tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
Biologi Sel: Metabolisme Obat
1. 1
TUGAS AKHIR MATA KULIAH BIOLOGI SEL
METABOLISME OBAT
Dosen Pengampu : Dra. Syarmalina, M.Si, Apt.
Kelas : C
Disusun oleh : Khairina
Nesha Mutiara
Sri Mulyani Matondang
William Nathanial Tjandrawijaya
UNIVERSITAS PANCASILA
JAKARTA
2018
2. 2
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Makhluk multiseluler, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan tersusun atas jutaan
sel. Tiap sel memiliki fungsi tertentu untuk kelangsungan hidup suatu organisme. Untuk
menjalankan fungsinya, sel melakukan proses metabolisme. Metabolisme adalah reaksi-
reaksi kimia yang terjadi di dalam sel. Reaksi kimia ini akan mengubah suatu zat menjadi zat
lain.
Metabolisme sel dapat dibagi menjadi dua, yaitu katabolisme dan anabolisme.
Katabolisme adalah proses penguraian senyawa untuk menghasilkan energi. Sedangkan,
anabolisme adalah proses sintesis senyawa atau komponen dalam sel hidup. Umumnya,
dalam proses metabolik melibatkan aktivitas katalis biologik yang disebut enzim dengan
melibatkan ATP
Metabolisme adalah suatu proses fisiologis dimana makan yang dicerna akan diubah
menjadi energi. Perimbangan jumlah energi yang masuk ke dalam dan keluar dari tubuh
merupakan proses yang pokok dalam sistem kehidupan tubuh tersebut. Energi ini akan
digunakan untuk melakukan serangkaian aktivitas yaitu untuk pertumbuhan, produksi,
bekerja, dan mempertahankan suhun tubuh agar kehidupan berlangsung optimal. Tanpa
energi yang masuk secara terus menerus dan tetap kehidupan akan terhenti
(Wirahadikusumah 1985).
Istilah metabolisme secara harfiah berarti perubahan, digunakan untuk menunjukan
semua transformasi kimiawi dan tenaga yang timbul dalam badan (Ganong 1995).
Metabolisme meliputi proses sintesis dan proses pengurain senyawa atau komponen dalam
sel hidup. Proses sintesis ini disebut anabolisme dan proses penguraian disebut katabolisme
Faktor yang dapat mempengaruhi laju metabolisme adalah aktivitas, suhu lingkungan,
panjang siang hari, musim, umur, jenis kelamin, berat badan, ukuran tubuh, stress, jenis
makanan yang dimetabolisme dan kebuntingan ( Eckert 1983). Pengukuran laju metabolisme
adalah suatu bentuk pengukuran energi yang dihasilkan tubuh berdasarkan asupan makanan
yang masuk dan melibatkan oksidasi oksigen.
.
3. 3
I.2 Perumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan metabolisme obat ?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi metabolise obat?
I.3 Tujuan
1. Untuk mengatahui yang dimaksud dengan metabolisme obat
2. Untuk memahami apa saja yang mempengaruhi metabolisme obat?
4. 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Metabolisme Obat
Metabolisme obat sering disebut biotransformasi. Metabolisme obat terjadi terutama
di hati, yakni di membran endoplasmic reticulum (mikrosom) dan di sitosol. Tempat
metabolisme yang lain (ekstrahepatik) adalah pada dinding usus, ginjal, paru, darah, otak dan
kulit, juga di lumen kolon (oleh flora usus). (Farmakologi dan Terapi edisi revisi V, 2008)
Tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat yang nonpolar (larut lemak)
menjadi polar (larut air) agar dapat diekskresi melalui ginjal atau empedu. Dengan perubahan
ini obat aktif umumnya diubah menjadi inaktif, tapi sebagian berubah menjadi lebih aktif,
kurang aktif, atau menjadi toksik. (Farmakologi dan Terapi edisi revisi V, 2008)
Obat yang masuk ke dalam tubuh melalui berbagai cara pemberian pada umumnya
mengalami absorpsi, distribusi dan pengikatan untuk sampai di tempat kerja dan
menimbulkan efek. Kemudian dengan atau tanpa biotransformasi, obat diekskresikan dari
dalam tubuh
Mencit (Mus musculus) merupakan salah satu hewan laboratorium yang sering
digunakan. Mencit adalah hewan pengerat (rodentia) yang cepat berkembang biak, mudah
dipelihara, variasi genetiknya cukup besar serta sifat anatomis dan fisiologisnya
terkarkteristik dengan baik. Menurut Amandor 2003, mencit yang digunakan di laboratorium
menjadi berbeda dengan mencit liar yang ada di alam disebabkan pengaruh dari pengaturan
lingkugan tempat mencit laboratorium dibiakan
Manusia dan tikus memiliki organ yang membentuk suatu sistem yang letaknya
dapat diketahui melalui terminologi anatomi. Pengetahuan tentang letaknya organ dalam
tubuh penting dalam diagnosa awal suatu penyakit. Sistem tubuh membentuk suatu kesatuan
yang bekerja sama mencegah terganggunya hemeostatis tubuh.
Organ-organ vital pada tikus dan juga pada manusia berada pada tempat yang dinamakan
rongga tubuh (body cavity). Rongga ini berfungsi sebagai perlindungan dari gangguan
eksternal sekaligus memungkinkan perubahan bentuk dan ukuran organ dalam tanpa
mengganggu fungsi organ lain. Tubuh manusia memiliki lima rongga yaitu kranial, spinal,
rongga dada/toraks, abdomial, dan pelvis
5. 5
Metabolisme obat memiliki dua efek penting (Neal, 2002) :
1. Obat dibuat menjadi lebih hidrofilik sehingga mempercepat laju ekskresinya melalui
ginjal. Maksudnya adalah metabolit yang hidrofil atau kurang lipofil akan susah
direabsorbsi oleh tubulus ginjal sehingga akan cenderung dieliminasi dari tubuh.
2. Metabolit umumya menjadi kurang aktif dari keadaan semula. Akan tetapi, ada pula
obat yang dirancang sama aktifnya atau justru menjadi lebih aktif dari obat awalnya.
Sebagai contoh, diazepam dimetabolisme menjadi nordiazepam dan oxazepam yang
juga aktif. Contoh lain adalah golongan prodrugs yang diberikan dalam keadaan
inaktif dan baru aktif bila sudah dimetabolisme di dalam tubuh, misalnya levodopa,
obat antiparkinson. Levodopa ini dimetabolisme menjadi dopamine.
Organ metabolisme utama adalah hati. Metabolisme obat meliputi dua tipe reaksi, yaitu :
1. Reaksi Fase I
Pada reaksi fase I, terjadi proses biotransformai yang mengubah molekul obat secara
oksidasi, reduksi atau hidrolisis. Reaksi fase I biasanya mengubah obat asal (parent drug)
menjadi metabolit yang lebih polar dengan menambahkan atau melaepaskan suatu gugus
fungsional (-OH, -NH2, -SH). Metabolit ini sering bersifat tidak aktif, walaupun pada
beberapa keadaan aktifitas obat hanya berubah saja. Jika metabolit reaksi fase I cukup polar,
maka biasa dapat diekskresikan dengan mudah. Namun, banyak produk reaksi fase I tidak di
eliminasikan dengan cepat dan mengalami suatu reaksi selanjutnya di amna suatu substrat
endogen seperti asam glukorat, asam sulfur, asam asetat atau suatu asam amino akan
berkombinasi dengan gugus fungsional yang baru untuk membentuk suatu konjugat yang
sangat polar. Reaksi konjugasi atau sintetik ini merupakan tanda dari reaksi fase II
(Mutschler,1991).
Berbagai macam obat mengalami reaksi biotransformasi berantai ini, contohnya: gugusan
hidrazid dari isoniazid dikenal membentuk suatu konjugat N-asetil dalam suatu reaksi fase II.
Konjugat ini merupakan substrat untuk reaksi fase I, yang disebut hidrolisa menjadi asam
isonikotrainat. Jadi, reaksi fase II sebenarnya bisa juga mendahului reaksi fase (Katzung,
1998).
Reaksi fase I pada dasarnya tidak bertujuan untuk menyiapkan obat untuk di ekskresikan,
tetapi bertujuan untuk menyiapkan senyawa yang digunakan untuk metabolisme fase II.
Sistem enzim yang terlibat dalam reaksi oksidasi adalah sistem enzim mikrosomal yang
disebut juga sebagai Mixed Function Oxidases (MFO) atau sistem monooksigenase.
Komponen utama dari MFO adalah sitokrom P450, yaitu komponen oksidasi terminal dari
suatu sistem transfer elektron yang berada pada retikulum endoplasmik yang bertanggung
jawab terhadap reaksi-reaksi oksidasi obat dan digolongkan sebagai enzim yang mengandung
haem(suatu haemprotein) dengan protoperfirin IX sebagai gugus protestik (Gordon dan Skett,
1986). Reaksi yang dikatalisis oleh MFO meliputi hidroksilasi senyawa alifatis dan aromatis,
epokdidasi, dealkilasi, deaminasi, N-oksidasi dan S-oksidasi (Anief, 1990).
1. Reaksi Oksidasi
Reaksi oksidasi adalah salah satu mekanisme reaksi perubahan obat yang penting dan
berperan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Raksi oksidasi tersebut terjadi pada
6. 6
berbagai molekul menurut proses khusus tergantung pada masing-masing tipe struktur
kimianya yaitu reaksi hidroksilasi pada golongan alkil, aril dan heterosiklik, reaksi oksidasi
alkohol dan aldehid, reaksi pembentukan N-oksida dan sulfoksida, reaksi desaminasi
oksidatif, pembukaan inti dan sebagainya (Anonim, 1993).
Reaksi oksidasi dibagi menjadi 3 jenis menurut enzim yang mengkatalisisnya:
Oksidasi dengan mikrosom sitokrom P450
Mikrosom adalah fragmen RE dalam bentuk bulat yang diperoleh apabila suatu jaringan
hati dihomogenisasi pada 10-100s. dalam sistem transferase oksigen terminal enzim yang
digunakan adalah sitokrom P450. yaitu, enzim yang mereduksi ligan karbon monoksida yang
mempunyai absorpsi spektrum maksimum pada 450nm. Di bawah enzim ini, atom oksigen
dari oksigen molekuler dipindahkan ke molekul obat (DH—DOH). Sisa atom oksigen
mengikat dua proton dan membentuk air.
Oksidasi dengan mikrosom non sitokrom P450
Oksidasi ini memberikan efek sebagai berikut:
1. Sulfoksidasi senyawa sulfur nukleofilik, contoh pada metimazol.
2. Hidroksilamin dari amin sekunder, contoh pada desimipramin, nortriptilen.
3. Amin oksida dari amin tersier pada guanethidin dan brompheniramin.
Oksidasi non mikrosom
Oksidasi yang terjadi oleh enzim non mikrosomal seperti dehidrogenase alkohol, aldehid
dan oksidase monoamin dan diamin (Anief, 1990).
1. Reaksi Reduksi kurang penting dibandingkan dengan reaksi oksidasi, reaksi ini
terutama berperan pada nitrogen dan turunannya (azoik dan nitrat), kadang-kadang
pada karbon. Hanya beberapa obat yang mengalami metabolisme dengan reduksi baik
pada letak mikrosomal maupun non mikrosomal. Gugus nitro, azo dan karbonil
merupakan subyek reduksi yang menghasilkan gugus hidroksida amino lebih polar.
Ada beberapa enzim reduktase dalam hati yang tergantung pada NADH atau NADPH
yang mengkatalisiskan reaksi tersebut, NADPH adalah Nikotinamida dinukleotida.
Contoh yang paling terkenal adalah reduksi protonsil sebagai prodrug menjadi
Sulfanamid (Anief,1990).
2. Reaksi Hidrolisis. Proses lain yang menghasilkan senyawa yang lebih polar adalah
hidrolisis dari ester dan amida oleh enzim esterase yang terletak baik mikrosomal dan
non mikrosomal akan menghidrolisasi obat yang mengandung gugus ester. Di hepar
lebih banyak terjadi dan terkonsentrasi, seperti hidrolisis Peptidin oleh suatu enzim
Esterase non mikrosomal terdapat dalam darah dan beberapa jaringan sebagai contoh
Prokain dimetabolisis oleh esterase plasma (Anief 1990).
3. Reaksi Fase II
Reaksi konjugasi sesungguhnya merupakan reaksi antara molekul eksogen atau metabolit
dengan substrat endogen, membentuk senyawa yang tidak atau kurang toksik dan mudah
larut dalam air, mudah terionisasi da selanjutnya sangat mudah dikeluarkan (Anonimus,
1993).
7. 7
Dalam metabolisme fase kedua, obat yang tak berubah, asli atau merupakan metabolit polar
mengalami konjugasi dengan asam glukoronat, sulfat, asam merkapturat atau asetat menjadi
lebih polar dan diekskresikan lebih cepat. Jadi metabolisme fase kedua merupakan
penggabungan obat aslinya atau metabolitnya dengan bermacam-macam komponen endogen.
Reaksi konjugasi yang dilakukan oleh enzim transferase memerlukan baik komponen
endogen maupun eksogen. Contohnya adalah Fenobarbital yang membutuhkan reaksi fase I
sebagai persyaratan reaksi konjugasi (Anief, 1990).
Reaksi fase II terdiri dari :
Konjugasi asam glukoronat
Konjugasi asam glukoronat merupakan cara konjugasi umum dalam proses metabolisme.
Hampir semua obat mengalami konjugasi ini karena sejumlah besar gugus fungsional obat
dapat berkombinasi secara enzimatik dengan asam glukoronat dan tersedianya D-asam
glukoronat dalam jumlah yang cukup pada tubuh (Siswandono dan Soekardjo, 2000)
Metilasi
Reaksi metilasi mempunyai peran penting pada proses biosintesis beberapa senyawa
endogen, seperti norepinefrin, epinefrin, dan histaminserta untuk proses bioinaktivasi obat.
Koenzim yang terlibat pada reaksi metilasi adalah adalah S-adenosil-metionin(SAM). Reaksi
ini dikatalis oleh enzim metiltransferase yang terdapat dalam sitoplasma dan mikrosom
(Siswandono dan Soekardjo, 2000 ).
Sulfur
Terutama terjadi pada senyawa yang mengandunggugus fenol dan kadang-kadang juga
terjadi pada senyawa alkohol, amin aromatik dan senyawa N-hidroksi. Konjugasi sulfat pada
umumnya untuk meningkatkan kelarutan senyawa dalam air dan membuat senyawa menjadi
tidak toksik (Siswandono dan Soekardjo,2000).
Asetilasi
Merupakan jalur metabolisme obat yang mengandung gugus amin primer,
sulfonamida, hidrasin, hidrasid, dan amina alifatik primer. Fungsi utama asetilasi
adalah membuat senyawa inaktif dan untuk detoksifikasi (Siswandono dan
Soekardjo,2000).
Pembentukan Asam Metakarpurat
Asam merkapturat adalah turunan S dari N-asetilsistein yang disintesis dari GSH. Reaksi
konjugasi terjadi dengan kombinasi pada sistein atau glutation dengan bantuan enzim dalam
fraksi supernatan dari homogenat jaringan terutama hati dan ginjal (Devissaguet,1993).
Tidak semua obat melalui 2 fase ini, ada juga yang hanya melalui fase I saja (satu atau
beberapa macam reaksi) ataupun melalui fase II saja (satu atau beberapa macam reaksi).
Tetapi memang kebanyakan obat di metabolisme melalui beberapa reaksi sekaligus atau
secara berurutan menjadi beberapa macam metabolit (Syarif, 1995).
Telah disebutkan bahwa ada 2 jenis enzim yang berperan dalam proses metabolisme, yaitu
enzim mikrosomal dan non mikrosomal. Perbedaan tersebut dikategorikan berdasarkan
letaknya di dalam sel. Kedua enzim ini, terutama terdapat di dalam sel hati tetapi dapat juga
8. 8
terletak di sel jaringan lain seperti, ginjal, paru-paru, epitel saluran cerna dan plasma. Di
lumen saluran cerna juga terdapat enzim non mikrosomal yang dihasilkan oleh flora usus.
Enzim mikrosom mengkatalisis reaksi konjugasi glukuronid, sebagian besar reaksi oksidasi,
serta reaksi reduksi dan hidrolisis. Sedangkan enzim non mikrosom mengkatalisis reaksi
konjugasi lainnya, beberapa oksidasi serta reduksi dan hidrolisis (Syarif, 1995).
Diazepam
Diazepam adalah turunan dari benzodiazepine dengan rumus molekul 7-kloro-1,3-dihidro-
1-metil-5-fenil-2H-1,4-benzodiazepin-2-on (C 16 H 13 Cl N 2 O). Merupakan senyawa Kristal
tidak berwarna atau agak kekuningan yang tidak larut dalam air. Diazepam masuk dalam
golongan long acting benzodiazepine dengan waktu paruh lebih dari 24 jam (Ferick, – ).
1. Farmakokinetik
Pengertian lain dari farmakokinetik menurut ilmu farmakologi sebenarnya dapat diartikan
sebagai proses yang dilalui obat di dalam tubuh atau tahapan perjalanan obat tersebut di
dalam tubuh. Proses farmakokinetik ini dalam ilmu farmakologi meliputi beberapa tahapan
mulai dari proses absorpsi atau penyerapan obat, distribusi atau penyaluran obat ke seluruh
tubuh, metabolisme obat hingga sampai kepada tahap ekskresi obat itu sendiri atau proses
pengeluaran zat obat tersebut dari dalam tubuh. Fase-fase tersebut diantaranya adalah :
a. Absorpsi
Absorpsi adalah pergerakan partikel-partikel obat dari saluran gastrointestinalke dalam
cairan tubuh melalui absorpsi pasif, absorpsi aktif, atau pinositosis.Kebanyakan obat oral
diabsorpsi di usus halus melalui kerja permukaan vili mukosa yang luas.Jika sebagain dari
vili ini berkurang, karena pengangkatan sebagian dariusus halus, maka absorpsi juga
berkurang. Obat-obat yang mempunyai dasar protein,seperti insulin dan hormon
pertumbuhan, dirusak di dalam usus halus oleh enzim-enzim pencernaan. Absorpsi pasif
umumnya terjadi melalui difusi (pergerakan darikonsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah).
Dengan proses difusi, obat tidak memerlukan energi untuk menembus membran. Absorpsi
aktif membutuhkan karier (pembawa) untuk bergerak melawan perbedaan
konsentrasi.Sebuah enzim atauprotein dapat membawa obat-obat menembus membran.
Pinositosis berarti membawa obat menembus membran dengan proses menelan (Syarif,
2007).
Absorpsi obat dipengaruhi oleh aliran darah, rasa nyeri, stres, kelaparan,makanan dan pH.
Sirkulasi yang buruk akibat syok, obat-obat vasokonstriktor, ataupenyakit yang merintangi
absorpsi. Rasa nyeri, stres, dan makanan yang padat, pedas,dan berlemak dapat
memperlambat masa pengosongan lambung, sehingga obat lebih lama berada di dalam
lambung. Latihan dapat mengurangi aliran darah denganmengalihkan darah lebih banyak
mengalir ke otot, sehingga menurunkan sirkulasi kesaluran gastrointestinal.Obat-obat yang
diberikan secara intramuskular dapat diabsorpsi lebih cepat diotot-otot yang memiliki lebih
9. 9
banyak pembuluh darah, seperti deltoid, daripada otot-otot yang memiliki lebih sedikit
pembuluh darah, sehingga absorpsi lebih lambat pada jaringan yang demikian ( Syarif, 2007).
b. Distribusi
Distribusi adalah proses di mana obat menjadi berada dalam cairan tubuh danjaringan
tubuh. Distribusi obat dipengaruhi oleh aliran darah, afinitas (kekuatanpenggabungan)
terhadap jaringan,dan efek pengikatan dengan protein. Ketika obat didistribusi di dalam
plasma, kebanyakan berikatan denganprotein (terutama albumin) dalam derajat (persentase)
yang berbeda-beda.Obat-Obatyang lebih besar dari 80% berikatan dengan protein dikenal
sebagai obat-obat yangberikatan dengan tinggi protein. Salah satu contoh obat yang berikatan
tinggi denganprotein adalah diazepam (Valium): yaitu 98% berikatan dengan protein. Aspirin
49% berikatan dengan protein clan termasuk obat yang berikatan sedang dengan protein
(Katzung, 2002).
Abses, eksudat, kelenjar dan tumor juga mengganggu distribusi obat.Antibiotika tidak dapat
didistribusi dengan baik pada tempat abses dan eksudat.Selain itu, beberapa obat dapat
menumpuk dalam jaringan tertentu, seperti lemak,tulang, hati, mata, dan otot (Syarif, 2007).
c. Biotransformasi
Fase ini dikenal juga dengan metabolisme obat, diman terjadi proses perubahan struktur
kimia obat yang dapat terjadi didalam tubuh dan dikatalisis olen enzim (Syarif, 2007).
d. Ekskresi atau eliminasi
Rute utama dari eliminasi obat adalah melalui ginjal, rute-rute lain meliputi empedu, feses,
paru-paru, saliva, keringat, dan air susu ibu. Obat bebas, yang tidak berikatan, yang larut
dalam air, dan obat-obat yang tidak diubah, difiltrasi oleh ginjal.Obat-obat yang berikatan
dengan protein tidak dapat difiltrasi oleh ginjal. Sekali obatdilepaskan ikatannya dengan
protein, maka obat menjadi bebas dan akhirnya akandiekskresikan melalui urin (Syarif,
2007).
pH urin mempengaruhi ekskresi obat. pH urin bervariasi dari 4,5 sampai 8.Urin yang asam
meningkatkan eliminasi obat-obat yang bersifat basa lemah. Aspirin,suatu asam lemah,
dieksresi dengan cepat dalam urin yang basa. Jika seseorangmeminum aspirin dalam dosis
berlebih, natrium bikarbonat dapat diberikan untuk mengubah pH urin menjadi basa.Juice
cranberry dalam jumlah yang banyak dapatmenurunkan pH urin, sehingga terbentuk urin
yang asam (Syarif, 2007).
2. Farmakodinamik
Memodulasi efek postsynaptic dari transmisi GABA-A,sehingga mengakibatkan
peningkatan hambatan presynaptic. Bekerja pada bagian sistem limbik, talamus, dan
hipotalamus, untuk menimbulkan efek yang menenangkan.
a. Dalam sistem saraf pusat dapat menimbulkan amnesia, anti kejang, hipnotik,
relaksasi otot dan mempunyai efek sedasi, efek analgesik tidak ada,
menurunkan aliran darah otak dan laju metabolisme.
10. 10
b. Menyebabkan vasodilatasi sistemik yang ringan dan menurunkan cardiac out
put. Tidak mempengaruhi frekuensi denyut jantung, perubahan hemodinamik
mungkin terjadi pada dosis yang besar atau apabila dikombinasi dengan
opioid.
c. Mempengaruhi penurunan frekuensi nafas dan volume tidal , depresi pusat
nafas mungkin dapat terjadi pada pasien dengan penyakit paru atau pasien
dengan retardasi mental.
d. Menimbulkan penurunan tonus otot rangka yang bekerja di tingkat supraspinal
dan spinal, sehingga sering digunakan pada pasien yang menderita kekakuan
otot rangka (Katzung, 2002).
e. Mengantuk, ataksia, kelelahan, erupsi pada kulit, edema, mual – mual dan
konstipasi, gejala – gejala ekstra pirimidal, jaundice,dan neutropenia.
Perubahan libido, sakit kepala, amnesia, hipotensi,gangguan visual, dan
retensi urin (Katzung, 2002).
Siprofloksasin
Antibiotik fluorokuinolon (kuinolon) pertama kali diperkenalkan pada tahun 1960.Kuinolon
yang pertama, yaitu asam nalidiksat memiliki keterbatasan oleh karena aktivitas intrinsik
yang rendah dan cepatnya terjadi resistensi.Penambahan fluor pada molekul kuinolon
menghasilkan fluorokuinolon – pertama kali diperkenalkan sebagai siprofloksasin pada 1987
– yang memiliki spektrum lebih luas terhadap bakteri gram negatif, namun aktivitas terhadap
gram positif lemah, terutama terhadap Streptococcus pneumoniae.
1. Farmakokinetik
a. Absorpsi
Siprofloksasin oral diserap dengan baik melalui saluran cerna.Bioavailabilitas absolut
adalah sekitar 70%, tanpa kehilangan yang bermakna dari metabolisme fase pertama.Berikut
ini adalah konsentrasi serum maksimal dan area di bawah kurva (area under the curve, AUC)
dari siprofloksasin yang diberikan pada dosis 250 ~ 1000 mg.
b. Distribusi
Ikatan siprofloksasin terhadap protein serum adalah 20-40% sehingga tidak cukup untuk
menyebabkan interaksi ikatan protein yang bermakna dengan obat lain. Setelah administrasi
oral, siprofloksasin didistribusikan ke seluruh tubuh.Konsentrasi jaringan seringkali melebihi
konsentrasi serum, terutama di jaringan genital, termasuk prostat. Siprofloksasin ditemukan
dalam bentuk aktif di saliva, sekret nasal dan bronkus, mukosa sinus, sputum cairan
gelembung kulit, limfe, cairan peritoneal, empedu dan jaringan prostat.14,15 Siprofloksasin
juga dideteksi di paru-paru, kulit, jaringan lemak, otot, kartilago dan tulang. Obat ini
berdifusi ke cairan serebro spinal, namun konsentrasi di CSS adalah kurang dari 10%
konsentrasi serum puncak.Siprofloksasin juga ditemukan pada konsentrasi rendah di aqueous
humor dan vitreus humor.13
Empat metabolit siprofloksasin yang memiliki aktivitas
antimikrobial yang lebih rendah dari siprofloksasin bentuk asli telah diidentifikasi di urin
manusia sebesar 15% dari dosis oral.
11. 11
c. Ekskresi
Waktu paruh eliminasi serum pada subjek dengan fungsi ginjal normal adalah sekitar 4 jam.
Sebesar 40-50% dari dosis yang diminum akan diekskresikan melalui urin dalam bentuk awal
sebagai obat yang belum diubah. Ekskresi siprofloksasin melalui urin akan lengkap setelah
24 jam . Dalam urin semua fluorokuinolon mencapai kadar yang melampaui konsentrasi
hambat minimal (KHM) untuk kebanyakan kuman patogen selama minimal 12 jam.14
Klirens
ginjal dari siprofloksasin, yaitu sekitar 300 mL/menit, melebihi laju filtrasi glomerulus yang
sebesar 120 mL/menit. Oleh karena itu, sekresi tubular aktif memainkan peran penting dalam
eliminasi obat ini.Pemberian siprofloksasin bersama probenesid berakibat pada penurunan
50% klirens renal siprofloksasin dan peningkatan 50% pada konsentrasi sistemik.
2. Farmakodinamik
Siprofloksasin menghambat sintesis DNA bakteri dengan menghambat enzim, girase
DNA.Obat ini mempunyai distribusi jaringan yang tinggi.Jika memungkinkan, obat ini
dipakai sebelum makan karena makanan memperlambat laju absorbsi.Jika memakai
probenesid bersama siprofloksasin maka kerja obat siprofloksasin meningkat.Siprofloksasin
memperpanjang kerja obat dari teofilin. Obat ini mempunyai konsentrasi puncak sekitar 0,5 –
1 jam dan waktu untuk mencapai konsentrasi puncak adalah 1 – 2 jam ( Joyce, 1996 ).
Efek samping siprofloksasin biasanya ringan dan jarang timbul antara lain:
a.Gangguan saluran cerna : Mual,muntah,diare dan sakit perut
b.Gangguan susunan saraf pusat : Sakit kepala,pusing,gelisah,insomnia dan euforia
c.Reaksi hipersensitivitas : Pruritus dan urtikaria
–d.Peningkatan sementara nilai enzim hati,terutama pada pasien yang pernah mengalami
kerusakan hati.
Fenobarbital
Senyawa hipnotik ini terutama digunakan pada serangan grand mal atau status epilipticus
berdasarkan sifatnya yang dapat memblokir pelepasan muatan listrik di otak. Untuk
mengatasi efek hipnotiknya, obat ini dapat dikombinasikan dengan kofein.Resorpsinya di
usus baik (70-90%) dan lebih kurang 50% terikat pada protein; plasma-t½-nya panjang, lebih
kurang 3-4 hari, maka dosisnya dapat diberikan sehari sekaligus ( Tjay, 2007 ).
Efek barbiturat terhadap hati yang paling dikenal ialah efek terhadap system metabolisme
obat di mokrosom.Barbiturat bersama-sama dengan sitokrom P-450 secara kompetitif
mempengaruhi biotransformasi obat serta zat endogen dalam tubuh, misalnya horomon
steroid.Sebaliknya beberapa senyawa dapat menghambat biotransformasi barbiturat. Interaksi
obat tersebut bahkan terjadi pada barbiturat dan senyawa lain yang dioksidasi lewat system
enzim mikrosomal yang berbeda. Pemberian barbiturat secara kronik menaikkan jumlah
protein dan lemak pada retikulo endoplasmic hati, serta menaikkan aktivitas enzim
glukoronid transferase dan enzim oksidase sitokrom P-450. Induksi enzim ini menaikkan
kecepatan metabolisme beberapa obat dan senyawa endogen termasuk hormon steroid,
kolesterol, garam empedu, vitamin K dan D. Toleransi terhadap barbiturat antara lain
disebabkan karena merangsang aktivitas enzim yang merusak barbiturat itu sendiri. Efek
induksi ini tidak terbatas hanya pada enzim mikrosomal saja, tetapi juga terjadi pada enzim
12. 12
mitokondria, yaitu δ- Amino Levukanic Acid (ALA) sintetase, dan enzim sitoplasma yaitu
Aldehid dehidrogenase ( Syarif, 2007 ).
1. Farmakokinetik
Babiturat diabsorbsi per oral dan beredar luas di seluruh tubuh.Obat tersebar dalam tubuh
dari otak sampai ke daerah splanknikus.Otot skelet dan akhirnya ke jaringan lemak.Gerakan
ini penting dalam menentukan jangkau waktu kerja yang singkat dari thiopental dan derivat
jangka pendek lainnya.Barbiturat dimetabolisme dalam hati dan metabolit yang tidak aktif
dikeluarkan dalam urin.
Phenobarbital memiliki bioavailabilitas 90%.Dalam plasma puncaknya mencapai 8-12
jam.Akan berada dalam tubuh sekitar 2-7 hari dan mengikat protein 20-40%.Dimetabolisme
oleh hati, terutama melalui hidroksilasi dan glukoronidasi, dan menginduksi banyak isozim
dari sistem sitokrom P450.
2. Farmakodinamik
Efek utama barbiturat ialah depressi SSP. Semua tingkat depresi dapat di capai, mulai dari
sedasi, hipnosis, berbagai tingkat anastesia, koma, sampai kematian.Barbiturat tidak dapat
mengurangi rasa nyeri, tanpa disertai hilangnya kesadaran, dan dosis kecil barbiturat dapat
meningkatkan reaksi terhadap rangsangan nyeri.Pada beberapa individu, dan dalam keadaan
tertentu, misalnya adanya rasa sakit, barbiturat tidak menyebabkan sedasi melainkan malah
menimbulkan eksitasi (kegelisahan dan delirium).hal ini mungkin disebabkan adanya depresi
pusat penghambatan. Efek hipnotik barbiturat meningkatkan total lama tidur dan
mempengaruhi tingkatan tidur yang bergantung pada dosis.
Barbiturat bekerja pada seluruh SSP, walaupun pada setiap tempat tidak sama kuatnya.
Dosis non anesthesi terutama menekan respon pasca sinaps. Penghambatan hanya terjadi
pada sinaps GABA-nergik.. Barbiturat memperlihatkan beberapa efek yang berbeda pada
eksitasi dan inhibisi transmisi sinaps, kapasitas barbiturat membantu kerja GABA sebagian
menyerupai kerja benzodiazephin, namun pada dosis yang lebih tinggi bersifat sebagai
agonist GABA-nergik, sehingga dalam dosis tinggi barbiturat dapat menimbulkan depresi
SSP yang berat.
Barbiturat menyebabkan depresi nafas.Pemberian barbiturat dosis sedatif hampir tidak
berpengaruh terhadap pernafasan, sedangkan dosis hipnotik oral menyebabkan pengurangan
frekuensi dan amplitudo nafas, ventilasi alveol sedikit berkurang sesuai dengan keadaan tidur
fisiologis. Pemberian oral barbiturat yang sangat tinggi atau suntikan iv yang terlalu cepat
menyebabkan depresi nafas yang lebih berat.
Pada dosis oral sedatif atau hipnotik, barbiturat tidak memberikan efek yang nyata terhadap
sistem kardiovaskular.Frekuensi nadi dan tekanan darah sedikit menurun seperti terjadi dalam
keadaan tidur fisiologis. Pemberian babiturat dosis terapi iv secara cepat dapat menyebabkan
tekanan darah turun secara mendadak sebentar. Efek kardiovaskular terhadap intoksikasi
barbiturat sebagian besar disebabkan oleh hipoksia sekunder akibat infeksi nafas.Dosis tinggi
barbiturat menyebabkan depresi pusat vasomotor diikuti vasodilatasi perifer sehingga terjadi
hipotensi.Barbiturat dosis sangat tinggi berpengaruh langsung terhadap kapiler sehingga
menyebabkan syok kardiovaskular.
13. 13
Simetidin
Perintang –H2 pertama ini menduduki reseptor histamin H2 di mukosa lambung yang
memicu produksi asam klorida ( reseptor –H2 terdapat pula di Susunan Syaraf Pusat dan
pembuluh darah). Dengan demikian seluruh sekresi asam dihambat olehnya yakni baik yang
basal (alamiah) maipun yang disebabkan oleh rangsangan makanan, insulin atau kofein. Juga
produksi pepsin dan seluruh getah lambung berkurang, pH-nya dapat meningkat sampai pH
6-7 ( Tjay, 2007 ).
Simetidin menghambat sitokrom P-450 sehingga menurunkan aktivitas enzim mikrosom
hati. Jadi obat lain yang merupakan substrat enzim tersebut akan terakumulasi bila diberikan
bersama dengan simetidin. Obat yang metabolismenya dipengaruhi oleh simetidin antara lain
warfarin, fenitoin, kafein, teofilin, fenobarbital, karbamazepin, diazepam, propanolol,
metoprolol, dan imipramin ( Syarif , 007 ).
1. Farmakokinetika
Bioavailabilitas cimetidin sekitar 70 % sama dengan pemberian IV atau Im ikatan protein
plasma hanya 20 %.Absorbsi simetidin diperlambat oleh makanan sehingga cimetidin
diberikan bersama atau segera setelah makan dengan maksud untuk memperpanjang efek
pada periode paska makan. Absorpsi terutama terjadi pada menit ke 60 -90. Cimetidin masuk
kedalam SSP dan kadarnya dalam cairan spinal 10-20% dari kadar serum. Sekitar 50-80%
dari dosis IV dan 40% dari dosis oral diekskresi dalam bentuk asal dalam urin. Masa paruh
eliminasi sekitar 2 jam ( Ganiswara, 1995 ) .
2. Farmakodinamik
Cimetidin menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversible. Reseptor H2 akan
merangsang sekresi cairan lambung srhingga pada pemberian Cimetidin dan ranitidine
sekresi cairan lambung dihambat. Pengaruh fisiologi cimetidin dan ranitidine terhadap
reseptor H2 lainnya, tidak begitu penting.walaupun tidak lengkap cimetidin dan ranitidine
dapat menghambat sekresi cairan lembung akibat rangsangan obat muskarinik atau gastrin.
Cimetidin mengurangi volume dan kadar ion hydrogen cairan lambung. Penurunan sekresi
asam lambung mengakibatkan perubahan pepsinogen menjadi pepsin menurun ( Ganiswara,
1995 ).
Faktor-faktor yang mempengaruhi metabolisme obat ( Neal, 2002 ) :
a. Induksi enzim
Beberapa obat, fenobarbital, karbamazepin, etanol, dan rifampicin serta polutan menaikkan
aktivitas enzim pemetabolisme obat.
b. Inhibisi enzim
Reaksi inhibisi enzim terjadi lebih cepat daripada induksi enzim karena terjadi secara cepat
setelah onsentrasi inhibitor ini mencapai titik tertentu yang sanggup bersaing dengan obat
dalam menduduki sisi aktif enzim pemetabolisme. Simetidin menghambat metabolisme
fenitoin, teofilin, dan warfarin. Eritromisin menghambat sitokrom P450 sehingga
meningkatkan aktivitas teofilin, warfarin, karbamazepin, dan digoksin.
14. 14
c. Polimorfisme genetik
Respon terhadap obat berbeda pada tiap individu karena perbedaan genetik. Contohnya
adalah debrisoquine hydroxylation.
d. Usia
Enzim mikrosomal di hati dan fungsi ginjal belum sempurna pada saat lahir dan akan
berkembang secara cepat pada empat minggu pertama setelah dilahirkan. Di masa tua,
metabolisme obat oleh hati akan berkurang sehingga untuk manula, dosis obat biasanya lebih
rendah daripada untuk usia muda.
Pemberian berulang dari suatu obat akan meningkatkan sintesis enzim sitokrom P450,
dikatakan sebagai penginduksi enzim. Hasilnya adalah laju metabolisme obat menjadi tinggi
dan banyak yang akan tereliminasi. Sementara itu, ada pula senyawa yang dapat menghambat
sintesis sitokrom P450 ataupun menghambat aktivitas enzim mikrosomal sehingga
metabolisme obat menjadi lambat dan obat akan lebih banyak terabsorbsi daripada
tereliminasi ( Neal, 2002 ).
1. ALAT DAN BAHAN
Alat yang diperlukan untuk praktikum ini antara lain spuit injeksi ( 0,1 – 2 ml ), jarum
sonde / ujung tumpul / membulat, labu ukur 10 ml, stop watch, timbangan tikus, neraca
analitik, dan alat – alat gelas.
Bahan yang diperlukan adalah aquabidest, diazepam, fenobarbital 30mg/kgBB ( induktor ) ,
simetidin dan siproflokasasin ( inhibitor ), dan hewan coba ( tikus ).
CARA KERJA
Tikus
Ditimbang
Kelompok I Kelompok II Kelompok III Kelompok IV
1.Diazepam dosis
tunggal (IP)
2.Diazepam (IP) dan
fenobarbital (IP)
1. Fenobarbital (IP)
dan diazepam (IP)
2. Cimetidine (PO)
dan diazepam (IP)
1. Ciprofloksasin
(PO) dan Diazepam
(IP)
2. Diazepam (IP)
1. Cimetidin (PO) dan
Diazepam (PO)
2. Ciprofloksasin (PO)
dan Diazepam (IP)
15. 15
Diamati onset dan durasi terjadinya hypnosis berdasarkan reflek balik badan.
Diamati jumlah jatuh mencit dari rotarod ( pada menit ke 15, 30, 60, dan 90)
I.4.CaraKerja
1. Bahan dan Alat yang digunakan
1) Induktor Enzim : Fenobarbital
2) Penghambat Enzim : Simetidin
3) Jarum Suntik Oral (ujung tumpul)
4) Hewan Uji : Mencit
2. Cara kerja
Tiap kelas dibagi 3 kelompok, masing-masing mendapat 3 ekor hewan uji
Kelompok I (control) : hewan uji diberi perlakuan Diazepam dosis tunggal
Kelompok II : hewan uji diberi Diazepam per oral, dosis tunggal yang sebelumnya diberi
praperlakuan fenobarbital p.o 1 jam sebelumnya
Kelompok III : seperti kelompok III, yang diberikan bersama-sama dengan simetidina, p.o 1
jam sebelumnya.
Pengamatan : lama waktu sampai terjadi hipnosis serta lama waktu tidur karena heksobarbital
dengan parameter ringhting reflex.
16. 16
BAB III
KESIMPULAN
Metabolisme obat atau biotransformasi proses reaksi kimiawi yang terjadi di dalam sel
organisme yang bertujuan untuk mengubah obat yang nonpolar ( tidak dapat larut dalam air )
menjadi polar ( dapat larut dalam air ) sehingga dapat diekskresi oleh ginjal atau
empedu.Metabolisme obat merupakan hal yang penting di bidang farmasi sehingga dipelajari
dan diuji coba di laboratorium dengan menggunakan mencit ( Mus musculus ) sebagai hewan
uji cobanya, dengan kata lain uji coba pre-klinik. Pemilihan mencit sebagai hewan uji
cobametabolisme obat dikarenakan anatomi dan fisiologi mencit mirip dengan manusia, Uji
coba metabolisme obat ini untuk melihat efek samping yang timbul pada mencit dan analisis
tingkat keamanan obat yang digunakan tersebut.
Memahami metabolisme obat juga penting untuk memahami faktor – faktor yang
mempengaruhinya seperti enzim yang terlibat, respon organisme terhadap obat yang
digunakan, dan usia organisme yang menggunakan obat tersebut.
17. 17
Daftar Pustaka
Anief, Moh, 1995, Perjalanan dan Nasib Obat dalam Badan, Gadjah Mada University
Press.
Anonim, 1999, Majalah Farmasi Indonesia Vol 10 No 04, Mandiri Jaya Offset,
Yogyakarata.
Ganiswara, Sulistia G (Ed), 2008, Farmakologi dan Terapi, Edisi Revisi V, Balai Penerbit
Falkultas, Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Gibson, G.Gordon Dan Paul Skett, 1991, Pengantar Metabolisme Obat, UI Presss, Jakarta.
Katzung, Bertram G., Farmakologi Dasar dan Klinik, Salemba Medika, Jakarta.
La Du, BR, Mandel, H.G. dan Way, E.L,1971, Fundamentals of drug Metabolism and
drugDispositin. The Williamns & Wilkins company, Baltimore, pp 149-578.
Lullman, Heinz, et al, 2000, Color Atlas of Pharmacology, second edition revised and
expanded, Thieme, New York.
Neal, M.J, 2005, At A Glance Farmakologi Medis, Edisi Kelima, Erlangga, Jakarta