SlideShare a Scribd company logo
1 of 60
QAWAID FIQHIYYAH
PENGENALAN QAWAID FIQHIYYAH
Pt 2
1
POWERPOINT TELAH DISEDIAKAN UNTUK
UMMAH UNTUK DIMANFAATKAN OLEH
MUSLIMIN DAN MUSLIMAT YANG MERASAKAN
BAHAWA ILMU YANG DISAMPAIKAN INI
BERMANFAAT .
TERUSKAN USAHA GIGIH BERDAKWAH
SECARA SUNNAH , BERJEMAAH , TELUS , DAN
BERSISTEMATIK
TERIMA KASIH KEPADA
SAHABAT-SHABAT YANG TELAH MEMBERI
SEMANGAT DAN KEINGINAN
UNTUK MENCARI HIKMAH YANG HILANG
2
ُ‫م‬َ‫د‬َ‫ع‬‫أل‬ ِ‫ة‬َ‫ض‬ ِ‫ار‬َ‫ع‬‫أل‬ ِ‫ة‬‫ا‬َ‫ف‬ِّ ِ‫الص‬ ‫في‬ ُ‫ل‬‫أألص‬
Segala sesuatu itu mempunyai sifat. Dan sifat ini ada dua macam;
a. Sifat asli, yaitu dasar yang ada pada sesuatu pertama kali.
Misalnya, pada dasarnya barang dagangan itu tidak ada cacatnya.
b. Sifat baru, maksudnya adalah sifat yang baru timbul dan sebelumnya tidak ada itu dihukumi tidak ada.
Maka yg dimaksud dengan kaidah adalah bahwa kalau terjadi peselisihan akan adanya sebuah sifat yg
baru ataukah tidak ada, maka yg dibenarkan adalah ucapan orang yg berpegangan pada ketidaan, karena
itulah hukum dasar segala sesuatu.
Kaidah : Seseorang membeli kereta. Beberapa hari kemudian si pembeli komplain bahwa di kereta
tersebut terdapat “cacat” yang terjadi sebelum transaksi jual beli. Si penjual mengatakan bahwa
ketika dijual kereta dalam keadaan baik. Cacat tersebut terjadi setelah terjadi transaksi. Dlm kes ini
penjual dianggap benar dgn mengucapkan sumpah.
Apabila terjadi persengketaan antara penjual dan pembeli tentang cacat barang yang diperjual
belikan, maka dianggap adalah perkataan si penjual, karena pada asalnya cacat itu tidak ada.
YANG KUAT DARI SIFAT YANG MENDATANG ADALAH `TIDAK ADA’
3
ُ‫م‬‫ي‬ ِ‫ر‬‫أ‬‫ح‬َّ‫ت‬‫ال‬ ِِّ‫ار‬َ‫ض‬َ‫م‬‫أ‬‫ل‬‫ا‬ ‫ي‬ِ‫ف‬ ُ‫ل‬‫أ‬‫ص‬َ ‫أ‬‫األ‬
Taqiyuddin An-Nabhani dalam kitabnya Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah, III/451 menjelaskan bahwa segala sesuatu materi
(benda) yang berbahaya, selama tidak terdapat nash syar’i tertentu yang melarang, memerintah, atau membolehkan, maka
hukumnya haram. Sebab syari’at telah mengharamkan terjadinya bahaya. Jadi apabila alkohol tergolong materi yang
membahayakan, maka hukum alkohol adalah haram. Hujjah ini akan menjadi kuat apabila didukung dengan dalil yang kuat pula.
Adapun Alkohol yang dihasilkan dari perasan buah itu ada dua macam: memabukkan dan tidak memabukkan. Adapun yang
memabukkan adalah najis menurut kami dan menurut jumhur ulama, dan meminumnya adalah haram. Dia mempunyai hukum
arak dalam hal menajiskan dan mengharamkan serta kewajiban hukum had.
Alkohol itu memang ada yang halal dan suci seperti alkohol yang terdapat dalam air tapai, buah apel, buah anggur dan lain
sebagainya. Akan tetapi kalau air tapai itu misalnya didiamkan beberapa hari sampai keadaannya dapat memabukkan jika
diminum, maka menjadi tidak halal dan tidak suci. Jadi illat yang membuat alkohol haram dan tidak suci adalah sifatnya yang
membahayakan.
Dalam kaidah fiqhiyah mengenai sucinya alkohol dijelaskan pula bahwa alkohol tidaklah haram. Pernyataan ini merujuk pada
pendapat Syaikh Ibnu Utsaimin Rohimahullah dalam Fatawa Syaikh Utsaimin halaman 210 yaitu “tidak ada dalil yang
menunjukkan najisnya dzat khomr.” “Dan jika tidak ada dalil yang menunjukan demikian itu maka dzatk homr adalah suci karena
(kaidah mengatakan) asal segala sesuatu adalah suci dan tidak setiap yang haram itu najis, sebagaimana racun itu haram
namun tidak najis” .
hukum asal benda yang berbahaya (mudharat) adalah haram
4
ِ‫ير‬َ‫غ‬‫ال‬ َّ‫ق‬َ‫ح‬ ُ‫ل‬ِ‫بط‬ُ‫ي‬ َ‫َل‬ ُ‫ار‬َ‫ر‬ِ‫أإلضط‬
Contohnya, seseorang dalam keadaan lapar dan dia akan mati jika tidak
makan,maka satu-satunya cara adalah dengan mencuri.
Keadaan seperti ini adalah tidak dibenarkan kerana pengguguran
terhadap keterpaksaan ini mengganggu hak orang lain , maka jalan
keluar orang tersebut boleh makan makanan yang haram seperti makan
bangkai, khinzir dan sebagainaya.
Keterpaksaan tidak membatalkan hak orang lain
5
َ‫ع‬َ‫س‬َّ‫ت‬‫إ‬ َ‫ق‬‫ا‬َ‫ض‬ ‫ا‬َ‫ذ‬ِ‫ا‬ ُ‫أألمر‬
Syarah :
SESUATU ITU APABILA SEMPIT MENJADI LUAS.
6
ِ‫ه‬ِِّ‫د‬ ِ‫ض‬ ‫أ‬‫َن‬‫ع‬ ٌ‫ي‬‫أ‬‫ه‬َ‫ن‬ ِ‫ء‬‫أ‬‫ي‬َّ‫ش‬‫ال‬ِ‫ب‬ ُ‫ر‬‫أ‬‫م‬َ‫أل‬‫ا‬
PERINTAH TERHADAP SESUATU, BERARTI MELARANG TERHADAP KEBALIKANNYA
Perintah untuk iman, berarti melarang (dari berbuat) kufur.
Perintah untuk berdiri, berarti melarang (supaya tidak) duduk, tidur miring, sujud.
Karena perintah mengerjakan sesuatu menunjukkan bahwa yang diperintahkan adalah wajib.
Dan yang menjadi keharusanperintah mengerjakan hal yang wajib adalah meninggalkan semua
kebalikannya.
Dan jika keikutsertaan umat Islam dalam pilihanraya adalah sebuah keharusan, maka harus
memperhatikan ketentuan ketentuan berikut :
1. memberikan hak suara adalah amanah, maka harus berhati2 dalam memilih, dengan
menggunakan akal dan perasaan.
2. memberikan hak suara adalah kesaksian, maka harus diberikan kepada org2 yg komitmen pada
Islam, dengan memilih orang2 yg agamis dan nasionalis (cinta tanah air) yang memiliki kelayakan
dan kemampuan untuk menjaga amanat.
3. memberikan hak suara adalah ibadah, maka tidak boleh diberikan kepada orang orang yang
sarat dengan masalah, yang tidak sesuai dgn ketentuan syar’i
4. tidak memberikan hak suara kepada orang yang bercita2 meminta jabatan. 7
ُ‫ة‬َ‫ح‬‫ا‬َ‫ب‬‫اإل‬ ُ‫د‬‫أ‬‫ي‬ِ‫ف‬ُ‫ي‬ ِ‫ي‬‫أ‬‫ه‬َّ‫ن‬‫ال‬ َ‫د‬‫أ‬‫ع‬َ‫ب‬ ُ‫ر‬‫أ‬‫م‬َ‫أل‬‫ا‬
APABILA ADA AMAR SETELAH NAHI, MAKA ITU MENUNJUKKAN MUBAH
Artinya, apabila sesuatu perbuatan yang semula telah dilarang,
kemudian datang perintah untuk mengerjakan, perintah yang kemudian
ini berarti hanya membolehkan( bukan mewajibkan).
Misalnya: ‫فزوروها‬ ‫األن‬ ‫القبر‬ ‫زيارة‬ ‫عن‬ ‫نهيتكم‬ ‫كنت‬
Perintah ziarah kubur disini bukan berarti wajib dan bukan pula haram,
perintah ini diberikan setelah adanya larangan, tetapi hanya untuk
menunjukkan ibahah(dibolehkan):
8
ِ‫ه‬ِ‫ل‬‫ـ‬ِ‫ئ‬‫ا‬َ‫س‬َ‫و‬ِ‫ب‬ ٌ‫أمر‬ ِ‫ئ‬‫أ‬‫ي‬‫َـ‬‫ش‬‫ال‬ِ‫ب‬ ُ‫األمر‬
MEMERINTAH PADA SESUATU ITU BERARTI MEMERINTAH PADA PERANTARANYA
(wasilahnya)
Sehingga kaidah fiqh di atas bisa ditambah dengan kaidah usul fiqh sbg berikut :
‫بوسائله‬ ‫أمر‬ ‫بالشيء‬ ‫األمر‬ ‫في‬ ‫األصل‬
Pada dasarnya sholat mempunyai rukun-rukun yang harus dilakukan anatra lain rukun sholat
adalah membaca Al-Fatihah. Di sinilah timbul permasalahan yang kedua yang telah disebutkan
dalam rumusan masalah, yaitu apakah basmalah merupakan ayat dari surat Al-Fatihah.
Dasar inilah yang akan menjadi jawaban atas semuanya masalah yang ada. Dengan demikian
alangkah lebih baiknya setiap permasalahn dibahas .
Membaca Surat al-Fatihah merupakan rukun shalat, baik dalam shalat fardhu maupun shalat
sunnah. Hal ini didasarkan pada Hadits Nabi SAW berikut ini:
َ‫ة‬ َ‫َل‬َ‫ص‬ َ‫َل‬ َ‫م‬َّ‫ل‬َ‫س‬ َ‫و‬ ِ‫ه‬ْ‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬ ُ‫هللا‬ ‫ى‬َّ‫ل‬َ‫ص‬ ُّ‫ي‬ِ‫ب‬َّ‫ن‬‫ال‬ ِ‫ه‬ِ‫ب‬ ُ‫غ‬ُ‫ل‬ْ‫ب‬َ‫ي‬ ٍ‫ت‬ِ‫ام‬َ‫ص‬ ِ‫ْن‬‫ب‬ َ‫ة‬َ‫د‬‫ا‬َ‫ب‬ُ‫ع‬ ْ‫ن‬َ‫ع‬ِ‫ة‬َ‫ح‬ِ‫ت‬‫ا‬َ‫ف‬ِ‫ب‬ ْ‫أ‬َ‫ر‬ْ‫ق‬َ‫ي‬ ْ‫م‬َ‫ل‬ ْ‫ن‬َ‫م‬ِ‫ل‬ِِ‫ا‬َ‫ت‬ِ‫ك‬ْ‫ال‬
Dari ‘Ubadah bin Shamit, Nabi SAW menyampaikan padanya bahwa tidak sah shalatnya orang
yang tidak membaca suratt al-Fatihah. (HR Muslim). 9
Sementara basmalah merupakan ayat dari Surat al-Fatihah. Maka tidak sah jika seseorang shalat tanpa
membaca basmalah berdasarkan dgn firman Allah SWT :
َ‫يم‬ِ‫ظ‬َ‫ع‬ْ‫ال‬ َ‫آن‬ ْ‫ر‬ُ‫ق‬ْ‫ال‬ َ‫و‬ ‫ي‬ِ‫ن‬‫ا‬َ‫ث‬َ‫م‬ْ‫ال‬ َ‫ن‬ِ‫م‬ ً‫ا‬‫ْع‬‫ب‬َ‫س‬ َ‫َاك‬‫ن‬ْ‫ي‬َ‫ت‬‫آ‬ ْ‫د‬َ‫ق‬َ‫ل‬ َ‫و‬ Dan sungguh Kami telah berikan kepadamu (Nabi Muhammad) tujuh
ayat yang berulang2 dan Al-Qur’an yang agung. (QS al-Hijr: 87)
Adapun jika tidak ada dalil yang mengkhususkan wasilah / sarana tersebut, maka wasilah terbagi menjadi
3 mcm :
1. wasilah yang pasti yang bisa menyampaikan kepada tujuan perbuatan tersebut, maka wasilah ini
dihukumi sesuai dengan perbuatannya, dan para ahlul ushul mengungkapkan jika berhubungan dengan
hal-hal yang wajib dengan qaidah :
“ ِ‫واج‬ ‫فهو‬ ‫به‬ ‫إَل‬ ِ‫الواج‬ ‫يتم‬ ‫َل‬ ‫ما‬”. tidak sempurnalah suatu kewajiban kecuali dengannya maka mengunakanya
menjadi wajib.
Misalnya : mencuci kaki tatkala berwudhu, dan tidaklah sempurna mencuci kaki kecuali harus mencuci
sebagian betis ( kaki bagian bawah diatas mata kaki) maka mencuci sebagian betis adalah wajib, atau
misal berjalan menuju masjid untuk menegakkan sholat wajib berjama’ah diatas.
Jika seorang perempuan bercampur dgn laki2 bukan mahrom ,sedang lelaki itu adalah haram baginya,
karena tidak ada ikatan pernikahan dan tidak boleh menyentuhnya ( jima’ ) dan tidak ada ikatan
persaudaraan, maka tidaklah sempurna menjauhi lelaki asing yang haram baginya itu kecauli dengan
menjauhi ikthilat ( bercampur baur ) maka ikthilat itu menjadi haram.
…..sambung MEMERINTAH PADA SESUATU ITU BERARTI MEMERINTAH PADA PERANTARANYA (wasilahnya)
10
2 .Wasilah atau sarana yang digunakan dalam masalah yang sangat jarang ( tidak umum ) , maka
sarana ini tidak dihukumi seperti tujuan perbuatan tersebut, maksudnya jarang ( nadir ) adalah tidak
umum dibahas dalam syari’at.
misalnya :
jika ada yang berkata ; janganlah kamu menanam anggur, supaya buahnya tidak dijadikan minuman
keras,
maka kita jawab; sarana ini ( menanam angur ) merupakan sarana yang di gunakan dalam masalah
yang jarang dilakukan, maka tidak dihukumi sesuai dengan perbuatannya menjadikannya
sebagai minuman keras, ( karena umumnya anggur untuk dimakan, walaupun ada yang
menjadikanya minuman keras namun tidak menjadi suatu hal umum.
3 .Wasilah /sarana yang digunakan untuk suatu tujuan perkara yang agak samar, dan para fuqoha
berselisih pendapat dalam masalah ini
Misalnya: menjual anggur ke pabrik pembuatan minuman keras, atau menjual senjata di saat terjadi
fitnah, atau menjual senjata tatkala terjadi peperangan dikalangan intern kaum muslimin,
Kalangan dhohiriyyah, sebagian syafii’yah dan hanafiyyah berpendapat: tidak melarangnya di saat
itu, dan tidak dihukumi dengan keharamannya, dan tidak apa-apa menjual anggur ke pabrik pembuat
minuman keras, dan mereka berdalil dengan kaidah :
…..sambung MEMERINTAH PADA SESUATU ITU BERARTI MEMERINTAH PADA PERANTARANYA (wasilahnya)
11
Misalnya: menjual anggur ke pabrik pembuatan minuman keras, atau menjual senjata di saat
terjadi fitnah, atau menjual senjata tatkala terjadi peperangan dikalangan intern kaum muslimin,
Kalangan dhohiriyyah, sebagian syafii’yah dan hanafiyyah berpendapat: tidak melarangnya di
saat itu, dan tidak dihukumi dengan keharamannya, dan tidak apa-apa menjual anggur ke pabrik
pembuat minuman keras, dan mereka berdalil dengan kaidah :
Asalnya perbuatan ini ( jual-beli ) adalah boleh dan halal, dengan dalil:
“Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah
(Al Quran) dan Rasul (sunnahnya).” ( QS an nisa':59)
dan juga firmannya : “Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, Maka putusannya (terserah)
kepada Allah” ( QS as syurA:10)
Pendapat yang kedua dalam masalah ini : bahwasanya sarana tersebut dalam masalah seperti ini
dihukumi dengan maksud dan tujuan dari perbuatannya, dan wasilah / sarana tersebut dihukumi
dengan hal yang merusak pada umumnya, yaitu dengan hukum haram, adapun dalilnya :
bahwasanya Allah ( ‫وتعالى‬ ‫سبحانه‬) telah memperingatkan dan melarang semua hal dan sarana yang
digunakan dalam perkara yang merusak dan hal ini banyak sekali disebutkan dalam syari’at
diantaranya firman Allah .
…..sambung MEMERINTAH PADA SESUATU ITU BERARTI MEMERINTAH PADA PERANTARANYA (wasilahnya)
12
Dan janganlah kamu memaki sembahan2 yang mereka sembah selain Allah, Karena mereka
nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan ( QS: al an’am : 108 )
Dalam ayat ini Allah melarang kita untuk mencaci maki sembahan orang-orang musyrik, karena
bisa menyebabkan mereka akan mencaci maki Allah , sedangkan mencaci maki Allah adalah hal
yang haram, maka segala sarana yang digunakan untuk sesuatu yang haram hukumnya juga
haram.
Adapun dalil yang kedua : bahwasanya kita berhati-hati dan memperingatkan segala sarana
yang bisa di gunakan dalam perkara yang haram menunjukkan kesungguhan dalam memegangi
dan mengamalkan nash al qur’an dan syari’at islam pada umumnya, disaat kita melarang dari
suatu hal yang haram, maka kita juga harus melarang semua jalan dan sarana yang digunakan
dalam hal yang haram, dan ini menunjukkan bahwasanya hal tersebut lebih berpegang teguh
dengan dalil dan nash syar’iiyah, dan inilah madzhab jumhur dan pendapat ini lebih kuat dan
lebih rajih dari pada pendapat yang pertama. Adapun masalah tambahan ( az zawa’id ) dan hal-
hal penyempurna, maka hukum asalnya bisa mendapatkan pahala ataupun dosa
misalnya: pulang dari masjid setelah menjalankan sholat ( perbuatan utamanya sholat
penyempurnannya pulang dari masjid , maka hal ini mendapatkan pahala.
…..sambung MEMERINTAH PADA SESUATU ITU BERARTI MEMERINTAH PADA PERANTARANYA (wasilahnya)
13
‫ا‬َ‫ه‬ِ‫د‬ ِ‫اص‬َ‫ق‬َ‫م‬ِ‫ب‬ ُ‫ور‬ُ‫م‬ُ‫َل‬َ‫ا‬
SEGALA PERKERJAAN / URUSAN MENGIKUT MAKSUDNYA
Bahwa perbuatan seorang muslim yang mukalaf dan berakal sehat baik dari segi perkataan atau
perbuatan berbeda hasil dan hukum syariahnya yang timbul darinya karena perbedaan maksud dan
tujuan orang tersebut di balik perbuatannya.
contoh: Barangsiapa yang mengatakan pada yang lain "Ambillah uang ini", maka ia boleh saja berniat
sedekah maka itu menjadi pemberian; atau niat menghutangkan, maka wajib dikembalikan; atau sbg
amanah, maka wajib menjaga dan dikembalikan.
Syafiiyyah berpendapat bahwa penekanan hadits ini berkisar tentang ‘keabsahan (legalitas) sebuah
pekerjaan’, sementara golongan Hanafiyyah menafsirkannya dengan ‘kesempurnaan pekerjaan’.
Ibnu Hajar al Haytami menyatakan bahwa penafsiran kalangan Syafiiyah lebih unggul (awla) karena lebih
mendekati makna hakiki dibanding muatan makna majazi yang diungkapkan oleh Hanafiyyah.
Berbeda dgn ulama mutaakhkhirin madzhab Hanbali yang mengemukakan bahwa yg dimaksud dgn
amal perbuatan pada hadits di atas hanyalah amal-amal syar’i atau perbuatan yang dilakukan dalam
konstruksi hukum-hukum syari’at.
14
ُ‫األمر‬ُ‫ﺩ‬‫ِﻴ‬‫ﻔ‬ُ‫ﻴ‬ُ‫ب‬ ‫أ‬‫و‬ُ‫ج‬ُ‫و‬‫أ‬‫ل‬‫ا‬
PETUNJUK PERINTAH (AMR) MENUNJUKAN WAJIB
Hukum memakai jilbab: Allah ‫وجل‬ ‫عز‬ berfirman:
ِ‫ه‬ْ‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬ َ‫ين‬ِ‫ن‬ْ‫د‬ُ‫ي‬ َ‫ين‬ِ‫ن‬ِ‫م‬ْ‫ؤ‬ُ‫م‬ْ‫ال‬ ِ‫اء‬َ‫س‬ِ‫ن‬ َ‫و‬ َ‫ك‬ِ‫ت‬‫َا‬‫ن‬َ‫ب‬ َ‫و‬ َ‫ك‬ ِ‫اج‬ َ‫و‬ ْ‫ز‬َ ِ‫أل‬ ْ‫ل‬ُ‫ق‬ ُّ‫ي‬ِ‫ب‬َّ‫ن‬‫ال‬ ‫ا‬َ‫ه‬ُّ‫ي‬َ‫أ‬ ‫ا‬َ‫ي‬َ‫ك‬ِ‫ل‬َ‫ذ‬ َّ‫ن‬ِ‫ه‬ِ‫ب‬‫ي‬ِ‫ب‬ َ‫َل‬َ‫ج‬ ْ‫ن‬ِ‫م‬ َّ‫ن‬ْ‫ي‬َ‫ذ‬ْ‫ؤ‬ُ‫ي‬ َ‫َل‬َ‫ف‬ َ‫ن‬ْ‫ف‬ َ‫ر‬ْ‫ع‬ُ‫ي‬ ْ‫ن‬َ‫أ‬ ‫َى‬‫ن‬ْ‫د‬َ‫أ‬‫ا‬ً‫ور‬ُ‫ف‬َ‫غ‬ ُ َّ‫اَّلل‬ َ‫ان‬َ‫ك‬ َ‫و‬ َ‫ن‬
‫ا‬ً‫م‬‫ي‬ ِ‫ح‬َ‫ر‬
“Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang
mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian
itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah
adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (Al-Ahzab: 59)
Ayat di atas merupakan perintah kepada kaum mukminah untuk memakai jilbab.
Sedangkan dalam qaidah ushul fiqh: “ ِ‫الوجو‬ ‫يفيد‬ ‫األمر‬ ‫في‬ ‫األصل‬”( asal perintah dalam nash itu
menunjukkan kewajiban). Berarti perintah berjilbab dalam ayat ini bersifat wajib. Kecuali kalau
ada dalil lain yang memalingkan dari hukum wajib itu menjadi hukum lain. 15
ٌ‫وب‬ُ‫ب‬‫ح‬َ‫م‬ ‫ا‬َ‫ه‬ ِ‫ير‬َ‫غ‬ ‫في‬ ٌ‫ه‬‫و‬ُ‫كر‬َ‫م‬ ِ‫ب‬‫ر‬ُ‫ق‬‫ال‬ ‫في‬ ُ‫ار‬َ‫ث‬‫أإلي‬
Allah s.w.t memuji orang-orang Ansar yang bersifat Itsar. Mereka mendahulukan keperluan orang Muhajirin di atas
kehendak mereka sendiri. Firman Allah :
َ‫ِين‬‫ذ‬َّ‫ٱل‬ َ‫و‬‫و‬ُ‫ء‬ َّ‫و‬َ‫ب‬َ‫ت‬َ‫َّار‬‫د‬‫ٱل‬َ‫ن‬ٰ‫ـ‬َ‫م‬‫ي‬ِ ‫إ‬‫ٱۡل‬ َ‫و‬‫ن‬ِ‫م‬‫إ‬‫م‬ِ‫ه‬ِ‫ل‬‫إ‬‫ب‬َ‫ق‬َ‫ُّون‬‫ب‬ ِ‫ح‬ُ‫ي‬‫إ‬‫ن‬َ‫م‬َ‫ر‬َ‫ج‬‫َا‬‫ه‬‫إ‬‫م‬ِ‫ہ‬‫إ‬‫ي‬َ‫ل‬ِ‫إ‬َ‫َل‬ َ‫و‬َ‫ُون‬‫د‬ ِ‫ج‬َ‫ي‬‫ى‬ِ‫ف‬ِ‫ُور‬‫د‬ُ‫ص‬‫إ‬‫م‬ِ‫ه‬ً‫ة‬َ‫ج‬‫ا‬َ‫ح‬‫آ‬َّ‫م‬ِ‫م‬ْ‫ا‬‫و‬ُ‫ت‬‫و‬ُ‫أ‬َ‫ون‬ُ‫ر‬ِ‫ث‬ ‫إ‬‫ؤ‬ُ‫ي‬ َ‫و‬ٰ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬‫إ‬‫م‬ِ‫ہ‬ِ‫س‬ُ‫ف‬‫ن‬َ‫أ‬‫إ‬‫و‬َ‫ل‬ َ‫و‬َ‫ان‬َ‫ك‬‫إ‬‫م‬ِ‫ہ‬ِ‫ب‬َ‫خ‬‫ة‬َ‫ص‬‫ا‬َ‫ص‬‫ن‬َ‫م‬ َ‫و‬َ‫ُوق‬‫ي‬
َّ‫ح‬ُ‫ش‬‫ۦ‬ِ‫ه‬ِ‫س‬‫إ‬‫َف‬‫ن‬َ‫ك‬ِٕ‫ٮ‬ٰ‫ـ‬َ‫ل‬ ْ‫و‬ُ‫أ‬َ‫ف‬ُ‫م‬ُ‫ه‬َ‫ون‬ُ‫ح‬ِ‫ل‬‫إ‬‫ف‬ُ‫م‬‫إ‬‫ٱل‬
Dan orang-orang yang telah tinggal di situ (Madinah) dan telah beriman [Ansar] sebelum [kedatangan] mereka
[Muhajirin], mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam
hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka [orang Muhajirin]; dan mereka mengutamakan
[orang-orang Muhajirin], atas diri mereka sendiri sekalipun mereka sendiri memerlukan. Dan siapa yang dipelihara
daripada sifat kedekut dalam dirinya, mereka itulah orang-orang yang berjaya. (Al-Hasyr : 9)
Akan tetapi, sifat mengutamakan org lain hanyalah digalakkan dalam bab keduniaan.
Adapun dalam bab ibadah, kita hendaklah berlumba-lumba melakukan kebaikan.
MENGUTAMAKAN ORG LAIN DALAM IBADAH ADALAH MAKRUH TETAPI DALAM SELAINNYA
DISENANGI
16
Antara contoh kesilapan ialah menyuruh orang lain menduduki saf hadapan dalam solat
sedangkan kita solat di saf kedua. Yang wajar dilakukan ialah kita merebut saf pertama tersebut.
Imam as-Sayuti dalam al-Ashbah wa an-Nazhair menyebut:
‫القاعدة‬‫الثالثة‬‫اۡليثار‬‫في‬ِ‫القر‬‫مكروه‬ . ‫وفي‬‫غيرها‬ِ‫محبو‬ . ‫قال‬‫تعالى‬ ( { ‫ويؤثرون‬‫على‬‫أنفسهم‬‫ولو‬‫كان‬‫بهم‬‫خصاصة‬ } .
Kaedah :Mengutamakan orang lain dalam ibadah adalah makruh, dalam hal selain ibadah adalah
digalakkan. Allah berfirman:dan mereka (orang Ansar) juga mengutamakan orang-orang yang
berhijrah itu lebih daripada diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam keadaan kekurangan
dan amat berhajat [al-Hasyr : 9] ‫قال‬‫الشيخ‬‫عز‬‫الدين‬ : ‫َل‬‫إيثار‬‫في‬‫القربات‬،‫فَل‬‫إيثار‬‫بماء‬‫الطهارة‬،‫وَل‬‫بستر‬‫العورة‬
‫وَل‬‫بالصف‬‫األول‬ ; ‫ألن‬‫الغرض‬‫بالعبادات‬ : ‫التعظيم‬،‫واۡلجَلل‬ . ‫فمن‬‫آثر‬‫به‬،‫فقد‬‫ترك‬‫إجَلل‬‫اۡلله‬‫وتعظيمه‬ .
Shaikh Izzuddin berkata: Tidak ada itsar (mendahulukan orang lain) dalam ibadah. Tiada itsar
dalam hal air untuk bersuci, tidak jua dalam hal menutup aurat, tidak jua dalam hal saf pertama.
Ini kerana objektif ibadah adalah untuk membesarkan dan mengagungkan (Allah). Sesiapa yang
mendahulukan orang lain dalam hal tersebut, sesungguhnya dia telah meninggalkan perbuatan
mengagungkan dan membesarkan Allah.
…..sambungan MENGUTAMAKAN ORG LAIN DALAM IBADAH ADALAH MAKRUH TETAPI DALAM SELAINNYA DISENANGI
17
ِ‫اص‬َ‫ق‬َ‫م‬ْ‫ال‬ ْ‫ن‬ِ‫م‬ ً‫ة‬َ‫ب‬ْ‫ت‬ُ‫ر‬ ُ‫ض‬َ‫ف‬ْ‫خ‬َ‫ا‬ ُ‫ل‬ِ‫ئ‬‫ا‬َ‫س‬َ‫الو‬ِ‫د‬
Wasā’il lebih rendah tingkatannya dari maqāsid
Dengan lebih lugas Imam al-Qarafi menjelaskan bahwa motif hukum (mauridul
ahkam) itu berkisar pada maqashid dan wasail, dimana hukum wasail baik
haram ataupun halal didasarkan pada maqashid. Hanya derajat amalnya saja
yang berbeda. (al-Furuq 3/46)
َ‫م‬‫أ‬‫ل‬ِ‫ل‬ ُ‫ة‬َ‫ن‬ِِّ‫م‬َ‫ض‬َ‫ت‬ُ‫م‬‫أ‬‫ل‬‫ا‬ َ‫ي‬ِ‫ه‬َ‫و‬ ُ‫د‬ ِ‫اص‬َ‫ق‬َ‫م‬ ِ‫ن‬‫أ‬‫ي‬َ‫م‬‫أ‬‫س‬ِ‫ق‬ ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ ِ‫ام‬َ‫ك‬‫أ‬‫ح‬َ ‫أ‬‫األ‬ ُ‫د‬ ِ‫ار‬َ‫و‬َ‫م‬َ‫و‬‫ا‬َ‫س‬َ‫و‬َ‫و‬ ‫ا‬َ‫ه‬ِ‫س‬ُ‫ف‬‫أ‬‫ن‬َ‫أ‬ ‫ي‬ِ‫ف‬ ِ‫د‬ِ‫س‬‫ا‬َ‫ف‬َ‫م‬‫أ‬‫ل‬‫ا‬َ‫و‬ ِ‫ح‬ِ‫ل‬‫ا‬َ‫ص‬ِ‫ه‬َ‫و‬ ُ‫ل‬ِ‫ئ‬َ‫ي‬
ِ‫ر‬‫أ‬‫ح‬َ‫ت‬ ‫أ‬‫ن‬ِ‫م‬ ِ‫ه‬‫أ‬‫ي‬َ‫ل‬‫إ‬ ‫ت‬‫أ‬‫ض‬َ‫ف‬َ‫أ‬ ‫ا‬َ‫م‬ ُ‫م‬‫أ‬‫ك‬ُ‫ح‬ ‫ا‬َ‫ه‬ُ‫م‬‫أ‬‫ك‬ُ‫ح‬َ‫و‬ ‫ا‬َ‫ه‬‫أ‬‫ي‬َ‫ل‬‫إ‬ ُ‫ة‬َ‫ي‬ ِ‫ض‬‫أ‬‫ف‬ُ‫م‬‫أ‬‫ل‬‫ا‬ ُ‫ق‬ُ‫ر‬ُّ‫ط‬‫ال‬‫أ‬‫ت‬ُ‫ر‬ ُ‫ض‬َ‫ف‬‫أ‬‫خ‬َ‫أ‬ ‫ا‬َ‫ه‬َّ‫ن‬َ‫أ‬ َ‫ر‬‫أ‬‫ي‬َ‫غ‬ ٍ‫ل‬‫ي‬ِ‫ل‬‫أ‬‫ح‬َ‫ت‬َ‫و‬ ٍ‫يم‬‫أ‬‫ن‬ِ‫م‬ ً‫ة‬َ‫ب‬ِ‫د‬ ِ‫اص‬َ‫ق‬َ‫م‬‫أ‬‫ل‬‫ا‬
‫ا‬َ‫ه‬ِ‫م‬‫أ‬‫ك‬ُ‫ح‬ ‫ي‬ِ‫ف‬
Dari uraian di atas, al-Qarafi telah mencantumkan juga pengertian maqashid
dan wasail, yakni:
1. Maqashid: Sesuatu yang mengandung mashlahah dan mafsadah karena
dirinya sendiri.
2. Wasail: Sesuatu yang menjadi jalan untuk sampai pada maqashid. 18
Mendefinisikan sesuatu yang ada di depan mata tidak perlu,
tetapi diperlukan jika sesuatu itu berada di tempat lain
Ruang lingkup kaidah: kaidah ini berlaku pada sebagian akad
mubadalah seperti
bai’, ijaroh, dan nikah, yang mana syarat sahnya adalah ma’rifatu
Contoh: seseorang berkata : aku menjual kuda putih ini kepadamu-sambil
menunjuknya-padahal berwarna hitam-mak jual tesebut menjadi sah jika
pembeli menerimanya, dan sia-sialah penyifatan terebut. Sedangkan jika kuda
tersebut tak ada (di tempat akad) dan si penjual berkata bahwa ia menjual kuda
putihnya , kemudian tampak jelas bahwa kudanya berwarna hitam, maka
pembeli boleh khiyar
ِ‫ئ‬‫ا‬َ‫غ‬‫أ‬‫ل‬‫ا‬ ‫ي‬ِ‫ف‬َ‫و‬ ٌ‫و‬‫أ‬‫غ‬َ‫ل‬ ِ‫ر‬ ِ‫اض‬َ‫ح‬‫أ‬‫ل‬‫ا‬ ‫ي‬ِ‫ف‬ ُ‫ف‬‫أ‬‫ص‬َ‫و‬‫أ‬‫ل‬‫ا‬ٌ‫ر‬َ‫ب‬َ‫ت‬‫أ‬‫ع‬ُ‫م‬ ِ‫ب‬
19
ِ‫ة‬َ‫ي‬ َ‫َل‬ِ‫و‬‫أ‬‫ل‬‫ا‬ ‫أ‬‫ن‬ِ‫م‬ ‫ى‬َ‫و‬‫أ‬‫ق‬َ‫أ‬ ُ‫ة‬َّ‫ص‬‫ا‬َ‫خ‬‫أ‬‫ل‬‫ا‬ ُ‫ة‬َ‫ي‬ َ‫َل‬ِ‫و‬‫أ‬‫ل‬‫ا‬ِ‫ة‬َّ‫م‬‫ا‬َ‫ع‬‫أ‬‫ل‬‫ا‬
secara istilah adalah bahwa lembaga2 yang khusus lebih kuat kekuasaannya dari pada
lembaga yang umum
Dalam fiqh siyasah, ada pembagian kekuasaan itu terus berkembang , maka muncul
berbagai lembaga kekuasaan dalam satu negara. Ada khalifah sebagai lembaga
kekuasaan eksekutif (al-hai’ah al-tanfidziyah), ada lembaga legislatif atau ahl al-aqdi (al-
hai’ah al-tasyri’iyah), dan lembaga judikatif (al-hai’ah al-qadhaiyah), bahkan lembaga
pengawasan (al-hai’ah al-muraqabah).
Kekuasaan umum adalah kekuasaan yang tidak dikhususkan dengan menguasai orang-
orang tertentu, tetapi, kekuasaan yang menguasai seluruh orang dan kemaslahatan-
kemaslahatan mereka. Dan adanya qaidah ini adalah sebagai dalil diperbolehkannya
kekuasaan yang lebih husus mengatur kekuasaannya sendiri, dan juga kekuasaan umum
agar tidak tersibukkan dengan mengurusi kekuasaan yang lebih kecil sekala kesibukannya20
َ‫ق‬ِ‫ب‬ ُ‫ة‬َ‫م‬‫أ‬‫ق‬ِِّ‫ن‬‫وال‬ ،ِ‫ة‬َ‫م‬‫أ‬‫ق‬ِِّ‫ن‬‫ال‬ ِ‫ر‬‫أ‬‫د‬َ‫ق‬ِ‫ب‬ ُ‫ة‬َ‫م‬‫أ‬‫ع‬َ‫ن‬‫ال‬ِ‫ة‬َ‫م‬‫أ‬‫ع‬َ‫ن‬‫ال‬ ِ‫ر‬‫أ‬‫د‬
Kenikmatan disesuaikan dengan kadar jerih payah dan jerih payah disesuaikan dengan
kenikmatan
Maksudnya yaitu suatu keuntungan diukur dengan pengorbanan dan pengorbanan
diukur menurut keuntungan.
Potongan pertama dari kaidah ini sering diungkapkan dengan al-ujrah bi qadri al-
masyaqqah, artinya upah diukur dengan jerih payah atau kesulitan. Makin sulit
mencapai sesuatu, maka makin tinggi pula nilai yang didapat. Makin berat
godaannya, makin besar pahalanya.
Sebagai contoh seorang siswa yang rajin belajar akan mendapatkan pengetahuan
lebih luas dibandingkan dengan siswa yang kurang rajin belajar, karena
pengetahuan yang luas sepantasnya diperoleh oleh siswa yang rajin. 21
‫بالشك‬ ‫يزول‬ ‫َل‬ ‫اليقين‬
Apabila sesuatu perkara atau sesuatu keadaan telah diyakini ketetapannya atau
telah diputuskan hukumnya berdasarkan kepada dalil-dalil yang kuat atau tanda-
tanda yang dipercayai maka perkara tersebut atau keadaan tersebut tidak akan
terangkat hukum yakin semata –mata dengan syak yang lemah atau andaian yang
tidak disandarkan kepada dalil yang kuat. Hukum tadi akan berterusan sehingga
datangnya dalil yang setara dengannya.
Al-Yaqin adalah ”sesuatu yang tetap dan pasti yang dapat dibuktikan melalui
penelitian dan menyertakan bukti-bukti yang mendukungnya”.
Asy-Syakk : anonim dari Al-Yaqin. Juga bisa diartikan sesuatu yang
membingungkan
Yakin itu tidak dihilangkan dengan syak keraguan
22
Dalil Dan Sandaran Kaedah ; Dalil Dari al-Quran
َ‫ي‬ ‫ا‬َ‫م‬ِ‫ب‬ ٌ‫م‬‫ي‬ِ‫ل‬َ‫ع‬ َ َّ‫اَّلل‬ َّ‫ن‬ِ‫إ‬ ‫ًا‬‫ئ‬‫أ‬‫ي‬َ‫ش‬ ِِّ‫ق‬َ‫ح‬‫أ‬‫ل‬‫ا‬ َ‫ن‬ِ‫م‬ ‫ي‬ِ‫ن‬‫أ‬‫غ‬ُ‫ي‬ َ‫َل‬ َّ‫ن‬َّ‫ظ‬‫ال‬ َّ‫ن‬ِ‫إ‬ ‫ا‬ًّ‫ن‬َ‫ظ‬ َّ‫َل‬ِ‫إ‬ ‫أ‬‫م‬ُ‫ه‬ُ‫ر‬َ‫ث‬‫أ‬‫ك‬َ‫أ‬ ُ‫ع‬ِ‫ب‬َّ‫ت‬َ‫ي‬ ‫ا‬َ‫م‬َ‫و‬ُ‫ل‬َ‫ع‬‫أ‬‫ف‬َ‫ون‬
Maksudnya: Dan kebanyakan mereka, tidak menurut melainkan sesuatu sangkaan sahaja, (padahal) sesungguhnya
sangkaan itu tidak dapat memenuhi kehendak menentukan sesuatu dari kebenaran (iktiqad). Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui akan apa yang mereka lakukan.
adalah bahwa hukum-hukum yang menimbulkan kesulitan dalam mengamalkannya bagi diri seorang mukalaf atau
hartanya, maka syariah meringankan hukum itu sesuai kemampuannya tanpa kesulitan atau dosa.
Ada delapan cabang dari kaidah ini yaitu:
1. Apabila sempit, maka ia menjadi luas ‫اتسع‬ ‫األمر‬ ‫ضاق‬ ‫إذا‬
2. Apabila luas, maka ia menjadi sempit ‫ضاق‬ ‫األمر‬ ‫اتسع‬ ‫إذا‬
3. Darurat menghalalkan perkara haram ‫المحظورات‬ ‫تبيح‬ ‫الضرورات‬
4. Yang dibolehkan karena darurat, maka dibolehkan sekadarnya ‫بقدرها‬ ‫يقدر‬ ‫للضرورة‬ ‫أبيح‬ ‫ما‬
5. Sesuatu yang boleh karena udzur, maka batal karena hilangnya udzur ‫بزواله‬ ‫بطل‬ ‫لعذر‬ ‫جاز‬ ‫ما‬
6. Kebutuhan yang umum termasuk darurat ‫الضرورة‬ ‫منزلة‬ ‫تنزل‬ ‫العامة‬ ‫الحاجة‬
7. Darurat tidak membatalkan hak orang lain ‫الغير‬ ‫حق‬ ‫يبطل‬ ‫َل‬ ‫اَلضطرار‬
8. Apabila udzur pada yang asal, maka dialihkan pada pengganti ‫البدل‬ ‫إلى‬ ‫يصار‬ ‫األصل‬ ‫تعذر‬ ‫إذا‬
…..sambung KEYAKINAN TIDAK DAPAT DIHILANGKAN DENGAN KERAGUAN (SYAK)
23
‫تأ‬َ‫ب‬َ‫ل‬َ‫غ‬ ‫أو‬ ‫َت‬‫د‬َ‫ر‬َ‫ط‬‫اض‬ ‫ا‬َ‫ذ‬ِ‫ا‬ ُ‫ة‬َ‫د‬‫ا‬َ‫ع‬‫ال‬ ُ‫ر‬َ‫ب‬َ‫ت‬‫ع‬ُ‫ت‬ ‫ا‬َ‫م‬َّ‫ن‬‫إ‬
Yang dimaksud dengan Adat yang terus-menerus berlaku adalah kebiasaan tersebut berlaku secara
holistic (dalam setiap ruangan dan waktu. Artinya tidak dianggap kebiasaan yang biasa dijadikan
pertimbangan hukum, apabila ada kebiasaan itu hanya sekali2 terjadi dan tidak berlaku secara umum.
Kaidah ini adalah termasuk dalam kategori syarat daripada adat, yaitu terus-menerus dilakukan dan
bersifat umum (keberlakuaanya).
Ada tujuan tertentu yang tersirat dari kaidah di atas yaitu memberikan batasan2 daripada adat untuk
dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam menetapkan suatu hukum. Yaitu diharuskannya kebiasaan
tersebut berlaku secara umum dan berterusan. Dalam penjelasan mengenai beberapa batasan (syarat)
yang harus ada pada ‘urf, para ulama’ menyebutkan sebagai berikut :
1. Harus berlaku secara umum
2. Harus sudah berlaku ketika persoalan yang akan ditetapkan hukumnya itu muncul
3. Tidak bertentangan dengan apa yang telah ditetapkan dalam suatu transaksi
4. Harus tidak bertentangn dengan nash.
HANYA SANYA ADAT YG DIANGGAP MUKTABAR ADALAH APABILA TERUS MENERUS ATAU
BANYAK BERLAKUNYA
24
Maksudnya, tidak dianggap adat kebiasaan yang bisa dijadikan pertimbangan
hukum, apabila adat kebiasaan itu hanya sekali-kali terjadi dan/atau tidak berlaku
umum. Kaidah ini sesungguhnya merupakan dua syarat untuk bisa disebut adat,
yaitu terus menerus dilakukan dan bersifat umum (keberlakuannya). Contohnya;
apabila seseorang berlangganan majalah atau surat kabar diantar ke rumah
pelanggan. Apabila pelanggan tidak mendapatkan majalah atau surat kabar
tersebut maka ia bisa complain (mengadukannya) dan menuntutnya kepada agen
majalah atau surat kabar tersebut
Dalam masyarakat suatu perbuatan atau perkataan yang dapat diterima sebagai
adat kebiasaan, apabila perbuatan atau perkataan tersebut sering berlakunya, atau
dengan kata lain sering berlakunya itu sebagai suatu syarat (salah satu syarat) bagi
suatu adat untuk dapat dijadikan sebagai dasar hokum.
Contoh: Apabila seorang yang berlangganan koran selalu diantar ke rumahnya,
ketika koran tersebut tidak di antar ke rumahnya, maka orang tersebut dapat
menuntut kepada pihak pengusaha koran tersebut.
….sambung HANYA SANYA ADAT YG DIANGGAP MUKTABAR ADALAH APABILA TERUS MENERUS ATAU BANYAK BERLAKUNYA
25
ِ‫ر‬َ‫ر‬َّ‫ض‬‫ل‬َ‫ا‬ ُ‫ع‬‫أ‬‫َف‬‫د‬ ‫و‬ ِ‫ة‬َ‫ع‬َ‫ف‬‫أ‬‫ن‬َ‫م‬‫ال‬ ُ‫ب‬‫أ‬‫ل‬َ‫ج‬
Ini definasi syara’ dalam mentasyri’kan hukum oleh imam as Shafii
Membawa faedah dan bayaran gatirugi kerosakan)
26
‫ﺍﻠﻠﻘﺏ‬ ‫ﻤﻔﻬﻭﻡ‬ ‫ﺍﻻ‬ ‫ﺤﺠﺔ‬ ‫ﺍﻠﻤﺨﺎﻠﻔﺔ‬ ‫ﻤﻔﺎﻫﻴﻡ‬ ‫ﻭﺠﻤﻴﻊ‬
Semua mafhum mukhalafah dapat dijadikan hujjah, kecuali mafhum laqab.
Mafhum Mukhalafah : iaitu pengertian yang dipahami berbeda daripada ucapan, baik dalam
istinbat (menetapkan) maupun Nafi (meniadakkan). Oleh sebab hal itu yang diucapkan. Seperti
firman Allah SWT:
Apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat
Allah dan tinggalkanlah jual beli
Dari ayat ini difahami bahwa boleh jualbeli hari Jum’at sebelum azan dikumandangkan dan
sesudah mengerjakan shalat Jum’at. Dalil Khitab ini dinamakan juga mafhum mukhalafah.
Macam-macam mafhum mukhalafah
a. Mafhum Shifat
iaitu menghubungkan hukum sesuatu kepada sah satu sifatnya: eg firman Allah SWT.
‫……ﻭﺧﻠﺌﻞﺍﺑﻨﺎﺋﻜﻢﺍﻟﺬﻳﻦﻣﻦﺍﺻﻠﺒﻜﻢ‬ …(dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu)
…(QS.An-Nisa’(4):23)
b. Mafhum ’illat
Yaitu menghubungkan hukum sesuatu menurut ’illatnya. Mengharamkan minuman keras karena
memabukkan. 27
….sambung Semua mafhum mukhalafah dapat dijadikan hujjah, kecuali mafhum laqab.
c. Mafhum ’adad
iaitu memperhubungkan hukum sesuatu kepada bilangan tertentu. Firman Allah SWT:
‫……ﻓﺎﺟﻠﺪﻭﻫﻢﺛﻤﻨﻴﻦﺟﻠﺪﺓ‬ Maka deralah mereka (yang menuduh itu) lapan puluh kali dera, (An-Nur ayat 4)
d. Mafhum ghayah
iaitu lafaz yang menunjukkan hukum sampai kepada ghayah (batasan, hinggaan), hingga lafaz ghayah ini
adakalnya ”ilaa” dan dengan ”hatta”. Seperti firman Allah SWT.
…‫ﺍﺫﺍﻗﻤﺘﻢﺍﻟﯽﺍﻟﺼﻠﻮﺓﻓﺎﻏﺴﻠﻮﺍﻭﺟﻮﻫﻜﻢﻭﺍﻳﺪﻳﻜﻢﺍﻟﯽﻟﻤﺮﺍﻓﻖ‬
‫…ﻭﺍﻣﺴﺤﻮﺍﺑﺮﺀﻭﺳﻜﻢﻭﺍﺭﺟﻠﻜﻢﺍﻟﯽﻛﻌﺑﻴﻦ‬ apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan
tanganmu sampai dengan siku. (Al-Maidah ayat 6)
dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci (Al-Baqarah ayat 222)
Laqaab
Yaitu petunjuk yang diberikan oleh karena digantungkan hukum dengan sesuatu isim jamid kepada
meniadakan hukum tersebut dari selainnya. Atau menetapkan hukum sebaliknya dari hukum yang
ditetapkan pada isim ‘alam atau isim jenis dalam suatu nash.contoh:
‫ﻓﯽﺍﻟﺒﺮﺻﺪﻗﺔ‬ Pada gandum dikenakan zakat.
Dengan mafhum laqab maka ditetapkan hukum zakat tidak dikenakan kepada selain gandum. Ulama
Hanafiyah dan Syafi’iyah sepakat tidak memakai mafhum laqab, yakni tidak menggantungkan hukum
kepada isim itu saja 28
ٌ‫ار‬َ‫ب‬ُ‫ج‬ ِ‫اء‬َ‫م‬‫ج‬َ‫ع‬‫أل‬ ُ‫ة‬َ‫ي‬‫ا‬َ‫ن‬ ِ‫ج‬
eg: kambing Ali terlepas dari kandang, pergi ragut sayur
jirannya, Ali tak perlu bayar.
Lain kalau Ali sendiri lepaskan kambing2nya ke kebun sayur
jirannya tu, Ali kena tanggungjawab.
Tindakan dari binatang tidak dikenakan gantirugi
29
‫ن‬ِ‫م‬ َ‫ل‬‫أو‬ ِ‫د‬ِ‫س‬‫ا‬َ‫ف‬َ‫م‬‫ال‬ ُ‫ء‬‫َر‬‫د‬(‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ ٌ‫م‬َّ‫د‬َ‫ق‬ُ‫م‬)ِ‫ب‬‫ل‬َ‫ج‬ِ‫ح‬ِ‫ل‬‫ا‬َ‫ص‬َ‫م‬‫ال‬
Pengertian maslahah ialah perkara yang boleh mendatangkan faedah
kepada urusan hidup manusia yang merangkumi perkara yang
diwajibkan oleh syara’ atau diizinkan syara’.
Contohnya, perkara yang disuruh oleh syara’ ialah meneruskan solat
hingga selesai, tetapi dibenarkan menghentikan solat jika berlaku
kecemasan seperti menolong orang yang lemas atau menjaga harta
benda daripada dicuri orang ketika menunaikan solat.
Menolak kerosakan lebih diutamakan daripada menarik maslahah
30
‫و‬ُ‫ق‬َ‫ي‬ ِ‫ة‬َ‫ن‬ِ‫اط‬َ‫ب‬‫ال‬ ِ‫ور‬ُ‫م‬ُ‫أل‬‫ا‬ ‫ى‬ِ‫ف‬ ِ‫ء‬‫أ‬‫ي‬َ‫ش‬‫ال‬ ُ‫ل‬‫ي‬ِ‫ل‬َ‫د‬ُ‫ه‬َ‫م‬‫ا‬َ‫ق‬َ‫م‬ ُ‫م‬
a. Uraian Kaidah
Maksud dari kaidah ini adalah ketetapan atau keputusan atas suatu yang masih samar
disesuaikan dengan argumentasi dilapangan, dan segala hal yang sulit untuk dilihat atau masih
samar disebut perkara yang batin. Yang dikkehendaki dengan dalil disini adalah petunjuk.
Kaidah ini menjadi motivasi bagi seseorang untuk berlaku adil dan menjadikan setiap tindakan
yang dilakukan harus berdasarkan hal-hal yang rasional
b. Dalil Kaidah
dalil daripada kaidah ini adalah adalah dalil akal, yaitu segala pengetahuan yang di peroleh dari
hasil pengamatan empiris tidak akan jauh beda dengan kenyataan yang ada. Sebagaimana firman
Alloh yang berbunyi; ‫وا‬ُ‫ر‬ِ‫ب‬َ‫ت‬ْ‫ع‬‫ا‬َ‫ف‬‫ي‬ِ‫ل‬‫و‬ُ‫أ‬ ‫ا‬َ‫ي‬‫ار‬َ‫ص‬ْ‫ب‬‫األ‬ “ambilah I’tibar wahai orang-orang yang
mempunyai akal sempurna” ( al hasyr: 2)
kita diperintah untuk selalu I’tibar dari apa yang telah kita fahami dan ketahui, sehingga kita bisa
melakukan hipotesa terhadap petunjuk-petunjuk yang terjadi untuk mengambil keputusan.
Petunjuk sesuatu kpd urusan yg tersembunyi berdiri diatas dalil.
31
c. Analisis kaidah
Apabila A membeli HP pada B, dan B menunjukan adanya kekurangan pada HPnya, tapi kemudian A
tetap membelinya (dalil al-batin), maka berpijak dari kaidah ini berarti A sejutu dengan segala kekurangan
yang ada pada HP tersebut.Akadnya sah.
Apabila ada seorang pekerja yang tidak konsisten dengan waktu kerjanya serta ada indikasi ia tidak
membawa kemajuan terhadap kerja, bahkan ia terkesan membawa pengaruh buruk terhadap pekerja
lain. Maka majikan boleh memecatnya secara tidak hormat. Karena melihat indikasi2 di atas menunjukan
bahwa ia telah menghianati segala amanat yang telah diberikan kepadanya .
Apabila ada seseorang yang membunuh pencuri di rumahnya dikarenakan ia membela diri dari pencuri
tersebut yang akan membunuhnya. Berdasarkan kaidah di atas pemilik rumah dibenarkan apabila pencuri
tersebut terbukti membawa senjata yang mematikan, namun apabila terbukti bahwa pencuri tersebut
tidak membawa apa-apa maka ia terkena hukuman pembunuhan
d. Pengecualian kaidah
dikecualikan dari kaidah ini adalah apabila ada seorang wanita yang memasukan puting susunya kemulut
bayi yang masih menyusui, dan tidak diketahui apakah ada air susu yang masuk ditelan bayi atau tidak,
maka hukumnya adalah bayi tersebut tidak boleh dihukumi muhrim.
…..sambung Petunjuk sesuatu kpd urusan yg tersembunyi berdiri di atas dalil.
32
ِِّ‫ل‬ُ‫ك‬ ِ‫ر‬‫أ‬‫ك‬ِ‫ذ‬َ‫ك‬ ُ‫أ‬َّ‫ز‬َ‫ج‬َ‫ت‬َ‫ي‬ َ‫َل‬ ‫ا‬َ‫م‬ ِ‫ض‬‫أ‬‫ع‬َ‫ب‬ ُ‫ر‬‫أ‬‫ك‬ِ‫ذ‬ِ‫ه‬
Penyebutan sebagian atas sesuatu yang tidak dapat dipisahkan,
sama halnya dengan penyebutan keseluruhan.
Maksudnya, sebagian tersebut dimaknai bahwa ia diinginkan seluruhannya. Apabila wali
orang yang dibunuh menggugurkan separuh hak qishash atas pelaku pembunuhan, maka
qishash itu gugur secara keseluruhan, karena qishash tidak dapat dipisah-pisahkan.
Demikian juga apabila salah satu dari wali orang yang dibunuh memaafkan orang yang
membunuh, hak qishash nya menjadi gugur, dan berubahlah hak wali lainnya menjadi
diyat.
Tetapi, apabila penyebutan sebagaian atas sesuatu itu dapat dipisahkan maka hukumnya
tetap pada sebagian yang disebutkan, bukan keseluruhan nya. : apabila seseorang
membantu membayar separuh dari hutang, maka bantuan pada separuh hutangnya ini
dinyatakan sah, dan dia tidak dianggap membantu keseluruhannya karena jumlah hutang
dapat dibagi2 atau dipisah2kan, dan hukum hanya berlaku pada bagian yg disebutkan.33
‫ى‬َّ‫ت‬َ‫ح‬ُ‫ه‬َ‫ي‬ِِّ‫د‬َ‫ؤ‬ُ‫ت‬ ‫أ‬‫ت‬َ‫ذ‬َ‫خ‬َ‫أ‬ ‫ا‬َ‫م‬ ِ‫د‬َ‫ي‬‫أ‬‫ل‬‫ا‬ ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬
Kewajiban tangan (menggantinya) karena
mengambilnya, sampai dikembalikan
Bagi harta yang di ambil atau di samun, jika ternyata barang itu binasa, maka
perampas wajib mengembalikan semisalnya atau senilainya baik binasanya karena
tindakannya maupun karena musibah dari langit.
Adapun ulama madzhab Maliki berpendapat, bahwa barang, hewan dan lainnya
yang tidak dapat ditakar dan ditimbang, maka menggantinya dengan nilainya
ketika dirampas dan ternyata binasa.
Sedangkan menurut ulama madzhab Hanafi dan madzhab Syafi’i bahwa orang
yang membinasakannya atau merusaknya wajib mengganti yang semisal, dan
tidak bisa berpindah kecuali jika tidak ada yang semisal.
34
ِ‫ة‬َ‫ي‬ِِّ‫ن‬‫ال‬ِ‫ب‬ َّ‫َِل‬‫ا‬ َ‫اب‬َ‫و‬َ‫ث‬ َ‫َل‬
Kaidah yang merupakan kaidah asasi yang pertama
Niat di kalangan ulama-ulama Syafi’iyah diartikan dengan, bermaksud untuk melakukan sesuatu
yang disertai dengan pelaksanaanya. Niat sangat penting dalam menentukan kualitas ataupun
makna perbuatan seseorang .
Adapun fungsi niat, ada tiga yaitu sebagai berikut: Untuk
1. membedakan antara ibadah dan adat kebiasaan.
2. membedakan kualiti perbuatan, baik kebaikan ataupun kejahatan.
3. menentukan sah tidaknya suatu perbuatan ibadah tertentu serta membedakan yang wajib
dari yang sunnah
Contoh : niat untuk menikah, apabila menikah itu dilakukan karena menghindari dari perbuatan
zina maka hal itu halal untuk dilakukan, tetapi jika hal itu dilakukan hanya semata-mata untuk
menyiksa dan menyakiti istrinya, maka hal itu haram untuk dilakukan
TIADA PAHALA KECUALI DENGAN NIAT
35
Tidak ada argumen yg disertai kemungkinan yg timbul dari dalil
Hujjah maksudnya adalah petunjuk, dan dalil maksudnya adalah petunjuk.
Penjelasan: Sesungguhnya tidak diterima atau bermanfa’at hujjah ( pengakuan ) yang
didalamnya terkandung kemungkinan yang dibangun dari dalil dzanniy ataupun qhot’iy yang
mengandung kemungkinan – kemungkinan.
Contoh: Apabila seseorang didalam sakitnya yang hampir mencapai kematian mengaku
memiliki hutang kepada anaknya yang pertama,maka pengakuannya ini tidak diterima jika belum
dibenarkan oleh ahli waris yang lain. Karena bisa saja si sakit meninginkan bagian yang lebih
untuk anak yang pertamanya dalam perkara warisan dan juga dikarenakan keadaannya yang
sekarat memungkinkan apa yang diucapkannya tidak lagi sesuai dengan kenyataannya.
Pendapat ini menurut mazhab abu hanifah dan imam ahmad, sedangkan imam
malik berpendapat diterima pengakuannya jika tidak berubah dan jika berubah tidak diterima, dan
imam syafi’I berpendapat pengakuannya diterima.
‫دليل‬ ‫عن‬ ‫الناشئ‬ ‫اَلحتمال‬ ‫مع‬ ‫حجة‬ ‫َل‬
36
َ‫ار‬َ‫ر‬ ِ‫ض‬ َ‫َل‬َ‫و‬ َ‫ر‬َ‫ر‬َ‫ض‬ َ‫َل‬
Tidak Boleh Melakukan Sesuatu Yang Membahayakan Diri Sendiri Ataupun Orang Lain
Dari sini dapat kita ketahui bahwa dharar (melakukan sesuatu yang membahayakan) dilarang di dalam syari'at ini. Maka, tidak
halal bagi seorang Muslim mengerjakan sesuatu yang membahayakan dirinya sendiri atau membahayakan saudaranya sesama
Muslim, baik berupa perkataan atau perbuatan, tanpa alasan yang benar
1. Seseorang dilarang menggunakan barang miliknya jika hal itu menimbulkan madharat (gangguan atau bahaya) kepada
tetangganya. Meskipun ia mempunyai hak milik secara penuh terhadap barang tersebut, namun dalam pemanfaatannya haruslah
diperhatikan supaya tidak memadharatkan, mengganggu, ataupun merugikan tetangganya.
2. Tidak diperbolehkan mengadakan gangguan di jalan-jalan kaum Muslimin, di pasar-pasar mereka, ataupun di tempat-tempat
kaum Muslimin yang lain. Baik gangguan itu berupa kayu atau batu yang menggangu perjalanan, atau lobang galian yang bisa
membahayakan, atau bentuk gangguan lainnya. Karena semuanya itu bisa menimbulkan madharat kepada kaum Muslimin.
3. Di antara bentuk dharar yang paling besar adalah jika seorang suami menimbulkan madharat kepada isterinya dan
menjadikannya merasa susah, dengan tujuan supaya si isteri minta diceraikan, sehingga si suami bisa mengambil harta dari si istri
sebagai konsekuensi permintaan cerainya. Ini termasuk perbuatan dharar yang paling besar. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman
: َّ‫ن‬ِ‫ه‬ْ‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬ ‫وا‬ُ‫ق‬ِ‫ي‬َ‫ض‬ُ‫ت‬ِ‫ل‬ َّ‫ن‬ُ‫ه‬‫و‬ُّ‫ار‬َ‫ض‬ُ‫ت‬ َ‫َل‬ َ‫و‬
Dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. [ath-Thalâq/65:6]
Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :‫ُوا‬‫د‬َ‫ت‬ْ‫ع‬َ‫ت‬ِ‫ل‬ ‫ا‬ً‫ار‬ َ‫ر‬ ِ‫ض‬ َّ‫ن‬ُ‫ه‬‫و‬ُ‫ك‬ِ‫س‬ْ‫م‬ُ‫ت‬ َ‫َل‬ َ‫و‬
Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka. [al-
Baqarah/2:231] 37
…… sambung Tidak Boleh Melakukan Sesuatu Yang Membahayakan Diri Sendiri Ataupun Orang Lain
4. Masing-masing pihak dari pasangan suami isteri dilarang menimbulkan madharat kepada yang lain,
berkaitan dengan anak mereka berdua. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala : َ‫ل‬ َ‫و‬ِ‫ب‬ ‫ة‬َ‫د‬ِ‫ل‬‫ا‬ َ‫و‬ َّ‫ار‬َ‫ض‬ُ‫ت‬ َ‫َل‬‫َا‬‫ه‬ِ‫د‬
ِ‫ه‬ِ‫د‬َ‫ل‬ َ‫و‬ِ‫ب‬ ُ‫ه‬َ‫ل‬ ‫ود‬ُ‫ل‬ ْ‫و‬َ‫م‬ َ‫َل‬ َ‫و‬
Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya.
[al-Baqarah/2:233]
5. Larangan menimbulkan madharat dalam akad hutang piutang, baik dari sisi orang yang berhutang,
penulis akad, ataupun saksinya. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :‫يد‬ِ‫ه‬َ‫ش‬ َ‫َل‬ َ‫و‬ ِِ‫ت‬‫ا‬َ‫ك‬ َّ‫ار‬َ‫ض‬ُ‫ي‬ َ‫َل‬ َ‫و‬
Dan janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. [al-Baqarah/2:282]
6. Seseorang yang mewariskan hartanya dilarang merugikan sebagian dari ahli warisnya. Demikian pula
orang yang memberikan wasiat dilarang menimbulkan madharat kepada orang yang diberikan wasiat.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
ٍ‫ار‬َ‫ض‬ُ‫م‬ َ‫ْر‬‫ي‬َ‫غ‬ ٍ‫ْن‬‫ي‬َ‫د‬ ْ‫و‬َ‫أ‬ ‫ا‬َ‫ه‬ِ‫ب‬ ‫ى‬َ‫ص‬‫و‬ُ‫ي‬ ٍ‫ة‬َّ‫ي‬ ِ‫ص‬ َ‫و‬ ِ‫د‬ْ‫ع‬َ‫ب‬ ْ‫ن‬ِ‫م‬ Sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah
dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). [an-Nisâ'/4:12]
Dengan demikian, setiap madharat yang ditimbulkan kepada seorang Muslim termasuk perkara yang
diharamkan. 38
ُ‫ه‬ُ‫ؤ‬َ‫ط‬َ‫خ‬ ِ‫ن‬ِِّ‫ـ‬‫ي‬َ‫ب‬‫ال‬ ِِّ‫ن‬َّ‫ظ‬‫ال‬ِ‫ب‬ َ‫ة‬َ‫ر‬‫أ‬‫ب‬ِ‫ع‬ ‫َل‬
Tidak ada perhitungan kepada dhann yang jelas salahnya
Praduga/andaian yang terbukti menyalahi fakta sama sekali tidaklah dapat
dijadikan landasan dalam hukum syari’at.
Sesungguhnya apabila terjadi sebuah perbuatan dari hukum atau keputusan atas
prasangka kemudian dijelaskan kesalahan dari prasangka itu maka wajib untuk
tidak mengambil I’tibar (pertimbangan) dari perbuatan itu dan meninggalkannya.
"Sangkaan yang terbukti keliru tidak diteruspegangi.“
Misalnya: Seseorang menduga keras bahwa waktu shalat Dzuhur sudah masuk,
lalu ia shalat, ternyata dugaannya keliru, maka shalatnya batal. 39
ِ‫ة‬َ‫ل‬َ‫ب‬‫ا‬َ‫ق‬ُ‫م‬ ‫ي‬ِ‫ف‬ ِ‫ة‬َ‫ل‬ َ‫ََّل‬‫د‬‫ل‬ِ‫ل‬ َ‫ة‬َ‫ر‬‫أ‬‫ب‬ِ‫ع‬ َ‫َل‬‫أ‬‫ص‬َّ‫ت‬‫ال‬ِ‫يح‬ ِ‫ر‬
Tidak di hitung sbg hukum bagi yg bertentangan dengan yg jelas
Makna implisit /tersirat tidak dijadikan dasar bila bertentangan dengan makna
eksplisit / jelas
Yang dimaksud dengan dalil disini adalah sesuatu yang bukan lafaz dari keadaan
atau urf atau isyarat atau tangan atau yang lainnya.
Dan shorih menurut ahli usul fiqhi adalah penjelasan yang jelas, tepat dan dapat
dimengerti.
Contoh:
Apabila A memberikan sesuatu kepada B, dan B mengambilnya di tempat
pemberian itu, maka pengambilannya dianggap benar, sekalipun A tidak
mengizinkan secara terang2an, karena ijab dari A iaitu dgn memberi itu dianggap
sebagai izin untuk mengambilnya . 40
ِ‫م‬ُ‫ه‬‫ا‬َ‫ـو‬َّ‫ت‬‫ل‬ ِ‫َل‬ َ‫ت‬َ‫بر‬ِ‫ع‬ ‫َل‬
Tidak diterima hukum bersandarkan al Waham
La ‘ibroh bermakna tidak ada pelajaran atau teladan dan tidak dihitung.
At tawahhum bermakna prasangka yang lemah.
Makna qo’idah: sesungguhnya tidak ditetapkan suatu hukum syar’I itu yang
bersandar pada prasangka yang lemah.
Contoh:
Jika seorang saksi pergi atau mati setelah menyampaikan persaksiannya dalam
sebuah mu’amalah maka bagi hakim untuk berhukum dengan persaksiannya dan
tidak mengakhirkan sebuah hukum karena berprasangka ( yang lemah ) bahwa dia
akan kembali dengan persaksiannya, karena prasangka ( yang lemah ) tidak diambil
hukum darinya. 41
ُ‫ر‬ِّ‫ي‬‫تغ‬ ُ‫ر‬َ‫ك‬‫أ‬‫ن‬ُ‫ي‬ ‫َل‬ِ‫األحكام‬ِ‫ر‬ُّ‫ي‬‫بتغ‬ِ‫األزمان‬
Tidak dapat diingkari perubahan hukum kerana perubahan zaman
Perbedaan tempat, kebiasaan, situasi dan kondisi mempunyai peranan yang sangat dominan
dalam penetapan hukum-hukum syara’ yang bersifat ijtihadi, oleh karenanya setiap hukum syara’
yang ditetapkan atas dasar ‘uruf, didasarkan suatu mashlahah, atau didasarkan situasi dan
kondisi suatu tempat, pastinya hukum tersebut akan berubah sewaktu2 karena disebabkan
adanya perbedaan kebiasaan, mashlahah ataupun situasi dan kondisi suatu tempat tersebut.
Sedangkan hukum yang sudah ditetapkan oleh nash yang sudah jelas, maka hukum tersebut
tidak bisa dirubah lagi.
Ibn Abidin sebagaimana yang dikutip oleh Ubaid al-Du’as memberikan statement, bahwa
sebagian besar hukum syara’ yang saling bertentangan disebabkan karena perubahan zaman,
karena adanya perubahan kebiasaan suatu penduduk. Jika seandainya penduduk tersebut tetap
mempergunakan hukum yang pertama, mereka akan merasa sangat kesulitan yang tentunya
akan bertentangan dengan kaidah2 syar’iyah yang dibangun atas dasar keringanan dan
kemudahan serta menolak datangnya kemudaratan. 42
…..sambungan Tidak dapat diingkari perubahan hukum kerana perubahan zaman
Karena itu, Ibn Abidin ini setuju dengan madzhab hanafiyah yang sebagian besar
pendapatnya berbeda dengan pendapat para mujtahid sebelumnya dalam beberapa hal,
karena orang-orang hanafiyah beranggapan, bahwa seandainya para mujtahid tersebut
hidup pada era mereka, niscaya para mujtahid tersebut akan berpendapat seperti
pendapat mereka.
Contoh Kaidah
a. Para fuqaha’ klasik menetapkan hukum bagi isteri untuk tinggal di rumah suaminya
setelah semua maharnya lunas, namun ulama muta’akhirin tidak mewajibkan hal
tersebut, walaupun suami telah melunasi maharnya. Hal ini disebabkan adanya
perubahan kondisi masyarakat pada zaman sekarang.
b. Kaitannya dengan pendidikan, para ulama klasik menetapkan hukum haram untuk
mengambil upah atas ilmu agama yang diajarkan, karena mengajarkan ilmu agama
hukumnya wajib, namun para ulama muta’akhirin membolehkannya demi terjaganya
kelestarian pendidikan keagamaan serta untuk pengembangan ilmu agama itu sendiri.43
ِِّ‫ل‬ُ‫ك‬‫أ‬‫ل‬‫ا‬ َ‫م‬‫أ‬‫ك‬ُ‫ح‬ ِ‫ر‬َ‫ث‬‫أ‬‫ك‬َ ‫أ‬‫ْل‬ِ‫ل‬
Al-Kasani mengatakan : “ Setiap yang dirosakkan oleh perkara haram, sekiranya majoritinya yang
halal makan tidak mengapa menjualnya.”
Imam Al- Izz bin Abdul Salam berkata :”Sekiranya majoritinya halal seperti bercampur satu
dirham yang haram dengan seribu yang halal maka harus muamalah..”
Ibnu Taimiyah pernah ditanya oleh seorang lelaki tentang hartanya yang bercampur di antara
yang halal dan haram. Beliau menjawab : Keluarkan nilai yang haram dengan timbangan, dan
berikan kepada pemiliknya dan kiralah nilai yang halal itu untuk dirinya.Sekiranya tidak diketahui
atau tidak mampu untuk mengetahui pemiliknya, maka bersedekahlah dengan harta itu.
Atas prinsip inilah harus bermuamalah dengan saham syarikat yang bermuamalah dengan bank
yang mengamalkan riba.
Yang terbanyak adalah hukum keseluruhan
44
ِ‫ه‬ِ‫ف‬ َ‫َل‬ ِ‫خ‬ ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ ُ‫ل‬‫ي‬ِ‫ل‬َ‫د‬ ‫أ‬‫م‬ُ‫ق‬َ‫ي‬ ‫أ‬‫م‬َ‫ل‬ ‫ا‬َ‫م‬ ُ‫ه‬َ‫ئ‬‫ا‬َ‫ق‬َ‫ب‬ ُ‫م‬َ‫ك‬‫أ‬‫ح‬ُ‫ي‬ ٍ‫ان‬َ‫م‬َ‫ز‬ِ‫ب‬ َ‫ت‬َ‫ب‬َ‫ث‬ ‫ا‬َ‫م‬
Sesuatu yang telah tetap hukumnya di suatu waktu dinyatakan terus berlaku selama
tidak ada dalil sebaliknya.
45
Syarah :
ِ‫ه‬ِ‫ل‬‫ا‬َ‫و‬َ‫ز‬ِ‫ب‬ َ‫ل‬َ‫ط‬َ‫ب‬ ٍ‫ر‬‫أ‬‫ذ‬ُ‫ع‬ِ‫ل‬ َ‫از‬َ‫ج‬ ‫ا‬َ‫م‬
Hal-hal yang diperbolehkan karena udzur, menjadi terlarang apabila udzur itu hilang
Kebolehan sesuatu yang dilarang itu hanya sebatas adanya
kedaruratan. Ketika darurat hilang, maka hilang pula kebolehan
itu.
Orang dapat bertayamum karena tidak ada air. Namun ketika
ada air maka setelah itu tidak boleh lagi bertayamum
46
• Syarat-syarat keadaan darurat ( PENERANGAN UMUM)
• Para ulama fikih telah meletakkan syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi sebelum keringanan diambil atas
keperluan mendesak (darurat). Syarat-syarat ini adalah:
• Darurat itu harus nyata bukan spekulatif atau imajinatif. Sifat dan besaran darurat itu ditentukan oleh Hakim yang
benar dan yang disertifikasi bukan oleh orang biasa. Oleh karena itu seseorang, tidak dibenarkan mengambil
bunga Bank melalui pinjaman ke Bank untuk memperluas bisnisnya atau untuk melipatgandakan keuntungannya
dengan alasan bahwa menjaga harta diperbolehkan dalam Islam.
• Tidak ada solusi lain yang ditemukan untuk mengatasi penderitaan kecuali dengan keringanan itu. Seseorang tidak
boleh meminjam uang dengan sistem bunga ke Bank untuk membeli rumah buat keluarganya dengan alasan
menyelamatkan keluarganya, karena tujuan itu dapat dicapai dengan menyewa rumah. (atau meminjam ke
saudara yang lain yang tanpa bunga, pen)
• Solusi itu harus tidak menyalahi hak-hak sakral yang memicu, pembunuhan, pemurtadan, perampasan harta atau
bersenang-senang dengan sesama jenis kelamin (maupun perempuan, pen). Misalnya seorang laki-laki di bawah
tekanan dan paksaan, tidak diperbolehkan untuk membunuh orang lain.
• Harus ada justifikasi kuat untuk melakukan keringanan seperti melindungi nyawa hingga mengkonsumsi yang
haram. Keringan ini hanya ditempuh sampai suatu kadar yang menyelamatkan nyawa (seukuran keperluannya
tidak boleh lebih dari keperluan apalagi berlebihan, pen)
• Solusi itu harus merupakan satu-satunya solusi yang tersedia, tak ada jalan lain. Misalnya, dalam hal pengobatan
medis, harus seorang dokter ahli yang mengatakan bahwa hanya dengan pengobatan minuman keras tertentu
yang dapat mengobati penyakitnya dan tidak ada cara lain yang efektif.
47
‫إعطاؤه‬ َ‫م‬ُ‫ر‬َ‫ح‬ ‫أخذه‬ َ‫م‬ُ‫ر‬َ‫ح‬ ‫ما‬
Sesuatu yang diharamkan mengambilnya maka diharamkan
juga memberikannya
as-Suyuti:
Pertama: Haram hukumnya memberikan riba kepada orang lain, sebagaimana diharamkan
memakan riba dari harta orang lain. Ini berdasarkan dari hadis: “Allah melaknat orang yang
memakan riba, memberinya, saksinya dan pencatatnya”.
Kedua: Haram hukumnya memberikan upah (mahar) pada seorang pelacur. Sebagaimana
seorang wanita dilarang mengambil upah dari melacurkan diri (haram melakukan prostitusi ).
Ketiga: Haram hukumnya memberikan upah pada tukang ramal (dukun). Sebagaimana
diharamkan pekerjaan dukun tersebut dan mengambil upah dari orang yang diramalnya.
Keempat: Haram hukumnya memberikan suap (risywah). Sebagaimana diharamkan mengambil
uang suap dari seseorang.
Pengecualian Kaidah ‫إعطاؤه‬ ‫حرم‬ ‫أخذه‬ ‫حرم‬ ‫ما‬ sebagai berikut:
Pertama: menyuap hakim untuk mendapatkan hak. Jika hakim tersebut menahan atau
mencegah seseorang untuk mendapatkan haknya, maka dibolehkan menyuapnya. 48
…..sambungan Sesuatu yang diharamkan mengambilnya maka diharamkan juga memberikannya
Dalam ini, yang dikenakan dosa adalah hakim karena mengambil suap.
Kedua : membayar harta tebusan untuk membebaskan tawanan.
Ketiga : memberikan sesuatu kpd org yang dikhawatirkan akan menghinanya.
Keempat: seorang pewasiat boleh memberikan sesuatu kepada orang yang dikhawatirkan akan
merampas harta anak yatim. Lantas bagi seorang qadhi (hakim) harus mengambil alih atas harta
anak yatim tersebut dan diharamkan bagi pemerintah untuk mengambil sesuatu darinya.
Semua yang dilarang dalam syari’at Islam, maka tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk
meminta kepada orang lain agar melakukannya. Karena yang dimita dari seorang muslim adalah
mencegah terjadinya kerusakan di muka bumi. Diantara kerusakan terbesar di muka bumi adalah
perbuatan yang diharamkan. Apabila sesuatu yang haram diingkari, maka yang diminta dari
seseorang muslim adalah menghilangkan kemungkaran itu, bukan melakukannya dan bukan pula
meminta orang lain untuk melakukannya.
Contoh kaidah:
1. Mengambil riba atau upah perbuatan jahat.
2. Mengambil upah dari tukang ramal risywah (suapan).
Begitu pula dengan upah orang-orang yang meratapi kematian orang lain.
49
Aspek-aspek tertentu yang berdasarkan hitungan jumlah kuantitatif juga direkrut oleh hukum judisial
islam, melalui kaidah ini, sehingga sebuah pekerjaan yang tindakannya lebih banyak dinilai lebih utama
daripada sesuatu yang kuantitasnya lebih sedikit. Artinya, kaidah diatas menyatakan bahwa semakin
banyak tindakan pekerjaan itu kita kerjakan, semakin tinggi pula nilai keutamaannya.
b. Dasar kaidah
Kaidah ini dirumuskan berdasarkan riwayat imam Muslim dari sayyidah Aisyah ra:
‫هللا‬ ‫رسول‬ ‫قال‬:‫نصبك‬ ‫قدر‬ ‫على‬ ‫اجرك‬Besarnya pahalamu tergantung pada usahamu.
c. Aplikasi kaidah
Orang yang melakukan ibadah dan merasakan adanya beban yang lebih berat, maka secara otomatis akan
mendapatkan nilai lebih. seperti halnya orang yang melakukan tiga rakaat shalat witir dengan cara dipisah
( dua kali salam), akan lebih baik daripada mengerjakannya dengan cara disambung (satu kali salam). Hal
ini terjadi karena shalat witir dengan cara dipisah didalamnya terkandung unsur2 niat, takbiratul ihram,
dan salam, yang gerakanya lebih banyak dibanding dengan shalat witir dengan cara di sambung. yakni rasa
berat untuk melakukannya.
َ‫ان‬َ‫ك‬ ‫ا‬َ‫م‬َ‫ر‬َ‫ث‬‫أ‬‫ك‬َ‫أ‬ً‫َل‬‫أ‬‫ع‬ِ‫ف‬،َ‫ان‬َ‫ك‬َ‫ر‬َ‫ث‬‫أ‬‫ك‬َ‫أ‬‫أ‬‫ض‬َ‫ف‬ً‫َل‬
Apa yang lebih banyak pengerjaannya, lebih banyak pula
pahalanya
50
d. Pengecualian
Al-Jarhazi mencatat lebih dari sepuluh permasalahan yang dikecualikan dari kaidah
ini. Dalam contoh dibawah ini, terdapat amal yang jika disimpulkan semuanya
adalah amal yang ringan namun mempunyai pahala yang besar, beberapa
diantaranya adalah:
· Mengerjakan shalat dengan qashar lebih utama dibanding mengerjakan
secara sempurna (tanpa di qashar) bagi orang yang melakukan perjalanan selama
tiga hari atau lebih.
· Satu rakaat shalat witir lebih baik dibandingkan dengan shalat malam lainnya,
walaupun shalat witir secara kuantitas lebih sedikit.
· Shalat shubuh, walaupun hanya 2 rakaat, tetapi shalat shubuh ini sangat
besar pahalanya. Alasan yang melatarbelakangi keutamaan shalat shubuh adalah-
walaupun shalat ini rakaat nya paling sedikit dibandingkan dengan shalat-shalat
yang lain-nnamun mempunyai nilai lebih, yakni rasa berat untuk melakukannya.
……sambung Apa yang lebih banyak pengerjaannya, lebih banyak pula pahalanya
51
ُ‫ه‬ُّ‫ل‬ُ‫ك‬ ُ‫ك‬َ‫ر‬‫أ‬‫ت‬ُ‫ي‬ َ‫َل‬ ُ‫ه‬ُّ‫ل‬ُ‫ك‬ ُ‫ك‬َ‫ر‬‫أ‬‫د‬ُ‫ي‬ ‫َل‬ ‫ا‬َ‫م‬
sesuatu yang tidak boleh dicapai/diakukan seluruhnya jangan ditinggal seluruhnya”
Contoh kaidah:
1. Seorang yang tidak mampu berbuat kebajikan dengan satu
ringgit tetapi mampu dengan 50 sen maka lakukanlah.
2. Seserang yang tidak mampu untuk belajar berbagai bidang
studi sekaligus, maka tidak boleh meninggalkan
keseluruhannya.
3. Seseorang yang merasa berat untuk melakukan shalat malam
sebanyak sepuluh rakaat, maka lakukanlah shalat malam empat
rakaat. 52
ٌ‫ـب‬ ِ‫اج‬َ‫و‬ َ‫و‬ُ‫ه‬َ‫ف‬ ِ‫ه‬ِ‫ب‬ َّ‫إَل‬ ُ‫ب‬ ِ‫اج‬َ‫الو‬ ُّ‫م‬‫ـ‬ِ‫ت‬َ‫ي‬ َ‫اَل‬َ‫م‬
Sesuatu yg wajib tidak akan sempurna kerana nya maka ianya menjadi wajib
Maksud dari qoidah fiqih “Ma Laa Yatimmul Wajib Illa Bihii Fa Huwa Wajib” (Perkara yang
menjadi penyempurna dari perkara wajib, hukumnya juga wajib) adalah; Segala perkara yang
menjadikan suatu amal kewajiban tak dapat dikerjakan sama sekali atau bisa dikerjakan namun
tidak sempurna kecuali dengan juga mengerjakan perkara tersebut, maka perkara tersebut yang
asalnya tidak wajib, dihukumi wajib pula.
Berikut diantara contoh:
1. Membasuh bagian dari leher saat berwudhu hukum asalnya tidak wajib, karena yang wajib
adalah membasuh muka, sedangkan leher tidak termasuk bagian dari muka. namun karena
membasuh muka tak boleh dikerjakan dengan sempurna kecuali dengan membasuh bagian dari
leher, maka membasuh sebagian dari leher agar bisa mengerjakan wudhu secara sempurna
hukumnya adalah wajib.
53
Sesuatu yg wajib tidak akan empurna kerana nya maka ianya menjadi wajib
2. Pusat dan lutut bukanlah termasuk aurat yang wajib ditutupi bagi laki2 disaat
sholat, karena batasan aurat bagi laki2 adalah bagian tubuh diantara pusat dan
lutut yang berarti tidak mencakup keduanya. Tapi karena menutup aurat tak boleh
dilakukan dengan sempurna kecuali dengan juga menutup bagian dari pusat dan
lutut, maka menutup bagian dari pusat dan lutut untuk menyempurnakan
menutup aurat dihukumi wajib.
3. Diwajibkan bagi seorang suami untuk tidak melakukan istimta’ (bersenan2) pada
bagian tubuh wanita diantara pusat dan lutut ketika wanita tersebut sedang haidh
dikarenakan juga untuk menjaga agar tidak terjadi hukuman intim. Sebenarnya
yang dilarang adalah berhubungan intim dengan wanita yang sedang haidh,
namun karena istimta’ pada bagian antara lutut dan pusar berpotensi
menyebabkan terjadinya hubungan intim, maka dilarang melakukan istimta’ pada
bagian tersebut.
54
َ‫ك‬ َ‫ل‬َ‫ص‬َ‫ح‬ ٍ‫يق‬ ِ‫ر‬َ‫ط‬ ِ ِّ‫ي‬َ‫أ‬‫ـ‬ِ‫ب‬َ‫ف‬ ُ‫ه‬ُ‫ؤ‬‫َا‬‫د‬َ‫أ‬ َ‫ب‬َ‫ج‬َ‫و‬ ‫ا‬َ‫م‬َ‫ء‬‫ا‬َ‫ف‬َ‫و‬ َ‫ان‬
Kaidah ini membahas tentang permasalahan suatu kewajiban. Dimana
kaidah ini mempunyai pegertian “segala yang diwajibkan untuk
menunaikannya dengan jalan apapun dapat tertunaikan maka itu
sudah terlaksana”.
Kaidah ini menjelaskan tentang suatu perbuatan yang harus dilakukan,
dan dengan menggunakan cara apapun untuk melaksanakannya maka
itu telah menggugurkan kewajiban dalam melaksanakan perbuatan
tersebut.
segala yg diwajibkan utk menunaikannya dengan jalan apapun dapat tertunai, maka
itu merupakan hasil pemenuhan syarat
55
‫أ‬‫ن‬َ‫م‬َ‫ل‬َ‫ج‬َ‫ع‬َ‫ت‬‫أ‬‫س‬‫ا‬‫ُو‬‫ع‬ ِ‫ه‬ِ‫ن‬‫ا‬َ‫و‬َ‫أ‬ َ‫ل‬‫أ‬‫ب‬َ‫ق‬ ٍ‫ء‬‫أ‬‫ي‬َ‫ش‬ِ‫ب‬ُ‫ه‬‫أ‬‫ن‬ِ‫م‬ ِ‫ه‬ِ‫ن‬‫ا‬َ‫م‬‫أ‬‫ر‬ ِ‫ح‬ِ‫ب‬ َ‫ب‬ِ‫ق‬
Sesiapa yang gopoh dalam sesuatu perkara sebelum tiba masanya, dia akan dihukum dengan
tidak akan memperolehinya.
Maksudnya ketidaksabaran dalam menuntut ilmu akan berakibat tidak dapat menguasai
ilmu secara sempurna. Apalagi jika ditambah niat yang rusak seperti memburu pujian,
atau supaya manusia memanggilnya dengan panggilan terhormat. Maka jiwa yang
rendah akan segera tergesa-gesa untuk “turun gunung” sebelum waktunya.
Contoh : anak yg membunuh bapanya untuk mempercepat kan dirinya mendapat
pusaka. Anak itu tidak akan mendapat pusaka dari bapanya
Kecuali: Dalam kaidah di atas terdapat pengecualian, yakni apabila ketergesa2aan itu
tujuannya untuk mashlahat maka diperbolehkan. Misalnya, mengembalikan utang yg
belum jatuh tempoh lunasannya. 56
ُ‫ل‬َ‫م‬َ‫ت‬‫أ‬‫ح‬َ‫ي‬ُ‫ر‬َ‫ر‬َّ‫ض‬‫ال‬ِ‫اص‬َ‫خ‬‫ال‬ِ‫ل‬َ‫ج‬َ‫َل‬ِ‫ر‬َ‫ر‬َّ‫ض‬‫ال‬ِ‫ام‬َ‫ع‬‫ال‬
Menanggung suatu Kemudharatan khusus untuk menolak Kemadharatan umum.
Boleh melarang mengambil tindakan hukum terhadap seorang yang
akan membahayakan kepentingan umum.
Mengisytihar bankrap suatu perusahaan demi menyelamat kan para
pengusaha.
Menjual barang2 peminjam yang sudah ditahan demi untuk membayar
hutangnya kepada kreditor.
Menjual barang-barang timbunan dengan cara paksa untuk
kepentingan umum dan aspek kebersihan dan kesihatan 57
ِ‫ن‬‫أ‬‫ي‬َّ‫َّر‬‫ش‬‫ال‬ ُ‫ن‬َ‫و‬‫أ‬‫ه‬َ‫أ‬ ُ‫ار‬َ‫ت‬‫أ‬‫خ‬ُ‫ي‬
Memilih yang lebih kecil dari dua keburukan
Syarah :
58
ِ‫ف‬ ُ‫ر‬َ‫ف‬َ‫ت‬‫أ‬‫غ‬ُ‫ي‬ َ‫َل‬ ‫ا‬َ‫م‬ ِ‫اء‬َ‫ق‬َ‫ب‬‫أ‬‫ل‬‫ا‬ ‫ي‬ِ‫ف‬ ُ‫ر‬َ‫ف‬َ‫ت‬‫أ‬‫غ‬ُ‫ي‬ِ‫َاء‬‫د‬ِ‫ت‬‫أ‬‫ب‬ ِ‫اَل‬ ‫ي‬
dimaafkan pada benda yang telah berlaku yang tidak dimaafkan pada benda yang belum
berlaku
Dhabith ini terjadi pada kasus tertentu yaitu orang yang melakukan
perbuatan hukum karena tidak tahu bahwa perbuatan tersebut
dilarang.
Contohnya: Maka orang tersebut dimaafkan untuk permulaannya
karena ketidaktahuannya. Selanjutnya, setelah dia tahu bahwa
perbuatan tersebut adalah haram, maka ia harus menghentikan
perbuatan tersebut. 59
ِ‫ط‬‫أ‬‫َّر‬‫ش‬‫ال‬ ُ‫ة‬‫َا‬‫ع‬‫ا‬َ‫ر‬ُ‫م‬ ُ‫م‬َ‫ز‬‫أ‬‫ل‬َ‫ي‬ِ‫ر‬‫أ‬‫د‬َ‫ق‬ِ‫ب‬ِ‫ان‬َ‫ك‬‫أ‬‫م‬ِ‫أ‬‫اإل‬
Syarat harus dipelihara sesuai kadar yang dimungkinkan.
60
Syarah :

More Related Content

What's hot

Presentasi ushul fiqh dalil yg tidak disepakati
Presentasi ushul fiqh dalil yg tidak disepakatiPresentasi ushul fiqh dalil yg tidak disepakati
Presentasi ushul fiqh dalil yg tidak disepakatiMarhamah Saleh
 
PPT 'AM dan KHASH (Ulumul Qur'an 2)
PPT 'AM dan KHASH (Ulumul Qur'an 2)PPT 'AM dan KHASH (Ulumul Qur'an 2)
PPT 'AM dan KHASH (Ulumul Qur'an 2)Khusnul Kotimah
 
Qawaid fiqh koleksi pt 3
Qawaid fiqh koleksi pt 3Qawaid fiqh koleksi pt 3
Qawaid fiqh koleksi pt 3Amiruddin Ahmad
 
istihsan, istishhab, mashlahah mursalah
istihsan, istishhab, mashlahah mursalahistihsan, istishhab, mashlahah mursalah
istihsan, istishhab, mashlahah mursalahMarhamah Saleh
 
Presentasi Fiqh SiyasahMuamalah 9
Presentasi Fiqh SiyasahMuamalah 9Presentasi Fiqh SiyasahMuamalah 9
Presentasi Fiqh SiyasahMuamalah 9Marhamah Saleh
 
3. ‘am, khash, muthlaq, muqayyad
3. ‘am, khash, muthlaq, muqayyad3. ‘am, khash, muthlaq, muqayyad
3. ‘am, khash, muthlaq, muqayyadMarhamah Saleh
 
Nasikh wal mansukh
Nasikh wal mansukhNasikh wal mansukh
Nasikh wal mansukhDanialkmal
 
Hijab dalam Kewarisan
Hijab dalam KewarisanHijab dalam Kewarisan
Hijab dalam KewarisanRia Widia
 
Terminologi Hukum Sah, Batal, 'Azimah dan Rukhshah
Terminologi Hukum Sah, Batal, 'Azimah dan RukhshahTerminologi Hukum Sah, Batal, 'Azimah dan Rukhshah
Terminologi Hukum Sah, Batal, 'Azimah dan RukhshahMarhamah Saleh
 
Presentasi Fiqh 13 (Hudud)
Presentasi Fiqh 13 (Hudud)Presentasi Fiqh 13 (Hudud)
Presentasi Fiqh 13 (Hudud)Marhamah Saleh
 
2.8.2012 konsep nasikh mansukh complete
2.8.2012   konsep nasikh mansukh complete2.8.2012   konsep nasikh mansukh complete
2.8.2012 konsep nasikh mansukh completeAngah Rahim
 
Bab 4 jawatankuasa fatwa negeri
Bab 4 jawatankuasa fatwa negeriBab 4 jawatankuasa fatwa negeri
Bab 4 jawatankuasa fatwa negeriwmkfirdaus
 
Dhomir (Kata Ganti Diri)
Dhomir (Kata Ganti Diri)Dhomir (Kata Ganti Diri)
Dhomir (Kata Ganti Diri)Hafiz Zakaria
 
ppt fiqih (gadai dan hiwalah).pptx
ppt fiqih (gadai dan hiwalah).pptxppt fiqih (gadai dan hiwalah).pptx
ppt fiqih (gadai dan hiwalah).pptxRayenElrahman
 
Usul fiqh, 'azimah.
Usul fiqh, 'azimah.Usul fiqh, 'azimah.
Usul fiqh, 'azimah.jimoh370
 

What's hot (20)

Presentasi ushul fiqh dalil yg tidak disepakati
Presentasi ushul fiqh dalil yg tidak disepakatiPresentasi ushul fiqh dalil yg tidak disepakati
Presentasi ushul fiqh dalil yg tidak disepakati
 
01 02 pendahuluan
01 02 pendahuluan01 02 pendahuluan
01 02 pendahuluan
 
PPT 'AM dan KHASH (Ulumul Qur'an 2)
PPT 'AM dan KHASH (Ulumul Qur'an 2)PPT 'AM dan KHASH (Ulumul Qur'an 2)
PPT 'AM dan KHASH (Ulumul Qur'an 2)
 
Qawaid fiqh koleksi pt 3
Qawaid fiqh koleksi pt 3Qawaid fiqh koleksi pt 3
Qawaid fiqh koleksi pt 3
 
istihsan, istishhab, mashlahah mursalah
istihsan, istishhab, mashlahah mursalahistihsan, istishhab, mashlahah mursalah
istihsan, istishhab, mashlahah mursalah
 
Presentasi Fiqh SiyasahMuamalah 9
Presentasi Fiqh SiyasahMuamalah 9Presentasi Fiqh SiyasahMuamalah 9
Presentasi Fiqh SiyasahMuamalah 9
 
3. ‘am, khash, muthlaq, muqayyad
3. ‘am, khash, muthlaq, muqayyad3. ‘am, khash, muthlaq, muqayyad
3. ‘am, khash, muthlaq, muqayyad
 
Qawaid fiqh pt 3
Qawaid fiqh  pt 3Qawaid fiqh  pt 3
Qawaid fiqh pt 3
 
Nasikh wal mansukh
Nasikh wal mansukhNasikh wal mansukh
Nasikh wal mansukh
 
08 HUKUM IJARAH
08 HUKUM IJARAH08 HUKUM IJARAH
08 HUKUM IJARAH
 
Pengenalan Kaedah FIqh.pptx
Pengenalan Kaedah FIqh.pptxPengenalan Kaedah FIqh.pptx
Pengenalan Kaedah FIqh.pptx
 
Hijab dalam Kewarisan
Hijab dalam KewarisanHijab dalam Kewarisan
Hijab dalam Kewarisan
 
Terminologi Hukum Sah, Batal, 'Azimah dan Rukhshah
Terminologi Hukum Sah, Batal, 'Azimah dan RukhshahTerminologi Hukum Sah, Batal, 'Azimah dan Rukhshah
Terminologi Hukum Sah, Batal, 'Azimah dan Rukhshah
 
Presentasi Fiqh 13 (Hudud)
Presentasi Fiqh 13 (Hudud)Presentasi Fiqh 13 (Hudud)
Presentasi Fiqh 13 (Hudud)
 
7 ilmu ushul fiqih
7 ilmu ushul fiqih7 ilmu ushul fiqih
7 ilmu ushul fiqih
 
2.8.2012 konsep nasikh mansukh complete
2.8.2012   konsep nasikh mansukh complete2.8.2012   konsep nasikh mansukh complete
2.8.2012 konsep nasikh mansukh complete
 
Bab 4 jawatankuasa fatwa negeri
Bab 4 jawatankuasa fatwa negeriBab 4 jawatankuasa fatwa negeri
Bab 4 jawatankuasa fatwa negeri
 
Dhomir (Kata Ganti Diri)
Dhomir (Kata Ganti Diri)Dhomir (Kata Ganti Diri)
Dhomir (Kata Ganti Diri)
 
ppt fiqih (gadai dan hiwalah).pptx
ppt fiqih (gadai dan hiwalah).pptxppt fiqih (gadai dan hiwalah).pptx
ppt fiqih (gadai dan hiwalah).pptx
 
Usul fiqh, 'azimah.
Usul fiqh, 'azimah.Usul fiqh, 'azimah.
Usul fiqh, 'azimah.
 

Similar to Qawaid fiqh pt 2

Similar to Qawaid fiqh pt 2 (20)

Qawaid fiqh koleksi pt 2
Qawaid fiqh koleksi pt 2Qawaid fiqh koleksi pt 2
Qawaid fiqh koleksi pt 2
 
Rukun al fahmu pt 4
Rukun al fahmu pt 4Rukun al fahmu pt 4
Rukun al fahmu pt 4
 
An-Nahyu (Ushul Fiqih B)
An-Nahyu (Ushul Fiqih B)An-Nahyu (Ushul Fiqih B)
An-Nahyu (Ushul Fiqih B)
 
Rukun al fahmu pt 7
Rukun al fahmu pt 7Rukun al fahmu pt 7
Rukun al fahmu pt 7
 
Rukun al fahmu pt 8
Rukun al fahmu pt 8Rukun al fahmu pt 8
Rukun al fahmu pt 8
 
Rukun al fahmu pt 3
Rukun al fahmu pt 3Rukun al fahmu pt 3
Rukun al fahmu pt 3
 
Hukum Mandub
Hukum MandubHukum Mandub
Hukum Mandub
 
Rukun al fahmu pt 6
Rukun al fahmu pt 6Rukun al fahmu pt 6
Rukun al fahmu pt 6
 
Bida'ah dalam masyarakat
Bida'ah dalam masyarakatBida'ah dalam masyarakat
Bida'ah dalam masyarakat
 
Bida'ah Dalam Masyarakat
Bida'ah Dalam MasyarakatBida'ah Dalam Masyarakat
Bida'ah Dalam Masyarakat
 
Makalah Qowaid Fiqihiyyah Kl.4 HTN1.Smt6.docx
Makalah Qowaid Fiqihiyyah Kl.4 HTN1.Smt6.docxMakalah Qowaid Fiqihiyyah Kl.4 HTN1.Smt6.docx
Makalah Qowaid Fiqihiyyah Kl.4 HTN1.Smt6.docx
 
39cedf97-bb30-4cc1-9d52-adbb2783b2f4.pdf
39cedf97-bb30-4cc1-9d52-adbb2783b2f4.pdf39cedf97-bb30-4cc1-9d52-adbb2783b2f4.pdf
39cedf97-bb30-4cc1-9d52-adbb2783b2f4.pdf
 
Modul 5 kb 3 ijmak sebagai sumber hukum islam
Modul 5 kb 3   ijmak sebagai sumber hukum islamModul 5 kb 3   ijmak sebagai sumber hukum islam
Modul 5 kb 3 ijmak sebagai sumber hukum islam
 
Presentasi Ushul Fiqh 4 (Hakim Mahkum)
Presentasi Ushul Fiqh 4 (Hakim Mahkum)Presentasi Ushul Fiqh 4 (Hakim Mahkum)
Presentasi Ushul Fiqh 4 (Hakim Mahkum)
 
Teori kritik fatwa ustaz wan ji
Teori kritik fatwa   ustaz wan jiTeori kritik fatwa   ustaz wan ji
Teori kritik fatwa ustaz wan ji
 
Prinsip-Prinsip Halal dan Haram
Prinsip-Prinsip Halal dan HaramPrinsip-Prinsip Halal dan Haram
Prinsip-Prinsip Halal dan Haram
 
Uruf wal Adat
Uruf wal AdatUruf wal Adat
Uruf wal Adat
 
Slide sadd al dzar'i
Slide sadd al dzar'iSlide sadd al dzar'i
Slide sadd al dzar'i
 
Tasyri' istilah-istilah fiqh & manhaj 4 imam
Tasyri' istilah-istilah fiqh & manhaj 4 imamTasyri' istilah-istilah fiqh & manhaj 4 imam
Tasyri' istilah-istilah fiqh & manhaj 4 imam
 
25 fatawa ahlus sunnah wal jamaah seri 1 (1)
25 fatawa ahlus sunnah wal jamaah seri 1 (1)25 fatawa ahlus sunnah wal jamaah seri 1 (1)
25 fatawa ahlus sunnah wal jamaah seri 1 (1)
 

More from Amiruddin Ahmad

Keusahawanan 4 rumusan falsafah dan tasawwuf
Keusahawanan 4    rumusan  falsafah  dan  tasawwufKeusahawanan 4    rumusan  falsafah  dan  tasawwuf
Keusahawanan 4 rumusan falsafah dan tasawwufAmiruddin Ahmad
 
Keusahawanan 3 perspektif islam dan pengalaman
Keusahawanan 3     perspektif islam dan pengalamanKeusahawanan 3     perspektif islam dan pengalaman
Keusahawanan 3 perspektif islam dan pengalamanAmiruddin Ahmad
 
Keusahawanan 2 produk dan marketing
Keusahawanan 2     produk dan marketingKeusahawanan 2     produk dan marketing
Keusahawanan 2 produk dan marketingAmiruddin Ahmad
 
Keusahawanan 1 peradaban dan pengenalan
Keusahawanan 1    peradaban dan pengenalanKeusahawanan 1    peradaban dan pengenalan
Keusahawanan 1 peradaban dan pengenalanAmiruddin Ahmad
 
PEMBINAAN ROHANI - BERSYUKUR TANDA PENGABDIAN
PEMBINAAN ROHANI - BERSYUKUR TANDA PENGABDIANPEMBINAAN ROHANI - BERSYUKUR TANDA PENGABDIAN
PEMBINAAN ROHANI - BERSYUKUR TANDA PENGABDIANAmiruddin Ahmad
 
PEMBINAAN ROHANI - SEMBUNYIKAN AMALAN KAMU
PEMBINAAN ROHANI - SEMBUNYIKAN AMALAN KAMUPEMBINAAN ROHANI - SEMBUNYIKAN AMALAN KAMU
PEMBINAAN ROHANI - SEMBUNYIKAN AMALAN KAMUAmiruddin Ahmad
 
Islam trivia 3 nama ahli badar dan muhajirin
Islam trivia  3   nama ahli badar dan muhajirinIslam trivia  3   nama ahli badar dan muhajirin
Islam trivia 3 nama ahli badar dan muhajirinAmiruddin Ahmad
 
Islam trivia 2 perihal sahabah
Islam trivia  2   perihal sahabahIslam trivia  2   perihal sahabah
Islam trivia 2 perihal sahabahAmiruddin Ahmad
 
MAQASID SYARAK UNTUK PEMULA
MAQASID SYARAK UNTUK PEMULAMAQASID SYARAK UNTUK PEMULA
MAQASID SYARAK UNTUK PEMULAAmiruddin Ahmad
 
1. FIQH AWLAWIYYAT DAN PENERAPANNYA
1. FIQH AWLAWIYYAT DAN PENERAPANNYA1. FIQH AWLAWIYYAT DAN PENERAPANNYA
1. FIQH AWLAWIYYAT DAN PENERAPANNYAAmiruddin Ahmad
 
1. FIQH AWLAWIYYAT DAN MAQASID SYRAK
1. FIQH AWLAWIYYAT DAN MAQASID SYRAK1. FIQH AWLAWIYYAT DAN MAQASID SYRAK
1. FIQH AWLAWIYYAT DAN MAQASID SYRAKAmiruddin Ahmad
 
1. FIQH AWLAWIYYAT DAN FIQH MUWAZZANAH
1. FIQH AWLAWIYYAT DAN FIQH MUWAZZANAH1. FIQH AWLAWIYYAT DAN FIQH MUWAZZANAH
1. FIQH AWLAWIYYAT DAN FIQH MUWAZZANAHAmiruddin Ahmad
 
MUHAMMAD IQBAL - SPIRITUAL FATHER OF PAKISTAN
MUHAMMAD IQBAL - SPIRITUAL FATHER OF PAKISTANMUHAMMAD IQBAL - SPIRITUAL FATHER OF PAKISTAN
MUHAMMAD IQBAL - SPIRITUAL FATHER OF PAKISTANAmiruddin Ahmad
 
KHALID AL WALID - GREATEST WARRIOR EVER
KHALID AL WALID  - GREATEST WARRIOR EVERKHALID AL WALID  - GREATEST WARRIOR EVER
KHALID AL WALID - GREATEST WARRIOR EVERAmiruddin Ahmad
 
DISRAELI AND WEISHAUPT -- THINKING
DISRAELI  AND  WEISHAUPT  -- THINKINGDISRAELI  AND  WEISHAUPT  -- THINKING
DISRAELI AND WEISHAUPT -- THINKINGAmiruddin Ahmad
 
Qawaribun najah .. BAHTERA PENYELAMAT UNTUK DUAT - FATHI YAKAN
Qawaribun najah .. BAHTERA PENYELAMAT UNTUK DUAT - FATHI YAKANQawaribun najah .. BAHTERA PENYELAMAT UNTUK DUAT - FATHI YAKAN
Qawaribun najah .. BAHTERA PENYELAMAT UNTUK DUAT - FATHI YAKANAmiruddin Ahmad
 

More from Amiruddin Ahmad (20)

Nasihat As - Sya'rawi
Nasihat As - Sya'rawiNasihat As - Sya'rawi
Nasihat As - Sya'rawi
 
Keusahawanan 4 rumusan falsafah dan tasawwuf
Keusahawanan 4    rumusan  falsafah  dan  tasawwufKeusahawanan 4    rumusan  falsafah  dan  tasawwuf
Keusahawanan 4 rumusan falsafah dan tasawwuf
 
Keusahawanan 3 perspektif islam dan pengalaman
Keusahawanan 3     perspektif islam dan pengalamanKeusahawanan 3     perspektif islam dan pengalaman
Keusahawanan 3 perspektif islam dan pengalaman
 
Keusahawanan 2 produk dan marketing
Keusahawanan 2     produk dan marketingKeusahawanan 2     produk dan marketing
Keusahawanan 2 produk dan marketing
 
Keusahawanan 1 peradaban dan pengenalan
Keusahawanan 1    peradaban dan pengenalanKeusahawanan 1    peradaban dan pengenalan
Keusahawanan 1 peradaban dan pengenalan
 
PEMBINAAN ROHANI - BERSYUKUR TANDA PENGABDIAN
PEMBINAAN ROHANI - BERSYUKUR TANDA PENGABDIANPEMBINAAN ROHANI - BERSYUKUR TANDA PENGABDIAN
PEMBINAAN ROHANI - BERSYUKUR TANDA PENGABDIAN
 
PEMBINAAN ROHANI - SEMBUNYIKAN AMALAN KAMU
PEMBINAAN ROHANI - SEMBUNYIKAN AMALAN KAMUPEMBINAAN ROHANI - SEMBUNYIKAN AMALAN KAMU
PEMBINAAN ROHANI - SEMBUNYIKAN AMALAN KAMU
 
Maqasid syarak
Maqasid syarakMaqasid syarak
Maqasid syarak
 
Islam trivia 3 nama ahli badar dan muhajirin
Islam trivia  3   nama ahli badar dan muhajirinIslam trivia  3   nama ahli badar dan muhajirin
Islam trivia 3 nama ahli badar dan muhajirin
 
Islam trivia 2 perihal sahabah
Islam trivia  2   perihal sahabahIslam trivia  2   perihal sahabah
Islam trivia 2 perihal sahabah
 
MAQASID SYARAK UNTUK PEMULA
MAQASID SYARAK UNTUK PEMULAMAQASID SYARAK UNTUK PEMULA
MAQASID SYARAK UNTUK PEMULA
 
1. FIQH AWLAWIYYAT DAN PENERAPANNYA
1. FIQH AWLAWIYYAT DAN PENERAPANNYA1. FIQH AWLAWIYYAT DAN PENERAPANNYA
1. FIQH AWLAWIYYAT DAN PENERAPANNYA
 
1. FIQH AWLAWIYYAT DAN MAQASID SYRAK
1. FIQH AWLAWIYYAT DAN MAQASID SYRAK1. FIQH AWLAWIYYAT DAN MAQASID SYRAK
1. FIQH AWLAWIYYAT DAN MAQASID SYRAK
 
1. FIQH AWLAWIYYAT DAN FIQH MUWAZZANAH
1. FIQH AWLAWIYYAT DAN FIQH MUWAZZANAH1. FIQH AWLAWIYYAT DAN FIQH MUWAZZANAH
1. FIQH AWLAWIYYAT DAN FIQH MUWAZZANAH
 
MUHAMMAD IQBAL - SPIRITUAL FATHER OF PAKISTAN
MUHAMMAD IQBAL - SPIRITUAL FATHER OF PAKISTANMUHAMMAD IQBAL - SPIRITUAL FATHER OF PAKISTAN
MUHAMMAD IQBAL - SPIRITUAL FATHER OF PAKISTAN
 
KHALIL GIBRAN
KHALIL GIBRANKHALIL GIBRAN
KHALIL GIBRAN
 
KHALID AL WALID - GREATEST WARRIOR EVER
KHALID AL WALID  - GREATEST WARRIOR EVERKHALID AL WALID  - GREATEST WARRIOR EVER
KHALID AL WALID - GREATEST WARRIOR EVER
 
DISRAELI AND WEISHAUPT -- THINKING
DISRAELI  AND  WEISHAUPT  -- THINKINGDISRAELI  AND  WEISHAUPT  -- THINKING
DISRAELI AND WEISHAUPT -- THINKING
 
Qawaribun najah .. BAHTERA PENYELAMAT UNTUK DUAT - FATHI YAKAN
Qawaribun najah .. BAHTERA PENYELAMAT UNTUK DUAT - FATHI YAKANQawaribun najah .. BAHTERA PENYELAMAT UNTUK DUAT - FATHI YAKAN
Qawaribun najah .. BAHTERA PENYELAMAT UNTUK DUAT - FATHI YAKAN
 
Leader vs manager
Leader vs managerLeader vs manager
Leader vs manager
 

Recently uploaded

tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxmawan5982
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docxbkandrisaputra
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggeraksupriadi611
 
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptxMateri Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptxc9fhbm7gzj
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxModul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxherisriwahyuni
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)3HerisaSintia
 
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxKesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxDwiYuniarti14
 
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdfShintaNovianti1
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMmulyadia43
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxFuzaAnggriana
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptArkhaRega1
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Abdiera
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfElaAditya
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisNazla aulia
 
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxSyaimarChandra1
 
Ppt tentang perkembangan Moral Pada Anak
Ppt tentang perkembangan Moral Pada AnakPpt tentang perkembangan Moral Pada Anak
Ppt tentang perkembangan Moral Pada Anakbekamalayniasinta
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxJamhuriIshak
 
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxMODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxarnisariningsih98
 
Model Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public RelationsModel Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public RelationsAdePutraTunggali
 
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxIPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxErikaPuspita10
 

Recently uploaded (20)

tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docxtugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
tugas 1 anak berkebutihan khusus pelajaran semester 6 jawaban tuton 1.docx
 
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docxLembar Observasi Pembelajaran di  Kelas.docx
Lembar Observasi Pembelajaran di Kelas.docx
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
 
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptxMateri Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
Materi Bimbingan Manasik Haji Tarwiyah.pptx
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docxModul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
Modul Ajar Bahasa Indonesia - Menulis Puisi Spontanitas - Fase D.docx
 
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
Karakteristik Negara Mesir (Geografi Regional Dunia)
 
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptxKesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
Kesebangunan Segitiga matematika kelas 7 kurikulum merdeka.pptx
 
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
 
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 pptppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
ppt-modul-6-pend-seni-di sd kelompok 2 ppt
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
 
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdfTUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
TUGAS GURU PENGGERAK Aksi Nyata Modul 1.1.pdf
 
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
 
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
 
Ppt tentang perkembangan Moral Pada Anak
Ppt tentang perkembangan Moral Pada AnakPpt tentang perkembangan Moral Pada Anak
Ppt tentang perkembangan Moral Pada Anak
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
 
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptxMODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
MODUL 2 BAHASA INDONESIA-KELOMPOK 1.pptx
 
Model Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public RelationsModel Manajemen Strategi Public Relations
Model Manajemen Strategi Public Relations
 
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptxIPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
IPA Kelas 9 BAB 10 - www.ilmuguru.org.pptx
 

Qawaid fiqh pt 2

  • 2. POWERPOINT TELAH DISEDIAKAN UNTUK UMMAH UNTUK DIMANFAATKAN OLEH MUSLIMIN DAN MUSLIMAT YANG MERASAKAN BAHAWA ILMU YANG DISAMPAIKAN INI BERMANFAAT . TERUSKAN USAHA GIGIH BERDAKWAH SECARA SUNNAH , BERJEMAAH , TELUS , DAN BERSISTEMATIK TERIMA KASIH KEPADA SAHABAT-SHABAT YANG TELAH MEMBERI SEMANGAT DAN KEINGINAN UNTUK MENCARI HIKMAH YANG HILANG 2
  • 3. ُ‫م‬َ‫د‬َ‫ع‬‫أل‬ ِ‫ة‬َ‫ض‬ ِ‫ار‬َ‫ع‬‫أل‬ ِ‫ة‬‫ا‬َ‫ف‬ِّ ِ‫الص‬ ‫في‬ ُ‫ل‬‫أألص‬ Segala sesuatu itu mempunyai sifat. Dan sifat ini ada dua macam; a. Sifat asli, yaitu dasar yang ada pada sesuatu pertama kali. Misalnya, pada dasarnya barang dagangan itu tidak ada cacatnya. b. Sifat baru, maksudnya adalah sifat yang baru timbul dan sebelumnya tidak ada itu dihukumi tidak ada. Maka yg dimaksud dengan kaidah adalah bahwa kalau terjadi peselisihan akan adanya sebuah sifat yg baru ataukah tidak ada, maka yg dibenarkan adalah ucapan orang yg berpegangan pada ketidaan, karena itulah hukum dasar segala sesuatu. Kaidah : Seseorang membeli kereta. Beberapa hari kemudian si pembeli komplain bahwa di kereta tersebut terdapat “cacat” yang terjadi sebelum transaksi jual beli. Si penjual mengatakan bahwa ketika dijual kereta dalam keadaan baik. Cacat tersebut terjadi setelah terjadi transaksi. Dlm kes ini penjual dianggap benar dgn mengucapkan sumpah. Apabila terjadi persengketaan antara penjual dan pembeli tentang cacat barang yang diperjual belikan, maka dianggap adalah perkataan si penjual, karena pada asalnya cacat itu tidak ada. YANG KUAT DARI SIFAT YANG MENDATANG ADALAH `TIDAK ADA’ 3
  • 4. ُ‫م‬‫ي‬ ِ‫ر‬‫أ‬‫ح‬َّ‫ت‬‫ال‬ ِِّ‫ار‬َ‫ض‬َ‫م‬‫أ‬‫ل‬‫ا‬ ‫ي‬ِ‫ف‬ ُ‫ل‬‫أ‬‫ص‬َ ‫أ‬‫األ‬ Taqiyuddin An-Nabhani dalam kitabnya Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah, III/451 menjelaskan bahwa segala sesuatu materi (benda) yang berbahaya, selama tidak terdapat nash syar’i tertentu yang melarang, memerintah, atau membolehkan, maka hukumnya haram. Sebab syari’at telah mengharamkan terjadinya bahaya. Jadi apabila alkohol tergolong materi yang membahayakan, maka hukum alkohol adalah haram. Hujjah ini akan menjadi kuat apabila didukung dengan dalil yang kuat pula. Adapun Alkohol yang dihasilkan dari perasan buah itu ada dua macam: memabukkan dan tidak memabukkan. Adapun yang memabukkan adalah najis menurut kami dan menurut jumhur ulama, dan meminumnya adalah haram. Dia mempunyai hukum arak dalam hal menajiskan dan mengharamkan serta kewajiban hukum had. Alkohol itu memang ada yang halal dan suci seperti alkohol yang terdapat dalam air tapai, buah apel, buah anggur dan lain sebagainya. Akan tetapi kalau air tapai itu misalnya didiamkan beberapa hari sampai keadaannya dapat memabukkan jika diminum, maka menjadi tidak halal dan tidak suci. Jadi illat yang membuat alkohol haram dan tidak suci adalah sifatnya yang membahayakan. Dalam kaidah fiqhiyah mengenai sucinya alkohol dijelaskan pula bahwa alkohol tidaklah haram. Pernyataan ini merujuk pada pendapat Syaikh Ibnu Utsaimin Rohimahullah dalam Fatawa Syaikh Utsaimin halaman 210 yaitu “tidak ada dalil yang menunjukkan najisnya dzat khomr.” “Dan jika tidak ada dalil yang menunjukan demikian itu maka dzatk homr adalah suci karena (kaidah mengatakan) asal segala sesuatu adalah suci dan tidak setiap yang haram itu najis, sebagaimana racun itu haram namun tidak najis” . hukum asal benda yang berbahaya (mudharat) adalah haram 4
  • 5. ِ‫ير‬َ‫غ‬‫ال‬ َّ‫ق‬َ‫ح‬ ُ‫ل‬ِ‫بط‬ُ‫ي‬ َ‫َل‬ ُ‫ار‬َ‫ر‬ِ‫أإلضط‬ Contohnya, seseorang dalam keadaan lapar dan dia akan mati jika tidak makan,maka satu-satunya cara adalah dengan mencuri. Keadaan seperti ini adalah tidak dibenarkan kerana pengguguran terhadap keterpaksaan ini mengganggu hak orang lain , maka jalan keluar orang tersebut boleh makan makanan yang haram seperti makan bangkai, khinzir dan sebagainaya. Keterpaksaan tidak membatalkan hak orang lain 5
  • 6. َ‫ع‬َ‫س‬َّ‫ت‬‫إ‬ َ‫ق‬‫ا‬َ‫ض‬ ‫ا‬َ‫ذ‬ِ‫ا‬ ُ‫أألمر‬ Syarah : SESUATU ITU APABILA SEMPIT MENJADI LUAS. 6
  • 7. ِ‫ه‬ِِّ‫د‬ ِ‫ض‬ ‫أ‬‫َن‬‫ع‬ ٌ‫ي‬‫أ‬‫ه‬َ‫ن‬ ِ‫ء‬‫أ‬‫ي‬َّ‫ش‬‫ال‬ِ‫ب‬ ُ‫ر‬‫أ‬‫م‬َ‫أل‬‫ا‬ PERINTAH TERHADAP SESUATU, BERARTI MELARANG TERHADAP KEBALIKANNYA Perintah untuk iman, berarti melarang (dari berbuat) kufur. Perintah untuk berdiri, berarti melarang (supaya tidak) duduk, tidur miring, sujud. Karena perintah mengerjakan sesuatu menunjukkan bahwa yang diperintahkan adalah wajib. Dan yang menjadi keharusanperintah mengerjakan hal yang wajib adalah meninggalkan semua kebalikannya. Dan jika keikutsertaan umat Islam dalam pilihanraya adalah sebuah keharusan, maka harus memperhatikan ketentuan ketentuan berikut : 1. memberikan hak suara adalah amanah, maka harus berhati2 dalam memilih, dengan menggunakan akal dan perasaan. 2. memberikan hak suara adalah kesaksian, maka harus diberikan kepada org2 yg komitmen pada Islam, dengan memilih orang2 yg agamis dan nasionalis (cinta tanah air) yang memiliki kelayakan dan kemampuan untuk menjaga amanat. 3. memberikan hak suara adalah ibadah, maka tidak boleh diberikan kepada orang orang yang sarat dengan masalah, yang tidak sesuai dgn ketentuan syar’i 4. tidak memberikan hak suara kepada orang yang bercita2 meminta jabatan. 7
  • 8. ُ‫ة‬َ‫ح‬‫ا‬َ‫ب‬‫اإل‬ ُ‫د‬‫أ‬‫ي‬ِ‫ف‬ُ‫ي‬ ِ‫ي‬‫أ‬‫ه‬َّ‫ن‬‫ال‬ َ‫د‬‫أ‬‫ع‬َ‫ب‬ ُ‫ر‬‫أ‬‫م‬َ‫أل‬‫ا‬ APABILA ADA AMAR SETELAH NAHI, MAKA ITU MENUNJUKKAN MUBAH Artinya, apabila sesuatu perbuatan yang semula telah dilarang, kemudian datang perintah untuk mengerjakan, perintah yang kemudian ini berarti hanya membolehkan( bukan mewajibkan). Misalnya: ‫فزوروها‬ ‫األن‬ ‫القبر‬ ‫زيارة‬ ‫عن‬ ‫نهيتكم‬ ‫كنت‬ Perintah ziarah kubur disini bukan berarti wajib dan bukan pula haram, perintah ini diberikan setelah adanya larangan, tetapi hanya untuk menunjukkan ibahah(dibolehkan): 8
  • 9. ِ‫ه‬ِ‫ل‬‫ـ‬ِ‫ئ‬‫ا‬َ‫س‬َ‫و‬ِ‫ب‬ ٌ‫أمر‬ ِ‫ئ‬‫أ‬‫ي‬‫َـ‬‫ش‬‫ال‬ِ‫ب‬ ُ‫األمر‬ MEMERINTAH PADA SESUATU ITU BERARTI MEMERINTAH PADA PERANTARANYA (wasilahnya) Sehingga kaidah fiqh di atas bisa ditambah dengan kaidah usul fiqh sbg berikut : ‫بوسائله‬ ‫أمر‬ ‫بالشيء‬ ‫األمر‬ ‫في‬ ‫األصل‬ Pada dasarnya sholat mempunyai rukun-rukun yang harus dilakukan anatra lain rukun sholat adalah membaca Al-Fatihah. Di sinilah timbul permasalahan yang kedua yang telah disebutkan dalam rumusan masalah, yaitu apakah basmalah merupakan ayat dari surat Al-Fatihah. Dasar inilah yang akan menjadi jawaban atas semuanya masalah yang ada. Dengan demikian alangkah lebih baiknya setiap permasalahn dibahas . Membaca Surat al-Fatihah merupakan rukun shalat, baik dalam shalat fardhu maupun shalat sunnah. Hal ini didasarkan pada Hadits Nabi SAW berikut ini: َ‫ة‬ َ‫َل‬َ‫ص‬ َ‫َل‬ َ‫م‬َّ‫ل‬َ‫س‬ َ‫و‬ ِ‫ه‬ْ‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬ ُ‫هللا‬ ‫ى‬َّ‫ل‬َ‫ص‬ ُّ‫ي‬ِ‫ب‬َّ‫ن‬‫ال‬ ِ‫ه‬ِ‫ب‬ ُ‫غ‬ُ‫ل‬ْ‫ب‬َ‫ي‬ ٍ‫ت‬ِ‫ام‬َ‫ص‬ ِ‫ْن‬‫ب‬ َ‫ة‬َ‫د‬‫ا‬َ‫ب‬ُ‫ع‬ ْ‫ن‬َ‫ع‬ِ‫ة‬َ‫ح‬ِ‫ت‬‫ا‬َ‫ف‬ِ‫ب‬ ْ‫أ‬َ‫ر‬ْ‫ق‬َ‫ي‬ ْ‫م‬َ‫ل‬ ْ‫ن‬َ‫م‬ِ‫ل‬ِِ‫ا‬َ‫ت‬ِ‫ك‬ْ‫ال‬ Dari ‘Ubadah bin Shamit, Nabi SAW menyampaikan padanya bahwa tidak sah shalatnya orang yang tidak membaca suratt al-Fatihah. (HR Muslim). 9
  • 10. Sementara basmalah merupakan ayat dari Surat al-Fatihah. Maka tidak sah jika seseorang shalat tanpa membaca basmalah berdasarkan dgn firman Allah SWT : َ‫يم‬ِ‫ظ‬َ‫ع‬ْ‫ال‬ َ‫آن‬ ْ‫ر‬ُ‫ق‬ْ‫ال‬ َ‫و‬ ‫ي‬ِ‫ن‬‫ا‬َ‫ث‬َ‫م‬ْ‫ال‬ َ‫ن‬ِ‫م‬ ً‫ا‬‫ْع‬‫ب‬َ‫س‬ َ‫َاك‬‫ن‬ْ‫ي‬َ‫ت‬‫آ‬ ْ‫د‬َ‫ق‬َ‫ل‬ َ‫و‬ Dan sungguh Kami telah berikan kepadamu (Nabi Muhammad) tujuh ayat yang berulang2 dan Al-Qur’an yang agung. (QS al-Hijr: 87) Adapun jika tidak ada dalil yang mengkhususkan wasilah / sarana tersebut, maka wasilah terbagi menjadi 3 mcm : 1. wasilah yang pasti yang bisa menyampaikan kepada tujuan perbuatan tersebut, maka wasilah ini dihukumi sesuai dengan perbuatannya, dan para ahlul ushul mengungkapkan jika berhubungan dengan hal-hal yang wajib dengan qaidah : “ ِ‫واج‬ ‫فهو‬ ‫به‬ ‫إَل‬ ِ‫الواج‬ ‫يتم‬ ‫َل‬ ‫ما‬”. tidak sempurnalah suatu kewajiban kecuali dengannya maka mengunakanya menjadi wajib. Misalnya : mencuci kaki tatkala berwudhu, dan tidaklah sempurna mencuci kaki kecuali harus mencuci sebagian betis ( kaki bagian bawah diatas mata kaki) maka mencuci sebagian betis adalah wajib, atau misal berjalan menuju masjid untuk menegakkan sholat wajib berjama’ah diatas. Jika seorang perempuan bercampur dgn laki2 bukan mahrom ,sedang lelaki itu adalah haram baginya, karena tidak ada ikatan pernikahan dan tidak boleh menyentuhnya ( jima’ ) dan tidak ada ikatan persaudaraan, maka tidaklah sempurna menjauhi lelaki asing yang haram baginya itu kecauli dengan menjauhi ikthilat ( bercampur baur ) maka ikthilat itu menjadi haram. …..sambung MEMERINTAH PADA SESUATU ITU BERARTI MEMERINTAH PADA PERANTARANYA (wasilahnya) 10
  • 11. 2 .Wasilah atau sarana yang digunakan dalam masalah yang sangat jarang ( tidak umum ) , maka sarana ini tidak dihukumi seperti tujuan perbuatan tersebut, maksudnya jarang ( nadir ) adalah tidak umum dibahas dalam syari’at. misalnya : jika ada yang berkata ; janganlah kamu menanam anggur, supaya buahnya tidak dijadikan minuman keras, maka kita jawab; sarana ini ( menanam angur ) merupakan sarana yang di gunakan dalam masalah yang jarang dilakukan, maka tidak dihukumi sesuai dengan perbuatannya menjadikannya sebagai minuman keras, ( karena umumnya anggur untuk dimakan, walaupun ada yang menjadikanya minuman keras namun tidak menjadi suatu hal umum. 3 .Wasilah /sarana yang digunakan untuk suatu tujuan perkara yang agak samar, dan para fuqoha berselisih pendapat dalam masalah ini Misalnya: menjual anggur ke pabrik pembuatan minuman keras, atau menjual senjata di saat terjadi fitnah, atau menjual senjata tatkala terjadi peperangan dikalangan intern kaum muslimin, Kalangan dhohiriyyah, sebagian syafii’yah dan hanafiyyah berpendapat: tidak melarangnya di saat itu, dan tidak dihukumi dengan keharamannya, dan tidak apa-apa menjual anggur ke pabrik pembuat minuman keras, dan mereka berdalil dengan kaidah : …..sambung MEMERINTAH PADA SESUATU ITU BERARTI MEMERINTAH PADA PERANTARANYA (wasilahnya) 11
  • 12. Misalnya: menjual anggur ke pabrik pembuatan minuman keras, atau menjual senjata di saat terjadi fitnah, atau menjual senjata tatkala terjadi peperangan dikalangan intern kaum muslimin, Kalangan dhohiriyyah, sebagian syafii’yah dan hanafiyyah berpendapat: tidak melarangnya di saat itu, dan tidak dihukumi dengan keharamannya, dan tidak apa-apa menjual anggur ke pabrik pembuat minuman keras, dan mereka berdalil dengan kaidah : Asalnya perbuatan ini ( jual-beli ) adalah boleh dan halal, dengan dalil: “Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya).” ( QS an nisa':59) dan juga firmannya : “Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, Maka putusannya (terserah) kepada Allah” ( QS as syurA:10) Pendapat yang kedua dalam masalah ini : bahwasanya sarana tersebut dalam masalah seperti ini dihukumi dengan maksud dan tujuan dari perbuatannya, dan wasilah / sarana tersebut dihukumi dengan hal yang merusak pada umumnya, yaitu dengan hukum haram, adapun dalilnya : bahwasanya Allah ( ‫وتعالى‬ ‫سبحانه‬) telah memperingatkan dan melarang semua hal dan sarana yang digunakan dalam perkara yang merusak dan hal ini banyak sekali disebutkan dalam syari’at diantaranya firman Allah . …..sambung MEMERINTAH PADA SESUATU ITU BERARTI MEMERINTAH PADA PERANTARANYA (wasilahnya) 12
  • 13. Dan janganlah kamu memaki sembahan2 yang mereka sembah selain Allah, Karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan ( QS: al an’am : 108 ) Dalam ayat ini Allah melarang kita untuk mencaci maki sembahan orang-orang musyrik, karena bisa menyebabkan mereka akan mencaci maki Allah , sedangkan mencaci maki Allah adalah hal yang haram, maka segala sarana yang digunakan untuk sesuatu yang haram hukumnya juga haram. Adapun dalil yang kedua : bahwasanya kita berhati-hati dan memperingatkan segala sarana yang bisa di gunakan dalam perkara yang haram menunjukkan kesungguhan dalam memegangi dan mengamalkan nash al qur’an dan syari’at islam pada umumnya, disaat kita melarang dari suatu hal yang haram, maka kita juga harus melarang semua jalan dan sarana yang digunakan dalam hal yang haram, dan ini menunjukkan bahwasanya hal tersebut lebih berpegang teguh dengan dalil dan nash syar’iiyah, dan inilah madzhab jumhur dan pendapat ini lebih kuat dan lebih rajih dari pada pendapat yang pertama. Adapun masalah tambahan ( az zawa’id ) dan hal- hal penyempurna, maka hukum asalnya bisa mendapatkan pahala ataupun dosa misalnya: pulang dari masjid setelah menjalankan sholat ( perbuatan utamanya sholat penyempurnannya pulang dari masjid , maka hal ini mendapatkan pahala. …..sambung MEMERINTAH PADA SESUATU ITU BERARTI MEMERINTAH PADA PERANTARANYA (wasilahnya) 13
  • 14. ‫ا‬َ‫ه‬ِ‫د‬ ِ‫اص‬َ‫ق‬َ‫م‬ِ‫ب‬ ُ‫ور‬ُ‫م‬ُ‫َل‬َ‫ا‬ SEGALA PERKERJAAN / URUSAN MENGIKUT MAKSUDNYA Bahwa perbuatan seorang muslim yang mukalaf dan berakal sehat baik dari segi perkataan atau perbuatan berbeda hasil dan hukum syariahnya yang timbul darinya karena perbedaan maksud dan tujuan orang tersebut di balik perbuatannya. contoh: Barangsiapa yang mengatakan pada yang lain "Ambillah uang ini", maka ia boleh saja berniat sedekah maka itu menjadi pemberian; atau niat menghutangkan, maka wajib dikembalikan; atau sbg amanah, maka wajib menjaga dan dikembalikan. Syafiiyyah berpendapat bahwa penekanan hadits ini berkisar tentang ‘keabsahan (legalitas) sebuah pekerjaan’, sementara golongan Hanafiyyah menafsirkannya dengan ‘kesempurnaan pekerjaan’. Ibnu Hajar al Haytami menyatakan bahwa penafsiran kalangan Syafiiyah lebih unggul (awla) karena lebih mendekati makna hakiki dibanding muatan makna majazi yang diungkapkan oleh Hanafiyyah. Berbeda dgn ulama mutaakhkhirin madzhab Hanbali yang mengemukakan bahwa yg dimaksud dgn amal perbuatan pada hadits di atas hanyalah amal-amal syar’i atau perbuatan yang dilakukan dalam konstruksi hukum-hukum syari’at. 14
  • 15. ُ‫األمر‬ُ‫ﺩ‬‫ِﻴ‬‫ﻔ‬ُ‫ﻴ‬ُ‫ب‬ ‫أ‬‫و‬ُ‫ج‬ُ‫و‬‫أ‬‫ل‬‫ا‬ PETUNJUK PERINTAH (AMR) MENUNJUKAN WAJIB Hukum memakai jilbab: Allah ‫وجل‬ ‫عز‬ berfirman: ِ‫ه‬ْ‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬ َ‫ين‬ِ‫ن‬ْ‫د‬ُ‫ي‬ َ‫ين‬ِ‫ن‬ِ‫م‬ْ‫ؤ‬ُ‫م‬ْ‫ال‬ ِ‫اء‬َ‫س‬ِ‫ن‬ َ‫و‬ َ‫ك‬ِ‫ت‬‫َا‬‫ن‬َ‫ب‬ َ‫و‬ َ‫ك‬ ِ‫اج‬ َ‫و‬ ْ‫ز‬َ ِ‫أل‬ ْ‫ل‬ُ‫ق‬ ُّ‫ي‬ِ‫ب‬َّ‫ن‬‫ال‬ ‫ا‬َ‫ه‬ُّ‫ي‬َ‫أ‬ ‫ا‬َ‫ي‬َ‫ك‬ِ‫ل‬َ‫ذ‬ َّ‫ن‬ِ‫ه‬ِ‫ب‬‫ي‬ِ‫ب‬ َ‫َل‬َ‫ج‬ ْ‫ن‬ِ‫م‬ َّ‫ن‬ْ‫ي‬َ‫ذ‬ْ‫ؤ‬ُ‫ي‬ َ‫َل‬َ‫ف‬ َ‫ن‬ْ‫ف‬ َ‫ر‬ْ‫ع‬ُ‫ي‬ ْ‫ن‬َ‫أ‬ ‫َى‬‫ن‬ْ‫د‬َ‫أ‬‫ا‬ً‫ور‬ُ‫ف‬َ‫غ‬ ُ َّ‫اَّلل‬ َ‫ان‬َ‫ك‬ َ‫و‬ َ‫ن‬ ‫ا‬ً‫م‬‫ي‬ ِ‫ح‬َ‫ر‬ “Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (Al-Ahzab: 59) Ayat di atas merupakan perintah kepada kaum mukminah untuk memakai jilbab. Sedangkan dalam qaidah ushul fiqh: “ ِ‫الوجو‬ ‫يفيد‬ ‫األمر‬ ‫في‬ ‫األصل‬”( asal perintah dalam nash itu menunjukkan kewajiban). Berarti perintah berjilbab dalam ayat ini bersifat wajib. Kecuali kalau ada dalil lain yang memalingkan dari hukum wajib itu menjadi hukum lain. 15
  • 16. ٌ‫وب‬ُ‫ب‬‫ح‬َ‫م‬ ‫ا‬َ‫ه‬ ِ‫ير‬َ‫غ‬ ‫في‬ ٌ‫ه‬‫و‬ُ‫كر‬َ‫م‬ ِ‫ب‬‫ر‬ُ‫ق‬‫ال‬ ‫في‬ ُ‫ار‬َ‫ث‬‫أإلي‬ Allah s.w.t memuji orang-orang Ansar yang bersifat Itsar. Mereka mendahulukan keperluan orang Muhajirin di atas kehendak mereka sendiri. Firman Allah : َ‫ِين‬‫ذ‬َّ‫ٱل‬ َ‫و‬‫و‬ُ‫ء‬ َّ‫و‬َ‫ب‬َ‫ت‬َ‫َّار‬‫د‬‫ٱل‬َ‫ن‬ٰ‫ـ‬َ‫م‬‫ي‬ِ ‫إ‬‫ٱۡل‬ َ‫و‬‫ن‬ِ‫م‬‫إ‬‫م‬ِ‫ه‬ِ‫ل‬‫إ‬‫ب‬َ‫ق‬َ‫ُّون‬‫ب‬ ِ‫ح‬ُ‫ي‬‫إ‬‫ن‬َ‫م‬َ‫ر‬َ‫ج‬‫َا‬‫ه‬‫إ‬‫م‬ِ‫ہ‬‫إ‬‫ي‬َ‫ل‬ِ‫إ‬َ‫َل‬ َ‫و‬َ‫ُون‬‫د‬ ِ‫ج‬َ‫ي‬‫ى‬ِ‫ف‬ِ‫ُور‬‫د‬ُ‫ص‬‫إ‬‫م‬ِ‫ه‬ً‫ة‬َ‫ج‬‫ا‬َ‫ح‬‫آ‬َّ‫م‬ِ‫م‬ْ‫ا‬‫و‬ُ‫ت‬‫و‬ُ‫أ‬َ‫ون‬ُ‫ر‬ِ‫ث‬ ‫إ‬‫ؤ‬ُ‫ي‬ َ‫و‬ٰ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬‫إ‬‫م‬ِ‫ہ‬ِ‫س‬ُ‫ف‬‫ن‬َ‫أ‬‫إ‬‫و‬َ‫ل‬ َ‫و‬َ‫ان‬َ‫ك‬‫إ‬‫م‬ِ‫ہ‬ِ‫ب‬َ‫خ‬‫ة‬َ‫ص‬‫ا‬َ‫ص‬‫ن‬َ‫م‬ َ‫و‬َ‫ُوق‬‫ي‬ َّ‫ح‬ُ‫ش‬‫ۦ‬ِ‫ه‬ِ‫س‬‫إ‬‫َف‬‫ن‬َ‫ك‬ِٕ‫ٮ‬ٰ‫ـ‬َ‫ل‬ ْ‫و‬ُ‫أ‬َ‫ف‬ُ‫م‬ُ‫ه‬َ‫ون‬ُ‫ح‬ِ‫ل‬‫إ‬‫ف‬ُ‫م‬‫إ‬‫ٱل‬ Dan orang-orang yang telah tinggal di situ (Madinah) dan telah beriman [Ansar] sebelum [kedatangan] mereka [Muhajirin], mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka [orang Muhajirin]; dan mereka mengutamakan [orang-orang Muhajirin], atas diri mereka sendiri sekalipun mereka sendiri memerlukan. Dan siapa yang dipelihara daripada sifat kedekut dalam dirinya, mereka itulah orang-orang yang berjaya. (Al-Hasyr : 9) Akan tetapi, sifat mengutamakan org lain hanyalah digalakkan dalam bab keduniaan. Adapun dalam bab ibadah, kita hendaklah berlumba-lumba melakukan kebaikan. MENGUTAMAKAN ORG LAIN DALAM IBADAH ADALAH MAKRUH TETAPI DALAM SELAINNYA DISENANGI 16
  • 17. Antara contoh kesilapan ialah menyuruh orang lain menduduki saf hadapan dalam solat sedangkan kita solat di saf kedua. Yang wajar dilakukan ialah kita merebut saf pertama tersebut. Imam as-Sayuti dalam al-Ashbah wa an-Nazhair menyebut: ‫القاعدة‬‫الثالثة‬‫اۡليثار‬‫في‬ِ‫القر‬‫مكروه‬ . ‫وفي‬‫غيرها‬ِ‫محبو‬ . ‫قال‬‫تعالى‬ ( { ‫ويؤثرون‬‫على‬‫أنفسهم‬‫ولو‬‫كان‬‫بهم‬‫خصاصة‬ } . Kaedah :Mengutamakan orang lain dalam ibadah adalah makruh, dalam hal selain ibadah adalah digalakkan. Allah berfirman:dan mereka (orang Ansar) juga mengutamakan orang-orang yang berhijrah itu lebih daripada diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam keadaan kekurangan dan amat berhajat [al-Hasyr : 9] ‫قال‬‫الشيخ‬‫عز‬‫الدين‬ : ‫َل‬‫إيثار‬‫في‬‫القربات‬،‫فَل‬‫إيثار‬‫بماء‬‫الطهارة‬،‫وَل‬‫بستر‬‫العورة‬ ‫وَل‬‫بالصف‬‫األول‬ ; ‫ألن‬‫الغرض‬‫بالعبادات‬ : ‫التعظيم‬،‫واۡلجَلل‬ . ‫فمن‬‫آثر‬‫به‬،‫فقد‬‫ترك‬‫إجَلل‬‫اۡلله‬‫وتعظيمه‬ . Shaikh Izzuddin berkata: Tidak ada itsar (mendahulukan orang lain) dalam ibadah. Tiada itsar dalam hal air untuk bersuci, tidak jua dalam hal menutup aurat, tidak jua dalam hal saf pertama. Ini kerana objektif ibadah adalah untuk membesarkan dan mengagungkan (Allah). Sesiapa yang mendahulukan orang lain dalam hal tersebut, sesungguhnya dia telah meninggalkan perbuatan mengagungkan dan membesarkan Allah. …..sambungan MENGUTAMAKAN ORG LAIN DALAM IBADAH ADALAH MAKRUH TETAPI DALAM SELAINNYA DISENANGI 17
  • 18. ِ‫اص‬َ‫ق‬َ‫م‬ْ‫ال‬ ْ‫ن‬ِ‫م‬ ً‫ة‬َ‫ب‬ْ‫ت‬ُ‫ر‬ ُ‫ض‬َ‫ف‬ْ‫خ‬َ‫ا‬ ُ‫ل‬ِ‫ئ‬‫ا‬َ‫س‬َ‫الو‬ِ‫د‬ Wasā’il lebih rendah tingkatannya dari maqāsid Dengan lebih lugas Imam al-Qarafi menjelaskan bahwa motif hukum (mauridul ahkam) itu berkisar pada maqashid dan wasail, dimana hukum wasail baik haram ataupun halal didasarkan pada maqashid. Hanya derajat amalnya saja yang berbeda. (al-Furuq 3/46) َ‫م‬‫أ‬‫ل‬ِ‫ل‬ ُ‫ة‬َ‫ن‬ِِّ‫م‬َ‫ض‬َ‫ت‬ُ‫م‬‫أ‬‫ل‬‫ا‬ َ‫ي‬ِ‫ه‬َ‫و‬ ُ‫د‬ ِ‫اص‬َ‫ق‬َ‫م‬ ِ‫ن‬‫أ‬‫ي‬َ‫م‬‫أ‬‫س‬ِ‫ق‬ ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ ِ‫ام‬َ‫ك‬‫أ‬‫ح‬َ ‫أ‬‫األ‬ ُ‫د‬ ِ‫ار‬َ‫و‬َ‫م‬َ‫و‬‫ا‬َ‫س‬َ‫و‬َ‫و‬ ‫ا‬َ‫ه‬ِ‫س‬ُ‫ف‬‫أ‬‫ن‬َ‫أ‬ ‫ي‬ِ‫ف‬ ِ‫د‬ِ‫س‬‫ا‬َ‫ف‬َ‫م‬‫أ‬‫ل‬‫ا‬َ‫و‬ ِ‫ح‬ِ‫ل‬‫ا‬َ‫ص‬ِ‫ه‬َ‫و‬ ُ‫ل‬ِ‫ئ‬َ‫ي‬ ِ‫ر‬‫أ‬‫ح‬َ‫ت‬ ‫أ‬‫ن‬ِ‫م‬ ِ‫ه‬‫أ‬‫ي‬َ‫ل‬‫إ‬ ‫ت‬‫أ‬‫ض‬َ‫ف‬َ‫أ‬ ‫ا‬َ‫م‬ ُ‫م‬‫أ‬‫ك‬ُ‫ح‬ ‫ا‬َ‫ه‬ُ‫م‬‫أ‬‫ك‬ُ‫ح‬َ‫و‬ ‫ا‬َ‫ه‬‫أ‬‫ي‬َ‫ل‬‫إ‬ ُ‫ة‬َ‫ي‬ ِ‫ض‬‫أ‬‫ف‬ُ‫م‬‫أ‬‫ل‬‫ا‬ ُ‫ق‬ُ‫ر‬ُّ‫ط‬‫ال‬‫أ‬‫ت‬ُ‫ر‬ ُ‫ض‬َ‫ف‬‫أ‬‫خ‬َ‫أ‬ ‫ا‬َ‫ه‬َّ‫ن‬َ‫أ‬ َ‫ر‬‫أ‬‫ي‬َ‫غ‬ ٍ‫ل‬‫ي‬ِ‫ل‬‫أ‬‫ح‬َ‫ت‬َ‫و‬ ٍ‫يم‬‫أ‬‫ن‬ِ‫م‬ ً‫ة‬َ‫ب‬ِ‫د‬ ِ‫اص‬َ‫ق‬َ‫م‬‫أ‬‫ل‬‫ا‬ ‫ا‬َ‫ه‬ِ‫م‬‫أ‬‫ك‬ُ‫ح‬ ‫ي‬ِ‫ف‬ Dari uraian di atas, al-Qarafi telah mencantumkan juga pengertian maqashid dan wasail, yakni: 1. Maqashid: Sesuatu yang mengandung mashlahah dan mafsadah karena dirinya sendiri. 2. Wasail: Sesuatu yang menjadi jalan untuk sampai pada maqashid. 18
  • 19. Mendefinisikan sesuatu yang ada di depan mata tidak perlu, tetapi diperlukan jika sesuatu itu berada di tempat lain Ruang lingkup kaidah: kaidah ini berlaku pada sebagian akad mubadalah seperti bai’, ijaroh, dan nikah, yang mana syarat sahnya adalah ma’rifatu Contoh: seseorang berkata : aku menjual kuda putih ini kepadamu-sambil menunjuknya-padahal berwarna hitam-mak jual tesebut menjadi sah jika pembeli menerimanya, dan sia-sialah penyifatan terebut. Sedangkan jika kuda tersebut tak ada (di tempat akad) dan si penjual berkata bahwa ia menjual kuda putihnya , kemudian tampak jelas bahwa kudanya berwarna hitam, maka pembeli boleh khiyar ِ‫ئ‬‫ا‬َ‫غ‬‫أ‬‫ل‬‫ا‬ ‫ي‬ِ‫ف‬َ‫و‬ ٌ‫و‬‫أ‬‫غ‬َ‫ل‬ ِ‫ر‬ ِ‫اض‬َ‫ح‬‫أ‬‫ل‬‫ا‬ ‫ي‬ِ‫ف‬ ُ‫ف‬‫أ‬‫ص‬َ‫و‬‫أ‬‫ل‬‫ا‬ٌ‫ر‬َ‫ب‬َ‫ت‬‫أ‬‫ع‬ُ‫م‬ ِ‫ب‬ 19
  • 20. ِ‫ة‬َ‫ي‬ َ‫َل‬ِ‫و‬‫أ‬‫ل‬‫ا‬ ‫أ‬‫ن‬ِ‫م‬ ‫ى‬َ‫و‬‫أ‬‫ق‬َ‫أ‬ ُ‫ة‬َّ‫ص‬‫ا‬َ‫خ‬‫أ‬‫ل‬‫ا‬ ُ‫ة‬َ‫ي‬ َ‫َل‬ِ‫و‬‫أ‬‫ل‬‫ا‬ِ‫ة‬َّ‫م‬‫ا‬َ‫ع‬‫أ‬‫ل‬‫ا‬ secara istilah adalah bahwa lembaga2 yang khusus lebih kuat kekuasaannya dari pada lembaga yang umum Dalam fiqh siyasah, ada pembagian kekuasaan itu terus berkembang , maka muncul berbagai lembaga kekuasaan dalam satu negara. Ada khalifah sebagai lembaga kekuasaan eksekutif (al-hai’ah al-tanfidziyah), ada lembaga legislatif atau ahl al-aqdi (al- hai’ah al-tasyri’iyah), dan lembaga judikatif (al-hai’ah al-qadhaiyah), bahkan lembaga pengawasan (al-hai’ah al-muraqabah). Kekuasaan umum adalah kekuasaan yang tidak dikhususkan dengan menguasai orang- orang tertentu, tetapi, kekuasaan yang menguasai seluruh orang dan kemaslahatan- kemaslahatan mereka. Dan adanya qaidah ini adalah sebagai dalil diperbolehkannya kekuasaan yang lebih husus mengatur kekuasaannya sendiri, dan juga kekuasaan umum agar tidak tersibukkan dengan mengurusi kekuasaan yang lebih kecil sekala kesibukannya20
  • 21. َ‫ق‬ِ‫ب‬ ُ‫ة‬َ‫م‬‫أ‬‫ق‬ِِّ‫ن‬‫وال‬ ،ِ‫ة‬َ‫م‬‫أ‬‫ق‬ِِّ‫ن‬‫ال‬ ِ‫ر‬‫أ‬‫د‬َ‫ق‬ِ‫ب‬ ُ‫ة‬َ‫م‬‫أ‬‫ع‬َ‫ن‬‫ال‬ِ‫ة‬َ‫م‬‫أ‬‫ع‬َ‫ن‬‫ال‬ ِ‫ر‬‫أ‬‫د‬ Kenikmatan disesuaikan dengan kadar jerih payah dan jerih payah disesuaikan dengan kenikmatan Maksudnya yaitu suatu keuntungan diukur dengan pengorbanan dan pengorbanan diukur menurut keuntungan. Potongan pertama dari kaidah ini sering diungkapkan dengan al-ujrah bi qadri al- masyaqqah, artinya upah diukur dengan jerih payah atau kesulitan. Makin sulit mencapai sesuatu, maka makin tinggi pula nilai yang didapat. Makin berat godaannya, makin besar pahalanya. Sebagai contoh seorang siswa yang rajin belajar akan mendapatkan pengetahuan lebih luas dibandingkan dengan siswa yang kurang rajin belajar, karena pengetahuan yang luas sepantasnya diperoleh oleh siswa yang rajin. 21
  • 22. ‫بالشك‬ ‫يزول‬ ‫َل‬ ‫اليقين‬ Apabila sesuatu perkara atau sesuatu keadaan telah diyakini ketetapannya atau telah diputuskan hukumnya berdasarkan kepada dalil-dalil yang kuat atau tanda- tanda yang dipercayai maka perkara tersebut atau keadaan tersebut tidak akan terangkat hukum yakin semata –mata dengan syak yang lemah atau andaian yang tidak disandarkan kepada dalil yang kuat. Hukum tadi akan berterusan sehingga datangnya dalil yang setara dengannya. Al-Yaqin adalah ”sesuatu yang tetap dan pasti yang dapat dibuktikan melalui penelitian dan menyertakan bukti-bukti yang mendukungnya”. Asy-Syakk : anonim dari Al-Yaqin. Juga bisa diartikan sesuatu yang membingungkan Yakin itu tidak dihilangkan dengan syak keraguan 22
  • 23. Dalil Dan Sandaran Kaedah ; Dalil Dari al-Quran َ‫ي‬ ‫ا‬َ‫م‬ِ‫ب‬ ٌ‫م‬‫ي‬ِ‫ل‬َ‫ع‬ َ َّ‫اَّلل‬ َّ‫ن‬ِ‫إ‬ ‫ًا‬‫ئ‬‫أ‬‫ي‬َ‫ش‬ ِِّ‫ق‬َ‫ح‬‫أ‬‫ل‬‫ا‬ َ‫ن‬ِ‫م‬ ‫ي‬ِ‫ن‬‫أ‬‫غ‬ُ‫ي‬ َ‫َل‬ َّ‫ن‬َّ‫ظ‬‫ال‬ َّ‫ن‬ِ‫إ‬ ‫ا‬ًّ‫ن‬َ‫ظ‬ َّ‫َل‬ِ‫إ‬ ‫أ‬‫م‬ُ‫ه‬ُ‫ر‬َ‫ث‬‫أ‬‫ك‬َ‫أ‬ ُ‫ع‬ِ‫ب‬َّ‫ت‬َ‫ي‬ ‫ا‬َ‫م‬َ‫و‬ُ‫ل‬َ‫ع‬‫أ‬‫ف‬َ‫ون‬ Maksudnya: Dan kebanyakan mereka, tidak menurut melainkan sesuatu sangkaan sahaja, (padahal) sesungguhnya sangkaan itu tidak dapat memenuhi kehendak menentukan sesuatu dari kebenaran (iktiqad). Sesungguhnya Allah Maha mengetahui akan apa yang mereka lakukan. adalah bahwa hukum-hukum yang menimbulkan kesulitan dalam mengamalkannya bagi diri seorang mukalaf atau hartanya, maka syariah meringankan hukum itu sesuai kemampuannya tanpa kesulitan atau dosa. Ada delapan cabang dari kaidah ini yaitu: 1. Apabila sempit, maka ia menjadi luas ‫اتسع‬ ‫األمر‬ ‫ضاق‬ ‫إذا‬ 2. Apabila luas, maka ia menjadi sempit ‫ضاق‬ ‫األمر‬ ‫اتسع‬ ‫إذا‬ 3. Darurat menghalalkan perkara haram ‫المحظورات‬ ‫تبيح‬ ‫الضرورات‬ 4. Yang dibolehkan karena darurat, maka dibolehkan sekadarnya ‫بقدرها‬ ‫يقدر‬ ‫للضرورة‬ ‫أبيح‬ ‫ما‬ 5. Sesuatu yang boleh karena udzur, maka batal karena hilangnya udzur ‫بزواله‬ ‫بطل‬ ‫لعذر‬ ‫جاز‬ ‫ما‬ 6. Kebutuhan yang umum termasuk darurat ‫الضرورة‬ ‫منزلة‬ ‫تنزل‬ ‫العامة‬ ‫الحاجة‬ 7. Darurat tidak membatalkan hak orang lain ‫الغير‬ ‫حق‬ ‫يبطل‬ ‫َل‬ ‫اَلضطرار‬ 8. Apabila udzur pada yang asal, maka dialihkan pada pengganti ‫البدل‬ ‫إلى‬ ‫يصار‬ ‫األصل‬ ‫تعذر‬ ‫إذا‬ …..sambung KEYAKINAN TIDAK DAPAT DIHILANGKAN DENGAN KERAGUAN (SYAK) 23
  • 24. ‫تأ‬َ‫ب‬َ‫ل‬َ‫غ‬ ‫أو‬ ‫َت‬‫د‬َ‫ر‬َ‫ط‬‫اض‬ ‫ا‬َ‫ذ‬ِ‫ا‬ ُ‫ة‬َ‫د‬‫ا‬َ‫ع‬‫ال‬ ُ‫ر‬َ‫ب‬َ‫ت‬‫ع‬ُ‫ت‬ ‫ا‬َ‫م‬َّ‫ن‬‫إ‬ Yang dimaksud dengan Adat yang terus-menerus berlaku adalah kebiasaan tersebut berlaku secara holistic (dalam setiap ruangan dan waktu. Artinya tidak dianggap kebiasaan yang biasa dijadikan pertimbangan hukum, apabila ada kebiasaan itu hanya sekali2 terjadi dan tidak berlaku secara umum. Kaidah ini adalah termasuk dalam kategori syarat daripada adat, yaitu terus-menerus dilakukan dan bersifat umum (keberlakuaanya). Ada tujuan tertentu yang tersirat dari kaidah di atas yaitu memberikan batasan2 daripada adat untuk dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam menetapkan suatu hukum. Yaitu diharuskannya kebiasaan tersebut berlaku secara umum dan berterusan. Dalam penjelasan mengenai beberapa batasan (syarat) yang harus ada pada ‘urf, para ulama’ menyebutkan sebagai berikut : 1. Harus berlaku secara umum 2. Harus sudah berlaku ketika persoalan yang akan ditetapkan hukumnya itu muncul 3. Tidak bertentangan dengan apa yang telah ditetapkan dalam suatu transaksi 4. Harus tidak bertentangn dengan nash. HANYA SANYA ADAT YG DIANGGAP MUKTABAR ADALAH APABILA TERUS MENERUS ATAU BANYAK BERLAKUNYA 24
  • 25. Maksudnya, tidak dianggap adat kebiasaan yang bisa dijadikan pertimbangan hukum, apabila adat kebiasaan itu hanya sekali-kali terjadi dan/atau tidak berlaku umum. Kaidah ini sesungguhnya merupakan dua syarat untuk bisa disebut adat, yaitu terus menerus dilakukan dan bersifat umum (keberlakuannya). Contohnya; apabila seseorang berlangganan majalah atau surat kabar diantar ke rumah pelanggan. Apabila pelanggan tidak mendapatkan majalah atau surat kabar tersebut maka ia bisa complain (mengadukannya) dan menuntutnya kepada agen majalah atau surat kabar tersebut Dalam masyarakat suatu perbuatan atau perkataan yang dapat diterima sebagai adat kebiasaan, apabila perbuatan atau perkataan tersebut sering berlakunya, atau dengan kata lain sering berlakunya itu sebagai suatu syarat (salah satu syarat) bagi suatu adat untuk dapat dijadikan sebagai dasar hokum. Contoh: Apabila seorang yang berlangganan koran selalu diantar ke rumahnya, ketika koran tersebut tidak di antar ke rumahnya, maka orang tersebut dapat menuntut kepada pihak pengusaha koran tersebut. ….sambung HANYA SANYA ADAT YG DIANGGAP MUKTABAR ADALAH APABILA TERUS MENERUS ATAU BANYAK BERLAKUNYA 25
  • 26. ِ‫ر‬َ‫ر‬َّ‫ض‬‫ل‬َ‫ا‬ ُ‫ع‬‫أ‬‫َف‬‫د‬ ‫و‬ ِ‫ة‬َ‫ع‬َ‫ف‬‫أ‬‫ن‬َ‫م‬‫ال‬ ُ‫ب‬‫أ‬‫ل‬َ‫ج‬ Ini definasi syara’ dalam mentasyri’kan hukum oleh imam as Shafii Membawa faedah dan bayaran gatirugi kerosakan) 26
  • 27. ‫ﺍﻠﻠﻘﺏ‬ ‫ﻤﻔﻬﻭﻡ‬ ‫ﺍﻻ‬ ‫ﺤﺠﺔ‬ ‫ﺍﻠﻤﺨﺎﻠﻔﺔ‬ ‫ﻤﻔﺎﻫﻴﻡ‬ ‫ﻭﺠﻤﻴﻊ‬ Semua mafhum mukhalafah dapat dijadikan hujjah, kecuali mafhum laqab. Mafhum Mukhalafah : iaitu pengertian yang dipahami berbeda daripada ucapan, baik dalam istinbat (menetapkan) maupun Nafi (meniadakkan). Oleh sebab hal itu yang diucapkan. Seperti firman Allah SWT: Apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli Dari ayat ini difahami bahwa boleh jualbeli hari Jum’at sebelum azan dikumandangkan dan sesudah mengerjakan shalat Jum’at. Dalil Khitab ini dinamakan juga mafhum mukhalafah. Macam-macam mafhum mukhalafah a. Mafhum Shifat iaitu menghubungkan hukum sesuatu kepada sah satu sifatnya: eg firman Allah SWT. ‫……ﻭﺧﻠﺌﻞﺍﺑﻨﺎﺋﻜﻢﺍﻟﺬﻳﻦﻣﻦﺍﺻﻠﺒﻜﻢ‬ …(dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu) …(QS.An-Nisa’(4):23) b. Mafhum ’illat Yaitu menghubungkan hukum sesuatu menurut ’illatnya. Mengharamkan minuman keras karena memabukkan. 27
  • 28. ….sambung Semua mafhum mukhalafah dapat dijadikan hujjah, kecuali mafhum laqab. c. Mafhum ’adad iaitu memperhubungkan hukum sesuatu kepada bilangan tertentu. Firman Allah SWT: ‫……ﻓﺎﺟﻠﺪﻭﻫﻢﺛﻤﻨﻴﻦﺟﻠﺪﺓ‬ Maka deralah mereka (yang menuduh itu) lapan puluh kali dera, (An-Nur ayat 4) d. Mafhum ghayah iaitu lafaz yang menunjukkan hukum sampai kepada ghayah (batasan, hinggaan), hingga lafaz ghayah ini adakalnya ”ilaa” dan dengan ”hatta”. Seperti firman Allah SWT. …‫ﺍﺫﺍﻗﻤﺘﻢﺍﻟﯽﺍﻟﺼﻠﻮﺓﻓﺎﻏﺴﻠﻮﺍﻭﺟﻮﻫﻜﻢﻭﺍﻳﺪﻳﻜﻢﺍﻟﯽﻟﻤﺮﺍﻓﻖ‬ ‫…ﻭﺍﻣﺴﺤﻮﺍﺑﺮﺀﻭﺳﻜﻢﻭﺍﺭﺟﻠﻜﻢﺍﻟﯽﻛﻌﺑﻴﻦ‬ apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku. (Al-Maidah ayat 6) dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci (Al-Baqarah ayat 222) Laqaab Yaitu petunjuk yang diberikan oleh karena digantungkan hukum dengan sesuatu isim jamid kepada meniadakan hukum tersebut dari selainnya. Atau menetapkan hukum sebaliknya dari hukum yang ditetapkan pada isim ‘alam atau isim jenis dalam suatu nash.contoh: ‫ﻓﯽﺍﻟﺒﺮﺻﺪﻗﺔ‬ Pada gandum dikenakan zakat. Dengan mafhum laqab maka ditetapkan hukum zakat tidak dikenakan kepada selain gandum. Ulama Hanafiyah dan Syafi’iyah sepakat tidak memakai mafhum laqab, yakni tidak menggantungkan hukum kepada isim itu saja 28
  • 29. ٌ‫ار‬َ‫ب‬ُ‫ج‬ ِ‫اء‬َ‫م‬‫ج‬َ‫ع‬‫أل‬ ُ‫ة‬َ‫ي‬‫ا‬َ‫ن‬ ِ‫ج‬ eg: kambing Ali terlepas dari kandang, pergi ragut sayur jirannya, Ali tak perlu bayar. Lain kalau Ali sendiri lepaskan kambing2nya ke kebun sayur jirannya tu, Ali kena tanggungjawab. Tindakan dari binatang tidak dikenakan gantirugi 29
  • 30. ‫ن‬ِ‫م‬ َ‫ل‬‫أو‬ ِ‫د‬ِ‫س‬‫ا‬َ‫ف‬َ‫م‬‫ال‬ ُ‫ء‬‫َر‬‫د‬(‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ ٌ‫م‬َّ‫د‬َ‫ق‬ُ‫م‬)ِ‫ب‬‫ل‬َ‫ج‬ِ‫ح‬ِ‫ل‬‫ا‬َ‫ص‬َ‫م‬‫ال‬ Pengertian maslahah ialah perkara yang boleh mendatangkan faedah kepada urusan hidup manusia yang merangkumi perkara yang diwajibkan oleh syara’ atau diizinkan syara’. Contohnya, perkara yang disuruh oleh syara’ ialah meneruskan solat hingga selesai, tetapi dibenarkan menghentikan solat jika berlaku kecemasan seperti menolong orang yang lemas atau menjaga harta benda daripada dicuri orang ketika menunaikan solat. Menolak kerosakan lebih diutamakan daripada menarik maslahah 30
  • 31. ‫و‬ُ‫ق‬َ‫ي‬ ِ‫ة‬َ‫ن‬ِ‫اط‬َ‫ب‬‫ال‬ ِ‫ور‬ُ‫م‬ُ‫أل‬‫ا‬ ‫ى‬ِ‫ف‬ ِ‫ء‬‫أ‬‫ي‬َ‫ش‬‫ال‬ ُ‫ل‬‫ي‬ِ‫ل‬َ‫د‬ُ‫ه‬َ‫م‬‫ا‬َ‫ق‬َ‫م‬ ُ‫م‬ a. Uraian Kaidah Maksud dari kaidah ini adalah ketetapan atau keputusan atas suatu yang masih samar disesuaikan dengan argumentasi dilapangan, dan segala hal yang sulit untuk dilihat atau masih samar disebut perkara yang batin. Yang dikkehendaki dengan dalil disini adalah petunjuk. Kaidah ini menjadi motivasi bagi seseorang untuk berlaku adil dan menjadikan setiap tindakan yang dilakukan harus berdasarkan hal-hal yang rasional b. Dalil Kaidah dalil daripada kaidah ini adalah adalah dalil akal, yaitu segala pengetahuan yang di peroleh dari hasil pengamatan empiris tidak akan jauh beda dengan kenyataan yang ada. Sebagaimana firman Alloh yang berbunyi; ‫وا‬ُ‫ر‬ِ‫ب‬َ‫ت‬ْ‫ع‬‫ا‬َ‫ف‬‫ي‬ِ‫ل‬‫و‬ُ‫أ‬ ‫ا‬َ‫ي‬‫ار‬َ‫ص‬ْ‫ب‬‫األ‬ “ambilah I’tibar wahai orang-orang yang mempunyai akal sempurna” ( al hasyr: 2) kita diperintah untuk selalu I’tibar dari apa yang telah kita fahami dan ketahui, sehingga kita bisa melakukan hipotesa terhadap petunjuk-petunjuk yang terjadi untuk mengambil keputusan. Petunjuk sesuatu kpd urusan yg tersembunyi berdiri diatas dalil. 31
  • 32. c. Analisis kaidah Apabila A membeli HP pada B, dan B menunjukan adanya kekurangan pada HPnya, tapi kemudian A tetap membelinya (dalil al-batin), maka berpijak dari kaidah ini berarti A sejutu dengan segala kekurangan yang ada pada HP tersebut.Akadnya sah. Apabila ada seorang pekerja yang tidak konsisten dengan waktu kerjanya serta ada indikasi ia tidak membawa kemajuan terhadap kerja, bahkan ia terkesan membawa pengaruh buruk terhadap pekerja lain. Maka majikan boleh memecatnya secara tidak hormat. Karena melihat indikasi2 di atas menunjukan bahwa ia telah menghianati segala amanat yang telah diberikan kepadanya . Apabila ada seseorang yang membunuh pencuri di rumahnya dikarenakan ia membela diri dari pencuri tersebut yang akan membunuhnya. Berdasarkan kaidah di atas pemilik rumah dibenarkan apabila pencuri tersebut terbukti membawa senjata yang mematikan, namun apabila terbukti bahwa pencuri tersebut tidak membawa apa-apa maka ia terkena hukuman pembunuhan d. Pengecualian kaidah dikecualikan dari kaidah ini adalah apabila ada seorang wanita yang memasukan puting susunya kemulut bayi yang masih menyusui, dan tidak diketahui apakah ada air susu yang masuk ditelan bayi atau tidak, maka hukumnya adalah bayi tersebut tidak boleh dihukumi muhrim. …..sambung Petunjuk sesuatu kpd urusan yg tersembunyi berdiri di atas dalil. 32
  • 33. ِِّ‫ل‬ُ‫ك‬ ِ‫ر‬‫أ‬‫ك‬ِ‫ذ‬َ‫ك‬ ُ‫أ‬َّ‫ز‬َ‫ج‬َ‫ت‬َ‫ي‬ َ‫َل‬ ‫ا‬َ‫م‬ ِ‫ض‬‫أ‬‫ع‬َ‫ب‬ ُ‫ر‬‫أ‬‫ك‬ِ‫ذ‬ِ‫ه‬ Penyebutan sebagian atas sesuatu yang tidak dapat dipisahkan, sama halnya dengan penyebutan keseluruhan. Maksudnya, sebagian tersebut dimaknai bahwa ia diinginkan seluruhannya. Apabila wali orang yang dibunuh menggugurkan separuh hak qishash atas pelaku pembunuhan, maka qishash itu gugur secara keseluruhan, karena qishash tidak dapat dipisah-pisahkan. Demikian juga apabila salah satu dari wali orang yang dibunuh memaafkan orang yang membunuh, hak qishash nya menjadi gugur, dan berubahlah hak wali lainnya menjadi diyat. Tetapi, apabila penyebutan sebagaian atas sesuatu itu dapat dipisahkan maka hukumnya tetap pada sebagian yang disebutkan, bukan keseluruhan nya. : apabila seseorang membantu membayar separuh dari hutang, maka bantuan pada separuh hutangnya ini dinyatakan sah, dan dia tidak dianggap membantu keseluruhannya karena jumlah hutang dapat dibagi2 atau dipisah2kan, dan hukum hanya berlaku pada bagian yg disebutkan.33
  • 34. ‫ى‬َّ‫ت‬َ‫ح‬ُ‫ه‬َ‫ي‬ِِّ‫د‬َ‫ؤ‬ُ‫ت‬ ‫أ‬‫ت‬َ‫ذ‬َ‫خ‬َ‫أ‬ ‫ا‬َ‫م‬ ِ‫د‬َ‫ي‬‫أ‬‫ل‬‫ا‬ ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ Kewajiban tangan (menggantinya) karena mengambilnya, sampai dikembalikan Bagi harta yang di ambil atau di samun, jika ternyata barang itu binasa, maka perampas wajib mengembalikan semisalnya atau senilainya baik binasanya karena tindakannya maupun karena musibah dari langit. Adapun ulama madzhab Maliki berpendapat, bahwa barang, hewan dan lainnya yang tidak dapat ditakar dan ditimbang, maka menggantinya dengan nilainya ketika dirampas dan ternyata binasa. Sedangkan menurut ulama madzhab Hanafi dan madzhab Syafi’i bahwa orang yang membinasakannya atau merusaknya wajib mengganti yang semisal, dan tidak bisa berpindah kecuali jika tidak ada yang semisal. 34
  • 35. ِ‫ة‬َ‫ي‬ِِّ‫ن‬‫ال‬ِ‫ب‬ َّ‫َِل‬‫ا‬ َ‫اب‬َ‫و‬َ‫ث‬ َ‫َل‬ Kaidah yang merupakan kaidah asasi yang pertama Niat di kalangan ulama-ulama Syafi’iyah diartikan dengan, bermaksud untuk melakukan sesuatu yang disertai dengan pelaksanaanya. Niat sangat penting dalam menentukan kualitas ataupun makna perbuatan seseorang . Adapun fungsi niat, ada tiga yaitu sebagai berikut: Untuk 1. membedakan antara ibadah dan adat kebiasaan. 2. membedakan kualiti perbuatan, baik kebaikan ataupun kejahatan. 3. menentukan sah tidaknya suatu perbuatan ibadah tertentu serta membedakan yang wajib dari yang sunnah Contoh : niat untuk menikah, apabila menikah itu dilakukan karena menghindari dari perbuatan zina maka hal itu halal untuk dilakukan, tetapi jika hal itu dilakukan hanya semata-mata untuk menyiksa dan menyakiti istrinya, maka hal itu haram untuk dilakukan TIADA PAHALA KECUALI DENGAN NIAT 35
  • 36. Tidak ada argumen yg disertai kemungkinan yg timbul dari dalil Hujjah maksudnya adalah petunjuk, dan dalil maksudnya adalah petunjuk. Penjelasan: Sesungguhnya tidak diterima atau bermanfa’at hujjah ( pengakuan ) yang didalamnya terkandung kemungkinan yang dibangun dari dalil dzanniy ataupun qhot’iy yang mengandung kemungkinan – kemungkinan. Contoh: Apabila seseorang didalam sakitnya yang hampir mencapai kematian mengaku memiliki hutang kepada anaknya yang pertama,maka pengakuannya ini tidak diterima jika belum dibenarkan oleh ahli waris yang lain. Karena bisa saja si sakit meninginkan bagian yang lebih untuk anak yang pertamanya dalam perkara warisan dan juga dikarenakan keadaannya yang sekarat memungkinkan apa yang diucapkannya tidak lagi sesuai dengan kenyataannya. Pendapat ini menurut mazhab abu hanifah dan imam ahmad, sedangkan imam malik berpendapat diterima pengakuannya jika tidak berubah dan jika berubah tidak diterima, dan imam syafi’I berpendapat pengakuannya diterima. ‫دليل‬ ‫عن‬ ‫الناشئ‬ ‫اَلحتمال‬ ‫مع‬ ‫حجة‬ ‫َل‬ 36
  • 37. َ‫ار‬َ‫ر‬ ِ‫ض‬ َ‫َل‬َ‫و‬ َ‫ر‬َ‫ر‬َ‫ض‬ َ‫َل‬ Tidak Boleh Melakukan Sesuatu Yang Membahayakan Diri Sendiri Ataupun Orang Lain Dari sini dapat kita ketahui bahwa dharar (melakukan sesuatu yang membahayakan) dilarang di dalam syari'at ini. Maka, tidak halal bagi seorang Muslim mengerjakan sesuatu yang membahayakan dirinya sendiri atau membahayakan saudaranya sesama Muslim, baik berupa perkataan atau perbuatan, tanpa alasan yang benar 1. Seseorang dilarang menggunakan barang miliknya jika hal itu menimbulkan madharat (gangguan atau bahaya) kepada tetangganya. Meskipun ia mempunyai hak milik secara penuh terhadap barang tersebut, namun dalam pemanfaatannya haruslah diperhatikan supaya tidak memadharatkan, mengganggu, ataupun merugikan tetangganya. 2. Tidak diperbolehkan mengadakan gangguan di jalan-jalan kaum Muslimin, di pasar-pasar mereka, ataupun di tempat-tempat kaum Muslimin yang lain. Baik gangguan itu berupa kayu atau batu yang menggangu perjalanan, atau lobang galian yang bisa membahayakan, atau bentuk gangguan lainnya. Karena semuanya itu bisa menimbulkan madharat kepada kaum Muslimin. 3. Di antara bentuk dharar yang paling besar adalah jika seorang suami menimbulkan madharat kepada isterinya dan menjadikannya merasa susah, dengan tujuan supaya si isteri minta diceraikan, sehingga si suami bisa mengambil harta dari si istri sebagai konsekuensi permintaan cerainya. Ini termasuk perbuatan dharar yang paling besar. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : َّ‫ن‬ِ‫ه‬ْ‫ي‬َ‫ل‬َ‫ع‬ ‫وا‬ُ‫ق‬ِ‫ي‬َ‫ض‬ُ‫ت‬ِ‫ل‬ َّ‫ن‬ُ‫ه‬‫و‬ُّ‫ار‬َ‫ض‬ُ‫ت‬ َ‫َل‬ َ‫و‬ Dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. [ath-Thalâq/65:6] Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :‫ُوا‬‫د‬َ‫ت‬ْ‫ع‬َ‫ت‬ِ‫ل‬ ‫ا‬ً‫ار‬ َ‫ر‬ ِ‫ض‬ َّ‫ن‬ُ‫ه‬‫و‬ُ‫ك‬ِ‫س‬ْ‫م‬ُ‫ت‬ َ‫َل‬ َ‫و‬ Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan demikian kamu menganiaya mereka. [al- Baqarah/2:231] 37
  • 38. …… sambung Tidak Boleh Melakukan Sesuatu Yang Membahayakan Diri Sendiri Ataupun Orang Lain 4. Masing-masing pihak dari pasangan suami isteri dilarang menimbulkan madharat kepada yang lain, berkaitan dengan anak mereka berdua. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala : َ‫ل‬ َ‫و‬ِ‫ب‬ ‫ة‬َ‫د‬ِ‫ل‬‫ا‬ َ‫و‬ َّ‫ار‬َ‫ض‬ُ‫ت‬ َ‫َل‬‫َا‬‫ه‬ِ‫د‬ ِ‫ه‬ِ‫د‬َ‫ل‬ َ‫و‬ِ‫ب‬ ُ‫ه‬َ‫ل‬ ‫ود‬ُ‫ل‬ ْ‫و‬َ‫م‬ َ‫َل‬ َ‫و‬ Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya. [al-Baqarah/2:233] 5. Larangan menimbulkan madharat dalam akad hutang piutang, baik dari sisi orang yang berhutang, penulis akad, ataupun saksinya. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :‫يد‬ِ‫ه‬َ‫ش‬ َ‫َل‬ َ‫و‬ ِِ‫ت‬‫ا‬َ‫ك‬ َّ‫ار‬َ‫ض‬ُ‫ي‬ َ‫َل‬ َ‫و‬ Dan janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. [al-Baqarah/2:282] 6. Seseorang yang mewariskan hartanya dilarang merugikan sebagian dari ahli warisnya. Demikian pula orang yang memberikan wasiat dilarang menimbulkan madharat kepada orang yang diberikan wasiat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : ٍ‫ار‬َ‫ض‬ُ‫م‬ َ‫ْر‬‫ي‬َ‫غ‬ ٍ‫ْن‬‫ي‬َ‫د‬ ْ‫و‬َ‫أ‬ ‫ا‬َ‫ه‬ِ‫ب‬ ‫ى‬َ‫ص‬‫و‬ُ‫ي‬ ٍ‫ة‬َّ‫ي‬ ِ‫ص‬ َ‫و‬ ِ‫د‬ْ‫ع‬َ‫ب‬ ْ‫ن‬ِ‫م‬ Sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). [an-Nisâ'/4:12] Dengan demikian, setiap madharat yang ditimbulkan kepada seorang Muslim termasuk perkara yang diharamkan. 38
  • 39. ُ‫ه‬ُ‫ؤ‬َ‫ط‬َ‫خ‬ ِ‫ن‬ِِّ‫ـ‬‫ي‬َ‫ب‬‫ال‬ ِِّ‫ن‬َّ‫ظ‬‫ال‬ِ‫ب‬ َ‫ة‬َ‫ر‬‫أ‬‫ب‬ِ‫ع‬ ‫َل‬ Tidak ada perhitungan kepada dhann yang jelas salahnya Praduga/andaian yang terbukti menyalahi fakta sama sekali tidaklah dapat dijadikan landasan dalam hukum syari’at. Sesungguhnya apabila terjadi sebuah perbuatan dari hukum atau keputusan atas prasangka kemudian dijelaskan kesalahan dari prasangka itu maka wajib untuk tidak mengambil I’tibar (pertimbangan) dari perbuatan itu dan meninggalkannya. "Sangkaan yang terbukti keliru tidak diteruspegangi.“ Misalnya: Seseorang menduga keras bahwa waktu shalat Dzuhur sudah masuk, lalu ia shalat, ternyata dugaannya keliru, maka shalatnya batal. 39
  • 40. ِ‫ة‬َ‫ل‬َ‫ب‬‫ا‬َ‫ق‬ُ‫م‬ ‫ي‬ِ‫ف‬ ِ‫ة‬َ‫ل‬ َ‫ََّل‬‫د‬‫ل‬ِ‫ل‬ َ‫ة‬َ‫ر‬‫أ‬‫ب‬ِ‫ع‬ َ‫َل‬‫أ‬‫ص‬َّ‫ت‬‫ال‬ِ‫يح‬ ِ‫ر‬ Tidak di hitung sbg hukum bagi yg bertentangan dengan yg jelas Makna implisit /tersirat tidak dijadikan dasar bila bertentangan dengan makna eksplisit / jelas Yang dimaksud dengan dalil disini adalah sesuatu yang bukan lafaz dari keadaan atau urf atau isyarat atau tangan atau yang lainnya. Dan shorih menurut ahli usul fiqhi adalah penjelasan yang jelas, tepat dan dapat dimengerti. Contoh: Apabila A memberikan sesuatu kepada B, dan B mengambilnya di tempat pemberian itu, maka pengambilannya dianggap benar, sekalipun A tidak mengizinkan secara terang2an, karena ijab dari A iaitu dgn memberi itu dianggap sebagai izin untuk mengambilnya . 40
  • 41. ِ‫م‬ُ‫ه‬‫ا‬َ‫ـو‬َّ‫ت‬‫ل‬ ِ‫َل‬ َ‫ت‬َ‫بر‬ِ‫ع‬ ‫َل‬ Tidak diterima hukum bersandarkan al Waham La ‘ibroh bermakna tidak ada pelajaran atau teladan dan tidak dihitung. At tawahhum bermakna prasangka yang lemah. Makna qo’idah: sesungguhnya tidak ditetapkan suatu hukum syar’I itu yang bersandar pada prasangka yang lemah. Contoh: Jika seorang saksi pergi atau mati setelah menyampaikan persaksiannya dalam sebuah mu’amalah maka bagi hakim untuk berhukum dengan persaksiannya dan tidak mengakhirkan sebuah hukum karena berprasangka ( yang lemah ) bahwa dia akan kembali dengan persaksiannya, karena prasangka ( yang lemah ) tidak diambil hukum darinya. 41
  • 42. ُ‫ر‬ِّ‫ي‬‫تغ‬ ُ‫ر‬َ‫ك‬‫أ‬‫ن‬ُ‫ي‬ ‫َل‬ِ‫األحكام‬ِ‫ر‬ُّ‫ي‬‫بتغ‬ِ‫األزمان‬ Tidak dapat diingkari perubahan hukum kerana perubahan zaman Perbedaan tempat, kebiasaan, situasi dan kondisi mempunyai peranan yang sangat dominan dalam penetapan hukum-hukum syara’ yang bersifat ijtihadi, oleh karenanya setiap hukum syara’ yang ditetapkan atas dasar ‘uruf, didasarkan suatu mashlahah, atau didasarkan situasi dan kondisi suatu tempat, pastinya hukum tersebut akan berubah sewaktu2 karena disebabkan adanya perbedaan kebiasaan, mashlahah ataupun situasi dan kondisi suatu tempat tersebut. Sedangkan hukum yang sudah ditetapkan oleh nash yang sudah jelas, maka hukum tersebut tidak bisa dirubah lagi. Ibn Abidin sebagaimana yang dikutip oleh Ubaid al-Du’as memberikan statement, bahwa sebagian besar hukum syara’ yang saling bertentangan disebabkan karena perubahan zaman, karena adanya perubahan kebiasaan suatu penduduk. Jika seandainya penduduk tersebut tetap mempergunakan hukum yang pertama, mereka akan merasa sangat kesulitan yang tentunya akan bertentangan dengan kaidah2 syar’iyah yang dibangun atas dasar keringanan dan kemudahan serta menolak datangnya kemudaratan. 42
  • 43. …..sambungan Tidak dapat diingkari perubahan hukum kerana perubahan zaman Karena itu, Ibn Abidin ini setuju dengan madzhab hanafiyah yang sebagian besar pendapatnya berbeda dengan pendapat para mujtahid sebelumnya dalam beberapa hal, karena orang-orang hanafiyah beranggapan, bahwa seandainya para mujtahid tersebut hidup pada era mereka, niscaya para mujtahid tersebut akan berpendapat seperti pendapat mereka. Contoh Kaidah a. Para fuqaha’ klasik menetapkan hukum bagi isteri untuk tinggal di rumah suaminya setelah semua maharnya lunas, namun ulama muta’akhirin tidak mewajibkan hal tersebut, walaupun suami telah melunasi maharnya. Hal ini disebabkan adanya perubahan kondisi masyarakat pada zaman sekarang. b. Kaitannya dengan pendidikan, para ulama klasik menetapkan hukum haram untuk mengambil upah atas ilmu agama yang diajarkan, karena mengajarkan ilmu agama hukumnya wajib, namun para ulama muta’akhirin membolehkannya demi terjaganya kelestarian pendidikan keagamaan serta untuk pengembangan ilmu agama itu sendiri.43
  • 44. ِِّ‫ل‬ُ‫ك‬‫أ‬‫ل‬‫ا‬ َ‫م‬‫أ‬‫ك‬ُ‫ح‬ ِ‫ر‬َ‫ث‬‫أ‬‫ك‬َ ‫أ‬‫ْل‬ِ‫ل‬ Al-Kasani mengatakan : “ Setiap yang dirosakkan oleh perkara haram, sekiranya majoritinya yang halal makan tidak mengapa menjualnya.” Imam Al- Izz bin Abdul Salam berkata :”Sekiranya majoritinya halal seperti bercampur satu dirham yang haram dengan seribu yang halal maka harus muamalah..” Ibnu Taimiyah pernah ditanya oleh seorang lelaki tentang hartanya yang bercampur di antara yang halal dan haram. Beliau menjawab : Keluarkan nilai yang haram dengan timbangan, dan berikan kepada pemiliknya dan kiralah nilai yang halal itu untuk dirinya.Sekiranya tidak diketahui atau tidak mampu untuk mengetahui pemiliknya, maka bersedekahlah dengan harta itu. Atas prinsip inilah harus bermuamalah dengan saham syarikat yang bermuamalah dengan bank yang mengamalkan riba. Yang terbanyak adalah hukum keseluruhan 44
  • 45. ِ‫ه‬ِ‫ف‬ َ‫َل‬ ِ‫خ‬ ‫ى‬َ‫ل‬َ‫ع‬ ُ‫ل‬‫ي‬ِ‫ل‬َ‫د‬ ‫أ‬‫م‬ُ‫ق‬َ‫ي‬ ‫أ‬‫م‬َ‫ل‬ ‫ا‬َ‫م‬ ُ‫ه‬َ‫ئ‬‫ا‬َ‫ق‬َ‫ب‬ ُ‫م‬َ‫ك‬‫أ‬‫ح‬ُ‫ي‬ ٍ‫ان‬َ‫م‬َ‫ز‬ِ‫ب‬ َ‫ت‬َ‫ب‬َ‫ث‬ ‫ا‬َ‫م‬ Sesuatu yang telah tetap hukumnya di suatu waktu dinyatakan terus berlaku selama tidak ada dalil sebaliknya. 45 Syarah :
  • 46. ِ‫ه‬ِ‫ل‬‫ا‬َ‫و‬َ‫ز‬ِ‫ب‬ َ‫ل‬َ‫ط‬َ‫ب‬ ٍ‫ر‬‫أ‬‫ذ‬ُ‫ع‬ِ‫ل‬ َ‫از‬َ‫ج‬ ‫ا‬َ‫م‬ Hal-hal yang diperbolehkan karena udzur, menjadi terlarang apabila udzur itu hilang Kebolehan sesuatu yang dilarang itu hanya sebatas adanya kedaruratan. Ketika darurat hilang, maka hilang pula kebolehan itu. Orang dapat bertayamum karena tidak ada air. Namun ketika ada air maka setelah itu tidak boleh lagi bertayamum 46
  • 47. • Syarat-syarat keadaan darurat ( PENERANGAN UMUM) • Para ulama fikih telah meletakkan syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi sebelum keringanan diambil atas keperluan mendesak (darurat). Syarat-syarat ini adalah: • Darurat itu harus nyata bukan spekulatif atau imajinatif. Sifat dan besaran darurat itu ditentukan oleh Hakim yang benar dan yang disertifikasi bukan oleh orang biasa. Oleh karena itu seseorang, tidak dibenarkan mengambil bunga Bank melalui pinjaman ke Bank untuk memperluas bisnisnya atau untuk melipatgandakan keuntungannya dengan alasan bahwa menjaga harta diperbolehkan dalam Islam. • Tidak ada solusi lain yang ditemukan untuk mengatasi penderitaan kecuali dengan keringanan itu. Seseorang tidak boleh meminjam uang dengan sistem bunga ke Bank untuk membeli rumah buat keluarganya dengan alasan menyelamatkan keluarganya, karena tujuan itu dapat dicapai dengan menyewa rumah. (atau meminjam ke saudara yang lain yang tanpa bunga, pen) • Solusi itu harus tidak menyalahi hak-hak sakral yang memicu, pembunuhan, pemurtadan, perampasan harta atau bersenang-senang dengan sesama jenis kelamin (maupun perempuan, pen). Misalnya seorang laki-laki di bawah tekanan dan paksaan, tidak diperbolehkan untuk membunuh orang lain. • Harus ada justifikasi kuat untuk melakukan keringanan seperti melindungi nyawa hingga mengkonsumsi yang haram. Keringan ini hanya ditempuh sampai suatu kadar yang menyelamatkan nyawa (seukuran keperluannya tidak boleh lebih dari keperluan apalagi berlebihan, pen) • Solusi itu harus merupakan satu-satunya solusi yang tersedia, tak ada jalan lain. Misalnya, dalam hal pengobatan medis, harus seorang dokter ahli yang mengatakan bahwa hanya dengan pengobatan minuman keras tertentu yang dapat mengobati penyakitnya dan tidak ada cara lain yang efektif. 47
  • 48. ‫إعطاؤه‬ َ‫م‬ُ‫ر‬َ‫ح‬ ‫أخذه‬ َ‫م‬ُ‫ر‬َ‫ح‬ ‫ما‬ Sesuatu yang diharamkan mengambilnya maka diharamkan juga memberikannya as-Suyuti: Pertama: Haram hukumnya memberikan riba kepada orang lain, sebagaimana diharamkan memakan riba dari harta orang lain. Ini berdasarkan dari hadis: “Allah melaknat orang yang memakan riba, memberinya, saksinya dan pencatatnya”. Kedua: Haram hukumnya memberikan upah (mahar) pada seorang pelacur. Sebagaimana seorang wanita dilarang mengambil upah dari melacurkan diri (haram melakukan prostitusi ). Ketiga: Haram hukumnya memberikan upah pada tukang ramal (dukun). Sebagaimana diharamkan pekerjaan dukun tersebut dan mengambil upah dari orang yang diramalnya. Keempat: Haram hukumnya memberikan suap (risywah). Sebagaimana diharamkan mengambil uang suap dari seseorang. Pengecualian Kaidah ‫إعطاؤه‬ ‫حرم‬ ‫أخذه‬ ‫حرم‬ ‫ما‬ sebagai berikut: Pertama: menyuap hakim untuk mendapatkan hak. Jika hakim tersebut menahan atau mencegah seseorang untuk mendapatkan haknya, maka dibolehkan menyuapnya. 48
  • 49. …..sambungan Sesuatu yang diharamkan mengambilnya maka diharamkan juga memberikannya Dalam ini, yang dikenakan dosa adalah hakim karena mengambil suap. Kedua : membayar harta tebusan untuk membebaskan tawanan. Ketiga : memberikan sesuatu kpd org yang dikhawatirkan akan menghinanya. Keempat: seorang pewasiat boleh memberikan sesuatu kepada orang yang dikhawatirkan akan merampas harta anak yatim. Lantas bagi seorang qadhi (hakim) harus mengambil alih atas harta anak yatim tersebut dan diharamkan bagi pemerintah untuk mengambil sesuatu darinya. Semua yang dilarang dalam syari’at Islam, maka tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk meminta kepada orang lain agar melakukannya. Karena yang dimita dari seorang muslim adalah mencegah terjadinya kerusakan di muka bumi. Diantara kerusakan terbesar di muka bumi adalah perbuatan yang diharamkan. Apabila sesuatu yang haram diingkari, maka yang diminta dari seseorang muslim adalah menghilangkan kemungkaran itu, bukan melakukannya dan bukan pula meminta orang lain untuk melakukannya. Contoh kaidah: 1. Mengambil riba atau upah perbuatan jahat. 2. Mengambil upah dari tukang ramal risywah (suapan). Begitu pula dengan upah orang-orang yang meratapi kematian orang lain. 49
  • 50. Aspek-aspek tertentu yang berdasarkan hitungan jumlah kuantitatif juga direkrut oleh hukum judisial islam, melalui kaidah ini, sehingga sebuah pekerjaan yang tindakannya lebih banyak dinilai lebih utama daripada sesuatu yang kuantitasnya lebih sedikit. Artinya, kaidah diatas menyatakan bahwa semakin banyak tindakan pekerjaan itu kita kerjakan, semakin tinggi pula nilai keutamaannya. b. Dasar kaidah Kaidah ini dirumuskan berdasarkan riwayat imam Muslim dari sayyidah Aisyah ra: ‫هللا‬ ‫رسول‬ ‫قال‬:‫نصبك‬ ‫قدر‬ ‫على‬ ‫اجرك‬Besarnya pahalamu tergantung pada usahamu. c. Aplikasi kaidah Orang yang melakukan ibadah dan merasakan adanya beban yang lebih berat, maka secara otomatis akan mendapatkan nilai lebih. seperti halnya orang yang melakukan tiga rakaat shalat witir dengan cara dipisah ( dua kali salam), akan lebih baik daripada mengerjakannya dengan cara disambung (satu kali salam). Hal ini terjadi karena shalat witir dengan cara dipisah didalamnya terkandung unsur2 niat, takbiratul ihram, dan salam, yang gerakanya lebih banyak dibanding dengan shalat witir dengan cara di sambung. yakni rasa berat untuk melakukannya. َ‫ان‬َ‫ك‬ ‫ا‬َ‫م‬َ‫ر‬َ‫ث‬‫أ‬‫ك‬َ‫أ‬ً‫َل‬‫أ‬‫ع‬ِ‫ف‬،َ‫ان‬َ‫ك‬َ‫ر‬َ‫ث‬‫أ‬‫ك‬َ‫أ‬‫أ‬‫ض‬َ‫ف‬ً‫َل‬ Apa yang lebih banyak pengerjaannya, lebih banyak pula pahalanya 50
  • 51. d. Pengecualian Al-Jarhazi mencatat lebih dari sepuluh permasalahan yang dikecualikan dari kaidah ini. Dalam contoh dibawah ini, terdapat amal yang jika disimpulkan semuanya adalah amal yang ringan namun mempunyai pahala yang besar, beberapa diantaranya adalah: · Mengerjakan shalat dengan qashar lebih utama dibanding mengerjakan secara sempurna (tanpa di qashar) bagi orang yang melakukan perjalanan selama tiga hari atau lebih. · Satu rakaat shalat witir lebih baik dibandingkan dengan shalat malam lainnya, walaupun shalat witir secara kuantitas lebih sedikit. · Shalat shubuh, walaupun hanya 2 rakaat, tetapi shalat shubuh ini sangat besar pahalanya. Alasan yang melatarbelakangi keutamaan shalat shubuh adalah- walaupun shalat ini rakaat nya paling sedikit dibandingkan dengan shalat-shalat yang lain-nnamun mempunyai nilai lebih, yakni rasa berat untuk melakukannya. ……sambung Apa yang lebih banyak pengerjaannya, lebih banyak pula pahalanya 51
  • 52. ُ‫ه‬ُّ‫ل‬ُ‫ك‬ ُ‫ك‬َ‫ر‬‫أ‬‫ت‬ُ‫ي‬ َ‫َل‬ ُ‫ه‬ُّ‫ل‬ُ‫ك‬ ُ‫ك‬َ‫ر‬‫أ‬‫د‬ُ‫ي‬ ‫َل‬ ‫ا‬َ‫م‬ sesuatu yang tidak boleh dicapai/diakukan seluruhnya jangan ditinggal seluruhnya” Contoh kaidah: 1. Seorang yang tidak mampu berbuat kebajikan dengan satu ringgit tetapi mampu dengan 50 sen maka lakukanlah. 2. Seserang yang tidak mampu untuk belajar berbagai bidang studi sekaligus, maka tidak boleh meninggalkan keseluruhannya. 3. Seseorang yang merasa berat untuk melakukan shalat malam sebanyak sepuluh rakaat, maka lakukanlah shalat malam empat rakaat. 52
  • 53. ٌ‫ـب‬ ِ‫اج‬َ‫و‬ َ‫و‬ُ‫ه‬َ‫ف‬ ِ‫ه‬ِ‫ب‬ َّ‫إَل‬ ُ‫ب‬ ِ‫اج‬َ‫الو‬ ُّ‫م‬‫ـ‬ِ‫ت‬َ‫ي‬ َ‫اَل‬َ‫م‬ Sesuatu yg wajib tidak akan sempurna kerana nya maka ianya menjadi wajib Maksud dari qoidah fiqih “Ma Laa Yatimmul Wajib Illa Bihii Fa Huwa Wajib” (Perkara yang menjadi penyempurna dari perkara wajib, hukumnya juga wajib) adalah; Segala perkara yang menjadikan suatu amal kewajiban tak dapat dikerjakan sama sekali atau bisa dikerjakan namun tidak sempurna kecuali dengan juga mengerjakan perkara tersebut, maka perkara tersebut yang asalnya tidak wajib, dihukumi wajib pula. Berikut diantara contoh: 1. Membasuh bagian dari leher saat berwudhu hukum asalnya tidak wajib, karena yang wajib adalah membasuh muka, sedangkan leher tidak termasuk bagian dari muka. namun karena membasuh muka tak boleh dikerjakan dengan sempurna kecuali dengan membasuh bagian dari leher, maka membasuh sebagian dari leher agar bisa mengerjakan wudhu secara sempurna hukumnya adalah wajib. 53
  • 54. Sesuatu yg wajib tidak akan empurna kerana nya maka ianya menjadi wajib 2. Pusat dan lutut bukanlah termasuk aurat yang wajib ditutupi bagi laki2 disaat sholat, karena batasan aurat bagi laki2 adalah bagian tubuh diantara pusat dan lutut yang berarti tidak mencakup keduanya. Tapi karena menutup aurat tak boleh dilakukan dengan sempurna kecuali dengan juga menutup bagian dari pusat dan lutut, maka menutup bagian dari pusat dan lutut untuk menyempurnakan menutup aurat dihukumi wajib. 3. Diwajibkan bagi seorang suami untuk tidak melakukan istimta’ (bersenan2) pada bagian tubuh wanita diantara pusat dan lutut ketika wanita tersebut sedang haidh dikarenakan juga untuk menjaga agar tidak terjadi hukuman intim. Sebenarnya yang dilarang adalah berhubungan intim dengan wanita yang sedang haidh, namun karena istimta’ pada bagian antara lutut dan pusar berpotensi menyebabkan terjadinya hubungan intim, maka dilarang melakukan istimta’ pada bagian tersebut. 54
  • 55. َ‫ك‬ َ‫ل‬َ‫ص‬َ‫ح‬ ٍ‫يق‬ ِ‫ر‬َ‫ط‬ ِ ِّ‫ي‬َ‫أ‬‫ـ‬ِ‫ب‬َ‫ف‬ ُ‫ه‬ُ‫ؤ‬‫َا‬‫د‬َ‫أ‬ َ‫ب‬َ‫ج‬َ‫و‬ ‫ا‬َ‫م‬َ‫ء‬‫ا‬َ‫ف‬َ‫و‬ َ‫ان‬ Kaidah ini membahas tentang permasalahan suatu kewajiban. Dimana kaidah ini mempunyai pegertian “segala yang diwajibkan untuk menunaikannya dengan jalan apapun dapat tertunaikan maka itu sudah terlaksana”. Kaidah ini menjelaskan tentang suatu perbuatan yang harus dilakukan, dan dengan menggunakan cara apapun untuk melaksanakannya maka itu telah menggugurkan kewajiban dalam melaksanakan perbuatan tersebut. segala yg diwajibkan utk menunaikannya dengan jalan apapun dapat tertunai, maka itu merupakan hasil pemenuhan syarat 55
  • 56. ‫أ‬‫ن‬َ‫م‬َ‫ل‬َ‫ج‬َ‫ع‬َ‫ت‬‫أ‬‫س‬‫ا‬‫ُو‬‫ع‬ ِ‫ه‬ِ‫ن‬‫ا‬َ‫و‬َ‫أ‬ َ‫ل‬‫أ‬‫ب‬َ‫ق‬ ٍ‫ء‬‫أ‬‫ي‬َ‫ش‬ِ‫ب‬ُ‫ه‬‫أ‬‫ن‬ِ‫م‬ ِ‫ه‬ِ‫ن‬‫ا‬َ‫م‬‫أ‬‫ر‬ ِ‫ح‬ِ‫ب‬ َ‫ب‬ِ‫ق‬ Sesiapa yang gopoh dalam sesuatu perkara sebelum tiba masanya, dia akan dihukum dengan tidak akan memperolehinya. Maksudnya ketidaksabaran dalam menuntut ilmu akan berakibat tidak dapat menguasai ilmu secara sempurna. Apalagi jika ditambah niat yang rusak seperti memburu pujian, atau supaya manusia memanggilnya dengan panggilan terhormat. Maka jiwa yang rendah akan segera tergesa-gesa untuk “turun gunung” sebelum waktunya. Contoh : anak yg membunuh bapanya untuk mempercepat kan dirinya mendapat pusaka. Anak itu tidak akan mendapat pusaka dari bapanya Kecuali: Dalam kaidah di atas terdapat pengecualian, yakni apabila ketergesa2aan itu tujuannya untuk mashlahat maka diperbolehkan. Misalnya, mengembalikan utang yg belum jatuh tempoh lunasannya. 56
  • 57. ُ‫ل‬َ‫م‬َ‫ت‬‫أ‬‫ح‬َ‫ي‬ُ‫ر‬َ‫ر‬َّ‫ض‬‫ال‬ِ‫اص‬َ‫خ‬‫ال‬ِ‫ل‬َ‫ج‬َ‫َل‬ِ‫ر‬َ‫ر‬َّ‫ض‬‫ال‬ِ‫ام‬َ‫ع‬‫ال‬ Menanggung suatu Kemudharatan khusus untuk menolak Kemadharatan umum. Boleh melarang mengambil tindakan hukum terhadap seorang yang akan membahayakan kepentingan umum. Mengisytihar bankrap suatu perusahaan demi menyelamat kan para pengusaha. Menjual barang2 peminjam yang sudah ditahan demi untuk membayar hutangnya kepada kreditor. Menjual barang-barang timbunan dengan cara paksa untuk kepentingan umum dan aspek kebersihan dan kesihatan 57
  • 59. ِ‫ف‬ ُ‫ر‬َ‫ف‬َ‫ت‬‫أ‬‫غ‬ُ‫ي‬ َ‫َل‬ ‫ا‬َ‫م‬ ِ‫اء‬َ‫ق‬َ‫ب‬‫أ‬‫ل‬‫ا‬ ‫ي‬ِ‫ف‬ ُ‫ر‬َ‫ف‬َ‫ت‬‫أ‬‫غ‬ُ‫ي‬ِ‫َاء‬‫د‬ِ‫ت‬‫أ‬‫ب‬ ِ‫اَل‬ ‫ي‬ dimaafkan pada benda yang telah berlaku yang tidak dimaafkan pada benda yang belum berlaku Dhabith ini terjadi pada kasus tertentu yaitu orang yang melakukan perbuatan hukum karena tidak tahu bahwa perbuatan tersebut dilarang. Contohnya: Maka orang tersebut dimaafkan untuk permulaannya karena ketidaktahuannya. Selanjutnya, setelah dia tahu bahwa perbuatan tersebut adalah haram, maka ia harus menghentikan perbuatan tersebut. 59