Dokumen tersebut membahas tentang dua konsep hukum Islam yaitu gadai dan hiwalah. Gadai adalah menjadikan barang sebagai jaminan untuk hutang, dengan dasar hukum Al-Qur'an dan hadis. Sedangkan hiwalah adalah memindahkan tanggung jawab hutang dari debitur awal kepada debitur baru. Kedua konsep ini memberikan kemudahan bagi yang membutuhkan pinjaman atau menagih hutang.
2. GADAI
1. Pengertian Gadai
Dalam bahasa arab, gadai adalah ar-rahn yang secara etimologis berarti
sebut (tetap) dan Dawam (terus menerus). Adapun definisi rahn secara
terminologi adalah menjaga harta benda sebagai jaminan hutang agar
hutang itu di lunasi (di kembalikan) atau di bayarkan harganya jika tidak
dapat mengembalikannya atau jika dia berhalangan untuk melunasinya
2. Dasar Hukum Gadai
Hukum asal gadai adalah mubah atau di perbolehkan. Hal ini
berdasarkan dalam QS. Al-Baqarah 2: 283, yang berisi:
4. Begitu juga terdapat di dalam hadits, yang berisi:
b. Hadits
َِّنَأ
ِ
َّيبَّنال
ىَّلَص
ِ
ُ َّ
ّللا
ِ
هيَلَع
ِ
َمَّلَس َو
ى َرَتاش
اًماَْعَط
ِ
نم
ِ
َي
ِ
ٍّودُه
ىَلإ
ِ
لَجَأ
ِ
ُهَنَٰ َر َو
اًعرد
ِ
نم .ِ
يددَح.
“Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membeli dari seorang Yahudi bahan
makanan dengan cara hutang dan menggadaikan baju besinya.”[HR al Bukhari, no.
2513 dan Muslim, no. 1603].
3. Rukun syarat Gadai
a. Rukun gadai ada 4, yaitu:
1) dua orang yang melakukan akad gadai (al-aqidan)
2) barang yang di gadaikan/diagunkan (al-marhun)
3) hutang (al-murhan bih)
4) shighat ijab dan kabul
5. b. Syarat-Syarat Gadai
Syarat dua pihak yang berakad, yaitu baligh, berakal dan rusyd (memiliki
kemampuan mengatur dan mampu membedakan antara baik dan buruk).
1) syarat barang gadai (al-marhun) ada 3:
a) barang gadai itu berupa barang berharga yang dapat menutupi
hutangnya.
b) gadai tersebut adalah milik orang yang menggadaikan atau yang
diizinkan baginya untuk menjadikannya sebagai jaminan gadai
c) barang gadai tersebut harus di ketahui ukuran, jenis dan sifatnya
2) berhubungan dengan hutang (al-marhun bih) adalah hutang yang wajib
atau yang akhirnya menjadi wajib.
6. 4. Pemanfaatan barang gadai
Pihak pemberi hutang tidak di benarkan untuk memanfaatkan barang gadai. Sebab,
sebelum dan setelah di gadaikan, barang gadai adalah milik orang yang berhutang,
sehingga pemanfaatannya menjadi milik pihak yang berhutang sepenuhnya.
5. Ketentuan umum dapan gadai
a. Barang yang dapat di gadaikan adalah baharng yang memiliki nilai ekonomi, agar
dapat menjadi jaminan bagi pemilik uang.
b. Barang gadai adalah amanah.
c. Barang gadai di pegang pemberi hutang.
6. Biaya perawatan barang gadai
a. Jika barang itu di biayai oleh pemiliknya maka pemilik uang tetap
tidak boleh menggunakan barang gadai tersebut.
b. Jika dibiayai oleh pemilik uang maka dia boleh menggunakan
barang tersebut sesuai dengan biaya yang telah dia keluarkan dan
tidak boleh lebih.
7. 7. Pelunasan hutang dengan burung gadai
Apabila pelunas hutang telah jatuh tempo atau sesuai dengan waktu
yang di sepakati kedua belah pihak, maka orang yang berhutang
berkewajiban melunasi hutangnya kepada pemberi hutang.
8. Hikmah gadai
Hikmah disyariatkan gadai dapat memberikan manfaat atas barang yang di
gadaikan juga dapat memberikan keamanan bagi rahin (orang yang
menggadaikan) dan murtahin (penerima gadai), bahwa dananya tidak akan
hilang. Karena jika ingkar janji dalam pembayaran hutang, maka masih ada
barang/aset yang di pegang oleh murtahin.
8. Hiwalah
1. Pengertian Hiwalah
Secara bahasa artinya pindah. Menurut syara' adalah memindahkan hak
dari tanggungan muhil (orang yang berhutang) kepada muhal alaih( yang
menerima hiawalah).
2.Dasar hukum hiwalah
ِ
نَع
يبَأ
ِ
َةَري َرُٰ
رضي
هللا
عنه
َِلاَق : َِلاَق
ُِلوُسَر
َِّ َ
ّللا
صلى
هللا
عليه
وسلم ( ُِلطَم
ِ
يَنغلَا
ِ
ُظ
ِ
مل ,
اَذإ َو
ِ
ُعبتُأ
ِ
مُكُدَحَأ
ىَلَع
ِ
يلَم
ِ
عَبتَيلَف ) ِ
قَفَّتُم
ِ
هيَلَع
يف َو
ِ
ةَيا َور
ِ
َدَمحَأ : ( ِ
لَتحَيلَف)
Dari Abu Hurairah Ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda: Memperlambat
pembayaran hutang yang dilakukan oleh orang kaya merupakan perbuatan zalim.
Jika salah seorang kamu dialihkan kepada orang yang mudah membayar hutang,
maka hendaklah beralih (diterima pengalihan tersebut).” (HR. Bukhari Muslim).
• Hadits
10. "Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang-piutang untuk waktu yang
ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu
menuliskannya dengan benar. Janganlah penulis menolak untuk menuliskannya sebagaimana Allah
telah mengajarkan kepadanya, maka hendaklah dia menuliskan. Dan hendaklah orang yang berutang itu
mendiktekan, dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya, dan janganlah dia mengurangi
sedikit pun dari padanya. Jika yang berutang itu orang yang kurang akalnya atau lemah (keadaannya),
atau tidak mampu mendiktekan sendiri, maka hendaklah walinya mendiktekannya dengan benar. Dan
persaksikanlah dengan dua orang saksi laki-laki di antara kamu. Jika tidak ada (saksi) dua orang laki-
laki, maka (boleh) seorang laki-laki dan dua orang perempuan di antara orang-orang yang kamu sukai
dari para saksi (yang ada), agar jika yang seorang lupa maka yang seorang lagi mengingatkannya. Dan
janganlah saksi-saksi itu menolak apabila dipanggil. Dan janganlah kamu bosan menuliskannya, untuk
batas waktunya baik (utang itu) kecil maupun besar. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah, lebih dapat
menguatkan kesaksian, dan lebih mendekatkan kamu kepada ketidakraguan, kecuali jika hal itu
merupakan perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu jika
kamu tidak menuliskannya. Dan ambillah saksi apabila kamu berjual-beli, dan janganlah penulis
dipersulit dan begitu juga saksi. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sungguh, hal itu suatu
kefasikan pada kamu. Dan bertakwalah kepada Allah, Allah memberikan pengajaran kepadamu, dan
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu."
11. 3. Rukun Hiwalah
Rukun hiwalah ada 5, yaitu:
1. Muhil (orang yang berhutang)
2. Muhal (orang yang berpiutang/pemberi pinjaman)
3. Muhal alaih (orang yang menerima hiwalah)
4. Mubal bil (hutang)
5. Shighat ijab kabul (ijab dari muhil dan kabul dari muhal)
4.Syarat hiwalah
a.Muhil (pihak pertama)
1) Baligh dan berakal
2) Ridha (tidak dipaksa).jika muhil dipaksa untuk melakukan hiwalah maka tidak sah
b.Muhal (pihak kedua)
1) Baligh dan berakal
2) Ada persetujuan dari muhal terhadap muhil yang melakukan hiwalah
12. c. Muhal alaih (pihak ketiga)
1) Baligh dan berakal
2) Ada persetujuan (ridha) dari muhal alaih
d.Hutang yang dialihkan
1) Sesuatu yang sudah dialihkan itu adalah sesuatu yang sudah dalam bentuk hutang
piutang yang pasti
2) Hutang muhil kepada muhal maupun muhal alaih sama dalam jumlah dan kualitasnya
(hiwalah al-muqayyadah).mazhab syafi'i juga menambahkan bahwa kedua hutang itu
jafis sama pada waktu jatuh temponya, jika tidak sama maka tidak sah akad hiwalah.
5. Konsekuensi Hiwalah
a. Kewajiban muhil kepada muhal untuk membayar hutang dengan sendirinya
menjadi terlepas (bebas).
b. Adanya hak muhal untuk menuntut pembayaran hutang kepada muhal alaih
13. 6. Jenis Hiwalah
a. Ditinjau dari segi objek akad, hiwalah di bagi menjadi 2 jenis, yaitu:
1) hiwalah al-Haq (pemindahan hak).
2) hiwalah ad-dain (pemindah hutang/kewajiban).
b. Di tinjau dari segi akad, Hiwalah di bagi menjadi 2 jenis:
1) Hiwalah al-muqayyadah (pemindahan bersyarat)
2) Hiwalah al-muthlaqag (pemindahan mutlak)
7. Masa berakhirnya Hiwalah
a. Salah satu pihak membatalkan akad sebelum akad itu berlaku tetap.
b. Melunasi hutang yang dialihkan kepada muhal alaih.
c. Jika muhal meninggal dunia, maka muhal alaih wajib membayarkan
hutangnya.
d. Muhal membebaskan muhal alaih dari kewajiban hutang yang dialihkan.
14. 8.Hikmah Hiwalah
1) Jaminan harta orang yang memberi hutang kepada orang lain
dimana orang yang berhutang tidak mempu membayar
hutangnya,bukan berarti harta orang yang berpiutang hilang
begitu saa,namun bisa kembali lagi melalui perantara orang
ketiga (muhal alaih) yang akan menanggung dan membayarkan
hutang itu
2)membantu kebutuhan orang lain, dimana muhil (orang yang
berhutang) akan dibantu oleh pihak ketiga (muhal
alaih).kemudian muhal (orang yang berpiutang) terbantu oleh
pihak ketiga yang menanggung pelunasan hutang tersebut
15. KESIMPULAN
Setelah kami telusuri, gadai adalah menjaga harta benda sebagai jaminan hutang,
agar hutang itu di lunasi (di kembalikan) atau di bayarkan harganya jika tidak dapat
mengembalikannya atau jika dia berhalangan untuk melunasinya. Hukum asal gadai
terdapat di dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah 2:283 Dan hadits riwayat Al Bukhari,
no. 2513 dan Muslim, no. 1603. Barang yang dapat di gadaikan adalah barang yang
memiliki nilai ekonomi, agar dapat menjadi jaminan bagi pemilik uang.
Hiwalah bisa di artikan pemindahan atau pengalihan hak untuk menuntut
pembayaran hutang dari muhil (orang yang berhutang) kepada muhal alaih (orang
yang menerima hiwalah). Dasar hukum hiwalah terdapat di dalam Al-Qur'an surat
Al-Baqarah 2:282 dan Hadits riwayat Bukhari Muslim. Rukun hiwalah muhil (orang
yang berhutang), muhal (Orang yang berpiutang/pemberi pinjaman), muhal alaih
(orang yang menerima hiwalah), muhal bih (hutang, dan shigat ijab Qabul (Ijab dari
muhil dan Qabul dari muhal).
16. Masa berakhir nya Hiwalah salah satu pihak membatalkan
akad sebelum akad itu berlaku tetap, melunasi hutang yang
di alihkan kepada muhal alaih, jika muhal meninggal dunia
maka muhal alaih wajib membayarkan hutangnya, muhal
membebaskan muhal alaih dari kewajiban hutang yang di
alihkan.
ALHAMDULILLAH
TAMAT ♡