyer dan Muro menyebutkan tiga macam tujuan diskusi
kelompok yaitu (1) untuk mengembangkan pengertian terhadap diri sendiri; (2)
mengembangkan kesadaran tentang diri (self) dan orang lain; (3) mengembangkan pandangan
baru mengenai hubungan antara manusia (Romlah, 2006).
Diskusi kelompok dapat dikatakan sebagai jantungnya bimbingan kelompok karena
hampir semua teknik bimbingan kelompok menggunakan diskusi sebagai cara kerjanya,
misalnya permainan peranan, karya wisata, permainan simulasi, pemecahan masalah,
homeroom, dan pemahaman diri melalui proses kelompok.
c) Tipe Diskusi Kelompok
Diskusi Kelompok dapat dilakukan dengan beberapa bentuk. Penggunaan model atau
bentuk dari diskusi kelompok disesuaikan dengan kebutuhan dari tema dan bentuk kelompok
yang ada. Beberapa bentuk atau tipe diskusi kelompok dapat dijelaskan sebagai berikut.
1) The social problem meeting
Para siswa berbincang-bincang memecahkan masalah sosial di kelasnya atau di sekolahnya
dengan harapan setiap siswa akan merasa terpanggil untuk mempelajari dan bertingkah
laku sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku. Sebagai contoh: diskusi persoalan
komunikasi efektif antar siswa dan guru
2) The open-ended meeting
Para siswa berbincang-bincang mengenai masalah apa saja yang hubungannya dengan
kehidupan mereka sehari-hari dengan kehidupan mereka di sekolah dengan sesuatu yang
terjadi di lingkungan sekitar mereka. Sebagai contoh: tema diskusi persoalan korupsi dan
solusinya
3) The educational-diagnosis meeting
Para siswa berbincang-bincang mengenai pelajaran di kelas dengan maksud untuk saling
mengoreksi pemahaman mereka atas pelajaran yang telah diterima agar masing-masing
anggota memperoleh pemahaman yang baik/benar. Sebagai contoh: diskusi soal penerapan
ilmu matematika dalam berkehidupan di masyarakat
Selain bentuk-bentuk atau tipe diskusi kelompok di atas tipe kelompok diskusi juga
dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bentuk lain. Sebagaimana Sukardi & Kusmawati
(2008) membagi tipe kelompok diskusi berdasarkan tujuan-tujuan tertentu sebagaimana
berikut.
1) Dilihat dari jumlah anggota
Jika dilihat dari jumlah anggota, diskusi kelompok berbentuk kelompok besar dan
kelompok kecil. Kelompok besar berjumlah 20 orang atau lebih. Sedangkan kelompok
kecil berjumlah kurang dari 20 orang, biasanya sekitar 2-12 orang.
2) Dilihat dari pembentukan
Jika dilihat dari pembentukannya, diskusi kelompok berbentuk formal dan informal. Dalam
bentuk formal, proses pembentukannya sengaja untuk dibentuk suatu diskusi kelompok.
Sedangkan yang informal, proses terbentuknya diskusi secara spontan dan tanpa
direncanakan.
3) Dilihat dari tujuan
Jika dilihat dari tujuan diskusi kelompok ada dua macam yaitu pemecahan masalah dan
terapi anggota. Pemecahan masalah memiliki ciri utama menekankan pada hasil diskusi,
sedangkan terapi anggota menekankan pada proses diskusi.
4) Dilihat dari waktu diskusi
Jika dilihat dari waktu dalam diskusi, diskusi kelompok ada dua bentuknya, marathon dan
singkat/regular. Marathon dilakukan secara terus menerus tanpa jeda waktu selama 5-12
jam, sedangkan singkat atau regular dilakukan 1-2 jam dan dilakukan secara berulang-
ulang.
5) Dilihat dari masalah yang dibahas
Jika dilihat dari masalah yang dibahas, diskusi kelompok ada dua macam yaitu sederhana
dan kompleks/rumit. Sederhana mempunyai ciri utama masalah yang dipecahkan relatif
mudah, sedangkan kompleks/rumit masalah yang dipecahkan cukup sulit.
6) Dilihat dari aktivitas kelompok
Jika dilihat dari aktifitas kelompok, diskusi kelompok ada dua macam, yaitu terpusat pada
pemimpin dan demokratis (terbagi ke semua anggota). Diskusi yang terpusat pada
pemimpin cenderung anggotanya yang kurang aktif akan tetapi pemimpin yang lebih aktif.
Sedangkan demokrasi, anggota dan pemimpin sama-sama aktif dalam memberikan saran
dan pendapat.
d) Prosedur Diskusi Kelompok
Menurut Tatiek Romlah (2006), pelaksanaan diskusi kelompok meliputi tiga langkah
yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian.
1. Perencanaan, meliputi
a. Merumuskan tujuan diskusi
b. Menentukan jenis diskusi (diskusi kelas, kelompok kecil, atau panel)
c. Melihat pengalaman dan perkembangan siswa
d. Memperhitungkan waktu yang tersedia untuk kegiatan diskusi
e. Mengemukakan hasil yang diharapkan dari diskusi, misalnya rangkuman,
kesimpulan atau pemecahan masalah.
2. Pelaksanaan
Fasilitator memberikan tugas yang harus didiskusikan, waktu yang tersedia untuk
mendiskusikan tugas itu dan memberitahu cara melaporkan tugas serta menunjuk
pengamat diskusi apabila diperlukan.
3. Penilaian
Fasilitator meminta pengamat melaporkan hasil pengamatannya, memberikan komentar
mengenai proses diskusi dan membicarakannya dengan kelompok.
2) Sosiodrama
a) Konsep Dasar
Kepribadian seseorang adalah keseluruhan peranan yang diperankannya dalam
kehidupan sehari-hari dalam lingkungan keluarga, masyarakat dan pekerjaan. seseorang
dikatakan mempunyai penyesuaian diri yang baik apabila ia dapat berperilaku sesuai dengan
perananan yang dimilikinya baik sebgai individu maupun makhluk sosial. Pribadi seorang
individu berkembang melalui proses bagaimana Ia mereaksikan terhadap stimulus-stimulus
dari lua dirinya dan bagaimana melakukan peranannya dalam hubungan dengan perasaan
orang lain dan dari status yang ia terima dalam menghadapi situasi yang berbeda-beda. Hal
inilah yang menjadi salah satu dasar dari berkembangnya konsep bermain peran baik itu
sosiodrama maupun psikodrama.
Bermain peran (role playing) dapat dipahami sebagai dramatisasi tingkah laku untuk
memfasilitasi peserta didik/konseli melakukan dan menafsirkan suatu peran tertentu. Role
playing atau bermain peran adalah metode pembelajaran sebagai bagian dari simulasi yang
diarahkan untuk mengkreasi peristiwa sejarah, mengkreasi peristiwa-peristiwa aktual, atau
kejadian-kejadian yang mungkin muncul pada masa mendatang (Kanti & Sugiyo, 2014).
Menurut pendapat Moreno salah satu faktor penting yang menentukan dalam
permainan peran yang akan menghasilkan perubahan perilaku adalah pengurangan hambatan-
hambatan (Romlah, 2006). Hambatan biasa timbul adalah perasaan takut dikritik, takut
dihukum atau ditertawakan. Permainan peran menyediakan kondisi yang dapat
menghilangkan takut atau cemas karena dalam permaianan peran individu dapat
mengekspresikan dirinya secara bebas tanpa takut kena “sanksi sosial” terhadap perbuatannya.
Siswa akan menyadari dan melakukan perilaku yang sudah jelas dan biasa dilakukan,
menemukan bahwa perilaku itu tidak efektif untuk dilakukan dan mengetahui sebab-sebabnya,
mencoba perilaku baru yang lebih efektif dan akhirnya melaksanakan pola-pola perilaku baru
yang ditemukan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Melalui role playing, siswa dapat
memperoleh pengalaman-pengalaman yang dapat dipraktekkan dalam hal pribadi
danhubungannya dengan sosial, termasuk ketika menghadapi konflik-konflik yang muncul.
Sebagai bagian dari teknik role playing sosiodrama sendiri dipahami sebagai
dramatisasi dari persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam pergaulan dengan orang lain.
Termasuk konflik yang sering dialami dalam pergaulan sosial. Untuk itu digunakan role
playing, yaitu beberapa orang mengisi peranan tertentu dan memainkan suatu adegan tentang
pergaulan sosial yang mengandung persoalan yang harus diselesaikan (Winkel & Hastuti,
2005). Sosiodrama sebagai sebuah permainan peranan digunakan untuk memecahkan masalah
sosial yang timbul dalam hubungan antar manusia. Konflik-konflik atau permasalahan sosial
yang dilakukan dalam konsep drama adalah konflik-konflik yang tidak mendalam dan tidak
menyangkut gangguan kepribadian.
Dari sini dapat dipahami bahwa melalui sosiodrama atau permainan peran ini konseli
atau setiap anggota kelompok akan diajak untuk melakukan serangkaian peran yang
mencerminkan kehidupan nyata atau perilaku-perilaku sosial yang menjadi kepedulian
bersama setiap anggota. Dari peran yang dimainkan dilakukan diskusi dan pembahasan secara
mendalam untuk mendapatkan insight sehingga menjadi bahan pembelajaran sekaligus
refleksi bagi setiap anggota.
b) Tujuan Sosiodrama
Dalam penggunaan teknik sosiodrama terdapat beberapa tujuan dan manfaat yang
dapat diperoleh. Dijelaskan bahwa tujuan metode sosiodrama adalah agar siswa dapat
menghayati dan menghargai perasaan orang lain, dapat belajar bagaimana membagi tanggung
jawab, dapat belajar bagaimana mengambil keputusan dalam situasi kelompok secara spontan,
dan merangsang kelas untuk berfikir dan memecahkan masalah (Kusumaningrum, 2014).
Dari apa yang disampaikan dipahami bahwa sosiodrama tidak hanya mengajarkan konteks
keterampilan sosial pada anggota melainkan nilai sosial psikologi dalam diri. Penggunaan
sosiodrama tidak hanya menegaskan pada tujuan kognisi tetapi lebih kepada nilai atau sikap
afeksi sebagai upaya pengembangan pribadi sekaligus pemecahan masalah serupa yang
mungkin dialami oleh anggota kelompok.
Sedangkan Romlah (2006) menegaskan bahwa sosiodrama merupakan kegiatan yang
bertujuan untuk mendidik atau mendidik kembali dari kegiatan penyembuhan. Terkait dalam
penelitian ini tujuan sosiodrama bertujuan untuk memudahkan siswa dalam memahami etika
bergaul dengan lawan jenis. Selain konsep-konsep yang telah dijelaskan sebelumnya akan
tujuan dari sosiodrama beberapa manfaat yang dapat diperoleh akan penggunaan teknik
sosiodrama dalam konseling antara lain:
1) Membantu peserta didik/konseli memperoleh pemahaman yang tepat tentang
permasalahan sosial yang dialaminya.
2) Dapat mengembangkan keterampilan interaksi sosial yang efektif sehingga diharapkan
nanti tidak canggung menghadapi situasi dalam kehidupan sehari-hari.
3) Menghilangkan perasaan kurang percaya diri dan rendah diri yang tidak sesuai dengan
keadaan diri.
4) Membiasakan diri untuk sanggup menerima dan menghargai orang lain.
c) Prosedur Teknik Sosiodrama
Secara umum tahapan atau prosedur daalam sosiodrama setiap individu akan
memerankan suatu peranan tertentu dalam suatu situasi masalah sosial. Dalam kesempatan
itu, individu akan menghayati secara langsung situasi masalah yang dihadapinya. Kemudian
diadakan diskusi mengenai cara-cara pemecahan masalahnya. Sedangkan menurut Winkel &
Hastuti (2005) menjelaskan secara rinci langkah-langkah metode sosiodrama adalah dengan
urutan (a) Menentukan persoalan, (b) Menentukan para pemeran drama untuk membawa
adegan sesuai dengan situasi, (c) para pemain membawakan adegan secara spontan, (d) para
pemain melaporkan apa yang mereka rasakan selama drama, (e) para penyaksi berdiskusi.
Romlah (2006) menjelaskan pelaksanaan layanan konseling dengan metode
sosiodrama secara umum mengikuti langkah-langkah persiapan, membuat skenario
sosiodrama, menentukan kelompok yang akan memainkan sosiodrama, menentukan
kelompok penonton dan menjelaskan tugasnya, pelaksanaan sosiodrama, evaluasi dan diskusi,
ulangan permainan. Secara lebih detail pembagian tahapan kegiatan dijelaskan sebagai
berikut:
1) Persiapan, yaitu mengemukakan masalah dan tema yang akan disosiodramakan.
Kemudian diadakan tanya jawab untuk memperjelas masalah dan peranan-peranan
yang akan dimainkan.
2) Membuat skenario sosiodrama. Terkait dengan tahap ini, sebelum bermain peran,
Guru Bimbingan dan Konseling telah menyiapkan skenario sosiodrama terlebih
dahulu dan di dalam memainkan peran siswa tidak perlu menghafal naskah,
mempersiapkan diri, dan sebagainya. Siswa hanya melihat judul dan garis besar dari
isi skenarionya berkaitan etika bergaul dengan lawan jenis.
3) Menentukan kelompok yang akan memainkan sosiodrama, sesuai dengan kebutuhan
skenarionya Guru Bimbingan dan Konseling memilih individu yang akan
memegang peran tertentu. Dalam tahap ini, sebelumnya Guru Bimbingan dan
Konseling mengemukakan garis besar dari skenario tersebut. Kemudian memilih
kelompok siswa yang akan memerankan peran, serta mengatur situasi tempat
bersama-sama dengan siswa yang terlibat peran tersebut.
4) Menentukan kelompok penonton dan menjelaskan tugasnya. Kelompok penonton
adalah anggota kelompok lain yang tidak ikut menjadi pemain (apabila ada). Tugas
kelompok penonton adalah untuk mengobservasi pelaksanaan permainan. Hasil
observasi kelompok penonton merupakan bahan diskusi. Selain diperoleh dari
kelompok yang kebetulan tidak bermain, penelituan kelompok penonton atau
kelompok pengamat juga dapat ditunjuk Guru Bimbingan dan Konseling dari luar
anggota kelompok. Ditegaskan bahwa siswa yang tidak ikut memerankan peran atau
kelompok pengamat diminta supaya mendengarkan dan mengikuti dengan teliti
semua pembicaraan, tindakan-tindakan serta keputusan-keputusan yang dilakukan
para pemeran. Setelah pementasan selesai, Guru Bimbingan dan Konseling
mengatur diskusi untuk mengaplikasikan apa yang dilakukan oleh siswa yang
bermain peran sesuai dengan isi skenario.
5) Pelaksanaan sosiodrama. Pemimpin kelompok atau Guru Bimbingan dan Konseling
memberikan kebebasan kepada anggota kelompok yang mendapat peran untuk
melaksanakan peran yang dimainkan. Dalam permainan ini diharapkan terjadi
identifikasi antara pemain maupun penonton dengan peran-peran yang
dimainkannya. Siswa diberi kesempatan untuk mengekspresikan penghayatan
mereka pada saat memainkan peran.
6) Evaluasi dan diskusi. Setelah selesai permainan diadakan diskusi mengenai
pelaksanaan permainan berdasarkan hasil observasi dan tanggapan-tanggapan
penonton. Dalam tahapan ini diskusi diarahkan untuk membicarakan tanggapan
mengenai bagaimana pemain membawakan peranya sesuai ciri-ciri masing-masing
peran, cara memecahkan masalah, dan kesan-kesan pemain dalam memerankan
perannya.
7) Ulangan permainan. Dari hasil diskusi dapat ditentukan apakah perlu diadakan
ulangan permainan atau tidak.
3) Psikodrama
a) Konsep Dasar
Sejak kita kecil kita telah terbiasa dengan bermain dalam dunia kita sendiri. Semisal
saat dahulu anak perempuan sering bermain dengan boneka atau mainan atau saat kita sering
berdandan layaknya orang dewasa. Begitu juga dengan anak laki-laki yang senang bermain
perang-perangan. Konsep drama sebenarnya telah kita kenal jauh lama sebelum masa ini.
Drama yang dimainkan merupakan padangan anak kecil terhadap dunia nyata. Begitulah
pengalaman pribadi diungkapkan dalam drama dan dimainkan oleh orang lain.
Pengalaman-pengalaman melalui drama akan menimbulkan pemahaman serta
kesadaran bahwa pengalaman perseorangan bukanlah suatu milik pribadi yang tidak diketahui
oleh orang lain. Disinilah konsep dasar psikodrama secara mudah dipahami. Psikodrama
memberikan kesempatan bagi orang untuk melihat kehidupan pribadi dengan cara berbeda
setelah kehidupan pribadi itu didramakan dan bahkan diperankan oleh orang lain yang berada
dalam kelompok bersama (Prawitasari, 2011). Hal ini akan membuat pribadi tersebut merasa
bahwa pengalamanya bukanlah sesuatu yang mempribadi tetapi juga pengelaman banyak orang
dan dapat dipahami oleh banyak orang pula.
Psikodrama merupakan permainan peran yang dimaksudkan agar individu yang
bersangkutan dapat memperoleh pengertian lebih tentang dirinya, dapat menemukan konsep
pada dirinya, menyatakan kebutuhan-kebutuhannya, dan menyatakan reaksinya terhadap
tekanan-tekanan terhadap dirinya (Corey, 2012). Psikodrama dipahami sebagai prosedur
penangan yang digunakan sebagai tempat belajar dan saling mendukung di antara anggota
kelompok di bawah bimbingan seorang terapis/Guru Bimbingan dan Konseling. Dalam
aplikasinya seorang terapi juga dapat berperan sebagai suber dukungan bagi anggota kelompok.
Terapi memposisikan dirinya sejajar dengan anggota sebagai mitra dalam upaya yang
dilakukan.
Psikodrama dalam bimbingan kelompok digunakan untuk memecahkan masalah-
masalah psikis yang dialami oleh individu. Dalam teknik ini siswa memerankan suatu peranan
tertentu tentang konflik atau ketegangan dapat dikurangi atau dihindarkan. Dipertegas lebih
jauh dijelaskan bahwa Psikodrama merupakan dramatisasi dari persoalan-persoalan yang
berkaitan dengan gangguan serius dalam kesehatan mental partisipan, sehingga tujuannya ialah
perombakan dalam struktur kepribadian seseorang. Psikodrama bersifat kegiatan terapi dan
ditangani oleh seorang ahli psikoterapi (Winkel & Hastuti, 2005).
Pelaksanaan psikodrama tersebut membutuhkan latar atau panggung yang bebas dari
paksaan dan batasan kehidupan sehari-hari sehingga, pada saat yang sama, memberikan
keamanan bagi ekspresi diri dan eksplorasi. Hal ini biasanya dilakukan oleh kelompok terapi
yang juga melibatkan pengaturan adegan sehingga individu juga berusaha menciptakan atau
menciptakan kembali suasana fisik dan emosional yang dikehendaki, tindakan menjadi
berubah. Tindakan yang terjadi disitu adalah berpusat pada masa kini (present centered)
berubah menjadi disini dan kini, dan seolah-olah berlangsung untuk pertama kali.
Panduan Operasional Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling Sekolah Menengah
Atas tahun 2016 menyebutkan bahwa Psikodrama merupakan upaya memfasilitasi peserta
didik/konseli memperoleh pengertian yang lebih baik tentang dirinya sendiri, menemukan
konsep diri, menyatakan kebutuhan, dan menyatakan reaksi terhadap tekanan diri melalui
penghayatan situasi dramatis yang diperankannya.
b) Tujuan Psikodrama
Tujuan psikodrama adalah membantu peserta didik/konseli memperoleh pengertian
yang baik tentang diri sendiri sehingga dapat menemukan konsep diri, kebutuhan-kebutuhan,
dan reaksi-reaksi yang tepat terhadap tekanan yang dialaminya.
c) Komponen dalam Psikodrama
Metode psikodrama terdiri dari beberapa komponen pokok, yaitu: panggung permainan,
pimpinan permainan (director), pemeran utama atau individu yang menjadi pusat psikodrama
(protagonist), individu-individu yang membantu pemimpin psikodrama dan pemeran utama
dalam pelaksanaan psikodrama (auxiliary egos), dan penonton (Haskell dalam Romlah, 2006).
Berikut adalah penjelasan mengenai psikodrama:
(1)Panggung permainan
Penggung permainan mewakili ruang hidup peran utama psikodrama. Panggung atau
tempat permainan hendaknya cukup luas untuk memberi ruang gerak yang cukup bagi
pemeran utama, pemimpin, dan individu-individu lain yang berperan dalam psikodrama
tersebut. Tempat permainan harus merupakan tiruan atau paling tidak secara simbolis
mewakili adegan-adegan yang diuraikan klien. Apabila tidak ada panggung, sebagian
ruangan dapat dijadikan panggung asal diberi batas yang jelas, dan para pemegang peran
keluar masuk tempat itu.
(2)Pemimpin psikodrama (Director)
Pemimpin psikodrama mempunyai 3 peranan, yaitu sebagai produser,
katalisator/fasilitator, dan pengamat atau penganalisis. Pemimpin membantu pemilihan
pemegang peran utama, dan kemudian menentukan teknik psikodrama yang mana yang
paling tepat untuk mengekplorasi masalah individu tersebut merencanakan pelaksanaannya,
menyiapkan situasi yang tepat, dan memperhatikan dengan cermat perilaku pemain utama
selama psikodrama berlangsung.
Dalam usaha bimbingan, director dalam psikodrama ini tidak mesti mereka yang ahli
persutradaraan. Mungkin bisa menggunakan naskah atau cerita karya orang lain untuk
didramakan.
Pemimpin kelompok juga harus mempunyai keberanian. Sebab teknik-teknik yang
digunakan mengandung beberapa resiko yang kadang-kadang belum diketahui. Ia harus
mempunyai keberanian untuk mencoba teknik-teknik yang diperkirakan mempunyai
pengaruh yang kuat pada anggota kelompok.
Seorang pemimpin harus mempunyai karisma, ia harus mempunyai antusiasme dan
spontanitas. Dengan menggunakan karismanya, seorang pemimpin harus mampu mendorong
anggota-anggota kelompoknya untuk dapat mengontrol dan berani menanggung resiko
dalam mencoba perilaku baru. Seorang pemimpin harus mempunyai kepercayaan kepada diri
sendiri, pengetahuan mengenai diri sendiri, dan pengalaman klinis.
(3)Peran utama (Protagonis)
Pemegang peran utama adalah individu yang dipilih oleh kelompok danpemimpin
kelompok untuk memerankan kembali kejadian penting yang dialami mulai dari kejadian
waktu lampau, apa yang terjadi sekarang, dan situasi yang diperkirakan atau terjadi. Dalam
psikodrama protagonis didorong untuk memerankan lakon seperti keadaan yang pernah atau
akan dialami.
Pola drama yang akan dimainkan harus mengandung atau berhubungan dengan kasus
yang dialami oleh klien, dimana dalam pelaksanaanya terdapat situasi-situasi yang
menimbulkan kekecewaan, ketakutan, kesusahan, kegembiraan, yang semua itu di atur dan
diarahkan oleh seorang director atau pembimbing. Pemeran utama berkewajiban mengajar
pemain lain yang terpilih bagaimana mereka harus membawakan perannya.
Pemimpin kelompok dapat memberikan saran-saran bagaimana sekenario masalah
dimainkan, tetapi pemeran utamalah yang menentukan apakah ia akan mengikuti saran
tersebut atau tidak. Pada akhir psikodrama, pemimpin dan pemeran utama dapat
menyarankan peran yang berbeda terhadap adegan yang sama untuk melihat apakah pemeran
utama dapat bereaksi lebih efektif.
Konsep dasar pendapat Moreno adalah bahwa pemain utama merupakan alat dari
kelompok. Apa yang di perankannya bersama dengan pemeran lainnya merupakan wakil
masalah kelompok. Dengan demikian psikodrama lebih merupakan proses kelompok
daripada hanya alat untuk menyembuhkan individu melalui kelompok.
(4)Pemeran pembantu (Auxiliary)
Pemeran pembantu atau pembantu terapis adalah siapa saja dalam kelompok yang
membantu pemimpin kelompok dan pemeran utama dalam produksi psikodrama. Fungsi
pemeran pembantu adalah mendorong pemeran utama agar terlibat secara mendalam ke hal-
hal yang terjadi saat ini. Dengan bantuan yang efektif dari pembantu terapis, psikodrama
dapat menjadi alat yang efektif untuk mengubah perilaku.
(5)Penonton
Penonton dalam psikodrama adalah anggota-anggota kelompok yang tidak menjadi
pemeran utama atau peran pembantu. Penonton memberikan dukungan yang sangat bernilai
dan memberikan balikan kepada pemeran utama. Setelah permainan selesai diadakan diskusi,
dan penonton diminta reaksinya secara spontan mengenai apa yang dilihatnya dan
memberikan pandangan dan sumbangan pikiran. Berbagai reaksi dan sumbangan dari
penonton tersebut akan membantu pemeran utama memahami akibat perilakunya terhadap
orang lain. Dengan demikian proses pengujian kenyataan telah berlangsung.
d) Prosedur Teknik Psikodrama
Prosedur khusus dalam psikodrama diberikan untuk mendukung perkembangan
ekspresi, kesadaran, pengetahuan, akan akibat perilaku seseorang tehadap perubahan perilaku
yang diinginkan. Beberapa prosedur yang umum digunakan adalah role presentation, role
reversal, soliloquy, aside, doubling, amplifying, mirror dan modelling (Prawitasari, 2011).
Role presentation atau penyajian peran dilakukan dengan cara mengenalkan peran
sederhana yang merupakan representasi dari kehidupan sehari-hari yang dilakukan oleh konseli.
Selain itu hal ini dapat dilakukan dengan cara melakukan secara simbolik akan aspek-aspek
pribadi (intrapersonal) atau interpersonal secara dramatisir untuk dapat melihat dari sudut
pandang berbeda. Berbeda dengan role reversal, konseli diajak untuk dihadapkan cara menukar
peran dengan orang lain untuk melihat konflik dan aspek-aspek yang muncul melalui kaca mata
yang berbeda.
Dalam soliloquy, individu yang berperan sebagai protagonis berlaku berpura-pura
sendiri dan tidak seorangpun mendengarkannya walaupun sudah dinyatakan dengan keras.
Soliloquy sendiri adalah istilah untuk seseorang yang berbicara tentang apa yang dia pikirkan,
tanpa atau seolah-olah tidak ada yang mendengarkan. Biasanya terjadi di dalam drama dan
teater serta dikenal dengan istilah monolog. Prosedur ini digunakan Guru Bimbingan dan
Konseling atau terapis sebagai sutradara untuk melihat ketidak selarasan atau selarasnya antara
perkataan dengan perilaku yang terwujud. Sedangkan aside adalah membolehkan protagonis
untuk menyuarakan perasaan dan atau pikirannya yang seakan tidak tepat kalau diucapkan
dengan keras pada kehidupan asli. Dalam bahasa sederhana kita sehari-hari sering kali
memikirkan sesuatu tetapi tidak disampaikan, aside merasionalkan hal itu untuk diutarakan saat
psikodrama.
Doubling merupakan sisi lain dari protagonis, dalam konsep ini para pemeran
pendukung atau pembantu menyatu dengan protagonis dengan menirukan gerakan dan
perkataan layaknya protagonis (double protagonis). Dalam hal ini double adalah terapis
pendukung bagi protagonis untuk sadar sepenuhnya dalam mengekspresikan dirinya.
Sedangkan amplifying seperti halnya namanya pelantangan maka peranya adalah menyuarakan
secara keras atau lantang tentang apa yang disampaikan oleh protagonis sebagai konsep yang
sederhana dari double. Hal ini sangat berguna bagi pemalu dalam kelompok.
Cermin atau mirror adalah suatu metode umpan balik supaya konseli melihat refleksi
dirinya. Cermin bersifat pengulangan dan berfungsi bagi konseli untuk melihat kembali apa
yang sudah dilakukan dan melihat secara lebih obyektif terhadap perilakunya. Modelling dalam
aplikasinya adalah bentuk permodelan atau demontrasi alternatif oleh anggota kelompok bagi
konseli. Modelling disini tidak bertujuan untuk mengajari secara langsung konseli tentang apa
yang harus dilakukan. Model lebih kepada upaya menyajikan wawasan atau bentuk perilaku
lain yang ada dalam kontek yang sama sebagai pengalaman baru dari sudut pandang yang
berbeda.
Dalam pendapat yang lain secara proseduratif Romlah (2006) menjelaskan pelaksanaan
psikodrama terdiri melalui tiga tahap, yaitu: tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap
diskusi atau tahap berbagi pendapat dan perassaan. Berikut ini adalah uraian mengenai langkah-
langkah pelaksanaan psikodrama:
a. Tahap Persiapan
Tahap persiapan dilakukan untuk memotivasi anggota kelompok agar mereka siap
berpartisipasi secara efektif dalam permainan, menentukan tujuan-tujuan permainan, dan
menciptakan perasaan aman dan saling percaya dalam kelompok. Cara yang dapat dipakai
untuk menyiapkan kelompok adalah:
1) Pemimpin kelompok memberikan uraian singkat mengenai hakikat dan tujuan
psikodrama, dan anggota kelompok diminta untuk mengajukan pertanyaan bila ada hal-
hal yang belum jelas.
2) Pemimpin kelompok mewawancarai tiga anggota kelompok secara singkat dalam situasi
kelompok.
3) Anggota kelomppok membentuk kelompok-kelompok kecil dan diberi waktu beberapa
menit untuk membicarakan konflik-konflik yang pernah mereka alami yang ingin
mereka kemukakan dalam permnainan psikodrama.
Selain cara-cara yang berstruktur, tahap persiapan dapat dilakukan dengan
menanyakan kepada kelompok siapa yang dengan suka rela ingin mengungkapkan
masalahnya untuk dipsikodramakan. Teknik apapun yang dipakai, yang penting adalah
bahwa anggota kelompok mengetahui bahwa mereka aman dan tidak akan dipaksa untuk
memainkan masalahnya. Yang terpenting dalam tahap ini pemimpin kelompok dapat
menciptakan suasana yang dapat mendorong spontanitas.
b. Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan terdiri dari kegiatan dimana pemain utama dan pemain pembantu
memperagakan permainannya. Dengan bantuan pemimpin kelompok dan anggota
kelompok yang lain pemeran utama memperagakan masalahnya. Satu kejadian dapat di
peragakan dalam beberapa adegan. Adegan-adegan yang dibuat berdasarkan masalah-
masalah yang diungkapkan pemeran utaman. Psikodrama biasanya berkembang dari hal-hal
yang bersifat permukaan ke arah hal-hal yang lebih mendalam dan merupakan sumber
masalah klien. Lama pelaksanaan psikodrama berbeda-beda bergantung pada penilaian
pemimpin kelompok terhadap tingkat keterlibatan emosional pemain utama dan anggota-
anggota kelompok yang lain.
c. Tahap Diskusi
Dalam tahap diskusi atau tahap bertukar pendapat dan kesan, para anggota kelompok
diminta untuk memberikan tanggapan dan sumbangan pikiran terhadap permainana yang
dilakukan oleh pemeran utama. Peranan pemimpin kelompok dalam tahap ini adalah
memimpin diskusi dan mendorong agar sebanyak mungkin anggota kelompok memberikan
balikannya.
Tahap diskusi ini penting karena merupakan rangkaian proses perubahan perilaku
pemeran utama kearah keseimbangan pribadi. Menurut Blatner terdapat tiga cara dalam
proses pencapaian keseimbangan pribadi pemeran utama, yaitu: mengembangkan
pemahaman dan penguasaan terhadap konflik dan masalah yang dihadapi, memperoleh
dukungan dan balikan dari kelompok, dan mengadakan latihan perubahan perilaku baru
(Romlah, 2006).
4) Homeroom
a) Konsep Dasar
Menurut Pietrofesa, dkk. (1980) dalam Romlah (2006) teknik penciptaan suasana
kekeluargaan (homeroom) adalah teknik untuk mengadakan pertemuan dengan sekelompok
siswa di luar jam-jam pelajaran dalam suasana kekeluargaan, dan dipimpin oleh guru atau
Guru Bimbingan dan Konseling. Dalam hal ini yang ditekankan adalah terciptanya suasana
yang penuh kekeluargaan seperti suasana di rumah yang menyenangkan dan akrab, sehingga
siswa merasa aman dan diharapkan siswa bersedia mengungkapkan masalahnya yang tidak
dapat diungkapkan di kelas pada waktu jam pelajaran bidang studi.
Homeroom dipahami pula sebagai suatu program kegiatan yang dilakukan dengan
tujuan agar guru dapat lebih mengenal murid-muridnya lebih baik, sehingga dapat
membantunya secara efisien (Djumhur & Surya, 1975). Mugiarso (2004) mendefinisikan
homeroom sebagai teknik bimbingan kelompok yang bertujuan agar guru atau petugas
bimbingan dapat mengenal murid-murid secara lebih tepat sehingga dapat membantunya
secara lebih efektif. Dalam bahasan yang sederhana homeroom dapat kita pahami sebagai
suatu program pembimbingan siswa dengan cara menciptakan situasi atau hubungan bersifat
kekeluargaan.
Dari berbagai karakteristik di atas, dapat disimpulkan bahwa homeroom merupakan
salah satu teknik dalam bimbingan kelompok yang dilakukan oleh guru atau guru pembimbing
dan siswanya dengan menciptakan suasana kekeluargaan yang bertujuan untuk mengenal
lebih dekat siswanya sehingga dapat membantunya menjadi lebih efektif.
b) Tujuan Teknik Homeroom
Ditegaskan bahwa kegiatan homeroom dilakukan dengan tujuan agar guru dapat
mengenal murid-muridnya lebih baik, sehingga dapat membantunya secara efisien (Djumhur
& Surya, 1975). Ditinjau dari pelaksanaan program bimbingan, kegiatan homeroom
mempunyai dua fungsi yaitu menyediakan program bimbingan yang sistematis dan
merupakan suatu proses penyaringan yang efektif terhadap siswa-siswa yang mempunyai
masalah yang lebih mendalam yang perlu dikirim ke Guru Bimbingan dan Konseling
(Romlah, 2006). Berhubung kegiatan homeroom ini erat kaitannya dengan suasana
kekeluargaan maka kondisi kekeluargaan ini sifatnya bebas dan menyenangkan untuk siswa
sehingga dengan begitu siswa akan mampu bersosialisasi dan terbuka dengan orang lain.
Suasana bebas tanpa tekanan memungkinkan murid-murid untuk melepaskan
perasaannya dan mengutarakan pendapatnya yang tidak mungkin tercetuskan dalam
pertemuan-pertemuan formal. Selain itu juga homeroom ini membantu siswa untuk
menghadapi dan mengatasi masalahnya. Sementara itu, Djumhur & Surya (1975) menyatakan
dalam program homeroom ini hendaknya diciptakan suatu situasi yang bebas dan
menyenangkan, sehingga murid-murid dapat mengutarakan perasaannya seperti di rumah.
Berhubung homeroom merupakan salah satu teknik dalam bimbingan kelompok, maka
fungsi utama dari homeroom ini yaitu untuk meningkatkan kemampuan komunikasi dan
sosialisasi murid. Apalagi bila guru atau guru pembimbing mampu menciptakan suasana yang
menyenangkan, maka situasi tersebut akan membuat siswa lebih terbuka dalam
mengungkapkan masalahnya seperti di rumah.
Lebih jauh berikut disajikan tujuan dari penggunaan teknik homeroom pada aplikasi
pelayanan konseling secara umum, antara lain:
a. Menjadikan peserta didik akrab dengan lingkungan baru
b. Untuk memahami diri sendiri (mampu menerima kekurangan dan kelebihan diri
sendiri) dan memahami orang lain dengan (lebih) baik
c. Untuk berpartisipasi dalam kegiatan kelompok
d. Untuk mengembangkan sikap positif dan kebiasaan belajar
e. Untuk menjaga hubungan sehat dengan orang lain
f. Untuk mengembangkan minat dan keterlibatan dalam kegiatan ekstrakurikuler
g. Untuk membantu peserta didik dalam memilih bidang spesialisasi
h. Sadar akan kepentingan sendiri
Dari berbagai pendapat di atas tentang tujuan homeroom, dapat disimpulkan bahwa
tujuan homeroom antara lain:
a. Membantu mengatasi masalah siswa
b. Mengakrabkan siswa dengan situasi baru
c. Memahami diri dan menghargai pendapat orang lain
d. Melatih sosialisasi dan komunikasi dalam kelompok
e. Mengembangkan minat siswa
c) Prosedur Teknik Homeroom
Menurut Djumhur & Surya (1975) dalam kesempatan homeroom itu diadakan tanya
jawab, merencanakan suatu kegiatan, menampung pendapat, dan sebagainya. Pada kegiatan
homeroom dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok besar (antara 25-30 orang) dan
kelompok kecil (antara 5-10 orang). Homeroom dilaksanakan berdasarkan suatu jadwal
tertentu dalam ruang-ruang yang telah ditentukan. Kegiatan homeroom dilakukan dalam suatu
situasi dan suasana yang bebas serta menyenangkan. Program homeroom dilakukan secara
periodik dapat pula secara insidental sesuai dengan kebutuhan.
Menurut Romlah (2006) pelaksanaan homeroom dapat pula dilakukan oleh guru, akan
tetapi guru tersebut perlu mendapat latihan khusus agar dapat melaksanakannya dengan baik.
Guru perlu dilatih keterampilan bimbingan tentang cara menciptakan lingkungan yang
menyenangkan dan suasa yang bersahabat agar siswa dapat lebih terbuka dalam
mengungkapkan perasaannya. Guru juga harus mempunyai minat dan motivasi untuk
membantu siswa, peka terhadap reaksi siswa, menjadi pengamat dan pendengar yang terlatih
dan memberikan respon yang membantu siswa. Latihan ketrampilan untuk guru yang akan
membantu pelaksanaan homeroom dapat dilakukan oleh Guru Bimbingan dan Konseling
sekolah yang telah mendapat pendidikan khusus. Materi yang diberikan saat latihan misalnya
mendengarkan secara aktif, cara merespon perasaan, dinamika kelompok, cara merespon
terhadap ungkapan non verbal, cara menggunakan teknik reinforcement secara sistematis dan
sebagainnya.
Hal-hal yang dibicarakan dalam kegiatan homeroom antara lain pemilihan lanjutan
sekolah, pembagian kerja dalam kegiatan kelompok, pemilihan pekerjaan, penggunaan waktu
senggang, perencanaan masa depan, dan hal lain yang dikemukakan siswa. Waktu
pelaksanaan kegiatan dapat dijadwalkan satu minggu satu kali pertemuan atau dua minggu
satu kali satu jam pelajaran dan didiskusikan dengan kepala sekolah serta guru-guru lain atau
menggunakan jam pelajaran yang kosong.
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa secara umum teknik pelaksanaan
homeroom yaitu:
1. Menentukan jenis kelompok (kelompok besar dan kelompok kecil).
2. Membuat jadwal dan menentukan tempatnya.
3. Pelaksanaan kegiatan homeroom. Kegiatan homeroom dilaksanakan dalam suasana
yang menyenangkan, agar bisa membantu siswa dalam mengembangkan wawasannya
dan mengembangkan kemampuan bersosialisasinya. Karena homeroom dapat bersifat
preventif, kuratif dan korektif.
f. Etik dalam Bimbingan Kelompok
Pesoalan etik merupakan standar tingkah laku atau nilai yang diterapkan sebagai pedoman
dalam menjalankan tugas dan atau wewenangnya. Etik dalam pelayanan bimbingan kelompok
merukapan standar yang berkaitan dengan tata pelaksanaan layanan, pemimpin kelompok serta
anggota kelompok.
Beberapa kode etik secara lebih rinci telah jelaskan secara detail dalam buku kode etik
pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling indonesia (ABKIN, 2006). Setidaknya terdapat
beberap hal yang cukup penting untuk dipahami oleh Guru Bimbingan dan Konseling.
a. Hubungan Konselor dan Konseli
Guru Bimbingan dan Konseling mendorang pertumbuhan dan perkembangan konseli
melalui cara yang dapat meningkatkan minat dan kesejahteraan serta menungkatkan
pembentukan hubungan yang sehat. Guru Bimbingan dan Konseling berupaya secara aktif
utuk memahami perbedaan latar belakang kultural dari konseli yang mereka layani. Guru
Bimbingan dan Konseling juga mengeksplorasi identitas kultural sendiri dan begaimana hal-
hal tersebut dapat mempengaruhi nilai dan keyakinan mereka tentang proses pelayanan
tersebut.
Relasi seorang Guru Bimbingan dan Konseling dengan konseli ada untuk keuntungan
konseli dan bukan untuk keuntungan Guru Bimbingan dan Konseling. Seorang Guru
Bimbingan dan Konseling harus terus menerus bertanya pada dirinya sendiri “Kebutuhan
siapakah yang terpenuhi dalam hubungan ini, kebutuhan konseli atau kebutuhan saya?”.
Sehubungan dengan hal ini ada transimisi dari nilai-nilai pribadi yang tidak dapat dihindari
dalam suatu hubungan teraputik yang dekat. Tetapi yang merupakan isu dasar adalah
bagaimana supaya konseli mengambil manfaat dari hal ini tanpa melupakan kerentanan
konseli.
b. Kepemimpinan kelompok
Mempraktikkan kode etik membutuhkan kesadaran, secara personal maupun
profesional. Integritas adalah aset kunci untuk menjadi praktisi kode etis. Begitu juga dengan
penerapan kode etik dalam konseling kelompok, meskipun kelompok memiliki kekuatan
menyembuhkan yang unik yang dapat digunakan dalam mengubah serta mengembangkan
diri, kelompok juga memeiliki potensi untuk menjadikan masalah menjadi lebih buruk.
Sebagai Guru Bimbingan dan Konseling kelompok kemampuan, gaya, karakter,dan
kompetensi pemimpin kelompok dalam kelompok adalah suatu hal yang penting untuk
memberikan kontribusi dari kualitas hasil dari kelompok yang dipimpin. Beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam hal ini antara lain.
1) Pimpinan kelompok seharusnya mempunyai kode etik yang diterima secara umum.
2) Pimpinan kelompok seharusnya mempunyai bukti telah mengikuti pelatihan yang setaraf
dengan praktek kelompok.
3) Pimpinan kelompok seharusnya mempunyai bukti bahwa kepemimpinannya efektif ( data
pasca pelatihan dantindak lanjut setiap anggota menunjukkan bahwa mereka telah
mendapat keuntungan menjadi anggotapimpinan kelompok tersebut).
4) Pimpinan kelompok seharusnya mempunyai model konseptual yang baik untuk
menjelaskan perubahan-perubahan tingkah laku.
5) Pimpinan kelompok seharusnya mempunyai sertifikat-sertifikat, surat ijin surat ijin dan
bukti kualifikasi lainnya yang di perlukan yang secara umum diterima oleh disiplin
ilmunya.
6) Pimpinan kelompok yang tidak mempunyai surat mandat kerja (profesional credentials)
seharusnya melaksanakan tugas di bawah pengawasan (supervisi) seseorang yang
berkualitas dalam bidang kerja tersebut.
7) Pimpinan kelompok seharusnya menghadiri / mengikuti kursus – kursus penyegaran
kembali , lokakarya dan sebagainya untuk meningkatkan keterampilan dan keahliannya
serta mendapatkan evaluasi dari orang lain tentang keterampilan dan kerjanya.
8) Pimpinan kelompok seharusnya mempunyai serangkaian aturan dasar yang jelas yang
menuntunnya dalam melaksanakan tugas kepemimpinan.
9) Pimpinan kelompok seharusnya paham benar akan undang-undang dan hukum-hukum
yang menagtur segala yang bersifat rahasia dan mengetahui situasi dan kondisi yang mana
rahasia-rahasia tersebut harus di bocorkan.
10) Pimpinan kelompok seharusnya tidak memihak salah satu anggota yang mempunyai
hubungan yang tidak baik dengan anggota lainya.
11) Pimpinan kelompok seharusnya mempunyai pemahaman yang jelas , yang di
kembangkan dari literatur-literatur hukum dan kerja, tentang hak-hak klien dan
seharusnya mengetahui bagaimana klien-klien tersebut bisa di lindungi. Pimpinan
seharusnya melindungi anggota dari ancaman-ancaman fisik, intimidasi, cercaan dan
tekanan teman sejawat.
12) Pimpinan kelompok seharusnya mengetahui permintaan dan harapan lembaga dimana
kelompok tersebut berada dengan memperhatikan loyalitas dan kerahasiaan.
13) Pimpinan kelompok seharusnya mempunyai rencana yang jelas untuk identifikasi dan
intervensi dengan para pasien yang berbahaya dan berusaha bunuh diri yang memenuhi
syarat – syarat hukum.
(Wibowo, 2005)
c. Anggota Kelompok
1) Penyaringan
Guru Bimbingan dan Konseling menyaring peserta konseling/bimbimngan kelompok
yang prospektif. Dalam kisaran yang paling memungkinkan Guru Bimbingan dan Konseling
memilih anggota-anggota sesuai dengan kebutuhan dan tujuannya kompatibel dengan tujuan
kelompok. Hal ini agar tidak menghambat proses kelompok dan yang tidak terganggu oleh
pengalaman kelompok tersebut.
Guru Bimbingan dan Konseling saat akan memberikan pelayanan kepada dua orang
atau lebih yang mempunyai hubungan, Guru Bimbingan dan Konseling hendaknya
mengklarifikasi sejak awal siapa yang akan menjadi konseli dan sifat hubungan konseling
yang dijalani. Jika diklarifikasi bahwa Guru Bimbingan dan Konseling akan masuk dalam
peran yang berpotensi konflik maka Guru Bimbingan dan Konseling dapat mengklarifikasi
atau mundur dari peran tersebut.
Ketika Guru Bimbingan dan Konseling hendak malakukan perekrutan anggota dengan
cara periklanan maka Guru Bimbingan dan Konseling memaparkan kualifikasinya dengan
cara yang tepat, tidak memalsukan, merancukan, menipu ataupun berlaku tidak jujur.
d. Kerahasiaan
Guru Bimbingan dan Konseling mengakui bahwa kepercayaan adalah batu fondasi
dalam hubungan konseling. Guru Bimbingan dan Konseling berusaha mendapatkan
kepercayaan konseli dengan menciptakan kemitraan yang berkelanjutan. Membangun dan
mematuhi batasan-batasan yang tepat dan menjaga kerahasiaan. Guru Bimbingan dan
Konseling mengkomunikasikan parameter kerahasiaan dalam suatu pola yang kompeten
secara kultural serta menghormati hak-hak konseli.
Dalam konseling kelompok Guru Bimbingan dan Konseling menjalaskan pentingnya
kerahasiaan dan parameter kerahasiaan untuk kelompok tertentu yang terkait disini. Guru
Bimbingan dan Konseling juga perlu mendiskusikan informasi rahasia dalam lingkungan di
mana Guru Bimbingan dan Konseling dapat menjadi privasi konseli. Guru Bimbingan dan
Konseling juga hanya mengungkapkan informasi kepada pihak ketiga hanya jika konseli telah
memberikan ijin.
e. Penghentian dan tindak lanjut
Kritik utama tentang penghentian tindak lanjut dalam penanganan konseling
kelompok adalah penghentian dalam jangka pendek dan tidak ada tindak lanjut yang di
berikan. Situasi ini seringkali terjadi apabila pimpinan kelompok berasal dari luar kota yang
sedang memberi pelatihan atau terapi pada suatu lokakarya.
4. Forum Diskusi
Petama, dalam kegiatan bimbingan kelompok melibatkan keaktifan siswa dan peran konselor
sebagai pemimpin kelompok. Dipahami bahwa terdapat perbedaan fungsi pemimpin kelompok
dalam layanan bimbingan kelompok maupun konseling kelompok. Apakah dimungkinkan terjadi
perubahan fungsi pada layanan sesi berikutnya!
Kedua, ada 4 teknik bimbingan kelompok yang diuraikan di dalam modul ini yaitu diskusi
kelompok, sosiodrama, psikodrama, dan home room. Pada hakekatnya tehnik diskusi kelompok
itu merupakan teknik utama semua teknik bimbingan. Bagaimana menurut pandangan bapak/ibu!
C. Penutup
1. Rangkuman
Bimbingan kelompok merupakan suatu proses yang mana Guru Bimbingan dan Konseling
terlibat dalam hubungan dengan sejumlah klien pada waktu yang sama. Bimbingan kelompok
memanfaatkan dinamika kelompok untuk membahas berbagai hal yang berguna bagi
pengembangan pribadi dan/atau pengentasan masalah individu yang menjadi peserta.
Tujuan umum bimbingan kelompok untuk pengembangan kemampuan sosialisasi terutama
berkomunikasi. Sedangkan tujuan khusus bimbingan kelompok adalah pengembangan perasaan,
pikiran, persepsi, wawasan, dan sikap dalam komunikasi verbal maupun nonverbal.
Kerahasiaan, kesukarelaan, dan keputusan diambil oleh klien sendiri merupakan tiga etika
dasar konseling (Munro,Matchei dan Small). Pada layanan bimbingan kelompok ketiga etika
itupun diterapkan. Media dalam bimbingan dan konseling kelompok adalah terwujudnya dinamika
kelompok yang merupakan sinergi dari semua faktor yang ada dalam suatu kelompok; artinya
merupakan pengerahan secara serentak semua faktor yang dapat digerakkan dalam kelompok itu.
Dinamika dimaknai juga sebagai suatu metoda dan proses yang bertujuan meningkatkan nilai-nilai
kerjasama kelompok. Artinya metoda dan proses dinamika kelompok ini berusaha menumbuhkan
dan membangun kelompok, yang semula terdiri dari kumpulan individu-individu yang belum
saling mengenal satu sama lain, menjadi satu kesatuan kelompok dengan satu tujuan, satu norma
dan satu cara pencapaian berusaha yang disepakati bersama.
Peranan pemimpin disesuaikan dengan sifat dan tujuan kelompok itu. Setiap pemimpin
kelompok (dalam hal ini Guru Bimbingan dan Konseling) harus menguasai dan mengembangkan
kemampuan (keterampilan dan sikap yang memadai untuk terselenggaranya proses kegiatan
kelompok secara efektif). Pemimpin kelompok harus terus menerus mengikuti perkembangan
kelompok itu dan mengetahui secara tepat tingkat kesiapan anggota-anggota kelompok. Di
samping itu pemimpin kelompok berkewajiban mendengarkan secara aktif segenap apa yang
diutarakan oleh anggota kelompok dan menangkap dengan baik bagaimana anggota itu
memandang dirinya sendiri. Hal itu semua dapat menjadi bahan yang amat penting bagi pemimpin
kelompok dalam menjalankan fungsi dan peranannya. Dengan kata lain seorang pemimpin
kelompok tidaknya hanya membutuhkan keterampilan melainkan juga kepribadian atau karakter
yang berkualitas guna memenuhi tanggungjaawab dan perannya sebagai konseor kelompok.
Kekuatan bimbingan kelompok sebagai salah satu layanan, adalah praktis, sebagai ajang
latihan untuk mengubah perilaku dapat digunakan untuk belajar mengekspresikan perasaan,
menunjukkanperhatian pada orang lain, berbagi pengalaman, dan meningkatkan kepercayaannya
pada orang lain, memberi kesempatan mempelajari ketrampilan sosial, saling memberi bantuan,
menerima bantuan, dan berempati, bertindak atau mempunyai manfaat sebagai miniatur sosial
untuk mempraktikkan dan menguasai perilaku-perilaku baru dalam satu situasi yang hampir sama
dengan lingkungan yang sebenarnya, dengan bimbingan kelompok individu mencapai tujuan, dan
berhubungan dengan individu-individu lain dengan cara yang produktif dan inovatif.
Di samping memiliki kekuatan, bimbingan kelompok juga memiliki keterbatasan sebagai
berikut : tidak semua individu cocok berada dalam kelompok, tidak semua individu bersedia
terbuka dan jujur menceritakan persoalan pribadinya, kurang mendapat perhatian dan tanggapan
sebagaimana mestinya, individu mengharap terlalu banyak dari kelompok, kelompok sering
dijadikan sarana untuk mencapai suatu tujuan, peran Guru Bimbingan dan Konseling lebih
kompleks, sulit terbina kepercayaan, Guru Bimbingan dan Konseling pada bimbingan kelompok
dan konseling kelompok membutuhkan latihan intensif dan khusus, kelompok tidak selalu efektif
untuk semua orang.
Terdapat empat tahapan bimbingan kelompok yaitu pembukaan, transisi, inti, dan
penutupan. Beberapa teknik yang dapat digunakan diantaranya adalah diskusi kelompok,
sosiodrama, psikodrama, dan homeroom. Metode diskusi kelompok adalah suatu cara penyajian
bahan pelajaran dimana seorang guru memberi kesempatan kepada siswa (kelompok siswa) untuk
mengadakan percakapan guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun
berbagai alternative pemecahan atas masalah.
Sosiodrama atau permaian peran mengisyaratkan setiap anggota kelompok diajak untuk
melakukan serangkaian peran yang mencerminkan kehidupan nyata atau perilaku-perilaku sosial
yang menjadi kepedulian bersama setiap anggota. Dari peran yang dimainkan dilakukan diskusi
dan pembahasan secara mendalam untuk mendapatkan insight sehingga menjadi bahan
pembelajaran sekaligus refleksi bagi setiap anggota. Sedangkan psikodrama merupakan permainan
peran yang dimaksudkan agar individu yang bersangkutan dapat memperoleh pengertian lebih
tentang dirinya, dapat menemukan konsep pada dirinya, menyatakan kebutuhan-kebutuhannya,
dan menyatakan reaksinya terhadap tekanan-tekanan terhadap dirinya. Perbedaan yang paling
mendasar dalam sosiodrama dan psikodrama dalah bagaimana nilai sosial ditekankan lebih dalam
sosiodrama sedangkan psikodrama pengembangan diri melalui konsep psikis akan pemenuhan
kebutuhan menjadi dasar perlakuan.
Teknik penciptaan suasana kekeluargaan (homeroom) adalah teknik untuk mengadakan
pertemuan dengan sekelompok siswa di luar jam-jam pelajaran dalam suasana kekeluargaan, dan
dipimpin oleh guru atau Guru Bimbingan dan Konseling. Dalam hal ini yang ditekankan adalah
terciptanya suasana yang penuh kekeluargaan seperti suasana di rumah yang menyenangkan dan
akrab, sehingga siswa merasa aman dan diharapkan siswa bersedia mengungkapkan masalahnya
yang tidak dapat diungkapkan di kelas pada waktu jam pelajaran bidang studi.
Daftar Pustaka
Clark, M. A., Severy, L., & Sawyer, S. A. (2004). Creating connections: Using a narrative
approach in career group counseling with college students from diverse cultural
backgrounds. Journal of College Counseling, 7(1), 24–31.
Corey, G. (2012). Theory and Practice of Group Counseling, Eighth Edition. USA:
BROOKS/COLE. https://doi.org/10.1016/B978-012673031-9/50018-6
Damayanti, F. L., Sudarmanto, R. G., & Rusman, T. (2013). Penerapan Model Diskusi
Kelompok dengan Menggunakan Media Handout untuk Meningkatkan Aktivitas dan
Kreativitas. Jurnal Studi Sosial, 1(4).
Djumhur, I., & Surya, M. (1975). Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Bandung: CV Ilmu.
Dykeman, C., & Appleton, V. E. (2002). Group Counseling: The Efficacy of Group Work.
Introduction to Group Counseling (3rd Ed.). Retrieved from
http://ovidsp.ovid.com/ovidweb.cgi?T=JS&PAGE=reference&D=psyc4&NEWS=N&AN=
2005-02528-005
Gibbs, J. C., Potter, G. B., Barriga, A. Q., & Liau, A. K. (1996). Developing the helping skills
and prosocial motivation of aggressive adolescents in peer group programs. Aggression and
Violent Behavior, 1(3), 283–305.
Gibson, R. L., & Mitchell, M. H. (2011). Bimbingan dan konseling. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Gladding, S. T. (2012). Konseling profesi yang menyeluruh. Jakarta: Indeks.
Horne, A. M., Stoddard, J. L., & Bell, C. D. (2007). Group approaches to reducing aggression
and bullying in school. Group Dynamics: Theory, Research, and Practice, 11(4), 262.
Jacobs, E. E., Harvill, R. L., & Masson, R. L. (1994). Group Counselling. Strategies and Skills.
Second Edition (Pacific Grove. CA: Brooks/Cole Publishing Company. 1994).
Kanti, W. N., & Sugiyo, S. (2014). Efektivitas Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik
Role Playing untuk Meningkatkan Komunikasi Interpersonal. Indonesian Journal of
Guidance and Counseling: Theory and Application, 3(4).
Kusumaningrum, I. (2014). Meningkatkan Perilaku Prososial Rendah Melalui Layanan
Penguasaan Konten dengan Teknik Sosiodrama. Indonesian Journal of Guidance and
Counseling: Theory and Application, 3(3).
Morran, D. K., Stockton, R., & Whittingham, M. H. (2004). Effective leader interventions for
counseling and psychotherapy groups. Handbook of Group Counseling and Psychotherapy,
91–103.
Mugiarso, H. (2004). Bimbingan dan konseling. Semarang: UPT MKK UNNES.
Neukrug, E. (2011). The world of the counselor: An introduction to the counseling profession.
Nelson Education.
Peterson, N., & González, R. C. (2000). Career counseling models for diverse populations:
Hands-on applications by practitioners. Brooks/Cole Publishing Company.
Prawitasari, J. E. (2011). Psikologi Klinis Pengantar Terapan Mikro dan Makro. Erlangga.
Jakarta: Erlangga.
Prayitno, E. A., & Amti, E. (2004). Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Rineka Cipta.
Jakarta: Rineka Cipta.
Romlah, T. (2006). Teori dan Praktek Bimbingan dan Konseling. Malang: Universitas Negeri
Malang.
Rusman. (2010). Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi :
Mengembangkan Profesionalitas Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Stockton, R., & Morran, D. K. (1982). Review and perspective of critical dimensions in
therapeutic small group research. Basic Approaches to Group Psychotherapy and Group
Counseling, 37–85.
Sukardi, D. K., & Kusmawati, N. (2008). Proses Bimbingan dan Konseling di sekolah. Jakarta:
Rineka Cipta.
Sukerteyasa, I. P., Koyan, I. W., & Suarni, N. K. (2014). Pengaruh Penerapan Metode Diskusi
Kelompok Berbasis Asesmen Diri (Self asessment) Dan Sikap Sosial Terhadap Prestasi
Belajar Pkn Siswa Kelas XI SMK Negeri 4 Denpasar. Jurnal Penelitian Dan Evaluasi
Pendidikan Indonesia, 4.
Sullivan, K. R., & Mahalik, J. R. (2000). Increasing Career Self‐Efficacy for Women: Evaluating
a Group Intervention. Journal of Counseling & Development, 78(1), 54–62.
Wibowo, M. E. (2005). Konseling Kelompok Perkembangan. UNNES Pers. Semarang: UNNES
Press.
Widaryati, S. (2013). Efektivitas Pengaruh Konseling Kelompok Terhadap Efikasi Diri Siswa.
PSIKOPEDAGOGIA Jurnal Bimbingan Dan Konseling, 2(2), 94–100.
Winkel, W. S., & Hastuti, M. M. S. (2005). Bimbingan dan konseling di institusi pendidikan.
Yogyakarta: Media Abadi.
Yalom, I. D. (1995). The theory and practice of group psychotherapy. Basic Books (AZ).
Yalom, I. D., & Leszcz, M. (2005). The theory and practice of group psychotherapy, 5th ed. The
theory and practice of group psychotherapy, 5th ed.

More Related Content

What's hot

makalah bimbingan dan konseling
makalah bimbingan dan konselingmakalah bimbingan dan konseling
makalah bimbingan dan konseling
Santi Susanti
 
Makalah bkp dan kkp
Makalah bkp dan kkpMakalah bkp dan kkp
Makalah bkp dan kkp
PENJAGA HATI
 
Tugas makalah bimbingan dan konseling
Tugas makalah bimbingan dan konselingTugas makalah bimbingan dan konseling
Tugas makalah bimbingan dan konseling
Mara Sutan Siregar
 
jenis-jenis layanan bimbingan
jenis-jenis layanan bimbingan jenis-jenis layanan bimbingan
jenis-jenis layanan bimbingan
Shofa Ar-Rahmat
 

What's hot (20)

makalah bimbingan dan konseling
makalah bimbingan dan konselingmakalah bimbingan dan konseling
makalah bimbingan dan konseling
 
Makalah bkp dan kkp
Makalah bkp dan kkpMakalah bkp dan kkp
Makalah bkp dan kkp
 
BK PRIBADI SOSIAL
BK PRIBADI SOSIALBK PRIBADI SOSIAL
BK PRIBADI SOSIAL
 
Materi pdf m2 kb 1 final
Materi pdf m2 kb 1 final Materi pdf m2 kb 1 final
Materi pdf m2 kb 1 final
 
Implementasi Konseling Kelompok
Implementasi Konseling KelompokImplementasi Konseling Kelompok
Implementasi Konseling Kelompok
 
Layanan konseling kelompok
Layanan konseling kelompokLayanan konseling kelompok
Layanan konseling kelompok
 
Bimbingan konseling tujuan fungsi dan ruang lingkup
Bimbingan konseling tujuan fungsi dan ruang lingkupBimbingan konseling tujuan fungsi dan ruang lingkup
Bimbingan konseling tujuan fungsi dan ruang lingkup
 
karakteristik Bimbingan dan konseling
karakteristik Bimbingan dan konselingkarakteristik Bimbingan dan konseling
karakteristik Bimbingan dan konseling
 
Ppt Tujuan dan Asas-asas BK
Ppt Tujuan dan Asas-asas BKPpt Tujuan dan Asas-asas BK
Ppt Tujuan dan Asas-asas BK
 
Bab 2
Bab 2Bab 2
Bab 2
 
Bimbingan dan Konseling BK
Bimbingan dan Konseling BKBimbingan dan Konseling BK
Bimbingan dan Konseling BK
 
Pengertian, fungsi, prinsip bimbingan konseling syatria adymas pranajaya
Pengertian, fungsi, prinsip bimbingan konseling   syatria adymas pranajayaPengertian, fungsi, prinsip bimbingan konseling   syatria adymas pranajaya
Pengertian, fungsi, prinsip bimbingan konseling syatria adymas pranajaya
 
Tugas makalah bimbingan dan konseling
Tugas makalah bimbingan dan konselingTugas makalah bimbingan dan konseling
Tugas makalah bimbingan dan konseling
 
Prog bk visi
Prog bk visiProg bk visi
Prog bk visi
 
Penstrukturan
PenstrukturanPenstrukturan
Penstrukturan
 
BK kepribadian sosial
BK kepribadian sosialBK kepribadian sosial
BK kepribadian sosial
 
jenis-jenis layanan bimbingan
jenis-jenis layanan bimbingan jenis-jenis layanan bimbingan
jenis-jenis layanan bimbingan
 
Eseimen kaunseling
Eseimen kaunselingEseimen kaunseling
Eseimen kaunseling
 
Bimbingan kelompok
Bimbingan kelompokBimbingan kelompok
Bimbingan kelompok
 
ASAS-ASAS BIMBINGAN DAN KONSELING
ASAS-ASAS BIMBINGAN DAN KONSELINGASAS-ASAS BIMBINGAN DAN KONSELING
ASAS-ASAS BIMBINGAN DAN KONSELING
 

Similar to M4 kb2

KONSEP LAYANAN DASAR BIMBINGAN KLASIKAL DAN KELOMPOK
KONSEP LAYANAN DASAR BIMBINGAN KLASIKAL DAN KELOMPOKKONSEP LAYANAN DASAR BIMBINGAN KLASIKAL DAN KELOMPOK
KONSEP LAYANAN DASAR BIMBINGAN KLASIKAL DAN KELOMPOK
Nur Arifaizal Basri
 
pengertian bk-kelompok
pengertian bk-kelompokpengertian bk-kelompok
pengertian bk-kelompok
Universitas Panca Sakti TEGAL
 
KONSEP LAYANAN DASAR BIMBINGAN KLASIKAL DAN BIMBINGAN KELOMPOK
KONSEP LAYANAN DASAR BIMBINGAN KLASIKAL DAN BIMBINGAN KELOMPOKKONSEP LAYANAN DASAR BIMBINGAN KLASIKAL DAN BIMBINGAN KELOMPOK
KONSEP LAYANAN DASAR BIMBINGAN KLASIKAL DAN BIMBINGAN KELOMPOK
Nur Arifaizal Basri
 
Konsep dasar bimbingan_konseling
Konsep dasar bimbingan_konselingKonsep dasar bimbingan_konseling
Konsep dasar bimbingan_konseling
iskawia
 
Bk3 power point
Bk3 power pointBk3 power point
Bk3 power point
871939
 
8 bimbingan dalam pendidikan(1)
8 bimbingan dalam pendidikan(1)8 bimbingan dalam pendidikan(1)
8 bimbingan dalam pendidikan(1)
Herney Aqilah Kay
 
pelayanan dan pengembangan diri siswa
pelayanan dan pengembangan diri siswa pelayanan dan pengembangan diri siswa
pelayanan dan pengembangan diri siswa
Shiltima Wiska
 

Similar to M4 kb2 (20)

Bimbingan dan konseling kelompok (pembelajaran)
Bimbingan dan konseling kelompok (pembelajaran)Bimbingan dan konseling kelompok (pembelajaran)
Bimbingan dan konseling kelompok (pembelajaran)
 
KONSEP LAYANAN DASAR BIMBINGAN KLASIKAL DAN KELOMPOK
KONSEP LAYANAN DASAR BIMBINGAN KLASIKAL DAN KELOMPOKKONSEP LAYANAN DASAR BIMBINGAN KLASIKAL DAN KELOMPOK
KONSEP LAYANAN DASAR BIMBINGAN KLASIKAL DAN KELOMPOK
 
BK KELOMPOK
BK KELOMPOKBK KELOMPOK
BK KELOMPOK
 
pengertian bk-kelompok
pengertian bk-kelompokpengertian bk-kelompok
pengertian bk-kelompok
 
KONSEP LAYANAN DASAR BIMBINGAN KLASIKAL DAN BIMBINGAN KELOMPOK
KONSEP LAYANAN DASAR BIMBINGAN KLASIKAL DAN BIMBINGAN KELOMPOKKONSEP LAYANAN DASAR BIMBINGAN KLASIKAL DAN BIMBINGAN KELOMPOK
KONSEP LAYANAN DASAR BIMBINGAN KLASIKAL DAN BIMBINGAN KELOMPOK
 
Program bimbingan-dan-konseling
Program bimbingan-dan-konselingProgram bimbingan-dan-konseling
Program bimbingan-dan-konseling
 
Model dan pola layanan
Model dan pola layananModel dan pola layanan
Model dan pola layanan
 
Konsep dasar bimbingan_konseling
Konsep dasar bimbingan_konselingKonsep dasar bimbingan_konseling
Konsep dasar bimbingan_konseling
 
Materi karir 014
Materi karir 014Materi karir 014
Materi karir 014
 
A
AA
A
 
PENGENALAN KAUNSELING KELOMPOK.pptx
PENGENALAN KAUNSELING KELOMPOK.pptxPENGENALAN KAUNSELING KELOMPOK.pptx
PENGENALAN KAUNSELING KELOMPOK.pptx
 
Prinsip-Prinsip Bimbingan Konseling MATAKULIAH BIMBINGAN KONSELING STAIN SAL...
Prinsip-Prinsip Bimbingan Konseling  MATAKULIAH BIMBINGAN KONSELING STAIN SAL...Prinsip-Prinsip Bimbingan Konseling  MATAKULIAH BIMBINGAN KONSELING STAIN SAL...
Prinsip-Prinsip Bimbingan Konseling MATAKULIAH BIMBINGAN KONSELING STAIN SAL...
 
Komunikasi Dalam Kelompok
Komunikasi Dalam Kelompok Komunikasi Dalam Kelompok
Komunikasi Dalam Kelompok
 
Bk3 power point
Bk3 power pointBk3 power point
Bk3 power point
 
pola 17 kelompok 2 Bimbingan konseling.pptx
pola 17 kelompok 2 Bimbingan konseling.pptxpola 17 kelompok 2 Bimbingan konseling.pptx
pola 17 kelompok 2 Bimbingan konseling.pptx
 
Bimbingan & konseling
Bimbingan & konselingBimbingan & konseling
Bimbingan & konseling
 
Bimbingan konseling
Bimbingan konselingBimbingan konseling
Bimbingan konseling
 
KONSEP BIMBINGAN DAN KONSELING PENGERTIAN PENGEMBANGAN
KONSEP BIMBINGAN DAN KONSELING PENGERTIAN PENGEMBANGANKONSEP BIMBINGAN DAN KONSELING PENGERTIAN PENGEMBANGAN
KONSEP BIMBINGAN DAN KONSELING PENGERTIAN PENGEMBANGAN
 
8 bimbingan dalam pendidikan(1)
8 bimbingan dalam pendidikan(1)8 bimbingan dalam pendidikan(1)
8 bimbingan dalam pendidikan(1)
 
pelayanan dan pengembangan diri siswa
pelayanan dan pengembangan diri siswa pelayanan dan pengembangan diri siswa
pelayanan dan pengembangan diri siswa
 

More from SPADAIndonesia

More from SPADAIndonesia (20)

Ppt m5 kb 2 SESORAH
Ppt m5 kb 2 SESORAHPpt m5 kb 2 SESORAH
Ppt m5 kb 2 SESORAH
 
Ppt m5 kb 1 WIRAUSAHA BUDAYA JAWA
Ppt m5 kb 1 WIRAUSAHA BUDAYA JAWAPpt m5 kb 1 WIRAUSAHA BUDAYA JAWA
Ppt m5 kb 1 WIRAUSAHA BUDAYA JAWA
 
M5 kb 4 GENDHING JAWA LAN CAMPURSARI
M5 kb 4 GENDHING JAWA LAN CAMPURSARIM5 kb 4 GENDHING JAWA LAN CAMPURSARI
M5 kb 4 GENDHING JAWA LAN CAMPURSARI
 
M5 kb 3 BUSANA JAWA
M5 kb 3 BUSANA JAWAM5 kb 3 BUSANA JAWA
M5 kb 3 BUSANA JAWA
 
M5 kb 1 WIRAUSAHA BIDAYA JAWA
M5 kb 1 WIRAUSAHA BIDAYA JAWAM5 kb 1 WIRAUSAHA BIDAYA JAWA
M5 kb 1 WIRAUSAHA BIDAYA JAWA
 
M5 kb 2 SESORAH
M5 kb 2 SESORAHM5 kb 2 SESORAH
M5 kb 2 SESORAH
 
M4 kb4 TEMBANG MACAPAT
M4 kb4 TEMBANG MACAPATM4 kb4 TEMBANG MACAPAT
M4 kb4 TEMBANG MACAPAT
 
M6 kb1
M6 kb1M6 kb1
M6 kb1
 
M4 kb3 GANCARAN
M4 kb3 GANCARANM4 kb3 GANCARAN
M4 kb3 GANCARAN
 
M4 kb1 GEGURITAN LAN TEMBANG MACAPAT
M4 kb1 GEGURITAN LAN TEMBANG MACAPATM4 kb1 GEGURITAN LAN TEMBANG MACAPAT
M4 kb1 GEGURITAN LAN TEMBANG MACAPAT
 
M4 kb2 LELAGON DOLANAN
M4 kb2 LELAGON DOLANANM4 kb2 LELAGON DOLANAN
M4 kb2 LELAGON DOLANAN
 
M4 kb3 GANCARAN
M4 kb3 GANCARANM4 kb3 GANCARAN
M4 kb3 GANCARAN
 
M4 kb2 LELAGON DOLANAN
M4 kb2 LELAGON DOLANANM4 kb2 LELAGON DOLANAN
M4 kb2 LELAGON DOLANAN
 
M4 kb1 GEGURITAN LAN TEMBANG MACAPAT
M4 kb1 GEGURITAN LAN TEMBANG MACAPATM4 kb1 GEGURITAN LAN TEMBANG MACAPAT
M4 kb1 GEGURITAN LAN TEMBANG MACAPAT
 
M3 kb 4 AKSARA JAWA TULISAN TANGAN
M3 kb 4 AKSARA JAWA TULISAN TANGANM3 kb 4 AKSARA JAWA TULISAN TANGAN
M3 kb 4 AKSARA JAWA TULISAN TANGAN
 
M3 kb 3 MACA AKSARA JAWA CITHAK
M3 kb 3 MACA AKSARA JAWA CITHAKM3 kb 3 MACA AKSARA JAWA CITHAK
M3 kb 3 MACA AKSARA JAWA CITHAK
 
M3 kb 1 AKSARA JAWA
M3 kb 1 AKSARA JAWAM3 kb 1 AKSARA JAWA
M3 kb 1 AKSARA JAWA
 
M3 kb 2 AKSARA MURDHA, AKSARA REKAN, LAN ANGKA JAWA
M3 kb 2 AKSARA MURDHA, AKSARA REKAN, LAN ANGKA JAWAM3 kb 2 AKSARA MURDHA, AKSARA REKAN, LAN ANGKA JAWA
M3 kb 2 AKSARA MURDHA, AKSARA REKAN, LAN ANGKA JAWA
 
M2 kb2 BASA NGOKO ALUS
M2 kb2 BASA NGOKO ALUSM2 kb2 BASA NGOKO ALUS
M2 kb2 BASA NGOKO ALUS
 
M2 kb4 BASA KRAMA ALUS
M2 kb4 BASA KRAMA ALUSM2 kb4 BASA KRAMA ALUS
M2 kb4 BASA KRAMA ALUS
 

Recently uploaded

1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
MetalinaSimanjuntak1
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
ssuser35630b
 

Recently uploaded (20)

(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptx
(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptx(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptx
(NEW) Template Presentasi UGM 2 (2).pptx
 
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptxPERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
PERAN PERAWAT DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG.pptx
 
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptx
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptxPPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptx
PPT AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH DUA.pptx
 
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdfModul Projek  - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
Modul Projek - Batik Ecoprint - Fase B.pdf
 
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
CAPACITY BUILDING Materi Saat di Lokakarya 7
 
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
1.3.a.3. Mulai dari Diri - Modul 1.3 Refleksi 1 Imajinasiku tentang Murid di ...
 
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdfSalinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
Salinan dari JUrnal Refleksi Mingguan modul 1.3.pdf
 
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasar
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah DasarPPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasar
PPT Penjumlahan Bersusun Kelas 1 Sekolah Dasar
 
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SDPPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
PPT AKSI NYATA KOMUNITAS BELAJAR .ppt di SD
 
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMMAKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
AKSI NYATA BERBAGI PRAKTIK BAIK MELALUI PMM
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
 
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdfMODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
MODUL 1 Pembelajaran Kelas Rangkap-compressed.pdf
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
PELAKSANAAN + Link2 Materi BimTek _PTK 007 Rev-5 Thn 2023 (PENGADAAN) & Perhi...
 
presentasi lembaga negara yang ada di indonesia
presentasi lembaga negara yang ada di indonesiapresentasi lembaga negara yang ada di indonesia
presentasi lembaga negara yang ada di indonesia
 
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
Prakarsa Perubahan ATAP (Awal - Tantangan - Aksi - Perubahan)
 
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITASMATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
MATEMATIKA EKONOMI MATERI ANUITAS DAN NILAI ANUITAS
 
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
POWER POINT MODUL 1 PEBI4223 (PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP)
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
 

M4 kb2

  • 1. No Kode: DAR2./PROFESIONAL/810/4/2019 PENDALAMAN MATERI BIMBINGAN DAN KONSELING MODUL4 STRATEGI LAYANAN DASAR, PERENCANAAN INDIVIDUAL DAN DUKUNGAN SISTEM KEGIATAN BELAJAR 2 STRATEGI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK Penulis: Sigit Hariyadi, S.Pd., M.Pd Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2019
  • 2. A. Pendahuluan Pendidikan merupakan usaha sadar yang terencana, terprogram dan berkesinambungan membantu peserta didik mengembangkan kemampuannya secara optimal, baik aspek kognitif, aspek afektif maupun aspek psikomotorik dalam segala aspek kehidupan (Drost, 2001:14). Salah satu upaya pendidikan adalah pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah yang memandirikan. Bimbingan kelompok meruapakan salah satu dari strategi layanan dasar yang perananya cukup penting dalam upaya pengembangan diri siswa. Bimbingan kelompok merupakan bentuk intervensi layanan kepada sekelompok siswa untuk membantu mereka menyusun rencana dan keputusan yang tepat. Dengan kata lain bimbingan kelompok membantu dalam memperkaya persepsi, wawasan, perasaan dan pikiran anggota tentang siapa mereka dan bagaimana mengembangkan pribadi untuk kehidupan yang lebih baik. Bimbingan kelompok berupaya memanfaatkan dinamika dan proses kelompok untuk membantu anggota dalam memenuhi kebutuhan atau mengatasi problematika yang dihadapi melalui upaya penyesuian diri dan perkembangan kepribadian. Dengan kata lain, bimbingan kelompok sebagai upaya preventif- developmental bagi setiap peserta didik. Permasalah di lapangan dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa masih terdapat beberapa kekurangan baik dalam hal pemahaman praktik layanan maupun upaya dalam pengoptimalkan pengembangan layanan bimbingan kelompok. Hal ini terlihat dari hasil informasi lisan dan data dokumentasi bahwa pada beberapa laporan layanan diketahui miskonsepsi antara bimbingan kelompok yang masih sering terjadi. Selain itu pelaksanaan layanan bimbingan kelompok jarang sekali dikembangkan atau dioptimalkan dengan penggunaan teknik atau media pendukung yang memadai Persoalan pelaksanaan layanan bimbingan kelompok tersebut tentunya sangat disayangkan apalagi melihat potensi dan pentingnya layanan bimbingan kelompok dalam membantu mengoptimalkan potensi Siswa. Ditagaskan lagi bagaimana layanan bimbingan kelompok menjadi salah satu layanan yang penting untuk menopang perkembangan mereka, terutama perkembangan karier, perkembangan sosial dan peningkatan kesadaran diri (Gibson & Mitchell, 2011; Winkel & Hastuti, 2005),. Modul ini dikemas dalam 7 pokok bahasan yang membahas konsep dasar bimbingan kelompok mulai dari (1) pengertian, (2) tujuan, (3) asas, (4) kepemimpinan dalam kelompok, (5)
  • 3. keuntungan dan kelemahan yang menyertai, (6) teknik serta (7) etik dalam bimbingan dan konseling kelompok. Setelah mempelajari modul ini diharapkan Saudara dapat memahami konsep dari bimbingan kelompok secara lebih komprehensif dan utuh. Selain itu diharapkan saudara mampu menyiapkan diri sebagai pemimpin kelompok yang efektif dan menganlisis kelemana dan kelebihan yang ada. Pembelajaran ini dapat berjalan dengan efektif apabila Saudara telah melakukan langkah- langkah sebagai berikut: 1. Pelajari modul perencanaan layanan bimbingan dan konseling terlebih dahulu karena modul tersebut menjadi karangka dasar pada modul ini 2. Pelajari dengan seksama isi modul ini karena pemahaman Anda akan berpengaruh kepada pemahaman Anda akan modul bidang kajian bimbingan dan kelompok lainnya. 3. Keberhasilan pembelajar sangat tergantung pada bagaimana saudara secara aktif memepelajari dan menambah wawasan yang ada. 4. Apabila ada kesulitan dalam mempelajari model ini silahkan Anda dapat menghubungi instruktur atau fasilitator yang mengajarkan modul ini. Selamat belajar dalam mempelajari modul ini semoga apa yang anda pelajari dapat membantu anda dalam melaksanakan pelayanan bimbingan dan konseling kelompok di lapangan nantinya
  • 4. B. Inti 1. Capaian Pembelajaran Mampu mengelola (merancang, menyusun, mengorganisasi, melaksanakan, memonitor, dan mengevaluasi) layanan dasar, layanan responsif, perencanaan individual dan peminatan, dan dukungan sistem secara individual, kelompok, klasikal, dan kelas besar/lintas kelas dengan menggunakan metode, teknik, dan multimedia yang relevan serta memperhatikan kebutuhan sasaran layanan yang berasal dari keberagaman sosial budaya pada jenis, jalur dan jenjang satuan pendidikan Setelah mempelajari modul ini, peserta/mahasiswa dapat menjelaskan konsep dasar bimbingan dan konseling kelompok. Tujuan pembelajaran : a. Mahasiswa dapat menjelaskan konsep dasar bimbingan kelompok. b. Mahasiswa dapat menjelaskan dan mengidentifikasi beberapa kemampuan yang harus dimiliki oleh pemimpin kelompok. c. Mahasiswa dapat mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan bimbingan kelompok. d. Mahasiswa mampu melaksanakan bimbingan kelompok sesuai dengan tahapan-tahapan dalam layanan bimbingan kelompok e. Mahasiswa dapat mengaplikasikan teknik dalam bimbingan kelompok 2. Pokok Materi Dalam modul 4 kegiatan belajar 2 ini akan dibahas materi terkait dengan strategi layanan bimbingan kelompok dengan beberapa pokok materi sebagai berikut: a. Konsep dasar layanan bimbingan kelompok b. Keterampilan pemimpin kelompok c. Kelebihan dan kekurangan bimbingan kelompok d. Tahapan bimbingan kelompok e. Teknik bimbingan kelompok f. Etika dalam layanan bimbingan kelompok
  • 5. 3. Uraian Materi a. Konsep Dasar Layanan Bimbingan Kelompok 1) Bimbingan Kelompok Bimbingan kelompok kita pahami bersama sebagai suatu bentuk layanan, dimana siswa diajak bersama-sama untuk saling bertukar informasi tentang topik-topik yang dibicarakan dan mengembangkan bersama pemikiran dan perencanaan dalam upaya pengembangan diri didalam kelompok. Senada dengan pemahaman tersebut. Pendapat tersebut diperkuat dengan apa yang disampaikan oleh Gazda (Prayitno & Amti, 2004) bahwa “bimbingan kelompok merupakan kegiatan informasi kepada sekelompok siswa untuk membantu mereka menyusun rencana dan keputusan yang tepat”. Selanjutnya ditegaskan bahwa layanan bimbingan kelompok merupakan salah satu strategi bimbingan yang berusaha membantu individu agar dapat mencapai perkembangannya secara optimal sesuai dengan kemampuan, bakat, minat, serta nilai-nilai yang dianutnya dan dilaksanakan dalam situasi kelompok (Romlah, 2006). Dijelaskan pula bahwa bimbingan kelompok lebih berfokus kepada bagaimana meningkatkan pemahaman diri, serta upaya mendukung individu dalam perkembangan baik yang bersifat intrapersonal maupun interpersonal. Kegiatan bimbingan kelompok dapat dilakukan dengan pembahasan topik-topik seperti pendidikan sex, keterampilan komunikasi, isu mutakhir, isu keragaman dan stress management (Neukrug, 2011). Dari apa yang dipahami maka bimbingan kelompok didesain dengan tujuan psikoedukasi serta pemberian dorongan secara psikologis kepada setiap anggota kelompok guna mengembangkan diri. Melalui bimbingan kelompok dimungkinkan bagi setiap anggota atau peserta mampu membuka diri lebih baik dan melakukan kegiatan berbagi informasi, berbagi pengamalan Psikologis yang terbentuk dalam suasana kelompok. Layanan bimbingan kelompok berjalan dengan memanfaatkan dinamika kelompok untuk mencapai tujuan layanan. Melalui media dinamika kelompok anggota akan dapat mencapai tujuan ganda, yaitu mendapat kesempatan untuk mengembangkan diri untuk memperoleh kemampuan- kemampuan sosial seperti kemampuan beradaptasi, dan diperoleh berbagai wawasan, nilai dan sikap, serta berbagai alternatif yang akan memperkaya pengalaman yang dapat mereka pratikkan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Rusman (2010) yang secara singkat dapat dijelaskan bahwa bimbingan kelompok diartikan suatu proses pemberian bantuan kepada individu melalui suasana kelompok yang memungkinkan setiap anggota untuk belajar berpartisipasi aktif dan berbagi pengalaman dalam upaya pengembangan wawasan, sikap
  • 6. dan atau ketrampilan yang diperlukan dalam upaya mencegah timbulnya masalah atau dalam upaya pengembangan pribadi. Dari pendapat para ahli tersebut, dapat ditarik beberapa pokok pengertian dari bimbingan kelompok yaitu : (a) bimbingan diberikan kepada lebih dari satu orang pada waktu yang bersamaan (efektif ≤ 8 anggota), (b) bimbingan dilaksanakan untuk membantu individu dalam uapaya pengembangan diri, (c) merupakan penyediaan informasi melalui aktivitas kelompok yang terencana dan terorganisasi, (d) memungkinkan setiap anggota kelompok untuk belajar berpartisipasi aktif dan berbagi pengalaman dan berbagi pengalaman dalam upaya pengembangan wawasan, sikap dan atau ketrampilan yang diperlukan dalam upaya mencegah timbulnya masalah atau dalam upaya pengembangan pribadi. 2) Tujuan Bimbingan Kelompok Gibson & Mitchell (2011), menjelaskan bahwa bimbingan kelompok dengan isi yang meliputi informasi pendidikan, pekerjaan, pribadi atau sosial bertujuan menyediakan informasi akurat bagi anggota kelompok yang dapat membantu mereka membuat perencanaan dan keputusan hidup yang lebih tepat. Dengan kata lain dapat dijelaskan bahwa tujuan layanan bimbingan secara kelompok, yaitu supaya konseli yang dilayani menjadi mampu mengatur kehidupan sendiri, memiliki pandangan sendiri, tidak sekedar meniru pendapat orang lain, mengambil sikap sendiri, dan berani menanggung sendiri efek serta konsekuensi dari tindakan-tindakannya. Selain itu tujuan yang ingin dicapai dalam bimbingan kelompok yakni pengembangan pribadi, pembahasan topik-topik atau masalah-masalah umum secara luas dan mendalam yang bermanfaat bagi para anggota kelompok sehingga terhindar dari permasalahan yang berkaitan dengan topik atau masalah yang dibahas (Wibowo, 2005). Bimbingan kelompok di jenjang pendidikan menengah mempunyai manfaat, baik bagi tenaga bimbingan profesional maupun bagi para siswa. Siswa memerlukan bimbingan kelompok yang menopang perkembangan mereka, terutama perkembangan karier, perkembangan sosial dan peningkatan kesadaran diri (Winkel & Hastuti, 2005). Jadi secara umum tujuan bimbingan kelompok ada 2 yaitu pengembangan pribadi anggota dan pembahasan topik bahasan secara mendalam. Pengembangan pribadi meliputi pengembangan segala potensi dan keterampilan sosial yang dimiliki. Sedangkan pembahasan topik dalah sebagai upaya preventif agar terhindar dari permasalahan yang dibahas.
  • 7. 3) Asas dalam Layanan Bimbingan Kelompok Dalam penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling kelompok seorang pemimpin kelompok perlu memperhatikan beberapa asas yang ada dalam pelaksanaan layanan. Secara umum 12 asas yang ada dalam pelayanan bimbingan dan konseling haruslah terwujud dalam setiap layanan yang diberikan akan tetapi beberapa asas yang cukup memiliki nilai besar dalam bimbingan dan konseling kelompok, antara lain: a) Asas kerahasiaan Para anggota harus menyimpan dan merahasiakan informasi apa yang dibahas dalam kelompok, terutama hal-hal yang tidak layak diketahui orang lain. Asas ini merupakan kunci dalam pemberian layanan bimbingan kelompok. Jika asas ini benar-benar dilaksanakan, maka penyelenggara atau pemberi bimbingan akan mendapat kepercayaan dari semua pihak terutama penerima bimbingan (konseli) sehingga mereka akan mau memanfaatkan jasa bimbingan dan konseling dengan sebaik-baiknya. Sebaliknya apabila Guru Bimbingan dan Konseling tidak dapat memegang asas kerahasiaan dengan baik maka hilanglah kepercayaan konseli yang berakibat pelayanan bimbingan dan konseling tidak dapat tempat di hati konseli dan para calon konseli. b) Asas keterbukaan Para anggota bebas dan terbuka mengemukakan pendapat, ide, saran, tentang apa saja yang yang dirasakan dan dipikirkannya tanpa adanya rasa malu dan ragu-ragu. Dengan kata lain dalam pelaksanaan layanan bimbingan kelompok sangat diperlukan suasana keterbukaan baik keterbukaan dari Guru Bimbingan dan Konseling maupun keterbukaan dari konseli. Dalam asas ini, arti dari keterbukaan bukan hanya sekedar bersedia menerima saran-saran dari luar, tetapi lebih dari itu diharapkan masing-masing pihak yang bersangkuatan bersedia membuka diri untuk kepentingan pemecahan masalah individu yang membutuhkan bimbingan dan dapat berbicara sejujur mungkin dan berterus terang tentang dirinya. c) Asas kesukarelaan Proses layanan bimbingan kelompok harus berlangsung atas dasar kesukarelaan, baik dari pihak konseli, maupun dari pihak Guru Bimbingan dan Konseling. Oleh karena itu, pada asas ini diharapkan konseli secara suka dan rela tanpa ragu-ragu ataupun merasa terpaksa, menyampaikan masalah yang dihadapinya serta mengungkapkan segenap fakta, data, dan seluk-beluk berkenaan dengan masalahnya itu kepada Guru Bimbingan dan Konseling, dan
  • 8. Guru Bimbingan dan Konseling dapat memberikan bantuan dengant idak terpaksa atau ikhlas. Secara singkat dapat dikatakan bahwa dalah hal ini semua anggota dapat menampilkan diri secara spontan tanpa malu atau dipaksa oleh teman lain atau pemimpin kelompok. d) Asas kenormatifan Asas kenormatifan diterapkan terhadap isi maupun proses penyelenggaraan layanan bimbingan kelompok. Semua layanan yang diberikan oleh Guru Bimbingan dan Konseling harus sesuai dengan norma-norma yang ada termasuk prosedur, teknik, dan peralatan yang dipakai tidak menyimpang dari norma-norma yang ada. b. Keterampilan Pemimpin Kelompok Dalam konsep pendekatan bimbingan kelompok dipahami sebagai suatu sistem pelayanan yang memiliki struktur didalamnya. Struktur dalam kelompok meliputi bentuk, tujuan, aturan serta peran akan anggota dan pemimpin kelompok. Kepemimpinan sendiri merupakan hal esensial dalam pendekatan kelompok. Banyak sekali persoalan yang menyertai konsep pemimpin dan kepemimpinan dalam kelompok konseling baik itu meliputi peran maupun tanggungjawab yang ada. Meskipun karakteristik dari kepemimpinan yang berbeda menunjukkan keberhasilan dalam lingkup situasi dan lingkungan spesifik secara umum terdapat beberapa hal yang perlu dikaji lebih jauh. Beberapa poin secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Pemimpin menjaga diri tetap jujur, terbuka dan bersikap etis setiap saat 2. Pemimpin terbuka dan menerima masukan dari semua anggota kelompok, bahkan opini anggota yang tidak disetujuinya 3. Perhatian pemimpin di sepanjang waktu adalah pertumbuhan pribadi dan kesejahteraan semua anggota kelompoknya 4. Pemimpin memodelkan nilai dan perilaku yang bisa menungkatkan kualitas hidup anggota kelompoknya (Gibson & Mitchell, 2011) Dari beberapa penjelalasan tersebut dipahami bahwa Guru Bimbingan dan Konseling sebagai pemimpin kelompok bukan hanya berperan sebagai sorang terapis melainkan juga live model bagi anggota kelompok tentang bagaimana menghadapi sebuah masalah. Guru Bimbingan dan Konseling sebagai pemimpin kelompok memlili dua peran dalam prosesnya. Guru Bimbingan dan Konseling dituntut menjadi pemicu atau ambil bagian dalam meningkatkan rangsangan emosional pada diri setiap anggota kelompok. Di sisi lain Guru Bimbingan dan Konseling memiliki peran eksekutor atau eksekutif sebagaimana dalam pengambilan sikap dan putusan,
  • 9. norma, atau prosedur yang diperlukan dalam melakukan proses layanan (Gladding, 2012). Walau demikian sacara umum terdapat 4 kualitas kepemimpinan yang efektif tanpa mengecualikan masing-masing karakteristik dari tipe-tipe kepemimpinan yang ada yaitu moderat, penuh perhatian, mempu bersosialisai dan peran eksekusi (Morran, Stockton, & Whittingham, 2004; Stockton & Morran, 1982; Yalom, 1995). 1) Moderat dalam memberikan rangsangan emosi dalam hal ini meliputi pengungkapan diri, pengambilan resiko, konfrontasi, penyingkapan perasaan, refleksi perasaan. 2) Pemimpin yang efektif dapat memberikan perhatian yang cukup. Konsep perhatian dalam hal ini layaknya memberikan dukungan, penguatan, proteksi dll. Akan tetapi perlu dipahami bahwa kontek cukup artinya perhatian yang diberikan sesuai dengan kubutuhan yang ada tidak kurang ataupun berlebih-lebihan. 3) Hubungan yang bermakna atau dapat memanfatkan atribusi pemaknaan. Seorang pemimpin kelompok harus dapat memahamkan anggota kelompoknya tentang apa yang dirasakan, dialami serta apa yang harus dipahami. Oleh karenya kemampuan dalam penjelasan, klarifikasi, memberikan kerangka kerja kognitif guna perubahan serta melakukan intepretasi sangatlah dibutuhkan. 4) Mengekspresikan fungsi eksekusi yaitu aturan, norma, batasan, manajemen waktu, prosedur dan lain-lain. Ditegaskan pula bahwa seorang pemimpin kelompok perlu memliki kemampuan dalam menganalisis dan mengidentifikasi arah kelompok yang artinya Guru Bimbingan dan Konseling mampu memberikan penilian apakah kelmpok telah berjalan sesuai dengan nilai-nilai teraputik atau tidak. Apabila tidak maka Guru Bimbingan dan Konseling hendaknya dapat mengembil strategi intervensi dari awal agar kelompok berjalan sebagaimana tujuan bimbingan kelompok yang benar (Yalom & Leszcz, 2005). Pemimpin kelompok yang berkualitas tidak saja dilihat dari seberapa efektif keterampilan yang dimiliki melainkan pada kualitas pribadi atau karakteristik pribadi yang baik. Corey (2012) menjelaskan terdapat 9 karakteristik yang harus dimiliki seorang Guru Bimbingan dan Konseling sebagai pemimpin antara lain 1) Kehadiran (Presence) Kehadiran tidak hanya berbicara tentang keberadaan fisik. Kehadiran juga dimaknasi secara emosional seorang pemimpin terlibat secara suka cita terhadap kelompok, mampu merasakan “rasa sakit” yang dialami oleh orang lain. Kemampuan pemimpin untuk mengekspresikan emosi dan perasaannya akan mempermudah keterlibatan secara emosional dengan orang lain. Kehadiran juga memiliki arti “being there” untuk anggota kelompok. Artinya mereka tulus bersama dengan anggota kelompok tidak terpecah dengan kegiatan atau fikiran lain dan menyatu bersama kelompok.
  • 10. 2) Kekuatan pribadi (Personal power) Kekuatan pribadi melibatkan kepercayaan diri dan kesadaran akan pengaruh seseorang terhadap orang lain. Jika pemimpin kelompok tidak merasakan kekuatan dalam kehidupan mereka sendiri (atau jika mereka tidak merasa mengendalikan nasib mereka), sulit bagi mereka untuk memfasilitasi kebutuhan dari anggota ke arah pengembangan yang diharapkan. Singkatnya, tidak mungkin memberikan sesuatu jika kita tidak memilikinya. Perlu ditegaskan bahwa kekuatan dalam hal ini bukan sesuatu yang bersifat mendominasi atau mengatur anggota, tetapi bagaimana kekuatan dalam hal ini mempengaruhi anggota secara bersama-sama untuk menuju pada pengembangan diri. 3) keberanian (Courage) Pemimpin kelompok yang efektif menunjukkan keberanian dalam berinteraksi dengan anggota kelompok dan tidak bersembunyi di balik peran khusus mereka sebagai guru bimbingan dan konseling Mereka menunjukkan keberanian dengan mengambil resiko dalam kelompok dengan mengakui kesalahan, dengan menjadi lemah, dengan bersedia menantang anggota dengan cara yang terhormat, dengan bertindak berdasarkan intuisi dan keyakinan, dengan mendiskusikan segala sesuatu bersama kelompok akan pikiran dan perasaan mereka tentang proses kelompok, dan bersedia membagikan kekuatan mereka dengan anggota kelompok. Pemimpin dapat memodelkan pelajaran penting kepada anggota dengan mengambil sikap terhadap kehidupan dan mengambil sikap terlepas dari fakta bahwa mereka tidak sempurna. Ketika anggota mendorong diri mereka untuk meninggalkan pola yang normatif dan aman, mereka sering merasa cemas dan takut. Pemimpin kelompok dapat menunjukkan, melalui perilaku mereka sendiri, kesediaan mereka untuk bergerak maju meskipun kadang-kadang merasa takut. 4) Kesediaan untuk mengkonforntasi diri sendiri (Willingness to confront oneself ) Salah satu tugas utama pemimpin adalah menunjukkan identifikasi diri kepada anggota. Kesadaran diri memerlukan kesediaan untuk melihat dengan jujur siapa diri kita dan pemimpin kelompok harus menunjukkan bahwa mereka bersedia mempertanyakan diri mereka sendiri. Karakteristik ini mencakup kesadaran tidak hanya tentang kebutuhan dan motivasi seseorang tetapi juga konflik dan masalah pribadi, serta potensi pengaruh semua ini pada proses kelompok. Pemimpin yang sadar diri mampu bekerja secara terapeutik dengan tranferensi yang tercipta dalam seting kelompok, baik terhadap diri mereka sendiri maupun terhadap anggota lain. Lebih jauh lagi, para pemimpin kelompok sadar akan
  • 11. kelemahan mereka sendiri, terutama akan potensi dan bagaimana mereka bertanggung jawab atas reaksi mereka sendiri. 5) Ketulusan dan keautentikan (Sincerity and Authenticity) Salah satu kualitas terpenting seorang pemimpin adalah minat yang tulus terhadap terpenuhinya kebutuhan dan pertumbuhan anggota. Bagi seorang pemimpin kelompok, kepedulian berarti mengajak para anggota untuk melihat bagian dari kehidupan mereka sehingga mereka menolak dan mengecilkan segala bentuk perilaku tidak jujur dalam kelompok. Memberikan anggota umpan balik yang bermanfaat membutuhkan nilai ketulusan dan rasa hormat dalam arti bahwa memenuhi kebutuhan terbaik klien adalah yang terpenting bagi pemimpin Keautentikan adalah bentuk ketulusan. Pemimpin kelompok yang autentik tidak hidup dengan kepura-puraan dan tidak bersembunyi di balik pertahanan. Otentisitas mensyaratkan kesediaan untuk mengungkapkan diri secara tepat dan berbagi perasaan serta reaksi terhadap apa yang sedang terjadi di dalam kelompok. Keaslian tidak berarti secara sembarangan berbagi setiap pemikiran, persepsi, perasaan, fantasi, dan reaksi, bagaimanapun. Sebagai contoh, meskipun seorang pemimpin mungkin awalnya tertarik pada seorang anggota, tidak akan bijaksana untuk mengungkapkan kenyataan ini pada sesi awal. "tidak diuangkapkan" semacam itu tidak menyiratkan ketidak-autentisitas; sebaliknya, ini menunjukkan rasa hormat dan pertimbangan bagi anggota pada tahap awal grup ini. 6) Rasa identitas (Sense of Identity) Jika pemimpin kelompok membantu orang lain menemukan siapa mereka, para pemimpin harus memiliki jati diri yang jelas. Ini berarti mengetahui apa yang pemimpon hargai dan hidup dengan standar-standar yang ada, bukan berdasarkan apa yang diharapkan orang lain. Itu berarti menyadari kekuatan, keterbatasan, kebutuhan, ketakutan, motivasi, dan tujuan sendiri. Itu berarti mengetahui apa yang Anda mampu menjadi, apa yang Anda inginkan dari kehidupan, dan bagaimana Anda akan mendapatkan apa yang Anda inginkan. Menyadari warisan budaya Anda, etnis Anda, dan identitas seksual dan gender Anda adalah komponen penting dari rasa identitas ini. 7) Yakin akan pentingnya proses kelompok dan antusias (Belief in the Group Process and Enthusiasm)
  • 12. Keyakinan mendalam pemimpin dalam nilai proses kelompok sangat penting bagi keberhasilan kelompok. Praktisi yang memimpin kelompok hanya karena mereka diharapkan, tanpa diyakinkan bahwa intervensi kelompok membuat perbedaan, tidak mungkin menginspirasi anggota kelompok. Mengapa para anggota percaya bahwa pengalaman kelompok akan bernilai bagi mereka jika pemimpin tidak antusias terhadapnya? Para pemimpin kelompok antusias membawa kelompok dapat memiliki kualitas infeksi. Para pemimpin perlu menunjukkan bahwa mereka menikmati pekerjaan mereka dan seperti berada bersama kelompok mereka. Minimnya antusias seorang pemimpin umumnya tercermin pada kurangnya kegembiraan anggota tentang datang ke sesi grup dan ketidakmampuan anggota untuk melakukan peran dan tugas yang signifikan. 8) Daya cipta dan kreativitas (Inventiveness and Creativity) Pemimpin harus menghindari terjebak dalam teknik ritual (monoton dan berulang) dan presentasi yang diprogram. Mungkin tidak mudah untuk mendekati setiap kelompok dengan ide-ide baru. Pemimpin yang kreatif dan inovatif terbuka untuk pengalaman baru dan pandangan dunia yang berbeda. Salah satu keuntungan utama kerja kelompok adalah bahwa Ia menawarkan banyak peluang untuk menjadi inventif. 9) Tampil sebagai Guru BK yang sangat efektif (Portrait of Highly Effective Therapists) Karakteristik yang menggambarkan sifat-sifat Guru Bimbingan dan Konseling yang efektif yakni yang hidup, tulus, berkomitmen, bertekad, intensif, terbuka, ingin tahu, toleran, vital, reflektif, sadar diri, murah hati, dewasa, optimis, analitik, menyenangkan, cerdas, energik, kuat, inspiratif, dan bersemangat. ini menegaskan karakteristik pribadi terapis yang penting untuk dimiliki guna menunjukkan bagaimana karakteristik tersebut dimanifestasikan dalam kerja profesional terapis. c. Kelebihan dan Kekurangan bimbingan kelompok Pendekatan kelompok memiliki kekurangan dan kelebihan tersendiri. Banyak penelitian yang telah dilakukan yang menggambarkan pendekatan kelompok dan secara statistik memaparkan kelebihan dan kelemahan yang ditemukan. 1) Pendekatan kelompok dalam konseling juga menemukan hasil yang positif terhadap upaya mengurangi perilaku agresi pada konseli (Gibbs, Potter, Barriga, & Liau, 1996; Horne, Stoddard, & Bell, 2007) 2) Kelompok dapat digunakan untuk meningkatkan perkembangan karir dari anggota (Clark, Severy, & Sawyer, 2004; Sullivan & Mahalik, 2000), selain itu kelompok juga
  • 13. dapat digunakan secara efektif untuk merencanakan karir pada kelompok minoritas dengan permasalahan yang spesifik (Peterson & González, 2000) Masing banyak lagi hasil penelitian lainya yang menjelaskan bagaimana pendekatan kelompok memberikan acuan dan temuan baru dalam perkembangan pelayanan bimbingan dan konseling berbasis kelompok. Kelebihan atau keuntungan bimbingan kelompok Beberapa keuntungan atau kelebihan dari pelayanan konseling kelompok dapat dijabarkan sebagai berikut: 1) Bimbingan kelompok menjadi bagian dari seting sosial bagi murid/anggota untuk mempelajari perilaku atau tingkah laku baru, dan mendukung satu sama lain. Dalam kelompok anggota dapat berbagi dan bertukar ide, asumsi, dan membandingkan sudut pandang satu dengan yang lain sebagai sebuah kesempatan untuk memperoleh pegalaman dan mengubahnya. 2) Dengan fokus berbagi pada kelompok anggota dapat belajar tentang identitas diri satu sama lain termasuk isu yang menyertai. Proses identifikasi ini menjadikan anggota lebih meningkatkan kohesivitas dan meningkatkan pemahaman yang utuh akan dirinya. 3) Melalui kegiatan bimbingan kelompok mencoba mendorong dan memfasilitasi setiap anggota satu sama lain dalam memperoleh penerimaan diri, empati, tolong menolong, solidaritas, dan keterampilan sosial lainnya. 4) Control kelompok atau anggota kelompok yang lain dapat meningatkan dorongan sekaligus tolak ukur bagi konseli dalam menentukan arah perubahan perilaku dan atau tujuan serta strategi yang akan diambil untuk melakukan perubahan tersebut. 5) Melalui bimbingan kelompok individu-individu mencapai tujuannya dan berhubungan dengan individu-individu lain dengan cara yang produktif dan inovatif. Keadaan nyata yang dihadirkan dalam kegiatan kelompok, merupakan keunggulan yang tidak dijumpai dalam konseling individual. Jacobs, Harvill, & Masson (1994) juga mengemukakan tujuh keuntungan yang dapat diperoleh berkaitan dengan layanan format kelompok, yaitu : 1) Berbagi perasaan akan dalam kondisi kebersamaan 2) pengalaman merasa memiliki, 3) kesempatan untuk berpraktik dengan orang lain, 4) kesempatan untuk menerima berbagai umpan balik, 5) belajar seolah-olah mengalami berdasarkan kepedulian orang lain, 6) memberikan gambaran untuk menghadapi kenyataan hidup, dan 7) ada dukungan teman guna memelihara komitmen Dari apa yang dipahami diatas maka dapat dijelaskan bagaimana, seorang siswa mungkin mengalami kesulitan dalam mengungkapkan perasaan dan opini, tetapi dalam suasana kelompok sangat memungkinkan siswa tersebut dapat mengungkapkan secara leluasa. Melalui suasana
  • 14. kelompok dapat pula dikembangkan berbagai keterampilan sosial dan sikap-sikap tertentu, yaitu keterampilan berkomunikasi, keterampilan menghargai pendapat orang lain, kerja kelompok, membantu orang lain, belajar dari anggota lain dan sebagainya, yang dalam konseling individual sulit dikembangkan. Mereka akan dapat saling berbagi pengalaman, dan saling memberikan masukan yang semuanya itu sangat berharga bagi upaya pengembangan pribadi, pencegahan masalah dan pemecahan masalah. Melalui suasana bimbingan kelompok dapat dikembangkan suasana untuk menumbuhkan rasa toleransi, rasa percaya diri, dan peningkatan tanggung jawab. Kelemahan atau keterbatasan bimbingan kelompok 1) Bimbingan kelompok lebih berfokus pada pendidikan dan informational sehingga cukup lemah dalam kaitanya pada proses terapeutik dan pengembangan pribadi, dibandingkan dengan konseling kelompok. 2) Dikarekan jumlah anggota yang lebih banyak maka kegiatan bimbingan kelompok tidak terlalu banyak memberikan waktu bagi setiap anggota untuk berkomunikasi dan berbagi satu sama lain dengan lebih intens. 3) Saat bimbingan kelompok membahas beberap topik yang ada maka Guru Bimbingan dan Konseling perlu lebih fokus pada tujuan dari masing-masing anggota dan kadangkala membuat hal tersebut tumpang tindih dengan kepentingan kelompok. Padahal dalam kontrak pelayanan dipahami bahwa tujuan dalam layanan bimbingan kelompok adalah untuk memfasilitasi pengembangan diri anggota kelompok. 4) Dikarekan bimbingan kelompok menggunakan teknik instraksional dan jumlah anggota yang lebih besar terkadang membuat Guru Bimbingan dan Konseling lebih bersifat direktif dan terstruktur dalam melakukan pelayanan. d. Tahapan Bimbingan Kelompok Terdapat empat tahapan bimbingan kelompok yaitu pembukaan, transisi, inti, dan penutupan (Depdikbud, 2016). Uraian langkah setiap tahap disajikan dalam tabel sebagai berikut: Tabel 1.1 Tahapan Bimbingan Kelompok No. Tahap Kegiatan 1. Pembukaan 1. Menciptakan suasana saling mengenal, hangat, dan rileks, 2. Menjelaskan tujuan dan manfaat bimbingan kelompok secara singkat, 3. Menjelaskan peran masing-masing anggota dan pembimbing pada proses bimbingan kelompok yang akan dilaksanakan,
  • 15. 4. Menjelaskan aturan kelompok dan mendorong anggota untuk berperan penuh dalam kegiatan kelompok, 5. Memotivasi anggota untuk saling mengungkapkan diri secara terbuka, 6. Memotivasi anggota untuk mengungkapkan harapannya dan membantu merumuskan tujuan bersama. 2. Transisi 1. Melakukan kegiatan selingan berupa permainan kelompok, 2. Mereview tujuan dan kesepakatan bersama, 3. Memotivasi anggota untuk terlibat aktif dan mengambil manfaat dalam tahap inti, 4. Mengingatkan anggota bahwa kegiatan akan segera memasuki tahap inti. 3. Inti 1. Mendorong tiap anggota untuk mengungkapkan topik yang perlu dibahas, 2. Menetapkan topik yang akan dibahas sesuai dengan kesepakatan bersama, 3. Mendorong tiap anggota untuk terlibat aktif saling membantu, 4. Melakukan kegiatan selingan yang bersifat menyenangkan mungkin perlu diadakan 5. Mereview hasil yang dicapai dan menetapkan pertemuan selanjutnya, apabila dibutuhkan. 4. Penutupan 1. Mengungkap kesan dan keberhasilan yang dicapai oleh setiap anggota, 2. Merangkum proses dan hasil yang dicapai, 3. Mengungkapkan kegiatan lanjutan yang penting bagi anggota kelompok, 4. Menyatakan bahwa kegiatan akan segera berakhir, 5. Menyampaikan pesan dan harapan. e. Teknik Bimbingan Kelompok Teknik bimbingan kelompok dipilih sesuai dengan topik atau tema yang akan dibicarakan dalam bimbingan kelompok. Banyak teknik bimbingan kelompok yang bisa dipakai, karena pembatasan halaman, pada modul ini hanya dibahas empat teknik yaitu diskusi kelompok, sosiodrama, psikodrama, dan homeroome. Teknik-teknik lain silahkan dipelajari sendiri di luar modul ini. Penggunaan/implementasi teknik-teknik bimbingan kelompok dalam keseluruhan tahapan bimbingan kelompok dilaksanakan pada tahap inti. Pada tahap inti diuraikan secara detail
  • 16. tahapan yang dilakukan (sesuai teknik yang dipakai) dan dijelaskan pula kegiatan yang harus dilakukan pemimpin kelompok. Pada tahap pembukaan, transisi, dan penutup disesuaikan dengan tujuan dan hal-hal lain terkait teknik yang digunkan. Keempat teknik (diskusi kelompok, sosiodrama, psikodrama, dan homeroome) dijelaskan pada uraian dibawah sedangkan untuk beberapa contoh teknik lain dapat di simak pada link https://....: 1) Diskusi Kelompok a) Konsep Dasar Metode diskusi kelompok adalah suatu cara penyajian bahan pelajaran dimana seorang guru memberi kesempatan kepada siswa (kelompok siswa) untuk mengadakan percakapan guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternatif pemecahan atas masalah. Dijelaskan bahwa diskusi kelompok adalah suatu percakapan ilmiah oleh beberapa orang yang tergabung dalam suatu kelompok untuk saling bertukar pendapat suatu masalah atau bersama-sama mencari pemecahan mendapatkan jawaban atau kebenaran atas suatu masalah (Damayanti, Sudarmanto, & Rusman, 2013). Diskusi kelompok dapat pula diartikan sebagai percakapan yang sudah direncanakan antara tiga orang atau lebih dengan tujuan untuk memecahkan masalah atau untuk memperjelas suatu persoalan, di bawah pimpinan seorang pemimpin (Romlah, 2006). Sukerteyasa, Koyan, & Suarni (2014) menyatakan bahwa diskusi kelompok merupakan suatu proses yang teratur yang melibatkan sekelompok orang dalam interaksi tatap muka yang informal dengan berbagai pengalaman atau informasi, pengambilan kesimpulan atau pemecahan masalah. Diskusi kelompok merupakan suatu proses bimbingan dimana murid- murid akan mendapatkan suatu kesempatan untuk menyumbangkan pikiran masing-masing dalam memecahkan masalah bersama. Dalam diskusi ini tetanam pula tanggung jawab dan harga diri (Djumhur & Surya, 1975) Jadi diskusi kelompok adalah suatu percakapan yang dilakukan oleh tiga orang atau lebih melalui proses bertukar pikiran dan argumentasi kearah pemecahan masalah secara bersama- sama. Proses diskusi kelompok ini dapat dilakukan melalui forum diskusi diikuti oleh semua siswa di dalam kelas, dapat pula dibentuk kelompok-kelompok lebih kecil. Yang perlu
  • 17. diperhatikan ialah para siswa dapat melibatkan dirinya untuk ikut berpartisipasi secara aktif di dalam forum diskusi kelompok. b) Tujuan Dalam pelaksanaan bimbingan kelompok, diskusi kelompok tidak hanya untuk memecahkan masalah, melainkan juga untuk mencerahkan suatu persoalan serta untuk pengembangan pribadi. Dinkmeyer dan Muro menyebutkan tiga macam tujuan diskusi kelompok yaitu (1) untuk mengembangkan pengertian terhadap diri sendiri; (2) mengembangkan kesadaran tentang diri (self) dan orang lain; (3) mengembangkan pandangan baru mengenai hubungan antara manusia (Romlah, 2006). Diskusi kelompok dapat dikatakan sebagai jantungnya bimbingan kelompok karena hampir semua teknik bimbingan kelompok menggunakan diskusi sebagai cara kerjanya, misalnya permainan peranan, karya wisata, permainan simulasi, pemecahan masalah, homeroom, dan pemahaman diri melalui proses kelompok. c) Tipe Diskusi Kelompok Diskusi Kelompok dapat dilakukan dengan beberapa bentuk. Penggunaan model atau bentuk dari diskusi kelompok disesuaikan dengan kebutuhan dari tema dan bentuk kelompok yang ada. Beberapa bentuk atau tipe diskusi kelompok dapat dijelaskan sebagai berikut. 1) The social problem meeting Para siswa berbincang-bincang memecahkan masalah sosial di kelasnya atau di sekolahnya dengan harapan setiap siswa akan merasa terpanggil untuk mempelajari dan bertingkah laku sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku. Sebagai contoh: diskusi persoalan komunikasi efektif antar siswa dan guru 2) The open-ended meeting Para siswa berbincang-bincang mengenai masalah apa saja yang hubungannya dengan kehidupan mereka sehari-hari dengan kehidupan mereka di sekolah dengan sesuatu yang terjadi di lingkungan sekitar mereka. Sebagai contoh: tema diskusi persoalan korupsi dan solusinya 3) The educational-diagnosis meeting Para siswa berbincang-bincang mengenai pelajaran di kelas dengan maksud untuk saling mengoreksi pemahaman mereka atas pelajaran yang telah diterima agar masing-masing anggota memperoleh pemahaman yang baik/benar. Sebagai contoh: diskusi soal penerapan ilmu matematika dalam berkehidupan di masyarakat
  • 18. Selain bentuk-bentuk atau tipe diskusi kelompok di atas tipe kelompok diskusi juga dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bentuk lain. Sebagaimana Sukardi & Kusmawati (2008) membagi tipe kelompok diskusi berdasarkan tujuan-tujuan tertentu sebagaimana berikut. 1) Dilihat dari jumlah anggota Jika dilihat dari jumlah anggota, diskusi kelompok berbentuk kelompok besar dan kelompok kecil. Kelompok besar berjumlah 20 orang atau lebih. Sedangkan kelompok kecil berjumlah kurang dari 20 orang, biasanya sekitar 2-12 orang. 2) Dilihat dari pembentukan Jika dilihat dari pembentukannya, diskusi kelompok berbentuk formal dan informal. Dalam bentuk formal, proses pembentukannya sengaja untuk dibentuk suatu diskusi kelompok. Sedangkan yang informal, proses terbentuknya diskusi secara spontan dan tanpa direncanakan. 3) Dilihat dari tujuan Jika dilihat dari tujuan diskusi kelompok ada dua macam yaitu pemecahan masalah dan terapi anggota. Pemecahan masalah memiliki ciri utama menekankan pada hasil diskusi, sedangkan terapi anggota menekankan pada proses diskusi. 4) Dilihat dari waktu diskusi Jika dilihat dari waktu dalam diskusi, diskusi kelompok ada dua bentuknya, marathon dan singkat/regular. Marathon dilakukan secara terus menerus tanpa jeda waktu selama 5-12 jam, sedangkan singkat atau regular dilakukan 1-2 jam dan dilakukan secara berulang- ulang. 5) Dilihat dari masalah yang dibahas Jika dilihat dari masalah yang dibahas, diskusi kelompok ada dua macam yaitu sederhana dan kompleks/rumit. Sederhana mempunyai ciri utama masalah yang dipecahkan relatif mudah, sedangkan kompleks/rumit masalah yang dipecahkan cukup sulit. 6) Dilihat dari aktivitas kelompok Jika dilihat dari aktifitas kelompok, diskusi kelompok ada dua macam, yaitu terpusat pada pemimpin dan demokratis (terbagi ke semua anggota). Diskusi yang terpusat pada pemimpin cenderung anggotanya yang kurang aktif akan tetapi pemimpin yang lebih aktif. Sedangkan demokrasi, anggota dan pemimpin sama-sama aktif dalam memberikan saran dan pendapat.
  • 19. d) Prosedur Diskusi Kelompok Menurut Tatiek Romlah (2006), pelaksanaan diskusi kelompok meliputi tiga langkah yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian. 1. Perencanaan, meliputi a. Merumuskan tujuan diskusi b. Menentukan jenis diskusi (diskusi kelas, kelompok kecil, atau panel) c. Melihat pengalaman dan perkembangan siswa d. Memperhitungkan waktu yang tersedia untuk kegiatan diskusi e. Mengemukakan hasil yang diharapkan dari diskusi, misalnya rangkuman, kesimpulan atau pemecahan masalah. 2. Pelaksanaan Fasilitator memberikan tugas yang harus didiskusikan, waktu yang tersedia untuk mendiskusikan tugas itu dan memberitahu cara melaporkan tugas serta menunjuk pengamat diskusi apabila diperlukan. 3. Penilaian Fasilitator meminta pengamat melaporkan hasil pengamatannya, memberikan komentar mengenai proses diskusi dan membicarakannya dengan kelompok. 2) Sosiodrama a) Konsep Dasar Kepribadian seseorang adalah keseluruhan peranan yang diperankannya dalam kehidupan sehari-hari dalam lingkungan keluarga, masyarakat dan pekerjaan. seseorang dikatakan mempunyai penyesuaian diri yang baik apabila ia dapat berperilaku sesuai dengan perananan yang dimilikinya baik sebgai individu maupun makhluk sosial. Pribadi seorang individu berkembang melalui proses bagaimana Ia mereaksikan terhadap stimulus-stimulus dari lua dirinya dan bagaimana melakukan peranannya dalam hubungan dengan perasaan orang lain dan dari status yang ia terima dalam menghadapi situasi yang berbeda-beda. Hal inilah yang menjadi salah satu dasar dari berkembangnya konsep bermain peran baik itu sosiodrama maupun psikodrama. Bermain peran (role playing) dapat dipahami sebagai dramatisasi tingkah laku untuk memfasilitasi peserta didik/konseli melakukan dan menafsirkan suatu peran tertentu. Role playing atau bermain peran adalah metode pembelajaran sebagai bagian dari simulasi yang diarahkan untuk mengkreasi peristiwa sejarah, mengkreasi peristiwa-peristiwa aktual, atau kejadian-kejadian yang mungkin muncul pada masa mendatang (Kanti & Sugiyo, 2014).
  • 20. Menurut pendapat Moreno salah satu faktor penting yang menentukan dalam permainan peran yang akan menghasilkan perubahan perilaku adalah pengurangan hambatan- hambatan (Romlah, 2006). Hambatan biasa timbul adalah perasaan takut dikritik, takut dihukum atau ditertawakan. Permainan peran menyediakan kondisi yang dapat menghilangkan takut atau cemas karena dalam permaianan peran individu dapat mengekspresikan dirinya secara bebas tanpa takut kena “sanksi sosial” terhadap perbuatannya. Siswa akan menyadari dan melakukan perilaku yang sudah jelas dan biasa dilakukan, menemukan bahwa perilaku itu tidak efektif untuk dilakukan dan mengetahui sebab-sebabnya, mencoba perilaku baru yang lebih efektif dan akhirnya melaksanakan pola-pola perilaku baru yang ditemukan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Melalui role playing, siswa dapat memperoleh pengalaman-pengalaman yang dapat dipraktekkan dalam hal pribadi danhubungannya dengan sosial, termasuk ketika menghadapi konflik-konflik yang muncul. Sebagai bagian dari teknik role playing sosiodrama sendiri dipahami sebagai dramatisasi dari persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam pergaulan dengan orang lain. Termasuk konflik yang sering dialami dalam pergaulan sosial. Untuk itu digunakan role playing, yaitu beberapa orang mengisi peranan tertentu dan memainkan suatu adegan tentang pergaulan sosial yang mengandung persoalan yang harus diselesaikan (Winkel & Hastuti, 2005). Sosiodrama sebagai sebuah permainan peranan digunakan untuk memecahkan masalah sosial yang timbul dalam hubungan antar manusia. Konflik-konflik atau permasalahan sosial yang dilakukan dalam konsep drama adalah konflik-konflik yang tidak mendalam dan tidak menyangkut gangguan kepribadian. Dari sini dapat dipahami bahwa melalui sosiodrama atau permainan peran ini konseli atau setiap anggota kelompok akan diajak untuk melakukan serangkaian peran yang mencerminkan kehidupan nyata atau perilaku-perilaku sosial yang menjadi kepedulian bersama setiap anggota. Dari peran yang dimainkan dilakukan diskusi dan pembahasan secara mendalam untuk mendapatkan insight sehingga menjadi bahan pembelajaran sekaligus refleksi bagi setiap anggota. b) Tujuan Sosiodrama Dalam penggunaan teknik sosiodrama terdapat beberapa tujuan dan manfaat yang dapat diperoleh. Dijelaskan bahwa tujuan metode sosiodrama adalah agar siswa dapat menghayati dan menghargai perasaan orang lain, dapat belajar bagaimana membagi tanggung
  • 21. jawab, dapat belajar bagaimana mengambil keputusan dalam situasi kelompok secara spontan, dan merangsang kelas untuk berfikir dan memecahkan masalah (Kusumaningrum, 2014). Dari apa yang disampaikan dipahami bahwa sosiodrama tidak hanya mengajarkan konteks keterampilan sosial pada anggota melainkan nilai sosial psikologi dalam diri. Penggunaan sosiodrama tidak hanya menegaskan pada tujuan kognisi tetapi lebih kepada nilai atau sikap afeksi sebagai upaya pengembangan pribadi sekaligus pemecahan masalah serupa yang mungkin dialami oleh anggota kelompok. Sedangkan Romlah (2006) menegaskan bahwa sosiodrama merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mendidik atau mendidik kembali dari kegiatan penyembuhan. Terkait dalam penelitian ini tujuan sosiodrama bertujuan untuk memudahkan siswa dalam memahami etika bergaul dengan lawan jenis. Selain konsep-konsep yang telah dijelaskan sebelumnya akan tujuan dari sosiodrama beberapa manfaat yang dapat diperoleh akan penggunaan teknik sosiodrama dalam konseling antara lain: 1) Membantu peserta didik/konseli memperoleh pemahaman yang tepat tentang permasalahan sosial yang dialaminya. 2) Dapat mengembangkan keterampilan interaksi sosial yang efektif sehingga diharapkan nanti tidak canggung menghadapi situasi dalam kehidupan sehari-hari. 3) Menghilangkan perasaan kurang percaya diri dan rendah diri yang tidak sesuai dengan keadaan diri. 4) Membiasakan diri untuk sanggup menerima dan menghargai orang lain. c) Prosedur Teknik Sosiodrama Secara umum tahapan atau prosedur daalam sosiodrama setiap individu akan memerankan suatu peranan tertentu dalam suatu situasi masalah sosial. Dalam kesempatan itu, individu akan menghayati secara langsung situasi masalah yang dihadapinya. Kemudian diadakan diskusi mengenai cara-cara pemecahan masalahnya. Sedangkan menurut Winkel & Hastuti (2005) menjelaskan secara rinci langkah-langkah metode sosiodrama adalah dengan urutan (a) Menentukan persoalan, (b) Menentukan para pemeran drama untuk membawa adegan sesuai dengan situasi, (c) para pemain membawakan adegan secara spontan, (d) para pemain melaporkan apa yang mereka rasakan selama drama, (e) para penyaksi berdiskusi. Romlah (2006) menjelaskan pelaksanaan layanan konseling dengan metode sosiodrama secara umum mengikuti langkah-langkah persiapan, membuat skenario sosiodrama, menentukan kelompok yang akan memainkan sosiodrama, menentukan
  • 22. kelompok penonton dan menjelaskan tugasnya, pelaksanaan sosiodrama, evaluasi dan diskusi, ulangan permainan. Secara lebih detail pembagian tahapan kegiatan dijelaskan sebagai berikut: 1) Persiapan, yaitu mengemukakan masalah dan tema yang akan disosiodramakan. Kemudian diadakan tanya jawab untuk memperjelas masalah dan peranan-peranan yang akan dimainkan. 2) Membuat skenario sosiodrama. Terkait dengan tahap ini, sebelum bermain peran, Guru Bimbingan dan Konseling telah menyiapkan skenario sosiodrama terlebih dahulu dan di dalam memainkan peran siswa tidak perlu menghafal naskah, mempersiapkan diri, dan sebagainya. Siswa hanya melihat judul dan garis besar dari isi skenarionya berkaitan etika bergaul dengan lawan jenis. 3) Menentukan kelompok yang akan memainkan sosiodrama, sesuai dengan kebutuhan skenarionya Guru Bimbingan dan Konseling memilih individu yang akan memegang peran tertentu. Dalam tahap ini, sebelumnya Guru Bimbingan dan Konseling mengemukakan garis besar dari skenario tersebut. Kemudian memilih kelompok siswa yang akan memerankan peran, serta mengatur situasi tempat bersama-sama dengan siswa yang terlibat peran tersebut. 4) Menentukan kelompok penonton dan menjelaskan tugasnya. Kelompok penonton adalah anggota kelompok lain yang tidak ikut menjadi pemain (apabila ada). Tugas kelompok penonton adalah untuk mengobservasi pelaksanaan permainan. Hasil observasi kelompok penonton merupakan bahan diskusi. Selain diperoleh dari kelompok yang kebetulan tidak bermain, penelituan kelompok penonton atau kelompok pengamat juga dapat ditunjuk Guru Bimbingan dan Konseling dari luar anggota kelompok. Ditegaskan bahwa siswa yang tidak ikut memerankan peran atau kelompok pengamat diminta supaya mendengarkan dan mengikuti dengan teliti semua pembicaraan, tindakan-tindakan serta keputusan-keputusan yang dilakukan para pemeran. Setelah pementasan selesai, Guru Bimbingan dan Konseling mengatur diskusi untuk mengaplikasikan apa yang dilakukan oleh siswa yang bermain peran sesuai dengan isi skenario. 5) Pelaksanaan sosiodrama. Pemimpin kelompok atau Guru Bimbingan dan Konseling memberikan kebebasan kepada anggota kelompok yang mendapat peran untuk melaksanakan peran yang dimainkan. Dalam permainan ini diharapkan terjadi identifikasi antara pemain maupun penonton dengan peran-peran yang dimainkannya. Siswa diberi kesempatan untuk mengekspresikan penghayatan mereka pada saat memainkan peran. 6) Evaluasi dan diskusi. Setelah selesai permainan diadakan diskusi mengenai pelaksanaan permainan berdasarkan hasil observasi dan tanggapan-tanggapan penonton. Dalam tahapan ini diskusi diarahkan untuk membicarakan tanggapan mengenai bagaimana pemain membawakan peranya sesuai ciri-ciri masing-masing
  • 23. peran, cara memecahkan masalah, dan kesan-kesan pemain dalam memerankan perannya. 7) Ulangan permainan. Dari hasil diskusi dapat ditentukan apakah perlu diadakan ulangan permainan atau tidak. 3) Psikodrama a) Konsep Dasar Sejak kita kecil kita telah terbiasa dengan bermain dalam dunia kita sendiri. Semisal saat dahulu anak perempuan sering bermain dengan boneka atau mainan atau saat kita sering berdandan layaknya orang dewasa. Begitu juga dengan anak laki-laki yang senang bermain perang-perangan. Konsep drama sebenarnya telah kita kenal jauh lama sebelum masa ini. Drama yang dimainkan merupakan padangan anak kecil terhadap dunia nyata. Begitulah pengalaman pribadi diungkapkan dalam drama dan dimainkan oleh orang lain. Pengalaman-pengalaman melalui drama akan menimbulkan pemahaman serta kesadaran bahwa pengalaman perseorangan bukanlah suatu milik pribadi yang tidak diketahui oleh orang lain. Disinilah konsep dasar psikodrama secara mudah dipahami. Psikodrama memberikan kesempatan bagi orang untuk melihat kehidupan pribadi dengan cara berbeda setelah kehidupan pribadi itu didramakan dan bahkan diperankan oleh orang lain yang berada dalam kelompok bersama (Prawitasari, 2011). Hal ini akan membuat pribadi tersebut merasa bahwa pengalamanya bukanlah sesuatu yang mempribadi tetapi juga pengelaman banyak orang dan dapat dipahami oleh banyak orang pula. Psikodrama merupakan permainan peran yang dimaksudkan agar individu yang bersangkutan dapat memperoleh pengertian lebih tentang dirinya, dapat menemukan konsep pada dirinya, menyatakan kebutuhan-kebutuhannya, dan menyatakan reaksinya terhadap tekanan-tekanan terhadap dirinya (Corey, 2012). Psikodrama dipahami sebagai prosedur penangan yang digunakan sebagai tempat belajar dan saling mendukung di antara anggota kelompok di bawah bimbingan seorang terapis/Guru Bimbingan dan Konseling. Dalam aplikasinya seorang terapi juga dapat berperan sebagai suber dukungan bagi anggota kelompok. Terapi memposisikan dirinya sejajar dengan anggota sebagai mitra dalam upaya yang dilakukan. Psikodrama dalam bimbingan kelompok digunakan untuk memecahkan masalah- masalah psikis yang dialami oleh individu. Dalam teknik ini siswa memerankan suatu peranan
  • 24. tertentu tentang konflik atau ketegangan dapat dikurangi atau dihindarkan. Dipertegas lebih jauh dijelaskan bahwa Psikodrama merupakan dramatisasi dari persoalan-persoalan yang berkaitan dengan gangguan serius dalam kesehatan mental partisipan, sehingga tujuannya ialah perombakan dalam struktur kepribadian seseorang. Psikodrama bersifat kegiatan terapi dan ditangani oleh seorang ahli psikoterapi (Winkel & Hastuti, 2005). Pelaksanaan psikodrama tersebut membutuhkan latar atau panggung yang bebas dari paksaan dan batasan kehidupan sehari-hari sehingga, pada saat yang sama, memberikan keamanan bagi ekspresi diri dan eksplorasi. Hal ini biasanya dilakukan oleh kelompok terapi yang juga melibatkan pengaturan adegan sehingga individu juga berusaha menciptakan atau menciptakan kembali suasana fisik dan emosional yang dikehendaki, tindakan menjadi berubah. Tindakan yang terjadi disitu adalah berpusat pada masa kini (present centered) berubah menjadi disini dan kini, dan seolah-olah berlangsung untuk pertama kali. Panduan Operasional Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling Sekolah Menengah Atas tahun 2016 menyebutkan bahwa Psikodrama merupakan upaya memfasilitasi peserta didik/konseli memperoleh pengertian yang lebih baik tentang dirinya sendiri, menemukan konsep diri, menyatakan kebutuhan, dan menyatakan reaksi terhadap tekanan diri melalui penghayatan situasi dramatis yang diperankannya. b) Tujuan Psikodrama Tujuan psikodrama adalah membantu peserta didik/konseli memperoleh pengertian yang baik tentang diri sendiri sehingga dapat menemukan konsep diri, kebutuhan-kebutuhan, dan reaksi-reaksi yang tepat terhadap tekanan yang dialaminya. c) Komponen dalam Psikodrama Metode psikodrama terdiri dari beberapa komponen pokok, yaitu: panggung permainan, pimpinan permainan (director), pemeran utama atau individu yang menjadi pusat psikodrama (protagonist), individu-individu yang membantu pemimpin psikodrama dan pemeran utama dalam pelaksanaan psikodrama (auxiliary egos), dan penonton (Haskell dalam Romlah, 2006). Berikut adalah penjelasan mengenai psikodrama: (1)Panggung permainan
  • 25. Penggung permainan mewakili ruang hidup peran utama psikodrama. Panggung atau tempat permainan hendaknya cukup luas untuk memberi ruang gerak yang cukup bagi pemeran utama, pemimpin, dan individu-individu lain yang berperan dalam psikodrama tersebut. Tempat permainan harus merupakan tiruan atau paling tidak secara simbolis mewakili adegan-adegan yang diuraikan klien. Apabila tidak ada panggung, sebagian ruangan dapat dijadikan panggung asal diberi batas yang jelas, dan para pemegang peran keluar masuk tempat itu. (2)Pemimpin psikodrama (Director) Pemimpin psikodrama mempunyai 3 peranan, yaitu sebagai produser, katalisator/fasilitator, dan pengamat atau penganalisis. Pemimpin membantu pemilihan pemegang peran utama, dan kemudian menentukan teknik psikodrama yang mana yang paling tepat untuk mengekplorasi masalah individu tersebut merencanakan pelaksanaannya, menyiapkan situasi yang tepat, dan memperhatikan dengan cermat perilaku pemain utama selama psikodrama berlangsung. Dalam usaha bimbingan, director dalam psikodrama ini tidak mesti mereka yang ahli persutradaraan. Mungkin bisa menggunakan naskah atau cerita karya orang lain untuk didramakan. Pemimpin kelompok juga harus mempunyai keberanian. Sebab teknik-teknik yang digunakan mengandung beberapa resiko yang kadang-kadang belum diketahui. Ia harus mempunyai keberanian untuk mencoba teknik-teknik yang diperkirakan mempunyai pengaruh yang kuat pada anggota kelompok. Seorang pemimpin harus mempunyai karisma, ia harus mempunyai antusiasme dan spontanitas. Dengan menggunakan karismanya, seorang pemimpin harus mampu mendorong anggota-anggota kelompoknya untuk dapat mengontrol dan berani menanggung resiko dalam mencoba perilaku baru. Seorang pemimpin harus mempunyai kepercayaan kepada diri sendiri, pengetahuan mengenai diri sendiri, dan pengalaman klinis. (3)Peran utama (Protagonis) Pemegang peran utama adalah individu yang dipilih oleh kelompok danpemimpin kelompok untuk memerankan kembali kejadian penting yang dialami mulai dari kejadian waktu lampau, apa yang terjadi sekarang, dan situasi yang diperkirakan atau terjadi. Dalam
  • 26. psikodrama protagonis didorong untuk memerankan lakon seperti keadaan yang pernah atau akan dialami. Pola drama yang akan dimainkan harus mengandung atau berhubungan dengan kasus yang dialami oleh klien, dimana dalam pelaksanaanya terdapat situasi-situasi yang menimbulkan kekecewaan, ketakutan, kesusahan, kegembiraan, yang semua itu di atur dan diarahkan oleh seorang director atau pembimbing. Pemeran utama berkewajiban mengajar pemain lain yang terpilih bagaimana mereka harus membawakan perannya. Pemimpin kelompok dapat memberikan saran-saran bagaimana sekenario masalah dimainkan, tetapi pemeran utamalah yang menentukan apakah ia akan mengikuti saran tersebut atau tidak. Pada akhir psikodrama, pemimpin dan pemeran utama dapat menyarankan peran yang berbeda terhadap adegan yang sama untuk melihat apakah pemeran utama dapat bereaksi lebih efektif. Konsep dasar pendapat Moreno adalah bahwa pemain utama merupakan alat dari kelompok. Apa yang di perankannya bersama dengan pemeran lainnya merupakan wakil masalah kelompok. Dengan demikian psikodrama lebih merupakan proses kelompok daripada hanya alat untuk menyembuhkan individu melalui kelompok. (4)Pemeran pembantu (Auxiliary) Pemeran pembantu atau pembantu terapis adalah siapa saja dalam kelompok yang membantu pemimpin kelompok dan pemeran utama dalam produksi psikodrama. Fungsi pemeran pembantu adalah mendorong pemeran utama agar terlibat secara mendalam ke hal- hal yang terjadi saat ini. Dengan bantuan yang efektif dari pembantu terapis, psikodrama dapat menjadi alat yang efektif untuk mengubah perilaku. (5)Penonton Penonton dalam psikodrama adalah anggota-anggota kelompok yang tidak menjadi pemeran utama atau peran pembantu. Penonton memberikan dukungan yang sangat bernilai dan memberikan balikan kepada pemeran utama. Setelah permainan selesai diadakan diskusi, dan penonton diminta reaksinya secara spontan mengenai apa yang dilihatnya dan memberikan pandangan dan sumbangan pikiran. Berbagai reaksi dan sumbangan dari penonton tersebut akan membantu pemeran utama memahami akibat perilakunya terhadap orang lain. Dengan demikian proses pengujian kenyataan telah berlangsung.
  • 27. d) Prosedur Teknik Psikodrama Prosedur khusus dalam psikodrama diberikan untuk mendukung perkembangan ekspresi, kesadaran, pengetahuan, akan akibat perilaku seseorang tehadap perubahan perilaku yang diinginkan. Beberapa prosedur yang umum digunakan adalah role presentation, role reversal, soliloquy, aside, doubling, amplifying, mirror dan modelling (Prawitasari, 2011). Role presentation atau penyajian peran dilakukan dengan cara mengenalkan peran sederhana yang merupakan representasi dari kehidupan sehari-hari yang dilakukan oleh konseli. Selain itu hal ini dapat dilakukan dengan cara melakukan secara simbolik akan aspek-aspek pribadi (intrapersonal) atau interpersonal secara dramatisir untuk dapat melihat dari sudut pandang berbeda. Berbeda dengan role reversal, konseli diajak untuk dihadapkan cara menukar peran dengan orang lain untuk melihat konflik dan aspek-aspek yang muncul melalui kaca mata yang berbeda. Dalam soliloquy, individu yang berperan sebagai protagonis berlaku berpura-pura sendiri dan tidak seorangpun mendengarkannya walaupun sudah dinyatakan dengan keras. Soliloquy sendiri adalah istilah untuk seseorang yang berbicara tentang apa yang dia pikirkan, tanpa atau seolah-olah tidak ada yang mendengarkan. Biasanya terjadi di dalam drama dan teater serta dikenal dengan istilah monolog. Prosedur ini digunakan Guru Bimbingan dan Konseling atau terapis sebagai sutradara untuk melihat ketidak selarasan atau selarasnya antara perkataan dengan perilaku yang terwujud. Sedangkan aside adalah membolehkan protagonis untuk menyuarakan perasaan dan atau pikirannya yang seakan tidak tepat kalau diucapkan dengan keras pada kehidupan asli. Dalam bahasa sederhana kita sehari-hari sering kali memikirkan sesuatu tetapi tidak disampaikan, aside merasionalkan hal itu untuk diutarakan saat psikodrama. Doubling merupakan sisi lain dari protagonis, dalam konsep ini para pemeran pendukung atau pembantu menyatu dengan protagonis dengan menirukan gerakan dan perkataan layaknya protagonis (double protagonis). Dalam hal ini double adalah terapis pendukung bagi protagonis untuk sadar sepenuhnya dalam mengekspresikan dirinya. Sedangkan amplifying seperti halnya namanya pelantangan maka peranya adalah menyuarakan secara keras atau lantang tentang apa yang disampaikan oleh protagonis sebagai konsep yang sederhana dari double. Hal ini sangat berguna bagi pemalu dalam kelompok.
  • 28. Cermin atau mirror adalah suatu metode umpan balik supaya konseli melihat refleksi dirinya. Cermin bersifat pengulangan dan berfungsi bagi konseli untuk melihat kembali apa yang sudah dilakukan dan melihat secara lebih obyektif terhadap perilakunya. Modelling dalam aplikasinya adalah bentuk permodelan atau demontrasi alternatif oleh anggota kelompok bagi konseli. Modelling disini tidak bertujuan untuk mengajari secara langsung konseli tentang apa yang harus dilakukan. Model lebih kepada upaya menyajikan wawasan atau bentuk perilaku lain yang ada dalam kontek yang sama sebagai pengalaman baru dari sudut pandang yang berbeda. Dalam pendapat yang lain secara proseduratif Romlah (2006) menjelaskan pelaksanaan psikodrama terdiri melalui tiga tahap, yaitu: tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap diskusi atau tahap berbagi pendapat dan perassaan. Berikut ini adalah uraian mengenai langkah- langkah pelaksanaan psikodrama: a. Tahap Persiapan Tahap persiapan dilakukan untuk memotivasi anggota kelompok agar mereka siap berpartisipasi secara efektif dalam permainan, menentukan tujuan-tujuan permainan, dan menciptakan perasaan aman dan saling percaya dalam kelompok. Cara yang dapat dipakai untuk menyiapkan kelompok adalah: 1) Pemimpin kelompok memberikan uraian singkat mengenai hakikat dan tujuan psikodrama, dan anggota kelompok diminta untuk mengajukan pertanyaan bila ada hal- hal yang belum jelas. 2) Pemimpin kelompok mewawancarai tiga anggota kelompok secara singkat dalam situasi kelompok. 3) Anggota kelomppok membentuk kelompok-kelompok kecil dan diberi waktu beberapa menit untuk membicarakan konflik-konflik yang pernah mereka alami yang ingin mereka kemukakan dalam permnainan psikodrama. Selain cara-cara yang berstruktur, tahap persiapan dapat dilakukan dengan menanyakan kepada kelompok siapa yang dengan suka rela ingin mengungkapkan masalahnya untuk dipsikodramakan. Teknik apapun yang dipakai, yang penting adalah bahwa anggota kelompok mengetahui bahwa mereka aman dan tidak akan dipaksa untuk memainkan masalahnya. Yang terpenting dalam tahap ini pemimpin kelompok dapat menciptakan suasana yang dapat mendorong spontanitas. b. Tahap Pelaksanaan
  • 29. Tahap pelaksanaan terdiri dari kegiatan dimana pemain utama dan pemain pembantu memperagakan permainannya. Dengan bantuan pemimpin kelompok dan anggota kelompok yang lain pemeran utama memperagakan masalahnya. Satu kejadian dapat di peragakan dalam beberapa adegan. Adegan-adegan yang dibuat berdasarkan masalah- masalah yang diungkapkan pemeran utaman. Psikodrama biasanya berkembang dari hal-hal yang bersifat permukaan ke arah hal-hal yang lebih mendalam dan merupakan sumber masalah klien. Lama pelaksanaan psikodrama berbeda-beda bergantung pada penilaian pemimpin kelompok terhadap tingkat keterlibatan emosional pemain utama dan anggota- anggota kelompok yang lain. c. Tahap Diskusi Dalam tahap diskusi atau tahap bertukar pendapat dan kesan, para anggota kelompok diminta untuk memberikan tanggapan dan sumbangan pikiran terhadap permainana yang dilakukan oleh pemeran utama. Peranan pemimpin kelompok dalam tahap ini adalah memimpin diskusi dan mendorong agar sebanyak mungkin anggota kelompok memberikan balikannya. Tahap diskusi ini penting karena merupakan rangkaian proses perubahan perilaku pemeran utama kearah keseimbangan pribadi. Menurut Blatner terdapat tiga cara dalam proses pencapaian keseimbangan pribadi pemeran utama, yaitu: mengembangkan pemahaman dan penguasaan terhadap konflik dan masalah yang dihadapi, memperoleh dukungan dan balikan dari kelompok, dan mengadakan latihan perubahan perilaku baru (Romlah, 2006). 4) Homeroom a) Konsep Dasar Menurut Pietrofesa, dkk. (1980) dalam Romlah (2006) teknik penciptaan suasana kekeluargaan (homeroom) adalah teknik untuk mengadakan pertemuan dengan sekelompok siswa di luar jam-jam pelajaran dalam suasana kekeluargaan, dan dipimpin oleh guru atau Guru Bimbingan dan Konseling. Dalam hal ini yang ditekankan adalah terciptanya suasana yang penuh kekeluargaan seperti suasana di rumah yang menyenangkan dan akrab, sehingga siswa merasa aman dan diharapkan siswa bersedia mengungkapkan masalahnya yang tidak dapat diungkapkan di kelas pada waktu jam pelajaran bidang studi.
  • 30. Homeroom dipahami pula sebagai suatu program kegiatan yang dilakukan dengan tujuan agar guru dapat lebih mengenal murid-muridnya lebih baik, sehingga dapat membantunya secara efisien (Djumhur & Surya, 1975). Mugiarso (2004) mendefinisikan homeroom sebagai teknik bimbingan kelompok yang bertujuan agar guru atau petugas bimbingan dapat mengenal murid-murid secara lebih tepat sehingga dapat membantunya secara lebih efektif. Dalam bahasan yang sederhana homeroom dapat kita pahami sebagai suatu program pembimbingan siswa dengan cara menciptakan situasi atau hubungan bersifat kekeluargaan. Dari berbagai karakteristik di atas, dapat disimpulkan bahwa homeroom merupakan salah satu teknik dalam bimbingan kelompok yang dilakukan oleh guru atau guru pembimbing dan siswanya dengan menciptakan suasana kekeluargaan yang bertujuan untuk mengenal lebih dekat siswanya sehingga dapat membantunya menjadi lebih efektif. b) Tujuan Teknik Homeroom Ditegaskan bahwa kegiatan homeroom dilakukan dengan tujuan agar guru dapat mengenal murid-muridnya lebih baik, sehingga dapat membantunya secara efisien (Djumhur & Surya, 1975). Ditinjau dari pelaksanaan program bimbingan, kegiatan homeroom mempunyai dua fungsi yaitu menyediakan program bimbingan yang sistematis dan merupakan suatu proses penyaringan yang efektif terhadap siswa-siswa yang mempunyai masalah yang lebih mendalam yang perlu dikirim ke Guru Bimbingan dan Konseling (Romlah, 2006). Berhubung kegiatan homeroom ini erat kaitannya dengan suasana kekeluargaan maka kondisi kekeluargaan ini sifatnya bebas dan menyenangkan untuk siswa sehingga dengan begitu siswa akan mampu bersosialisasi dan terbuka dengan orang lain. Suasana bebas tanpa tekanan memungkinkan murid-murid untuk melepaskan perasaannya dan mengutarakan pendapatnya yang tidak mungkin tercetuskan dalam pertemuan-pertemuan formal. Selain itu juga homeroom ini membantu siswa untuk menghadapi dan mengatasi masalahnya. Sementara itu, Djumhur & Surya (1975) menyatakan dalam program homeroom ini hendaknya diciptakan suatu situasi yang bebas dan menyenangkan, sehingga murid-murid dapat mengutarakan perasaannya seperti di rumah. Berhubung homeroom merupakan salah satu teknik dalam bimbingan kelompok, maka fungsi utama dari homeroom ini yaitu untuk meningkatkan kemampuan komunikasi dan sosialisasi murid. Apalagi bila guru atau guru pembimbing mampu menciptakan suasana yang
  • 31. menyenangkan, maka situasi tersebut akan membuat siswa lebih terbuka dalam mengungkapkan masalahnya seperti di rumah. Lebih jauh berikut disajikan tujuan dari penggunaan teknik homeroom pada aplikasi pelayanan konseling secara umum, antara lain: a. Menjadikan peserta didik akrab dengan lingkungan baru b. Untuk memahami diri sendiri (mampu menerima kekurangan dan kelebihan diri sendiri) dan memahami orang lain dengan (lebih) baik c. Untuk berpartisipasi dalam kegiatan kelompok d. Untuk mengembangkan sikap positif dan kebiasaan belajar e. Untuk menjaga hubungan sehat dengan orang lain f. Untuk mengembangkan minat dan keterlibatan dalam kegiatan ekstrakurikuler g. Untuk membantu peserta didik dalam memilih bidang spesialisasi h. Sadar akan kepentingan sendiri Dari berbagai pendapat di atas tentang tujuan homeroom, dapat disimpulkan bahwa tujuan homeroom antara lain: a. Membantu mengatasi masalah siswa b. Mengakrabkan siswa dengan situasi baru c. Memahami diri dan menghargai pendapat orang lain d. Melatih sosialisasi dan komunikasi dalam kelompok e. Mengembangkan minat siswa c) Prosedur Teknik Homeroom Menurut Djumhur & Surya (1975) dalam kesempatan homeroom itu diadakan tanya jawab, merencanakan suatu kegiatan, menampung pendapat, dan sebagainya. Pada kegiatan homeroom dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok besar (antara 25-30 orang) dan kelompok kecil (antara 5-10 orang). Homeroom dilaksanakan berdasarkan suatu jadwal tertentu dalam ruang-ruang yang telah ditentukan. Kegiatan homeroom dilakukan dalam suatu situasi dan suasana yang bebas serta menyenangkan. Program homeroom dilakukan secara periodik dapat pula secara insidental sesuai dengan kebutuhan. Menurut Romlah (2006) pelaksanaan homeroom dapat pula dilakukan oleh guru, akan tetapi guru tersebut perlu mendapat latihan khusus agar dapat melaksanakannya dengan baik. Guru perlu dilatih keterampilan bimbingan tentang cara menciptakan lingkungan yang menyenangkan dan suasa yang bersahabat agar siswa dapat lebih terbuka dalam mengungkapkan perasaannya. Guru juga harus mempunyai minat dan motivasi untuk membantu siswa, peka terhadap reaksi siswa, menjadi pengamat dan pendengar yang terlatih dan memberikan respon yang membantu siswa. Latihan ketrampilan untuk guru yang akan
  • 32. membantu pelaksanaan homeroom dapat dilakukan oleh Guru Bimbingan dan Konseling sekolah yang telah mendapat pendidikan khusus. Materi yang diberikan saat latihan misalnya mendengarkan secara aktif, cara merespon perasaan, dinamika kelompok, cara merespon terhadap ungkapan non verbal, cara menggunakan teknik reinforcement secara sistematis dan sebagainnya. Hal-hal yang dibicarakan dalam kegiatan homeroom antara lain pemilihan lanjutan sekolah, pembagian kerja dalam kegiatan kelompok, pemilihan pekerjaan, penggunaan waktu senggang, perencanaan masa depan, dan hal lain yang dikemukakan siswa. Waktu pelaksanaan kegiatan dapat dijadwalkan satu minggu satu kali pertemuan atau dua minggu satu kali satu jam pelajaran dan didiskusikan dengan kepala sekolah serta guru-guru lain atau menggunakan jam pelajaran yang kosong. Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa secara umum teknik pelaksanaan homeroom yaitu: 1. Menentukan jenis kelompok (kelompok besar dan kelompok kecil). 2. Membuat jadwal dan menentukan tempatnya. 3. Pelaksanaan kegiatan homeroom. Kegiatan homeroom dilaksanakan dalam suasana yang menyenangkan, agar bisa membantu siswa dalam mengembangkan wawasannya dan mengembangkan kemampuan bersosialisasinya. Karena homeroom dapat bersifat preventif, kuratif dan korektif. f. Etik dalam Bimbingan Kelompok Pesoalan etik merupakan standar tingkah laku atau nilai yang diterapkan sebagai pedoman dalam menjalankan tugas dan atau wewenangnya. Etik dalam pelayanan bimbingan kelompok merukapan standar yang berkaitan dengan tata pelaksanaan layanan, pemimpin kelompok serta anggota kelompok. Beberapa kode etik secara lebih rinci telah jelaskan secara detail dalam buku kode etik pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling indonesia (ABKIN, 2006). Setidaknya terdapat beberap hal yang cukup penting untuk dipahami oleh Guru Bimbingan dan Konseling. a. Hubungan Konselor dan Konseli Guru Bimbingan dan Konseling mendorang pertumbuhan dan perkembangan konseli melalui cara yang dapat meningkatkan minat dan kesejahteraan serta menungkatkan pembentukan hubungan yang sehat. Guru Bimbingan dan Konseling berupaya secara aktif utuk memahami perbedaan latar belakang kultural dari konseli yang mereka layani. Guru
  • 33. Bimbingan dan Konseling juga mengeksplorasi identitas kultural sendiri dan begaimana hal- hal tersebut dapat mempengaruhi nilai dan keyakinan mereka tentang proses pelayanan tersebut. Relasi seorang Guru Bimbingan dan Konseling dengan konseli ada untuk keuntungan konseli dan bukan untuk keuntungan Guru Bimbingan dan Konseling. Seorang Guru Bimbingan dan Konseling harus terus menerus bertanya pada dirinya sendiri “Kebutuhan siapakah yang terpenuhi dalam hubungan ini, kebutuhan konseli atau kebutuhan saya?”. Sehubungan dengan hal ini ada transimisi dari nilai-nilai pribadi yang tidak dapat dihindari dalam suatu hubungan teraputik yang dekat. Tetapi yang merupakan isu dasar adalah bagaimana supaya konseli mengambil manfaat dari hal ini tanpa melupakan kerentanan konseli. b. Kepemimpinan kelompok Mempraktikkan kode etik membutuhkan kesadaran, secara personal maupun profesional. Integritas adalah aset kunci untuk menjadi praktisi kode etis. Begitu juga dengan penerapan kode etik dalam konseling kelompok, meskipun kelompok memiliki kekuatan menyembuhkan yang unik yang dapat digunakan dalam mengubah serta mengembangkan diri, kelompok juga memeiliki potensi untuk menjadikan masalah menjadi lebih buruk. Sebagai Guru Bimbingan dan Konseling kelompok kemampuan, gaya, karakter,dan kompetensi pemimpin kelompok dalam kelompok adalah suatu hal yang penting untuk memberikan kontribusi dari kualitas hasil dari kelompok yang dipimpin. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam hal ini antara lain. 1) Pimpinan kelompok seharusnya mempunyai kode etik yang diterima secara umum. 2) Pimpinan kelompok seharusnya mempunyai bukti telah mengikuti pelatihan yang setaraf dengan praktek kelompok. 3) Pimpinan kelompok seharusnya mempunyai bukti bahwa kepemimpinannya efektif ( data pasca pelatihan dantindak lanjut setiap anggota menunjukkan bahwa mereka telah mendapat keuntungan menjadi anggotapimpinan kelompok tersebut). 4) Pimpinan kelompok seharusnya mempunyai model konseptual yang baik untuk menjelaskan perubahan-perubahan tingkah laku. 5) Pimpinan kelompok seharusnya mempunyai sertifikat-sertifikat, surat ijin surat ijin dan bukti kualifikasi lainnya yang di perlukan yang secara umum diterima oleh disiplin ilmunya. 6) Pimpinan kelompok yang tidak mempunyai surat mandat kerja (profesional credentials) seharusnya melaksanakan tugas di bawah pengawasan (supervisi) seseorang yang berkualitas dalam bidang kerja tersebut. 7) Pimpinan kelompok seharusnya menghadiri / mengikuti kursus – kursus penyegaran kembali , lokakarya dan sebagainya untuk meningkatkan keterampilan dan keahliannya serta mendapatkan evaluasi dari orang lain tentang keterampilan dan kerjanya.
  • 34. 8) Pimpinan kelompok seharusnya mempunyai serangkaian aturan dasar yang jelas yang menuntunnya dalam melaksanakan tugas kepemimpinan. 9) Pimpinan kelompok seharusnya paham benar akan undang-undang dan hukum-hukum yang menagtur segala yang bersifat rahasia dan mengetahui situasi dan kondisi yang mana rahasia-rahasia tersebut harus di bocorkan. 10) Pimpinan kelompok seharusnya tidak memihak salah satu anggota yang mempunyai hubungan yang tidak baik dengan anggota lainya. 11) Pimpinan kelompok seharusnya mempunyai pemahaman yang jelas , yang di kembangkan dari literatur-literatur hukum dan kerja, tentang hak-hak klien dan seharusnya mengetahui bagaimana klien-klien tersebut bisa di lindungi. Pimpinan seharusnya melindungi anggota dari ancaman-ancaman fisik, intimidasi, cercaan dan tekanan teman sejawat. 12) Pimpinan kelompok seharusnya mengetahui permintaan dan harapan lembaga dimana kelompok tersebut berada dengan memperhatikan loyalitas dan kerahasiaan. 13) Pimpinan kelompok seharusnya mempunyai rencana yang jelas untuk identifikasi dan intervensi dengan para pasien yang berbahaya dan berusaha bunuh diri yang memenuhi syarat – syarat hukum. (Wibowo, 2005) c. Anggota Kelompok 1) Penyaringan Guru Bimbingan dan Konseling menyaring peserta konseling/bimbimngan kelompok yang prospektif. Dalam kisaran yang paling memungkinkan Guru Bimbingan dan Konseling memilih anggota-anggota sesuai dengan kebutuhan dan tujuannya kompatibel dengan tujuan kelompok. Hal ini agar tidak menghambat proses kelompok dan yang tidak terganggu oleh pengalaman kelompok tersebut. Guru Bimbingan dan Konseling saat akan memberikan pelayanan kepada dua orang atau lebih yang mempunyai hubungan, Guru Bimbingan dan Konseling hendaknya mengklarifikasi sejak awal siapa yang akan menjadi konseli dan sifat hubungan konseling yang dijalani. Jika diklarifikasi bahwa Guru Bimbingan dan Konseling akan masuk dalam peran yang berpotensi konflik maka Guru Bimbingan dan Konseling dapat mengklarifikasi atau mundur dari peran tersebut. Ketika Guru Bimbingan dan Konseling hendak malakukan perekrutan anggota dengan cara periklanan maka Guru Bimbingan dan Konseling memaparkan kualifikasinya dengan cara yang tepat, tidak memalsukan, merancukan, menipu ataupun berlaku tidak jujur. d. Kerahasiaan Guru Bimbingan dan Konseling mengakui bahwa kepercayaan adalah batu fondasi dalam hubungan konseling. Guru Bimbingan dan Konseling berusaha mendapatkan kepercayaan konseli dengan menciptakan kemitraan yang berkelanjutan. Membangun dan
  • 35. mematuhi batasan-batasan yang tepat dan menjaga kerahasiaan. Guru Bimbingan dan Konseling mengkomunikasikan parameter kerahasiaan dalam suatu pola yang kompeten secara kultural serta menghormati hak-hak konseli. Dalam konseling kelompok Guru Bimbingan dan Konseling menjalaskan pentingnya kerahasiaan dan parameter kerahasiaan untuk kelompok tertentu yang terkait disini. Guru Bimbingan dan Konseling juga perlu mendiskusikan informasi rahasia dalam lingkungan di mana Guru Bimbingan dan Konseling dapat menjadi privasi konseli. Guru Bimbingan dan Konseling juga hanya mengungkapkan informasi kepada pihak ketiga hanya jika konseli telah memberikan ijin. e. Penghentian dan tindak lanjut Kritik utama tentang penghentian tindak lanjut dalam penanganan konseling kelompok adalah penghentian dalam jangka pendek dan tidak ada tindak lanjut yang di berikan. Situasi ini seringkali terjadi apabila pimpinan kelompok berasal dari luar kota yang sedang memberi pelatihan atau terapi pada suatu lokakarya. 4. Forum Diskusi Petama, dalam kegiatan bimbingan kelompok melibatkan keaktifan siswa dan peran konselor sebagai pemimpin kelompok. Dipahami bahwa terdapat perbedaan fungsi pemimpin kelompok dalam layanan bimbingan kelompok maupun konseling kelompok. Apakah dimungkinkan terjadi perubahan fungsi pada layanan sesi berikutnya! Kedua, ada 4 teknik bimbingan kelompok yang diuraikan di dalam modul ini yaitu diskusi kelompok, sosiodrama, psikodrama, dan home room. Pada hakekatnya tehnik diskusi kelompok itu merupakan teknik utama semua teknik bimbingan. Bagaimana menurut pandangan bapak/ibu! C. Penutup 1. Rangkuman Bimbingan kelompok merupakan suatu proses yang mana Guru Bimbingan dan Konseling terlibat dalam hubungan dengan sejumlah klien pada waktu yang sama. Bimbingan kelompok memanfaatkan dinamika kelompok untuk membahas berbagai hal yang berguna bagi pengembangan pribadi dan/atau pengentasan masalah individu yang menjadi peserta.
  • 36. Tujuan umum bimbingan kelompok untuk pengembangan kemampuan sosialisasi terutama berkomunikasi. Sedangkan tujuan khusus bimbingan kelompok adalah pengembangan perasaan, pikiran, persepsi, wawasan, dan sikap dalam komunikasi verbal maupun nonverbal. Kerahasiaan, kesukarelaan, dan keputusan diambil oleh klien sendiri merupakan tiga etika dasar konseling (Munro,Matchei dan Small). Pada layanan bimbingan kelompok ketiga etika itupun diterapkan. Media dalam bimbingan dan konseling kelompok adalah terwujudnya dinamika kelompok yang merupakan sinergi dari semua faktor yang ada dalam suatu kelompok; artinya merupakan pengerahan secara serentak semua faktor yang dapat digerakkan dalam kelompok itu. Dinamika dimaknai juga sebagai suatu metoda dan proses yang bertujuan meningkatkan nilai-nilai kerjasama kelompok. Artinya metoda dan proses dinamika kelompok ini berusaha menumbuhkan dan membangun kelompok, yang semula terdiri dari kumpulan individu-individu yang belum saling mengenal satu sama lain, menjadi satu kesatuan kelompok dengan satu tujuan, satu norma dan satu cara pencapaian berusaha yang disepakati bersama. Peranan pemimpin disesuaikan dengan sifat dan tujuan kelompok itu. Setiap pemimpin kelompok (dalam hal ini Guru Bimbingan dan Konseling) harus menguasai dan mengembangkan kemampuan (keterampilan dan sikap yang memadai untuk terselenggaranya proses kegiatan kelompok secara efektif). Pemimpin kelompok harus terus menerus mengikuti perkembangan kelompok itu dan mengetahui secara tepat tingkat kesiapan anggota-anggota kelompok. Di samping itu pemimpin kelompok berkewajiban mendengarkan secara aktif segenap apa yang diutarakan oleh anggota kelompok dan menangkap dengan baik bagaimana anggota itu memandang dirinya sendiri. Hal itu semua dapat menjadi bahan yang amat penting bagi pemimpin kelompok dalam menjalankan fungsi dan peranannya. Dengan kata lain seorang pemimpin kelompok tidaknya hanya membutuhkan keterampilan melainkan juga kepribadian atau karakter yang berkualitas guna memenuhi tanggungjaawab dan perannya sebagai konseor kelompok. Kekuatan bimbingan kelompok sebagai salah satu layanan, adalah praktis, sebagai ajang latihan untuk mengubah perilaku dapat digunakan untuk belajar mengekspresikan perasaan, menunjukkanperhatian pada orang lain, berbagi pengalaman, dan meningkatkan kepercayaannya pada orang lain, memberi kesempatan mempelajari ketrampilan sosial, saling memberi bantuan, menerima bantuan, dan berempati, bertindak atau mempunyai manfaat sebagai miniatur sosial untuk mempraktikkan dan menguasai perilaku-perilaku baru dalam satu situasi yang hampir sama
  • 37. dengan lingkungan yang sebenarnya, dengan bimbingan kelompok individu mencapai tujuan, dan berhubungan dengan individu-individu lain dengan cara yang produktif dan inovatif. Di samping memiliki kekuatan, bimbingan kelompok juga memiliki keterbatasan sebagai berikut : tidak semua individu cocok berada dalam kelompok, tidak semua individu bersedia terbuka dan jujur menceritakan persoalan pribadinya, kurang mendapat perhatian dan tanggapan sebagaimana mestinya, individu mengharap terlalu banyak dari kelompok, kelompok sering dijadikan sarana untuk mencapai suatu tujuan, peran Guru Bimbingan dan Konseling lebih kompleks, sulit terbina kepercayaan, Guru Bimbingan dan Konseling pada bimbingan kelompok dan konseling kelompok membutuhkan latihan intensif dan khusus, kelompok tidak selalu efektif untuk semua orang. Terdapat empat tahapan bimbingan kelompok yaitu pembukaan, transisi, inti, dan penutupan. Beberapa teknik yang dapat digunakan diantaranya adalah diskusi kelompok, sosiodrama, psikodrama, dan homeroom. Metode diskusi kelompok adalah suatu cara penyajian bahan pelajaran dimana seorang guru memberi kesempatan kepada siswa (kelompok siswa) untuk mengadakan percakapan guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternative pemecahan atas masalah. Sosiodrama atau permaian peran mengisyaratkan setiap anggota kelompok diajak untuk melakukan serangkaian peran yang mencerminkan kehidupan nyata atau perilaku-perilaku sosial yang menjadi kepedulian bersama setiap anggota. Dari peran yang dimainkan dilakukan diskusi dan pembahasan secara mendalam untuk mendapatkan insight sehingga menjadi bahan pembelajaran sekaligus refleksi bagi setiap anggota. Sedangkan psikodrama merupakan permainan peran yang dimaksudkan agar individu yang bersangkutan dapat memperoleh pengertian lebih tentang dirinya, dapat menemukan konsep pada dirinya, menyatakan kebutuhan-kebutuhannya, dan menyatakan reaksinya terhadap tekanan-tekanan terhadap dirinya. Perbedaan yang paling mendasar dalam sosiodrama dan psikodrama dalah bagaimana nilai sosial ditekankan lebih dalam sosiodrama sedangkan psikodrama pengembangan diri melalui konsep psikis akan pemenuhan kebutuhan menjadi dasar perlakuan. Teknik penciptaan suasana kekeluargaan (homeroom) adalah teknik untuk mengadakan pertemuan dengan sekelompok siswa di luar jam-jam pelajaran dalam suasana kekeluargaan, dan dipimpin oleh guru atau Guru Bimbingan dan Konseling. Dalam hal ini yang ditekankan adalah terciptanya suasana yang penuh kekeluargaan seperti suasana di rumah yang menyenangkan dan
  • 38. akrab, sehingga siswa merasa aman dan diharapkan siswa bersedia mengungkapkan masalahnya yang tidak dapat diungkapkan di kelas pada waktu jam pelajaran bidang studi. Daftar Pustaka Clark, M. A., Severy, L., & Sawyer, S. A. (2004). Creating connections: Using a narrative approach in career group counseling with college students from diverse cultural backgrounds. Journal of College Counseling, 7(1), 24–31. Corey, G. (2012). Theory and Practice of Group Counseling, Eighth Edition. USA: BROOKS/COLE. https://doi.org/10.1016/B978-012673031-9/50018-6 Damayanti, F. L., Sudarmanto, R. G., & Rusman, T. (2013). Penerapan Model Diskusi Kelompok dengan Menggunakan Media Handout untuk Meningkatkan Aktivitas dan Kreativitas. Jurnal Studi Sosial, 1(4). Djumhur, I., & Surya, M. (1975). Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Bandung: CV Ilmu. Dykeman, C., & Appleton, V. E. (2002). Group Counseling: The Efficacy of Group Work. Introduction to Group Counseling (3rd Ed.). Retrieved from http://ovidsp.ovid.com/ovidweb.cgi?T=JS&PAGE=reference&D=psyc4&NEWS=N&AN= 2005-02528-005 Gibbs, J. C., Potter, G. B., Barriga, A. Q., & Liau, A. K. (1996). Developing the helping skills and prosocial motivation of aggressive adolescents in peer group programs. Aggression and Violent Behavior, 1(3), 283–305. Gibson, R. L., & Mitchell, M. H. (2011). Bimbingan dan konseling. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Gladding, S. T. (2012). Konseling profesi yang menyeluruh. Jakarta: Indeks. Horne, A. M., Stoddard, J. L., & Bell, C. D. (2007). Group approaches to reducing aggression and bullying in school. Group Dynamics: Theory, Research, and Practice, 11(4), 262. Jacobs, E. E., Harvill, R. L., & Masson, R. L. (1994). Group Counselling. Strategies and Skills. Second Edition (Pacific Grove. CA: Brooks/Cole Publishing Company. 1994). Kanti, W. N., & Sugiyo, S. (2014). Efektivitas Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role Playing untuk Meningkatkan Komunikasi Interpersonal. Indonesian Journal of Guidance and Counseling: Theory and Application, 3(4). Kusumaningrum, I. (2014). Meningkatkan Perilaku Prososial Rendah Melalui Layanan Penguasaan Konten dengan Teknik Sosiodrama. Indonesian Journal of Guidance and Counseling: Theory and Application, 3(3). Morran, D. K., Stockton, R., & Whittingham, M. H. (2004). Effective leader interventions for counseling and psychotherapy groups. Handbook of Group Counseling and Psychotherapy, 91–103. Mugiarso, H. (2004). Bimbingan dan konseling. Semarang: UPT MKK UNNES. Neukrug, E. (2011). The world of the counselor: An introduction to the counseling profession. Nelson Education. Peterson, N., & González, R. C. (2000). Career counseling models for diverse populations: Hands-on applications by practitioners. Brooks/Cole Publishing Company. Prawitasari, J. E. (2011). Psikologi Klinis Pengantar Terapan Mikro dan Makro. Erlangga. Jakarta: Erlangga.
  • 39. Prayitno, E. A., & Amti, E. (2004). Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Rineka Cipta. Jakarta: Rineka Cipta. Romlah, T. (2006). Teori dan Praktek Bimbingan dan Konseling. Malang: Universitas Negeri Malang. Rusman. (2010). Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi : Mengembangkan Profesionalitas Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Stockton, R., & Morran, D. K. (1982). Review and perspective of critical dimensions in therapeutic small group research. Basic Approaches to Group Psychotherapy and Group Counseling, 37–85. Sukardi, D. K., & Kusmawati, N. (2008). Proses Bimbingan dan Konseling di sekolah. Jakarta: Rineka Cipta. Sukerteyasa, I. P., Koyan, I. W., & Suarni, N. K. (2014). Pengaruh Penerapan Metode Diskusi Kelompok Berbasis Asesmen Diri (Self asessment) Dan Sikap Sosial Terhadap Prestasi Belajar Pkn Siswa Kelas XI SMK Negeri 4 Denpasar. Jurnal Penelitian Dan Evaluasi Pendidikan Indonesia, 4. Sullivan, K. R., & Mahalik, J. R. (2000). Increasing Career Self‐Efficacy for Women: Evaluating a Group Intervention. Journal of Counseling & Development, 78(1), 54–62. Wibowo, M. E. (2005). Konseling Kelompok Perkembangan. UNNES Pers. Semarang: UNNES Press. Widaryati, S. (2013). Efektivitas Pengaruh Konseling Kelompok Terhadap Efikasi Diri Siswa. PSIKOPEDAGOGIA Jurnal Bimbingan Dan Konseling, 2(2), 94–100. Winkel, W. S., & Hastuti, M. M. S. (2005). Bimbingan dan konseling di institusi pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi. Yalom, I. D. (1995). The theory and practice of group psychotherapy. Basic Books (AZ). Yalom, I. D., & Leszcz, M. (2005). The theory and practice of group psychotherapy, 5th ed. The theory and practice of group psychotherapy, 5th ed.