Ringkasan dokumen tersebut adalah:
Dokumen tersebut membahas berbagai gejala dan penatalaksanaannya pada kasus-kasus paliatif, seperti sesak napas, batuk, mual muntah, gangguan pencernaan, stomatitis, dan sindrom anoreksia-kaheksia. Penatalaksanaannya meliputi penanganan medikamentosa dan non-medikamentosa.
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
Tatalaksana Gejala Non Nyeri - Pelatihan Paliatif bagi Tenaga Medis 2023.pptx
1. PENATALAKSANAAN GEJALA
PADA KASUS PALIATIF
PELATIHAN PALIATIF KANKER BAGI TENAGA KESEHATAN
BAPELKES JAKARTA/ BPPK CILOTO JABAR, 2023
Dr Rudi Putranto SpPD, Kpsi, MPH/
DR. Dr. Hamzah Shatri SpPD, Kpsi, MEpid.
5. Sesak Napas
• Sensasi subyektif ketidaknyamanan bernapas yang bersifat multidimensi (aspek
fisik, psikososial, spiritual)
• Distres dan kecemasan pasien & keluarga
• “Steady state” dengan episode breakthrough (pergerakan atau malam hari)
• Memburuk pada akhir kehidupan
• Penyebab:
• Terkait kanker
• Terkait terapi: pneumonitis paska kemoterapi/radiasi; doxorubicin induced cardiomyopathy
• Komorbiditas: CHF, anemia
6.
7. Tata Laksana Sesak Napas:
Atasi Penyebab :
• B (bronchospasm): inhalasi albuterol dan ipratropium dan/atau steroid pada limfangitis
karsinomatosa, obstruksi bronkus atau pneumonitis radiasi (prednison 5-20 mg/hari; dexametason 1-
4 mg/hari)
• R (rales): overload diuretik; infeksi antibiotik
• E (effusions): torakosentesis, pleurodosis, indwelling chest tube drainage
• A (airway obstruction): perawatan trakeostomi
• T (thick secretions): inhalasi saline jika refleks batuk baik; jika refleks batuk lemah berikan
hyoscyamine/atropin/skopolamin/glikopirolat
• H (hemoglobin low): transfusi (risk vs benefit)
• A (anxiety): duduk tegak, bedside fan, musik, teknik relaksasi, konseling, benzodiazepin, opioid
• I (interpersonal issues): masalah sosial dan finansial konseling dan interaksi dengan pekerja sosial;
masalah keluarga hospis inpatient unit
• R (religious concern): “Merasa berdosa” mencetuskan dyspnea
8. Tata Laksana Sesak Napas (Medikamentosa)
1. Opioid:
• 1st line untuk advanced disease; oral/parenteral
• Mekanisme kerja: medula oblongata
Menurunkan laju metabolisme
Menekan respon kemoreseptor di medula terhadap hiperkapnia/hipoksia
Meningkatkan vasodilatasi perifer
Mengurangi kecemasan dan sensasi subyektif sesak napas
• Untuk pasien naif opioid, berikan IR mofin 2,5 – 5 mg PO atau morfin 1 – 2,5 mg SK. Jika berlanjut SR
10 mg/24 jam secara teratur (prinsip : regular, low dose)
• Pada pasien yang telah mendapat morfin sebelumnya, berikan dosis 1/12 -1/6 dosis dasar. Bila
berlanjut, naikkan dosis dasar 30 – 50%.
• Dosis dititrasi 25-50%/12-24 jam
• Depresi napas sangat jarang, biasanya didahului sedasi
9. Tata Laksana Sesak Napas (Medikamentosa)
2. Oksigen: hipoksia (pO2 < 90%)
3. Ansiolitik (benzodiazepin): pada
kecemasan/breakthrough/
refrakter/ tidak dapat
menggunakan opioid Alprazolam
0,25-0,5 mg atau Lorazepam 0,5-1
mg
4. Noninvasive ventilatory support:
CPAP dan BiPAP PPOK, sadar,
tenang, kelainan neurodegeneratif
10. • Dukungan psikososial: identifikasi kecemasan dan ketakutan dengan mendengarkan secara
aktif, pemberian penjelasan dan yakinkan.
• Temani pasien menjauhkan perasaan terisolir dan ansietas
• Atur posisi nyaman: vertikal
• Mengurangi aktivitas fisik, berikan bantuan untuk ADL
• Fisioterapi: cara bernafas (teknik pursed lip breathing, abdominal breathing)
• Relaksasi: terapi musik, aromaterapi
• Aliran udara segar: buka jendela, kipas angin (stimulasi nervus trigeminus V2 menekan
persepsi sesak)
• Pertahankan suhu ruangan tetap dingin/sejuk
• Hindari bau-bauan yang tajam/asap
Tata Laksana Sesak Napas (NonMedikamentosa)
11. Sesak Napas Refrakter
• Sesak napas berat dan refrakter dengan modalitas yang ada pertimbangkan
sedasi terapeutik
• Menurunkan kewaspadaan terhadap gejala juga menurunkan kewaspadaan
terhadap semuanya termasuk interaksi dengan orang yang dikasihi
• Diskusikan terlebih dahulu dengan pasien/keluarga
13. Death Rattle
Suara seperti berkumur akibat
retensi sekret bronkus
Suction batuk dan tersedak
Antikolinergik
Posisi lateral rekumben dengan
kepala sedikit diangkat
15. BATUK
Penyebab batuk yang terbanyak pada pasien paliatif adalah:
• Penyakit penyerta: asma Bronkial, infeksi, COPD, CHF
• Kanker paru atau metastase paru,
• Efusi pleura
• Aspirasi, gangguan menelan
• Limfangitis karsinomatosis
• Gangguan saraf laring dan Sindrom Vena Cava Superior
Tata Laksana Medikamentosa :
• Batuk dengan sputum: nebulizer salin, bronkodilator, fisioterapi
• Batuk kering: kodein atau morfin
• Oksigen rendah untuk batuk pada emfisema dengan hipoksemia
• Kortikosteroid: untuk batuk karena tumor endobronkial, limfangitis, pneumonitis akibat radiasi
16. BATUK DARAH (HEMOPTISIS)
Frekuensi hemoptisis : 20% pada kanker paru, 3% mengalami hemoptisis massif terminal
Etiologi hemoptisis pada pasien paliatif adalah:
• Erosi dan penekanan tumor (90% kasus disebabkan oleh penekanan pada pembuluh darah bronkial)
• Infeksi
• Emboli paru
• Gangguan pembekuan darah
Tata laksana:
• Atasi penyebab bila memungkinkan
• Perdarahan ringan yang terlihat pada sputum tidak memerlukan tindakan spesifik
• Bila perdarahan berlanjut: asam transeksamat min 3 x 1gr – 1.5 g/hari
• Bronkoskopi : mengangkat blood clot dan tamponade mekanik, fototerapi laser
• Radioterapi paliatif : untuk hemoptisis kronik
• Embolisasi arteri bronkus
• Pada perdarahan massif, tindakan invasive tidak layak dilakukan. Berikan midazolam 2,5 mg- 10 mg SK untuk mengurangi kecemasan
dan rasa takut
• Gunakan kain/handuk berwarna gelap untuk menampung darah yang keluar agar pasien/keluarga tidak takut
Sood et al. Management of bleeding in palliative care patients in general internal medicine
ward: a systematic review. Annals of Medicine and Surgery. 2020
18. Sindrom Anoreksia-Kaheksia
• Definisi: penurunan berat badan (meliputi otot dan lemak), nafsu makan, dan
asupan makan oral secara involunter-akibat perubahan metabolisme yang
disebabkan oleh produk akhir tumor dan sitokin
• Terjadi pada kanker dan penyakit kronik (CHF, AIDS, CKD, PPOK) kaskade
dimediasi metabolik, sitokin, neuroendokrin
• Skrining:
1. Penurunan nafsu makan (anorexia)
2. Penurunan asupan kalori >25% normal (atau <20 kkal/kg)
3. Penurunan BB (>5% dalam 6 bulan; >2% dalam 2 bulan)
Jika YA Evaluasi Dampak/Konsekuensi
19. Sindrom Anoreksia-Kaheksia
• Konsekuensi:
1. Penurunan fungsi: aktivitas fisik (ADL, KPS)
2. Perubahan komposisi tubuh (↓otot, ↑lemak)
3. Muncul gejala: kelelahan, cepat kenyang, mual kronik, kembung, dll
4. Timbul distres psikososial
Jika YA, evaluasi 5 penyebab reversibel:
1. stomatitis,
2. konstipasi,
3. gejala berat (nyeri, sesak napas),
4. delirium,
5. mual/muntah
20. Sindrom Anoreksia-Kaheksia
• Jika Tidak, maka lakukan pengkajian sistematik:
1. ACS primer (menekan aktivitas penyakit)
2. ACS sekunder: akibat selain 5 penyebab reversibel
3. Asupan nutrisi (protein, lemak, mineral)
4. Komposisi tubuh (edema, asites)
5. Aktivitas fisik
6. Gejala terkait ACS (mual, muntah)
7. Distres psiko-sosio-eksistensial
26. Tatalaksana Medikamentosa
• Hiperasiditas menyebabkan mual, rasa pahit dan nyeri lambung. Bila sesudah muntah keluhan
masih ada, berikan proton pump inhibitor seperti omeprazole 20 mg atau ranitidine 300 mg PO.
• Mual akibat iritasi mukosa karena pemberian NSAID: omeprazole 20 mg PO
• Mual akibat kemoterapi atau radiasi: 5-HT3 –reseptor antagonis: ondansetron 4 mg 1-2x/hari,
plus dexamethasone 4 mg pagi hari
27. Tatalaksana Non Medikamentosa
1. Porsi kecil, sering, atau makanan cair
2. Makanan direbus atau panggang dan bukan digoreng
3. Makanan suhu ruang
4. Hindari makanan manis, asin, berlemak, atau pedas, dan berbau tajam
5. Hindari tampilan, bunyi, atau bau yang merangsang muntah
6. Buka jendela agar udara segar dapat masuk
7. Teknik relaksasi
30. Xerostomia (Mulut/Lidah Kering)
• Mungkin tidak menimbulkan rasa haus pada pasien terminal perlu diperiksa
• Penyebab :
- kerusakan kelenjar liur
- radiasi, kemoterapi atau infeksi,
- efek samping obat (trisiklik, antihistamin, antikolinergik)
- dehidrasi
- penggunaan oksigen tanpa pelembab.
- infeksi kandida akibat pemakaian steroid lama
31. TATALAKSANA MEDIKAMENTOSA
• Atasi dasar penyebab :
1. Tinjau obat yang diberikan (omeprazol, difenhidramin, diazepam, sertralin, fluoxetin,
amitriptilin, kodein, fentanyl, tramado, verapamil, diltiazem, nifedipin, albuterol, dll)
2. Berikan obat untuk kandidiasis (nystatin, flukonazol)
• Medikamentosa:
1. Pilokarpin solution 1mg/1ml, 5 ml kumur 3 x sehari
2. Saliva replacement – tablet, semprot, gel
32. • Non-Farmakologi:
• Tambahkan bumbu kaldu dan saus
• Mint dan permen atau permen karet (bebas gula)
• Melon
• Potongan es/air/minuman dingin
• Perawatan mulut (preventif) pada hipofungsi saliva:
• Sikat gigi dan floss setelah makan (pasta gigi berfluoride)
• Kumur dengan larutan baking soda ½ sdt dengan 1 gelas air
• Hindari makanan/minuman yang mengandung gula >>
• Permen karet tanpa gula
Mulut Kering)
TATALAKSANA NON MEDIKAMENTOSA
34. KANDIDIASIS ORAL
• Tangani dengan terapi topikal atau sistemik
• Apakah prognosis buruk?
• Apakah pasien sulit menelan?
• Apakah pasien sedang mengkonsumsi obat-
obatan yang dapat berinteraksi dengan
antijamur?
• Apakah gigi palsu pasien perlu perawatan?
• Pada kasus yang resisten & perlu dilakukan
swab?
35. Tatalaksana
• Flukonazol 150 mg dosis awal
• Flukonazol 50mg sekali sehari selama 1 minggu
• Daktarin oral gel untuk membran mukosa dan sudut mulut
• Nystatin drops untuk lidah
• Larutan Milton untuk gigi palsu
38. STOMATITIS
• Sangat mengganggu:
• perubahan rasa
• penurunan nafsu makan
• Nyeri tidak dapat makan/minum sehingga pemberian obat dapat terganggu
• Etiologi:
• radiasi,
• kemoterapi,
• infeksi (jamur, virus, bakteri),
• pemakaian obat, dan
• malnutrisi.
40. Perawatan Mulut
• Mencuci mulut setiap 2 jam dengan air biasa atau air yang dicampur dengan air
jeruk, sodium bikarbonat.
• Jaga kelembaban mulut dengan sering minum
• Pada xerostomia: Rangsang air liur dengan irisan jeruk yang dibekukan, potongan
es atau permen karet tanpa gula.
• Untuk mencegah agar bibir tidak pecah pecah, olesi dengan krim dengan bahan
dasar lanolin
• Pada hipersalivasi: teteskan di mulut atropin tetes mata 1%, 1 – 2 tetes 3 x sehari
41. PERAWATAN SIMTOMATIS untuk mengurangi nyeri
• Parasetamol kumur (gargle) setiap 4 jam
• Lignocain 2% 10 – 15 ml, kumur setiap 4 jam
• PENGOBATAN SESUAI PENYEBAB
• Kandidiasis:
• Miconazol 2%, 2.5 mg oleskan lalu telan
• Nystatin 100.000 unit/ml, 1 ml oleskan lalu telan.
• Untuk kandidiasis berat: Fluconazol 50 – 100 mg PO/ hari atau ketoconazol 200 mg PO/ hari
• Ulkus Aphtous
• Pasta triamcinolon asetonid 0.1%/ 8 jam
• Herpes simplex
• Lesi tunggal: acyclovir 5% oleskan/4 jam.
• Pada kasus berat: acyclovir 400 mgPO/8 jam atau 5mg/kg IV/8 jam
• Catatan: cara pengunaan obat dan perawatan mulut yang baik sangat diperlukan agar mencapai hasil optimal.
45. KESULITAN MENELAN / DISFAGIA
• Etiologi :
• obstruksi tumor,
• peradangan (infeksi),
• Radiasi
• kemoterapi,
• xerostomia,
• gangguan fungsi neuromuskuler
• gangguan saraf kranial
• kelemahan umum.
• Disfagia dapat disertai dengan odinofagia
(nyeri menelan) yang mempersulit keadaan
pasien.
46. Tatalaksana Disfagia Orofaringeal
• Edukasi: posisi duduk; jenis makanan yang lembut dalam porsi kecil
• Kortikosteroid (disfagia ec obstruksi intrinsik, infiltrasi pada saraf dan disfungsi saraf
kranial)
• Antikolinergik ↓ akumulasi air liur akibat obstruksi
• Nutrisi enteral: nasogastric tube atau gastrostomi subkutaneus manfaat vs
kerugian
47. • Kortikosteroid yang diberikan pada waktu singkat: deksametason 8 mg selama
3 – 5 hari
• Pemberian obat untuk mengurangi refluks asam lambung : omeprazol 1 x 20
mg atau
ranitidin 2x 300 mg.
• Pemasangan stent (gastroenterologis)
• Radioterapi bila kondisi memungkinkan
• Pada kasus terminal, tindakan invasif tidak dianjurkan.
Tatalaksana Disfagia Esofageal
49. Konstipasi
Etiologi :
• Diet rendah serat, kekurangan cairan
• Imobilisasi
• Tidak segera ke toilet pada saat rasa ingin BAB muncul
• Obat: opioid, anti-kolinergik, antasida yang mengandung alumunium, zat besi,
antispasmodik, antipsikotik/ansiolitik
• Obstruksi saluran cerna: faeces, tumor, perlengketan
• Gangguan metabolisme: hiperkalsemia
• Ganguan saraf gastrointestinal, neuropati saraf otonom
50. Tatalaksana Non Medikamentosa:
• Atasi dasar penyebab :
Hentikan atau kurangi obat yang menyebabkan konstipasi
Koreksi hiperkalsemia
Atasi obstruksi bila mungkin
• Anjurkan makanan tinggi serat dan tingkatkan jumlah cairan secara bertahap
• Anjurkan pasien untuk banyak bergerak bila mungkin
• Berikan respon yang cepat bila pasien ingin buang air besar
• Gunakan penyangga kaki untuk meningkatkan kekuatan otot abdomen
• Tata laksana rehabilitasi medik : bowel training.
51. Tatalaksana Medikamentosa
• Obat untuk mencegah konstipasi harus diberikan pada pasien yang mendapat opioid. Gunakan
laksatif yang mengandung pelembut faeces dan stimulant peristaltik.
• Bila konstipasi telah terjadi: bisacodyl 10 mg dan glyserin supositoria. Jangan berikan laksatif
stimulan pada obstruksi.
• Gunakan laksatif pelembut feses atau osmotik pada obstruksi partial.
• Jika pemberian laksatif gagal, lakukan Rectal Toucher :
Jika feses encer, berikan 2 tablet bisacodyl atau microlax
Jika feses keras, berikan 2 gliserin supositoria
Jika rectum kosong, lakukan foto abdomen
52.
53. DIARE
• Penyebab diare : infeksi, malabsorbsi, obstruksi partial, karsinoma kolorektal,
kompresi tulang belakang, penggunaan antibiotik, kemoterapi atau radiasi,
dan kecemasan.
• Tata laksana diare sesuai dengan penyebabnya. .
• Pada malabsorbsi, pemberian enzim pancreas akan bermanfaat.
• Lakukan perawatan kulit dengan zinc oksida.
54. Evaluasi
• Diet, obat, laksatif, tindakan, waktu pasase sejak proses menelan makanan atau minuman, dan
deskripsi kuantitas dan kualitas BAB
• PF: palpasi abdomen dan pemeriksaan rektum
• Penunjang: radiografi
• Tetap pikirkan: virus/bakteri gastroenteritis, efek samping obat
Tatalaksana
• Hidrasi adekuat;
• Karbohidrat sederhana, roti atau biskuit (elektrolit dan glukosa);
• Hindari susu dan produk lain yang mengandung laktose
• Obat-obatan:
• Kaolin and Pectin (Kaopectate®)
• Antibiotics
• Bismuth
• Loperamide (Imodium®)
• Aspirin and Cholestyramine
• Psyllium (Metamucil®)
55. Tatalaksana Diare (lanjutan)
• Mesalamine (IBD)
• Enzim pankreas: insufisiensi pankreas
• Octreotide: mahal, tapi efektif untuk diare sekretorik berat pada HIV atau stoma high output.
Dapat diberikan dengan infus subkutan kontinu 10 – 80 mcg/jam hingga gejala membaik
57. Obstruksi letak rendah Obstruksi letak tinggi
Nyeri perut
Pembengkakan perut
Frekuensi muntah
Volume muntah
Bahan muntah
Jenis muntah
Kemampuan minum
Foto abdomen
Laboratorium
++
++
+
++
Bisa disertai Feses
Disertai mual
(+) walaupun pada obstruksi total
Gambaran gas dan cairan ++
Gangguan cairan dan elektrolit +
+
+
++
+
Makanan yang belum dicerna
Tiba tiba setelah makan/minum mual minimal/-
Cepat kenyang/penuh
+
++
58. Tatalaksana:
• Atasi dasar penyebab :
• Obstruksi tunggal tanpa asites dan karsinomatosis yang luas operasi
Medikamentosa:
• Ditujukan untuk mengurangi mual, muntah, dan nyeri
• Kolik antispasmodik (hyosin butilbromid)
• Laksatif stimulan / prokinetik harus dihentikan
• Laksatif pelembut feses diberikan pada obstruksi parsial
• 1/3 pasien perbaikan dengan sendirinya, tunggu 7 – 10 hari
59. Tatalaksana:
• Bila tidak ada perubahan, berikan deksametason 10 mg SK atau metilprednisolon 40 mg IV dalam
1 jam.
• Bila hyosin butilbromid gagal menghentikan muntah, berikan octreotide untuk mengurangi
distensi, muntah dan nyeri.
• Ranitidin 300 mg 2x/hari mengurangi sekresi lambung
• Haloperidol 0,5 – 2,5 mg PO/SC 2x/hari ↓ muntah
Non Medikamentosa:
• Kurangi cairan parenteral untuk menurunkan sekresi intraluminer yang menyebabkan muntah dan
distensi.
• Cairan oral untuk obstruksi letak tinggi 500ml/24 jam, sedang untuk obstruksi letak rendah
1000ml/24jam.
61. Asites Keganasan
• Definisi: penumpukan cairan di rongga abdomen sebagai akibat langsung kanker
• Mekanisme:
• obstruksi drainase limfatik,
• meningkatnya permeabilitas vaskular,
• overaktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron,
• produksi cairan neoplastik
• produksi metaloproteinase yang mendegradasi matriks ekstraselular
• kompresi vena porta pada metastasis ke hati
• Etiologi tersering: adenokarsinoma ovarium, payudara, kolon, gaster, dan pankreas
• Median kesintasan: 1-4 bulan (lebih panjang pada kanker ovarium dan payudara jika terapi anti
kanker sistemik diberikan)
62. Presentasi Klinis dan Diagnostik
• Distensi abdomen, mual, muntah, cepat kenyang, sesak napas, edema tungkai bawah, peningkatan
berat badan, dan berkurangnya mobilitas
• Pemeriksaan Fisik: distensi abdomen, shifting dullness, dan gelombang cairan
• Rontgen abdomen polos: tidak spesifik, berkabut atau “ground glass”
• USG atau CT scan: konfirmasi asites, loculated pada rongga peritoneum tertentu
• Penyebab: karsinomatosis peritoneum, obstruksi limfatik, trombosis vena porta, peningkatan tekanan
vena vorta pada sirosis, CHF, perikarditis konstriktif, sindrom nefrotik, dan infeksi peritoneum.
63. Klasifikasi
Eksudatif versus transudatif serum-ascites albumin gradient (SAAG).
SAAG = (kadar albumin serum) – (kadar albumin asites)
• SAAG > 1,1 g/dl : peningkatan tekanan portal (akurasi 97%) contoh: sirosis,
kongesti liver, CHF, atau trombosis vena porta
• SAAG < 1,1 g/dl: tidak ada hipertensi porta (akurasi 97%) contoh: karsinomatosis
peritoneum, infeksi peritoneum, sindrom nefrotik, atau
malnutrisi/hipoalbuminemia
64. Tatalaksana
• Diuretik: asites ganas (SAAG < 1,1) cenderung tidak memberikan respon. Pada peningkatan
tekanan portal (SAAG > 1,1) lebih memberikan respon terhadap diuretik
• Parasentesis: mengurangi gejala dengan cepat pada >90% pasien. Drainase volume besar (4-6
L/sesi) dapat dilakukan dengan aman di rawat jalan (rumah) atau bedside; panduan USG
diperlukan hanya bila cairan loculated.
• Drainase kateter: parasentesis berulang
• Pigtail Catheter: sederhana, temporer, mudah komplikasi pada jangka panjang (peritonitis,
terlepas, bocor, tersumbat)
• Tunneled Catheter: pada pasien dengan harapan hidup minimal 1 bulan
• Pintas vaskular:
• Peritovenous shunt (PVS)
• Transjugular Intrahepatic Portosystemic Shunt (TIPS)
68. FATIGUE/ KELELAHAN
• Sangat sering dijumpai pada pasien paliatif menurunkan kualitas hidup pasien
• Etiologi:
• gangguan elektrolit,
• gangguan tidur,
• dehidrasi,
• anemia,
• malnutrisi,
• hipoksemia,
• infeksi,
• gangguan metabolisme
• penggunaan obat, kemoterapi,
radiasi,
• komorbiditas,
• progresifitas penyakit
• gangguan emosi.
69. TATALAKSANA FATIGUE
• Koreksi penyebab reversibel: gangguan tidur, gangguan elektrolit, dehidrasi, anemia, infeksi
• Review penggunaan obat
• Non medikamentosa : Olahraga, fisioterapi dan okupasional terapi akan menambah kebugaran,
meningkatkan kualitas tidur, memperbaiki emosi dan kualitas hidup.
• Medikamentosa : dexametason 2 mg pagi hari. Bila dalam 5 hari tidak menunjukkan perbaikan,
hentikan.
• Tata laksana rehabilitasi medik pada kasus fatik yaitu dengan relaksasi, latihan daya tahan untuk
mempertahankan Activity Daily Living.
71. PRURITUS
Gatal adalah keluhan yang mengganggu. Tidak semua gatal berhubungan dengan pelepasan histamin. Gatal akibat uremia atau kolestasis karena
adanya jalur melalui reseptor opioid. Serotonin dan prostaglandin mungkin juga terlibat.
Penyebab:
• Gangguan fungsi hati dan ginjal
• Alergi obat/makanan
• Obat: opioid atau vasodilator
• Penyakit endokrin
• Kekuarangan zat besi
• Limfoma
• Rangsangan sensori: baju yang kasar
• Parasit
• Faktor psikologi
Tatalaksana:
• Atasi penyebabnya
• Hentikan obat penyebab seperti rifampicin, benzodiazepin
• Gunakan pelembab kulit, Jangan gunakan sabun mandi
• Jaga kelembaban ruangan
• Obat: antihistamin klorfeniramin 4 mg, cholesteramin 4 – 8 mg/hari
73. KERINGAT BERLEBIHAN (HYPERHYDROSIS)
Keringat berlebihan disebabkan oleh berbagai macam hal seperti udara yang panas, gangguan
emosi (keringat di axial, telapak tangan atau kaki), lymphoma, metastase hati, dan karsinoid
(keringat malam), infeksi dan obat obatan.
Tatalaksana:
• Hilangkan penyebabnya.
• Medikamentosa :
• NSAID: diclofenak bekerja melalui prostaglandin di hypothalamus
• Cimetidin 400mg – 800mg malam hari bekerja melalui reseptor histamine di kulit
• Deksametason
• Parasetamol untuk keringat malam
• Ansiolitik
75. LUKA DEKUBITUS
• Kerusakan kulit banyak dijumpai pada pasien stadium lanjut akibat iskemia yang disebabkan hal
hal seperti : tekanan, gesekan, perawwatn yang tidak benar, urin atau feses atau infeksi. Jaringan
yang rapuh disebabkan oleh penurunan berat badan, ketuaan, malnutrisi, anemia, edema,
kortikosteroid, kemoterapi, radiasi. Imobilitas dan gangguan sensori juga menyebabkan
kerusakan kulit yang lebih mudah.
Tingkatan dekubitus:
• Tingkat 1 kulit intak, eritema, pembengkakan/ indurasi jaringan lunak
• Tingkat 2 kulit pecah, ulcerasi dangkal sampai ke lapisan epidermis/dermis
• Tingkat 3 ulcerasi sampai ke jaringan ke subkutan, terdapat jaringan nekrotik
• Tingkat 4 ulserasi sampai ke fasia, otot atau tulang
76. Pencegahan:
• Identifikasi pasien dengan resiko tinggi
• Jaga kebersihan kulit dan kulit harus kering
• Hindari trauma: bila mengeringkan kulit jangan dengan cara digosok, hindari memijat dengan keras, menggeser
pasien, pakaian basah, kontaminasi feses atau urin, pakaian atau alas tidur yang kasar, kelebihan cahaya, sabun
yang keras dan mengosok dengan alkohol
• Gantikan posisi badan dan gunakan kasur anti dekubitus
• Perhatikan pemakaian obat: kortikosteroid, sedasif, analgesik
Tatalaksana:
• Bersihkan dengan larutan salin
• Debridement: enzyme, larutan hidrofilik
• Memacu tumbuhnya jaringan (superficial: membran semipermeabel, dalam: larutan hydrokoloid impermeabel)
• Antibiotik sistemik bila ada infeksi
• Analgesik bila terdapat nyeri
• Menghilangkan bau : metronidazol
78. LUKA KANKER
• Luka kanker banyak dijumpai pada kanker payudara, dan kanker pada kepala –leher
Tata laksana :
• Antikanker: radioterapi radiasi paliatif sangat bermanfaat untuk mengurangi gejala yang ada
• Terapi topikal: Dressing secara teratur dan sering sangat diperlukan untuk menjaga kebersihan,
tetap kering dan bebas infeksi. Rendam dengan air hangat atau waktu mandi. Pada luka bersih
gunakan saline. Pada jaringan mati gunakan campuran hidrogen peroksida dan salin atau larutan
enzim. Pada luka infeksi gunakan antiseptik. Hentikan perdarahan dengan alginte atau dengan
adrenalin yang diencerkan. Pada luka yang berbau berikan metronidazole 400 mg/ 8 jam PO.
80. LIMFEDEMA
Resiko limfedema meningkat pada pasien dengan operasi di daerah aksilla atau inguinal, infeksi paska operasi, radioterapi dan metastase di
kelenjar getah bening di aksial, inguinal, pelvis dan retroperitoneal.
Gejala klinis limfedema : rasa berat, menekan, seperti pecah, nyeri karena proses inflamasi, pleksopati dan peregangan. Gangguan fungsi yang
ditimbulkan dan perubahan body image serta pemakaian baju dan sepatu dapat menyebabkan gangguan psikologis yang perlu diperhatikan.
Tatalaksana:
• Perawatan kulit:
• Kelembaban kulit perlu dijaga agar tidak mudah pecah dan infeksi. Kulit harus kering, terutama perhatikan bagian lipatan. Penggunakan
lanolin dan krim yang mengandung parfum harus dihindari untuk mencegah dermatitis kontak.
• Positioning: letakkan bagian yang mengalami limfedema pada posisi horisontal dengan memberikan bantalan agar nyaman.
• Gunakan bandage dengan tekanan ringan
• Anjurkan untuk melakukan latihan ringan. Bila latihan aktif tidak memungkinkan, latihan pasif akan bermanfaat.
• Massage dan penggunaan Kompresi Pneumatik konsultasikan dengan bagian rehabilitasi medik
• Pengobatan terhadap infeksi dengan antibiotic. Bila ada infeksi jamur harus diobati secara adekuat
81. Tatalaksana
• Obat untuk mengurangi gejala:
Analgesika seperti parasetamol, NSAID atau opioid sesuai penilaian.
Kortikosteroid: dexametazone 4 – 8 mg o.d selama 1 minggu. Bila
bermanfaat, lanjuntukan 2 – 4 mg/ hari.
Diuretik hanya bermanfaat jika ada gangguan jantung dan vena Mulai
dengan furosemid 20 – 40 mg sekali sehari
• Tata laksana rehabilitasi medik pada limfedema sangat spesifik, bila ada
limfedema lebih baik dirujuk ke dokter rehabilitasi medik untuk penanganan yang
benar dan baik
83. HEMATURIA
Etiologi :
• Infeksi : sistitis, prostatitis, uretritis, septikemia
• Keganasan : tumor primer atau sekunder
• Iatrogenik : nefrostomi, pemasangan stent, atau kateter, emboli
• Gangguan hemostasis
• Penyakit ginjal
• Urolitiasis
Tatalaksana: sesuai penyebab yang ada
• Jika perdarahan ringan, intervensi khusus sering tidak diperlukan.
• Pada perdarahan berat, kateter khusus diperlukan untuk mengeluarkan bekuan darah. Pencucian
vesika urinaria dilakukan secara kontinu (Konsultasi Urologist)
87. INKONTINENSIA URIN
Inkontinensia urin banyak terjadi pada pasien stadium lanjut yang menyebabkan
iritasi serius pada kulit dan perineum.
ETIOLOGI:
• Overflow inkontinensia
• Obstruksi Vesika Urinaria akibat infiltrasi sel kanker, hipertropi prostat, faecal
impaction, striktura, Gangguan detrusor efek samping antikolinergik,
gangguan saraf spinal, somnolence, bingung, demensia, kelemahan umum.
• Stress inkontinensia
• Insufisiensi sphincter, Gangguan saraf spinal atau sacral, infiltrasi kanker,
• Operasi, menopause, multipara
• Urge inkontinensia
• Hiperaktifitas detrusor
• Poliuria, infeksi, inflamasi, infiltrasi, radiasi, kemoterapi
• Gangguan SSP atau saraf spinal, dan kecemasan
• Continues inkontinensia
• Fistula, Infiltrasi, operasi, radiasi
TATALAKSANA :
Atasi penyebab
Cara umum :
• Mempermudah akses ke toilet
• Bantu untuk dapat menggunakan fasilitas yang ada
• Buang Air Kecil (BAK) secara teratur
• Hindari cairan yang berlebihan
• Evaluasi obat yang digunakan
• Kateterisasi
• Perawatan kulit
• Obat penghambat alfa: prazosin 0,5 – 1 mg PO/12 jam
• Kolinergik: bethanecol 5 – 30 mg PO/ 6 jam
• Adrenegik: ephedrine 25 – 50 mg PO/8 jam
• Antidepresant
• Tata laksana rehabilitasi medik pada kasus gangguan buang air kecil
yaitu dengan bladder training
89. Tatalaksana:
• Obati pasien BUKAN hasil laboratoriumnya. Lemah dan cepat lelah bisa
dikarenakan oleh anemia atau kankernya sendiri.
• Transfusi darah dianjurkan pada pasien dengan kelemahan dan cepat
lelah bila terdapat anemia sedang-berat.
• Sebagai alternatif, gunakan epoetin 150-300 IU/kg SC 3x seminggu.
Pasien dengan cadangan bone marrow yang adekuat (neutrofil >1,5 x 10
9 dan platelet > 100.00) akan memberi respon yang baik, dengan
kenaikan >1g/dl dalam 4 minggu. (Konsultasi Internist/Hematologist)
93. TROMBOSIS VENA DALAM
• Kanker menyebabkan berlebihnya pembentukan tissue factor (TF) dan menyebabkan hiperkoagulasi. DVT banyak
ditemukan pada pasien kanker paru, payudara, gastrointestinal. terutama pankreas dan SSP.
• DVT sering tidak menimbulkan gejala pembengkakan dan nyeri. Kadang menyerupai limfoedema atau penekanan
vena besar. Pada pasien yang kondisinya memungkinkan, USG Doppler perlu dilakukan untuk mendiagnosa DVT.
(Konsultasi Internist/Hematologist)
Tata laksana:
• NSAID
• Kompresi dengan stocking
• Pada DVT di tungkai bawah: Posisi tungkai lebih tinggi
• Antikoagulan:
• Pada pasien dengan resiko perdarahan tinggi seperti renal cell karsinoma dan melanoma, pemberian antikoagulan
adalah kontraindikasi. Konsultasi dengan hematologist/internist diperlukan untuk pemberian antikoagulan.
• Tata laksana rehabilitasi medik pada DVT diberikan sesuai kondisi pasien
95. DELIRIUM
Definisi: kondisi bingung yang terjadi secara akut dan perubahan kesadaran yang muncul dengan perilaku yang fluktuatif.
Gangguan kemampuan kognitif mungkin merupakan gejala awal dari delirium.
Delirium sangat mengganggu keluarga karena adanya disorientasi, penurunan perhatian dan konsentrasi, tingkah laku dan kemampuan berfikir yang
tidak terorganisir, ingatan yang terganggu dan kadang muncul halusinasi.
Kadang muncul dalam bentuk hiperaktif atau hipoaktif dan perubahan motorik seperti mioklonus.
Etiologi:
• Gangguan biokimia: hiperkalsemia, hiponatremia, hipoglikemia, dehidrasi
• Obat: opioid, kortikosteroid, sedative, antikolinergik, benzodiazeepin
• Infeksi
• Gangguan fungsi organ: gagal ginjal, gagal hati
• Anemia, hipoksia
• Gangguan SSP: tomor, perdarahan
• Catatan:
• Pada pasien dengan fase terminal, sering agitasi diartikan sebagai tanda nyeri, sehingga dosis opioid ditingkatkan, sehingga bisa meyebabkan
delirium. Dalam hal ini mungkin cara pemberian opioid perlu dirubah.
• Precipitator: nyeri, fatik, retensi urin, konstipasi, perubahan lingkungan dan stimuli yang berlebihan.
96. Tatalaksana
Koreksi penyebab yang dapat segera diatasi : penyebab yang mendasari atau pencetusnya
Tatalaksana Non Medikamentosa :
• Pastikan berada di tempat yang tenang, dan pasien merasa aman, nyaman dan familier
• Singkirkan barang yang dapat membahayakan.
• Jangan sering mengganti petugas
• Hadirkan keluarga, dan barang barang yang dikenal
• Dukungan emosional
Tatalaksana Medikamentosa :
• Haloperidol 0,5 mg- 2,5 mg PO/6 jam atau 0,5-1 mg SK/6 jam, namun bisa diberikan setiap 30-60 menit dengan dosis maksimal 20
mg/hari.
• Pada pasien yang tidak dapat diberikan haloperidol karena efek samping
• Risperidone 0.5 mg- 2 mg Oral/hari dalam dosis terbagi
• Olanzepine 2.5 mg – 10 mg Oral/hari dalam dosis terbagi
• Benzodiazepine bila penyebabnya ensepalopati hepatik , HIV
• Loarazepam 0,5 – 1 mg sublingual, tiap 1 – 3 jam atau
• Midazolam 2,5 – 5 mg SK tiap 1 – 3 jam.
98. KEJANG
• Kejang dapat terjadi karena tumor primer atau metastase otak, perdarahan, obat yang merangsang kejang
atau penghentian benzodiazepine, gangguan metabolism (hiponatremia, uremia, hiperbilirubinemia) atau
infeksi. Kejang pada pasien stadium terminal dapat juga karena penyakit yang sudah ada sebelumnya.
• Pada kejang yang bukan karena penyakit lama, gunakan:
• Clonazepam 0.5 – 1 mg sublingual atau diazepam 5 – 10 mg PR atau midazolam 2.5 – 5 mg SC.
• Jika belum berhenti, berikan:
• Phenobarbital 100 mg SC atau Phenytoin 15 – 20 mg/kg IV lambat, maksimum 50 mg/menit.
• Myoclonus adalah kejang yang tiba tiba, sebentar. Dapat terjadi secara fokal, regional atau mulitfokal,
unilateral atau bilateral.
• Gunakan diazepam 5mg PR lanjuntukan 5 – 10 mg PR o.n atau midazolam 5mg SC kalau perlu.
100. • An emergency discharge to achieve
a patient’s preferred place of death.
• Emotional emergencies with high
levels of expressed anxiety
• Spiritual/existential/social
emergencies with pressure to ‘sort
things out’ quickly
• Communication emergencies
Palliative Care Emergencies
Hypercalcaemia
Haemorrhage
Malignant spinal cord compression
Superior vena cava obstruction
Medical Palliative Care Emergencies
• A serious, unexpected, and often dangerous situation requiring immediate action.
• Where death is an expected outcome, emergencies are those conditions which if left untreated will
seriously threaten the quality of life remaining , and prolongation of life may not be a realistic aim.
• Do emergency situations always arise unexpectedly?
Non-Medical Emergencies
101. General Approach to Emergencies
• Communication
• Patient’s understanding/meaning of his
or her pain
• Your assessment and proposed strategy
• Any additional avenues of support
• Expectations
• Yours
• Patient’s
• Family’s
102. Haemorrhage
Aetiology
Clinical significant bleed:
• 6-10% patients with advanced cancer
• Common Primary cancer sites include:
• Lung
• Head and neck
• Upper GI
Acute terminal haemorrhage is very rare (1%) :
Epistaxis, GI bleeding, Haematemesis, melaena
Risk of bleeding can be affected by:
• Presence of fungating tumours
• Proximity of tumour to major blood vessel
• Coagulopathy (includes patients on aspirin/NSAIDs/
anticoagulants and includes intrinsic causes)
• Approach to Management.
• Local agents
• Adrenaline/tranexamic acid-soaked gauze
• Silver nitrate sticks
• Haemostatic dressings, Sorbsan
• Topical sucralfate
• Systemic agents
• Tranexamic acid (antifibrinolytic)
• Etamsylate (haemostatic)
• Is specialist therapy an
option/available?
• Cryotherapy, laser, embolization.
103. KOMPRESI SUMSUM TULANG BELAKANG
Adalah merupakan keadaan kegawat darurat yang memerlukan management yang adekuat.
Terjadi pada 5% pasien kanker stadium lajut.
Etiologi: penjalaran sel kanker dari vertebra ke epidural, intradural metastase atau vertebra yang kolaps.
Terbanyak terjadi pada vertebra torakalis, diikuti vertebra lumbalis dan servikalis. Nyeri, kelemahan ekstremitas
bawah, gangguan sensori dan kehilangan kontrol otot sfingter adalah gejala kompresi tulang belakang.
Tata laksana:
• Dexametasone 16 mg/ hari dalam beberapa hari kemudian tapering off
• Radioterapi
• Dekompresi bila memungkinkan.
• Tata laksana rehabilitasi medik pada kasus metastase ke vertebra, dilakukan pemasangan spinal orthose (brace,
korset)
• Tata laksana rehabilitasi medik pada kasus immobilisasi lama menyangkut semua sistem tubuh yang terganggu
akibabat immobilisasi lama (sindroma immobilisasi), yang merupakan program kolaborasi dari dokter,
fisioterapis, terapis okupasi dan ortotis (bila diperlukan alat bantu ortosa). (Konsultasi Neurologist/Rehabilitasi
Medis)
104. Spinal cord or cauda equina compression by direct pressure
and/or induction of vertebral collapse or instability by metastatic
spread or direct extension of malignancy that threatens or causes
neurological disability.
Pain Management – NICE.
• Conventional analgesia using WHO ladder
• Bisphosphonates
• Vertebral involvement from myeloma or ca
breast
• Prostate cancer if conventional analgesia
inadequate
• Palliative radiotherapy
• Consider single fraction to help pain even if paralysed
• Spinal stabilisation surgery
• Consider for patients with spinal mets + pain
resistant to conventional analgesia even if
paralysed
• Treatment and Care.
• Communication
• Dexamethasone
• Load with 16mg stat then 16mg daily (8mg PO BD)
while planning Rx
• Continue while treatment is being planned i.e.
DXT/surgery
• Taper over 5-7d after surgery or start of
radiotherapy
• Increase temporarily if neurology worsens
• Monitor BMs
• Pain Management
• Mobilisation (when spine and neurology stable)
• Assess for surgical or radiotherapy options
• Bowel and bladder care
• VTE prophylaxis
• Pressure areas
Contact oncologist within 24 hours to discuss care of patient with cancer .
Urgency of Response
105. Superior vena cava obstruction
External compression
Often lymph node involvement
Lymphoma
Lymph node metastasis from
solid tumour (e.g. breast)
Thrombus inside SVC.
Direct invasion of vessel
• Symptoms
•Breathlessness, Worse on lying flat
•Headache
•Anxiety
•Visual changes
•Dizziness
•Feeling of fullness in the head
•Swelling or discolouration of the face and neck.
•Signs
•Tachypnoea
•Engorged conjunctivae
•Peri-orbital oedema
•Cyanosis
•Non-pulsatile, raised JVP + dilated neck veins
•Oedema of arms and hands
•Dilated collateral veins in arms and chest
•Papilloedema is late feature
106. SVCO - Management
• Discuss with oncologist within 24
hours
• Initial Rx – 16mg Dexamethasone
PO
• Definitive Rx – vascular stent, DXT,
chemotherapy
107. Hypercalcaemia of
Malignancy
• Malaise, lethargy
• Thirst, polyuria
• Nausea + vomiting
• Constipation
• Neurological changes: confusion
• Cardiological changes: arrhythmias
• Decreased muscle strength
• Later: drowsiness, seizures, coma
• Communication
• Benefits v treatment burden
• IV fluids (0.9% Normal Saline)
• Mainstay of therapy – quickest at reducing calcium
• Improved GFR and promotes Na+-linked diuresis
• Can decrease level by 0.2-0.4mM
• Bisphosphonates
• Pamidronate (60-90mg iv), Zolendronic acid (4mg iv)
• Calcium level decreases over days
• Adjust dose in renal failure
• Educate for features of recurrence
• Supportive treatment of symptoms (e.g. Nausea,
Constipation)
Clinical Features of Hypercalcaemia
Management of Hypercalcaemia
108. KESIMPULAN
• Berbagai gejala dapat timbul akibat kanker
• Lakukan penilaian
• Prioritaskan terapi
• Terapi penyebab dasar bila memungkinkan
• Kenyamanan pasien harus dipertimbangkan