Qawaid Fiqh adalah satu Science oleh Ulama Islam bagi mengeluarkan Hukum Fiqh. Ianya adalah Garis Sempadan dan Ungkapan yang mendalam dan Boleh di Gunakan secara Umum oleh Pencinta Islam dan Pendakwah sebagai petunjuk umum.
2. POWERPOINT TELAH DISEDIAKAN UNTUK
UMMAH UNTUK DIMANFAATKAN OLEH
MUSLIMIN DAN MUSLIMAT YANG MERASAKAN
BAHAWA ILMU YANG DISAMPAIKAN INI
BERMANFAAT .
TERUSKAN USAHA GIGIH BERDAKWAH
SECARA SUNNAH , BERJEMAAH , TELUS , DAN
BERSISTEMATIK
TERIMA KASIH KEPADA
SAHABAT-SHABAT YANG TELAH MEMBERI
SEMANGAT DAN KEINGINAN
UNTUK MENCARI HIKMAH YANG HILANG
2
3. ُمَدَعأل ِةَض ِارَعأل ِةاَفِّ ِالص في ُلأألص
Segala sesuatu itu mempunyai sifat. Dan sifat ini ada dua macam;
a. Sifat asli, yaitu dasar yang ada pada sesuatu pertama kali.
Misalnya, pada dasarnya barang dagangan itu tidak ada cacatnya.
b. Sifat baru, maksudnya adalah sifat yang baru timbul dan sebelumnya tidak ada itu dihukumi tidak ada.
Maka yg dimaksud dengan kaidah adalah bahwa kalau terjadi peselisihan akan adanya sebuah sifat yg
baru ataukah tidak ada, maka yg dibenarkan adalah ucapan orang yg berpegangan pada ketidaan, karena
itulah hukum dasar segala sesuatu.
Kaidah : Seseorang membeli kereta. Beberapa hari kemudian si pembeli komplain bahwa di kereta
tersebut terdapat “cacat” yang terjadi sebelum transaksi jual beli. Si penjual mengatakan bahwa
ketika dijual kereta dalam keadaan baik. Cacat tersebut terjadi setelah terjadi transaksi. Dlm kes ini
penjual dianggap benar dgn mengucapkan sumpah.
Apabila terjadi persengketaan antara penjual dan pembeli tentang cacat barang yang diperjual
belikan, maka dianggap adalah perkataan si penjual, karena pada asalnya cacat itu tidak ada.
YANG KUAT DARI SIFAT YANG MENDATANG ADALAH `TIDAK ADA’
3
4. ُمي ِرأحَّتال ِِّارَضَمألا يِف ُلأصَ أاأل
Taqiyuddin An-Nabhani dalam kitabnya Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah, III/451 menjelaskan bahwa segala sesuatu materi
(benda) yang berbahaya, selama tidak terdapat nash syar’i tertentu yang melarang, memerintah, atau membolehkan, maka
hukumnya haram. Sebab syari’at telah mengharamkan terjadinya bahaya. Jadi apabila alkohol tergolong materi yang
membahayakan, maka hukum alkohol adalah haram. Hujjah ini akan menjadi kuat apabila didukung dengan dalil yang kuat pula.
Adapun Alkohol yang dihasilkan dari perasan buah itu ada dua macam: memabukkan dan tidak memabukkan. Adapun yang
memabukkan adalah najis menurut kami dan menurut jumhur ulama, dan meminumnya adalah haram. Dia mempunyai hukum
arak dalam hal menajiskan dan mengharamkan serta kewajiban hukum had.
Alkohol itu memang ada yang halal dan suci seperti alkohol yang terdapat dalam air tapai, buah apel, buah anggur dan lain
sebagainya. Akan tetapi kalau air tapai itu misalnya didiamkan beberapa hari sampai keadaannya dapat memabukkan jika
diminum, maka menjadi tidak halal dan tidak suci. Jadi illat yang membuat alkohol haram dan tidak suci adalah sifatnya yang
membahayakan.
Dalam kaidah fiqhiyah mengenai sucinya alkohol dijelaskan pula bahwa alkohol tidaklah haram. Pernyataan ini merujuk pada
pendapat Syaikh Ibnu Utsaimin Rohimahullah dalam Fatawa Syaikh Utsaimin halaman 210 yaitu “tidak ada dalil yang
menunjukkan najisnya dzat khomr.” “Dan jika tidak ada dalil yang menunjukan demikian itu maka dzatk homr adalah suci karena
(kaidah mengatakan) asal segala sesuatu adalah suci dan tidak setiap yang haram itu najis, sebagaimana racun itu haram
namun tidak najis” .
hukum asal benda yang berbahaya (mudharat) adalah haram
4
5. ِيرَغال َّقَح ُلِبطُي ََل ُارَرِأإلضط
Contohnya, seseorang dalam keadaan lapar dan dia akan mati jika tidak
makan,maka satu-satunya cara adalah dengan mencuri.
Keadaan seperti ini adalah tidak dibenarkan kerana pengguguran
terhadap keterpaksaan ini mengganggu hak orang lain , maka jalan
keluar orang tersebut boleh makan makanan yang haram seperti makan
bangkai, khinzir dan sebagainaya.
Keterpaksaan tidak membatalkan hak orang lain
5
7. ِهِِّد ِض أَنع ٌيأهَن ِءأيَّشالِب ُرأمَألا
PERINTAH TERHADAP SESUATU, BERARTI MELARANG TERHADAP KEBALIKANNYA
Perintah untuk iman, berarti melarang (dari berbuat) kufur.
Perintah untuk berdiri, berarti melarang (supaya tidak) duduk, tidur miring, sujud.
Karena perintah mengerjakan sesuatu menunjukkan bahwa yang diperintahkan adalah wajib.
Dan yang menjadi keharusanperintah mengerjakan hal yang wajib adalah meninggalkan semua
kebalikannya.
Dan jika keikutsertaan umat Islam dalam pilihanraya adalah sebuah keharusan, maka harus
memperhatikan ketentuan ketentuan berikut :
1. memberikan hak suara adalah amanah, maka harus berhati2 dalam memilih, dengan
menggunakan akal dan perasaan.
2. memberikan hak suara adalah kesaksian, maka harus diberikan kepada org2 yg komitmen pada
Islam, dengan memilih orang2 yg agamis dan nasionalis (cinta tanah air) yang memiliki kelayakan
dan kemampuan untuk menjaga amanat.
3. memberikan hak suara adalah ibadah, maka tidak boleh diberikan kepada orang orang yang
sarat dengan masalah, yang tidak sesuai dgn ketentuan syar’i
4. tidak memberikan hak suara kepada orang yang bercita2 meminta jabatan. 7
8. ُةَحاَباإل ُدأيِفُي ِيأهَّنال َدأعَب ُرأمَألا
APABILA ADA AMAR SETELAH NAHI, MAKA ITU MENUNJUKKAN MUBAH
Artinya, apabila sesuatu perbuatan yang semula telah dilarang,
kemudian datang perintah untuk mengerjakan, perintah yang kemudian
ini berarti hanya membolehkan( bukan mewajibkan).
Misalnya: فزوروها األن القبر زيارة عن نهيتكم كنت
Perintah ziarah kubur disini bukan berarti wajib dan bukan pula haram,
perintah ini diberikan setelah adanya larangan, tetapi hanya untuk
menunjukkan ibahah(dibolehkan):
8
9. ِهِلـِئاَسَوِب ٌأمر ِئأيَـشالِب ُاألمر
MEMERINTAH PADA SESUATU ITU BERARTI MEMERINTAH PADA PERANTARANYA
(wasilahnya)
Sehingga kaidah fiqh di atas bisa ditambah dengan kaidah usul fiqh sbg berikut :
بوسائله أمر بالشيء األمر في األصل
Pada dasarnya sholat mempunyai rukun-rukun yang harus dilakukan anatra lain rukun sholat
adalah membaca Al-Fatihah. Di sinilah timbul permasalahan yang kedua yang telah disebutkan
dalam rumusan masalah, yaitu apakah basmalah merupakan ayat dari surat Al-Fatihah.
Dasar inilah yang akan menjadi jawaban atas semuanya masalah yang ada. Dengan demikian
alangkah lebih baiknya setiap permasalahn dibahas .
Membaca Surat al-Fatihah merupakan rukun shalat, baik dalam shalat fardhu maupun shalat
sunnah. Hal ini didasarkan pada Hadits Nabi SAW berikut ini:
َة ََلَص ََل َمَّلَس َو ِهْيَلَع ُهللا ىَّلَص ُّيِبَّنال ِهِب ُغُلْبَي ٍتِامَص ِْنب َةَداَبُع ْنَعِةَحِتاَفِب ْأَرْقَي ْمَل ْنَمِلِِاَتِكْال
Dari ‘Ubadah bin Shamit, Nabi SAW menyampaikan padanya bahwa tidak sah shalatnya orang
yang tidak membaca suratt al-Fatihah. (HR Muslim). 9
10. Sementara basmalah merupakan ayat dari Surat al-Fatihah. Maka tidak sah jika seseorang shalat tanpa
membaca basmalah berdasarkan dgn firman Allah SWT :
َيمِظَعْال َآن ْرُقْال َو يِناَثَمْال َنِم ًاْعبَس ََاكنْيَتآ ْدَقَل َو Dan sungguh Kami telah berikan kepadamu (Nabi Muhammad) tujuh
ayat yang berulang2 dan Al-Qur’an yang agung. (QS al-Hijr: 87)
Adapun jika tidak ada dalil yang mengkhususkan wasilah / sarana tersebut, maka wasilah terbagi menjadi
3 mcm :
1. wasilah yang pasti yang bisa menyampaikan kepada tujuan perbuatan tersebut, maka wasilah ini
dihukumi sesuai dengan perbuatannya, dan para ahlul ushul mengungkapkan jika berhubungan dengan
hal-hal yang wajib dengan qaidah :
“ ِواج فهو به إَل ِالواج يتم َل ما”. tidak sempurnalah suatu kewajiban kecuali dengannya maka mengunakanya
menjadi wajib.
Misalnya : mencuci kaki tatkala berwudhu, dan tidaklah sempurna mencuci kaki kecuali harus mencuci
sebagian betis ( kaki bagian bawah diatas mata kaki) maka mencuci sebagian betis adalah wajib, atau
misal berjalan menuju masjid untuk menegakkan sholat wajib berjama’ah diatas.
Jika seorang perempuan bercampur dgn laki2 bukan mahrom ,sedang lelaki itu adalah haram baginya,
karena tidak ada ikatan pernikahan dan tidak boleh menyentuhnya ( jima’ ) dan tidak ada ikatan
persaudaraan, maka tidaklah sempurna menjauhi lelaki asing yang haram baginya itu kecauli dengan
menjauhi ikthilat ( bercampur baur ) maka ikthilat itu menjadi haram.
…..sambung MEMERINTAH PADA SESUATU ITU BERARTI MEMERINTAH PADA PERANTARANYA (wasilahnya)
10
11. 2 .Wasilah atau sarana yang digunakan dalam masalah yang sangat jarang ( tidak umum ) , maka
sarana ini tidak dihukumi seperti tujuan perbuatan tersebut, maksudnya jarang ( nadir ) adalah tidak
umum dibahas dalam syari’at.
misalnya :
jika ada yang berkata ; janganlah kamu menanam anggur, supaya buahnya tidak dijadikan minuman
keras,
maka kita jawab; sarana ini ( menanam angur ) merupakan sarana yang di gunakan dalam masalah
yang jarang dilakukan, maka tidak dihukumi sesuai dengan perbuatannya menjadikannya
sebagai minuman keras, ( karena umumnya anggur untuk dimakan, walaupun ada yang
menjadikanya minuman keras namun tidak menjadi suatu hal umum.
3 .Wasilah /sarana yang digunakan untuk suatu tujuan perkara yang agak samar, dan para fuqoha
berselisih pendapat dalam masalah ini
Misalnya: menjual anggur ke pabrik pembuatan minuman keras, atau menjual senjata di saat terjadi
fitnah, atau menjual senjata tatkala terjadi peperangan dikalangan intern kaum muslimin,
Kalangan dhohiriyyah, sebagian syafii’yah dan hanafiyyah berpendapat: tidak melarangnya di saat
itu, dan tidak dihukumi dengan keharamannya, dan tidak apa-apa menjual anggur ke pabrik pembuat
minuman keras, dan mereka berdalil dengan kaidah :
…..sambung MEMERINTAH PADA SESUATU ITU BERARTI MEMERINTAH PADA PERANTARANYA (wasilahnya)
11
12. Misalnya: menjual anggur ke pabrik pembuatan minuman keras, atau menjual senjata di saat
terjadi fitnah, atau menjual senjata tatkala terjadi peperangan dikalangan intern kaum muslimin,
Kalangan dhohiriyyah, sebagian syafii’yah dan hanafiyyah berpendapat: tidak melarangnya di
saat itu, dan tidak dihukumi dengan keharamannya, dan tidak apa-apa menjual anggur ke pabrik
pembuat minuman keras, dan mereka berdalil dengan kaidah :
Asalnya perbuatan ini ( jual-beli ) adalah boleh dan halal, dengan dalil:
“Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah
(Al Quran) dan Rasul (sunnahnya).” ( QS an nisa':59)
dan juga firmannya : “Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, Maka putusannya (terserah)
kepada Allah” ( QS as syurA:10)
Pendapat yang kedua dalam masalah ini : bahwasanya sarana tersebut dalam masalah seperti ini
dihukumi dengan maksud dan tujuan dari perbuatannya, dan wasilah / sarana tersebut dihukumi
dengan hal yang merusak pada umumnya, yaitu dengan hukum haram, adapun dalilnya :
bahwasanya Allah ( وتعالى سبحانه) telah memperingatkan dan melarang semua hal dan sarana yang
digunakan dalam perkara yang merusak dan hal ini banyak sekali disebutkan dalam syari’at
diantaranya firman Allah .
…..sambung MEMERINTAH PADA SESUATU ITU BERARTI MEMERINTAH PADA PERANTARANYA (wasilahnya)
12
13. Dan janganlah kamu memaki sembahan2 yang mereka sembah selain Allah, Karena mereka
nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan ( QS: al an’am : 108 )
Dalam ayat ini Allah melarang kita untuk mencaci maki sembahan orang-orang musyrik, karena
bisa menyebabkan mereka akan mencaci maki Allah , sedangkan mencaci maki Allah adalah hal
yang haram, maka segala sarana yang digunakan untuk sesuatu yang haram hukumnya juga
haram.
Adapun dalil yang kedua : bahwasanya kita berhati-hati dan memperingatkan segala sarana
yang bisa di gunakan dalam perkara yang haram menunjukkan kesungguhan dalam memegangi
dan mengamalkan nash al qur’an dan syari’at islam pada umumnya, disaat kita melarang dari
suatu hal yang haram, maka kita juga harus melarang semua jalan dan sarana yang digunakan
dalam hal yang haram, dan ini menunjukkan bahwasanya hal tersebut lebih berpegang teguh
dengan dalil dan nash syar’iiyah, dan inilah madzhab jumhur dan pendapat ini lebih kuat dan
lebih rajih dari pada pendapat yang pertama. Adapun masalah tambahan ( az zawa’id ) dan hal-
hal penyempurna, maka hukum asalnya bisa mendapatkan pahala ataupun dosa
misalnya: pulang dari masjid setelah menjalankan sholat ( perbuatan utamanya sholat
penyempurnannya pulang dari masjid , maka hal ini mendapatkan pahala.
…..sambung MEMERINTAH PADA SESUATU ITU BERARTI MEMERINTAH PADA PERANTARANYA (wasilahnya)
13
14. اَهِد ِاصَقَمِب ُورُمَُلَا
SEGALA PERKERJAAN / URUSAN MENGIKUT MAKSUDNYA
Bahwa perbuatan seorang muslim yang mukalaf dan berakal sehat baik dari segi perkataan atau
perbuatan berbeda hasil dan hukum syariahnya yang timbul darinya karena perbedaan maksud dan
tujuan orang tersebut di balik perbuatannya.
contoh: Barangsiapa yang mengatakan pada yang lain "Ambillah uang ini", maka ia boleh saja berniat
sedekah maka itu menjadi pemberian; atau niat menghutangkan, maka wajib dikembalikan; atau sbg
amanah, maka wajib menjaga dan dikembalikan.
Syafiiyyah berpendapat bahwa penekanan hadits ini berkisar tentang ‘keabsahan (legalitas) sebuah
pekerjaan’, sementara golongan Hanafiyyah menafsirkannya dengan ‘kesempurnaan pekerjaan’.
Ibnu Hajar al Haytami menyatakan bahwa penafsiran kalangan Syafiiyah lebih unggul (awla) karena lebih
mendekati makna hakiki dibanding muatan makna majazi yang diungkapkan oleh Hanafiyyah.
Berbeda dgn ulama mutaakhkhirin madzhab Hanbali yang mengemukakan bahwa yg dimaksud dgn
amal perbuatan pada hadits di atas hanyalah amal-amal syar’i atau perbuatan yang dilakukan dalam
konstruksi hukum-hukum syari’at.
14
15. ُاألمرُﺩِﻴﻔُﻴُب أوُجُوألا
PETUNJUK PERINTAH (AMR) MENUNJUKAN WAJIB
Hukum memakai jilbab: Allah وجل عز berfirman:
ِهْيَلَع َينِنْدُي َينِنِمْؤُمْال ِاءَسِن َو َكِتَانَب َو َك ِاج َو ْزَ ِأل ْلُق ُّيِبَّنال اَهُّيَأ اَيَكِلَذ َّنِهِبيِب ََلَج ْنِم َّنْيَذْؤُي ََلَف َنْف َرْعُي ْنَأ َىنْدَأاًورُفَغ ُ َّاَّلل َانَك َو َن
اًمي ِحَر
“Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang
mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian
itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah
adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (Al-Ahzab: 59)
Ayat di atas merupakan perintah kepada kaum mukminah untuk memakai jilbab.
Sedangkan dalam qaidah ushul fiqh: “ ِالوجو يفيد األمر في األصل”( asal perintah dalam nash itu
menunjukkan kewajiban). Berarti perintah berjilbab dalam ayat ini bersifat wajib. Kecuali kalau
ada dalil lain yang memalingkan dari hukum wajib itu menjadi hukum lain. 15
16. ٌوبُبحَم اَه ِيرَغ في ٌهوُكرَم ِبرُقال في ُارَثأإلي
Allah s.w.t memuji orang-orang Ansar yang bersifat Itsar. Mereka mendahulukan keperluan orang Muhajirin di atas
kehendak mereka sendiri. Firman Allah :
َِينذَّٱل َووُء َّوَبَتََّاردٱلَنٰـَميِ إٱۡل َونِمإمِهِلإبَقَُّونب ِحُيإنَمَرَجَاهإمِہإيَلِإََل َوَُوند ِجَيىِفُِوردُصإمِهًةَجاَحآَّمِمْاوُتوُأَونُرِث إؤُي َوٰىَلَعإمِہِسُفنَأإوَل َوَانَكإمِہِبَخةَصاَصنَم َوَُوقي
َّحُشۦِهِسإَفنَكِٕٮٰـَل ْوُأَفُمُهَونُحِلإفُمإٱل
Dan orang-orang yang telah tinggal di situ (Madinah) dan telah beriman [Ansar] sebelum [kedatangan] mereka
[Muhajirin], mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam
hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka [orang Muhajirin]; dan mereka mengutamakan
[orang-orang Muhajirin], atas diri mereka sendiri sekalipun mereka sendiri memerlukan. Dan siapa yang dipelihara
daripada sifat kedekut dalam dirinya, mereka itulah orang-orang yang berjaya. (Al-Hasyr : 9)
Akan tetapi, sifat mengutamakan org lain hanyalah digalakkan dalam bab keduniaan.
Adapun dalam bab ibadah, kita hendaklah berlumba-lumba melakukan kebaikan.
MENGUTAMAKAN ORG LAIN DALAM IBADAH ADALAH MAKRUH TETAPI DALAM SELAINNYA
DISENANGI
16
17. Antara contoh kesilapan ialah menyuruh orang lain menduduki saf hadapan dalam solat
sedangkan kita solat di saf kedua. Yang wajar dilakukan ialah kita merebut saf pertama tersebut.
Imam as-Sayuti dalam al-Ashbah wa an-Nazhair menyebut:
القاعدةالثالثةاۡليثارفيِالقرمكروه . وفيغيرهاِمحبو . قالتعالى ( { ويؤثرونعلىأنفسهمولوكانبهمخصاصة } .
Kaedah :Mengutamakan orang lain dalam ibadah adalah makruh, dalam hal selain ibadah adalah
digalakkan. Allah berfirman:dan mereka (orang Ansar) juga mengutamakan orang-orang yang
berhijrah itu lebih daripada diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam keadaan kekurangan
dan amat berhajat [al-Hasyr : 9] قالالشيخعزالدين : َلإيثارفيالقربات،فَلإيثاربماءالطهارة،وَلبسترالعورة
وَلبالصفاألول ; ألنالغرضبالعبادات : التعظيم،واۡلجَلل . فمنآثربه،فقدتركإجَللاۡللهوتعظيمه .
Shaikh Izzuddin berkata: Tidak ada itsar (mendahulukan orang lain) dalam ibadah. Tiada itsar
dalam hal air untuk bersuci, tidak jua dalam hal menutup aurat, tidak jua dalam hal saf pertama.
Ini kerana objektif ibadah adalah untuk membesarkan dan mengagungkan (Allah). Sesiapa yang
mendahulukan orang lain dalam hal tersebut, sesungguhnya dia telah meninggalkan perbuatan
mengagungkan dan membesarkan Allah.
…..sambungan MENGUTAMAKAN ORG LAIN DALAM IBADAH ADALAH MAKRUH TETAPI DALAM SELAINNYA DISENANGI
17
18. ِاصَقَمْال ْنِم ًةَبْتُر ُضَفْخَا ُلِئاَسَالوِد
Wasā’il lebih rendah tingkatannya dari maqāsid
Dengan lebih lugas Imam al-Qarafi menjelaskan bahwa motif hukum (mauridul
ahkam) itu berkisar pada maqashid dan wasail, dimana hukum wasail baik
haram ataupun halal didasarkan pada maqashid. Hanya derajat amalnya saja
yang berbeda. (al-Furuq 3/46)
َمألِل ُةَنِِّمَضَتُمألا َيِهَو ُد ِاصَقَم ِنأيَمأسِق ىَلَع ِامَكأحَ أاأل ُد ِارَوَمَواَسَوَو اَهِسُفأنَأ يِف ِدِساَفَمألاَو ِحِلاَصِهَو ُلِئَي
ِرأحَت أنِم ِهأيَلإ تأضَفَأ اَم ُمأكُح اَهُمأكُحَو اَهأيَلإ ُةَي ِضأفُمألا ُقُرُّطالأتُر ُضَفأخَأ اَهَّنَأ َرأيَغ ٍليِلأحَتَو ٍيمأنِم ًةَبِد ِاصَقَمألا
اَهِمأكُح يِف
Dari uraian di atas, al-Qarafi telah mencantumkan juga pengertian maqashid
dan wasail, yakni:
1. Maqashid: Sesuatu yang mengandung mashlahah dan mafsadah karena
dirinya sendiri.
2. Wasail: Sesuatu yang menjadi jalan untuk sampai pada maqashid. 18
19. Mendefinisikan sesuatu yang ada di depan mata tidak perlu,
tetapi diperlukan jika sesuatu itu berada di tempat lain
Ruang lingkup kaidah: kaidah ini berlaku pada sebagian akad
mubadalah seperti
bai’, ijaroh, dan nikah, yang mana syarat sahnya adalah ma’rifatu
Contoh: seseorang berkata : aku menjual kuda putih ini kepadamu-sambil
menunjuknya-padahal berwarna hitam-mak jual tesebut menjadi sah jika
pembeli menerimanya, dan sia-sialah penyifatan terebut. Sedangkan jika kuda
tersebut tak ada (di tempat akad) dan si penjual berkata bahwa ia menjual kuda
putihnya , kemudian tampak jelas bahwa kudanya berwarna hitam, maka
pembeli boleh khiyar
ِئاَغألا يِفَو ٌوأغَل ِر ِاضَحألا يِف ُفأصَوألاٌرَبَتأعُم ِب
19
20. ِةَي ََلِوألا أنِم ىَوأقَأ ُةَّصاَخألا ُةَي ََلِوألاِةَّماَعألا
secara istilah adalah bahwa lembaga2 yang khusus lebih kuat kekuasaannya dari pada
lembaga yang umum
Dalam fiqh siyasah, ada pembagian kekuasaan itu terus berkembang , maka muncul
berbagai lembaga kekuasaan dalam satu negara. Ada khalifah sebagai lembaga
kekuasaan eksekutif (al-hai’ah al-tanfidziyah), ada lembaga legislatif atau ahl al-aqdi (al-
hai’ah al-tasyri’iyah), dan lembaga judikatif (al-hai’ah al-qadhaiyah), bahkan lembaga
pengawasan (al-hai’ah al-muraqabah).
Kekuasaan umum adalah kekuasaan yang tidak dikhususkan dengan menguasai orang-
orang tertentu, tetapi, kekuasaan yang menguasai seluruh orang dan kemaslahatan-
kemaslahatan mereka. Dan adanya qaidah ini adalah sebagai dalil diperbolehkannya
kekuasaan yang lebih husus mengatur kekuasaannya sendiri, dan juga kekuasaan umum
agar tidak tersibukkan dengan mengurusi kekuasaan yang lebih kecil sekala kesibukannya20
21. َقِب ُةَمأقِِّنوال ،ِةَمأقِِّنال ِرأدَقِب ُةَمأعَنالِةَمأعَنال ِرأد
Kenikmatan disesuaikan dengan kadar jerih payah dan jerih payah disesuaikan dengan
kenikmatan
Maksudnya yaitu suatu keuntungan diukur dengan pengorbanan dan pengorbanan
diukur menurut keuntungan.
Potongan pertama dari kaidah ini sering diungkapkan dengan al-ujrah bi qadri al-
masyaqqah, artinya upah diukur dengan jerih payah atau kesulitan. Makin sulit
mencapai sesuatu, maka makin tinggi pula nilai yang didapat. Makin berat
godaannya, makin besar pahalanya.
Sebagai contoh seorang siswa yang rajin belajar akan mendapatkan pengetahuan
lebih luas dibandingkan dengan siswa yang kurang rajin belajar, karena
pengetahuan yang luas sepantasnya diperoleh oleh siswa yang rajin. 21
22. بالشك يزول َل اليقين
Apabila sesuatu perkara atau sesuatu keadaan telah diyakini ketetapannya atau
telah diputuskan hukumnya berdasarkan kepada dalil-dalil yang kuat atau tanda-
tanda yang dipercayai maka perkara tersebut atau keadaan tersebut tidak akan
terangkat hukum yakin semata –mata dengan syak yang lemah atau andaian yang
tidak disandarkan kepada dalil yang kuat. Hukum tadi akan berterusan sehingga
datangnya dalil yang setara dengannya.
Al-Yaqin adalah ”sesuatu yang tetap dan pasti yang dapat dibuktikan melalui
penelitian dan menyertakan bukti-bukti yang mendukungnya”.
Asy-Syakk : anonim dari Al-Yaqin. Juga bisa diartikan sesuatu yang
membingungkan
Yakin itu tidak dihilangkan dengan syak keraguan
22
23. Dalil Dan Sandaran Kaedah ; Dalil Dari al-Quran
َي اَمِب ٌميِلَع َ َّاَّلل َّنِإ ًائأيَش ِِّقَحألا َنِم يِنأغُي ََل َّنَّظال َّنِإ اًّنَظ ََّلِإ أمُهُرَثأكَأ ُعِبَّتَي اَمَوُلَعأفَون
Maksudnya: Dan kebanyakan mereka, tidak menurut melainkan sesuatu sangkaan sahaja, (padahal) sesungguhnya
sangkaan itu tidak dapat memenuhi kehendak menentukan sesuatu dari kebenaran (iktiqad). Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui akan apa yang mereka lakukan.
adalah bahwa hukum-hukum yang menimbulkan kesulitan dalam mengamalkannya bagi diri seorang mukalaf atau
hartanya, maka syariah meringankan hukum itu sesuai kemampuannya tanpa kesulitan atau dosa.
Ada delapan cabang dari kaidah ini yaitu:
1. Apabila sempit, maka ia menjadi luas اتسع األمر ضاق إذا
2. Apabila luas, maka ia menjadi sempit ضاق األمر اتسع إذا
3. Darurat menghalalkan perkara haram المحظورات تبيح الضرورات
4. Yang dibolehkan karena darurat, maka dibolehkan sekadarnya بقدرها يقدر للضرورة أبيح ما
5. Sesuatu yang boleh karena udzur, maka batal karena hilangnya udzur بزواله بطل لعذر جاز ما
6. Kebutuhan yang umum termasuk darurat الضرورة منزلة تنزل العامة الحاجة
7. Darurat tidak membatalkan hak orang lain الغير حق يبطل َل اَلضطرار
8. Apabila udzur pada yang asal, maka dialihkan pada pengganti البدل إلى يصار األصل تعذر إذا
…..sambung KEYAKINAN TIDAK DAPAT DIHILANGKAN DENGAN KERAGUAN (SYAK)
23
24. تأَبَلَغ أو َتدَرَطاض اَذِا ُةَداَعال ُرَبَتعُت اَمَّنإ
Yang dimaksud dengan Adat yang terus-menerus berlaku adalah kebiasaan tersebut berlaku secara
holistic (dalam setiap ruangan dan waktu. Artinya tidak dianggap kebiasaan yang biasa dijadikan
pertimbangan hukum, apabila ada kebiasaan itu hanya sekali2 terjadi dan tidak berlaku secara umum.
Kaidah ini adalah termasuk dalam kategori syarat daripada adat, yaitu terus-menerus dilakukan dan
bersifat umum (keberlakuaanya).
Ada tujuan tertentu yang tersirat dari kaidah di atas yaitu memberikan batasan2 daripada adat untuk
dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam menetapkan suatu hukum. Yaitu diharuskannya kebiasaan
tersebut berlaku secara umum dan berterusan. Dalam penjelasan mengenai beberapa batasan (syarat)
yang harus ada pada ‘urf, para ulama’ menyebutkan sebagai berikut :
1. Harus berlaku secara umum
2. Harus sudah berlaku ketika persoalan yang akan ditetapkan hukumnya itu muncul
3. Tidak bertentangan dengan apa yang telah ditetapkan dalam suatu transaksi
4. Harus tidak bertentangn dengan nash.
HANYA SANYA ADAT YG DIANGGAP MUKTABAR ADALAH APABILA TERUS MENERUS ATAU
BANYAK BERLAKUNYA
24
25. Maksudnya, tidak dianggap adat kebiasaan yang bisa dijadikan pertimbangan
hukum, apabila adat kebiasaan itu hanya sekali-kali terjadi dan/atau tidak berlaku
umum. Kaidah ini sesungguhnya merupakan dua syarat untuk bisa disebut adat,
yaitu terus menerus dilakukan dan bersifat umum (keberlakuannya). Contohnya;
apabila seseorang berlangganan majalah atau surat kabar diantar ke rumah
pelanggan. Apabila pelanggan tidak mendapatkan majalah atau surat kabar
tersebut maka ia bisa complain (mengadukannya) dan menuntutnya kepada agen
majalah atau surat kabar tersebut
Dalam masyarakat suatu perbuatan atau perkataan yang dapat diterima sebagai
adat kebiasaan, apabila perbuatan atau perkataan tersebut sering berlakunya, atau
dengan kata lain sering berlakunya itu sebagai suatu syarat (salah satu syarat) bagi
suatu adat untuk dapat dijadikan sebagai dasar hokum.
Contoh: Apabila seorang yang berlangganan koran selalu diantar ke rumahnya,
ketika koran tersebut tidak di antar ke rumahnya, maka orang tersebut dapat
menuntut kepada pihak pengusaha koran tersebut.
….sambung HANYA SANYA ADAT YG DIANGGAP MUKTABAR ADALAH APABILA TERUS MENERUS ATAU BANYAK BERLAKUNYA
25
26. ِرَرَّضلَا ُعأَفد و ِةَعَفأنَمال ُبألَج
Ini definasi syara’ dalam mentasyri’kan hukum oleh imam as Shafii
Membawa faedah dan bayaran gatirugi kerosakan)
26
27. ﺍﻠﻠﻘﺏ ﻤﻔﻬﻭﻡ ﺍﻻ ﺤﺠﺔ ﺍﻠﻤﺨﺎﻠﻔﺔ ﻤﻔﺎﻫﻴﻡ ﻭﺠﻤﻴﻊ
Semua mafhum mukhalafah dapat dijadikan hujjah, kecuali mafhum laqab.
Mafhum Mukhalafah : iaitu pengertian yang dipahami berbeda daripada ucapan, baik dalam
istinbat (menetapkan) maupun Nafi (meniadakkan). Oleh sebab hal itu yang diucapkan. Seperti
firman Allah SWT:
Apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat
Allah dan tinggalkanlah jual beli
Dari ayat ini difahami bahwa boleh jualbeli hari Jum’at sebelum azan dikumandangkan dan
sesudah mengerjakan shalat Jum’at. Dalil Khitab ini dinamakan juga mafhum mukhalafah.
Macam-macam mafhum mukhalafah
a. Mafhum Shifat
iaitu menghubungkan hukum sesuatu kepada sah satu sifatnya: eg firman Allah SWT.
……ﻭﺧﻠﺌﻞﺍﺑﻨﺎﺋﻜﻢﺍﻟﺬﻳﻦﻣﻦﺍﺻﻠﺒﻜﻢ …(dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu)
…(QS.An-Nisa’(4):23)
b. Mafhum ’illat
Yaitu menghubungkan hukum sesuatu menurut ’illatnya. Mengharamkan minuman keras karena
memabukkan. 27
28. ….sambung Semua mafhum mukhalafah dapat dijadikan hujjah, kecuali mafhum laqab.
c. Mafhum ’adad
iaitu memperhubungkan hukum sesuatu kepada bilangan tertentu. Firman Allah SWT:
……ﻓﺎﺟﻠﺪﻭﻫﻢﺛﻤﻨﻴﻦﺟﻠﺪﺓ Maka deralah mereka (yang menuduh itu) lapan puluh kali dera, (An-Nur ayat 4)
d. Mafhum ghayah
iaitu lafaz yang menunjukkan hukum sampai kepada ghayah (batasan, hinggaan), hingga lafaz ghayah ini
adakalnya ”ilaa” dan dengan ”hatta”. Seperti firman Allah SWT.
…ﺍﺫﺍﻗﻤﺘﻢﺍﻟﯽﺍﻟﺼﻠﻮﺓﻓﺎﻏﺴﻠﻮﺍﻭﺟﻮﻫﻜﻢﻭﺍﻳﺪﻳﻜﻢﺍﻟﯽﻟﻤﺮﺍﻓﻖ
…ﻭﺍﻣﺴﺤﻮﺍﺑﺮﺀﻭﺳﻜﻢﻭﺍﺭﺟﻠﻜﻢﺍﻟﯽﻛﻌﺑﻴﻦ apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan
tanganmu sampai dengan siku. (Al-Maidah ayat 6)
dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci (Al-Baqarah ayat 222)
Laqaab
Yaitu petunjuk yang diberikan oleh karena digantungkan hukum dengan sesuatu isim jamid kepada
meniadakan hukum tersebut dari selainnya. Atau menetapkan hukum sebaliknya dari hukum yang
ditetapkan pada isim ‘alam atau isim jenis dalam suatu nash.contoh:
ﻓﯽﺍﻟﺒﺮﺻﺪﻗﺔ Pada gandum dikenakan zakat.
Dengan mafhum laqab maka ditetapkan hukum zakat tidak dikenakan kepada selain gandum. Ulama
Hanafiyah dan Syafi’iyah sepakat tidak memakai mafhum laqab, yakni tidak menggantungkan hukum
kepada isim itu saja 28
29. ٌارَبُج ِاءَمجَعأل ُةَياَن ِج
eg: kambing Ali terlepas dari kandang, pergi ragut sayur
jirannya, Ali tak perlu bayar.
Lain kalau Ali sendiri lepaskan kambing2nya ke kebun sayur
jirannya tu, Ali kena tanggungjawab.
Tindakan dari binatang tidak dikenakan gantirugi
29
30. نِم َلأو ِدِساَفَمال ُءَرد(ىَلَع ٌمَّدَقُم)ِبلَجِحِلاَصَمال
Pengertian maslahah ialah perkara yang boleh mendatangkan faedah
kepada urusan hidup manusia yang merangkumi perkara yang
diwajibkan oleh syara’ atau diizinkan syara’.
Contohnya, perkara yang disuruh oleh syara’ ialah meneruskan solat
hingga selesai, tetapi dibenarkan menghentikan solat jika berlaku
kecemasan seperti menolong orang yang lemas atau menjaga harta
benda daripada dicuri orang ketika menunaikan solat.
Menolak kerosakan lebih diutamakan daripada menarik maslahah
30
31. وُقَي ِةَنِاطَبال ِورُمُألا ىِف ِءأيَشال ُليِلَدُهَماَقَم ُم
a. Uraian Kaidah
Maksud dari kaidah ini adalah ketetapan atau keputusan atas suatu yang masih samar
disesuaikan dengan argumentasi dilapangan, dan segala hal yang sulit untuk dilihat atau masih
samar disebut perkara yang batin. Yang dikkehendaki dengan dalil disini adalah petunjuk.
Kaidah ini menjadi motivasi bagi seseorang untuk berlaku adil dan menjadikan setiap tindakan
yang dilakukan harus berdasarkan hal-hal yang rasional
b. Dalil Kaidah
dalil daripada kaidah ini adalah adalah dalil akal, yaitu segala pengetahuan yang di peroleh dari
hasil pengamatan empiris tidak akan jauh beda dengan kenyataan yang ada. Sebagaimana firman
Alloh yang berbunyi; واُرِبَتْعاَفيِلوُأ اَيارَصْباأل “ambilah I’tibar wahai orang-orang yang
mempunyai akal sempurna” ( al hasyr: 2)
kita diperintah untuk selalu I’tibar dari apa yang telah kita fahami dan ketahui, sehingga kita bisa
melakukan hipotesa terhadap petunjuk-petunjuk yang terjadi untuk mengambil keputusan.
Petunjuk sesuatu kpd urusan yg tersembunyi berdiri diatas dalil.
31
32. c. Analisis kaidah
Apabila A membeli HP pada B, dan B menunjukan adanya kekurangan pada HPnya, tapi kemudian A
tetap membelinya (dalil al-batin), maka berpijak dari kaidah ini berarti A sejutu dengan segala kekurangan
yang ada pada HP tersebut.Akadnya sah.
Apabila ada seorang pekerja yang tidak konsisten dengan waktu kerjanya serta ada indikasi ia tidak
membawa kemajuan terhadap kerja, bahkan ia terkesan membawa pengaruh buruk terhadap pekerja
lain. Maka majikan boleh memecatnya secara tidak hormat. Karena melihat indikasi2 di atas menunjukan
bahwa ia telah menghianati segala amanat yang telah diberikan kepadanya .
Apabila ada seseorang yang membunuh pencuri di rumahnya dikarenakan ia membela diri dari pencuri
tersebut yang akan membunuhnya. Berdasarkan kaidah di atas pemilik rumah dibenarkan apabila pencuri
tersebut terbukti membawa senjata yang mematikan, namun apabila terbukti bahwa pencuri tersebut
tidak membawa apa-apa maka ia terkena hukuman pembunuhan
d. Pengecualian kaidah
dikecualikan dari kaidah ini adalah apabila ada seorang wanita yang memasukan puting susunya kemulut
bayi yang masih menyusui, dan tidak diketahui apakah ada air susu yang masuk ditelan bayi atau tidak,
maka hukumnya adalah bayi tersebut tidak boleh dihukumi muhrim.
…..sambung Petunjuk sesuatu kpd urusan yg tersembunyi berdiri di atas dalil.
32
33. ِِّلُك ِرأكِذَك ُأَّزَجَتَي ََل اَم ِضأعَب ُرأكِذِه
Penyebutan sebagian atas sesuatu yang tidak dapat dipisahkan,
sama halnya dengan penyebutan keseluruhan.
Maksudnya, sebagian tersebut dimaknai bahwa ia diinginkan seluruhannya. Apabila wali
orang yang dibunuh menggugurkan separuh hak qishash atas pelaku pembunuhan, maka
qishash itu gugur secara keseluruhan, karena qishash tidak dapat dipisah-pisahkan.
Demikian juga apabila salah satu dari wali orang yang dibunuh memaafkan orang yang
membunuh, hak qishash nya menjadi gugur, dan berubahlah hak wali lainnya menjadi
diyat.
Tetapi, apabila penyebutan sebagaian atas sesuatu itu dapat dipisahkan maka hukumnya
tetap pada sebagian yang disebutkan, bukan keseluruhan nya. : apabila seseorang
membantu membayar separuh dari hutang, maka bantuan pada separuh hutangnya ini
dinyatakan sah, dan dia tidak dianggap membantu keseluruhannya karena jumlah hutang
dapat dibagi2 atau dipisah2kan, dan hukum hanya berlaku pada bagian yg disebutkan.33
34. ىَّتَحُهَيِِّدَؤُت أتَذَخَأ اَم ِدَيألا ىَلَع
Kewajiban tangan (menggantinya) karena
mengambilnya, sampai dikembalikan
Bagi harta yang di ambil atau di samun, jika ternyata barang itu binasa, maka
perampas wajib mengembalikan semisalnya atau senilainya baik binasanya karena
tindakannya maupun karena musibah dari langit.
Adapun ulama madzhab Maliki berpendapat, bahwa barang, hewan dan lainnya
yang tidak dapat ditakar dan ditimbang, maka menggantinya dengan nilainya
ketika dirampas dan ternyata binasa.
Sedangkan menurut ulama madzhab Hanafi dan madzhab Syafi’i bahwa orang
yang membinasakannya atau merusaknya wajib mengganti yang semisal, dan
tidak bisa berpindah kecuali jika tidak ada yang semisal.
34
35. ِةَيِِّنالِب ََِّلا َابَوَث ََل
Kaidah yang merupakan kaidah asasi yang pertama
Niat di kalangan ulama-ulama Syafi’iyah diartikan dengan, bermaksud untuk melakukan sesuatu
yang disertai dengan pelaksanaanya. Niat sangat penting dalam menentukan kualitas ataupun
makna perbuatan seseorang .
Adapun fungsi niat, ada tiga yaitu sebagai berikut: Untuk
1. membedakan antara ibadah dan adat kebiasaan.
2. membedakan kualiti perbuatan, baik kebaikan ataupun kejahatan.
3. menentukan sah tidaknya suatu perbuatan ibadah tertentu serta membedakan yang wajib
dari yang sunnah
Contoh : niat untuk menikah, apabila menikah itu dilakukan karena menghindari dari perbuatan
zina maka hal itu halal untuk dilakukan, tetapi jika hal itu dilakukan hanya semata-mata untuk
menyiksa dan menyakiti istrinya, maka hal itu haram untuk dilakukan
TIADA PAHALA KECUALI DENGAN NIAT
35
36. Tidak ada argumen yg disertai kemungkinan yg timbul dari dalil
Hujjah maksudnya adalah petunjuk, dan dalil maksudnya adalah petunjuk.
Penjelasan: Sesungguhnya tidak diterima atau bermanfa’at hujjah ( pengakuan ) yang
didalamnya terkandung kemungkinan yang dibangun dari dalil dzanniy ataupun qhot’iy yang
mengandung kemungkinan – kemungkinan.
Contoh: Apabila seseorang didalam sakitnya yang hampir mencapai kematian mengaku
memiliki hutang kepada anaknya yang pertama,maka pengakuannya ini tidak diterima jika belum
dibenarkan oleh ahli waris yang lain. Karena bisa saja si sakit meninginkan bagian yang lebih
untuk anak yang pertamanya dalam perkara warisan dan juga dikarenakan keadaannya yang
sekarat memungkinkan apa yang diucapkannya tidak lagi sesuai dengan kenyataannya.
Pendapat ini menurut mazhab abu hanifah dan imam ahmad, sedangkan imam
malik berpendapat diterima pengakuannya jika tidak berubah dan jika berubah tidak diterima, dan
imam syafi’I berpendapat pengakuannya diterima.
دليل عن الناشئ اَلحتمال مع حجة َل
36
37. َارَر ِض ََلَو َرَرَض ََل
Tidak Boleh Melakukan Sesuatu Yang Membahayakan Diri Sendiri Ataupun Orang Lain
Dari sini dapat kita ketahui bahwa dharar (melakukan sesuatu yang membahayakan) dilarang di dalam syari'at ini. Maka, tidak
halal bagi seorang Muslim mengerjakan sesuatu yang membahayakan dirinya sendiri atau membahayakan saudaranya sesama
Muslim, baik berupa perkataan atau perbuatan, tanpa alasan yang benar
1. Seseorang dilarang menggunakan barang miliknya jika hal itu menimbulkan madharat (gangguan atau bahaya) kepada
tetangganya. Meskipun ia mempunyai hak milik secara penuh terhadap barang tersebut, namun dalam pemanfaatannya haruslah
diperhatikan supaya tidak memadharatkan, mengganggu, ataupun merugikan tetangganya.
2. Tidak diperbolehkan mengadakan gangguan di jalan-jalan kaum Muslimin, di pasar-pasar mereka, ataupun di tempat-tempat
kaum Muslimin yang lain. Baik gangguan itu berupa kayu atau batu yang menggangu perjalanan, atau lobang galian yang bisa
membahayakan, atau bentuk gangguan lainnya. Karena semuanya itu bisa menimbulkan madharat kepada kaum Muslimin.
3. Di antara bentuk dharar yang paling besar adalah jika seorang suami menimbulkan madharat kepada isterinya dan
menjadikannya merasa susah, dengan tujuan supaya si isteri minta diceraikan, sehingga si suami bisa mengambil harta dari si istri
sebagai konsekuensi permintaan cerainya. Ini termasuk perbuatan dharar yang paling besar. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman
: َّنِهْيَلَع واُقِيَضُتِل َّنُهوُّارَضُت ََل َو
Dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. [ath-Thalâq/65:6]
Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :ُوادَتْعَتِل اًار َر ِض َّنُهوُكِسْمُت ََل َو
Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka. [al-
Baqarah/2:231] 37
38. …… sambung Tidak Boleh Melakukan Sesuatu Yang Membahayakan Diri Sendiri Ataupun Orang Lain
4. Masing-masing pihak dari pasangan suami isteri dilarang menimbulkan madharat kepada yang lain,
berkaitan dengan anak mereka berdua. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala : َل َوِب ةَدِلا َو َّارَضُت ََلَاهِد
ِهِدَل َوِب ُهَل ودُل ْوَم ََل َو
Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya.
[al-Baqarah/2:233]
5. Larangan menimbulkan madharat dalam akad hutang piutang, baik dari sisi orang yang berhutang,
penulis akad, ataupun saksinya. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :يدِهَش ََل َو ِِتاَك َّارَضُي ََل َو
Dan janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. [al-Baqarah/2:282]
6. Seseorang yang mewariskan hartanya dilarang merugikan sebagian dari ahli warisnya. Demikian pula
orang yang memberikan wasiat dilarang menimbulkan madharat kepada orang yang diberikan wasiat.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
ٍارَضُم َْريَغ ٍْنيَد ْوَأ اَهِب ىَصوُي ٍةَّي ِص َو ِدْعَب ْنِم Sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah
dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). [an-Nisâ'/4:12]
Dengan demikian, setiap madharat yang ditimbulkan kepada seorang Muslim termasuk perkara yang
diharamkan. 38
39. ُهُؤَطَخ ِنِِّـيَبال ِِّنَّظالِب َةَرأبِع َل
Tidak ada perhitungan kepada dhann yang jelas salahnya
Praduga/andaian yang terbukti menyalahi fakta sama sekali tidaklah dapat
dijadikan landasan dalam hukum syari’at.
Sesungguhnya apabila terjadi sebuah perbuatan dari hukum atau keputusan atas
prasangka kemudian dijelaskan kesalahan dari prasangka itu maka wajib untuk
tidak mengambil I’tibar (pertimbangan) dari perbuatan itu dan meninggalkannya.
"Sangkaan yang terbukti keliru tidak diteruspegangi.“
Misalnya: Seseorang menduga keras bahwa waktu shalat Dzuhur sudah masuk,
lalu ia shalat, ternyata dugaannya keliru, maka shalatnya batal. 39
40. ِةَلَباَقُم يِف ِةَل َََّلدلِل َةَرأبِع ََلأصَّتالِيح ِر
Tidak di hitung sbg hukum bagi yg bertentangan dengan yg jelas
Makna implisit /tersirat tidak dijadikan dasar bila bertentangan dengan makna
eksplisit / jelas
Yang dimaksud dengan dalil disini adalah sesuatu yang bukan lafaz dari keadaan
atau urf atau isyarat atau tangan atau yang lainnya.
Dan shorih menurut ahli usul fiqhi adalah penjelasan yang jelas, tepat dan dapat
dimengerti.
Contoh:
Apabila A memberikan sesuatu kepada B, dan B mengambilnya di tempat
pemberian itu, maka pengambilannya dianggap benar, sekalipun A tidak
mengizinkan secara terang2an, karena ijab dari A iaitu dgn memberi itu dianggap
sebagai izin untuk mengambilnya . 40
41. ِمُهاَـوَّتل َِل َتَبرِع َل
Tidak diterima hukum bersandarkan al Waham
La ‘ibroh bermakna tidak ada pelajaran atau teladan dan tidak dihitung.
At tawahhum bermakna prasangka yang lemah.
Makna qo’idah: sesungguhnya tidak ditetapkan suatu hukum syar’I itu yang
bersandar pada prasangka yang lemah.
Contoh:
Jika seorang saksi pergi atau mati setelah menyampaikan persaksiannya dalam
sebuah mu’amalah maka bagi hakim untuk berhukum dengan persaksiannya dan
tidak mengakhirkan sebuah hukum karena berprasangka ( yang lemah ) bahwa dia
akan kembali dengan persaksiannya, karena prasangka ( yang lemah ) tidak diambil
hukum darinya. 41
42. ُرِّيتغ ُرَكأنُي َلِاألحكامِرُّيبتغِاألزمان
Tidak dapat diingkari perubahan hukum kerana perubahan zaman
Perbedaan tempat, kebiasaan, situasi dan kondisi mempunyai peranan yang sangat dominan
dalam penetapan hukum-hukum syara’ yang bersifat ijtihadi, oleh karenanya setiap hukum syara’
yang ditetapkan atas dasar ‘uruf, didasarkan suatu mashlahah, atau didasarkan situasi dan
kondisi suatu tempat, pastinya hukum tersebut akan berubah sewaktu2 karena disebabkan
adanya perbedaan kebiasaan, mashlahah ataupun situasi dan kondisi suatu tempat tersebut.
Sedangkan hukum yang sudah ditetapkan oleh nash yang sudah jelas, maka hukum tersebut
tidak bisa dirubah lagi.
Ibn Abidin sebagaimana yang dikutip oleh Ubaid al-Du’as memberikan statement, bahwa
sebagian besar hukum syara’ yang saling bertentangan disebabkan karena perubahan zaman,
karena adanya perubahan kebiasaan suatu penduduk. Jika seandainya penduduk tersebut tetap
mempergunakan hukum yang pertama, mereka akan merasa sangat kesulitan yang tentunya
akan bertentangan dengan kaidah2 syar’iyah yang dibangun atas dasar keringanan dan
kemudahan serta menolak datangnya kemudaratan. 42
43. …..sambungan Tidak dapat diingkari perubahan hukum kerana perubahan zaman
Karena itu, Ibn Abidin ini setuju dengan madzhab hanafiyah yang sebagian besar
pendapatnya berbeda dengan pendapat para mujtahid sebelumnya dalam beberapa hal,
karena orang-orang hanafiyah beranggapan, bahwa seandainya para mujtahid tersebut
hidup pada era mereka, niscaya para mujtahid tersebut akan berpendapat seperti
pendapat mereka.
Contoh Kaidah
a. Para fuqaha’ klasik menetapkan hukum bagi isteri untuk tinggal di rumah suaminya
setelah semua maharnya lunas, namun ulama muta’akhirin tidak mewajibkan hal
tersebut, walaupun suami telah melunasi maharnya. Hal ini disebabkan adanya
perubahan kondisi masyarakat pada zaman sekarang.
b. Kaitannya dengan pendidikan, para ulama klasik menetapkan hukum haram untuk
mengambil upah atas ilmu agama yang diajarkan, karena mengajarkan ilmu agama
hukumnya wajib, namun para ulama muta’akhirin membolehkannya demi terjaganya
kelestarian pendidikan keagamaan serta untuk pengembangan ilmu agama itu sendiri.43
44. ِِّلُكألا َمأكُح ِرَثأكَ أْلِل
Al-Kasani mengatakan : “ Setiap yang dirosakkan oleh perkara haram, sekiranya majoritinya yang
halal makan tidak mengapa menjualnya.”
Imam Al- Izz bin Abdul Salam berkata :”Sekiranya majoritinya halal seperti bercampur satu
dirham yang haram dengan seribu yang halal maka harus muamalah..”
Ibnu Taimiyah pernah ditanya oleh seorang lelaki tentang hartanya yang bercampur di antara
yang halal dan haram. Beliau menjawab : Keluarkan nilai yang haram dengan timbangan, dan
berikan kepada pemiliknya dan kiralah nilai yang halal itu untuk dirinya.Sekiranya tidak diketahui
atau tidak mampu untuk mengetahui pemiliknya, maka bersedekahlah dengan harta itu.
Atas prinsip inilah harus bermuamalah dengan saham syarikat yang bermuamalah dengan bank
yang mengamalkan riba.
Yang terbanyak adalah hukum keseluruhan
44
45. ِهِف ََل ِخ ىَلَع ُليِلَد أمُقَي أمَل اَم ُهَئاَقَب ُمَكأحُي ٍانَمَزِب َتَبَث اَم
Sesuatu yang telah tetap hukumnya di suatu waktu dinyatakan terus berlaku selama
tidak ada dalil sebaliknya.
45
Syarah :
46. ِهِلاَوَزِب َلَطَب ٍرأذُعِل َازَج اَم
Hal-hal yang diperbolehkan karena udzur, menjadi terlarang apabila udzur itu hilang
Kebolehan sesuatu yang dilarang itu hanya sebatas adanya
kedaruratan. Ketika darurat hilang, maka hilang pula kebolehan
itu.
Orang dapat bertayamum karena tidak ada air. Namun ketika
ada air maka setelah itu tidak boleh lagi bertayamum
46
47. • Syarat-syarat keadaan darurat ( PENERANGAN UMUM)
• Para ulama fikih telah meletakkan syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi sebelum keringanan diambil atas
keperluan mendesak (darurat). Syarat-syarat ini adalah:
• Darurat itu harus nyata bukan spekulatif atau imajinatif. Sifat dan besaran darurat itu ditentukan oleh Hakim yang
benar dan yang disertifikasi bukan oleh orang biasa. Oleh karena itu seseorang, tidak dibenarkan mengambil
bunga Bank melalui pinjaman ke Bank untuk memperluas bisnisnya atau untuk melipatgandakan keuntungannya
dengan alasan bahwa menjaga harta diperbolehkan dalam Islam.
• Tidak ada solusi lain yang ditemukan untuk mengatasi penderitaan kecuali dengan keringanan itu. Seseorang tidak
boleh meminjam uang dengan sistem bunga ke Bank untuk membeli rumah buat keluarganya dengan alasan
menyelamatkan keluarganya, karena tujuan itu dapat dicapai dengan menyewa rumah. (atau meminjam ke
saudara yang lain yang tanpa bunga, pen)
• Solusi itu harus tidak menyalahi hak-hak sakral yang memicu, pembunuhan, pemurtadan, perampasan harta atau
bersenang-senang dengan sesama jenis kelamin (maupun perempuan, pen). Misalnya seorang laki-laki di bawah
tekanan dan paksaan, tidak diperbolehkan untuk membunuh orang lain.
• Harus ada justifikasi kuat untuk melakukan keringanan seperti melindungi nyawa hingga mengkonsumsi yang
haram. Keringan ini hanya ditempuh sampai suatu kadar yang menyelamatkan nyawa (seukuran keperluannya
tidak boleh lebih dari keperluan apalagi berlebihan, pen)
• Solusi itu harus merupakan satu-satunya solusi yang tersedia, tak ada jalan lain. Misalnya, dalam hal pengobatan
medis, harus seorang dokter ahli yang mengatakan bahwa hanya dengan pengobatan minuman keras tertentu
yang dapat mengobati penyakitnya dan tidak ada cara lain yang efektif.
47
48. إعطاؤه َمُرَح أخذه َمُرَح ما
Sesuatu yang diharamkan mengambilnya maka diharamkan
juga memberikannya
as-Suyuti:
Pertama: Haram hukumnya memberikan riba kepada orang lain, sebagaimana diharamkan
memakan riba dari harta orang lain. Ini berdasarkan dari hadis: “Allah melaknat orang yang
memakan riba, memberinya, saksinya dan pencatatnya”.
Kedua: Haram hukumnya memberikan upah (mahar) pada seorang pelacur. Sebagaimana
seorang wanita dilarang mengambil upah dari melacurkan diri (haram melakukan prostitusi ).
Ketiga: Haram hukumnya memberikan upah pada tukang ramal (dukun). Sebagaimana
diharamkan pekerjaan dukun tersebut dan mengambil upah dari orang yang diramalnya.
Keempat: Haram hukumnya memberikan suap (risywah). Sebagaimana diharamkan mengambil
uang suap dari seseorang.
Pengecualian Kaidah إعطاؤه حرم أخذه حرم ما sebagai berikut:
Pertama: menyuap hakim untuk mendapatkan hak. Jika hakim tersebut menahan atau
mencegah seseorang untuk mendapatkan haknya, maka dibolehkan menyuapnya. 48
49. …..sambungan Sesuatu yang diharamkan mengambilnya maka diharamkan juga memberikannya
Dalam ini, yang dikenakan dosa adalah hakim karena mengambil suap.
Kedua : membayar harta tebusan untuk membebaskan tawanan.
Ketiga : memberikan sesuatu kpd org yang dikhawatirkan akan menghinanya.
Keempat: seorang pewasiat boleh memberikan sesuatu kepada orang yang dikhawatirkan akan
merampas harta anak yatim. Lantas bagi seorang qadhi (hakim) harus mengambil alih atas harta
anak yatim tersebut dan diharamkan bagi pemerintah untuk mengambil sesuatu darinya.
Semua yang dilarang dalam syari’at Islam, maka tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk
meminta kepada orang lain agar melakukannya. Karena yang dimita dari seorang muslim adalah
mencegah terjadinya kerusakan di muka bumi. Diantara kerusakan terbesar di muka bumi adalah
perbuatan yang diharamkan. Apabila sesuatu yang haram diingkari, maka yang diminta dari
seseorang muslim adalah menghilangkan kemungkaran itu, bukan melakukannya dan bukan pula
meminta orang lain untuk melakukannya.
Contoh kaidah:
1. Mengambil riba atau upah perbuatan jahat.
2. Mengambil upah dari tukang ramal risywah (suapan).
Begitu pula dengan upah orang-orang yang meratapi kematian orang lain.
49
50. Aspek-aspek tertentu yang berdasarkan hitungan jumlah kuantitatif juga direkrut oleh hukum judisial
islam, melalui kaidah ini, sehingga sebuah pekerjaan yang tindakannya lebih banyak dinilai lebih utama
daripada sesuatu yang kuantitasnya lebih sedikit. Artinya, kaidah diatas menyatakan bahwa semakin
banyak tindakan pekerjaan itu kita kerjakan, semakin tinggi pula nilai keutamaannya.
b. Dasar kaidah
Kaidah ini dirumuskan berdasarkan riwayat imam Muslim dari sayyidah Aisyah ra:
هللا رسول قال:نصبك قدر على اجركBesarnya pahalamu tergantung pada usahamu.
c. Aplikasi kaidah
Orang yang melakukan ibadah dan merasakan adanya beban yang lebih berat, maka secara otomatis akan
mendapatkan nilai lebih. seperti halnya orang yang melakukan tiga rakaat shalat witir dengan cara dipisah
( dua kali salam), akan lebih baik daripada mengerjakannya dengan cara disambung (satu kali salam). Hal
ini terjadi karena shalat witir dengan cara dipisah didalamnya terkandung unsur2 niat, takbiratul ihram,
dan salam, yang gerakanya lebih banyak dibanding dengan shalat witir dengan cara di sambung. yakni rasa
berat untuk melakukannya.
َانَك اَمَرَثأكَأًَلأعِف،َانَكَرَثأكَأأضَفًَل
Apa yang lebih banyak pengerjaannya, lebih banyak pula
pahalanya
50
51. d. Pengecualian
Al-Jarhazi mencatat lebih dari sepuluh permasalahan yang dikecualikan dari kaidah
ini. Dalam contoh dibawah ini, terdapat amal yang jika disimpulkan semuanya
adalah amal yang ringan namun mempunyai pahala yang besar, beberapa
diantaranya adalah:
· Mengerjakan shalat dengan qashar lebih utama dibanding mengerjakan
secara sempurna (tanpa di qashar) bagi orang yang melakukan perjalanan selama
tiga hari atau lebih.
· Satu rakaat shalat witir lebih baik dibandingkan dengan shalat malam lainnya,
walaupun shalat witir secara kuantitas lebih sedikit.
· Shalat shubuh, walaupun hanya 2 rakaat, tetapi shalat shubuh ini sangat
besar pahalanya. Alasan yang melatarbelakangi keutamaan shalat shubuh adalah-
walaupun shalat ini rakaat nya paling sedikit dibandingkan dengan shalat-shalat
yang lain-nnamun mempunyai nilai lebih, yakni rasa berat untuk melakukannya.
……sambung Apa yang lebih banyak pengerjaannya, lebih banyak pula pahalanya
51
52. ُهُّلُك ُكَرأتُي ََل ُهُّلُك ُكَرأدُي َل اَم
sesuatu yang tidak boleh dicapai/diakukan seluruhnya jangan ditinggal seluruhnya”
Contoh kaidah:
1. Seorang yang tidak mampu berbuat kebajikan dengan satu
ringgit tetapi mampu dengan 50 sen maka lakukanlah.
2. Seserang yang tidak mampu untuk belajar berbagai bidang
studi sekaligus, maka tidak boleh meninggalkan
keseluruhannya.
3. Seseorang yang merasa berat untuk melakukan shalat malam
sebanyak sepuluh rakaat, maka lakukanlah shalat malam empat
rakaat. 52
53. ٌـب ِاجَو َوُهَف ِهِب َّإَل ُب ِاجَالو ُّمـِتَي َاَلَم
Sesuatu yg wajib tidak akan sempurna kerana nya maka ianya menjadi wajib
Maksud dari qoidah fiqih “Ma Laa Yatimmul Wajib Illa Bihii Fa Huwa Wajib” (Perkara yang
menjadi penyempurna dari perkara wajib, hukumnya juga wajib) adalah; Segala perkara yang
menjadikan suatu amal kewajiban tak dapat dikerjakan sama sekali atau bisa dikerjakan namun
tidak sempurna kecuali dengan juga mengerjakan perkara tersebut, maka perkara tersebut yang
asalnya tidak wajib, dihukumi wajib pula.
Berikut diantara contoh:
1. Membasuh bagian dari leher saat berwudhu hukum asalnya tidak wajib, karena yang wajib
adalah membasuh muka, sedangkan leher tidak termasuk bagian dari muka. namun karena
membasuh muka tak boleh dikerjakan dengan sempurna kecuali dengan membasuh bagian dari
leher, maka membasuh sebagian dari leher agar bisa mengerjakan wudhu secara sempurna
hukumnya adalah wajib.
53
54. Sesuatu yg wajib tidak akan empurna kerana nya maka ianya menjadi wajib
2. Pusat dan lutut bukanlah termasuk aurat yang wajib ditutupi bagi laki2 disaat
sholat, karena batasan aurat bagi laki2 adalah bagian tubuh diantara pusat dan
lutut yang berarti tidak mencakup keduanya. Tapi karena menutup aurat tak boleh
dilakukan dengan sempurna kecuali dengan juga menutup bagian dari pusat dan
lutut, maka menutup bagian dari pusat dan lutut untuk menyempurnakan
menutup aurat dihukumi wajib.
3. Diwajibkan bagi seorang suami untuk tidak melakukan istimta’ (bersenan2) pada
bagian tubuh wanita diantara pusat dan lutut ketika wanita tersebut sedang haidh
dikarenakan juga untuk menjaga agar tidak terjadi hukuman intim. Sebenarnya
yang dilarang adalah berhubungan intim dengan wanita yang sedang haidh,
namun karena istimta’ pada bagian antara lutut dan pusar berpotensi
menyebabkan terjadinya hubungan intim, maka dilarang melakukan istimta’ pada
bagian tersebut.
54
55. َك َلَصَح ٍيق ِرَط ِ ِّيَأـِبَف ُهُؤَادَأ َبَجَو اَمَءاَفَو َان
Kaidah ini membahas tentang permasalahan suatu kewajiban. Dimana
kaidah ini mempunyai pegertian “segala yang diwajibkan untuk
menunaikannya dengan jalan apapun dapat tertunaikan maka itu
sudah terlaksana”.
Kaidah ini menjelaskan tentang suatu perbuatan yang harus dilakukan,
dan dengan menggunakan cara apapun untuk melaksanakannya maka
itu telah menggugurkan kewajiban dalam melaksanakan perbuatan
tersebut.
segala yg diwajibkan utk menunaikannya dengan jalan apapun dapat tertunai, maka
itu merupakan hasil pemenuhan syarat
55
56. أنَمَلَجَعَتأساُوع ِهِناَوَأ َلأبَق ٍءأيَشِبُهأنِم ِهِناَمأر ِحِب َبِق
Sesiapa yang gopoh dalam sesuatu perkara sebelum tiba masanya, dia akan dihukum dengan
tidak akan memperolehinya.
Maksudnya ketidaksabaran dalam menuntut ilmu akan berakibat tidak dapat menguasai
ilmu secara sempurna. Apalagi jika ditambah niat yang rusak seperti memburu pujian,
atau supaya manusia memanggilnya dengan panggilan terhormat. Maka jiwa yang
rendah akan segera tergesa-gesa untuk “turun gunung” sebelum waktunya.
Contoh : anak yg membunuh bapanya untuk mempercepat kan dirinya mendapat
pusaka. Anak itu tidak akan mendapat pusaka dari bapanya
Kecuali: Dalam kaidah di atas terdapat pengecualian, yakni apabila ketergesa2aan itu
tujuannya untuk mashlahat maka diperbolehkan. Misalnya, mengembalikan utang yg
belum jatuh tempoh lunasannya. 56
57. ُلَمَتأحَيُرَرَّضالِاصَخالِلَجََلِرَرَّضالِامَعال
Menanggung suatu Kemudharatan khusus untuk menolak Kemadharatan umum.
Boleh melarang mengambil tindakan hukum terhadap seorang yang
akan membahayakan kepentingan umum.
Mengisytihar bankrap suatu perusahaan demi menyelamat kan para
pengusaha.
Menjual barang2 peminjam yang sudah ditahan demi untuk membayar
hutangnya kepada kreditor.
Menjual barang-barang timbunan dengan cara paksa untuk
kepentingan umum dan aspek kebersihan dan kesihatan 57
59. ِف ُرَفَتأغُي ََل اَم ِاءَقَبألا يِف ُرَفَتأغُيَِاءدِتأب ِاَل ي
dimaafkan pada benda yang telah berlaku yang tidak dimaafkan pada benda yang belum
berlaku
Dhabith ini terjadi pada kasus tertentu yaitu orang yang melakukan
perbuatan hukum karena tidak tahu bahwa perbuatan tersebut
dilarang.
Contohnya: Maka orang tersebut dimaafkan untuk permulaannya
karena ketidaktahuannya. Selanjutnya, setelah dia tahu bahwa
perbuatan tersebut adalah haram, maka ia harus menghentikan
perbuatan tersebut. 59