3. Istilah
Mual : kecenderungan muntah; perasaan di kerongkongan/daerah
epigastrik yang memberitahukan kepada seseorang bahwa ia akan
segera muntah
Muntah: keluarnya isi lambung melalui mulut, seringkali dengan
kekuatan yang besar
4. Etiologi dan patofisiologi
Mekanisme GI
Obstruksi mekanis (di lambung/usus
Gangguan fungsi sal. GI (dispepsia non tukak, irritable bowel syndrome)
Gangguan organ GI (tukak peptik, pankreatitis, hepatitis, kolesistitis)
Gastroenteritis akut
Penyakit kardiovaskular
Infark miokard akut,
Gagal jantung kongestif
Proses neurologis
Peningkatan tekanan intrakranial
Migrain
Gangguan vestibular
10. Hal-hal lain yang mempengaruhi respons mual dan muntah terhadap
obat sitotoksik:
Kombinasi obat
Dosis tinggi
Pengalaman terapi sebelumnya
Kondisi psikologis
Latar klinis
Stimulus tidak biasa terhadap penglihatan, penciuman, dan rasa
11. Patofisiologi
Tahapan dalam emesis: nausea, retching, vomiting.
Nausea: desakan untuk muntah terkait dengan terhentinya pergerakan
lambung
Retching: gerakan otot abdomen dan toraks sebelum muntah
Muntah: dipicu oleh impuls aferen di pusat muntah. Impuls diterima dari
pusat sensorik, seperti dari chemoreceptor trigger zone (CTZ), korteks
serebral, dan aferen viseral dari faring dan saluran cerna
Ketika tereksitasi, impuls-impuls aferen dikumpulkan oleh pusat muntah,
menghasilkan impuls-impuls eferen menuju pusat salivasi, pusat
pernapasan, dan otot faring, otot gastrointestinal, dan otot abdomen,
menyebabkan muntah
12. Presentasi klinis
Keadaan umum: bergantung pada keparahan gejala
Gejala:
Sederhana: dapat hilang dengan sendirinya, hanya membutuhkan terapi
simptomatis
Kompleks: tidak hilang setelah pemberian antiemetik, dapat memburuk
dengan cepat akibat ketidakseimbangan elektrolit
Tanda:
Sederhana: pasien mengeluh tidak nyaman
Kompleks: penurunan berat badan, demam, nyeri abdomen
13. Pemeriksaan laboratorium:
Sederhana: tidak diperlukan
Kompleks: pemeriksaan elektrolit serum, pemeriksaan saluran cerna bagian
atas/bawah
Informasi lain:
pemasukan dan pengeluaran cairan
Riwayat pengobatan
Riwayat keluarga
Riwayat perubahan perilaku atau perubahan penglihatan, nyeri kepala, stres
15. Tujuan terapi
Tujuan terapi:
Mencegah atau meredakan mual/muntah
Yang idealnya dicapai tanpa efek samping atau dengan efek samping yang
masih dapat diterima secara klinis
16. Pendekatan umum
Opsi terapi: terapi non farmakologis dan terapi farmakologis, bergantung
pada kondisi medis terkait
Bagi pasien dengan keluhan sederhana (terkait konsumsi
makanan/minuman tertentu), hindari atau batasi makanan/minuman
pencetus
Keadaan mual/muntah pd pasien dengan penyakit sistemis tertentu akan
membaik seiring perbaikan kondisi klinis
Pada pasien yang mengalami mual/muntah karena gangguan
keseimbangan akibat berada di dalam kendaraan (misalnya), dapat
disarankan untuk mencari posisi yang stabil
Muntah psikogenik dapat diberikan intervensi psikologis
17. Terapi farmakologis
Sebagian besar kondisi mual/muntah dapat ditangani dengan 1 jenis
obat
Keluhan mual/muntah sederhana ditangani dengan pemberian obat
seminimal mungkin
Pasien yang tidak merespons terapi tunggal atau menerima kemoterapi
yang sangat emetogenik biasanya membutuhkan regimen kombinasi
obat
18. Antasida
Dapat berupa antasida tunggal/kombinasi
Mg hidroksida, Al hidroksida, dan/atau Ca karbonat
MK: netralisasi asam lambung
Dosis: 15-30 mL, 1 kali atau lebih
19. Antagonis reseptor H2
Cimetidine, famotidine, nizatidine, ranitidine
Dosis rendah
Indikasi: mual dan muntah akibat refluks gastroesofageal
20. Antihistamin-antikolinergik
Indikasi: mual dan muntah akibat mabuk perjalanan
ES: mengantuk, kebingungan, pandangan kabur, mulut kering, retensi urin,
takikardia (utamanya pada lansia)
21. Benzodiazepin
Efek antiemetik relatif lemah
Umumnya digunakan sebagai obat penenang (antiansietas) pada
mual/muntah terkait kecemasan
Alprazolam dan lorazepam dikombinasikan dengan antiemetik lain pada
pasien yang menerima regimen kemoterapi mengandung cisplatin
22. Fenotiazin
Bermanfaat pada keluhan mual/muntah sederhana
Dapat diberikan melalui rute rektal jika rute oral/parenteral tidak
memungkinkan
ES: gejala ekstrapiramidal, reaksi hipersensitivitas (mungkin terjadi disfungsi
hati), aplasia sumsum tulang belakang, sedasi yang berlebihan
23. Kortikosteroid
Deksametason paling sering digunakan dalam penanganan chemotherapy
induced nausea and vomiting (CINV) maupun penanganan mual dan muntah
pascaoperasi, baik tunggal, maupun kombinasi dengan antagonis reseptor
5HT3
Untuk CINV, deksametason efektif digunakan pada pencegahan emesis akut
maupun mual dan muntah tertunda pada pasien yang menerima cisplatin
24. Metoklopramid
Digunakan sebagai antiemetik pada pasien gastroparesis diabetik
Kombinasi dengan deksametason digunakan untuk pencegahan mual dan
muntah tertunda pada pemberian kemoterapi
25. Antagonis reseptor 5-HT3
Dolasetron, granisetron, ondansetron, palonosetron merupakan terapi standar
untuk mual dan muntah terkait pemberiak kemoterapi, pascaoperasi, atau
setelah radiasi
ES: konstipasi, nyeri kepala, astenia
26. Kanabinoid
Nabilon (oral) dan dronabinol (oral)
Dapat diberikan jika CINV tidak merespons terhadap antiemetik lain
27. Substansi P/ antagonis reseptor neurokinin 1
Substansi P merupakan neurotransmitter peptida diyakini merupakan
mediator utama fase tertunda CINV
Juga merupakan salah satu dari 2 mediator fase akut CINV
Aprepitan dan fosaprepitan
IO: kontrasepsi oral, warfarin, deksametason oral
28. Chemotherapy induced nausea
and vomiting (CINV)
Akut: terjadi dalam waktu 24 jam setelah pemberian kemoterapi
Tertunda: terjadi setelah 24 jam
Pertimbangkan potensi emetogenik obat
Profilaksis
bagi pasien yang menerima kemoterapi berisiko tinggi emetogenik, berikan
regimen 3 obat: antagonis reseptor 5-HT3, deksametason, dan
aprepitan/fosaprepitan
Bagi pasien yang menerima kemoterapi berisiko moderat emetogenik, berikan
antagonis reseptor 5-HT3 + Deksametason (hari I), dan deksametason (hari 2 dan
3),
Untuk profilaksis mual muntah tertunda pada risiko tinggi emetogenik, aprepitan
+ deksametason (hari 2 dan 3), deksametason dengan/tanpa lorazepam (hari 4)
Risiko moderat: aprepitan atau deksametason; atau 5-HT3 dengan/tanpa
lorazepam, dan/atau antagonis H 2 atau PPI pada hari 2 dan 3
29. Postoperative Nausea and
Vomiting
Pada dewasa, terjadi pada 25-30% pasien, dalam 24 jam setelah
anestesia
Risiko rendah: tidak memerlukan antiemetik
Risiko moderat: 1-2 antiemetik profilaksis
Risiko tinggi: 2 antiemetik profilaksis dari 2 golongan berbeda
31. Mual dan muntah selama
kehamilan
Modifikasi pola makan dan/atau pola hidup
Terapi lini pertama: piridoksin 10-25 mg 1-4 kali sehari dengan atau
tanpa doksilamin (12,5-20 mg 1-4 kali sehari)
Jika tidak memberikan respons yang baik atau pasien mengalami
dehidrasi, dapat diberikan terapi penggantian cairan dan tiamin
Ondansetron 2-8 mg po/iv setiap 8 jam jika diperlukan juga dapat
digunakan
32. Antiemetik pada anak-anak
Pada anak-anak yang menerima kemoterapi berisiko tinggi emetogenik:
kortikosteroid + antagonis reseptor 5-HT3
Pada anak-anak yang mengalami muntah karena gastroenteritis, terapi
yang disarankan adalah terapi rehidrasi dibandingkan pemberian
antiemetik.